Bab 9 Pemberdayaan Lahan Pekarangan 137
cara mekanis dengan mencabut gulma yang tumbuh disekitar
tanaman (Widyawati, dan Rizal, 2015).
4. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama penyakit dilakukan jika terjadi serangan.
Pemberian pestisida alami disarankan dalam budi daya tanaman,
selain itu menjaga kelembaban tanah dan perakaran dijaga agar tidak
lembab sehingga dapat menyebabkan tumbuhnya jamur dan bakteri
pada kerusakan tanaman (Widyawati, dan Rizal, 2015).
5. Panen
Panen dilakukan dengan mengambil langsung bagian tanaman. Panen
tanaman sayuran dilakukan berdasarkan pemanfaatan bergantung
jenis tanaman (Widyawati, dan Rizal, 2015).
9.3.4 Pemberdayaan Lahan Pekarangan
Pemberdayaan mempunyai tujuan mendorong dan membangun suatu daya,
memotivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta upaya
dalam mengembangkannya. Kerangka dalam pemberdayaan yaitu
memperkuat potensi yang akan membuat masyarakat semakin berdaya dan
menciptakan suasana memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang
(Susanti, dan Afrila, 2016).
Pemanfaatan pekarangan rumah tinggal untuk meningkatkan keanekaragaman
pangan sesuai dengan karakteristik wilayah dengan konsep kawasan rumah
pangan lestari. Potensi pekarangan yang cukup besar dikelola dengan baik dan
optimal sehingga memberikan kontribusi yang positif terhadap penyediaan
pangan, perbaikan gizi, mengurangi pengeluaran keluarga sehingga
optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan dengan upaya pemberdayaan
masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan yang ada sebagai sumber pangan
keluarga. Dengan demikian pemanfaatan pekarangan diharapkan tidak hanya
sebatas memanfaatkan hasil pekarangan sebagai sumber pangan keluarga,
tetapi juga dapat dikembangkan sebagai tambahan pendapatan keluarga yang
dapat meningkatkan perekonomian keluarga melalui penjualan hasil tanaman
dari pekarangan (Susanti, dan Afrila, 2016).
138 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Bab 10
Teknologi Produksi Pupuk dan
Pestisida Berbahan Dasar
Material Organik
10.1 Pendahuluan
Pada masa era revolusi hijau, masyarakat disuguhkan teknologi pertanian
dengan muatan input luar tinggi, yang berdampak negatif pada lingkungan dan
manusia, seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pemakaian
bahan kimia yang dilakukan oleh para petani konvensional terdahulu sifatnya
hanya menyuburkan tanaman secara cepat, instan, singkat dan akhirnya
membuat petani menjadi bergantung dan dapat mematikan unsur hara dalam
tanah sebagai sumber utama secara perlahan-lahan (MS & NQ, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 90% produk- produk pertanian
di Indonesia diproduksi dengan menggunakan bahan anorganik, seperti pupuk
dan pestisida kimia, sehingga kemungkinan besar produk pertanian Indonesia
tidak dapat memenuhi standar internasional dan tidak diminati oleh pasar
internasional. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran
140 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
konsumen mengenai mutu makanan yang dapat mengganggu kesehatan
manusia. Permintaan produk-produk pertanian organik di beberapa negara
maju rata-rata naik 10-30% per tahun (Purba et al., 2020). Tuntutan akan
adanya suatu jaminan kepastian produk pertanian bermutu maupun aman
menjadi utama dalam pemasaran produk pertanian secara luas. Era teknologi
modern saat ini menuju era precision farming, dengan tingkat pengetahuan
masyarakat yang lebih tinggi, teknologi pertanian yang dihasilkan diharapkan
bersifat ramah lingkungan.
Teknologi pupuk dan pestisida berbahan dasar material organik berkembang
pesat dewasa ini. Perkembangan ini tak lepas dari permasalahan karena
dampak pemakaian pupuk dan pestisida kimia yang menimbulkan berbagai
masalah, mulai dari rusaknya ekosistem, hilangnya kesuburan tanah, masalah
kesehatan, sampai masalah ketergantungan petani terhadap pupuk dan
pestisida kimia tersebut. Oleh karena itu, pemakaian pupuk organik kembali
diinstruksikan untuk digunakan dalam rangka mengatasi berbagai masalah
tersebut. Saat ini keragaman jenis pupuk dan pestisida yang bersifat organik
yang bersifat ramah lingkungan semakin bertambah, sehingga mampu
menggeser kebutuhan pupuk dan pestisida yang berbahan dasar kimiawi.
10.2 Pupuk Organik
10.2.1 Definisi
Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik
tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang diurai oleh
mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat
penting sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, Wijana and
Adnyana, 2012). Pendapat lain menyebutkan pupuk organik adalah pupuk
yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman,
hewan, dan manusia (Anonim, 2015).
IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) dalam
Iskandar (2004), mendefinisikan pertanian organik sebagai sistem manajemen
produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 141
agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas
biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan praktek manajemen
yang lebih mengutamakan penggunaan masukan setempat, dengan kesadaran
bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem adaptasi lokal.
Peraturan Menteri Pertanian, Nomor: 02/Pert/HK.060/2/2006, tentang pupuk
organik dan pembenah tanah, mengemukakan bahwa pupuk organik adalah
pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk menyuplai bahan organik
untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Disempurnakan dalam
Peraturan Menteri Pertanian, Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011, pupuk
organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan, bagian
hewan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa. Pupuk
organik dapat berbentuk padat atau cair.
Pupuk organik juga dapat diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba, yang
bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah
serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-
organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik itulah
yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan
tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai
pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant adalah bahan-
bahan sintetis atau alami, organik atau mineral.
10.2.2 Karakteristik Pupuk Organik
Pupuk organik mempunyai kandungan hara yang lengkap dan bervariasi baik
unsur hara makro maupun mikro. Namun, kandungan unsur hara yang dimiliki
pupuk organik lebih rendah dibanding dengan pupuk anorganik. Karakteristik
umum yang dimiliki pupuk organik, ialah kandungan unsur hara sangat rendah
dan sangat bervariasi, penyediaan hara terjadi secara lambat dan tersedia dalam
jumlah terbatas. Pupuk organik mengandung berbagai nutrisi penting yang
dibutuhkan tanaman yang merupakan sumber nutrisi yang lengkap bagi
tanaman, baik yang sifatnya makro maupun mikro.
Unsur makro yang dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur
mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B),
142 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
molybdenum (Mo) dan Aluminium (Al). Pupuk organik yang dibuat dengan
bahan baku yang lengkap bisa mengandung semua kebutuhan unsur hara
tersebut.
Tabel 10.1: Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik (Suriadikarta dan
Setyorini, 2006)
No Parameter Kandungan
1 C-organik (%) >12 ≥ 4,5
2 C/N ratio -
3 Bahan ikutan (%) (krikil, 10-25 -
≤2
beling, dan plastik)
4 Kadar air (%) 4-12 -
13-20 -
- Granula
- Curah ≤10 ≤ 10
5 Kadar logam berat ≤1 ≤1
- As (ppm) ≤ 50 ≤ 50
- Hg (ppm) ≤ 15 ≤ 10
- Pb (ppm) 4-8
- Cd (ppm) <5
6 pH <5 <5
7 Kadar total <5
dicantumkan
- P2O5 (%) dicantumkan
- K2O (%) Maks 0,2500
8 Mikroba patogen Maks 0,500 Maks 0,0005
(E coli, Salmonella) Maks 0,002 Maks 0,1250
9 Kadar unsur mikro (%) Maks 0,250 Maks 0,0010
- Zn, Cu, Mn Maks 0,001 Maks 0,0400
- Co Maks 0,400
-B
- Mo
- Fe
Komposisi hara dalam pupuk organik sangat tergantung dari sumbernya.
Bahan organik dari berbagai sumber ini, sering dikomposkan terlebih dahulu
untuk meningkatkan mutu gizinya.
Tabel 10.2: Jenis dan Kandungan Zat Hara pada beberapa Kotoran Ternak
Padat dan Cair (Agustian and Agustian, 2010)
Nama Ternak Dan Bentuk N (%) F (%) K (%) Air (%)
Kotorannya
0,55 0,30 0,40 79
Kuda- padat 1,40 0,02 1,60 90
Kuda- cair 0,60 0,30 0,34 85
Kerbau- padat
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 143
Kerbau- cair 1,00 0,15 1,50 92
Sapi- padat 0,40 0,20 0,10 85
1,00 0,50 1,50 92
Sapi- cair 0,60 0,30 0,17 60
1,50 0,13 1,80 85
Kambing- padat 0,75 0,50 0,45 60
Kambing – cair 1,35 0,05 2,10 85
Domba- padat
Domba – cair
Pupuk organik merupakan material yang mempunyai karakteristik dan sifat
unik yang memiliki banyak manfaat bagi tanah dan tanaman. Pupuk organik
bisa memperbaiki struktur tanah, menggemburkan tanah lempung yang solid,
namun disisi lain juga bisa merekatkan tanah berpasir yang gembur. Karena
sifatnya ini, pupuk organik bisa memperbaiki tanah pasir maupun lempung.
Pupuk organik dapat merekatkan butiran-butiran halus pasir sehingga tanah
menjadi lebih solid. Sehingga tanah berpasir bisa menyimpan air. Sedangkan
pada tanah liat yang didominasi oleh lempung, pupuk organik bisa
memberikan pori-pori, sehingga tanah tersebut menjadi gembur. Sedangkan
jika dilihat dari sifat kimiawi, pupuk organik mempunyai kemampuan
meningkatkan kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar kation adalah
kemampuan tanah untuk meningkatkan interaksi antar ion-ion yang ada dalam
tanah.
Tanah yang memiliki kapasitas kation tinggi lebih mampu menyediakan unsur
hara bagi tanaman dibanding tanah dengan kapasitas ion rendah. Struktur
kompos yang terkandung dalam pupuk organik sangat baik dalam menyerap
air (higroskopis). Air yang datang disimpan dalam pori-pori dan dikeluarkan
saat tanaman membutuhkannya melalui akar. Keberadaan air ini
mempertahankan kelembaban tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari
kekeringan. Selain itu, pupuk organik mengandung mikroorganisme
dekomposer di dalamnya. Mikroorganisme ini akan menambah
mikroorganisme yang terdapat dalam tanah. Karena sifatnya yang
melembabkan, suhu tanah menjadi ideal bagi tumbuh dan berkembang biota
tanah. Aktivitas biota tanah ini yang menghasilkan sejumlah nutrisi penting
agar bisa diserap tanaman secara efektif.
10.2.3 Jenis-Jenis Pupuk Organik
Ada berbagai jenis pupuk organik yang digunakan para petani di lapangan.
Secara umum pupuk organik dibedakan berdasarkan bentuk dan bahan
penyusunnya. Dilihat dari segi bentuk, terdapat pupuk organik cair dan padat.
