The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Widya Pustaka SMP N 5 Melaya, 2022-05-23 01:41:52

Jangan Memanjat Pohon yang Salah

Jangan Memanjat Pohon yang Salah

Keywords: Pohon,Salah

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

1

————————————— Ucapan Terima Kasih ———————————————

JANGAN
MEMANJAT POHON YANG SALAH
Pandangan dan Eksperimen dalam Pendidikan

Kumpulan makalah mengenai pendidikan

Dr. Ir. Gede Raka,

Copyright © 2013

Diterbitkan oleh:
Masyarakat Pendidikan Sejati

Cetakan pertama, 29-07-2013

xxvi + 292 hlm

i

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Buku “JANGAN MEMANJAT POHON YANG SALAH”
diterbitkan dalam format Buku Elektronik/Digital (E-book)
E-book ini dapat diunduh (download) secara gratis di
www.PendidikanSejati.org
E-book ini boleh diperbanyak dan/atau didistribusikan,
baik dalam bentuk digital atau cetak, untuk tujuan perbaikan
pendidikan, namun tidak boleh diperjualbelikan.
Setiap pengutipan isi buku wajib mencantumkan nama penulis.
Tidak diperkenankan mengubah isi buku.
Penulis dapat dihubungi di alamat email:
[email protected] atau [email protected]
Desain cover oleh:
Rihan Meurila Rizal
(Paprieka Design Studio)

ii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Buku ini diterbitkan sebagai salah satu bentuk penghargaan
penulis kepada para guru, kepala sekolah dan rekan-rekan

pencinta pendidikan dimanapun mereka berada,
yang dengan caranya sendiri, dalam keterbatasannya,
telah melakukan yang terbaik untuk perbaikan mutu

pendidikan di Indonesia.

iii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Ucapan Terima Kasih

Saya mengucapkan terima kasih kepada istri saya, Etje F. Satrie,
dan anak–anak saya Dewi dan Widhar yang sering
menganjurkan agar saya menerbitkan makalah-makalah yang
pernah saya tulis. Akhirnya penerbitan itu bisa dilaksanakan
karena ada pasangan Ir. Helmi Himawan dan Ir. Dian Putri
Maharani yang datang dengan anjuran yang sama dan bersedia
memberi bantuan penuh sehingga buku dalam bentuk E-book ini
bisa diluncurkan pada waktunya, tanggal 29 Juli 2013. Untuk
saran dan bantuan tersebut saya ucapkan banyak terima kasih.

Banyak inpirasi yang menjadi pemicu dari munculnya tema
makalah-makalah yang dimuat dalam buku ini, saya dapatkan
dari mendengarkan pandangan dan menyimak pengalaman dari
beratus-ratus guru dan kepala sekolah SMP dan SMA di Bandung,
Yogyakarta, Bali, dan Makassar yang bergabung dalam Forum
Pengembangan Kreativitas Masyarakat (FPKM) dan yang
kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia untuk Pengembangan
Kreativitas (PIPK). Inspirasi juga saya dapatkan dari para guru
dan kepala sekolah SMP dan SMA di Jakarta, yang terlibat dalam
proyek rintisan Pendidikan Karakter di Sekolah yang diprakarsai
oleh Yayasan Jati Diri Bangsa. Untuk semua inspirasi tersebut
kepada rekan-rekan saya para guru dan kepala sekolah, saya
mengucapkan banyak terima kasih.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dra. Lanny T.
Hardhy M.Sc dan Drs. Nana Sumpena M.Psy, dua orang staf
peneliti Pusat Penelitian Teknologi Institut Teknologi Bandung
(PPT-ITB) yang sejak akhhir tahun 1992 sampai sekarang
senantiasa setia dan bersemangat menjadi relawan, sebagai
pelatih dan pembina program Pengembangan Kreativitas,
Pengembangan Kepemimpinan, Program Belajar Berkelanjutan,
dan Pengembangan Komunitas Belajar, bagi guru dan kepala

iv

————————————— Ucapan Terima Kasih ———————————————

sekolah. Saya juga berterima kasih kepada para siswa yang
bergabung dalam Forum Pengembangan Kreativitas Pelajar
(FAJAR) di Bandung, yang telah menunjukkan betapa generasi
muda Indonesia bisa mengembangkan diri menjadi orang-orang
yang sangat kreatif. Terima kasih saya sampaikan juga kepada
semua staf PPT-ITB yang senantiasa bersemangat menjalankan
tugas-tugasnya dalam program pelatihan bagi para sekolah dan
guru-guru.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dosen
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang menjadi pendiri dan
aktivis dari Wahana Studi Pengembangan Kreativitas (WSPK)
UNY yang menjadi motor penggerak dari pengembangan gerakan
kreativitas di sekolah-sekolah di daerah Yogyakarta dan
sekitarnya. Ucapan terima kasih untuk peran yang sama juga saya
sampaikan kepada rekan-rekan dosen Universitas Udayana dan
Universitas Hassanudin yang ‘menularkan’ semangat kreativitas
di berbagai sekolah di Bali dan di Makassar.

Dalam hal pendidikan karakter, saya mengucapkan terima kasih
kepada Pengurus Yayasan Jati Diri Bangsa (YJDB) yang sudah
bersedia mengambil inisiatif dan menggalang sumber daya untuk
menyelenggarakan Proyek Rintisan Pendidikan Karakter di
Jakarta yang telah memungkinkan saya dan anggota Tim Pakar
Pendidikan YJDB lainnya belajar sangat banyak mengenai seluk
beluk pendidikan karakter di lapangan.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan
saya, Prof. Dr. Frans Mardi Hartanto, Dr. Wisnubrata
Hendrojuwono, Prof.Dr. Djamaludin Ancok, dan Sapto Kuntoro
M.Sc., yang senantiasa menunjukkan antusiasme dalam
membahas masalah-masalah pendidikan di Indonesia.

Saya berterima kasih kepada Mbak Siti yang tidak bosan-bosan
merapikan buku-buku di perpustakaan pribadi saya, dan yang
dengan cepat dapat mencari buku-buku ‘yang hilang’, yang saya
perlukan apabila saya menyiapkan sebuah makalah. Saya juga
menyampaikan terima kasih kepada Sdri. Andri yang membantu
merapikan naskah yang sudah lama tidak disentuh.

v

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Saya mengucapkan terima kasih kepada pengurus dan anggota
Indonesian Overseas Alumni (IOA) yang sejak tahun 2009 telah
bekerja sama dengan PIPK dalam membantu perbaikan mutu
pendidikan di sekolah-sekolah yang muridnya berasal dari
keluarga yang kurang mampu, dan sejak pertengahan tahun 2012
menjadi sponsor dari program Pendidikan untuk Kehidupan
yang Lebih Bermakna di sekolah-sekolah di pulau Sumba.
Semua pihak yang saya sebut di atas, dengan caranya sendiri,
telah membantu saya belajar lebih baik mengenai pendidikan di
Indonesia, dan hasil belajar tersebut saya sampaikan dalam
berbagai makalah yang dimuat dalam buku ‘Jangan Memanjat
Pohon yang Salah’ ini.
Akhirnya saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rihan
Meurila Rizal dari Paprieka Design Studio yang telah
menyumbang desain cover dan Masyarakat Pendidikan Sejati yang
telah bersedia menerbitkan buku ini.

