Gambar 5.6. Biosintesis klorofil (Taiz & Zeiger, 2012).
Sebagai pigmen utama fotosintesis, maka perlu dibahas lebih detail tentang
klorofil, terutama tentang reaksi pembentukannya. Ringkasan dari reaksi pembentukan
ini ada pada gambar 5.6. Jalur biosintesis klorofil terdiri dari 4 fase. Fase pertama
adalah pembentukan porfobilinogen yang merupakan cincin pembentuk rangka klorofil.
Fase ini dimulai dengan pengubahan asam glutamat menjadi asam 5-aminolevulinat
(ALA). Dua molekul ALA terkondensasi membentuk porfobilinogen (PBG). Pada fase
kedua terjadi rangkaian cincin dasar dimana 4 molekul PBG saling berhubungan untuk
86
membentuk protoporfirin IX. Fase ketiga adalah pembentukan klorofilidae a. fase ini
dimulai dengan masuknya magnesium (Mg) ke rangka, yang diikuti dengan masuknya
cincin E. Fase ketiga diakhir dengan konformasi kompleks berupa reduksi cincin D
membentuk klorofilidae a. Pembentukan klorofilidae a ini bergantung pada cahaya.
Pada tahap terakhir, terjadi perubahan gugus karboksil sehingga terjadi pelekatan ekor
fitol yang dalam contoh pada gambar membentuk klorofil a.
5.2.2. Tahap-Tahap Fotosintesis
Tahap fotosintesis dibedakan menjadi 2 yaitu tahapan yang tergantung dengan
cahaya (reaksi terang) dan tahapan yang tidak tergantung dengan cahaya (reaksi gelap).
Reaksi terang terjadi di membran tilakoid, sementara reaksi gelap terjadi di stroma.
Reaksi terang membutuhkan cahaya dan mengubah H2O menjadi O2, sementara reaksi
gelap mengubah CO2 menjadi gula.
Gambar 5.7. Ringkasan reaksi fotosintesis
(https://en.wikiversity.org/wiki/File:The_light_reactions_and_the_Calvin_Cycle.png).
1. Reaksi terang
a. Konsep dasar reaksi terang
Banyak pigmen yang berfungsi sebagai antena, mengumpulkan cahaya dan
mentransfer energinya ke pusat reaksi, di mana reaksi kimia menyimpan
sebagian energi dengan mentransfer elektron dari pigmen klorofil ke molekul
akseptor elektron. Donor elektron kemudian mereduksi klorofil lagi (fase
transfer energi). Pemindahan energi dalam antena adalah fenomena fisik murni
dan tidak melibatkan perubahan kimia (fasse transfer elektron). Konversi energi
dari satu bentuk ke bentuk lain ini merupakan proses kompleks yang bergantung
pada kerja sama antara banyak molekul pigmen dan sekelompok protein transfer
elektron (Gambar 5.8).
87
Gambar 5.8. Konsep dasar transfer energi dan elektron pada fotosintesis (Taiz
& Zeiger, 2012).
Penyaluran reaksi dari kompleks antenna ke pusat reaksi terjadi
sebagaimana Gambar 5.9. Gambar A menunjukkan kebutuhan energi yang
dibutuhkan untuk suatu pigmen mengalami eksitasi. Energi keadaan tereksitasi
pigmen meningkat dengan jarak dari pusat reaksi, dimana pigmen yang lebih
dekat ke pusat reaksi memiliki energi yang lebih rendah daripada yang lebih
jauh dari pusat reaksi. Gradien energi ini memastikan bahwa transfer eksitasi
menuju pusat reaksi secara energetik menguntungkan dan transfer kembali
eksitasi itu ke bagian periferal antena secara energetik tidak menguntungkan.
Gambar B menunjukkan bahwa keadaan tereksitasi suatu molekul terjadi karena
ada absorpsi foton. Sebagian energi hilang sebagai panas ke lingkungan ketika
terjadi transfer eksitasi. Namun, dalam kondisi optimal hampir semua eksitasi
yang diserap dalam kompleks antena dapat dikirim ke pusat reaksi. Energi status
eksitasi pusat reaksi selanjutnya dapat disimpan.
Gambar 5.9. Penyaluran reaksi dari kompleks antenna ke pusat reaksi. Tanda
bintang menunjukkan keadaan tereksitasi (Taiz & Zeiger, 2012).
88
b. Skema reaksi terang
Gambar 5.10. Skema reaksi terang (Taiz & Zeiger, 2012)
Skema reaksi terang sebagaimana gambar 5.10 bisa dideskripsikan dalam
beberapa tahap. Dalam hal ini, pembawa redoks ditempatkan pada titik tengah
potensial redoksnya (pada pH 7). (1) Panah vertikal mewakili penyerapan foton
oleh klorofil pusat reaksi: P680 untuk fotosistem II (PSII) dan P700 untuk
fotosistem I (PSI). Klorofil pusat reaksi PSII yang tereksitasi, P680*,
mentransfer elektron ke pheophytin (Pheo). (2) Di sisi pengoksidasi PSII (di
sebelah kiri tanda panah bergabung P680 dengan P680*), P680 yang dioksidasi
oleh cahaya direduksi kembali oleh Yz , yang telah menerima elektron dari
oksidasi air. (3) Pada sisi pereduksi PSII (di sebelah kanan tanda panah yang
menghubungkan P680 dengan P680*), pheophytin mentransfer elektron ke
akseptor QA dan QB, yaitu plastoquinone. (4) Kompleks sitokrom b6 f
mentransfer elektron ke plastosianin (PC), protein larut, yang selanjutnya
mereduksi P700+ (P700 teroksidasi). (5) Akseptor elektron dari P700* (A0)
dianggap klorofil, dan akseptor berikutnya (A1) adalah kuinon. Serangkaian
protein besi-sulfur terikat membran (FeSX, FeSA, dan FeSB) mentransfer
elektron ke ferredoxin (Fd) terlarut. (6) Flavoprotein ferredoxin-NADP
reductase (FNR) yang larut mereduksi NADP+ menjadi NADPH, yang
digunakan dalam siklus Calvin untuk mereduksi CO2.
Skema diatas menunjukkan bahwasanya reaksi terang terjadi pada 2
fotosistem, yaitu fotosistem I dan II. Reaksi pada fotosistem II diawali dengan
masuknya cahaya matahari pada PS II, sehingga tereksitasi dan menyebabkan
muatan menjadi tidak stabil. Untuk menstabilkan kembali, PS II akan
mengambil elektron dari molekul H2O yang ada disekitarnya. Molekul air akan
dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang bertindak sebagai enzim.Hal ini akan
mengakibatkan pelepasan H+ di lumen tilakoid. Dengan menggunakan elektron
dari air, selanjutnya PS II akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH2.
89
Plastokuinon merupakan molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid
bilayer tilakoid. Plastokuinon ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu
pompa H+ yang disebut sitokrom b6-f kompleks. Reaksi keseluruhan yang
terjadi di PS II adalah :
2H2O + 4 foton + 2PQ + 4H- → 4H++ O2 + 2PQH2
Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke
PS I dengan mengoksidasi PQH2 dan mereduksi protein kecil yang sangat
mudah bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC).
Kejadian ini juga menyebabkan terjadinya pompa H+ dari stroma ke membran
tilakoid. Reaksi yang terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah :
2PQH2 + 4PC(Cu2+) → 2PQ + 4PC(Cu+) + 4 H+ (lumen)
Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I.
Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tetapi mengandung
kompleks inti terpisahkan, yang menerima elektron yang berasal dari H2O
melalui kompleks inti PS II lebih dahulu. Sebagai sistem yang bergantung pada
cahaya, PS I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan
elektron ke protein Fe-S larut yang disebut feredoksin. Reaksi keseluruhan pada
PS I adalah :
Cahaya + 4PC(Cu+) + 4Fd(Fe3+) → 4PC(Cu2+) + 4Fd(Fe2+)
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir
pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP+ dan membentuk NADPH.
Reaksi ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP+ reduktase.
Reaksinya adalah :
4Fd (Fe2+) + 2NADP++ 2H+ → 4Fd (Fe3+) + 2NADPH
Ion H+ yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke
dalam ATP sintase. ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP
dengan pengangkutan elektron dan H+ melintasi membran tilakoid. Masuknya
H+ pada ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan
fosfat anorganik (Pi) menjadi ATP. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi
terang adalah sebagai berikut:
Sinar + ADP + Pi + NADP++ 2H2O → ATP + NADPH + 3H++ O2
Gambar 5.11. menunjukkan keberadaan 4 protein yang terlibat pada
mekanisme transfer elektron dan proton skema fotosintesis. Protein-protein
tersebut ditemukan pada membran tilakoid kloroplas. Air dioksidasi dan proton
dilepaskan ke lumen oleh PSII. PSI mereduksi NADP+ menjadi NADPH di
90
dalam stroma, melalui aksi ferredoxin (Fd) dan flavoprotein ferredoxin-NADP
reductase (FNR). Proton juga diangkut ke dalam lumen oleh aksi kompleks
sitokrom b6 f dan berkontribusi pada gradien proton elektrokimia. Proton-proton
ini kemudian harus berdifusi ke enzim ATP sintase, di mana difusinya menuruni
gradien potensial elektrokimia digunakan untuk mensintesis ATP di stroma.
Reduksi plastoquinone (PQH2) dan plastocyanin mentransfer elektron ke
sitokrom b6 f dan ke PSI.
Gambar 5.11. Transfer proton dan elektron yang terjadi pada protein di membran tilakoid
kloroplas. Garis putus-putus mewakili transfer elektron; garis padat mewakili gerakan
proton (Taiz & Zeiger, 2012).
Gambar 5.12. menunjukkan kemiripan mekanisme respirasi pada bakteri fotosintetik,
serta fotosintesis dan respirasi tumbuhan. Pada ketiga mekanisme, aliran elektron berjalan
bersama translokasi proton, sehingga muncul gaya gerak proton transmembran. Energi
pada gaya gerak proton kemudian digunakan untuk sintesis ATP oleh ATP sintase.
Gambar A menunjukkan pusat reaksi (RC) pada bakteri fotosintetik ungu melakukan
aliran elektron siklik, menghasilkan potensial proton oleh aksi kompleks sitokrom bc1.
Pada gambar B, kloroplas melakukan aliran elektron non-siklik, mengoksidasi air dan
mereduksi NADP+. Proton diproduksi oleh oksidasi air dan oksidasi PQH2 (Q) oleh
kompleks sitokrom b6 f. Pada gambar C, mitokondria mengoksidasi NADH menjadi
NAD+ dan mereduksi oksigen ke air. Proton dipompa oleh enzim NADH dehidrogenase,
kompleks sitokrom bc1, dan sitokrom oksidase. Sintase ATP dalam ketiga sistem sangat
mirip dalam struktur.
91
Gambar 5.12. Mekanisme transfer proton elektron pada fotosintesis memiliki kemiripan
dengan respirasi pada bakteri ungu dan tumbuhan (Taiz & Zeiger, 2012).
