E. P R O BLEMA T I K A JAMI N A N FIDUSIA HAK CI P TA
DAN IMPLIKASINYA PADA PENGEMBANGAN INDUSTRI
KREATIFDI INDONESIA
Industri kreatif yang pada prinsipnya menekankan pada aspek
kreativitas, dalam implementasinya tetap memerlukan dukungan aspek
lainnya, seperti sarana dan permodalan. Permodalan merupakan salah
satu aspek yang harusnya menjadi perhatian dalam pengembangan
industri kreatif. Permodalan merupakan instrumen pendukung yang akan
mendorong industri kreatif. Dalam praktek selama ini, industri kreatif
dalam implementasinya lebih mengandalkan modal sendiri, di banding
sumber-sumber permodalan lain. Hal ini barangkali dapat dipahami karena
industri kreatif umumnya diimplementasikan oleh pelaku-pelaku yang dari
segi pengalaman dan pengetahuan berusaha masih sangat terbatas sekali.
Di samping pengalaman dan pengetahuan yang terbatas dalam
pengembangan usaha, terkadang jika pelaku industri kreatif tersebut
memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, khususnya dalam
hal akses permodalan, temyata masih memiliki kendala lain semisal
adanya keterbatasan jaminan dalam hal akses permodalan berupa kredit
perbankan. Rata-rata kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadap
para pelaku usaha termasuk pelaku usaha industri kreatif mensyaratkan
adanya jaminan berupa hak tanggungan. Jaminan hak tanggungan ini
adalah jaminan kebendaan hak atas tanah. Padahal, dalam kenyataannya
untuk dapat mengajukan kredit dengan jaminan hak tanggungan pelaku
industri kreatif tidak memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Justru yang
dimiliki oleh pelaku industri kreatif adalah kreativitasnya itu sendiri.
Hal ini tentunya selain tidak memenuhi persyaratan kredit, di sisi lain
menimbulkan problematika sendiri.
Dalam perkembangannya, mensikapipersoalan di atas, kini pemerintah
telah menerbitkan suatu aturan yang berkenaan dengan dimungkinkannya
kreativitas yang dihasilkan oleh pelaku industri kreatif dan dilindungi hak
cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan. Adapun objek jaminan yang
dapat diterapkan pada kreativitas yang dilindungi hak cipta tersebut berupa
jaminan fidusia. Hal ini sebagaimana ditemukan pada ketentuan Pasal 16
184 I
ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang berbunyi: "Hak
Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia."
Pasal 16 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menetapkan
bahwa hak cipta sebagai objek jaminan fidusia, disebabkan hak cipta pada
dasarnya merupakan hak kebendaan yang bersifat benda bergerak tidak
berwujud. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Pasal 16 ayat (1) UU No.
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang selengkapnya berbunyi: "Hak
Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud." Sementara, apabila
mengacu kepada ketentuan jaminan yang berlaku di Indonesia, untuk
benda bergerak tidak berwujud merupakan bagian dari aspek jaminan
fidusia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No. 42 Tahun
1999 tentang Jaminan fidusia yang berbunyi:
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia
terhadap kreditor lainnya.
Setelah dipahami adanya peluang secara normatif kreativitas yang
dilindungi hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia,
hal ini tidak serta merta bahwa ketentuan tersebut dengan mudah dapat
diimplementasikan. Dalam implementasinya, ada beberapa aspek yang
berpotensi menjadi permasalahan ketika kreativitas yang dilindungi hak
cipta dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Permasalahan-permasalahan
tersebut melingkupi antara lain:
1. Sistem perlindungan hak cipta dilakukan secara otomatis yang bersifat
deklaratif
Hak cipta sebagai bagian dari klasifikasi hak kekayaan intelektual dalam
hal sistem perlindungannya didasarkan pada sistem otomatis yang
bersifat deklaratif. Dengan berdasarkan pada sistem perlindungan hak
cipta demikian, maka hak cipta dilindungi tidak didasarkan pada bukti
I 1as
kepemilikan sertifikat, namun lebih dititikberatkan pada terwujudnya
suatu ciptaan dalam bentuk yang nyata. Dalam konteks jaminan fidusia,
hal ini agak menyulitkan dalam kaitannya dengan ciptaan yang tidak
dicatatkan kemudian akan dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
Artinya jika itu tetap bisa dilakukan maka akan menimbulkan resiko
hukum dan ekonomi kepada si Penerima Fidusia.