Bandung, 29 Juli 2013

Gede Raka

vi

———————————————— Daftar Isi ——————————————————

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih ――― iv
Daftar Isi ――― vii
Kata Pengantar ――― ix
Catatan untuk Pembaca ――― xv
Prolog ――― xvii
Bagian 1
PENGEMBANGAN KREATIVITAS

1. PENGEMBANGAN KREATIVITAS UNTUK
PERBAIKAN KUALITAS HIDUP DAN
LINGKUNGAN: Upaya untuk Menghadapi
Ketidakpastian Masa Depan _______ (p 7)

2. MENGGUGAH KREATIVITAS MASYARAKAT
LUAS: Kreativitas untuk Kualitas Hidup_____ (p 21)

3. BELAJAR MENGAJAR DENGAN HATI___ (p 39)

Bagian 2
PENDIDIKAN KARAKTER DAN
PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN BERMAKNA

4. PENDIDIKAN: Lebih Dari Pengembangan
Kompetensi _______ (p 59)

vii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

5. KEBUTUHAN MENDESAK UNTUK MENEGAKKAN
KEMBALI PENDIDIKAN DI INDONESIA ____ (p 115)

6. PENDIDIKAN MEMBANGUN KARAKTER___ (p 139)
7. PENINGKATAN MUTU GURU: Hati-hati, Jangan

Memanjat Pohon yang Salah _______ (p 177)
8. PENDEKATAN KO-KREASI DALAM

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI
SEKOLAH: Pelajaran dari Sebuah Action-Research
_______ (p 193)
9. PERKEMBANGAN PENGETAHUAN,
KEBUDAYAAND DAN TANTANGAN UNTUK
MEMBANGKITKAN KEMBALI JIWA KEJUANGAN
DI INDONESIA_______(p 221)
10. PEMBANGUNAN KARAKTER DAN
PEMBANGUNAN BANGSA: Menengok Kembali
Peran Perguruan Tinggi ___(p 247)

Biodata Penulis ――― 291

viii

—————————————— Kata Pengantar ————————————————

Kata Pengantar

Waktu berjalan sangat cepat. Tahun 2008 saya pensiun dari
ITB. Masih terbayang jelas di ingatan saya hari pertama saya
berdiri di Gerbang Masuk kampus ITB di Jalan Ganesa 10,
sebagai mahasiswa baru, tahun 1962. Pohon congea
griffitiana yang bunganya kecil-kecil berwarna ungu yang
sangat indah – sering disebut bunga ITB - yang memahkotai
gerbang waktu itu, masih menghiasi gerbang itu sekarang,
lebih dari enam puluh tahun kemudian.

Menengok kembali apa yang telah saya lalui dalam
kehidupan ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa saya
ini orang yang beruntung. Saya merasa beruntung karena
banyak hal-hal baik yang tidak pernah saya rencanakan dan
bayangkan sebelumnya, terjadi pada diri saya, seperti
sebuah kebetulan.

Misalnya, ketika saya masih di Sekolah Rakyat, pada awal
tahun 1950-an, pada suatu perpustakakaan kecil yang
berdebu di Keramas, Bali -desa kelahiran saya- secara
kebetulan saya menemukan buku ‘Riwayat Hidup Abraham
Lincoln’. Abraham Lincoln, seorang anak yang dilahirkan
di tengah keluarga sangat miskin, namun dengan kerja
keras, pantang menyerah, dan berpegang teguh pada
kejujuran dan idealisme kemudian berhasil menjadi salah
seorang presiden Amerika Serikat yang sangat dihormati.
Buku itu saya baca di tengah-tengah kesibukan
menggembalakan itik; buku yang sangat menggugah.
Dampaknya, saya menjadi lebih semangat bekerja dan

ix

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

belajar. Kalau bukan karena buku itu, mungkin saya tidak
akan ke Bandung, menjadi mahasiswa ITB.

Di ITB, baik ketika menjadi mahasiswa maupun berkerja
sebagai dosen ITB, saya bertemu dengan banyak orang-
orang ‘hebat’, baik di dalam maupun di luar kampus.
Dalam pergaulan dengan orang-orang kampus, saya punya
kesempatan luas berinteraksi dengan dosen dan
cendekiawan yang berpengetahuan luas dan dalam. Di luar
kampus, saya punya banyak kesempatan bertemu dan
berinteraksi dengan para pemimpin perusahaan, tokoh
kemasyarakatan dan pejabat di lembaga pemerintah.
Interaksi tersebut membuka kesempatan bagi saya untuk
belajar dari berbagai kalangan. Hal itu membantu saya
keluar dari jebakan yang sangat saya takuti sebagai seorang
dosen di Indonesia yaitu bersikap seperti ‘katak di bawah
tempurung’.

Profesi sebagai dosen menuntun saya pada dunia ‘buku’
yang beraneka ragam dan terus berkembang: sejarah,
biografi, ekonomi, filsafat,pendidikan, kebudayaan, sains,
sosio-teknologi, spiritualisme, dan sebagainya. Membaca
buku terasa seperti mendengarkan kuliah dari dan
melakukan dialog dengan penulisnya. Ini dialog dengan
pemikir dari berbagai penjuru dunia, dari berbagai bangsa;
dari pemikir yang hidup ribuan tahun yang lalu sampai
yang masih hidup sekarang ini. Sangat banyak hal-hal yang
telah saya baca dalam berbagai buku mempengaruhi dan
bahkan ‘membentuk’ hidup saya.

Jadi di samping merasa beruntung, saya juga merasa
menerima begitu banyak kebaikan dari sangat banyak
orang: dari dukun bayi, pengasuh, teman-teman di
kampung, guru, teman-teman dalam profesi, tokoh-tokoh
masyarakat, penulis buku, mahasiswa, kerabat, tetangga,
staf di kantor, staf di rumah, petugas keamanan, dan sudah

x

—————————————— Kata Pengantar ————————————————

barang tentu kebaikan dari orang tua, anak dan istri saya.
Bagi saya, masalahnya sekarang adalah bagaimana
membalas budi baik sekian banyak orang -sebagian saya
kenal dan sebagaian terbesar tidak pernah bertemu muka-
yang telah berkontribusi dalam kehidupan saya.

Memang selama bekerja sebagai dosen, saya berusaha
sebaik mungkin agar apa yang saya lakukan dan berikan
dapat berguna bagi para mahasiswa sesudah mereka
menyelesaikan studinya. Saya juga berusaha menyediakan
waktu untuk melakukan kerja sosial khususnya untuk
perbaikan pendidikan di daerah yang masyarakatnya
termasuk kurang beruntung secara ekonomi. Namun tetap
saja hal itu terasa belum cukup.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk menjadi bagian
dari upaya mengembalikan atau serkurang-kurangnya
menghargai kebaikan yang sudah saya terima dari sangat
banyak orang, dari berbagai kalangan. Sebagian dari hal-hal
yang telah saya pelajari dari pergaulan dengan berbagai
pihak, dan pikiran saya sendiri, saya tuangkan dalam
berbagai makalah. Sebagian dari makalah-makalah tersebut
kini dalam bentuk buku “Jangan Memanjat Pohon yang
Salah” saya kembalikan kepada masyarakat.

***

Pendidikan adalah bidang kajian dan garapan yang sangat
luas dan menjadi concern dan menyangkut kepentingan
banyak pihak: orangtua, guru, kepala sekolah, pemerintah
di pusat, pemerintah daerah, perusahan-perusahaan, LSM
dan siswa atau mahasiswa, pengamat pendidikan. Oleh
karena pendidikan menyangkut kepentingan langsung
berbagai pihak, maka semua pihak yang berkepentingan
bisa memberi pandangan mengenai pendidikan, dan
pandangan ini biasanya dipengaruhi oleh latar belakang

xi

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

atau posisi pihak yang bersangkutan. Hal yang demikian
itu sangat wajar dan sah-sah saja. Dalam menyiapkan
makalah-makalah ini, pandangan yang saya sampaikan
sangat dipengaruhi oleh posisi atau peran saya sebagai guru
atau dosen yang langsung terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan di lapangan dan peran sebagai orang tua yang
seperti orang tua pada umumnya sangat ‘cemas’ terhadap
masa depan anak cucunya.

Risalah yang dimuat pada buku ini, di samping berisi
pandangan-pandangan pribadi, juga menyajikan
pengalaman dalam melakukan beberapa eksperimen di
lapangan dalam rangka menerapkan atau menguji
pandangan dan gagasan yang dikemukakan. Hal ini
dilakukan untuk menunjukkan bahwa gagasan yang
disampaikan bukanlah gagasan di awang-awang, namun
pandangan atau gagasan yang bisa diwujudkan dalam
kegiatan pendidikan nyata.