2. Reaksi gelap
a. Skema reaksi
Reaksi gelap adalah reaksi fotosintesis yang terjadi pada stroma kloroplas.
Reaksi gelap seperti namanya, tidak membutuhkan cahaya dalam prosesnya, dan
tentunya tidak menggunakan pigmen klorofil juga, karena klorofil merupakan
pigmen penangkap cahaya. Reaksi gelap terjadi pada stroma. Reaksi gelap ini
terdiri dari sebagai siklus Calvin dan sintesis karbohidrat.
Siklus Calvin sebagaimana gambar 5.13 berlangsung dalam tiga tahap: (1)
karboksilasi, di mana CO2 terikat secara kovalen dengan kerangka karbon; (2)
92
reduksi, di mana karbohidrat dibentuk dengan mengorbankan ATP yang
diturunkan secara fotokimia dan ekuivalen pereduksi dalam bentuk NADPH;
dan (3) regenerasi, di mana akseptor CO2 ribulosa1,5-bifosfat terbentuk
kembali.
Gambar 5.13. Siklus Calvin (Taiz & Zeiger, 2012).
Mekanisme siklus Calvin yang lebih rinci ada pada gambar 5.14. Inti dari mekanisme
tersebut adalah karboksilasi tiga molekul ribulosa-1,5-bifosfat mengarah pada sintesis bersih
satu molekul gliseraldehida-3-fosfat dan regenerasi tiga molekul bahan awal. Proses ini dimulai
dan diakhiri dengan tiga molekul ribulosa-1,5-bifosfat, yang mencerminkan sifat siklik dari
jalur tersebut. 3 kotak yang ada para mekanisme tersebut menunjukkan 3 tahap dari siklus
Calvin. Tahap karboksilasi menunjukkan pentingnya enzim rubisco untuk menambat CO2 dan
H2O sehingga ribulosa-1,5-bifosfat dapat membentuk 3-fosfogliserat. Tahap reduksi
menyebabkan 3-fosfogliserat membentuk gliseraldehida-3-fosfat yang nantinya akan bereaksi
membentuk karbohidrat. Tahap regenerasi menunjukkan banyak alternatif yang mana
gliseraldehida-3-fosfat dapat membentu ribulosa-1,5-bifosfat kembali.
93
Gambar 5.14. Detail reaksi siklus Calvin (Taiz & Zeiger, 2012).
Mekanisme selanjutnya adalah sintesis karbohidrat. Sintesis pati dan
sukrosa adalah proses bersaing yang terjadi di kloroplas dan sitosol, masing-
masing. Ketika konsentrasi Pi sitosol tinggi, kloroplas triosa fosfat diekspor ke
sitosol melalui Pi untuk ditukar dengan Pi, dan sukrosa disintesis. Ketika
konsentrasi Pi sitosol rendah, triosa fosfat dipertahankan dalam kloroplas, dan
pati disintesis. Reaksi detailnya ada pada gambar 5.15.
94
Gambar 5.15. Mekanisme sintesis karbohidrat (Taiz & Zeiger, 2012).
b. Fotorespirasi
Fotorespirasi adalah proses di mana enzim RuBisCo bertindak sebagai
oksigenase dan bergabung dengan oksigen. Reaksi ini termasuk ke dalam reaksi
‘pemborosan’, karena menyebabkan hilangnya karbon dioksida yang telah
difiksasi. Fotorespirasi menyebabkan kecenderungan untuk masuknya molekul
oksigen dan bukan karbon dioksida. Fotorespirasi bergantung pada cahaya dan
dikaitkan dengan sintesis dan metabolisme molekul kecil yang disebut glikolat.
Reaksi fotorespirasi dimulai dari penambahan molekul oksigen ke ribulosa-1,5-
bifosfat dengan bantuan Rubisco yang menghasilkan 3-fosfogliserat (PGA) dan
2-fosfoglikolat (2PG, atau PG). PGA adalah produk normal dari karboksilasi,
dan secara produktif memasuki siklus Calvin. Namun, fosfoglikolat
menghambat enzim tertentu yang terlibat dalam fiksasi karbon fotosintesis yang
selanjutnya mengalami penghambatan juga pada tahapan regenerasi. Reaksinya
melibatkan peroksisom dan miitokondria. Gliserat dari peroksisom masuk
kembali ke kloroplas oleh transporter yang sama yang mengekspor glikolat.
‘Pemborosan’ pada mekanisme ini melibatkan produksi hidrogen peroksida
dalam peroksisom (terkait dengan konversi glikolat menjadi glioksilat).
Hidrogen peroksida adalah oksidan kuat yang berbahaya yang harus segera
dipecah menjadi air dan oksigen oleh enzim katalase.
95
Gambar 5.16. Mekanisme fotorespirasi (Taiz & Zeiger, 2012).
c. Regulasi respirasi
Regulasi respirasi mencakup regulasi sitosol fruktosa-6-fosfat dan fruktosa-
1,6-bifosfat sebagaimana Gambar 5.17. Gambar A menunjukkan metabolit kunci
dalam alokasi antara glikolisis dan sintesis sukrosa. Metabolit pengatur fruktosa
2,6-bifosfat mengatur interkonversi dengan menghambat fosfatase dan
mengaktifkan kinase. Pada gambar B, sintesis fruktosa-2,6-bifosfat itu sendiri
berada di bawah regulasi ketat oleh aktivator dan inhibitor yang ditunjukkan
pada gambar.
Gambar 5.17. Regulasi respirasi. (Taiz & Zeiger, 2012).
96
d. Faktor yang mempengaruhi respirasi
Faktor yang mempengaruhi respirasi terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal dapat berupa kandungan klorofil, faktor protoplasma,
akumulasi produk akhir fotosintesis dan anatomi dan morfologi daun. Faktor
eksternal dapat berupa cahaya (kualitas, intensitas, dan durasi cahaya), karbon
dioksida, suhu, air dan oksigen. Penambahan herbisida sebagaimana Gambar
5.18 juga dapat memberikan pengaruh terhadap reaksi fotosintesis yang terjadi.
Gambar 5.18. Mekanisme disrupsi pada transfer elektron fotosintesis ketika
ditambahkan herbisida DCMU dan parakuat (Taiz & Zeiger, 2012).
5.2.3. Fotosintesis Jalur C3, C4 dan CAM
Reaksi fotosintesis memiliki perbedaan baik itu pada tanaman C3, C4 dan CAM.
Gambar 5.19. merangkum perbedaan dari ketiganya. Perbedaan lebih kepada fase siklus
Calvin, dimana reaksi pada tanaman C3 merupakan mekanisme umum yang telah dibahas
diatas.
97
Gambar 5.19. Perbedaan fotosintesis pada tanaman C3, C4 dan CAM
(Taiz & Zeiger, 2012).
Pada tanaman C4, sebagaimana Gambar 5.19, reaksi fotosintesisnya melibatkan
empat tahap yang terjadi di dalam dua jenis sel yang berbeda yaitu (1) fiksasi CO2
menjadi asam 4 karbon dalam sel mesofil; (2) transportasi asam 4 karbon dari sel mesofil
ke sel selubung berkas; (3) dekarboksilasi asam 4 karbon, dan pembentukan konsentrasi
CO2 yang tinggi dalam sel selubung berkas, sehingga CO2 yang dilepaskan difiksasi oleh
rubisco dan diubah menjadi karbohidrat oleh siklus Calvin, dan (4) pengangkutan sisa
asam 3 karbon kembali ke sel mesofil, di mana akseptor CO2 berada yaitu
fosfoenolpiruvat diregenerasi. Perbedaan lokasi reaksi dari mekanisme pembentukan
karbon merupakan adaptasi spasial tanaman C4 untuk mencegah fotorespirasi, karena
jenis tanaman ini tumbuh di daerah yang relatif panas.
Gambar 5.20. Reaksi fotosintesis tanaman C4 (Taiz & Zeiger, 2012).
98
Pada tanaman CAM, mekanisme adaptasi yang terjadi adalah adaptasi temporal,
dimana pengambilan CO2 dan fiksasi terjadi pada malam hari, sementara dekarboksilasi
dan refiksasi terjadi pada siang hari. Hal ini bisa terjadi karena pada siang hari stomata
cenderung tertutup, sementara pada malam hari stomata dibuka, sehingga sekaligus dapat
menjadi faktor untuk mencegah transpirasi. Reaksinya terdapat pada Gambar 5.21.
Gambar 5.21. Reaksi fotosintesis pada tanaman CAM (Taiz & Zeiger, 2012).
5.2.4. Transportasi Fotosintat
Mekanisme yang sangat khusus diperlukan untuk transpor produk fotosintesis,
senyawa organik dan beberapa nutrisi mineral. Prinsip dari transport fotosintat ini terjadi
dengan cara redistribusi dari sumber ke penyimpan (sumber merupakan daerah terjadinya
fotosintesis dan penyimpan merupakan sel dimana karbohidrat digunakan). Mekanisme
ini membutuhkan tenaga penggerak karena merupakan transportasi jarak jauh yang
dikenal sebagai translokasi. Jaringan yang bertanggung jawab adalah floem (ingat
kembali Bab 1, dimana pada floem terdapat sel pengiring dan sel tapis).
Senyawa yang ditranspor di dalam floem adalah air; gula (sumber karbon) yang
sebagian besar berupa gula non pereduksi (sukrosa), gula pereduksi (glukosa, manosa,
dan fruktosa) dan gula alkohol (manitol); nitrogen yang hampir secara eksklusif berupa
organik seperti asam amino (asam aspartat dan glutamat), amida (asparagin dan
glutamin), ureida (asam allantoat, allantoin); hormon (auksin, giberelin, sitokinin, dan
asam absisat), protein; dan larutan anorganik (K+, Mg2+, HPO42- dan Cl-).
99
Gambar 5.22. Transportasi fotosintat (translokasi) (Taiz & Zeiger, 2012).
Mekanisme yang terjadi pada translokasi terdapat pada Gambar 5.22. Pada gambar
ini, mekanismenya merupakan model pressure-flow (aliran-tekanan) yang melibatkan
‘pengisian’ dan ‘pengeluaran’ dari floem. Sel sumber gula mengisi sel tapis dengan
secara aktif mengangkut molekul terlarut ke dalamnya. Hal ini menyebabkan air bergerak
ke dalam elemen sel tapis melalui osmosis, menciptakan tekanan yang mendorong larutan
ke bawah tabung. Pada daerah penyimpan gula, secara aktif terdapat pengangkutan zat
terlarut keluar dari sel tapis masuk ke sel penyimpan, menghasilkan efek sebaliknya.
Gradien gula dari sel sumber ke sel penyimpan menyebabkan tekanan mengalir melalui
sel tapis menuju sel penyimpan. Mekanisme ini tergantung pada tekanan turgor dan
perbedaan gradien tekanan osmotik sepanjang aliran antara sumber dan sel penyimpan.
