89 memproduksi atau menyediakan barang atau jasa tersebut. Dalam konteks harga transfer, perusahaan atau organisasi seringkali menggunakan metode transfer harga pokok untuk menentukan biaya yang akan dikenakan pada unit bisnis atau departemen lain di dalam perusahaan yang terlibat dalam transfer barang atau jasa. Metode transfer harga pokok dapat melibatkan perhitungan biaya produksi, biaya overhead, biaya tenaga kerja, dan elemen biaya lainnya yang terkait dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa. Biaya tersebut kemudian dialokasikan atau ditransfer ke unit bisnis atau departemen lain berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan perhitungan yang telah ditetapkan. Tujuan dari penggunaan metode transfer harga pokok adalah untuk mencerminkan biaya yang wajar dan objektif dalam transfer barang atau jasa antar unit bisnis atau departemen di dalam perusahaan. Dengan menggunakan harga pokok sebagai dasar transfer, perusahaan dapat menghindari distorsi biaya dan dapat memastikan bahwa biaya yang ditransfer mencerminkan biaya yang sebenarnya yang terlibat dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa tersebut. Harga transfer berdasarkan harga pokok dapat diterapkan dengan menggunakan dasar biaya variabel, biaya penuh (absorpsi), atau harga pokok ditambah markup (Samryn, 2013). Penetapan harga transfer berdasarkan harga pokok dengan dasar harga pokok keseluruhan adalah pendekatan
90 di mana perusahaan menentukan harga transfer dengan menggunakan total harga pokok yang terkait dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa sebagai dasar perhitungan. Berikut adalah contoh kasus penetapan harga transfer berdasarkan harga pokok dengan dasar harga pokok keseluruhan: Misalkan PT ABC memiliki dua divisi: Divisi A yang memproduksi komponen elektronik dan Divisi B yang merakit produk akhir menggunakan komponen tersebut. PT ABC ingin menentukan harga transfer komponen elektronik dari Divisi A ke Divisi B berdasarkan harga pokok keseluruhan. Langkah-langkah untuk penetapan harga transfer: 1. Identifikasi biaya yang terkait: PT ABC mengidentifikasi semua biaya yang terkait dengan produksi komponen elektronik di Divisi A. Ini termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik, dan biaya lainnya yang terkait dengan produksi komponen elektronik. 2. Hitung total harga pokok: PT ABC menghitung total harga pokok untuk produksi komponen elektronik dalam suatu periode. Ini mencakup semua biaya yang teridentifikasi dalam langkah sebelumnya. 3. Tentukan unit dasar transfer: PT ABC menentukan unit dasar transfer yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan harga transfer. Misalnya, PT ABC memutuskan untuk menggunakan jumlah komponen elektronik yang diproduksi dalam suatu periode sebagai unit dasar transfer.
91 4. Hitung harga pokok per unit: PT ABC menghitung harga pokok per unit komponen elektronik dengan membagi total harga pokok dengan jumlah unit komponen elektronik yang diproduksi. 5. Tentukan harga transfer: PT ABC menggunakan harga pokok per unit sebagai dasar untuk menentukan harga transfer komponen elektronik dari Divisi A ke Divisi B. Misalnya, PT ABC dapat menambahkan margin keuntungan yang diinginkan di atas harga pokok per unit untuk menetapkan harga transfer yang sesuai. Dengan menggunakan pendekatan ini, PT ABC dapat menetapkan harga transfer yang mencerminkan total harga pokok yang terkait dengan produksi komponen elektronik. Ini memungkinkan mereka untuk menghindari distorsi biaya dan memastikan bahwa harga transfer yang ditetapkan mencerminkan biaya sebenarnya yang terlibat dalam produksi komponen tersebut. Di dalam metode ini hanya menggunakan harga pokok keseluruhan dan tidak membedakan antara biaya variabel dan biaya tetap. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti margin keuntungan yang diinginkan dan faktor-faktor pasar dalam menetapkan harga transfer yang akurat. Penetapan harga transfer berdasarkan harga pokok dengan dasar biaya variabel mencerminkan pendekatan di mana biaya variabel yang terkait dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa digunakan sebagai dasar untuk menentukan harga transfer. Biaya variabel merujuk pada biaya yang berubah secara proporsional tergantung pada volume produksi atau peningkatan aktivitas. Biaya variabel umumnya
92 termasuk bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya langsung lainnya yang terkait dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa. Dalam metode transfer harga pokok dengan dasar biaya variabel, perusahaan dapat menghitung total biaya variabel yang terkait dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa tersebut. Kemudian, biaya variabel tersebut dialokasikan atau ditransfer ke unit bisnis atau departemen lain berdasarkan volume produksi atau aktivitas yang dihasilkan oleh unit bisnis atau departemen tersebut. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga transfer yang didasarkan pada biaya yang terkait secara langsung dengan produksi atau penyediaan barang atau jasa. Dengan menggunakan biaya variabel sebagai dasar transfer, perusahaan dapat memastikan bahwa biaya yang ditransfer mencerminkan kontribusi aktual dari unit bisnis atau departemen tersebut dalam proses produksi atau penyediaan. Menurut Samryn (2013) formula umum yang dipakai dalam menetapkan harga transfer berdasarkan harga pokok dengan dasar biaya variabel adalah : Harga transfer = Biaya variabel + Margin Kontribusi yang Per unit hilang dari tiap unit Penjualan keluar Contoh : PT Karya melakukan usaha melalui divisi penjualan kain baju dan baju. Harga transfer = Rp 30.000,00 (biaya variabel per meter kain baju) + Rp 60.000,00 (margin kontribusi yang hilang per meter kain
93 baju) sebagai akibat PT Karya menghentikan penjualannya ke luar yang terdiri dari Rp 95.000,00 harga jual dikurangi Rp 35.000,00 biaya variabel. Maka dengan demikian harga transfer menjadi Rp 90.000,00 per meter kain baju (Rp 30.000,00 + Rp 60.000,00). C. Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar Harga transfer berdasarkan harga pasar adalah pendekatan di mana harga transfer ditetapkan berdasarkan harga yang biasanya ditemukan di pasar bebas untuk barang atau jasa yang serupa. Dalam metode ini, perusahaan menentukan harga transfer dengan mengacu pada harga yang dibayarkan oleh pihak ketiga yang tidak terkait dalam transaksi serupa. Berikut adalah contoh kasus penetapan harga transfer berdasarkan harga pasar: Misalkan PT XYZ adalah perusahaan multi-nasional yang memiliki beberapa anak perusahaan di berbagai negara. Salah satu anak perusahaan, PT XYZ-Indonesia, menghasilkan produk tertentu yang juga tersedia di pasar lokal di Indonesia. PT XYZ ingin menentukan harga transfer produk tersebut dari PT XYZ-Indonesia ke anak perusahaan lain yang berada di luar negeri berdasarkan harga pasar. Langkah-langkah untuk penetapan harga transfer: 1. Identifikasi harga pasar: PT XYZ melakukan penelitian dan analisis pasar untuk menentukan harga yang biasanya ditemukan di pasar bebas untuk produk tersebut. Mereka dapat mengumpulkan informasi