2. Penentuan nilai benda hak cipta sebagai objek jaminan fidusia
Hak cipta sebagai hak kebendaan yang sifatnya benda bergerak
tidak berwujud semestinya memiliki nilai ekonomi. Namun, dalam
konteks jaminan fidusia menetapkan nilai ekonomi dari hak cipta saat
ini masih menimbulkan kesulitan. Hal ini disebabkan lembaga yang
dapat melakukan penilaian atas hak cipta sebagai benda bergerak tidak
berwujud belum tersedia secara khusus. Jikalau, secara kelembagaan
dapat ditangani melalui apraisal atau lainnya, sudah barang tentu tidak
serta merta juga dapat melaksanakan kegiatan penilai atas hak cipta
sebagai benda bergerak tak berwujud. Bagaimanapun, dalam melakukan
penilaian atas hak cipta sebagai benda bergerak tak berwujud tidak
cukup sekedar memiliki pengetahuan mengenai tata cara penilaian
benda bergerak tak berwujud, namun diperlukan juga pengetahuan
yang cukup berkaitan dengan konsep hak cipta. Sementara kondisinya
lembaga appraisal atau lainnya sampai saat ini belum banyak yang
memahami tentang konsep hak cipta.
3. Hak cipta sebagai konsep hak eksklusif yang bersifat multihak
Hak cipta sebagai sebuah konsep hak eksklusif pada dasarnya memiliki
dua macam hak, yakni hak ekonomi dan hak moral sebagaimana
diuraikan di atas. Konsekuensi dari adanya hak ekonomi dan hak moral
ini telah melahirkan konsep mutli hak. Dari kondisi demikian dikaitkan
dengan jaminan fidusia, maka pihak penerima jaminan fidusia benarĀ
benar hams hati-hati dalam memberikan uraian mengenai benda yang
menjadi objek jaminan fidusia. Hal ini sangat penting mendapatkan
perhatian yang serius, sehingga jangan sampai dalam prakteknya
dapat menimbulkan permasalahan. Apabila hal ini, tidak mendapatkan
perhatian yang sungguh-sungguh tidak menutup kemungkinan hal
tersebut dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari.
186 I
Contohnya, adanya dugaan dari si penerima jaminan bahwa yang
dijaminkan itu adalah hak cipta secara keseluruhan ternyata si pemberi
jaminan itu sendiri menganggap ia hanya menjaminkan sebagian dari
hak ciptanya. Tentunya dengan kondisi demikian akan menimbulkan
interpretasi yang berbeda dan berpotensi menimbulkan sengketa
hukum.
4. Rendahnya pemahaman notaris atas isu hak cipta
Hak cipta sebagai objek jaminan fidusia telah memberikan peluang barn
bagi Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Adapun
tugas dan kewenangan notaris tersebut terletak dalam hal pembebanan
benda dengan jaminan fidusia. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 5 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang
berbunyi: "Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan
akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan
Fidusia." Dengan adanya ketentuan yang menyatakan dibuat dengan
akta notaris, maka dalam hal pembebanan benda berupa benda bergerak
tidak berwujud yang disebut hak cipta dengan jaminan fidusia, notaris
pun sangat perlu memahami terlebih dahulu konsep hak cipta. Hal
ini agar supaya tidak menimbulkan kesalahan dalam membuat akta.
Apabila, notaris tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap
konsep hak cipta dan kemudian ia membuat akta jaminan fidusia, maka
besar kemungkinan hal tersebut akan menimbulkan permasalahan
dikemudian hari. Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak notaris
yang belum memahami dan memiliki pengetahuan yang terkait dengan
hak cipta, sehingga tentunya berpotensi ketentuan jaminan fidusia hak
cipta tidak dapat diimplementasikan atau apabila diimplementasikan
pun dapat berpotensi menimbulkan masalah.
