The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Widya Pustaka SMP N 5 Melaya, 2022-05-23 01:41:52

Jangan Memanjat Pohon yang Salah

Jangan Memanjat Pohon yang Salah

Keywords: Pohon,Salah

———————————— Pendidikan Membangun Karakter —————————————

dapat menumbuh dan menguatkan kesadaran dan keyakinan
bahwa kemajuan dan keberhasilan yang benar memerlukan
usaha keras, perjuangan, dan keteguhan hati. Pada dasarnya,
dalam hidup ini tidak ada yang namanya ’makan siang gratis’;
yang mau berhasil harus berusaha dan bekerja keras dan
bekerja cerdas serta bisa mengendalikan diri.

5. Menumbuhkan Kebanggaan Berkontribusi.

Seorang warga negara yang selalu setia membayar pajak
sesuai dengan peraturan pada suatu hari ditanya oleh
rekannya, mengapa dia melakukan hal itu, sementara orang-
orang lain selalu berusaha mencari akal untuk tidak
membayar pajak, atau menghindari pajak. Dia menjawab
singkat, ’dalam hidup ini, saya bangga berkontribusi’.

Suatu negara tidak akan pernah maju apabila para pemegang
kekuasaan dan kroni-kroninya ramai-ramai menggerogoti
atau merampok negara, namun sedikit orang yang
berkontribusi untuk kemajuan. Indonesia termasuk salah satu
negara yang digerogoroti beramai-ramai oleh sebagian
warganya sendiri melalui tindakan korupsi, atau dengan tidak
melakukan kewajiban sebagai warga negara yang baik.

John F. Kennedy sangat terkenal dengan pidato pelantikannya
sebagai Presiden Amerika Serikat yang berjudul ’Ask not what
the country can do for you; ask what you can do for your
country’ [6]. Pesan pidato ini sangat jelas, yaitu mengobarkan
semangat untuk berkontribusi. Pesan ini sebenarnya berlaku
bagi setiap warga negara dari negara manapun di dunia yang
menginginkan negaranya berjaya. Semangat seperti inilah
yang telah ditunjukkan dalam tindakan nyata oleh para

173

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

pejuang kemerdekaan Indonesia, yang menghantarkan bangsa
ini kepada kemerdekaan, jauh sebelum John F Kennedy
menjadi presiden Amerika Serikat. Sayangnya, di Indonesia
setelah proklamasi kemerdekaan dengan berkembangnya
kebiasaan menadahkan tangan pada pemilik modal luar
negeri dan membiaknya kleptokrasi, surut juga semangat
untuk berkontribusi. Banyak orang memakai kekuasaan yang
dipercayakan kepadanya, bukan untuk berkontribusi, tetapi
untuk mencuri atau merampas kekayaan negara.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia, secara sistematik
perlu diarahkan untuk mengembangkan kembali kebanggaan
berkontribusi ini. Kebiasaan memberi atau menyumbang,
dalam bentuk apapun, sekecil apapun, untuk kebaikan
masyarakat hendaknya dijadikan salah satu fokus perhatian
dalam membangun karakter. Kebiasaan seperti ini haruslah
diberi apresiasi atau diberi penghargaan.

PENUTUP

Perlu digaris-bawahi bahwa pendidikan untuk membangun
karakter bukan barang baru untuk Indonesia. Masyarakat di
Nusantara ini di masa lalu sudah melakukannya, bahkan
dengan cara-cara yang kreatif melalui berbagai media atau
melalui cerita-cerita rakyat, cerita untuk anak-anak, tradisi,
petuah-petuah, permainan anak-anak, yang banyak
manfaatnya dalam pengembangan karakter. Di atas juga
sudah disampaikan bahwa para ‘founding father’ dari
Republik ini memperjuangkan kemerdekaan dengan
memusatkan perhatian pada pembangunan karakter.

174

———————————— Pendidikan Membangun Karakter —————————————

Pesan yang sangat jelas mengenai pentingnya pembangunan
karakter sudah disampaikan oleh W.R. Supratman dalam lagu
Indonesia Raya, ’…Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
untuk Indonesia Raya’. W.R. Supratman menempatkan
pembangunan ‘jiwa’, sebelum pembangunan ‘badan’, bukan
sebaliknya. Pembangunan karakter adalah pembangunan
‘jiwa’ bangsa.

Sekarang, kita berada di abad 21, dalam era dunia tanpa batas
dan persaingan terbuka. Tantangan atau godaan yang
dihadapi seseorang dan sebuah bangsa dalam pembangun
karakter jauh lebih besar dan lebih kompleks. Sebab itu, usaha
yang lebih besar dan kreativitas yang lebih tinggi diperlukan
untuk menjawab tantangan tersebut. Dan dalam menjalankan
usaha pembangunan karakter ini, kita harus mengandalkan
potensi kita sendiri, kita tidak bisa berpaling pada orang lain.
Arah dari semua usaha ini adalah membangun Indonesia adil
dan sejahtera yang berdaulat dalam politik, mandiri dalam
ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan [7]. Ini
memang bukan perjalanan mudah, namun kearifan lokal kita
mengajarkan ’di mana ada kemauan, di sana ada jalan’,
’berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian’. Kita bisa
kalau kita mau.

Catatan Akhir

[1] Depag, Lembaga Paling Korup, Harian Umum Pikiran Rakyat, 18
Oktober 2006.
[2] Victoria Neufeld (Editor in Chief) & David B. Guralnik (Editor in Chief
Emeritus), Webster New World Dictionary, Third College Edition (Prentice
Hall, 1991).
[3] Christopher Paterson and Martin E.P. Seligman, Character Strengths and
Virtues: A Handbook and Classification, (Oxford University Press, 2004).

175

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————
[4] Yudo Anggoro, Pengaruh Lingkungan Apresiatif terhadap Kinerja
Bermakna, Tugas Sarjana, Departemen Teknik Industri- Institut Teknologi
Bandung, 2004, tidak dipublikasikan.
[5] Abdulah Ade Suryobuwono, Pengaruh Lingkungan Apresiatif terhadap
Perilaku Kerja Inovatif, Tugas Sarjana, Departemen Teknik Industri- Institut
Teknologi Bandung, 2005, tidak dipublikasikan.
[6] John F. Kennedy, ‘Ask not what your country can do for you; ask what
you can do for your country’, Inaugural Address, 20 January 1961, Speech
that Change the World, (Quercus Publishing Ltd. 2006).
[7] Pidato Presiden Sukarno tanggal 17 Agustus 1964

176

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

PENINGKATAN MUTU GURU: Hati‐hati, 

7 Jangan Memanjat Pohon yang Salah * 

I believe everyone should follow the fine tradition
of respecting teachers and valuing education.
Everyone, no matter how high in rank,
must hold teachers in esteem and
refrain from patronizing them.
(Li Lanqing, in ‘Education for 1.3 Bilion’)

PENDAHULUAN

Peningkatan mutu guru sekarang ini telah menjadi isu sangat
besar di dunia. Orang-orang makin tidak bisa mengingkari
kenyataan bahwa tidak ada pendidikan bermutu tanpa guru
yang bermutu. Selanjutnya tidak ada bangsa yang dapat
membangun masa depan yang lebih baik dan menjadi bangsa
yang bermartabat tanpa pendidikan yang bermutu.

* Risalah ini disajikan pada Seminar Nasional ‘Paradigma Baru Perbaikan
Mutu Pendidikan di Indonesia’ di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 25
April 2009.

177

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Lebih dari tiga dekade pemerintah Indonesia mencoba
membangun ekonomi dengan bertumpu pada kekayaan
sumber daya alam dengan mengesampingkan pentingnya
basis pendidikan yang bermutu. Hasilnya, posisi Indonesia
secara ekonomik maupun secara sosial makin tergeser ke
belakang. Indonesia yang lima belas tahun yang lalu
kemajuannya sering dibandingkan dengan China dan India,
sekarang kedua negara tersebut sudah jauh di depan.
Indonesia sekarang dibandingkan dengan negara lain yang
dulu dianggap jauh berada di belakang, seperti Vietnam dan
Bangladesh.

Baru akhir-akhir ini, seperti terperanjat terbangun dari tidur
pulas yang sangat lama, Indonesia bergegas melakukan usaha
peningkatan mutu guru. Untuk itu perundang-undangan
dibuat, berbagai peraturan ditetapkan, target ditentukan,
organisasi-organisasi baru dibentuk, dan dana dialokasikan.
Akankah target yang ditetapkan tercapai,akankah mutu guru
benar-benar dalam kenyataannya bertambah baik, akankah
mutu pendidikan di Indonesia benar-benar bertambah baik,
akankah mutu pendidikan yang lebih baik akan dinikmati
secara lebih merata oleh anak-anak Indonesia, oleh mereka
yang berasal dari keluarga yang berada maupun yang kurang
berada, oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar maupun
di desa terpencil? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang
jawabnya akan ditunjukkan oleh realita sepuluh atau lima
belas tahun yang akan datang.

178

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

PENINGKATAN MUTU GURU: USAHA YANG
TAK PERNAH BERHENTI

Bagi penulis, peningkatan mutu guru bukanlah sebuah proyek
yang ada awalnya dan ada akhirnya, bahkan bukan proyek
besar sekalipun, namun seharusnya adalah usaha yang terus
menerus dilakukan. Peningkatan mutu guru sebagai bagian
dari usaha peningkatan mutu pendidikan seharusnya
merupakan usaha yang terus berlangsung, tidak ada waktu di
mana usaha tersebut dianggap selesai. Dengan ini saya ingin
menekankan bahwa semua orang yang ingin berkontribusi
bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan kemanusiaan dengan
menjadi seorang guru tidak boleh berhenti meningkatkan
kualitas dirinya, tidak peduli dia bersertifikat atau tidak, dia
pasca sarjana, sarjana atau tidak bergelar.

