The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Budi Daya Tanaman Sehat Secara Organik (Ismail Marzuki, Noverita Sprinse Vinolina etc.)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by perpuspuspitabangsa.92, 2022-09-27 02:18:21

Budi Daya Tanaman Sehat Secara Organik (Ismail Marzuki, Noverita Sprinse Vinolina etc.)

Budi Daya Tanaman Sehat Secara Organik (Ismail Marzuki, Noverita Sprinse Vinolina etc.)

Keywords: buku

Bab 3 Pertanian Organik Dalam Berbagai Perspektif 37

masih menanam tanaman sayuran seperti bayam, kangkung, selada dan tomat.
Akan tetapi saat ini sudah berkembang ke tanaman buah, padi dan juga
tanaman jenis farmako. Sedangkan di beberapa negara lainnya telah merambah
ke tanaman keras seperti kopi, teh dan juga kapas. Jika melihat konsumennya,
produk tanaman organik masih terbatas dikonsumsi oleh orang-orang yang
sadar akan kesehatan, sementara masih banyak orang yang awam terhadap
tanaman organik (Pracaya dan Gema Kartika, 2016).

Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam mendukung sistem pertanian
organik di Indonesia. Keseriusan pemerintah dalam penerapan sistem
pertanian organik di Indonesia dapat dilihat dengan terbitnya Peraturan
Menteri Pertanian terkait pertanian organik, mulai dari penjelasan istilah
’organik’ yang menempel pada produk pertanian, budi daya pertanian organik,
standar yang digunakan sebagai acuan dalam produk organik sampai dengan
lembaga sertifikasi yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan sertifikasi
produk pertanian organik

Adanya dukungan pemerintah terhadap sistem pertanian organik menjadikan
petani semakin giat dalam melakukan pemasaran produk organik. Strategi
pemasaran yang berbasis pada pelestarian lingkungan, merupakan
perkembangan yang baru di bidang pemasaran, serta merupakan peluang yang
potensial dan strategis dan memiliki keuntungan untuk kedua belah pihak
pelaku utama ekonomi. Produk organik ini yang juga dikenal dengan produk
green marketing merupakan produk yang aman bagi kesehatan manusia dan
juga lingkungan (Khorniawati, 2014).

3.2 Keutamaan Pertanian Organik

Sistem Pertanian organik menurut Peraturan Menteri Pertanian/Permentan
nomor 64 tahun 2013 memiliki pengertian bahwa sistem manajemen produksi
untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan dengan penggunaan
budaya, metode biologi yang tidak menggunakan bahan sintetis mulai dari
budi daya sampai pengolahan produknya. Pada pembahasan ini keutamaan
pertanian organik dapat dilihat dari 3 aspek sebagai acuan dalam memberikan
perspektif pertanian organik yaitu: (1) Petani maupun pengusaha di bidang
pertanian sebagai pelaku ekonomi, (2) Masyarakat sebagai konsumen dan (3)

38 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Aspek terhadap dampak terhadap lingkungan, yang akan dibahas satu per satu
dari setiap aspek.

3.2.1 Perspektif dari Petani dan pengusaha di bidang
pertanian

Berbicara tentang petani atau pengusaha bidang pertanian tentunya juga
berbicara tentang pasar. Jika dilihat dari pemasaran produk organik, maka
peminat produk pertanian organik di dalam negeri belum banyak peminat di
luar negeri. Hal ini dikarenakan informasi terkait keunggulan produk pertanian
organik dalam aspek kesehatan belum tersampaikan dengan baik kepada
konsumen. Walaupun begitu secara bisnis pertanian organik di Indonesia
memiliki peluang besar baik pemasaran domestik maupun internasional
(Mayrowani, 2012). Dewasa ini produk olahan dari pertanian organik sudah
banyak diminati masyarakat tak terkecuali produk pangan ekspor.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pertanian organik
yang dapat dijadikan acuan oleh petani adalah sebagai berikut:

1. Terpadu, yaitu pengelolaan pertanian yang mengembangkan seluruh
komponen baik ternak, ikan dan tanaman seperti model agroforestry

2. Mengoptimalkan potensi alam baik iklim, budaya maupun sumber
daya alam

3. Menciptakan keanekaragaman sumber panen
4. Meminimalisir erosi
5. Memelihara dan menjaga sumber kehidupan yang ada
6. Memberikan keuntungan bagi semua pelaku utama yaitu petani,

pengusaha bidang pertanian dan juga masyarakat sebagai konsumen
(Winangun, 2005)

Produk pertanian organik tentunya memerlukan legalitas terhadap kata
”organik” yang dibuktikan dengan sertifikasi. Perlunya sertifikasi terhadap
produk pertanian organik merupakan langkah awal untuk pemasaran yang
menguntungkan bagi petani atau produsen. Sertifikasi organik tidak hanya
berdasarkan lokasi dan teknik budi daya yang diterapkan, tetapi juga melihat
sumber penerapan produksi yang digunakan dalam sistem pertanian organik
tersebut. Misalnya, apakah benih yang digunakan juga organik dan dari mana
sumber air yang digunakan. Residu kimia dari lahan lain di sekitar lingkungan

Bab 3 Pertanian Organik Dalam Berbagai Perspektif 39

juga mendapatkan perhatian karena dapat menyebar melalui banyak cara,
seperti melalui angin dan aliran air yang meresap ke tanah. Oleh karena itu,
walaupun ditanam di lahan dengan teknik organik, jika masukan produksinya
ada yang berasal dari bahan yang bukan organik maka dapat dinyatakan bahwa
produk yang dihasilkan tidak 100% organik (Pracaya dan Gema Kartika,
2016).

Beberapa negara Asia telah melakukan penelitian dan mendapatkan hasil
bahwa pertanian organik menunjukkan dampak positif bagi penghasilan petani
organik, salah satunya yaitu di Cina. Ketika negara ini mengeluarkan sertifikat
pertanian organik sesuai dengan sertifikat organik Uni Eropa di awal tahun
1990an, awalnya pemasaran produk masih terkonsentrasi di pasar ekspor dan
pemasaran lokal masih rendah. Setelah Cina menyoroti terkait standar organik
pada tahun 2005, pasar lokal menunjukkan peningkatan yang tajam dalam
menghasilkan produk pertanian organik dan merupakan urutan keempat dunia
dalam pasar pertanian organik (Qiao et al., 2018).

Indonesia juga sudah menerapkan penggunaan sertifikasi terhadap produk
pertanian organik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia Sistem Pangan
Organik yang disahkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Hal ini bertujuan
untuk melindungi konsumen dan juga produsen agar tidak dirugikan oleh para
pemalsu produk organik. Menurut hasil kajian aliansi organis Indonesia pada
tahun 2010 produsen pertanian organik di Indonesia mulai mengatur tren
sertifikasi produk organik yang dapat dilihat dari jumlah produk organik yang
bersertifikasi berjumlah 9.805. Jumlah ini lebih banyak dua kali lipat daripada
produk organik yang belum tersertifikasi yaitu 3.817. Tren pertanian organik di
Indonesia ini tidak hanya menunjukkan peningkatan luas lahan yang
digunakan dengan sistem pertanian organik tetapi juga bertambah dalam
ragam komoditas dan budi daya, merk organik serta pemasok yang
menawarkan produknya ke swalayan (Mayrowani, 2012).

Produksi pangan secara organik juga dihimpun oleh Aliansi Organis Indonesia
di mana data menunjukkan tingkat produksi sayuran dan beras organik selama
dua tahun, sejak tahun 2013 hingga 2015 masih mengalami fluktuatif , artinya
data ini menunjukkan bahwa sistem pertanian organik di Indonesia memiliki
prospek yang terus mengalami peningkatan (Yuriansyah et al., 2020).

Penggunaan sertifikasi untuk produk organik juga tertuang dalam Peraturan
Menteri Pertanian yang terbit pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa
organik adalah istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah

40 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

diproduksi sesuai dengan standar produksi organik yaitu Sistem Pangan
Organik SNI 6729:2010 dan revisinya serta dikeluarkan oleh Lembaga
Sertifikasi Organik (LSO) di mana lembaga inilah yang bertanggung jawab
untuk mengeluarkan sertifikasi produk yang dijual dan diimpor dengan label
organik sesuai dengan SNI (Artini, 2016).

Adanya sertifikasi memberikan nilai jual yang lebih tinggi terhadap produk
pertanian organik, karena sertifikasi merupakan pengakuan yang sah oleh
Badan Standar Nasional terutama di pasar ekspor. Hal ini tentunya menjadi
keuntungan kepada produsen walaupun hingga saat ini persoalan sertifikasi ini
masih menjadi masalah, mulai dari proses sertifikasinya yang panjang serta
biaya yang dikenakan untuk pengurusan dan penerbitan surat sertifikasi
tersebut. Di Indonesia melalui konsensus yang dikoordinasikan oleh Pusat
Standardisasi dan Akreditasi pada tanggal 8 Juli 2002, menghasilkan SNI
No.01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik. Di dalam SNI ini
menjelaskan dan mengatur terkait lahan, saprodi, pengolahan, labeling sampai
pemasaran produk organik. Tujuan utama dari Standar ini adalah untuk
memfasilitasi produsen produk pangan organik di Indonesia agar mempunyai
acuan di dalam melabel produknya dan juga dapat diterima pasar global,
karena standar yang disahkan merupakan adopsi dari standar internasional
Codex GL/32.1999, rev.I tahun 2001.

Umumnya produsen produk organik ini terutama petani berharap mendapat
harga tinggi untuk produk-produk organik yang dihasilkan dari lahan pertanian
yang mereka garap setelah disterilkan dari bahan-bahan kimia. Tetapi
bilamana harga tertinggi pun tidak terpenuhi, pada dasarnya petani organik
sudah mendapatkan keuntungan karena biaya produksi organik lebih rendah
jika dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional. Hal ini dapat dilihat
dari pemangkasan biaya pembelian pupuk kimia, hanya keuletan perlu
ditingkatkan dalam perawatan pertanian organik ini. Ada beberapa keuntungan
bagi pihak petani atau produsen pertanian organik dalam membudi dayakan
tanaman secara organik, yaitu: (1) Penurunan biaya dalam penggunaan pupuk
kimia, (2) Kesuburan tanah petani dapat kembali, (3) meningkatnya
pendapatan petani karena harga jualnya lebih tinggi terutama di pasar ekspor.
Sayangnya pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor, tetapi
dengan tingkat harga yang menarik tersebut petani dapat digerakkan dan
termotivasi untuk mengembangkan lahan pertanian organik (Mayrowani,
2012).

Bab 3 Pertanian Organik Dalam Berbagai Perspektif 41

3.2.2 Perspektif dari pihak konsumen

Tujuan utama dari pertanian organik adalah menyediakan produk-produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan baik produsen
dan tentunya lebih utama konsumen dan tidak merusak lingkungan.
Mengonsumsi makanan aman dengan kandungan nutrisi tinggi sudah menjadi
tren sekarang ini (Mayrowani, 2012).

Perspektif pertanian organik jika dilihat dari segi konsumen tentu tidak jauh-
jauh dari masalah gizi dan keamanan. Makanan sehat menghasilkan manusia
sehat dan mampu menjadikan obat kepada konsumennya. Ada beberapa hal
yang menjadikan hukum makan sehat yaitu: (1) makanan harus utuh, murni
dan alami, (2) makanan harus proporsional, (3) 60% dari bahan makanan
sebaiknya dimakan tanpa diolah, (4) komposisi makanan harus memenuhi
keseimbangan asam dan basa tubuh. Komposisi makanan sehat ini hanya akan
kita dapatkan dari sistem pertanian organik. Sayur-sayuran, makanan
berkarbohidrat, buah-buahan ditambah protein yang bebas polusi merupakan
sebagian besar dari produk pertanian organik, yang prosesnya tidak
menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia dan media tanam yang terhindar
dari bahan-bahan kimia (Winangun, 2005).

Konsumen di negeri uni eropa sudah lebih memperhatikan kualitas pangan dan
pemerintahnya juga turut andil dalam pemenuhan standar produk organik yang
akan dikonsumsi. Sedangkan di Indonesia konsumsi produk organik masih
berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak. Masyarakat awam masih
menganggap produk organik adalah produk yang bagus tidak hanya dari segi
kandungan nutrisi, namun juga penampilan produknya (Eviyati, 2017).

Alasan yang mendasar konsumsi produk pertanian organik semakin marak di
Indonesia dikarenakan sistem pertanian organik dapat menyediakan produk
yang bebas dari penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Hal ini yang
menyebabkan perubahan gaya hidup dan cara pandang masyarakat Indonesia
terhadap produk pertanian yang semakin peduli terhadap nilai gizi dan
keamanan produk (Yuriansyah et al., 2020).

Produk organik memang memiliki nilai gizi yang tinggi, namun hal ini
menjadikan harganya yang tinggi juga, ada beberapa hal yang menjadi
perhatian oleh konsumen dalam menyikapi produk organik yaitu: (1)
Pengalaman yang merasakan puas membeli dan kecocokan menyebabkan
konsumen akan terus menerus mengkonsumsi produk tersebut, (2)

42 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Kepercayaan dari kebiasaan keluarga dalam menggunakan produk organik
karena manfaat yang didapatkan dari mengkonsumsi produk organik.

Berdasarkan sikap di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah
faktor utama yang menjadikan masyarakat beralih pola konsumsi dari produk
non-organik ke produk organik. Produk organik diyakini tidak mengandung
bahan-bahan kimia selama proses produksi. Selain kesehatan masyarakat juga
mulai menyadari bahaya bahan kimia yang berlebihan terhadap keseimbangan
alam. Sudah banyak studi ilmiah yang menyatakan dampak negatif dari
penggunaan bahan kimia terhadap pencemaran lingkungan yang menjadikan
kesadaran masyarakat untuk memilih produk untuk dikonsumsi yang ramah
terhadap kesehatan mereka sendiri dan juga ramah lingkungan (Khorniawati,
2014).

3.2.3 Perspektif Dampak terhadap Lingkungan

Pertanian organik merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras dengan
alam untuk mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat manusia dan
dirancang menjadi sebuah sistem usaha tani yang mengikuti prinsip-prinsip
alam dalam membangun keseimbangan agroekosistem agar bermanfaat bagi
tanah, air, udara, tanaman dan seluruh makhluk hidup yang ada serta
menyediakan bahan yang sehat khususnya pangan bagi kebutuhan manusia
(Winangun, 2005).

