tersisa 5%-20% dari berat biji), dan 2) biji rekalsitran (kadar air tersisa lebih dari
20%).
b. Akumulasi cadangan makanan yang berubah bentuk menjadi kristal padat
c. Jumlah organela per sel menurun
d. Vakuola memipih dan mengandung sedikit air
e. Metabolisme turun
Proses penurunan metabolisme selama pematangan biji mengakibatkan aktivitas
kehidupan biji menurun namun tetap hidup. Kondisi ini disebut dengan dormansi biji,
yaitu suatu kondisi biji yang tetap melakukan metabolisme namun dalam kecepatan
minimal dan tidak mengakibatkan pertumbuhan. Kondisi ini bermakna sebagai upaya
tumbuhan untuk menunda perkecambahan agar terjadi setelah biji memencar jauh dari
tumbuhan induknya. Dormansi biji dipertahankan berlangsung melalui beberapa
mekanisme sebagai berikut.
a. Dormansi fisik: kulit biji mencegah terjadinya imbibisi
b. Dormansi mekanis: kulit biji mencegah embrio untuk tumbuh keluar dari kulit biji
c. Dormansi kimia: adanya senyawa inhibitor yang mencegah terjadinya reaksi kimia
dalam biji
d. Dormansi morfologi: bagian-bagian biji belum lengkap pada saat biji dilepas oleh
induk
e. Dormansi fisiologi: biji tidak mampu membentuk enzim dan menghambat proses
reaksi kimia
12.3. Rangkuman
Perkembangan tumbuhan pada fase generatif meliputi perkembangan organ bunga,
buah dan biji, serta organ penyimpanan. Perkembangan bunga dapat dibedakan menjadi
tahap evokasi, inisiasi, diferensiasi, dan anthesis. Proses ini diatur oleh tiga kelompok gen,
yaitu gen A, B dan C. Ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi pembentukan bunga,
yaitu factor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi gen dan hormone; factor
eksternal antara lain nutrisi, stress air, suhu dan fotoperiode. Berdasar respon terhadap
fotoperiode, tumbauhan dapat dikelompok menjadi tumbuhan hari pendek, tumbuhan hari
panjang dan tumbuhan netral. Rangsang fotoperiode diterima oleh fotoreseptor fitokrom
yang mampu menyerap cahaya merah dan infra merah.
Proses perkembangan buah meliputi perkembangan ovarium, pembelahan dan
pembentangan sel dinding ovarium, penimbunan cadangan makanan dan pematangan
buah. Pada tahap pematangan buah terjadi perubahan karbohidrat, pigmen, asam organik,
dan senyawa volatile. Dalam proses pemasakan buah ada yang termasuk buah klimakterik
dan non-klimakterik.
Proses perkembangan biji meliputi perkembangan embrio dan pematangan biji.
Proses ini dimulai dengan pembentukan zygote satu sel dan berakhir pada fase torpedo.
Kemudian dilanjutkan dengan fase pertumbuhan embrio sehingga mengisi seluruh kantung
biji. Biji yang berisi embrio yang telah memenuhi kantung biji kemudian mengalami
maturasi yang meliputi dehidrasi, akumulasi cadangan makanan, penurunan jumlah
organela sel, pemipihan vakuola dan menurunnya metabolisme. Akibatnya biji mengalami
dormansi dalam rangka menunda perkecambahan agar tidak terjadi pada atau di sekitar
tumbuhan induk. Dormansi ada beberapa macam tergantung pada spesiesnya.
186
12.4. Kuis
1. Jelaskan bahwa penyerbukan sendiri dapat terjadi pada saat bunga belum mengalami
anthesis.
2. Jelaskan mekanisme yang terjadi pada pembentukan bunga betina yang mempunyai
perhiasan bunga yang lengkap.
3. Jelaskan proses yang terjadi pada pematangan buah sehingga buah yang masak tidak
berwarna hijau, tekstur lunak, rasa manis dengan aroma yang khas.
4. Mengapa buah non klimakterik tidak dapat masak ketika diperam? Jelaskan.
5. Bandingkan mekanisme perkembangan biji ortodoks dan rekalsitran.
12.5. Tugas
Lakukan penelusuran di internet untuk memperoleh video tentang mekanisme
perkembangan bunga, buah atau biji (pilih salah satu) dari suatu jenis tumbuhan.
Kemudian susunlah narasinya secara singkat.
12.6. Kegiatan Praktikum
Judul :
Peran etilen dalam pematangan buah
Tujuan :
Mengamati pengaruh etilen alami dan sintetik terhadap pematangan buah pisang
Alat dan bahan :
1. Pisang kepok atau raja yang masih mentah
2. Daun mangga / daun mindi / daun gamal / daun pisang
3. Buah apel / buah pisang masak
4. Kalsium karbida (CaC2)
5. Ethephon / ethreel / 2-chloro ethyl phosphonic acid
6. Plastik kemasan buah / LDPE (Low density poly ethylene) bening berukuran 18 x 28
cm berkapasitas 1 kg dengan solatip
7. Neraca digital
8. Pisau
Prosedur kerja :
1. Pilih buah pisang yang tua, utuh (tidak luka), warna seragam, kemudian pisahkan per
2 buah
2. Cuci dengan air sampai bersih, kemudian pangkal bekas potongan diberi desinfektan
/ fungisida
3. Timbang sebagai berat awal
4. Masukkan ke dalam plastik, dan beri empat macam perlakuan pemeraman buah
sebagai berikut.
a. Kontrol: tanpa diberi bahan pemeraman
187
b. Pemeraman secara alamiah: tambahkan daun mindi/daun gamal/daun
pisang/daun mangga sebanyak 30% dari bobot buah
c. Pemeraman secara sintetik 1: celupkan buah pisang ke dalam larutan ethephon
atau ethrel 1000 ppm (1ml/liter) selama 30 detik kemudian ditiriskan dan
masukkan ke dalam plastik
d. Pemeraman secara sintetik 2: tambahkan ke dalam kemasan plastik kalsium
karbida (CaC2) 0,1 % dari berat pisang yang dibungkus dengan kertas yang
dipercik air
5. Kemasan plastik ditutup rapat dan jangan dibuka sepanjang pengamatan
6. Setiap perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan
7. Simpan kemasan buah pisang dalam kardus di ruang dengan suhu ± 27ºC dan
kelembaban udara 60-70%
Pengamatan dan analisis hasil :
1. Amati setiap hari selama 7 hari perubahan warna, tekstur/kekerasan dan tanda
fisiologis
2. Perubahan warna diberi skor sebagai berikut.
3. Tekstur diamati dengan menekan buah pisang dan diberi skor: 1 (sangat keras), 2
(keras), 3 (agak lunak), 4 (lunak), 5 (sangat lunak)
4. Tanda fisiologis yang diamati: berair, berlendir, busuk
5. Pada akhir pengamatan diukur pH dan susut bobot. Susut bobot ditentukan dengan
menimbang berat pada hari ke-7 dan dihitung susutnya dibandingkan dengan berat
awal, disajikan dalam %.
6. Buat tabel pengamatan.
7. Bandingkan setiap parameter pengamatan antar perlakuan.
8. Perlakuan manakah yang paling cepat mengakibatkan perubahan warna?
9. Perlakuan manakah yang paling cepat mengakibatkan perubahan tekstur?
10. Adakah perlakuan yang mengakibatkan kebusukan?
188
BAB XIII
GERAK TUMBUHAN
13.1. Pendahuluan
Sebagai makhluk hidup, tumbuhan juga melakukan gerak, tetapi gerak yang
dilakukan tumbuhan tidak merupakan gerak pindah tempat. Gerakan pada tumbuhan hanya
dilakukan oleh organ tertentu, misalnya bagian ujung tunas, ujung akar, anak daun, bunga,
sulur dan sebagainya. Gerakan tumbuhan antara lain dapat diamati dengan adanya
pertumbuhan tanaman yang menuju atau ke arah tertentu. Sebagai contoh jika kita
menancapkan sebatang kayu atau ranting di dekat tanaman yang merambat, maka selang
beberapa waktu ranting kayu tersebut telah dibelit oleh tanaman tersebut.
Contoh lain dari gerak tumbuhan adalah akar-akar yang tumbuh menembus tanah
menuju ke tempat yang lembab atau berair. Peristiwa tersebut merupakan contoh bahwa
tumbuhan bergerak. Jadi, gerakan tumbuhan terjadi karena adanya proses pertumbuhan
dan kepekaan terhadap rangsang atau iritabilita yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut.
Bagaimana terjadinya iritabilita pada tumbuhan? Iritabilita merupakan respon terhadap
sinyal atau rangsang yang terjadi melalui transduksi sinyal.
