a. Tentang subyeknya
Kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli tersebut haruslah:
1) Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah
jual belinya.
2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan paksaan).
3) Keduanya tidak mubazir.
4) Baligh.
b. Tentang obyeknya
Yang dimaksud dengan obyek jual beli di sini adalah benda yang menjadi
sebab terjadinya jual beli. Benda yang dijadikan obyek jual beli ini
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Bersih barangnya
Maksudnya bahwa barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang
dikualifikasikan sebagai benda najis, atau golongan sebagai benda
yang diharamkan.
2) Dapat dimanfaatkan h
Pengertian barang yang dapat dimanfaatkan tentunya sangat relatif,
sebab pada hakikatnya seluruh barang dapat dimanfaatkan, seperti
untuk dikonsumsi, dinikmati keindahannya dan lain sebagainya.
Dalam ha1 ini yang dimaksud dengan barang yang bermanfaat adalah
bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan Syariat
Islam.
3) Milik orang yang melakukan akad
Orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu barang adalah
pemilik sah barang tersebut atau telah mendapat izin dari pemilik sah
barahg tersebut.
4) Marnpu menyerahkannya
Pihak penjual dapat menyerahkan barang yang dijadikan obyek jual
beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu
penyerahan barang kepada pihak pembeli.
5) Mengetahui
Mengetahui di sini dapat diartikan secara lebih luas, yaitu melihat
sendiri keadaan barang baik hitungan, takaran, timbangan, atau kuali-
tasnya, sedangkan menyangkut pembayaran, kedua belah pihak harus
mengetahui tentang jumlah pembayaran maupun jangka waktu
pembayaran.
140 HukmGadaiSyariah
6) Barang yang diakadkan ada di tangan (dikuasai)
Mengenai perjanjian jual beli atas sesuatu yang belum ada di tangan
(tidak berada dalam penguasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa
jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah
diperjanjikan.
c. Tentang lafaz
Lafaz harus sesuai dengan ijab dan qabul serta berhubungannya antara
ijab dan qabul tersebut. Dalam ha1 ini tempat akad harus bersatu atau
berhubungan antara ijab dan qabul. Menurut ketentuan syariat, bahwa
jika masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terle-
wati, maka si berutang tidak mampu untuk mengembalikan pinjamannya,
hendaklah ia memberikan keizinan pada pemegang gadai untuk menjual
barang gadaian, dan seandainya izin ini tidak diberikan oleh si pemberi
gadai, maka si penerima gadai dapat meminta pertolongan hakim untuk
memaksa si pemberi gadai untuk melunasi utangnya atau memberikan
izin kepada si penerima gadai untuk menjual barang gadaian ter~ebut.~'
Jadi jika ditarik kesimpulan syarat sahnya gadai syariah adalah
Mengenai rukun dan sahnya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan ~ u b i s ~ '
sebagai berikut:
I. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai.
Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di
dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para
pihak.
2. Adanya pemberi dan penerima gadai.
Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig
sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum
sesuai dengan ketentuan syari'at Islam.
3. Adanya barang yang digadaikan.
Barang yang digadaikan hams ada pada saat dilakukanperjanjian gadai
dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemu-
dian berada di bawah pengawasan penerima gadai.
"' H. Chairurnan Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis. Hukum Perjmjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar '
Grafika. 1994. hal. 1 15-1 16.
61 Ibid. H. Chaeruddin Pasaribu, Dm.. dan Suhrawardi K. Lubis. 1994. hat. 115-1 16
Pelaksanaan Gadoi W a h aleh Lembaga Pegodaian 141 .
4. Adanya utangl utang.
Utang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tam-
bahan bunga atau mengandung unsur riba.
Mengenai barang (marhum) apa saja yang boleh digadaikan, dijelas-
kan dalam Kifayatul . ~ k h ~ abra~hw*a semua barang yang boleh dijual-
belikan menurut syariah, boleh digadaikan sebagai tanggungan utang.
Aspek lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan
perjanjian gadai adalah yang menyangkut masalah hak dan kewajiban
masing-masing pihak dalam situasi dan kondisi yang normal maupun yang
tidak normal. Situasi dan Kondisi yang tidak normal bisa terjadi karena ada-
nya peristiwa force mayor seperti perampokan, bencana alam, dan
sebagainya.
Pegadaian syariah sendiri, pada praktiknya tidak melakukan tinggi-
tinggian harga pada mekanisme lelangnya. Hal ini didasarkan pada hadits
yang berbunyi Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata:
Rasulullah Saw.. melarang orang kota menjual sesuatu atas nama orazg
pedalaman (dalam rangka penipuan). Rasulullah Saw.. juga melarang
seseorang perra-pura menawar barang dengan harga tinggi untuk memikat
orang lain agar turut menawar, seseorang tidak boleh memperjualbelikan
sesuatu yang tnasih sedang dalam penawaran orang lain, seseorang tidak
boleh melamar perempuan yang s e d q dalam pinangan orang lain, dun
seseorang tidak boleh berupaya agar seorang laki-laki menceraikun istrinya
karena dia ingin menggantih istriyang diceraikan itueh3
3. Objek Lelang
Prinsip utama barang yang dapat dijadikan sebagai objek lelang adalah
barang tersebut harus halal dan bermanfaat. Dan yang menjadi objek lelang
di sini adalah barang yang dijadikan jaminan gadai (marhun) yang tidak bisa
ditebus oleh pemilik barangjaminan gadai (rahin).
4. Prosedur Pelelangan Barang Gadai
Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh
menjual atau menghibahkan barang gadai. Sedangkan bagi penerima gadai
H. Abdul Malik Idris. Drs.. dan H. Ahu Ahmadi. Drs.. Kifayatul Akhyar. 'I'eriemahan Kingkas Fiyil~
"' Islam Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta 1990, hal. 143.
Imam Az- Zabidi. Ringkasan Hadits Shahih A1 Bukhari, Pustaka Amani, Jakarta. 2002 hadits nn.
2140
142 HukumGodoiSyorioh
dibolehkan untuk menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh
tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi k e ~ a j i b a n n ~ a . ~ ~
Jika terdapat persyaratan; menjual barang gadai pada saat jatuh
tempo, ha1 ini dibolehkan dengan ketentuan:
a. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin (mencari tahu
penyebab belum melunasi utang).
b. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran.
c. Kalau murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum melunasi
utangnya, maka murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada
murtahin lain dengan seizin rahin.
d. Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual
barang gadai dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada rahin.
Sebelum penjualan marhun dilakukan, maka sebelumnya dilakukan
pemberitahuan kepada rahin. Pemberitahuan ini dilakukan paling lambat 5
hari sebelum tanggal penjualan melalui: surat pemberitahuan ke masing-
masing alamat, dihubungi melalui telepon, papan pengumuman yang ada di
kantor cabang, informasi di kantor kelurahanlkecamatan (untuk cabang di
daerah).
Untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran
hak, norma dan etika dalam praktik lelang, Syariat Islam memberikan
panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu di antaranya:
a. Tmnsaksi dilakukan oleh pihak yang cakap atas dasar saling sukarela
('antharadhin).
b. Objek lelang harus halal dan bermanfaat.
c. Kepemilikanl kuasa penuh pada barang yang dijual.
d. Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi
e. Kesanggupan penyerahan barang dari penjual.
f. Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menim-
bulkan perselisihan.
g. Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk
memenangkan tawaran.
Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak
sah dalam praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik nujuLW'v
(komplotanltrik kotor lelang), yang diharamkan Nabi Saw. (HR, Bukhari dan
Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila
penjual atau pembeli menggunakan uang, fasilhtas ataupun servis untuk
6.1 Ibid.. hal. 59. 143
P e l a k s ~ w nGadai Syuriah oleh Lembaga Pegadoion
memenangkan lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang
dikehendaki.
5. Pelelangan Marhun
Ketentuan Umum Fatwa DSN yang memuat tentang lelanglpe~~jualan
marhun yakni Fatwa DSN No: 25lDSN-MU112002 bagian kedua butir 5
yaitu:
I. Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus mempe-
ringatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi utangnya.
2. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksd dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
3. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya peme-
liharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen.) yang belum dibayar serta
biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana
Sosial-pen.).
4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
rnenjadi kewajiban ahi in.^^
Dalam Pegadaian Syariah apabila rahin tidak mampu membayar
setelah dipGpanjang masa pembayaran marhun bih-nya dan tidak melaku-
kan perpanjangan gadai lagi, atau pun saat jatuh tempo 4 bulan pertama
rahin menyatakan tidak sanggup memperpanjang pembayaran marhun bih
dan berkeinginan dilelang saja, maka marhun bih akan dilelang. Sebelum
melaksanakan penjualanlpelelangan itu, pihak Pegadaian Syariah akan
memberitahukan terlebih dahulu kepada nasabah, baik melalui kontak
langsung (lewat telepon1HP) maupun tidak langsung (melalui surat).
