Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 141 berlaku. Karena keterbatasan bawaan suatu audit, maka selalu ada risiko yang tidak terhindarkan bahwa beberapa salah saji material dalam laporan keuangan mungkin tidak akan terdeteksi, meskipun audit telah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik berdasarkan standar audit. Standar audit telah membedakan dua jenis salah saji, yaitu kekeliruan atau kesalahan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis salah saji tersebut dapat bersifat material maupun tidak material. Kekeliruan merupakan salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, seperti kesalahan kalkulasi, sedangkan kecurangan adalah salah saji yang disengaja. Kecurangan bisa berupa misapropriasi aset (assets misappropriation) maupun kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Misapropriasi aset sering disebut sebagai kecurangan karyawan, seperti penggelapan uang kas dan persediaan, sedangkan kecurangan pelaporan keuangan sering disebut sebagai kecurangan manajemen, seperti misalnya dengan sengaja melaporkan kurang saji atas saldo beban operasi dan lebih saji atas saldo penjualan untuk meningkatkan angka laba yang akan dilaporkan. Standar audit tidak membedakan antara tanggung jawab auditor untuk menemukan kekeliruan dan kecurangan yang material. Auditor harus memperoleh kepastian yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan. Standar juga mengakui bahwa kecurangan serin kali lebih sulit dideteksi karena karyawan atau manajemen yang berbuat curang akan berusaha untuk menyembunyikan kecurangan tersebut Namun, kesulitan dalam mendeteksi kecurangan ini tidak mengubah tanggung jawab auditor
142 AUDITING untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya secara layak. Oleh sebab itu, untuk mencapai audit yang layak, audit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sikap skeptisme profesional, yaitu sikap yang penuh dengan keingintahuan serta penilaian kritis atas bukti audit. Auditor tidak boleh menuduh, tetapi boleh curiga. Ini berarti, auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen bersikap tidak jujur, tetapi kemungkinan mereka bersikap tidak jujur harus tetap dipertimbangkan. Demikian juga, auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen tidak diragukan lagi kejujurannya. Dampak potensial akibat keterbatasan bawaan suatu audit menjadi signifikan, khususnya dalam kasus salah saji yang disebabkan oleh kecurangan. Risiko tidak terdeteksinya salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan adalah lebih tinggi 142isbanding risiko tidak terdeteksinya salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan. Hal ini disebabkan bahwa kecurangan sering kali melibatkan suatu skema yang terorganisasi secara rapih dan cermat, yang memang dengan sengaja dirancang untuk menutupi kecurangan yang terjadi. Usaha menyembunyikan kecurangan biasanya akan menjadi lebih sulit untuk dideteksi jika disertai dengan adanya kolusi. Kolusi dapat menyebabkan auditor percaya bahwa bukti audit yang diperolehnya telah meyakinkan, walaupun pada kenyataannya bukti tersebut palsu. Kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan tergantung pada kemahiran pelaku, frekuensi dan luasnya manipulasi, tingkat kolusi, dan senioritas individu yang terlibat. Meskipun auditor mungkin dapat mengidentifikasi peluang potensial terjadinya kecurangan, namun sulit bagi
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 143 auditor untuk menentukan apakah salah saji dalam area pertimbangan manajemen atau estimasi akuntansi oleh manajemen disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan. Dalam memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material. Penting bagi auditor untuk bersikap skeptis selama audit berlangsung: dengan mempertimbangkan potensi terjadinya pengabaian pengendalia‛ oleh manajemen, dan menyadari adanya fakta bahwa prosedur audit yan) efektif untuk mendeteksi kesalahan mungkin menjadi tidak akan efekti dalam mendeteksi kecurangan. Standar audit telah mengatur ketentuan untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material yang diakibatkan oleh kecurangan, serta merancang prosedur audit untuk mendeteksi salah saji tersebut (Hery, 2021). 1. Aspek Skeptisme Profesional Harry (2021) mendeskripsikan skeptisme profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, dan selalu waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, serta meliputi sikap kritis dalam melakukan penilaian atas bukti audit. Jika dilihat dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional terdiri atas dua komponen utama, yaitu: (1) suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, dan (2) sikap waspada atau kritis dalam menilai bukti audit. Meskipun auditor percaya bahwa klien memiliki integritas, namun dengan selalu berpikir kritis akan membantu auditor menghilangkan
144 AUDITING celah distorsi (secara alami) yang ada dibalik sikap percayanya tersebut. Skeptisme profesional ini apabila dijalankan dengan baik akan membantu auditor mengurangi kegagalan audit yang mungkin dapat timbul selama audit beriangsung. ‚Sikap yang selalu mempertanyakan‛ merupakan suatu pendekatan yang dilakukan auditor untuk bersikap memercayai klien, namun tetap berusaha untuk selalu melakukan verifikasi (trust but verify). Ketika auditor mengevaluasi bukti pendukung atas angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan, skeptisme profesional meliputi penilaian kritis atas bukti tersebut, dengan selalu mempertanyakan segala sesuatunya (bertanya secara menyelidik), dan fokus terhadap kemungkinan adanya inkonsistensi. Skeptisme profesional mensyaratkan perlunya kewaspadaan terhadap: a. Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lainnya yang diperoleh: b. Informasi yang menimbulkan keragu-raguan atas keandalan suatu dokumen, c. Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan: d. Kondisi yang memerlukan prosedur audit tambahan. Mempertahankan skeptisme profesional selama audit berlangsung diperlukan untuk mengurangi risiko: a. kegagalan dalam mengidentifikasi kondisi-kondisi yang tidak lazim:
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 145 b. terlalu menyamaratakan kesimpulan yang dibuat berdasarkan hasil observasi audit, c. menggunakan asumnsi yang tidak tepat dalam menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit. 2. Pertimbangan Profesional Sesuai dengan standar audit, auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam merencanakan dan melaksanakan audit atas laporan keuangan. Pertimbangan profesional di sini merupakan sesuatu yang penting untuk melakukan audit secara tepat. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pengauditan sangat dibutuhkan penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan fakta dan kondisi terkait. Pertimbangan profesional terutama sangat diperlukan dalam membuat keputusan tentang: a. materialitas dan risiko audit: b. sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk mengumpulkan bukti audit, c. pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan keseluruhan audit: d. pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen sehubungan dengan penerapan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, e. penilaian atas kewajaran estimasi yang dibuat oleh manajemen dalam penyusunan laporan keuangan: f. penarikan kesimpulan berdasarkan bukti audit yang diperoleh. Karakteristik pertimbangan profesional