Gerak yang dilakukan tumbuhan mempunyai makna untuk memenuhi kebutuhannya
dalam rangka mempertahankan hidupnya. Apa yang akan terjadi bila tumbuhan tidak
melakukan gerak fototropi, geotropi, dan hidrotropi? Bagaimana pula tumbuhan karnivora
dapat menangkap mangsanya melalui gerak yang dilakukan? Diskusikan kasus tersebut
berdasarkan konsep dan teori yang dituliskan dalam uraian materi berikut ini
13.2. Uraian Materi
Berdasarkan sumber rangsang, gerak pada tumbuhan dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu gerak esionom dan gerak endonom. Gerak esionom dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu gerak tropisme, taksis, dan nasti. Masing-masing gerak tersebut ada
bermacam-macam tergantung pada rangsang yang menimbulkannya (Gambar 13.1).
Gambar 13.1. Jenis-jenis gerak tumbuhan
189
13.2.1. Gerak Etionom
Gerak etionom adalah reaksi gerak tumbuhan yang disebabkan oleh adanya rangsang
atau sinyal dari luar tubuh tumbuhan. Rangsang tersebut dapat berupa cahaya, sentuhan,
suhu, air, gravitasi bumi, zat kimia dan lain-lain. Berbagai organ tumbuhan dapat
memberikan respon terhadap rangsang-rangsang tersebut, antara lain akar, batang, daun,
bunga, buah atau bagian dari organ -organ tersebut. Berdasarkan arah respon, gerak
etionom dapat dibedakan menjadi gerak positif dan gerak negatif. Gerak positif adalah
gerak yang arahnya menuju arah datangnya rangsang, sebaliknya gerak negatif adalah
gerak yang arahnya meninggalkan arah datangnya rangsang. Berdasarkan mekanisme
terjadinya, gerak esionom dapat dibedakan menjadi gerak tropisme, gerak nasti, dan gerak
taksis.
1. Gerak tropisme
Gerak tropisme adalah gerak tumbuh bagian tumbuhan yang arahnya ditentukan
oleh arah datangnya rangsang. Gerakan ini diakibatkan oleh pertumbuhan bagian
organ yang melibatkan pembelahan dan pembentangan sel-sel penyusunnya. Gerak
tropisme bersifat plastis atau ir-reversibel. Bila arah geraknya mendekati arah
datangnya rangsang disebut tropisme positif, sebaliknya jika menjauhi arah datangnya
rangsang disebut tropisme negatif. Berdasarkan jenis rangsang yang menyebabkannya,
ada beberapa jenis gerak tropisme.
a. Fototropisme
Fototropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan oleh rangsang berupa
cahaya matahari sehingga ada yang menyebut dengan istilah heliotropisme. Gerak
ini juga dapat dirangsang oleh sumber cahaya lain, misalnya cahaya lampu yang
panjang gelombangnya dapat ditangkap oleh reseptor yang terdapat di dalam sel-
sel. Fototropisme disebabkan kecepatan pemanjangan sel-sel pada sisi yang lebih
gelap (tidak terkena cahaya) lebih cepat dibandingkan dengan sel-sel pada sisi
lebih terang (terkena cahaya). Fenomena ini berkaitan erat dengan zat tumbuh
yang terdapat pada ujung tumbuhan yang disebut auksin. Hal ini didasarkan pada
percobaan pada koleoptil kecambah seperti pada Gambar 13.2. Pada percobaan
tersebut ujung koleoptil dipotong kemudian potongan tersebut diletakkan di atas
balok agar sehingga senyawa dari ujung koleoptil akan berdifusi ke balok agar.
190
Gambar 13.2. Percobaan untuk membuktikan peran auksin dalam fototropisme
Pada percobaan tersebut diberikan enam macam perlakuan terhadap
kecambah yang ujungnya telah dipotong. Perlakuan pertama bagian ujung
kecambah tidak diberi apapun sebagai kontrol. Perlakuan kedua, ketiga, dan
keempat pada ujung kecambah diletakkan potongan agar yang sebelumnya telah
didifusikan senyawa dari ujung koleoptil, yang letaknya berbeda-beda yaitu
berturut-turut di tengah, bagian kanan dan bagian kiri. Perlakuan kelima dan
keenam diletakkan potongan agar yang tidak didifusikan senyawa dari ujung
koleoptil, masing-masing di tengah dan bagian kiri. Setelah beberapa lama
ternyata kecambah ketiga tumbuh berbelok ke kiri, kecambah keempat tumbuh
berbelok ke kanan; sedangkan yang lain tumbuh lurus ke atas. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa senyawa yang didifusikan dari ujung koleoptil menyebabkan
pemanjangan kecambah yang lebih cepat dibandingkan dengan bagian yang lain
(Gambar 13.2). Dari berbagai penelitian diketahui senyawa tersebut adalah
hormon auksin.
Berkaitan dengan kecepatan pemanjangan sel yang berbeda antara bagian
yang terkena cahaya dengan yang tidak terkena cahaya, ada tiga asumsi tentang
auksin, yaitu sebagai berikut.
a. Auksin mengalami destruksi oleh cahaya
b. Auksin meningkat pada bagian yang tidak terkena cahaya
c. Auksin diangkut secara lateral dari bagian yang terkena cahaya ke bagian
yang tidak terkena cahaya
Asumsi tersebut mengakibatkan pada sisi batang yang terkena cahaya, auksin
lebih sedikit dan konsentrasinya kurang optimal dibandingkan pada sisi batang
yang tidak terkena cahaya. Akibatnya, sel-sel pada sisi batang yang terkena
cahaya mengalami pembentangan sel atau pertumbuhan lebih lambat daripada sisi
batang yang tidak terkena cahaya. Hal tersebut menyebabkan bagian yang tidak
terkena cahaya lebih panjang daripada yang terkena cahaya sehingga batang
membelok ke arah cahaya (Gambar 13.3).
Gambar 13.3. Gerak fototropi. (https://materiipa.com/contoh-adaptasi-
tingkah-laku-pada-tumbuhan/amp )
191
b. Geotropisme
Geotropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan oleh rangsang gaya
gravitasi bumi. Oleh karena itu geotropisme disebut juga gravitropisme. Bila biji
jagung dikecambahkan dalam posisi mendatar, tunas pucuk akan membengkok ke
atas, sedangkan akar membengkok ke bawah (Gambar 13.4). Pertumbuhan tunas
pucuk ke atas ini disebut gerak geotropi negatif karena berlawanan dengan arah
datangnya gravitasi, sebaliknya pertumbuhan akar ke bawah disebut gerak
geotropi negatif karena menuju ke arah datangnya rangsang gravitasi. Gerak
geotropisme negatif juga terjadi pada bunga kacang tanah yang mengalami
pembuahan, sedangkan geotropism positif terjadi pada bunga kacang tanah yang
telah mengalami pembuahan.
Gambar 13.4. Gerak geotropi negatif dan positif.
Gerak geotropi juga disebabkan oleh auksin. Pada posisi batang yang
mendatar terjadi perpindahan auksin ke bawah akibat gaya gravitasi. Hal ini
menyebabkan konsentrasi auksin di bagian bawah lebih banyak dan dalam rentang
optimal sehingga pembentangan sel di bagian bawah lebih cepat. Bagian bawah
batang lebih panjang, dan akibatnya batang membengkok ke atas (Gambar 13.5
A).
AB
Gambar 13.5 Distribusi auksin akibat gaya gravitasi
(https://www.macmillanhighered.com/
BrainHoney/Resource/6716/digital_first_content/trunk/test/hillis2e/hillis2e_ch26
192
_3.html)
Pada akar dengan posisi horisontal juga terjadi hal yang sama. Auksin
berpindah ke bawah sehingga terjadi akumulasi auksin di sisi bawah, tetapi efek
yang diakibatkan berlawanan dengan yang terjadi di batang. Kadar auksin di sisi
bawah berada di atas titik maksimal pembentangan sel sehingga pembentangan
sisi bawah terhambat, sisi bawah lebih pendek, dan akar membengkok ke bawah
(Gambar 13.5 B). Suatu hal yang perlu diketahui, kadar auksin yang optimal
untuk pembentangan sel batang lebih tinggi dibanding untuk pembentangan sel
akar (Gambar 13.6). Pendapat lain menyatakan, gerak geotropisme pada akar
diakibatkan oleh produksi asam absisat (ABA) pada tudung akar. Pengaruh
gravitasi menyebabkan akumulasi ABA lebih banyak pada bagian bawah,
sehingga meningkatkan penghambatan pertumbuhan. Akibatnya bagian sebelah
atas yang ABA-nya lebih sedikit, akan tumbuh lebih cepat dan akar akan
membelok ke bawah.
Gambar 13.6. Konsentrasi optimal auksin untuk pembentangan sel akar,
kuncup, dan batang
Rangsang gravitasi diterima oleh tudung akar maupun pucuk batang. Namun
penerimaan rangsangan gravitasi oleh ujung akar dan ujung batang tidak sama.