Pelelangan secara tertutup dengan~hargatertinggi, yang sebelumnya
diberitahukan dulu harga dasarnya. Hal ini dilakukan mengurangi adanya
unsur kerugian dengan ditetapkan minimal harga emas saat pelelangan,
dengan margin 2% untuk pembeli. Apabila pelelangan tertutup, harga
minimal yang ditetapkan Pegadaian Syariah tetap tidak laku dijual, pihak
Pegadaian sendiri yang membeli agar hasilnya dapat digunakan menutupi
utang dan biaya lain dari nasabah.
Menurut ~ a h l a n , 6p~enjualan barang jaminan itu hak pemegang
gadai, yaitu apabila nasabah pada waktu yang ditentukan tidak memenuhi
kewajibannya sebagai yang berutang. Sedangkan hasil penjualan barang
" .Tim Penulis DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional PT.1ntermasa.ed. 2. Jakarta.
2003, ha1 155-159
Abdul Aziz Dahlan, Op. cit, 2000, ha1 383.
144 HukumGadaiSyariah
jaminan itu diambil sebagian melunasi utang, dalam ha1 ini digunakan
'penjualan'. Namun, Pegadaian berkewajiban beri tahu nasabah sebelum
adakan jual barang gadai.
Sedangkan Susilo, Triandaru, dan an to so^^ mengatakan hasil pele-
langan itu digunakan melunasi seluruh kewajiban nasabah yang terdiri dari:
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya dan sisanya dikembalikan
kepadanya, dalam ha1 ini istilah digunakan 'pelelangan'. Di samping itu,
harus dilakukan hal-hal:
(1) Pemilihan waktu yang tepat, agar tidak mengurangi hak nasabah, karena
setelah nasabah tidak melunasi utangnya pada saat jatuh tempo dan
tidak melakukan perpanjangan;
(2) Waktunya diumumkan 3 hari sebelum pelaksanaan pelelangan; dan
(3) Pengambilan keputusan lelang adalah bagi mereka yang menawar
paling tinggi (pelelangan secara terbuka).
Menurut Kasmir, bagi nasabah yang tidak dapat membayar pin-
jamannya, maka barang jaminannya akan dilelang secara resmi ke masya-
rakat luas, di mana hasil penjualan/pelelangan tersebut diberitahukan kepada
nasabah dan seandainya uang hasil penjualanlpelelangan setelah dikurangi
pinjaman d& biaya-biaya lainnya masih lebih, maka akan dikembalikan
kepada na~abah.~'
Dalam teori gadai syariah, menurut Jumhur Fukaha bahwa murtahin
dibolehkan 'menjual' marhun tersebut, dengan syarat saatjatuh tempo pihak
rahin tidak dapat atau tidak mampu melunasi kewajibannya. Sedang Al-
~ u s a i n i b~e~rp,endapat 'penjualan' barang jaminan itu hak pemberi gadai
saat ia menuntut haknya, dikarenakan rahin tidak mampu mengembalikan
marhun bih-nya.
Basyir membolehkan ha1 itu, dengan 'menjual' barang jaminan pada
saatjatuh tempo, namun dengan syarat sebagai berikut:
1. Pemberi gadai harus mencari tahu keadaan nasabah atau mencari tahu
penyebab nasabah belum melunasi utangnya;
2. Nasabah diberikan kesempatan dapat memperpanjang tenggang waktu
pembayarannya; dan
" Abdul Aziz Dahlan. Op. cit, 2000. ha1 383. 145
'' Susiolo, Triandaru. dan Santoso, Op. cit. hal. 181.
Muhammaddan Solikhul Hadi, Op. cit. hal. 51.
Peloksonoon Godoi Syoriah oleh Lembogo Pegadoion
3. Apabila pemberi gadai benar-benar membutuhkan dana dan nasabah
belum melunasi pinjamannya, maka pemberi gadai dibolehkan menjual
barang gadai dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada nasabah.
Sedangkan Suhendi, apabila pada waktu pembayaran yang ditentu-
kan kepada nasabah belum melunasi marhun bih, maka hak murtahin
'menjual/melelang' marhun, pembelinya boleh pemberi gadai atau yang lain,
namun dengan harga umum berlaku waktu itu dari penjualan marhun
tersebut. Hak murtahin hanya sebesar piutangnya, dengan akibat apabila
harga jual barang jaminan lebih dari jumlah utang, maka sisanya hams
dikembalikan pada nasabah (rahin), dan apabila harga penjualan barang
jaminan kurang dari jumlah utang, maka penggadai (rahin) masih menang-
gung pembayaran kekurangannya.''
Dalam akad rahn, pihak pemberi pinjaman (murtahin) berhak
menguasai barang jaminan (marhun) sebagai jaminan utang (marhun bih)
dan penggadai (rahin) berkewajiban melunasi utangnya. Dalam ha1 melunasi
utangGa ini, maka pihak murtahin dapat melakukan pelelangan apabila ada
persyaratan:
I . Apabila pihak rahin tidak dapat melunasi marhun bih-nyq ataupun
2. Apabila pihak rahin~merasatidak mampu mengembalikan marhun bih
dan meminta pihak Pegadaian Syariah (murtahin) melelang/menjualkan;
ataupun
3. Apabila pihak rahin tidak berkeinginan memperpanjang gadainya;
Maka berdasarkan pendapat fukaha-jdaha itu, maka sebenarnya
tidak ada larangan 'menjualkad melelangkan' barang jaminan. Jadi di sini
istilah 'jual atau lelang' memiliki makna dan fungsi yang sama, karena yang
terpenting adalah:
I . Hasil pelelangan itu akan dijadikan menutup marhun bih, biaya
pelelangan, maupun biaya lainnya yang benar dikeluarkan dalam proses
pelelangan;
2. Apabila ada kelebihan, pihak Pegadaian Syariah harus mengembali-
kannya kepada nasabah; dan
3. Apabila ada kekurangan, pihak nasabah hams memberikan tambahannya
kepada Pegadaian Syariah.
Namun dalam proses pelelangan ini, pihak manajemen Pegadaian
Syariah mengambil kebijakan melakukannya terbatas hanya pada 3-4 orang
' Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam. Cexakan I , PT. RaiaGratindo Persada
Jakarta: 2002, hal. 110.
146 HukumGodoiSyorioh
yang telah dipilih. Menurut manajemen karena pembeli-pembeli itu diang-
gap pembeli yang baik, sehingga dipilih turut serta dalam melakukan pele-
langan yang dilakukan manajemen. Kebijakan manajemen seperti itu, karena
manajemen memahami bahwa yang terpenting dengan 'penjualan marhun'
itu, maka pinjaman nasabah dapat dilunasi melalui hasil penjualan itu, meski
dengan cara penjualan terbatas.
Kebijakan demikian, meski secara syariah tidak dilarang, namun
sebenarnya secara maslahah mursalah akan kurang menguntungkan pihak
manajemen Pegadaian Syariah sendiri. Hal ini karena memungkinkan 'harga
beli kurang optimal' oleh pembeli barang gadai yang dijual itu, karena
keterbatasan pembeli. Menirrut Hasan, I ha1 ini akan berbeda apabila pele-
langan itu dilakukan melalui pelelangan 'terbuka', sehingga dengan
banyaknya pembeli akan terjadi 'hukum permintaan dan penmaran' yang
wajar, memungkinkan manajemen mendapatkan 'penawaran atau
pembelian' di atas harga pasar, apabila dibandingkan dengan proses
pelelangan dilakukan secara 'tertutup'. Apalagi dalam ha1 ini, manajemen
telah memiliki batas minimal 'mengeluarkan' barang gadai itu kepada pihak
pembeli, dan jika pembeli menawar dengan harga 'minimal atau harga dasar
jual' yang telah ditetapkan manajemen, apabila tidak ada kesepakatan
pembeli itu dengan harga yang telah ditentukan, manajemen sendiri yang
akan membeli agar rnarhun bih da;i nasabah dapat terbayarkan.
Pendapatan Pegadaian Syariah masih didominasi skim Garah dan
skim qardhul hasan (feelilbiaya yang sifatnya administratif). Pendapatan
lain, seperti jasa taksiran, galeri 24, dan jasa simpanan di luar ijarah secara
langsung belum diusahakan. Hal ini karena pihak manajemen belum siap
SDM-nya yang menangani kegiatan itu, di sampingjuga tidak adanya tempat
kegiatan itu.
Sedangkan skim bagi hasil sampai saat ini belum dapat terlaksana.
Kondisi itu karena berdasarkan hasil penelitian dengan pihak manajemen,
baik itu di tingkat cabang, di tingkat wilayah, maupun pusat Perum
Pegadaian (divisi syariah), dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan
antara lain:
I. SDM Pegadaian masih kurang mengerti gadai sekaligus mengerti syariah;
2. Belum ada fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN), sehingga pihak
manajemen belum berani melakukan inovasi baru untuk memasarkan
produk dengan skim baru, seperti skim bagi hasil ini;
3. Kurangnya gudangltempat tidak adafkecil yang dimiliki Pegadaian
Syariah, hingga masih terbatas menerima marhun yang tidak butuh
Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 147
'lokasiltempat' luas, yang ini biasanya dalam bentuk perhiasan (marhun
kantong), seperti yang selama ini sudah dioperasikan, emas, berlian, intan
maupun perak;
4. Adanya pemberian otonorni diberikan kantor Pusat "divisisyariah" pada
cabang Pegadaian Syariah sebagai kebijakan per lokal dalam mengarnbil
kebijakan termasuk membuat produk baru sebagai bagian dari
pendapatannya.