94 tentang harga yang dibayarkan oleh pelanggan atau mitra bisnis di pasar lokal. 2. Pertimbangkan perbedaan geografis dan kondisi pasar: PT XYZ mempertimbangkan perbedaan geografis dan kondisi pasar antara pasar lokal di Indonesia dan pasar di negara tujuan transfer. Faktorfaktor seperti perbedaan biaya hidup, peraturan perdagangan, atau kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi harga pasar di masing-masing wilayah. 3. Tetapkan harga transfer: PT XYZ menggunakan harga pasar sebagai dasar untuk menetapkan harga transfer produk dari PT XYZ-Indonesia ke anak perusahaan di luar negeri. Mereka dapat mengadopsi harga pasar secara langsung atau menyesuaikannya dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya pengiriman, risiko, atau margin keuntungan yang diinginkan. Dengan menggunakan pendekatan ini, PT XYZ dapat menetapkan harga transfer yang mencerminkan harga yang biasanya ditemukan di pasar bebas untuk produk tersebut. Ini memungkinkan mereka untuk menghindari distorsi harga dan memastikan bahwa harga transfer yang ditetapkan adil dan sejalan dengan harga yang akan ditemukan di pasar jika transaksi dilakukan dengan pihak ketiga yang tidak terkait. Contoh : PT Snack Abadi memproduksi minuman botol dan minuman kotak. Minuman ini sebagian dibuat untuk memenuhi kebutuhan divisi restoran. Perusahaan menaksir biaya variabel Rp 35.000,00 per krat minuman botol untuk memenuhi kebutuhan pasar 100 krat. Karena
95 tidak memiliki kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan tersebut, maka perusahaan mengurangi produksi minuman kotak sebanyak 70 karton per bulan. Harga jual minuman kotak Rp 60.000,00 per karton di apsar luar, dan biaya produksi variabelnya 25.000,00 per karton. Dari data tersebut total margin kontribusi yang hilang dari minuman kotak adalah sebesar Rp 2.450.000,00 dengan perhitungan sebagai berikut : Harga jual per karton minuman kotak Rp 60.000,00 Biaya variabel Rp 20.000,00 - Margin kontribusi Rp 30.000,00 Volume penjualan yang hilang 70 x Total margin kontribusi Rp2.450.000,00 Maka, harga transfer minuman per kotak yang dapat dibebankan kepada pembeli menjadi Rp 65.000,00 yaitu Rp 35.000,00 (biaya variabel per krat minuman botol) + Rp 30.000,00 (rata-rata margin kontribusi yang hilang dari tiap karton minuman kotak. Dalam penetapan harga transfer berdasarkan harga pasar ini membutuhkan analisis yang cermat dan data yang akurat mengenai harga pasar yang relevan. Selain itu, perusahaan juga harus mematuhi peraturan pajak internasional terkait dengan penetapan harga transfer.
96 Tentang Penulis Dewi Anggraini, SE., M.Si. Lahir di Palembang 21 April 1974 istri dari Bapak Zulfauzi, ST., M.Kom.(alm.), anak ke lima dari Bapak Drs. Abunawas Adun dan Ibu Kordiah, saat ini berdomisili di Jl. Asoka 5 No. 74 Rt. 10 Kelurahan Marga Rahayu Kecamatan Lubuklinggau Selatan 2 Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan, lulusan Magister of Science di Universitas Sriwijaya Palembang pada tahun 2012 dan saat ini dalam tahap menyelesaikan studi Doktor di Universitas Bengkulu, bekerja sebagai Dosen di UNIVERSITAS BINA INSAN Kota Lubuklinggau dari tahun 2006.
97 Harga Pokok Produk Dra. Yustina Triyani, M.M., M.Ak. DA dua metode yang biasanya digunakan untuk menghitung biaya produksi dalam perusahaan manufaktur yaitu penghitungan biaya berdasarkan pesanan (job order cost system) dan sistem penghitungan biaya berdasarkan proses (process cost system). Sesuai dengan namanya, sistem akuntansi biaya berdasarkan pesanan digunakan untuk penghitungan biaya produksi berdasarkan pesanan. Masing-masing pesanan dicatat dalam satu kartu biaya pesanan (job cost sheet) sehingga besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pesanan bisa dihitung dari job cost sheet tersebut. Jumlah biaya dihitung secara terpisah untuk masing-masing pesanan yang sudah selesai. Sistem penghitungan biaya berdasarkan proses digunakan untuk menghitung biaya produksi yang berlangsung terus menerus. A 8
98 Untuk produk-produk tertentu, perusahaan tidak memproduksi berdasarkan pesanan tetapi perusahaan memproduksi secara terus menerus misalnya perusahaan yang memproduksi cereal, biskuit, minuman kemasan, susu dan lain-lain. Untuk mengitung biaya produksi berdasarkan proses, perusahaan biasanya menggunakan periode waktu misalnya mingguan, bulanan, tri wulan dan lain-lain. Jika perusahaan memproduksi barang dalam jumlah banyak dengan sifat yang homogen (sejenis) pada umumnya biaya produksi dipertanggungjawabkan menggunakan sistem biaya proses, karena perusahaan tidak perlu mencatat biaya dari setiap jenis produk. A. Perbandingan antara sistem biaya pesanan dan sistem biaya proses Pada prinsipnya sistem biaya berdasarkan pesanan dan sistem biaya berdasarkan proses akan menghasilkan laporan yang sama yaitu laporan biaya produksi. Namun demikian, karena karakteristik produksinya berbeda maka pencatatan dan penghitungan biayanya ada beberapa perbedaan. Beberapa persamaan antara sistem biaya pesanan dengan sistem biaya proses antara lain: 1. Elemen biaya produksi. Ada tiga elemen biaya baik dalam sistem biaya pesanan maupun sistem biaya proses yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead manufaktur. 2. Pencatatan pengumpulan biaya. Baik sistem biaya pesanan maupun biaya pesanan akan membuat jurnal yang sama atas akumulasi biaya bahan baku, tenaga kerja maupun overhead.
99 3. Aliran biaya. Kedua sistem memiliki arus biaya yang sama yaitu pengumpulan biaya – pembebanan barang dalam proses – produk selesai dan penjualan. Beberapa item yang membedakan antara sistem biaya pesanan dan sistem biaya proses antara lain: 1. Jumlah akun barang dalam proses yang digunakan. Dalam sistem biaya berdasar pesanan, hanya menggunakan satu akun barang dalam proses, sedangkan sistem biaya berdasarkan proses menggunakan beberapa akun barang dalam proses sesuai dengan jumlah departemen yang ada. 2. Sumber dokumen untuk menelusur biaya. Sumber dokumen yang digunakan untuk menelusur biaya dalam sistem biaya pesanan adalah kartu biaya pesanan (Job cost sheet); sedangkan dalam metode biaya proses menggunakan laporan biaya produksi. 3. Penentuan total biaya produksi. Dalam metode biaya pesanan, total biaya produksi ditentukan berdasarkan masing-masing pesanan, sedangkan dalam sistem biaya proses total biaya produksi ditentukan berdasarkan tiap-tiap periode. 4. Penghitungan biaya produksi per unit. Untuk menghitung biaya produksi per unit dalam metode biaya berdasar pesanan cukup membagi total biaya pesanan dengan jumlah unit yang dipesan. Dalam sistem biaya proses pertama-tama harus menghitung ekuivalen unit produksi dalam periode berjalan. Biaya produksi per unit dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dengan ekuivalen unit produksi.