146 AUDITING yang diharapkan dari seorang auditor adalah pertimbangan profesional yang wajar, yang dibuat berdasarkan kompetensi, pengetahuan, dan pengalamannya. Pertimbangan profesional tersebut perlu dilakukan sepanjang audit berlangsung. Pertimbangan profesional juga perlu didokumentasikan secara tepat. Dalam hal ini, auditor diharuskan untuk membuat dokumentasi audit yang cukup untuk memungkinkan auditor lain yang berpengalaman, yang sebelumnya tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut, memahami pertimbangan profesional signifikan yang dibuat dalam menarik kesimpulan atas hal-hal signifikan yang timbul selama audit. Perlu dicatat di sini bahwa pertimbangan profesional tidak untuk digunakan sebagai justifikasi atas keputusan yang tidak didukung oleh fakta (kondisi perikatan) atau bukti audit yang tidak cukup dan tidak tepat. D. Tanggung Jawab Auditor untuk Menemukan Tindakan Ilegal Harry (2021) mengatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari salah saji material, auditor juga harus memperhatikan aspek hukum (peraturan perundang-undangan) yang relevan dengan entitas klien. Peraturan perundang-undangan ini bersifat mengikat, meskipun dampaknya terhadap laporan keuangan Beberapa ketentuan dalam peraturan perundangundangan ada yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan, yang menentukan jumlah dan pengungkapan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan entitas. Namun,
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 147 beberapa ketentuan lainnya dalam peraturan perundangundangan justru tidak berdampak langsung terhadap laporan keuangan entitas, melainkan hanya merupakan peraturan yang harus dipatuhi oleh manajemen, atau menetapkan ketentuan yang mengatur entitas dalam menjalankan bisnisnya. Beberapa entitas beroperasi dalam industri yang diatur secara ketat, seperti bank dan perusahaan asuransi. Sementara entitas lainnya hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek umum operasi bisnis, seperti aspek keselamatan kerja, dan kesehatan atau jaminan hari tua karyawan. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan ini dapat berakibat dikenakannya denda, litigasi, atau konsekuensi lainnya bagi entitas yang dapat menimbulkan salah saji material dalam laporan keuangan. Standar audit telah mengatur tentang perlunya bagi auditor untuk mempertimbangkan aspek peraturan perundang-undangan dalam melakukan audit atas laporan keuangan klien. Ketentuan ini dibuat untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Namun, perlu dicatat di sini bahwa auditor tidak bertanggung jawab untuk mencegah ketidakpatuhan tersebut, dan juga tidak dapat diharapkan sepenuhnya untuk mendeteksi ketidakpatuhan terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena keterbatasan bawaan yang melekat dalam smudit, terdapat risiko yang tidak dapat dihindari bahwa bebarapa salah saji material dalam laporan keuangan mungkin tidak dapat terdeteksi, meskipun Audit telah
148 AUDITING direncanakan secara tepat dan sesuai dengan standar audit. Terkait dengan peraturan perundang undangan, sebagai akibat adanya keterbatasan bawaan tersebut, dampak potensial terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi salah saji material menjadi lebih besar karena beberapa alasan berikut: 1. Ada banyak peraturan perundang-undangan, yang secara prinsip berhubungan dengan aspek operasi entitas, yang umumnya tidak berdampak terhadap laporan keuangan dan tidak dicakup oleh sistem informasi entitas. Pada umumnya, semakin jauh hubungan antara ketidakpatuhan dengan peristiwa dan transaksi yang tecermin dalam laporan keuangan, maka akan semakin kecil pula kemungkinan auditor untuk menyadari atau mengetahui terjadinya ketidakpatuhan tersebut. 2. Ketidakpatuhan dapat melibatkan perilaku yang secara sengaja dirancang untuk menyembunyikan ketidakpatuhan tersebut, seperti kolusi, pemalsuan, kesengajaan untuk tidak mencatat transaksi, kesengajaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian yang ada, atau pernyataan salah yang dengan sengaja dibuat. 3. Keputusan apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan pada akhirnya merupakan sesuatu hai yang harus diputuskan secara hukum oleh pengadilan. Dalam standar audit, tindakan ilegal didefinisikan sebagai tindakan yang melanggar hukum atau peraturan pemerintah, selain kecurangan, seperti pelanggaran terhadap undang-undang pajak, peraturan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), undang-undang lingkungan hidup, dan peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Tindakan ilegal
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 149 dapat berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap laporan keuangan. Contoh tindakan ilegal yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan adalah pelanggaran terhadap undang-undang pajak, yang di mana secara langsung akan memengaruhi beban pajak penghasilan dan utang pajak penghasilan. Contoh lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan pemerintah mengenai keikutsertaan karyawan perusahaan dalam program BPJS, yang di mana secara langsung akan memengaruhi beban gaji, utang gaji, dan utang pajak jaminan sosial. Tanggung jawab auditor atas tindakan ilegal yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan sama dengan tanggung jawab auditor atas kekeliruan dan kecurangan. Karena itu, dalam melakukan setiap audit, umurnnya auditor akan mengevaluasi apakah terdapat bukti-bukti yang mengindikasikan adanya pelanggaran yang material atas undang-undang pajak. Contoh tindakan ilegal yang berdampak tidak langsung terhadap laporan keuangan adalah pelanggaran terhadap undang-undang lingkungan hidup (seperti pencemaran lingkungan dan penebangan hutan), dan peraturan OJK (seperti perdagangan saham yang melibatkan orang dalam). Dalam hal ini, laporan keuangan hanya akan dipengaruhi jika perusahaan klien harus membayar denda nantinya (terkena sangsi). Kewajiban kontinjensi atas jumlah yang pada akhirnya mungkin harus dibayar harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Standar audit menyatakan bahwa auditor tidak memberikan kepastian bahwa tindakan ilegal yang berdampak tidak langsung akan terdeteksi. Deteksi terhadap tindakan ilegal biasanya mencakup penelaahan atas notulen rapat dewan direksi dan tanya jawab
150 AUDITING dengan pengacara klien tentang ada tidaknya proses investigasi oleh suatu lembaga pemerintah atau tuntutan pengadilan. Auditor juga perlu mewawancarai manajemen untuk mengetahui kebijakan yang mereka tetapkan untuk mencegah tindakan ilegal, dan apakah manajemen mengetahui bahwa ada undangundang atau peraturan yang telah dilanggar. Apabila auditor yakin bahwa suatu tindakan ilegal mungkin telah terjadi, auditor harus mempertimbangkan pengumpulan bahan bukti tambahan untuk menentukan bahwa tindakan ilegal tersebut memang benar-benar telah terjadi, dan jika perlu mengonsultasikannya dengan seorang yang ahli perihal tindakan ilegal tersebut. Tindakan pertama yang harus dilakukan apabila suatu tindakan ilegal memang benar-benar telah terjadi adalah mermmpertimbangkan pengaruhnya terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan. Sebagai kesimpulan, jika auditor mengetahui informasi mengenai adanya suatu kejadian ketidakpatuhan, atau dugaan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, maka auditor harus memperoleh: 1. Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dan kondisi terjadinya ketidakpatuhan tersebut, dan 2. Informasi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak yang mungkin terhadap laporan keuangan. Jika informasi tentang dugaan adanya ketidakpatuhan tidak cukup diperoleh, maka auditor harus mengevaluasi dampak dari tidak memadainya bukti audit yang cukup dan tepat tersebut terhadap opini audit.