Ada beberapa keadaan obyektif yang menyebabkan usaha
peningkatan mutu guru tidak boleh berhenti:

• Pesatnya kemajuan atau pertambahan ilmu pengetahuan
mengakibatkan pengetahuan manusia berlipat ganda
dalam waktu yang makin lama makin singkat.
Pertengahan tahun 1990-an para ahli telah mengatakan
bahwa pengetahuan manusia ketika itu berlipat dua setiap
18 bulan [1]. Ini berarti bahwa sekarang ini panjangnya
waktu yang diperlukan untuk berlipat ganda tersebut
lebih singkat dari satu setengah tahun. Dalam keadaan
seperti itu, seorang guru yang tidak memperbarui dan
memperluas pengetahuannya akan cepat menjadi
ketinggalan jaman dan cupat. Hal ini akan membuat
seorang guru tidak menjadi penggerak kemajuan namun
sebaliknya dia akan menjadi sumber keterbelakangan.

179

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Guru seperti itu cenderung akan menjadi beban, bukan
menjadi berkah.

• Tantangan yang harus diatasi oleh generasi muda agar

mereka bisa membangun kehidupan yang berguna dan

bermakna terus berubah dan makin lama makin kompleks.

Para guru perlu terus menerus meningkatkan

kapabilitasnya agar mereka dapat membantu para siswa

menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan baru.

Apabila tidak, keberadaan seorang guru di sekitar siswa

akan makin kurang berarti atu bahkan mungkin tanpa arti.

• Suatu negara harus terus menerus meningkatkan mutu
pendidikannya kalau negara tersebut ingin menjadi
negara yang punya daya saing dan terpandang di tengah-
tengah negara lain di dunia. Peningkatan mutu
pendidikan mutlak memerlukan peningkatan mutu guru.

PENINGKATAN MUTU GURU: KONTEKS
INDONESIA

Peningkatan mutu guru di Indonesia seyogyanya berangkat
dari tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini, sekarang
dan di masa depan, khususnya tantangan yang berkaitan
langsung dengan tingkat dan mutu pendidikan. Sebagai
orang yang hidup di dunia pendidikan, penulis tidak ragu-
ragu menyatakan bahwa sampai saat ini rapor Indonesia atau
khususnya pemerintah Indonesia dalam membangun dan
mengembangkan pendidikan masih ‘merah’. Artinya, banyak
sekali perkembangan atau kecenderungan yang terjadi selama
ini yang menunjukkan bahwa pendidikan kita belum

180

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

memberi dampak positif yang diharapkan. Beberapa
diantaranya disinggung di bawah ini.

1. Indonesia masih tetap sebagai salah satu negara terkorup
di kawasan Asia-Pasifik[2]. Walaupun KPK bergiat
memberantas korupsi beberapa tahun terakhir ini, akar
kebiasaan korupsi masih tetap tertancap kuat dan
menyebar luas di bumi Indonesia. Indonesia masih
dikategorikan sebagai salah satu negara yang terkorup di
wilayah Asia-Pasifik. Semua orang tahu bahwa kebiasaan
korupsi adalah manifestasi nyata dari achlak yang rusak
atau achlak yang buruk. Sedangkan salah satu tujuan
utama pendidikan di Indonesia menurut UU Sistem
Pendidikan Nasional adalah menciptakan manusia yang
berachlak mulia.

2. Warga negara yang makin tak peduli peraturan. Hal yang
juga sangat memprihatinkan, hampir 64 tahun sesudah
NKRI diproklamirkan, pendidikan kita belum mampu
menghasilkan warga negara Indonesia yang bisa menaati
peraturan yang paling sederhana seperti peraturan lalu
lintas. Pemandangan di jalan raya, khususnya di kota-kota
besar yang penduduknya padat menunjukkan hal itu
dengan sangat jelas. Lebih mencemaskan lagi,
ketidaktaatan itu makin meluas dan makin dianggap
sebagai hal yang biasa. Di pihak lain, salah satu tujuan
pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan Nasional
adalah membangun warga negara yang bertanggung
jawab. Pelanggaran peraturan secara sengaja dan tanpa
rasa bersalah sama sekali bukan tingkah laku warga
negara yang bertanggung jawab.

3. Pemakaian obat bius atau narkoba makin meluas di
Indonesia. Diperkirakan sekitar 1,5 persen atau sekitar 3

181

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

juta penduduk Indonesia menjadi pecandu narkoba [3],
dan 1,1 persen dari pemakai tersebut adalah anak-anak
sekolah; artinya, 3.9 persen anak sekolah menjadi pecandu
narkoba. Artinya, rata-rata 4 dari 100 murid terperangkap
narkoba[4]. Hal yang lebih mencemaskan, presentase ini
akan terus meningkat, dan makin banyaknya pemakai
obat bius telah menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai
pasar, namun sudah meningkat menjadi tempat produksi.

4. Melemahnya ke Indonesiaan. Kita kehilangan rasa ke-
Indonesian kita. Kaum muda Indonesia makin
menonjolkan kepentingan daerah daripada kepentingan
bangsa[5]. Kita kehilangan cita-cita bersama sebagai
bangsa Indonesia. Tiada lagi ‘Indonesian Dream’ yang
mengikat kita bersama ; yang lebih menonjol adalah cita-
cita golongan untuk mengalahkan golongan lain.
Semangat ‘ke –kami- an’ makin menguat, dan semangat
‘ke-kita-an’ makin lemah.

5. Diskriminasi terselubung terhadap anak-anak yang
berasal dari keluarga yang kurang mampu dan anak-anak
di pedesaan. Makin lama, akses ke sekolah-sekolah yang
memberi pendidikan yang relatif lebih bermutu hanya
terbuka bagi orang yang mampu membayar, karena
pendidikan menjadi barang sangat mahal, khususnya bagi
mereka yang kurang berada. Keadaan menjadi lebih
buruk, sekolah-sekolah yang bermutu semuanya berada di
kota-kota besar. Dengan demikian, keadaan sekarang lebih
menguntungkan bagi mereka yang tinggal di kota besar
dari pada di desa-desa. Jadi anak-anak yang tinggal di
desa dan dari keluarga yang kurang berada sejak awal
sudah tersisihkan dari peluang untuk mendapatkan
pendidikan yang bermutu. Akibatnya, kesenjangan kaya-
miskin akan makin besar; yang kaya akan makin pintar
dan kaya, yang miskin akan makin ‘kurang pintar’ dan
makin miskin.

182

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

6. Indonesia sebagai salah satu negara yang paling tidak
kompetitif di dunia. Dalam World Competitiveness
Scoreboard tahun 2007, Indonesia menempati peringkat
54 dari 55 negara [6], turun dari peringkat 52 pada tahun
2006. Rendahnya tingkat pendidikan adalah salah satu
faktor yang menyebabkan hal tersebut.

7. Rata-rata pendidikan warganegara dewasa Indonesia
(Average year of schooling of adults) masih salah satu yang
terendah di kawasan Asia. Rata-rata warga negara dewasa
Indonesia hanya mengalami pendidikan selama 5 tahun,
sementara angka tersebut untuk Pilipina 8,2 tahun, China
6,4 tahun, Malaysia 6,8 tahun dan Thailand 6,5 tahun[7].

8. Ada sekitar 2,7 juta orang guru di Indonesia yang bertugas
tersebar di ribuan pulau, dan bahkan banyak yang
bertugas di derah-daerah yang terpencil. Berdasarkan
pengalaman penulis berinteraksi dengan ribuan guru di
beberapa daerah, penulis berani menyatakan bahwa
sebagian besar dari mereka tidak mengetahui bahwa
akhir-akhir ini banyak sekali paradigma, pandangan,
pengetahuan, dan pendekatan baru dalam bidang
pendidikan.

9. Profesi guru makin kurang terpandang di masyarakat.
Salah satu ‘hasil’ pembangunan ekonomi yang
dicanangkan sejak akhir ahun 1960-an, adalah
menurunnya prestise profesi guru. Hal ini sangat
berkaitan dengan proses pemiskinan relatif yang dialami
juataan guru, baik pemiskinan material maupun
pemiskinan pengetahuan.

183

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

IMPLIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK
KEBIJAKAN, SISTEM DAN PROGRAM
PENINGKATAN MUTU GURU.

Agar program peningkatan mutu guru membawa dampak
yang lebih besar terhadap upaya penanggulangan masalah
yang dihadapi Indonesia saat ini yang telah diuraikan di atas,
dan dapat menyiapkan bangsa Indonesia menghadapi
tantangan masa depan, maka ada beberapa karakteristik yang
perlu ditonjolkan pada program tersebut. Karakteristik
tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini.