100 B. Sistem Biaya Berdasarkan Pesanan. Secara umum ada dua aktivitas utama dalam sistem biaya pesanan yaitu : 1. Aktivitas pengumpulan (akumulasi) biaya. Dalam aktivitas ini semua biaya produksi berupa biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya produksi tak langsung lainnya (biaya overhead ) dikumpulkan dan dicatat sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan. 2. Aktivitas pembebanan biaya. Dalam aktivitas ini biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead akan dibebankan ke persediaan barang dalam proses. Sesuai dengan alurnya, barang dalam proses yang sudah selesai dikerjakan akan dipindahkan ke persediaan barang jadi dan persediaan barang jadi yang terjual akan dipindahkan ke beban pokok penjualan. C. Akuntansi Pengumpulan Biaya Produksi Atas pengumpulan biaya produksi akan dicatat dalam jurnal sesuai dengan transaksi yang terjadi. Aktivitas pengumpulan masing-masing biaya dibahas sebagai berikut: 1. Akumulasi / pengumpulan biaya bahan baku (Raw material inventory) Bahan baku adalah semua bahan yang akan diolah dalam proses produksi menjadi barang jadi. Biaya bahan baku dibedakan menjadi dua yaitu bahan baku langsung (direct material) dan bahan baku tidak
101 langsung / bahan penolong (indirect material). Bahan baku langsung adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi dan keberadaannya bisa dikaitkan langsung dengan barang jadi, contohnya untuk membuat 1 buah jas pria diperlukan 3 meter bahan. Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi namun jumlah pemakaiannya relatif kecil dan keberadaannya sulit (tidak material) jika ditelusur ke barang jadi. Contoh bahan baku tidak langsung adalah : benang, kancing, pita dan lain-lain yang digunakan dalam produksi Jas. Biasanya akun bahan baku langsung dan bahan baku tidak langsung ini dicatat dalam satu akun yaitu Persediaan bahan baku (Raw material inventory). Contoh transaksi : PD Indah adalah perusahaan yang memproduksi jas pria berdasarkan pesanan. Pada 2 Januari 2021 membeli 200 meter bahan dengan harga @Rp 120.000. Selain itu membeli juga kancing, benang dan pita dengan harga total Rp 800.000. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut secara kredit adalah: Tanggal Nama Akun Debet Kredit Jan- 2 Persediaan Bahan Baku 24.800.000 - Utang Usaha - 24.800.000
102 2. Akumulasi / pengumpulan biaya tenaga kerja (Factory labor) Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi baik biaya tenaga kerja langsung (direct labor) maupun biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor). Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang langsung menangani proses produksi dan jumlahnya bisa dikaitkan langsung dengan barang jadi misalnya tukang jahit (dalam perusahaan konveksi). Sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang berkaitan dengan proses produksi namun tidak bisa dikaitkan langsung ke barang jadi misalnya gaji manajer bagian produksi, gaji mandor buruh atau supervisor yang mengawasi jalannya proses produksi di pabrik. Untuk mengidentifikasi biaya tenaga kerja langsung dan tidak langsung, masing-masing karyawan menggunakan kartu jam kerja (time ticket). Kartu tersebut digunakan sebagai dokumen yang menunjukkan berapa jam seorang karyawan bekerja menangani pesanan (tenaga langsung) atau mengerjakan tugas-tugas lain (tenaga kerja tidak langsung). Berdasarkan rekapitulasi kartu jam kerja tersebut jumlah penghasilan masing-masing karyawan ditetapkan. Contoh transaksi : berdasarkan rekapitulasi kartu jam kerja pada PD Indah diketahui jumlah biaya tenaga kerja bulan Januari sebesar Rp 8.200.000. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut secara tunai adalah:
103 3. Akumulasi biaya overhead pabrik (biaya produksi tak langsung) Biaya overhead merupakan biaya produksi yang tidak dapat ditelusur langsung ke barang jadi. Bisa dikatakan bahwa biaya overhead meliputi seluruh biaya produksi selain bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Termasuk sebagai biaya overhead antara lain : bahan penolong (indirect material); tenaga kerja tidak langsung (indirect labor), penyusutan mesin pabrik, penyusutan bangunan pabrik, asuransi pabrik, utilities pabrik dan lain-lain. Contoh : transaksi biaya overhead yang terjadi pada PD indah selama bulan Januari 2021 sebagai berikut : Asuransi bangunan pabrik Rp 1.200.000; Penyusutan mesin Rp 800.000; Biaya-biaya tak langsung lainnya yang masih terutang Rp 2.500.000. Jurnal untuk mencatat transaksi tersebut adalah: Tanggal Nama Akun Debet Kredit Jan- 31 Biaya Overhead 4.500.000 - Akumulasi Peny.Mesin - 800.000 Asuransi Pabrik - 1.200.000 Utang Biaya - 2.500.000
104 D. Akuntansi Pembebanan Biaya Tahap kedua dalam sistem biaya berdasarkan pesanan adalah pembebanan biaya ke dalam persediaan barang dalam proses (Work in process inventory). Untuk mencatat pemakaian bahan baku, tenaga kerja dan membebankan biaya overhead disediakan kartu biaya pesanan (job cost sheet). 1. Pemakaian Biaya Bahan Baku Contoh: pada bulan Januari 2021 ada 2 orang pemesan Jas pria dari PD Indah yaitu Tuan Jaya dan Tuan Kusuma, dan berdasarkan rekapitulasi permintaan bahan baku diketahui pemakaian bahan baku langsung senilai Rp 6.000.000 sedangkan pemakaian bahan tidak langsung senilai Rp 400.000; Maka jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku adalah : Tanggal Nama Akun Debet Kredit Jan-31 Pers. Barang Dalam Proses 6.000.000 - Biaya Overhead Pabrik 400.000 - Persediaan Bahan Baku - 6.400.000
105 2. Pemakaian Biaya Tenaga Kerja Contoh: berdasarkan kartu jam kerja karyawan PD Indah diketahui bahwa sejumlah Rp 7.000.000 terkait dengan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan sisanya merupakan biaya tenaga kerja tidak langsung. Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja Januari 2021 adalah sebagai berikut: 3. Pemakaian Biaya Overhead Pabrik Untuk membebankan biaya overhead pabrik ke dalam pesanan dilakukan dengan menggunakan tarif. Penggunaan tarif didasarkan pada pengalaman tahuntahun sebelumnya. Sebagai contoh PD Indah menetapkan tarif 80% berdasarkan jumlah biaya tenaga kerja langsung, maka pembebanan Biaya overhead pabrik untuk PD Indah bulan Januari adalah sebesar 80% X Rp 7.000.000 = Rp 5.600.000. Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya overhead pabrik bulan Januari menjadi : Tanggal Nama Akun Debet Kredit Jan- 31 Pers. Barang Dalam Proses 7.000.000 - Biaya Overhead Pabrik 1.200.000 - Biaya Tenaga Kerja - 8.200.000
106 Dari contoh PD Indah, misalnya kartu biaya pesanan Tuan Jaya disajikan sebagai berikut : Kartu Biaya Pesanan : 050 No.Pesanan : 050 Jumlah : 10 Unit Item: Jas Pria Tgl Pesanan 5 Januari 2021 Nama: Alamat : Tuan Jaya Jakarta Tgl Selesai: 25 Januari 2021 Tanggal Bahan baku langsung Tenaga kerja langsung Biaya overhead Januari 5 Rp 1.500.000 Rp 1.200.000 Rp 960.000 Januari 10 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 800.000 Januari 20 Rp 500.000 Rp 1.800.000 Rp 1.440.000 Total Rp 3.000.000 Rp 4.000.000 Rp 3.200.000 Biaya Penyelesaian : Bahan baku langsung Tenaga kerja langsung Biaya overhead Pabrik Total Biaya Produksi Bi.Produksi per Unit = Rp 10.200.000 / 10 unit Rp 3.000.000 Rp 4.000.000 Rp 3.200.000 Rp10.200.000 Rp 1.020.000 Catatan : 1. Tarif BOP 80% dari biaya tenaga kerja langsung. 2. Proses produksi pesanan Jas sudah selesai. Tanggal Nama Akun Debet Kredit Jan-31 Pers. Barang Dalam Proses 5. 600.000 - Bi. Overhead Pabrik - 5.600.000
107 Jadi harga pokok produk (10 jas pria) berdasarkan pesanan tuan Jaya sebesar Rp 10.200.000. Pada saat produk diserahkan kepada pemesan, perusahaan akan mencatat sebagai Penjualan sebesar harga jual dan Beban Pokok Penjualan sebesar harga pokok produknya yaitu Rp10.200.000. E. Sistem Biaya Berdasarkan Proses Sistem biaya proses merupakan metode penetuan biaya dimana biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit produk dihitung dengan cara membagi total biaya suatu departemen dengan jumlah unit yang diproduksi oleh departemen yang bersangkutan. Beberapa karakteristik dari sistem akuntansi biaya proses antara lain: 1. Kegiatan proses produksi berlangsung terus-menerus 2. Perusahaan memproduksi dalam jumlah besar (produksi massa) dengan tujuan menyiapkan persediaan untuk dijual. 3. Barang yang dihasilkan oleh masing-masing departemen relatif sama (homogen) dan berdasarkan standar. 4. Pengumpulan biaya dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu 5. Penghitungan biaya per unit dilakukan dengan membagi total biaya departemen dengan total unit yang diproduksi departemen yang bersangkutan.