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 151 Apabila berdasarkan pertimbangan auditor, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan secara sengaja dan bersifat material, maka auditor harus mengomunikasikan dengan segera hal tersebut kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Sesuai dengan standar audit, jika auditor menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangundangan berdampak material terhadap laporan keuangan, dan belum tecermin secara memadai dalam laporan keuangan, maka auditor dapat menyatakan suatu opini wajar dengan pengecualian, atau suatu opini tidak wajar atas laporan keuangan tersebut. Namun, jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dalam memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk mengevaluasi apakah ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap laporan keuangan telah atau mungkin telah terjadi, maka auditor harus menyatakan suatu opini wajar dengan pengecualian, atau pernyataan tidak memberikan opini atas laporan keuangan tersebut karena adanya pembatasan ruang lingkup audit. E. Pendekatan Siklus dalam Mensegmentasi Audit Audit atas laporan keuangan biasanya dilakukan dengan cara membagi atau memecah laporan keuangan ke dalam segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil. Dengan pemecahan semacam ini, audit akan menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan, serta mempermudah pembagian tugas di antara para anggota tim audit. Dalam hal ini, tiap segmen akan diaudit secara terpisah, namun tidak berarti bahwa masingmasing segmen tersebut berdiri sendiri. Setelah masing-masing segmen selesai diaudit, termasuk audit atas
152 AUDITING hubungan antarsegmen, langkah berikutnya adalah menggabungkan hasil audit tersebut. Selanjutnya, akan ditarik kesimpulan mengenai kewajaran laporan keuangan sebagai keseluruhan (Hery, 2021). Terdapat berbagai cara untuk melakukan segmentasi audit. Cara yang Umum untuk membagi audit adalah berdasarkan pada hubungan yang erat antara jenis (kelas) transaksi dan saldo akun dalam segmen yang sama. Cara ini dikenal sebagai pendekatan siklus. Sebagai contoh, penjualan, retur penjualan, penagihan piutang, dan penghapusan piutan9 tak tertagih adalah empat jenis transaksi yang dapat memengaruhi saldo akun piutang usaha. Keempat jenis transaksi tersebut merupakan bagian dari siklus penjualan dan penagihan. Dengan menggunakan pendekatan siklus, proses pengauditan dapat berjalan secara lebih efisien, mengingat bahwa pendekatan ini mengikuti aliran pencatatan dalam jurnal dan peringkasannya di buku besar serta laporan keuangan. Jadi, logika dari penggunaan pendekatan siklus adalah terkait dengan cara transaksi dicatat dalam jurnal dan diikhtisarkan dalam buku besar, neraca saldo, serta laporan keuangan. Berikut adalah aliran transaksi dari jurnal ke laporan keuangan (Hery, 2021). Berikut adalah aliran transaksi dari jurnal ke laporan keuangan.
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 153 Pendekatan siklus dapat dibagi menjadi siklus penjualan dan penagihan piutang, siklus pembelian dan pembayaran, siklus penggajian dan personalia, siklus persediaan dan pergudangan, serta siklus perolehan modal dan pengembaliannya (pembayaran kembali). Akun kas merupakan akun yang paling penting, yang di mana terlibat dalam sebagian besar siklus. Siklus penjualan dan penagihan piutang menjadi fokus utama pada sebagian besar audit karena penerimaan kas dari penagihan piutang merupakan aliran kas masuk yang utama dari hasil kegiatan operasi bisnis perusahaan. Siklus perolehan modal dan pengembaliannya berkaitan erat dengan siklus pembelian dan pembayaran, di mana aktivitas pendanaan turut membiayai aktivitas operasi perusahaan. Transaksi dalam siklus pembelian dan pembayaran mencakup bembelian persediaan, perlengkapan, dan barang serta jasa lainnya yang berkaitan dengan aktivitas operasi.
154 AUDITING Sementara transaksi dalam Siklus perolehan modal dan pengembaliannya berkaitan dengan aktivitas bembiayaan (pendanaan) perusahaan, seperti penerbitan saham, Surat utang atau obligasi, pembayaran dividen dan bunga, penebusan kembali utang obligasi, pembelian dan penjualan kembali saham treasury, serta pelunasan utang wesel jangka pendek maupun jangka panjang. Pada perusahaan manufaktur, siklus persediaan dan pergudangan berkaitan erat dengan semua siklus lainnya. Biaya persediaan mencakup bahan baku (siklus pembelian dan pembayaran), tenaga kerja langsung (siklus penggajian dan personalia), dan biaya overhead manufaktur/ biaya produksi tidak langsung (siklus pembelian dan pembayaran serta siklus penggajian dan personalia). Penjualan barang jadi melibatkan siklus penjualan dan penagihan piutang. Dalam kasus penjaminan persediaan untuk kepentingan peminjaman uang, siklus perolehan modaj dan pengembaliannya juga berkaitan dengan siklus persediaan dan pergudangan. Berdasarkan alur hubungan antara siklus, pertama kali siklus akan dimulai dari perolehan modal, yaitu dalam bentuk kas umum. Dalam perusahaan manufaktur, kas yang diperoleh tersebut lalu akan digunakan untuk membeli bahan baku, perlengkapan, aset tetap, dan barang sertajasa lainnya yang berkaitan dengan aktivitas operasi pembuatan persediaan (siklus pembelian dan pembayaran). Dalam membuat persediaan, tentu saja juga melibatkan penggunaan tenaga kerja (siklus penggajian dan personalia). Hasil gabungan dari kedua siklus (siklus pembelian dan pembayaran, serta siklus penggajian dan personalia) adalah persediaan (siklus persediaan dan pergudangan). Persediaan kemudian dijual dan menimbulkan proses penagihan serta
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 155 perolehan kas (siklus penjualan dan penagihan piutang). Kas yang dihasilkan lalu akan digunakan untuk membayar bunga dan dividen, serta jika memungkinkan melunasi pinjamannya. Setelah itu, siklus akan kembali berulang, dan seterusnya. Untuk mengilustrasikan pendekatan siklus dalam mensegmentasi audit, berikut adalah neraca saldo setelah penyesuaian (adjusted trial balance) PT SUKA-SUKA per tanggal 31 Desember 2022 dapata dilihat table berikut ini
156 AUDITING PT SUKA-SUKA NERACA SALDO 31 Desember 2022 Debit Kredit Pn, Pb, Pg, Pm Kas di bank xxx Pn Piutang usaha xxx Pn Cadangan kerugian piutang xxx Pn Piutang lain-lain xxx Pb, Ps Persediaan xxx Pb Perlengkapan kantor xxx Pb Biaya dibayar dimuka xxx Pb Tanah xxx Pb Gedung xxx Pb Peralatan Kantor xxx Pb Perabotan Kantor xxx Pb Akumulasi Penyusutan xxx Pb Utang Usaha xxx Pm Utang Wesel xxx Pg Utang Gaji xxx Pg Utang PPh Karyawan xxx Pm Utang Bunga xxx Pm Utang Deviden xxx Pb Utang Pajak Penghasilan xxx
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 157 Pm Utang Wesel Jangka Panjang xxx Pb Kewajiban Pajak Tangguhan xxx Pb Utang Lain-lain xxx Pm Modal saham xxx Pm Agio saham xxx Pm Laba ditahan xxx Pn Penjualan xxx Pn Return penjualan xxx Ps Harga pokok penjualan xxx Pg Gaji dan komisi bagian penjualan xxx Pb Beban iklan xxx Pb Beban promosi xxx Pb Beban penjualan lainnya xxx Pg Gaji pimpinan dan karyawan kantor xxx Pb Beban perlengkapan kantor xxx Pb Beban pos xxx Pb Beban telekomunikasi xxx Pb Beban sewa xxx Pb Beban hukum xxx Pb Beban jasa audit xxx Pb Beban penyusutan xxx Pn Kerugian piutang xxx
158 AUDITING Pb Beban asuransi xxx Pb Beban reparasi dan pemeliharaan kantor xxx Pb Beban umum lain-lain xxx Pb Laba penjualan asset xxx Pb Pajak penghasilan xxx Pm Beban bunga xxx Pm divident xxx xxx xxx Catatan: Pn = Penjualan dan pengumpulan piutang Pb = Pembelian dan pembayaran Pg = Penggajian dan personalia Ps = Persediaan dan penggudangan Pm = Perolehan modal dan pengembaliannya Neraca saldo di atas digunakan untuk menyiapkan pembuatan laporan keuangan dan menjadi siklus dalam mensegmentasi audit. Kode singkatan yang menunjukkan siklus audit dicantumkan untuk setiap akun pada bagian kiri akun. Setiap akun paling sedikit terkait dengan satu siklus, kecuali akun kas dan persediaan yang berkaitan dengan lebih dari satu siklus.