1. Peningkatan mutu guru untuk pendidikan karakter.
Orientasi peningkatan mutu guru dewasa ini hendaknya
memberikan prioritas utama pada peningkatan kapabilitas
guru sebagai pembangun karakter. Sebab, permasalahan besar
bangsa Indonesia pada saat ini adalah melemahnya atau
rusaknya karakter. Meluasnya kebiasaan korupsi, merebaknya
pemakaian narkoba, kebiasaan melanggar hukum atau
peraturan, adalah masalah karakter, bukan masalah
kompetensi. Secara operasional ini berarti bahwa peningkatan
mutu guru diharapkan dapat:

a. Menguatkan kesadaran dan keyakinan guru akan
pentingnya karakter bagi keberhasilan individu,
masyarakat dan bangsa.

b. Memotivasi guru untuk mengembangkan kekuatan
karakternya sendiri sehingga dapat menjadi inspirasi
bagi para siswa.

c. Meningkatkan kapabilitas guru untuk

mengembangkan suasana, proses dan bahan

pembelajaran yang dapat menggugah, mendorong dan

184

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi
kebajikan yang ada pada diri mereka masing-masing
dan mewujudkannya dalam kebiasaan baik (kebiasaan
berpikir, bersikap dan bertindak).

2. Kebijakan dan sistem yang menggugah, memotivasi,
memfasilitasi dan mengapresiasi guru untuk belajar secara
berkelanjutan. Kebijakan dan sistem ini hendaknya
menumbuhkan kebutuhan pada para guru untuk terus
meningkatkan kapabilitas mereka agar mereka bisa
membantu para siswa menyiapkan diri untuk menghadapi
tantangan hidup di masa depan yang hampir pasti akan lebih
rumit dan lebih berat. Kebijakan dan sistem ini hendaknya
tidak memunculkan keadaan yang sebaliknya, yaitu membuat
para guru berhenti belajar, dan puas dengan kapabilitasnya
sekarang atau prestasinya di masa lalu.

3. Kebijakan, sistem dan program yang meningkatkan
mutu guru secara substansial. Kebijakan, sistem dan program
peningkatan mutu ini tidak boleh hanya menjadi kegiatan
admisnistratif yang menunjukkan bahwa seorang guru
dinyatakan bermutu secara formal. Dengan kata lain, hasil
dari kebijakan, sistem dan program ini haruslah guru-guru
yang benar-benar lebih arif, lebih cerdas, lebih kreatif, dan
lebih berdedikasi.

4. Kebijakan dan sistem yang memperkecil kesenjangan
mutu pendidikan di ‘desa’ dan di ‘kota’. Kebijakan dan sistem
penyeleggaraan peningkatan mutu guru hendaknya
berdampak pada mengecilnya kesenjangan mutu pendidikan
antara sekolah-sekolah yang berlokasi di daerah pedesaan dan
sekolah-sekolah di kota-kota besar, serta mengecikan
kesenjangan mutu antara sekolah-sekolah yang para siswanya

185

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

berasal dari keluarga yang berada dan dari keluarga yang
kurang berada. Hal yang perlu dicegah adalah dampak yang
sebaliknya, yaitu kebijakan dan sistem yang diterapkan justru
memperlebar jurang tersebut.

5. Kebijakan, sistem dan program yang mengurangi dan
selanjutkan menghilangkan ketertinggalan tingkat dan mutu
pendidikan Indonesia dari negara-negara lain. Ini berarti
bahwa dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, dalam hal
karakter dan kompetensi, lulusan sistem pendidikan
Indonesai makin lama haruslah sebanding dengan mutu
lulusan sistem pendidikan di negara-negara tetangga yang
maju pendidikannya.

6. Kebijakan, sistem dan program peningkatan mutu
yang cepat dan bisa menjangkau setiap orang guru di seluruh
wilayah tanah air Indonesia. Karakteristik peningkatan mutu
seperti ini sangat diperlukan karena Indonesia sudah sangat
jauh ketinggalan dalam hal tingkat dan mutu pendidikan dari
negara-negara Asia lainnya. Program yang tidak berjalan
dengan cepat atau dijalankan secara lambat akan
memperbesar ketertinggalan ini. Di samping itu, tersebarnya
lokasi para guru memerlukan sistem yang mampu
menjangkau wilayah seluruh Indonesia dalam waktu yang
relatif bersamaan. Apabila tidak, program ini hanya akan
dinikmati oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar.

7. Kebijakan, sistem dan program yang dirasakan
berguna dan bermakna oleh para guru. Kegunaan ini bisa
dalam bentuk peningkatan efektifitas guru dalam
menjalankan fungsi dan perannya, dan juga dalam bentuk
efek sosial dan ekonomik. Hasil dari program hendaknya

186

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

meningkatkan kemampuan guru mengaktualisasikan diri
dalam profesinya sebagai guru.

BEBERAPA GAGASAN JALAN KELUAR

Inovasi Sosial untuk Membangun Komunitas Belajar.

Kata kunci dari peningkatan mutu guru adalah belajar. Di sini
yang dimaksud dengan belajar adalah peningkatan
kemampuan untuk melakukan perbaikan terus menerus.
Dengan demikian program-program peningkatan mutu guru
diharapkan dapat menggugah, mendorong, dan memfasilitasi
para guru untuk belajar lebih banyak, lebih baik dan lebih
cepat dari sebelumnya dan menghargai mereka yang
melakukannya.

Untuk membangun program peningkatan mutu guru dengan
beberapa karakteristik tersebut di atas, Indonesia perlu
mengembangkan cara pembelajaran baru yang
memungkinkan para guru belajar lebih mudah, lebih cepat,
lebih murah, lebih menggembirakan, kapan saja, dimana saja,
dari mana saja, secara bersama-sama. Cara-cara belajar lama
yang bersifat individual dan instruksional sudah tidak dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan lagi. Dengan kata lain,
program peningkatan mutu guru hendaknya diarahkan pada
pengembangan komunitas belajar para guru. Dalam
komunitas ini para guru saling mengasah, saling mendukung,
untuk tumbuh dan berkembang bersama. Untuk itu
diperlukan pendekatan kreatif dan inovasi sosial. Inovasi
sosial ini bisa dalam bentuk kebijakan, lembaga, sistem,
konsep, cara kerja atau praktek yang memungkinkan

187

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Indonesia mengerahkan secara maksimal potensi nasional dan
sumber daya internasional untuk peningkatan mutu guru.

Pemanfaatan Teknologi secara Inovatif untuk
Meningkatkan Jangkauan, Kecepatan, dan Efisiensi

Tantangan yang muncul karena lokasi guru yang tersebar di
ribuan pulau, dan banyaknya guru yang bertugas dan tinggal
di daerah yang terpencil, perlu diatasi dengan memanfaatkan
secara inovatif teknologi yang tersedia, dari teknologi yang
sederhana sampai dengan teknologi maju. Kreativitas dalam
pemanfaatan teknologi secara tepat akan dapat melipatkan-
gandakan kemampuan sistem peningkatan mutu guru. Di
samping itu teknologi dapat dimanfaatkan untuk membangun
komunitas belajar yang anggotanya tersebar di seluruh tanah
air. Dengan memanfaatkan teknologi para anggota komunitas
dapat belajar dari pengalaman atau keberhasilan anggota
yang lain tanpa harus bertemu muka.

Kebijakan yang Meningkatkan Martabat Guru.

Di samping meningkatkan mutu guru yang yang sudah
bertugas sekarang, yang tidak kalah pentingnya adalah
mendapatkan sebanyak mungkin calon guru yang bermutu.
Ini memerlukan pengembangan dan penerapan kebijakan
pemerintah yang membuat profesi guru sangat menarik bagi
lulusan SMA maupun perguruan tinggi. Diperlukan usaha
sangat besar dan komitmen sangat kuat, khususnya dari
pemerintah Indonesia, untuk menerapkan kebijakan yang
dapat mengembalikan martabat guru ketempatnya yang
terhormat seperti di masa lalu. Keberhasilan China
mereformasi sistem pendidikannnya yang dimulai pada awal

188

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

tahun 1980-an (sesudah kehancuran pendidikan alam China
yang diakibatkan oleh Revolusi Kebudayaan) tidak dapat
dilepaskan dari keberhasilan China dalam usaha menegakkan
kembali martabat guru. Dalam reformasi ini pemerintah
China ‘menjadikan profesi guru sebagai profesi yang
membuat profesi lain iri’ (making teaching an enviable profesion).
Pemerintah China membuat kebijakan yang secara sistematik
meningkatkan pendapatan para guru sehingga tidak kalah
dari pendapatan profesi lain, dan pada saat yang bersamaan
mutu guru ditingkatkan serta sistem manajemen sekolah
diperbaiki. Di samping itu, pemerintah China mengharuskan
‘semua pegawai pemerintah, apapun pangkat mereka, harus
menghormati guru’ (all government officials, whatever their rank,
should respect teachers) [8]. Buah dari reformasi tersebut sudah
mulai dinikmati oleh China; China tumbuh menjadi salah satu
raksasa ekonomi dunia dan menjadi negara sangat disegani di
dunia.

KATA PENUTUP

Apabila Indonesia tidak ingin menjadi negara yang makin
tertinggal dalam berbagai bidang, maka peningkatan mutu
dan pendidikan merupakan suatu keharusan bagi Indonesia;
untuk itu, peningkatan mutu guru adalah tiang utamanya.
Apabila program ini tidak ditangani dengan sungguh-
sungguh, sistematik dan sistemik, maka Indonesia untuk
kesekian kalinya menjadi negara yang ‘ketinggalan kereta’.
Sekurang-kurangnya Indonesia sudah dua kali ketinggalan
kereta. Untuk pertama kalinya, Indonesia ketinggalan kereta
ketika Korea Selatan maju pesat, dan Indonesia belum
bergerak, padahal keadaa ekonomi Korea Selatan pada tahun
1962 relatif sama dengan Indonesia.Untuk kedua kali,
Indonesia ketinggalan kereta terhadap China. Sekarang ini,

189

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

risiko sosial-ekonomi dari keterlambatan atau kesalahan
dalam kebijakan pendidikan akan jauh lebih besar dari pada
di masa lalu, karena negara-negara lain yang tadinya sepadan
dengan Indonesia sekarang sudah jauh di depan Indonesia.