Rangsangan gravitasi diterima oleh statolit, yaitu badan-badan kecil dengan berat
jenis tinggi yang mengendap ke dasar sel. Statolit meliputi inti sel, diktiosom,
mitokondria dan butir-butir pati (amiloplas). Di antara badan-badan sel tersebut
amiloplas merupakan statolit utama di dalam sel yang menerima rangsangan
gravitasi. Beberapa bukti yang menguatkan pemyataan ini adalah sebagai berikut.
1) Adanya hubungan yang erat antara adanya amiloplas yang terendap dalam
organ dengan kemampuan organ untuk tanggap secara gravitropisme
2) Waktu yang diperlukan untuk respon gravitropisme berhubungan erat dengan
laju pengendapan amiloplas
3) Jika akar atau koleoptil diberi giberelin dan kinetin pada suhu tinggi
menyebabkan amiloplas menghilang; hal ini diikuti dengan hilangnya respon
terhadap gravitasi.
c. Tigmotropisme
Tigmotropisme adalah gerak pertumbuhan organ tumbuhan yang dirangsang
oleh sentuhan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani "thigma" yang berarti
193
"sentuhan". Contoh tigmotropisme adalah pertumbuhan sulur seperti pada
anggur dan tanaman yang pertumbuhannya merambat dan memiliki sulur yang
membelit bagian penopangnya (Gambar 13.7 A).
Sulur tanaman akan tumbuh lurus hingga menyentuh sesuatu. Adanya kontak
sulur tersebut merangsang sulur untuk tumbuh melilit karena terjadi perbedaan
kecepatan pertumbuhan. Sel-sel yang terkena sentuhan diduga akan memproduksi
ABA yang menghambat pertumbuhan sedangkan sisi yang berlawanan
menghasilkan auksin sehingga pertumbuhannya menjadi lebih cepat. Akibatnya
sulur atau batang membengkok dan melilit sumber sentuhan. Contoh lainnya
adalah sentuhan angin kencang pada tebing bukit membuat pohon-pohon yang
tumbuh di sekitarnya memiliki batang yang lebih pendek dan gemuk apabila
dibandingkan dengan pohon yang sama pada daerah yang terlindungi dari angin
kencang. Respon perkembangan tumbuhan terhadap gangguan mekanis ini biasa
disebut tigmomorfogenesis dan umumnya disebabkan peningkatan produksi
etilen. Gas etilen ini merupakan hormon yang dibentuk sebagai respons
terhadap rangsang sentuhan yang hebat.
d. Hidrotropisme dan khemotropisme
Hidrotropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan adanya rangsang
berupa air. Gerak akar tumbuhan selalu menuju ke tempat yang basah (berair)
(Gambar 13.7 B). Khemotropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan
rangsang berupa zat kimia. Misalnya gerakan akar yang menuju unsur hara atau
pupuk dalam tanah (Gambar 13.7 C). Penelitian tentang mekanisme
hidrotropisme dan khemotropisme sampai saat ini tidak banyak dilakukan
sehingga mekanisme gerak ini belum dipahami secara rinci. Hal ini diduga karena
terjadinya pada akar yang terletak di bawah permukaan tanah.
AB C
Gambar 13.7. Gerak tropisme. A. Gerak tigmotropisme. B. Gerak hidrotropisme.
C. Gerak khemotropisme
2. Gerak taksis
Taksis adalah gerak seluruh atau bagian tubuh tumbuhan yang berpindah tempat
dan arah perpindahannya dipengaruhi oleh arah datangnya rangsang. Ditinjau dari
macam sumber rangsangnya, taksis dibedakan menjadi fototaksis dan khemotaksis.
Gerak taksis menggunakan energi yang berupa ATP. Pada gerak ini rangsang
ditangkap oleh reseptor yang kompatibel yang kemudian melalui transduksi sinyal
akan direspon oleh gen. Beberapa gen tertentu akan diekspresikan, khususnya gen
194
yang mengendalikan pembentukan enzim yang mengkatalisir reaksi kimia penghasil
senyawa sumber energi.
a. Fototaksis
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsang
berupa cahaya. Misalnya gerakan kloroplas yang bergerak menuju arah
datangnya cahaya. Mikroorganisme Euglena juga melakukan gerak fototaksis
menggunakan flagela sebagai alat geraknya (Gambar 13.9.A).
b. Khemotaksis
Kemotaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh rangsang berupa
zat kimia. Misalnya inti sperma dalam pollen tube (buluh serbuk) yang bergerak
menuju sel telur dalam ovulum pada peristiwa pembuahan tumbuhan berbiji. Sel
telur (ovum) mengeluarkan zat kimia (gula dan protein) yang dapat merangsang
inti sperma untuk bergerak mendekatinya (Gambar 13.9.B).
AB
Gambar 13.8 Gerak taksis. A. Fototaksis Euglena (http://protist.i.hosei.ac.jp/pdb/images/
mastigophora/euglena/viridis/sp_11.html). B. Khemotaksis (https://unacademy.com/lesson/
pollen-pistil-interaction-and-double-fertilization/Y53UOM7S)
3. Gerak nasti
Gerak nasti adalah gerak yang diakibatkan oleh perubahan tekanan turgor di
dalam sel-sel suatu organ atau bagian organ. Arah gerak nasti tidak ditentukan oleh
arah datangnya rangsang. Berdasarkan jenis rangsang yang menimbulkan gerak, gerak
nasti dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu seismonasti, niktinasti, termonasti,
haptonasti dan nasti kompleks.
a. Seismonasti atau tigmonasti
Seismonasti atau tigmonasti adalah gerak nasti yang disebabkan oleh
rangsang mekanis berupa sentuhan atau tekanan. Misalnya gerak mengatupnya
daun putri malu karena terkena sentuhan. Respon mengatup seperti layu
(Gambar 13.9 A) akan terjadi dalam waktu singkat sekitar 1-2 detik. Daun
putri malu mempunyai susunan daun majemuk ganda campuran (menjari dan
menyirip). Pada ibu tangkai daun terdapat jaringan pengangkutan. Bagian organ
yang berperan dalam seismonasti adalah pulvinus atau pangkal tangkai leaflet
(anak daun) yang membesar yang di dalamnya terdapat sel-sel parenkhim
(Gambar 13.9 B).
195
AB
Gambar 13.9 Gerak seismonasti. A. Daun Mimosa pudica menutup segera setelah disentuh jari.
B. Penampang melintang ibu tangkai daun dan pulvinus pada waktu daun membuka dan
mengatup. (https://laidbackgardener.blog/2020/02/07/the-sensitive-plant-certainly-shakes-it-up/)
Mekanisme seismonasti pada daun putri malu diawali dengan sentuhan pada
suatu leaflet (helaian anak daun). Sentuhan ini menimbulkan arus elektrik yang
kemudian dihantarkan ke pulvinus melalui plasmodesmata (benang plasma yang
terletak dalam noktah sel-sel daun). Arus elektrik ini kemudian diterima oleh sel-
sel korteks pulvinus (Gambar 13.11.C) yang berfungsi sebagai sel motor dalam
gerak sismonasti. Jaringan tersebut dapat dibedakan menjadi sel motor ventral
(yang terletak di atas pembuluh angkut) dan sel motor dorsal (yang terletak di
bawah pembuluh angkut) (Gambar 13.11.A). Respon yang diberikan adalah
berpindahnya ion K+ dan Cl- dari korteks ventral ke dorsal. Akibat penambahan
kedua ion terlarut tersebut potensial sel-sel korteks dorsal menurun. Hal ini
menyebabkan masuknya air ke sel-sel dorsal dan meningkatkan tekanan turgor.
Selanjutnya tekanan turgor akan menambah ukuran sel-sel sehingga bagian dorsal
secara total lebih panjang dari bagian ventral dan posisi daun akan menutup
(Gambar 13.11 B). Beberapa saat kemudian daun yang menutup dapat kembali
membuka dengan mekanisme yang berkebalikan dengan yang telah diuraikan
(Gambar 13.11 B).
b. Niktinasti
Niktinasti adalah gerak nasti yang disebabkan oleh suasana gelap. Istilah
niktinasti berasal dari bahasa Yunani, nux yang berarti malam. Umumnya, daun-
daun tumbuhan polong-polongan (Leguminosaceae) akan menutup pada waktu
malam hari. Daun-daun tersebut akan membuka kembali pada pagi hari. Selain
disebabkan oleh suasana gelap, gerak “tidur” daun-daun tersebut dapat terjadi
akibat perubahan tekanan turgor di dalam persendian daun. Misalnya gerak tidur
daun kedelai di malam hari, yang mengatupkan daunnya saat hari mulai gelap
(Gambar 13.12.A). Selain itu mekarnya bunga wijayakususma pada waktu malam
dan menutup pada waktu siang juga merupakan gerak nasti (Gambar 13.12.B).