Mekanisme detail translokasi adalah sebagai berikut:
a. Glukosa diproduksi melalui fotosintesis di sel mesofil daun hijau. Beberapa glukosa
digunakan di dalam sel selama respirasi. Sisa glukosa diubah menjadi gula non-
pereduksi yaitu sukrosa. Riset menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa dalam sel
tapis pada daun umumnya berkisar antara 10 dan 30 % sedangkan pada sel yang
mengalami fotosintesis hanya berkisar 0,5%.
b. Sukrosa secara aktif diangkut ke sel pendamping jaringan floem yang terdapat pada
vena terkecil di daun.
c. Sukrosa berdifusi melalui plasmodesmata dari sel pendamping ke sel tapis,
akibatnya, konsentrasi sukrosa pada sel tapis meningkat.
d. Air bergerak secara osmosis dari xilem terdekat dalam vena daun yang sama yang
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik sel tapis.
100
e. Tekanan hidrostatik menggerakkan sukrosa dan zat lain melalui sel tapis menuju ke
sel penyimpan.
f. Pada sel penyimpanan, seperti akar bit gula dan batang tebu, sukrosa
ditranslokasikan secara apoplas sebelum secara simplas.
g. Air bergerak keluar dari sel tapis melalui mekanisme osmosis, sehingga
menurunkan tekanan hidrostatik di dalamnya. Dengan demikian, gradien tekanan
ditetapkan sebagai konsekuensi masuknya gula ke dalam sel tapis pada sumber dan
penghilangan sukrosa di sel penyimpan. Keberadaan pelat saringan mampu
meningkatkan resistensi di sepanjang jalur sehingga mampu menjada gradien
tekanan substansial dalam sel tapis antara sumber dan penyimpan.
h. Gula pada floem diubah menjadi pengisi korteks batang dan akar berupa pati atau
digunakan untuk respirasi sel. Pati tidak larut dan tidak memberikan efek osmotik.
Akibatnya, tekanan osmotik pada floem menurun. Akhirnya air yang tertinggal di
floem diperkirakan keluar melalui osmosis atau ditarik kembali ke dalam pembuluh
xilem di dekatnya karena adanya transpirasi.
Gambar 5.23. Diagram skematik pengisian floem pada sel daun (Taiz & Zeiger, 2012).
Dalam jalur simplastik total sebagaimana Gambar 5.23, gula berpindah dari satu sel
ke sel lain di plasmodesmata, sepanjang jalan dari mesofil ke elemen saringan. Dalam
jalur sebagian apoplastik, gula memasuki apoplast di beberapa titik. Untuk
mempermudah, gula ditampilkan di sini memasuki apoplast di dekat kompleks sel
pengiring elemen saringan, tetapi mereka juga dapat memasuki apoplast lebih awal dari
jalur translokasi dan kemudian pindah ke pembuluh darah kecil. Bagaimanapun, gula
secara aktif dimuat ke dalam sel pendamping dan sel tapis secara apoplas. Gula yang
dimuat ke dalam sel pendamping diperkirakan bergerak melalui plasmodesmata ke dalam
sel tapis.
Pada sisi yang lain, pada Gambar 5.22. terdapat beberapa pola jalur simplas dan
apoplas untuk pengeluaran floem. Kompleks sel tapis-sel pendamping (CC/SE) dianggap
sebagai unit fungsional tunggal. Kehadiran plasmodesmata diasumsikan memberikan
kontinuitas simplastik fungsional. Tidak adanya plasmodesmata antar sel menunjukkan
langkah transportasi apoplastik.
101
Gambar 5.24. Jalur pengeluaran floem dengan (A) jalur simplastik dan (B) jalur
apoplastik (Taiz & Zeiger, 2012).
Komposisi larutan pada sel tapis umumnya berbeda dengan komposisi zat terlarut
pada jaringan sekitar floem. Perbedaan ini menunjukkan bahwa gula tertentu secara
khusus dipilih untuk dapat ditransportasikan dari sel sumber. Keterlibatan simporter
dalam pemuatan floem apoplastik memberikan mekanisme selektivitas yang jelas karena
simporter spesifik untuk mol gula tertentu. Simporter tersebut beserta H+-ATP-ase
terlokalisasi pada sisi sel pendamping yang menghadap selubung bundel dan sel
parenkim (Gambar 5.24). Transportasi ke elemen saringan (dari sel pendamping) adalah
melalui plasmodesmata, yaitu pasif. Mekanisme pengangkutan tersebut dapat dijelaskan
melalui mekanisme pengangkutan fotosintat berupa model perangkap polimer
sebagamana Gambar 5.24. Model ini membuat tiga prediksi sebagai berikut:
a. Sukrosa harus lebih terkonsentrasi di mesofil daripada di sel perantara.
b. Enzim-enzim untuk sintesis rafinosa dan stakiosa sebaiknya ditempatkan di sel
perantara.
c. Plasmodesmata yang menghubungkan sel-sel selubung bundel dan sel-sel perantara
harus mengecualikan molekul yang lebih besar dari sukrosa.
102
Gambar 5.25. Transportasi sukrosa yang bergantung pada ATP dalam pemuatan
sel tapis. Dalam model cotransport pemuatan sukrosa ke dalam simplas
kompleks sel pengiring elemen saringan, membran plasma ATPase memompa
proton keluar dari sel ke dalam apoplast, membentuk konsentrasi proton yang
tinggi di sana. Energi dalam gradien proton ini kemudian digunakan untuk
mendorong pengangkutan sukrosa ke dalam simplas kompleks sel pengiring
elemen saringan melalui sukrosa-H+ symporter.
Gambar 5.26. Model perangkap polimer untuk pengangkutan fotosintat (Taiz & Zeiger,
2012).
103
5.3. Rangkuman
1. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen
yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari
fotosintesis.
2. Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama
yaitu reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan
cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida). Reaksi terang terjadi pada grana (tunggal:
granum), sedangkan reaksi gelap terjadi di dalam stroma.
3. Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan
menghasilkan oksigen (O2), sedangkan dalam reaksi gelap terjadi seri reaksi siklik yang
membentuk gula dari bahan dasar CO2 dan energi (ATP dan NADPH). Energi yang
digunakan dalam reaksi gelap ini diperoleh dari reaksi terang. Pada proses reaksi gelap
tidak dibutuhkan cahaya Matahari. Reaksi gelap bertujuan untuk mengubah senyawa
yang mengandung atom karbon menjadi molekul gula.
4. Fotosintat ditranslokasikan melalui floem dengan mekanisme ‘pengisian’ dan
‘pengeluaran’ melalui sel tapis dan sel pengiring.
5.4. Kuis
1. Apa peran klorofil, karbon dioksida, dan cahaya dalam fotosintesis?
2. Tulis catatan tentang struktur kloroplas!
3. Jelaskan transpor elektron pada fotofosforilasi.
4. Berikan penjelasan rinci tentang siklus Calvin.
5. Bagaimana fotosintat diangkut?
5.5. Tugas
Silahkan lakukan penelusuran melalui internet untuk mencari pustaka dan artikel
terkait dengan materi untuk memperdalam pemahaman!
5.6. Kegiatan Praktikum
Kegiatan 1
Judul :
Penentuan Kadar Klorofil dengan Spektrofotometer
Tujuan :
1. Mempelajari dan memberikan latihan cara penggunaan Spektrofotometer
2. Penentuan kadar klorofil pada daun
Alat dan Bahan :
Alat-alat : Spektrofotometer, lumpang porselin, sentrifuge, gelas ukur 100 mL atau 50
mL, kuvet, aluminum foil, tabung sentrifuge, neraca.
Bahan : aceton 80%, daun
104
Prosedur Kerja :
1. Menggerus 0,5 gram daun dengan menggunakan lumpang dengan diberikan aceton
sedikit demi sedikit untuk mempermudah penggerusan. Penggerusan dilakukan sampai
seluruh klorofil larut dalam aseton.
2. Ekstrak disaring dengan saringan Buchner dan dimasukkan ke tabung ukur 50 mL.
3. Penambahan aseton 80% hanya diperlukan apabila volume ekstrak belum sampai 50
mL setelah diekstrak.
4. Kemudian larutan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm.
5. Dengan menggunakan kuvet, diukur optical density (OD) dari ekstrak memakai
spektrofotometer pada panjang gelombang 645 dan 663 nm.
Pengamatan dan Analisis Hasil :
1. Buat tabel pengamatan dengan judul kolom OD dan W
2. Hitung kadar klorofil dengan membandingkan OD pada panjang gelombang 645 dan
663 nm menurut persamaan :
Dengan D adalah optical density yang terbaca melalui alat spektrofotometer, V adalah
volume aseton (ml) dan W adalah berat segar dari daun (g).
mg klorofil total/g jaringan = mg klorofil a/g jaringan + mg klorofil b/g jaringan
3. Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan tersebut?
105
Kegiatan 2
Judul :
Karbohidrat dalam Tumbuhan
Tujuan :
1. Mengetahui peran cahaya dalam proses fotosintesis
2. Membuktikan bahwa hasil fotosintesis adalah glukosa berupa bahan organik yang
disimpan dalam bentuk amilum.
Alat dan Bahan :
Alat-alat : alumunium foil, plastik klip agak besar, karet, penangas air, cawan petri
Bahan : daun tumbuhan yang berwarna hijau dan putih-hijau, KOH, alkohol 70%,
I2KI, akuades.
Prosedur Kerja :
1. Persiapkan 4 sampel, yaitu daun yang terkena matahari langsung, daun yang ditutup
dengan aluminium foil, daun putih-hijau dan daun yang dibungkus dengan plastik
yang diberi KOH.
2. Keesokan paginya, masukkan daun-daun tersebut ke dalam air dan direbus selama
beberapa menit, lalu rebus daun dalam alkohol panas. Perebusan daun bertujuan agar
sel-sel untuk melarutkan klorofil. Proses ini menghasilkan warna daun yang pucat.
3. Setelah klorofil larut, angkat setiap daun dan diletakkan pada cawan petri yang
berbeda.
4. Tetesi setiap daun dengan larutan I2KI.
Pengamatan dan Analisis Hasil :
1. Buat tabel pengamatan dengan judul kolom perlakuan dan reaksi terhadap uji. Reaksi
positif jika daun berwarna coklat gelap, dan negatif jika tidak ada perubahan warna.
2. Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan tersebut?
106
BAB VI
RESPIRASI DAN METABOLISME LIPID
6.1. Pendahuluan
Respirasi adalah proses oksidasi reduksi yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan
O2 dan direduksi menjadi H2O. Jadi respirasi bukan sekedar pertukaran gas semata yang
tampaknya sederhana. Amilum, fruktan, lemak, asam organik dan bahkan protein dalam
kondisi tertentu dapat menjadi substrat respirasi. Bagian sel yang paling bertanggung
jawab adalah sitoplasma dan mitokondria. Peran yang penting dari proses respirasi yaitu:
a. Menghasilkan energi untuk pemeliharaan dan perkembangan tumbuhan dan
b. Menghasilkan senyawa antara yang sangat diperlukan sel untuk aktivitas biosintesis
penting lainnya.
Semua sel hidup terus menerus melakukan respirasi, sering mengabsorbsi O2 dan
melepaskan CO2 dalam volume yang sama.