Memang harus diakui bahwa anggaran yang dialokasikan
untuk pendidikan oleh pemerintah sekarang ini jauh lebih
besar dari pada di masa lalu. Hal ini sudah lama ditunggu
oleh insan pendidikan. Namun demikian, tersedianya
anggaran yang lebih besar tidak dengan sendirinya akan
menghasilkan pendidikan yang lebih bermutu dan lebih
terjangkau oleh semua. Kita perlu waspada agar dalam
pengembangan dan penerapan kebijakan, sistem dan program
pendidikan, Indonesia ‘jangan memanjat pohon yang salah’.
Kalau pemerintah Indonesia memanjat pohon yang salah,
anggaran pendidikan yang besar akan habis, namun mutu,
tingkat pendidikan dan pemerataan yan lebih baik tidak
tercapai. Kalau itu terjadi, maka 10 tahun dari sekarang
Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang terkorup
di Asia, kebiasaan melanggar hukum tanpa rasa bersalah akan
tetap menjadi pemandangan sehari-hari, pemakaian narkoba
tidak berkurang, kesenjangan desa-kota- kaya-miskin akan
makin membesar, Indonesia akan tetap menjadi salah satu
negara yang paling tak kompetitif di dunia, ke-Indonesia-an
tidak menguat, menjadi guru akan tetap sebagai profesi yang
tak menarik bagi generasi muda Indonesia, anak-anak cerdas
dari keluarga yang kurang berada tetap akan sulit masuk ke
sekolah-sekolah yang bermutu. Tidak seorangpun warga
negara Indonesia yang menginginkan hal itu terjadi.

190

———— Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah ————

Catatan Akhir

[1] Don Tapscott, Digital Economy, McGraw-Hill, USA, 1996.
[2] ‘Indonesia Negara Terkorup di Asia’, Harian KOMPAS tanggal 9 April
2009.
[3] ‘ Indonesia Masih Negara Produsen Narkoba’, Antara News, 14
Desember 2007
[4] ‘Tren Pecandu Narkoba Indonesia Meningkat’, Harian KOMPAS
tanggal 24 Maret 2005
[5]‘Tantangan Berat Nasionalisme’, Harian Kompas 27 Oktober 2008,
[6] World Competitiveness Scoreboard 2007, IMD World Competitiveness
Yearbook 2007.
[7] NationMaster-Education Statistic, 2006
[8] Li Lanqing, Education for 1.3 Billion,Pearson Education and Foreign
Language Teaching&Research Press China

191

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

192

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

PENDEKATAN KO‐KREASI DALAM 

8 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN 
KARAKTER DI SEKOLAH: Pelajaran dari 
Sebuah Action‐Research * 

PENDAHULUAN

Kembalinya Pendidikan Karakter di Indonesia

Lebih dari 2000 tahun yang lalu, seorang filosof dan
negarawan Yunani mengatakan bawa ‘kesejahteraan suatu
bangsa ditentukan oleh karakter warga negaranya’[1].
Sejarawan Arnold Toynbee mengamati bahwa 19 dari 21
peradaban besar di dunia hancur bukan karena ditaklukkan
oleh musuh dari luar tetapi dari keterpurukan moral dari
dalam[2]. Dalam pidatonya pada tahun 1962, Presiden
Soekarno, salah seorang bapak bangsa ini, menyatakan bahwa
untuk menjadi bangsa yang kuat, Indonesia memerlukan ‘
nation and character building’[3].

* Risalah ini disajikan dalam First International Conference on Character
Education, Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8-9 November 2011, di
Yogyakarta; risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris..

193

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Sayangnya, di sekolah-sekolah di Indonesia, selama empat
dekade, dari awal tahun 1970-an sampai dengan tahun 2010,
pendidikan karakter seperti diabaikan atau tidak menjadi
prioritas utama. Walaupun UU No.20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan
watak adalah salah satu tujuan pendidikan [4], namun dalam
praktek tidaklah demikian halnya. Misalnya, sejak tahun
2004, kebijakan yang diterapkan dalam pelaksannaan
pendidikan adalah ‘kurikulum berbasis kompetensi’; semua
kriteria yang dipakai untuk menentukan keberhasilan seorang
siswa dan sekolah dalam proses pembelajaran dan
keberhasilan pendidikan secara umum adalah krieria berbasis
kompetensi; tidak satupun dari kriteria tersebut berkaitan
dengan karakter. Sebelumnya, kebijakan yang dipopulerkan
adalah ‘link and match’.

Nampaknya, kebijakan pembangunan ekonomi selama
periode tersebut menempatkan orang-orang Indonesia hanya
sebagai instrumenh ekonomi, atau hanya sebagai faktor
produksi. Pandangan seperti itu mengesampingkan peran
pendidikan dalam mengembangkan kualitas kemanusiaan
yang utuh, bahwa manusia adalah insan dengan nilai-nilai
moral dan aspirasi; bahwa mereka bukan benda. Dalam
komunitas manusia, karakter yang baik adalah satu kualitas
kemanusiaan yang sangat penting.

Untunglah, pada tanggal 11 Mei 2010, Presiden Republik
Indonesia menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia
haruslah diarahkan pada pengembangan karakter dan budaya
[ 5]. Bagi banyak orang dan kalangan yang sangat meyakini
pentingnya pendidikian karakter, pernyataan Presiden
tersebut benar-benar merupakan kabar gembira. Ini
diharapkan menjadi salah satu titik balik dalam reorientasi
pendidikan di Indonesia. Ini tidak berarti bahwa

194

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

pengembangan kompetensi tidak penting. Kompetensi sangat
penting pada era masyarakat pengetahuan ; namun demikian
kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa penguasaan
kompetensi hanya akan membawa kemaslahatan bagi
masyarakat luas apabila disertai dengan karakter yang baik.
Seseorang atau suatu kelompok dengan kompetensi yang
sangat tinggi tetapi dengan karakter buruk akan menjadi
sumber masalah bagi masyarakat atatu bahkan sumber
malapetaka bagi kemanusiaan.

Tantangan yang Dihadapi : Memimpin dan Mengelola
Perubahan.

Melakukan reorientasi pendidikan, dari berbasis kompetensi
menjadi pengembangan karakter adalah perubahan besar,
penting dan kritis, yang mencakup memprakarsai,
merancang, merencanakan, mempersiapkan implementasi,
implementasi dan memantau proses perubahan serta
mengevaluasi hasil perubahan.

Perubahan ini disebut perubahan besar karena perubahan ini
akan melibatkan sekitar 2,7 juta guru dan kepala sekolah, dan
akan berdampak pada sekitar 37 juta siswa. Hal ini disebut
penting dan kritis karena sebagaian terbesar masalah-masalah
yang dihadapi oleh Indonesia sekarang ini seperti korupsi,
hilangnya tolerasi terhadap perbedaan, rendahnya
produktivitas, pengrusakan lingkungan, konflik sosial
horizontal, berakar pada karakter yang buruk atau lemah.
Apabila Indonesia ingin menjadi bangsa yang dihormati di
dunia (dalam bidang budaya, sosial dan ekonomi), bangsa ini
sangat memerlukan generasi baru dengan karakter kuat. Oleh
karena itu, pendidikan karakter adalah salah satu hal yang
sangat menentukan masa depan Indonesia.

195

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Dengan melihat besarnya perubahan yang akan dilakukan,
reorientasi pendidikan menuju pendidikan karakter
seyogyannya dijalankan sebagi ‘gerakan nasional’, dalam arti
bahwa perubahan ini hendaknya dilakukan dengan
melibatkan, secara emosional dan intelektual, banyak orang
dari semua komponen bangsa, dan bergerak bersama dengan
dipandu oleh cita-cita bersama dan strategi yang jelas.
Pengembangan pendidikan di Indonesia tidak akan mencapai
tujuannya apabila diperlakukan sebagai proyek administratif,
yang kemudian direduksi menjadi proyek penerbitan buku
petunjuk teknis pelaksanaan, dan proyek dianggap sudah
selesai apabila buku yang dicetak sudah didistribusikan
kepada kepala sekolah dan guru, serta laporan proyek sudah
diserahkan.

Untuk mengembangkan kapabilitas sekolah di Indonesia
dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter dengan
cepat dan efektif, kita memerlukan pendekatan yang dapat
memunculkan potensi semua anggota komunitas sekolah
(khususnya guru dan kepala sekolah) dan membuat mereka
punya komitmen yang kuat untuk mengembangkan cara
kreatif dalam memimpin dan memfasilitasi proses
pembelajaran. Pendekatan ko-kreasi, yang akan diuraikan
dalam makalah ini, telah dipilih sebagai suatu pendekatan
untuk membantu para guru dan kepala sekolah dalam
meningkatkan kemampuan dan komitmen mereka untuk
mengembangkan pendidikan karakter yang efektif di sekolah
mereka.

Pendekatan ko-kreasi ini diterapkan pada lima sekolah
menengah di wilayah Jakarta. Program ini melibatkan 105
orang guru dan kepala sekolah, dimulai pada bulan Februari
2009 (15 bulan sebelum pidato Presiden R.I yang menyatakan
pentingaya pendidikan karakter) dan berakhir pada bulan

196

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

Februari 2011. Ini adalah sebuah ‘langkah rintisan’ yang
diprakarsai oleh Yayasan Jati Diri Bangsa dan dilakukan
dalam format ‘participatory action reseach’.