Sedangkan dilihat dari bahan penyusunnya terdapat pupuk hijau, pupuk
144 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
kandang dan pupuk kompos. Pupuk organik padat atau cair digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sumber bahan organik
berupa; kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan,
tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri
yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah). Di Indonesia
bahan organik sebagai bahan baku pupuk organik biasanya berasal dari sisa
atau limbah panen hasil pertanian dan seringkali juga dari non pertanian.
Tabel 10.3: Sumber bahan dan bentuk pupuk organik yang umum digunakan
di Indonesia (Kurnia et al., 2001)
Sumber Asal bahan Bentuk
Pertanian - Sisa tanaman Leguminoseae - Padat
- Padat
- Sisa hasil panen tanaman - Padat dan cair
- Padat
- Limbah ternak besar - Padat
- Padat dan cair
- Limbah ternak unggas - Padat dan cair
- Padat dan cair
- Kompos - Padat
Non-pertanian - Limbah organik kota - Padat
- Padat dan cair
- Limbah penggilingan padi
- Limbah organik pabrik gula
- Limbah organik pabrik kayu (serbuk
gergaji)
- Gambut (abu bakar gambut)
- Limbah pabrik bumbu masak
1. Pupuk Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan
limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi
secara aerobik dan lembab serta panas yang secara biologis dibantu oleh
mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan aktinomiset, di mana dalam
prosesnya merubah bahan organik menjadi senyawa- senyawa yang sederhana,
melepaskan sejumlah hara (mineralisasi) yang dikandung bahan organik,
menyisakan bahan-bahan organik yang resisten dan relatif stabil serta
melepaskan karbon dioksida (CO2) (Agustian and Agustian, 2010).
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami,
sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung,
dan sabut kelapa. Tanaman air yang sering digunakan untuk kompos di
antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan Azolla. Sedangkan,
bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran
ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas.
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 145
Tahapan proses pembuatan kompos menurut Rinsema (1993), sebagai berikut:
1. Karbohidrat, protein, dan lilin (bahan dengan C/N rasio tinggi) diurai
menjadi senyawa sederhana seperti NH3, CO2, H2, dan H2O. Pada
tahap ini, mikro organisme pengurai menyerap unsur hara dari
lingkungan sekitarnya untuk pertumbuhannya.
2. Setelah perombakan selesai, mikroorganisme pengurai akan mati.
Konsekuensinya, unsur hara penyusun tubuh mikro organisme akan
dilepaskan. Pada tahap ini C/N rasio menjadi lebih rendah karena
banyak karbon yang berubah menjadi CO2 dan menguap ke udara.
Namun, bertolak belakang dengan karbon, kandungan nitrogennya
justru berlimpah.
3. Jika C/N rasio telah mencapai angka 12-20 berarti unsur hara yang
terikat pada humus telah dilepaskan melalui proses mineralisasi
sehingga dapat digunakan oleh tanaman.
Pada prinsipnya proses pengomposan dapat dibagi atas dua tahap. Pada tahap
pertama pengomposan (1-2 hari) merupakan tahap aktif, di mana kelompok
mikroorganisme mesophilic (aktif pada rentang temperatur 35-450C) mulai
menginisiasi dekomposisi senyawa organik. Inbar and Chen (1993),
mengungkapkan setelah tahap aktif proses berlanjut ke tahap kedua yaitu tahap
pematangan di mana tahap ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam
pengomposan. Pada tahapan ini aktivitas mikroba menyebabkan temperatur
terus naik sampai 55-600C.
Pada kondisi ini mikroba thermophilik berperan aktif dan merombak dengan
cepat (sedapat mungkin temperatur dipertahankan sampai akhir
pengomposan). Jika temperatur melebihi rentang temperatur tersebut maka
diperlukan pembalikan bahan untuk menjaga agar mikroba thermophilik tidak
mati. Aerasi dan kelembaban merupakan kondisi yang perlu dikontrol untuk
mendapatkan temperatur dibutuhkan oleh mikroorganisme selama
pengomposan.
Lamanya waktu pengomposan berkaitan erat dengan temperatur pengomposan
dan karakteristik bahan yang dirombak. Jika bahan banyak mengandung bahan
yang mudah dirombak maka proses dapat berlangsung dengan cepat,
selanjutnya melambat jika bahan yang tersisa adalah bahan yang relatif sulit
dirombak seperti selulosa dan lignin. Tingginya kandungan selulosa dan lignin
146 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
dalam bahan memperlambat proses dekomposisi (Palm C A and Sanchez P A,
1991). Rasio C/N > 20 merupakan hal yang dibutuhkan untuk proses
dekomposisi yang baik (Rynk et al., 1992).
Cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos, antara lain:
1. Dicium atau dibaui
Kompos yang sudah matang berbau tanah dan harum, meskipun
kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak
sedap, berarti terjadi fermentasi secara anaerobik yang menghasilkan
senyawa-senyawa beracun yang membahayakan tanaman. Jika
kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum
matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman.
Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan
bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang dan belum
siap digunakan.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume atau bobot kompos seiring dengan
kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Penyusutan yang terjadi biasanya berkisar antara 20-40%. Jika
penyusutan masih kecil atau sedikit, kemungkinan besar proses
pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian tumpukan, kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat dan disimpan di
dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah
satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah
berarti kompos telah matang.
5. Tes Perkecambahan
Contoh kompos diletakkan dalam bak kecil atau dalam beberapa pot
kecil. Kemudian masukkan beberapa benih (3-4 benih). Jumlah benih
pada setiap potnya harus sama. Pada saat yang bersamaan
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 147
kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang
diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca atau plastik bening.
Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 atau
ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah
yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos
yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang
berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati suhu awal
pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi atau di atas 500C,
berarti proses pengomposan masih berjalan aktif.
7. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan air kurang lebih 55-
65%. Cara mengukur kandungan air kompos dengan cara: mengambil
sampel kompos dan ditimbang berat awalnya, kemudian kompos
dikeringkan di dalam oven atau microwave hingga beratnya konstan.
Selanjutnya kompos ditimbang kembali dan berat tersebut merupakan
berat kering.
Kandungan unsur hara kompos yaitu Nitrogen sebesar 0,1-0,6%, Fosfor 0,1-
0,4%, Kalium 0,8-1,5%, dan Kalsium 0,8-1,5%. Tanaman yang dipupuk
dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia, misal hasil panen lebih tahan disimpan, lebih
berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat bagi
tanaman menurut Isroi (2008), yaitu meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas serap air
tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil
panen (rasa, nilai gizi dan jumlah panen), menyediakan hormon dan vitamin
bagi tanaman, menekan pertumbuhan atau serangan penyakit pada tanaman,
meningkatkan retensi atau ketersedian hara di dalam tanah.
Dari segi ekonomi penggunaan pupuk kompos ini dapat menghemat biaya
untuk transportasi dan penimbunan limbah, mengurangi ukuran atau volume
limbah, memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.
Sedangkan manfaat dalam aspek lingkungan sebagai berikut mengurangi
148 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
usaha polusi udara karena pembakaran limbah, mengurangi kebutuhan lahan
untuk penimbunan.
Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting terutama untuk
mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah
sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan
perkebunan (Syekhfani, 1991). Teknologi pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa komposer
(activator pengomposan). Jenis komposer yang sudah beredar di pasaran
antara lain: fit-up plus, Promi (Promoting Microbes), Orgadec, Superdec, Acti
Comp, Bio Pos, EM-4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos. Setiap
activator memiliki keunggulan sendiri-sendiri (Yovita, 2000).
2. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang terbentuk dari kotoran ternak, yang berasal
dari kotoran hewan seperti unggas, sapi, kerbau dan kambing. Ternak yang
dipelihara masyarakat dan oleh peternakan, menghasilkan kotoran yang
berguna untuk bahan baku pupuk. Kotoran ternak dapat diambil dari kotoran
ternak Kuda, Sapi, Kambing, Babi, Ayam, dan lain sebagainya. Kotoran
terkumpul dan dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk
kandang. Jika dilihat dari bentuknya pupuk kandang terdiri dari pupuk
kandang padat dan pupuk kandang cair.
Pupuk kandang padat
Pupuk kandang padat banyak mengandung unsur hara makro, seperti; fosfor,
nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk
kandang, diantaranya kalsium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan
molibdenum. Pupuk kandang (pukan) padat yaitu kotoran ternak yang berupa
padatan baik belum dikomposkan maupun sudah dikomposkan sebagai
sumber hara terutama N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia,
biologi, dan fisik tanah.
Penanganan pukan padat oleh petani umumnya: kotoran ternak besar
dikumpulkan 1-3 hari sekali pada saat pembersihan kandang dan dikumpulkan
dengan cara ditumpuk di suatu tempat tertentu. Petani yang telah maju ada
yang memberikan mikroba dekomposer dengan tujuan untuk mengurangi bau
dan mempercepat pematangan, tetapi banyak pula yang hanya sekedar
ditumpuk dan dibiarkan sampai pada waktunya digunakan ke lahan.
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 149
Pupuk kandang (pukan) cair
Pupuk kandang (pukan) cair merupakan pukan berbentuk cair berasal dari
kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urine hewan atau
kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu.
Kandungan nitrogen dalam urin hewan ternak tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat. Umumnya
urine hewan cukup banyak dan yang telah dimanfaatkan oleh petani adalah
urine sapi, kerbau, kuda, babi, dan kambing.
Pupuk kandang cair dibuat dari kotoran ternak yang masih segar, bisa dari
kotoran kambing, domba, sapi, dan ayam. Petani pertanian organik di Kenya
membuat pukan cair dari 30-50 kg kotoran hewan yang masih segar
dimasukkan dalam karung goni yang terbuat dari serat kasar rami diikat kuat,
ujung karung diikatkan pada sebuah tongkat sepanjang 1 meter untuk
menggantung karung pada drum, kemudian karung tersebut direndam dalam
drum berukuran 200 liter yang berisi air. Secara, berkala tiga hari sekali
kotoran dalam karung diaduk dengan mengangkat dan menurunkan tongkat
beserta karung. Untuk melarutkan pukan dibutuhkan waktu sekitar 2 minggu.
Pupuk kandang (pukan) yang melarut siap digunakan bila air sudah berwarna
coklat gelap dan tidak berbau. Cara penggunaan pukan cair dengan disiramkan
ke tanah bagian perakaran tanaman dengan takaran satu bagian pukan cair
dicampur dengan satu atau dua bagian air. Ampas dari pukan cair
dimanfaatkan sebagai mulsa (Hartatik dan Widowati, 2006).
Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro
dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan
bahan-bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu,
pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan
tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki
ciri bersuhu dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah
berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap
digunakan atau belum masak atau matang. Penggunaan pupuk yang belum
matang akan menghambat pertumbuhan tanaman.
Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, antara lain: 1) Pupuk dingin adalah
pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang
berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi. 2) Pupuk panas adalah pupuk yang
berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat
150 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran
kambing, kuda, dan ayam. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah
dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara dapat berkurang.
Umumnya, kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi dari pada
kotoran padat (Harjowigeno, 1995). Penggunaan pupuk kandang yang
berbentuk cair paling baik dilakukan setelah tanaman tumbuh, sehingga unsur
hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap oleh
tanaman.