***

Risalah-risalah yang ada dalam buku ini pada dasarnya
adalah ajakan untuk berani jujur melihat beberapa masalah
pendidikan di Indonesia, agar supaya kita bisa melihat
masalah pendidikan seperti apa adanya, tanpa ditutup-
tutupi. Berani melihat masalah seperti apa adanya adalah
langkah pertama untuk menemukan cara yang tepat untuk
mengatasinya. Kita perlu keluar dari kecenderungan
menutup-nutupi masalah yang sering terjadi di masa lalu,
yang mungkin sebagian masih tersisa sampai saat ini.

Masalah tidak bisa diatasi dengan menutup-nutupinya atau
dengan memalingkan muka dari padanya; ‘hutang’ luar
negeri tidak akan lunas dengan menamakannya ‘bantuan’
luar negeri; keluarga ‘miskin’ tidak akan bebas dari
kemiskinan dengan menyebutnya keluarga ‘pra sejahtera”;

xii

—————————————— Kata Pengantar ————————————————

orang ‘buta huruf’ tidak akan bisa membaca dengan
menyebutnya ‘tuna aksara’. Kita hendaknya berani
mengahadapi hutang sebagai hutang, kemiskinan sebagai
kemiskinan, buta huruf sebagai buta huruf. Kita perlu
berani menerima kenyataan yang tidak enak; itu lebih baik
dari pada memperdaya diri sendiri dengan memakai istilah-
istilah yang kedengarannya ‘santun’. Hal yang paling
penting berikutnya adalah menemukan pemecahan atau
jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

***

Buku ini berasal dari sepuluh makalah mengenai
pendidikan yang ditulis dalam rentang waktu 15 tahun.
Makalah-makalah ini dikelompokkan dalam dua bagian;
Bagian I bertema ‘Pengembangan Kreativitas’ dan Bagian II
bertema ‘Pendidikan Karakter dan Pendidikan untuk
Kehidupan Bermakna’. Selama kurun waktu 15 tahun
tersebut sudah banyak perubahan yang terjadi. Untuk
menjaga agar risalah yang disajikan tetap dipahami sesuai
dengan konteks-nya, maka pada awal setiap bagian
diuraikan secara singkat issues atau permasalahan
pendidikan yang berkembang ketika makalah tersebut
ditulis. Sangat dianjurkan agar para pembaca terlebih
dahulu membaca tulisan pengantar yang ada pada awal
setiap bagian sebelum membaca risalah yang ada dalam
bagian tersebut.

Bandung, 29 Juli 2013

Gede Raka

xiii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

xiv

————————————— Catatan untuk Pembaca ——————————————

Catatan untuk Pembaca

Risalah yang dimuat di buku ini ditulis sebagai makalah-
makalah yang terpisah satu dengan yang lain. Oleh karena
itu, pada dasarnya pembaca bisa membaca buku ini mulai
dari bagian mana saja, dari ‘chapter’ mana saja. Sebagai
konsekuensi dari sebuah buku yang berisi kumpulan
makalah yang masing-masing berdiri sendiri, namun
dengan tema yang ‘sejenis’, maka pembaca akan
menemukan pengulangan di sana-sini; suatu subyek yang
sudah disinggung pada makalah yang satu disebutkan lagi
pada makalah yang lain. Untuk menjaga keutuhan alur-
pikir yang ada pada setiap makalah, maka pengulangan itu
tidak dihilangkan atau dibiarkan sebagaimana adanya.
Mudah-mudahan hal ini tidak akan terlalu mengganggu
pembaca.

xv

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

xvi

————————————————— Prolog ——————————————————

Prolog

Memanjat Pohon yang Salah

Semua orang ingin berhasil dalam hidupnya, dan ujung-
ujungnya ingin hidup bahagia. Pemimpin perusahaan ingin
perusahaan dan karirnya maju, pejabat tinggi pemerintah
ingin kebijakan yang diterapkannya membawa kemajuan
pada masyarakat, para profesional ingin berhasil dalam
profesinya masing-masing, kepala keluarga ingin
keluarganya sejahtera dan bahagia, para pekerja sosial ingin
kegiatannya membantu memajukan masyarakat, dan
seterusnya.

Untuk itu, seseorang melakukan berbagai usaha, dan

melakukan pilihan-pilihan dalam perjalanan hidupnya.

Pada tingkat individu, banyak orang bekerja keras, bahkan

sepanjang hidupnya; orang belajar, menuntut ilmu,

memilih untuk menekuni bidang usaha, keterampilan atau

bidang keahlian tertentu, memilih pekerjaan, memilih

tempat tinggal, memilih teman, memilih lingkungan sosial,

dan berbagai pilihan lain. Dalam konteks organisasi atau

lembaga, seorang pemimpin memilih strategi, kebijakan,

sistem, staff, struktur organisasi untuk mencapai

keberhasilan.

Namun dalam kenyataan, ada kalanya, walaupun kita
sudah berusaha sekuat tenaga dan sebaik mungkin,
keberhasilan tak kunjung mendekat, bahkan kadangkala
menjauh. Ibarat menanjat pohon, walaupun kita sudah
bersimbah peluh dan memanjat setinggi-tingginya, kita
tidak menemukan buah yang yang kita harapkan. Kalau itu

xvii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

yang terjadi, kemunghkinan besar kita memanjat pohon
yang salah.

Dalam pembangunan bangsa, fenomena ‘memanjat pohon
yang salah’, bisa terjadi. Saya merasa, bahwa hal itu terjadi
juga dalam berbagai kebijakan di Indonesia tercinta ini dan
terjadi dalam berbagai bidang: ekonomi, politik, sosial,
budaya. Tanda-tanda salah panjat ini ditemui dalam
berbagai kontradiksi atau keganjilan dalam kehidupan
masyarakat luas. Misalnya:

ƒ Ketika aktivitas keberagamaan masyarakat terus
meningkat, korupsi di Indonesia tidak kunjung
surut, bahkan menjadi-jadi.

ƒ Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan pantai
terpanjang kedua di dunia justru mengimport garam
dan ikan.

ƒ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
salah satu sila dari Panca Sila; namun demikian,
ketika ekonomi Indonesia terus tumbuh,
kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin
justru makin besar;

ƒ Ketika jalan-jalan di kota besar di pulau Jawa yang
sangat padat penduduknya makin lama makin
macet, kebijakan yang dikembangkan bukanlah
investasi besara-besaran pada pembangunan traspor
publik dan menghambat pertumbuhan jumlah
kendaraan pribadi, namun justru kebijakan
mengembangkan mobil murah yang membuat
jumlah mobil pribadi meningkat lebih cepat dan
akan membuat jalan makin macet lagi.

ƒ Ketika usaha untuk pemberantasan korupsi
digalakkan terus oleh KPK, televisi justru
menyiarkan berita tentang sangat banyak orang,
termasuk tokoh-tokoh ormas dan politik yang
berbondong-bondong memberikan dukungan

xviii

————————————————— Prolog ——————————————————

kepada seseorang yang dinyatakan sebagai
tersangka dalam suatu kasus korupsi.