Upaya perbaikan terhadap lingkungan terutama kondisi tanah baik sifat fisik
tanah, faktor kimia tanah maupun faktor hayati (biologis) tanah melalui sistem
pertanian organik membutuhkan jangka waktu yang cukup lama. Karena
alasan yang demikian maka diharapkan lahan persawahan yang sudah dikelola
secara organik haruslah mendapat perlindungan supaya tidak tercemar oleh
zat-zat kimia berbahaya dan merugikan (Suwantoro, 2008).

Bercocok tanam secara organik tentunya harus menggunakan pestisida organik
juga. Penggunaan pestisida organik ini diharapkan bersifat ramah lingkungan
karena mudah terdegradasi sehingga aman bagi ekosistem. Selain itu petani
juga tidak bergantung pada penggunaan pestisida kimia yang mengeluarkan
biaya tambahan, hal ini karena pestisida organik dapat dibuat sendiri dari
bahan-bahan yang tersedia di alam. Dalam penggunaannya pestisida harus
disesuaikan dengan hama dan penyakit yang menyerang agar lebih efektif
(Pracaya dan Gema Kartika, 2016).

Bab 3 Pertanian Organik Dalam Berbagai Perspektif 43

Pertanian organik diharapkan mampu mencegah kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan oleh penggunaan bahan kimia untuk pengendalian organisme
pengganggu tanaman, serta pemupukan dan penggunaan pestisida dapat
menjadi bahaya dan ancaman yang serius terhadap pelestarian sumber daya
alam.

Pertanian ramah lingkungan yang dalam hal ini lebih ditekankan kepada
pertanian organik mempunyai prinsip pengelolaan ekosistem sebagai berikut:

1. Menjamin kondisi tanah yang mendukung bagi pertumbuhan
tanaman, khususnya dengan mengelola bahan-bahan organik dan
meningkatkan kehidupan dalam tanah

2. Mengoptimalkan unsur hara dan menyeimbangkan arus unsur hara,
khususnya melalui peningkatan nitrogen, pemompaan unsur hara,
daur ulang dan pemanfaatan pupuk kandang sebagai pelengkap

3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan
air dengan cara pengelolaan iklim mikro, pengelolaan air dan
pengendalian erosi

4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan
hewan melalui pencegahan dan perlakuan yang aman.

Pengelolaan bahan organik sangat diperlukan untuk meningkatkan kadar
humus tanah yang sangat dibutuhkan untuk menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan akar tanaman. Jika unsur hara digantikan terutama oleh bahan-
bahan kimia dan petani menganggap tidak penting lagi pemberian pupuk
kandang, maka tanah akan miskin bahan organik dan unsur hara penyangga
dan juga menjadikan tanah rentan akan kekeringan dan serangan hama
sehingga mengakibatkan produktivitas dan kestabilan tanah untuk bertani akan
menurun (Yayasan Pengembangan Sinar Tani, 2001).

Sistem pertanian yang digunakan oleh petani atau pun produsen bidang
pertanian dikenal dengan tiga sistem secara garis besar yaitu: pertanian
konvensional, pertanian organik dan bioteknologi pertanian. Ketiga sistem ini
memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal pengelolaannya yaitu: (1)
pertanian konvensional menggunakan sistem pengelolaan tanaman dengan
mengandalkan bahan kimia baik pupuk maupun pestisida untuk mendapatkan
hasil yang optimal, (2) Pertanian organik menggunakan sistem pengelolaan
pertanian tanpa bahan kimia sehingga memiliki nilai jual karena lebih sehat

44 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

dan ramah terhadap alam, (3) Bioteknologi pertanian menerapkan teknologi
terbaru untuk meningkatkan hasil pertanian yang memberikan dampak salah
satunya yaitu pengurangan varietas tanaman karena paksaan atau dorongan
untuk menggunakan satu atau beberapa varietas tanaman sehingga dapat
memicu serangan hama atau stres baru yang tidak diperkirakan sebelumnya.

Ketiga sistem tersebut telah digunakan oleh petani, karena masalah dunia yang
semakin kompleks dan dapat dirasakan berdampak terhadap kerusakan alam,
maka pemilihan pengolahan tanaman dengan menggunakan sistem pertanian
organik diharapkan mampu mengembalikan keseimbangan alam dengan tetap
memberikan keuntungan kepada segala pihak, yaitu petani mendapatkan
keuntungan dengan nilai jual yang lebih tinggi dengan biaya produksi yang
lebih rendah, konsumen mendapatkan keuntungan dengan nilai gizi yang
terkandung dalam makanan yang dikonsumsi dan kembalinya kesuburan tanah
serta untuk tujuan besarnya diharapkan dapat mengurangi pemanasan global
(Winangun, 2005).

Dampak positif kepada lingkungan dengan menggunakan sistem pertanian
organik adalah: (1) Memberikan lingkungan kerja yang aman bagi petani, (2)
meminimalkan polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian, (3) menjaga dan
meningkatkan produktivitas lahan dalam jangka panjang, (4) kelestarian alam
dapat terpelihara dengan baik, (5) meningkatkan ketersediaan unsur hara P,K
dan Ca dalam jangka panjang (Eviyati, 2017).

3.2.4 Permasalahan Pertanian Organik

Setiap sistem pertanian memiliki nilai minus dari setiap aspek yang
menyertainya, pada bab ini kita akan bahas permasalahan sistem pertanian
organik dari aspek produsen dan konsumen. Para pelaku pertanian organik
yaitu produsen berasal dari latar belakang yang beragam menyebabkan
beragam pula motif dan kepentingan yang mendasarinya. Produsen pertanian
organik yang terlalu berorientasi pada keuntungan ekonomi sesaat seringkali
melupakan prinsip - prinsip dari pertanian organik yang terdiri dari prinsip
kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan (Suwantoro, 2008).

Metode pertanian organik yang hanya mengandalkan kompos, pupuk kandang
dan obat-obat alami lainnya memang masih belum secepat pertanian
konvensional dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam jangka pendek
namun dalam jangka panjang akan menjamin hasil pertanian secara
berkesinambungan (Winangun, 2005).

Bab 3 Pertanian Organik Dalam Berbagai Perspektif 45

Secara ekonomi nilai jual produk organik lebih mahal dibandingkan dengan
produk non-organik, tentu hal ini sangat menguntungkan kepada produsen
namun tidak untuk konsumen. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
masyarakat enggan untuk membeli produk organik. Selain harga masyarakat
juga kesulitan mencari produk yang diinginkan karena pada umumnya produk
organik merupakan produk impor.

Harga produk organik yang mahal juga disebabkan sistem pertanian
konvensional masih mendominasi, dikarenakan pertanian organik tidak
menggunakan bahan kimia dan sejenisnya pada masa produksinya sehingga
risiko gagal panen lebih besar daripada pertanian konvensional. Kondisi inilah
yang menyebabkan terbatasnya produk pertanian organik dan mengakibatkan
harga semakin mahal (Khorniawati, 2014). Melalui pertanian organik ada
banyak keuntungan yang bisa diraih yaitu keuntungan secara ekologis,
ekonomis, sosial, politis dan keuntungan kesehatan. Diharapkan keuntungan
dalam segi ekonomi tidak menjadi orientasi utama sehingga melupakan aspek
perlindungan terhadap lingkungan (Suwantoro, 2008). Dari penjelasan diatas
maka dapat disimpulkan beberapa poin penting terkait perspektif Pertanian
Organik jika dilihat dari tiga aspek di atas yaitu:

Aspek petani atau produsen bidang pertanian organik

1. Peluang bisnis pertanian organik cukup besar kepada petani
2. Petani mendapatkan keuntungan terhadap biaya produksi yang tidak

menggunakan bahan kimia
3. Sertifikasi diperlukan oleh petani untuk pengakuan produk organik

sehingga menambah nilai jual

Aspek konsumen

1. Konsumen mendapatkan nilai gizi dan nutrisi yang tinggi terhadap
produk yang dikonsumsi

2. Konsumen lebih memahami bahaya penggunaan bahan kimia

Aspek dampak terhadap lingkungan

1. Kembalinya keseimbangan alam
2. Kesuburan tanah dapat kembali
3. Efek negatif yang lebih luas terhadap pemanasan global dapat

dikurangi dari perilaku pertanian.

46 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Bab 4

Pengembangan Sayuran
Organik Pada Lahan
Pekarangan

4.1 Pendahuluan

Tanaman sayuran merupakan tanaman yang paling banyak dibudi dayakan dan
dibutuhkan oleh masyarakat baik untuk dikonsumsi secara langsung maupun
dimasak. Sayuran merupakan tanaman yang dikelompokkanke dalam tanaman
hortikultura. Di dalam hortikultura tanaman sayuran dapat diartikan ke bagian
dari tanaman sayuran seperti tunas, daun, buah dan akar yang dapat
dikonsumsi secara utuh atau sebagian dari tanaman sayuran tersebut. Tanaman
sayuran dapat dicampur dengan bahan-bahan lain seperti, daging dan ikan
yang dimasak secara langsung (Andriani et al., 2018).
Kebutuhan tanaman sayuran di masyarakat meningkat, hal ini dikarenakan
masyarakat sangat tahu manfaat dan khasiat tanaman sayuran. Tanaman
sayuran memiliki sumber vitamin, mineral, serat dan juga bahan yang lain
yang dapat menyehatkan serta menyembuhkan penyakit bagi masyarakat yang

48 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

mengkonsumsi sayuran. Menurut FAO setiap orang memerlukan sayuran
untuk dikonsumsi sebanyak 75 kg/tahun.Sedangkan masyarakat
Indonesiamengkonsumsi sayuran 34 kg/tahun (Latifah et al., 2014). Dilihat
dari segi kesehatan masyarakat Indonesia kurang mengkonsumsi sayuran,
sehingga konsumsi sayuran perlu ditingkatkan pada masyarakat Indonesia.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi sayuran
dengan cara sosialisasi dan membuat inovasi olahan sayuran (Sutarni et al.,
2018).

Tubuh manusia sangat memerlukan sayuran, hal ini dikarenakan di dalam
sayuran banyak terdapat kandungan unsur-unsur nutrisi.Unsur-unsur nutrisi
dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk menjamin semua proses biologi tubuh
sehingga bisa berjalan dengan normal.Apabila tubuh sudah berjalan dengan
normal dapat membuat tubuh menjadi segar dan sel-sel yang ada di dalam
tubuh tidak mudah rusak.Kandungan unsur-unsur nutrisi yang terdapat dalam
sayuran seperti, vitamin, mineral, pektin, serat, senyawa aromatik, zat pahit
(fenol, terpenoid), antioksidan, bahan-bahan sumber energi, asam organik dan
lain-lain. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat bermanfaat untuk menjaga
kesehatan tubuh kita (Widowati et al., 2018).

Tanaman sayuran merupakan tanaman yang paling banyak dibudi dayakan di
Indonesia. Tanaman sayuran banyak digunakan masyarakat untuk sebagai
masakan dan lalapan. Tanaman sayuran di wilayah pedesaan dibudi dayakan
pada lahan pertanian yang luas.Akan tetapi, di perkotaan lahan tidak tersedia
yang luas untuk budi daya tanaman sayuran. Jadi pemanfaatan lahan
pekarangan harus dioptimalkan (Widowati et al., 2018).

Perkarangan yang dimanfaatkan sebagai lahan tanaman sayuran dan tanaman
lainnya akan memiliki keindahan dan dapat meningkatkan nilai dari
perkarangan tersebut. Di Indonesia memiliki luas lahan perkarangan mencapai
10,3 hektar. Pemanfaatan pekarangan dapat meningkatkan produktivitas dari
lahan tersebut. Sehingga memberikan peluang yang besar terhadap lahan
pekarangan tersebut. Peluang-peluang tersebut seperti tanaman-tanaman
pangan dan tanaman obat-obatan, sehingga tanaman tersebut memiliki nilai
jual yang tinggi.Tanaman tersebut sangat berpotensi sangat besar untuk
sumber penyedia bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi (Fauziah,
2020).

Di Pekarangan sangat cocok untuk memulai menanam sayuran-sayuran
organik dalam skala kecil. Sayuran-sayuran organik merupakan sayuran yang

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 49

ditanam pada lahan atau pekarangan tanpa menggunakan bahan kimia.
Sehingga di dalam proses pemupukkan dan pemeliharaan tanaman
menggunakan bahan-bahan alami (Nurlina et al., 2019). Pemupukkan dapat
dilakukan dengan menggunakan kotoran-kotoran ternak, baik dari sapi,
kerbau, kambing dan hewan lainnya. Selain itu, sisa-sisa tanaman juga bisa
dijadikan sebagai pupuk dan limbah rumah tangga.Sayuran organik sangat
baik sekali untuk dikonsumsi karena tanpa adanya residu pestisida sintetik.

4.2 Sayuran Organik dan Pekarangan

4.2.1 Sayuran Organik

Sayuran organik merupakan sayuran yang dalam budi dayanya tanpa
menggunakan bahan kimia. Sayuran organik sangat dibutuhkan oleh
masyarakat,hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat tentang pangan yang
sehat. Sayuran organik sangat diminati oleh masyarakat walau harganya lebih
mahal (Andriani et al., 2018). Dalam keadaan sekarang merupakan peluang
yang cukup baik untuk kegiatan usaha sayuran organik, karena memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Apalagi untuk kehidupan masyarakat kota yang sangat
heterogen dengan berbagai macam profesi yang umumnya yang bergerak di
bidang bukan pertanian, dengan penghasilan yang stabil dan tingkat kesadaran
masyarakat pangan yang sehat. Hal ini, sangat berpengaruh sekali terhadap
calon konsumen yang cerdas dalam memilih produk-produk yang sehat,
terutama produk-produk pangan yang dibudi dayakan secara organik.
Pertanian organik dapat dilakukan di mana saja baik di pedesaan maupun
diperkotaan (Fatmawaty et al., 2017).

Di pedesaan pertanian organik masih belum banyak dilakukan karena susah
untuk dilakukan pemasaran produknya. Hal ini dikarenakan jangkaunya lebih
jauh dan sering sekali akses jalan yang rusak serta fasilitas yang kurang.
Sehingga produk-produk yang akan dipasarkan akan mengalami kerusakan.
Pertanian organik banyak dikembangkan di daerah perkotaan, hal ini
dikarenakan masyarakat kota sudah mulai menggemari produk organik (Arofi
dan Wahyudi, 2017). Praktek-praktek pertanian yang konvensional di daerah
sentra produksi yang masih banyak mengandalkan pupuk dan pestisida kimia
dalam melakukan budi daya tanaman. Di perkotaan masih belum banyak
dilakukan pertanian organik, hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan

50 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

dan tenaga dalam mengembangkan pertanian organik di perkotaan (Putro dan
Sopyan, 2020).