3. Pupuk Hayati
Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah
(Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/, 2011).
Mikroorganisme hidup yang terkandung dalam pupuk hayati memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan menghasilkan nutrisi
penting bagi tanaman. Selain untuk penyubur tanah dan menyediakan hara
bagi tanaman penggunaan mikroba juga sebagai metabolit pengatur tumbuh
tanaman, serta melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit. Teknologi
pupuk hayati merupakan penggunaan produk biologi aktif yang terdiri dari
mikroba penyubur tanah untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan
dan kesehatan tanah.
Pupuk hayati bekerja tidak seperti pupuk organik biasa yang bisa langsung
meningkatkan kesuburan tanah dengan menyediakan nutrisi untuk tanaman.
Pupuk ini secara alami menyediakan nutrisi melalui proses gradual dengan
cara memfiksasi unsur N dari atmosfer, melarutkan fosfor dan mensintesis zat-
zat lain yang dibutuhkan tanaman. Jadi, dengan pupuk hayati siklus
penyuburan tanah akan berlangsung terus menerus dan secara berkelanjutan.
Pupuk hayati dibuat dengan mengisolasi bakteri-bakteri tertentu seperti
Azotobacter choococum yang berfungsi mengikat unsur-unsur N, Bacillus
megaterium bakteri yang bisa melarutkan unsur P dan Bacillus mucilaginous
yang bisa melarutkan unsur K. Mikroorganisme tersebut bisa didapatkan di
tanah-tanah hutan, pegunungan atau sumber-sumber lain (Dinas Pertanian
Buleleng, 2014).
Beberapa contoh produk pupuk hayati yang dikembangkan oleh Balai
Penelitian Tanah Kementerian Pertanian, menurut (Rasti Saraswati and
Purnomo, 2020), yaitu Pupuk Mikroba Multiguna (PMMg) Rhizoplus untuk
kedelai, Mikroflora Tanah Multiguna (MTM) Nodulin untuk tanaman legum,
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 151
MTM BioNutrient untuk padi, jagung, dan sayuran, Dekomposer MDec dan
DSA, untuk perombakan bahan organik berserat lignin dan selulosa (jerami,
TTKS, daduk, bagas) dan lain-lain.
4. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari tanaman yang masih
hidup. Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber pupuk hijau, seperti
kacang-kacangan dan tanaman paku air (Azolla). Jenis tanaman yang dijadikan
sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis Leguminoseae, karena tanaman ini
mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan
jenis tanaman lainnya (Isroi, 2008). Tanaman legume relatif mudah
terdekomposisi sehingga penyediaan haranya menjadi lebih cepat. Bahan
tanaman ini dapat dibenamkan pada waktu masih hijau atau setelah
dikomposkan.
Beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi untuk bahan-bahan yang akan
digunakan sebagai pupuk hayati menurut Rachman, Dariah and Santoso,
(2020).yaitu:
1. Kandungan bahan kering,
2. Kandungan humus total dan yang mudah dimineralisasi,
3. Kandungan N yang dapat dimanfaatkan secara cepat (quick-acting),
4. C/N rasio,
5. Tingkat kandungan bahan-bahan berbahaya bagi pertumbuhan,
6. Kualitas hasil tanaman terutama unsur-unsur logam berat harus di
bawah ambang batas yang sudah ditentukan, dan
7. Tidak mengandung senyawa yang bersifat alelopati terhadap tanaman
utama.
Pupuk hijau bermanfaat untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan
unsur hara di dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan produktivitas
tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi. Takaran pemberian pupuk hijau
perlu dipertimbangkan baik kandungan hara yang diharapkan tersedia bagi
tanaman dan keperluan untuk mengurangi kehilangan unsur hara atau
pengaruh-pengaruh yang merugikan. Jumlah minimum pupuk hijau yang
diperlukan untuk mempertahankan aktivitas kehidupan dalam tanah adalah
sekitar 3-5 ton/ha.
152 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Bahan tanaman yang mempunyai rasio C/N tinggi dapat diaplikasikan secara
langsung (tanpa melalui pengomposan), jika diaplikasikan sebagai mulsa
(Gambar 1). Sebelum lapuk bahan tanaman tersebut akan berperan sebagai
penutup tanah yang sangat bermanfaat dari segi pencegahan erosi dan untuk
menciptakan iklim mikro yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman.
Gambar 10.1: Aplikasi Sisa Tanaman Sebagai Mulsa (Rachman, Dariah and
Santoso, 2020)
Pupuk hijau juga bisa digunakan sebagai tanaman pagar, yaitu dengan
mengembangkan sistem pertanaman lorong, di mana tanaman pupuk hijau
ditanam sebagai tanaman pagar berseling dengan tanaman utama. Selain ini
pupuk hijau juga digunakan sebagai tanaman penutup tanah, yaitu dengan
mengembangkan tanaman yang ditanam sendiri, pada saat tanah tidak
ditanami tanaman utama atau tanaman yang ditanam bersamaan dengan
tanaman pokok bila tanaman pokok berupa tanaman tahunan.
Pupuk hijau yang diproses (diolah), terutama jika untuk diperdagangkan,
umumnya memerlukan persiapan secara mekanis dan kimia, misalnya dengan
cara menjemur, menggiling atau mencampur, menggranulasi, menetralkan,
atau melengkapi dengan menambahkan unsur-unsur hara tertentu, dan
membebaskannya dari patogen penyebab penyakit tanaman (Rachman, Dariah
and Santoso, 2020).
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 153
5. Humus
Humus adalah material organik yang berasal dari degradasi ataupun pelapukan
daun-daunan dan ranting-ranting tanaman yang membusuk yang mengalami
dekomposisi yang akhirnya mengubah humus menjadi tanah. Bahan baku
untuk humus adalah dari daun ataupun ranting pohon yang sudah mati, limbah
pertanian dan peternakan, industri makanan, agroindustri, kulit kayu, serbuk
gergaji (abu kayu), kepingan kayu, endapan kotoran, sampah rumah tangga,
dan limbah-limbah padat perkotaan diluar plastik.
Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman, serta berperan baik bagi
pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan
dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu, humus
dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam
menahan pupuk anorganik larut air, mencegah pengikisan tanah, menaikkan
aerasi tanah, dan menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-
senyawa organik toksik. Humus merupakan penentu akhir dari kualitas
kesuburan tanah, jadi penggunaan humus sama halnya dengan penggunaan
kompos.
10.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Pupuk Organik
Ada empat kelebihan, pupuk organik sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman
(Dinas Pertanian Buleleng, 2014), yakni sebagai:
1. Sumber nutrisi tanaman lengkap.
Pupuk organik mengandung berbagai nutrisi penting yang dibutuhkan
tanaman, baik yang sifatnya makro maupun mikro. Unsur makro
yang dibutuhkan tanaman antara lain nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K), sulfur (S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Sedangkan unsur
mikro adalah besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), klor (CI), boron
(B), molybdenum (Mo) dan Aluminium (AI). Pupuk organik yang
dibuat dengan bahan baku yang lengkap bisa mengandung semua
kebutuhan unsur hara tersebut.
2. Memperbaiki struktur tanah
Pupuk organik merupakan material yang mempunyai sifat unik. Bisa
menggemburkan tanah lempung yang solid, namun disisi lain juga
bisa merekatkan tanah berpasir yang gembur. Karena sifatnya ini,
154 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
pupuk organik bisa memperbaiki tanah pasir maupun lempung.
Pupuk organik dapat merekatkan butiran-butiran halus pasir sehingga
tanah menjadi lebih solid. Sehingga tanah berpasir bisa menyimpan
air. Sedangkan pada tanah liat yang didominasi oleh lempung, pupuk
organik bisa memberikan pori-pori, sehingga tanah tersebut menjadi
gembur.
3. Meningkatkan kapasitas tukar kation
Dilihat dari sifat kimiawi, pupuk organik mempunyai kemampuan
meningkatkan kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar kation adalah
kemampuan tanah untuk meningkatkan interaksi antar ion-ion yang
ada dalam tanah. Tanah yang memiliki kapasitas kation tinggi lebih
mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman dibanding tanah
dengan kapasitas ion rendah. Kandungan material organik yang
tinggi akan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah.
4. Meningkatkan daya simpan air.
Struktur kompos sangat menyerap air (higroskopis). Air yang datang
disimpan dalam pori-pori dan dikeluarkan saat tanaman
membutuhkannya melalui akar. Keberadaan air ini mempertahankan
kelembaban tanah sehingga tanaman dapat terhindar dari kekeringan.
5. Meningkatkan aktivitas biologi tanah.
Pupuk kompos mengandung mikroorganisme dekomposer
didalamnya. Mikroorganisme ini akan menambah mikroorganisme
yang terdapat dalam tanah. Karena sifatnya yang melembabkan, suhu
tanah menjadi ideal bagi tumbuh dan berkembang biota tanah.
Aktivitas biota tanah ini yang menghasilkan sejumlah nutrisi penting
agar bisa diserap tanaman secara efektif.
Sedangkan, kekurangan dari pupuk organik menurut Novitam (1999), antara
lain:
1. Kandungan unsur hara rendah, sehingga jumlah pupuk relatif banyak.
Diperlukannya dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, hara yang dikandung
untuk bahan yang sejenis sangat bervariasi baik dalam pengangkutan
maupun penggunaannya di lapangan, dan kemungkinan akan
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 155
menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang
diberikan belum cukup matang.
2. Apabila pemurnian pada saat proses pembuatan pupuk organik tidak
cukup baik, maka limbah cair dan komponen padat yang berasal dari
limbah perkotaan dan bahan organik lainnya mempunyai potensi
yang tinggi dalam meracuni kesehatan manusia. Pupuk organik
kemungkinan juga membawa bibit penyakit yang memengaruhi
tanaman, ternak dan manusia.
3. Biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya lebih
tinggi.
4. Respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak cepat
pemberian pupuk buatan.
Dilihat dari kandungannya, pupuk organik memiliki kandungan nutrisi yang
lebih lengkap baik makro maupun mikro. Namun takarannya sedikit dan
komposisinya tidak pasti. Setiap pupuk organik mempunyai kandungan nutrisi
dengan komposisi yang berbeda-beda. Sedangkan pupuk kimia sintetis hanya
memiliki beberapa kandungan nutrisi saja, namun jumlahnya banyak dan
komposisinya pasti. Misalnya, urea banyak mengandung unsur nitrogen (N)
dalam jumlah yang cukup tapi tidak memiliki zat nutrisi lainnya. Penyerapan
nutrisi atau zat hara pada pupuk organik lebih sulit dicerna tanaman karena
masih tersimpan dalam ikatan kompleks.
Namun secara jangka panjang akan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah
yang bisa memudahkan tanaman menyerap unsur-unsur tadi. Sedangkan pada
pupuk kimia sintetis kandungan haranya bisa diserap langsung oleh tanaman.
Kelemahannya, zat hara tersebut sangat mudah hilang dari tanah karena erosi.
Pupuk organik baik untuk digunakan dalam jangka panjang karena sifatnya
menggemburkan tanah dan meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air.
