Manajemen Bisnis Syariah 143 tersebut praktik riba telah merajalela. Karena praktik riba tersebut sudah populer sejak zaman jahiliyah, maka kita mengenalnya sebagai riba jahiliyah. Ilustrasinya sebagai berikut: Si A meminjam sejumlah uang kepada si B dengan rentang waktu yang telah disepakati. Ketika sudah tiba jatuh tempo, si B datang ke si A dengan memberikan dua pilihan. Pertama, melunasi hutang tersebut pada saat itu juga. Kedua, menunda pembayaran utang dengan konsekuensi si A dikenai biaya tambahan atas penundaan pembayaran pinjaman tersebut. Ketika si A sengaja ataupun terpaksa memilih opsi kedua, maka sesungguhnya telah terjadi praktik riba. Karena disana terdapat unsur tambahan. Meski riba jahiliyah termasuk perbuatan yang tercela dan dilarang oleh Islam, orang jahiliyah terdahulu masih memberikan kesempatan kepada pihak berutang untuk menghindari riba. Jika ia mampu membayar utang tepat waktu, maka ia hanya perlu membayar pokoknya saja tanpa ada tambahan. Berbeda dengan riba zaman sekarang, praktik riba di bank justru menetapkan riba sejak awal perjanjian. Meskipun nasabah mampu membayar utang tepat waktu, ia tetap saja harus membayar biaya tambahan (riba). Dengan begitu, bisa jadi kekeliruan yang dilakukan manusia zaman sekarang sebenarnya lebih parah dibandingkan dengan masyarakat jahiliyah.
144 Manajemen Bisnis Syariah 3. Riba Fadhl )فضل ربا ) Rc\[ F[^bf ^cm_\on doa[ lc\[ \osû’, s[cno lc\[ s[ng timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi mitslin), sama kuantitasnya (sawâ-an bi sawâ-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran semisal ini mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak tentang nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Istilah riba Fadhl diambil dari kata alfadhl, s[ha [lnchs[ ‘n[g\[b[h ^[lc j_lnoe[l[h \[l[ha s[ha m_d_hcm ^[f[g jlim_m nl[hm[emc.’ Dalil pelarangannya, yaitu Hadits Nabi saw sebagai berikut: ؼَ أبى شؽد الخضرى أن رشٔل اَلل غال اَلل ملحّ وشيً كال,لا حتؽٔا الذْب ةالذْب ولا اىٔرق ةاىٔرق إلا وزُا ٌثلا ةٍثو شٔاء بسٔء. )رواه ٌصيً ؼَ أبى شؽد الخضرى( ‚Dclcq[s[ne[h ^[lc A\o S['c^ Af-Khudriy bahwasannya Rasulullab m[q \_lm[\^[: ‘J[ha[hf[b e[go do[fbelikan emas dengan emas; perak dengan perak kecuali dalam timbangan yang sama, kadar dan jenis yang m[g[’." (H.R. Momfcg). حدثنا ؼتد اىرحمَ ةَ أبى ةهرة ؼَ أةيّ رضي اَلل ؼِّ كال: ُهى اىِبى غو اَلل ملحّ وشيً ؼَ فؾث ةاىفؾث والذْب ةالذْب إلا شٔاء ةاىصٔاء وأٌرُا أن
Manajemen Bisnis Syariah 145 ُبخاع الذْب ةاىفؾث نيف طحئا واىفؾث ةالذْب نيف طحئا. )رواه البخارى(. "Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Bakrah bahwa ayahnya berkata, Rasulullah Saw. melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama berat/kadarnya, dan mem-bolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya (j_l[e ^_ha[h _g[m) m_mo[c ^_ha[h e_chach[h ecn[.‛ (H.R. Bukhari). ؼَ أبى شؽد الخضرى كال: كال رشٔل اَلل غال اَلل ملحّ وشيً: الذْب ةالذْب واىفؾث ةاىفؾث والبد ةالبد واىظؽيد ةاىظؽيدواىخٍر ةاىخٍر واىٍيح فحّ ةاىٍيح ٌثلا ةٍثو يدا ةيد فٍَ زاد أو إشتذاد فلد أربى الآخد واىٍؽطي شٔاء. )رواه ٌصيً(. ‚Dclcq[s[ne[h if_b A\o S['c^ [f-Khudriy bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barang siapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah (H.R. Muslim).