Budi daya sayuran organik merupakan budi daya tanaman yang ramah
lingkungan dan tidak ada residu yang pada produk pertanian. Di dalam budi
daya tanaman sayuran organik, suatu media tanam dapat dikelola dengan baik
dan benar, sehingga dapat menyokong pertumbuhan tanaman sampai panen
secara optimal. Penyediaan unsur hara dan melekatnya akar tanaman
tergantung dari media tanam pada proses budi daya (Hadisuwito, 2015).

Pupuk organik merupakan pupuk yang dihasilkan dari bahan organik. Suatu
pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap dan bervariasi baik
unsur hara makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Akan tetapi,
kandungan unsur-unsur hara yang terdapat pada pupuk organik lebih rendah
dibandingkan dengan pupuk anorganik. Secara umum pupuk organik memiliki
karakteristik, seperti kandungan unsur hara sangat rendah dan sangat
bervariasi, penyediaan hara terjadi secara lambat dan tersedia dalam jumlah
terbatas (Hisani dan Herman, 2019). Pupuk organik memiliki unsur-unsur
mengandung berbagai nutrisi penting yang dibutuhkan tanaman yang
merupakan sumber nutrisi yang lengkap bagi tanaman itu sendiri. Kandungan
Unsur makro yang dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur
mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B),
molybdenum (Mo) dan Alumunium (Al). Pupuk organik yang dibuat dengan
bahan baku yang lengkap bisa mengandung semua kebutuhan unsur hara
tersebut (Yusuf et al., 2020).

Kesuburan tanah perlu ditingkatkan, hal ini dikarenakan tanah sebagai media
tanam dalam budi daya pertanian organik. Tanah sebagai media tanam dapat
dilakukan dengan penambahan bahan-bahan organik sebagai campuran baik
saat penyiapan media sebelum penanaman maupun saat berlangsungnya
pertumbuhan tanaman tersebut. Media-media tanam dapat dilakukan
perbaikan dengan cara penambahan bahan organik. Bahan-bahan organik yang
dapat ditambahkan ke dalam media tanam seperti kompos, pupuk kandang dan
bahan organik lainnya. Arang sekam dan serbuk gergaji kayu bisa
ditambahkan pada media tanam (Damayanti, et al., 2019).

Arang sekam memiliki kandungan kimia yang dapat dijadikan sebagai nutrisi
bagi media tanam. Kandungan pada arang sekam seperti, kadar air 7,4%, C-
Organik 7,51%, N Total 0,49%, P2O5 0,07%, K2O 0,08%, KTK 88,08 cmol/g

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 51

dan pH H2O 6,73% (Nurbaity et al., 2011). Menurut Gustia, (2013),
penambahan arang sekam sebagai media tanam yang dicampurkan dengan
tanah sangat baik untuk pertumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan yang
baik, dapat meningkatkan produksi tanaman dibandingkan tanpa arang sekam.
Penambahan serbuk gergaji kayu pada media tanam merupakan bahan organik
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Serbuk gergaji
kayu memiliki kandungan N,P,K dan Mg yang sedikit, walaupun sedikit
kandungan unsur hara tersebut, memiliki kapasitas pengikat air baik sampai
sangat baik (Fiona, 2010).

Media tanam yang ditambahkan arang sekam dan serbuk gergaji kayu selain
fungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan dapat juga menambahkan unsur
hara bagi tanaman tersebut. Selain itu, dapat dijadikan pembenah tanah tetapi
tidak sebagai sumber hara utama maka perlu ditambah dengan pupuk kandang
pada campuran media tanam tersebut. Pemberian pupuk kandang ke dalam
campuran media tanam sangat baik. nsur hara kompleks seperti N, P, K, Ca,
Mg dan S yang terdapat pada pupuk kandang sangat bermanfaat untuk
pertumbuhan tanaman (Astuti dan Yana, 2019).

Media tanam yang campuran tanah, pupuk kandang ayam dan arang sekam
dapat meningkatkan berat basah tanaman caisin sebesar 230 gr/tanaman dan
berat konsumsi sebesar 170 gr/tanaman dibandingkan media tanam campuran
tanah, pupuk kandang ayam dan serbuk gergaji kayu. Bahwa perbedaan berat
basah tanaman dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam menyerap air,
kondisi akar yang baik akan mendukung penyerapan air secara optimal,
sehingga akan meningkatkan pula penyerapan unsur hara (Astuti dan Yana,
2019).

Campuran pada media tanam seperti, tanah, pupuk kandang ayam dan arang
sekam merupakan media tanam yang bagus untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, sehingga produksi dari tanaman yang kita
semangkin meningkat. Peranan pupuk kandang untuk tanaman yaitu, sebagai
sumber utama penyedia bahan organik yang dapat memperbaiki tanah dari
segi sifat fisik, kimia dan biologi. Sedangkan penambahan arang sekam padi
pada media tanam dapat mengefektifkan pemupukan. Fungsi dari arang sekam
padi selain memperbaiki sifat fisik tanah juga sebagai pengikat hara. Karena
arang sekam padi dapat dimanfaatkan kembali ketika tanaman kekurangan
hara (Nurbaity et al., 2011)

52 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Pemanfaatan lahan pekarangan dengan budi daya sayuran sistem polybag
memberikan banyak manfaat antara lain, dapat diusahakan dalam skala kecil
atau rumah tangga, dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang kosong
untuk menyokong kebutuhan dapur maupun pendapatan keluarga, serta
menambah keindahan alami lingkungan, dan menciptakan taman cantik di
lahan terbatas, serta meningkatkan suplai oksigen di lingkungan sekitar.
Dengan kesadaran masyarakat tentang gizi dan kesehatan yang semakin
meningkat, potensi untuk mengkomersialkan tanaman sayuran juga semakin
tinggi. Sehingga budi daya tanaman sayuran dengan sistem polybag dapat
menjadi alternatif penting sebagai sumber pendapatan tambahan keluarga.
Selain sayuran yang dihasilkan dapat dikonsumsi sendiri sehingga mengurangi
pengeluaran rumah tangga (Syamsi et al., 2019).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang media yang baik akan
memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik juga pada tanaman tersebut.
Meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, bobot
basah dan bobot konsumsi tanaman yang ditambah arang sekam padi pada
media tanam.Serta aliran drainase dan perakaran akan mendapatkan kondisi
yang lebih baik dengan cara penambahan serbuk gergaji kayu pada media
tanam. Selain itu juga, dapat mengurangi kepadatan tanah pada media tanam.
Tetapi serbuk gergaji kayu yang ditambahkan pada media tanam sulit
terdekomposisi, karena serbuk gergaji kayu mengandung selulosa dan lignin
yang lebih besar dari komponen kimia lainnya. Unsur hara yang terkandung di
dalam serbuk gergaji kayu lambat tersedia bagi tanaman (Arofi dan Wahyudi,
2017).

Perbandingan volume media tanam dengan pot ukuran volume media yang
paling ideal untuk tanaman pot adalah ukuran yang mampu mendukung
tumbuh kembangnya perakaran, suplai hara, air, dan oksigen untuk tanaman
tersebut. Ukuran pot dengan volume media tanam harus seimbang. Ukuran pot
yang terlalu besar akan menyebabkan pemborosan tempat, tenaga dan biaya
operasional. Volume media tanam yang terlalu kecil akan menyebabkan
penghambatan perkembangan akar. Pada volume media tanam berpengaruh
terhadap kemampuan tanaman menyimpan, menyuplai hara, menahan,
menyuplai air dan menyuplai oksigen. Sehingga dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan akar (Astuti dan Yana, 2019).

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 53

4.2.2 Perkarangan

Salah satu cara untuk mengembangkan pertanian organik di perkotaan dengan
cara melakukan sosialisasi tentang pangan sehat sebagai produk pangan untuk
dikonsumsi. Untuk melakukan penanaman sayuran organik tidak perlu
dilakukan pada lahan yang luas.Jadiluas lahan yang relatif sempit, seperti
pekarangan justru memberikan kemudahan dalam mengembangkan pertanian
organik di daerah perkotaan (Susanti dan Afrila, 2016).Apalagi luas lahan
pertanian saat ini mulai menipis akibat dari pembangunan infrastruktur
membuat luas lahan semangkin sedikit.Salah satu alternatif untuk mengatasi
luas lahan pertanian semakin sempit, masyarakat dapat melakukan
pemanfaatan lahan pekarangan yang ada disekitar tempat mereka. Lahan
pekarangan merupakan salah satu tempat untuk kegiatan pertanian organik
yang mempunyai peran besar dalam usaha pemenuhan kebutuhan pangan dan
obat-obatan keluarga (Nurlina et al., 2019).

Pemanfaatan lahan pekarangan dapat dimulai lingkungan masyarakat yang
paling kecil yaitu keluarga. Pemanfaatan lahan pekarangan baik yang ada di
pedesaan maupun diperkotaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional
yang harus dikembangkan untuk memberdayakan potensi pangan lokal. Jenis-
jenis tanaman yang dapat ditanam di pekarangan rumah masing-masing adalah
jenis sayur- sayuran, buah-buahan, obat- obatan, tanaman hias, dan lain
sebagainya yang kesemuanya itu dapat menunjang kebutuhan sehari-hari dan
selebihnya bisa dijual. Hasil penjualan bisa menambah pendapatan dan bisa
meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga (Swardana, 2020).

Pekarangan yang banyak digunakan adalah tanah-tanah yang ada sekeliling
rumah, baik yang berada di sebelah kiri dan kanan maupun yang berada di
sebelah depan dan belakang yang mempunyai batas-batas dengan wilayah
sendiri (Ashari et al., 2016). Masyarakat di perkotaan harus pemanfaatan lahan
pekarangan penting dilakukan, karena suatu pekarangan merupakan tempat
yang paling mudah untuk dijadikan sebagai tempat budi daya tanaman,
sehingga kita tidak perlu meluangkan waktu yang lama untuk merawat
tanaman tersebut dan semua anggota keluarga dapat membantu mengelola
lahan pekarang agar dapat menghasilkan berbagai bahan pangan yang bergizi,
seperti sayur, buah, dan obat-obatan. Suatu pekarangan diartikan sebagai
tempat yang tanah di sekitar perumahan kita, di pekarangan biasanya
kebanyakan keliling pagar dan biasanya pekarangan ditanami tanaman
hortikultura dengan beraneka macam tanaman semusim maupun tahunan

54 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

untuk keperluan sehari-hari dan dapat dijual, sehingga nilai ekonomis dari
tanaman tersebut tinggi (Sutariati et al., 2019).

Pekarangan merupakan sebagai tempat tata guna lahan yang memiliki sistem
produksi bahan-bahan pangan pokok dan tambahan dalam skalakecil. Karena
yang mengerjakan lahan tersebut merupakan anggota keluarga rumah tangga
serta memiliki ekosistem tajuk berlapis (Herijanto dan Fiernaningsih, 2013).
Berdasarkan fungsi pekarangan itu sendiri adalah tempat suatu habitat dari
berbagai organisme yang hidup, pangan, sandang, dan papan. Selain itu juga,
fungsi sebagai sumber tambahan pendapatan bagi suatu keluarga, tempat
dilakukannya aktivitas santai ketika waktu senggang.Sebagai tempat duduk-
duduk menikmati udara segar dan sebagai tempat ruang terbuka hijau bagi
lingkungan sekitarnya pekarangan (Triwidyastuti et al., 2018).

Fungsi suatu pekarangan adalah dapat menghasilkan bahan-bahan makanan
pokok yang organik paling mudah. Pekarangan juga dapat diartikan sebagai
tambahan hasil tanaman dari sawah dan tegalan, seperti sayur-sayuran, buah-
buahan, unggas, ikan, rempah, bumbu wangi-wangian dan bahan kerajinan
tangan. Pekarangan adalah sebidang tanah yang kita miliki di sekitar rumah
yang mudah diusahakan. Sehingga dapat memiliki tujuan untuk meningkatkan
gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga dengan cara memanfaatkan hasil
dari pekarangan tersebut (Putro dan Sopyan, 2020).

Pekarangan yang di sekitar rumah sering juga disebut sebagai lumbung hidup,
warung hidup dan apotik hidup. Dalam keadaan tertentu, pekarangan dapat
juga memanfaatkan kebun dan rawa di sekitar rumah. Pekarangan disebut
sebagai lumbung hidup, hal ini dikarenakan pekarangan dapat sewaktu-waktu
menyimpan kebutuhan pangan pokok seperti beras, jagung, umbi-umbian dan
sebagainya persediaan bagi keluarga. Bahan-bahan tersebut disimpan dalam
pekarangan memenuhi kehidupan sehari-hari. Pekarangan juga dapat sebagai
warung hidup, karena pekarangan dapat dijadikan tempat untuk menanam
sayuran yang berguna untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, sayuran tersebut dapat dijual. Sementara itu
pekarangan juga disebut apotik hidup. Apotek hidup merupakan suatu
tanaman obat-obatan yang dijadikan sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan penyakit (Sebayang et al., 2020).

Peranan dan pemanfaatan masing-masing pekarangan bervariasi. Hal ini
tergantung antar daerah yang satu dengan lainnya. Selain itu juga, tergantung
tingkat kebutuhan, sosial budaya, pendidikan maupun faktor fisik dan ekologi

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 55

di suatu daerah tersebut. Berkebun bukan hanya di halaman luas saja, halaman
sempit juga bisa untuk menanam atau berkebun tanaman sayuran dan tanaman
lainnya. Berkebun bisa dilakukan di mana saja, asalkan ada cahaya dan
sirkulasiudara yang optimal. Tidak hanya di pekarangan sempit, di rumah yang
tidak punya pekarangan sama sekali seperti di rumah susun pun hal itu bisa
dilakukan untuk menanam (Tamba, 2017).

Semangkin sempit lahan pertanian, dapat menyebabkan petani dan para
penggemar tanaman di daerah perkotaan terpaksa harus mengefisienkan
penggunaan lahan untuk mencapai produksi yang maksimal. Pot merupakan
salah satu cara budi daya tanaman yang dapat dilakukan di perkotaan. Pot-pot
yang digunakan dalam budi daya tanaman sangat bervariasi seperti dari tanah,
semen, pipa PVC, papan, bambu, dan polybag. Diameter Bambu dan pipa
PVC yang akan digunakan harus berdiameter 10 cm.Barang-barang bekas juga
bisa dijadikan sebagai pot untuk ditanam tanaman-tanaman. Botol-botol bekas
juga bisa dijadikan sebagai tempat untuk menanam tanaman yang dibudi
dayakan (Gustia et al., 2019).

