The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku elektronik untuk bahan jarbmahasiswa STKIP Babunnajah Pandeglang

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mamanr080771, 2021-10-04 23:17:26

Bahan Ajar Menulis

Buku elektronik untuk bahan jarbmahasiswa STKIP Babunnajah Pandeglang

Keywords: Menulis

penulis. Akibatnya, pilihan dalam bentuk kalimat yang
beroposisi, yakni kalimat pasif yang berorientasi pada
gagasan dan kalimat aktif yang berorientasi pada penulis,
jatuh pada kalimat pasif. Kalimat aktif dengan penulis
sebagai pelaku perlu dihindari. Contoh:
(a) Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa

dalam menumbuhkan dan membina mahasiswa
berbakat dosen diharapkan bisa memberikan motivasi
dan layanan kepada mahasiswa yang jenius dan cerdas.
(b) Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa dalam
menumbuhkan dan membina mahasiswa berbakat
dosen diharapkan bisa memberikan motivasi dan
layanan kepada mahasiswa yang jenius dan cerdas.

Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak
berorientasi pada gagasan perlu pula dihindari. Contoh
kalimat (a) berorientasi kepada pelaku yang bukan penulis,
sedangkan kalimat (b) berorientasi pada gagasan.
(a) Kita tahu bahwa pendidikan di lingkungan keluarga

sangat penting dalam penanaman nilai-nilai karakter.
(b) Perlu diketahui bahwa pendidikan di lingkungan

keluarga sangat penting dalam penanaman nilai-nilai
karakter.

35

Dengan uraian di atas tidak berarti bahwa dalam
bahasa Indonesia keilmuan tidak dapat digunakan kalimat
aktif. Kalimat aktif dapat digunakan selama pelaku dalam
kalimat aktif itu merupakan realisasi orientasi gagasan
sebagaimana pada contoh kalimat berikut ini.
(a) Tarigan berpendapat bahwa pengajaran berbicara

dilaksanakan secara implisit dikaitkan, digandengkan,
dan dituangkan pada pokok bahasa membaca,
kosakata, struktur, pragmatik, maupun apresiasi
bahasa dan sastra Indonesia.
(b) Sejalan dengan pendapat itu, Akhadiah mengemukakan
pendapatnya bahwa guru tidak hanya memiliki
wawasan atau bekal ilmu yang luas serta mampu
menyusun bahan pembelajaran sesuai dengan
kurikulum, tetapi juga menguasai strategi dan teknik
dalam pencapaian tujuan pengajarannya.

4. Formal dan Objektif

Komunikasi ilmiah melalui teks ilmiah merupakan
komunikasi formal. Bahasa Indonesia yang digunakan
dalam komunikasi ilmiah berciri formal. Hal ini berarti
bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan

36

dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur
bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Ciri
formal itu tampak pada berbagai lapisan unsur bahasa:
kosakata, bentukan kata, dan bentukan kalimat. Pada lapis
kosakata dapat ditentukan kata-kata yang berisi formal dan
kata-kata yang berisi informal sebagaimana tampak pada
contoh berikut ini.

Ciri Formal Ciri Informal
Berkata Bilang
Karena
Tidak Lantaran
Beri Nggak
Sudah Kasih
Lepas Udah
Copot
dan Lain-Lain

Ciri formal juga ditampakkan pada unsur bentukan
kata. Bentukan kata tertentu memenuhi ciri formal,
sementara bentukan kata yang lain menandai ciri informal
sebagaimana pada contoh berikut ini.

37

Bentukan kata ciri formal Bentukan kata ciri informal
Bercerita cerita
Bernyanyi nyanyi
Mencuci cuci
Terjatuh jatuh
dapat
Mendapatkan ngelola
Mengelola pisah
Berpisah

Contoh tersebut di atas merupakan dua macam ciri
bentukan kata bercirikan informal. Ciri pertama adalah
tidak adanya unsur formatif (afiks). Ciri kedua adalah tidak
sesempurnanya afiks pada suku kata bentukan. Ciri ketiga
adalah adanya unsur formatif yang berasal dari bahasa
daerah.

Kalimat yang berciri formal ditandai oleh beberapa
ciri. Ciri pertama adalah kelengkapan unsur wajib sehingga
memenuhi kelengkapan isi preposisi, Kalimat (a) berikut
ini memenuhi persyaratan kelengkapan itu, sedangkan
pada kalimat (b) tidak.

38

(a) Moeliono menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas
dan eksak serta menghindari kesamaran dan ketaksaan
dalam pengungkapan.

(b) Menurut Moeliono menyatakan bahwa bahasa ilmiah
itu lugas dan eksak serta menghindari dari kesamaran
dan ketaksaan dalam pengungkapan.

Kalimat pragmatis sebagaimana yang diungkapkan
di atas merupakan kalimat yang tidak memenuhi
persyaratan kelengkapan unsur wajib. Ciri kedua adalah
kelengkapan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, yaitu
kata yang berfungsi atau bertugas memenuhi fungsi dan
hubungan unsur kalimat.

5. Penggunaan Istilah Teknis

Bahasa Indonesia keilmuan digunakan dalam
wacana teknis. Wacana teknis ini digunakan dalam bidang
keilmuan tertentu. Sesuai dengan pengunaannya, bahasa
Indonesia keilmuan digunakan dengan kelengkapan
peristilahan teknis. Wacana tertentu dilengkapi dengan
istilah-istilah teknis sesuai dengan bidang yang
diungkapkan. Dalam bidang medis misalnya dijumpai

39

istilah-istilah: radiologi, terapi, asma, urine, katarak,
anestesi, dan lain-lain. Bidang keuangan, misalnya: debitur,
kreditur, suku bunga, moneter, implasi, dan sebagainya.

C. Manfaat Penulisan Karya Ilmiah

Menurut Akhadiah ada empat manfaat yang
terdapat dalam menulis, yaitu: (1) menulis menyumbang
kecerdasan; (2) menulis mengembangkan daya inisiatif dan
kreativitas; (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4)
menulis mendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan informasi. Untuk lebih jelas manfaat
penulisan karya ilmah akan diuraikan berikut ini.