Dalam hidup selalu ada kemungkinan seseorang memanjat
pohon yang salah, sebab tidak ada hidup yang benar-benar
bebas dari kesalahan; kata banyak orang, melakukan
kesalahan itu manusiawi. Namun apa yang sebaiknya
dilakukan apabila ternyata dalam menetapkan kebijakan,
suatu lembaga atau pemerintah, telah memanjat pohon
yang salah? Tindakan yang paling masuk akal adalah turun
ke tanah lagi dan cari pohon yang kira-kira banyak
buahnya, dan kembali memanjat. Dengan kata lain, ganti
kebijakan. Tetapi dalam praktek keadaan tidak sesederhana
itu. Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa kebijakan
yang diterapkan sudah salah arah, penentu kebijakan sering
bersikukuh bahwa kebijakan yang dipilih sudah benar,
kalau perlu mencari konsultan atau ahli yang bisa memberi
rasionalisasi bahwa ‘pohon yang dipanjat adalah pohon
yang benar’. Bahkan dalam keadaan yang lebih
memprihatinkan, pembenaran dilakukan dengan mengubah
nama pohon yang dipanjat sehingga kedengaran seolah-
olah pohon itu akan ada banyak buahnya. Misalnya,
namakan saja perekonomian yang dibangun adalah
ekonomi pro-rakyat, walaupun sebenarnya kebijakan yang
diterapkan lebih liberal dari ekonomi Amerika Serikat yang
pro pemilik modal besar.

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan sudah barang
tentu memanjat pohon yang benar saja tidak cukup.
Seseorang haruslah memanjat dengan benar. Menetapkan
arah yang benar itu perlu, namun belum cukup. Seseorang
haruslah mampu berjalan dengan baik pada jalan yang
menuju arah yang benar.

xix

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Dalam kasus Indonesia, pada tataran nasional, apabila
terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan yang dilakukan
dan tidak ada koreksi terhadap kesalahan tersebut, maka
upaya yang dilakukan justru akan membuat bangsa ini
makin jauh dari dari cita-cita luhur para pendiri bangsa ini :
makin jauh dari kemakmuran yang berkeadilan, makin jauh
dari persatuan, makin tidak mandiri dalam ekonomi, makin
tak berkepribadiabn dalam kebudayaan dan makin tak
berdaulat dalam politik. Sekarang marilah kita bertanya: 68
tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, apakah
kemakmuran yang tercipta didistribusikan secara lebih
berkeadilan, apakah rasa persatuan makin kuat, apakah
Indonesia makin mandiri dalam perekonomian, apakah
rakyat Indonesia makin berkeperibadian dalam
kebudayaan, apakah Indonesia makin berdaulat dalam
politik? Kalau sebagain besar jawabnya ‘ya’, itu berarti
selama ini Indonesia dalam berbagai kebijakannya lebih
banyak memanjat pohon yang benar; tetapi apabila
jawabnya adalah sebaliknya, maka selama ini Indonesia
banyak ‘memanjat pohon yang salah’.

***

Jangan Memanjat Pohon yang Salah dalam
Pendidikan

Enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi
kemerdekaan, nampaknya Indonesia belum menemukan
arah yang tepat dalam membangun pendidikan.
Kurikulum berkali-kali diganti, tanpa mengetahui dengan
pasti apakah kurikulum yang sebelumnya sudah mencapai

xx

————————————————— Prolog ——————————————————

sasaran yang diharapkan atau tidak. Di lapisan akar rumput
(grass roots) para kepala sekolah dan guru-guru
kebingungan karena mereka harus melakukan sesuatu
yang baru, sementara hal-hal yang mereka harus lakukan
menurut kurikulum lamapun mereka belum paham
sepenuhnya.

Ujian nasional yang diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan justru di banyak tempat merangsang
tumbuhnya praktek ‘nyontek berjamaah’ yang seringkali
‘dipandu’ oleh para pengawas; yang lebih buruk lagi, siswa
yang jujur yang tidak mau ikut berbuat curang justru
dikucilkan, karena dianggap sebagai penghalang. Bahkan
para guru yang berani mempersoalkan praktek keculasan
inipun ‘dihukum’ oleh kepala sekolah. Ini terjadi justru
ketika pemerintah dengan giat-giatnya mengumandangkan
pentingnya pendidikan karakter.

Berbagai peristiwa yang makin sering terjadi akhir-akhir ini,
seperti:

ƒ tawuran diantara para pelajar antar sekolah yang
diwarnai oleh kekerasan dan kebrutalan,

ƒ bentrok fisik diantara mahasiswa antar perguruan
tinggi yang berbeda,

ƒ kecenderungan suatu kelompok masyarakat untuk
main hakim sendiri, mengadili kelompok lain yang
berbeda dengan memakai kekerasan, seperti
memusnahkan tempat tinggal mereka dan
menganiaya sampai mengakibatkan kematian

ƒ pudarnya atau hilangnya rasa malu dan rasa
bersalah yang antara lain terlihat jelas pada senyum
manis dan penampilan ceria para koruptor yang
sama sekali tidak menunjukkan penyesalan,

ƒ meningkatnya pemakaian narkoba di kalangan anak
muda,

xxi

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

menyebabkan banyak kalangan merasa perlu
mempertanyakan arah dan cara pelaksanaan pendidikan di
Indonesia sekarang ini.

Dari segi biaya pendidikan, hampir semua orang tua yang
punya anak usia sekolah mengatakan bahwa biaya
pendidikan anak di Indonesia makin mahal dan bagi
sebagian terbesar masyarakat bahkan menjadi sangat mahal
hingga tidak terjangkau. Pendidikan, yang menurut
semangat dari UUD 45 harus menjadi pelayanan publik,
secara perlahan-lahan di Indonesia ini makin diserahkan
pada mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar
bebas, barang yang bermutu tinggi hanya untuk mereka
yang punya banyak uang yang mampu membelinya.
Pendidikan formal di sekolah yang bermutu baik hanya
tersedia bagi orang-orang yang mampu membayar harga
yang tinggi. Akibatnya, anak-anak dari keluarga yang
berpendapatan rendah yang merupakan sebagain terbesar
rakyat Indonesia hanya bisa mendapatkan pendidikan
yang bermutu ala kadarnya dan kurang mampu masuk ke
pendidikan tinggi. Dengan tingkat dan mutu pendididikan
yang relatif rendah, secara umum, peluang mereka untuk
membangun kualitas kehidupan yang lebih baik di masa
depan menjadi lebih kecil. Hal yang sebaliknya terjadi pada
keluarga yang berpendapatan sangat tinggi. Dengan
kekayaan orang tuanya, seorang anak mendapat
kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh akses ke
pendidikan yang lebih bermutu, dan hal itu menjadi modal
untuk meraih masa depan yang jauh lebih baik. Keadaan
seperti ini menjadi salah satu sumber utama meningkatnya
kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia dan menjauhkan
bangsa ini dari azas ‘Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia’.

xxii

————————————————— Prolog ——————————————————

Saya berpendapat bahwa dalam hal mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pendidikan, prestasi negara kita
masih sangat memprihatinkan. Kita bahkan menjadi lebih
prihatin apabila melihat prestasi negara-negara tetangga
kita di Asia dalam bidang pendidikan. Korea Selatan
misalnya, pada awal tahun 1960-an keadaan pendidikannya
hampir sama dengan pendidikan di Indonesia. Melalui
pembangunan dan pengembangan pendidikan, Korea
Selatan dengan cepat dapat meningkatkan kualitas tenaga
kerja dan kemampuan penguasaan teknologinya. Dengan
mutu tenaga kerja yang sangat baik tersebut Korea Selatan
sekarang telah menjadi salah satu negara industri yang
tangguh dan terpandang di dunia. Kalau ada yang
keberatan membandingkan Indonesia dengan Korea
Selatan, mari kita lihat apa yang dilakukan negara yang
penduduknya hampir lebih dari lima kali penduduk
Indonesia, yaitu China. Revolusi Kebudayaan yang
berlangsung antara tahun 1966-1976, telah melumpuhkan
sistem pendidikan China. Namun, sesudah menyadari
kekeliruannya, dengan reformasi besar-besaran di bidang
pendidikan dan berbarengan dengan kebijakan ekonomi
yang lebih terbuka, China sekarang telah tampil sebagai
kekuatan ekonomi nomor dua di dunia. Di sini saya sengaja
tidak menyebut perubahan yang terjadi di Malaysia dalam
bidang pendidikan, karena hal itu sudah menjadi
pengetahuan umum di Indonesia.