Upaya memaksimalkan pekarangan dapat dilakukan dengan membudi
dayakan berbagai jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, vitamin, mineral,
dan protein bagi keluarga. Hasil optimalisasi pekarangan dapat dijadikan
sebagai suatu lokasi kawasan perumahan atau warga yang saling berdekatan
akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang
diproduksi sendiri. Potensi suatu pekarangan sempit inilah yang harus dapat
diberdayakan. Pengoptimalan pemakaian lahan pekarangan sempit dapat
terealisasi secara efisien dengan sistem pertanian yang memanfaatkan benda-
benda yang ada disekeliling kita seperti, ember bekas cat, botol bekas dan lain-
lainnya. Polibag-polybag yang disusun pada halaman atau rak-rak sehingga
populasi tanaman jauh lebih banyak bila dibandingkan sistem pertanian
konvensional (Kusumo et al., 2020).

Pekarangan dimanfaatkan secara efisien untuk berbagai hal walaupun lahan
tersebut sempit. Lahan yang sempit dapat di tanam atau dikelola dengan
baikseperti menanam sayuran, tanaman obat keluarga dan dibuat kolam ikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya usaha dalam memanfaatkan
setiap ruang pekarangan (Solihin danSandrawati, 2018).

56 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

4.3 Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman Pada Sayuran
Organik

Organisme penganggu tanaman merupakan semua makhluk hidup yang dapat
menimbulkan kerugian tanaman. OPT tersebut terdiri dari hama dan penyakit
dan gulma.Semua jenis organisme pengganggu tanaman yang dapat
menimbulkan kerusakan fisik yang dianggap merugikan dan tidak diinginkan
kehadirannya dalam kegiatan bercocok tanam .Hama merupakan organisme
yang menyerang tanaman yang dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomis.Hama menyerang tanaman terdiri dari serangga, tungau, vertebrata
hama dan hewan lainnya.Serangga-serangga menyerang tanaman dapat
menimbulkan kerusakkan baik secara kualitas maupun kuantitas.Hama
merupakan organisme yang merusak tanaman pada lahan petani yang dapat
menimbulkan kerugian secara ekonomis.Serangga hama menyerang tanaman
dari benih sampai pasca panen. Akibat dari serangan serangga hama ini dapat
menimbulkan penurunan produksi tanaman dan gagal panen

Penyakit merupakan sebagai bentuk kerusakan fisik tanaman atau gangguan
fisiologis tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme
yang menyebabkan sakit tanaman seperti bakteri, virus, jamur dan nematoda.
Untuk melindungi tanaman serangan hama dan penyakit diperlukan tindakan
pencegahan dan pengendalian secara tepat dan benar. Namun sekarang ini,
banyak pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan pestisida
sintetis kimia. Karena dianggap satu-satunya solusi untuk melindungi tanaman
dari kerusakan organisme pengganggu tanaman. Penggunaan pestisida kimia
memiliki dampak yang buruk baik bagi lingkungan serta kesehatan manusia.
Pemakaian pestisida kimia secara terus-menerus dan tidak terkendali dapat
menyebabkan resistensi hama dan penyakit terhadap suatu bahan aktif
pestisida. Penggunaan pestisida kimia dapat menimbulkan resurjensi hama,
yaitu peledakan atau peningkatan populasi hama secara cepat. Untuk
mengurangi risiko pada manusia dan lingkungan dari efek negatif pestisida
kimia maka diperlukan sebuah konsep pengendalian hama yang sehat dan
ramah lingkungan yang dikenal sebagai sistem pengendalian hama terpadu
(PHT).

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 57

Di dalam pengendaliannya, petani sangat tergantung dengan pestisida sintetik
untuk menekan serangga hama dan penyakit di lapangan. Pestisida sintetik
menjadi pilihan karena mudah didapat, cepat membasmi serangga dan mudah
diaplikasikan. Pestisida sintetik merupakan pestisida yang banyak
mengandung senyawa-senyawanya banyak menimbulkan dampak negatif.
Karena senyawa kimia yang terkandung di dalam pestisida tersebut dapat
menyebabkan kerusakan baik bagi petani dan lingkungan sekitarnya. Selain
membunuh serangga hama, pestisida sintetik bisa membunuh musuh alami
dari serangga tersebut. Sehingga pengendalianmenggunakan pestisida sintetik
tidak dianjurkan untuk mengendalikan serangga hama di lapangan (Utami dan
Ambarwati, 2014).

Penerapan pengendalian hayati di masyarakat masih belum diterima oleh
petani, hal ini disebabkan masyarakat belum bisa mengaplikasikan
pengendalian hayati di lapangan (Khastini dan Wahyuni, 2017). Selain hal itu,
petani masih terpaku untuk mengendalikan serangga hama menggunakan
pestisida. Pengendalian hayati merupakan pengendalian yang ramah
lingkungan. Hal ini dikarenakan pengendalian hayati menggunakan makhluk
hidup. Sehingga tidak ada dampak negatif bagi lingkungan, resisten dan
resistensi.Di dalam pengendalian hayati banyak sekali yang bisa dimanfaatkan
untuk mendukung pengendalian tersebut, ada tiga musuh alami yang bisa
digunakan dalam pengendalian hayati yaitu, parasitoid, predator dan
entomopatogen. Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga.
Parasitoid ini bisa dikembangkan pada di laboratorium terutama parasitoid
telur. Parasitoid menyerang serangga bermacam-macam fase, baik fase telur,
larva, pupa dan imago, akan tetapi parasitoid paling banyak pada fase telur
yang ditemukan di lapangan. Parasitoid merupakan serangga yang bisa
dijadikan sebagai pengendali serangga hama di lapangan (Surya et al., 2018).

Predator merupakan arthropoda yang memakan serangga atau arthropoda
lainnya. Predator sebenarnya ada ribuan spesies predator yang hidup di alam
yang memangsa hama-hama pertanian. Laba-laba merupakan predator, jadi
semua jenis laba-laba merupakan musuh alami. Apabila ada laba-laba di lahan
pertanian dan dipekarangan, sangat bagus sekali untuk dilakukan konservasi
keberadaannya. Ada beberapa jenis laba-laba yang biasa ditemui di lahan
pertanian, antara lain Argiope catenulata, Atypena formosana, Lycosa
pseudoannulata, Oxyopes javanus Thorell, dan masih banyak lagi. Laba-laba
bisa memakan serangga hama seperti, kutu daun, ulat grayak, kupu-kupu dan

58 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

wereng. Seekor laba-laba bisa memakan 5-15 serangga dalam sehari
(Latoantja et al.,2013).

Belalang sembah terkenal sebagai predator yang rakus. Ini membuat belalang
sembah sebagai musuh alami yang sangat efektif dan menguntungkan dalam
pengendalian serangga hama. Ordo Coleoptera seperti, tomcat, kumbang
macan, kumbang tanah, kumbang botol adalah beberapa contoh kumbang
yang bermanfaat sebagai musuh alami. Ada lebih dari 350.000 jenis kumbang
di dunia. Dan tidak semua merupakan musuh alami. Banyak kumbang juga
termasuk hama, dari penggerek batang pada tanaman mangga hingga buah.
Kumbang macan sendiri terdiri dari 2.600 spesies dan semua jenis kumbang
macan berstatus sebagai predator hama. Maka perlu diperhatikan lagi, mana
kumbang yang menyerang tanaman dan mana kumbang yang memakan hama
(Yenti et al., 2020)

Predator kumbang koksi merupakan predator dari berbagai jenis kutu-kutuan
pada tanaman yang dibudi dayakan. Keberadaan kumbang koksi di lapangan
sangat dipengaruhi oleh kutu daun.Semangkin banyak kutu daun semangkin
banyak kumbang koksi.Jenis kumbang koksi yang bersifat sebagai predator
memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna yang terang, sayap depan mengkilap
dan memiliki corak-corak tergantung dari spesies yang ada di lapangan
(Garusu et al., 2019).

Kumbang predator dan kumbang hama bisa dilihat dari corak yang ada di
sayap dan mulutnya. Jika terdapat bentuk mulut kumbang seperti jarum yang
memanjang, maka dapat dipastikan bahwa kumbang tersebut adalah hama.
Jika terdapat mulut kumbang berbentuk capit atau tentakel-tentakel pendek,
maka kumbang tersebut adalah predator. Selain itu, coraknya yang terang dan
warna mengkilat ciri-ciri kumbang predator, sedangkan pada sayap kusam dan
warnanya tidak terang ciri-ciri kumbang predator. Capung adalah salah satu
predator yang berasal dari ordo Odonata. Capung bisa dimanfaatkan petani
untuk mengendalikan bermacam-macam hama di lapangan, terutama di
persawahan. Naiad capung bisa mencirikan indikator air bersih (Yenti et al.,
2020).

Kelompok entomopatogen yang menyerang serangga hama terdiri dari jamur,
bakteri, virus, nematoda dan protozoa. Semua kelompok entomopatogen yang
menyerang serangga hama gejala awal hampir sama yaitu, serangga malas
bergerak, nafsu makan berkurang dan mulai tidak aktif. Gejala yang
ditimbulkan oleh entomopatogen tersebut memiliki ciri khas masing-masing

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 59

dalam menyerang serangga hama.Jamur menyerang serangga dicirikan dengan
tubuh serangga menjadi kaku dan keras, membuat serangga seperti mumi serta
dari tubuh serangga tersebut akan keluar hifa yang tergantung dari jamur
tersebut yang menyerang serangga (Seto dan Purnomo, 2020).

Jamur entomopatogen merupakan salah satu jamur yang bersifat heterotrof.
Karena sifat heterotrof jamur entomopatogen hidup sebagai parasit pada
serangga. Entomopatogen terdiri dari Jamur, virus, bakteri dan nematoda yang
banyak digunakan sebagai bioinsektisida untuk mengendalikan serangga hama
di lapangan. Jamur entomopatogen menginfeksi serangga bisa melalui kutikula
dan termakan. Spora jamur akan menempel di tubuh serangga, kemudian akan
berkembang serta berkecambah kemudian akan mempenetrasi kutikula
serangga.Setelah itu, spora akan berkecambah di dalam tubuh serangga,
kemudian lama-kelamaan tubuh serangga akan tertutup oleh hifa jamur
tersebut (Khastini and Wahyuni, 2017).Sedangkan pada virus dan bakteri
dalam menyerang seranggaharus dimakan oleh serangga. Karena sifat bakteri
dan virus merupakan racun perut, bakteri dan virus yang termakan akan
menginfeksi serangga tersebut.

Pengendalian hayati yang banyak digunakan untuk mengendalikan serangga
hama yaitu, jamur entomopatogen (Himawan dan Mudjiono, 2016).
Pemanfaatan jamur entomopatogen untuk mengendalikan serangga memiliki
kelebihan dalam kapasitas produksi yang tinggi, siklus dari jamur
entomopatogen relatif singkat dan mampu membentuk spora yang tahan
terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Penggunaaan jamur entomopatogen
sudah banyak digunakan dalam menekan pertumbuhan serangga fitofag di
lapangan (Rosmayuningsih et al., 2014)

Jamur entomopatogen yang banyak digunakan dalam pengendalian serangga
hama di lapangan yaitu jamur Metarhizium sp.. Jamur entomopatogen
Metarhizium sp. (Hadi et al., 2016) dapat diperoleh dengan cara isolasi dan
umpan serangga dari tanah serta serangga yang terserang di lapangan.
Metarhizium sp. dapat melakukan penetrasi ke dalam tubuh serangga inang
melalui 2 cara yaitu tekanan mekanik dan bantuan toksin yang dikeluarkan
jamur entomopatogen tersebut. Identifikasi terhadap jamur yang dapat
dijadikan sebagai agensia hayati yaitu Aspergillus sp. Geotrichum sp. dan
Penicillium sp. Walaupun dari ketiga jenis jamur tersebut masih perlu diuji
lanjut untuk mengetahui efektivitas sebagai bioinsektisida M. domestica
(Prayogo, 2017).

60 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Metarhizium sp. merupakan jamur entomopatogen yang menyerang serangga.
Jamur entomopatogen Metarhizium sp. dikenal dengan jamur green
muscardine. Jamur ini memiliki konidia (spora) yang berwarna hijau. Jamur
entomopatogen Metarhizium sp. mulai berkembang kelompok serangga ke
dalam ordo Lepidoptera, Hemiptera, Diptera, Hymenoptera dan Coleoptera.
Metarhizium sp. banyak di identifikasi dari berbagai hama kumbang dari Ordo
Coleoptera, tetapi dalam jamur entomopatogen hanya spesies jamur
Metarhizium sp. yang dilaporkan yang paling efektif dalam menginfeksi
kelompok dari family Scarabaeidae (Coleoptera). Metarhizium sp. banyak
digunakan dalam mengendalikan serangga-serangga hama di lapangan (Safitri
et al.,2018).

Pengendalian wereng coklat dengan menggunakan entomopatogen yang
ramah lingkungan karena tidak memiliki efek samping sehingga sangat baik
untuk dikembangkan dan diterapkan. Pemanfaatan entomopatogen sebagai
pengendali hama pada tanaman perlu ditingkatkan. Entomopatogen itu terdiri
dari jamur, virus dan bakteri. Beberapa jamur yang sudah dilakukan penelitian
yaitu Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae yang efektif
mengendalikan serangga dari ordo Lepidoptera. Jamur entomopatogen yang
digunakan sebagai agensia hayati untuk membunuh lepidiota stigma ada tiga
jamur yaitu, Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Streptomyces sp.
dari jamur ini mortalitas tertinggi 88,89 % disebabkan oleh Metarhizium
anisopliae. Berdasarkan hasil penelitianterhadap jamur Beauveria bassiana
dalam mengendalikan C. formicarius menggunakan lebih efektif. Di dalam
keberhasilan dalam mengendalikan hama tersebut tergantung dengan frekuensi
aplikasi jamur tersebut (Prayogo, 2017).

Jamur entomopatogen seperti, Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana
sudah banyak digunakan sebagai bahan aktif bio insektisida cair (Herlinda et
al., 2013). Bioinsektisida cair ketika disimpan akan menurunkan tingkat
kerapatan spora dan viabilitas. Akan tetapi, apabila kandungan dari bio
insektisida baik makan akan meningkat kerapatan dan viabiltas spora (Triasih
et al., 2019) Eksplorasi merupakan salah satu cara atau teknik dalam
pengendalian hayati dalam melaksanakan pencarian musuh alami. Eksplorasi
dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan serangga yang terinfeksi di
lapangan dan umpan serangga.