Di sini perlu dicatat bahwa sekolah hanyalah salah satu
tempat diantara banyak tempat di mana pendidikan karakter
terjadi. Para pelajar belajar ‘hal baik dan hal buruk’ dari
beberapat tempat dan media, seperti : keluarga, media massa,
teman sepergaulan, lembaga keagamaan. Di samping itu,
penulis sepenuhnya menyadari bahwa Indonesia
membutuhkan pendidikan karakter tidak hanya untuk siswa-
siswa sekolah, tetapi juga untuk orang tua. Walapun
demikian, risalah ini hanya memusatkan perhatian pada
pengamatan dan perubahan yang terjadi di sekolah. Di sini
diuraikan alasan pemilihan pendekatan ko-kreasi, ciri-ciri
utama pendekatan ko-kreasi, kegiatan-kegiatan dalam ko-
kreasi, strategi implementasi, hasil yang diamati dan pelajaran
yang diperoleh dari langkah rintisan ini.

ALASAN MEMILIH PENDEKATAN
KO-KREASI

Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali mengubah
orientasi pendidikan. Dalam semua perubahan ini,
tantangannya adalah bagaimana caranya agar perubahan
benar-benar terjadi pada semua lapisan, (termasuk di tataran
‘akar rumput’) di seluruh Indonesia, dan dampaknya
berkelanjutan. Menurut pengamatan penulis, selama ini
perubahan hanya terjadi di permukaan saja, dan dampaknya
tak berkelanjutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan nyata tak terjadi, terutama sekali: pendekatan yang
dipakai dalam memperkenalkan serta mengelola perubahan

197

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

tidak membangun komitmen jangka panjang dan tidak
meningkatkan keberdayaan pelaku paling penting pada
lapisan ‘akar rumput’, terutama sekali para guru dan kepala
sekolah. Tidak akan pernah ada perubahan sejati di sekolah
tanpa komitmen yang kuat dan peningkatan keberdayaan
para kepala sekolah dan guru.

Cara-cara berikut ini tidak akan membantu bahkan akan
menghambat upaya membangun komitmen dan peningkatan
keberdayaan guru dan kepala sekolah :

• Guru dan kepala sekolah, sebagai ujung tombak pelaku
perubahan pada tingkat sekolah, tidak dibantu untuk
memperoleh pengertian yang jelas mengenai alasan yang
mendasari perubahan; mereka tidak diberi pengetahuan
kontekstual yang menjadi latar belakang dari perubahan
yang dibutuhkan. Mereka perlu tahu ‘mengapa’
perubahan diperlukan, sebelum memahami ‘bagaimana’
perubahan akan dilakukan.

• Tidak cukup usaha yang dilakukan untuk membantu
mencerahkan para guru dan kepala sekolah untuk
mengembangkan atau membentuk mind-set baru.
Program perubahan seringkali langsung disajikan dalam
bentuk instruksi untuk melakukan kegiatan teknis dan
administratif, sementara implementasi dari orientasi baru
dalam pendidikan seringkali memerlukan mind-set baru.
Dalam hal ini, aspek perubahan mind-set diabaikan.

• Tidak cukup investasi untuk mengembangkan kapabilitas
baru bagi para guru dan kepala sekolah. Untuk
mengimplementasikan pendekatan atau cara baru, para
kepala sekolah dan guru perlu memiliki kapabilitas baru,
di samping mind-set baru. Apabila tidak ada cukup usaha

198

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

untuk membangun kapabilitas baru ini, maka perubahan
nyata tidak akan terjadi.
• Guru dan kepala diperlakukan semata-mata sebagai
‘pelaksana’ atau ‘operator’ dari petunjuk teknis. Mereka
tidak diberikan peran sebagai ’agen perubahan yang
paling penting’ atau sebagai pelopor yang ‘menciptakan’
perubahan di sekolah mereka. Mereka tidak diberikan
cukup peluang untuk terlibat aktif dalam proses
perancangan dan perencanaan perubahan. Hal ini akan
menyebakan ’tidak berkembangnya rasa memiliki’ pada
para guru dan kepala sekolah terhadap program-program
perubahan.
• Guru dan kepala sekolah tidak diberi wawasan dan
pengetahuan yang cukup yang diperlukan agar mereka
bisa melihat atau merasakan bahwa peran dan kontribusi
mereka dalam menciptakan perubahan memang
bermakna bagi kemajuan pribadi mereka sendiri dan
kemajuan pendidikan secara umum.

Cara ko-kreasi yang dipilih untuk menjalankan langkah
rintisan ini diharapkan bisa mencegah terjadinya praktek atau
cara yang menghambat proses perubahan yang diuraikan di
atas.

199

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

CIRI UTAMA DARI PENDEKATAN
KO-KREASI YANG DITERAPKAN

Dalam definisi yang singkat, ko-kreasi adalah upaya untuk
mencapai keadaan atau kinerja yang lebih baik dan bermakna
dengan cara mencipta dan mengembangkan bersama. Dalam
langkah rintisan ini, ada empat ciri utama dari pendekatan ko-
kreasi yang diterapkan untuk membangun komitmen dan
meningkatkan keberdayaan guru dan kepala sekolah untuk
pendidikan karakter: keterlibatan aktif guru dan kepala
sekolah, hubungan subyek-subyek, belajar bersama dan
berorientasi proses.

Keterlibatan Aktif Para Guru dan Kepala Sekolah.

Untuk membangun rasa memilki pada para guru dan kepala
sekolah terhadap program pengembangan pendidikan
karakter, para guru dan kepala sekolah diundang dan
diberikan kesempatan luas untuk berperan aktif dalam
mengembangkan metoda dan cara pendekatan dalam
mengembangkan pendidikan karakter di sekolah mereka
masing-masing. Keterlibatan seperti ini diharapkan dapat
menciptakan perasaan pada para guru dan kepala sekolah
bahwa mereka akan mengimplementasikan gagasan mereka
sendiri; mereka melakukan pengembangan karena mereka
yang menginginkannya dan tidak karena orang lain
menyuruh atau menginginkan mereka melakukan hal itu.
Rasa-memiliki seperti ini pada gilirannya akan menumbuhkan
dan menguatkan komitmen pada para guru dan kepala
sekolah untuk mengimplementasi program perubahan.

200

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

Hubungan Subyek-subyek

Proses ko-kreasi, yang melibatkan secara aktif para guru dan
kepala sekolah, difasilitasi oleh satu Tim Fasilitator. Tim ini
terdiri dari orang-orang yang punya pengetahuan luas dan
pemahaman tentang pendidikan karakter dan berpengalaman
dalam memfaslitasi diskusi kelompok. Tim Fasilitator
berperan dan bertindak sebagai mitra bagi para guru dan
kepala sekolah dalam mengembangkan gagasan mengenai
pengembangan pendidikan karakter. Mereka bukan kelompok
yang memberitahu para guru dan kepala sekolah tentang
bagaimana caranya mengembangkan pendidikan karakter.
Dalam kaitannya dengan keadaan di Indonesia pada
umumnya, hubungan subyek-subyek ini sangat penting
karena di masa lalu dalam proses perubahan seperti ini, para
guru dan kepala sekolah biasanya diposisikan sebagai obyek
yang pasif, dalam arti bahwa mereka hanya diminta
melaksanakan kegiatan dengan hanya mengikuti petunjuk-
petunjuk yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pihak lain.

Belajar Bersama, Belajar sebagai Sebuah Tim.

Dari perspektif pengembangan kapabilitas, proses ko-kreasi
adalah salah satu cara yang sangat sesuai untuk
mengembangkan cara ‘belajar sebagai sebuah tim’. Para
guru dan kepala sekolah diundang, diberi kesempatan dan
didorong untuk memberikan gagasan mengenai pendidikan
karakter. Dalam proses ini setiap gagasan disambut dengan
pikiran terbuka, dan para guru dan kepala sekolah dianjurkan
untuk memperkaya gagasan yang disampaikan dan
mengombinasikannya dengan gagasan lain untuk
mendapatkan gagasan baru dan yang lebih baik. Ini adalah

201

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

sebuah proses kreatif di mana setiap orang diharapkan
bersikap terbuka.

Berorientasi Proses, tidak Terpaku pada Hasil.

Pendekatan ko-kreasi sangat menekankan pentingnya proses.
Ini didasarkan pada pandangan bahwa hasil yang baik dan
berkelanjutan merupakan buah dari proses yang baik. Dalam
hal ini, salah satu tugas dari Tim Fasilitataor adalah
merancang proses pembelajaran yang memotivasi dan
memampukan para guru dan kepala sekolah secara bebas
mengembangkan gagasan-gagasan baru dan bertukar
pendapat dengan sejawatnya mengenai cara-cara kreatif
dalam mengembangkan pendidikan karakter. Mereka
didorong untuk menciptakan gagasan baru mengenai proses
pembelajaran, karena dalam pendidikan karakter, ‘cara’
pembelajaran seringkali berpengaruh lebih besar daripada
‘substansi’ pelajaran yang diberikan oleh para guru.