146 Manajemen Bisnis Syariah أن رشٔل اَلل غو اَلل ملحّ وشيً إشخؽٍو رجلا ملى خيبد, فجـاءه ةخٍر يب, فلال رشٔل اَلل غو اَلل مايّ وشيً: "أكل حٍر خيبد ْهذا " كال, ّ جد لا واَلل , إُا اُأخد اىػاع ٌَ ْذا ةاغامين. واىػامين ةالثلاثث, فلال رشٔل اَلل غو اَلل مايّ وشيً: "لا حفؽو, اةخػ ةالدارًْ ججحتا." وفى روايث: "ولهَ ٌثلا وٌثو, أو ّ ةيػ الجٍػ ةالدارًْ, ثً ةيػ ْذا وْظتدوا ةثجيّ ٌَ ْذا." )رواه ٌصيً( ‚S_mohaaobhs[ R[mofoff[b m[q g_haonom m[o^[l[ Bani Adi Al-Anshari untuk di pekerjakan di Khaibar. Kamudian dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan \[aom). R[mofoff[b S[q. \_lm[\^[, ‚Aj[e[b m_go[ eolg[ Kb[c\[l m_j_lnc cno?‛ Dc[ g_hd[q[\, ‚Tc^[e, q[b[c Rasuluff[b. S_mohaobhs[ e[gc g_g\_fc m[no mb[’ ^_ha[h ^o[ mb[’ ^[lc [f-d[g’ (m[f[b m[no d_hcm eolg[ s[ha d_f_e, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw \_lm[\^[, ‚J[ha[h e[go f[eoe[h cno, n[jc (noe[lf[b) s[ha setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. D_gcec[hf[b ncg\[ha[h cno.‛ (HR. Muslim). Riba al-Fadhl, jenis riba yang melebihkan salah satu dari dua barang yang diperjualbelikan (dibarter) pengharamannya masuk dalam kategori menutup jalan (sad al-t[lî’[b) yang menuju ke riba al-N[mî’[b.
Manajemen Bisnis Syariah 147 Riba fadhl adalah riba yang terjadi apabila melakukan kegiatan tukar menukar dua barang yang sama jenis, tetapi ukurannya berbeda dari syarat yang telah disepakati. Perbedaan takaran tersebutlah yang menjadi riba. Jadi, riba fadli adalah transaksi ekonomi yang dilakukan dengan menggunakan dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya seperti disyaratkan oleh pihak yang menukarnya. Hal yang dilarang dalam transaksi eknomi demikian adalah kelebihan (perbedaan) dalam ukuran/takaran secara seimbang dan setara sesuai dengan nilai barang tersebut yang dipertukarkan atau diperjuabelikan (Al-Jashshash, t.th.: 214). 4. Rc\[ N[mc’[b )نسيئة ربا ( Imncf[b h[mî’[b \_l[m[f ^[lc e[n[ (ساءَ َّالن (yang berarti menunda menangguhkan, atau menunggu, dan mengacu pada waktu yang diberikan bagi pengutang untuk membayar kembali utang dengan memberikan ‚n[g\[b[h‛ [n[o ‚jl_gc‛. K[l_h[ cno, lc\[ h[mî’[b mengacu kepada bunga dalam utang. Dalam arti inilah, istilah riba dipergunakan dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 275 ‚< dan Allah mengharamkan riba‛. Alnc chc doa[ s[ha ditunjukkan oleh sabda Rasulullah Saw. ketika beliau g_ha[n[e[h, ‚Tc^[e [^[ lc\[ e_]o[fc h[mî’[b‛ (AfQurthubi, .th.: 226). Adapun dalil pelarangannya, yaitu H[^cnm N[\c m[q s[ha g_a[me[h \[bq[: ‚Rc\[ cno ^[f[g h[mc’[b‛. (HR. Momfcg ^[lc I\h A\\[m). Joa[ j_h_a[m[h N[\c m[q f[chhs[ s[ha g_ha[n[e[h, ‚Iha[nf[b, m_mohaaobhs[ lc\[ cno ^[f[g h[mî’[b.‛ (HR. Momfcg).