196
Mekanisme gerak niktinasti hamper sama dengan seismonasti. Perpindahan
ion kalium telah menyebabkan perubahan potensial osmotik yang besar pada sel-
sel motor yang mengakibatkan daun bergerak ke atas atau ke bawah. Diduga
auksin terlibat dalam kegiatan ini. Auksin yang diproduksi pada siang hari
terutama diangkut ke bagian bawah petiolus. Ion kalium akan bergerak ke bagian
yang memiliki kandungan auksin lebih tinggi, air masuk ke bagian bawah
pulvinus dan daun bangun. Pada malam hari terjadi reaksi sebaliknya. Sejumlah
sel di pulvinus yang menggembung saat membuka disebut ekstensor, sedangkan
sel yang mengerut dinamakan fleksor.
A
BC
Gambar 13.10. Struktur pulvinus. A. Aliran ion yang mengakibatkan perubahan tekanan turgor
sehingga daun membuka. B. Daun menutup (Tayz & Zeiger, 2012). C. Pulvinus terdiri atas
korteks dan jaringan pengangkut. (https://slideplayer.com/slide/13849460/)
AB
Gambar 13.11. Gerak niktinasti. A. Daun pada tumbuhan legum yang membuka pada siang hari
dan menutup pada malam hari. B. Bunga Wijayakusuma yang kuncup pada siang hari dan
mekar pada malam hari.
c.
197
d. Termonasti
Termonasti adalah gerak nasti yang disebabkan oleh rangsang suhu.
Misalnya mekarnya bunga pukul empat pada sore hari (Gambar 13.13). Seperti
gerak nasti yang lain, termonasti juga terjadi akibat perubahan turgor. Pada sore
hari terjadi peningkatan tekanan turgor di sisi petala bagian atas. Hal ini terjadi
karena berpindahnya ion kalium ke petala bagian atas, sehingga potensial air
menurun, dan air masuk. Akibatnya sisi atas lebih luas dibandingkan sisi bawah
dan petala membuka. Peristiwa yang sebaliknya terjadi pada malam dan pagi hari.
Gambar 13.12. Gerak termonasti pada bunga pukul empat (https://keposiasi.com/wp-
content/uploads/2020/04/Foto-Gambar-manfaat-bunga-pukul-empat-keposiasi.com-Yopie-
Pangkey-1.jpg)
e. Haptonasti
Haptonasti adalah gerak nasti yang terjadi pada tumbuhan
insektivora yang disebabkan oleh sentuhan serangga. Contohnya pada venus
flytrap (Dionaea muscipula) dan Drocera capensis.
Venus mempunyai daun yang ujungnya mengalami modifikasi menjadi
katup bercuping rangkap yang berperan sebagai perangkap serangga. Cuping
rangkap tersebut merupakan dua lembaran mirip daun yang bagian tengahnya
terdapat engsel dan tepinya berduri (Gambar 13.13.A). Engsel dapat membuat
katup membuka dan menutup melalui perubahan tekanan turgor seperti gerak
nasti yang lain. Pada permukaan dalam katup terdapat rambut sensori yang peka
terhadap sentuhan. Bila terjadi sentuhan, rambut sensori menimbulkan potensial
kerja pada katup. Potensial kerja bergerak dari rambut sensori ke jaringan engsel
yang akan meresponnya dalam bentuk aliran ion dari engsel bagian atas ke bawah.
Akibatnya potensial air sel-sel engsel bagian bawah menurun, air masuk dari sel
sekitarnya, dan bagian bawah engsel menjadi lebih luas. Dengan demikian katup
tersebut akan menutup (Gambar 13.13.B) dengan cepat dalam waktu kira-kira
setengah detik. Tumbuhan tersebut memerangkap serangga, yang kemudian
dicema oleh enzim yang dikeluarkan daun untuk menghasilkan nitrogen dan fosfat
bagi tumbuhan.
Drosera capensis menghasilkan daun seperti tali, panjangnya hingga 3,5 cm,
tidak termasuk tangkai daun. Seluruh permukaan daun ditutupi dengan tentakel
atau rambut kelenjar berwarna cerah yang mengeluarkan lendir lengket yang
menjebak arthropoda. Bila ada serangga yang menyentuh bagian dalam daun,
daun akan segera menggulung sehingga serangga akan terperangkap di dalam
198
gulungan (Gambar 13.13.C). Penggulungan daun ini merupakan gerak nasti yang
mekanismenya identik dengan gerak nasti yang lain.
AB C
Gambar 13.13. Gerak haptonasti pada tumbuhan karnivora. A. Katup Venus membuka.
B. Katup Venus menutup (https://slideplayer.com/slide/8419814/ https://animals.
sandiegozoo.org/plants/sundew) C. Daun Drosera capensis menggulung
(https://en.wikipedia.org/wiki/Drosera_capensis)
f. Nasti kompleks
Merupakan gerak nasti yang disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus,
seperti karbon dioksida, pH, suhu dan kadar kalium. Contoh gerak membuka dan
menutupnya stomata pada daun. Mekanisme gerak ini telah dibahas pada bab
sebelumnya.
13.2.2. Gerak Endonom
Gerak endonom adalah gerak tumbuhan yang disebabkan oleh rangsang atau faktor-
faktor yang berasal dari dalam tumbuhan itu sendiri. Gerak endonom disebut juga
autonom. Macam-macam gerak endonom, yaitu:
1. Gerak nutasi
Gerak spontan dari tumbuhan yang tidak disebabkan adanya rangsang dari
luar. Misalnya adalah gerak plastida di dalam sel-sel ganggang (Gambar 13.15.A).
2. Gerak higroskopis
Gerak bagian tumbuhan yang terjadi karena adanya perubahan kadar air pada
tumbuhan secara terus menerus, akibatnya menjadi sangat kering dan pecah.
Misalnya pecahnya kulit buah polong-polongan (lamtoro, kembang merak, kacang
buncis, kacang kedelai, dan sebagainya) (Gambar 13.15 B). Pecahnya kulit buah
dan terpentalnya biji sebenarnya merupakan cara tumbuhan tersebut memencarkan
alat perkembang-biakannya. Gerak higroskopis juga terjadi pada membukanya kotak
spora (sporangium) tumbuhan paku (Pteridophyta) (Gambar 13.15.C).
199
A BC
Gambar 13.14. Gerak endonom. A. Gerakan kloroplas di dalam sel daun Hydrilla.
B. Pecahnya buah saga. (https://www.shutterstock.com/image-photo/beautiful-red-black-
crabs-eye-licorice-1503847289). C. Pecahnya sporangium paku-pakuan (https://documen.site
/download/bio509-lecture-14-file_pdf )
13.3. Rangkuman
Gerak pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu gerak
esionom dan gerak endonom. Berdasarkan mekanisme yang dilakukan, gerak esionom
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gerak tropisme, taksis, dan nasti. Gerak tropisme
merupakan gerak tumbuh yang bersifat ir-reversibel dengan arah tertentu, menuju atau
meninggalkan datangnya rangsang. Berdasarkan rangsang yang memicunya, gerak
tropisme dapat dibedakan menjadi gerak fototropisme, geotropisme, hidrotropisme,
tigmotropisme, dan khemotropisme. Gerak taksis merupakan gerak pindah tempat dari
bagian tumbuhan yang arahnya ditentukan oleh arah datangnya rangsang. Berdasarkan
jenis rangsangmya, taksis dapat dibedakan menjadi fototaksis dan kemotaksis. Gerak nasti
merupakan gerak akibat tekanan turgor yang bersifat reversible dengan arah yang tidak
ditentukan oleh datangnya rangsang. Berdasarkan rangsang yang menimbulkannya, ada
beberapa macam gerak nasti, antara lain seismonasti, niktinasti, fotonasti, termonasti,
haptonasti, dan nasti kompleks. Gerak endonom adalah gerak yang disebabkan oleh
rangsang atau faktor-faktor yang berasal dari dalam tumbuhan itu sendiri.
13.4. Kuis
1. Bandingkan persamaan dan perbedaan antara gerak tropisme, taksis dan nasti
menggunakan tabel
2. Buat diagram alir yang menggambarkan tahap-tahap terjadinya gerak geotropi negatif
pada batang.
3. Jelaskan mekanisme transduksi sinyal yang menunjukkan bahwa senyawa kimia dapat
menjadi rangsang yang mengakibatkan gerak khemotaksis.
4. Rangsang sentuhan yang diberikan pada sehelai anak daun putri malu dapat
menimbulkan gerak seismonasti pada seluruh anak daun putri malu. Jelaskan mengapa
demikian.
5. Jelaskan hubungan antara ion K+ dan Cl- dalam sel pulvinus, potensial osmotik dan
tekanan turgor dengan gerak membuka menutupnya daun putri malu.
