Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 135 yang ditalak saat haid, kemudian boleh untuk tidak melanjutkan perceraian dan boleh juga menceraikan isterinya dalam keadaan suci. Minimal dari tiga dalil naqli di atas cukup memberi pemahaman bahwa talak dalam hukum Islam adalah sesuatu yang dilegalkan. Apabila suami sudah tidak lagi melihat adanya manfaat dari hubungan pernikahannya, dan justru menimbulkan mafsadat maka ia boleh melakukan talak kepada isterinya itu, dan dibolehkan juga pihak isteri meminta cerai kepada suaminya dengan syarat ada ganti berupa mahar yang telah suaminya berikan. B. Bentuk-Bentuk Talak 1. Dilihat Dari Lafaz yang digunakan Dilihat dari lafaz, maka talak dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu talak dengan ungkapan sharih dan talak dengan ungkapan kinayah. 208 Ibnu Rusyd menyatakan kedua ungkapan tersebut merupakan pendapat jumhur ulama (Ibn Rusyd, 2016: 136). Talak sharih yaitu talak dengan ungkapan yang jelas dan tegas dan tidak membutuhkan adanya niat di dalamnya, seperti kata ṭ[fāk (talak), firaq (cerai), m[lāḥ (lepas). Dikatakan talak sariḥ karena ketiga kata tersebut terdapat di dalam syariat dan disebutkan secara berulang-ulang dalam Alquran. Lafaz al- ṭalaq (talak) disebutkan dalam QS. Talaq ayat 1, lafaz firaq (cerai). Disebutkan dalam QS. Ṭ[fāk [y[n 2, ^[h f[`[z sarah (lepas) ditemukan dalam QS. al-Aḥzā\ [y[n 28. S_f[ch alasan tersebut, dikatakan talak sharih juga karena tidak ada kemungkinan adanya keraguan tentang makna lafaz 208Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, ( Jakarta: Bee Media Pustaka,2017) h.417-418
136 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H tersebut kecuali hanya dimaknai keinginan suami untuk berpisah atau bercerai. Rizem Aizid menyebutkan talak sarih atau talak dengan menggunakan lafaz yang eksplisit merupakan setiap kata yang bisa langsung dipahami makna talak ketika diucapkan.209 Dengan demikian, ulama telah membatasi tiga kata tersebut dalam cakupan ṭ[fāk, firaq, atau sarah. Ungkapannya dapat dibuat pemisalannya seperti suami g_hy[n[e[h e_j[^[ cmn_lc, ‚m[y[ n[f[e e[go‛, ‚m[y[ chach cerai (firaq)‛, [n[o ‚m[y[ g_f_j[me[h (saraḥ) e[go‛. Adapun talak kinayah yaitu talak kiasan yang membutuhkan penegasan niat dari pihak suami. Dalam pengertian lain, talak kinayah yaitu talak yang dilakukan dengan menggunakan lafaz yang implisit, namun lafaz yang digunakan mirip pengertiannya dengan lafaz talak. Mcm[fhy[, ^_ha[h g_haaoh[e[h e[fcg[n, ‚Pof[haf[b e[go e_ log[b il[ha no[go=‛. D[f[g eihn_em chc, dce[ suami meniatkannya sebagai talak, maka jatuh talak. Sementara jika suami tidak meniatkannya sebagai talak, maka talak tidak jatuh. Intinya, lafaz sindiran atau kinayah masih memerlukan kejelasan maksud suami. Dalam hal ini, isteri tentu boleh menanyakan maksud perkataan tersebut, atau ia mengadukan kepada keluarganya dan keluarganya kemudian menanyakan secara langsung apakah maksud lafaz kinayah tersebut ditujukan untuk talak atau bukan. 2. Dilihat dari segi konsekuensi hukum talak Dilihat dari segi konsekuensi atau akibat hukum talak, maka talak dibedakan menjadi dua macam, yaitu talak \[’ch dan talak l[d’c. Talak \[’ch merupakan talak 209 Rizem Aizid, Fikih Keluarga Terlengkap: Pedoman Praktis Ibadah Sehari-Hari Bagi Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Laksana, 2018) h.182
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 137 yang berakibat pada suami tidak halal lagi terhadap istrinya dan tidak ada hak rujuk baginya kecuali dengan akad nikah dan mahar yang baru. Misalnya, talak kesatu atau kedua yang suami pada saat itu belum merujuknya hingga akhir masa iddah. Keadaan habisnya masa iddah istri sementara mereka belum bersatu kembali maka kondisi ini disebut dengan talak \[’ch ṣughra. Dalam contoh yang lain misalnya perceraian dengan ebofo’. Artinya, jika istri ingin bercerai dan ada pembayaran ganti rugi di dalamnya maka status adalah talak \[’ch. Dalil yang biasa digunakan dalam ebofo’ yaitu QS. alBaqarah ayat 229 yang sebelumnya telah dikutip, adapun bagian ayat yang berhubungan ebofo’ adalah: ‚ ...Jce[ kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Talak \[’ch dibedakan menjadi dua, yaitu \[’ch sughra dan \[’ch eo\l[. Talak \[’ch moabl[ telah disebutkan sebelumnya, sementara talak \[’ch eo\l[ merupakan talak tiga yang dilakukan secara bertahap atau sekaligus menurut jumhur ulama dengan konsekuensi istri tidak halal lagi untuk digauli kecuali mantan istri telah menikah dan berjimak dengan suami barunya dan mereka telah bercerai secara wajar. Dalil yang relevan dengan kasus ini mengacu pada ketentuan QS. al-Baqarah ayat 230:
138 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H ‚Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui‛.210 Dengan demikian, talak \[’ch eo\l[ berpengaruh terhadap kehalalan isteri, sementara dalam kasus \[’ch sughra tidak menghilangkan kehalalan isteri tetapi dengan syarat harus melakukan akad nikah dan mahar yang baru. C. Tujuan dan Hikmah Pensyariatan Talak Dalam konteks hukum Islam, hadirnya hukum perceraian memiliki tujuan tersendiri yang tercakup dalam tujuan umum maupun khusus. Tujuan umum perceraian adalah demi kemaslahatan suami-isteri itu sendiri. Para ulama sering menggunakan beberapa kaidah fiqih yang berhubungan dengan konsep kemaslahatan, di antara-nya adalah kaidah yang berbunyi: 210 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 36.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 139 اىضرر يزال211 ‚K_go^[l[n[h cno b[lom ^cbcf[hae[h‛. ثصرف الإٌتم على اىرْية ٌَٔط بتىٍصيحة 212 ‚K_tetapan/keputusan seorang imam diambil \_l^[m[le[h j_lncg\[ha[h e_g[mf[b[n[h‛. Dua kaidah tersebut biasanya menjadi kaidah yang digunakan oleh hakim dalam memberi pertimbangan bahwa suatu hubungan memang- benar-benar harus diputuskan. Sebab, boleh jadi dengan memutuskan pernikahan, kemudharatan- kamudharatan yang dialami suami-isteri selama dalam masa perselisihan dan pertengkaran dapat diselesaikan dan diputuskan. Dengan begitu, tujuan dari perceraian dengan cara talak erat kaitannya dengan tujuan umum syariat itu sendiri, yaitu menciptakan kemaslahatan manusia. Menurut al-Khallaf, tujuan umum hukum syarak adalah untuk kemaslahatan (maslahah) manusia.213 Term maṣlaḥah berarti kebaikan, kemaslahatan umum. Mustafa Zayd, dikutip oleh Al Yasa‟ Abubakar menyebutkan bahwa salah satu pengertian maṣlaḥah yakni menolak kemudharatan dan mendatangkan manfaat (Lihat, Al Yasa‟ Abubakar, 2016: 36). Jadi, kaitannya dengan syariat talak, secara langsung bertujuan untuk menolak mudharat yang ditimbulkan mempertahankan pernikahan dan upaya untuk mengambil manfaat dari perceraian itu. 211 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Yang Praktis,Cet ke-7 (Jakarta: Kencana,2017), h. 164. 212 Abdurrahman ibn Abi Bakar al-Suyutiy, Al-Asybat wa al-Nazair, Juz 1, (Makkah alMukarramat, Maktabat Nizar Mustafa alBaz, 1997), hlm. 202. 213 Abd al-Wahhāb al-Khallaf, Ilm Usul al-Fiqh, terj: Moh Zuhri dan Ahmad Qorib, (Edisi Kedua, Semarang: Dina Utama, 2015) h.365
140 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H Adapun tujuan dan hikmah talak secara khusus, adalah untuk memberi peluang bagi suami atau isteri mengintropeksi diri. Sangat dimungkinkan salah satu pihak dari keduanya keras kepala, tidak menghargai pasangan, sehingga dengan jalan talak menjadi pelajaran bagi keduanya. Al-Aḥmadi dan kawan-kawan, menyebutkan hikmah dan tujuan talak adalah karena di dalamnya terkandung soslusi untuk menangani masalah suami isteri manakala diperlukan, khususnya ketika tidak ada keharmonisan dan timbulnya kebencian yang karenanya membuat kedua belah pihak tidak mampu menegakkan batasan-batasan Allah Swt., dalam melangsungkan kehidupan rumah tangga. Talak dengan alasan tersebut termasuk dari salah satu bukti kebaikan Islam.214 Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa tujuan disyariatkannya talak atau perceraian adalah untuk menciptakan kemaslahatan-kemaslahatan yang sebelumnya kedua pihak mengalami kesulitan dan bahkan timbul mudharat. 214 Abd al-„ Aziz Mabruk al-Aḥmadi, dkk, al-Fiqh al-Muyassar, ( terj: Izzudin Karimi, Cet. 3, Jakarta: Darul Haq, 2016) h.502