Sehingga kesuburan tanah tetap terjaga.
Sementara itu pupuk kimia sintetis walaupun efek reaksinya cepat, secara
jangka panjang akan mengeraskan tanah dan mengurangi kesuburannya. Dari
sisi lingkungan dan ekosistem, pupuk organik memicu perkembangan
organisme tanah. Tanah yang kaya akan organisme sanggup memberikan
nutrisi secara berkelanjutan. Karena aktivitas organisme tanah akan
menguraikan sejumlah nutrisi penting bagi tanaman. Sedangkan pupuk kimia
sintetis malah membunuh organisme tanah. Sehingga untuk menyediakan
156 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
nutrisi bagi tanaman selalu diperlukan penambahan pupuk dalam jumlah yang
terus meningkat (Dinas Pertanian Buleleng, 2014).
10.2.5 Inovasi Teknologi Pupuk Organik
Inovasi teknologi yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik telah
banyak digunakan dan beredar dipasaran. Pupuk organik buatan adalah pupuk
organik yang diproduksi di pabrik dengan menggunakan peralatan yang
modern. Di Australia, Quality Assurance Services, yaitu suatu lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan standarisasi pupuk organik, juga mempunyai
standar kualitas pupuk sebagai berikut: 1) kematangan kompos dengan C/N
rasio <25, 2) bebas patogen, 3) bebas residu kimia seperti pestisida dan
herbisida, 4) kadar logam berat, dan 5) mengandung hara makro dan mikro.
Food Fertilizer Technology Center (FFTC) (1997), secara umum telah
mengusulkan persyaratan minimal untuk pupuk organik, yaitu: 1).
mencantumkan kadar kandungan hara, pH, EC, 2). C/N rasio maksimal 20, 3).
kandungan bahan organik maksimal 60%, 4). kandungan air maksimal 35%,
5). persentase bahan inert, seperti batu dan plastik, 6). dalam label harus
dicantumkan lama pengomposan, kandungan logam berat, germination test,
serta stabilitas suhu.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2001,
mengusulkan persyaratan minimal pupuk organik yang beredar di Indonesia
adalah:1) label kemasan harus mencantumkan jenis dan jumlah logam berat
As, Cr, Cd, Pb, dan Hg, 2). khusus pupuk organik dari sampah kota harus
memperhatikan adanya bakteri Bacillus, Escherichia coli, dan Salmonella. 3).
pada penentuan germination test, menggunakan tanaman indikator jenis bayam
yang tumbuhnya cepat dan berbiji kecil, 4). mencantumkan kadar air pupuk,
rasio C/N, 5). mencantumkan informasi apakah pupuk organik tersebut pupuk
organik murni atau semi organik (diperkaya pupuk kimia), serta
mencantumkan hasil analisis kimia dari pupuk tersebut.
Bentuk umum yang dapat dilihat di pasaran, adalah remah (curah) dan
granular, ada juga yang diformulasi dalam bentuk briket. Atau dikombinasi
dengan pupuk anorganik. Yang utama dari bentuk pupuk organik adalah
kemampuannya memasok karbon dengan cepat dibanding dengan bahan
dasarnya. (Turang and Janse D Tutu, 2017). Pada umumnya, pupuk organik
buatan digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman,
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 157
sehingga terjadi peningkatan kandungan unsur hara secara efektif dan efisien
bagi tanaman yang diberi pupuk organik tersebut.
10.3 Pestisida Organik
Istilah pestisida berasal dari bahasa Inggris, yaitu pesticide. Secara harfiah kata
“pest” artinya hama atau pengganggu yang sebenarnya hanya merujuk pada
organisme hewan (serangga maupun mamalia). Sedangkan kata “cide” berarti
basmi atau bunuh. Jadi secara sempit pestisida berarti “pembasmi hama”
(Widodo, 2019). Untuk lebih menyederhanakan, istilah pestisida lebih
diperluas tidak hanya pembasmi hama saja tetapi sebagai juga mencakup
organisme pengganggu baik pada tanaman, hewan, maupun pada bangunan.
Organisme pengganggu yang dimaksud tidak hanya hewan dan serangga tetapi
juga untuk mikroorganisme dari golongan penyakit seperti; cendawan, bakteri,
nematoda dan virus.
Pestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk mengendalikan hama
dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami (Dinas Pertanian
Buleleng, 2020). Senada dengan pendapat yang disampaikan oleh Dwi A
(2016), pestisida organik merupakan pestisida yang berbahan alami biasanya
digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman.
Pestisida organik atau disebut juga dengan biopestisida. Menurut Mazid, Kalita
and Rajkhowa., (2011) biopestisida merupakan pestisida biokimia yang
tersusun dari senyawa-senyawa alami dan bersifat tidak meracuni yang
digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Mathew, (2016) dan Kumar, (2015) menambahkan bahwa selain bersifat tidak
beracun, biopestisida adalah pestisida alami yang juga bersifat ramah atau
aman terhadap lingkungan. Menurut Mishra et al., (2015), definisi biopestisida
yang umum digunakan adalah yang berasal dari US Environmental Protection
Agency (USEPA). Biopestisida didefinisikan sebagai pestisida berasal dari
alam yang tersusun dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan mineral. Biopestisida
juga mencakup organisme hidup yang dapat mengendalikan OPT pertanian.
Bahan yang digunakan untuk membuat pestisida yang berbahan organik
terbuat dari tumbuhan, kotoran hewan, dan mikroorganisme. Oleh karena
dibuat dari bahan-bahan alami, pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan
lebih aman bagi kesehatan manusia. Pestisida organik yang bahan aktifnya
158 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
berasal dari tanaman atau tumbuhan yang berkhasiat mengendalikan serangan
hama pada tanaman disebut dengan pestisida nabati (Herawati et al., 2014).
Bahan aktif pestisida nabati diperoleh dengan cara mengekstrak pada bagian
tertentu dari tumbuh-tumbuhan tertentu. Pestisida ini tidak meninggalkan
residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat dibuat
dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang
sederhana. Bagian tumbuhan yang diambil untuk bahan pestisida organik
biasanya mengandung zat aktif dari kelompok metabolit sekunder seperti
alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia lainnya. Bahan aktif ini bisa
memengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent),
penghambat makan (antifeedant), penghambat pertumbuhan (growth
regulator), penarik (attractant) dan sebagai racun mematikan. Pestisida organik
yang formulasinya mengandung mikroba tertentu baik berupa cendawan,
bakteri maupun virus yang bersifat antagonis terhadap patogen dan
menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi serangga
maupun penyakit tanaman disebut dengan pestisida hayati (Wati and Hardanti,
2019).
Pestisida organik semakin digemari seiring dengan semakin tingginya
kesadaran akan efek negatif penggunaan pestisida kimia. Penggunaan pestisida
organik merupakan salah satu bentuk upaya dalam mewujudkan pertanian
yang ramah lingkungan. Pestisida organik menjadi solusi terbaik dalam
pengendalian hama tanaman secara mudah, murah dan aman.
10.3.1 Karakteristik Pestisida Organik
Kebanyakan dari jenis pestisida organik memiliki sifat hit and run, maksudnya
adalah saat pestisida organik tersebut diaplikasikan maka dapat hilang
terdegradasi oleh alam. Dengan demikian produk terbebas dari residu pestisida
sehingga aman untuk dikonsumsi manusia.
Untuk menentukan pestisida yang tepat, perlu diketahui beberapa karakteristik
pestisida seperti berikut ini:
1. Efektivitas
Efektivitas merupakan daya bunuh pestisida terhadap organisme
pengganggu. Pestisida yang baik seharusnya memiliki daya bunuh
yang cukup untuk mengendalikan organisme pengganggu dengan
dosis yang tidak terlalu tinggi, sehingga memperkecil dampak
buruknya terhadap lingkungan.
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 159
2. Selektivitas
Sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan
kemampuan pestisida untuk membunuh beberapa jenis organisme.
Pestisida yang disarankan di dalam pengendalian hama terpadu
adalah pestisida yang berspektrum sempit.
3. Fitotoksisitas
Fitotoksisitas merupakan suatu sifat yang menunjukkan potensi
pestisida untuk menimbulkan efek keracunan bagi tanaman yang
ditandai dengan pertumbuhan yang abnormal setelah aplikasi
pestisida.
4. Residu
Residu adalah racun yang tertinggal pada tanaman setelah dilakukan
penyemprotan yang akan bertahan sebagai racun hingga batas
tertentu. Residu yang bertahan lama pada tanaman akan berbahaya
bagi kesehatan manusia tetapi residu yang cepat hilang, efektivitas
pestisida tersebut akan menurun.
5. Persistensi
Persistensi merupakan kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk
racun di dalam tanah. Pestisida yang mempunyai persistensi tinggi
akan sangat berbahaya karena dapat meracuni lingkungan.
6. Resistensi
Resistensi merupakan kekebalan organisme pengganggu tumbuhan
terhadap aplikasi suatu jenis pestisida. Jenis pestisida yang mudah
menyebabkan resistensi organisme pengganggu sebaiknya tidak
digunakan.
7. LD 50 atau Lethal Dosage 50%
Adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat bahan
uji per kilogram berat badan (BB) suatu organisme yang
menghasilkan 50% respon kematian pada populasi organisme uji
dalam jangka waktu tertentu.
160 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
8. Kompatibilitas
Kompatibilitas adalah kesesuaian suatu jenis pestisida untuk
dicampur dengan pestisida lain tanpa menimbulkan dampak negatif
(Anonim, 2020).
10.3.2 Jenis-jenis Pestisida Organik
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011),
pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan untuk: 1) memberantas atau mencegah hama-hama dan
penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil
pertanian; 2) memberantas rerumputan; 3) mematikan daun dan mencegah
pertumbuhan yang tidak diinginkan; 4) mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; 5)
memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak; 6) memberantas atau mencegah hama-hama air; 7) memberantas atau
mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau 8) memberantas atau
mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah
atau air.
Jenis-jenis pestisida berdasarkan jenis organisme sasarannya menurut Widodo
(2019), antaralain: insektisida: bahan untuk mengendalikan atau membunuh
hama dari golongan serangga secara umum. Fungisida: bahan untuk
mengendalikan, membunuh atau menghambat pertumbuhan jamur atau fungi.
Bakterisida: bahan untuk mengendalikan, membunuh atau membatasi
perkembangan. Herbisida: bahan untuk mengendalikan, membunuh atau
membatasi pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma. Moluskisida: racun
untuk mengendalikan atau membunuh hama golongan siput. Nematisida:
racun untuk mengendalikan nematoda atau cacing parasit dalam tanah.
Algasida: bahan untuk mengendalikan alga. Mossida: bahan untuk membasmi
atau membatasi pertumbuhan lumut. Rodentisida: racun untuk mengendalikan
tikus dan binatang pengerat lain. Activator: yaitu senyawa kimia untuk
mengaktifkan sistem kekebalan pada tanaman, dan sebenarnya tidak termasuk
dalam golongan pestisida, tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan alami tanaman terhadap dampak serangan hama dan penyakit.