200
13.5. Tugas
Lakukan penelusuran di internet untuk memperoleh video tentang mekanisme gerak
fototropisme, haptonasti, atau gerak endonom (pilih salah satu) dari suatu jenis tumbuhan.
Kemudian susunlah narasinya secara singkat
13.6. Kegiatan Praktikum
Judul :
Gerak Fototropisme, Geotropisme, dan Nasti
Tujuan :
Mengamati gerak fototropisme, geotropisme, dan nasti; serta menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi
Kegiatan 1: Fototropisme
Alat dan Bahan :
1. 3 gelas plastik kemasan air mineral
2. 3 kardus besar dan kecil dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran gelas untuk
membuat rangkaian percobaan seperti gambar di bawah
3. benih kacang kedelai atau kacang hijau, atau yang lain
4. arang sekam
5. aluminium foil
6. air
Prosedur Kerja :
1. Pilih biji yang baik dengan cara merendamnya dalam air selama 30 menit, dan yang
tenggelam adalah biji yang baik untuk digunakan dalam percobaan ini.
2. Gelas diisi dengan arang sekam hingga 1 cm di bawah permukaan
3. Masukkan ke dalam masing-masing gelas 10 biji terpilih, kemudian buat rangkaian
seperti di bawah ini. Setiap rangkaian diberi kode A, B dan C
4. Lakukan perlakuan terhadap rangkaian tersebut sebagai berikut :
a. Rangkaian A : buat lubang pada permukaan atas kardus berbentuk lingkaran
dengan diameter 3 cm, kemudian ditutup dengan aluminium foil sehingga
cahaya hanya masuk dari lubang tersebut
201
b. Rangkaian B : buat lubang pada salah satu permukaan samping kardus berbentuk
lingkaran dengan diameter 3 cm, kemudian ditutup dengan aluminium foil
sehingga cahaya hanya masuk dari lubang tersebut
c. Rangkaian C : seperti pada B tetapi posisi lubang berbeda (silahkan dibuat
sesuai kreativitas anda)
5. Letakkan perangkat percobaan pada tempat yang terang
Pengamatan dan analisis hasil :
1. Amati setelah seminggu, catat perbedaan kecambah dari ketiga perlakuan tersebut.
2. Perhatikan arah pertumbuhan pucuk. Dokumentasikan dalam bentuk foto
202
Kegiatan 2: Geotropisme
Alat dan Bahan :
1. 3 set petridish (lengkap dengan tutup)
2. kapas, selotip transparan
3. benih jagung
4. air
Prosedur kerja :
1. Isi petridish dengan kapas sampai pada permukaan atas
2. Basahi dengan air, padatkan kapas kemudian letakkan 6 butir benih pada setiap
petridish dengan posisi mikropil yang bervariasi (atas, bawah, samping)
3. Letakkan petridish pada posisi mendatar tanpa ditutup sehingga beberapa hari
kemudian akan diperoleh kecambah dengan posisi plumula dan radikula yang
bervariasi seperti di bawah
4. Setelah plumula dan radikula masing-masing berukuran sekitar 2 cm, pilih 3
kecambah dengan posisi yang berbeda (radikula ke samping, ke bawah, dan ke atas).
Lakukan hal yang sama untuk ketiga petridish.
5. Tutuplah petridish rapat-rapat, tambahkan selotif transparan untuk menjamin
rapatnya tutup. Yakinkan kadar air dalam kapas cukup untuk beberapa hari ke depan.
6. Posisikan petridish tegak seperti gambar di bawah. Kembangkan kreativitas anda
bagaimana membuat rangkaian seperti ini.
Pengamatan dan analisis hasil :
1. Amati perubahan arah tumbuh plumula dan radikula setiap hari sampai hari ke-7
2. Gambar / foto hasil pengamatan anda setiap hari.
203
Kegiatan 3: Nasti
Alat dan Bahan:
1. Tumbuhan putri malu yang tumbuh di habitatnya
2. Pensil
3. Lampu Bunsen/korek api
4. Handphone atau alat lain yang dapat bergetar
Prosedur kerja
1. Lakukan percobaan di habitat tumbuhan putri malu
2. Sentuhkan ujung pensil pada salah satu anak daun putri malu secara perlahan.
3. Sentuhkan ujung pensil pada pangkal ibu tangkai daun. Amati perubahan yang
terjadi seperti di atas. Samakah respon yang terjadi?
4. Lakukan percobaan yang sama untuk pengaruh suhu dan getaran menggunakan nyala
api Bunsen dan handphone yang digetarkan. Dengan perlahan-lahan dekatkan
masing-masing ke daun pada jarak tertentu hingga memunculkan respon, jaga jangan
sampai menyentuh daun.
Pengamatan dan analisis hasil
1. Amati perubahan yang terjadi dalam hal:
a. lama waktu antara sentuhan dan daun mulai menutup
b. jarak maksimal antara anak daun yang disentuh dengan anak daun lain yang
memberi respon sama
c. lama waktu daun mulai membuka kembali
2. Dokumentasikan dengan video proses dan hasil pengamatan anda
204
BAB XIV
SENESENSI DAN ABSISI
14.1. Pendahuluan
Pertumbuhan tumbuhan terjadi dengan irama tertentu. Pertumbuhan mula-mula
berlangsung lambat, kemudian secara bertahap bertambah cepat sampai tercapai suatu titik
maksimum dan akhirnya menurun. Jika digambarkan dengan grafik dalam waktu tertentu
maka akan terbentuk kurva sigmoid yang berbentuk huruf S. Bentuk kurva sigmoid untuk
semua tumbuhan relatif tetap, tetapi pada tumbuhan tertentu dapat terjadi penyimpangan
sebagai akibat variasi-variasi atau perubahan di dalam lingkungan. Kurva sigmoid
menunjukkan pertumbuhan cepat pada fase vegetatif sampai titik tertentu akibat
pertambahan sel kemudian melambat dan akhirnya menurun. Fase penurunan pertumbuhan
ini disebut senesensi atau penuaan.
Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama
biasanya mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada fase
logaritmik laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju
berbanding lurus dengan ukuran organisme. Semakin besar organisme, semakin cepat
tumbuh. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase penuaan
dicirikan oleh laju pertumbuhan menurun, saat tumbuhan sudah mencapai kematangan dan
mulai mengalami senesensi.
Absisi adalah proses pada tumbuhan untuk melepaskan organ yang tidak diinginkan,
seperti daun, bunga, buah, atau organ bunga. Pengguguran daun di musim gugur di daerah
sub-tropis adalah contoh absisi yang paling jelas secara visual di alam. Manusia
memanipulasi pengguguran organ tumbuhan dalam pertanian modern untuk mencegah
penurunan buah sebelum panen mekanis di kebun. Absisi terjadi secara spesifik di zona
absisi yang dibentuk pada organ yang suatu hari akan terjadi absisi. Sistem pensinyalan
yang kompleks memulai absisi ketika tiba waktunya untuk melepaskan organ yang tidak
digunakan lagi.
Apabila kita memelihara bunga potong tentu menginginkan bunga dan daun-daunnya
tetap segar dalam waktu selama mungkin. Namun yang sering terjadi bunga dan daun cepat
layu dan gugur. Bagaimana cara memperpanjang masa segar bunga potong? Diskusikan
kasus tersebut berdasarkan konsep dan teori yang dituliskan dalam uraian materi berikut
ini.
14.2. Uraian Materi
14.2.1. Senesensi
Senesensi atau penuaan adalah suatu program perkembangan yang dicirikan dengan
menurunnya fungsi suatu organ atau seluruh tubuh tumbuhan secara alamiah hingga
mencapai kematian. Fase ini merupakan fase penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Penuaan merupakan proses kompleks yang sangat diatur,
membutuhkan ekspresi gen baru dan melibatkan interaksi banyak jalur pensinyalan.
Semua bagian tumbuhan mengalami penuaan tetapi yang paling banyak dipelajari adalah
penuaan daun.
205
1. Perubahan yang terjadi pada senesensi
Pada proses penuaan perkembangan diatur sedemikian sehingga struktur
seluler secara pelan-pelan dibongkar dan komponen terlarut dipindahkan ke bagian
lain dari tumbuhan, baik untuk penyimpanan maupun untuk mendorong
pertumbuhan lebih lanjut. Pada tumbuhan dan pohon menahun, komponen yang
dimobilisasi disimpan di akar atau batang untuk bahan pertumbuhan di tahun
berikutnya. Pada tumbuhan satu tahun, seperti gandum dan kedelai, seluruh
tumbuhan mengalami penuaan dan semua nutrisi yang dapat digunakan kembali
disimpan dalam benih.
Penuaan daun terjadi ketika daun tidak lagi berguna bagi tumbuhan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa factor sebagai berikut.