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 141 X KONKRITISASI ATURAN RUJU’ DALAM Q.S AL-BAQARAH [2]: 228 DAN KHI UJUK dapat diartikan sebagai perihal mengembalikan status hukum perkawinan setelah terjadinya talak l[d’c yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa ‘c^^[b. Kata rujuk secara bahasa diartikan yaitu kembali, maksudnya adalah kembali hidup bersama suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang melakukan perceraian dengan jalan talak l[d’c selama masih dalam masa iddah. 215 Kata ‚lodoe‛ m_\_h[lhy[ ^c[g\cf ^[lc B[basa Arab, yaitu berasal dari kata l[d[’[ - y[ldc’o - l[d’[h yang berarti kembali atau mengembalikan.216 S_^[hae[h g_holon cmncf[b, e[n[ ‚lodo’‛ memiliki beragam redaksi yang dinyatakan oleh para ulama, 215 Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Cet. 3, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2010), hlm. 164. 216 Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, Cet. 5, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 337. R
142 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H salah satunya seperti yang dinyatakan oleh al-Mahalli sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin, yaitu sebagai berikut yang [lnchy[: ‚K_g\[fc e_ ^[f[g bo\oha[h j_le[qch[h ^[lc ]_l[c y[ha bukan \[’ch, selama dalam masa iddah‛.217 A. Ayat dan Konteks Ayat tersebut terdapat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 228 sebagai berikut: ‚Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‛ (Q.S. al-Baqarah, 2: 228).218 217 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara Fiqh Munakahat dan Undang- Undang Perkawinan, Cet. 3, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 337. 218 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 36.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 143 Surat Al-Baqarah merupakan surat kedua dalam alQol’[h. Sol[n chc n_l^clc dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan tergolong surat Madaniyah, yang diturunkan di Madinah atau diturunkan setelah Rasulullah SAW. hijrah ke Madinah. Sebagian besar ayat dalam surat ini diturunkan pada permulaan hijrah, kecuali pada ayat 281 yang ^cnolohe[h ^c Mch[ m[[n j_lcmncq[ H[dc W[^[’. Sol[n chc merupakan surat terpanjang dalam al-Qol’[h. Sol[n chc dinamai al-B[k[l[b y[ha \_l[lnc ‚m[jc \_nch[‛, e[l_h[ ^c dalam surat ini terdapat cerita penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah SWT. untuk Bani Israil (pada ayat 67-74). Surat ini dinamai ‚Fomn[nof Qol’[h‛ (puncak alQol’[h), e[l_h[ g_ha[h^oha \_\_l[j[ boeog y[ha nc^[e diberitahukan dalam surat yang lain. Ia juga dinamai ‚[zZ[bl[‛ (terang benderang), karena menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinarnya wajah siapa yang mengikuti petunjuk-petunjuk surat ini kelak di kemudian hari.219 Hadits di atas menjelaskan, bahwa jika seseorang menghendaki ridho Allah SWT. maka perceraian bukanlah jalan terbaik dari sebuah perkawinan untuk berakhir. Adanya masa iddah dalam perceraian merupakan upaya untuk berfikir kepada suami memberikan pemulihan langakah yang terbaik dengan beberapa pertimbangan demi kemaslahatan hidupnya yang lebih lanjut dalam keluarga. Dalam hadits lain riwayat An-N[m[’c Momfcg I\ho M[d[b dan Abu Daud, Nabi SAW. bersabda: ُس ُ ٔن ُ ت ي َ ن َ ث ُ د َ ح َ ِْيً ا رَ ْ ب ِ إ ُ َ ْ ب ُ تن سُ َ ت ح َ ن َ ث ُ د َ ُّي ح ِ تن َ ٌ رْ َ ه ْ َب ال ٔ ُ ل ْ ع َ ِ ي ي ب َ أ ُ َ ْ ب ُ د ُ ٍ َ ح ُ ت م َ ن َ ث ُ د َ ح ِض ٌ تئ َ ِهَي ح َ و ُ ّ َ ث َ أ رَ ْ اٌ َ ق ُ ي َ ط ُ ّ ُ ُ َ : »أ ُ ه َ د َ ب ْ خ َ أ رَ َ ٍ ُ ْ َ َ ْ ا ِهلل ب َ د ْ ب َ ْ ُ ن َ : أ ٌ ًِ تى ي سَ ِ ن َ د َ ب ْ خ َ أ ٌ د ُ ٍ َ ح ُ م َ تل َ ك 219http://p2k.itbu.ac.id/ind/1-3064-2950/Surah-Al-Baqarah_26271_itbu_p2kitbu.html, diakses 4 Juni 2021.
144 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H ُ ً ُ ث َ ً ُ ي سَ َ ِّ و ْ ي َ ل َ ع ى اهللُ ُ ل ا ِهلل صَ ُ ٔل سُ َ ِّ ر ْ ي َ ل َ ع ُظ َ ي َ غ َ ج َ ف َ ً ُ ي سَ َ ِّ و ْ ي َ ل َ ع ى اهللُ ُ ل صَ ِ يّ ِ ب ُ ِليِ رُ َ ٍ ُ ْ رَ َ ن َ ذ َ ف ت َ ٓ َ ِ ل ّ ي َ ط ُ ي ْ ن َ أ ُ ه َ ا ل َ د َ ب ْ ِ ن إ َ ف رَ ُ ٓ ْ ط َ ج َ ف ِحيض َ َ ت ُ ً ُ ث رَ ُ ٓ ْ ط َ ى ث ُ ت َ ت ح َ ٓ ْ ِسه ْ ٍ ُ ِي ى ُ ً ُ ت ث َ ٓ ْ ِجع ا َ د ُ :ِ لي َ تل َ ك ت220 َ ٓ ْ ِ ل ّ ي َ ط ُ ي ْ ي َ ف Alnchy[: ‚Dalam riwayat lain dikatakan: Bahwa Ibnu Umar mentalak salah seorang istrinya haid dengan sekali talak. Lalu umar menyampaikan hal itu kepada Nabi SAW., mak[ \_fc[o \_lm[\^[: ‚Solobf[b ^c[ ohnoe g_lodoehy[, kemudian bolehkah ia menolaknya jika suci atau ketika ia b[gcf.‛ Menurut An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi, wanita-wanita yang ditalak oleh suamisuami mereka hendaklah menahan diri (menunggu), artinya hendaklah mereka menunggu dan menjalani iddah selama tiga kali quru’, y[cno b[c^ [n[o mo]c. M_holon j_l\_^[[h pendapat para ulama tentang maksud dari quru’ n_lm_\on, ^[h y[ha \_h[l \[bq[ kolo’ cno [^[f[b b[c^. Iddah ini memiliki beberapa hikmah, diantaranya adalah mengetahui kosongnya rahim, yaitu apabila telah berulang-ulang 3 (tiga) kali haid padanya, maka tidak diketahui bahwa dalam lahirnya tidak terjadi kehamilan hingga tidak akan membawa kepada tercampurnya nasab. Karena itu, Allah SWT. mewajibkan atas mereka untuk memberitahu tentang apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, dan Allah SWT. mengharamkan bagi mereka menyembunyikan hal itu, baik kehamilan maupun haid, karena menyembunyikan hal itu akan menyebabkan kemudharatan yang sangat banyak. Menyembunyikan kehamilan berkonsekuensi dinasabkannya janin kepada orang yang bukan haknya, yang boleh jadi tidak menginginkannya, atau demi mempercepat habis- 220 Lihat riwayat Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Riyadh: Bait al-Afkar, 1998), hlm. 1039.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 145 nya masa iddah. Apabila diikutkan (dinasabkan) kepada selain bapaknya, niscaya tali rahimnya terputus dari keluarga, juga warisan, dan mahram dan karib kerabatnya terhalang darinya, dan bisa saja suatu saat dia menikah salah seorang dari mahramnya dan dinasabkan kepada selain ayahnya dan tetapnya hal-hal yang mengikutinya seperti warisan darinya atau untuknya. Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi, yakni yang masih mengalami haid dan sudah dicampuri (karena wanita yang belum sempat dicampuri tidak menjalani masa 'iddah). Adapun wanita yang sudah menopause (berhenti haid) dan wanita kecil yang belum mengalami haid, maka 'iddahnya adalah tiga bulan. Sedangkan wanita yang hamil, 'iddahnya sampai melahirkan sebagaimana diterangkan dalam surat Ath Thalaq. Adapun budak wanita, maka 'iddahnya adalah dua kali quru' sebagaimana dikatakan para sahabat. B. Paradigma Dalam Q.S. Al-Baqarah, 2 : 228 dijelaskan bahwa hukum talak sebagai penyempurnaan bagi hukum-hukum yang tersebut pada ayat-ayat sebelumnya. Apabila istri yang mempunyai masa haid, dicerai oleh suaminya, maka hendaklah dia bersabar menunggu tiga kali quru', baru boleh kawin dengan laki-laki yang lain. Tiga kali quru', ialah tiga kali suci menurut pendapat jumhur ulama. Ini dinamakan masa iddah, yaitu masa harus menunggu. Selama dia masih dalam masa iddah, ia tidak boleh menyembunyikan apa yang telah terjadi dalam kandungannya, apakah dia telah hamil atau kah dalam haid kembali. Setiap istri yang beriman kepada Allah SWT. dan hari kiamat dia harus jujur dan mengakui terus terang apa yang telah terjadi dalam rahimnya.
146 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H Pada masa jahiliyah, di kalangan istri-istri yang tidak jujur, sering tidak mengatakan bahwa dirinya telah hamil. Setelah iddah-nya habis dia kawin lagi dengan laki-laki lain, maka tidak lama sesudah kawin lahir anaknya, terjadilah perselisihan dan pertengkaran antara kedua suami istri. Apabila mantan suami tidak mengakui bahwa itu anaknya, maka teraniayakah bayi yang tidak bersalah itu, disebabkan ibunya tidak jujur ketika masih dalam masa iddah. Ada pula terjadi pada masa itu, istri tidak mau berterus terang bahwa iddah-nya sudah habis, dia mengatakan masih dalam haid, maksud dia berbohong itu, agar suaminya tetap memberi belanja kepadanya selama dia dalam iddah, maka turunlah ayat ini melarang istri yang dicerai menyembunyikan apa yang terjadi dalam rahimnya.221 Berdasarkan Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah/Markaz Ta'dzim al-Qol’[h ^c \[q[b j_ha[q[m[h Sy[ceb Pli`. Dl. Imad Zuhair Hafidz, Professor Fakultas al-Qol’[h Uhcp_lmcn[m Islam Madinah, menjelaskan bahwa :222 (Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri) y[ehc g_hohaao nca[ e[fc kolo’. D[h chc [^[f[b y[ha ^cm_\on dengan masa iddah talak, yakni masa setara dengan tiga kali haid. (Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah) Terdapat ancaman keras bagi wanita yang menyembunyikan apa yang ada dalam rahimnya sehingga siapa yang menyembunyikan di antara mereka maka ia tidak berhak untuk mendapatkan julukan sebagai orang yang beriman. (Dan suami-suaminya berhak merujuknya). Yakni, 221 Taufiq Product, Qur‟an In MS Word, Tafsir Lengkap Departemen Agama. 2018. Versi 3.0.0.0. 222Tafsir Web, https://tafsirweb.com/869-quran-surat-al-baqarah-ayat-228.html (di akses 2 Juni 2021).