108 Sama seperti dalam sistem akuntansi biaya berdasarkan pesanan, ada dua tahap pencatatan biaya berdasarkan proses yaitu tahap akumulasi (pengumpulan) biaya dan tahap pembebanan biaya ke dalam work in process (barang dalam proses). Pada tahap akumulasi biaya, pencatatannya sama seperti dalam sistem akuntansi biaya berdasarkan pesanan. Berbeda dengan penghitungan biaya berdasarkan pesanan yang hanya menggunakan satu akun barang dalam proses, dalam akuntansi biaya berdasarkan proses akun barang dalam proses terdiri dari beberapa tergantung jumlah departemen yang ada di perusahaan. Pencatatan pembebanan biaya ke persediaan dalam proses akan disesuaikan dengan masing-masing departemen. F. Langkah-langkah dalam menyusun Laporan Biaya Produksi Pada setiap akhir periode, perusahaan membuat laporan biaya produksi. Laporan biaya produksi dibuat untuk masing-masing departemen. Apabila perusahaan memproduksi barang melalui tiga departemen produksi maka perusahaan harus membuat tiga laporan biaya produksi untuk masing-masing departemen. Laporan biaya produksi merupakan dokumen kunci yang digunakan untuk memahami kegiatan produksi masingmasing departemen. Dalam setiap laporan biaya produksi akan ditampilkan informasi mengenai kuantitas produksi dan data biaya produksi. Ada empat langkah dalam membuat biaya produksi yaitu :
109 1. Menghitung aliran unit fisik barang yang diproduksi 2. Menghitung ekuivalent unit (unit produksi yang setara) 3. Menghitung biaya produksi per unit 4. Membuat rekonsiliasi biaya. Untuk menjelaskan bagaimana langkah-langkah dalam menyusun laporan biaya produksi, akan dijelaskan satu persatu dengan menggunakan contoh sebagai berikut. PT Cita Rasa memproduksi waffle beraneka rasa. Untuk penyusunan laporan biaya produksi dari Mixing Department periode Juni 2020, diketahui data sebagai berikut: Data Unit: Persediaan Barang dalam Proses 1/6 (70 % selesai) 15.000 Unit yang mulai diproduksi Juni 2020 385.000 Persediaan Barang dalam Proses 30 Juni : Bahan baku selesai 80% Biaya konversi (Tenaga kerja dan BOP) selesai 40% 50.000 Data Biaya : Persediaan Barang dalam Proses 1/6 Bahan Baku Rp 4.700.000 Biaya Konversi Rp 2.000.000 Biaya Periode berjalan : Bahan Baku Rp 10.900.000 Biaya Konversi Rp 5.400.000
110 Berdasarkan data di atas Laporan Harga Pokok Produksi Departemen Mixing bisa dibuat sebagai berikut: Departemen Pencampuran (Mixing Departement) Laporan Biaya Produksi Untuk Periode Yang Berakhir Pada 30 Juni 2020 1.Unit Fisik Barang dalam proses 1 Juni 15,000 Barang yang diproduksi Juni 385,000 Total Unit 400,000 Barang selesai (Transfer Out) 350,000 Barang dalam proses 30 Juni 50,000 Total Unit 400,000 2.Ekuivalen Unit Unit bahan baku Unit biaya konversi Barang selesai (Transfer Out) 350,000 350,000 Barang dalam proses 30 Juni Unit bahan baku = 50,000 x 80% 40,000 - Unit bi. konversi = 50,000 x 40% 20,000 Ekuivalen Unit Production 390,000 370,000 3.Biaya produksi Bi.bahan Biaya Total
111 baku Konversi Barang dalam proses 1 Juni 4,700,000 2,000,000 6,700,000 Biaya produksi bulan Juni 10,900,000 5,400,000 16,300,000 Total Biaya produksi 15,600,000 7,400,000 23,000,000 Ekuivalent Unit Produksi 390,000 370,000 - Biaya produksi per unit (Rp) 40 20 60 4.Rekonsiliasi Biaya Total Biaya produksi 23,000,000 Transfer Out = 350,000 x Rp 60 21,000,000 Barang dalam proses 30 Juni Bahan baku (50,000 x 80%) x 40 1,600,000 Bi konversi = (50,000 x 40%) x 20 400,000 2,000,000 Total Biaya produksi 23,000,000 Terdapat perbedaan penyajian Laporan Harga Pokok Produksi dalam sistem biaya berdasarkan pesanan dan sistem biaya berdasarkan proses karena cara perhitungan dan dasar pembebanannya juga berbeda. Namun tidak ada yang salah dalam penyajian laporan tersebut asalkan sudah sesuai dengan tujuannya. Berbeda dengan Laporan yang dihasilkan oleh Akuntansi Keuangan yang penyajiannya harus memenuhi standar tertentu, Laporan biaya produk dibuat sesuai dengan tuntutan devisi masingmasing.