1. Tahap perkembangan tumbuhan
Saat tumbuhan memasuki tahap pembungaan dan perkembangan biji, nutrisi
di dalam daun diperlukan untuk perkembangan bunga dan biji. Dalam hal ini,
penuaan diinduksi oleh sinyal perkembangan
2. Umur daun
Daun yang berumur tua secara alamiah akan mengalami penuaan. Dalam hal
ini penuaan diinduksi oleh umur fisiologis daun.
3. Faktor lingkungan
Pertumbuhan tumbuhan yang lebat mengakibatkan daun di pangkal tumbuhan
menjadi ternaung dan potensi fotosintesisnya menurun. Daun ini setahap
demi setahap akan menua. Dalam hal ini penuaan diinduksi oleh sinyal yang
dikendalikan oleh lingkungan. Faktor lingkungan lain yang berpengaruh
terhadap penuaan adalah 1) stres lingkungan seperti keterbatasan air dan
nutrisi, 2) serangan patogen, dan 3) musim. Misalnya, pada musim gugur di
daerah sub-tropis terjadi perubahan warna yang dramatis dari pohon-pohon
yang berganti daun.
Daun yang menua akan memasuki serangkaian peristiwa terprogram yang
sangat teratur. Komponen selulernya dibongkar, didegradasi, dan dimobilisasi.
Dalam penelitian yang dilakukan pada suatu jenis tumbuhan disimpukan bahwa
lebih dari 80% nitrogen dan fosfor diperoleh kembali dari daun yang menua.
Biasanya daun dipertahankan dalam keadaan hidup sampai mobilisasi selesai.
Penuaan dapat dibalik jika prosesnya belum melampaui tahap tertentu. Kloroplas
dapat diinduksi untuk hijau kembali dan memulai fotosintesis lagi.
Hilangnya klorofil dengan gejala menguningnya daun adalah tanda penuaan
yang paling jelas. Dalam beberapa spesies sintesis tambahan antosianin selama
penuaan menghasilkan warna jingga, merah dan bahkan ungu yang menyolok.
Sintesis antosianin oleh spesies tertentu ternyata penting untuk melindungi daun dari
kerusakan fotooksidatif dan mempertahankan viabilitas saat penuaan berlangsung.
Seringkali daun tidak menua secara merata; ujung dan tepi biasanya menunjukkan
tanda-tanda penuaan yang pertama. Area di sekitar jaringan pembuluh angkut dan
bagian yang terdekat dengan pembuluh angkut mengalami penuaan yang terakhir.
Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan lebih panjang untuk melakukan
mobilisasi nutrisi secara maksimum.
206
2. Mekanisme penuaan
Mekanisme yang terjadi pada penuaan dapat dibedakan menjadi beberapa
level, yaitu sel, jaringan, organ, dan organisme tanaman secara keseluruhan.
a. Mekanisme pada level sel
Pada level sel terjadi perubahan membran, organela dan aktivitas biokimia.
Perubahan membran
Perubahan yang terjadi pada membran sel meliputi tiga hal, yaitu 1)
perubahan fase lipid, 2) degradasi dan peroksidasi lipid, dan 3) degradasi
dan pelarutan membran. Fase lipid yang semula bersifat liquid crystalline
menjadi solid crystalline yang keras dan tidak fleksibel. Sintesis lipid
berkurang, sebaliknya penguraian lipid oleh lipase bertambah. Pada
akhirnya membrane akan pecah dan terjadi ketidakseimbangan ion serta
gangguan metabolism.
Perubahan organela
Perubahan yang terjadi pada organela meliputi 1) jumlah ribosom dan
retikulum endoplasma kasar menurun, 2) kloroplas pecah, 3) krista
mitochondria membengkak, dan 4) vakuola pecah. Di dalam kloroplas
terjadi kerusakan struktur tilakoid, terbentuk plastoglobuli (globula elektron
yang padat), dan penguraian klorofil sehingga kloroplas tidak dapat
melakukan fungsinya sebagai tempat fotosintesis. Krista mitokhondria yang
membengkak akan mengganggu aktivitas respirasi; sedangkan pecahnya
vakuola mengakibatkan autophagy yaitu sitoplasma dan organel diambil
oleh vakuola untuk didegradasi. Selain itu juga terjadi degradasi protein
penyusun sel.
Perubahan aktivitas biokimia
Terjadi penurunan aktivitas enzim khususnya enzim rubisco, penurunan
transport photoelektron dan fotofosforilasi
b. Mekanisme pada level jaringan
Asam amino yang dilepaskan oleh degradasi protein dimobilisasi dan diangkut
melalui floem ke jaringan-jaringan lain. Asam amino glutamin dan asparagin
melepaskan nitrogen berharga dan mineral lainnya untuk dimobilisasi melalui
phloem pula. Selain itu stomata juga mengalami penurunan fungsi karena
gangguan pada organela yang terjadi pada sel penjaga.
c. Mekanisme pada level organ
Pada level organ, daun atau organ lain tampak menguning dan layu.
d. Mekanisme pada level organisme
Jika penuaan terjadi pada seluruh organ dari suatu organisme maka organisme
tersebut dapat mengalami kematian secara bertahap.
3. Ekspresi gen dan regulasi hormonal selama penuaan
Penuaan adalah proses aktif yang membutuhkan gen baru untuk ditranskripsi
dan protein baru untuk disintesis. Dengan menggunakan berbagai teknik molekuler
yang berpuncak pada analisis microarray, ratusan gen yang terlibat dalam penuaan
207
telah diidentifikasi. Gen-gen tersebut berfungsi sebagai penyandi protein yang
memiliki peran dalam proses penuaan. Namun, fungsi sebenarnya dari sebagian
besar gen ini masih menjadi misteri.
Eksperimen microarray menggunakan probe gen tanaman Arabidopsis dan
RNA yang diisolasi dari daun Arabidopsis hijau dan telah tua menunjukkan bahwa
setidaknya 800 gen meningkat ekspresinya selama penuaan dan kira-kira dalam
jumlah yang sama diturunkan regulasinya. Ini menggambarkan aktivitas regulasi
yang cukup besar dalam proses penuaan. Misalnya, di antara gen yang diregulasi, ada
sekitar 80 faktor transkripsi yang diduga aktif. Selain itu, ada banyak gen yang
mengkode fungsi degradatif, yaitu protease, nuklease, dan enzim degradasi lipid.
Eksperimen microarray baru-baru ini membandingkan penuaan akibat perkembangan
dengan penuaan yang diinduksi secara artifisial. Hasilnya menunjukkan banyak
persamaan umum di antara keduanya tetapi juga beberapa perbedaan yang signifikan.
Misalnya, jalur pensinyalan yang melibatkan hormon asam salisilat berperan penting
dalam penuaan akibat perkembangan tetapi tidak diaktifkan dalam penuaan yang
diinduksi secara artifisial.
Beberapa hormon tumbuhan terlibat dalam mengendalikan penuaan daun.
Jenis hormon tersebut berbeda-beda antar spesies. Namun secara umum, sitokinin
dipandang sebagai pengatur negatif penuaan karena aplikasi sitokinin pada daun
menunda timbulnya penuaan. Hormon lain yang mempunyai peran potensial dalam
induksi penuaan adalah etilen, asam salisilat dan asam jasmonat. Kadar ketiga
hormon ini meningkat selama penuaan. Namun, peran dan pentingnya masing-
masing dalam proses penuaan belum jelas
4. Jenis-jenis senesensi
Senesensi yang terjadi pada tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam
sebagai berikut.
a. Over all senescence
Over all senescence merupakan penuaan yang terjadi pada seluruh organ
tumbuhan. Penuaan ini mengakibatkan tumbuhan mati dan mengakhiri siklus
hidupnya (Gambar 14.1). Jenis penuaan ini misalnya terjadi pada tumbuhan
annual dan biennial setelah membentuk organ reproduktif.
AB
Gambar 14.1. Contoh tumbuhan yang mengalami penuaan menyeluruh.
A. Jagung. B. bunga marigold
b. Top senescence.
208
Top senescence adalah penuaan yang terjadi pada organ-organ di atas
permukaan tanah, yaitu batang dan daun. Akar dan organ-organ di bawah
permukaan tanah tetap hidup. Misalnya terjadi pada rumput di musim kemarau
yang tampak mengering, namun sebenarnya organ di bawah tanah masih hidup.
Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya kembali daun-daun pada musim
penghujan (Gambar 14.2).
AB
Gambar 14.2. Contoh tumbuhan yang mengalami top senescence.
A. Rumput yang menua pada organ batang dan daun pada musim kemarau.
B. Rumput segar kembali pada musim penghujan.
c. Deciduous senescence
Deciduous senescence adalah penuaan yang terjadi pada seluruh daun.
Tumbuhan menggugurkan seluruh daun-daunnya, sedangkan batang dan ranting
tetap hidup. Contohnya antara lain pada daun jati yang menggugurkan daun pada
musim kemarau, musim panas atau dingin.