1. Menulis Menyumbangkan Kecerdasan

Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks.
Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan
mengharmoniskan berbagai aspek-aspek. Aspek itu
meliputi: pengetahuan tentang topik yang akan dituliskan,
penuangan pengetahuan itu ke dalam ramuan bahasa yang
jernih, yang disesuaikan dengan corak wacana dan
kemampuan pembacanya, serta penyajiannya selaras
dengan konvensi atau aturan penulisan. Untuk sampai pada

40

kesanggupan seperti itu, seseorang perlu memiliki
kalayakan dan keluwesan pengungkapan, kemampuan
mengendalikan emosi, serta menata dan mengembangkan
daya nalarnya dalam bebagai level berpikir, dari tingkat
mengingat sampai evaluasi.

2. Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan
Kreativitas

Dalam kegiatan membaca, segala hal telah tersedia
dalam bacaan itu untuk dimanfaatkan. Sebaliknya, dalam
menulisseseorang mesti menyiapkan danmensuplai sendiri
segala sesuatunya, unsur mekanik tulisan yang benar
seperti: pungtuasi, ejaan, diksi, pengalimatan, dan
pewacanaan, bahasan topik, serta pertanyaan dan jawaban
yang harus diajukan dan dipuaskannya sendiri. Agar
hasilnya enak dibaca, maka apa yang dituliskan harus ditata
dengan runtun, jelas, dan menarik.

3. Menulis Menumbuhkan Keberanian

Ketika menulis, seseorang penulis harus berani
menampilkan kediriannya, termasuk pemikiran, perasaan
atauemosi dan gayanya, serta menawarkannya kepada

41

publik. Konsekuensinya dia harus siap dan mau melihat
dengan jernih penilaian dan tanggapan apa pun dari
pembacanya, baik yang bersifat positif maupun negatif.

4. Menulis Mendorong Kemauan dan Kemampuan
Mengumpulkan Informasi.

Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan,
pendapat atau sesuatu hal yang menurutnya perlu
disampaikan dan diketahui oleh orang lain. Tetapi apa yang
disampaikannya itu tidak selalu dimilikinya saat itu.
Padahal dia tidak akan dapat menyampaikan banyak hal
dengan memuaskan tanpa memiliki wawasan atau
pengetahuan yang memadai tentang apa yang akan
dituliskannya, kecuali kalau memang apa yang ia
sampaikan hanya sekedarnya.

Kondisi ini akan memacu seseorang untuk mencari,
mengumpulkan dan menyerap informasi yang
diperlukannya. Untuk keperluan itu, ia mungkin akan
membaca, menyimak, mengamati, berdiskusi, dan
berwawancara. Lalu bagaimana ia akan memanfaatkan
informasi itu? Cara mengumpulkan dan menyerap
informasi bagi orang yang sekedar tahu untuk dirinya

42

sendiri atau untuk disampaikan kembali kepada orang lain
cenderung berbeda. Dimana letak perbedaan itu?

Perbedaan itu paling tidak terletak pada hal berikut
ini. Bagi penulis (termasuk pembicara), pemerolehan
informasi itu dimaksudkan dapat memahami dan
mengingatnya dengan baik, serta menggunakannya
kembali untuk keperluannya dalam menulis. Implikasinya
ia akan berusaha untuk menjaga sumber informasi itu serta
memelihara dan mengorganisasikannya sebaik mungkin.
Upaya ini dilakukan agar ketika diperlukan, informasi itu
dapat dengan mudah ditemukan dan dimanfaatkan. Bentuk
motif dan perilaku seperti itu akan mempengaruhi minat
dan kesungguhan dalam mengumpulkan informasi seperti
halnya membaca dan menulis serta strategi yang
ditempuhnya.

__________________

Sumber:

A.R., Syamsuddin. Dari Ide, Bacaan, Simakan Menuju
Menulis Efektif: Teori Teknik, Redaksi. (Bandung:
Geger Sunten, 2011), h. 2-5.

43

Akhadiah, Sabarti. Menulis I (Jakarta: Universitas Terbuka,
2001), h. 6.

Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran
Berbahasa (Ende Flores: Nusa Indah), hh. 179-180.

Kusumah, Encep, dkk., Menulis 2 (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2003), h. 3.

Semi, M. Atar. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. (Bandung:
Angkasa, 2007), hh.14-22.

Siswoyo. Karya Ilmiah. (Jakarta: Erlangga, 1982), hh. 7-13.

Thomson. The Writer Harbrace Handbook: Brief 2nd.ed.
(Boston: Thomson Wadsworth, 2005), hh. 203-239.

LATIHAN 1:

1. Tulislah sebuah proposal penelitian yang berkaitan
dengan mata kuliah bimbingan penulisan karya tulis
ilmiah. Pilihlah sebuah judul penelitian, lalu rumuskan
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
hipotesis penelitian, teknik serta metode penelitian, dan
penyusunan daftar pustaka. Perhatikan struktur peulisan
ilmiah, penalaran, kalimat, pengembangan paragraf,
diksi, ejaan dan tanda baca, dan kesesuain isi karya
ilmiah.

44

MATERI AJAR 2

PENALARAN

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari topik 2 (dua) mahasiswa dapat
menggunakan penalaran ilmiah dalam penulisan karya
ilmiah.

INDIKATOR
1. Mampu menggunakan penalaran dalam menulis ilmiah;
2. Mampu membedakan benar nalar dan salah nalar

dalam menulis ilmiah dan;
3. Mampu memberikan contoh-contoh salah nalar dalam

menulis ilmiah.
45

A. Penalaran Induktif

Di dalam paparan dan persuasi logika sangat
penting. Logika artinya bernalar, penalaran (reasoning)
adalah proses pengambilan kesimpulan (conclusion,
inference) dari bahan bukti atau petunjuk (evedence),
ataupun yang dianggap bahan bukti atau petunjuk. Secara
umum adalah dua jalan untuk mengambil kesimpulan
yaitu: lewat induksi dan diduksi.