Indonesia memang tidak berpangku tangan dalam
usahanya memajukan pendidikan. Salah satu dari usaha
tersebut adalah mengalokasikan anggaran yang lebih besar
untuk pendidikan. Walaupun demikian, perlu disadari
bahwa anggaran yang besar saja tidak menjamin terjadinya
kemajuan pesat dalam pembangunan dan pengembangan
pendidikan. Sekurang-kurangnya diperlukan dua hal lain
agar dana yang besar dapat memberikan dampak positif

xxiii

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

yang besar yaitu: arah pendidikan yang benar dan sistem
pengelolaan yang bersih serta efisien. Dana yang besar
tanpa arah yang benar akan membawa dampak yang tak
diinginkan, karena pendidikan Indonesia akan ‘lari’ lebih
cepat menuju arah yang tak diharapkan.

Di balik potret Indonesia yang yang relatif masih buram di
bidang pendidikan, akhir-akhir ini beberapa pihak
menunjukkan beberapa titik cerah, khususnya di bidang
ekonomi. Ada kebanggaan menjadi anggota G 20; di
kalangan para penjabat, ada upaya mengkampanyekan
tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi
di tengah-tengah kelesuan ekonomi dunia. Namun
demikian, dibalik pertumbuhan ekonomi tersebut ada
realitas yang perlu diwaspadai, yaitu sumber dari
pertumbuhan tersebut. Ketika ekonomi Indonesia tumbuh,
Human Development Index Indonesia, yang menunjukkan
keberhasilan dalam meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, tidak berubah dari posisinya yang relatif rendah.
Ini berarti bahwa pertumbuhan yang dicapai tersebut tidak
berasal dari tenaga kerja Indonesia yang makin sehat,
cerdas, kreatif dan beretos kerja tinggi, tetapi dari sumber
lain, yaitu dari eksploitasi besar-besaran sumber daya alam
yang tak terbarukan, seperti: batubara, minyak, gas,
tembaga. Apabila diingat bahwa sumber daya alam yang
ada di bumi Indonesia tidak hanya ‘hak’ generasi yang
sekarang tetapi juga hak generasi yang akan datang, maka
pertumbuhan ekonomi yang sekarang ini dicapai dengan
merampas hak atas sumber daya dalam dari anak cucu kita.

Sebenarnya yang lebih mencemaskan adalah apabila
pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang
terus menerus bertumpu pada eksploitasi sumber daya
alam yang tak terbarukan dan menomorduakan
pengembangan kecerdasan, kreativitas dan etos kerja
masyarakat ; apabila kebijakan itu yang dipilih maka pada

xxiv

————————————————— Prolog ——————————————————

suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang terkuras
habis sumber daya alamnya dan pada saat yang sama
rakyatnya tidak cerdas, tidak kreatif dan rendah etos
kerjanya; maka akan jadilah Indonesia negara yang benar-
benar miskin dalam segala hal: miskin sumber daya alam,
miskin kecerdasan, miskin kreativitas dan miskin etos kerja.
Hal ini bisa menjadi bom waktu yang apabila meledak
dapat mengancam eksistensi bangsa dan negara Indonesia
sendiri dan tidak ada warganegara Indonesia yang
menginginkan hal itu terjadi.
Untuk mengcegah terjadinya masa depan yang tidak
diinginkan tersebut, dan bahkan untuk mencapai masa
depan yang cemerlang, pendidikan adalah kuncinya:
membangun pendidikan dengan arah yang tepat dan
dijalankan secara tepat pula; pendidikan untuk membangun
masyarakat Indonesia yang warganya cerdas serta
berkarakter baik dan kuat; pendidikan dalam arti luas:
pendidikan di rumah, di sekolah, di masyarakat, melalui
berbagai media.

Setiap pejabat, setiap lembaga bahkan setiap negara
mungkin saja pernah ‘memanjat pohon yang salah’ dalam
menetapkan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan.
Namun yang penting adalah tidak perlu malu-malu
merumuskan dan menerapkan kebijakann baru yang lebih
baik dan jangan memecahkan masalah dengan memberi
nama baru pada kebijakan lama yang sebenarnya sudah
terbukti tidak membawa yang diharapkan.

Apabila negara lain bisa keluar dari ‘kekeliruannya’
dalam kebijakan pendidikan, Indonesia pun seharusnya
bisa.

xxv

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

xxvi

———————————— Bagian I Pengembangan Kreativitas ————————————

Bagian I
PENGEMBANGAN

KREATIVITAS

1

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

2

———————————— Bagian I Pengembangan Kreativitas ————————————

Imagination is more important than knowledge

(Albert Einstein)

Tulisan mengenai Pengembangan Kreativitas ini merupakan
rekaman dari program pengembangan kreativitas melalui
pendidikan di sekolah yang diprakarsai oleh Pusat Penelitian
Teknologi ITB yang berlansgung antara 1993-2000. Latar
belakang dari program pengembangan kreativitas ini adalah
keadaan pendidikan di Indonesia pada awal tahun 1990-an
yang sangat memprihatinkan, di tengah-tengah gegap
gempitanya pembangunan ekonomi. Berikut ini adalah tiga
hal yang menjadi pendorong lahirnya program
pengembangan kreativitas tersebut.

Pertama : Kemajuan ekonomi yang tidak ditopang oleh
penguatan dan perbaikan pendidikan.

Pada awal tahun 1990-an Indonesia adalah negara yang
banyak dipuji karena ekonominya berkembang sangat pesat,
dan bahkan diramalkan sebagai calon salah satu ‘Macan Asia’
seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Namun dalam
pembangunan ekonomi Indonesia, ada dua hal fundamental
yang diabaikan, yaitu: pendidikan yang baik dan birokrasi
yang (relatif) bersih. Kalau kedua hal itu tidak diperhatikan,
maka kemajuan ekonomi yang dicapai seperti bangunan besar
yang bertumpu pada tiang-tiang yang rapuh; pada suatau hari
nanti, perekonomian akan ‘rubuh’ atau akan ada perubahan
besar yang sulit dikendalikan. Kecemasan akan datangnya
gejolak besar itu ‘diramalkan’ pada makalah ‘Kreativitas
untuk Kualitas Hidup dan Lingkungan: Upaya untuk
Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan’ yang ditulis tahun
1996. Ketika itu tidak ada tanda-tanda bahwa Indonesia akan
diterpa oleh krisis besar; semuanya kelihatan baik-baik saja.

3

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Namun pada tahun 1998 krisis yang luar biasa besarnya
benar-benar meluluhlantakkan perekonomian yang
sebelumnya kelihatan sangat kokoh.

Kedua: Sekolah yang mengekang atau mematikan
kreativitas.

Untuk bisa bertahan dari kesulitan yang mungkin terjadi di
masa yang akan datang, akibat dari krisis yang mungkin
terjadi, maka pengembangan kreativitas pada generasi muda
adalah salah satu jalan keluarnya. Apabila potensi kreatif
generasi muda ini hendak dikembangkan sebaik mungkin,
maka sekolah adalah salah satu lembaga yang menjadi tempat
untuk pesemaiannya. Namun, sayangnya, suasana dan cara
pembelajaran yang berkembang pada saat itu, yang sangat
mekanistik dan kaku, justru mengekang berkembangnya
kreativitas bahkan mematikan kreativitas.

Ketiga: Guru yang kehilangan perannya sebagai pendidik.

