The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku tentang manajemen bisnis syariah memberikan pemahaman tentang pendekatan manajemen yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Buku ini menjelaskan konsep dan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, serta bagaimana menerapkannya dalam konteks bisnis modern. Buku ini juga membahas instrumen keuangan syariah, seperti pembiayaan syariah, investasi syariah, dan asuransi syariah, serta bagaimana mengimplementasikan<br><br>praktik-praktik bisnis yang sesuai dengan hukum syariah. Selain itu, buku ini menyoroti tanggung jawab sosial dan etika bisnis dalam manajemen bisnis syariah, termasuk keadilan dalam hubungan bisnis, keberlanjutan, dan keseimbangan antara kepentingan pemangku kepentingan.<br><br>Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengelola bisnis dengan mematuhi prinsip-prinsip syariah Islam dan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 04:27:14

Manajemen Bisnis Syariah

Buku tentang manajemen bisnis syariah memberikan pemahaman tentang pendekatan manajemen yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Buku ini menjelaskan konsep dan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, serta bagaimana menerapkannya dalam konteks bisnis modern. Buku ini juga membahas instrumen keuangan syariah, seperti pembiayaan syariah, investasi syariah, dan asuransi syariah, serta bagaimana mengimplementasikan<br><br>praktik-praktik bisnis yang sesuai dengan hukum syariah. Selain itu, buku ini menyoroti tanggung jawab sosial dan etika bisnis dalam manajemen bisnis syariah, termasuk keadilan dalam hubungan bisnis, keberlanjutan, dan keseimbangan antara kepentingan pemangku kepentingan.<br><br>Dengan membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mengelola bisnis dengan mematuhi prinsip-prinsip syariah Islam dan mencapai kesuksesan yang berkelanjutan.

Manajemen Bisnis Syariah 43 antar individu dan keberdayaan mereka (Al-attas, 1978). Konsep ini memberikan landasan pemikiran bagi para pemikir pembangunan modern, seperti Amartya Sen (1999), yang mengemukakan bahwa pembangunan harus diukur bukan hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi kebebasan dan kemampuan individu untuk mencapai tujuan hidup mereka. Pemahaman bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan faktor kunci dalam mengoptimalkan sumber daya insani. Pendidikan yang berkualitas memberikan individu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi pada perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan dianggap sebagai investasi jangka panjang yang memberikan hasil nyata dalam pengembangan sumber daya insani. Dalam konteks globalisasi dan revolusi teknologi, sumber daya insani menjadi semakin penting. Kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan perubahan, menguasai teknologi baru, dan berkolaborasi secara efektif menjadi kunci dalam menghadapi tantangan dan peluang global. Sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih dengan baik memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Dari perspektif syariah, pentingnya sumber daya insani juga tercermin dalam ajaran Islam yang menekankan nilainilai moral, etika, dan keadilan. Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam dianggap sebagai sarana untuk membentuk sumber daya insani yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki moralitas yang tinggi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


44 Manajemen Bisnis Syariah Pemahaman tentang pentingnya sumber daya insani dalam pengembangan masyarakat tidak hanya bersifat konseptual, tetapi juga terkait erat dengan perkembangan sejarah, pemikiran pembangunan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Inilah yang melandasi urgensi pengelolaan dan pengembangan sumber daya insani dalam meraih kemajuan yang berkelanjutan dan berdaya saing. Dalam era globalisasi ini, sumber daya insani memiliki peran yang semakin krusial dalam menghadapi berbagai tantangan kompleks, seperti revolusi industri 4.0, perubahan iklim, dan krisis ekonomi global. Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan sumber daya insani menjadi semakin relevan sebagai landasan yang kokoh dan berkelanjutan. Perkembangan teknologi, seperti kecerdasan buatan, robotika, dan otomatisasi, memengaruhi struktur pekerjaan dan kebutuhan keterampilan. Pekerjaan yang memerlukan keterampilan manusiawi cenderung bertahan, sementara pekerjaan rutin dapat tergantikan oleh teknologi. Menurut Scwab (2016), sumber daya insani yang unggul tidak hanya memiliki keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan manusiawi seperti kreativitas, inovasi, dan kepemimpinan. Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan keterampilan ini menjadi kunci untuk menghadapi perubahan cepat dalam dunia kerja. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan memerlukan respons yang cepat dan berkelanjutan. Masyarakat perlu beradaptasi dengan perubahan iklim dan mengurangi dampak negatifnya. Rockström, J, et al. (2009), dalam bukunya yang berjudul Planetary Boundaries: Exploring the Safe Operating


Manajemen Bisnis Syariah 45 Space for Humanity. Ecology and Society menyatakan bahwa sumber daya insani yang berkualitas dapat menjadi motor penggerak dalam mengembangkan solusi berkelanjutan. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang isu-isu lingkungan, keterampilan dalam merancang teknologi ramah lingkungan, dan kemampuan untuk memimpin perubahan menuju praktik-praktik yang lebih berkelanjutan. Tantangan ketidaksetaraan mencakup kesenjangan ekonomi, akses terhadap pendidikan, dan peluang pekerjaan. Masyarakat dihadapkan pada risiko memperburuk ketidaksetaraan, terutama dalam konteks globalisasi. Sumber daya insani yang terdidik dan terlatih dengan baik dapat mengurangi ketidaksetaraan dengan menciptakan peluang pendidikan dan pekerjaan yang merata. Pendidikan yang inklusif dan pemberdayaan masyarakat dapat mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Krisis kesehatan global, seperti pandemi COVID-19, menyoroti pentingnya sistem kesehatan yang tangguh dan respons yang cepat terhadap ancaman kesehatan. Sumber daya insani yang terlatih di bidang kesehatan memiliki peran krusial dalam menangani krisis kesehatan. Ini mencakup tenaga medis yang terampil, peneliti yang dapat mengembangkan vaksin dan terapi, serta pemimpin yang mampu mengkoordinasikan respons kesehatan masyarakat (Garrett, L. 1994). Davis (2006), berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dan urbanisasi cepat menimbulkan tekanan pada infrastruktur, layanan kesehatan, dan pekerjaan. Masyarakat perlu mengelola pertumbuhan ini secara berkelanjutan. Sumber daya insani yang terampil dalam perencanaan per-


46 Manajemen Bisnis Syariah kotaan, manajemen sumber daya, dan inovasi infrastruktur dapat membantu masyarakat mengatasi tantangan urbanisasi. Pendidikan yang berfokus pada solusi-solusi kreatif dan inklusif dapat membentuk pemimpin masa depan yang mampu mengelola perkembangan populasi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, investasi dalam pengembangan sumber daya insani menjadi kunci utama. Pendidikan yang relevan, pelatihan keterampilan, dan pembinaan karakter akan membentuk masyarakat yang mampu mengatasi dan mengarahkan perubahan kontemporer menuju tujuan pembangunan berkelanjutan. Etos kerja dalam perspektif syariah merujuk pada prinsipprinsip dan nilai-nilai Islam yang membimbing perilaku dan tindakan seseorang di dalam dunia kerja. Dalam Islam, etos kerja bukan sekadar konsep profan, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari yang diarahkan oleh ajaran-ajaran agama. Beberapa aspek penting etos kerja dalam perspektif syariah melibatkan keterkaitan antara ibadah, etika, dan keadilan. Pekerjaan dilihat sebagai bentuk ibadah jika dilakukan dengan itikad yang baik dan dengan niat yang benar, memberikan dimensi spiritual pada setiap tindakan kerja. Dalam perspektif Islam, ibadah dan profesionalisme di tempat kerja tidaklah terpisah. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan, termasuk pekerjaan sehari-hari, dapat menjadi bentuk ibadah jika dilakukan dengan itikad yang baik dan sesuai dengan ajaran agama (Al-Ghazali. 1996). Ibadah dalam bekerja mencakup kesadaran bahwa setiap tindakan, termasuk yang dilakukan di tempat kerja, dapat menjadi bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat yang tulus dan