Namun jangka panjang, skim bagi hasil baik (pro@ loss sharing) itu
seharusnya mendapatkan perhatian manajemen Pegadaian Syariah, karena
bagaimana pun skim bagi hasil ini, baik akad mudharabah, musyarakah,
ba'i muqayyadah, maupun rahn sebagai ciri khas skim pembiayaan LKS,
sehingga apabila ha1 ini tidak ada dalam LKS, maka ruh dari LKS itu sendiri
akan hilang, yang berarti seperti Pegadaian konvensional lainnya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa .masih ada indikasi
praktik syariah dalam ha1 perhitungan waktu batas pembayaran pinjaman
dan tarif simpanan yang belum sesuai syariah. Sedang praktik gadai syariah
lain, seperti marhun terbatas pada emas; penggunaan marhun bih yang tidak
diteliti, apakah keperluan konsumtif atau produktif atau kegiatan lain di luar
syariah; akad yang digunakan terbatas pada akad qardhul hasan (biaya
administrasi) dan ijarah (jasa simpanan); dan proses pelelangan marhun
yang terbatas; agar diperhatikan kembali guna kemaslahatan nasabah dan
Pegadaian Syariah sendiri.
Oleh karena itulah, Pegadaian Syariah perlu mengambil konsurnen
tertentu dalam pemberian pembiayaan agar dapat bersaing dengan LKS yang
sudah dulu berkembang, seperti bank syariah yang memang berkompeten
dalam pembiayaan. Dengan memiliki pasar khusus, diharapkan Pegadaian
Syariah dapat mengelola usahanya secara profesional dan tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
Dalam upayanya terus berkembang dan eksis, serta mendapatkan
revenue lebih tinggi, maka Pegadaian Syariah hams tetap memperhatikan
rambu syariah. Karenanya, keberadaan Dewan Pengawas Syariah sangat
diperlukan secara langsung berada di Pegadaian syariah ini sehingga tidak
saja akan memberikan warning, guide line tentang produk yang mau dike-
luarkan Pegadaian Syariah. Namun juga akan memberikan keefektifan dan
keefisienan dalam mekanisme operasionalisasi Pegadaian Syariah sendiri.
Hasil Pegadaian Syariah, saat ini masih didominasi skim ijarah dan
skim qardhul hasan. Hal ini tidak berbeda dengan yang didapatkan
Pegadaian konvensional, bahkan masih lebih baik, karena Pegadaian
a- HukurnGodoiSyarioh
148
konvensional sudah mengembangkan produknya, seperti galeri 24; produk 1
tersendiri ijarah, seperti penitipan mobil, perhiasan, surat berharga; dan jasa
taksiran. Namun, karena Pegadaian konvensional masih memposisikan
sebagai pihak pasif dalam ha1 ini, karena tidak terlibat dengan aktivitas
bisnis nasabah.
Karenanya, mestinya Pegadaian Syariah memanfaatkan peluang
yang dimiliki yang selama ini belum dimiliki Pegadaian konvensional, yaitu
sistem bagi hasil (ciri khas LKS), baik skim mudharabah, ba 'i muqayyadah,
rahn, maupun musyarakah dengan tidak meninggalkan skim yang sudah ada,
yaitu skim ijarah dan qardhul hasan. Artinya dengan skim bagi hasil ini,
maka mengharuskan Pegadaian Syariah terlibat dalam menelaah usaha
produktif yang ditekuni nasabah, juga digunakan sebagai media pembinaan
usaha dan pembinaan mental (etika berbisnis secara Islam). Hal ini terutama
untuk pengusaha kecil, seperti pemilik warung, perajin, konveksi di kios-
kios pasar yang memiliki prospek.
Karena berbisnis dalam Islam tidak hanya bersifat 'keuntungan
materi', namun juga harus diniati bagian dari ibadah 'keuntungan non
materi'. Dengan alternatif cara pembiayaannya:
1. Skim ba$ hasil, sumber dananya dapat berasal dari Pegadaian Syariah
sendiri, namun dapat juga adakan sinergi dengan LKS lainnya, sepel-ti
bank dan asuransi. Dimana dalam sinergi ini, apabila Pegadaian Syariah
tidak sanggup biayainya, maka bank syariah dapat menjadi shahibul maul
(penyadang dana), sedang operasionalnya Pegadaian Syariah (terutama
SDM yang berkompeten dengan skim bagi hasil ini), apabila perlu dapat
belajar dari bank syariah yang berpengalaman dalam skim pembiayaan
bagi hasil ini. Guna menjamin keamanan dan kelancaran dana yang
dikeluarkan, maka Pegadaian Syariah dapat meminta asuransi syariah
tertentu menjadi penjaminnya.
2. Skim qardhul hasan dan ijarah tetap dipertahankan dengan sumber
dananya berasal dari return Pegadaian Syariah yang disisihkan, sisa hasil
jual marhun yang tidak diambil dan dana yang diberikan perorangant
lembaga dalam bentuk ZIS, teri~tamadari ZIS perusahaan dan karyawan
Pegadaian sendiri.
Adanya ketidakjelasan dan masih belum mempunyai manajemen
Pegadaian Syariah dalam melakukan mekanisme operasionalnya sesuai
syariah secara optimal, salah satunya betum adanya 'fatwa khusus' tentang
gadai syariah, dimana saat ini masih mengikuti peraturan perbankan syariah.
Karenanya, dimungkinkan dengan adanya fatwa ini diharapkan manajemen
Pelaksanaan Gadoi Syariah oleh Lembaga Pegadaian 149
Pegadaian Syariah tidak perlu ragu lagi dalam mengambil suatu kebijakan di
masa yang akan datang, sehingga antara Pegadaian Syariah dan nasabah
saling menguntungkan dan terhindar dari hal-ha1 yang dilarang syariah.
Kekurangan SDM dalam melakukan operasionalnya menyebabkan
ha! ini jadi salah satu penghambat akad bagi hasil sebagai 'ciri khas' sistem
LKS. Karenanya, pihak Pegadaian Syariah dapat melaksanakannya dengan
menjalin kerjasama dengan mahasiswa maupun organisasi yang berkom-
peten dengan pemberdayaan pengusaha kecil. Hal ini akan memberikan
manfaat ganda. Pertama, bagi mahasiswa akan dijadikan media
'pembelajaran' sebelum nantinya terjun dalarn dunia kerja nantinya. Kedua,
bagi organisasi sosial-ekonomi akan dapat dijadikan media implementasi
program kerja dan bidang yang memang ditekuninya untuk membantu
negara dalam meningkatkan dan memberdayakan kegiatan ekonomi kecil
(empowerman). Ketiga, bagi Pegadaian Syariah sebagai media
'pembelajaran' untuk membantu memberdayakan nasabahnya pada saatnya
nanti, ketika mahasiswa maupun organisasi sosial-ekonomi itu sudah lepas
dari kerjasama, disamping mengatasi kelangkaan SDM untuk jangka pendek
dan menengah. Semua itu untuk membangun masyarakat madani diridhoi
Allah SWT:
G. Mekanisme dan Prosedur Pengoperasionalan Gadai Syariah
Mekanisme operasional gadai syariah sangat penting untuk diperhatikan,
karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efektif dan efisien.
Mekanisme operasional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon
nasabah yang akan meminjam uang atau akan melakukan akad utang-
piutang.
Akad yang dijalankan, termasuk jasa dan produk yang dijual juga
hams selalu berlandaskan syariah (al-Qur'an, al-Hadist, dan ljma Ulama),
dengan tidak melakukan kegiatan usaha yang mengandung unsur ribu',
maisir, dan gharar. Oleh karena itu, pengawasannya harus melekat, baik
internal terutama keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai
penanggung jawab yang berhubungan dengan aturan syariahnya dan ekster-
nal maupun eksternal Pegadaian syariah, yaitu masyarakat Muslim utama-
nya, serta yang tidak kalah pentingnya adanya perasaan selalu mendapatkan
pengawasan dari yang membuht aturan syariah itu sendiri, yaitu Allah Swt.
150 HukmGadaiSyoriah
1. Pedoman Pengoprasionalan Gadai Sysriah
Mekanisme operasional gadai syariah sangat penting untuk diperhatikan,
karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efektif dan efisien.
Mekanisme operasional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon
nasabah yang akan meminjam uang atau akan melakukan akad utang-
piutang.
Akad yang dijalankan, termasuk jasa dan produk yang dijual juga
harus selalu berlandaskan syariah (al-Qur'an, al-Hadist, dan Ijma Ulama),
dengan tidak melakukan kegiatan usaha yang mengandung unsur riba',
maisir, dan gharar. Oleh karena itu, pengawasanya harus melekat, baik
internal terutama keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai
penanggung jawab yang berhubungan dengan aturan syariahnya dan ekster-
nal maupun eksternal Pegadaian syariah, yaitu masyarakat Muslim utama-
nya, serta yang tidak kalah pentingnya adanya perasaan selalu mendapatkan
pengawasan dari yang membuat aturan syariah itu sendiri, yaitu Allah Swt.