Dengan mengetahui berbagai permasalahan jaminan fidusia hak
cipta di atas, maka sudah dapat dipastikan ketentuan jaminan fidusia yang
terdapat di dalam UU No. 28 Tahun 2014 tidak dapat diimplementasikan.
Apabila diimplementasikanpun, pastinya akan berpotensi timbulnya
berbagai sengketa hukum. Sehubungan dengan hal ini, apabila dikaitkan
dengan pengembangan industri kreatif, maka sudah jelas permasalahan
I 187
tersebut akan berimplikasi pada dua hal pokok dari pengembangan industri
kreatif. Dua hal pokok tersebut meliputi:
1. Implikasi ekonomi terhadap pengembangan industri kreatif. Implikasi
ekonomi terhadap pengembangan industri kreatif, di mana industri
kreatif akan menghadapi kesulitan dalam akses pembiayaan guna
pengembangan industri kreatif itu sendiri, yang sebenarnya hal ini tidak
perlu terjadi, mengingat hak cipta sebagai hak kebendaan bergerak
yang tidak berwujud dapat dijadikan sebagai salah satu objek jaminan
fidusia;
2. Implikasi hukum terhadap pengembangan industri kreatif. Implikasi
hukum terhadap pengembangan industri kreatif, di mana industri kreatif
akan dihadapkan kepada sengketa-sengketa hukum terkait jaminan
fidusia hak cipta yang disebabkan karena rendahnya pemahaman
yang baik dari lembaga-lembaga yang memberikan dukungan atas
implementasi jaminan fidusia hak cipta.
F. KESIMPULAN
Industri kreatif memiliki orientasi pada mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mencapai orientasi
tersebut, maka industri kreatif menjadi penting untuk dikembangkan.
Dalam hal pengembangan industri kreatif, mendorong kreativitas
saja tidak cukup, namun diperlukan juga dukungan permodalan yang
kuat. Dalam kenyataannya, industri kreatif masih kesulitan untuk
mendapatkan permodalan tersebut melalui skema perkreditan mengingat
tidak tersedianya jaminan yang dipersyaratkan. Untuk memberikan
solusi terhadap permasalahan tersebut pemerintah, telah membuat
ketentuan barn, dimana kreativitas yang dilindungi hak cipta yang
dimiliki oleh industri kreatif dapat dijadikan sebagai alat jaminan. Hal
ini sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU No.
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun demikian, apabila dicermati
dalam implementasinya, jaminan fidusia hak cipta ini berpotensi dapat
menimbulkan beberapa permasalahan. Dari beberapa permasalahan yang
188 I
timbul pada akhimya dapat menimbulkan implikasi ekonomi dan hukum
terhadap pengembangan industri kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki Antariksa, "Konsep Ekonomi Kreatif: Peluang dan Tantangan
dalam Pembangunan di Indonesia," Bagian Hukum, Kepegawaian,
dan Organisasi, Sekretariat Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif
Berbasis Seni dan Budaya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, t.t; t.t.
Benhua Wang, "Creative Industries-A Summary of International Research
and Comparisons," Powerpoint Presentation, t.t; t.t.
Daniel H. Pink, A Whole New Mind: Moving From the Information Age to
the Conceptual Age, (2005).
Dilva Muzdaliva Sawotong, "Jaminan Kebendaan pada PT. Pegadaian
terhadap Barang yang Digadaikan," Lex Privatum, Vol.II/No. 1/JanĀ
Mar/2014.
Donna Ghelfi, "Understanding the Engine of Creativity in a Creative
Economy: An Interview with John Howkins, "Creative Industries
Division, Office of Strategic Use of Intellectual Property for
Development, WIPO.
http://www.wipo.int/ip-development/en/creative_industry/, diakses tanggal
02 Juni 2016.
Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2007.
John Howkins, The Creative Economy: How People Make Money From
Ideas 124 2d ed. 2007.