Induktif dapat ditafsirkan sebagai berikut:
penalaran yang berawal pada yang khusus atau yang
spesifik dan berakhir pada yang umum. Kesimpulan
induktif selalu berupa generalisasi atau perumuman,
artinya pernyataan itu selalu meliputi sejumlah besar
peristiwa yang khusus.

Banyak generalisasi induktif berdasarkan fakta,
tetapi banyak juga yang hanya berupa asumsi atau andaian.
Andaian itu adalah fakta atau pernyataan yang dianggap
benar walaupun belum atau tidak dapat dibuktikan. Pada
induksi kita mengamati sejumlah peristiwa khusus dan
kemudian mengambil kesimpulan yang berupa generalisasi
yang berlaku atas kejadian yang disaksikan itu kita-kira

46

juga akan berlaku pada peristiwa yang sejenis pada waktu
yang akan datang.

Generalisasi induktif sering diperkuat oleh contoh,
perincian, penjelasan, pengkhususan, atau ilustrasi.
Generalisasi yang berdasarkan cita rasa orang, atau
keyakinan subjektif tidak dapat disanggah atau dibuktikan
salah tidaknya.

B. Penalaran Deduktif

Logika deduktif adalah kebalikan dari logika
induktif. Deduktif sering disebut penalaran dari umum ke
yang khusus atau penerapan generalisasi pada peristiwa
dari yang khusus untuk mencapai kesimpulan. Jadi, proses
deduktif berlangsung dalam tiga tahap, yaitu: (1)
generalisasi sebagai pangkal bertolak; (2) penerapan
generalisasi pada kejadian tertentu, dan (3) kesimpulan
deduktif yang berlaku bagi peristiwa khusus.

Hampir setiap keputusan atau kesimpulan yang kita
ambil berdasarkan pada deduktif, sedangkan generalisasi
yang kita gunakan sering diperoleh lewat pengamatan atau
eksperimen orang lain. Dalam proses deduktif hendaknya

47

diperhatikan bahwa pengandaian atau generalisasi yang
salah walaupun penalaran kita benar.

Penalaran deduktif namanya silogisme yang terjadi
ada tiga bagian, yaitu: premis mayor, premis minor, dan
kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis itu adalah
putusan (proposition) yang menjadi dasar bagi
argumentasi. Keputusan adalah pernyataan yang
menyuguhkan sesuatu atau mengingkarinya sehingga dapat
dikatakan benar atau salah. Putusan selanjutnya, baik
dalam bentuk yang positif maupun yang negatif, mungkin
benar, mungkin salah, dan mungkin juga menyangsikan.

Premis mayor, suatu generalisasi yang meliputi
semua unsur kategori, banyak diantaranya, atau hanya
beberapa unsur saja. Premis minor penyamaan suatu objek
atau ide dengan unsur yang dicakup oleh premis mayor.
Kesimpulan gagasan yang dihasilkan oleh penerapan
generalisasi dalam premis mayor pada peristiwa yang
khusus dalam premis minor.

Sumber dan jenis ragam premis mayor yang
mendasari kesimpulan deduktif, di samping generalisasi
induktif adalah tata nilai budaya, adat istiadat, agama,

48

keyakinan, wawasan, telah studi, politik, takhayul, dan
pikiran sehat.

Dalam paragraf yang bercorak penalaran deduktif
kalimat pokoknya biasanya suatu gagasan yang berupa
kesimpulan silogisme, sedangkan pengembangan paragraf
akan berupa usaha membuktikan kesahihan premis minor.

C. Salah Nalar
Salah nalar adalah gagasan, perkiraan, kepercayaan,

atau kesimpulan yang keliru atau sesat. Pada salah nalar
kita bisa mengikuti tata cara pemikiran dangan tepat.
Telaah atas kesalahan itu membantu kita menemukan
logika yang tidak masuk akal dalam tulisan. Di bawah ini
akan diberikan 10 (sepuluh) macam salah nalar yang dapat
dianalisis dalam karangan.

1. Deduksi yang Salah
Salah nalar yang amat lazim kesimpulan yang salah

dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis
yang tidak memenuhi syarat.

49

Contoh :
 Pak Budi bukan dosen yang baik karena mahasiswa

yang tidak lulus padanya lebih dari sepuluh persen.
 Pengiriman manusia ke bulan hanya penghamburan

uang.

2. Generasi yang Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebut juga induktif yang salah

karena jumlah percontohannya yang tidak memadai. Harus
dicatat bahwa kadang-kadang percontohan yang terbatas
mengizinkan generalisasi yang sahih :
Contoh :
 Orang Indonesia itu malas.
 Orang Cina suka senyap.
 Polisi jalan raya sering melanggar aturan lalu lintas.

Disini perlu diberikan pewatasan dengan kata beberapa,
banyak, prosentase kecil, misalnya.

50

3. Pemikiran “atau ini, atau itu”

Salah nalar ini berpangkal pada keinginan untuk
melihat masalah yang rumit dari dua sudut pandangan
(yang bertentangan) saja, isi pernyataan itu jika tidak baik,
tentu buruk; jika tidak benar, tentu salah; jika tidak putih,
tentu hitam.

D. Salah Nilai Atas Penyebaban

Generalisasi induktif sering disusun berdasarkan
sebab dan akibat, tetapi kadang-kadang tidak menilai
dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian.
Khususnya dalam hal-hal yang menyangkut manusia
penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah nilai atau
penyebabnya yang lazim terjadi adalah salah nalar yang
disebut post hoc, ergo propterhoc sesudah itu, maka karena
itu.

Contoh :
 Pemakaian Shampoo atau Ciptadent membuat orang

jadi populer.
 Kepala SMK meninggal dalam tahanan; ia mati karena

ditahan.

51

Salah tafsir juga sering mendasari salah nilai atas
penyebaban. Misalnya dalam takhayul orang.

Contoh:

 Kita perlu menginjak bumi tiga kali sesudah menyebut
kebaikan diri sendiri.