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 161
Pestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk mengendalikan hama
dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami, seperti; tumbuhan,
kotoran hewan dan mikroorganisme. Berdasarkan hal tersebut pestisida
organik atau biopestisida dapat dibedakan menjadi pestisida nabati dan
pestisida hayati.
1. Pestisida Nabati
Pestisida organik yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan
yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman disebut dengan
pestisida nabati (Herawati et al., 2014). Lebih dari 1500 jenis tumbuhan dari
berbagai penjuru dunia diketahui dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Di
Filipina, tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan telah diketahui mengandung
bahan aktif insektisida. Di Indonesia terdapat 50 famili tumbuhan penghasil
racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial
insektisida nabati antara lain Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae
dan Rutaceae. Selain bersifat sebagai insektisida, jenis-jenis tumbuhan tersebut
juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida,
mitisida maupun rodentisida. Jenis pestisida yang berasal dari tumbuhan
tersebut dapat ditemukan di sekitar tempat tinggal petani, dapat disiapkan
dengan mudah menggunakan bahan serta peralatan sederhana (Setiawati et al.,
2008).
Bahan aktif pestisida nabati adalah produk alam yang berasal dari tanaman
yang mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu
senyawa bioaktif seperti: alkaloid, terpenoid, fenolik, dan zat–zat kimia
sekunder lainnya. Senyawa bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman
yang terinfeksi OPT, tidak berpengaruh terhadap fotosintesis pertumbuhan
maupun aspek fisiologis tanaman lainnya, namun berpengaruh terhadap sistem
saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa penarik, anti
makan dan sistem pernafasan OPT (Setiawati et al., 2008).
Efektivitas suatu bahan-bahan alami yang digunakan sebagai pestisida nabati
sangat tergantung pada bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis
tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat
menghasilkan efek yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan sifat bioaktif atau
sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari
tumbuhan tersebut. (Setiawati et al., 2008).
162 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman, pestisida nabati
menjalankan prinsip kerja yang unik dan spesifik. Prinsip kerja pestisida nabati
ada tiga yaitu menghambat, merusak dan menolak. Bahan aktif ini bisa
memengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent),
penghambat makan (antifeedant), penghambat pertumbuhan (growth
regulator), penarik (attractant) dan sebagai racun mematikan (Dinas Pertanian
Buleleng, 2020). Hal ini akan nampak pada cara kerja pestisida nabati dalam
melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit.
Keunggulan pestisida nabati (Setiawati et al., 2008), antara lain: (1) mengalami
degradasi atau penguraian yang cepat oleh sinar matahari; (2) memiliki efek
atau pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga
walaupun jarang menyebabkan kematian; (3) toksisitasnya umumnya rendah
terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia (lethal dosage (LD) >50
Oral); (4) memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan
syaraf) dan bersifat selektif; (5) dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang
telah kebal pada pestisida sintetis; (6) fitotoksisitas rendah, yaitu tidak
meracuni dan merusak tanaman dan (7) murah dan mudah dibuat oleh petani.
Kelemahan penggunaan pestisida nabati (Setiawati et al., 2008), antara lain: (1)
cepat terurai dan aplikasinya harus lebih sering; (2) caya racunnya rendah
(tidak langsung mematikan serangga/memiliki efek lambat); (3) kapasitas
produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam jumlah massal
(bahan tanaman untuk pestisida nabati belum banyak dibudidayakan secara
khusus); (4) ketersediaannya di toko-toko pertanian masih terbatas dan (5)
kurang praktis dan tidak tahan disimpan.
2. Pestisida Hayati
Pestisida organik yang formulasinya mengandung mikroba tertentu baik
berupa cendawan, bakteri maupun virus yang bersifat antagonis terhadap
patogen dan menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun baik bagi
serangga maupun penyakit tanaman disebut dengan pestisida hayati (Wati and
Hardanti, 2019). Pestisida hayati termasuk ke dalam biopestisida. Para petani
memanfaatkan berbagai mikroorganisme dalam mengendalikan hama dan
penyakit pada tanaman mereka. Pengendalian hama penyakit menggunakan
mikroorganisme atau yang juga disebut pengendalian hayati ini sangat ramah
lingkungan (Wati and Hardanti, 2019).
Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik
berupa jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 163
lainnya (penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu
yang bersifat racun baik bagi serangga (hama) maupun nematoda (penyebab
penyakit tanaman) (Junaidi, 2019). Contoh penerapan teknik ini misalnya
dapat ditemukan dalam penggunaan cendawan Beauveria bassiana dalam
pengendalian ulat grayak hama tanaman cabe.
Keunggulan dari pestisida hayati, antara lain: 1) relatif aman terhadap
lingkungan karena tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya,
kandungan senyawanya, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, 2)
bersifat biodegradable 3) selektif 4) tidak menimbulkan kekebalan hama, 5)
menghasilkan produk pertanian yang sehat, bebas residu pestisida kimia.
Namun demikian pestisida hayati juga mempunyai beberapa kelemahan
(Balingtan, 2018), yaitu (1) tidak bereaksi cepat (knockdown) atau relatif
lambat membunuh hama, (2) Membanjirnya produk pestisida ke Indonesia,
salah satunya dari China, yang harganya lebih murah (3) Bahan baku pestisida
nabati relatif masih terbatas karena kurangnya dukungan pemerintah (Political
Will) dan kesadaran petani terhadap penggunaan pestisida nabati masih
rendah, (4) peraturan perizinan pestisida nabati yang disamakan dengan
pestisida kimia sintetik membuat pestisida nabati sulit mendapatkan izin edar
dan diperjualbelikan.
10.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pestisida Organik
Pestisida organik mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
1. Lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah
terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak racunnya tidak
menetap dalam waktu yang lama di alam bebas.
2. Residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga
tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi.
3. Dilihat dari sisi ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan
nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Produk pangan non-
pestisida harganya lebih baik dibanding produk konvensional. Selain
itu, pembuatan pestisida organik bisa dilakukan sendiri oleh petani
sehingga menghemat pengeluaran biaya produksi.
4. Penggunaan pestisida organik yang diintegrasikan dengan konsep
pengendalian hama terpadu tidak akan menyebabkan resistensi pada
hama.
164 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Selain memiliki kelebihan, ada terdapat beberapa kelemahan dari pestisida
organik, antara lain:
1. Pestisida organik tidak bisa disimpan dalam jangka lama. Setelah
dibuat harus segera diaplikasikan sehingga kita harus membuatnya
setiap kali akan melakukan penyemprotan.
2. Bahan-bahan pestisida organik lumayan sulit didapatkan dalam
jumlah dan kontinuitas yang cukup.
3. Dari sisi efektivitas, hasil penyemprotan pestisida organik tidak
secepat pestisida kimia sintetis. Perlu waktu dan frekuensi
penyemprotan yang lebih sering untuk membuatnya efektif.
4. Pestisida organik relatif tidak tahan terhadap sinar matahari dan
hujan.
10.3.4 Inovasi Teknologi Pestisida Organik
Secara umum penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida organik atau
biopestisida, mulai dari teknik penyediaan bahan baku sampai produksi masih
terbatas. Cara sederhana pemanfaatan biopestisida yang umum dilakukan oleh
petani di Indonesia dan di negara berkembang lainnya adalah penyemprotan
cairan hasil perasan tumbuhan (ekstraksi menggunakan air), pengolahan
sederhana, penempatan langsung atau penyebaran bagian tumbuhan di tempat
– tempat tertentu pada lahan pertanaman, pengasapan (pembakaran bagian
tanaman yang mengandung bahan aktif pestisida), penggunaan serbuk
tumbuhan untuk pengendalian hama di penyimpanan, dan pembuatan
biopestisida dengan cara fermentasi (Setiawati et al., 2008).
Biopestisida atau pestisida organik merupakan salah satu upaya pengendalian
hama dan penyakit yang bersifat ramah lingkungan. Beberapa biopestisida
telah diuji dan efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi nano dapat diterapkan ke
teknik formulasi biopestisida. Nano Biopestisida merupakan teknologi
pestisida yang terdiri atas partikel kecil atau struktur kecil dari bahan aktif yang
berfungsi sebagai biopestisida. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
dengan menggunakan nano biopestisida akan lebih efektif. Beberapa
keuntungan penggunaan nano biopestisida adalah tingkat efikasi dan
keamanan yang tinggi, mengurangi dosis atau konsentrasi penggunaan
pestisida pada tanaman, mengurangi residu beracun, dan mengurangi emisi
Bab 10 Teknologi Produksi Pupuk dan Pestisida Berbahan Dasar Material Organik 165
lingkungan di lahan pertanian. Formulasi nano biopestisida ada beberapa cara
diantaranya dengan cara nanoemulsi.
Kelemahan utama dari pestisida nabati yang mengandung minyak atsiri adalah
mudah menguap dan tidak stabil. Oleh karena itu, bahan aktif minyak atsiri
perlu diformulasikan dalam bentuk yang lebih stabil, seperti partikel nano.
Teknologi nano dapat memperkecil partikel hingga berukuran nano (10-9 m)
dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas bahan aktif
minyak atsiri. Selanjutnya, dengan sentuhan enkapsulasi, bahan aktif tidak
mudah menguap dan lebih stabil. Nanopestisida terdiri atas partikel kecil dari
bahan aktif pestisida atau struktur kecil dari bahan aktif yang berfungsi sebagai
pestisida. Nanoemulsi dan nanoenkapsulasi adalah salah satu teknik
nanopestisida yang sudah banyak digunakan dan efektif untuk pengendalian
penyakit tanaman (Khaerati, 2020). Beberapa hasil penelitian nano
biopestisida yang efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit diantaranya
keefektifan nanobiopestisida berbahan dasar Bacillus thuringiensis dapat
menyebabkan kematian serangga Trichoplusia hingga 100%. Nanobiopestida
berbahan dasar bunga cengkeh dapat meningkatkan kandungan eugenol
sebesar 9,9% dan menurunkan populasi Nilaparvata lugens dan relatif aman
bagi musuh alami. Nanobiopestida berbahan dasar bunga cengkeh dapat
meningkatkan kandungan eugenol sebesar 9,9% dan menurunkan populasi N.
lugens dan relatif aman bagi musuh alami (Khaerati, 2020).
166 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Bab 11
Pertanian Organik Sebagai
Solusi Pertanian Berkelanjutan
11.1 Ciri-ciri Keberlanjutan Pertanian
Kelangkaan pupuk saat ini menjadi hal yang sering terjadi, akibatnya tanaman
akan kekurangan nutrisi untuk tumbuh optimal. Selain itu, ada berbagai
dampak negatif pupuk anorganik terhadap biologi dan kimia tanah. Oleh
karena itu, pertanian akan terancam tidak berkelanjutan. Dengan demikian,
perlu suatu tindakan di mana sistem pertanian dapat menghasilkan kuantitas
dan kualitas produk agar pembangunan pertanian dapat berkelanjutan. Salah
satu solusinya adalah melalui sistem pertanian organik. Wiharjaka (2018)
mengemukakan pertanian berkelanjutan meliputi penerapan pengendalian
hama, pemanfaatan pupuk kompos, pengelolaan terpadu, dan ramah
lingkungan. Sehingga, pembangunan sektor pertanian dapat layak secara
ekonomi, sosial, dan berkelanjutan. Hal tersebut terdapat kesamaan dengan
sistem pertanian organik.