Manajemen Bisnis Syariah 47 bertujuan mencari ridha Allah. Memahami bahwa bekerja dengan integritas dan kejujuran adalah bagian dari ibadah yang terus menerus, sejauh itu dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Profesionalisme mencakup ketaatan kepada etika dan norma Islam dalam setiap aspek pekerjaan. Kejujuran, keadilan, dan transparansi menjadi pondasi dalam menjalankan tugas. Profesionalisme mengimplikasikan komitmen terhadap kualitas, memberikan yang terbaik dalam pekerjaan, dan menjaga kepercayaan yang diberikan kepada kita (Ibn Ashur, 2006). Islam mendorong pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap karyawan, pelanggan, dan masyarakat umum. Keberlanjutan dan keadilan sosial menjadi fokus utama (Al-Qaradawi, 1999). Tanggung jawab sosial diwujudkan dalam memberikan manfaat pada masyarakat melalui produk atau layanan yang bermanfaat dan memastikan tidak adanya dampak negatif. Kepemimpinan profesional melibatkan tanggung jawab terhadap tim dan organisasi, menjaga keadilan, dan memastikan keberlanjutan operasional. Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. Keseimbangan antara pekerjaan dan ibadah ritual merupakan prinsip penting (Al-Attas, 1978). Prioritaskan kewajiban agama dan berusaha mencari keseimbangan yang sehat. Profesionalisme juga mencakup integrasi nilai-nilai agama dalam pengambilan keputusan dan tindakan sehari-hari, sehingga setiap langkah sejalan dengan ajaran Islam. Kreativitas dan inovasi di tempat kerja dapat diarahkan untuk kebaikan, mengoptimalkan bakat dan keterampilan untuk


48 Manajemen Bisnis Syariah mencapai tujuan yang positif. Profesionalisme melibatkan penghargaan terhadap kreativitas dan inovasi, asalkan sesuai dengan nilai-nilai Islam dan tidak melanggar prinsip-prinsip agama. Islam mendorong manusia untuk menggunakan bakat dan kreativitas mereka dalam berbagai bidang pekerjaan (Ibn Khaldun, 2015). Melalui pendekatan ini, seseorang dapat memandang bekerja bukan hanya sebagai keharusan ekonomi tetapi juga sebagai kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pengabdian yang tulus dan profesionalisme yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, pekerjaan bukan hanya menjadi rutinitas harian, tetapi juga bentuk ibadah yang dapat memberikan dampak positif pada diri sendiri dan masyarakat. Firman Allah subhanahu wata'ala pada surat At-Taubah ayat 105. ِب ْ ح َ غ ْ اى ِ ً ِ ي َٰ ى م َٰ ِال َ ن ْ و ه د َ د ُ ت شَ َ و َۗ َ ن ْ ٔ ُ ٌِج ْ ؤ ُ ٍ ْ اى َ و ٗ ه ُ ل ْ ٔ شُ َ ر َ و ْ ً ُ ه َ ل َ ٍ َ ؼ ُ ه ى اَلل َ د َ ي صَ َ ا ف ْ ٔ ُ ي َ ٍ ْ اؼ ِ و ُ ك َ و ِة َ اد َ ٓ َ اىظ َ و َ ن ْ ٔ ُ ي َ ٍ ْ ؽ َ ح ْ ً ُ خ ْ ج ُ ان َ ٍِ ة ْ ً ُ ه ُ ئ ِ ّ ب َ ج ُ ح َ ف K[n[e[hf[b (N[\c Mob[gg[^) : ‚B_e_ld[f[b= M[e[, Aff[b, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu [j[ s[ha m_f[g[ chc e[go e_ld[e[h.‛ (QS. [f-Taubah/9: 105). Al-Qol’[h m_f[fo g_gincp[mc m_nc[j j_g_foehs[ ohnoe senantiasa berkreasi dan berinovasi. Bahkan Islam memberi landasan yang mendasar, bahwa sebuah kerja keras harus dilandasi niat yang benar, serta sadar bahwa setiap prestasi kerja


Manajemen Bisnis Syariah 49 kita akan dinilai oleh Allah subhanahu wata'ala, Rasul SAW dan orang beriman. Dalam hadis Nabi dijelaskan bahwa seseorang akan dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala jika mengerjakan sesuatu dengan penuh ketekunan, optimal dan mempersembahkan karya yang terbaik. الى َ ؽ َ ح ََ اَلل ّ ِن : إ َ ً َّ ي شَ َ ِّ و ْ ح َ ل َ م ى اَللُ َّ ل ا َِلل غَ ُ ل ْ ٔ شُ َ ر َ ال َ : ك ج ْ َ اى َ ا ك َ ٓ ْ ِ َ ؼ ِضَي اَللُ َ ر َ ث َ ِظ ائ َ م ْ َ َ ؼ ُ ّ َ ِلِ ْ خ ُ ي ْ ن َ أ ً لا َ ٍ َ ؼ ْ ً ُ ن ُ د َ ح َ أ َ ٍِو َ ا ؼ َ ذ ِ ّب إ ِح ُ ي )رواه اىطبدني واىبيٓقي( Artinya: Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah bersabda: ‚S_mohaaobhs[ Aff[b g_h]chn[c m_m_il[ha s[ha [j[\cf[ \_e_ld[, g_ha_ld[e[hhs[ m_][l[ jli`_mcih[f‛. Bekerja secara profesional juga menjadi salah satu ciri orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wata'ala, sebagaimana dalam hadis: Alnchs[ : ‚S_mohaaobhs[ Aff[b g_h]chn[c il[ha s[ha \_e_ld[‛ (HR. Baihaqi dari Salim dari bapaknya). Hadis ini jelas memberi apresiasi kepada setiap muslim yang bekerja dan berusaha. Islam membenci umatnya yang menganggur dan berpangku tangan menunggu belas kasihan orang lain. Sahabat Umar ibn Khattab pernah berkata, saya benci melihat salah seorang diantara kalian menganggur tidak melakukan pekerjaan yang menyangkut dunianya tidak pula kehidupan akhiratnya. Islam tidak pernah membatasi jenis pekerjaan seseorang, yang penting halal.


50 Manajemen Bisnis Syariah A. Konsep Sumber Daya Insani dalam Islam Dalam Islam, konsep sumber daya insani, yang sering disebut sebagai "manusia" atau "insan", memiliki makna dan signifikansi yang mendalam. Amartya Sen (1999), seorang ekonom dan pemenang Hadiah Nobel, membahas konsep pembangunan yang lebih fokus pada kebebasan individu, termasuk pemberdayaan sumber daya insani. Sumber daya insani dipahami sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada manusia untuk dikelola dengan sebaik-baiknya dan digunakan sebagai sarana untuk mencapai keberkahan dan kebaikan. Beberapa aspek utama konsep sumber daya insani dalam Islam melibatkan fitrah, tanggung jawab, dan peran sebagai khalifah di muka bumi. Laporan Pembangunan Manusia PBB memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya sumber daya insani dalam konteks pembangunan dan memberikan pandangan holistik terhadap indeks pembangunan manusia (UNDP,1990). Manusia dalam Islam diyakini memiliki fitrah atau potensi bawaan yang bersih dan murni. Fitrah ini mencakup naluri dan kemampuan yang dianugerahkan oleh Allah kepada setiap individu. Islam mendorong setiap individu untuk mengembang-kan potensi bawaan tersebut melalui pendidikan, pengetahuan, dan ibadah. Pemahaman akan fitrah ini memberikan landasan untuk pengembangan sumber daya insani. Manusia dianggap sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan menjaga alam semesta sesuai


Manajemen Bisnis Syariah 51 dengan petunjuk Allah. Setiap tindakan dan pengelolaan sumber daya insani akan dihisab (diperhitungkan) di akhirat. Akuntabilitas terhadap penggunaan sumber daya insani menjadi dasar etis dalam Islam. Islam menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan sumber daya insani. Ilmu pengetahuan dan pengetahuan agama dipandang sebagai investasi yang bernilai tinggi. Proses pembelajaran dan pemberdayaan sumber daya insani dianggap sebagai bentuk ibadah. Menuntut ilmu dan berbagi pengetahuan memberikan nilai keagamaan. Gary S. Becker (1993), seorang ekonom, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman sumber daya insani melalui konsep "human capital," yang menekankan pentingnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan. Islam menekankan keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya insani. Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta antara hak dan kewajiban. Keadilan menjadi prinsip utama dalam pengelolaan sumber daya insani. Hak-hak individu, masyarakat, dan alam harus dihormati dan dijaga dengan adil. Tindakan sehari-hari, termasuk pekerjaan dan usaha, dianggap sebagai bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar, sesuai dengan ajaran Islam, dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Tujuan utama pengelolaan sumber daya insani adalah mencari ridha Allah. Oleh karena itu, etika dan moralitas harus menjadi panduan dalam setiap tindakan.