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 159 Berikut adalah ringkasan siklus-siklus yang digunakan pada PT SUKA-SUKA. Siklus Jurnal yang Tercakup dalam Siklus Akun Buku Besar yang Tercakup dalam Siklus Neraca Laporan LabaRugi Penjualan dan penagihan piutang Jurnal penjualan, Jurnal penerimaan kas, Jurnal umum Kas du bank, Piutang usaha, Cadangan kerugian piutang, Piutang lain-lain Penjualan, Return penjualan, Kerugian piutang Pembelian dan Pembayara n Jurnal pembelian, Jurnal pengeluara n kas, Jurnal umum Kas di Bank, Persediaan, Perlengkapan kantor, Biaya dibayar dimuka, Tanah, Gedung, Peralatan kantor, Perabot kantor, Akumulasi penyusutan, Utang usaha, Utang pajak Beban iklan, Beban promosi, Beban penjualan lainnya, Beban perlengkapan kantor, Beban pos, Beban telekomunikasi, Beban sewa, Beban hukum, Beban jasa audit,
160 AUDITING penghasilan, Kewajiban pajak tangguhan, Utang lain-lain Beban penyusutan, Beban asuransi, Beban reparasi dan pemeliharaan kantor, Bebanumum lainnya, Laba penjualan asset, Pajak penghasilan Penggajian dan personalia Jurnal penggajian, Jurnal umum Kas di bank, Utang gaji, Utang PPh karyawan Gaji dan komisi bagian penjualan, Gaji pimpinan dan karyawan kantor Persediaan dan penggudan gan Jurnal pembelian, Jurnal penjualan, Jurnal umum Persediaan Harga pokok penjualan Perolehan modal dan pengembali Jurnal penerimaan kas, Kas di bank, Utang wesel, Utang bunga, Beban bunga
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 161 anya Jurnal pengeluara n kas, Jurnal umum Utang deviden, Utang wesel jangka Panjang, Modal saham, Agio saham, Laba ditahan, deviden Penjelasan: 1. Penerimaan kas dari penagihan piutang merupakan aliran kas masuk yang utama dari hasil kegiatan operasional bisnis perusahaan. 2. Transaksi-transaksi dalam siklus pembelian dan pembayaran meliputi pembelian persediaan, perlengkapan, serta barang dan jasa lain untuk keperluan operasional. 3. Transaksi-transaksi dalam siklus perolehan modal dan pengembaliannya berkaitan dengan aktivitas pendanaan perusahaan, seperti misalnya penjualan saham, pembayaran bunga pinjaman dan dividen, penerbitan surat utang, termasuk pengembalian atau pembayaran kembali utang (pinjaman). Meskipun jurnal yang sama bisa digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi dalam siklus pembelian dan pembayaran serta siklus perubahan modal dan pengembaliannya, namun akan lebih baik jika digunakan siklus yang terpisah. Siklus perolehan modal dan pengembaliannya terkait dengan aktivitas pendanaan perusahaan, bukan aktivitas operasional. Siklus perolehan modal dan
162 AUDITING pengembaliannya digunakan untuk mencatat transaksi yang tidak begitu banyak, tetapi menyangkut jumlah yang sangat material. F. Asersi Manajemen Hery (2021) mengungkapkan asersi manajemen merupakan pernyataan manajemen (secara tersirat) tentang transaksi atau peristiwa, saldo akun, serta penyajian dan pengungkapan yang terkait dengan laporan keuangan. Asersi manajemen berkaitan langsung dengan standar akuntansi, karena merupakan bagian dari kriteria yang digunakan manajemen untuk mencatat dan mengungkapkan informasi dalam laporan keuangan. 1. Asersi tentang Transaksi dan Peristiwa a. Keterjadian Asersi keterjadian berkaitan dengan apakah transaksi dan peristiwa yang dicatat dalam laporan keuangan benar-benar telah terjadi selarna periode akuntansi. Dengan kata lain, asersi ini berkaitan dengan kemungkinan adanya transaksi fiktif. Pelanggaran atas asersi keterjadian akan menimbulkan lebih saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa transaksi pembelian barang dagang yang dicatat merupakan perolehan barang dagang dari pemasok yang benar-benar terjadi. Pencatatan atas transaksi pembelian barang dagang yang sebenarnya tidak terjadi merupakan pelanggaran atas asersi keterjadian. b. Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah semua transaksi dan peristiwa yang harus dimasukkan dalam laporan
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 163 keuangan sudah dimasukkan seluruhnya. Dengan kata lain, asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan penghilangan transaksi yang harus dicatat. Pelanggaran atas asersi kelengkapan akan menimbujkan kurang saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa seluruh pembelian barang dagang dari pemasok telah dicatat dan dimasukkan dalam laporan keuangan, Kegagalan dalam mencatat transaksi pembelian barang dagang yang terjadi merupakan pelanggaran atas asersi kelengkapan. c. Keakuratan Asersi keakuratan menyatakan apakah transaksi dan peristiwa telah dicatat pada jumlah yang benar. Penggunaan harga (acguisition cost) yang salah untuk mencatat transaksi perolehan aset tetap dan kekeliruan atau kesalahan dalam menghitung besarnya beban penyusutan periodik merupakan contoh pelanggaran atas asersi keakuratan. Contoh lainnya adalah kekeliruan atau kesalahan dalam menghitung besarnya bunga berjalan dan amortisasi atas premium atau diskonto utang Obligasi d. Klasifikasi Asersi ini menyatakan apakah transaksi dan peristiwa telah dicatat pada akun yang tepat. Berikut adalah beberapa contoh yang merupakan pelanggaran atas asersi klasifikasi: (a) pembelian perlengkapan dicatat sebagai pembelian peralatan; (b) pembayaran gaji karyawan toko dicatat sebagai pembayaran gaji karyawan kantor; (c) pembelian tunai dicatat sebagai pembelian kredit; dan (d) pembayaran ongkos kirim barang dicatat sebagai pembayaran ongkos angkut masuk.