Substrat untuk respirasi adalah setiap bahan organik tumbuhan yang teroksidasi
sempurna atau sebagian menjadi CO2 dan H2O dalam metabolisme respirasi. Umumnya
substrat untuk respirasi adalah zat yang tertimbun dalam jumlah yang relatif banyak dalam
sel tumbuhan dan bukan senyawa antara hasil katabolisme. Dalam tumbuhan tertentu,
selain karbohidrat, lemak juga dapat berperan sebagai substrat respirasi misalnya pada biji
jarak, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kemiri dan lain-lain. Pada kondisi tertentu asam-
asam organik dapat berperan sebagai substrat respirasi; misalnya asam malat, suatu asam
organik berkarbon empat yang ditimbun di dalam daun tumbuhan sukulen termasuk famili
Crassulacea yang memecah asam malat menjadi CO2 dan H2O. Asam glikolat, suatu asam
organik berkarbon dua dihasilkan dalam daun tumbuhan tinggi yang disinari dapat
berperan sebagai substrat respirasi. Protein jarang berperan sebagai substrat respirasi tetapi
dalam keadaan tertentu seperti tahap awal perkecambahan biji tumbuhan yang menimbun
protein sebagai cadangan makanan maka protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi.
Untuk memperoleh energi yang dibutuhkan, tumbuhan melakukan respirasi sel.
Bahan organik apakah yang diurai dalam respirasi sel? Apakah jenis bahan organik
tersebut sama untuk semua sel dan tumbuhan? Diskusikan kasus tersebut berdasarkan
konsep dan teori yang dituliskan dalam uraian materi berikut ini
6.2. Uraian Materi
6.2.1. Tahap-Tahap Respirasi
Reaksi respirasi (disebut juga reaksi biologis) suatu karbohidrat, misalnya glukosa
berlangsung dalam 4 tahapan yaitu :
1. Glikolisis : serangkaian reaksi yang menguraikan satu molekul glukosa menjadi dua
molekul asam piruvat. Jalur ini merupakan dasar respirasi aerobik dan respirasi
anaerobik (fermentasi). Pada tahap ini 1 molekul glukosa diubah menjadi 2 molekul
asam piruvat, 2 molekul NADH2 dan 2 molekul ATP
Reaksi glikolisis berlangsung dalam sitoplasma dan tidak memerlukan adanya
oksigen. Glikolisis dapat dibagi dalam dua tahap utama yaitu tahap persiapan dan
tahapoksidasi. Pada tahap persiapan, glukosa diubah menjadi dua senyawa tiga karbon
dan pada tahap oksidasi kedua senyawa tiga karbon itu senlanjutnya diubah menjadi
107
asam piruvat . Energi yang dihasilkan pada peristiwa glikolisis adalah sebagai berikut:
–2 ATP + 4 ATP + 2 NADH (6 ATP) = 8 ATP.
2. Dekarboksilasi oksidatif asam piruvat: pada proses ini asam piruvat diubah menjadi
Asetil-KoA dan melepaskan 1 molekul CO2 dan 1 molekul NADH2 Dekarboksilasi
oksidatif asam piruvat menjadi asetil-SKoA ini berlangsung dalam mitokondria.
Reaksi ini disebut dekarboksilasi oksidatif karena terjadi oksidasi dan kehilangan
gugus karboksil menjadi CO2. Jalur ini merupakan jalur respirasi aerob dan asam
piruvat masuk ke mitokondria, diubah menjadi dua asetil-KoA.
Gambar 6.1. Gambaran umum tahap Glikolisis (Taiz & Zeiger, 2012)
108
3. Dekarboksilasi oksidatif piruvat
Dekarboksilasi oksidatif Piruvat untuk membentuk Asetil-KoA adalah hubungan
antara Glikolisis dan siklus asam sitrat. Reaksi terjadi di matriks mitokondria. Piruvat
yang berasal dari glukosa melalui glikolisis didehidrogenasi untuk menghasilkan asetil
KoA dan CO2 oleh enzim kompleks piruvat dehidrogenase (PDC) Ini adalah proses
oksidasi ireversibel di mana gugus karboksil dikeluarkan dari piruvat sebagai molekul
CO2 dan dua karbon yang tersisa menjadi gugus asetil Asetil-KoA. PDC terdiri atas
piruvat dehydrogenase (E1), Dihydrolipoyl transacetylase (E2) dan Dihydrolipoyl
Dehydrogenase (E3). Energi ATP yang dihasilkan untuk 1 mol piruvat terbentuk 1
NADH atau 3 ATP (2 asam piruvat = 6 ATP).
Gambar 6.2. Tahapan dekarboksilasi oksidatif asam piruvat (Glikolisis (Taiz & Zeiger,
2012)
4. Daur asam sitrat atau daur Krebs: pada tahap ini Asetil-KoA diubah menjadi CO2 dan
menghasilkan sejumlah molekul berenergi seperti ATP, NADH2 dan FADH2. Siklus
ini berlangsung dalam matriks mitokondria. Operasinya membutuhkan piruvat yang
dihasilkan dalam sitosol selama glikolisis diangkut melalui membran mitokondria
bagian dalam yang melalui protein transpor spesifik . Siklus Krebs dan sistem
pengangkutan electron memerlukan oksigen.
109
Gambar 6.3. Gambar siklus Krebs (Taiz & Zeiger, 2012)
Siklus krebs harus berlangsung selama dua kali, Hal ini dikarenakan reaksi oksidasi
pada molekul glukosa untuk sekali proses siklus krebs hanya menghasilkan 2 molekul
asetil-koA saja.
5. Oksidasi terminal: pada tahap ini, hidrogen yang dihasilkan pada tahap (1) sampai (3)
akhirnya bergabung dengan oksigen membentuk molekul air. Energi yang dibebaskan
dalam sistem transport elektron ini digunakan untuk mensintesis ATP.
110
Gambar 6.4. Oksidasi teminal (Taiz & Zeiger, 2012)
Jalur Pentosa Fosfat
Jalur ini disebut jalur oksidasi langsung, jalur fosfoglukonat atau Penthosa Phosphat Shunt.
Jalur ini berlangsung di dalam sitosol seperti halnya glikolisis.
Perbedaan utama dengan glikolisis adalah pada akseptor hidrogennya selalu NADP+. Jalur
ini dianggap sangat penting karena 2 hal :
1) Menghasilkan energi dalam bentuk NADPH2 seperti pada reaksi fotofosforilasi
2) Menghasilkan gula fosfat berkarbon lima untuk sintesis asam nukleat.
111
Gambar 6.5. Jalur pentose Fosfat
6.2.2. Tingkat Efisiensi Respirasi
1) Pada tahap glikolisis, hasil neto untuk setiap molekul glukosa yang dioksidasi adalah 2
molekul ATP dan 2 molekul NADH2 (setara 4 ATP)
2) Pada tahap fosforilasi oksidatif asam piruvat dihasilkan : 2 molekul NADH2 (setara 6
mol. ATP)
3) Pada tahap daur Krebs dihasilkan 2 molekul ATP dan 6 molekul NADH2 (setara 18
ATP) dan 2 mol. UQH2 (setara 4 ATP)
4) Jika keadaan tanpa oksigen maka ATP yang dihasilkan hanya 2 molekul
Jumlah energi yang terkandung dalam setiap molekul ATP di dalam ruang standard
yaitu temperature 25°C adalah setara dengan 7,3 kkal, tetapi dalam sel hidup (in vivo)
setiap moleku ATP setara dengan 13 kkal. Maka tingkat efisiensi respirasi dalam
ruang standard untuk respirasi aerob ± 39 % sedangkan di dalam sel tumbuhan tingkat
efisiensinya lebih tinggi yaitu ± 69%. Tingkat efisiensi respirasi anaerob dalam ruang
112
standard hanya ± 2% dan di dalam sel tumbuhan sebesar ± 4%. Hasil-hasil
perhitungan di atas membuktikan paling tidak 2 hal yakni :
a. Berlakunya hukum termodinamika II yang menyatakan bahwa dalam transformasi
energi, pasti ada energi yang hilang dalam bentuk kalor;
b. Respirasi anaerob sebenarnya sangat merugikan organisme karena tidak efisien
dan tertimbunnya senyawa toksik baik dalam bentuk alkohol atau asam laktat.
Produk senyawa antara untuk sintesis bahan organik lain.
Gambar 6.6. Peran Glikolisis dan Daur Krebs dalam menghasilkan senyawa antara untuk
jalur-jalur metabolikyang laindi dalam tumbuhan tinggi (Taiz & Zeiger, 2012)
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi
1. Substrat
Respirasi bergantung kepada tersedianya substrat. Tumbuhan yang memiliki
persediaan amilum, fruktan atau gula yang rendah, laju respirasinya juga rendah.
2. Temperatur
Tas tertentu, laju reaksi enzim kira-kira meningkat dua kali untuk setiap di dalam
batas-batas kenaikan 10°C. Secara kuantitatif ditunjukkan oleh nilai Q10 sebagai
berikut:
113
Nilai Q10 untuk respirasi sebagian besar spesies tumbuhan biasanya kira-kira 2 sampai
2,5 pada temperatur antara 5 sampai 25° C. Di atas temperature ini ( 30-35° C) nilai
Q10 berkurang yang mungkin disebabkan terbatasnya oksigen akibat daya larut dan
difusinya berkurang. Pada temperature di atas 35° C, terjadi penurunan respirasi
karena enzim mulai mengalami denaturasi.
3. Oksigen
Suplai O2 mempengaruhi respirasi tetapi pengaruhnya sangat berbeda untuk spesies
tumbuhan yang berbeda dan berbeda juga untuk organ-organ dari tumbuhan yang
sama. Kadar O2 di atmosfer sebenarnya terlalu kecil untuk mempengaruhi respirasi
sebagian besar daun dan batang. Dan laju penetrasi O2 biasanya cukup untuk
memelihara pengambilan O2 yang normal oleh mitokondria. Hal ini karena enzim
sitokrom oksidase mempunyai afinitas yang tinggi terhadap O2.
4. Unsur dan tipe jaringan
Laju respirasi pada jaringan muda lebih tinggi daripada jaringan tua begitu pula
jaringan yang sedang berkembang melakukan respirasi lebih cepat daripada jaringan
dewasa. Laju respirasi berubah pada perkembangan buah sehingga orang mengenal
buah klimaterik dan non klimaterik. Buah-buah nonklimaterik seperti jeruk, anggur,
dan nanas jika matang di pohon atau dipetik lebih awal, respirasi terus berlangsung
pada laju yang berangsur-angsur menurun. Tetapi pada banyak spesies misalnya apel ,
laju respirasi akan berangsur-angsur menurun setelah buah mulai menjadi tua dan tiba-
tiba meningkat pada saat buah menjadi matang dan timbulnya flavour. Fenomena
inilah yang disebut sebagai klimaterik.
5. Karbondioksida
Konsentrasi yang tinggi dari CO2 diperkirakan menghambat respirasi.