 Pemakaian batu cincin merah delima menyembuhkan
penyakit encok.

 Susi Susanti jadi juara karena kita menyertakan doa
restu baginya.

E. Analogi yang Salah

Analogi adalah usaha pembandingan dan
merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan
perenggangan. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa
dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena
logikanya yang salah.

Contoh :
 Rektor Universitas Mathla’ul Anwar harus bertindak

seperti seorang jenderal menguasai tentaranya agar
disiplin dipatuhi.

52

 Negara ibarat kapal yang menuju tujuannya. Jika,
nahkoda setiap kali harus memungut suara sebelum
menentukan arahnya, kapal itu tidak kunjung sampai.
Karena itu demokrasi dalam tata negara pun tidak
terlaksanakan.

F. Penyampingan Masalah

Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi tidak
mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah
dengan pokok lain, ataupun jika kita menyeleweng dari
garis.

Contoh :
 Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin

tidak mungkin terjadi karena UUD menetapkan asas
kekeluargaan untuk ekonomi kita.
 Mengapa dasar humor Indonesia itu berpangkal pada
kedunguan?
Orang Indonesia tidak mengenal humor.
 Argumentasi tentang perlunya perencanaan keluarga,
tidak perlu karena kalimantan kosong.

G. Pembenaran Masalah Lewat Pokok Sampingan

53

Salah nalar di sini muncul jika argumentasi
menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan atau
remeh untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya: orang
merasa kesalahannya dapat dibenarkan karena lawan juga
berbuat salah.
Contoh:
 Orang boleh berkorupsi sebab para pejabat juga

korupsi.
 Pegawai tidak perlu datang pada waktunya karena

atasannya juga sering terlambat.
 Janganlah membeli karcis jika naik bus kota, sebab

kondektur mengizinkan terlalu banyak penumpang.

H. Argumentasi lawan Hominim

Salah nalar ini terjadi jika kita dalam argumentasi
melawan orangnya dan bukan masalahnya. Khususnya di
bidang politik argumentasi jenis ini banyak dipakai.

Contoh:
 Usul perbaikan pemerintahan ditanggapi dengan

menuduh pengusulnya golongan ekstrem.
 Kepemimpinannya diragukan kerena ia mempunyai

lima model.

54

I. Himbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Dalam pembatasan masalah, orang sering

mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat
argumentasinya. Mengutip pendapat seseorang ahli amat
berguna walaupun kutipan itu tidak dapat membuktikan
secara mutlak kebenaran pokok masalah.
Contoh:
 Kita mengutip dewan mahasiswa tentang persyaratan

ujian sarjana.
 Kita mengutip pendapat bintang film tentang

pengembangan partai politik.
 Kita mengutip pendapat seorang jenderal tentang

pengembangan partai politik.

J. Non Seguaiter
Dalam argumentasi salah satu nalar ini mengambil

kesimpulan berdasarkan premis yang tidak atau hampir
tidak ada sangkut pautnya.

55

Contoh:
 PT. Astra merupakan pembuat mobil yang tebesar di

Indonesia, karena itu mobil Toyota yang dihasilkannya
adalah mobil yang terbaik.
 Golkar merupakan kelompok yang paling banyak
Cendikiawannya, karena itu asul-usulnya paling
bermutu.
 Pak Joni suka membentak-bentak. Banyangkan saja
bagaimana ia menghajar anaknya di rumah

__________________
Sumber:
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad, dan Sakura H. Ridwan.

Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia
(Jakaarta: Erlangga, 1989), hh. 41-46.
Akhadiah, Sabarti. Menulis I (Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 2001), h. 23.
H.P., Achmad. Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatulloh, 2008), h. 5.

56

Keraf, Gorys. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran
Bahasa(Ende Flores: Penerbit Nusa Indah, 1997), hh.
1-10.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hh.
39-46.

LATIHAN 2:

Isilah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!

1. Apa saja manfaat penalaran dalam penulisan karya
ilmiah?

2. Apa yang menyebabkan terjadinya salah nalar dalam
penulisan karya ilmiah?

3. Tuliskanlah lima buah contoh kalimat salah nalar
dalam penulisan ilmiah?

4. Tuliskanlah masing-masing 2 (dua) contoh penalaran
deduktif dan indukatif dalam menulis ilmiah!

5. Jika Anda menulis proposal penelitian/skripsi, apakah
Anda menggunakan penalaran deduktif atau induktif,
berikan alasan!

Tingkat Pengusaan : Jumlah jawaban yang benar x 100%
5

57

MATERI AJAR 3

KALIMAT

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ajar 3 mahasiswa dapat
membangun struktur kalimat yang digunakan untuk
menulis karya ilmiah

INDIKATOR
1. Mampu mengembangkan jenis-jenis struktur kalimat

dalam menulis ilmiah
2. Mampu membedakan struktur kalimat berdasarkan

gramatikalnya dan bentuk gayanya (retorikanya), dan
3. Mampu menyusun keefektifan kalimat dalam menulis

ilmiah

58

A. Struktur Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang disusun oleh
kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Di dalam
kalimat itu dinyatakan dengan unsur subjek dan predikat
yang dirakit secara logis. Dalam karangan, kalimat
merupakan satuan yang terkecil, dalam analisis gramatikal,
satuan yang terbesar, di samping yang lebih kecil, frase dan
klausa.

B. Jenis Kalimat

Kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan penulis
atau pembicara. Jenis pikiran dan perasaan berbeda-beda,
alasan berkomunikasi juga berbeda-beda. Tidak
mengherankan jenis kalimat juga berbeda-beda.
Penggolongannya dapat didasarkan pada maksud, struktur,
dan bentuk retorikanya.