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 147 suami-suami mereka lebih berhak untuk rujuk kembali kepada istri-istri mereka (dalam masa menanti itu). Yakni masa iddah, namun apabila masa iddah telah selesai sedang suami-suami mereka tidak merujuk mereka maka istri-istri tersebut lebih berhak atas diri mereka. (Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan e_q[dc\[hhy[ g_holon ][l[ y[ha g[’lon). Yakni sang suami menggauli istri dengan pergaulan yang baik, dan begitu pula dengan sang istri. (Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya). Yakni, derajat yang tidak dimiliki sang istri, berupa pemberian nafkah, dan termasuk sebagai ahli jihad, pengaturan, dan kekuatan. Sehingga wajib bagi sang istri untuk mentaati perintah dan memenuhi permintaan sang suami dalam urusan-urusan rumah tangga, kekeluargaan dan dirinya yang tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. Dan dalam ayat ini, terdapat dalil bahwa seorang wanita itu dipercaya apabila mengabarkan bahwa masa iddahnya telah selesai apabila waktu yang telah berlalu memungkinkan. C. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Masa ‘Iddah Hak suami isteri dalam masa ‘c^^[b, tentu berbicara tentang kewajiban keduanya dalam memenuhi hak masingmasing mereka. Adapun hak-hak suami dalam masa ‘c^^[b, yaitu rujuk kepada bekas isterinya, hak untuk istrinya agar tidak menikah dalam masa tersebut, serta suami berhak untuk isterinya agar tidak keluar dari rumah. Adapun hak isteri dalam masa ‘c^^[b, di antaranya adalah berhak mendapatkan harta nafkah, berhak mendapat perlakuan baik dari suaminya, karena masa ‘c^^[b talak l[d’c itu bukan lah masa perpisahan yang sesungguhnya. Menurut al-Jazairi,
148 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H g[m[ ‘iddah merupakan masa yang memberi kesempatan kepada suami untuk kembali kepada isteri. Ibnu Qayyim al-J[ozcyy[b, ^[f[g ecn[\hy[ ‚Zā^ [fM[’ā^‛, g_hy_\one[h \[bq[ lodoe g_loj[e[h b[e mo[gi sebagaimana dia berhak menjatuhkan talak terhadap isterinya.223 Wahbah Zuhaili juga menjelaskan, bahwa rujuk merupakan hak suami dalam penantian isteri dalam perceraiannya. D. Pandangan Ulama tentang Rujuk dalam Masa ‘Iddah Dalam hal persaksian rujuk, terdapat beberapa pendapat. Pendapat pertama, mengharuskan adanya saksi dalam rujuk, sedangkan pendapat lain tidak mensyaratkan adanya saksi ^[f[g lodoe. M_holon Ig[g Sy[`c’c, e_q[dc\[h mo[gc mendatangkan saksi ketika suami hendak rujuk pada isterinya.224 Sedangkan menurut pendapat jumhur ulama, keberadaan saksi dalam rujuk tidak diwajibkan melainkan disunnahkan. Menurut kesepakatan fuqaha, suami yang menjatuhkan talak memiliki hak untuk merujuk isteri dengan ucapan, juga dengan perbuatan menurut mazhab Hanafi, Hambali, dan Malik, selama dia (isteri) masih berada dalam masa iddah. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus meminta izin atau keridhaan dari bekas isterinya.225 Dalam Islam, hak rujuk akan hilang ketika masa ‘c^^[b isteri telah berakhir.226 Jika telah selesai masa ‘c^^[b, dan suami ingin kembali rujuk, maka suami diharuskan 223 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Mukhtaṣar Zad al-Ma‟ad, ed. In, Zadul Ma‟ad: Jalan Menuju ke Akhirat, (terj: Kathur Suhardi), cet. 3, (Jakarta: Gema Insani Press, 2011), hlm. 340. 224Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 277. 225 Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, edisi kedua, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 290. 226 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islām..., hlm. 384.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 149 melakukan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru. Dalam hukum Islam, juga ditetapkan bahwa suami tidak dibenarkan mempergunakan hak rujuk dengan tujuan yang tidak baik. Misalnya, suami menggunakan hak rujuk untuk menyengsarakan istrinya atau untuk mempermainkannya. Karena hal tersebut merupakan bentuk kezaliman suami.227 Dengan demikian, meski rujuk sebagai hak, maka hak tersebut tidak bisa digunakan secara semena- mena. Untuk mengetahui metode istinbat hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hak rujuk suami tanpa izin isteri, terlebih dahulu harus diketahui dalil apa saja yang digunakan ulama dalam menetapkan hak rujuk suami tersebut. Dasar hukum rujuk, yaitu Q.S. Al-Baqarah ayat 228- 229. Kemudian, dasar hukum lainnya, yaitu ketentuan Q.S. At-Ṭ[fāk [y[n 2. S_f[hdonhy[, ^[fcf y[ha f_\cb lch]c ^cn_goe[h dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 231.228 Terhadap dalil-dalil di atas, ulama sepakat bahwa rujuk merupakan hak suami. Hak rujuk ini tidak memerlukan izin dari isteri. Sebagaimana talak, rujuk adalah hak prerogatif suami, dan isteri harus menerima keputusan suami untuk rujuk atau tidak. Atas dasar itu, muncul pendapat ulama bahwa rujuk bi al-`c’fc (dengan perbuatan) adalah sah, tanpa perlu membicarakannya terlebih dahulu dengan isteri.229 Mengenai metode cmnch\āṭ hukum yang digunakan para ulama dalam menetapkan hak rujuk pada suami tanpa izin isteri, tampak menggunakan metode \[y[hī atau disebut juga dengan metode lughawiyyah, 18 yaitu metode dengan melihat pada kaidah kebahasan dalil al-Quran. Maksudnya, kaidah- 227 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islām..., hlm. 384. 228 Arifin Abdullah, dkk. “Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Kedudukan Izin Rujuk Suami dalam Masa „Iddah (Analisis Perspektif Hukum Islam). Volume 2 No.2. Juli-Desember 2018. 229 Ibnu Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid..., hlm. 273.
150 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H kaidah kebahasaan yang terdapat dalam dalil-dalil rujuk dianalisa sedemikian rupa, sehingga mendapatkan satu pemahaman, berangkat dari pemahaman tersebut kemudian dikeluarkan satu produk hukum. M_holon of[g[ g[zb[\, \[ce H[h[`c, M[fcec, Sy[`c’c, ^[h Hanbali, beserta pengikut-pengkikutnya, menyatakan bahwa ketentuan Q.S. Al- Baqarah ayat 228, ayat 229, ayat 231, kemudian ketentuan surat Q.S. At-Ṭ[fāk [y[n 2 \_lmc`[n ogog (‘am). Artinya, keumuman ayat tersebut memberikan hak penuh kepada suami untuk merujuk isterinya tanpa menimbang adanya izin dan persetujuan dari isteri. Sementara itu, tidak ada dalil yang khusus baik dalam alQuran maupun hadits yang mengharuskan rujuk ada izin isteri. Atas pertimbangan itulah, ulama menetapkan rujuk merupakan hak suami yang tidak memerlukan izin isteri. Dalam fiqih empat imam mazhab, tidak disebutkan izin isteri masuk sebagai syarat rujuk, apalagi masuk dalam rukun rujuk. Imam Hanafi menyatakan rukun rujuk hanya ucapan lodoe. M_holon g[zb[\ M[fcec, Sy[`c’c ^[h H[g\[fc menetapkan rukun rujuk itu, yaitu ucapan rujuk dan suami. Imam Malik menambahkan suami boleh rujuk dengan perbuatan dengan disertai niat untuk rujuk, sementara imam Ahmad membolehkan rujuk dengan perbuatan meski tidak ^cm_ln[c hc[n. S_^[hae[h cg[g Sy[`c’c nc^[e g_g\if_be[h rujuk dengan perbuatan, melainkan dengan kata-kata.230 Berdasarkan uraian tersebut, tidak ditemukan pendapat ulama yang mensyaratkan izin isteri dalam rujuk. Karena, rujuk merupakan hak istimewa sebagai imbangan atas hak talak yang dimilikinya. Melalui telaah atas kaidah-kaidah umum ayat tentang rujuk tersebut (\[y[hī), of[g[ nc^[e 230 Ibnu Rusyd, Bidāyah al-Mujtahid..., hlm. 273. Muhammad Jawad Mughniyyah, alFiqh „alā al-Mażāhib al-Khamsah, ed. In, fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafi‟i, Hanbali, (terj: Abdul Ghoffar, dkk), jilid 8, (Jakarta: Lentera, 2005), hlm. 205-208.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 151 melihat adanya keharusan, bahkan tidak ditemukan dalam yang khusus membicarakan izin isteri dalam rujuk. E. Iddah Talak Wanita yang Subur Apabila seorang suami menceraikan isterinya (talak satu atau talak dua), maka suami tersebut berhak merujuk isterinya. Namun jika ia menceraikan isterinya talak tiga, maka rujuknya itu telak dinasakh dengan firman Allah SWT.231 Apabila suami mentalak istrinya dalam keadaan suci dan kemudian si isteri haid, masa ‘c^^[b-nya habis setelah menjalani dua masa suci yang dan mulai masuk haid ketiga. Apabila dia mentalak istrinya dalam kondisi haid, dia mesti menjalani ‘c^^[b selama tiga penyucian yang sempurna. ‘Iddah-nya selesai begitu haid keempat habis. Perempuan yang dimaksud dalam ayat tersebut, ialah yang sudah pernah dicampuri dan dalam keadaan tidak hamil (baik yang masih haid ataupun yang sudah tidak haid). Sebab, j_l_gjo[h y[ha \_fog j_lh[b ^c][gjolc nc^[e [^[ ‘iddahnya. Dalam memahami kata kolo’, terdapat perbedaan ulama, ada yang mengatakan suci, dan ada pula yang mengatakan haid, adapun yang menyatakan bahwa kolo’ berarti masa suci seperti Imam Syafii dan Imam Malik, alasannya adalah b[^cnm y[ha ^clcq[y[ne[h ^[lc Acmy[b, c[ \_le[n[ ‚Tahukah e[go, [j[e[b [kl[’ cno? Akl[’ [^[f[b mo]c‛. Imam Syafii meng[n[e[h: ‚Perempuan dalam hal ini lebih tahu. Sebab peristiwa itu hanya terjadi pada diri perempuan.‛ Dcj_leo[n Firman Allah SWT., ‚H_h^[ef[b e[fc[h ]_l[ce[h g_l_e[ j[^[ q[eno g_l_e[ ^[j[n (g_hab[^[jc) ‘c^^[b-nya (yang wajar).‛ 231 Syaikh Imam Al Qurthubi. Tafsir Al-Qurthubi, Cet.I. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, hlm. 243.