6. Garam-garam
Jika akar menyerap garam, laju respirasi meningkat, hal ini dikaitkan dengan transport
aktif.
7. Luka dan stimulus mekanisme
Pengkungan dan perobekan jaringan pada daun akan memacu respirasi. Sedangkan
luka dan hancurnya jaringan memacu respirasi karena 3 hal: pertama, oksidasi
senyawa fenol terjadi dengan cepat karena pemisahan antara substrat dan oksidasenya
dirusak, kedua, proses glikolisis dan katabolisme oksidatif meningkat karena
hancurnya sel-sel sehingga mempermudah enzim-enzim respirasi menemukan
substratnya, ketiga, dengan adanya luka, sel-sel dirangsang untuk kembali ke keadaan
meristematis untuk pembentukan kalus guna penyembuhan luka.
6.2.3. Metabolisme Lipid
Lemak dan minyak merupakan asam lemak berantai panjang yang teresterifikasi oleh
gugus karkoksil ke hidroksil dari gliserol . Asam lemak adalah adalah senyawa alifatik
dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama
114
minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk
hidup.
Biosisntesis
Pada daun hijau tumbuhan, asam lemak diproduksi di kloroplas. Pada bagian lain
tumbuhan, asam lemak dibuat di sitosol. Proses esterifikasi (pengikatan menjadi lipida)
umumnya terjadi pada sitoplasma, dan minyak (atau lemak) disimpan pada oleosom.
Banyak spesies tanaman menyimpan lemak pada bijinya (biasanya pada bagian kotiledon)
yang ditransfer dari daun dan organ berkloroplas lain. Beberapa tanaman penghasil lemak
terpenting adalah kedelai, kapas, kacang tanah, jarak, raps/kanola, kelapa, kelapa sawit,
jagung dan zaitun.
Sintesis lemak dan minyak fosfat
Sintesis lemak dan minyak terdiri dari 3 tahapan :
1. Pembentukan gliserol
Gliserol terbentuk dari senyawa antara glikolisis : dihidroksiaseton
Dihidroksiaseton fosfat direduksi oleh NADH2 membetuk α-gliserofosfat
2. Sintesis asam lemak jenuh
Asam lemak dibangun dari penambahan berulang suatu unit berkarbon dua (2C)
misalnya sintesis asam butirat
115
3. Penggabungan gliserol dengan asam lemak
Merupakan tahap akhir sintesis lemak penggabungan α-gliserol fosfat dengan 3
molekul asam lemak-SACP/KoASH membentuk trigliserida.
Gambar 6.7. Biosintesis lemak
Perubahan lemak menjadi sukrosa
Selama perkecambahan biji, lemak sebagai cangan makanan, perubahan lemah
menjadi sukrosa melalui jalur glioksilat. Perhatikan gambar di bawah ini
116
Gambar 6.8. Jalur Gioksilat (Taiz & Zeiger, 2012)
6.3. Rangkuman
Semua sel aktif melakukan respirasi terus-menerus, menyerap O2 dan melepaskan
CO2, tetapi buan sekedar pertukaran gas-gas. Proses keseluruhan respirasi adalah oksidasi
reduks, yang mengoksidasi senyawa-senyawa menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap
direduksi menjadi H2O. Pada proses respirasi terjadi. mobilisasi senyawa organikKarb
seperti karbohidrat, lemak, protein atau asam lemak yang kemudian mengalami oksidasi
secara terkendali untuk membebaskan energi dan membentuk senyawa-senyawa baru yang
bergunan bagi pemeliharaan pertumbuhan dan perkembangan . Karbohidrat merupakan
substrat utama respirasi sel-sel tumbuhan tinggi.
Untuk memecah lemak diperlukan adanya aktivitas lipase yang mampu
menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol kemudian masuk ke jalur
glikolisis sedangkan asam lemak akan mengalami proses beta oksidasi menjadi asetil CoA.
Asetil CoA kemudian dapat dimetabolisis lebih lanjut melalui siklus Krebs atau masuk ke
jalur siklus glioksilat.
6.4. Kuis
1. Tulislah catatan tentang peran mitokondria dalam respirasi.
2. Apa yang anda pahami dengan istilah respiratori quotient? Jelaskan mengapa itu
bervariasi dengan sifat substrat pernapasan?
3. Apa hubungan antara respirasi aerob dan anaerob?
4. Jelaskan proses pelepasan energi dalam oksidasi glukosa.
117
5. Berapa banyak atom oksigen yang digunakan ketika molekul asam piruvat dioksidasi
dalam siklus Kreb? Berikan mekanisme pemanfaatan oksigen dan pembentukan
ATP5. Jelaskan proses pelepasan energi dalam oksidasi glukosa.
6.5. Tugas
Silahkan lakukan penelusuran melalui ineternet untuk mencari pustaka dan artikel
terkait dengan materi di atas !
6.6. Kegiatan Praktikum
Judul :
Mengukur Respirasi dengan Respirometer Ganong
Tujuan :
Mengukur jumlah CO2 yang dilepaskan, jumlah oksigen yang digunakan selama proses
respirasi dan menghitung RQ dari tumbuhan percobaan.
Alat dan Bahan :
1. Respirometer model Ganong satu set
2. Timbangan, corong, cawan petri, gelas ukur
3. Kecambah kacang hijau umur 2 hari
4. Larutan KOH 10%
5. Aquades, kapas, dan lilin/vaselin
Prosedur Kerja :
1. Siapkan dua set respirometer Ganong , pada 1 set Ganong masukan 10 gram
kecambah umur 2 hari kedalam ruang respirasi secara hati-hati agar tidak masuk ke
dalam pipa berskala.
2. Isikan larutan KOH 10% secukupnya melalui pipa pengatur, naikan atau turunkan pipa
pengatur agar permukaanKOH tepat pada skala 100
3. Tutup tabung yang memiliki labu dengan tutup yang ada dan olesi dengan vaselin.
4. Biarkan selama 30 menit, dan perhatikan apakah permukaan larutan KOH pada pipa
berskala berubah atau tidak. Ukur perubahan tinggi permukaan larutan KOH dengan
membacanya pada pipa berskala. Perubahan tinggi KOH pada pipa berskala
menunjukkan jumlah O2 yang dikonsumsi oleh kecambah.
5. Sebagai control lakukan hal yang sama pada respirometer ganong yang kedua, tetapi
diisi dengan akuades, atur tinggi permukaan akuades pada skala 95.
6. Tentukan RQnya, apabila tinggi permukaan akuades tetap atau tidak berubah nilainya
= 0. Apabila tturun nilainya positif dan naik nilainya negatif.
Jumlah CO2 yang dilepaskan = konsumsi O2 + perubahan tinggi akuades.
118
Pengamatan dan Analisis Hasil :
1. Buat tabel hasil pengamatan perlakuan perubahan tinggi KOH dan akuades selama 30
menit , hitung volume oksigen dan karbodioksida yang terukur dan berapa nilai RQ
2. Buatlah pembahasan dari hasil praktium saudara
3. Kesimpulan apa yang saudara dapatkan dari percobaan ini ?
119
BAB VII
METABOLISME NITROGEN, SULFUR DAN FOSFAT
7.1. Pendahuluan
Nitrogen penting bagi tumbuhan karena dijumpai dalam banyak senyawa dan
sebagian besar dalam bentuk protein. Jumlah sulfur hanya sekitar satu per limabelas dari
jumlah nitrogen di dalam tumbuhan tetapi unsur ini juga dijumpai dalam berbagai molekul,
terutama protein. Kedua unsur ini diserap dari dalam tanah dalam bentuk sangat teroksidasi
dan harus direduksi pada proses yang bergantung energi sebelum bergabung menjadi
protein dan senyawa lain dalam sel. Berbagai bentuk nitrogen dijumpai di dalam
lingkungan kita. Pengubahan berkesinambungan berbagai bentuk nitrogen oleh proses
fisika dan biologi merupakan daur nitrogen seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 7.1. Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang esensial bagi tumbuhan. Sumber
nitrogen tersedia bagi tumbuhan berupa ion nitrat dan amonium yang terlarut di dalam
tanah. Sebenarnya sumber nitrogen terbesar ada dalam bentuk N2, yaitu sebesar 78% dari
gas-gas yang ada di atmosfer. Pada umumnya tumbuhan tidak dapat menyerap N2 secara
langsung, namun ada kelompok tumbuhan tertentu dapat memanfaatkan N2 melalui suatu
mekanisme. Bagaimana mekanisme itu dapat dilakukan? Diskusikan kasus tersebut
berdasarkan konsep dan teori yang dituliskan dalam uraian materi berikut ini.
7.2. Uraian Materi
7.2.1. Fiksasi Nitrogen Secara Simbiotik
Proses reduksi N2 menjadi NH4+ dinamakan fiksasi nitrogen. Proses ini hanya
dilakukan oleh organisme prokariot. Penambatan N2 yang penting mencakup bakteri tanah
yang hidup bebas, sianobakteri (gang-gang hijau biru) yang hidup bebas di permukaan
tanah atau di dalam air. Sianobakteri bersimbiosis dengan fungi pada lumut, atau dengan
pakis, lumut dan lumut hati, dan bakteri, atau mikroba lainnya yang berasosiasi secara
120
khusus dengan akar, khususnya familia fabaceae. Mereka berperan besar pada rantai
makanan di hutan, gurun, lingkungan air tawar dan laut, bahkan di daerah kutub utara.
Gambar 7.2. Bintil akar pada kedelai. Benjolan tersebut disebabkan oleh infeksi
Rhizobium (Taiz & Zeiger, 2012)
Nodulasi akar
Mikroorganisme yang bertanggungjawab dalam penambatan N2 pada akar legum
meliputi tiga genus bakteri yaitu : Rhizobium, Bradyrhizobium, dan Azorhizobium.
Spesies Rhizobium tertentu atau seperti Rhizobium pada umumnya efektif hanya dengan
satu spesies legume. Semua Rhizobium adalah bakteri aerobik yang bertahan secara
saprofit di dalam tanah sampai mereka menginfeksi sel-sel rambut akar. Fenomena ini
dimungkinkan karena tumbuhan inang memiliki gen spesifik untuk membentuk nodul yang
disebut sebagai nodulin (Nod.) gene. Sedangkan Rhizobium juga memiliki gen yang
berpartisipasi dalam pembentukan nodul yang disebut nodulation gene.
Pada awalnya bakteri bermigrasi ke daerah akar tumbuhan inang. Migrasi ini
merupakan respon kemotaksis yang dimediasi oleh atraktan kimiawi, khususnya (-iso)
flavonoid dan betain, yang disekresikan oleh akar. Atraktan ini mengaktifkan Nod D
protein Rhizobium yang kemudian menginduksi transkripsi gen Nod yang lain. Gen-gen
Nod yang diaktivasi oleh Nod D mengkode protein nodulasi yang umumnya terlibat dalam
biosintesis Nod factors. Nod factors adalah molekul penanda oligosakarida lipokitin. Akar
rambut tumbuhan inang menghasilkan lektin spesifik, kemudian Nod faktor mengaktivasi
lektin-lektin ini yang memfasilitasi penempelan sel bakteri pada dinding sel rambut akar.