164 AUDITING e. Pisah Batas (Cut-off) Asersi pisah batas menyatakan apakah transaksi dan peristiwa telah dicatat pada periode akuntansi yang benar. Mencatat transaksi penjualan pada bulan Desember sementara barang belum dikirim sampai dengan bulan Januari tahun berikutnya merupakan contoh pelanggaran atas asersi pisah batas. Contoh lainnya adalah mencatat pemakaian beban selama bulan Desember dalam pembukuan bulan Januari tahun berikutnya. 2. Asersi tentang Saldo Akun a. Eksistensi Asersi ini berkaitan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang tercantum dalam laporan posisi keuangan benar-benar ada pada tanggal laporan posisi keuangan. Dengan kata lain, asersi ini berkaitan dengan kemungkinan pencantuman jumlah yang sebenarnya tidak ada. Pelanggaran atas asersi eksistensi akan menimbulkan lebih saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa saido akun persediaan barang dagang yang tertera dalam laporan posisi keuangan benar-benar ada di gudang pada tanggal laporan posisi keuangan sebesar jumlah yang disajikan tersebut dan tersedia untuk dijual. Contoh lainnya, (a) manajemen menegaskan bahwa saldo akun kas yang tertera dalam laporan posisi keuangan benar-benar ada pada tanggal laporan posisi keuangan sebesar jumlah yang disajikan tersebut dan tidak dibatasi serta tersedia untuk penggunaan normal: (b) manajemen menegaskan bahwa saldo akun piutang usaha yang tertera dalam laporan posisi keuangan benar-benar ada pada tanggal
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 165 laporan posisi keuangan sebesar jumlah yang disajikan tersebut dan masih memerlukan atau menunggu proses penagihan. Pencantuman piutang atas pelanggan fiktif merupakan pelanggaran terhadap asersi eksistensi. b. Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah seluruh jumlah yang harus tercatat padasuatu akun benar-benarsudah dicantumkan. Dengan kata lain, asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan penghilangan jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan. Pelanggaran atas asersi kelengkapan akan menimbulkan kurang saji akun. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa seluruh jumlah utang wesel yang merupakan kewajiban perusahaan telah dimasukkan secara lengkap dalam laporan posisi keuangan. Contoh lainnya, manajemen menegaskan bahwa seluruh jumlah investasi sekuritas yang merupakan aset perusahaan telah dimasukkan secara lengkap dalam laporan posisi keuangan. Kelalaian untuk mencatat utang wesel kepada seorang kreditur dan investasi sekuritas pada sebuah perusahaan investee merupakan pelanggaran terhadap asersi kelengkapan. c. Penilaian dan Alokasi Asersi ini berkaitan dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang tepat atau dengan angka-angka yang wajar. Sebagai Contoh, manajemen menegaskan bahwa aset tetap telah dicatat sebesar biaya historis dan secara sistematis dialokasikan ke Periode akuntansi yang tepat (periode yang menerima manfaat atas penggunaan aset tetap tersebut) melalui proses penyusutan. Contoh lainnya, manajemen menegaskan bahwa piutang usaha
166 AUDITING yang dicantumkan di laporan posisi keuangan telah dinyatakan sebesar nilai realisasi bersih (nilai bersih piutang yang kemungkinan dapat ditagih, yaitu nilai bruto piutang dikurangi dengan cadangan atau penyisihan piutang tak tertagih). d. Hak dan Kewajiban Asersi ini berkaitan dengan apakah aset memang menjadi hak perusahaan dan apakah utang memang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal laporan posisi keuangan. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa aset sewa (leased asset) yang dimiliki perusahaan dan tersaji saldonya dalam laporan posisi keuangan merupakan biaya atas hak perusahaan untuk menyewa aset tersebut dan utang sewa (obligations under capital leases) yang terkait dengan aset sewa merupakan kewajiban perusahaan. 3. Asersi tentang Penyajian dan Pengungkapan a. Keterjadian serta Hak dan Kewajiban Asersi ini menyatakan apakah transaksi dan peristiwa yang diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak atau kewajiban perusahaan. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa penerbitan wesel bayar sebagaimana yang diuraikan atau diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan benar-benar telah terjadi dan merupakan kewajiban perusahaan. b. Kelengkapan Asersi ini berkaitan dengan apakah semua pengungkapan yang diperlukan telah dicantumkan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa semua pengungkapan yang
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 167 diperlukan yang terkait dengan penerbitan wesel bayar (utang wesel) telah diuraikan dalam catatan atas laporan keuangan. c. Keakuratan serta Penilaian dan Alokasi Asersi ini berkaitan dengan apakah informasi keuangan telah diungkapkan secara tepat dan dalam jumlah yang tepat. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa pengungkapan dalam catatan laporan keuangan yang terkait dengan perhitungan beban penyusutan adalah sudah tepat dan dalam jumlah yang tepat. d. Klasifikasi dan Dapat Dipahami Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah-jumlah telah diklasifikasi secara tepat dalam laporan keuangan dan catatan laporan keuangan, serta apakah uraian saldo dan pengungkapannya dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa klasifikasi persediaan sebagai bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi adalah sudah tepat, dan pengungkapan atas metode yang digunakan untuk mencatat dan menilai persediaan dapat dipahami. G. Tujuan Audit Atas Transaksi Tujuan audit atas transaksi mengikuti dan terkait dengan asersi manajemen tentang transaksi. Hal ini dikarenakan bahwa tanggung jawab utama auditor adalah menentukan apakah asersi manajemen tentang laporan keuangan dapat dibenarkan. Tujuan audit berguna sebagai kerangka kerja yang akan membantu auditor dalam mengumpulkan bahan
168 AUDITING bukti audit yang cukup kompeten dan tepat sesuai dengan jenis transaksi yang diaudit (Hery, 2021). Hery (2021) mengungkapkan perbedaan antara tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi dan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi bagi setiap jenis transaksi. Keenam tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi, yang akan dibahas berikut ini, dapat diterapkan pada setiap jenis transaksi. Tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi juga diterapkan pada setiap jenis transaksi, tetapi dinyatakan dalam istilah yang disesuaikan (berbeda) untuk masing-masing jenis transaksi. Setelah auditor menetapkan tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi, tujuan audit khusus lalu dapat dikembangkan. Berikut adalah keenam tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi. 1. Keterjadian Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi yang telah dicatat menang benar-benar terjadi. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang keterjadian transaksi. 2. Kelengkapan Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi yang harus dimasukkan dalam jurnal benarbenar telah dicatat. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang kelengkapan transaksi. 3. Keakuratan Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah dicatat pada jumlah yang benar. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang keakuratan transaksi.