Kata ‘guru’ mencerminkan peran seseorang menjadi
pendidik. Namun berbagai kebijakan yang ditetapkan sudah
mereduksi peran guru menjadi ‘mesin’ pengajar yang
melakukan kegiatannya berdasarkan pedoman yang sering
disebut ‘petunjuk pelaksanaan’ dan ‘petunjuk teknis’ yang
kaku, untuk mengejar target yang telah ditetapkan oleh pihak
lain. Guru akan ditegur oleh kepala sekolah atau pengawas
apabila mencoba untuk melakukan hal yang berbeda dari
petunjuk tersebut, walaupun memunculkan hal yang berbeda
itu didasari maksud baik; Berani berbeda diartikan sebagai
pelanggaran atau kesalahan yang harus diperingatkan atau
dihukum. Akibatnya, bukan kreativitas anak didik saja yang
terkekang, namun juga kreativitas guru. Guru menjadi
sekedar -apa yang sekarang disebut - ‘tenaga kependidikan’ ;
ini secara tersirat mengandung arti bahwa yang diperlukan
dari seorang guru hanya ‘tenaganya’; kearifan dan

4

———————————— Bagian I Pengembangan Kreativitas ————————————

keteladananya sebagai seorang pendidik kurang diberi
perhatian atau tempat. Di samping perannya yang tereduksi,
kebanggaan sebagai seorang gurupun berkurang dan bahkan
hilang; yang muncul kemudian adalah rasa rendah diri
berprofesi sebagai guru. Kebijakan pembangunan yang
diterapkan ketika itu, khususnya gaji guru yang relatif kecil
dan menjadi ‘bawahan’ para birokrat di Dinas Pendidikan,
menyebabkan para guru menjadi kelompok yang dari segi
kesejahteraan ekonomi dan harga diri makin lama makin
tergeser ke bawah dan ke pinggir.

5

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

6

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

1 PENGEMBANGAN KREATIVITAS UNTUK 
PERBAIKAN KUALITAS HIDUP DAN 
LINGKUNGAN: Upaya untuk Menghadapi 
Ketidakpastian Masa Depan *

PENDAHULUAN

Ekonomi Indonesia tumbuh dengan pesat dalam dua
dasawarsa terakhir ini. Selama Repelita (Rencana
Pembangunan Lima Tahun) I sampai Repelita V (1969 – 1994),
laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 6,8%
per tahun, dan pada awal Repelita VI, laju pertumbuhannya
telah mencapai 8,1% per tahun.

Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
turun secara nyata, namun, jumlah penduduk miskin ini
masih sangat banyak, yaitu sekitar 26 juta orang dari 200 juta
penduduk Indonesia. GNP per kapita diperkirakan sekitar
US$ 1000, tetapi pemerataannya masih merupakan masalah
besar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat
kesejahteraan ‘rata-rata’ rakyat Indonesia telah meningkat.

* Risalah ini ditulis bersama Lanny Hardhy dan Nana Sumpena, disajikan
dalam ‘Future Studies Conference’, di Brisbane, Australia, pada bulan
September 1996; risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris.

7

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Walaupun pertumbuhan ekonomi sangat pesat, namun masih
ada beberapa masalah yang memprihatinkan, yaitu:

• Kurangnya perhatian terhadap peningkatan kualitas
pendidikan dan kualitas manusia. Peningkatan GNP
tidak sebanding dengan perbaikan kualitas pendidikan
dan peningkatan kualitas manusia.

• Terdapat kesenjangan yang sangat besar dalam hal
tingkat perkembangan, pada hampir semua sektor, di
antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian
Timur, di antara masyarakat perdesaan dan perkotaan,
di antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini
mengakibatkan perbedaan dalam kualitas pendidikan
dan pengajaran di antara ‘sekolah yang kaya’ dan
‘sekolah yang miskin’. Hanya anak-anak orang yang
tinggi pendapatannya saja yang dapat bersekolah di
sekolah-sekolah yang bagus. Kekayaan menumpuk
hanya pada sekelompok kecil masyarakat saja.

• Adanya kecenderungan pemusatan kewenangan dalam
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
berada di tangan sekelompok kecil orang saja di tingkat
pemerintah pusat. Pelibatan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan belum berkembang
sebagaimana mestinya. Anggota masyarakat yang
cerdas dan memiliki kemampuan, yang sangat ingin
ikut terlibat, tidak mendapat ruang untuk berperan
serta seperti yang mereka harapkan.

• Perkembangan yang pesat itu, yang terutama
merupakan hasil dari pengerukan sumber daya alam
negeri ini, telah memunculkan berbagai masalah
lingkungan. Pembangunan sering dicapai dengan
mempertaruhkan kualitas kehidupan secara umum dan
mengabaikan dampak buruknya terhadap lingkungan.

8

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

HARUS BERBUAT

Bila keadaan seperti itu terus berlanjut, apa yang akan terjadi?

Ada tiga skenario atau gambaran masa depan yang dapat
terjadi:
1. Berkembangnya sikap tidak peduli pada berbagai

kelompok masyarakat, yang menjurus kepada
terbentuknya masyarakat yang pasrah, tidak berdaya,
yang selalu bergantung pada birokrasi pemerintah.
2. Perubahan yang penuh dengan kekerasan, yang akan
merugikan masyarakat luas.
3. Perubahan yang terkelola dengan baik,
berkembangnya masyarakat swadaya yang mampu
berdiri sendiri, masyarakat yang merdeka dan adanya
kesalingtergantungan di antara sesama; bersamaan
dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan
baik dengan anggota masyarakat memainkan peranan
yang lebih penting dan ikut terlibat dalam
pengambilan keputusan.

Lembaga kami, Pusat Penelitian Teknologi –ITB (PPT-ITB),
ingin ikut berkontribusi agar yang terjadi adalah senario yang
ketiga, dan melakukan sesuatu untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya senario kedua (perubahan yang
penuh dengan kekerasan, yang akan merugikan masyarakat
luas). Kegiatan yang dilakukan ini mungkin hanya setetes air
dalam samudera, namun, kami ingin berbuat sesuatu,
sekarang, untuk memperkuat dan meningkatkan daya tahan
masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian masa depan,
berdasar kemampuan yang ada pada lembaga.

9

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Berdasar prinsip “bertumpu pada kekuatan”, maka pilihan
kami adalah memajukan pendidikan, dengan alasan:

• Perbaikan pendidikan luar biasa pentingnya bagi
pembangunan suatu bangsa dan negara.

• Sebagai bagian dari lembaga pendidikan tinggi,
kegiatan ini masih dalam lingkup program PPT-ITB

• Kegiatan ini melibatkan masyarakat; terjadinya
perubahan sangat ditentukan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat; diperlukan perubahan pola pikir
pada anggota masyarakat agar perubahan besar bisa
terjadi

• Kegiatan ini berpotensi berdampak luas

• PPT-ITB memiliki pengalaman dalam program
pembangunan potensi manusia dan masyarakat.

TEMA KEGIATAN

Untuk kegiatan ini, tema yang dipakai adalah:
‘Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup
dan Lingkungan’. Kata ‘kreativitas’ dipilih untuk dijadikan
tema karena istilah itu netral, bukan istilah politik, dan oleh
karena itu, mudah diterima banyak kalangan. Di samping itu,
hampir semua orang merasa bahwa mereka tahu sesuatu
tentang kreativitas dan dapat berbuat sesuatu yang berkaitan
dengan kreativitas.

Pengembangan kreativitas yang dilakukan haruslah menjadi
sesuatu yang bermakna, bukan sekedar teori, tetapi praktek
dengan dampak yang bermakna bagi kehidupan sehari-hari,
yaitu ‘perbaikan kualitas hidup’ dan ‘perbaikan kualitas
lingkungan’. ‘Lingkungan’, atau lebih jelasnya pengrusakan
lingkungan, merupakan pokok persoalan yang besar.

10

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

Pertumbuhan kota-kota yang sangat pesat di Indonesia sering
mempertaruhkan kualitas hidup manusia dan lingkungannya.
Pembangunan sering dicapai tanpa mempertimbangkan
kualitas kehidupan kota secara umum dan sering
mengabaikan dampak buruknya terhadap lingkungan. Anak-
anak, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang tidak
berpunya, terpaksa tinggal di daerah yang sangat padat
penduduk yang lingkungan hidupnya sudah rusak.