152 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H (Q.S. Ath-Thalaq [65] : 1).232 Di mana sudah jelas, bahwa talak di waktu haid itu dilarang. Maka yang dimaksud ayat ini, yaitu: talak mereka dalam keadaan suci. Jadi, kolo’ yang dimaksud dalam ayat di atas, berarti suci.233 F. Hukum Rujuk Hukum rujuk ada lima, yakni:234 1. Wajib, apabila suami yang menceraikan salah seorang istrinya dan dia belum menyempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang diceraikan itu. 2. Haram, apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada istri tersebut (menyakiti hati istrinya). 3. Makruh, apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk. 4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli (hukum asalnya), sesuai dengan hadits dari Rasulullah SAW. yang [lnchy[: ‚Dari ibnu Umar ra. diriwayatkan ketika ia menceraikan isterinya, Nabi SAW. bersabda kepada Umar (Ayah Ibnu Umar): Suruhlah ia merujuk isterinya‛ (H.R. Monn[`[k ‘[f[cb). 5. Sunah, sekiranya ternyata mendatangkan kebaikan bagi semua pihak (termasuk anak).235 232 Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi‟i. Cet. I. (Jakarta: Amahira), 2010, hlm. 5. 233 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni. (Surabaya : PT. Bina Ilmu), 2008, hlm. 229. 234Afrilia Wendra, “Pernikahan, Talak, Dan Rujuk Dalam Islam”, “PERNIKAHAN, TALAK DAN RUJUK DALAM ISLAM” - Segores Info (segores-info.blogspot.com), diakses pada 4 Juni 2021. 235 Ibrahim dan Darsono, Penerapan Fiqih, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 109.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 153 G. Rukun dan Syarat Rujuk dalam Islam Rukun dan syarat-syarat rujuk adalah hal yang harus dipenuhi untuk terlaksananya sebuah perbuatan rujuk tersebut.236 Di antara rukun dan syarat-syarat rujuk tersebut adalah sebagai berikut : Istri 1. Sudah dicampuri oleh suaminya 2. Istri yang tertentu 3. Talak yang dijatuhkan talak l[d’c 4. Rujuk terjadi sewaktu istri masih dalam masa ‘c^^[b talak l[d’c. 5. Suami, dilakukan atas kehendak sendiri/tidak dipaksa.237 6. Saksi. Sebagian ulama berpendapat wajib dan tidak wajib, melainkan hanya sunnah.238 7. Adanya perkataan/ucapan rujuk yang diucapkan oleh laki-laki 8. Sighat (lafadz). Ada 3 (tiga) macam: a. Terang-n_l[ha[h, gcm[fhy[ ^ce[n[e[h: ‚Saya kembali e_j[^[ cmnlc m[y[,‛ [n[o ‚Saya rujuk kepadamu‛. b. M_f[foc mch^cl[h. Mcm[fhy[, ‚S[y[ j_a[ha _hae[o‛, atau ‚g_hce[bc _hae[o‛. 236 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, …, hlm. 341. 237 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, …, hlm. 328. 238 Ibid, hlm. 238.
154 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H H. Prosedur Pelaksanaan Rujuk Tata cara dan prosedur rujuk telah diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan bagi yang Beragama Islam, kemudian dikuatkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 167, 168, dan 169. Dalam Permenag RI tersebut, rujuk diatur dalam Pasal 32, 33, 34, dan 38. Pasal 167 Kompilasi menyatakan: 1. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersamasama istrinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan. (Dalam Pasal 32 ayat (1) Permenag RI No. 3/75 hanya menyebut PPN atau P3NTR yang mewilayahi tempat tinggal istri). 2. Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. 3. Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam 'iddah talak raj'i, apakah perempuan yang akan dirujuk itu adalah istrinya.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 155 4. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masingmasing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk. 5. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah menasihati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk. (Lihat Ps. 32 ayat (2), (3), (4), dan (5) Permenag, Nomor 3/1975). Uraian tersebut di atas menjelaskan bahwa pada prinsipnya rujuk baru dapat dilaksanakan setelah persyaratan normatif maupun teknis telah dipenuhi. Yang normatif misalnya, apakah istri yang akan dirujuk itu masih ^[f[g g[m[ ‚c^^[bhy[, [n[o [j[e[b j_l_gjo[h y[ha [e[h dirujuk itu adalah benar-benar bekas istrinya. Begitu juga dengan kehadiran dua orang saksi. Yang bersifat teknis, apakah petugas PPN atau P3N yang ditunjuk sesuai dengan kompetensi wilayahnya. Selanjutnya, setelah rujuk dilaksanakan, lebih banyak bersifat teknis administratif, yang menjadi tugas dan kewenangan Pegawai Pencatat Nikah atau P3NTR. Kompilasi Pasal 168 menyatakan: 1. Dalam hal rujuk dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang diperlukan untuk dicatat dalam Buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan. 2. Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah dilakukan selambatlambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk dilakukan.
156 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H 3. Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya. (Lihat Pasal 33 Permenag RI Nomor 3/1975). Selanjutnya Pasal 169 Kompilasi menguraikan langkah administratif lainnya: 1. Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan pengirimannya kepada Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak yang bersangkutan, dan kepada suami-istri Masing-Masing diberikan Kutipan Bukti Pendaftaran Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri Agama. 2. Suami istri atau kuasanya dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu untuk mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah masingmasing yang bersangkutan setelah diberi catatan oleh Pengadilan Agama dalam ruang yang telah tersedia pada Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang bersangkutan telah rujuk. 3. Catatan yang dimaksud ayat (2) berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan tanda tangan panitera. (Pasal 34 Permenag Nomor 1/1975). Seperti halnya perkawinan, yang hanya bisa dibuktikan dengan Akta Nikah, maka dalam rujuk pun demikian. Ini dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban hukum dan administrasi yang muaranya adalah untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Dalam terminologi Ushul Fiqih, inovasi hukum semacam ini, dibangun atas dasar metode
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 157 maslahah mursalah, yaitu membangun suatu hukum untuk mewujudkan kemaslahatan, yang tidak ada diatur oleh nash, baik yang mengatur atau melarangnya.239 239 Lihat Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, edisi revisi, cet. ke1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 258
158 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H XI KONKRITISASI ATURAN POLIGAMI DALAM AL-QURAN AN-NISA [4]:3 TEORI MAKRO DAN MIKRO ALAM Islam, poligami seolah memiliki legitimasi di dalam al-Qol’[h, m[f[b m[nohy[ y[ehc ^[f[g Q.S Ah-Nisa (4): 3. Dalam ayat tersebut, Islam tidak melarang poligami secara mutlak (haram), tetapi juga tidak menganjurkannya (wajib). Para ulama pun tidak pernah bersepakat tentang persoalan poligami ini, melainkan mereka berbeda pendapat tentang hukum berpoligami. Di antara mereka ada yang memberikan persyaratan-persyaratan yang ketat, dan ada pula yang memberikan persyaratan- persyaratan yang cukup ringan. Namun demikian, dalam realitas di masyarakat poligami seringkali memunculkan hal-hal yang negatif, karena memang sering melenceng dari syarat- syarat yang diberikan seperti syarat D
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 159 keadilan dan kemaslahatan. Hal inilah yang menjadikan poligami menjadi persoalan yang sampai saat ini tidak pernah selesai dan terus menuai perdebatan.240 A. Ayat dan Konteks Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.241 Surah an- Nisa (4): 3 merupakan ayat Madaniyah yang turun setelah perang uhud. Diceritakan bahwa kaum muslimin mengalami kekalahan pada perang tersebut karena pembangkangan dan ketidakdisiplinan terhadap apa yang telah Nabi perintahkan. Tujuh puluh orang sahabat meninggal pada peperangan tersebut dan meninggalkan keluarga ( janda dan anak yatim) yang harus dipelihara. karena itu, untuk merespon kejadian pada saat itu maka Allah menurunkan surah an- Nisa (4): 3 ini. Pendapat lain mengatakan bahwa sahabat yang meninggal di dalam peperangan tersebut sebanyak enam puluh lima orang. 240Zunly Nadia “Membaca Ayat Poligami Bersama Fazlur Rahman,” (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran (STAISPA) hlm. 205 241 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 77.