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 169 4. Pemindahbukuan dan Pengikhtisaran Tujuan ini berkaitan dengan keakuratan pemindahan informasi dari jurnal ke buku besar dan neraca saido, serta keakuratan pengikhtisaran transaksi dalam laporan keuangan. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang keakuratan transaksi. 5. Klasifikasi Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah dicatat pada akun yang tepat. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang klasifikasi transaksi. 6. Penetapan Waktu Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh transaksi telah dicatat dalam periode akuntansi yang tepat. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang pisah batas transaksi. Sesudah tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi ditentukan, tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi untuk setiap jenis transaksi dapat dikembangkan. Setidaknya satu tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi harus disertakan pada setiap tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi. Berikut adalah contoh asersi manajemen dan tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi pembelian. Asersi Manajemen Tujuan Audit Umum Tujuan Audit Khusus Keterjadian Keterjadian Pembelian yang dicatat adalah untuk perolehan barang dari
170 AUDITING pemasok nonfiktif Kelengkapan Kelengkapan Seluruh transaksi pembelian yang terjadi telah dicatat Keakuratan Keakuratan Pemindahbukuan & pengikhtisaran Pembelian yang dicatat adalah untuk seluruh jumlah barang yang telah diperoleh dari pemasok nontfiktif da, telah dicatat dengan benar. Jurnal untuk mencatat transaksi bukuan & pembelian telah dipindahbukukan secara akurat ke masing-masing catatan pemasok (buku besar pembantu) dan buku besar umum, serta diikhtisarkan ke dalam laporan
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 171 keuangan secara tepat. Klasifikasi Klasifikasi Transaksi pembelian telah diklasifikasi dengan benar pada akun yang tepat. Pisah Batas Penetapan Waktu Transaksi pembelian telah dicatat Waktu pada tanggal yang benar H. Tujuan Audit Atas Saldo Akun Tujuan audit atas saldo akun juga mengikuti dan terkait dengan asersi manajemen untuk saldo. Tujuan audit ini berguna sebagai kerangka kerja yang akan membantu auditor dalam mengumpulkan bahan bukti audit yang cukup kompeten dan tepat sesuai dengan saldo akun yang diaudit. Tujuan audit atas saldo akun juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan audit umum dan tujuan audit khusus. Hery (2021) mengungkapkan dua perbedaan antara tujuan audit atas transaksi dengan tujuan audit atas saldo, yaitu: (a) tujuan audit atas transaksi diterapkan pada transaksi, seperti transaksi pembelian dan penjualan barang dagang, sedangkan tujuan audit atas saldo diterapkan pada saldo akun, seperti saldo akun kas, piutang usaha, dan persediaan, (b) ada enam tujuan audit yang berkaitan dengan
172 AUDITING transaksi dan delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo hampir selalu diterapkan pada saldo akhir dalam akun-akun laporan posisi keuangan, Akun-akun laporan laba rugi komprehensif yang berkaitan erat dengan akun-akun laporan posisi keuangan dapat diuji secara bersamaan, Seperti beban penyusutan dengan akumulasi penyusutan, beban bunga dengan utang bunga dan amortisasi premium/diskonto utang gasi, Pendapatan bunga dengan piutang bunga dan amortisasi prernium/diskonto investasi obligasi, beban piutang tak tertagih dengan cadangan piutang tak tertagih, beban pajak penghasilan dengan utang pajak penghasilan, dan beban jaminan produk dengan utang jaminan produk. Berikut adalah kedelapan tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo (Hery, 2021). 1. Eksistensi Tujuan ini berkaitan dengan apakah semua jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan memang benarbenar ada pada tanggal laporan posisi keuangan. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang eksistensi saldo akun. 2. Kelengkapan Tujuan ini berkaitan dengan apakah semua jumlah yang harus tercatat pada suatu akun benar-benar sudah dicantumkan. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang kelengkapan saldo akun. 3. Keakuratan Tujuan ini berkaitan dengan apakah perhitungan atas seluruh jumlah yang tercantum sudah benar. Tujuan
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 173 ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun. 4. Klasifikasi Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh jumlah telah diklasifikasi dalam akun secara tepat. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun. 5. Pisah Batas Tujuan ini berkaitan dengan apakah seluruh jumlah telah dicatat dalam akun pada periode akuntansi yang tepat. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun. 6. Rincian Hubungan Tujuan ini berkaitan dengan apakah total saido akun sesuai dengan rincian yang tertera dalam buku besar: maupun catatan pendukung lainnya. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun. 7. Nilai yang Dapat Direalisasi Tujuan ini berkaitan dengan apakah saldo akun aset tertentu, seperti piutang usaha, telah dikurangi untuk mencerminkan nilai bersihnya yang dapat direalisasi. Tujuan ini merupakan padanaan atas asersi manajemen tentang penilaian dan alokasi saldo akun. 8. Hak dan Kewajiban Tujuan ini berkaitan dengan apakah aset memang menjadi hak perusahaan dan apakah utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal laporan posisi
174 AUDITING keuangan. Tujuan ini merupakan padanan atas asersi manajemen tentang hak dan kewajiban atas saldo akun. Sesudah tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo ditentukan, tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo untuk setiap saldo akun dalam laporan keuangan dapat dikembangkan. Setidaknya satu tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo harus disertakan pada setiap tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo (Hery, 2021). Contoh asersi manajemen dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang adalah sebagai berikut. Asersi Manajemen Tujuan Audit Umum Tujuan Audit Khusus Eksistensi Eksistensi Semua piutang yang dicatat memang benar-benar ada pada tanggal laporan posisi keuangan. Kelengkapan Kelengkapan Seluruh piutang yang ada sudah dicatat Penilaian dan Alokasi Keakuratan Seluruh piutang yang ada telah dicatat dalam jumlah yang benar Klasifikasi Piutang telah diklasifikasi secara tepat sebagai Piutang usaha, piutang wesel dan piutang lain-lain Pisah Batas Pisah batas atas saldo piutang pada akhir tahun sudah tepat Rincian Hubungan Total saldo piutang sesuai dengan rincian yang tertera
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 175 dalam buku besar maupun catatan pendukung lainnya (buku besar pembantu) Nilai yang dapat direalisasi Piutang usaha telah disajikan sebagai nilai realisasi bersih Hak dan Kewajiban Hak dan Kewajiban Perusahaan memiliki Hak atas semua piutang yang tercantum dalam laporan posisi keuangan akhir tahun. Tidak ada piutang usaha yang dijaminkan I. Tujuan Audit Atas Penyajian dan Pengungkapan Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan juga mengikuti dan terkait dengan asersi manajemen untuk penyajian dan pengungkapan. Tujuan audit atas penyajian dan pengungkapan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan audit umum dan tujuan audit khusus (Hery, 2021). Contoh asersi manajemen dan tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan atas piutang wesel adalah sebagai berikut. Asersi Manajemen Tujuan Audit Umum Tujuan Audit Khusus Keterjadian serta Hak dan Kewajiban Keterjadian serta Hak dan Kewajiban Piutang wesel sebagaimana yang diuraikan dalam catatan atas laporan keuangan memang benar-benar ada dan
176 AUDITING merupakan hak perusahaan Kelengkapan Kelengkapan Semua pengungkapan yang diperlukan yang terkait dengan piutang wesel telah dicatat dalam catatan atas laporan keuangan. Penilaian dan Alokasi Keakuratan Seluruh piutang yang ada telah dicatat dalam jumlah yang benar Klasifikasi dan Dapat diPahami Klasifikasi dan Dapat diPahami Piutang wesel secara tepat telah diklasifikasikan sebagai asset lancar dan tidak lancar dan tidak lancar, serta pengungkapannya dalam catatan atas laporan keuangan dapat dipahami J. Memenuhi Tujuan Audit Muditor harus memperoleh bukti audit yang cukup guna mendukung semua asersi manajemen yang terkait dengan laporan keuangan. Dalam hal ini, auditor perlu memutuskan tujuan audit secara tepat dan mengumpulkan bukti untuk memenuhi tujuan audit tersebut. Auditor biasanya akan mengikuti suatu proses audit untuk mernastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi dan tepat, serta bahwa semua tujuan audit sudah ditetapkan dan dipenuhi. Proses audit tersebut terdiri atas empat fase, yaitu sebagai berikut (Hery, 2021).