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia (Ti.njauan Khusus Hak Cipta Lagu,
Neighbouring Rights dan Collecting Society), Bandung: Alumni,
2008.
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008.
I 189
Tomi Suryo Utomo, HakKekayaan Intelektual (HKI) di Era Global Sebuah
KajianKontemporer, Bandung: Graha Ilmu, 2010.
United Nation, Creative Economy: A Fesable Development Option, UN
Report 2010.
UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jam.inan Fidusia
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
190 I
INDEKS
A Convention 3,7,11,13,17,18,19,
22,23,91,96,102,103,106,
aplikasi 92,96,100,129 121,122,177,178
asli 7,27,30,31,37,42,43,55,64,
copyright 28,38,40,41,45,49,50,
66,67,70,72,78,79,82,83, 51,80
90,113,117,178
asuransi 36 copyright law 41,51
atribusi 10,11,12,14,15,17,18,19,
21,22,23,24 D
audience 9
authorised distributors 27 damages 74
authorized importer 69 dampak 30,81,126,162,163,170,
Ayurveda 111
172
B dealing 39,44,45,53,61
defensive 93,102,107
barang bebas 44,45 defensive protection 93,102,107
bisnis 31,55,94,146,150,151,164, deklaratif 161,167,176,177,185
denda 65,70,74,81,133,136,137,
169,171
150,167
C digital 9,26,126,128,129,130,138,
ciptaan 7,8,9,10,11,13,15,16,18, 156,164
19,21,22,23,24,25,78,79, dinamis 90
81,127,132,134,135,136, disparage 112,114
141,144,150,153,155,156, distributor 27,29,32,33,34,57,63,
161,165,166,167,168,175,
176,177,179,180,186 69,70,71,72,73,82
DRMs 128,129
claim 74
CMO 4,140,141,142,143,144, E
145,146,147,148,151,152, eksebisi 144
155,156 eksklusif 3,15,20,21,22,24,25,29,
control 39,40,41,57,64,69
30,40,42,59,66,67,68,69,
71,72,73,74,77,80,81,82,
I 191
83,93,94,141,161,167,175, 23,24,25,26,96,135,161,
176,177,186 177,179,180,186
ekspresi budaya tradisional 3,88,89, hak penyingkapan 8,10,24,25
93,113,116,119 hak terkait 143,144,146,152,153
exhaust 46,78 hukumjaminan 180,181,189
exhaustion 3,36,38,40,42,44,45,
46,47,48,49,50,52,53,54, I
55,56,57,58,59,60,61,62,
63,64,69,76,77,78,79,81, impor 3,27,28,29,30,31,32,33,
82,83,84,86 34,35,36,37,38,42,45,47,
48,50,53,54,55,57,58,59,
F 60,61,62,63,64,65,66,68,
69,70,71,72,73,74,75,76,
fair use 10 77,78,79,80,81,82,83,85,
farmasi 3,45,72,75,76,77,82 86,87
fidusia 5,171,182,183,184,185,
importer 29,45
186,187,188 Indonesia 31,38,65,67,71,77,80,
G 84,85
industri 2,4,5,76,145,149,150,
ganti rugi 65,74,75,76,77,80,131,
136 159,160,161,162,163,164,
165,168,169,170,171,173,
genetik 92,96,102,103,107,109 174,175,184,187,188
industri kreatif 4,5,145,159,160,
H 161,162,163,164,165,168,
170,171,173,174,175,184,
hak cipta 2,3,4,5,7,9,10,13,14, 187,188
15,16,18,19,20,22,23,25, infringement 40,49,50,66,69,74
26,27,28,31,32,33,34,35, integritas 7,8,10,11,12,14,17,18,
38,40,45,46,47,48,49,50, 19,21,23,24
51,53,54,60,69,78,79,80, invensi 52,94,95,99,100,101,102,
81,83,89,93,110,118,120, 105,106,107,108,109,120
121,124,125,126,127,128,
129,130,131,132,133,134, J
135,136,137,140,141,142,
143,144,145,146,147,148, jaminan 5,144,171,180,181,182,