1. Jenis Kalimat Menurut Bentuknya

Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan
menjadi deklaratif, introgatif, imperatif, aditif, responsif dan
interjektif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas
menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis

59

itu. Dalam bahasa tulis, perbedaan dijelaskan dengan
bermbaca-macam tanda baca.

a. Kalimat Deklaratif (Pernyataan)
Kalimat deklaratif adalah kalimat yang

mengandung intonasi deklaratif, yang dalam ragam
tulis (intonasi menurun, diberi tanda titik), Contoh: (1)
Gaji pegawai negeri tidak dinaikkan, (2) Dalam bulan
puasa kaum muslimin berpuasa.,dan (3) Ir. Alwan
Murfid presiden direktur PT. Pembangunan Jaya.

b. Kalimat Introgatif (Pertanyaan)
Kalimat introgatif adalah kalimat yang

mengandung intonasi introgatif, yang dalam ragam tulis
biasanya diberi tanda Tanya (?). Jenis kalimat introgatif
ini ditandai pula oleh partikel tanya seperti kah atau
kata tanya, seperti apa…, bagaimana …, mengapa …
Contoh: (1) Apa saudara seorang pegawai negeri?,(2)
Bagaimana cara menggunakan alat ini?, (3) Mengapa
baru sekarang aku mencintainya?

c. Kalimat Imperatif (Perintah)
Kalimat imperatif adalah kalimat yang

mengandung intonasi imperative, yang dalam ragam
bahasa tulis biasanya diberi tanda seru (!). Jenis kalimat

60

imperative ini ditandai pula oleh partikel seperti -lah,
atau kata-kata seperti hendaklah dan jangan. Contoh:
(1) Bacalah buku itu!, (2) Berikanlah hadiah ini kepada
orang itu!, dan (3) jangan marah!.

d. Kalimat Aditif
Kalimat aditif adalah kalimat terikat yang

bersambung pada kalimat pernyataan, dapat lengkap,
dapat tidak. Contoh: (1) Sedangkan bulan Desember,
terang hujan tidak ada. (2) Cuma belum punya anak.

e. Kalimat Responsif
Kalimat responsif adalah kalimat terikat yang

bersambung pada kalimat pertanyaaan, dapat lengkap
dapat tidak. Contoh: (1) Ya!, (2) Tadi pagi!, (3) sedang
merah!

f. Kalimat Interjektif
Kalimat interjektif adalah kalimat yang dapat

terikat atau tidak seruan ada dua macam: (a) yang
terjadi dari klausa lengkap ditandai oleh partikel
seperti: alangkah, mudah-mudahan, dan bukankah; (b)
yang terjadi dari struktur bukan klausa. Dalam hal ini
ditandai oleh partikel seru, seperti: aduh, wah, dan
amboi.Contoh: (1) Wah, ini baru kejutan!, (2) Amboi,

61

cantiknya gadis itu!, (3) mudah-mudahan Tuhan selalu
menyertaimu!.

2. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya

Menurut strukturnya, kalimat berjenis tunggal dan
majemuk (kompleks). Yang majemuk dapat bersifat setara
(koordinatif). Semuanya dipakai dalam karangan yang baik
sesuai dengan pokok pikiran yang diajukan. Gagasan yang
tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan yang
bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat majemuk.

a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu

predikat, tetapi yang masing-masing dapat berupa
bentuk majemuk. Contoh: (1) Budi (dan saya) menulis
(dan membaca). (2) Kami bergotong-royon, Mereka
menonton televisi di dalam rumah.

b. Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara terdiri atas dua suku

kalimat (klausa) atau lebih, tanda koma memisahkan
suku kalimat itu jika subjeknya berbeda. Jika kata
penghubungnya menunjukkan pertentangan, atau jika
suku kalimat itu panjang-panjang. Gagasan yang segi-

62

seginya sama pentingnya (sejumlah kalimat tunggal)
dituangkan ke dalam kalimat majemuk setara. Contoh:
(1) Badannya kurus, dan mukanya sangat pucat, (2)
Orang itu hidup dalam kemewahan, sedangkan
tetangga-tetangganya hidup serba kekurangan. (3)
Mereka sedang belajar, atau mungkin mereka sedang
mengobrol.

c. Kalimat Majemuk Taksetara
Kalimat majemuk bertingkat (taksetara) terdiri

atas satu kalimat yang bebas dan suku kalimat atau
lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini
menggambarkan taraf kepentingan yang berbeda-beda
di antara unsur gagasan yang mejemuk. Inti gagasan
dituangkan ke dalam suku induk, sedangkan
pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab-
akibat, tujuan, syarat, dan sebagainya. Dengan aspek
gagasan yang lain, yang terungkap dalam suku anak,
akan ternyata dari tata susunannya. Contoh: (1) Ia
mengakui bahwa ia jatuh cinta kepadaku. (2) Maria dan
kepala regu penyiar pria mengetahui bahwa aku
mendapat dukungan yang kuat dari kepala bagian
siaran.

63

d. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemuk campuran jenis ini terdiri dari

dua suku bebas atau lebih (sifat kesetaraannya) dan
satu suku terikat atau lebih (sifat kesataraannya).
Contoh: (1) karena sudah malam, kami berhenti dan
semua kawan kami langsung pulang. (2) kami pulang,
tetapi semua kawan kami masih tinggal karena belum
selesai pekerjaannya.

3. Jenis Kalimat Menurut Bentuk Retorikanya

Bentuk retorikanya di sini berarti rancangan, gaya,
tata susunan, atau arsitektur kalimat yang menentukan
efeknya terhadap pendengar atau pembaca. Kalimat yang
secara gramatikal sudah baik belum tentu memuaskan dari
sudut retorikanya. Unsur kalimat harus dikendalikan dan
dikelompokkan, kata yang tepat harus dipilih dan ditata,
sehingga hasilnya menunjukkan keserasian. Dengan kata
lain, kalimat itu harus efektif. Menurut bentuk retorikanya,
kalimat dapat digolongkan menjadi kalimat yang melepas
(induk-anak), kalimat yang berklimaks (anak-induk), dan
kalimat yang berimbang (setara dan campuran).