Implementasi operasi pegadaian syariah hampir bermiripan dengan
pegadaian konvensional. Perbedaan mendasar antara pegadaian konvensio-
nal dengan pegadaian syariah terletak pada pengenaan biaya. Pada pegadaian
konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat
ganda. Namun, pada pegadaian syariah, biaya ditetapkan sekali dan dibayar-
kan di muka yang ditujukan untuk penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan
penaksiran.7' Seperti halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan benda bergerak. Prosedur
untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya
menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang
pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang relatif tidak lama. Begitupun
untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah
uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang sangat singkat.
Pegadaian dalam memberikan pinjaman harus ada benda jaminan
(bur@ dari debitur. Apabila debitur tidak dapat melunasi pinjamannya, maka
kreditur dalam ha1 ini pegadaian syariah berhak melelang benda jaminan
(burg) dari debitur. Pada kenyataannya, tidak semua benda jaminan ditebus
oleh debitur.
Benda yang tidak ditebus oleh debitur kemudian dilelang oleh pega-
daian. Pengelolaannyapun tidak terlepas dengan adanya perrnasalahan
seperti kesulitan mencari nasabah yang mempunyai barang jaminan yang
Pelaksnnoan Gadai Syarioh oleh Lembogo Pegodoian 151
akan dilelang, barang yang tidak laku karena penawaran lebih rendah dari
pinjaman maupun barang dengan taksiran terlalu tinggi.
Adanya unsur keadilan dan tidak menzhalimi sangat diperlukan
dalam proses penggadaian sampai pelelangan. Pelelangan merupakan pola
penyelesaian eksekusi marhun (barang jaminan gadai) yang telah jatuh
tempo dan akhirnya tidak ditebus oleh rahin. Pelelangan sendiri menjadi
minat tersendiri bagi masyarakat karena harga yang ditawarkan sesuai
dengan taksiran barang second yang ada di pasar dan mungkin ada barang
yang sulit dicari di pasar kemudian barang tersebut ada dan dilelang di
pegadaian tersebut. Pelelangan benda jaminan gadai (marhun) di pegadaian
syariah dilakukan dengan cam marhun dijual kepada nasabah, dan nantinya
marhun diberikan kepada nasabah yang melakukan kesepakatan harga
pertama kali.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sistem pelelangan yang
dilakukan pada pegadaian konvensional, di mana marhun diberikan kepada
nasabah yang berani menawar dengan harga yang paling tinggi. Perbedaan
sistem pelelangan di pegadaian syariah inilah yang mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian di pegadaian syariah. Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil ' Pegadaian Syariah Mlati Sleman, Jogjakarta sebagai objek
penelitian, karena pegadaian ini merupakan salah satu pegadaian syariah di
Jogjakarta yang menerapkan pelelangan dengan sistem penjualan marhun.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk menganalisis
pelelangan benda jaminan gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Mlati.
Sleman. Jogjakarta serta kesesuaian implementasinya dengan. Fatwa DSN
No: 25lDSN-MUI/III/2002 bagian kedua butir 5b yang mengatur tentang
penjualan marhun.
Pedoman Operasional Gadai Syariah (POGS) Perum Pegadaian,
pada dasarnya dapat melayani produk danjasa sebagai berikut:
1. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah
(rahn), yaitu pegadaian syariah mensyaratkan penyerahan barang gadai
oleh nasabah (rahin) untuk mendapatkan uang pinjaman, yang besarnya
sangat ditentukan oleh nilai barang yang digadaikan. Konsekuensinya
bahwa jumlah pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam
sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak dan tidak bergerak yalig
akan digadaikan.
Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang berge-
rak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan. Jasa taksiran diberikan
kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas, terutama perhiasan,
152 HukumGadai Syariah
seperti: emas, perak, dan b e r ~ i a nM. ~a~syarakat yang memerlukan jasa ini,
biasanya dengan ingin mengetahui nilai jual wajar atas barang berharga-
nya yang akan dijual. Atas jasa penaksiran yang diberikan, gadai syariah
memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran
2. Penaksimn nilai barang, yaitu pegadaian syariah memberikan jasa penak-
siran atas nilai suatu barang yang dilakukan oleh calon nasabah (rahin).
Demikan juga orang yang bermaksud menguji kualitas barang yang
dimilikinya saja dan tidak hendak menggadaikan barangnya. Jasa itu
diberikan karena pegadaian syariah mempunyai alat penaksir yang
keakuratannya dapat diandalkan, serta sumber daya manusia yang
berpengalaman dalam menaksir. Untuk jasa penaksiran ini hanya
memungut biaya penaksiran.
Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang berge-
rak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan. Jasa taksiran diberikan
kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas, terutama perhiasan,
seperti: emas, perak, dan ber~ian.~M' asyarakat yang memerlukan jasa ini,
biasanya dengan ingin mengetahui nilai jual wajar atas barang berharga-
nya yang akan dijual. Atas jasa penaksiran yang diberikan, gadai syariah
memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran
3. Penitipan barang (ijarah), yaitu menyelenggarakan penitipan barang
(ijurah) orang-orang yang mau menitipkan barang ke kantor pegadaian
syariah berdasarkan pertimbangan keamanan dan alasan-alasan tertentu
lainnya. Usaha ini dapat dijalankan oleh karena pegadaian syariah memi-
liki tempat dan gudang penyimpanan barang yang memadai. Apalagi
mengingat tempat penyimpanan untuk barang gadai tidak selalu penuh,
sehingga ruang kosong dapat digunakan. Atas jasa penitipan dimaksud,
pegadaian syariah dapat memungut ongkos penyimpanan.
Gadai syariah dapat menyelenggarakan jasa penitipan barang (ijurah),
karena perusahaan ini mempunyai tempat penyimpanan barang bergerak,
yang cukup memadai. Gudang dan tempat penyimpanan barang bergerak
lain milik gadai syariah, terutama digunakan menyimpan barang yang
digadaikan. Mengingat gudang dan tempat penyimpanan lain ini tidak
selalu dimanfaatkan penuh, maka kapasitas menganggur tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memberikan jasa lain, berupa penitipan barang. Jasa
Sony Hem Priyanto. Pegadaian Menuju Era Stick lo the Customer. Mqalah Usahman. No. 10
Tahun XXVl Oktober 1997:Jakarta, hal. 47.
71 Sony Hem Priyanto, Pegadaian Menuju Era Slick lo the Cus~omer.M+ah Usohmvan. No. 10
Tahun XXVl Oktober 1997:Jakarta, hat. 47.
.. 153
Peloksonaon Godai Syarioh oleh Lembago Pegadaian
titipan/penyimpanan, sebagai fasilitas pelayanan barang berharga dan
lain-lain agar lebih aman, seperti: baranglsurat berharga (sertifikat motor,
tanah, ijazah, dll.) yang dititipkan di Pegadaian syariah. Fasilitas ini
diberikan kepada pemilik barang yang akan bepergian jauh dalarn waktu
relatif lama atau karena penyimpanan di rumah dirasakan kurang aman.74
Atas jasa penitipan yang diberikan, gadai syariah memperoleh peneri-
maan dari pemilik barang berupa ongkos penitipan.75
4. Gold Counter (Gerai Emas), yaitu tempat penjualan emas yang menawar-
kan keunggulan kualitas dan keaslian. Gerai ini mirip dengan gerai emas
Galeri 24 yang ada di pegadaian konvensional. Emas yang dijual di gerai
ini dilengkapi dengan sertifikal jaminan, sehingga dapat memikat warga
masyarakat kalangan menengah ke atas.
Jasa ini menyediakan fasilitas tempat penjualan emas eksekutif yang ter-
jamin sekali kualitas dan keasliannya. Gold counter ini semacam toko
dengan emas Galeri 24, setiap perhiasan masyarakat yang dibeli di toko
perhiasan milik pegadaian akan dilampiri sertifikat jaminan, untuk
mengubah image dengan mencoba menangkap pelanggan kelas
menengah ke atas. Dengan sertifikat itulah masyarakat akan merasa yakin
dan terjamin keaslian dan kualitasnya dan ~ a i n - l a i n . ~ ~
Namun, menurut Abdullah ~ a e e d : ~2 produk yang berbasis proJit
loss sharing (PLS), yaitu mudharabah dan musyarakah su1it untuk diterap-
kan, yang masih menduduki 0-30 % usaha bisnis pembiayaan. Hal ini ber-
dasarkan penelitiannya terhadap yang beroperasi di Timur Tengah,
membuktikan bahwa LKS enggan menjalankan kedua produk skim PLS itu,
karena risiko yang mungkin diterimanya sangat tinggi, sehingga suatu risiko
yang bersama dengan berjalannya waktu, telah memaksa LKS untuk
'merenovasi' bentuk dan isi mudaharabah dan musyarakah dengan skim
murabahah (qardhul hasan dun ijarah), yang bisnis ini nyaris tan pa risiko,
suatu model jual beli yang pihak pernbeli -karena satu dan lain hal- tidak
dapat membeli langsung barang yang diperlukannya dari pihak penjual,
sehingga ia memerlukan perantara untuk dapat membeli dan mendapatkan-
nya. Dalam proses ini, si perantara biasanya menaikkan harga sekian persen
74 Sony Priyanto, Op, cit, hat. 48.
7% Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru; dan A. Totok Budi Santoso. Op. cit, hal. 182-183.