149,150,151,152,153,155, 183,184,185,186,187,188
156,159,160,161,165,166,
167,170,171,175,176,177, jasad renik 98,101
179,180,184,185,186,187,
188,189,190 K
hak ekonomi 2,6,11,14,17,18,20, kebendaan 118,180,181,182,183,
23,24,25,78,120,141,148, 184,185,186,188
152,153,155,161,168,177,
179,186 kebutuhan 71,89
kepentingan 4,6,8,9,38,40,48,50,
hak moral 2,3,6,7,8,9,10,11,12,
13,14,17,18,19,20,21,22, 51,53,60,64,72,76,82,98,
108,119,120,125,127,134,
192 I 136,137,143,144,145,147,
149,152,155,156,159,165, M
166,168
kesejahteraan 4,145,147,155,157, lMahkamah Agung 34,39,40,42,43,
159,161,164,170,174,175, 48,49,52,54,55,56,57,60,
188 65,66,68,70,71,72
ketentuan 2,3,4,5,7,14,15,16,17,
19,20,21,22,23,25,27,39, manajemen informasi hak cipta 125,
63,65,66,67,68,69,72,74, 131,133,135,137
75,76,77,78,82,92,93,96,
97,98,99,100,101,102,103, manajemen kolektif 4,5,119,143,
104,105,106,107,108,109, 152,154,157,168
111,112,113,115,119,120,
125,130,131,132,133,134, material 11,57,58,118,142,157
135,136,137,143,146,148, melecehkan 112,114
151,152,153,154,155,156, mirip 20,43,44,65,113
160,166,167,168,171,176, model 25,26,62,146,147,155,156,
179,180,181,182,183,184,
185,187,188 172
ketidakpastian 22,23,27,126 monopoli 39,41,71,126,146,147,
komersial 92,94,110,119,125,136,
149 157,177
komoditas 94 moral 2,3,6,7,8,11,12,13,14,15,
komunitas 88,89,90,92,117
konsumen 38,43,45,48,52,57,60, 17,18,19,20,21,22,24,25,
72,76,77,79,82,83,85 26,94,95,96,167,177,179,
konteks 34,90,141,146,152,153, 180,186
157,159,171,175,186 multihak 180,186
kontrol 8,9,41,54,56,57,64,78, multinasional 32,95
135,136,137 murah 30,32,33,35,37,45,70,72,
konvensi 91,96,130,131,134,177 76,77,79,82,83,143
kredit 181,184 murni 11,12
kuno 7,110
N
L
notaris 183,187
lazim 145
legislator 125 0
lisensi 10,13,29,30,31,32,33,34,
objek 153,165,166,171,184,185,
37,39,45,46,49,52,59,64, 186,187,188
65,67,70,71,73,74,75,108,
141,143,145 online 28,34,87,131
LlMK 4,119,121,148,152,153,154,
157 p
lokal 32,51,71,76,79,85,88,90
parallel importation 33,54,57,60,
68,69,80
parallel importer 80
parsial 76,77
patent 39,40,41,44,45,52,59,74
patent law 41,45
pelaku 12,23,24,27,28,31,37,42,
64,67,70,71,72,74,75,76,
I 193
77,80,87,109,130,144,150, s
151,184
pembatasan 4,10,39,47,48,56, sanctions 76
135,136,137,153,161,167, sarana kontrol teknologi 124,125,
176,177
pengadilan niaga 74,80,108,137 131,132,133,135,136,137
perlindungan 2,3,4,6,7,9,10,12, scandalous 112,114
13,14,15,17,18,19,20,23, strategi 35,36,156,161
25,26,38,50,58,64,65,74, struktur 94,141
80,85,88,89,90,91,92,93, sumber 37,42,57,86,90,91,92,96,
94,96,97,98,99,100,102,
107,108,110,111,112,114, 97,102,103,107,109,124,
115,116,119,121,124,125, 126,145,160,184
126,128,129,130,131,132, syarat kebaruan 96,101,105,107,
133,134,135,136,137,149, 114
159,165,166,167,168,175,
177,185 T
perusakan 17,18,23
pharmaceutical products 45,76 tegas 20,21,72,78,82,83,92,99,
pidana 3,4,65,70,72,74,75,76,80, 102,111,113,166,167
81,82,109,110,133,135,136,