160 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H Namun, terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, kita meyakini bahwa banyaknya sahabat yang terbunuh di peperangan Uhud menyisakan permasalahan yang sangat rumit, yakni banyaknya jumlah anak yatim dan janda yang harus diurus. Di sisi lain, konteks masyarakat Arab pada waktu itu bisa dikatakan jumlah laki- laki lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah perempuan. Di satu sisi, pernikahan antara keduanya ( antara wali yatim dengan anak yatim) menjadi hal yang lazim dikalangan masyarakat Arab pada abad ke-7 Masehi. Sementara dalam saat yang bersamaan, menikahi perempuan lebih dari empat juga telah menjadi kebiasaan masyarakat Arab pada saat itu. Dalam hal ini, penulis ingin katakan bahwa al-Qol’[h ^[n[ha ^[f[g rangka memberikan solusi terhadap masalah yang sangat akut yang menimpa masyarakat Arab pada saat itu, dengan mengambil poligami sebagai solusi dari permasalahan tersebut.242 B. Paradigma Dalam memahami hukum poligami dalam al- Qol’[h disini penulis akan memaparkan sudut pandang dari beberapa teilc ofogof Qol’[h, ^c[hn[l[hy[: Asbabun Nuzul: Al-Qol’[h \_l`ohamc m_\[a[c j_nohdoe bagi manusia dalam menghadapi berbagai situasi-kondisi dan persoalan hidup. Ayat-ayat tersebut diturunkan dalam keadaan dan waktu yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh orang yang menerimanya. Istilah ‚m_\[\‛ ^c mchc, nc^[e m[g[ j_ha_lnc[hy[ ^_ha[h cmncf[b ‚m_\[\‛ y[ha ^ce_h[f ^[f[g boeog eo[fcn[m, g_loj[e[h keharusan wujudnya untuk lahirnya suatu akibat. Suatu 242 Masiyan M Syam, Faisal Hitomi, “Poligami dalam Surah al- Nisa (4): 3 (Aplikasi Pendekatan Kontekstual Abdullah Saeed) , (Jambi: Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ), hlm. 75
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 161 akibat tidak akan terjadi tanpa ada sebab terlebih dahulu. Bagi Al-Qol’[h, q[f[ojoh ^c [hn[l[ [y[nhy[ y[ha noloh didahului oleh sebab terentu, tetapi sebab disini secara teoritis tidak mutlak adanya, walaupun secara empiris telah terjadi peristiwanya adanya sebab nuzul Al-Qol’[h.243 A^[joh l_eihmnloemc [m\[\oh hozof Qol’[h _l[ e_echc[h saat ini bukan lagi mengacu kepada riwayat para sahabat melainkan melihat konteks sosial masyarakat pada zaman ayat pertama mulai diturunkan sebagaimana telah disebutkan diatas lalu kemudian bagaimana kira-kira ayat tersebut jika diterapkan pada zaman yang berbeda hal ini ^[j[n ^ce[n[e[h m_\[a[c n_ilc [m\[\oh hozof kol’[h (gceli dan makro).244 Kajian terhadap asbabun nuzul al-Qol’[h ^cj[h^[ha sebagai salah satu metodologi penafsiran teks sebagaimana penafsiran al-Qol’[h _l[ ef[mce m[gj[c _l[ eihn_gjil_l masih tetap saja dipakai dalam menafsirkan al-Qol’[h. sebagaimana fazlur rahman ketika menafsirkan al-Qol’[h Dalam pendekatan ini yang menjadi objek terpenting dalam menafsirkan teks adalah perlunya untuk menganalisis dan melihat kembali sejarah yang melatarbelakangi turunya ayat. Ilmu asbabun nuzul sangat penting dibutuhkan.245 M[eh[ Am\[\oh Nozof Qol’[h ^c mcmc j[l[ of[g[ ^[j[n memberikan definisi masing- masing diantaranya: Pertama menurut Dr. Subhi al-Shalih menyatakan yang dimaksud dengan Asbabun Nuzul adalah sesuatu, yang oleh karenanya turun satu ayat atau beberapa ayat yang mengandung peristiwa itu atau menjawab pertanyaan darinya ataupun menjelaskan hukum hukum yang terjadi pada zamannya. Pendapat yang kedua Dr. M. Quraish Shihab memperjelas 243 Nashruddin Baidan, ”Wawasan Baru Ilmu Tafsir”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 132 244 AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume 10, Nomor 1, Maret 2020 245 Sibawaihi, “Hermeneutika Fazlur Rahman,” (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm.52.
162 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H j_ha_lnc[h [m\[\oh hozof [f Qol’[h [^[f[b j_lcmncq[- peristiwa yang menyebabkan turunya suatu ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qol’[h n_hn[ha j_lcmncq[ tadi atau mengomentarinya, karena peristiwa- peristiwa yang terjadi sesudah turunya suatu ayat, di mana peristiwa tersebut dicakup pengertianya atau dijelaskan hukumnya oleh ayat tadi.246 Setiap ayat Al-Qol’[h y[ha ^cq[byoe[h Aff[b e_j[^[ Nabi-Nya senantiasa memiliki kandungan pesan ilahi, baik berupa hikmah, hukum, maupun nasihat. Untuk mengetahui makna dan fungsi pesan ilahi tersebut, maka dibutuhkan m_\o[b j_l[hae[n y[ha ^cm_\on ^_ha[h ofogof Qol’[h ^[h kaidah-kaidah penafsiran, khususnya juga kaidah asbabun nuzul. Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunya ayat Al-Qol’[h y[ha n_le[^[ha g_hycl[ne[h mo[no peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi. Dalam proses implementasinya, kajian Asbabun Nuzul tersebut memiliki beberapa kaidah yang digunakan untuk membantu dalam pemaknaan teks ayat dan pengambilan ketetapan hukum dari sebuah ayat Al-Qol’[h. D[f[g n_ilc Am\[\ohnuzul ini setidaknya terdapat dua kaidah yang menimbulkan perbedaan diantara para ulama Tafsir yaitu pengambilan sebuah hukum dari Umumnya teks atau khususnya sebab. Pada kenyataannya dari kedua kaidah ini para ulama Tafsir klasik lebih memilih untuk menggunakan kaidah yang pertama yaitu bahwasanya pengambilan hukum didasarkan atas umumnya teks. Dewasa ini kedua kaidah tersebut dikenal dengan istilah makro dan mikro. 246M. Quraish Shihab, “Metode Penelitian Tafsir”, (Ujung Pandang: IAIN Alauddin”, 1984), hlm. 3-4
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 163 Menurut Amin Abdullah yang memiliki pemikiran baru lebih memilih istilah sabab al-Nuzul al-jadid (yang baru) ohnoe j[^[h[h ‚g[eli‛ ^[h S[\[\ [f-Nuzul al- qadim (yang f[g[) ohnoe j[^[h[h ‚gceli‛.247 Terkait pemikiran rahman n_lb[^[j [m\[\oh hozof kol’[h ^c\[l_hac ^_ha[h j_h^_e[n[h sosiologis, yang khusus untuk memotret kondisi sosial yang terjadi pada masa al-Qol’[h ^cnolohe[h. Kbomomhy[ ^[f[g kajian konteks sosiologis ini agar mampu memahami elastisitas perkembanganya tanpa mencampakkan warisan historisnya sehingga al-Qol’ [h ^[j[n ^cj[b[gc ^[h ^cn_lcg[ kapan dan dimana pun. Dengan begitu alQuran selalu membuka universalitas dan fleksibilitas agar senantiasa terpelihara.248 Menurut M. Quraish Shihab, penafsiran yang terbaik menyangkut ayat diatas adalah penafsiran yang berdasarkan keterangan istri Nabi saw, Aisyah ra. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud serta at-Tirmidzi dan lain-lain yang meriwayatkan bahwa Urwah Ibn Zubair bertanya kepada istri Nabi: Aisyah ra. Tentang ayat ini. Beliau menjawab bahwa ini berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharaan seorang wali, dimana hartanya bergabung dengan harta wali, dan sang wali senang akan kecantikan dan harta sang yatim, maka dia hendak menikahinya tanpa memberinya mahar yang sesuai. Sayyidah Aisyah ra. Lebih lanjut menjelaskan bahwa setelah turunnya ayat ini para sahabat bertanya lagi kepada Nabi saw tentang perempuan, maka turunlah firman Allah surat An-Ncm[’ [y[n 4. Acmy[b e_go^c[h g_f[hdone[h keterangannya bahwa firman Allah: sedang kamu enggan 247Amin Abdullah, “Metode Kontemporer dalam Tafsir Al-Qur‟an: Kesalingketerkaitan Asbabun Al-Nuzul Al- Qadim Dan Al-Jadid Dalam Tafsir AlQur‟an Kontemporer”, (Dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an Dan Hadits, (Jurnal: Vol.13, No.1 Januari 2012), hlm. 4 248 Sibawaihi, “Hermeneutika Fazlur Rahman”, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 53
164 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H menikahi mereka, bahwa itu adalah keengganan para wali untuk menikahi anak yatim yang sedikit harta dan kecantikannya. Maka sebaliknya dalam ayat 3 surat An-Nisa Ini, mereka dilarang menikahi anak-anak yatim yang mereka inginkan karena harta dan kecantikannya tetapi enggan berlaku adil terhadap mereka.249 Perbedaan pandangan dalam memahami hukum poligami dapat dilihat dari sudut pandang penggunaan dua metode ini. Apabila seseorang memahami poligami dengan kaidah bahwa hukum poligami dengan melihat keumuman teks, maka poligami hukumnya boleh, karena redaksi dalam surat an-Nisa ayat 3 memperbolehkan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita lebih dari dua. Sedangkan apabila teks poligami dilihat menggunakan khususnya sebab atau makro maka hukum poligami ini boleh dengan syarat yang ketat. Karena banyaknya pertimbangan yang harus dipertimbangkan oleh seorang laki-laki ketika akan melakukan poligami. Selain itu, ayat ini tidak hanya diartikan sekedar untuk menikahi wanita lebih dari satu, melainkan juga menerangkan tentang adanya kewajiban untuk memperlakukan wanita yatim yang diasuh oleh seorang wali. C. Munasabah Dalam memahami makna dalam al-Qol’[h doa[ diperlukan adanya keterkaitan antar ayat, baik ayat setelahnya ataupun dengan ayat sebelumnya. Dalam ilmu alQol’[h n_ilc chc ^cm_\on ^_ha[h goh[m[\[b. S_][l[ \[b[m[ Munasabah berasal dari kata nasaba-yunasibu-munasabatan yang artinya dekat (qarib).1 al-Munasabatu artinya sama dengan al-qarabatu yang berarti mendekatkan dan juga al- 249 Rusli Halil Nasution , “Adil Menurut Quraish Shihab Dalam Al-Qur‟an Terhadap Praktek Poligami”, (Tebing Tinggi: Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) 2018) hlm. 28