76 Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru; dan A. Totok Budi Santoso, Op. cit. hat. 183.
77 Arif Mafiuhin. dalam Kata Pengantar, Abdullah Saeed: Islamic Banking and Interest: Sru& of Rihu
und Its ContemporaryInterpretation, Arif Mafiuhin (Penterjemah), Cetakan 1. Paramadina Jakarta:
2004. hal. Ix.
154 HukumGadaiSyariah
dari harga aslinya- sehingga berbeda jauh dengan apa yang dapat ditemukan
dalamj q h (representasi historis hukum Islam).
Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan sistem dan prosedur
pemberian pinjaman, pelunasan pinjaman antara lain adalah:
1. Syarat-syarat Pemberian Pinjaman
Dalam memberikan pinjaman, pihak pegadaian memberikan syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi oleh peminjam. Adapi~n syarat-syarat
tersebut adalah:
a. Marhun mil ik sendiri.
b. Fcto copy tanda pengenal.
c. Marhun memenuhi persyarat-anmenurut ketentuan.
d. Surat kuasa dari pemilik barang, jika dikuasakan dengan disertai
materai dan KTP asli pemilik barang. Jika pemilik tidak bisa hadir.
e. Mengisi dan menandatangani Formulir Permintaan Pinjaman (FPP).
f. Menandatangani akad rahn dan ijarah dalam Surat Bukti Rahn (SBR).
2. Kategori dan jenis marhun yang dapat diterima sehagaijaminan
a. Barang-barang perhiasan emas atau berlian.
b. Kendiraan bermotor, seperti mobil (sesuai dengan ketentuan yang
berlaku).
c. Barang-barang elektronik, seperti televisi, radio, tape, mesin cuci,
kulkas, dan lain-lain.
Pada dasarnya semua marhun, baik bergerak maupun tak bergerak,
dapat digadaikan sebagai jaminan dalam gadai syariah. Namun, menu-
rut Basyir yang memenuhi syarat sebagai berikut: 78
1) Merupakan benda bernilai menurut hukum syara';
2) Sudah ada wujudnya ketika perjanjian terjadi;
3) Mungkin diserahkan seketika kepada murtahin.
Adapun menurut Syafi'iyah bahwa barang yang dapat digadaikan itu
berupa semua barang yang boleh dijual. Menurut pendapat ulama
yang rajih (unggul) bahwa barang-barang tersebut harus memiliki 3
(tiga) syarat, yaitu:79
I) Berupa barang yang benvujud nyata di depan mata, karena barang
nyata itu dapat diserahterimakan secara langsung;
' A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba. Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif. Bandung: 1983. hlm. 52.
'' dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. ha1 82.
Al-Imam Taqiyuddin Husain, Kafayrrhrl Akhpr, Alih Bahasa Achmad Zaidun dan A. Ma'ruf Asrori,
Jilid 2. PT. Bina Ilmu, Surabaya: 1997, dalam Ibid, ha1 83.
Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 155
2) Barang tersebut menjadi milik rahin, karena sebelum tetap barang
tersebut tidak dapat digadaikan;
3) Barang yang digadaikan harus berstatus sebagai piutang bagi
pemberi pinjaman.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa kategori marhun
dalarn sudut hukum Islam tidak hanya berlaku bagi barang bergerak
saja, namun juga meliputi barang yang tidak bergerak dengan catatan
barang tersebut dapat dijual.
Namun, mengingat keterbatasan tempat penyimpanan, keterba-
tasan SDM di Pegadaian syariah, perlunya meminimalkan risiko yang
ditanggung gadai syariah, serta mempeihatikan peraturan yang
berlaku, maka ada barang tertentu yang tidak dapat digadaikan.
Barang yang tidak dapat digadaikan itu, antara lain:
1) Surat utang, surat aksi, surat efek, dan surat-surat berharga lainnya;
2) Benda-benda yang untuk menguasai dan memindahkannya dari
satu tempat ke tempat lainnya memerlukan izin;
3) Benda yang hanya berharga sementara atau yang harganya naik
tuFn dengan cepat, sehingga sulit ditaksir oleh petugas gadai.80
3. Penggolongan Marhun
Pembagian golongan marhun didasarkan pada pembagian level tanggung
jawab penentuan taksiran:
a. Golongan A dilaksanakan oleh Penaksir Yunior
b. Golongan B dan C oleh Penaksir Madya
c. Golongan D dan E oleh penaksir SeniodManajerCabang
4. Pemeliharaan Marhun
Menurut Basyir, ulama berbeda pendapat dalam ha1 ini. Lllama Syafi'iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan marhun menjadi
tanggungan rahin, dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari
rahin dan tetap menjadi miliknya. Sedangkan ulama Hanafiyah berpenda-
pat bahwa biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara
keselamatan marhun menjadi tanggungan murtahin dalam kedudukannya
sebagai orang yang menerima amanah. Kepada rahin hanya dibebankan
perbelanjaan marhun agar tidak berkurang potensinya.8'
" Mariam Darus, 1987 hlm. 37, dalam Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam. Edisi I. Cetakan
'' 2. SinarGrafika. Jakarta:2000. hal. 1 10.
A.A. Basyir. Op. cit. hlm. 58. dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. ha1 83.
156 HukumGadaiSywioh
Berdasarkan pendapat tersebut, maka pada dasarnya biaya pemeliharaan
marhun adalah hak bagi rahin dalam kedudukannya sebagai pemilik yang
sah.
Namun apabila marhun menjadi kekuasaan murtahin dan murtahin
diizinkan untuk memelihara marhun, maka yang menanggung biaya
pemeliharaan harhun adalah murtahin. Sedangkan untuk mengganti
biaya pemeliharaan tersebut, apabila diizinkan rahin, maka murtahin
dapat memungut hasil marhun sesuai dengan biaya pemeliharaan yang
telah dikeluarkannya. Namun apabila rahin tidak mengizinkannya, maka
biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan murtahin menjadi utang rahin
kepada m~rtahin.'~ -
5. Risiko atas Kerusakan Marhun
Risiko atas hilang atau rusaknya marhun, ulama Syafi'iyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa murtahin tidak menanggung risiko apapun
apabila kerusakan atau hilangnya marhun tersebut tanpa disengaja.
Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin menanggung
risiko sebesar harga marhun minimum, dihitung mulai waktu diserahkan-
nya marhw ke murtahin sampai hari rusak atau hilangnya.'hedangkan
menurut Basyir, apabila marhun rusak atau hilang disebabkan kelengahan
murtahin, maka dalam ha1 ini tidak ada perbedaan pendapat, bahwa
murtahin harus menanggung risiko, memperbaiki kerusakan atau
mengganti yang hilang.
6. Pemanfaatan Marhun
Pada dasarnya menurut Khalil Umam, marhun tidak boleh diambil
manfaatnya, baik oleh rahin maupun murtahin. Hal ini disebabkan status
marhun tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanah bagi
murtahin. Namun apabila mendapatkan izin dari kedua pihak yang
bersangkutan, yaitu rahin dan murtahin, maka marhun itu boleh diman-
* faatkan. Namun harus diusahakan agar dalam akad gadai itu tercanturn
ketentuan bahwa apabila rahin atau murtahin meminta izin untuk
memanfaatkan marhun, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan
itu dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau
m~badzir.'~
''82 Sayyid Sabiq, Op. c i t hlm. 144. dalam Ibid, ha1 83.
Ibid. cit, hal. 84.
Khalil Umam. Agama Menjawab tentang Berbagai Masalah Abad Modem. Ampel Suci. Surabaya:
1994, hlm. 19 dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit, ha1 84.
Pelaksonoon Godoi Syoriah oleh Lembago Pegadaian 157
Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewa-
jibannya adalah menerima ilang pinjarnan dalam jumlah yang sesuai dengan
yang disepakati dalam batas nilai jaminannya, sedang kewajiban rahin
adalah..menyerahkan barang jaminan yang nilainya cukup untuk jumlah
utang yang dikehendaki. Sebaliknya hak dari murtahin adalah menerima
barang jaminan dengan nilai yang aman untuk uang yang akan dipinjam-
kannya., sedang kewajibannya adalah menyerahkan uang pinjaman sesuai
dengan yang disepakati bersama.
Setelah jatuh tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi
tanggungan utangnya dan berkewajiban membayar kembali utangnya dengan
sejumlah uang yang diterima pada awal perjanjian utang. Sebaliknya
murtahin berhak menerima pembayaran utang sejumlah uang yang diberikan
pada awal perjanjian utang, sedang kewajibannya adalah menyerahkan
barang yang menjadi tanggungan utang rahin secara utuh tanpa cacat.