137,138,167 teknologi 76,88,91,94,95,101,
policy 69 105,124,125,126,127,128,
preferent 182 129,130,131,132,133,134,
pribumi 88,90,111 135,136,137,145
protection 50,52
tindakan 7,17,18,21,23,27,28,30,
R 31,32,33,39,40,42,45,46,
52,63,71,72,73,74,76,80,
regional 13,60,61,62,88,123 81,82,118,128,129,134,150
reproduksi 20,144,177
resep 89 trade mark 42,45,55,56,62,69
reservasi 47 trend 14
right of withdrawal 8,25,26
ring tone 151 V
royalti 5,10,11,119,120,140,141,
valid 66,156
147,148,149,150,151,152, Vastu 111
153,156,161,168 voluntery 4,148,155,156,157
w
wewenang 29,47,59,71
194 I
SEKILAS TENTANG PENULIS
Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D adalah Guru Besar Tetap di Fakultas
Hukum UGM. Menjadi dosen tetap semenjak tahun 1990. Dia mengajar
Hukum Dagang, terutama Hukum Kekayaan Intelektual, Hukum Dagang
Intemasional dan Hukum Pemiagaan Intemasional. Pak Hawin adalah
alumni Fakultas Hukum UGM pada tahun 1989 dengan perdikat Cum
Laude. Pada tahun 1996, Pak Hawin menyelesaikan studi Master of Laws
(LL.M) di Washington College of Law, American University, AS. Pada
tahun 2004, Pak Hawin berhasil meraih gelar Doctor ofPhilosophy (Ph.D.)
di bidang Hukum Hak Kekayaan Intelektual dari University ofQueensland,
Australia. Pak Hawin pemah menjadi Dekan Fakultas Hukum UGM.
Dr. Bodi Agus Riswandi, S.H., M.H. adalah dosen tetap Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia. Pak Budi mengajar Hukum Kekayaan
Intelektual di Fakultas Hukum UII. Dia lulus S1 dan S2 dari Fakultas
Hukum UII. Pak Budi meraih gelar Doktor di Fakultas Hukum UGM
pada tahun 2016. Selain aktif mengajar, Pak Budi juga aktif di Sentra HKI
Fakultas Hukum UII.
I 195
Buku ini mengkaji beberapa isu penting dengan diterbitkannya beberapa undang-undang yang baru di bidang
hukum kekayaan intelektual. Penulis menemukan bahwa ternyata Undang-Undang Hak Cipta 2014 (UUHC
2014) tidak banyak memberikan perubahan terhadap UUHC 2002. UUHC hanya mengubah ketentuan
perlindungan hak moral dari pasif menjadi aktif. Ada kelemahan dalam UUHC 2014, yakni tidak secara eksplisit
memberikan hakauthorshipclaim.
Berkaitan dengan legalitas impor paralel, posisi UU Merek dan lndikasi Geografis 2016, tidaklah pasti. UU ini
memang memberikan hak kepada pemegang merek untuk menggugat orang lain yang tanpa persetujuannya
menggunakan atau meniru mereknya, namun tidak pasti apakah impor paralel termasuk dalam cakupan
ketentuan tersebut.
Sementara itu, UU Paten 2016 lebih tegas daripada UU Paten 2001. UU Paten 2016 secara tegas melarang
tindakan impor paralel. Namun, impor paralel produk farmasi diperbolehkan karena UU ini memuat prinsip
exhaustion untuk produk farmasi. UUHC 2014 mengandung prinsip first sale atau exhaustion, yakni bahwa
penjualan pertama oleh pemegang hak cipta menghilangkan haknya untuk mengontrol pendistribusian barang
ciptaannya sehingga tidak bisa melarang impor paralel. Namun, tidak tegas apakah UUHC 2014 menganut
prinsip International Exhaustion atau prinsip National Exhaustion.