Setelah terjadi penempelan sel bakteri pada dinding sel, akan segera diikuti dengan
proses infeksi dan organogenesis nodul yang terjadi secara simultan. Selama proses
infeksi, rhizobium melepaskan nod factor yang menginduksi curling sel-sel rambut akar.
Akibatnya bakteri terkurung di dalam ujung rambut akar. Dinding sel daerah tersebut
mengalami degradasi sebagai respon pada nod factor, yang kemudian diikuti dengan
masuknya bakteri ke dalam permukaan membran plasma.
121
Gambar 7.3 Pembentukan bintil akar pada tananaman legume (Taiz & Zeiger, 2012)
Tahap berikutnya adalah pembentukan benang infeksi, yang terdiri dari membran
plasma lurus dan memanjang dari sel yang terserang, bersamaan dengan pembentukan
selulosa baru di sebalah dalam membran. Bakteri tersebut membelah dengan cepat di
dalam benang yang menjalar masuk ke dalam sel-sel korteks. Di sel-sel korteks sebelah
dalam, bakteri dilepas dalam sitoplasma dan merangsang beberapa sel khususnya yang
tetraploid untuk membelah. Pembelahan sel ini difasilitasi oleh uridin yang berdifusi dari
stele ke korteks di dalam protoxilem dan etylen disintesis di dalam perisikel untuk
memblokir (mengontrol) pembelahan sel-sel korteks. Pembelahan ini menyebabkan
proliferasi jaringan membentuk nodul akar dewasa.
Tiap sel bakteri yang membesar dan tidak bergerak disebut bakteroid. Sel nodul akar
biasanya mengandung beberapa ribu bakteroid. Bakteroid biasanya berada di sitoplasma
dalam kelompok, masing-masing dikelilingi oleh membran yang disebut membran
peribakteroid. Antara membran plasma dengan kelompok bakteroid ada ruang yang disebut
ruang peribakteroid. Di luar ruang peribakteroid, di sitoplasma sel akar terdapat protein
yang disebut leghaemoglobin. Molekul ini berwarna merah muda dan berperan
mengangkut oksigen ke bakteroid dengan laju yang terkontrol. Terlalu banyak O2 akan
mengganggu kerja enzim nitrogenase, tetapi oksigen diperlukan untuk respirasi bakteroid.
Substrat respirasi diperoleh dalam bentuk sukrosa yang digunakan bakteroid untuk
respirasi. Hasil respirasi berupa ATP dan beberapa elektron dipergunakan untuk mereduksi
N2 menjadi NH4.
122
Biokimia fiksasi Nitrogen
Reaksi keseluruhan fiksasi nitrogen secara biologi adalah
N2 + 8 elektron + 8H+ + 16ATP 2NH3 + H2 + 16ADP + 16Pi
Terlihat bahwa proses ini memerlukan sumber elektron dan proton, dan banyak
molekul ATP. Selanjutnya produksi satu H2 yang terbentuk per N2 yang direduksi tampak
bersifat obligat. Juga diperlukan kompleks enzim nitrogenase, yang mengkatalisis reduksi
beberapa substrat lain, termasuk asetilen, sianida azida, nitrooksida dan hidrazin. Reduksi
asetilen menjadi etilen sering diukur sebagai perkiraan laju fiksasi nitrogen di tanah, danau
dan sungai karena sangat mudah mengukur kadar etilen dengan kromatografi gas.
Sumber asli elektron dan proton adalah KH yang diangkut dari daun dan kemudian
direspirasikan oleh bakteri. Respirasi KH oleh bakteri menyebabkan reduksi NAD+
menjadi NADH2 atau NADP+ menjadi NADPH2. Selain itu pada beberapa senyawa
penambat nitrogen, oksidasi piruvat selama respirasi menyebabkan reduksi sebuah protein
yang disebut flavodoksin. Selanjutnya flavodoksin bersama NADH2 atau NADPH2
mereduksi N2 menjadi NH4+. ATP penting karena menempel pada protein –Fe dan
menjadikan protein tersebut bahan pereduksi yang lebih kuat.
NH3 (mungkin sebagai NH4+) diangkut ke luar bakteroid. NH4+ diubah menjadi
glutamin, asam glutamat, asparagin dan pada berbagai spesies menjadi bahan yang kaya
nitrogen yang disebut ureida. Dua ureida penting pada tumbuhan legum adalah alantoin
(C4N4H6O3) dan asam alantoat (C4N4H8O4), seperti asparagin (C4N2H7O4), mereka
memiliki nisbah C:N yang cukup tinggi. Ketiga senyawa ini merupakan bentuk utama
nitrogen yang ditransport dari bintil ke bagian tumbuhan lainnya. Asparagin dominan pada
tanaman kacang iklim sedang termasuk kapri, alfalfa, semanggi dan lupin. Ureida dominan
pada tanaman kacang tropika seperti kedelai, kacang panjang dan berbagai kacang lainnya.
Tanaman non legum seperti alder memiliki ureida lain yang disebut sitrulin, adalah
senyawa nitrogen utama yang ditransport dari nodul akar.
7.2.2. Asimilasi Ion-Ion Nitrat dan Amonium
Sumber nitrogen tumbuhan bagi tumbuhan yang tidak memfiksasi N2 adalah NO3-
dan NH4+. Pernyataan ini berlaku bagi semua tumbuhan kecuali legum. Tumbuhan pada
kebanyakan spesies menyerap nitrogen dalam bentuk NO3- sebab NH4+ akan segera
dioksidasi menjadi NO3- oleh bakteri nitrifikasi. Tetapi komunitas klimaks konifer dan
rumputan, mengabsorbsi sebagian besar nitrogen dalam bentuk NH4+ sebab nitrifikasi
dihambat oleh pH tanah yang rendah atau oleh senyawa tanin dan senyawa fenol.
Tempat asimilasi nitrat
Baik akar maupun tajuk memerlukan senyawa nitrogen organik, tetapi pada organ
manakah NO3- direduksi untuk digabung dengan senyawa organik? Akar beberapa spesies
tumbuhan dapat mensintesis semua senyawa nitrogen organik yang dibutuhkan dari NO -
3
sedangkan akar spesies tumbuhan lainnya bergantung pada tajuk. Hasil kajian Andrew
tahun 1986 menunjukkan bahwa beberapa tumbuhan herba dan kacang yang tidak
membentuk nodul akar, tidak ada satupun yang mengangkut NH4+ ke batang tetapi dari
123
NH4+, terutama asam amino dan amida. Akar Xanthium stumarium tidak mereduksi NO3-
sama sekali sehingga bergantung pada asam amino yang ditransport melalui floem dari
daun tetapi pada tanaman Lupinus albus, hampir semua NO3- diabsorbsi dan diubah
menjadi asam amino dan amida di akar, termasuk konifer dan tumbuhan luruh daun.
Proses reduksi nitrat
Proses keseluruhan reduksi NO3- menjadi NH4+ bergantung energi dirangkum
sebagai berikut:
Jumlah oksidasi nitrogen berubah dari +5 menjadi +3. Perlu diperhatikan bahwa
digunakan 2H+ lebih banyak daripada elektron. Ini akan meningkatkan pH sel, dan
peningkatan pH yang terus-menerus akan memastikan tumbuhan jika tidak ada jalan untuk
mengganti H+. Sekitar separoh dinetralkan ketika NH4+ diubah menjadi protein karena
proses ini melepas satu H+ untuk tiap atom nitrogen yang terlibat, separohnya lagi dengan
berbagai cara yang berbeda.
Reduksi nitrat terjadi dalam dua reaksi yang berbeda yang dikatalis oleh enzim yang
berlainan. Reaksi pertama dikatalis oleh enzim Nitrat Reduktase (NR), enzim yang
mengangkut 2 elektron dari NADH2 atau ADPH2. Hasilnya cermati reaksi berikut :
Reaksi ini terjadi di dalam sitosol di luar setiap organel. NR terdiri dari dua sub unit
polipeptida kermbar, masing-masing disandi oleh gen nukleus. NR mengandung FAD, besi
dalam gugus prostetik heme dan Mo. NR telah dipelajari dengan intensif karena
mempengaruhi laju sintesis protein dalam tumbuhan yang mengabsorbsi NO - sebagai
3
sumber nitrogen utama. Aktivitas NR dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Reduksi Nitrit menjadi ion Amonium
Reaksi ke dua dari keseluruhan proses reduksi nitrat adalah pengubahan NO2-
menjadi NH4+. Nitrit yang ada di sitosol akibat kerja reduktase, nitrit ditarnsport ke
kloroplas di daun atau ke proplastida akar. Di daun, reduksi NO2- menjadi NH4+
memerlukan 6 elektron yang diperoleh dari H2O pada sistem angkutan elektron nonsiklik
kloroplas. Selama transport elektron ini, cahaya mendorong transport elektron dari H2O ke
Feredoksin (Fd) kemudian Fd yang tereduksi menyediakan 6 elektron yang digunakan
untuk mereduksi NO2- menjadi NH4+.
Pengubahan Amonium menjadi bahan organik
NH4+ merupakan bahan uncoupler yang sangat toksik bagi sel karena menghambat
sintesis ATP di dalam kloroplas atau mitokondria. Oleh karenanya senyawa ini tidak
124
diakumulasi di dalam sel tumbuhan tetapi hasrus segera masuk ke jalur metabolisme.
Cermati jalur berikut ini :
Gambar 7.4. Struktur dan jalur metabolisma anonium (Taiz & Ziger, 2012)
7.2.3. Asimilasi Sulfur
Kecuali sedikit SO2- yang diserap oleh daun tumbuhan yang tumbuh dekat cerobong
asap, SO42- diserap oleh akar untuk memenuhi kebutuhan sulfur bagi pertumbuhan. Sama
halnya seperti reduksi NO3- dan CO2, reduksi sufat menjadi sufit juga bergantung energi.
Reaksi selengkapnya, perhatikan rangkaian reaksi berikut ini.
125
Gambar 7.5. Struktur dan jalur metabolisma sulfur (Taiz & Zeiger, 2012)
Reduksi sufat berlangsung di akar maupun batang, tetapi sebagian sulfur diangkut
melalui xilem ke daun dalam bentuk SO42- nonreduksi. Sebagian lagi diangkut kembali ke
akar dan bagian lainnya lewat floem, baik dalam bentuk SO42- maupun senyawa sulfur
organik. Hanya sedikit yang diketahui tentang reduksi SO42- di dalam jaringan tanpa
klorofil, tetapi sebagian besar reaksi berlangsung di daun. Di daun, semua reaksi
berlangsung di kloroplas, sedang di akar berlangsung di proplastida. Asimilasi sulfur
merupakan salah satu jalur penting metabolisme karena menghasilkan asam-asam amino
sistein, methionin yang selanjutnya dapat dipergunakan tumbuhan untuk mensintesis
berbagai senyawa penting lainnya seperti protein, lignin, flavonoid seperti antosianin dan
klorofil, koenzim-A, pektin, merkaptans (R-SH), sulfida (R-S-R) dan sulfoksida (R-S-R)
7.2.4. Asimilasi Fosfat
Fosfor ditemukan dalam asam nukleat, protein, fosfolipid, ATP, dan koenzim seperti
NADP. Sumber fosfor yang paling umum adalah fosfat anorganik dan ester fosfat organik.