Di atas hak dan kewajiban tersebut di atas, kewajiban murtahin
adalah memelihara barang jaminan yang dipercayakan kepadanya sebagai
barang amanah, sedang haknya adalah menerima biaya pemeliharaan dari
rahin. Sebaliknya rahin berkewajiban membayar biaya pemel iharaan yang
dikeluarkan inurtahin, sedang haknya adalah menerima barang yang menjadi
tanggungan utang dalam keadaan utuh. Dasar hukum siapa yang menang-
gung biaya pemeliharaan dapat dirujuk dari pendapat yang didasarkan
kepada Hadits Nabi riwayat A1 - Syafi'l, A1 - Ataram, dan A1 - Darulquthni
dari Muswiyah bin Abdullah Bin Ja'far "la (pemilik barang gadai) berhak
menikmati hasilnya dan wajib memikul bebannya (beban pemelihara-
annya)11,8'
Di tempat lain terdapat penjelasan bahwa apabila barang jaminan itu
diizinkan untuk diambil manfaatnya selama digadaikan, maka pihak yang
memanfaatkan itu berkewajiban membiayainya. Hal ini sesuai dengan Hadits
Rasullullah Saw. Dari Abu Hurairah, berkata, sabda Rasullulah Saw.
"Punggung (binatang) apabila digadaikan, boleh dinaiki asal dibiayai. Dan
susu yang deras apabila digadaikan, boleh juga diminum asal dibiayai. Dan
orang yang menaiki dan meminum itulah yang wajib membiayai." (HR. Al-.
~ukhari)~~.
" Masjfuk Zuhdi, Drs., Masail Fiqhiyah. Kapita Selekta Hukum Islam, CV. Haji Masagung. Jakarta.
1989, hal. 156.
%I! Thahir Abdul Muhsin Sulaiman. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, terjemahan Anshori
Umar Sitanggal dari Haajul Musykilah Al-lqtisshaadiyah fil-Islam, Al-Ma'arif, Bandung, 1985, hal.
180.
158 HukmGadai Syariah
Dalam keadaan tidak normal dimana barang yang dijadikan jaminan
hilang, rusak sakit atau mati yang berada diluar kekuasaan murtahin tidak
menghapuskan kewajiban rahin melunasi utangnyas7. Namun dalam praktik
pihak murtahin telah mengambil Ipngkah-langkah pencegahan dengan
menutup asuransi kerugian sehingga dapat dilakukan penyelesaian yang adil.
Mengenai pemilikan barang gadai,an, berdasarkan berita dari Abu
Hurairah perjanjian gadai tidak meagubah pemilikan walaupun orang yang
berutang dan menyerahkan barang jaminan itu tidak mampu melunasi
utangnya
Berita dari Abu Hurairah, sabda Rasullulah Saw., "Barang jaminan
tidak bisa tertutup dari pemiliknya yang telah menggadaikannya. Dia tetap
menjadi pemiliknya dan dia tetap berutang".88
Pada waktu jatuh tempo apabila rahin tidak mampu membayar
utangnya dan tidak memgizinkan murtahin menjual barang gadaiannya, maka
hakimtpengadilan dapat memaksa pemilik barang membayar utang atau
menjual barangnya. Hasil penjualan apabila cukup dapat dipakai untuk
menutup utangnya, apabila lebih dikembalikan kepada pemilik barang tetapi
apabila kurang pemilik barang tetap harus menutup k e k ~ r a n ~ a n n ~ a . ' ~
Dalarn ha1 orang yang menggadaikan meninggal dan masih menang-
gung utang, maka penerima gadai boleh menjual barang gadai tersebut
dengan harga umum. Hasil penjualan apabila cukup dapat dipakai untuk
menutup utangnya, apabila lebih dikembalikan kepada ah1i waris tetapi
apabila kurang ahli waris tetap hams menutup kekurangannya atau barang
gadai dikembalikan kepada ahli waris setelah, melunasi utang almarhum
pemilik baranggO.
Dari ketentuan-ketentuan yang tersedia dapat disimpulkan bahwa
barang gadai sesuai syariah adalah merupakan pelengkap belaka dari konsep
utang piutang antara individu atau perorangan. Konsep utang piutang sesuai
dengan syariat menurut Muhammad Akram Khan adalah merupakan salah
satu konsep ekonomi Islam dimana bentuknya yang lebih tepat adalah al-
qardhul hassan. Utang piutang dalam bentuk alqardhul hassan dengan
" H. Abdul Malik Idris. Drs.. dan H. Abu Ahmadi, Drs.. Kifayatul Akhyar. 'rerjemahan R~ngkasFiqih
" Islam Lengkap, RinekaCipta Jakarta, 1990, hal. 143
Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, terjemahan Anshori
Umar Silanggal dari Haajul Musykilah Al-lqtisshaadiyahfit-Islam. Al-Ma'arif. Bandung. 1085. hat
" 180.
MMasjk Zuhdi. Dm.. Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam. CV. Haji Masagung. Jakarta.
' 1989. hal. 156
H. Abdul Malik Idris, Drs.. dan H.Abu Ahmadi, Dm.. Yifayatul Akhyar. 'Terjemahan Ringkas FlQlH
ISLAM LENGKAP, RinekaCipta, Jakarta, 1990, hal. 144
Peloksonaan Gadai Syariah oleh Lernbaga Pegadaian 159
dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan untuk keperluan sosial maupun
komersial. Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu: dapat memilih qardhul
hassan atau menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-
ma0 sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabahg'.
Di dalam bentuk al-qardhul hassan ini utang yang terjadi wajib
dilunasi pada waktu jatuh tempo tanpa ada tarnbahan apapun yang disyarat-
kan (kembali pokok). Peminjam menanggung biaya yang secara nyata terjadi
seperti biaya penyimpanan dll., dan dibayarkan dalam bentuk uang (bukan
prosentase). Peminjam pada waktu jatuh tempo tanpa ikatan syarat apapun
boleh menambahkan secara sukarela pengembalian utangnya. Apabila
peminjam memilih qardhul hassan, rabb al-mal tentu saja akan memper-
timbangkannya apabila peminjam adalah pengusaha pemula dan apabila
peminjam memilih perjanjian mudharabah maka terlebih dahulu harus
disepakati porsi bagi hasil masing-masing pihak dimana posisi peminjam
dana adalah sebagai mudharib.
Dalam kaitannya dengan keperluan komersial, tentunya peminjam
bukanlah orang miskin karena dia mempunyai simpanan dalam bentuk harta
tidak produktif (hoarding) yang dapat digadaikan. Dengan demikian fungsi
dari gadai di sini adalah mencairkan atau memproduktifkan (dishoarding)
harta yang beku.
Dari uraian tersebut di atas, tidak tersurat sedikitpun uraian tentang
lembaga gadai syariah sebagai perusahaan, mungkin karena pada waktu
peristiwa itu tejadi belum ada lembaga gadai sebagai suatu perusahaan. Hal
serupa juga terjadi pada lembaga utang piutang syariah yang pada mulanya
hanya menyangkut hubungan antar pribadi kemudian berkembang menjadi
hubungan antara pribadi dengan bank.
Pengembangan hubungan antar pribadi menjadi hubungan antara
pribadi dengan suatu bentuk perusahaan tentu membawa konsekuensi yang
luas dan menyangkut berbagai aspek. Namun hendaknya tetap dipahami
bahwa lembaga gadai adalah pelengkap dari lembaga utang piutang. Hal ini
juga mengandung arti bahwa hukum gadai dalam keadaan normal tidak
mengubah status kepemilikan. Baru apabila terjadi keadaan yang tidak
normal, misalnya rahin pada saat jatuh tempo tidak mampu melunasi
utangnya maka bisa terjadi peristiwa penyitaan dan lelang oleh pejabat yang
berwenang.
91 Muhammad Akram Kahan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-
hadits Pilihan tentang Ekonomi), PT.Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996. hal. 179-184.
160 HukunGadaiSyariah
Keadaan tidak normal ini bisa rnengubah status kepernilikan
sehingga berkembang rnenjadi jual beli tunai (tijari), jual beli tangguh bayar
(murabaha), dan jual beli dengan pembayaran angsuran (baiu bithaman ajiil).
Bagaimana konsepsi lembaga gadai syariah dalam suatu perusahaan
tentunya tidak berbeda dengw lembaga gadai syariah dalam hubungan antar
pribadi. Alternatif yang tersedip untuk lembaga gadai syariah juga ada dua,
yaitu hubungan dalam rangka perjanjian utang piutang dengan gadai dalam
bentuk al-qardhu~hasscm, dan ' h u b u n h dalam rangka perjanjian utang
piutang dengan gadai dalam bentuk mudharabah.
Lembaga gadai syariah perusahaan bertindak sebagai penyandang
dana atau rabb almal sedang nasabahnya bisa bertinda~sebagai rahin atau
bisa juga bertindak sebagai mudharib, tergantung alternatif yang dipi lih.
Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan pada lembaga gadai perusa-
haan adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber daya manusia,
aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dan lain-
lain.
Dengan memahami konsep leqbaga gadai syariah rnaka sebenarnya
lembaga gadai syariah untuk hubungan antar pribadi sudah operasional.
Setiap orang'bisa melakukan perjanjian utang piutang dengan gadai secara
syariah. Pada dasarnya konsep utang piutang secara syariah dilakukan dala~n
bentuk a!-qardhul hassan, dimana pada bentuk ini tujuan utamanya adalah
memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial. Gadai yang rnelengkapi
perjanjian utang piutang itu adalah sekedar memenuhi anjuran sebagairnana
disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 283. Tidak ada tambahan
biaya apapun di atas pokok pinjaman bagi si peminjam kecuali yang dipakai-
nya sendiri untuk sahnya suatu perjanjian utang.