KEGIATAN DALAM KO-KREASI

Membangun Kesadaran Baru dan Menguatkan Rasa
Percaya Diri

Langkah pertama dalam proses ko-kreasi ini adalah
membangun kesadaran diantara para guru dan kepala sekolah
tentang pentingnya kebajikan dan karakter yang baik dalam
menentukan keberhasilan dan kesejahteraan seseorang, dan
kesejahteraan masyarakat. Kesadaran ini merupakan
prasyarat dari berkembangnya keyakinan kuat terhadap
kebajikan dan karakter yang baik. Dalam kegiatan ini, para

202

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

guru dan kepala sekolah juga dibantu untuk menyadari
tentang potensi yang mereka miliki dan menjadi lebih yakin
bahwa mereka dapat menjadi orang dan guru yang lebih baik
apabila mereka mau memunculkan potensi kebajikan yang
ada pada diri mereka. Seorang guru hanya akan bisa
melakukan pendidikan karakter sepenuh hati apabila dia
punya keyakinan kuat terhadap kebajikan dan kepercayaan
diri bahwa dia bisa menjadi orang yang lebih baik.

Mulai dari Diri Sendiri

Para guru dan kepala sekolah disediakan kesempatan terlibat
dalam proses kreatif untuk mengembangkan gagasan
mengenai pengembangan suasana, proses, substansi
pembelajaran dan cara memantau serta menilai hasil
pembelajaran dalam pendidikan karakter. Dari proses kreatif
ini, para peserta kemudian membangun ‘bank gagasan kreatif’
untuk pendidikan karakter.

Menyusun Rencana Tindakan.

Aktivitas berikutnya dalam proses ko-kreasi adalah
menyusun Rencana Tindakan untuk implementasi pendidikan
karakter di sekolah. Setiap tim, yang terdiri dari guru dan
kepala sekolah, diminta menyusun sebuah Rencana Tindakan.
Setiap tim dipersilakan untuk memilih gagasn-gagasan yang
ada pada bank gagasan untuk diterapkan di sekolah mereka,
sesuai dengan keadaan sekolah masing-masing.

203

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Mengimplementasikan Rencana Tindakan.

Dengan mengacu kerpada Rencana Tindakan yang sudah

disusun, setiap sekolah kemudian mulai

mengimplementasikan rencana yang sudah mereka susun.

Langkah ini pada dasarnya adalah sebuah upaya kreatif untuk

memulai perubahan suasana, proses dan substansi

pembelajaran di sekolah oleh para guru dan kepala sekolah

bersama-sama, sedemikian rupa sehingga para siswa

terinspirasi dan termotivasi untuk mengembangkan kebiasaan

baik di sekolah, di rumah dan di mana saja. Perubahan yang

dilakukan tidak harus perubahan besar. Setiap inisiatif

perubahan untuk perbaikan, sekecil apapun itu, disambut

dengan besar hati.

Mengamati Perubahan

Ketika Rencana Tindakan sudah diimplementasikan, secara
berkala Tim Fasilitator mengunjungi sekolah-sekolah yang
ikut serta dalam langkah rintisan ini untuk berdiskusi dengan
para guru dan kepala sekolah, dan mengamati perubahan
yang terjadi. Perubahan yang diamati mencakup perubahan
perilaku (perilaku kepala sekolah, guru dan siswa), suasana
dan proses pembelajaran, dan perubahan fisik lingkungan
sekolah.

204

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

STRATEGI IMPLEMENTASI

Kegembiraan Baru, Bukan Beban Baru

Kepala sekolah dan guru tidak akan termotivasi untuk
mencoba cara-cara baru dalam pendidikan karakter apabila
mereka memandang dan merasa bahwa implementasi cara
baru ini sebagai beban baru bagi dirinya. Oleh karena itu
dalam proses ko-kreasi ini, Tim Fasilitator membantu para
guru dan kepala sekolah untuk dapat melihat upaya kreatif
yang mereka lakukan dalam perspektif menciptakan
kegembiraan dan kebahagian baru. Kegembiraan baru ini
haruslah benar-benar dirasakan oleh para guru, kepala
sekolah dan para siswa.

Mulai dengan sesuatu yang Mudah, Murah dan
Menggembirakan.

Kesulitan dalam memulai perubahan akan meningkat apabila
para guru dan kepala sekolah memusatkan perhatian pada
hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan dan terperangkap oleh
pikiran tentang kendala. Untuk menghindari keadaan seperti
itu, para guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk memulai
perubahan dengan kegiatan yang bisa mereka lakukan,
rendah tingkat kesulitannya, tanpa biaya atau bisa dilakukan
dengan biaya relatif sangat kecil, namun berguna dan
membawa kegembiraan kepada mereka yang terlibat dalam
kegiatan ini.

205

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Mulai dari Diri Sendiri

‘Seseorang tidak bisa mengajarkan apa yang dia tahu;
seseorang tidak bisa mengajarkan apa yang dia mau;
seseorang hanya bisa mengajarkan siapa dia sebenarnya’ [6].
Kutipan ini sangat relevan untuk pendidikan karakter.
Pendidikan karakter memerlukan keteladanan tingkah laku
dan kebiasaan yang baik. Di sekolah, keteladanan diharapkan
diberikan oleh para guru dan kepala sekolah. Keteladanan ini
tidak boleh hanya berupa wacana, tetapi dalam bentuk
tingkah laku nyata, karena tindakan nyata gemanya jauh lebih
keras dan luas daripada wacana. Dengan demikian,
pendidikan karakter di sekolah mulai dengan pendidikan
karakter diri sendiri yang dilakukan oleh para guru dan
kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk
tidak menunggu orang lain untuk berubah; mereka hendaklah
mulai dari diri mereka sendiri, tidak peduli sekecil apapun
perubahan tersebut.

Perbaikan Terus Menerus

Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek yang berakhir
pada suatu waktu yang telah ditetapkan; pendidikan karakter
adalah upaya perbaikan terus menerus yang tak pernah
berakhir. Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk mulai
berbuat, mulai sesuatu yang baru, mengamati hasilnya dan
kemudian melakukan perbaikan lagi. Semangat dari upaya ini
adalah ‘ hari ini lebih baik dari kemarin, dan besok lebih baik
dari hari ini’.

206

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

Melibatkan Siswa

Pendidikan karakter, kapan dan di mana saja dimungkinkan,
hendaknya membuka kesempatan bagi para siswa untuk
berperan aktif dalam mendidik diri mereka sendiri. Guru dan
siswa dapat melakukan ko-kreasi (khususnya di sekolah
menengah) untuk menciptakan kegiatan-kegiatan yang
berguna bagi pengembangan karakter. Misalnya, keterlibatan
aktif para siswa dalam mengorganisasikan kegiatan
ekstrakurikuler akan memberi kesempatan kepada mereka
untuk belajar memimpin, bertanggung jawab, menghargai
perbedaan pendapat, dan belajar mengendalikan diri.

Melibatkan Orangtua Siswa

Orang tua siswa adalah mitra terpenting para guru dan
kepala sekolah dalam pendidikan karakter. Orangtua siswa
seyogyanya selalu diberikan informasi lengkap mengenai
program pengembangan karakter di sekolah, dan apabila
memungkinkan mereka terlibat sebagai relawan dalam
program-program tersebut.

Berbagi dan Berbagi

Para guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk berbagi
pengalaman diantara rekan sejawat mereka, khususnya
pengalaman tentang pengembangan suasana dan proses
pembelajaran yang membawa dampak pada pengembangan
karakter siswa. Berbagi pengalaman antar sekolah juga
dilakukan.

207

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Mengapresiasi Usaha dan Kemajuan.

Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk menaruh
perhatian yang lebih besar terhadap usaha yang dilakukan
oleh siswa dan kemajuan yang mereka capai dalam
mengembangkan perilaku dan kebiasaan baik serta
memberikan penghargaan terhadap hal-hal baik yang telah
mereka lakukan. Apresiasi atau penghargaan adalah cara
sederhana untuk menyampaikan pesan kepada para siswa
bahwa karakter baik sangatlah penting. Pada saat yang sama,
apresiasi juga akan menumbuhkan emosi positif dan
memotivasi para siswa untuk mempertahankan serta
menguatkan tingkah laku yang baik.

HASIL-HASIL

Berikut ini disampaikan beberapa hasil dari pendekatan ko-
kreasi untuk pengembangan pendidikan karakter yang
dijalankan dengan strategi di atas. Hasil ini mencakup
pandangan para guru dan kepala sekolah yang terlibat
mengenai jenis karakter yang perlu diprioritaskan dalam
pendidikan karakter di sekolah, gagasan-gagasan untuk
pengembangan pendidikan karakter di sekolah, dan
perubahan yang terjadi di sekolah.