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 177 1. Merencanakan dan Merancang Pendekatan Audit Pada umumnya, ada dua pertimbangan utama yang akan memengaruhi pendekatan audit, yaitu perolehan bukti audit yang cukup dan biaya perolehan bukti audit yang sekecil mungkin. Perolehan bukti audit yang cukup dan pengendalian atas biaya audit memerlukan suatu perencanaan yang matang. Dalam merencanakan dan merancang pendekatan audit, auditor perlu: a. Memperoleh Pemahaman tentang Entitas dan Lingkungan Klien Agar dapat menilai dengan layak risiko salah saji dalam laporan keuangan, auditor harus mempunyai pemahaman yang menyeluruh atas bisnis klien dan lingkungan terkait, termasuk permnahaman atas perlakuan akuntansi yang unik dari industri klien. Sebagai contoh, jika klien bergerak dalam industri penambangan batu bara, maka auditor juga seharusnya memahami bagaimana menghitung kandungan kalori yang terdapat dalam setiap jenis kualitas batu bara, termasuk perihal standar akuntansi terkait. b. Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian Risiko salah saji dalam laporan keuangan akan dapat diminimalisasi apabila klien memiliki pengendalian yang efektif. Penting bagi auditor untuk dapat memahami pengendalian internal yang diterapkan oleh klien dan mengevaluasi keefektifannya. Pengumpulan bahan bukti audit lebih ditekankan atau difokuskan pada area di mana pengendalian internal tidak secara efektif diterapkan. Jika pengendalian internal dianggap efektif, risiko pengendalian yang ditetapkan dapat dikurangi dan
178 AUDITING jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan secara signifikan dapat menjadi lebih sedikit dibanding dengan pengendalian internal yang tidak memadai. c. Menilai Risiko Salah Saji yang Material Auditor menggunakan pemahamannya atas industri dan strategi bisnis, serta keefektifan pengendalian internal klien untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan klien. Penilaian ini tentu saja akan memengaruhi rencana dan sifat audit, penetapan waktu audit, serta luas prosedur audit. Risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan, yang disebabkan oleh kecurangan, juga merupakan bagian dari risiko audit dan memerlukan penilaian oleh auditor secara khusus atas risiko tersebut. 2. Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif atas Transaksi Pengujian pengendalian adalah suatu prosedur audit yang dilakukan auditor untuk menentukan efektivitas rancangan (desain) dan penerapan (operasi) pengendalian internal oleh klien. Pengujian pengendalian ini dapat memberikan bukti tentang apakah kebijakan dan prosedur pengendalian telah diterapkan secara konsisten. Keputusan yang diambil oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan saat pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit dan kertas kerja yang bersangkutan. Sebagai contoh, auditor dapat menguji keefektifan pengendalian atas pemberian kredit dengan memeriksa salinan dokumen persetujuan kredit yang telah diparaf oleh manajer kredit, yang menunjukkan bahwa proses
Bab 6. Tujuan Pengauditan dan Asersi Manajemen 179 pemberian kredit tersebut telah dievaluasi kelayakannya oleh pejabat yang berwenang. Auditor juga mengevaluasi pencatatan transaksi dengan memverifikasi jumlah moneter transaksi. Prosedur audit ini disebut sebagai pengujian substantif atas transaksi. Pengujian ini bertujuan Untuk mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam bencatatan dan pelaporan transaksi. Di samping itu, pengujian Substantif atas transaksi juga bertujuan untuk menentukan apakah keenam tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi (keterjadian, kelengkapan, keakuratan, pemindahbukuan dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan penetapan waktu) telah dipenuhi bagi setiap jenis tansaksi. Sebagai contoh, transaksi pembelian barang dagang dapat diverifikasi keakuratannya melalui penghitungan hasil kali antara jumlah barang yang dibeli dengan harga per unit, dan mencocokkannya dengan jumlah yang tertera dalam formuli, permintaan pembelian, laporan penerimaan barang, serta faktur tagihan (invoice) dari pemasok. 3. Melaksanakan Prosedur Analitis dan Pengujian Atas Rincian Saldo Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar atau rasional. Sebagai contoh, melakukan perbandingan antara total beban gaji dengan jumlah tenaga personel bisa menunjukkan ada tidaknya pembayaran gaji yang tidak semestinya. Contoh lainnya, auditor dapat membandingkan beban komisi dengan total penjualan bersih untuk menguji kewajaran atas jumlah komisi yang dibayarkan.
180 AUDITING Pengujian atas rincian saldo merupakan prosedur audit yang dilakukan auditor untuk menguji salah saji moneter atas saldo akhir akun dalam laporan keuangan. Di samping itu, pengujian atas rincian saldo juga bertujuan untuk menentukan apakah kedelapan tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo (eksistensi, kelengkapan, keakuratan, klasifikasi, pisah batas, rincian hubungan, nilai yang dapat direalisasi, serta hak dan kewajiban) telah dipenuhi bagi setiap saldo akun yang signifikan. Sebagai contoh, auditor dapat mengirimkan surat konfirmasi piutang kepada pelanggan klien untuk mengidentifikasi jumlah yang salah. 4. Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit Setelah menyelesaikan semua prosedur, auditor harus menggabungkan informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpulan menyeluruh tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Proses yang subjektif ini sangat mengandalkan pada pertimbangan profesional auditor. Apabila audit telah selesai dilakukan, akuntan publik harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi laporan keuangan yang dipublikasikan oleh klien.
181 BAB 7 BUKTI DAN DOKUMENTASI AUDIT
182 AUDITING A. Defenisi Bukti Audit Bukti Audit merupakan segala informasi yang mendukung angka - angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor (Koerniawan 2021). Menurut (Mukrimaa et al. 2016), yang dimaksud dengan bukti audit adalah semua informasi yang dipakai auditor untuk dijadikan dasar pemeriksaan sesuai dengan kriteria. Bukti audit juga dapat berupa segala data pendukung laporan keuangan berupa data akuntansi dan informasi yang kuat oleh auditor. Sedangkan menurut (Rustam, Adiningrat, and Adil 2018) Bukti (evidence) adalah segala hal yang dapat membuat seseorang meyakini bahwa fakta, proposisi atau asersi tersebut benar atau salah. Bukti audit (audit evidence) adalah seluruh informasi yang digunakan oleh auditor dalam mengambil sejumlah kesimpulan sebagai dasar bagi opini audit. B. Tipe Audit Menurut (Rachman 2018) ada enam tipe bukti audit, yakni: 1. Physical evidence. Physical evidence tersusun atas sesuatu yang dapat diperhitungkan, dijaga, dan di observasi ataupun di inspeksi, terutama digunakan sebagai mendukung tujuan keberadaan atau eksistensi. Contohnya bukti fisik dari kas opname, observasi atas perhitungan fisik dalam persediaan, pemeriksaan surat
Bab 7. Bukti dan Dokumentasi Audit 183 berharga dan inventarisasi pada aktiva tetap. Bukti fisik diperoleh dari prosedur audit melalui inspeksi, observasi dan perhitungan. Pada umumnya biaya dalam mendapatkan bukti fisik sangat tinggu, karena berkaitan dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan dan penilaian. 2. Evidence obtain through confirmation. Confirmation evidence, merupakan bukti yang diperoleh seputar eksistensi, penilaian atau kepemilikan berasal dari pihak ketiga selain klien. Contohnya jawaban atas konfirmasi suatu piutang utang, barang konsinyasi, surat berharga yang ada di biro efek dan juga konfirmasi penasihat hukum klien. Ada tiga konfirmasi, yaitu : a. Konfirmasi positif. b. Konfirmasi negatif. c. Blank confirmation. Secara umum, konfirmasi dilakukan pada pemeriksaan kas di bank, piutang usaha, persediaan dan hutang. 3. Documentary evidence. Documentary evidence, terdiri dari catatan akuntansi dan segala dokumen yang mendukung pencatatan transaksi. Contohnya copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger, faktur pembelian, dan sub ledger. Bukti ini berhubungan dengan eksistensi dan completeness dengan audit trail yang berkemungkinan auditor dalam tracing dan vouching terhadap transaksi. Dokumen ini juga merupakan asersi manajemen pada kejadian dalam dokumen buku besar dan sebaliknya. 4. Mathematical evidence. Mathematical evidence, yaitu perhitungan kembali dan rekonsiliasi oleh auditor.