Dalam ha1 ini biaya-biaya seperti materai dan akte notaris menjadi
beban peminjam. Bunga uang yang kita kenal walaupun dengan narna
apapun tidak sesuai dengan prinsip syariah, oleh karena itu tidak boleh
dikenakan dalam perjanjian utang piutang secara syariah. Perjanjian utang
piutang dalam bentuk alqardhul hassan sangat dianjurkan dalarn Islam lebili
utama daripada rnemberikan infaq.
Hal ini menurut Khan karena infaq rnenimbulkan rnasalah kehor-
matan diri pada peminjam dan mengurangi dorongan dirinya untuk berjuang
dan berusaha. Infaq katanya diperlukan dalam kasus-kasus dirnana pengem-
balian utang tidak mungkin dilakukan. Dengan demikian al-qardhul hassan
Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 161
adalah lembaga bersaudara dengan i n f ~ ~Ta~ng~gu.ng jawab ini beralih
kepada satuan keluarga, RTIRW, Kelurahan, bahkan sampai kepada negara.
2. Persyaratan Gadai Syariah
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota masyarakat yang ingin
melakukan gadai syariah adalah sebagai berikut:
1. Membawa fotocopy KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku (SIM,
Paspor, Dan lain-lain);
2. Mengisi formulir permintaan Rahn;
3. Menyerahkan barang jam inan (marhun) yang memenuhi syarat barang
bergerak, seperti:
Perhiasan emas, berlian dan benda berharga lainnya;
Barang-barang elektronik;
Kendaraan Bermotor;
Atau alat-alat rumah tangga lainnya.
4. Kepemilikan barang merupakan milik pribadi;
5. Surat Kuasa bermeterai cukup dan dilampiri KTP asli pemilik barangjika
dikuasakan;
6. ~ e n a n d a t a na~kiad rahn dan akad *ah dalam Surat Bukti Rahn (SBR).
3. Pemberian Pinjaman
Prosedur untuk mendapatkan dana pinjaman dari pegadaian syariah sangat-
lah mudah yakni nasabah datang langsung ke murtahin (pegadaian syariah)
dan menyerahkan barang yang akan dijadikan jaminan dengan menunjukkan
surat bukti diri seperti KTP atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak
bisa datang sendiri. Nasabah akan mendapatkan Formulir Permintaan Pin-
jaman. Barang jaminan tersebut diteliti kualitasnya untuk ditaksir dan
ditetapkan harganya. Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, ditetapkan
besarnya uang pinjaman yang dapat diterima oleh rahin. Besarnya nilai uang
pinjarnan yang diberikan lebih kecil daripada nilai pasar dari barang yang
digadaikan. Hal ini ditempuh guna mencegah munculnya kerugian. Selanjut-
nya murtahin menyerahkan uang pinjaman tanpa ada potongan apapun
disertai SBR.
Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dalam gadai syariah di
Perum Pegadaian dapat dijelaskan sebagai berikut:
' Muhammad Akram Kahan, Ajarun Nabi Muhammad SAW /enlung Ekonomi (Kumpulan Hadils-
hadirs Pilihun /enlung Ekonomi), PT.Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996. halaman 179-184,
hal. 182-183
162 HukmGodaiSyarioh
1 . Nasabah mengisi formulir permintaan Rahn;
2. Nasabah menyerahkan formulir permintaan Rahn yang dilampiri dengan
foto copy identitas serta barangjaminan ke loket;
3. Petugas Pegadaian menaksir (marhun) agunan yang diserahkan;
4. Besarnya pinjamanlmarhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran m a r h n
5. Apabila disepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan
menerima uang pinjaman.
Penggolongan Pinjaman dan Biaya Administrasi
4. Penentuan Uang Pinjaman
Besarnya marhun bih dihitung berdasarkan nilai taksiran. Nilai taksiran
ditetapkan dari harga pasar barang. Penetapan nilai taksiran berpedoman
pada ketentuan dalam buku pedoman menaksir dan surat edaran yang ber-
laku pada sistem konvensional, sedangkan besarnya nilai pinjaman dihitung
dari prosentase nilai taksiran juga digunakan sebagai dasar perhitungan
penetapan besarnya jasa simpan, untuk memudahkan dalam penetapan tarif,
maka besarnya tarif dihitung atas dasar kelipatan nilai taksiran per
Rp 10.000.
Contoh:
Apabila penaksir barang menentukan angka hasil hitungan Rp7.845.000
kemudian dalam surat edaran ditetapkan bahwa besarnya murhun bih adalah
90% dari nilai taksiran, maka besarnya nilai murhun bih = 90% x
Rp7.845.000 = Rp7.060.500.
Peloksonoan Godoi Syarioh oleh Lembogo Pegadoion 163
5. Biaya Administrasi
Perusahaan menjamin keutuhan dan keamanan marhun yang dijadikan
jaminan di Unit Layanan Gadai Syariah. Di samping itu proses transaksi
pinjam-meminjam pada sistem gadai syariah membutuhkan perlengkapan
kerja seperti alat tulis kantor, perlengkapan, dan biaya tenaga kerja serta
rahin dijaminkan pada perusahaan asuransi. Oleh karena itu rahin dibeban-
kan biaya administrasi yang besarnya sesuai dengan besar pinjaman dan
berdasarkan surat edaran tersendiri. Biaya administrasi diberikan pada saat
pinjaman dicairkan.
6. Jasa SimpadTarif Ijaroh
Dalam akad rahn, rahin berkewajiban untuk membayar pokok pinjaman
sesuai dengan jumlah pinjaman yang tercantum dalam akad. Bersamaan
dengan dilunasinya pinjaman, marhun diserahkan kepada rahin. Atas
penyimpanan marhun, muajir (yang menyewakan tempat untuk Unit
Layanan Gadai Syariah) memungut biaya sewa tempat yang disebut jasa
simpan. Jasa simpan dipungut sebagai biaya sewa tempat, pengamanan dan
pemeliharaan marhun selama digadaikan dan merupakan pendapatan bagi
Unit ~ayananGadai Syariah. Tarif jasa simpan tidak dikaitkan dengan
besarnya uang pinjaman tetapi ditentukan berdasarkan nilai taksiran marhun
dan lama barang gadai disimpan atau lama peminjaman yang disesuaikan
dengan surat edaran tersendiri. Perhitungan tarif jasa simpan menggunakan
kelipatan 10 hari dan jangka waktu peminjaman 120 hari. Untuk setiap
kelipatan nilai taksiran marhun emas Rp 10.000, tarif ditetapkan sebesar
Rp45.
1) Rumus Perhitungan Tarif Jasa Simpan
Tarif Jasa Simpan = N x T x W
Keterangan:
N = Hasil perhitungan taksiran barang
T = Angka tarif yang ditentukan bagi konstanta yang merupakan
kelipatan angka tertentu yang dijadikan dasar dalam penentuan
perhitungan tarif.
W = Lama waktu pinjaman dibulatkan ke kelipatan 10 terdekat dibagi
10 (angka lima merupakan satuan waktu pinjaman terkecil)
164 HukumGodoiSywioh
~ a r iIfjarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminanlrnarhun dan
Tarif Ijarah dihitung dengan kelipatan 10 hari, 1 hari dihitung 10 hari.
Simulasi Perhitungan Ijarah:
Nasabah memiliki barang jaminan berupa emas dengan nilai taksiran Rp
10.000.000.
Marhun Bih maksimum yang dapat diperoleh nasabah tersebut adalah Rp
9.000.000 (90% x taksiran)
Maka, besarnya Ijarah yang menjadi kewajiban nasabah per 10 hari
adalah:
Ijaroh 10.000.000 x Rp85 x -10 Rp85.000
10.000 10
Jika nasabah menggunakan Marhun Bih selama 25 hari, berhubung
Ijarah ditetapkan dengan kelipatan per 10 hari, maka besar Ijarah adalah
Rp255.000 dari Rp 85.000.- x 3 dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau
memperpanjang Mmhun Bih. Selain ha1 tersebut di atas berdasarkan peneli-
tian di lapangan dapat diketahui bahwa produk lain dari Gadai Syariah
Perum ~egadaianadalah Jasa Titipan. Sering kali dalam kondisi tertentu kita
terpaksa meninggalkan rumah dalam jangka waktu yang relatif cukup lama,
seperti Hari Raya Idul Fitri, libumn, pulang karnpung, ibadah haji dan
lainnya.
Tarif Ijamh
7*
No Jenis Marhun Perhitungan Tarif
1 Emas, Berlian Taksiran / Rp 10.000 x Rp 85 x Jangka waktu / I0
2 Elektronik Taksiran / Rp 10.000 x Rp 90 x Jangka waktu / 10
3 Kendaraan Taksiran / Rp 10.000 x Rp 95 x Jangka waktu / 10
Bermotor
7. Pemberian Diskon
Diskon ini diberikan kepada rahin karena apabila terdapat ruhin yang tidak
mengambil penuh marhun bih berdasarkan taksiran ' barang. Diskon ini
diberikan dengan pertimbangan bahwa resiko marhun bih tidak dikem-
balikan oleh rahin menjadi berkurang. Semakin kecil permintaan murhun
Peloksonoan Gadai Syoriah oleh Lembago Pegodmon 165
bih maka semakin kecil pula resiko bahwa marhun bih tersebut tidak kem-
bali ke perusahaan, maka diskon yang diberikan akan makin besar.