112 Tentang Penulis Dra. Yustina Triyani, M.M., M.Ak., bekerja sebagai Dosen di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta sejak 1992 sampai saat ini. Menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Akuntansi Periode 2017–2019. Selama masa pandemi aktif mengisi waktu luang bekerjasama dengan penerbit Diandra Kreatif dan Media Sains Indonesia dengan menulis book chapter. Selain menulis selama masa pandemi juga aktif sebagai relawan Eco enzyme Nusantara dengan membuat dan mensosialisasikan Eco Enzyme, cairan fermentasi multifungsi yang dibuat dari limbah dapur. Mari selamatkan bumi dengan mengelola sampah di rumah masing-masing. Email Penulis: [email protected]
113 Activity Based Costing Sugi Suhartono, S.E., M.Ak. A. Pengertian Activity Based Costing System Menurut Blocher et.al (2019:139), Activity Based Costing adalah pendekatan dalam menghitung biaya yang menyalurkan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya. Menurut Mowen, Hansen dan Heitger, (2018:226) Activity Based Costing menurut adalah suatu sistem biaya yang menelusuri biaya aktivitas terlebih dahulu, kemudian baru mengaitkannya dengan produk. Activity Based Costing merupakan suatu pendekatan dalam menghitung biaya pada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan serta penggunaan sumber daya untuk melakukan aktivitas 9
114 tersebut dengan lebih efisien. Activity Based Costing fokus pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi, mendistribusikan, atau mendukung produk tersebut. Dalam Activity Based Costing, langkah awal yang penting adalah mengidentifikasi aktivitas yang terlibat dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Identifikasi ini biasanya dilakukan melalui wawancara dengan manajer atau perwakilan dari berbagai departemen fungsional. Data yang dihasilkan dari wawancara ini digunakan untuk membuat kamus aktivitas yang mencatat berbagai aktivitas di dalam organisasi beserta atributnya. Atribut aktivitas meliputi informasi keuangan dan non-keuangan yang menjelaskan setiap aktivitas secara detail. Atribut tersebut disesuaikan dengan tujuan analisis biaya, seperti jenis sumber daya yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk aktivitas, tujuan biaya aktivitas, output aktivitas, dan deskripsi aktivitas itu sendiri. Activity-Based Costing telah diakui sebagai suatu metode penetapan biaya produksi yang efektif. Metode ini sangat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan bisnis yang tepat dan berkualitas. Dalam perusahaan manufaktur Activity-Based Costing membantu meningkatkan realibilitas atau keandalan informasi biaya yang disajikan. Perbedaan antara Sistem Biaya Tradisional dan Activity Based Costing System adalah: 1. Dalam sistem biaya tradisional, biaya desain dialokasikan ke semua produk tanpa mempertimbangkan apakah produk tersebut memerlukan desain atau
115 tidak. Namun, dalam Activity Based Costing, biaya tersebut hanya dibebankan pada produk yang membutuhkan pekerjaan desain. 2. Activity Based Costing melacak biaya produk melalui aktivitas, sementara sistem tradisional tidak. 3. Proses pembebanan biaya dalam Activity Based Costing terdiri dari tiga tahap, di mana biaya ditelusuri ke driver sumber daya yang sama atau serupa, kemudian tarif overhead dihitung untuk setiap aktivitas berdasarkan cost driver aktivitas tertentu, dan terakhir biaya overhead dibebankan ke setiap produk dengan mengalikan tarif overhead pabrik dengan kuantitas driver aktivitas yang digunakan oleh produk. Perbedaan utama antara sistem tradisional dan Activity Based Costing terletak pada tahap kedua dan ketiga. B. Istilah dan Definisi Beberapa istilah penting dalam Activity Based Costing antara lain: 1. Aktivitas (Activities) adalah tugas-tugas atau kegiatankegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam proses produksi atau penyediaan layanan. Aktivitas dapat menjadi dasar untuk mengalokasikan biaya overhead ke produk atau layanan. 2. Cost Pool: Cost pool adalah kumpulan biaya yang terkait dengan aktivitas tertentu. Biaya overhead umumnya dikumpulkan dalam cost pool sebelum dialokasikan ke aktivitas-aktivitas spesifik.
116 3. Cost Driver adalah faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya biaya dalam suatu aktivitas. Cost driver digunakan untuk menghubungkan biaya ke aktivitas yang mendasarinya dan dapat berupa volume produksi, jam tenaga kerja langsung, jumlah setup, atau faktor-faktor lain yang relevan. 4. Unit Cost Driver adalah ukuran fisik atau operasional yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari aktivitas ke produk atau layanan. Contoh unit cost driver adalah jumlah unit produk yang diproduksi, jumlah jam mesin yang digunakan, atau jumlah setup yang dilakukan. 5. Activity Rate adalah tarif atau biaya per unit dari unit cost driver yang digunakan untuk mengalokasikan biaya dari aktivitas ke produk atau layanan. Activity rate dihitung dengan membagi biaya total aktivitas oleh jumlah unit cost driver yang terjadi. 6. Activity Based Costing adalah representasi matematis atau perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung biaya produk atau layanan dengan menggunakan Activity Based Costing. Activity Based Costing model dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasikan sumber biaya, mengalokasikan biaya secara tepat, dan membuat keputusan yang lebih baik dalam pengelolaan biaya. 7. Cross-Subsidization. Cross-subsidization terjadi ketika produk atau layanan yang menggunakan lebih sedikit sumber daya secara relatif menanggung lebih sedikit biaya dibandingkan dengan kontribusinya terhadap biaya overhead. Activity Based Costing membantu
117 mengurangi cross-subsidization dengan mengidentifikasi dan mengalokasikan biaya secara lebih akurat berdasarkan penggunaan sumber daya. 8. Value-Added Activities adalah aktivitas yang secara langsung berkontribusi pada nilai produk atau layanan yang dihasilkan. Activity Based Costing membantu perusahaan dalam mengidentifikasi valueadded activities dan fokus pada upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi dalam aktivitas-aktivitas ini. C. Langkah-Langkah Penetapan Activity Based Costing Menurut Mowen, Hansen and Heitger (2018:226-229) langkah-langkah dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Identifikasi Aktivitas Sumber Daya : Langkah pertama adalah mengidentifikasi semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi atau penyediaan layanan. Langkah ini adalah menentukan sumber daya mana di setiap akun yang dipakai oleh aktivitas yang teridentifikasi. Biaya sumber daya yang digunakan untuk aktivitas tertentu mungkin hanya sebagian kecil dari biaya dalam akun tertentu. Sebagai contoh, satu akun perlengkapan pabrik dapat mencakup biaya sumber daya yang di gunakan oleh beberapa operasi produksi yang berbeda. 2. Pengelompokan Aktivitas: Setelah aktivitas diidentifikasi, langkah berikutnya adalah mengelompokkan aktivitasaktivitas tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang
118 serupa. Pengelompokan ini membantu dalam mengelompokkan biaya yang terkait dengan aktivitasaktivitas serupa untuk memfasilitasi alokasi biaya yang lebih akurat. 3. Mengidentifikasi Cost Drivers: Cost drivers adalah faktor-faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya biaya dalam suatu aktivitas. Identifikasi cost drivers penting untuk menghubungkan biaya ke aktivitas yang mendasarinya. Cost drivers dapat berupa volume produksi, waktu penggunaan, jumlah setup, atau faktor-faktor lain yang relevan. 4. Alokasi Biaya ke Aktivitas: Langkah selanjutnya adalah mengalokasikan biaya overhead dan biaya tidak langsung lainnya ke aktivitas-aktivitas berdasarkan penggunaan relatif dari setiap aktivitas oleh produk atau layanan. Penggunaan cost drivers dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan alokasi biaya ke aktivitas-aktivitas tersebut. 5. Perhitungan Biaya Aktivitas: Setelah biaya dialokasikan ke aktivitas, langkah berikutnya adalah menghitung biaya total untuk setiap aktivitas. Ini melibatkan penggabungan biaya langsung dan tidak langsung yang terkait dengan aktivitas tersebut.