52 Manajemen Bisnis Syariah Melalui konsep sumber daya insani dalam Islam, manusia diarahkan untuk memahami nilai-nilai agama dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan diri, keluarga, dan masyarakat. Pengembangan sumber daya insani dipandang sebagai perjalanan spiritual dan moral yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sumber daya insani secara definisi menekankan bahwa manusia bukan hanya penerima manfaat pembangunan, tetapi juga agen aktif yang memiliki peran krusial dalam membentuk dan memajukan masyarakat. Hal ini menyoroti peran sumber daya insani, khususnya generasi muda, dalam membentuk masa depan pembangunan global. Tanggung jawab masyarakat dalam pengembangan sumber daya insani mencakup serangkaian tindakan dan upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara kolektif. Ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang setara terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan peluang lainnya. Tanggung jawab masyarakat dalam pengembangan sumber daya insani mencerminkan kesadaran akan pentingnya investasi manusia dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa aspek pentingnya termasuk: 1. Pendidikan untuk semua Masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua anggota, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas. Masyarakat dapat mendorong budaya membaca dan pembelajaran


Manajemen Bisnis Syariah 53 sepanjang hayat untuk meningkatkan literasi dan pengetahuan di kalangan anggotanya (UNICEF, 2014). 2. Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat bertanggung jawab untuk menyediakan dan memastikan akses semua anggota ke layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Upaya pencegahan penyakit dan pendidikan kesehatan dapat menjadi tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan kesadaran dan gaya hidup sehat (WHO, 2008). 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dapat mendukung inisiatif pembangunan ekonomi lokal untuk menciptakan peluang pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan dapat membantu meningkatkan kapasitas dan daya saing anggotanya di pasar kerja (Sen, 1999). 4. Pemberdayaan Perempuan Masyarakat dapat memastikan partisipasi aktif perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan. Inisiatif pemberdayaan ekonomi perempuan, seperti pelatihan kewirausahaan dan akses ke modal, dapat meningkatkan peran mereka dalam Pembangunan (Kabeer, 2005).


54 Manajemen Bisnis Syariah 5. Partisipasi Masyarakat Masyarakat dapat memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal dan nasional, sehingga kebijakan dan program mencerminkan kebutuhan sebenarnya. Masyarakat yang mendukung inovasi dan kreativitas dapat menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengembangan sumber daya insani melalui ide-ide baru dan solusi kreatif (Pretty, 1997). Tanggung jawab masyarakat dalam pengembangan sumber daya insani bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga tertentu, tetapi merupakan tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan manusia. Upaya kolaboratif ini adalah kunci untuk membangun masyarakat yang berdaya, berbudaya, dan berkelanjutan. B. Etos Kerja dalam Perspektif Syariah Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu (Toto, 2002). Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan social (Sudirman, 2003). Sehingga dimana seseorang tinggal sangat


Manajemen Bisnis Syariah 55 mempengaruhi dalam membentuk pandangan hidup yang menjadi bekal dalam menjalani kehidupannya. Konsep etos kerja dalam Islam, dikenal sebagai "etos kerja," melibatkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memandu pendekatan individu terhadap pekerjaan dalam kerangka Islam. Ajaran Islam menekankan pentingnya tekun, jujur, dan dedikasi dalam usaha profesional seseorang. Etos kerja ini sangat terakar dalam filsafat Islam dan diyakini dapat berkontribusi pada pertumbuhan pribadi, kepuasan kerja, dan pemberdayaan. Selain itu, nilai-nilai etos kerja dianggap sebagai dasar dalam membentuk perilaku dan sikap individu terhadap pekerjaan, yang pada akhirnya memengaruhi kinerja mereka di dalam organisasi. Ajaran Islam juga memainkan peran signifikan dalam membentuk etos kerja individu dengan memberikan pedoman perilaku dan prinsip-prinsip bagi para penganutnya, memengaruhi pendekatan mereka terhadap pekerjaan. Integrasi nilai-nilai Islam ke dalam lingkungan kerja diyakini memiliki dampak positif pada efektivitas kinerja organisasi. Selain itu, pelaksanaan etika lingkungan Islam dalam materi pendidikan diusulkan sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai kerja yang bermakna pada siswa. Selain itu, pengaruh etos kerja tidak terbatas pada perilaku individu tetapi juga mencakup dinamika organisasi. Studi telah menunjukkan bahwa etos kerja, ketika diintegrasikan ke dalam iklim organisasi, dapat berdampak positif pada efektivitas kinerja organisasi. Lebih lanjut, penyebaran nilainilai Islam melalui aktivitas keagamaan, seperti bacaan/khutbah Jum'at, diidentifikasi sebagai strategi untuk meminternalisasi nilai-nilai Islam dalam masyarakat. Secara


56 Manajemen Bisnis Syariah keseluruhan, konsep etos kerja dalam Islam sangat terakar dalam ajaran Islam dan memiliki pengaruh yang signifikan pada perilaku individu, dinamika organisasi, dan keterlibatan masyarakat. Ini mencakup nilai-nilai seperti tekun, jujur, dan dedikasi, yang diyakini dapat berkontribusi pada pertumbuhan pribadi dan profesional dalam kerangka Islam. Etos kerja dalam Islam mencakup sejumlah prinsip yang membimbing perilaku individu Muslim dalam dunia pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip ini membantu membentuk sikap yang positif terhadap pekerjaan, etika dalam berbisnis, dan cara umum berinteraksi dengan masyarakat. Berikut adalah beberapa prinsip etos kerja dalam Islam: 1. Ibadah dan Niat yang Benar Konsep ibadah dan niat yang benar dalam Islam menekankan bahwa setiap aspek kehidupan dapat dianggap sebagai bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan ikhlas. Ini memberikan dimensi spiritual pada setiap tindakan dan mengajarkan bahwa kehidupan seorang Muslim harus didasarkan pada kesadaran akan ketaatan kepada Allah dalam segala hal. Pekerjaan dianggap sebagai ibadah jika dilakukan dengan niat yang tulus untuk mencari ridha Allah. 2. Integritas dan Kejujuran Etos kerja Islam menekankan pentingnya integritas dan kejujuran dalam semua transaksi dan aktivitas ekonomi. Kedua nilai ini mencerminkan sikap dan perilaku yang menciptakan fondasi kuat untuk


Manajemen Bisnis Syariah 57 keberhasilan dalam pekerjaan dan kehidupan seharihari. Integritas mencakup kesatuan dan keutuhan moral seseorang. Ini berarti konsistensi dalam nilai-nilai, sikap, dan tindakan tanpa adanya perpecahan atau inkonsistensi. Dalam konteks etos kerja, integritas mengharuskan individu untuk menjaga prinsip-prinsip moralnya bahkan dalam menghadapi tekanan atau godaan yang mungkin muncul di lingkungan kerja. Kejujuran melibatkan keterbukaan dan ketulusan dalam ucapan, tindakan, dan niat. Seorang individu yang jujur berbicara sesuai dengan kenyataan tanpa maksud untuk menyesatkan atau menyembunyikan fakta. Kejujuran juga mencakup kesediaan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari pengalaman. Integritas dan kejujuran adalah landasan penting dalam etos kerja, memberikan kekuatan moral yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan. Dalam perspektif Islam, keduanya adalah nilai-nilai yang ditekankan untuk membentuk karakter yang baik dan bertanggung jawab dalam semua aspek kehidupan. 3. Keadilan dan Tanggung Jawab Sosial Islam mendorong keadilan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan dan tanggung jawab sosial. Keadilan dalam etos kerja mengacu pada perlakuan yang adil dan setara terhadap semua individu, tanpa memandang perbedaan status, ras, agama, atau gender. Ini mencakup distribusi sumber daya, hak, dan


58 Manajemen Bisnis Syariah peluang secara adil, sehingga setiap orang memiliki akses yang setara terhadap keuntungan dan beban yang terkait dengan dunia kerja. Tanggung jawab sosial dalam etos kerja mencakup kesadaran dan keterlibatan individu atau organisasi dalam kegiatan yang memberikan dampak positif pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ini melibatkan kontribusi aktif dalam memecahkan masalah sosial dan lingkungan serta membantu masyarakat lebih luas. Prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial adalah bagian integral dari etos kerja yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan bertanggung jawab. Dalam perspektif Islam, keduanya dianggap sebagai nilai-nilai yang esensial dalam mencapai keberhasilan yang seimbang dan memberikan dampak positif pada masyarakat lebih luas. 4. Pemenuhan Kewajiban dan Tanggung Jawab Pribadi Etos kerja Islam mencakup pemenuhan kewajiban pribadi dan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga. Prinsip pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab pribadi dalam etos kerja mencakup konsep kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan tempat kerja. Ini menekankan pentingnya melaksanakan tugas dan kewajiban dengan penuh dedikasi, serta mengenali dan memenuhi tanggung jawab pribadi dalam berbagai aspek kehidupan. Prinsip pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab pribadi dalam etos kerja menciptakan landasan kuat