184 AUDITING Contoh perhitungan termasuk footing, cross footing dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/ rugi penarikan aktiva tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsiliasi misalnya pemeriksaan rekonsiliasi bank, saldo piutang usaha dan hutang sesuai buku besar dan sub buku besar. 5. Analytical evidence. Analytical evidence, bukti dengan menggunakan telaah analitis terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit field work). Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk : a. Trend (Horizontal) Analysis, meliputi pembandingan angka laporan keuangan periode terkini dengan periode sebelumnya serta penyelidikan peningkatan/ penurunan signifikan baik dalam jumah rupiah maupun persentase. b. Common Size (Vertikal) Analysis, yaitu analisis yang disusun dengan memperhitungkan tiap-tiap rekening laporan neraca dan laba rugi untuk mencari proporsi atas total penjualan. c. Ratio Analysis, contohnya perhitungan rasio likuiditas, profitabilitas, leverage dan manajemen asset. 6. Bukti Lisan (Hearsay evidence). Hearsay (oral) evidence, bukti dalam bentuk jawaban secara lisan oleh klien terhadap pertanyaan yang diajukan auditor. Mencakup pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan yang bergerak
Bab 7. Bukti dan Dokumentasi Audit 185 lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain. C. Kecukupan Audit Audit yang dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan pertimbangan profesional auditor setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya (Rustam, Adiningrat, and Adil 2018). Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit adalah: 1. Materialitas Auditor harus memberikan pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Karena tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit memiliki hubungan terbalik, maka semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya, jika tingkat materialitas tinggi, maka kuantitas bukti yang diperlukan pun akan semakin sedikit. 2. Risiko Audit Risiko audit dengan jumlah bukti audit yang diperlukan memilki hubungan yang terbalik. Rendahnya resiko audit berarti tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya adalah tinggi.
186 AUDITING Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti audit yang lebih banyak. 3. Faktor-faktor Ekonomi Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya ketika menghimpun bukti audit. Auditor memiliki keterbatasan sumber daya yang akan digunakan untuk memperoleh bukti yang diperlukan sebagai acuan dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan entitas. Auditor harus memperhitungkan apabila setiap tambahan waktu dan biaya untuk mengumpulkan bukti audit memberikan manfaat terhadap kuantitas dan kualitas bukti yang dikumpulkan. 4. Ukuran dan Karakteristik Populasi Ukuran populasi dan jumlah sampling bukti audit memiliki hubungan yang searah. Semakin besar populasi, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasi. Sebaiknya, semakin kecil ukuran populasi, semakin kecil pula jumlah sampel bukti audit yang diambil dari populasi. Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas unsur individu yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel bukti audit dan informasi yang lebih kuat atau mendukung tentang populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam. D. Prosedur Audit (Abdullah Halim 2018) menyatakan prosedur audit dilakukan sebagai pemenuhan tujuan audit, yaitu:
Bab 7. Bukti dan Dokumentasi Audit 187 1. Mendapatkan pemahaman entitas sebagai penilaian resiko salah saji level laporan keuangan dan asersi (test penilaian resiko). 2. Menguji efektifitas operasi suatu pengendalian sebagai upaya mencegah dan mendeteksi salah saji material pada level asersi (test pengendalian). Mendukung asersi ataupun mendeteksi salah saji bersifat material (test substansial) Beberapa tindakan yang potensial dalam prosedur audit yang dapat digunakan untuk mengumpulkan bukti audit. 1. Inspeksi pada dokumen dan catatan. 2. Inspeksi atas aktiva berwujud. 3. Observasi. 4. Pengajuan pertanyaan. 5. Konfirmasi. 6. Rekalkulasi. 7. Melakukan penilaian kinerja ulang (reperformance). 8. Prosedur analitis. 9. Teknik audit berbasis komputer. 10. Tabel Prosedur dan Bukti Analitis Prosedur Audit Contoh penerapan (Asersi) Jenis Audit Inspeksi terhadap dokumen dan catatan Pemeriksaan fisik secara rinci terhadap dokumen dan catatan Bukti dokumenter
188 AUDITING Inspeksi dalam aktiva berwujud Pemeriksaan fisik persediaan Bukti fisik Observasi Mengamati pelaksaan suatu kegiatan yang dilakukan oleh karyawan perusaan klien (auditee) Bukti fisik Konfirmasi Mengirimkan surat konfirmasi kepada pihak ketiga Bukti konfirmasi Pengajuan Pertanyaan (inquiring) Mengajukan pertanyaan baik lisan maupun tertulis Bukti lisan Rekapitulasi Mengulang kembali perhitungan klien Bukti matematis Prosedur analitis Melakukan perbandingan laporan keuangan Bukti analitis (Abdullah Halim 2018) E. Kompetensi Bukti Audit Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat tergantung pada faktor berikut (Koerniawan 2021) ; 1. Relevansi Bukti, Bukti audit yang relevan jika bukti tersebut jelas, memiliki hubungan yang logis dan masuk
Bab 7. Bukti dan Dokumentasi Audit 189 akal dengan tujuan dan criteria audit, serta dapat dimengerti dengan temuan audit tersebut. 2. Sumber Informasi Bukti, Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit. Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar entitas yang independen merupakan bukti yang paling tepat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan atas keandalan yang lebih besar daripada bukti yang diperoleh dari internal entitas. 3. Ketepatan Waktu, Kriteria ketepatan waktu berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti audit. 4. Objektivitas, Bukti audit yang bersifat objektif lebih dapat dipercaya atau reliabel dan kompeten daripada bukti audit yang bersifat subjektif. F. Kompetensi Bukti Audit Menurut (Koerniawan 2021) Prosedur auditing dapat dibagi menjadi dua kategori : 1. Pengujian Compliance (Pengujian Ketaatan). Pengujian Compliance (Pengujian Ketaatan) merupakan pengujian yang ditujukan terhadap rancangan, kebijakan, prosedur atas struktur pengendalian internal dalam perusahaan untuk melihat apakah keefektivan untuk mencegah dan menemukan adanya salah saji material suatu asersi laporan keuangan. 2. Pengujian Substantif. Pengujian substantif adalah pengujian yang rinci dan prosedur analitis atas salah saji material suatu golongan
190 AUDITING transaksi, saldo rekening dan unsur pengungkapan laporan keuangan lainnya. G. Dokumentasi Audit Dokumentasi audit (Rachman 2018) Dokumentasi atas prosedur audit yang telah dilakukan, bukti audit yang relevan yang diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik oleh auditor. Dokumen-dokumen ini adalah bukti yang mendukung auditor untuk membuat kesimpulan mereka atas laporan keuangan. Misalnya, seorang auditor memiliki perjanjian dengan klien untuk mengaudit laporan keuangan. Sedangkan tujuan dokumentasi audit adalah untuk membantu auditor dalam memberikan kepastian yang memadai bahwa audit telah sesuai dengan standar audit yang berlaku umum dan juga membantu auditor dalam melaksanakan dan mensupervisi audit. 1. Isi Dokumentasi Audit Catatan utama dari prosedur audit yang diterapkan, bukti yang diperoleh, dan kesimpulan yang dicapai oleh auditor dalam perikatan. Maka isi dokumentasi audit harus: a. Memperlihatkan bagaimana audit mematuhi standar audit dan standar praktik profesional terkait b. Mendukung dasar bagi kesimpulan auditor berkaitan dengan setiap asersi laporan keuangan yang material. c. Memperlihatkan bahwa catatan akuntansi yang mendasari sama atau telah direkonsiliasikan dengan laporan keuangan.