119 6. Alokasi Biaya dari Aktivitas ke Produk atau Layanan: Dalam langkah ini, biaya dari aktivitas-aktivitas dialokasikan ke produk atau layanan berdasarkan pemakaian relatif dari setiap aktivitas oleh produk atau layanan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan unit cost driver yang relevan, seperti jumlah unit produk yang diproduksi atau waktu penggunaan untuk setiap produk atau layanan. 7. Analisis dan Interpretasi: Setelah sistem Activity Based Costing dikembangkan dan biaya dialokasikan ke produk atau layanan, langkah terakhir adalah menganalisis dan menginterpretasi hasilnya. Manajemen perlu memahami bagaimana biaya terkait dengan aktivitas-aktivitas tertentu dan bagaimana biaya tersebut mempengaruhi profitabilitas produk atau layanan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi area-area di mana efisiensi dapat ditingkatkan atau untuk membuat keputusan strategis yang lebih baik. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, Activity Based Costing memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan lebih baik bagaimana biaya terkait dengan aktivitas yang sebenarnya dilakukan dalam proses produksi atau penyediaan jasa. Hal ini memungkinkan manajemen untuk membuat keputusan yang lebih tepat berdasarkan informasi biaya yang lebih akurat dan terperinci.
120 D. Manfaat Penetapan Activity Based Costing Menurut Blocher et.al (2019:102-103), perhitungan Activity Based Costing memiliki manfaat antara lain : 1. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik. Activity Based Costing memberikan informasi biaya produk yang lebih tepat dan informatif yang berkontribusi dalam pengukuran profitabilitas produk dan pelanggan yang lebih akurat. 2. Pengambilan keputusan yang lebih baik. Activity Based Costing memberikan pengukuran cost driver yang lebih akurat, membantu manajer meningkatkan nilai produk dan proses dengan membuat keputusan desain produk yang lebih baik dan keputusan dukungan pelanggan yang lebih baik serta mendorong proyek peningkatan nilai. 3. Perbaikan proses. Activity Based Costing menyajikan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi area di mana perbaikan proses diperlukan. 4. Peningkatan perencanaan. Meningkatkan perencanaan estimasi biaya produk pesanan yang lebih baik dalam keputusan penetapan harga, penganggaran, dan perencanaan, serta menyajikan informasi yang lebih baik 5. Mengidentifikasi biaya kapasitas yang tidak terpakai. Karena banyak perusahaan mengalami fluktuasi musiman dan siklus dalam penjualan dan
121 produksi, ada kalanya kapasitas pabrik dipasok tetapi tidak digunakan. Ini dapat berarti bahwa biaya dikeluarkan untuk aktivitas di tingkat batch, produk, dan fasilitas tetapi tidak digunakan. Sistem Activity Based Costing memberikan informasi yang lebih baik untuk mengidentifikasi biaya kapasitas yang tidak terpakai dan memelihara akuntansi terpisah untuk biaya ini. Meskipun Activity Based Costing dapat memberikan informasi yang berharga bagi manajemen, pendekatan ini juga memerlukan investasi waktu dan sumber daya untuk menerapkannya dengan benar. Selain itu, ada juga tantangan dalam mengidentifikasi cost drivers yang tepat dan mengumpulkan data biaya yang akurat. Namun, bagi perusahaan yang menerapkan Activity Based Costing dengan baik, pendekatan ini dapat menjadi alat yang kuat untuk mengelola biaya dan meningkatkan efisiensi operasional. E. Syarat Penerapan Activity Based Costing Untuk memaksimalkan penerapan Activity Based Costing, beberapa faktor berikut perlu dipertimbangkan: 1. Perusahaan memiliki variasi produksi yang tinggi. Jika perusahaan menghasilkan berbagai macam produk atau lini produk dengan menggunakan fasilitas yang sama. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam menentukan alokasi biaya kepada setiap produk. 2. Persaingan yang ketat di pasar. Dalam lingkungan persaingan yang ketat, di mana ada beberapa
122 perusahaan yang menawarkan produk serupa, kebutuhan akan alokasi biaya yang tepat sangat penting. Informasi yang akurat mengenai alokasi biaya akan memudahkan manajemen dalam membuat keputusan. 3. Biaya pengukuran yang rendah Biaya pengukuran merupakan biaya yang terkait dengan penggunaan sistem biaya tertentu. Untuk memastikan efisiensi penerapan sistem Activity Based Costing, biaya pengukuran untuk mengumpulkan informasi biaya aktivitas haruslah terjangkau. F. Keunggulan Activity Based Costing Keunggulan dari sistem Activity Based Costing antara lain : 1. Activity Based Costing dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. 2. Activity Based Costing dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang berkualitas dengan memahami sifat dari setiap aktivitas. 3. Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar. 4. Dengan analaisis biaya yang diperbaiki, manajemen dapat melakukan analaisis yang lebih akurat mengenai volume yang dilakukan untuk mencari breakevent atas produk yang bervolume rendah. 5. Melalui analisis data biaya dan pola pemakaian sumber daya, manajemen dapat mulai merekayasa
123 kembali proses manufacturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi. 6. Membantu untuk fokus pada aktivitas penambah nilai dan menghilangkan aktivitas yang bukan penambah nilai. 7. Membantu meminimalkan biaya dengan menawarkan informasi tentang berbagai peluang yang dapat mengurangi biaya secara signifikan. 8. Membantu memahami hubungan antara biaya dan penyebabnya dan dengan demikian dapat secara efisien mengalokasikan biaya manufaktur yang realistis untuk produk tertentu dalam suatu organisasi. 9. Mengalokasikan biaya overhead manufaktur ke proses dan produk yang menggunakan aktivitas secara akurat. 10. Membantu mengalokasikan biaya ke produk dengan benar, dan ini menghasilkan kebijakan penetapan harga yang layak. 11. Membantu menentukan margin laba produk secara tepat. 12. Dapat membandingkan biaya setiap aktivitas dan dengan demikian menemukan aktivitas-aktivitas yang perlu diperbaiki atau dihilangkan 13. Memberikan informasi biaya yang akurat. Inilah sebabnya mengapa manajemen dapat dengan mudah mengadopsi metode peningkatan produktivitas seperti BPR atau Business Process Re-engineering dan TQM atau Total Quality Management.