Fosfat anorganik digabungkan melalui pembentukan ATP dalam salah satu dari tiga cara:
dengan (1) fotofosforilasi, (2) fosforilasi oksidatif dan (3) substrat - tingkat fosforilasi.
Glikolisis memberikan contoh proses yang terakhir. Fosfat bergabung dengan
gliseraldehida 3-fosfat untuk menghasilkan 1,3-bisfosfogliserat, yang selanjutnya
digunakan dalam sintesis ATP.
126
Di mitokondria, energi untuk sintesis ATP berasal dari oksidasi NADH melalui
fosforilasi oksidatif . Sintesis ATP juga didorong oleh fotofosforilasi yang bergantung
pada cahaya dalam kloroplas. Selain reaksi di mitokondria dan kloroplas, reaksi di sitosol
juga mengasimilasi fosfat. Glikolisis menggabungkan fosfat anorganik menjadi asam 1,3-
bisfosfogliserat, membentuk gugus asil fosfat berenergi tinggi. Fosfat ini dapat
disumbangkan ke ADP untuk membentuk ATP dalam reaksi fosforilasi tingkat substrat .
Setelah dimasukkan ke dalam ATP, gugus fosfat dapat ditransfer melalui banyak reaksi
berbeda untuk membentuk berbagai senyawa terfosforilasi yang ditemukan di sel
tumbuhan tingkat tinggi
7.3. Rangkuman
Beberapa jenis tumbuhan tingkat rendah dan mikroba mampu menhikat N2 udara dan
mereduksinya menjadi asam-asam amino yang dituhkan oleh semua mahluk hidup.
Penambatan N dilakukan secara simbiotik dengan tumbuhan tingkat tinggi. Dalam
symbiosis ini simbion mendapatkan karbohidrta atau senyawa organic lainnya,yang
merupakan sumber energi dan senyawa pereduksi untuk reaksi-reaksi penambatan N2,
sedang tumbuhan inang akan mendapatkan asam amino atau senyawa nitrogen lain yang
dapat digunakan. Tumbuhan tinggi menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat dan atau
ammonium yang merupakan hasil dekomposisi organisme yang telah mati atau dari pupuk
buatan.
Tumbuhan tingkat tinggi memperoleh sulfur terutama dari penyerapan SO42-.
Asimilasi sulfat dapat berlangsung di semua sel. Namun kebanyakan ditransport ke daun
lebih dahulu baru setelah dimetabolisir dibagikan. Sumber fosfor bagi tumbuhan dan
proses reduksi fosfor Fosfor merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan
sebagai bagian yang penting dari gula fosfat dalam nukleotida yang terdapat pada RNA
dan DNA, serta bagian dari fosfolipid pada membran sel. Selain itu, fosfor juga berperan
dalam metabolisme energi karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP, dan pirofosfat.
Fosfor diserap oleh tumbuhan dalam bentuk HPO4-2 dari larutan tanah, yang kemudian
akan dimasukkan menjadi gugus fosfat pada beberapa senyawa organik, misalnya gula
fosfat, fosfolipid, dan nukleotida. Pintu utama masuknya fosfat kedalam lintasan asimilasi
terjadi pada waktu pembentukan ATP (fosforilasi), kurensi energi didalam sel.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah sangat dipengaruhi ph tanah dan ketersediaannya sering
sangat terbatas dan kurang tersedia bagi tumbuhan.
7.4. Kuis
1. Jelaskan mengapa masih banayk tanah pertanian yang kekurangan nitrogen walaupun
78% atmosfir bumi terdiri atas N2 .
2. Bagaimana saudara membedakan nitrifikasi dan denitrifikasi?
3. Jelaskan secara singkat proses sintesis protein pada tumbuhan.
4. Jelaskan mekanisme fiksasi sulfur pada tanaman.
127
5. Jelaskan mekanisme pembentukan ATP (fosforilasi).
7.5. Tugas
Membuat ringkasan materi dan berdiskusi dengan aktif pada pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas. Membuat portofolio yang berkaitan dengan metabolisme nitrogen,
sulfur dan fosfat.
7.6. Kegiatan Praktikum
Judul :
Isolasi Mikrorganisme Tanah Penambat Nitrogen yang Bersimbiosis
Tujuan :
Mengidentifikasi spesies penambat N berdasrkan karakteristik koloni
Alat.Bahan :
1. Lampu spirtus , lup inokulasi, kaca objek
2. Mikroskop
3. Nodul dari berbagai tanaman Leguminosae
4. Metilen biru
Prosedur Kerja :
1. Pisahkan nodul akar tanaman Leguminosae dan bersihkan dengan air
2. Hancurkan beberapa nodul dengan menggunakan dua kaca objek bersih
3. Ambil satu lup suspense nodul dan sebarkan pada kaca objek bersih sampai terbentuk
lapisan tipis. Keringkan di udara
4. Warnai sediaan dengan metilen biru selama satu menit. Bilas dengan air dari botol
semprot keringkan di udara atau dengan ,menggunakan kertas hisap.Amati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1000x.
Pengamatan dan Analisis Hasil :
1. Gambarkan hasil pengamatan
2. Buatlah pembahasan dari hasil praktium saudara
3. Kesimpulan apa yang saudara dapatkan dari percobaan ini ?
128
BAB VIII
TRANSDUKSI SIYAL DAN HORMON
8.1. Pendahuluan
Regiulasi pertumbuhan dan perkembangan fitohormon dipengaruhi secara genetik
dan lingkungan yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dikendalikan oleh suatu senyawa kimia yaitu
fitohormon atau zat pengatur tumbuh (ZPT), suatu senyawa yang dihasilkan pada suatu
temapat jaringan atau organ tertentu namun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan di bagian lain. Hormon dihasilkan pada meristem apikal, daun muda, biji
yang sedang tumbuh dan buah yang sedang berkembang.
Sebagai makhluk hidup tumbuhan mempunyai daya iritabilita. Hal itu ditunjukkan
dengan kemampuan tumbuhan memberikan respon terhadap berbagai bentuk rangsang.
Padahal secara anatomis tumbuhan tidak mempunyai jaringan syaraf untuk menghantarkan
rangsang. Bagaimana tumbuhan dapat memberi respon terhadap rangsang? Diskusikan
kasus tersebut berdasarkan konsep dan teori yang dituliskan dalam uraian materi berikut
ini.
8.2. Uraian Materi
8.2.1. Mekanisme Transduksi Sinyal
Molekul sinyal berintegrasi secara spesifik dengan protein reseptor dan
mengubahnya menjadi aktif , kemudian mengisiasi kejadian sinyal tranduksi yang
mengarah kepada ekspresi gen spesifik.
Gambar. 8.1. Mekanisme transduksi sinyal (https://adoc.pub/queue/perkembangan.html )
8.2.2. Jenis-Jenis Reseptor Sinyal
Reseptor sinyal terdiri atas :
1. Protein reseptor terlarut intrasel, misalnya reseptor steroid hewan, fitokrom,
kriptokrom, auksin reseptor
2. Protein reseptor :
129
a. transmembran 7 transmenbrane-domain receptor : G protein coupled reseptors
(GPCRs)
b. Enzymen-linked receptor : reseptor-like kinases (RLKs)
c. Beberapa ion chanel
Gambar 8.2. Jenis-jenis reseptor sinyal (https://adoc.pub/queue/perkembangan.html )
Reseptor Fitohormon
1. Ethylene yaitu ETR1 (histidin kinases)
2. Sitokinin yaitu CK11 (histidine kinase)
3. Auksin yaitu TIR1 (F-box protein)
4. Brassinosteroid yaitu BRI1 dan BAK1
5. Systemin yaitu tBRI1
6. Phytosulfokines yaitu an LRR-RLK
8.2.3. Jenis, Karakteristik Khusus dan Fungsi Fitohormon
a. Auksin
Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Fritz Went, seorang mahasiswa
Belanda pada tahun 1926. Auksin yang diketemukan Went sekarang dikenal dengan
nama asam indol-3-asetat (IAA). Beberapa ahli percaya bahwa IAA, merupakan
hormon auksin yang sebenarnya. Tumbuhan juga mengandung senyawa lain yang
menimbulkan respon yang sama dengan IAA, sehingga dianggap pula sebagai auksin .
Contohnya asam 4-kloro indol asetat (4-kloro IAA) dijumpai secara luas di dalam
tumbuhan polong, asam fenil asetat (PAA) , didapatkan secara luas pada tumbuhan
dan seringkali lebih banyak daripada IAA meskipun kurang aktif dalam memberikan
responnya.
Tiga senyawa tambahan yang dijumpai pada banyak tumbuhan diduga memiliki
aktivitas auksin. Mereka dengan mudah dapat dioksidasi menjadi IAA in vivo,
sehingga mereka hanya aktif setelah terjadinya konversi. Ketiga senyawa tersebut
belum dapat dikatakan auksin, tetapi hanya sebagai prazat auksin, yaitu
indolasetonitril, indoletanol, dan indolasetaldehid. Masing-masing memiliki struktur
130
yang sama dengan IAA, tetapi masing-masing kekurangan gugus karboksil. Mudah
sekali teroksidasi dengan beberapa enzim dalam tumbuhan.
Beberapa senyawa sintesis yang memiliki respon fisiologis seperti IAA adalah
asam naftalen asetat (NAA), asam indolbutirat (IBA), asam 2,4 diklorofenoksiasetat
(2,4D), asam 2,4,5-trifenoksiasetat (2,4,5-T) dan asam 2 metil-4-klorofenoksi asetat
(MCPA). Karena senyawa-senyawa ini tidak disintesis oleh tumbuhan maka tidak
disebut sebagai hormon tetapi sebagai zat pengatur tumbuh.
Gambar 8.3 Macam-macam Auksin alami dan sintesis (Taiz & Zeiger, 2012)
Sintesis dan perombakan auksin
Tumbuhan memiliki mekanisme untuk mengontol kandungan hormon-hormon
seperti IAA. Salah satu pengontrolan dilakukan dengan cara menginaktifkan
semestara, yaitu gugus karboksil IAA berkonyugasi dengan senyawa lain membentuk
auksin terikat dengan tipe ikatan kovalen, ikatan hidrogen atau ikatan lain yang lemah.
Bentuk auksin yang terkonyugasi misalnya ; indolasetil asam aspartat, ester IAA
inositol dan IAA-glukosada. Pada umumnya IAA dapat dilepaskan dari ikatan ini
dengan enzim hidrolase, dan ini menunjukkan bentuk IAA yang disimpan. Pada
kecambah serealia, IAA terkonyugasi merupakan bentuk paling penting karena dapat
ditransport, terutama dari endosperm biji melalui xilem menuju pucuk koleoptil dan
daun muda. Proses lain untuk melepaskan IAA adalah melalui oksidasi untuk
melepaskan gugus karboksil sebagai CO2 oleh enzim IAA-oksidase. Auksin sintetik
tidak dapat dirusak oleh IAA-oksidase ini termasuk auksin terkonyugasi.