64

a. Kalimat yang Melepas
Kalimat yang melepas mulai dengan struktur

subjek-predikat (suku induk) yang diikuti unsur
tambahan yang sifatnya mana suka. Kalimat itu sudah
lengkap walaupun seandainya unsurtambahan itu
dihilangkan. Contoh: (1) Saya tidak akan datang, jika
nanti hujan. (2) Kami belajar di aula.

b. Kalimat yang Berklimaks
Kalimat yang berklimaks mulai dari unsur

tambahan yang diikuti oleh struktur utama (suku
induk) sehingga membangun ketegangan. Kalimat itu
baru selesai dan lengkap dengan adanya kata yang
terakhir. Contoh: (1) Jika nanti hujan, saya tidak akan
datang. (2) Di aula, kami belajar.

c. Kalimat yang Berimbang
Kalimat berimbang adalah kalimat majemuk

setara atau campuran yang strukturnya
memperlihatkan kesejajaran. Gagasan yang
menunjukkan penalaran yang sejalan dituangkan ke
dalam bangun kalimat yang bersimetri. Contoh; (1)
Orang itu miskin, lagi pula sangat malas. (2) Mereka
memilih buku ini, atau menghafalkan diktat ini., dan (3)

65

Mereka sedang belajar, atau mungkin mereka sedang
bermain.

4. Keefektifan Kalimat

Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara
tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat
membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus
diperhatikan, yaitu: kesatuan gagasan, kepaduan,
penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa, penekanan,
kesejajaran, dan variasi. Di samping ke tujuh aspek tersebut
ada pula tiga hal lain yang perlu mendapat perhatian pada
saat kita menulis, yakni pilihan kata, ejaan, dan tanda baca.
(pungtuasi).

a. Kesatuan Gagasan
Seperti halnya paragraf, gagasan sebuah kalimat

harus jelas. Jika gagasan utama sebuah paragraf
terletak dalam kalimat pokok atau utama, gagasan
utama kalimat terletak pada subjek dan predikat
kalimat. Sebuah kjaliamat, terutama kalimat dalam
laras ilmiah, harus mengandung sebuah subjek dan
predikat. Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam

66

laras komik, laras dongeng, atau tulisan berjenis narasi
dan deskripsi.

Dalam tata bahasa Indonesia dikenal lima fungsi
dalam kalimat, masing-masing adalah subjek, predikat,
objek, pelengkap, dan keterangan.Subjek dan predikat
merupakan inti kalimat. Inti kalimat yang memiliki
predikat berupa kata kerja yang transitif dapat
dilengkapi oleh objek. Kalimat yang memiliki predikat
berupa kata kerja yang intransitive dapat diikuti oleh
pelengkap.

Subjek adalah bagian kalimat yang menandai
apa yang dinyatakan oleh penulis. Subjek dapat berupa
kata benda, kata kerja, frase yang dibendakan, atau
klausa terikat.

Predikat adalah bagian kalimat yang menandai
apa dinyatakan oleh penulis tentang subjek. Dalam
bahasa Indonesia, predikat dapat berupa kata kerja,
kata benda, kata sifat, kata bilangan dan frase kata
depan. Perilaku predikat dalam bahasa Indonesia
berbeda dari bahasa-bahasa barat seperti Inggris,
Perancis atau Jerman.

67

Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi
kata kerja sebagai hasil perbuatan, yang dikenai
perbuatan, yang menerima, atau yang diuntungkan
oleh perbuatan. Untuk itu, dibedakan antar objek
langsung dan objek tak langsung. Objek langsung
berupa kata benda, frase yang dibendakan, atau klausa
terikat. Predikat yang membutuhkan objek adalah kata
kerja transitif yang ditandai oleh kata berawalan me-,
me-i, atau me-kan.

Pelengkap adalah bagian klausa yang
merupakan bagian dari predikat kata kerja yang
menjadikannya predikat lengkap. Beda pelengkap dari
objek adalah bahwa objek dalam kalamat transitif aktif
dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Predikat
yang diikuti oleh pelangkap adalah kata berawalan be-,
ter-, ke-an, ber-an, ber-kan, atau kata-kata menjadi,
merupakan. Ada berbagai jenis pelangkap. Sementara
ini, yang didaftarkan dalam pengajaran bahasa adalah
sebagai berikut:
a. Pelengkap subjek
b. Pelengkap objek
c. Pelangkap pelaku

68

d. Pelengkap musabab
e. Pelengkap pengkhususan
f. Pelangkap resiprokal
g. Pelengkap pemeri

Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak
merupakan inti kalimat. Keterangan berfungsi
meluaskan atau membatasi makna subjek atau
predikat. Jika keterangan dalam kalimat dihilangkan,
informasi yang terkandung dalam kalimat tidak akan
berubah. Keterangan dalam kalimat ditandai oleh kata
depan (preposisi) yang mendahuluinya. Berbagai
keterangan yang sementara ini digunakan dalam
pengajaran bahasa adalah sebagai berikut:
a. Keterangan akibat
b. Keterangan perwatasan
c. Keterangan alasan
d. Keterangan alat
e. Keterangan modalitas
f. Keterangan asal
g. Keterangan kualitas
h. Keterangan waktu
i. Keterangan perlawanan

69

j. Keterangan kuantitas
k. Keterangan tempat
l. Keterangan objek
m. Keterangan sebab
n. Keterangan tujuan
o. Keterangan subjek
p. Keterangan syarat
q. Keterangan peserta

Ada dua jenis kesatuan dalam sebuah kalimat,
yaitu kesatuan tunggal dan kesatuan gabungan atau
majemuk. Kalimat yang mengandung kesatuan tunggal
adalah kalimat yang mengandung hanya sebuah subjek
dan sebuah predikat. Kalimat demikian dapat memiliki
objek atau pelengkap dan dapat pula diperluas oleh
keterangan.

S1+P1 (+O/Pel) (+Ket.)

Kalimat yang mengandung kesatuan majemuk
atau gabungan adalah kalimat yang mengandung lebih
dari satu subjek dan predikat. Kesatuan itu dapat
bersifat setara (koordinatif) atau bertingkat

70

(subordinatif). Kesatuan setara adalah penggabungan
dua kalimat menjadi sebuah kalimat dengan sebuah
kata hubung atau konjungsi.