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 165 Musyakalah (menyesuaikan). Adanya pengetahuan tentang Moh[m[\[b ^c ^[f[g Af Qol’[h chc ^c ^[m[le[h j[^[ mo[no pendapat bahwa susunan ayat, urutan kalimat dan surat-surat ^[f[g Af Qol’[h ^cmomoh m_][l[ tauqifi bukan ijtihadi. 250 Dalam poligami menurut M. Quraish Shihab menyangkut banyak aspek, karena ayat 3 surat An-Ncm[’ chc g[mcb [^[ kaitannya dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 2. Dalam surat an-Nisa Ayat 2 dikatakan kepada para wali yang mengelola harta anak yatim bahwa mereka berdosa besar jika sampai memakan atau menukar harta anak yatim yang baik dengan yang jelek dengan jalan yang tidak sah; sedangkan ayat 3 mengingatkan kepada para wali anak wanita yatim yang mau mengawini anak yatim tersebut, agar si wali itu beritikad baik dan adil, yakni si wali wajib memberikan mahar dan hak-hak lainnya kepada anak yatim wanita yang dikawininya. Ia tidak boleh mengawininya dengan maksud untuk memeras dan menguras harta anak yatim atau menghalang-halangi anak wanita yatim kawin dengan orang lain. Jika wali anak wanita yatim tersebut khawatir atau takut tidak bisa berbuat adil terhadap anak yatim, maka ia (wali) tidak boleh mengawini anak wanita yatim yang berada di bawah perwaliannya itu, tetapi ia wajib kawin dengan wanita lain yang ia senangi, seorang isteri sampai dengan empat, dengan syarat ia mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya. Jika ia takut tidak bisa berbuat adil terhadap isteri-isterinya, maka ia hanya beristeri seorang, dan ini pun ia tidak boleh berbuat dzalim terhadap isteri yang seorang itu. Apabila ia masih takut pula kalau berbuat dzalim terhadap isterinya yang seorang itu, maka 250 Nashr Hamid Abu Zaid, “Mafhum al-Nash Dirasah fi 'Ulum al-Qur'an, Terj. Khoiron Nahdliyin”, (Yogyakarta: LKiS, 1993), hlm. 197
166 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H tidak boleh ia kawin dengannya, tetapi ia harus mencukupkan dirinya dengan budak wanitanya.251 Berdasarkan pemahaman terhadap kedua ayat tersebut maka dapat dikatakan bahwa aturan mengenai poligami pada surat an-Ncm[’ [y[n 3 nc^[e ^[j[n ^cj[b[gc m_][l[ ogog hanya membolehkan kepada seorang laki-laki yang ingin melakukan poligami. Karena antara ayat 2 dan ayat 3 memiliki kesesuain dalam konteks memperlakukan seorang wanita yatim dengan adil. D. Konsep adil dalam poligami Pada ayat 3 surah an-Nisa, M. Quraish Shihab menjelaskan kandungan ayat tersebut bahwa Allah melarang memanfaatkan harta anak yatim secara aniaya.Setelah itu, Allah melarang berlaku aniaya terhadap pribadi anak-anak yatim itu. Oleh karena itu, ditegaskan bahwa: ‚D[h dce[ e[go n[eon nc^[e [e[h ^[j[n \_lf[eo [^cf terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap wanita-wanita selain yatim itu, maka nikahilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari wanita-wanita yang lain itu, kalau perlu, kamu dapat menggabung dalam saat yang sama dua, tiga atau empat tetapi jangan lebih, lalu jika kamu takut tidak dapat berlaku adil dalam hal harta dan perlakuan lahiriah, bukan dalam hal cinta bila menghimpun lebih dari seorang istri, maka nikahilah seorang saja, atau nikahi hamba sahaya wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu, yakni menikahi selain anak yatim mengakibatkan ketidakadilan, dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada 251 Rusli Halil Nasution , “Adil Menurut Quraish Shihab Dalam Al-Qur‟an Terhadap Praktek Poligami”, (Tebing Tinggi: Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) 2018) hlm. 29
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 167 tidak berbuat aniaya, yakni lebih mengantarkanmu kepada keadilan, atau kepada tidak memiliki banyak anak yang harus e[go n[haaoha \c[y[ bc^oj g_l_e[‛.252 Ayat diatas menggunakan kata tuqsithu ^[h n[’^cfo y[ha keduanya diterjemahkan adil. Ada ulama yang mempersamakan maknanya, ada juga yang membedakannya dengan berkata bahwa tuqsithu adalah berlaku adil antara dua orang atau lebih, keadilan yang menjadikan keduanya senang. Sedang adil adalah berlaku baik terhadap orang lain maupun diri sendiri, tetapi keadilan itu, bisa saja tidak menyenangkan salah satu pihak. Pada ayat ini Allah juga membahas tentang perbudakan. Firman Allah yang berbunyi ma malakat aimanukum yang diterjemahkan dengan hamba sahaya wanita yang kamu miliki, menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika itu merupakan salah satu fenomena umum masyarakat manusia di seluruh dunia. Allah dan Rasul tidak merestui perbudakan, walau pada saat yang sama Alquran dan Sunnah tidak mengambil langkah drastis untuk menghapuskannya sekaligus.253 Perbedaan pandangan dalam memahami hukum poligami dapat dilihat dari sudut pandang penggunaan dua metode: 1. Apabila seseorang memahami poligami dengan kaidah bahwa hukum poligami dengan melihat keumuman teks, maka poligami hukumnya bisa dikatakan mutlak boleh. 2. Sedangkan apabila teks poligami dilihat menggunakan khususnya sebab atau makro maka hukum poligami ini boleh dengan syarat yang ketat. Didukung dengan teori munasabah dalam memahami 252 Ibid., hlm. 27 253 Ibid., hlm. 28
168 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H kedua ayat tersebut maka dapat dikatakan bahwa aturan mengenai poligami pada surat an-Ncm[’ [y[n 3 nc^[e ^[j[n dipahami secara umum hanya membolehkan kepada seorang laki- laki yang ingin melakukan poligami. Karena antara ayat 2 dan ayat 3 memiliki kesesuain dalam konteks memperlakukan seorang wanita yatim dengan adil.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 169 XII PEMBAGIAN HARTA BERSAMA (HARTA GONO GINI) PASCA PERCERAIAN ECARA bahasa harta bersama terdiri dari dua kata harta dan \_lm[g[. M_holon e[gom \_m[l B[b[m[ Ih^ih_mc[ ‚ H[ln[ dapat berarti barang-barang yang menjadi kekayaan berwujud maupun yang tidak berwujud dan tentunya mempunyai hcf[c‛.254 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah yang digunakan adalah gana-gini yang secara hukum artinya harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami istri.255 Dc^[f[g \oeohy[ A\^of M[h[h, g_ha[n[e[h \[bq[ ‚b[ln[ bersama adalah harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan 254Azni, Ilmu Fiqih dan Hukum Keluarga Perspektif Ulama Tradisional dan Kontemporer, (Pekanbaru : UIN Suska Riau, 2015), hal. 180. 255Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Pusat Bahasa, 2001), hal. 330. S
170 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H berlangsung dan tanpa ada yang mempersoalkan terdaftar atas nama siapa." Mengenai harta bersama suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.256 Tidak sedikit hal-hal yang membuat keretakan rumah tangga, diantaranya adalah terkait harta, dalam hal ini harta bersama. Pengertian harta bersama perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas UndangUndang perkawinan Nomor 1 tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam juga mengatur pengertian tentang harta bersama yang sama seperti dianut dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 di atas, harta bersama perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam diistilahkan dengan istilah ‚mycle[b‛ y[ha \_l[lnc b[ln[ y[ha diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.257 Terkait aturan pembagiannya disebutkan di dalam pasal 7 KHI, bahwa janda dan duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama m_j[hd[ha nc^[e ^cn_hnoe[h f[ch ^[f[g j_ld[hdc[h j_le[qch[h‛.258 Ketika pembagian harta bersama dilakukan, tidak jarang suami atau istri yang merasa bekerja dan menghasilkan uang merasa lebih punya hak dalam harta bersama tersebut. Sementara itu hukum positif di Indonesia sudah mengaturnya dengan baik. Pengaturan hukum mengenai harta bersama dalam hukum positif bersumber pada UU Perkawinan dan KHI. Pengaturan mengenai harta bersama dalam UU Perkawinan diatur dalam Bab VII tentang Harta Bersama dalam Perkawinan yang terdiri dari tiga pasal yakni pasal 35, 36 dan 37, sedangkan 256Abdul Manan, Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hal.104. 257Ibid. 258 Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Instruksi presiden R.I Nomor 1 tahun 1991 pasal 97.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 171 ketentuan hukum mengenai harta dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab XIII tentang Harta Benda dalam Perkawinan, yaitu Pasal 85 s/d Pasal 95 KHI. Sedangkan ketentuan hukum mengenai harta bawaan dapat dijumpai dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan. Harta bawaan juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu pada Pasal 87. Terkait dengan pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian diatur dalam Pasal 97 KHI yang menjelaskan bahwa janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, baik dalam UU Perkawinan maupun dalam KHI telah menentukan segala harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama.259 Beberapa kriteria untuk menentukan apakah harta tersebut termasuk harta bersama atau bukan, Yahya Harahap (2003, 275– 78) dan diperkuat oleh Arun Pratama (2018, 17) memberikan penjelasan bahwa gambaran ruang lingkup harta bersama dalam suatu perkawinan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Harta yang dibeli selama perkawinan 2. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama 3. Harta yang dapat dibuktikan dan diperoleh selama perkawinan 4. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan 5. Segala penghasilan pribadi suami istri260 259 Livi Holden dan Euis Nurlaelawati, Nilai-nilai Budaya dan Keadilan Bagi Perempuan di Indonesia: Praktik Terbaik, ( Yogyakarta: Suka Press, 2022), hlm. 11. 260 Ibid.