Angkutan auksin
Pengangkutan auksin berlawanan dengan pengangkutan gula, ion, dan zat-zat
terlarut tertentu lainnya. IAA tidak dipindah melalui sistem pembuluh floem dan
xilem. Auksin diangkut secara polar, selalu terjadi dari pada batang terutama dalam
arah basipetal. Angkutan auksin akan bergantung dan dihambat oleh asam 2,3,5-
triindolbenzoat (TIBA) dan asam naftiltamat (NPA). Kedua senyawa ini disebut
antiauksin. Mekanisme angkutan auksin dijelaskan melalui teori
kemiosmotik.(Gambar 8.3)
131
Gambar 8.4. Transpor auksin secara polar (Taiz and Zeiger, 2012)
Pengaruh auksin pada akar dan pembentukan akar
Auksin merangsang perpanjangan potongan akar atau akar pada banyak spesies
tumbuhan pada konsentrasi yang sangat rendah (10-7 – 10-13M , tergantung pada
spesies dan umur akar ). Pada konsentrasi yang lebih tinggi perpanjangan hampir
selalu dihambat Diduga bahwa sel-sel akar biasanya mengandung auksin yang cukup
atau hampir cukup untuk melakukan perpanjangan secara normal. Pemberian auksin
eksogen sering menghambat pertumbuhan akar. Sebagian hambatan ini disebabkan
oleh etilen karena semua tipe auksin akan merangsang berbagai macam sel tumbuhan
untuk memproduksi etilen terutama apabila terdapat sejumlah besar auksin diberikan.
Etilen menghambat perpanjangan akar maupun batang. Secara umum dijumpai
korelasi yang baik antara laju pertumbuhan dengan konsentrasi auksin. Auksin
merangsang perkembangan akar adventif pada batang dan ini merupakan dasar praktek
perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif.
Mekanisme kerja auksin
Diduga ada dua proses yang berkaitan dengan mekanisme kerja auksin. Pertama
disebut efek primer dari setiap hormon pada setiap sel, dimana sejumlah respon dapat
diikuti dari berbagai macam sel. Efek primer ini berbeda antara satu hormon dengan
hormon lainnya. Kedua, adanya suatu protein penerima (reseptor protein) yang
biasanya hanya satu macam protein. Protein tersebut akan mengikat hormon yang
132
diberikan dalam setiap sel dan bekerja secara spesifik. Sel-sel yang berbeda dalam
status diferensiasi dapat menghasilkan protein penerima untuk dua atau lebih hormon,
apabila sel tersebut memang memerlukan lebih dari 2 hormon.
b. Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang dan berhasil diisolasi oleh dua sarjana
Jepang T.Yabuta dan Hayasi pada tahun 1930. Lebih dari 60 macam giberelin telah
ditemukan dari berbagai jamur dan tumbuhan berbiji. Semua Giberelin memiliki 19-20
atom karbon yang berkelompok secara keseluruhan membentuk 4-5 sistem cincin dan
semuanya memiliki satu atom atau lebih gugus karboksil. ( gambar 8.5)
Gambar 8.5. Struktur Giberelin (Taiz & Zeiger, 2012)
Giberelin biasa disingkat GA (gibberellic acis) dan untuk membedakan GA yang
satu dengan lainnya diberi tanda menjadi GA1, GA2, GA3 dan seterusnya. Diantara
semua giberelin , GA3 paling banyak digunakan, dan oleh karenanya sering disebut
asam giberelat saja. Giberelin ditemukan pada Angiospermae, Gymnospermae,
mungkin juga lumut, paku, ganggang dan sedikinya 2 jenis jamur, tetapi tidak
ditemukan pada bakteri. Banyak GA yang telah ditemukan, secara fisiologi merupakan
prazat yang tidak aktif. Selanjutnya lebih dari 20 giberelin telah ditemukan dalam
jamur Giberella fujikuroi yang fungsinya di dalam jamur belum diketahui.
GA termasuk senyawa isoprenoid dan merupakan diterpen yang disintesis dari
unit-unit asetat yang berasal dari asetil-Ko-A melalui jalur asam Mevalonat (Gambar
8.5). Senyawa-senyawa penghambat kerja GA adalah Phosphon-D, Amo-1618, CCC
atau cycocel dan Ancymidol. Dua senyawa pertama menghalangi konversi geranil-
geranil pirophospat. Selanjutnya phosphon D menghambat sintesis kauren dari asam
kaurenat. Hambatan –hambatan oleh zat-zat tersebut dapat ditanggulangi bukan hanya
oleh GA3 tetapi dapat juga oleh tiga sterol ( -sitostrerol, stignasterol dan kolesterol).
Selain disintesis, GA biasanya mengalami perombakan secara perlahan atau
terkonyugasi menjadi senyawa tidak aktif, sebagai usaha penyimpanan atau bentuk
yang dapat ditransport. Contoh glukosida , dimana glukosa bergabung dalam suatu
ikatan eter pada salah satu gugus OH atau dalam ikatan ester pada gugus karboksil dari
giberelin. Biji yang masih muda mengandung GA dalam jumlah yang relatif tinggi
dibandingkan dengan bagian lain pada tumbuhan, dan untuk beberapa spesies, ekstrak
dari biji merupakan sumber GA. Tingginya kandungan GA di dalam biji merupakan
hasil biosintesis in situ dan bukan hasil transport. Akar secara nyata mensintesis GA,
GA ditransport secara difusi, dilakukan melalui xilem dan floem dan tidak polar.
133
Mekanisme kerja giberelin
Dalam proses pemanjangan batang ada tiga peristiwa kerja giberelin yang
Pertama, GA merangsang pembelahan sel-sel pucuk, terutama sel-sel meristematik
yang lebih basal dan kemudian berkembang menjadi satu kumpulan sel-sel korteks
dan empelur yang tumbuh memanjang. Bertambahnya jumlah sel mengarah kepada
makin cepatnya pertumbuhan batang, karena setiap sel ini dapat tumbuh.
Kedua, GA kadang merangsang pertumbuhan sel karena meningkatkan hidrolisis
amilum, fruktan dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa.
Ketiga, GA kadang meningkatkan platisitas dinding sel. Perpanjangan ruas yang
terjadi pada oat yang disebabkan oleh GA3 dapat mencapai 15 kali lebih panajang
daripada tidak diberi. GA tidak hanya merangsang pertumbuhan batang, tetapi seluruh
bagian tumbuhan.
Perangsangan giberelin pada pertumbuhan
Umumnya tumbuhan dikotil dan monokotil merespon dengan malakukan
pertumbuhan lebih cepat apabila diberi GA. Sedangkan beberapa spesies dari familia
Pinaceae menunjukkan respon pemanjangan yang kecil, barangkali karena mereka
telah cukup mengandung hormon tersebut. Kubis dan spesies lain membentuk roset
dan memiliki ruas yang pendek kadang dapat tumbuh setingi 2 M dan berbunga
setelah diberi GA. (gambar 8.6. c,d) Tumbuhan yang secara genetik kerdil dapat
menjadi tinggi secara fenotip setelah diberi GA3 atau GA lainnya. Meskipun demikian
kita tidak dapat menyimpulkan bahwa semua tumbuhan kerdil mengalami defisiensi
hormon GA. Kekerdilan dapat disebabkan oleh rendahnya kadar auksin, tingginya
kadar asam absisat (ABA) atau sebab lain yang tidak diketahui.
Gambar 8.6. a. c Tanaman tanpa GA b.d Dengan pemberian GA
(Taiz & Zeiger. 2012)
134
c. Sitokinin
Tahun 1913 G. Haberlandt menemukan senyawa yang diperoleh dari jaringan
ikatan pembuluh berbagai jenis tumbuhan, dan dapat merangsang pembelahan sel,
menyebabkan pembentukan kambium gabus dan penyembuh luka pada potongan umbi
kentang. Senyawa ini kemudian dikenal dengan nama sitokinin, artinya zat yang
merangsang sitokinesis. Tahun 1940 Yohanes Van Overbeek, menemukan sitokinin di
dalam cairan endosperm kelapa muda. Tahun 1950 F. Skoog, memnyatakan bahwa
potongan empelur batang tembakau, membelah lebih cepat apabila sepotong jaringan
pembuluh diletakan pada permukaan empelur. Tahun 1964, Lethan menemukan zeatin
dan zeatin ribosa dalam endosperm biji jagung. Tidak satupun dari sitokinin berapa
pada DNA atau merupakan hasil penguraian DNA, tetapi terjadi ada tRNA dan kadang
pada rRNA tumbuhan berbiji, ragi, bakteri dan beberapa dijumpai berada dalam
bentuk sitokin bebas yang tidak terikat yang memberikan respon fisiologi.
Gambar 8.7. Struktur Sitokinin (Taiz and Zeiger, 2012)
Metabolisme sitokinin
Percobaan Chong-Maw Chen dan D.K.Meliyz tahun 1979 menunjukkan bahwa
jaringan tumbuhan mengandung enzim yang mensintesis isopentenil adenosin-5 fosfat
(isopentenil-AMP) dari AMP dengan suatu isomer isopentenil pirofosfat. Senyawa
terakhir ini merupakan hasil jalur asam mevalonat dan merupakan prazat penting
untuk sterol, giberelin, karotenoid, dan senyawa-senyawa isoprenoid lainnya.
Isopentenil AMP yang disintesis dalam reaksi ini, kemudian dapat dikonversi
menjadi isopentenil adenosin dengan melepaskan gugus ribosa melalui proses
hidrolisis. Isopentenil adenosin kemudian dapat dikonversi lebih lanjut menjadi
isopentenil adenin melalui proses hidrolisis. Isopentenil adenin kemudian dioksidasi
menjadi zeatin dengan mengganti satu hidrogen pada gugus metil dari ikatan samping
isopentenil oleh OH.
Sitokinin pada tingkat sel, dipengaruhi juga oleh perombakan dan konversinya
menghasilkan turunan yang tidak aktif disamping nukleosida dan nukleotida.
Perombakan sebagian besar dilakukan oleh sitokinin oksidase suatu sistem enzim yang
melepaskan ikatan samping 5-C dan menghasilkan adenin bebas. Jika zeatin ribosa
yang dioksidasi akan menghasilkan adenosin bebas. Sintesis turunan sitokinin
ternyata lebih kompleks karena banyak konyugasi akan terbentuk. Konyugasi yang
paling umum adalah yang mengandung glukosa dan ribosa. Karbon pertama (C-1))
dari glukosa dapat melekat pada gugus hidroksil ikatan samping zeatin, zeatin ribosa,
dihidrozeatin dan dihidrozeatin ribosida. Cara lain adalah C-1 glukosa melekat pada
atom nitrogen ( melalui ikatan C-N) pada posisi 7 atau 9 sistem cincin adenin dalam
135