Pemberian diskon merupakan kebijakan internal perusahaan sebagai
"balas jasa" kepada rahin atas berkurangnya resiko yang dihadapi perusa-
haan. Karena bersifat balasjasa, maka tidak diperjanjikan dalam akad.
a) Besaran Diskon Jasa Simpan
Tabel Besaran Diskon Jasa Simpan
10 % 19 % x taks 70 27 29 30
4 0 % x taks 80 18 19 20
b) Rumus Jasa Simpan Setelah Diskon
Besaran tarif setelah diskon disesuaikan pada rumus perhitungan sebagai
berikut:
Taksiran 110.000 x Tarif setelah diskon x waktull0
Contoh untuk tarif marhun kantong dengan MB 65% x taksiran,
rumusnya adalah
Taksiran 110.000 x Rp 72 x waktu 110
Dalam kondisi ini setiap orang senantiasa menginginkan harta
bendanya dalam keadaan aman. Perum Pegadaian melalui Kantor Cjadai
Syariahnya memberikan solusi dengan jasa penitipan sebagai salah satu
166 Hukum GadoiSyariah
produk dari gadai syariah. Jasa penitipan adalah suatu bentuk layanan
penyimpanan barang sementara di Cabang Pegadaian, yang menerima peni-
tipan barang bergerak dan surat-surat berharga atau surat penting lainnya,
dengan proses cepat dan biaya terjangkau. Jangka waktu penitipan berva-
riasi, sesuai kebutuhan pelanggan, mulai dari 2 minggu hingga maksimun 12
bulan. Dan untuk kemudian dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama. Setiap barang disimpan di tempat yang bersih, rapi, dan kokoh dan
diasuransikan.
Prosedur layanan jasa penitipan tersebut, dapat diuraikan sebagai
berikut ini:
1. Pemohon mengisi formulir permintaanjasa penitipan, dan melengkapinya
dengan foto copy KTP atau identitas lain yang masih berlaku;
2. Petugas menerima, memeriksa, dan menghitung nilai barang yang akan
dititipkan;
3. Pemohon mernbayar biaya adrninistrasi;
4. Petugas menyirnpan barang dengan baik, dan menyerahkan surat bukti
penyimpanan barang.
8. Akad Rahn
Perjanjian utang piutangjuga diperlukan bagi keperluan komersil. Dalam ha1
perjanjian utang piutang ini untuk keperluan komersil, maka biasanya
kelengkapan gadai yang cukup menjadi persyaratan yang tidak dapat diting-
galkan. Ini membuktikan bahwa sebenarnya pihak perninjam bukan lah orang
yang miskin tetapi orang yang mernpunyai sejumlah harta yang dapat
digadaikan. Pilihan yang terbuka untuk kepentingan ini adalah melakukan
perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan atau
rnelakukan perjanjian utang piutang dengan gadai dalarn bentuk
mudharabah.
a. Perjanjian utang piutang dengan gadai dalarn bentuk al-qardhul hassan.
Apabila pilihan seorang peminjarn adalah pinjarnan gadai dalarn bentuk
qardhul hassan, rnaka biasanya perninjam adalah pengusaha pemula yang
baru rnencoba rnernbuka usaha. Pengusaha larnapun bisa mernilih pin-
jarnan gadai dalarn bentuk qardhul hassan apabila usahanya sedang lesu
dan ingin dibangkitkan lagi.
Perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk ul-qardhul hassan
adalah perjanjian yang terhorrnat, oleh karena itu para pihak yang terlibat
harus rnernperlakukan satu sarna lain secara terhormat pula. Pada saat
jatuh tempo sernua hak dan kewajiban diselesaikan dan apabila terjadi
Pelaksanoan Godoi Syarioh oleh Lembaga Pegodoion 167
peminjam tidak mampu melunasi utangnya perjanjian yang lama dapat iI
diperbaharui tanpa hams mengembalikan seluruh barang gadaiannya.
Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka p3erbedaan pendapat itu dapat !
diselesaikan melalui arbitrasi atau pengadilan.
!
Biaya yang harus ditanggung peminjam meliputi biaya-biaya yang
nyata-nyata diperlukan untuk sahnya perjanjian utang piutang, seperti: I
bea materai, dan biaya akte notaris. Selain itu untuk keutuhan dan penga-
manan barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan dan sewa tempat I
penyimpanan harta (save deposit box) di bank atau di tempat lainnya.
Biaya bunga uang apapun namanya dilarang dikenakan". I
b. Perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah.
Seorang peminjam dan pemberi pinjaman dapat memilih pinjaman gadai
dalam bentuk mudharabah, apabila kedua belah pihak telah menghitung
bahwa usaha yang akan dijalankan layak dan secara ekonomis akan
menguntungkan. Perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentuk
mudharabah adalah perjanjian yang mempertemukan antara pengusaha
yang ahli dalam bidangnya tetapi hanya mempunyai harta tidak lancar
dengan pihak lain yang mempunyai cukup dana tetapi tidak mempunyai
bidang usaha. Kedua pihak kemudian sepakat untuk pihak peminjam
menjalankan usaha sedang pihak pemberi pinjaman hanya memberikan
dana yang diperlukan tanpa campur tangan dalam usaha itu dengan
agunan barang gadai. Keduanya juga sepakat pada suatu porsi bagi hasil
tertentu dari usaha yang dijalankan pada saat jatuh tempo semua hak dan
kewajiban diselesaikan dan apabila terjadi peminjam tidak mampu melu-
nasi utangnya perjanjian yang lama dapat diperbaharui tanpa harus
mengembalikan seluruh barang gadaiannya. Apabila terjadi perbedaan
pendapat, maka perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan melalui
arbitrasi atau pengadilan.
Biaya yang harus ditanggung peminjam selain meliputi biaya-biaya
yang nyata-nyata diperlukan untuk sahnya perjanjian utang piutang, seperti:
bea materai, dan biaya akte notaris, juga biaya-biaya usaha yalig layak selain
itu untuk keutuhan dan pengamanan barang gadai mungkin ada biaya
pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (sui7e deposit box) di
Mengambil keuntungan pada jual beli uang yang herlaku sebagai alat tukar yang sah atau
mengenakan sewa atas modal uang yang berlaku sebagai alat tukar yang sah sering dipergunakan
untuk menutupi kata bunga
168 HukmGadaiSyariah
bank atau di tempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya juga
dilarang dikenal~an~~.
Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan
perusahaan (bank syariah) khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah
operasional. Contoh yang dapat dikemukakan di sini ialah bank syariah yang
memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat tanah, sertifikat saham,
sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan
lain-lain.
Sebagaimana halnya dengan lembaga gadai syariah pada hubungan
antar pribadi, lembaga syariah untuk hubungan antara pribadi dengan bank
syariah juga mempunyai dua bentuk, yaitu perjanjian utang piutang dengan
gadai dalam bentuk al-mudharabah.
Operasionalisasi kedua bentuk tersebut sama dengan operasionali-
sasi lembaga gadai syariah pada hubungan antar pribadi tersebut di atas.
Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa lembaga gadai
syariah pada perbankan syariah adalah ha1 yang lazim ada. Karena adanya
hambatan hukum positif yang kita warisi dari pemerintahan kolonial, menye-
babkan bank sekarang ini tidak diperkenankan menerima agunan dan
.menyimpan gadai barang bergerak. Narnun menurut berita dalam praktik
banyak bank-bank terutarna yang berkantor di wilayah kecamatan yang
melakukan praktik menerima gadai barang bergerak terutama dalam bentuk
perhiasan.
Pemisahan jenis barang gadai inilah yang menyebabkan adanya
jawatan yang khusus didirikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
pinjaman gadai barang bergerak. Tujuan semula dari jawatan ini adalah
semata-mata untuk membantu masyarakat yang membutuhkan kredit kecil.
Modal jawatan untuk operasional dan pengembangan semula dipasok dari
anggaran negara sehingga misi utamanya adalah sosial. Tujuan mencari
untung tidak ditonjolkan dan jawatan dinilai cukup baik apabila hasil
usahanya dapat menutup biaya (breakeven). Dengan misi sosial yang sesuai
dengan misi al-qardhul hmsan pada gadai syariah, maka perlu dicari da11
dipertahankan bentuk badan usaha yang cocok. Sesuai dengan panduan
syariah perusahaan dapat saja mendapatkan keuntungan yang besar tetapi
hanya mungkin apabila dana yang tersedia disalurkan dalam perjanjian utang
piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah. Karena gadai dalam
" Muhammad Akram Kahan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan Hadirs-
hadirs Pilihan tentang Ekonomi), PT. Bank Muamalat Indonesia, Jakarta. 1996, halaman 179- 1 84.
hal. 182-183
Peloksonoon Godoi Syoriah oleh L q o g o Pegadoion 169