Manajemen Bisnis Syariah 59 untuk perilaku yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif dalam berbagai konteks kehidupan. Dalam pandangan Islam, pemenuhan kewajiban ini merupakan bagian integral dari kehidupan seorang Muslim yang berorientasi pada nilai-nilai agama dan moral. 5. Keseimbangan dalam Kehidupan Pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi untuk menciptakan keharmonisan. Prinsip keseimbangan dalam kehidupan adalah suatu konsep yang menekankan pentingnya menjaga proporsi dan harmoni antara berbagai aspek kehidupan individu. Ini melibatkan distribusi waktu, perhatian, dan energi secara bijaksana untuk memenuhi berbagai tanggung jawab dan kebutuhan, termasuk pekerjaan, keluarga, kesehatan, spiritualitas, dan aktivitas rekreasi. Prinsip ini mencerminkan pandangan holistik tentang kehidupan dan pentingnya mempertahankan keseimbangan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Prinsip keseimbangan dalam kehidupan menawarkan pandangan yang seimbang dan komprehensif terhadap keberhasilan dan kebahagiaan dalam kehidupan. Dalam konteks Islam, prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai moderasi, keseimbangan, dan kesadaran akan keberagaman aspek kehidupan yang harus dijaga dengan bijaksana. Prinsip-prinsip etos kerja dalam Islam memberikan kerangka kerja moral dan spiritual untuk menjadi panduan perilaku di tempat kerja dan


60 Manajemen Bisnis Syariah kehidupan sehari-hari, yang bertujuan untuk mencapai keberkahan dalam aktivitas pekerjaan dan pengabdian kepada Allah. Etos kerja, sebagai seperangkat nilai, sikap, dan perilaku terkait pekerjaan, memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Etos kerja yang positif tidak hanya memengaruhi individu secara pribadi tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada tingkat kolektif, menciptakan masyarakat yang lebih produktif, berdaya, dan berkeadilan. Berikut adalah beberapa aspek peran etos kerja dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat: Pertama, Peningkatan Produktivitas Ekonomi. Etos kerja yang kuat mendorong produktivitas tinggi dalam masyarakat, meningkatkan ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan membawa manfaat bagi seluruh masyarakat, termasuk penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Kedua, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Etos kerja mengajarkan nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan dedikasi, yang berkontribusi pada pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Masyarakat yang memiliki sumber daya manusia berkualitas cenderung lebih siap menghadapi tantangan, memanfaatkan peluang, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Ketiga, Membangun Budaya Inovasi dan Kreativitas. Etos kerja positif merangsang budaya inovasi dan kreativitas di kalangan masyarakat, mendorong penemu-


Manajemen Bisnis Syariah 61 an baru dan kemajuan teknologi. Kemajuan ini dapat menciptakan peluang baru, meningkatkan daya saing, dan memperbaiki kualitas hidup. Keempat. Peningkatan Kesejahteraan Sosial. Etos kerja yang didasarkan pada nilai-nilai sosial, seperti keadilan dan kepedulian, dapat membentuk masyarakat yang lebih adil dan peduli terhadap kebutuhan orang lain. Kesejahteraan sosial meningkat karena masyarakat lebih bersedia untuk berbagi sumber daya, memberikan dukungan, dan berpartisipasi dalam kegiatan amal. Kelima, Pembentukan Karakter dan Moral. Etos kerja mencakup pembentukan karakter dan moral yang kuat, mempromosikan integritas dan perilaku etis dalam masyarakat. Masyarakat yang didasarkan pada karakter dan moral yang baik cenderung lebih stabil, aman, dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Keenam, Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial. Etos kerja dapat menjadi katalisator pemberdayaan ekonomi dan sosial, terutama melalui pelatihan keterampilan, kewirausahaan, dan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Masyarakat dapat mengalami peningkatan kemandirian ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan, dan peningkatan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Ketujuh, Peningkatan Keberlanjutan Lingkungan. Etos kerja yang mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan mengarah pada praktik bisnis dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan cenderung menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.


62 Manajemen Bisnis Syariah Kedelapan, Pembentukan Komunitas yang Solidaritas. Etos kerja mempromosikan rasa tanggung jawab dan solidaritas antaranggota masyarakat. Masyarakat yang bersatu padu dapat lebih efektif mengatasi masalah bersama, seperti bencana alam, penyakit, atau konflik sosial. Etos kerja yang positif adalah pendorong utama dalam membangun masyarakat yang berkembang, adil, dan berkelanjutan. Memahami dan menerapkan nilai-nilai etos kerja tidak hanya membawa manfaat individu tetapi juga menciptakan fondasi yang kokoh untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. C. Hubungan Antara Sumber Daya Insani dan Etos Kerja Sumber daya insani yang berkualitas memainkan peran kunci dalam membentuk etos kerja yang baik. Ketika individu memiliki kualitas tertentu dalam diri mereka, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai, hal tersebut dapat menghasilkan etos kerja yang positif. Berikut adalah beberapa cara bagaimana sumber daya insani yang berkualitas membentuk etos kerja yang baik: 1. Pendidikan dan Pengetahuan Individu yang memiliki pendidikan yang baik dan pengetahuan yang luas cenderung mengembangkan etos kerja yang kuat. Pendidikan memberikan landasan untuk pemahaman tugas, tanggung jawab, dan tujuan pekerjaan, serta membentuk kemauan untuk belajar dan berkembang.


Manajemen Bisnis Syariah 63 2. Keterampilan dan Kompetensi Sumber daya insani yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang relevan dengan pekerjaan mereka cenderung memiliki motivasi untuk bekerja dengan baik. Kemampuan untuk mengaplikasikan keterampilan secara efektif meningkatkan produktivitas dan membentuk rasa percaya diri yang positif. 3. Nilai-nilai dan Etika Sumber daya insani yang memiliki nilai-nilai yang positif, seperti integritas, tanggung jawab, dan kerjasama, akan menciptakan dasar untuk etos kerja yang baik. Nilai-nilai etis membimbing individu dalam membuat keputusan yang baik, berinteraksi dengan baik di lingkungan kerja, dan memberikan kontribusi positif pada masyarakat. 4. Motivasi dan Tujuan Pribadi Individu yang memiliki motivasi intrinsik dan tujuan pribadi yang jelas cenderung lebih bersemangat dan berkomitmen terhadap pekerjaan mereka. Motivasi yang tinggi meningkatkan daya tahan terhadap tantangan, mendorong pencapaian tujuan, dan membentuk sikap positif terhadap pekerjaan. 5. Keseimbangan Kehidupan Sumber daya insani yang mampu menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat mengalami kebahagiaan yang berkelanjutan. Keseimbangan ini mengurangi risiko kelelahan, meningkatkan kesejahteraan emosional, dan mendukung produktivitas yang berkelanjutan.


64 Manajemen Bisnis Syariah 6. Kemampuan Beradaptasi Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dan tantangan adalah sifat kritis yang membentuk etos kerja yang kuat. Sumber daya insani yang dapat beradaptasi dengan cepat cenderung lebih sukses dalam mengatasi perubahan dan mencapai tujuan mereka. 7. Komitmen terhadap Pembelajaran Seumur Hidup Individu yang memiliki komitmen untuk terus belajar dan berkembang memiliki etos kerja yang berfokus pada perbaikan terus-menerus. Kemampuan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan tren industri meningkatkan relevansi sumber daya insani di tempat kerja. 8. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional membantu individu memahami dan mengelola emosi mereka, menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, menyelesaikan konflik, dan berkolaborasi dengan orang lain memperkuat etos kerja. Sumber daya insani yang berkualitas mencakup dimensi pendidikan, keterampilan, nilai-nilai, motivasi, dan karakteristik pribadi lainnya yang berkontribusi pada pembentukan etos kerja yang baik. Investasi dalam pengembangan sumber daya insani yang berkualitas dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi individu, organisasi, dan masyarakat secara keseluruhan. Etos kerja yang baik memiliki dampak positif yang signifikan terhadap pengembangan sumber daya insani. Ketika individu dan masyarakat menginternalisasi nilai-nilai


Manajemen Bisnis Syariah 65 etos kerja yang kuat, hal ini menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan, pembelajaran, dan kesejahteraan. Berikut adalah beberapa dampak positif etos kerja yang baik terhadap pengembangan sumber daya insani: Satu, Peningkatan Produktivitas dan Kinerja. Etos kerja yang baik mendorong peningkatan produktivitas dan kinerja individu. Kesadaran akan tanggung jawab, ketekunan, dan dedikasi menciptakan keinginan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Dua, Pembentukan Karakter dan Nilai Positif. Etos kerja yang baik membantu membentuk karakter dan nilai-nilai positif dalam diri individu. Disiplin, integritas, dan kejujuran menjadi dasar dari pembangunan sumber daya insani yang kokoh. Tiga, Peningkatan Keterampilan dan Kompetensi. Individu dengan etos kerja yang baik cenderung berusaha untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensinya secara terus-menerus. Hal ini mendukung perkembangan sumber daya insani dalam hal peningkatan kapasitas dan adaptasi terhadap perubahan. Empat, Motivasi untuk Pembelajaran Seumur Hidup. Etos kerja yang positif merangsang motivasi individu untuk terus belajar sepanjang hidup. Ini menciptakan sumber daya manusia yang selalu siap menghadapi tantangan dan berinovasi. Lima, Pengembangan Keterampilan Soft Skills. Etos kerja yang baik membantu dalam pengembangan keterampilan soft skills, seperti komunikasi efektif, kerjasama, dan kepemimpinan. Hal ini memperkaya dimensi sosial dan interpersonal sumber daya insani. Enam, Peningkatan Daya Saing di Pasar Kerja. Individu dengan etos kerja yang baik cenderung lebih diminati oleh