Prioritas Pengembangan Karakter di Sekolah

Para ahli mengkategorikan karakter dengan berbagai cara.
Misalnya, Patterson dan Seligman mengidentifikasikan 24

208

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

jenis karakter sebagai manifestasi dari enam jenis kebajikan
[7].
Dengan melihat keadaan di Indonesia sekarang ini, dalam
proses ko-kreasi ini, para guru dan kepala sekolah diminta
menentukan jenis karakter yang paling penting untuk
dikembangkan sekarang ini melalui pendidikan di sekolah.
Mereka berpendapat bahwa ada delapan karakter yang harus
dijadikan prioritas utama dalam pendidikan karakter, yaitu:
• Kejujuran - berbicara benar, tidak berbohong, tidak

mencuri, tidak menipu, tidak mengambil sesuatu yang
bukan haknya.
• Bertanggung jawab - melakukan kewajiban dengan
sungguh-sungguh, tidak mencari kambing hitam
• Semangat belajar – rasa ingin tahu yang besar, kreatif,
suka melakukan eksplorasi, tekad kuat untuk menguasai
pengetahuan dan keterampilan baru
• Disiplin diri – mengendalikan diri sendiri, mengatur diri
sendiri
• Gigih – menyelesaikan tugas atau pekerjaan sampai
tuntas, pantang menyerah, tahan uji, tabah
• Mengapresiai kebinekaan – berpikir dan bersikap terbuka,
menghargai perbedaan, tidak memaksakan pendapat atau
keyakinan kepada orang lain
• Semangat berkontribusi – dermawan, senang berbagi,
suka membantu
• Optimis – yakin atas kemampuan sendiri untuk
mewujudkan masa depan yang lebih baik

209

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Gagasan-gagasan untuk Pengembangan Karakter di
Sekolah

Melalui satu seri lokakarya, para guru dan kepala sekolah
yang terlibat dalam proses ko-kreasi menghasilkan banyak
gagasan tentang cara pelaksanaan pendidikan karakter secara
kreatif. Gagasan-gagasan tersebut dapat dipilah menjadi lima
kategori, yaitu: suasana pembelajaran pada tingkat sekolah,
suasana pembelajaran di kelas, proses pembelajaran untuk
mata pelajaran tertentu, program pengembangan kapabilitas
guru dan kepala sekolah, dan kemitraan dengan orangtua
siswa.

Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Positif di Sekolah:
Gagasan kegiatan dalam kategori ini ditujukan untuk
mengembangkan lingkungan pembelajaran yang
mengembangkan emosi positif: gembira, hangat, saling
menghargai, saling percaya, optimism diantara para siswa dan
para guru di sekolah. Semua siswa dan guru dapat bekerja
sama untuk mengembangkan suasana pembelajaran yang
diharapkan.

Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Positif di Kelas: Ini
mencakup berbagai gagasan kegiatan yang diorganisasikan
pada tingkat kelas. Guru atau Wali kelas menjadi fasilitator
atau penasihat dari kegiatan-kegiatan ini.

Mengembangkan Program Pembelajaran untuk Mata Ajaran
Tertentu: Kategori ini terdiri dari berbagai gagasan kreatif
dari guru yang bertanggung jawab mengajar suatu mata
pelajaran tertentu. Tujuannya adalah, dengan menerapkan
cara yang kreatif, seorang guru dapat menjadikan mata

210

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya sebagai wahana
untuk pendidkan karakter.

Program Belajar Berkelanjutan bagi Para Guru dan Kepala
Sekolah: Semangat perbaikan terus menerus dalam
pendidikan karakter di sekolah hanya bisa dijalankan apabila
para guru dan kepala sekolah juga terus belajar. Mereka perlu
terus memperbarui pengetahuan dan semangat mereka agar
supaya mereka bisa menjadi sumber inspirasi bagi para
siswanya. Di sini diberikan beberapa gagasan kegiatan untuk
meningkatkan kapabilitas guru untuk pendidikan karakter.

Kemitraan dengan Orangtua Siswa: Ini mencakup gagasan
kegiatan yang diharapkan dapat menciptakan sinergi antara
pendidikan karakter di sekolah dan pendidikan dalam
keluarga. Kagiatan ini akan membuat orangtua punya lebih
banyak pengetahuan dan pemahaman mengenai pendidikan
karakter dan cara-cara meningkatkan kerjasama antara
orangtua dan guru dalam mengembangkan kebiasaan baik
pada siswa.

Perubahan pada Tingkat Individu dan pada Tingkat
Sekolah

Sesudah satu tahun implementasi Rencana Tindakan di
sekolah-sekolah, Tim Facilitator melakukan pengamatan,
wawancara dan survai untuk mengetahui perubahan yang
terjadi pada tingkat sekolah dan pada tingkat individu,
khususnya pada guru dan kepala sekolah.

211

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Perubahan pada Tingkat Individu. Ada delapan jenis
perubahan yang paling sering disebutkan oleh para guru dan
kepala sekolah yang terjadi pada diri mereka, yaitu:
• Disiplin diri yang lebih tinggi – menetapi janji, tepat

waktu, tidak datang terlambat.
• Komitmen yang lebih kuat untuk menjadi orang yang

lebih baik – lebih peduli pada orang lain, lebih senang
berbagi, lebih dermawan, lebih ikhlas, bekerja lebih
bersungguh-sungguh.
• Lebih bertanggung jawab – lebih hati-hati dalam
melakukan tugas, melakukan pekerjaan lebih baik.
• Berpikir positif – melihat persoalan dari sudut pandang
yang lebih optimis, lebih yakin tentang masa depan yang
lebih baik.
• Lebih mampu mengapresiasi orang lain: lebih menghargai
pendapat, kelebihan dan keberhasilan orang lain, menjadi
pendengar yang baik.
• Lebih sabar: lebih sabar menghadapi para siswa, mencoba
lebih memahami sikap dan perilaku siswa.
• Lebih terbuka – lebih terbuka terhadap gagasan baru,
tidak berburuk sangka.

Perubahan pada Tingkat Sekolah.Berikut ini adalah
perubahan pada tingkat sekolah yang diamati oleh para guru
dan kepala sekolah:
• Lingkungan fisik sekolah lebih bersih dan lebih hijau.
• Hubungan yang lebih positif antara guru dan murid (lebih

dekat, lebih ramah, lebih hangat)
• Para guru lebih memperhatikan para siswa dan lebih

mengapresiasi usaha dan kemajuan yang dicapai siswa.

212

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

• Kerjasama yang lebih baik diantara para guru dan
diantara guru dan kepala sekolah.

• Para siswa menunjukkan disiplin-diri yang lebih tinggi,
mereka mengambil tanggung jawab yang lebih besar
dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah, mereka
lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat, lebih
sopan dalam interaksi dengan orang lain.

BEBERAPA PELAJARAN

Keberdayaan versus Kepatuhan

Salah satu pelajaran yang diperoleh dari pendekatan ko-kreasi
ini adalah bahwa untuk menciptakan perubahan pada tingkat
‘akar rumput’ atau pada mereka yang berada digaris depan,
kita sangat memerlukan peningkatan keberdayaan. Metoda
kreatif dalam pendidikan karakter di sekolah merupakan hasil
dari kepala sekolah dan guru yang berdaya. Peningkatan
keberdayaan dilakukan dengan membantu para guru dan
kepala sekolah menumbuhkan kesadaran baru tentang
besarnya potensi yang mereka miliki, melihat perspektif baru
tentang pendidikan serta peran penting mereka sebagai guru
dan kepala sekolah, memperluas pengetahuan yang mereka
miliki, meningkatkan kemampuan bekerjasama dan belajar
dalam tim, dan dengan memberi kepercayaan, peluang untuk
mengekspresikan kreativitas mereka, serta memperlakukan
mereka sebagai orang yang bermartabat. Sayangnya, sebegitu
jauh, sampai saat ini, birokrasi di Indonesia dalam melakukan
perubahan di sekolah cenderung untuk lebih mengandalkan
kepatuhan daripada peningkatan keberdayaan.

213

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

Peran Menentukan dari Seorang Kepala Sekolah

Dalam memprakarsai dan melaksanakan perubahan di
sekolah, kepala sekolah memegang peran yang sangat
penting, bahkan menentukan. Dia bisa menjadi motor
perubahan atau penghalang perubahan. Seorang kepala
sekolah dengan pola pikir yang baru dan memilki
kemampuan memimpin, dengan mudah dapat
mempengaruhi para guru untuk menerima pola pikir baru
dan mengajak para guru untuk masuk dalam arus perubahan.
Namun, sebaliknya, perubahan akan sulit dilakukan apabila
kepala sekolah masih memegang pola pikir lama walaupun
semua guru sudah menerima pola pikir baru. Nampaknya,
cara pengelolaan sekolah yang birokratis dan sangat
berpegang pada hirarkhi yang kaku merupakan akar dari
masalah ini.

Semua Guru Terlibat

Agar supaya proses perubahan lebih cepat dan lebih lancar,
semua guru perlu diikut sertakan dalam proses ko-kreasi.
Apabila ada guru yang tidak terlibat dalam proses ini, guru
yang tidak terlibat atau tidak dilibatkan ini akan menjadi
beban bagi guru lain yang terlibat. Di samping itu, guru yang
tidak diikutkan sertakan dalam proses ko-kreasi merasa
ditinggalkan oleh rekan-rekannya dan merasa tersingkir.

214

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

Berbuat, Tidak Hanya Berteori

Ada banyak teori mengenai pendidikan karakter. Tetapi pada
tingkat sekolah, guru yang berani berbuat atau melakukan
sesuatu yang nyata, walaupun itu hanya upaya kecil untuk
perbaikan, membawa dampak lebih besar terhadap
perubahan pada siswa daripada guru yang tahu banyak teori
tetapi tidak melakukan usaha nyata melalui perbuatan. Dalam
pendidikan karakter, mengetahui apa yang baik tidak cukup;
guru haruslah melakukan kebaikan.

Pendidikan Karakter Mempengaruhi Prestasi
Akademik

Ada tanda-tanda awal bahwa perhatian yang lebih besar yang
diberikan para guru dalam memperbaiki suasana dan proses
pembelajaran untuk pendidikan karakter telah memberi
pengaruh positif terhadap prestasi akademik para siswa.
Nampaknya, perbaikan dalam sikap guru terhadap siswa
lebih ramah, lebih bersahabat, lebih apresiatif, kesediaan
menjadi pendengar yang baik dan cara kreatif dalam metoda
pembelajaran telah membuat kegiatan pembelajaran menjadi
lebih menggembirakan dan para siswa lebih termotivasi untuk
meraih prestasi yanhg lebih baik.