S1 + P1 + Konjungsi + S2 + P2

Kesatuan bertingkat adalah penggabungan dua
kalimat atau lebih dengan cara menyisipkan salah satu
kalimat ke dalam kalimat lainnya diawali oleh sebuah
kata hubung. Kalimat yang menyisip disebut anak
kalimat, sedangkan kalimat yang disisipi disebut induk
kalimat.

S1____________________+ P1
Konjungsi + S2+P2

Contoh:

Bahwa ujian akan diundur sudah diketahui semua orang

Konj. + S2+ P2 = S1 P1 Pelengkap

S1+P1 + ___ O1_________
Konjungsi + S2 + P2

Contoh:

IamengatakanbahwaPemilu akan berlangsung damai
S1P1Konj. + S2+ P2

71

S1+ P1 + ______Keterangan_____
Konjungsi + S2 + P2

Contoh:

Peraturan ituberlakusetelah Rektor baru dilantik

S1 P1 Konj. + S2 + P2

b. Kepaduan
Kepaduan dalam kalimat berkaitan dengan

hubungan timbal balik yang baik dan jelas di antara
unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang
membentuk kalimat itu. Hubungan itu harus logis dan
jelas bagi pembaca. Sering kali, ada kalimat yang terlalu
panjang sehingga sulit bagi pembaca untuk mengetahui
maksud penulis. Perlu diingat bahwa keterangan yang
baik adalah keterangan yang dekat pada hal yang
diterangkannya. Jika terlalu banyak keterangan yang
disisipkan ke dalam sebuah kalimat, pembaca akan
kehilangan fokus.

c. Penalaran
Kesatuan dan kepaduan dalam kalimat tidak

akan tercapai jika tidak disertai oleh penalaran.

72

Penalaran adalah suatu alur berpikir yang berusaha
agar kalimat dapat dipertanggungjawabkan dan dapat
dipahamidengan mudah, cepat, tepat, serta tidak
menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur dalam
kalimat dihubung-hubungkan sehingga membentuk
kesatuan pikiran yang masuk akal.

Kalimat majemuk, kalimat yang panjang dan
luas merupakan kalimat yang mengandung gabungan
gagasan. Gagasan-gagasan itu dihubungkan secara logis
oleh kata hubung atau konjungsi. Berikut ini,
didaftarkan berbagai hubungan yang terbentuk di
antara unit-unit bahasa dengan penggunaan kata
hubung tertentu. Di dalam karya tulis, hubungan logis
harus diungkapkan secara eksplisit agar pembaca
mudah memahami maksud penulis. Bahasa Indonesia
mengenal tiga macam hubungan logis, diantaranya
sebagai berikut:
1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di

antara bagian-bagian kalimat (proposisi).
Contoh: Museum itu kecil, tetapi memiliki koleksi
yang sangat berharga. Hubungan koordinatif

73

dengan makna tertentu ditandai oleh kata hubung
tertentu, yaitu sebagai berikut:
a) Hubungan penambahan; dan
b) Hubungan pendampingan; serta
c) Hubungan pemilihan; atau
d) Hubungan perlawanan; tetapi, melainkan
e) Hubungan pertentangan; padahal, sedangkan

2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di
antara bagian-bagian kalimat.
Contoh:Istana itu tidak hanya menarik, tetapi juga
merupakan warisan sejarah. Hubungan korelatif
ditandai oleh kata sambung yang menunjuk hubungan
logis tertentu.
a) Hubungan penambahan; baik … maupun ….; tidak
hanya …., tetapi juga…; bukan hanya …., melainkan
juga…
b) Hubungan perlawanan: tidak …, tetapi…; bukan …,
melainkan…
c) Hubungan pemilihan; apakah … atau…; entah …
entah…
d) Hubungan akibat: demikian …, sehingga …:
sedemikian rupa …, sehingga …

74

e) Hubungan penegasan: jangankan …, … pun …

3. Hubungan subordinat adalah hubungan

kebergantungan diantara induk kalimat dan anak

kalimat.

Contoh: Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun

hanya sedikit penontonnya.

Ada tiga belas macam hubungan subordinatif yang

masing-masing ditandai oleh kata sambung yang

berbeda.

1) Hubungan waktu

a. Awal: sejak, semenjak, sedari.

b. Serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara,

bagitu, seraya, selagi, selama, sambil, demi.

c. Posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai,

seusai.

d. Anterioritas: sebelum.

e. Akhir: hingga, sampai.

2) Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal

(kan), bila, manakala, dengan syarat.

3) Hubungan pengandaian: andaikata, seandainya,

umpamanya, sekiranya.

4) Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan).

75

5) Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun,
meskipun, walaupun, sekalipun, sungguhpun,
kendatipun.

6) Hubungan perbandingan: seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat,
daripada, alih-alih.

7) Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh
sebab.

8) Hubungan hasil atau akibat: sehingga, maka(nya),
sampai-(sampai)

9) Hubungan alat: dengan, tanpa.
10) Hubungan cara: dengan, tanpa.
11) Hubungan pelengkap: bahwa, agar, untuk, apakah

(dan kata Tanya lain).
12) Hubungan keterangan: yang.
13) Hubungan perbandingan: sama …, dengan…, lebih

…, daripada…., berbeda …, dari.

d. Kehematan atau Ekonomi Bahasa
Kehematan adalah penggunaan kalimat yang

tidak berbelit-belit dan tidak boros kata. Kalimat yang
berbelit-belit dapat memancing kesan bahwa penulis
tidak menguasai persoalan dan hanya menghabiskan

76

waktu pembaca. Kehematan menyangkut kemahiran
dalam soal kaidah bahasa dan pengetahuan makna
kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang
dibutuhkan atau kata yang menambah nilai arstistik
boleh dihilangkan.

Panjang sebuah kalimat yang mudah dicerna
oleh pembaca umum atau anak-anak adalah 15-20
kata. Untuk pembaca dengan tingkat pendidikan tinggi,
dengan kemampuan sintesis yang lebih tinggi, kalimat
dapat dibangun oleh lebih dari 25 kata. Akan tetapi,
tidak dianjurkan kalimat mengandung lebih dari 30
kata.