KELOMPOK SASARAN

Dalam kegiatan ini, guru dan kepala sekolah dipilih untuk
menjadi kelompok sasaran antara. Pemilihan ini didasarkan
atas pertimbngan berikut:

• Guru-guru di Indonesia, meskipun gaji yang mereka
terima sangat kecil jumlahnya, sebagian terbesar dari
mereka masih menjalankan tugasnya dengan penuh
pengabdian;

• Guru memiliki kedudukan yang strategis, punya daya
jangkau yang luas, punya banyak kesempatan
berhubungan dengan banyak orang, karena selalu ada
kelompok murid baru setiap tahun. Oleh karena itu,
pesan yang disampaikan melalui guru diharapkan
akan menyebar dengan cepat dan akan berdampak
luas pada masyarakat;

• Di banyak daerah perdesaan khususnya, guru tetap
dihormati dan dikenal sebagai pemimpin masyarakat,
tempat orang bertanya dan minta saran.

Kelompok sasaran akhir dari kegiatan ini adalah para siswa
sekolah, generasi baru yang akan mengahadapi tantangan
masa depan, yang dijangkau melalui para guru dan gugus
kreativitas di sekolah.

11

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

TUJUAN KEGIATAN

Tujuan jangka panjang dari kegiatan ini adalah berkontribusi
dalam pembentukan mayarakat baru, yaitu Masyarakat
Wirausaha (Entrepreneurial Society). Dalam Masyarakat
Wirausaha, anggota masyarakat mampu:
ƒ menolong dirinya sendiri untuk mengatasi masalah

mereka sendiri secara kreatif;
ƒ membawa perubahan bagi lingkungan terdekatnya, dan

ke lingkungan yang lebih luas, secara damai.

Tujuan jangka menengahnya ialah hendak memperbaiki
iklim pendidikan di Indonesia melalui penciptaan suasana
belajar yang mendukung kegiatan belajar mengajar, yang
akan:

ƒ membuka lebih banyak peluang bagi para siswa untuk

berperan serta dan bertanggung jawab dalam proses
pembelajaran;

ƒ menggugah siswa untuk tampil dan mencoba berbagai

gagasan baru;

ƒ memperkuat rasa tanggung jawab sosial siswa, terutama

terhadap lingkungan hidupnya;

ƒ meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan

pemikiran dan gagasan mereka sendiri, bekerja sama
dalam tim, dan menerapkan perubahan atau proses
inovasi.
Semua tujuan pembinaan itu akan dapat dicapai melalui
kepala sekolah dan guru sebagai agen perubahan. Program ini
diharapkaan dapat memperbaiki kualitas lulusan sekolah
dalam hal-hal berikut:

12

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

• kreativitas;
• rasa percaya diri;
• swadaya, dapat menolong diri sendiri;
• kemampuan berkomunikasi;
• tanggung jawab sosial.

Tujuan jangka pendek dari kegiatan ini adalah:
• Meningkatkan keberdayaan kepala sekolah dan guru

melalui penjelasan tentang visi dan persepsi peran,
peningkatan kreativitas, dan kepemimpinan
transformasional. Tujuan ini akan dicapai melalui
kegiatan pelatihan dan lokakarya, dan pengembangan
gugus-gugus kreativitas di sekolah.
• Mendorong terjadinya perubahan dalam iklim belajar di
sekolah. Diharapkan bahwa guru dan kepala sekolah
yang telah mengikuti program, dapat memprakarsai
perubahan-perubahan tertentu di sekolah mereka
masing-masing, terutama perubahan yang baik, yang
menguntungkan bagi pengembangan kreativitas, rasa
percaya diri, kemampuan berkomunikasi, dan tanggung
jawab sosial.
• Pembentukan “jejaring belajar”. Jejaring belajar ini akan
terdiri atas guru dan kepala sekolah, yang bekerja sama
dalam tim untuk terus menerus meningkatkan
kemampuan dan pengetahuan mereka, dan saling
membantu untuk memperbaiki kualitas lingkungan
belajar di sekolah.

13

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

PENDEKATAN

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan pembenahan di
hulu, bersifat praktis dan berdasarkan akal sehat. Pembinaan
masyarakat untuk menghasilkan lebih banyak orang kreatif
haruslah dimulai di ‘hulu’ yaitu pada perubahan pola pikir
dan persepsi. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang
perlu dijawab dalam menetapkan pendekatan yang akan
dipilih:

• mengapa kita perlu menaruh perhatian yang lebih besar
terhadap kreativitas?

• pembinaan kreativitas dari kelompok masyarakat mana
yang harus lebih diperhatikan?

• kreativitas seperti apa yang diperlukan?

• pendekatan lain apakah yang dapat dipakai dalam upaya
meningkatkan kreativitas masyarakat?

Dengan melihat budaya dan peradaban kita sekarang ini
sebagai akumulasi dari kreativitas nenek moyang kita, kita
akan lebih menyadari betapa pentingnya peran kreativitas
sebagai penggerak utama untuk kemajuan. Dengan
kreativitas, manusia dapat melangsungkan dan memperbaiki
kehidupannya. Makin kreatif suatu masyarakat, makin ulet
dan tabah masyarakat itu, mereka akan makin mampu
menolong diri mereka sendiri dan mampu meningkatkan
kualitas hidup mereka. Dengan kreativitas, manusia dapat
menciptakan nilai tambah bagi banyak hal, dan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien.
Pembinaan kreativitas masyarakat merupakan upaya
“memanusiakan” anggota masyarakat, karena kreativitas
adalah cirri unik, sifat yang khas yang dimiliki manusia, yang
membedakan mereka dari mahluk hidup lainnya.

14

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

Hal ini bukan berarti bahwa tidak ada program pembinaan
kreativitas yang lain di Indonesia. Sudah ada beberapa
kelompok yang menyelenggarakan pendidikan formal untuk
pengembangan kreativitas. Namun, program-program seperti
itu biasanya hanya menjangkau sekelompok kecil saja, yaitu
kelompok kalangan atas saja. Sementara itu, kenyataannya,
masyarakat umum di tingkat rakyat jelata sangat memerlukan
pembinaan kreativitas.
Tantangan kita sekarang ialah mencari jalan memadukan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern dengan cara hidup adati
yang bijak untuk menambah peluang bagi semua orang di
negeri ini, untuk mengembangkan kreativitas mereka, baik
sendiri-sendiri maupun dalam kelompok untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka. Oleh sebab itu, pilihan kita adalah
mengembangkan kreativitas yang dihela nilai atau prinsip
hidup yang baik, kreativitas yang bertujuan dan bermakna.
Oleh sebab itu, pendekatan yang dipilih memiliki karakteristik
berikut:
• pembinaan kreativitas di tingkat masyarakat umum;
• pengembangan kreativitas yang dihela nilai dan prinsip

hidup yang baik;
• kegiatan yang bertujuan dan bermakna;
• proyek kecil-kecil, tetapi banyak;
• berdasarkan prinsip seleksi sendiri;
• pengembangan jejaring;
• berorientasi proses, menghargai semua upaya pembinaan

kreativitas dan perbaikan kualitas hidup dan lingkungan,
betapa pun kecilnya.

15

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

PELAKSANAAN

Kegiatan awal adalah melakukan penilaian atau ‘assesment’
terhadap kebutuhan, yang dilaksanakan dengan
penyelenggaraan seminar dan lokakarya di penghujung tahun
1992 dan awal 1993. Ini dilakukan untuk memeriksa apakah
orang lain, terutama guru dan dosen, juga merasakan
keprihatinan yang sama, dan apakah ada kebutuhan
mendesak untuk pembinaan kreativitas. Dan ternyata, para
guru dan dosen juga sangat prihatin terhadap kedaaan
pendidikan di Indonesia, dan tertarik untuk terlibat dalam
kegiatan yang berkelanjutan! Sesudah itu, Tim PPT-ITB segera
merancang program pengembangan kreativitas yang diawali
dengan pelatihan.