148 Manajemen Bisnis Syariah Rc\[ N[mî’[b ^cm_\on doa[ \[’c ^osoh, s[cno riba yang timbul akibat hutang piutang yang tidak memenuhi elcn_lc[ ‚ohnoha goh]of \_lm[g[ lcmcei‛ ([f-ghunmu bil abohgc) ^[h ‚b[mcf om[b[ goh]of \_lm[g[ \c[s[‛ ([fkharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, karena hanya \_ld[f[hhs[ q[eno. N[mî’[b [^[f[b j_h[haaob[h penyerahan atau penerimaan jenis barang ribâwî yang dipertukarkan dengan jenis barang ribâwî lainnya. Riba h[mî’[b goh]of e[l_h[ [^[hs[ j_l\_^[[h, j_lo\[b[h atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian.21 Jenis riba ini yang bisa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, seperti seseorang yang memberi tenggang pembayaran utang akan tetapi ia menambah utang tersebut dan setiap kali ia mengakhirkan pembayaran maka bertambah pulalah yang akan dibayar sehingga utang yang hanya bernilai seratus bisa jadi mencapai ribuan. Riba h[mc’[b adalah riba yang terjadi saat transaksi jual beli. Jenis barang yang diperjual belikan dapat sejenis ataupun tidak sejenis. Akan tetapi, ada penangguhan pembayaran yang terjadi. Sebagai contoh, transaksi jual beli hewan ternak. Apabila seseorang membawa pulang hewan yang dibelinya tanpa langsung membayar atau jarak pembayarannya tidak tentu, disitulah terjadinya lc\[ h[mc’[b (Al-Jaziri, t.th.: 257). Dengan kata lain, lc\[ h[mc’[b adalah transaksi ekonomi yang dilakukan melalui dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis, atau jual beli yang pembayarannya
Manajemen Bisnis Syariah 149 disyaratkan lebih banyak oleh si penjual dengan dilambatkan. Contoh tentang soal-soal seperti ini, telah disebutkan di atas, antara lain seperti membeli hewan, di mana proses pembayarannya diberi jarak waktu yang tidak menentu sehingga tidak ada kepastian. Padahal, hewan itu harus diberi makan oleh si penjual setiap hari. Dalam kontekm chcf[b R[mofoff[b m[q \_lm[\^[: ‚D[lc S[gol[b \ch Joh^o\ l[^c[ff[bo ‘[hbo. S_mohaaobhs[ Nabi saw telah melarang jual beli binatang yang pembayar-[hhs[ ^c[ebcle[h‛ (H[^cnm Rcq[s[n Lcg[ Abfc Hadis). 5. Riba Yad (يد ربا) Riba yad adalah riba yang terjadi pada jual beli atau tukar menukar barang yang waktu penyerahan barangnya ditunda. Seperti transaksi jual beli emas atau perak yang penerimaan barangnya ditunda setelah menunggu harga barang tersebut naik atau turun. Jadi, riba yad adalah transaksi ekonomi kapitalis yang dilakukan dengan niat jahat karena disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan terhadap penerimaan salah satu barang tersebut dengan maksud agar nilai barang tersebut menjadi lebih tinggi atau sebaliknya. Misalnya jual beli emas, perak dan bahan pangan yang penyerahan barangnya ditunda sampai harga emas naik atau turun (Al-Jawziyyah, t.th.: 321). Jadi, riba yad adalah kegiatan jual beli di mana saat transaksi tidak ada ketegasan dalam nominal pembayaran dan kesepakatan mengenai kapan barang diserahkan kepada pembeli. Riba yad ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. riba yad artinya berpisah
150 Manajemen Bisnis Syariah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima. Dalam hal ini, pembeli telah membeli suatu barang sebelum menerima barang tersebut. Lalu, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum terjadi serah terima barang. Sederhananya, riba yad adalah kegiatan jual beli di mana saat transaksi tidak ada ketegasan dalam nominal pembayaran dan kesepakatan mengenai kapan barang diserah-kan kepada pembeli. Riba yad ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh riba yad yang banyak terjadi dalam keseharian yaitu jual beli mobil baru dengan skema kontan dan kredit. Semisal, harga mobil baru jika dibeli secara tunai Rp 100 juta, sedangkan secara kredit Rp 150 juta. Namun, sampai keduanya berpisah tidak ada kejelasan dari penjual terkait harga yang sebenarnya ditawarkan. Ini merupakan contoh nyata dari riba yad. Al-Qol’[h g_hacha[ne[h, "D[h m_mo[no lc\[ (n[mbahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)," (Qs. Al-Rum [30]: 39). Pada praktiknya, riba umumnya terjadi dalam transaksi jual beli. Adapun hukum dari riba yad yaitu haram. Karena riba memiliki pengertian penambahan pendapatan secara tidak sah (batil). Baik dalam transaksi pertukaran barang ataupun transaksi pinjam meminjam yang dilakukan antara peminjam dan pemberi pinjaman, di mana si peminjam mempersyaratkan peminjam