172 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H Mengutip pernyataan Jumni Nelli Jika, bahwa ketentuan tentang harta bersama dan kewajiban suami memberi nafkah dalam KHI maupun UU Perkawinan terlihat bahwa suami mempunyai kewajiban memberi nafkah harus menerima suatu aturan harta bersama yang mempunyai konsekuensi pembagian harta bersama dengan bagian berimbang, dan penggunaan harta bersama harus mendapatkan persetujuan suami-isteri. Persoalan lain yang muncul adalah mengenai pelaksanaan kewajiban suami memberi nafkah termasuk dalam harta bersama atau berdiri sendiri. Sehingga kedua aturan tersebut dapat menimbulkan celah- celah hukum yang dapat merusak asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat.261 Menurut pasal 35 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, harta bersama suami-istri hanya meliputi hartaharta yang diperoleh suami-isteri sepanjang perkawinan saja. Artinya harta yang diperoleh selama tenggang waktu antara peresmian perkawinan sampai perkawinan tersebut putus, baik dikarenakan kematian (cerai mati) atau karena perceraian (cerai hidup). Konsep harta bersama serta segala ketentuannya memang tidak ditemukan dalam kajian fiqh (hukum Islam). Masalah harta bersama merupakan persoalan hukum yang belum tersentuh atau belum terpikirkan (ghair al-mufakkar) oleh ulama-ulama fiqh terdahulu, karena masalah harta bersama baru muncul dan banyak dibicarakan pada masa modern ini. Dalam kajian fiqh Islam klasik, isu-isu yang sering diungkapkan adalah masalah pengaturan nafkah dan hukum waris. Dua hal inilah yang banyak menyita perhatian kajian fiqh klasik.262 Yahya Harahap menjelaskan, bahwa jika ditinjau sejarah terbentuknya harta bersama, telah terjadi perkembangan hukum 261 Jumni Nelli, “ Analisa Tentang Kewajiban Nafkah Keluarga dalam Pemberlakuan Harta Bersama”, jurnal Al Istinbath: Jurnal Hukum Islam, Vol. 2 No. 1, 2017, hlm. 165- 166. 262 Ibid., hlm. 167
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 173 adat terhadap harta bersama didasarkan pada syarat ikut sertanya istri secara fisik dalam membantu pekerjaan suami. Jika isteri tidak ikut secara fisik dan membantu suami dalam mencari harta benda, maka hukum adat lama menganggap tidak pernah terbentuk harta bersama dalam perkawinan. Dalam perjalanan sejarah lebih lanjut, pendapat tersebut mendapat kritik keras dari berbagai kalangan ahli hukum sejalan dengan berkembangnya pandangan emansipasi perempuan dan arus globalisasi di segala bidang. Menanggapi kritik tersebut, terjadilah pergeseran konsepsi nilai-nilai hukum baru, klimaksnya pada tahun 1950 mulai lahirlah produk pengadilan yang mengesampingkan syarat istri harus aktif secara fisik mewujudkan harta bersama. Syarat tersebut diubah dengan nilai baru seperti yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 51K/SIP./1956 tanggal 7 November 1956.263 Penjelasan harta bersama dalam Kompilasi Hukum Islam, bahwa setiap pihak berhak setengah dari harta bersama dalam perkahwinan apabila terjadi perceraian hidup264 atau kematian,265 kecuali ada perjanjian pemisahan harta sebelum akad perkawinan berlangsung. Semua penghasilan tersebut disatukan seperti dalam bentuk harta perkongsian atau syirkah dalam sebuah usaha dan dimiliki secara bersama sehingga apapun yang 263 Yahya Harahap, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grosse Akta Serta Putusan Pengadilan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi, Bandung; Citra Aditya Bakti, 1993, 194. Lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 7 November 1956, Reg. No. 51 K/SIP./1956 dinyatakan bahwa “menurut hukum adat semua adat yang diperoleh selama berlangsungnya perkawinan, termasuk dalam gono gini, meskipun mungkin hasil kegiatannya suami sendiri.” 264 Kompilasi Hukum Islam Pasal 97: Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 265 Kompilasi Hukum Islam pasal 96 ayat (1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. ayat (2) Pembahagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama. Selanjutnya pasal 97: Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
174 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H akan terjadi pada harta sepencarian, pengelolaannya mengikut keputusan bersama pula.266 Harta sepencarian, termasuk dalam persoalan ijtihadiyyat kerana tidak jelas tunjukan nas mengenainya. Harta tersebut dengan segala permasalahannya, berpotensi menimbulkan kezaliman di antara suami dan istri serta anak-anak keturunan di kemudian hari, termasuk sebagai punca perbalahan.267 Oleh sebab itu, Kompilasi Hukum Islam menggariskan mengenai aturan pembagiannya bertujuan untuk melindungi setiap pihak daripada diskriminasi kepemilikan harta tersebut, dan juga untuk menghindari penyelewengan, maka aturan harta sepencarian dalam perkahwinan, dianggap penting (ضروري (berdasarkan dalil istislah, di mana cara aplikasinya dengan mempertimbangkan kemaslahatan-kemaslahatan yang dapat dihasilkan, diantaranya kemaslahatan: Mengakui adanya harta bersama dalam pernikahan, dapat menyelesaian permasalahan-permasalahn yang timbul dari konflik harta bersama, sehingga dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Dengan adanya aturan mengenai ketentuan harta sepencarian, maka pembahagian harta sepencarian dapat dilakukan dengan adil agar tidak menimbulkan perselisihan di antara mereka. Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, masingmasing dari pasangan tersebut mendapat bahagian yang sama, sekalipun tidak bekerja seperti seorang istri hanya mengurus rumah tangga beserta anak-anaknya di rumah.268 Dan apabila terjadi perselisihan mengenai bagian, maka akan diselesaikan di 266 Lihat Zulfahmi bin Bustami Nurdin, Disertasi “Kajian Kritis Terhadap Aplikasi Istislah dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia”, Universiti Sains Malaysia, 2017, hlm. 238. 267 M. Idris Romulo, Beberapa Aspek Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 92. 268 Lihat Zulfahmi bin Bustami Nurdin, Disertasi “Kajian Kritis Terhadap Aplikasi Istislah dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia”, Universiti Sains Malaysia, 2017, hlm. 243.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 175 dalam persidangan, untuk lebih lanjut lihat bagaimana menyelesaikan kasus dengan konsep maslahah di dalam bagian terakhir dari buku ini. A. Penggunaan Harta Bersama oleh Suami Istri Mengenai penggunaan (tasharruf) harta bersama suami istri, diatur dalam 136 ayat (1) UU Perkawinan sebagai \_lceon: ‚M_ha_h[c b[ln[ \_lm[g[ mo[gc [n[o cmnlc ^[j[n \_lnch^[e [n[m j_lm_nodo[h e_^o[ \_f[b jcb[e‛. Adapun ayat 2 menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing, seperti Pasal 87 ayat (2) Kompilasi tersebut. Pengaturan lebih rinci masalah ini, disebutkan dalam Pasal 88, 89, dan 90 sebagai berikut: Pasal 88 Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. Pasal 89 Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri maupun hartanya sendiri. Pasal 90 Istri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya.