Eksplorasi merupakan kegiatan yang didasarkan atas adanya fenomena alam.
Di mana adanya hubungan yang tidak bisa dilepaskan dari organisme
pengganggu tanaman dan musuh alaminya. Keberadaan musuh alami di

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 61

lapangan dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang ekstrim. Lingkungan yang
baik dapat meningkat jumlah musuh alami. Musuh alami di lapangan dapat
ditingkat melalui konservasi atau pelestarian. Pelestarian musuh alami dapat
dilakukan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif. Eksplorasi
musuh alami tersebut dapat dikembangkan dan diperbanyak untuk
dimanfaatkan dalam pengendalian. Jamur entomopatogen berasal dari
serangga sakit, bagian tanaman dan tanah yang ada sekitar tanaman (Reddy et
al., 2016).

Eksplorasi jamur entomopatogen dapat dilakukan pada rhizosfer pada
pertanaman sayuran. Dari eksplorasi yang dilakukan terdapat tiga 3 genus
jamur yang dapat menghambat pertumbuhan serangga yaitu, Metarhizium,
Beauveria dan Aspergillus. Eksplorasi bertujuan untuk menyeleksi jamur yang
menyerang serangga hama di lapangan dari berbagai wilayah memiliki tingkat
entomopatogen. Jamur dan bakteri sangat baik dalam proses pengembangan
formulasi menjadi produk yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian
hayati.Hal ini dikarenakan memiliki nilai ekonomis dan efisien (Priyatno et al.,
2016)

Refugia adalah tumbuhan (baik tanaman maupun gulma) yang tumbuh
disekitar tanaman yang dibudidayakan, refugia berfungsi sebagai microhabitat
dari serangga-serangga musuh alami dan penarik hama tanaman. Tanaman
yang berbunga seperti kenikir, jengger ayam, tapak dara, bunga matahari,
bayam dan kembang kertas masuk golongan tanaman refugia. Bunga tanaman
tersebut akan mengeluarkan nektar yang baunya menarik serangga musuh
alami maupun serangga hama tanaman untuk datang (Septariani et al., 2019).

Ada tiga jenis atau kelompok tanaman refugia yaitu, yang menghasilkan
sayuran bernilai ekonomi yang tinggi, refugia yang hanya menghasilkan
bunga, jenis rumput-rumputan yang menghasilkan bunga. Refugia kelompok
sayuran yang menghasilkan bunga seperti, Kacang panjang, Bayam dan
Jagung serta lain sebagainya. Tanaman yang menghasilkan bunga merupakan
refugia kelompok bunga adalah bunga matahari, kenikir, bunga kertas, jengger
ayam dan masih banyak yang lainnya. Sedangkan refugia kelompok gulma
atau rumput-rumputan yaitu, tanaman bandotan, rumput setaria, rumput
kancing ungu dan bunga legetan. Keberadaan refugia pada lahan masih asing
bagi masyarakat. Tanaman refugia sebagai sumber pakan bagi musuh alami
yang ada di lapangan. Sehingga musuh alami bisa bertahan hidup di lapangan
karena ada tempat untuk berlindung (Gani et al., 2019).

62 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Tumbuhan berbunga yang dijadikan tanaman refugia diharapkan dapat
menjadi tempat perlindungan serta sebagai penyedia pakan bagi predator dari
hama tanaman. Makanan yang didapatkan predator dari tumbuhan berbunga
adalah madu dan nektar dari bunga serta serangga hama yang bersembunyi
pada tumbuhan tersebut.

Selain dapat memperoleh madu dan nektar dari tumbuhan berbunga yang
didatanginya, predator juga dapat menemukan serangga hama yang
bersembunyi di tumbuhan berbunga tersebut. Predator dengan muda
memangsa serangga hama. Refugia sangat bermanfaat bagi petani untuk
mendatangkan musuh alami. Selain itu diharapkan dengan petani lebih
memahami manfaat tanaman refugia yang ada di lapangan, maka kedepannya
bisa mengurangi tingginya ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis.
Hal ini, dapat mendukungdengan mengurangi penggunaan pestisida dan petani
harus memahami bahaya kandungan bahan kimia dalam pestisida tersebut
(Satriawan, 2011).

Pestisida Nabati adalah pestisida yang terbuat dari hasil fermentasi dari
tanaman atau tumbuhan yang memiliki bahan aktif yang berkhasiat untuk
mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. Pestisida nabati ini sangat
aman dan tidak meninggalkan sisa residu yang berbahaya pada tanaman
maupun lingkungan sekitar di lingkungan. Selain itu pestisida nabati sangat
mudah di buat dengan menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang
sederhana. Pertanian organik perlu ditingkatkan untuk menciptakan pangan
yang sehat.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati dapat membuat konsep
pertanian ramah lingkungan. Pertanian ramah lingkungan merupakan
pengendalian yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada
pada lingkungan. Komponen pertanian harus seimbang antara pelaku pertanian
maupun ekosistem tempat pertanian itu berlangsung. Efek samping pestisida
kimia sudah sering terdengar yang mengakibatkan lingkungan tercemar. Oleh
sebab itu, penggunaan pestisida nabati harus di dianjurkan untuk mengurangi
dampak pencemaran lingkungan yang dapat mengurangi risiko keracunan bagi
pelaku pertanian (Hasfita dan Lafyati, 2019).

Pestisida nabati seperti tanaman cabai yang mempunyai sifat pedas pada
tanaman cabai akan membuat organisme pengganggu tanaman (OPT)
kehabisan cairan dalam tubuh sehingga kering dan mati dapat menyebabkan
serangga menolak makan. Selain itu, penggunaan bawang putih dan bawang

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 63

merah sebagai pestisida nabati. Karena kedua bawang tersebut memiliki aroma
yang tidak disukai oleh beberapa hama tertentu dapat mengusir serangga dari
areal tanaman dan dapat menghambat perkembangan patogen penyakit.
Penggunaan biji bengkoang, daun mimba, dan akar tuba yang memiliki kadar
racun untuk mematikan serangga hama dan penyakit yang menyerang tanaman
(Robika et al., 2019).

Dalam pertanian organik sistem pengendalian hama dan penyakit terpadu
(PHT) adalah suatu konsep atau cara berpikir dalam upaya pengendalian
populasi. Dengan PHT dapat menurunkan tingkat serangan hama dengan
menerapkan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan. Perpaduan dalam
PHT untuk membentuk satu kesatuan untuk mencegah kerusakan tanaman dan
timbulnya kerugian secara ekonomis serta mencegah kerusakanlingkungan
dan ekosistem. Dengan demikian, pengendalian hama terpadu adalah
pengendalian hama dan penyakit tanaman yang lebih mendekatan ekologi
yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit
dengan menerapkan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel.

Pada sistem pengendalian hama terpadu (PHT) memiliki 4 prinsip dasar dalam
bidang pertanian. Prinsip dasar tersebut yang mencerminkan konsep
pengendalian hama dan penyakit yang berwawasan lingkungan serta
mendorong penerapan PHT secara nasional untuk pembangunan pertanian
yang berkelanjutan.

Empat prinsip dasar dalam penerapan PHT tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Tanaman yang sehat merupakan tanaman yang memiliki daya tahan
yang baik terhadap serangan hama dan penyakit. Kemampuan
tanaman dalam mengatasi dan memulihkan dirinya sendiri akibat dari
kerusakan hama dan penyakit dengan cepat disebut dengan tanaman
yang sehat. Budi daya tanaman yang sehat perlu memperhatikan
dalam pemilihan varietas yang akan dibudi dayakan, proses
penyemaian harus dengan cara yang benar dan pemeliharaan tanaman
yang dari benih sampai pasca panen.

2. Keberadaan Musuh alami atau lebih dikenal dengan agens hayati
yang mampu menekan populasi hama dan dapat menurunkan risiko
kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit serta
mengurangi pemakaian pestisida. Pemanfaatan musuh alami dalam

64 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

pengendalian hama dan penyakit secara potensial. Hal ini dapat
diindikasikan sebagai tolok ukur dalam sistem PHT. Pemanfaatan
musuh alami di dalam agroekosistem pertanian berkelanjutan.
Dengan konservasi musuh alami, diharapkan mampu menjaga
keseimbangan antara populasi hama dan populasi musuh alami.
Sehingga tidak akan terjadi peledakan populasi hama yang
melampaui ambang toleransi tanaman.
3. Budi daya tanaman, sistem pengendalian hama terpadu (PHT),
pengamatan dan pemantauan terhadap perkembangan hama dan
penyakit di lapangan. Pengamatan dan pemantauan hama dan
penyakit harus dilakukan secara rutin dan berkala di lapangan. Selain
itu juga, perkembangan populasi hama, kondisi tanaman dan
perkembangan populasi musuh alaminya yang ada di lapangan dapat
diketahui. hasil pemantauan dan pengamatan yang dilakukan pada
lahan pertanian dapat digunakan sebagai dasar tindakan yang akan
dilakukan pengendalian.
4. Pada suatu sistem pengendalian hama terpadu (PHT) sebaiknya
dilakukan petani sendiri, karena penerapan dalam proses penerapan
PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Setiap
suatu wilayah atau daerah memiliki ekosistem yang tidak sama,
sehingga suatu sistem PHT yang dikembangkan pada wilayah
tertentu belum tentu bisa diterapkan pada wilayah lainnya. Petani
mampu menerapkan PHT di wilayahnya masing-masing, maka setiap
petani harus proaktif untuk mempelajari konsep PHT. dalam hal ini
peran aktif instansi terkait dalam memasyarakatkan PHT sangat
diperlukan.

Pengendalian hama terpadu (PHT) pada prinsip memadukan semua jenis
pengendalian. PHT adalah sistem pengendalian hama dan penyakit yang
berwawasan lingkungan untuk pembangunan pertanian yang berkelanjutan.

Bab 4 Pengembangan Sayuran Organik Pada Lahan Pekarangan 65

Oleh sebab itu, suatu konsep pengendalian hama dapat dikatakan sebagai
sistem PHT jika mencerminkan konsep pengendalian hama dan penyakit yang
ramah lingkungan dapat dicirikan sebagai berikut:

1. Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dilakukan secara
bersistem, terpadudan terkoordinasi dengan baik di lapangan.

2. Produksi dan ekonomi merupakan sasaran yang harus tercapai tanpa
merusak lingkungan hidup dan aman bagi kesehatan manusia.

3. Mempertahankan produksi dan kualitas produk pertanian harus
menjadi prioritas utama dalam budi daya tanaman.

4. Populasi hama dan tingkat kerusakan akibat hama dan penyakit harus
dipertahankan di bawah ambang ekonomi.

5. Penggunaan pestisida kimia harus dikurangi dan dibatasi.
6. Pestisida kimia merupakan alternatif terakhir dalam mengendalikan

hama dan penyakit di lapangan.

Komponen penting pengendalian hama terpadu (PHT), terdapat 7 komponen
dalam penerapan pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu sebagai berikut:

1. Pengendalian hama secara fisik merupakan upaya atau usaha dalam
memanfaatkan atau mengubah faktor lingkungan fisik sehingga dapat
menurunkan populasi hama dan penyakit. tindakan pengendalian
hama secara fisik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu ;
pemanasan, pembakaran, pendinginan, pembasahan, pengeringan,
lampu perangkap, radiasi sinar infra merah, gelombang suara dan
penghalang/pagar/barrier.

2. Pengendalian hama dan penyakit secara mekanik yaitu pengendalian
yang dilakukan secara manual oleh manusia. pengendalian secara
mekanik dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, membutuhkan
tenaga kerja yang banyak dan waktu yang lama, efektivitas dan
efisiensinya rendah, tetapi tidak berpengaruh negatif terhadap
lingkungan. beberapa contoh tindakan secara mekanik dalam
pengendalian hama antara lain sebagai berikut:
a. Mengambil imago, telur, larva dan pupa serangga hama
menggunakan tangan.

66 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

b. Rogesan, yaitu pemotongan pucuk tebu yang terserang penggerek
pucuk tebu (Scirpophaga nivella).

c. Pemangkasan cabang, ranting atau bagian tanaman lainnya yang
terserang hama atau penyakit di lapangan.

d. Rampasan, yaitu pengumpulan seluruh buah ketika terjadi
serangan berat penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei).

e. Gropyokan, yaitu perburuan hama tikus di suatu daerah yang luas
secara serentak di sawah.

f. Pemasangan perangkap hama di lapangan.
g. Pembungkusan buah untuk menghindari lalat buah

Kultur teknik salah satu cara pengendalian hama dan penyakit melalui sistem atau
cara dalam bercocok tanam. Kultur teknik dalam cara bercocok tanam yang dapat
mengurangi atau menekan populasi dan serangan hama antara lain sebagai berikut:

1. Mengurangi kesesuaian ekosistem hama di lapangan dengan melakukan
sanitasi, modifikasi inang, pengelolaan air, dan pengolahan lahan.

2. Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama di lapangan,
yaitu dilakukan dengan cara pergiliran tanaman yang berbeda famili,
pemberian dan penanaman serempak pada suatu wilayah yang luas.

3. Pengalihan populasi hama di lapanagan agar menjauhi pertanaman,
misalnya dengan menanam tanaman perangkap.

4. Pengurangan dampak kerusakan oleh hama di lapangan dengan cara
mengubah toleransi inang.

5. Pengendalian hama dan penyakit dengan varietas tahan yaitu
mengurangi atau menekan populasi hama dan penyakit, serangan dan
tingkat kerusakan tanaman dengan menanam varietas yang tahan hama
maupun penyakit di lapangan.

6. Pengendalian secara hayati adalah pengendalian hama atau penyakit
dengan memanfaatkan agens hayati (musuh alami) yaitu predator,
parasitoid, maupun patogen hama. contohnya adalah sebagai berikut:

7. Pengendalian dengan peraturan perundangan yaitu pencegahan
penyebaran atau perpindahan dan penularan organisme pengganggu
tanaman melalui kebijakan perundangan yang ditetapkan oleh
pemerintah.

Bab 5

Penerapan Teknologi
Rizobakteri Indigenos Dalam
Pertanian Organik Budi daya

Tanaman Palawija

5.1 Pendahuluan

Tanaman palawija berupa jagung, kedelai, dan kacang tanah merupakan
komoditas tanaman pangan yang penting setelah tanaman padi. Umumnya
tanaman palawija dibudidayakan pada musim kemarau di lahan sawah
(Rusastra et al., 2004). Hal tersebut dikarenakan tanaman palawija mampu
menghemat air dimusim kemarau sehingga cocok ditanam pada saat musim
kemarau ataupun pada daerah yang memiliki kesulitan air. Mengingat kondisi
penanaman palawija pada musim kemarau, maka perlu input tambahan untuk
meningkatan produktivitasnya. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetik
yang terus menerus akan menurunkan kesuburan tanah dan menurunkan

68 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

produktivitas tanaman palawija, sehingga pertanian organik menjadi pilihan
alternatif.