Dari sisi ekonomi, berkelanjutan diartikan bahwa usaha memiliki daya saing
dan menguntungkan. Beberapa indikator yang menjadi persyaratan agar
berkelanjutan antara lain menghasilkan beragam produk bernilai tinggi dan
168 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
pertumbuhan ekonomi dengan laju yang cukup tinggi sehingga terjadi
peningkatan kesejahteraan rakyat (Simatupang, 2014).
Dari sisi sosial-budaya, suatu usaha bersifat inklusif, artinya norma-norma
sosial diterapkan, seperti nilai-nilai agama, etika, adat-istiadat, kepercayaan
serta kesempatan berusaha dan terbukanya lapangan kerja, dapat diakses dan
rakyat dapar memperoleh manfaat secara merata.
Dari sisi ekologi, berkelanjutan artinya usaha yang dilakukan berdampak
minimal terhadap lingkungan sehingga terciptanya daya dukung dan
lingkungan hidup yang nyaman. Selain itu, ekosistem yang menjadi penopang
utama pertanian tidak mengalami penurunan yang nyata di masa mendatang.
Secara grafis, berkelanjutan digambarkan oleh interaksi dari dimensi ekonomi,
sosial dan lingkungan (Gambar 11.1).
Gambar 11.1: Konsep Berkelanjutan
11.2 Prinsip Pertanian Organik
Indonesia dengan iklim tropis dan sumber daya hayati yang tinggi memiliki
peluang yang prospektif untuk pengembangan pertanian organik. Sumber
pupuk organik dan pupuk hayati sangat melimpah termasuk tumbuhan yang
bermanfaat sebagai pengendalian hama dan penyakit. Namun, perhatian dan
penggunaannya masih kecil. Oleh karena itu, peluang masih sangat terbuka
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 169
dalam menggali keragaman sumber daya hayati. Pertanian organik bisa
diartikan juga sebagai pertanian ramah lingkungan. Pemanfaatan daur ulang
hara secara hayati seperti limbah tanaman dan ternak dan limbah lainnya
seperti limbah rumah tangga. Manfaatnya adalah kesuburan dan struktur tanah
akan meningkat (Rachman, 2002). Sistem pertanian organik berbasis pada
ekologi, keragaman hayati, dan siklus yang mampu beradaptasi secara lokal
sehingga mampu menjaga kesehatan tanah, ekosistem dan manusia (IFOAM,
2008).
Prinsip pertanian organik mencakup aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Aspek
ekologi meliputi pemeliharaan kesuburan dan aktivitas biologi tanah, adanya
pencegahan kontaminasi, pengelolaan organisme pengganggu tanaman, dan
upaya pencegahan degradasi tanah dan air. Aspek ekonomi meliputi
pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui dan manajemen ekosistem
dan keanekaragaman. Aspek sosial yaitu mengurangi semua bentuk polusi
yang dihasilkan. Pertanian organik merupakan bentuk pertanian berkelanjutan
karena limbahnya dapat dimanfaatkan kembali misalnya limbah peternakan,
pertanian dan rumah tangga melalui teknologi pengomposan untuk memenuhi
kebutuhan hara tanaman. Sehingga, diharapkan degradasi tanah dapat
dikurangi dan tanaman dapat memberikan hasilnya dengan baik. Berikut
Gambar 11.2 adalah siklus pemanfaatan limbah untuk mendukung kebutuhan
hara tanaman.
Gambar 11.2: Pemanfaatan limbah
170 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Penelitian-penelitian sudah banyak dilakukan untuk pertanian organik di mana
hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik memberikan hasil
yang memuaskan dibandingkan dengan pupuk kimia dalam budi daya
pertanian. Hal ini karena pupuk organik membantu memperbaiki kondisi fisik
dan biokimia tanah. Dari sisi kajian ekonomis, penggunaan pupuk organik
juga menguntungkan (Juhroh 2010). Penggunaan pupuk organik pada tahap
awal memang akan lebih banyak tetapi akan terus berkurang seiring
membaiknya kondisi tanah diiringi dengan meningkatnya produksi.
Konsep sistem pertanian organik adalah usaha tani secara menyeluruh sejak
proses produksi sampai proses pasca panen yang bersifat ramah lingkungan
dan dikelola secara alami, yakni tanpa penggunaan bahan sintetis dan rekayasa
genetik, sehingga menghasilkan produk yang sehat dan bergizi. Oleh karena
itu pertanian organik dapat dijadikan alternatif solusi dari masalah praktis bagi
petani yang selalu terkendala dengan mahal dan langkanya pupuk dan
pestisida kimia.
Gambar 11.3: Sumber Bahan Pestisida Nabati Dari Tanaman
Pertanian organik menerapkan teknologi ramah lingkungan dalam rangka
mencapai pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kesuburan tanah untuk
masa depan (Hartatik et al. 2008). Oleh karena itu, budi daya pertanian organik
yang dilakukan didasarkan pada harmonisasi dengan alam melalui proses
secara ekologi dan biologi dengan pengelolaan kesuburan tanah,
keanekaragaman hayati, siklus hara, dan pengendalian hama terpadu (Widyarti
2009). Teknik budi daya pertanian organik meliputi pengelolaan tanah dan air,
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 171
penyediaan benih dan bahan organik, pemilihan tanaman, serta pengendalian
hama penyakit secara alami menggunakan pestisida nabati maupun tanaman
repellent. Gambar 11.3 di atas ini menjelaskan sumber-sumber pestisida nabati
dari beberapa jenis tanaman
11.3 Peranan Bioteknologi dalam
Pertanian Organik
Bioteknologi sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan pertanian
organik terutama sebagai masukan produksi seperti pupuk organik, pupuk
hayati dan pestisida nabati. Pupuk organik menjadi sumber hara utama pada
sistem pertanian organik. Pupuk ini diperlukan dalam jumlah yang cukup
tinggi untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pupuk organik diperlukan dalam
jumlah banyak karena rendahnya kandungan hara. Untuk mengurangi biaya
angkut maka penyediaan pupuk organik secara lokal sangat efektif dan efisien.
Pupuk organik dapat dihasilkan melalui pengomposan di mana bahan-bahan
alami di lahan dapat dimanfaatkan. Melalui bioaktivator proses pengomposan
akan mempersingkat menjadi beberapa minggu (3 minggu). Bioaktivator
sudah diperjualbelikan namun apabila ingin membuat secara mandiri dengan
cara memanfaatkan sisa-sisa makanan, buah-buahan,dan bahan-bahan seperti
bumbu dapur untuk membuat mikroorganisme lokal (MOL). Berikut Gambar
11.4 adalah contoh MOL.
Gambar 11.4: Contoh MOL
172 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Pupuk hayati merupakan hasil dari teknologi pemanfaatan mikroba. Pupuk
hayati berperan sebagai fasilitator dalam meningkatkan penyediaan hara
tanaman, sebagai perombak bahan organik (dekomposer atau bioaktivator).
Pupuk hayati dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman
melalui proses fiksasi, pelarutan dan katalisasi. Pupuk hayati bukanlah sumber
nutrisi untuk tanaman. Mikroba juga dapat berperan sebagai biokontrol dalam
mengendalikan hama dan penyakit dengan jenis mikroba tertentu. Selain
mikroba, beberapa jenis tanaman dapat dimanfaatkan untuk mencegah hama
dan penyakit. Tanaman tersebut juga dapat ditanam di sekitar lahan.
Peranan pupuk hayati sangat penting di dalam pertanian organik karena
mengandung mikroba yang hidup/dorman yang berperan dalam siklus nutrisi
serta membentuk material organik untuk keberlanjutan produktivitas tanah.
Ketika pupuk hayati diaplikasikan pada benih, tanah dan permukaan tanaman,
maka mikroba akan mendiami rizosfer atau jaringan tanaman dan membantu
meningkatkan pasokan nutrisi tanaman, meningkatkan kesuburan tanah,
keanekaragaman mikroba tanah dan hasil tanaman. Keberadaan mikroba
sangat bergantung pada kandungan bahan organik di dalam tanah karena
sebagian mikroba membutuhkan bahan organik sebagai sumber energinya. Di
bawah ini adalah gambar 11.5 tentang visualisasi beberapa mikroba tanah
bermanfaat untuk tanaman.
Gambar 11.5: Visualisasi Mikroba Tanah
Pupuk hayati berperan dalam memelihara kesuburan dan kesehatan tanah. Hal
ini karena sebagian suplai hara N, P, K dapat dilakukan oleh mikroba pelarut
P, bakteri rizosfer penambat N2, dan perombak bahan organik. Selain itu,
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 173
terdapat bakteri endofit yang secara langsung menyediakan dan memfasilitasi
atau memobilisasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah, mensintesis
dan mengubah konsentrasi berbagai fitohormon pemacu tumbuh, dan secara
langsung menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan berbagai
metabolit atau senyawa, siderofor dan antibiotik (Glick 1995). Berikut Gambar
6 menggambarkan bakteri endofit yang ada di dalam akar tanaman.
Gambar 11.6: Contoh Bakteri Endofit
Proses biofisika-kimiawi tanah dan siklus hara dipengaruhi oleh aktivitas
mikroba. Secara teknis, kegiatan mikroba tanah membantu proses nitrifikasi
pupuk amonia, produksi enzim fosfatase yang mempercepat hidrolisis pupuk
P, produksi enzim urease yang mempercepat hidrolisis urea, dan proses
reduksi berbagai sistem redoks dalam kondisi tanah tergenang, namun aktivitas
mikroba juga dipengaruhi konsentrasi oksigen dan ketersediaan bahan organik
(Patrick and Reddy 1978; Bossio and Scow 1995).
Berkembangnya teknologi mikrobiologi telah mendorong teknologi pupuk
hayati dengan multifungsi. Pupuk hayati dengan fungsi, bentuk dan
kualitasnya ditentukan oleh jenis mikroba, teknik aplikasinya, tanaman dan
kondisi lingkungan. Beberapa fungsi mikroba antara lain sebagai perombak
bahan organik (dekomposer), penghasil hormon pertumbuhan (biostimulan),
pengendali hama penyakit tanaman (biopestisida), dan fasilitator penyedia hara
(N dan P). Berikut Gambar 11.7 merupakan hasil penelitian pengaruh pupuk
hayati terhadap pertumbuhan cabai.
174 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Gambar 11.7: Aplikasi Pupuk Hayati (Agens) Pada Tanaman Cabai
11.4 Pengendalian Hama dan Penyakit
Ramah Lingkungan
Prinsip pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dalam
pertanian organik adalah memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya agar
ramah lingkungan. Tujuannya agar pertanian dapat berkelanjutan dan
kestabilan populasi hama dan musuh alaminya terjaga dalam jangka waktu
relatif lama. Untuk mengundang musuh alami dapat menggunakan tanaman
yang berbunga seperti bunga matahari yang ditanam di sisi lahan. Sedangkan
untuk hama serangga bisa menggunakan jamur Beauveria bassiana yang sudah
dijual di pasaran. Pemanfaatan mulsa organik juga membantu menjaga
kestabilan kelembaban tanah sehingga tanaman lebih sehat dan mencegah
serangan OPT.