Gambar 14.3. Contoh tumbuhan yang mengalami deciduous senescence.
d. Progressive senescence
Progressive senescence adalah penuaan yang terjadi pada daun-daun tua,
sedangkan daun-daun muda dan organ lain masih tetap hidup. Organ-organ
muda akan tumbuh pada saat organ tua mengalami senesensi. Hal ini terjadi
pada hampir semua jenis tumbuhan.
209
Gambar 14.4. Contoh tumbuhan yang mengalami progressive senescence
14.2.2. Absisi
Absisi adalah proses tumbuhan melepaskan organ sebagai respons terhadap sinyal
perkembangan, lingkungan, atau serangan patogen. Absisi dapat terjadi pada sebagian
besar organ tumbuhan seperti daun, bunga, kelopak, mahkota, dan buah.
Absisi terjadi secara khusus pada area yang disebut zona absisi (ZA), yaitu
beberapa lapisan sel yang terdiri atas sel-sel kecil yang terletak di pangkal atau batas
organ dengan tubuh utama tumbuhan. Sel-sel ZA dapat dibedakan secara morfologis,
sitologis dan fisiologis dari sel-sel di sekitarnya. Sel-sel penyusun ZA dicirikan oleh
sitoplasma yang padat, terjadi endoreduplikasi DNA inti, peningkatan badan mikro,
invaginasi membran plasma dan tidak adanya dinding sel sekunder. Selain itu terdapat
pembengkakan sel pada sisi proksimal atau distal. Zona absisi telah tampak sejak awal
proses perkembangan dalam bentuk seperti pita pada organ yang nantinya akan
mengalami absisi. Sel-sel ZA berdiferensiasi selama pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan, dan kehilangan kapasitas untuk membesar. Sel-sel tersebut menjadi penuh
vakuola dan terhenti perkembangannya, sementara sel-sel di sekitarnya membesar dan
matang secara normal. Setelah absisi dipicu, sel-sel ZA mengembang dan lamela tengah
(lapisan pektin yang merekatkan dua sel bersama-sama) dilarutkan oleh enzim hidrolitik,
sehingga memungkinkan terjadinya pemisahan sel-sel. Setelah absisi terjadi, lapisan
epidermis terbentuk di atas 'bekas luka' absisi.
Jumlah lapisan sel yang membentuk ZA bersifat tetap untuk organ tertentu dalam
suatu spesies, tetapi dapat bervariasi antar spesies. Misalnya pada bunga tomat ZA terdiri
atas 3-4 lapisan sel, sedangkan pada Sambucus nigra tersusun atas sekitar 50 lapisan sel.
Sel-sel ZA setelah berdiferensiasi menjadi kompeten untuk merespon stimulus yang
sesuai.
210
Gambar 14.5. Zona absisi pada pangkal tangkai daun (https://www.quora.com/Why-do-
leaves-of-trees-turn-yellow-before-falling)
1. Tahap-tahap absisi
Proses absisi dapat dibagi menjadi empat tahap (Gambar 14.6) sebagai berikut.
a. Diferensiasi ZA
Merupakan fase diferensiasi sel membentuk ZA. Untuk ini diperlukan sinyal
tertentu. Sinyal yang diterima berupa faktor internal (yaitu perkembangan) atau
faktor eksternal (yaitu kondisi lingkungan, stres abiotik, dan stres biotik). Sinyal
ini kemudian ditransduksi menuju ke inti sel untuk mengaktifkan ekspresi
beberapa gen tertentu.
b. Kompetensi untuk merespon sinyal etilen
Merupakan regulasi hormonal dan ekspresi beberapa gen yang responsif
terhadap sinyal absisi. Pada tahap ini auksin menurun, sebaliknya terjadi
biosintesis etilen. Gen-gen yang terekspresi pada tahap ini adalah beberapa agen
pengendali pembentukan protein komponen enzim pengurai dinding sel seperti
selulase, poligalakturonase, hemiselulase, dan lain-lain.
c. Aktivasi dan eksekusi terjadinya absisi
Terjadi pembentukan enzim pengurai dinding sel sehinga akan mengakibatkan
pelenturan dan peleburan lamela tengah. Akibatnya terjadi pelonggaran sel-sel
ZA satu sama lain. Selanjutnya terjadi pengambilan air, pemanjangan dan
penggembungan sel-sel ZA, sintesis daerah pemisahan dan akhirnya organ akan
gugur.
d. Diferensiasi lapisan pelindung
Pada tahap akhir terjadi sintesis lapisan pelindung yang lebih kaku sehingga
‘bekas luka’ absisi tertutupi.
211
Gambar 14.6. Tahap-tahap terjadinya absisi (https://www.semanticscholar.org/paper/Re-
evaluation-of-the-ethylene-dependent-and-in-the-Meir-Philosoph-
Hadas/d4910ad7f83cc3499efc48fcb4183d07a1a7dea8)
Agar proses absisi terjadi, semua sel pada ZA mengalami kerusakan dinding
bersama-sama. Etilen mempercepat absisi, sedangkan auksin (IAA) memperlambat
proses tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan antara etilen
dan auksin di ZA penting dalam mengatur waktu dan posisi absisi. Absisi kelopak
umumnya terjadi lebih cepat daripada absisi daun dan bunga. Misalnya, kelopak
geranium gugur hanya setelah 1-2 jam aplikasi etilen, sementara sebagian besar daun
gugur dalam 24-48 jam setelah perlakuan etilen. Pada absisi daun terdapat fase
penurunan auksin secara bertahap yang bersamaan dengan peningkatan bertahap
dalam sensitivitas terhadap etilen. Dalam kelopak, penurunan auksin terjadi lebih
cepat atau auksin mungkin tidak berperan sama sekali dalam perlambatan absisi
kelopak.
2. Peran absisi dalam kehidupan tumbuhan
Meskipun tampaknya absisi berkonotasi negatif terhadap pertumbuhan
tumbuhan, namun proses tersebut mempunyai beberapa peran antara lain sebagai
berikut.
a. Menentukan bentuk tajuk
Tumbuhan mempunyai bentuk tajuk tertentu akibat keseimbangan antara proses
pertumbuhan dan absisi daun. Jika tidak terjadi absisi, daun-daun tua tetap akan
menempel pada batang tumbuhan dan menjadikan bentuk tajuk yang tidak
proporsional.
b. Memungkinkan penetrasi cahaya yang optimal pada semua daun
Daun tua yang tidak digugurkan akan merintangi masuknya cahaya ke daun-daun
lain yang terletak di bawahnya.
c. Memungkinkan terjadinya pemencaran buah dan biji
Pemencaran buah yang berisi biji tentunya hanya dapat terjadi bila buah
mengalami absisi. Jika buah tidak mengalami absisi maka akan menghilangkan
212
kesempatan pemencaran biji dan proses perkembangbiakan manjadi sangat
terhambat.
d. Menghemat energi.
e. Dengan kehilangan daun di musim gugur, tanaman menghemat energi yang
dibutuhkan untuk menjaga kehidupan.
f. Meningkatkan pertahanan terhadap penyakit.
Tumbuhan sering melakukan absisi terhadap organ-organ yang terserang penyakit.
Hal ini sebagai respons pertahanan untuk meninggalkan patogen pada organ yang
absisi, sehingga tidak menular pada organ lain dan memberikan waktu kepada
tumbuhan untuk mempersiapkan respon pertahanan yang lebih komprehensif.
g. Mengurangi beban transpirasi
Jika tidak terjadi absisi, daun-daun tua yang masih tetap menempel pada
tumbuhan induk akhirnya membusuk dan mengundang penyakit. Selain itu, pohon
tanpa atau sedikit daun memiliki lebih sedikit area permukaan transpirasi.
3. Faktor-faktor terjadinya absisi
Ada berbagai factor yang mempengaruhi terjadinya absisi. Berdasarkan asalnya
faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor internal
dan eksternal.
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor pemicu absisi yang berasal dari dalam
tumbuhan tumbuhan. Faktor-faktor ini antara lain berupa senesensi, polinasi, dan
pematangan buah. Absisi sering dikaitkan dengan penuaan karena keduanya
dipicu oleh aspek-aspek perkembangan yang sama. Namun, perbedaan proses
keduanya dapat dibedakan. Penuaan berhubungan dengan kematian suatu
organisme atau sebagian darinya, sedangkan absisi melibatkan pelepasan organ
tua atau sakit dan sering terjadi sebagai akibat dari penuaan. Ada sejumlah contoh
di mana absisi terjadi tanpa adanya penuaan dan sebaliknya. Misalnya, terjadi
karena polinasi dan pembuahan. Polinasi yang terjadi pada kepala putik akan
memicu absisi mahkota dan kelopak bunga pada sebagian besar spesies tumbuhan.