66 Manajemen Bisnis Syariah pasar kerja. Mereka memiliki reputasi sebagai pekerja yang dapat diandalkan, profesional, dan berkontribusi positif pada organisasi. Tujuh, Pengembangan Sikap Positif terhadap Tantangan. Etos kerja yang baik membantu dalam mengembangkan sikap positif terhadap tantangan dan kesulitan. Individu yang memiliki sifat pantang menyerah dan tekun lebih siap menghadapi setiap rintangan. Delapan, Membangun Budaya Organisasi yang Kuat. Etos kerja yang baik berkontribusi pada pembentukan budaya organisasi yang kuat. Lingkungan kerja yang positif dan berorientasi pada prestasi memberikan dorongan bagi pengembangan sumber daya insani. Sembilan, Kesejahteraan Psikologis dan Emosional. Etos kerja yang baik mendukung kesejahteraan psikologis dan emosional individu. Hal ini melibatkan keseimbangan antara bekerja dan hidup pribadi, mengurangi stres, dan meningkatkan kebahagiaan. Sepuluh, Peningkatan Tanggung Jawab Sosial. Individu yang memiliki etos kerja yang baik cenderung memiliki kesadaran sosial dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Hal ini menciptakan sumber daya insani yang peduli dan berkontribusi pada perbaikan sosial. Etos kerja yang baik tidak hanya memberikan manfaat bagi individu secara langsung, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan sumber daya insani secara keseluruhan. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, etos kerja yang positif menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, baik pada tingkat individu maupun masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh praktik sumber daya insani dan etos kerja dalam masyarakat muslim:


Manajemen Bisnis Syariah 67 a. Zakat dan infaq. Memotivasi untuk bekerja dengan baik untuk meningkatkan pendapatan yang kemudian dapat digunakan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui zakat dan infaq. b. Pendidikan dan ilmu pengetahuan. Menanamkan nilai-nilai belajar dan pembelajaran sepanjang hidup, serta menghargai ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada allah. c. Kewirausahaan dan usaha halal. Mendorong etos kerja yang kuat dalam berusaha dan berbisnis, dengan memastikan bahwa aktivitas ekonomi sesuai dengan nilai-nilai islam. d. Pengembangan keterampilan sosial. Memiliki etos kerja yang mencerminkan sikap hormat dan tanggung jawab sosial terhadap sesama. e. Ibadah dan ketaatan kepada allah. Masyarakat muslim didorong untuk membawa nilai-nilai etika dan moral islam ke dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dunia kerja. f. Sikap terbuka terhadap pembelajaran. Masyarakat muslim menghargai nilai pembelajaran dan peningkatan diri sebagai bagian integral dari perkembangan sumber daya insani. g. Pengembangan karakter dan moral. Menunjukkan etos kerja yang mencerminkan nilai-nilai moral islam dalam setiap tindakan dan keputusan. h. Partisipasi dalam kegiatan amal dan kemanusiaan. Etos kerja yang positif tercermin dalam partisipasi


68 Manajemen Bisnis Syariah aktif dalam upaya membantu sesama dan memberikan kontribusi positif pada masyarakat. i. Adil dan keseimbangan kehidupan. Masyarakat muslim menghargai etos kerja yang seimbang, mencakup kehidupan spiritual, keluarga, dan profesional. Praktik sumber daya insani dan etos kerja dalam masyarakat muslim mencerminkan komitmen terhadap nilainilai islam dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dengan menggabungkan nilai-nilai tersebut, masyarakat muslim dapat memperkuat sumber daya insani mereka dan mencapai kesejahteraan yang lebih besar. Indikator keberhasilan dalam mewujudkan sumber daya insani yang memiliki etos kerja yang baik: Pertama, peningkatan tingkat pendidikan dalam masyarakat sebagai tanda sumber daya insani yang berkualitas. Kedua, adanya program pengembangan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Ketiga, tingginya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan prinsip etika dan syariah islam. Keempat, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Kelima, peningkatan kualitas hidup yang tercermin dalam aspek kesehatan, perumahan, dan lingkungan yang baik. Keenam, adanya nilai-nilai etika dan moral yang terinternalisasi dalam perilaku masyarakat. Adapun tantangan dalam mewujudkan sumber daya insani yang memiliki etos kerja yang baik diantaranya adalah: 1). Tantangan ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, dan ketidaksetaraan ekonomi dapat menjadi tantangan dalam pengembangan etos kerja yang


Manajemen Bisnis Syariah 69 positif. 2). Ketidaksetaraan pendidikan. Akses terbatas terhadap pendidikan berkualitas dapat menciptakan kesenjangan dalam pengembangan sumber daya insani. 3). Tantangan lingkungan. Kondisi lingkungan yang tidak sehat dan bencana alam dapat menghambat perkembangan sumber daya insani yang berkualitas. 4). Tantangan kesehatan. Masalah kesehatan, termasuk penyakit menular dan tidak menular, dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas sumber daya insani. 5). Tantangan perubahan teknologi. Perubahan cepat dalam teknologi dapat meninggalkan beberapa individu dan kelompok masyarakat, menciptakan ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan sumber daya insani. 6). Tantangan sosial dan budaya. Norma sosial dan budaya tertentu mungkin menjadi penghambat dalam pengembangan etos kerja yang inklusif dan beragam. 7). Krisis keamanan dan konflik. Krisis keamanan dan konflik dapat menghancurkan struktur sosial dan ekonomi, mempersulit pengembangan sumber daya insani. 8). Ketidaksetaraan gender. Ketidaksetaraan gender dapat menjadi hambatan besar dalam pengembangan sumber daya insani yang adil dan berkelanjutan. 9). Tantangan politik. Kondisi politik yang tidak stabil dan ketidakpastian kebijakan dapat mempengaruhi pengembangan sumber daya insani. 10). Kurangnya kesadaran dan pendidikan agama. Kurangnya kesadaran terhadap nilai-nilai etika dan moral islam, serta kurangnya pendidikan agama yang memadai. Mewujudkan sumber daya insani yang memiliki etos kerja yang baik memerlukan upaya lintas sektor dan pendekatan holistik untuk mengatasi tantangan yang kompleks ini. Dengan pemahaman yang mendalam tentang indikator keberhasilan dan tantangan yang dihadapi,


70 Manajemen Bisnis Syariah masyarakat dapat mengambil langkah-langkah konkrit menuju pembangunan sumber daya insani yang berdaya dan beretika. D. Khotimah Dalam merangkai keberhasilan suatu masyarakat, sumber daya insani yang berkualitas dan etos kerja Islami menjadi dua aspek vital yang tidak dapat dipisahkan. Ketika kita membicarakan pembangunan sumber daya manusia dan etika kerja yang sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam, tak dapat dielakkan bahwa peran pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sangat menonjol. Ketiganya merupakan fondasi utama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi perkembangan manusia sesuai dengan prinsip-prinsip Islami. Pemerintah, sebagai entitas pembuat kebijakan dan pengatur, memainkan peran kunci dalam menciptakan landasan yang kokoh untuk pengembangan sumber daya insani dan etos kerja Islami. Dengan merumuskan kebijakan yang mendukung pendidikan berkualitas, pelatihan keterampilan, dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai syariah, pemerintah membuka pintu bagi pertumbuhan individu dan masyarakat secara menyeluruh. Lembaga Pendidikan, di sisi lain, merupakan wadah pembentukan karakter dan transfer pengetahuan. Proses pembelajaran di lembaga pendidikan tidak hanya berkutat pada pengetahuan akademis, tetapi juga mencakup pembangunan moral dan etika kerja. Dengan menanamkan nilai-nilai syariah Islam dalam kurikulum dan melibatkan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung


Manajemen Bisnis Syariah 71 perkembangan kepribadian, lembaga pendidikan membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga berakhlak mulia. Masyarakat, sebagai bagian terpenting dari keseluruhan, memiliki peran penting dalam memastikan bahwa nilai-nilai syariah Islam terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya etos kerja Islami dan dukungan terhadap inisiatif pemerintah dan lembaga pendidikan adalah kunci keberhasilan. Melalui partisipasi aktif dalam kegiatan keagamaan, sosial, dan ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah, masyarakat dapat menjadi kekuatan pendorong dalam mencapai tujuan bersama.