Mulsa organik dapat memperbaiki struktur tanah, kesuburan, dan cadangan air
tanah, sehingga sangat baik untuk diberikan di lahan tadah hujan yang rentan
dengan kekeringan dan rendahnya kadar bahan organik. Mulsa dapat
menghalangi pertumbuhan gulma dan menyangga suhu tanah agar tidak
ekstrim suhunya. Selain itu, sisa tanaman dapat menarik cacing, karena
kelembaban yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan
cacing. Adanya cacing tanah akan membantu memperbaiki struktur dan daya
dukung tanah sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik (Sugito et al.1995).
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 175
Gambar 11.8: Contoh jamur Beauveria bassiana
Gambar 11.9: Contoh mulsa organik
Mulsa organik tidak hanya mampu menekan perkembangan berbagai OPT
yang hidup di dalam tanah tetapi juga menjadi sumber hara (Nahar et al 2006).
Mulsa akan menjadi sumber makanan tersedia bagi berbagai mikroba tanah.
Selain itu proses dekomposisi bahan organik menghasilkan senyawa nitrat dan
amoniak nitrogen yang beracun bagi berbagai OPT seperti nematoda parasit
tanaman (Mian dan Kabana 1982). Musuh alami hama adalah organisme
hidup baik berupa parasit maupun predator. Musuh alami berperan
menciptakan kestabilan populasi OPT. Musuh-musuh alami yang ada di dalam
tanah serta mudah dikembangbiakkan secara massal di antaranya adalah dan
nematoda parasit serangga seperti Heterorhabditis sp. dan jamur parasit
176 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
serangga seperti Beauveria bassiana. Berikut Gambar 11.10 merupakan contoh
nematoda Heterorhabditis sp.
Gambar 11.10: Contoh Nematoda Heterorhabditis Sp.
11.5 Tujuan Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan diartikan keberhasilan pengelolaan sumber daya dalam
memenuhi kebutuhan manusia, serta mempertahankan dan meningkatkan
kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya alam. Pertanian ramah
lingkungan memperhatikan semua komponen tanah, air, hewan, makanan,
manusia, pendapatan dan kesehatan. Tujuannya adalah mempertahankan dan
meningkatkan aspek kesuburan tanah, aspek hasil yang optimal; aspek
keanekaragaman hayati, dan aspek kesehatan penduduk dan makhluk hidup
lainnya. Suatu konsensus telah dikembangkan agar pertanian berkelanjutan.
Sistem produksi yang dikembangkan berdasarkan LEISA (Low External Input
Sustainable Agriculture) atau yang berarti (pertanian berkelanjutan dengan
masukan rendah). Konsep ini mencakup upaya untuk meningkatkan
produktivitas, meningkatkan keuntungan usahatani, mencegah terjadinya erosi
dan membatasi kehilangan unsur hara, melaksanakan konservasi energi dan
sumberdaya alam, memantapkan dan keberlanjutan konservasi serta sistem
produksi pertanian.
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 177
Pembangunan berkelanjutan membahas minimal empat hal utama yaitu: (1)
upaya memenuhi kebutuhan manusia yang tergantung dengan kemampuan
dan daya dukung ekosistem, (2) upaya memenuhi kebutuhan manusia antar
generasi, (3) upaya meningkatkan sumber daya manusia dan alam untuk masa
depan, dan (4) upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara
melindungi dan memberlanjutkan. Pembangunan berkelanjutan dapat
diwujudkan melalui keterkaitan yang tepat antara sumber daya alam, kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya. Keberlanjutan dipengaruhi oleh arah
investasinya, orientasi perkembangan teknologinya, tingkat eksploitasi
sumberdaya alamnya, dan pengembangan kelembagaannya apakah konsisten
dengan pemenuhan kebutuhan pada saat ini dan di masa mendatang.
Menurut Samora (1995) setidaknya ada lima kriteria untuk mengelola sistem
pertanian agar berkelanjutan, yaitu:
1. Bernuansa ekologi
Sistem pertanian mengintegrasikan sistem ekologi secara luas dan
perhatian dalam merawat dan memperbaiki sumber daya pertanian.
2. Kelayakan ekonomi
Sistem pertanian mampu menjamin kehidupan ekonomi petani dan
keluarganya.
3. Diterima secara sosial
Sistem pertanian yang menjunjung tinggi hak-hak individu petani.
Selain itu, terbukanya sumber-sumber informasi, pasar, dan
kelembagaan pertanian.
4. Kepantasan secara budaya
Sistem yang mampu memberikan pertimbangan dengan nilai-nilai
budaya, termasuk keyakinan agama dan tradisi.
5. Pendekatan sistem dan holistik
Sistem pertanian dengan pandangan keilmuan yang holistik secara
multidisiplin meliputi aspek biofisik, sosial, ekonomi, budaya, dan
politik.
Pembangunan pertanian yang berkelanjutan meliputi jangka pendek,
menengah dan panjang dengan beberapa level yaitu lokal, regional dan
nasional. Umumnya di negara berkembang, tujuan pertanian adalah untuk
produksi dan menjaga mata pencaharian dalam jangka pendek. Untuk
178 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
pembangunan jangka menengah, aspek ekologi menjadi prioritas sebagai
indikator keberhasilan pembangunan pertanian di mana levelnya sudah
nasional dan regional. Sedangkan, pada level lokal, aspek ekonomi masih
menjadi prioritas.
Peningkatan manfaat ekonomi masih menjadi tujuan utama bagi negara-negara
berkembang terutama level lokal (kecamatan dan kabupaten). Untuk
pembangunan jangka panjang, pemilihan indikator pada level nasional,
regional, dan lokal harus memberikan perhatian yang sama untuk tiga dimensi
keberlanjutan (ekonomi, sosial, dan ekologi). Pembangunan pertanian
berkelanjutan mengarus tengahkan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan ekologi
dalam pembangunan, sehingga terjadi hubungan interaksi antara pembangunan
ekonomi, sosial, dan ekologi yang seimbang (Nurmalina, 2017).
11.6 Tantangan Pertanian Organik
Riset telah banyak dilakukan untuk pertanian organik. Ini merupakan salah
satu strategi pengembangan untuk mendukung pertanian organik lebih masif
diterapkan. Beberapa aspek yang diperlukan antara lain:
1. Penelitian tentang sistem pertanian organik. Salah satunya adalah
mikroba yang dapat mendekomposisi bahan organik dalam waktu
singkat, pemutusan siklus hama dengan rotasi tanaman, dan
kesesuaian tanaman secara polikultur,
2. Neraca hara dalam sistem tanah dan tanaman
3. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara alami
4. Pengembangan teknologi ramah lingkungan dan kearifan lokal
5. Aspek ekonomi dan kelembagaan pemasaran
Pertanian berkelanjutan merupakan suatu tantangan karena menuntut petani
untuk memiliki perilaku usahatani yang berbeda dan lebih baik terutama aspek
lingkungan. Hal ini tidak mudah, karena mayoritas saat ini petani masih tinggi
sekali ketergantungannya terhadap kimiawi. Penerapan pertanian organik
secara utuh tidak mudah bagi petani. Beberapa petani memilih pertanian semi
organik di mana pupuk kimia dikurangi dan dikombinasikan dengan pupuk
hayati. Keputusan petani untuk mengadopsi pertanian organik dipengaruhi
banyak faktor. Salah satunya adalah petani yang cenderung menyukai zona
Bab 11 Pertanian Organik Sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan 179
aman dan menghindari risiko. Selain itu, Mardikanto (1993) mengatakan
adopsi dipengaruhi oleh variabel karakteristik teknologi, kesadaran,
kependudukan, sumber informasi, pengetahuan, sikap dan pengaruh
kelompok.
Zulvera (2014) menyebutkan bahwa tingkat adopsi petani berkaitan dengan
sikap, pengetahuan, keterampilan dan persepsi petani tentang sistem pertanian
organik. Keberadaan dan dukungan dari penyuluh, pemerintah, sosial, dan
lembaga penunjang kegiatan usahatani, akan mendorong petani melaksanakan
sistem pertanian organik. Petani tidak bisa berjalan sendiri dalam penerapan
pertanian organik, dukungan dari semua pihak akan mempercepat
pembangunan pertanian organik sehingga kelestarian ekosistem tercipta.
Karakteristik inovasi juga memengaruhi kecepatan proses adopsi inovasi
(Rogers, 2010). Ciri yang pertama adalah secara ekonomis maupun teknis
mudah untuk digunakan (Becker et al. 1986; Rogers 2010). Soltani et al (2013)
menambahkan bahwa hambatan yang sering ditemui adalah hal pemasaran,
proses sertifikasi dan akses terhadap informasi mengenai sistem pertanian
organik. Hal tersebut merupakan masalah yang umum dijumpai di negara
berkembang. Saat ini teknologi sudah bisa menjangkau ke pelosok daerah
melalui handphone smartphone. Melalui e-marketing, aspek pemasaran sudah
terbantu. Sedangkan, sertifikasi perlu adanya fasilitasi dari pemerintah
terutama petani kecil hingga menengah.
Menurut Charina et al (2018), mayoritas petani sayuran organik di Kabupaten
Bandung Barat belum seluruhnya menerapkan pertanian organik sesuai SNI
sistem pangan organik. Beberapa faktornya adalah tingkat pendidikan petani,
keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan, persepsi terhadap keuntungan
relatif, dan persepsi terhadap kerumitan berpengaruh terhadap keputusan
petani dalam menerapkan SOP sistem pertanian organik. Oleh karenanya,
perlu dukungan dari berbagai pihak, baik instansi pemerintah, lembaga
pemasaran dan lembaga penyuluhan agar petani dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam hal budi daya serta keuntungan dari
usahatani.
180 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Bab 12
Dampak Pertanian Organik
Terhadap Kualitas Lingkungan
12.1 Pendahuluan
Kondisi pertanian organik di Indonesia sebagian besar masih belum bisa
meninggalkan metode konvensional. Kurangnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan menjadi sebab pola pikir petani yang masih belum bisa
menerapkan pertanian organik di Indonesia. Petani masih memiliki orientasi
produksi jangka pendek yaitu hasil yang melimpah saat itu daripada
memikirkan dampak jangka panjangnya yaitu kerusakan lahan pertanian akibat
semakin terkikisnya unsur hara dan bahan organik di dalam tanah. Menurut
data IFOAM (2012), luas lahan pertanian organik di Indonesia meningkat dari
tahun 2007 hingga 2011.