Demikian pula pematangan buah akan mendorong terjadinya absisi buah tersebut.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor pemicu absisi yang berasal dari luar tubuh
tumbuhan. Faktor-faktor ini meliputi cekaman kekeringan, intensitas cahaya
rendah, kekurangan mineral dan nutrisi, serta serangan patogen. Kondisi cekaman
lain yang dapat menyebabkan absisi adalah cekaman garam dan suhu ekstrem
sebagai akibat dari penurunan pertumbuhan dan kekuatan tanaman.
Tekanan invasif yang diakibatkan oleh luka atau patogen juga dapat memicu
terjadinya absisi. Luka yang disebabkan oleh pemakanan herbivora atau
kerusakan mekanis lainnya dapat memberi peluang masuknya pathogen. Tanaman
merespons dengan menginduksi penyembuhan luka dan pencegahan invasi
patogen. Hal ini disebabkan oleh penguatan dinding sel melalui pengendapan
glikoprotein yang kaya callose, lignin dan hidroksiprolin; sintesis senyawa
antimikroba seperti phytoalexins; dan produksi inhibitor proteinase (PIN) dan
protein terkait patogenesis (PR) seperti kitinase dan endo-β-1,3-glukanase. Jika
213
respon pertahanan tidak berhasil dan invasi patogen terjadi, maka tanaman akan
melepaskan organ yang terinfeksi, dalam rangka untuk mencegah penyebaran
infeksi ke seluruh tanaman dan tetangganya.
14.3. Rangkuman
Senesensi atau penuaan organ merupakan tahap akhir perkembangan suatu organ.
Mekanisme senesensi terjadi pada level sel, jaringan, organ, dan organisme. Pada level sel
senesensi ditunjukkan dalam bentuk perubahan membrane organela, dan aktivitas
biokimia. Penuaan adalah proses aktif yang membutuhkan gen baru untuk ditranskripsi dan
protein baru untuk disintesis. Ada ratusan gen yang terlibat dalam proses ini. Senesensi
dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu over all senescence, top senescence,
deciduous senescence, dan progressive senescence.
Absisi adalah proses tumbuhan melepaskan organ sebagai respons terhadap sinyal
perkembangan, lingkungan, atau serangan patogen. Absisi dapat terjadi pada sebagian
besar organ tumbuhan seperti daun, bunga, kelopak, mahkota, dan buah. Absisi terjadi
secara khusus pada area yang disebut zona absisi. Absisi mempunyai fungsi 1) menentukan
bentuk tajuk, 2) memungkinkan penetrasi cahaya yang optimal pada semua daun, 3)
memungkinkan terjadinya pemencaran buah dan biji, 4) menghemat energi, 5)
meningkatkan pertahanan terhadap penyakit, dan mengurangi beban transpirasi. Absisi
dapat diakibatkan oleh faktor internal dan eksternal.
14.4. Kuis
1. Jelaskan perbedaan dan hubungan antara senesensi dan absisi.
2. Jelaskan menggunakan diagram alir tahap-tahap terjadinya senesensi
3. Jelaskan jika membran sel mengalami kebocoran akan dapat menyebabkan
senesensi.
4. Jelaskan bagaimana absisi dapat mengakibatkan tumbuhan menjadi tahan terhadap
serangan pathogen.
5. Jelaskan dengan gambar proses terjadinya absisi.
14.5. Tugas
Lakukan penelusuran di internet untuk memperoleh video tentang mekanisme
senesensi atau absisi (pilih salah satu) dari suatu organ tumbuhan. Kemudian susunlah
narasinya secara singkat.
14.6. Kegiatan Praktikum
Judul :
Peranan Hormone Dalam Senesensi
Tujuan :
Mengetahui peran beberapa hormon macam fitohormon terhadap kandungan khlorofil
Alat dan bahan :
1. Spektrofotometer
214
2. Cawan petri
3. Pelubang gabus diameter 1,0 cm
4. Larutan GA3, NAA/ IBA, kinetin (BAP), masing-masing 0,05; 0,5 dan 5 ppm.
Prosedur kerja :
1. Ambil daun dewasa suatu tumbuhan yang terkena cahaya penuh
2. Buatlah 100 potongan daun dengan pelubang gabus diameter 1,0 cm
3. Simpan potongan daun dalam botol yang dilapisi kertas saring basah
4. Siapkan 10 buah petri yang dilapisi kertas saring, dan berilah perlakuan berikut :
a. 3 cawan ditetesi 1 ml larutan GA masing-masing dengan konsentrasi 0,05; 0,5
dan 5 ppm
b. 3 cawan ditetesi 1 ml IAA/NAA/IBA) masing-masing dengan konsentrasi 0,05;
0,5 dan 5 ppm
c. 3 cawan ditetesi 1 ml kinetin (BAP) masing-masing dengan konsentrasi 0,05; 0,5
dan 5 ppm
d. 1 cawan ditetesi 1 ml akuades
5. Ke dalam semua cawan tersebut masukkan 10 potong daun yang telah disiapkan.
6. Tutup cawan petri dan bungkuslah dengan kertas saring yang dibasahi.
7. Selanjutnya, simpanlah cawan tersebut di tempat gelap
8. Biarkan selama 3 - 4 hari, kemudian amati perubahan morofologi daun yang terjadi
9. Tentukan kadar khlorofil dengan cara sebagai berikut.
a. Ambil 1 gram daun lalu ekstraklah dengan aceton 80 % (ethanol 96 %) dengan
cawan porselin.
b. Saring filtratnya, tambahkan aceton sampai ekstrak 100 ml.
c. Lakukan pengukuran absorbansi masing-masing filtrat dengan spektrofotometer
UV, pada panjang gelombang sbb :
= Dengan aceton : 645 dan 663 nm
= Dengan ethanol : 649 dan 665 nm
d. Hitunglah kandungan klorofil a, b dan total
Pengamatan dan analisis hasil :
1. Catat hasil pengamatan dengan tabel
2. Buatlah grafik laju penurunan klorofil pada ketiga perlakuan jenis hormon.
3. Pada perlakuan mana kadar klorofil tidak banyak turun ?
4. Hormon apa yang berperan menghambat laju penurunan klorofil daun tersebut ?
5. Jelaskan hubungan antara kadar khlorofil dengan senesensi.
6. Kesimpulan apakah yang dapat dinyatakan dari percobaan ini?
215
DAFTAR PUSTAKA
Almeida M, Graner, EM, Brondani, GE, Oliveira, LS, Artioli, FA, Almeida, LV, Leone, GF
Baccarin, FJB, Antonelli, PO, Cordeiro, GM, Javier, GP, Oberschelp, KDP &
Piotto 2015, Plant morphogenesis: theorical bases, Advances in Forestry Science,
2 (1), 13-22.
Buchanan-Wollaston, V 2007, Senescence in Plants, Encyclopedia of Life Sciences, John
Wiley & Sons, Ltd.
Chambel, 20005, Biology, Benyamin Publisching :
Jain V.K. 2004. Fundamentals of Plant Physiology. S.Chand & Company Ltd. : Ram
Nagar, New Delhi-110055
Liscum, E, Askinosie, SK, Leuchtman, DL, Morrow, J, Willenburg, KT & Coatsa, DR
2014, Phototropism: Growing towards an Understanding of Plant Movement, The
Plant Cell 26, 38–55.
Moore C. Thomas. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormone. Springer Verlag :
New York
Patharkar, OR & Walker, JC 2018, Review: Advances in abscission signaling, Journal of
Experimental Botany, 69 (4),733–740.
Pessarakli, M (ed) 2021, Handbook of Plant and Crop Physiology, 4th edition, CRC Press,
London.
Salisbury B. Frank and Cleon W. Ross. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing
Company : Belmont California
Sasmitamihardja Dardjat dan Arbaya H. Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Proyek
Pendidikan Tenaga Akademik Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Depdikbud :Jakarta
Soltis, DE , Chanderbali, AS , Kim, S , Buzgo, M & Soltis, PS 2007, The ABC Model and
Its Applicability to Basal Angiosperms, Annals of Botany, 100, 155–163.
Sudjatha, W & Wisaniyasa, NW 2017, Fisiologi dan Teknologi Pascapanen (Buah dan
Sayuran), Udayana University Press, Denpasar.
Sutoyo 2011, Fotoperiode dan pembungaan tanaman, Buana Sains, 11 (2), 137-144.
Taiz, L & Zeiger 2012, Plant Physiology, 5th edition, Sinauer Associates Inc., Publishers
Sunderland, Massachusetts U.S.A.
Taylor JE & Whitelaw, CA 2001, Signals in abscission, New Phytologist, 151, 323–339.
Tripathi SK, Sane, AP, Nath, P & Tuteja, N 2008, Organ abscission in plants: Understanding
the process through transgenic approaches, A Transgenic Approach in Plant
Biochemistry and Physiology, 155-180.
216