176 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H Isi pasal-pasal di atas merupakan penjabaran firman Allah QS Al-Nisa' [4]:34: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan Suaminya oleh karena Allah telah memelihara (mereka) (Al-Nisa' (41:34). Pengaturan tentang bentuk kekayaan bersama dijelaskan dalam Pasal 93 Kompilasi: 1. Harta bersama sebagaimana tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. 2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga. 3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban. 4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Penjelasan Pasal 93 tersebut menunjukkan adanya respons terhadap perkembangan modernisasi, seperti suratsurat berharga (polis, bilyet giro, saham, dan lain-lain). Dengan demikian, pengertian harta kekayaan menjadi sangat luas: Tidak hanya barang-barang yang secara material langsung dapat dikonsumsi. Ini menunjukkan bahwa kompilasi telah mengantisipasi problematika perekonomian modern. Yang terpenting adalah penggunaan kekayaan tersebut, baik untuk kepentingan salah satu pihak, atau kepentingan bersama, harus didasarkan kepada persetujuan mereka. Karena sesungguhnya dengan cara demikian,
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 177 perintah agama wa'asyiru hunna bil-ma'ruf (Pergaulilah mereka dengan makruf/baik) akan dapat terealisasi, yang pada gilirannya mengantarkan pada tercapainya tujuan perkawinan itu. 269 Apabila kekayaan bersama tersebut digunakan salah satu pihak, tidak atas persetujuan pihak lainnya, maka tindakan boeog ^_gcec[h nc^[e ^cj_l\if_be[h. ‚So[gc [n[o cmnlc n[hj[ persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama" (Ps. 92 KHI). Hal ini dimaksudkan agar masing-masing pihak dapat melakukan hal-hal yang berurusan dengan soal rumah tangga dengan penuh tanggung jawab. Tanpa adanya persetujuan tersebut, kemungkinan terjadinya penyimpangan besar sekali. Oleh karena itu, Kompilasi dalam pasal berikut, membicarakan pertanggungjawaban utang yang bersifat pribadi, bukan untuk kepentingan keluarga.270 Pasal 93 1. Pertanggungjawaban terhadap utang suami atau istri dibebankan pada hartanya masing-masing. 2. Pertanggungjawaban terhadap utang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama. 3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami. 4. Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri. Ketentuan Pasal 93 tersebut seakan mengesankan adanya pemisahan antara harta kekayaan suami dan istri, karena 269 Ibid., hlm. 165 270 Ibid
178 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H tidak ada penjelasan tentang kapan utang suami atau istri itu dilakukan, maka penafsiran yang ditempuh adalah apabila utang tersebut tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan keluarga. Namun sebaliknya, untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, jika harta bersama tidak mencukupi, maka diambil dari harta pribadi masing-masing suami atau istri. Itu pun apabila perkawinannya bersifat monogami yang relatif kecil peluang terjadinya perselisihan di antara mereka, dibanding dalam perkawinan poligami.271 Dalam kaitannya dengan perkawinan poligami, kompilasi mengaturnya dalam pasal 94: 1. Harta bersama dari perkawinan seorang Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. 2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1) dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat. Ketentuan ini dimaksudkan agar antara istri pertama, kedua, ketiga, dan atau keempat tidak terjadi perselisihan, termasuk mengantisipasi kemungkinan gugat warisan di antara masing-masing keluarga dari istri-istri tersebut. Akibat ketidakjelasan kepemilikan harta bersama antara istri pertama dan kedua, sering menimbulkan sengketa waris, yang diajukan ke Pengadilan Agama. Lebih-lebih lagi apabila poligami tersebut dilakukan dengan tanpa mempertimbangkan tertib hukum dan administrasi, berupa pencatatan nikah. Ini tentu saja menyulitkan keluarga mereka sendiri, tidak dapat dijangkau oleh hukum, karena secara yuridis formal 271 Ibid
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 179 tidak ada bukti-bukti autentik, bahwa mereka telah melakukan perkawinan. Pasal 95 Kompilasi membicarakan tentang tindakantindakan tertentu pada saat salah satu pihak melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama, seperti: judi, mabuk, boros, dan lain-lain. 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 (2), suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti: judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. Uraian Pasal 95 tersebut dianalogikan kepada ketentuan yang terdapat dalam hadis Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan. Perbedaannya dalam hadis tersebut, Abu Sufyan sebagai suami, sangat pelit dan tidak memperhatikan kebutuhan istri dan anak-anaknya, maka Rasulullah Saw. membolehkan Hindun mengambil harta suaminya itu dengan cara yang ma'ruf. Sementara Pasal 95 menekankan bahwa suami justru melakukan tindakan pemborosan, judi, dan lain-lain yang akan mengancam harta kekayaan bersama, maka hakim dipandang memiliki otoritas untuk menangani dan menjaga agar harta tersebut diamankan, demi kepentingan keluarga, khususnya istri dan anak-anaknya dengan cara meletakkan sita jaminan. Alasan hakim dalam menyelesaikan masalah tersebut untuk melindungi kepentingan yang lebih besar, yaitu
180 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H kepentingan rumah tangga, istri, dan anak anaknya. Selain itu, juga untuk mengendalikan atau setidaknya mengurangi kebiasaan suami atau istri, agar tidak melakukan perbuatan yang tidak disukai oleh ajaran Islam. Maka secara teknis, selama dalam masa penyitaan, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga bersama, salah satu pihak dapat menjual harta bersama tersebut, dengan izin Pengadilan Agama. Tentu saja, penggunaan untuk kepentingan keluarga tersebut, dilakukan secara ma'ruf. Masalah harta bersama suami istri, atau dengan istriistrinya, pengelolaannya dapat dilakukan melalui perjanjian tertulis. Bagaimana dan berapa yang ditanggung suami untuk setiap istrinya. Ini dimaksud untuk menjaga batas-batas yang jelas mana kekayaan bersama antara suami dengan istri yang pertama, mana kekayaan bersama suami dengan istri yang kedua, dan seterusnya. Persoalan akan muncul apabila salah satu meninggal, karena itu meski tidak konkret benar, kompilasi mencoba merumuskannya dalam pasal pasal berikut. Pasal 96 1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama. Pasal 97 Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 181 Meski kompilasi telah mencoba mengatasi persoalan yang kemungkinan timbul, namun Pasal 96 ayat (1) terasa kurang tegas. Sebab pengertian hidup lebih lama bersifat relatif. Karena itu dalam penyelesaian pembagian harta bersama pihak keluarga yang dituakan, atau hakim, apabila perkaranya diajukan ke pengadilan, perlu mempertimbangkan nilai-nilai keadilan, baik karena rentang waktu lamanya suami hidup bersama dengan istri tua, demikian Juga dengan istri-istrinya yang lain. Yang jelas, porsi pembagian harta bersama sebelum dibagi waris penentuan separuh bagian dalam Pasal 96 tersebut merupakan langkah pembaruan yang berani. Apabila dilacak dasar-dasar metodologinya, antara lain, karena praktik tersebut menjadi kebiasaan masyarakat dalam istilah teknis disebut dengan urf,272 yang secara materiil disebut dengan harta gono-gini. Pada sisi lain, dapat ditempuh melalui jalan istislah atau maslahah mursalah. Alasannya, karena tidak tegas-tegas ada dalam nash yang menentukan persoalan kekayaan bersama, yang sebelum dibagi waris diberikan separuh terlebih dahulu, sebagai hak suami atau istri, bukan warisan. Baru setelah itu, dibagi lagi dengan cara pewarisan. Agaknya, inovasi pembaruan hukum semacam ini tidak banyak yang mempersoalkannya.273 272 Urf seakar dengan kata ma‟ruf adalah sesuatu yang dianggap baik oleh manusia dan dijalankannya, baik berupa ucapan, perbuatan, atau meninggalkan suatu perbuatan. “Urf disebut juga adat. 'Urf ada dua, pertama 'urf shahih yaitu kebiasaan yang baik, dan harus dipelihara baik oleh hakim maupun oleh mujtahid. Kedua, 'urf fasid, kebiasaan yang merusak, ini harus dibatalkan. Lihat Abd al-Wahab Khalaf, ilm Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Maktabah al-Da wah al-Islamiyah, 1410 H/1990 M), hlm. 89-90. 273 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia,cet. ke-1 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 168
182 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H XIII PROSEDUR DAN PROBLEM PENGAJUAN ITSBAT NIKAH DI INDONESIA TSBAT nikah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari isbat dan nikah. kata اثبات yang merupakan masdar atau asal kata dari اثبث y[ha g_gcfcec [lnc ‚g_h_n[je[h‛, ^[h e[n[ نكاح yang berasal dari kata نكح y[ha g_gcfcec [lnc ‚m[fcha g_hce[b‛, ^_ha[h ^_gcec[h e[n[ ‚cm\[n hce[b‛ g_gcfcec [lnc y[cno ‚j_h_n[j[h j_lhce[b[h‛. S_^[hae[h hce[b adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliza antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami isteri dengan terpenuhinya berbagai persyaratan dalam rangka mentaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah Isbat nikah dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan isbat nikah yang diartikan dengan pengukuhan dan penetapan perkawinan melalui pencatatan dalam upaya mendapatkan pengesahan suatu perkawinan menurut hukum yang berlaku. Menurut bahasa itsbat nikah terdiri dari dua kata I
Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia 183 yaitu kan[ ‚ cnm\[n‛ y[ha g_loj[e[h g[m^[l [n[o [m[f e[n[ ^[lc اثبحث y[ha g_gcfcec [lnc ‚g_h_n[je[h‛, ^[h e[n[ ‚ hce[b‛ y[ha \_l[m[f ^[lc e[n[ ‚h[e[b[‛ y[ha g_gcfcec [lnc ‚m[fcha g_hce[b‛, ^_ha[h ^_gcec[h e[n[ ‚cnm\[n hce[b‛ g_gcfcec [lnc y[cno ‚j_h_n[j[h j_lhce[b[h‛.274 Menurut Peter Salim kata itsbat nikah memiliki pengertian penetapan tentang kebenaran nikah. Itsbat nikah sebenarnya sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia dengan sedikit revisi yaitu dengan sebutan isbat nikah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan).275 Akan tetapi, sebuah perkawinan hanya dapat dibukikan dengan Akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama, sebagaimana yang sudah jelaskan panjang lebar pada poin sebelumnya tentang pencatatan nikah di Indonesia. Meskipun demikian Kompilasi Hukum Islam tetap memberi jalan bagi mereka yang sudah melangsungkan pernikahan yang tidak mendapat pencatatan oleh KUA setempat dengan berbagai alasa, akan tetapi ketentuan yang diatur oleh KHI ini bukanlah semata-mata dalam artian mengizinkan para calon suami istri untuk melangsungkan pernikahan dibawah tangan atau tidak dicatatkan. Ketentuan yang diatur oleh KHI pasal 7 ayat (3) ini merupakan solusi yang sudah terlanjur dan harus menempuh 274 Ahmad Warson Munawir , Al–Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 2002) hal. 145. 275 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka, 1995 ), hal. 339
184 Muhammad Hafis.,S.H.,M.H hukum dan prosedur yang ketat di Pengadilan, sebab pada dasarnya tidak semua yang ingin mengisbatkan nikahnya dikabulkan oleh hakim, hakim harus tetap memeriksa dengan baik dan hati-hati serta memberikan pertimbangan hukum yang tepat.276 Mereka yang boleh mengajukan itsbat nikah adalah: Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian, Hilangnya Akta Nikah. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UndangUndang Nomor I Tahun 1974 dan Perkawinan yang dilakukan oieh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor Tahun 1974.277 Mengutip apa yang disampaikan oleh Satria Effendi, bahwa menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam adanya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah, artinya dalam hal perkawinan tidak mendapatkan akta nikah maka solusi yang dapat ditempuh adalah mengajukan permohonan itsbat nikah, artinya seseorang yang mengajukan itsbat nikah bertujuan agar supaya perkawinan yang dilaksanakannya mendapat bukti secara otentik berupa Kutipan Akta nikah dan mendapat legalisasi baik secara yuridis formal maupun di kalangan masyarakat luas. Di samping itu untuk menghindari fitnah yang sewaktu-waktu dapat saja terjadi dalam pergaulan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat yang dampak langsungnya adalah perempuan pada umumnya. Karenanya isbat nikah yang menjadi kewenangan peradilan Agama adalah sebuah solusi yang bijaksana untuk menyelesaikan persoalan di dalam masyarakat, di samping itu sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi hukum adalah mengatur dan memberi perlindungan atas hak-hak masyarakat, karenanya adanya pencatatan dan isbat nikah bertujuan untuk mewujudkan 276 Wawancara dengan Abdul Aziz, hakim Pengadilan Agama Jakarta selatan 20 April 2023. 277 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, pasal 7 ayat (2), 2008, h. 3