72 Manajemen Bisnis Syariah


Manajemen Bisnis Syariah 73 BAB 5 TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS Muhammad Salman, SE., M.Si., Ak., CA.


74 Manajemen Bisnis Syariah A. Awal Mula Tanggung jawab sosial bisnis atau dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) berawal dari hasil karya etis dan filsuf seperti Adam Smith dalam "The Theory of Moral Sentiments" (1759) dan "The Wealth of Nations" (1776), menguraikan secara gamblang tanggung jawab moral pedagang dan perusahaan. Pemikiran ini kemudian membentuk dasar etika bisnis. Pada awal abad ke 20, beberapa akademisi dan praktisi bisnis seperti Howard Bowen mulai mendiskusikan konsep CSR dalam karyanya. Bowen dikenal sebagai "Bapak CSR" karena ia merumuskan konsep bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab sosial untuk masyarakat di luar tujuan keuntungan. Dilanjutkan kemudian pada dekade 50-an, tepatnya pada tahun 1953, Bowen menerbitkan bukunya yang berjudul "Social Responsibilities of the Businessman," di mana ia membahas lebih lanjut konsep tanggung jawab sosial bisnis. Dan pada awal era kontemporer, banyak penelitian dan karya akademis di bidang CSR telah dilakukan oleh berbagai sarjana, termasuk Archie B. Carroll, yang mengembangkan model CSR yang mencakup empat lapisan tanggung jawab: ekonomi, hukum, etika, dan filantropi. Meskipun tidak ada individu tunggal yang dapat dikatakan sebagai peneliti pertama dalam CSR, konsep ini telah berkembang selama bertahun-tahun melalui kontribusi dari berbagai pemikir dan praktisi. Dalam sejarah, konsep CSR telah menjadi semakin penting dalam dunia bisnis dan etika, (Archie B. Carroll, 2015; Bonacchi, 2009; A. B. Carroll, 1999, 2010, 2021; A. B. Carroll & Shabana, 2010; Crane, A., Matten, D., Spence, 2013; Creasey, 2015; Davis, 2017; Lipson, 2022; Mc Williams & Siegel, 2018;


Manajemen Bisnis Syariah 75 Mcwilliams, 2013; McWilliams et al., 2006; McWilliams & Siegel, 2001; Nicolaides, 2015; Piga, 2002; Reich, 2011; Sivaraman, 2013; Theaker, 2017; Zhang, 2021). B. Apa Itu Tanggung Jawab Sosial Bisnis Dari berbagai literatur terdahulu tanggung jawab sosial bisnis (CSR) telah diimplementasikan pada berbagai korporat terutama pada korporat yang berorientasi pada profit sehingga para ahli mendefinisikan secara spesifik bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah konsep manajemen yang menggambarkan bagaimana perusahaan berkontribusi terhadap kesejahteraan komunitas dan masyarakat melalui tindakan lingkungan dan sosial. Tanggung jawab sosial bisnis secara umum dapat dipahami sebagai cara perusahaan mencapai keseimbangan antara e_j_hncha[h _eihigc, fchaeoha[h, ^[h mimc[f (‚P_h^_e[n[h Triple-Bottom-Lch_‛), m_e[fcaom g_g_hobc b[l[j[h pemegang saham dan pemangku kepentingan. Dalam hal ini, penting untuk membedakan antara tanggung jawab sosial bisnis, yang dapat berupa konsep manajemen bisnis strategis, dan amal, sponsorship, atau filantropi. Perspektif yang diambil adalah bahwa agar suatu organisasi dapat berkelanjutan, organisasi tersebut harus aman secara finansial, meminimalkan (atau idealnya menghilangkan) dampak negatif terhadap lingkungan, dan bertindak sesuai dengan harapan masyarakat. Permasalahan utama tanggung jawab sosial bisnis mencakup pengelolaan lingkungan, efisiensi lingkungan, sumber daya yang bertanggung jawab, keterlibatan pemangku kepentingan, standar ketenagakerjaan dan kondisi kerja, hubungan karyawan dan


76 Manajemen Bisnis Syariah masyarakat, keadilan sosial, keseimbangan gender, hak asasi manusia, tata kelola yang baik, dan langkah-langkah anti korupsi. Konsep tanggung jawab sosial bisnis yang diterapkan dengan benar dapat membawa berbagai keunggulan kompetitif, seperti peningkatan akses terhadap modal dan pasar, peningkatan penjualan dan keuntungan, penghematan biaya operasional, peningkatan produktivitas dan kualitas, basis sumber daya manusia yang efisien, peningkatan citra dan reputasi merek, peningkatan pelanggan. loyalitas, pengambilan keputusan yang lebih baik, dan proses manajemen risiko, (A. Carroll, 1979; A. B. Carroll, 2010, 2017; Jamali & Mirshak, 2007). Dalam artikel lainnya Jamali & Mirshak, (2007) mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial bisnis (CSR) adalah sebuah konsep yang menjadi sangat penting dalam perekonomian global. Tanggung jawab sosial bisnis adalah model bisnis yang mengatur dirinya sendiri yang membantu perusahaan bertanggung jawab secara sosial terhadap dirinya sendiri, pemangku kepentingannya, dan masyarakat. Tanggung jawab sosial bisnis adalah komitmen berkelanjutan dunia usaha untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan sekaligus meningkatkan kualitas hidup para pemangku kepentingannya. Tanggung jawab sosial bisnis adalah konsep luas yang dapat memiliki banyak bentuk tergantung pada perusahaan dan industrinya. Melalui program tanggung jawab sosial bisnis, filantropi, dan upaya sukarela, dunia usaha dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekaligus meningkatkan citra mereka. Tanggung jawab sosial bisnis dapat membantu meningkatkan berbagai aspek masyarakat serta meningkatkan citra merek yang positif bagi


Manajemen Bisnis Syariah 77 perusahaan. Perusahaan yang berupaya mengukur kesuksesan melebihi hasil finansial dapat menerapkan strategi tanggung jawab sosial perusahaan. Strategi-strategi ini mungkin menyasar isu-isu lingkungan, etika, filantropis, dan hak asasi manusia. Komisi Eropa menyatakan bahwa perusahaan harus memiliki proses untuk mengintegrasikan kepedulian sosial, lingkungan hidup, etika, hak asasi manusia, dan konsumen ke dalam operasi bisnis dan strategi inti mereka melalui kerja sama yang erat dengan para pemangku kepentingan. Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan mendefinisikan tanggung jawab sosial bisnis sebagai komitmen berkelanjutan dunia usaha untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup para pemangku kepentingannya, (Baumgartner, 2014; Dima, 2008; Hah & Freeman, 2014; Jamali, 2007; Matten & Miih, 2008; Naos_h _n [f., 2018; O’Rcil^[h & F[cl\l[mm, 2014). C. Kontroversi Tanggung jawab sosial bisnis (CSR) adalah sebuah konsep yang menjadi sangat penting dalam perekonomian global. Tanggung jawab sosial bisnis adalah model bisnis yang mengatur dirinya sendiri yang membantu perusahaan bertanggung jawab secara sosial terhadap dirinya sendiri, pemangku kepentingannya, dan masyarakat. Namun, ada beberapa kontroversi seputar konsep tanggung jawab sosial bisnis. Beberapa kontroversi yang ada adalah: 1) Kurangnya definisi terpadu mengenai tanggung jawab sosial bisnis: tidak ada definisi tanggung jawab sosial bisnis yang diterima secara universal, sehingga menghambat pandangan empiris yang


78 Manajemen Bisnis Syariah kohesif mengenai tanggung jawab sosial bisnis dan dampaknya. Pemangku kepentingan yang berbeda menafsirkan tanggung jawab sosial bisnis secara berbeda, sehingga sulit untuk mengukur tanggung jawab sosial bisnis secara efektif. 2) Tanggung jawab sosial bisnis sebagai salah satu bentuk filantropi: beberapa ahli ada yang berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis hanyalah sebuah bentuk filantropi dan tidak mengatasi akar penyebab permasalahan sosial dan lingkungan. Mereka berpendapat bahwa perusahaan harus fokus pada kegiatan bisnis inti mereka dan menyerahkan permasalahan sosial dan lingkungan kepada pemerintah dan organisasi nirlaba. 3) Greenwashing: beberapa perusahaan melakukan greenwashing, yaitu praktik membuat klaim palsu atau menyesatkan tentang manfaat lingkungan dari produk atau layanan mereka. Hal ini dapat menyesatkan konsumen dan merusak kredibilitas tanggung jawab sosial bisnis. 4) Kurangnya akuntabilitas: beberapa pihak berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis kurang memiliki akuntabilitas dan transparansi. Mereka berpendapat bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas dampak sosial dan lingkungannya, dan tanggung jawab sosial bisnis harus diatur oleh pemerintah. 5) Konflik dengan maksimalisasi keuntungan: beberapa ahli berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis bertentangan dengan maksimalisasi keuntungan, yang merupakan tujuan utama perusahaan. Mereka berpendapat bahwa perusahaan harus fokus pada memaksimalkan keuntungan dan menyerahkan permasalahan sosial dan lingkungan kepada pemerintah dan organisasi nirlaba, (Correa-Ruiz & Moneva-Abadía, 2011; Eabrasu, 2012; Idemudia, 2014; Lorek, 2020; Sahoo, 2011;