Salah satu teknologi yang umum digunakan dalam pertanian organik adalah
penggunaan rhizobakteri indigenos.

5.2 Pengertian Rizobakteri Indegenos

Rizobakteri merupakan kelompok bakteri yang memiliki kemampuan
mengkoloni atau menempati rhizosfer (tanah disekitar perakaran yang
dipengaruhi oleh aktivitas akar). Sementara rhizobakteri indigenos merupakan
rizobakteri yang asli berasal dari rhizosfer tanaman tertentu. Rhizobakteri
memberikan banyak manfaat bagi tanaman, baik menyediakan dan
memfasilitasi penyerapan unsur hara, memacu pertumbuhan tanaman, dan
menekan aktivitas patogen (Kloepper et al., 2001).

Rhizobakteri dapat dicirikan oleh karakteristik sebagai berikut (i) mampu
mengkolonisasi permukaan akar (ii) mampu bertahan hidup, berkembang biak
dan bersaing dengan mikroba lain, dan (iii) mampu memacu pertumbuhan
tanaman (Kloepper, 1994). Sementara itu, berdasarkan aktivitas fungsionalnya
Somers et al. (2004) mengklasifikasikan PGPR sebagai (i) pupuk hayati
(meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman), (ii) fito stimulator
(peningkatan pertumbuhan tanaman, umumnya melalui fitohormon), dan (iii)
biopestisida (mengendalikan penyakit, terutama dengan produksi antibiotik
dan metabolit antijamur).

5.3 Peran Rhizosfer Indigenos

PGPR dapat berperan multifungsi bagi tanaman, seperti yang diuraikan
sebagai berikut:

Sebagai Pupuk Hayati

Rhizobakteri dapat berperan sebagai pupuk hayati karena keberadaannya di
dalam tanah dapat menyediakan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Beberapa unsur hara yang dapat disediakan oleh rizobakteri yaitu nitrogen.
Nitrogen (N) merupakan unsur hara paling vital untuk pertumbuhan dan

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 69

produktivitas tanaman. Meskipun ada sekitar 78% N2 di atmosfer, N2 tidak
tersedia untuk tanaman yang sedang tumbuh. N2 di atmosfer diubah menjadi
bentuk yang dapat digunakan tanaman dengan fiksasi N2 biologis (BNF) yang
mengubah nitrogen menjadi amonia oleh mikroorganisme pengikat nitrogen
menggunakan sistem enzim kompleks yang dikenal sebagai nitrogenase (Kim
dan Rees, 1994). Selanjutnya fosfor (P), nutrisi pembatas pertumbuhan
tanaman penting kedua setelah nitrogen, tersedia berlimpah di tanah baik
dalam bentuk organik maupun anorganik (Khan et al., 2009).

Meskipun reservoir P besar, jumlah bentuk yang tersedia untuk tanaman
umumnya rendah. Rendahnya ketersediaan fosfor bagi tanaman ini disebabkan
sebagian besar tanah P terdapat dalam bentuk yang tidak larut, sedangkan
tanaman hanya menyerapnya dalam dua bentuk larut, yaitu ion monobasik
(H2PO4) dan ion diabasik (HPO2 4) (Bhattacharyya dan Jha, 2012). P yang
tidak larut hadir sebagai mineral anorganik seperti apatit atau sebagai salah
satu dari beberapa bentuk organik termasuk inositol fosfat (fitat tanah),
fosfomonester, dan fosfor triester (Glick, 2012).

Untuk mengatasi kekurangan P pada tanah, sering dilakukan aplikasi pupuk
fosfat di lahan pertanian. Tanaman menyerap lebih sedikit jumlah pupuk fosfat
yang diterapkan dan sisanya dengan cepat diubah menjadi kompleks yang
tidak larut di dalam tanah (Mckenzie dan Roberts, 1990). Tetapi aplikasi
pupuk fosfat secara teratur tidak hanya mahal tetapi juga tidak diinginkan
secara lingkungan. Hal ini mengarah pada pencarian pilihan yang secara
ekologis aman dan ekonomis untuk meningkatkan produksi tanaman di tanah
P rendah.

Dalam konteks ini, organisme yang digabungkan dengan aktivitas pelarutan
fosfat, sering disebut sebagai mikroorganisme pelarut fosfat (PSM), dapat
memberikan bentuk P yang tersedia untuk tanaman dan karenanya merupakan
pengganti yang layak untuk pupuk kimia fosfat (Khan et al., 2006). Dari
berbagai PSM yang menghuni rhizosfer, bakteri pelarut fosfat (PSB) dianggap
sebagai pupuk hayati yang menjanjikan karena mereka dapat memasok
tanaman dengan P dari sumber yang sebaliknya tidak tersedia dengan berbagai
mekanisme (Gbr. 4) (Zaidi et al., 2009 ). Genera bakteri seperti Azotobacter,
Bacillus, Beijerinckia, Burkholderia, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium,
Microbacterium, Pseudomonas, Rhizobium dan Serratia dilaporkan sebagai
bakteri pelarut fosfat yang paling signifikan (Bhattacharyya dan Jha, 2012).

70 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Sebagai Fitosimulator

Secara umum, IAA memengaruhi pembelahan, perluasan, dan diferensiasi sel
tumbuhan; merangsang perkecambahan benih dan umbi; meningkatkan laju
perkembangan xilem dan akar; mengontrol proses pertumbuhan vegetatif;
memulai pembentukan akar lateral dan adventif; memediasi respons terhadap
cahaya, gravitasi, dan fluoresensi; memengaruhi fotosintesis, pembentukan
pigmen, biosintesis berbagai metabolit, dan ketahanan terhadap kondisi stres.
IAA yang dihasilkan oleh rhizobacteria kemungkinan besar, mengganggu
proses fisiologis tanaman di atas dengan mengubah kolam auksin tanaman.

Selain itu, IAA bakteri meningkatkan luas dan panjang permukaan akar, dan
dengan demikian memberikan akses yang lebih besar bagi tanaman ke nutrisi
tanah. Selain itu, IAA rhizobakteri mengendurkan dinding sel tanaman dan
sebagai hasilnya memfasilitasi peningkatan jumlah eksudasi akar yang
memberikan nutrisi tambahan untuk mendukung pertumbuhan bakteri
rhizosfer (Glick, 2012). Dengan demikian, IAA rhizobakteri diidentifikasi
sebagai molekul efektor dalam interaksi tumbuhan-mikroba, baik dalam
patogenesis maupun fitostimulasi (Spaepen dan Vanderheyden, 2011).

Tanaman pemacu pertumbuhan rhizobacteria yang memiliki enzim, 1
aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase, memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan menurunkan kadar etilen,
mendorong toleransi garam dan mengurangi stres kekeringan pada tanaman
(Nadeem et al., 2007; Zahir et al. ., 2008).

Sebagai Biopestisida

Pestisida kimia telah dipraktekkan sejak beberapa dekade di bidang pertanian
untuk berhasil mengendalikan hama dan dengan demikian meningkatkan
produksi tanaman. Salah satu kelemahan utama dari pestisida kimia adalah
banyak dari mereka tidak dapat terurai menjadi konstituen yang sederhana dan
lebih aman dan tetap utuh dalam jangka waktu lama yang mencemari
lingkungan tanah. Pestisida sintetis juga tidak ditargetkan karena memengaruhi
spektrum luas mikroba termasuk mikroba menguntungkan tanaman.

Biopestisida adalah alternatif yang menarik untuk pestisida kimia. Biopestisida
memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan pestisida konvensional.
Biopestisida aman digunakan dibandingkan dengan pestisida sintetik dan
memiliki aktivitas yang ditargetkan untuk melawan patogen spesifik. Ini juga
dapat dengan mudah membusuk daripada pestisida konvensional. Beberapa

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 71

biopestisida mis. Bacillus thuringiensis memiliki sejarah panjang penggunaan
yang aman dan efektif sebagai bioinsektisida. B. thuringiensis telah menjadi
bakteri insektisida yang paling banyak dipelajari dan digunakan; terdaftar di
Amerika Serikat (AS) untuk penggunaan komersial sejak 1961. Potensi
antagonis dari PGPR dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida dalam skala
komersial untuk sistem pertanian berkelanjutan. Rizobakteri dapat
menghambat pertumbuhan beberapa fitopatogen dengan berbagai cara
bersaing untuk ruang dan nutrisi, menghasilkan bakteriosin, enzim litik,
antibiotik dan siderofor.

Bakteri antagonis ini secara spesifik menghancurkan sel-sel patogen dengan
menghasilkan enzim litik, antibiotik, dan bakteriosin. Demikian pula, bakteri
antagonis menghilangkan patogen dari besi dengan memproduksi siderofor
untuk mengkilatnya, akhirnya mengeluarkan patogen dari ceruk. Genera
Eubacterial termasuk Bacillus, Burkholderia, Enterobacter, Herbaspirillum,
Ochrobactrum, Pseudomonas, Serratia, Staphylococcus dan
Stenotrophomonas adalah bakteri antagonis yang terkenal.

Bakteri ini telah dijelaskan secara luas untuk berbagai aktivitas antagonis untuk
memerangi fitopatogen. Produksi siderofor, antibiotik, bakteriosin, dan enzim
litik dipelajari secara ekstensif di antara bakteri antagonis.

5.4 Mekanisme Rhizosfer Indigenos

Fiksasi nitrogen

Rizobakteri yang dapat mengikat nitrogen umumnya dikategorikan sebagai (a)
bakteri pengikat N2 simbiosis termasuk anggota famili rhizobiaceae yang
membentuk simbiosis dengan tumbuhan polongan misalnya rhizobium
(Ahemad dan Khan, 2012d; Zahran, 2001) dan tanaman non-polongan
misalnya Frankia dan (b) bentuk pengikat nitrogen non-simbiotik (hidup
bebas, asosiatif dan endofit) seperti cyanobacteria (Anabaena, Nostoc),
Azospirillum, Azotobacter, Gluconoacetobacter diazotrophicus dan Azocarus
(Bhattacharyya dan Jha, 2012).

Namun, golongan rhizo bakteri pengikat nitrogen non-simbiosis hanya
menyediakan sejumlah kecil nitrogen yang dibutuhkan tanaman inang (Glick,
2012). Rhizobakteri pengikat nitrogen simbiotik dalam famili rhizobiaceae (a-

72 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

proteobacteria) menginfeksi dan menjalin hubungan simbiosis dengan akar
tumbuhan polongan (legume). Pembentukan simbiosis melibatkan interaksi
yang kompleks antara inang dan simbion (Giordano dan Hirsch, 2004) yang
menghasilkan pembentukan nodul. di mana rhizobakteri berkoloni sebagai
simbion intraseluler (Gbr. 2). Rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman yang
mengikat N2 pada tanaman non-polongan disebut juga diazotrof yang mampu
membentuk interaksi non obligate dengan tanaman inang (Glick et al., 1999).
Proses fiksasi N2 dilakukan oleh enzim kompleks, yaitu kompleks nitrogenase
(Kim dan Rees, 1994).

Struktur nitrogenase dijelaskan oleh Dean dan Jacobson (1992) sebagai
metaloenzim dua komponen yang terdiri dari (i) dinitrogenase reduktase yang
merupakan protein besi dan (ii) dinitrogenase yang memiliki kofaktor logam.
Reduktase dinitrogenase menyediakan elektron dengan daya reduksi tinggi
sementara dinitrogenase menggunakan elektron ini untuk mereduksi N2
menjadi NH3. Berdasarkan kofaktor logam, tiga sistem pengikat N yang
berbeda telah diidentifikasi (a) Mo-nitrogenase, (b) V-nitrogenase dan (c) Fe-
nitrogenase.

Secara struktural, sistem pengikat N2 bervariasi di antara genera bakteri yang
berbeda. Sebagian besar fiksasi nitrogen biologis dilakukan oleh aktivitas
molibdenum nitrogenase, yang ditemukan di semua diazotrof (Bishop dan
Jorerger, 1990). Gen untuk fiksasi nitrogen, yang disebut gen nif ditemukan
dalam sistem simbiosis dan sistem kehidupan bebas (Kim dan Rees, 1994).
Gen Nitrogenase (nif) meliputi gen struktural, gen yang terlibat dalam aktivasi
protein Fe, biosintesis kofaktor molibdenum besi, donasi elektron, dan gen
pengatur yang diperlukan untuk sintesis dan fungsi enzim. Pada diazotrof, gen
nif biasanya ditemukan dalam kelompok sekitar 20-24 kb dengan tujuh operon
yang mengkode 20 protein berbeda (Glick, 2012).

Kompleks enzim molibdenum nitrogenase memiliki dua protein komponen
yang dikodekan oleh gen nifDK dan nifH. Komponen NifDK adalah protein
heterotrimeric (a2b2) yang dibentuk oleh dua dimer ab yang terkait dengan
dua simetri. NifDK membawa satu kofaktor molibdenum besi (FeMo-co)
dalam situs aktif di setiap subunit-a (NifD) (Rubio dan Ludden, 2008).
Aktivasi simbiosis nif-gen di Rhizobium bergantung pada konsentrasi oksigen
rendah, yang pada gilirannya diatur oleh set gen lain yang disebut fix-gen yang
umum untuk sistem fiksasi nitrogen simbiosis dan hidup bebas (Kim dan Rees,
1994; Dean dan Jacobson, 1992).

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 73

Karena fiksasi nitrogen adalah proses yang sangat membutuhkan energi,
membutuhkan sedikitnya 16 mol ATP untuk setiap mol nitrogen tereduksi,
akan menguntungkan jika sumber karbon bakteri diarahkan ke fosforilasi
oksidatif, yang menghasilkan sintesis ATP, daripada sintesis glikogen. , yang
menghasilkan penyimpanan energi dalam bentuk glikogen (Glick, 2012).
Misalnya, perlakuan terhadap tanaman legum dengan rhizobium yang
memiliki gen terhapus untuk sintase glikogen menghasilkan penambahan yang
cukup besar pada jumlah bintil dan berat kering tanaman dengan mengacu
pada perlakuan dengan strain tipe liar (Marroqui et al., 2001).

Pelarutan fosfat

Mekanisme pelarutan fosfor anorganik terjadi sebagai konsekuensi dari reaksi
asam organik dengan berat molekul rendah yang disintesis oleh berbagai
bakteri tanah (Zaidi et al., 2009). Sebaliknya, mineralisasi fosfor organik
terjadi melalui sintesis berbagai fosfatase yang berbeda, yang mengkatalisis
hidrolisis ester fosfor (Glick, 2012). Yang penting, pelarutan fosfat dan
mineralisasi dapat hidup berdampingan dalam strain bakteri yang sama (Tao et
al., 2008).