Berkenaan dengan perlindungan pengetahuan tradisional, UU Paten 2016 berisi ketentuan-ketentuan baru,
termasuk kewajiban disclosure dan access and benefit sharing. UU Merek dan lndikasi Geografis 2016 dapat
melindungi pengetahuan tradisional dengan cara mencegah pendaftaran tanpa hak tanda-tanda pengetahuan
tradisional, dan memungkinkan pendaftaran tanda-tanda pengetahuan tradisional untuk dilindungi sebagai
merek atau indikasi geografis. Berkaitan dengan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), UUHC 2014 melindungi
EBT dengan cara menentukan pemegangnya, yakni Negara. Kelemahannya adalah UU ini tidak memuat
ketentuan tentang benefit sharing. Namun begitu, UUHC ini memuat fasilitas LMK yang dapat dimanfaatkan
dalam rangka penetapan syarat-syarat pemanfaatan EBT.
Penulis juga menyatakan bahwa pemberlakuan UUHC 2014 telah memperkuat perlindungan hak cipta di
internet, salah satunya dengan menyinergikan perlindungan teknis ke dalam ketentuan hak cipta. Namun
demikian, pengaturan ini pada kenyataannya masih memiliki beberapa catatan, yang meliputi belum
dimungkinkannya pembatasan dan pengecualian yang terkait dengan kepentinganpublikdi bidang pendidikan,
nirlaba, dan perlindungan data pribadi, serta sanksi pidana yang tampaknya belum dapat memulihkan kerugian
negara atas perbuatan tersebut.
Berkenaan dengan Lembaga Manajemen Koletif (LMK), berdasarkan UUHC 2014, LMK berbentuk lembaga non
profit dan tidak bersifat monopolistik. LMK juga dibentuk secara voluntary. Bentuk LMK seperti ini ternyata
telah menghadirkan sejumlah peluang dan tantangan. Peluang dan tantangan ini apabila dapat diselesaikan
dengan baik, maka akan membawa pada semangat berkreativitas yang tinggi dan meningkatkan kesejahteraan
dari pemegang hak cipta.
Penulis buku ini juga menemukan bahwa kehadiran UUHC 2014 merupakan babak baru dalam pengembangan
industri kreatif musik dan lagu Indonesia. Dengan UUHC 2014, industri kreatifmusik dan lagu diharapkan akan
mencapai dua kepentingan, yakni kepentingan perlindungan hukum dan kepentingan insentif. Dalam hal
kepentingan perlindungan hukum, ketentuan UUHC 2014 telah memberikan perlindungan bagi industri kreatif
musik dan lagu lebih lama lagi, yakni seumur hidup plus 70 tahun. Sedangkan, kepentingan insentif bagi industri
kreatif musik dan lagu dibuktikan dengan diakuinya pemberian royalti melalui sistem Lembaga Manajemen
Kolektif.
Buku ini juga menyatakan bahwa industri kreatif dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan
lapangan kerja. Oleh karena itu, industri kreatif perlu dikembangkan. Namun, industri kreatif masih mengalami
kesulitan untuk mendapatkan permodalan melalui skema perkreditan, karena tidak tersedianya jaminan yang
dipersyaratkan. Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut, UUHC 2014 menyatakan bahwa
kreativitas yang dilindungi hak cipta dapat dijadikan sebagai jaminan. Namun demikian, dalam
implementasinya, jaminan fidusia hak cipta ini berpotensi dapat menimbulkan beberapa permasalahan. Dari
beberapa permasalahan yang timbul pada akhirnya dapat menimbulkan implikasi ekonomi dan hukum
terhadap pengembangan industri kreatif.
e eGadjah Mada University Press ISBN 978-602-386-266-5
JI. Grafika No. 1, Kampus UGM, Yogyakarta 55281
Telp./Fax.: +62 274 561037, Mobile/WA: 081 228 47 8888 .J U 11
0 ugmpress O@ugmpress ugmpress.ugm.ac.id
Harga P. Jawa Rp xx.xxx,00