Program pelatihan itu mencakup hal-hal berikut:

1. mengurangi atau menghilangkan hambatan pribadi dan
kendala psikologis peserta pelatihan yang menyebabkan
potensi kreatif mereka tidak berkembang;

2. mengurangi atau menghilangkan hambatan lingkungan;

3. memupuk dan memperkuat kemampuan dalam diri
peserta dan lingkungan untuk pengembangan kreativitas;

4. mencari dan menerapkan cara yang memungkinkan bagi
seseorang untuk mengubah dan menjelmakan potensi
kreatif dalam dirinya menjadi kegiatan yang berguna dan
bermakna, dan untuk mengembangkan potensi kreatif
yang baru;

5. menggugah kesadaran akan peran sosial yang lebih besar
yang dapat diambil oleh peserta, dan menguatkan
perasaan punya misi dalam kehidupan ini (sense of
mission).

Semua hal di atas dilakukan melalui :

16

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

ƒ ceramah dan program belajar melalui pengalaman

(experiential learning);

ƒ pengamatan terhadap lingkungan hidup ;
ƒ belajar terus menerus dan belajar dalam kelompok

melalui pengembangan proyek kreativitas di sekolah;

ƒ penyajian pengalaman yang diperoleh dalam konvensi

kreativitas ;

ƒ kegiatan yang dikelola sendiri;
ƒ pengembangan jejaring.

HAL-HAL YANG SUDAH DICAPAI

Gerakan kreativitas ini telah menyebar ke banyak pelosok
negeri ini, antara lain, Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Denpasar
(Bali), dan dalam waktu dekat akan ke Makasar
(Ujungpandang). Di Bandung telah terselenggara 15 kelas
pelatihan, di Jogjakarta 5 kelas, dan 3 kelas di Denpasar, setiap
kelas rata-rata diikuti 25 peserta. Dengan demikian, sejauh ini
(tiga tahun sejak gagasannya dilontarkan) kegiatan ini telah
menjangkau sekitar 500 guru dan kepala sekolah, dan
sejumlah besar siswa juga telah terlibat dalam kegiatan gugus
kreativitas di sekolah- sekolah yang kepala sekolah dan
gurunya terlibat dalam kegiatan pengembangan kreativitas
ini. Tiga Konvensi Kreativitas Guru dan tiga Konvensi
Kreativitas Siswa, satu kali dalam satu tahun, telah
diselenggarakan di Bandung, dan baru-baru ini, di Jogjakarta.

Sejauh ini, masalah utama yang dihadapi adalah kapasitas
Tim Pelatih yang terbatas, khususnya katerbatasan waktu.
Untuk mengatasi hal itu, PPT-ITB mulai mengembangkan
program ‘Pelatihan untuk Menjadi Pelatih”. Masalah lain
adalah kesulitan dalam menggalang sumber daya lokal

17

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

untuk mendukung kegiatan ini. Untunglah,Globetree
Foundation, sebuah Yayasan di Swedia, tertarik untuk
menjadi mitra PPT-ITB dalam pengembangan gerakan
kreativitas ini, sehingga SIDA (Swedish International
Development Assistance) bersedia menjadi sponsor kegiatan
ini untuk tiga tahun pertama; saat ini DANIDA (Danish
International Development Assistance) menunjukkan minat
untuk menjadi salah satu sponsor untuk memperluas
jangkauan gerakan kreativitas ini.

KATA PENUTUP

Uji coba program ini masih terus berlangsung. Sampai saat ini
Tim PPT-ITB masih melakukan perbaikan terus menerus.
Tetapi, melihat perkembangan yang terjadi, tim dapat
mengambil beberapa kesimpulan sementara berikut :

• Meningkatnya permintaan dari guru dan kepala sekolah
untuk ikut serta dalam program pembinaan kreativitas ini
menunjukkan adanya kebutuhan nyata untuk
pengembangan diri di antara para guru.

• Perubahan yang teramati di sekolah-sekolah yang guru
atau kepala sekolahnya telah mengikuti program
pembinaan kreativitas merupakan bukti nyata bahwa
proses perubahan (walaupun kecil) telah terjadi.

• Komunikasi dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan
berkembang di antara peserta program dengan jelas
menunjukkan bahwa janin komunitas atau masyarakat
belajar telah mulai tumbuh.

• Kesiapan para guru dan kepala sekolah dan kesediaan
mereka untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan secara
teratur untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
keterampilan, merupakan petunjuk bahwa mereka telah

18

——— Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ————

memperoleh manfaat langsung dari keterlibatan mereka
dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Tim PPT-ITB belum meneliti secara sistematik dampak dari
kegiatan kami. Masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa
upaya pengembangan kreativitas ini telah berhasil, tetapi,
paling tidak, Tim PPT-ITB telah mencoba berbuat sesuatu
dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki,
untuk menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan
yang datang dari ketidakpastian masa depan.
Memang menyenangkan membayangkan masa depan,
namun kita haruslah berbuat sekarang.!

19

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

20

——————————— Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas———————————

2 MENGGUGAH KREATIVITAS 
MASYARAKAT LUAS:  Kreativitas untuk 
Kualitas Hidup *

PENDAHULUAN

Selama lebih dari satu dasa warsa, yaitu di antara tahun 1980
dan 1992, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang
sangat pesat, yaitu rata-rata sekitar 7% per tahun. Pada awal
tahun 90-an, Indonesia dikagumi oleh banyak lembaga
internasional karena ‘keberhasilannya’ dalam membangun
perekonomian. Laporan World Bank tahun 1993
menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara-negara
Asia yang bagus perkembangannya. Pemerintah Indonesia
pada saat itu dianggap telah dapat memanfaatkan secara
efektif pinjaman dari lembaga keuangan internasional dan
dari negara-negara lain. Pemerintah Indonesia dan rakyat
Indonesia sangat bangga atas penghargaan yang diberikan ini.

* Risalah ini disajikan pada ‘Stockholm Water Symposium’, Agustus 2000, dan
dimuat dalam ‘Water Science and Technology 2001’. Risalah asli ditulis dalam
bahasa Inggris.

21

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Tetapi, ada segelintir orang di Indonesia yang tidak
merasakan pandangan optimis tersebut. Di antara mereka
adalah sekelompok peneliti dan staf pengajar di Pusat
Penelitian Teknologi – Institut Teknologi Bandung (PPT-ITB),
di Bandung. Kelompok ini memandang pertumbuhan
ekonomi tersebut sebagai ‘keberhasilan semu’. Kelompok ini
tidak melihat adanya dasar yang kuat untuk menjaga
keberlanjutannya. Di balik laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi itu terdapat banyak fakta yang merisaukan, antara lain:

• Korupsi merajalela. Korupsi terdapat di mana-mana di
birokrasi, korupsi telah menjadi semacam norma.

• Tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata orang
Indonesia hanya bersekolah selama lima tahun. Di lain
pihak, birokratisasi sekolah tidak menyisakan ruang
bagi sekolah untuk berbuat sesuatu yang baru atau
berbeda.

• Pendidikan yang berkualitas baik hanya dapat
dinikmati oleh keluarga kaya, dan hanya terdapat di
beberapa kota besar saja.

• Bertambah besarnya jurang di antara orang yang kaya
dan orang yang miskin, yang jumlahnya sangat
banyak.

• Pengerukan sumber daya alam secara berlebihan dan
lingkungan yang rusak dengan pesat.

• Dominasi pemerintah atau birokrasi atas masyarakat
umum. Hal ini telah menumbuhkan ketergantungan
terhadap birokrasi yang tidak efisien dan rasa tidak
berdaya di kalangan masyarakat luas.

Pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa
perekonomian yang benar-benar kuat mensyaratkan adanya
birokrasi yang relatif bersih dan efisien, dan masyarakat yang
kreatif dan berpendidikan. Birokrasi yang sarat korupsi
merupakan fondasi yang rapuh bagi pertumbuhan ekonomi.
Di dalam era ekonomi pengetahuan, orang yang

22


Click to View FlipBook Version