124 14. Ini membantu manajemen untuk memperbaiki harga transfer sehingga tidak ada masalah saat mentransfer produk jadi dari satu departemen ke departemen lain. 15. Ini mengidentifikasi pemicu biaya untuk semua aktivitas, dan dengan demikian menjadi mudah untuk mengendalikan biaya pada sumbernya. 16. Ini membantu organisasi dalam mengidentifikasi produk, aktivitas, layanan, proyek, kontrak, saluran distribusi, serta segmen pelanggan yang menguntungkan. 17. Menggunakan banyak pemicu biaya untuk melacak lebih banyak biaya overhead ke produk 18. Sistem membantu dalam proses pengambilan keputusan yang lebih baik karena para manajer memiliki data biaya produk yang dapat diandalkan yang mereka miliki G. Kelemahan Activity Based Costing 1. Tidak terlalu cocok untuk organisasi kecil. 2. Laporan dari aktivitas berbasis biaya tidak dapat digunakan untuk pelaporan eksternal. 3. Tidak dapat diterapkan jika perusahaan hanya memproduksi satu atau sedikit produk. 4. Data yang dihasilkan oleh aktivitas berbasis biaya dalam beberapa kasus tidak sesuai dengan standar kinerja manajerial yang telah ditetapkan sebelumnya dengan metode biaya tradisional. 5. Tidak dapat digunakan untuk menyiapkan laporan laba bulanan.
125 6. Sulit untuk menerapkan aktivitas berbasis biaya di semua fasilitas dan lini produk. 7. Tidak mudah untuk mengimplementasikan sistem activity based costing karena berbagai kesulitan seperti pemilihan cost driver, tarif cost driver yang bervariasi, dan penugasan biaya-biaya tipikal. 8. Tidak ada gunanya jika perusahaan memiliki overhead yang kecil. 9. Merupakan proses yang memakan waktu dan rumit karena metode ini melibatkan pengumpulan dan persiapan data. 10. Dianggap mahal karena membutuhkan biaya lebih untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi. 11. Menggunakan sejumlah besar cost pool, dan ini berarti pengeluaran yang tidak perlu bagi perusahaan. 12. Sejumlah besar departemen yang terlibat dalam sistem meningkatkan risiko kegagalan data dari waktu ke waktu.
126 Tentang Penulis Sugi Suhartono, S.E., M.Ak. Sebagai dosen pada Program Studi Akuntansi di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie (IBIKKG). Lulus sebagai Sarjana Ekonomi, jurusan Akuntansi tahun 1999, dan melanjutkan studi Strata Dua (S2) dan meraih gelar Magister Akuntansi di Universitas Trisaki pada tahun 2015. Selain sebagai dosen, penulis juga pernah menjadi koordinator Bidang Penelitian dan Bidang Publikasi serta Bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IBIKKG. Selain itu juga pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Penjaminan Mutu tingkat intitusi. Penulis juga aktif sebagai peneliti di bidang akuntansi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi dan juga Kemenristek DIKTI. Penulis memperoleh Hibah Kompetisi Nasional untuk Penelitian Dosen Pemula (PDP) pada tahun 2016 dan 2017. Hasil penelitian dipublikasikan di beberapa jurnal nasional. Selain sebagai peneliti, saat ini penulis juga aktif menulis publikasi artikel di berbagai jurnal nasional terakreditasi, dan jurnal internasional bereputasi. Penulis mengharapkan, dengan berkontribusi dalam penulisan buku ini, dapat memberikan kontribusi positif bagi intitusi penulis, bangsa dan negara Indonesia.
127 Economic Value Added (EVA) Fitrarena Widhi Rizkyana, S.E., M.Ak. A. Pengenalan Akuntansi Manajemen Akuntansi manajemen menurut Horngren et al. (2015) dinyatakan sebagai sebuah proses pengidentifikasian, pengukuran, akumulasi, analisis, persiapan, interpretasi, dan komunikasi informasi yang digunakan oleh manajemen untuk merencanakan, mengevaluasi, dan mengendalikan organisasi serta untuk memastikan penggunaan sumber daya organisasi yang efektif dan efisien. Sebagaimana definisi tersebut, akuntansi manajemen ditujukan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pihak internal seperti manajer dalam membantu proses pengelolaan dan pengambilan keputusan perusahaan. Khafid (2017) menyebutkan bahwa 10
128 akuntansi manajemen memiliki beberapa karakteristik, yakni: 1. Tidak dibatasi oleh standar akuntansi yang mengaturnya, tetapi mengutamakan kemanfaatan dari informasi yang dihasilkan bagi manajer; 2. Fokus informasi berorientasi kepada masa yang akan datang dan juga masa lalu; 3. Lingkup informasi adalah bagian-bagian perusahaan, sehingga informasi yang disajikan amat detail sesuai dengan kebutuhan; 4. Informasi berbentuk kuantitatif dan kualitatif, menggunakan satuan moneter dan non moneter, tidak harus dapat diverifikasi secara tepat tetapi cukup berdasarkan estimasi yang rasional. Penerapan konsep akuntansi manajemen memiliki peran penting dalam berbagai aspek manajerial, yang pertama adalah membantu dalam pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen akan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pihak internal seperti manajer dalam pengambilan keputusan strategis, taktis, dan operasional. Dengan informasi yang tepat, manajer mampu membuat keputusan yang lebih baik terkait dengan alokasi sumber daya, pengendalian biaya, penetapan harga, investasi, dan strategi bisnis lainnya. Kedua adalah membantu merencanakan dan mengendalikan biaya dengan efisien. Pihak manajemen mendapat informasi yang berguna dalam melakukan perencanaan aktivitas dan pengendalian terhadap pelaksanaanya. Aktivitas ini meliputi penetapan tujuan, perencanaan anggaran, penetapan standar biaya, dan
129 pengukuran kerja. Selain aktivitas-aktivitas tersebut juga perlu dilakukannya analisis biaya secara tepat, sebagai upaya perusahaan dalam mengidentifikasi area-area di mana biaya dapat dikurangi atau dioptimalkan, meningkatkan efisiensi operasional, serta tercapainya target laba yang ditetapkan. Ketiga adalah membantu dalam melakukan evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan aktivitas-aktivitas perusahaan. Evaluasi kinerja ini meliputi evaluasi terhadap perusahaan, departemen, hingga unit bisnis secara mendalam. Ini dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan target yang telah ditetapkan, mengidentifikasi varian atau perbedaan antara kinerja sebenarnya dan yang diharapkan, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja. Keempat adalah membantu dalam melakukan evaluasi terhadap efisiensi dan efektivitas dari aktivitas operasi perusahaan. Informasi akuntansi manajemen membantu pihak manajemen dalam melakukan evaluasi efisiensi dengan memeriksa apakah perusahaan melakukan suatu aktivitas dengan biaya yang lebih rendah. Selain itu juga membantu manajemen dalam melakukan evaluasi efektivitas dengan memeriksa apakah perusahaan telah melakukan suatu aktivitas dengan cara yang benar. Informasi yang diterima atas evaluasi tersebut sangat penting sebagai bahan evaluasi terhadap proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan, apakah proses bisnis tersebut sudah berjalan dengan baik atau belum. Kelima adalah membantu dalam mengoptimasi penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