Kehematan dapat diperoleh dengan lima cara,
yaitu sebagai berikut:
1) Menggunakan kata yang lugas dan imbuhan yang

jelas.
2) Menghindari penggunaan subjek yang sama dalam

sebuah kalimat.
3) Menghindari penggunaan hiponim.
4) Menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di

depan kalimat.

77

5) Menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada
kata bilangan di depan kata benda.

e. Penekanan
Gagasan utama dalam sebuah kalimat tidak

sama dengan penekanan atas sebuah kata dalam
kalimat.Penekanan dalam sebuah kalimat adalah usaha
penulis untuk menampilkan fokus dalam kalimat.
Penekanan dalam kalimat dapat bergeser dari satu kata
ke kata lain dalam sebuah kalimat, sedangkan gagasan
utama dalam kalimat tidak dapat dipindah-pindah.
Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca.
Dalam ragam lisan, penekanan dapat diperoleh dengan
member tekanan pada kalimat dengan intonasi
tertentu disertai dengan mimik dan gerak tubuh.

Dalam ragam tulis, ada berbagai cara untuk
memberi tekanan kepada kata dalam sebuah kalimat,
diantaranya:
1) Mengubah posisi dalam kalimat, yaitu dengan

meletakkan kata atau kelompok kata yang penting
di awal kalimat.

78

2) Mengulang kata yang dianggap penting dalam
kalimat.

3) Mempertengtangkan sebuah kata atau gagasan
dengan kata atau gagasan lain dalam kalimat
sehingga muncullah gagasan yang dipentingkan,
dan

4) Memberi partikel penekan pada kata yang akan
ditonjolkan dalam kalimat.

f. Kesejajaran
Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur

yang sama penting dan sama fungsinya secara
berurutan dalam kalimat. Dalam penyusunan itu, harus
diperhatikan bahwa digunakan bentuk bahasa yang
sama atau konstruksi yang sama. Kesamaan itu penting
untuk menjaga pemahaman dan fokus pembaca.
Kesejajaran atau paralelisme itu terwujud dalam
bentuk sebagai berikut:
1) Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata

(frase), urutan berikutnya harus dinyatakan dalam
kelompok kata (frase) juga,

79

2) Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu,
urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelas
kata yang sama.

g. Variasi
Variasi dalam kalimat adalah penggunaan

berbagai pola kalimat untuk mencegah kebosanan
pembaca dan untuk menjaga agar minat dan perhatian
pembaca tetap terpelihara. Ada berbagai variasi dalam
kalimat, yaitu:
1) Cara mengawali sebuah kalimat:

a. Subjek pada awal kalimat.
b. Predikat pada awal kalimat, atau
c. Keterangan pada awal kalimat.
2) Panjang pendek kalimat.
3) Jenis kalimat, seperti kalimat berita, kalimat
perintah, dan kalimat tanya.
4) Kalimat aktif dan kalimat pasif.
5) Kalimat langsung atau tidak langsung.

80

Contoh: Pembentukan Kata

I. Kata Kerja Pelaku Perjuangan (hal proses)
Berjuang Pejuang Peladangan (hal berjuang)
Berladang Peladang Perdagangan (hal berladang)
Berdagang Pedagang (hal berdagang)

II. Kata Kerja Pelaku Hal (Proses) Hasil
Menulis Penulis Penulisan Tulisan
Memasukkan Pemasuk Pemasukan Masukan
Menduduki Penduduk Pendudukan Dudukan

III. Kata Kerja (menjadikan bersenjata)
Mempersenjatai (membuat jadi beristri)
Memperistrika (membuat jadi bertemu)
Mempertemukan

IV. Kata Benda/Kata Sifat/Kata Kerja Perihal
Kuasa kekuasaan
Tenaga Ketenagaan
Adil Keadilan
Rakyat Kerakyatan

81

Makmur kemakmuran

V. Kata Kerja Pasif Proses yang Sudah Selesai

Jendela rumah itu ditutup Jendela rumah tertutup (selesai

ditutup)

Surat itu ditulis hari Senin Surat itu tertulis hari Senin

Buku Alwan dibawa (oleh) buku Alwan terbawa (oleh) Brian

Brian

__________________

Sumber:

Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsyad dan Sakura H. Ridwan.
Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.
(Jakarta: Erlangga, 2001), hh. 116-134.

Effensi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan
Benar. (Jakarta: Pustaka Jaya, 2010), hh. 161-178.

Finosa, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Diksi Insan Mulia, 2001), hh. 111-131.

H.P. Ahcmad. Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), hh. 25-31.

82

_________. Sintaksis Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pustaka
Mandiri, 2012), hh. 145-168.

Hasan, Alwi. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 39.

Razak, Abdul. Kalimat Efektif: Struktur, Gaya dan Variasi.
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), hh. 13.

Semi, M. Atar. Menulis Efektif. (Padang; Angkasa Raya,
2003), hh. 154-163.

83

LATIHAN 3:

1. Apa yang dimaksud dengan struktur kalimat?
2. Apa yang dimaksud dengan subyek dan predikat di

dalam sebuah kalimat? Jelaskan perbedaan serta fungsi
keduanya?
3. Tulislah tiga buah contoh keefektifan kalimat dalam
menulis!
4. Perbaikilah kalimat berikut agar menjadi kalimat yang
efektif, baik dan benar!
a) Kepada mahasiswa yang belum membayar uang

ujian diharap mendaftarkan diri pada sekretariat.
b) Ini harus siap kata Pak Dekan paling lambat besok

pagi.
c) Bupati mengundang semua camat-camat di

daerahnya.
5. Buatlah satu karangan pendek dengan menggunakan ciri

kehematan atau ekonomi bahasa, Kampusku.

Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benarx 100%
5

MATERI AJAR 4

PENGEMBANGAN PARAGRAF

84


Click to View FlipBook Version