Tercatat pada tahun 2007 luas lahan pertanian organik di Indonesia hanya
seluas 40.970 hektar, kemudian terjadi peningkatan yang signifikan sebesar
409% menjadi 208.535 hektar pada tahun 2008. Hingga pada 2011 luas lahan
pertanian organik sudah mencapai 225.063 hektar. Pertanian Organik semakin
dikenal sebagai pertanian yang bertujuan mengurangi dampak negatif pada
lahan baik fisik kimia dan biologi, sehingga produktivitas lahan dapat
182 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
meningkat karena tidak menggunakan pestisida maka resistensi dan persistensi
hama penyakitnya berkurang. Hal tersebut menyebabkan kesehatan
agroekosistem, biodiversity, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah masih
terjaga sehingga kualitas lingkungan meningkat dilihat dari kesehatan
masyarakat khususnya petani meningkat. Pertanian organik khususnya padi
memiliki potensi yang besar dalam mitigasi iklim. Kemampuannya menyerap
karbon di dalam tanah dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang terjadi
karena tidak adanya penggunaan pupuk sintetis dan bahan anorganik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem pertanian organik
mampu memperbaiki karakteristik sifat fisik dan biologi tanah, tetapi belum
mampu memperbaiki sifat kimia tanah. Karakteristik sifat fisik tanah yang
mampu diperbaiki dengan penerapan sistem pertanian organik yaitu warna
tanah menjadi kehitaman, menurunkan bulk density tanah, meningkatkan total
ruang pori tanah, dan meningkatkan permeabilitas tanah dari kriteria agak
lambat menjadi sedang (Margolang, Jamilah and Sembiring, 2015).
Dampak di dalam ekosistem pertanian terdiri dari:
1. Meningkatnya degradasi lahan (fisik, kimia dan biologis)
2. Meningkatnya residu pestisida dan gangguan serta resistensi hama
penyakit dan gulma
3. Berkurangnya keanekaragaman hayati, serta
4. Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran
lingkungan.
Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem pertanian, adalah:
1. Meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena
pencemaran bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam
ekosistem pertanian
2. Terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli
dalam penyediaan sarana produksi pertanian
3. Ketimpangan sosial antara petani dan komunitas di luar petani.
(Utami, 2001)
Mengingat dampak diatas, kualitas lingkungan hidup merupakan kondisi dan
keadaan unsur-unsur atau komponen-komponen lingkungan hidup, baik
komponen biotik maupun komponen abiotik yang sesuai dengan spesifikasi
Bab 12 Dampak Pertanian Organik Terhadap Kualitas Lingkungan 183
yang diinginkan dan atau sesuai dengan standar mutu lingkungan. Lingkungan
hidup yang berkualitas dicirikan oleh keadaan dan kondisi unsur-unsur atau
komponen-komponen lingkungan hidup yang saling berinteraksi (interactive),
saling ketergantungan hidup satu sama lainnya (interdependence), hubungan
antar unsur atau komponen lingkungan yang harmonis (harmoni) selaras,
berkemampuan untuk bertahan hidup dalam keberagaman (diversity), seluruh
unsur-unsur atau komponen-komponen lingkungan melaksanakan tugas sesuai
fungsinya masing-masing (utility), adanya arus informasi (information) yang
dapat diperoleh dari kondisi lingkungan hidup untuk dapat dimanfaatkan
sebagai ilmu pengetahuan, dan keadaan atau kondisi-kondisi ini harus
diupayakan untuk dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainability)
(Reda, 2017).
Secara umum, dampak pertanian organik sangat baik dalam perbaikan kualitas
lingkungan. Lingkungan pertanian yang dilihat secara ekologi, sosial dan
ekonomi memiliki dampak masing-masing yang mendukung keberlanjutan
pertanian organik itu sendiri.
12.2 Dampak Lingkungan
Penerapan pertanian organik sebagai upaya pelestarian lingkungan memang
belum sepenuhnya dipahami oleh petani di Indonesia, sebagian besar petani
masing menganggap adanya masa peralihan/konversi lahan pada pertanian
organik dari konvensional ke organik yang membutuhkan waktu 1-2 tahun
membuat petani banyak yang tidak bersedia menanggung risiko penurunan
produksi. Sehingga diperlukan upaya peningkatan kesadaran petani terhadap
kelestarian lingkungan agar menghasilkan produksi yang berkelanjutan.
Menurut Susanto (2005), partisipasi masyarakat setempat adalah penting
dalam penerapan setiap strategi pengembangan pertanian. Harus diusahakan
kesadaran publik yang lebih besar atas peranan vital yang bisa dimainkan oleh
organisasi masyarakat setempat, kelompok-kelompok wanita, kelompok-
kelompok tani, kelompok-kelompok masyarakat adat, dalam pengembangan
pertanian organik.
Upaya peningkatan kesadaran masyarakat biasanya didahului dengan
pengenalan pertanian organik sebagai pertanian yang ramah lingkungan.
Maksud dari pertanian ramah lingkungan disini adalah wujud pertanian
184 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
berkelanjutan yang mengelola seluruh sumberdaya pertanian dan input
usahatani secara bijak, tidak merusak/mengurangi fungsi lingkungan dan
secara ekonomi berisiko rendah. Hal itu dapat diwujudkan dengan melalui
konservasi pengelolaan lingkungan pertanian secara berkelanjutan sehingga
dampak yang muncul adalah lingkungan pertanian terjaga unsur hara dan
keanekaragaman hayati di dalamnya.
Dampak pertanian organik diharapkan mampu menuju ke tujuan keberlanjutan
(Sustainability Aims) di mana berkelanjutan yang merujuk pada keberhasilan
manajemen sumberdaya pertanian untuk memuaskan kebutuhan manusia pada
saat yang sama mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan
memelihara sumber daya alam. Berkelanjutan dalam pertanian organik jika
dilihat secara holistik mencakup aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Jika ketiga
aspek tersebut terpenuhi maka dalam satu sistem pertanian dapat disebut
berkelanjutan. (Dewan Guru Besar IPB, 2016)
Gambar 12.1: Tujuan Keberlanjutan dari Pertanian Organik (IFOAM, 2002)
Secara lebih lengkap dampak kualitas lingkungan pertanian organik yang
berkelanjutan bisa dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek ekologi, aspek sosial
dan aspek ekonomi dibawah ini.
12.2.1 Dampak Terhadap Kualitas Lingkungan (Ekologi)
Definisi kualitas lingkungan secara ekologi dilihat dari aspek lingkungan kimia
dan fisik merupakan kondisi dan keadaan unsur-unsur atau komponen
lingkungan, khususnya komponen abiotik yang sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan dan atau sesuai dengan standar mutu lingkungan kimia-fisik.
Termasuk di dalamnya kualitas air, tanah dan udara. (Reda, 2017)
Bab 12 Dampak Pertanian Organik Terhadap Kualitas Lingkungan 185
Keberlanjutan Ekologi (Ecological sustainability) menurut Dewan Guru Besar
IPB (2016) terdiri dari beberapa aspek penting diantaranya:
1. Mendaur Ulang unsur hara sebagai ganti memberikan input eksternal
2. Tidak ada polusi kimia pada tanah dan air
3. Mendorong keragaman hayati
4. Memperbaiki kesuburan tanah dan membangun humus
5. Mencegah erosi dan pengerasan tanah (soil compaction)
6. Peternakan yang ramah
7. Menggunakan energi terbarukan (renewable)
Prinsip ekologis yang dimaksudkan dalam pengembangan pertanian organik
adalah pedoman yang didasarkan pada hubungan antara organisme dengan
alam sekitarnya dan hubungan antara organisme itu sendiri secara seimbang.
Secara mendasar prinsip ekologis tersebut terbagi dalam, pemanfaatan air
sebagaimana mestinya yaitu mempertimbangkan ketersediaan, fungsi,
peruntukan, kesehatan dan keberlanjutan secara ekologis, pemanfaatan dan
pengelolaan tanah yang bijaksana, pemeliharaan dan pengelolaan udara bersih,
pemanfaatan keanekaragaman hayati dan penyesuaian dengan iklim.
Prinsip pertanian organik mencakup kesehatan, ekologi, keadilan dan
perlindungan. Berdasarkan prinsip ekologi, pertanian organik didasarkan pada
sistem dan siklus ekologi kehidupan di mana produksi didasarkan pada proses
dan daur ulang ekologis. Siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya
bersifat spesifik-lokal (Willer, 2014). Sehingga jika sebuah pertanian tidak
menerapkan prinsip tersebut, dampak terjadinya pertanian konvensional secara
ekologi berhubungan dengan produktivitas lahan yaitu terjadinya peningkatan
dosis pupuk yang tidak diikuti oleh penambahan hasil, rendahnya kandungan
bahan organik tanah karena penggunaan pupuk kimia sintetik yang terus
menerus dan sisa panen yang dikeluarkan dari lahan produksi mengakibatkan
rendahnya kandungan bahan organik tanah khususnya pada beberapa sentra
produksi padi, terjadinya degradasi tanah dapat berupa perubahan bentuk tanah
menjadi bergaram tinggi, banjir, tanah mengeras, kontaminasi dengan
pestisida, menurunnya kualitas struktur tanah serta berkurangnya kesuburan
tanah dan erosi (Agustina, 2011).
186 Budi daya Tanaman Sehat Secara Organik
Berdasarkan dampak tersebut, dengan penerapan pertanian organik kualitas
lingkungan secara ekologis meningkat karena, dalam pertanian organik:
1. Terdapat empat prinsip, yaitu: tanpa olahan tanah, tidak
menggunakan pupuk kimia, tidak dilakukan pemberantasan gulma
melalui pengolahan tanah maupun herbisida, dan tidak tergantung
pada bahan kimia (Fukuoka dalam Sutanto, 2002: 20).
2. Dapat memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumberdaya
alami, menyambungkan siklus alam, lingkungan, agama dengan
kehidupan manusia yang semula terputus oleh berbagai intervensi
yang dilakukan oleh umat manusia seperti penggunaan teknologi,
penggunaan pupuk dari pabrik, pestisida dan bibit unggul dari pabrik.
3. Spirit pertanian organik mengedepankan ketergunaan bahan alami
yang dapat diproses secara sederhana dan mandiri oleh petani
4. Hampir semua limbah rumah tangga dapat dimanfaatkan untuk
mendukung pertanian organik dan sehingga hampir tidak ada yang
terbuang secara sia-sia (zero waste)/ tidak adanya keterputusan siklus
hidup umat manusia dengan alam.
5. Ekosistem yang alami, ramah lingkungan dan sehat sehingga
keseimbangan antara produsen (tanaman padi) dan konsumen
(herbivora) serta musuh alami akan menjadi lebih baik.
6. Keanekaragaman hayati meningkat tetapi kelimpahan individu
merata, sehingga potensi menjadi hama dapat ditekan oleh
mekanisme keseimbangan hayati.
7. Ketahanan atau kestabilan ekosistem sawah organik akan mampu
menunjang produktivitas padi sehingga akan mampu pula menunjang
ketahanan pangan nasional.
8. Mendukung interaksi dalam agroekosistem yang penting untuk
produksi pertanian dan konservasi alam. Jasa ekologi yang diperoleh
meliputi pembentukan dan pengkondisian tanah, stabilisasi tanah,
daur ulang limbah, penyerapan karbon, siklus hara, predasi,
penyerbukan dan habitat.