Padahal, PSB umumnya ditemukan di sebagian besar tanah; pendirian dan
kinerja mereka sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama di bawah
kondisi stres (Ahemad dan Khan, 2012a, e; Ahemad dan Khan, 2010a, b).
Namun, efek menguntungkan dari inokulasi dengan PSB digunakan sendiri
(Ahemad dan Khan, 2012e; Ahemad dan Khan, 2011k; Ahemad dan Khan,
2010d; Poonguzhali et al., 2008; Chen et al., 2008) atau dalam kombinasi
dengan lainnya mikroba rizosfer telah dilaporkan (Zaidi dan Khan, 2005;
Vikram dan Hamzehzarghani, 2008).

Selain memberikan P pada tanaman, bakteri pelarut fosfat juga meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan merangsang efisiensi BNF, meningkatkan
ketersediaan elemen jejak lainnya dengan mensintesis zat penting pemacu
pertumbuhan tanaman (Suman et al., 2001; Ahmad et al. , 2008;w Zaidi et al.,
2009) (Tabel 2).

Produksi siderophore

Zat besi merupakan nutrisi penting untuk hampir semua bentuk kehidupan.
Semua mikroorganisme yang dikenal sampai sekarang, dengan pengecualian
lactobacilli tertentu, pada dasarnya membutuhkan zat besi (Neilands, 1995).
Dalam lingkungan aerobik, besi terjadi pada prinsipnya sebagai Fe3 + dan

74 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

cenderung membentuk hidroksida dan oksihidroksida yang tidak dapat larut,
sehingga umumnya tidak dapat diakses oleh tumbuhan dan mikroorganisme
(Rajkumar et al., 2010). Umumnya, bakteri memperoleh zat besi melalui
sekresi kelator besi bermassa molekul rendah yang disebut siderofor yang
memiliki konstanta asosiasi tinggi untuk pengompleksan besi. Sebagian besar
siderofor larut dalam air dan dapat dibagi menjadi siderofor ekstraseluler dan
siderofor intraseluler. Secara umum, rhizobakteri berbeda dalam hal
kemampuan pemanfaatan silang siderofor; beberapa ahli dalam menggunakan
siderophores dari genus yang sama (siderophores homolog) sementara yang
lain dapat memanfaatkan yang dihasilkan oleh rizobakteri lain dari genera
yang berbeda (siderophores heterolog) (Khan et al., 2009).

Dalam rhizobakteri Gram-negatif dan Gram-positif, besi (Fe3 +) dalam
kompleks Fe3 + siderofor pada membran bakteri direduksi menjadi Fe2 +
yang selanjutnya dilepaskan ke dalam sel dari siderofor melalui mekanisme
gating yang menghubungkan membran dalam dan luar. Selama proses reduksi
ini, siderofor dapat dihancurkan / didaur ulang (Rajkumar et al., 2010;
Neilands, 1995). Jadi, siderophores bertindak sebagai agen pelarut besi dari
mineral atau senyawa organik dalam kondisi pembatasan besi (Indiragandhi et
al., 2008).

Tidak hanya besi, siderofor juga membentuk kompleks yang stabil dengan
logam berat lain yang berwawasan lingkungan, seperti Al, Cd, Cu, Ga, In, Pb
dan Zn, serta dengan radionuklida termasuk U dan Np (Neubauer et al., 2000;
Kiss dan Farkas, 1998). Pengikatan siderofor ke logam meningkatkan
konsentrasi logam terlarut (Rajkumar et al., 2010). Oleh karena itu, siderofor
bakteri membantu mengurangi tekanan pada tanaman karena tingginya kadar
logam berat di tanah. Tanaman mengasimilasi besi dari siderofor bakteri
melalui mekanisme yang berbeda, misalnya, kelat dan pelepasan besi, serapan
langsung kompleks siderofor-Fe, atau dengan reaksi pertukaran ligan
(Schmidt, 1999).

Sejumlah penelitian tentang promosi pertumbuhan tanaman vis-a` -vis
siderophore-mediated Fe-uptake sebagai hasil dari inokulasi rhizobakteri yang
memproduksi siderofor telah dilaporkan (Rajkumar et al., 2010). Misalnya,
Crowley dan Kraemer (2007) mengungkapkan sistem transportasi besi yang
dimediasi siderofor pada tanaman oat dan menyimpulkan bahwa siderofor
yang dihasilkan oleh mikroorganisme rhizosfer mengirimkan besi ke oat, yang
memiliki mekanisme untuk menggunakan kompleks Fe-siderophore dalam
kondisi terbatas besi.

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 75

Demikian pula, kompleks Fe-pyoverdine yang disintesis oleh Pseudomonas
fluorescens C7 diambil oleh tanaman Arabidopsis thaliana, menyebabkan
peningkatan zat besi di dalam jaringan tanaman dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Vansuyt et al., 2007). Baru-baru ini, Sharma et al.
(2003) menilai peran Pseudomonas strain GRP3 penghasil siderofor pada
nutrisi besi dari Vigna memancarkan. Setelah 45 hari, tanaman menunjukkan
penurunan gejala klorosis dan zat besi, kandungan klorofil a dan klorofil b
meningkat pada tanaman yang diinokulasi galur GRP3 dibandingkan dengan
kontrol.

Pemacu Pertumbuhan Tanaman

Sintesis mikroba dari fitohormon auksin (indole-3-acetic acid / indole acetic
acid / IAA) telah dikenal sejak lama. Dilaporkan bahwa 80% mikroorganisme
yang diisolasi dari rizosfer berbagai tanaman memiliki kemampuan untuk
mensintesis dan melepaskan auksin sebagai metabolit sekunder (Patten dan
Glick, 1996). Secara umum, IAA yang disekresikan oleh rhizobacteria
mengganggu banyak proses perkembangan tanaman karena kumpulan
endogen IAA tanaman dapat diubah oleh akuisisi IAA yang telah disekresikan
oleh bakteri tanah (Glick, 2012; Spaepen et al., 2007).

Terbukti, IAA juga bertindak sebagai molekul pensinyalan timbal balik yang
memengaruhi ekspresi gen pada beberapa mikroorganisme. Akibatnya, IAA
memainkan peran yang sangat penting dalam interaksi tanaman rhizobakteri
(Spaepen dan Vanderleyden, 2011). Selain itu, penurunan regulasi IAA
sebagai pensinyalan dikaitkan dengan mekanisme pertahanan tanaman
terhadap sejumlah bakteri fitopatogen sebagaimana dibuktikan dalam
peningkatan kerentanan tanaman terhadap bakteri patogen dengan aplikasi
eksogen IAA atau IAA yang dihasilkan oleh patogen (Spaepen dan
Vanderleyden). , 2011). IAA telah diterapkan di hampir setiap aspek
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta respons pertahanan.
Keragaman fungsi ini tercermin dari kompleksitas yang luar biasa dari jalur
biosintesis, transportasi dan pensinyalan IAA (Santner et al., 2009).

Molekul penting yang mengubah tingkat sintesis IAA adalah asam amino
triptofan, yang diidentifikasi sebagai prekursor utama IAA dan dengan
demikian berperan dalam memodulasi tingkat biosintesis IAA (Zaidi et al.,
2009). Anehnya, triptofan menstimulasi produksi IAA sementara, antranilat,
prekursor triptofan, mengurangi sintesis IAA. Dengan mekanisme ini,
biosintesis IAA disetel dengan baik karena triptofan menghambat

76 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

pembentukan antranilat oleh regulasi umpan balik negatif pada sintase
antranilat, yang mengakibatkan induksi tidak langsung produksi IAA (Spaepen
et al., 2007).

Namun, suplementasi media kultur dengan triptofan meningkatkan produksi
IAA oleh sebagian besar rhizobakteri (Spaepen dan Vanderleyden, 2011).
Biosintesis triptofan dimulai dari korismat simpul metabolik dalam reaksi lima
langkah yang dikodekan oleh gen trp. Senyawa titik cabang korismat disintesis
mulai dari fosfoenolpiruvat dan eritrosa 4-fosfat pada jalur shikimate, jalur
umum untuk biosintesis asam amino aromatik dan banyak metabolit sekunder
(Spaepen dan Vanderleyden, 2011; Merino et al., 2008; Dosselaere dan
Vanderleyden, 2001).

Dimulai dengan triptofan, setidaknya lima jalur berbeda telah dijelaskan untuk
sintesis IAA, dan sebagian besar jalur menunjukkan kemiripan dengan yang
dijelaskan pada tumbuhan, meskipun beberapa perantara dapat berbeda (Gbr.
5) (Spaepen dan Vanderleyden, 2011; Patten dan Glick, 1996):

1. Pembentukan IAA melalui indole-3-pyruvic acid dan indole-3-acetic
aldehyde ditemukan pada sebagian besar bakteri seperti, Erwinia
herbicola; spesies saprofit dari marga Agrobacterium dan
Pseudomonas; perwakilan tertentu dari Bradyrhizobium, Rhizobium,
Azospirillum, Klebsiella, dan Enterobacter.

2. Konversi triptofan menjadi aldehida indole-3-asetat mungkin
melibatkan jalur alternatif di mana triptamin terbentuk seperti pada
pseudomonads dan azospirilla.

3. Biosintesis IAA melalui pembentukan indole-3-acetamide dilaporkan
untuk bakteri fitopatogen Agrobacterium tumefaciens, Pseudomonas
syringae, dan E. herbicola; pseudomonad saprofitik seperti (misalnya
Pseudomonas putida dan P. fluorescens).

4. Biosintesis IAA yang melibatkan konversi triptofan menjadi indole-
3-asetonitril ditemukan pada cyanobacterium (Synechocystis sp.)

5. Jalur triptofan-independent, lebih umum pada tumbuhan, juga
ditemukan pada azospirilla dan cyanobacteria. Sebagian besar spesies
Rhizobium telah terbukti menghasilkan IAA (Ahemad dan Khan,
2012b, d, f; Ahemad dan Khan, 2011e, j). Karena, IAA terlibat dalam
berbagai proses termasuk pembelahan sel, diferensiasi, dan

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 77

pembentukan bundel vaskuler, ketiga proses ini juga penting untuk
pembentukan nodul.

Oleh karena itu, tampaknya kadar auksin pada tanaman legum inang
diperlukan untuk pembentukan bintil (Glick, 2012; Spaepen et al., 2007).
Dilaporkan juga bahwa inokulasi dengan Rhizobium leguminosarum bv.
viciae di mana jalur biosintesis IAA telah diperkenalkan, menghasilkan nodul
akar pengikat nitrogen potensial yang mengandung hingga 60 kali lipat lebih
banyak IAA daripada nodul yang dibentuk oleh rekan tipe liar di Vicia hirsuta
(Camerini et al., 2008). Faktor stres lingkungan yang memodulasi biosintesis
IAA pada bakteri yang berbeda termasuk pH asam, stres osmotik dan matriks,
dan batasan karbon (Spaepen et al., 2007).

Di antara faktor-faktor genetik, baik lokasi gen biosintesis auksin dalam
genom bakteri (baik plasmid atau kromosom) dan cara ekspresi (konstitutif vs.
terinduksi) telah terbukti memengaruhi tingkat produksi IAA. Lokasi gen
biosintesis auksin dapat memengaruhi tingkat IAA, karena sebagian besar
plasmid terdapat dalam banyak salinan. Hal ini dapat digambarkan dengan
adanya perbedaan kadar IAA antara strain rhizobakteri Pseudomonas
savastanoi pv. savastanoi dan P. syringae pv. syringae.

Pada galur pertama, gen untuk gen biosintesis auksin terdapat pada plasmid,
sedangkan pada galur terakhir gen yang sesuai terletak pada DNA kromosom,
sehingga produksi IAA lebih rendah. Produksi IAA di P. syringae pv. Syringae
dapat ditingkatkan berkali-kali lipat dengan memperkenalkan plasmid salinan
rendah, membawa operon biosintetik IAA (Spaepen dan Vanderleyden, 2011;
Spaepen et al., 2007; Brandl dan Lindow, 1997; Patten dan Glick, 1996)

1-Aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase

Secara umum, etilen merupakan metabolit esensial untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal tanaman (Khalid et al. 2006). Hormon pertumbuhan
tanaman ini diproduksi secara endogen oleh hampir semua tanaman dan juga
diproduksi oleh proses biotik dan abiotik yang berbeda di tanah dan penting
dalam mendorong berbagai perubahan fisiologis pada tanaman. Selain sebagai
pengatur tumbuh tanaman, etilen juga telah ditetapkan sebagai hormon stres
(Saleem et al., 2007).

Dalam kondisi stres seperti yang ditimbulkan oleh salinitas, kekeringan,
genangan air, logam berat dan patogenisitas, tingkat etilen endogen meningkat
secara signifikan yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman

78 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

secara keseluruhan. Misalnya, konsentrasi etilen yang tinggi menyebabkan
defoliasi dan proses seluler lainnya yang dapat menyebabkan penurunan
kinerja tanaman (Saleem et al., 2007; Bhattacharyya dan Jha, 2012).

Tanaman pemacu pertumbuhan rhizobacteria yang memiliki enzim, 1
aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase, memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan menurunkan kadar etilen,
mendorong toleransi garam dan mengurangi stres kekeringan pada tanaman
(Nadeem et al., 2007; Zahir et al. ., 2008). Saat ini, strain bakteri yang
menunjukkan aktivitas ACC deaminase telah diidentifikasi dalam berbagai
genera seperti Acinetobacter, Achromobacter, Agrobacterium, Alcaligenes,
Azospirillum, Bacillus, Burkholderia, Enterobacter, Pseudomonas, Ralstonia,
Serratia dan Rhizobium dll (Shaharoona et al., 2007a, b; Nadeem et al., 2007;
Zahir et al., 2008; Zahir et al., 2009; Kang et al., 2010).

Rhizobakteri tersebut mengambil prekursor ethylene ACC dan mengubahnya
menjadi 2-oksobutanoat dan NH3 (Arshad et al., 2007) (Gbr. 6). Beberapa
bentuk stres diredakan oleh produsen ACC deaminase, seperti efek
mikroorganisme fitopatogen (virus, bakteri, dan jamur dll.), Dan resistensi
terhadap stres dari hidrokarbon poliaromatik, logam berat, radiasi, luka,
predator serangga, konsentrasi garam tinggi, draft, suhu ekstrim, intensitas
cahaya tinggi, dan banjir (Glick, 2012; Lugtenberg dan Kamilova, 2009).
Akibatnya, efek utama yang terlihat dari inokulasi benih / akar dengan
rhizobakteri penghasil ACC deaminase adalah pemanjangan akar tanaman,
peningkatan pertumbuhan tunas, dan peningkatan nodulasi rhizobium dan
serapan N, P dan K serta kolonisasi mikoriza di berbagai tanaman. (Nadeem et
al., 2007; Shaharoona et al., 2008; Nadeem et al., 2009; Glick, 2012).