Manajemen Bisnis Syariah 79 Sciarelli et al., 2023; Singh & Misra, 2022; Song et al., 2020; Witkowska, 2016). Kesimpulannya, meskipun tanggung jawab sosial bisnis adalah konsep yang diterima secara luas, terdapat beberapa kontroversi seputar konsep tersebut. Kontroversi tersebut antara lain tidak adanya kesatuan definisi tanggung jawab sosial bisnis, tanggung jawab sosial bisnis sebagai bentuk filantropi, greenwashing, kurangnya akuntabilitas, dan konflik dengan maksimalisasi keuntungan. D. Tanggung Jawab Sosial Bisnis Dalam Perspektif Syariah Tanggung jawab sosial bisnis (CSR) dalam perspektif Syariah merupakan komitmen korporat untuk bertindak etis dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan, berdasarkan nilai-nilai Islam. Tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif Syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Syariah, seperti keadilan, kesetaraan, dan keberlanjutan. Prinsip-prinsip Tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif syariah antara lain: 1) Keadilan, artinya perusahaan harus bertindak adil terhadap seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. 2) Kesetaraan, artinya perusahaan harus menjunjung tinggi kesetaraan gender, ras, dan agama. 3) Keberlanjutan, artinya perusahaan harus menjalankan usahanya secara berkelanjutan, tanpa merusak lingkungan, (Aribi & Gao, 2011; Dusuki, 2008; Elasrag, 2015b, 2015a; Fatahillah, 2022; Murphy & Smolarski, 2020; Nuredini & Matoshi, 2022; Raimi L et al., 2014; Siwar & Hossain, 2009).


80 Manajemen Bisnis Syariah Tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif Syariah mencakup berbagai kegiatan dan inisiatif, seperti diantaranya: 1) Pemberdayaan masyarakat, seperti pemberian bantuan sosial, pendidikan, dan kesehatan. 2) Pelestarian lingkungan hidup, seperti pengurangan emisi, pengelolaan limbah, dan konservasi sumber daya alam. 3) Meningkatkan praktik bisnis, seperti penegakan hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan kondisi kerja yang layak. Kemudian tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif syariah ditanggapi dan dibahas oleh beberapa ulama: 1) Mohammad Nejatullah Siddiqi, pakar ekonomi Islam, berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif Syariah adalah "kewajiban moral dan agama perusahaan untuk bertindak demi kepentingan terbaik masyarakat." 2) Muhammad Abdul Mannan, pakar ekonomi Islam, berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis dalam p_lmj_enc` Ss[lc[b [^[f[b ‚eigcng_h j_lom[b[[h untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dan fchaeoha[h.‛ 3) Mob[gg[^ N_d[noff[b Kb[h, j[e[l _eihigc Islam, berpendapat bahwa tanggung jawab sosial bisnis ^[f[g j_lmj_enc` Ss[lc[b [^[f[b ‚om[b[ j_lusahaan untuk menyelaraskan aktivitas bisnisnya dengan nilai-hcf[c Imf[g.‛ Oleh sebab tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif syariah penting bagi perusahaan yang ingin menjalankan bisnisnya secara beretika dan bertanggung jawab. Tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif syariah juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan. Dari berbagai sudut pandang peneliti dan ulama tersebut, beberapa poin tambahan yang perlu dipertimbangkan tentang tanggung jawab sosial bisnis dalam


Manajemen Bisnis Syariah 81 perspektif Syariah adalah: 1) tanggung jawab sosial bisnis bukan sekedar filantropi atau amal. Ini tentang mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam seluruh aspek bisnis, mulai dari operasi, manajemen rantai pasokan, hingga pemasaran. 2) tanggung jawab sosial bisnis bukan hanya tentang kepatuhan terhadap hukum dan peraturan Syariah. Ini tentang melampaui kepatuhan untuk melakukan apa yang benar dan adil. 3) tanggung jawab sosial bisnis bukan sekedar keuntungan jangka pendek. Tanggung jawab sosial bisnis tentang berinvestasi pada kesejahteraan jangka panjang masyarakat dan lingkungan. Perusahaan yang menganut tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif Syariah mempunyai posisi yang baik untuk sukses di pasar global. Dengan menunjukkan komitmen mereka terhadap nilai-nilai Islam, mereka dapat menarik dan mempertahankan pelanggan, karyawan, dan investor yang memiliki nilai-nilai yang sama. Mereka juga dapat membangun reputasi yang kuat dalam hal integritas dan perilaku etis, (Abul & Hjh Salma Binti Abdul, 2009; Czerny & Kowalczyk, 2022; Hassan & Salma Binti Abdul Latiff, 2009; Ismaeel & Blaim, 2012; Mohamed Zain et al., 2014; Soltani et al., 2015). Kesimpulannya, tanggung jawab sosial bisnis dalam perspektif Syariah merupakan pendekatan bisnis yang komprehensif dan holistik yang dapat memberi manfaat bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan. Tanggung jawab sosial bisnis adalah cara bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban moral dan agama sekaligus mencapai tujuan bisnisnya.


82 Manajemen Bisnis Syariah E. Implikasi Tanggung jawab sosial bisnis (CSR) mempunyai beberapa implikasi terhadap dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa implikasi tanggung jawab sosial bisnis diantaranya: 1) Peningkatan reputasi dan citra korporat: Konsep tanggung jawab sosial bisnis yang diterapkan dengan benar dapat membawa berbagai keunggulan kompetitif, seperti peningkatan akses terhadap modal dan pasar, peningkatan penjualan dan keuntungan, penghematan biaya operasional, peningkatan produktivitas dan kualitas. , basis sumber daya manusia yang efisien, peningkatan citra dan reputasi merek, peningkatan loyalitas pelanggan, pengambilan keputusan yang lebih baik, dan proses manajemen risiko. 2) Peningkatan keterlibatan pemangku kepentingan: tanggung jawab sosial bisnis dapat membantu bisnis terlibat dengan pemangku kepentingannya, termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas, yang dapat menguntungkan bisnis dalam jangka panjang. 3) Peningkatan hasil lingkungan dan sosial: tanggung jawab sosial bisnis dapat membantu dunia usaha mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan sekaligus meningkatkan kualitas hidup para pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menghasilkan peningkatan dampak lingkungan dan sosial, yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. 4) Kepatuhan terhadap peraturan: Pemerintah mungkin memandang tanggung jawab sosial bisnis sebagai kepatuhan terhadap undangundang dan memastikan produk dan tempat kerja aman.


Manajemen Bisnis Syariah 83 Perusahaan yang tidak mematuhi peraturan tanggung jawab sosial bisnis dapat menghadapi konsekuensi hukum dan keuangan. 5) Peningkatan kinerja keuangan: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial bisnis dapat menyebabkan peningkatan kinerja keuangan, seperti peningkatan penjualan dan keuntungan, peningkatan produktivitas, dan pengurangan biaya, (Akisik & Gal, 2014; Emmanuel & Priscilla, 2022; Latapí Agudelo et al., 2019; Mariani et al., 2023; REN, 2020; Sahoo, 2011; Sharma, 2019; Wirba, 2023; Wu & Jin, 2022). Kesimpulannya, CSR mempunyai beberapa implikasi bagi dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat secara keseluruhan. Implikasi ini mencakup peningkatan reputasi dan citra merek, peningkatan keterlibatan pemangku kepentingan, peningkatan hasil lingkungan dan sosial, kepatuhan terhadap peraturan, dan peningkatan kinerja keuangan.