130 Sumber daya tersebut berupa modal, tenaga kerja, bahan baku, serta fasilitas. Informasi akuntansi manajemen ini berguna bagi pihak manajemen untuk mengetahui apakah sumber daya tersebut digunakan secara optimal oleh perusahaan. Selain itu, informasi tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai panduan dalam mengelola biaya lebih efisien pada periode berikutnya, meningkatkan produktivitas, dan mengidentifikasi peluang untuk mengurangi pemborosan serta meningkatkan nilai tambah. Keenam adalah memberikan dukungan penting dalam perencanaan strategis perusahaan. Informasi akuntansi manajemen dapat digunakan untuk mengevaluasi proyekproyek investasi, mengidentifikasi peluang bisnis, menentukan harga produk atau layanan, serta merencanakan strategi pertumbuhan dan pengembangan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Aktivitas ini perlu dilakukan dengan menganalisis secara mendalam terhadap biaya, pendapatan, dan kinerja. Ketujuh adalah meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Informasi akuntansi manajemen ini berguna sebagai panduan dalam proses peningkatan profitabilitas, efisiensi operasional, kepuasan pelanggan, inovasi, dan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan perusahaan. Pemangku kepentingan perusahaan ini seperti pemilik, karyawan, dewan direksi, investor, kreditor, dan regulator. Dengan memahami penerapan konsep Akuntansi Manajemen, perusahaan dapat memanfaatkan informasi yang dihasilkan secara efektif dalam meningkatkan
131 kinerja, mengelola risiko, dan mencapai tujuan strategis yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan. B. Dasar-Dasar Economic Value Added (EVA) Economic Value Added (EVA) merupakan salah satu konsep utama dalam bidang Akuntansi Manajemen yang digunakan sebagai cara untuk mengukur nilai ekonomis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau unit bisnis dalam suatu periode waktu tertentu. Kaplan and Norton (2008) menyebutkan bahwa EVA merupakan ukuran keuangan yang mencerminkan seberapa baik sebuah perusahaan menghasilkan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya setelah memperhitungkan biaya modal yang digunakan. Selain itu, Rappaport (2011) juga menerangkan bahwa EVA adalah ukuran kinerja keuangan yang menekankan pentingnya pengembalian modal kepada para pemegang saham. EVA membandingkan laba yang dihasilkan dengan biaya modal untuk mengetahui apakah perusahaan menghasilkan nilai tambah atau tidak. EVA adalah suatu ukuran kinerja keuangan yang berbasis nilai (value-based) yang dinyatakan dalam satuan mata uang (Young and O’Byrne, 2001). Oleh karena nilai EVA tidak dinyatakan dalam angka relatif, maka tidak ada batasan nilai EVA yang ideal untuk menyatakan baik atau buruknya kinerja perusahaan. Berikut merupakan penilaian kinerja keuangan EVA yang diukur dengan ketentuan: 1. Jika EVA > 0, maka kinerja perusahaan dapat dikatakan baik, sehingga terjadi proses perubahaan
132 nilai ekonomisnya. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan investasi perusahaan lebih besar daripada jumlah biaya yang harus dibayarkan perusahaan tersebut kepada bank dan investor sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan. 2. Jika EVA = 0, maka kinerja perusahaan secara ekonomis dalam keadaan impas. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan investasi perusahaan sama dengan jumlah biaya yang harus dibayarkan perusahaan tersebut kepada bank dan investor. 3. Jika EVA < 0, maka kinerja perusahaan tersebut kurang baik karena laba yang diperoleh tidak memenuhi harapan penyandang dana, sehingga tidak terjadi penambahan nilai ekonomis pada perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan investasi perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah biaya yang harus dibayarkan perusahaan tersebut kepada bank dan investor sehingga perusahaan mengalami kerugian. Manfaat penerapan konsep EVA dalam perusahaan yakni a) membantu dalam mengukur kinerja perusahaan dengan memperhitungkan biaya modal; b) membantu memberikan insentif bagi manajer dalam meningkatkan efisiensi penggunaan modal; c) membantu dalam pengambilan keputusan investasi dengan fokus pada nilai tambah yang dihasilkan; serta d) memperkuat hubungan antara kinerja keuangan dan nilai perusahaan. Perbedaan antara EVA dengan metrik pengukuran lainnya yakni dapat diamati pertama EVA secara khusus dirancang untuk mengukur nilai tambah yang diciptakan
133 oleh perusahaan bagi para pemegang saham. Ini berbeda dengan metrik pengukuran keuangan tradisional seperti laba bersih, yang tidak selalu memberikan gambaran yang lengkap tentang nilai tambah yang sebenarnya. Kedua pengukuran EVA mempertimbangkan biaya modal yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan modal. Hal ini memungkinkan EVA untuk mengevaluasi apakah perusahaan menghasilkan laba yang cukup besar untuk mengimbangi biaya modal tersebut. Ketiga EVA cenderung memiliki orientasi jangka panjang karena mempertimbangkan biaya modal yang melibatkan periode waktu tertentu, seperti biaya ekuitas yang diharapkan oleh investor. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk melihat dampak keputusan investasi jangka panjang terhadap nilai tambah. Keempat EVA sering dikaitkan dengan konsep strategi nilai (value-based strategy) di mana perusahaan berusaha untuk meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham. Metrik pengukuran lain seperti ROI (Return on Investment) atau ROE (Return on Equity) cenderung lebih bersifat deskriptif dan tidak selalu terkait langsung dengan strategi nilai. Kelima: EVA mencoba memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan hubungan antara laba operasional, biaya modal, dan modal yang digunakan. Ini membuatnya lebih kompleks daripada beberapa metrik pengukuran keuangan lainnya.
134 C. Perhitungan EVA Untuk Perusahaan Komponen-komponen utama dalam perhitungan EVA yang perlu diperhatikan, yakni: 1. Laba Bersih Operasi Setelah Pajak (Net Operating After Tax): pendapatan bersih yang diperoleh perusahaan setelah mengurangi semua biaya operasional, biaya bunga, pajak, dan biaya lainnya. Ini adalah komponen utama dalam perhitungan EVA karena merupakan pendapatan yang dihasilkan perusahaan sebelum mempertimbangkan biaya modal. 2. Biaya Keuangan sebagai tingkat pengembalian modal yang diinvestasikan oleh perusahaan. 3. Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata tertimbang suatu perusahaan merupakan tingkat imbal hasil minimal yang diinginkan oleh perusahaan atas investasi yang dilakukan. Tingkat imbal hasil minimal ini disebut sebagai biaya karena perusahaan harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan apabila modal investasi tersebut berasal dari utang atau penerbitan saham. Biaya-biaya tersebut seperti, tingkat bunga yang dipatok bank atas pinjaman perusahaan atau tingkat imbal hasil yang diinginkan oleh investor atas investasinya di perusahaan tersebut. 4. Capital invested adalah jumlah nominal yang dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan bisnis atau proyek terkait. Nilai capital invested bisa diperoleh dari hasil pengurangan antara total aset
135 dengan current liabilities. Baik kedua nilai tersebut bisa diperoleh dari laporan posisi keuangan perusahaan. Berikut ini perhitungan EVA dengan rumus berikut: Dalam perhitungan (Economic Value Added) EVA berikut langkah-langkahnya: 1. Menghitung NOPAT (Brigham and Houston, 2010) Dimana: ) 2. Menghitung Capital Charges
136 Dimana: (Weston and Brigham, 1990; Young and O’Byrne, 2001) Berikut merupakan contoh laporan Keuangan dari PT. ABC serta penjelasan perhitungan rumus EVA dengan menggunakan data pada laporan keuangan tersebut:
137
138 EBIT = EBIT = Laba Bersih tahun Berjalan + Biaya Keuangan atau Bunga + Biaya Pajak Tax = 1-Tax = 1 – Tax 1 – 0,232 0,768 NOPAT = 948.920.548.404 (0,768) 728.904.921.030