215

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

AGENDA SELANJUTNYA

Perbaikan Mutu Guru untuk Pendidikan Karakter

Tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa guru yang baik;
tidak ada pendidikan yang istimewa tanpa guru yang
istimewa. Untuk pelaksanaan pendidikan karakter, Indonesia
sangat memerlukan program perbaikan mutu guru. Program
ini perlu disediakan untuk semua guru dan kepala sekolah,
dari pendidikan usia dini sampai sekolah menengah atas.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik utama yang perlu
ada pada program tersebut.

• Mencerahkan. Program ini hendaknya dapat memberikan
pencerahan pada para guru dan kepala sekolah; sekurang-
kurangnya program ini dapat menumbuhkan kesadaran
baru atau menguatkan kesadaran yang sudah ada
mengenai pentingnya kebajikan dan karakter baik bagi
keberhasilan dan membangun kehidupan bermakna.
Program ini juga hendaknya dapat membantu para guru
dan kepala untuk menyadari besarnya potensi yang
mereka miliki.

• Menguatkan Komitmen untuk Menjadi Orang yang Lebih
Baik. Pendidikan karakter memerlukan guru yang
berkarakter baik. Hanya orang yang berkarakter baik yang
secara moral berhak mengajar kebaikan dan mengajak
para siswa menjadi orang baik.

• Mengembangkan Kreativitas. Pendidikan karakter
memerlukan guru dan kepala sekolah yang kreatif.
Program perbaikan mutu guru hendaknya dapat
menggugah, membantu dan mendorong para guru dan
kepala sekolah untuk memunculkan potensi kreatif
mereka.

216

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

• Mengembangkan Kepemimpinan. Dalam pendidikan
karakter, kepala sekolah dan guru diharapkan dapat
menjadi sumber inspirasi bagi para siswa untuk menjadi
orang yang lebih baik. Harapan ini bisa dipenuhi apabila
para guru dan kepala sekolah dapat mengembangkan
peran mereka sebagai pemimpin bagi para siswa, dan
tidak terjebak pada peran yang bersifat administratif saja.
Mengembangkan kepemimpinan hendaknya menjadi
bagian dari proram peningkatan mutu guru dan kepala
sekolah.

• Mendorong Kebiasaan Belajar dan Bekerjasama dalam
Tim. Program peningkatan mutu guru hendaknya dapat
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan sikap
yang dapat membuat para guru dan kepala sekolah
mudah dan senang belajar serta bekerjasama dalam tim,
tidak hanya bekerja dan berlajar sendiri.

Pendidikan untuk Calon Guru

Untuk meningkatkan kontribusinya bagi pendidikan karakter
di Indonesia, perguruan tinggi di Indonesia yang
menyelenggarakan pendidikan calon guru, hendaklah
memperkaya program pendidikan mereka. Ada tiga unsur
yang perlu dipertimbangkan dalam pengayaan program
pendidikan calon guru ini:
• Mengembangkan Pesemaian untuk Menghasilkan Guru

yang Berkarakter Baik dan Kompeten. Untuk
menghasilkan guru yang berkarakter baik dan kompeten,
lembaga pendidikan calon guru perlu memperkaya dan
memodifikasi proses pembelajaran, orientasi penelitian
dan orientasi program pengabdian kepada masyarakat.

217

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

• Menghasilkan Guru yang Berwawasan Luas. Pendidikan
karakter di sekolah bukanlah kegiatan yang terisolasi;
pendidikan karakter ini hendaknya menjadi bagian dari
kehidupan dan haruslah kontekstual. Oleh karena itu,
untuk membuat pendidikan karakter lebih bermakna,
seorang guru perlu memilki wawasan yang luas. Seorang
guru, mata pelajaran apapun yang diajarkannya, akan
berada dalam posisi yang lebih baik untuk melaksanakan
pendidikan karakter apabila punya pengetahuan
mengenai budaya dan sejarah.

• Menghasilkan Guru yang Bekerja dengan Hati.
Pendidikan guru pada dasarnya adalah pendidikan untuk
menyentuh hati, tidak hanya pendidiakn untuk mengasah
otak. Oleh karena itu, lembaga pendidikan karakter
memerlukan guru yang melakukan tugas-tugasnya
dengan hati, mereka yang melihat profesi guru bukan
hanya sebagai pekerjaan, namun sebagai panggilan
hidup.

Cara Baru untuk Menilai Hasil Pendidikan.

Pendidikan karakter memerlukan kriteria dan metoda
penilaian hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuannya.
Walaupun pendidikan karakter telah dinyatakan sebagai salah
satu tujuan utama pendidikan di Indonesia, tetapi dalam
kenyataan kriteria dan metoda yang dipakai untuk menilai
hasil pembelajaran belum berubah; yang dipakai tetap saja
kriteria dan metoda lama yang didasarkan pada ‘kurikulum
berbasis kompetensi’ yang tercermin dalam ‘Ujian Nasional’
sampai saat ini. Implementasi pendidikan karakter
memerlukan cara penilain yang memasukkan kriteria yang
merepresentasikan perkembangan karakter. Kriteria ini bisa
merupakan manifestasi dari kemajuan dalam pengembangan

218

——— Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ———

karakter pada tingkat individu, pada tingkat sekolah, pada
tingkat wilayah dan pada tingkat nasional. Hal ini sangat
penting karena pada tataran operasional ‘apa yang diukur, itu
yang dianggap penting dan itu yang dilakukan’. Kalau yang
diukur untuk penilaian keberhasilan adalah faktor-faktor
yang tidak ada hubungannya dengan karakter, maka yang
akan dilakukan oleh pelaksana di lapangan adalah hal-hal
yang juga tidak ada hubungannya dengan perbaikan
karakter.

Catatan Akhir

[1]. Lihat Thomas Lickona, Character Matters, (A Touchstone Book,
Published by Simon & Shuter, New York, 2004), h.4.
[2]. Ibid, h.4
[3]. Ir. Soekarno, ‘Tahun Kemenangan’, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid
Kedua, Cetakan Kedua, (Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1965),
p498.
[4]. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
[5]. Poin-poin Sambutan dan Pengarahan Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono pada Puncak Perayaan Hardiknas di Istana Negara, Tanggal 11
Mei 2010
[6]. Lihat Ir. Soekarno, ‘Menjadi Goeroe di Masa Kebangoenan’, Di Bawah
Bendera Revolusi, Jilid Petama, (Panitia Penerbit Di Bawah Bendera
Revolusi, 1965), h.611
[7]. Christopher Paterson & Martin E.P.Seligman, Character Strength and
Virtues: A Handbook of Classification, (Oxford University Press, 2004), h.29-
30.

219

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

220

— Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. ——

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN, 

9 KEBUDAYAAN DAN TANTANGAN UNTUK 
MEMBANGKITKAN KEMBALI JIWA 
KEJUANGAN DI INDONESIA * 

PENDAHULUAN

Manusia sebagai Pencipta Pengetahuan dan Kebudayaan.
Dibandingkan dengan mahluk lain, manusia adalah satu-
satunya mahluk yang paling banyak mengubah wajah muka
bumi ini, walaupun secara fisik manusia tidak banyak berbeda
dari mahluk-mahluk lainnya. Dari segi DNA, 98,4 % DNA
manusia sama dengan DNA simpanse [1]. Dengan kata lain
hanya 1,6% DNA manusia yang berbeda dengan

* Risalah ini disajikan sebagai Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana dan Pasca
Sarjana Universitas Paramadina tanggal 13 Maret 2010 di Jakarta.

221

—————————— Jangan Memanjat Pohon yang Salah ———————————

DNA simpanse. Namun perbedaan yang hanya 1,6% ini
membawa perbedaan yang sangat besar dalam kemampuan
manusia dibandingkan dengan simpanse dan mahluk-mahluk
lainnya. Dua kemampuan yang sangat membedakan manusia
dari mahluk lain adalah kemampuannya menciptakan
pengetahuan dan kebudayaan.

Pengetahuan manusia ada yang bersifat tacit dan ada yang
bersifat eksplisit. Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang
bersifat subyektif dan belum dikodifikasikan atau
distandardisasi. Sementara pengetahuan eksplisit adalah
pengetahuan yang sudah dibuat obyektif, dikodifikasikan
atau distandardisasi. Ilmu pengetahuan merupakan bagian
dari pengetahuan eksplisit. Pengetahuan manusia yang ada
sekarang adalah hasil akumulasi pengetahuan yang sudah
berjalan ribuan tahun, baik pengetahuan tacit maupun
eksplisit.

Pada awalnya pertambahan pengetahuan berlangsung agak
lambat, namun makin lama makin cepat. Diperkirakan
manusia baru memiliki pengetahuan membuat tembikar
tahun 8000 SM, dan memilki pengetahuan untuk membuat
roda pada tahun 3500 SM. Jadi di masa lalu diperlukan sekitar
5500 tahun untuk menambah satu pengethuan penting dalam
kehidupan manusia. Pengetahuan dan teknologi pengolahan
logam baru dikembangkan 2300 tahun sesudah manusia
memiliki pengetahuan membuat roda [2]. Namun, pada akhir
abad 20, pengetahuan manusia sudah berlipat dua setiap
delapan belas bulan [3]. Sekarang, waktu yang diperlukan
untuk berlipat ganda pasti lebih pendek.

222


Click to View FlipBook Version