Sebagai Biopestisida

Di lingkungan sekitarnya, besi terlarut ketika siderofor dilepaskan dan
kompleks besi-siderofor terbentuk dan zat ini bergerak melalui proses difusi
dan mencapai permukaan permukaan sel (Andrew et al. 2007). Reseptor
membran dari bakteri gram positif dan gram negatif mengenali kompleks besi-
siderofor dan memulai transpor aktif (Boukhalfa et al 2002). Siderophores
memiliki afinitas yang besar untuk membentuk kompleks dengan ion besi,
meningkatkan kelarutannya dan memungkinkan penghilangannya dari
kompleks alami atau dari mineral (Zhou et al. 2016). Ketersediaan ion besi
yang rendah di lingkungan menghasilkan penurunan pertumbuhan patogen,
yang pada akhirnya mengeluarkan patogen dari ceruk (Hibbing et al. 2010).

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 79

Siderofor adalah molekul peptida yang mencakup gugus fungsi bersama
dengan rantai samping yang meningkatkan regulasi ion besi dengan
membentuk kumpulan ligan berafinitas tinggi (Crosa et al. 2002). Siderofor
bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelas utama berdasarkan jenis ligan dan
ciri-ciri dasar gugus fungsi yang membentuk koordinasi dengan besi. Kelas
utama termasuk fenol katekolat, karboksilat, pyoverdines dan hidroksamat
(Crowley, 2006). Produksi siderofor memainkan peran penting untuk
mengurangi perkembangbiakan fitopatogen dengan chelation besi dan
meningkatkan perkembangan tanaman dengan meningkatkan serapan besi
(Hibbing et al. 2010; Mashalha et al. 2000; Katiyar et al. 2004). Kompleks
ferri-siderofor memiliki pengaruh yang signifikan pada serapan besi oleh
tumbuhan ketika logam lain seperti kadmium dan nikel. Besi memainkan
peran penting dalam pertumbuhan dan metabolisme sel, sehingga perolehan Fe
melalui produksi siderofor merupakan faktor penting dalam menentukan daya
saing bakteri untuk tumbuh di sekitar akar tanaman dan untuk bersaing dengan
mikroba lain untuk besi di rhizosfer (Haas et al. 2005).

Siderophores yang diproduksi oleh Pseudomonas dikenal karena afinitasnya
yang tinggi dengan ion besi. Pyoverdines adalah siderofor efektif yang dapat
menekan laju pertumbuhan jamur dan bakteri yang tidak efektif dalam kondisi
in-vitro penipisan zat besi. P. putida menghasilkan pseudofaktin siderofor yang
memiliki kemampuan untuk membasmi Fusarium oxysporum dan Rhizoctonia
solani dari rhizosfer dengan menurunkan ketersediaan zat besi dalam tanah.

Penghasil Antibiotik

Produksi antibiotik dianggap sebagai pengobatan yang paling efektif dan
memiliki aktivitas antagonis untuk menekan fitopatogen. Antibiotik adalah
senyawa organik dengan berat molekul rendah yang terlibat dalam
penghambatan pertumbuhan dan aktivitas metabolisme berbagai mikroba.
Produksi antibiotik merupakan aktivitas antagonis yang paling efektif untuk
menekan pertumbuhan fitopatogen (Bharti et al. 2015).

Dengan demikian, antibiotik memainkan peran penting dalam manajemen
penyakit yaitu dapat digunakan sebagai agen biokontrol (Fernand et al. 2005).
Antibiotik yang diproduksi oleh PGPR termasuk kanosamine, 2, 4-
diacetylphloroglucinol (2, 4-DAPG), Martínez-Viveros oligomycin A,
butyrolactones, xanthobaccin phenazine-1-carboxylic acid, pyrrolnitrin,
zwittermycin A, viscosinamide.

80 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Strain bakteri P. ϔluorescens BL915 terlibat dalam produksi antibiotik dikenal
sebagai pyrrolnitrin memiliki kemampuan untuk menghambat kerusakan
Rhizoctonia solani. 2, 4-DAPG adalah antibiotik yang dipelajari secara
ekstensif yang terlibat dalam penghancuran membran dari Pythium spp. (de
Souza et al 2003). Pseudomonas spp. juga mensintesis phenazine yang
mengandung aktivitas antagonis terhadap Fusarium oxysporum (Beneduzi et
al 2012). Banyak Bacillus ssp. menghasilkan antibiotik seperti sirkulin,
polimiksin dan kolistin yang secara aktif terlibat dalam penghambatan
pertumbuhan jamur patogen serta bakteri Gram-negatif dan Gram-positif.
Bacillus subtilis menghasilkan antibiotik seperti fengycin dan iturins dan
menghambat pertumbuhan jamur bernama Podosphaera fusca (Maksimov et
al. 2001; Romero et al. 2007).

Antibiotik memainkan peran penting dalam manajemen penyakit, digunakan
sebagai agen biokontrol dan menghadapi tantangan karena keterbatasan karena
antibiotik disiapkan dalam keadaan alami. Komponen ekologi dan komponen
lain yang memengaruhi aksi antimikroba antibiotik diperiksa untuk
memanfaatkan potensi antibiotik yang diproduksi oleh PGPR dalam
perlindungan tanaman (Fernando et al. 2005).

Penghasil Bakteriosin

Bakteriosin adalah racun protein yang disekresikan oleh bakteri yang hidup di
lingkungan mikroba yang kompetitif. Mereka menghancurkan spesies bakteri
tetangga merusak sel bakteri-sinogenik. Bakteriosin sangat efektif dalam
mereduksi atau menghambat pertumbuhan fitopatogen . Bakteriosin memiliki
spektrum pembunuhan yang sempit dibandingkan dengan antibiotik
konvensional dan ini memiliki efek merusak pada bakteri yang relatif dekat
dengan bakteri penghasil bakteriosin (Riley et al 2002).

Kolisin adalah bakteriosin paling menonjol yang disintesis oleh Escherichia
coli. Demikian pula, megacins diproduksi oleh B. megaterium; marcescins dari
Serratia marcescens; cloacin dari Enterobacter cloacae; dan pyocins berasal
dari P. pyogenes (Cascales et al. 2007). Bakteriosin yang diproduksi oleh
Bacillus spp. sangat menjadi penting karena berbagai penghambatan spesies
jamur, ragi, gram positif dan gram negatif yang mungkin memiliki beberapa
efek patogen pada hewan dan manusia.

Bab 5 Penerapan Teknologi Rizobakteri Indigenos 81

Penghasil Enzim Litik

Banyak senyawa polimer seperti selulosa, hemiselulosa, kitin dan protein dapat
dihidrolisis oleh enzim litik yang diproduksi oleh berbagai mikroorganisme.
Mikroba dapat secara langsung menekan pertumbuhan dan aktivitas patogen
dengan mengeluarkan enzim litik. Enzim hidrolitik termasuk glukanase,
protease, kitinase, lipase dll, terlibat dalam lisis dinding sel jamur (Abriouel et
al. 2011) Enzim ini mencerna enzim atau merusak komponen dinding sel
patogen jamur. Ini adalah salah satu mekanisme penting untuk pengendalian
ramah lingkungan dari patogen yang terbawa tanah (Aeron e al. 2001).

Enzim ini juga menguraikan bahan organik tak hidup dan sisa tanaman untuk
mendapatkan nutrisi karbon. Enzim litik yang diproduksi oleh Myxobacteria
efektif dalam menekan patogen tanaman jamur (KObayasi et al. 1996; Bull et
al 2002). Bakteri antagonis Serratia marcescens mengurangi jaringan miselium
dari Sclerotium rolfsii dengan mengekspresikan kitinase (Ordentlih et al.
2002). Lysobacter mampu menghasilkan glukanase yang berperan dalam
pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Bipolaris dan Pythium sp.
(Palumbo et al 2005). Enzim hidrolitik secara langsung berkontribusi dalam
parasitisasi fitopatogen dan menyelamatkan tanaman dari tekanan biotik
(Haran et al 1996).

82 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Bab 6

Peningkatan Ekonomi Rumah
Tangga Melalui Budi daya
Sayuran Organik

6.1 Pendahuluan

Pencanangan gerakan revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an telah
memberikan kontribusi terjadinya degradasi penurunan kesuburan tanah dan
kerusakan lingkungan akibat penggunaan sistem pertanian berbasis high input
energy dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang tidak terkendali,
yang merusak tanah dan menurunkan produktivitas tanah. Akibat kondisi
tersebut, sejalan dengan perjalanan waktu, berkembang pertanian organik.
Pertanian organik sejatinya telah sejak lama dikenal, sejak ilmu bercocok
tanam dikenal manusia, semuanya dilakukan secara tradisional dan
menggunakan bahan-bahan alami.
Pertanian organik modern didefinisikan sebagai sistem budi daya pertanian
yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia
sintetis. Pengelolaan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan,

84 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

ekologi, keadilan, dan perlindungan. Prinsip kesehatan dalam pertanian
organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan
peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai
satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak
terpisahkan. Budi daya tanaman organik merupakan sistem pertanian yang
holistik untuk mendukung dan mempercepat biodiversity, siklus biologi dan
aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan,
penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar
yang ditetapkan oleh badan standardisasi (Willer dan Lernoud, 2019).

Gambar 6.1: Tren Hidup Sehat dengan Sayur Organik (Pane, 2020)
Keberlanjutan budi daya organik, tidak dapat dipisahkan dengan dimensi
ekonomi, selain dimensi lingkungan maupun sosial. Budi daya tanaman
organik tidak hanya sebatas meniadakan penggunaan input sintetis, tetapi juga
pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat
dan penghematan energi. Aspek ekonomi akan dapat berkelanjutan jika
produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan
pendapatan yang cukup bagi petani, namun, sering motivasi ekonomi sebagai
kemudi menyetir arah pengembangan budi daya tanaman organik.
Kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis
dalam budi daya tanaman menjadikan budi daya tanaman organik menarik
perhatian baik di tingkat produsen maupun konsumen. Kebanyakan konsumen
akan memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan,
sehingga mendorong meningkatnya permintaan produk organik. Pola hidup
sehat yang akrab lingkungan telah menjadi tren baru meninggalkan pola hidup

Bab 6 Peningkatan Ekonomi Rumah Tangga Melalui Budi daya Sayuran Organik 85

lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida
kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.
Pola hidup sehat ini telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food
safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah
lingkungan (eco-labelling attributes). Pangan yang sehat dan bergizi tinggi ini
dapat diproduksi dengan metode budi daya tanaman organik (Yanti, 2005).

6.2 Peningkatan Ekonomi Rumah
Tangga Melalui Budi daya Sayuran
Organik

Dalam pembangunan, keluarga memiliki porsi dan kontribusi penting baik
sebagai institusi sosial primer yang memberikan sosialisasi awal berupa
pendidikan nilai dan norma pada anggota keluarga. Hal lain, melalui keluarga
dibangun pondasi awal untuk membentuk kualitas sumber daya manusia. Di
bidang ekonomi, keluarga adalah salah satu penyumbang tenaga kerja
produktif yang masuk ke dalam pasar kerja nasional. Karena itu, beberapa
kebijakan pembangunan nasional menjadikan keluarga sebagai sasaran
pencapaian programnya yang melibatkan unsur anggota keluarga.

Gambar 6.2: KWT Binama Hasilkan Omzet 2-3 Juta Perbulan dengan
Pemanfaatan Pekarangan dengan Sayur Sehat (JPNN, 2020)

86 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik

Anggapan bahwa ekonomi berkutat pada paradigma masalah ekonomi akan
timbul karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas, sedangkan sumber daya
terbatas membuat manusia berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan biaya yang seminimal mungkin. Setiap manusia
dewasa, produktif dan mandiri akan selalu terlibat dalam kegiatan ekonomi
yang menyangkut aspek konsumsi, distribusi maupun produksi dengan tujuan
mendapatkan pendapatan, yang selanjutnya akan dialokasikan pada berbagai
macam kebutuhan.

Denyut ekonomi yang dilakukan oleh individu tidak hanya untuk kepentingan
dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan dan kebutuhan keluarga.
Seringkali kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh bapak selaku kepala
keluarga tetapi juga oleh ibu dan anak serta anggota keluarga lainnya demi
pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Rumah tangga merupakan pelaku
ekonomi terkecil dan terpenting karena semua kegiatan ekonomi berawal dari
rumah tangga. Seluruh kegiatan ekonomi yang mencakup produksi, distribusi
dan konsumsi pasti melibatkan salah satu anggota keluarga.

Rumah tangga akan menyediakan tenaga kerja dari anggota keluarganya yang
sudah dewasa. Selain kepala keluarga (suami), seorang istri pun seringkali
berperan ganda sebagai pencari nafkah. Peran ekonomi keluarga dalam rumah
tangga tidak hanya dalam masyarakat pedesaan tetapi juga pada masyarakat
perkotaan. Karakteristik masyarakat kota turut serta memengaruhi jenis
pekerjaan yang digeluti. Hal ini menyangkut kesempatan dan permintaan pasar
kerja di wilayah perkotaan.

Pertanian organik yang diusahakan memberi keuntungan yang cukup besar
kepada pembangunan pertanian rakyat. Hal ini disebabkan karena harga jual
dari produk pertanian organik lebih tinggi dan juga dalam hal konservasi
sumber daya lahan dan lingkungan. Namun penerapan dari pertanian organik
tidak mudah dan akan menghadapi banyak kendala. Meskipun beberapa petani
sudah mulai mengembangkan dan bertani secara organik sejak lama, sebagai
contoh kebun pertanian organik Agatho di Cisarua sudah lebih 10 tahun eksis
dalam pertanian organik, namun perkembangan pertanian organik di Indonesia
baru dimulai sejak 4-5 tahun yang lalu. Jauh tertinggal dibandingkan dengan
Jepang, Belanda, Prancis, Italia, Amerika, dan lain-lain. (Syahbuddin dan
Setyorini, 2005).

Permintaan produk pertanian organik khususnya di perkotaan semakin
meningkat, hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat akan pentingnya


Click to View FlipBook Version