84 Manajemen Bisnis Syariah


Manajemen Bisnis Syariah 85 BAB 6 ETIKA BISNIS SYARIAH


86 Manajemen Bisnis Syariah A. Pengertian Etika dan Bisnis Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan dalam pengertian nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk.16 Etika adalah suatu cabang dari filsafat yang berkaitan ^_ha[h ‚ e_\[ce[h (lcabnh_mm)‛ [n[u moralitas (kesusilaan) dari prilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan mengenai perilaku yang oleh maysarakat dianggap sebagai perilaku yang baik, Pengertian Etika dan Bisnis Etika adalah suatu cabang dari filsafat yang b_le[cn[h ^_ha[h ‚ e_\[ce[h (lcabnh_mm)‛ [n[o gil[fcn[m (kesusilaan) dari prilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan mengenai perilaku yang oleh maysarakat dianggap sebagai perilaku yang baik, karena itu aturan-aturan tersebut tidak boleh di langgar. Etika menjadi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan setinggi apakah standar moral yang telah diberikan, masih kurang, sudah cukup atau bahkan sangat benar. Sedangkan penentuan baik dan buruk itu sendiri adalah suatu masalah yang selalu berubah. Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral 16 K. Barten, Pengantar Etika Bisnis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm 27.


Manajemen Bisnis Syariah 87 sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis Etika ialah suatu studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang, keputusan etik ialah suatu hal yang benar mengenai pengalaman standar dan etika bisnis adalah kadang-kadang disebut pula etika manajemen ialah penerapan standar moral ke dalam kegiatan bisnis. Jadi prilaku yang etis yang sebenarnya ialah prilaku yang mengikuti Allah SWT dan menjahui laranganya.17 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak. Etik juga bisa di pahami sebagai nilai benar dan salah yang di anut suatu golongan atau maysarakat. Sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Beranjak dari sini, kita mencoba mendefinisikan etika bisnis atau etiak usaha. Secara mudah bisa kita katakana, etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan para pelaku bisnis, mulai dari pemilik usaha, manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan serta mengoperasikan bisnis yang etis. Etika bisnis atau etika juga bisa dipahami sebagai ilmu yang mengatur hubungan antar pereorangan dengan organisasi dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) serta dengan maysarakat luas. B. Etika dan Bisnis menurut syariah Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk 17 Alma Buchari, Pengantar Bisnis (Bandung: Alfa Beta, 2012), hlm 202


88 Manajemen Bisnis Syariah wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif. Al-Qol’[h ^[lc mo^on jandang isinya, lebih banyak membahas tema-tema tentang kehidupan manusia baik pada tataran individual maupun kolektivitas. Hal ini dibuktikan bahwa, tema pertama dan tema terakhir dalam al- Qol’[h adalah mengenai perilaku manusia.18 Etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pemahaman umum, etika selalu dikaitkan dengan kebiasaan hidup yang baik, yang berlaku pada diri sendiri, dan pada masyarakat. Dalam pengertian yang lain, etika diartikan sebagai sistem atau kode yang dianut.19 Terminologi lain yang dekat dengan pengertian etika, adalah moralitas. Term ini 18 Fazlur Rahman, Membangkitkan Kembali Visi al-Qur’an: Sebuah catatan Otobiograif (Jurnal Hikmah No IV Juli Oktober 1992), hlm 59. 19 Sonny Keraf, Etika Bisnis (Jakarta: Kanisius, 1991), hlm 14.


Manajemen Bisnis Syariah 89 berasal dari bahasa Latin mos, dan bentuk jamaknya mores, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berbeda, keduaduanya memiliki titik temu, yaitu adat kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh karena itu, individu atau kelompok masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut dapat dikatakan tidak beretika atau tidak bermoral. Dalam bahasa Arab, kata etika atau moralitas disebut al-khuluq dan jamaknya al-akhlaq, yang berarti usaha manusia untuk membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, mulia dan utama. Terminologi alkhuluq itu sendiri berasal dari kata dasar al-khalq, yang berarti menciptakan20 Dengan demikian seseorang dikatakan berakhlak atau bermoral yang baik, karena ia membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, yang seakan-akan ia dilahirkan dan diciptakan dalam keadaan demikian. Kemudian, bagaimanae[b j[h^[ha[h Af Qol’[h n_hn[ha \cmhcm? Bcmhcm g_loj[e[h salah satu hal yang amat penting dalam kehidupan manusia. Tidak heran jika Islam yang bersumber pada al-Qol’[h ^[h Sunnah Nabi SAW memberi tuntunan menyeluruh berkaitan dengan interaksi dalam bidang usaha dagang. Rasulullah SAW yang diutus oleh Allah SWT sebagai penyempurna akhlak juga memberi tuntunan yang berkaitan dengan bisnis. Al-Qol’[h ^[f[g g_ha[d[e g[homc[ ohnoe g_gj_l][s[c ^[h mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalamsegala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah- istilah yang 20 Al-Raghib Al-Asfahani, tt. Mu’jam Mufradat Alfad al-Qur’an (Beirut: Dar alFikr. Al-Maraghi, Mustafa, Tafsir Al- Maraghi. Semarang: Toha Putra, 1998). hlm 157.


90 Manajemen Bisnis Syariah dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual-beli, untung-rugi dan sebagai- nya (al-Taubah, 9: 111). Dari sudut pandang terminologi tentang bisnis, Al-Qol’[h g_gjohs[c cmncf[bistilah yang mewakili apa yang dimaksud dengan bisnis. Diantaranya adalah al- tijarah, al-\[c’o, n[^[s[hnog, ^[h isytara. Istilah tijarah, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. Attijaratun walmutjar; perdagangan, perniagaan, atti-jariyy wal mutjariyy; mengenai perdagangan atau perniagaaan21 Istilah di atas dipahami dalam dua sisi. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat al-Baqarah: 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian umum. Yang menarik dalam pengertian-pengertian ini, dihubungkan dengan konteksnya masing-masing adalah bahwa pengertian perniagaan tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material, tetapi kebanyakan dari pengertian perniagaan lebih tertuju kepada hal yang bersifat immaterial-kualitatif. Yang memperlihatkan makna perniagaan dalam konteks material misalnya disebutkan dalam alQol’[h mol[n [f-Taubah: 24, an-Nur: 37, al-Jogo’[b: 11. Adapun perniagaan dalam konteks material sekaligus immaterial terlihat pada pemahaman tijarah dalam beberapa ayat Al-Qol’[h s[cno ^[f[g mol[n F[ncl: 29. D_gcec[h jof[ istilah al-\[c’ ^caoh[e[h [f-Qol’[h, ^[f[g j_ha_lnc[h do[f \_fc yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau mengembangkan harta benda dengan jalan riba. (al-Baqarah: 275). Adapun istilah \[s[’nog, \c\[c’ceog (al-Taubah 9:111) ^[h n[\[s[’nog ([f- Baqarah: 282), digunakan dalam 21 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al- Munawwir, (Yogyakarta: PP Krapyak. 1984). Hlm 139


Manajemen Bisnis Syariah 91 pengertian jual beli yang dilakukan dengan ketelitian dan dipersaksikan dengan terbuka dan dengan tulisan. Jual beli di sini tidak hanya berarti jual beli sebagai aspek bisnis tetapi juga jual beli antara manusia dan Allah yaitu ketika manusia melakukan jihad di jalan Allah, mati syahid, menepati perjanjian dengan Allah, maka Allah membeli diri dan harta orang mukmin dengan syurga. Jual beli yang demikian dijanjikan oleh Allah dengan syurga dan disebut kemenangan yang besar.22 Uraian di atas menjelaskan bahwa, pertama, al-Qol’[h memberikan tuntunan bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat, melainkan mencari keuntungan yang hakiki baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya. Kedua, Keuntungan bisnis menurut al-Qol’[h \oe[h m_g[n[- mata bersifat material tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih mengutamakan hal yang bersifat immaterial atau kualitas. Ketiga, bahwa bisnis bukan semata- mata berhubungan dengan manusia tetapi juga berhubungan dengan Allah SWT. C. Definisi Etika Bisnis dalam Ekonomi syariah Etika sebagai perangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah, sedangkan bisnis adalah suatu serangkaian peristiwa yang melibatkan pelaku bisnis, maka etika diperlukan dalam bisnis. Dengan demikian dapat dipahami bahwa, etika bisnis adalah norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau 22 Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: Departemen Agama RI. 1985)


92 Manajemen Bisnis Syariah organisasi maojoh ^[f[g chn_l[emc \cmhcm ^_ha[h ‚ mn[e_bif^_lm’ nya. Etika dan tindakan tanduk etisnya menjadi bagan budaya perusahaan dan built-in sebagai perilaku (behavior) dalam diri karyawan biasa sampai CEO. bahkan pengusaha sekalipun yang standarnya tidak uniform atau universal. Tapi lazimnya harus ada standar minimal. Ketidak universalan itu mencuatkan berbagai perspektif suatu bangsa dalam menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri. Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis. Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis. Dengan demikian, bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadapan masyarakat, negara dan Allah SWT.


Click to View FlipBook Version