Manajemen Bisnis Syariah 151 mengembalikan dana lebih besar dari pinjaman pokoknya. C. History Dalil Riba Secara historis, dalil tentang pelarangan riba diturunkan secara bertahap sejalan dengan kondisi sosio-ekonomi dan sosio-psikologi masyarakatnya. Tahapan-tahapan proses pelarangan riba tersebut dapat dijabarkan secara sistematis, sebagai berikut: 1. Tahapan Pelarangan Riba Pakar tafsir Muhammad Quraish Shihab, menjelaskan bahwa di dalam al-Qur‟an, kata riba diulang sebanyak delapan kali, tertuang di dalam empat surah, yakni: Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Ncm[’, ^[h Af-Rum. Tiga mol[b j_ln[g[ [^[f[b ‚[s[n M[^[hcs[b‛ (noloh m_n_f[b Nabi saw hijrah ke Madinah). Sedangkan surah Al-Rum [^[f[b ‚[s[n M[eecs[b‛ (noloh m_\_fog N[\c m[q hijrah)—(Shihab, 1992: 259). Ini berarti, ayat pertama yang membahas tentang riba adalah firman Allah yang termaktub di dalam Qs. Al-Rog *30+: 39, ‚Rc\[ s[ha e[go berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang g_fcj[na[h^[e[h (j[b[f[hs[).‛ Sementara Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuthi, mengutip riwayat-riwayat Bukhari, Ahmad, Ibnu Majah, Ibn Mardawaih dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada Rasulullah saw adalah ayat-
152 Manajemen Bisnis Syariah ayat yang mengindikasikan penjelasan terakhir tentang riba, tertuang pada Qs. Al-Baqarah [2]: 278-279, ‚W[b[c orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang Mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak [n[m jieie b[ln[go. K[go nc^[e \_l\o[n t[fcg.‛ (AlSuyuthi, 1318 H: 27). Adapun Al-Maraghi, menjelaskan tahapan-tahapan pelarangan Al-Qol’[h n_hn[ha riba, sama dengan tahapan-tahapan pelarangan tentang khamr (minuman keras), y[ehc [^[ ‚_gj[n n[b[j‛ s[ha ^cf[eoe[h AfQol’[h ^[f[g jlim_m j_hab[l[g[h: ^[lc m_e_^[l menunjukkan unsur negatif dalam riba, ada akibat buruk di dalam riba, ada batasan [^b’ā`[h go^bā’[`[h (pelipatgandaan), dan terakhir diharamkan secara total (AlMaraghi, 1946: 49). Tahap pertama, sekedar menggambarkan adanya unsur negatif di dalam riba. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Qs. Al-Rum [30]: 39. Dalam ayat ini, AlQur‟an ‚hanya‟ menyebutkan kecaman terhadap orangorang Yahudi yang melakukan praktik-praktik riba, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firman-Nya: ْ َ ِ ّ ٌ ْ ً ُ خ ْ ح َ ح َٰ آ ا َ ٌ َ ِ و ه اَلل َ د ْ ا ِؼِ ْ ٔ ُ ة رْ َ ا ي َ ل َ ِس ف ا َ الج ِ ال َ ٔ ْ ٌ َ ْيٓ ا ِ ف ا َ ٔ ُ ة ْ د َ ِي ّ ا ل ً ة ِ ّ ر ْ َ ِ ّ ٌ ْ ً ُ خ ْ ح َ ح َٰ آ ا َ ٌ َ و ٍٔة َٰ ن َ ز َ ن ْ ٔ ُ ِؽف ُ ؾْ ٍ ْ اى ُ ً ُ ْ َ ِٕىم ٰۤ ول ُ ا َ ِ ف ه اَلل َ ّ ْ ج َ و َ ن ْ و ُ د ْ ي ِ ر ُ ح ‚Rc\[ s[ha e[go \_lce[h [a[l \_le_g\[ha j[^[ harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan
Manajemen Bisnis Syariah 153 Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orangil[ha s[ha g_fcj[na[h^[e[h (j[b[f[hs[).‛ (Qm. Af-Rum [30]:39). Tahap kedua, riba diisyaratkan sebagai sesuatu yang ‘h_a[nc`’ (\oloe) n_njc g[ms[l[e[n n_n[j g_f[eoe[hhs[ sehingga dilarang, sehingga diancam oleh Allah dengan siksa yang pedih. Penegasan itu, tertuang dalam firman Allah yang berbunyi: ِ و ْ ي ِ ب شَ ْ َ َ ؼ ْ ًِْ ِ ّ د ِػَ ة َ و ْ ً ُ ٓ َ ى ج ْ َ ِحي ُ ٍج ا َٰ ب ِ ّ ح َ ط ْ ً ِ ٓ ْ ي َ ي َ ا م َ ج ْ ٌ رَ َ ا خ ْ و ُ اد َ ْ َ ذ ْ ِذد َ ال َ َ ِ ّ ٌ ٍ ً ْ ي ُ ِغ ت َ ف ا ً د ْ ِي ث َ ِ ن ه اَلل َ َ ْ ي ِ ِفر َٰ ه ْ اِلل َ ُ ْ د َ خ ْ ؼ َ ا َ و َۗ ِ ِطو ا َ ب ْ ال ِ ِس ة ا َ الج َ ال َ ٔ ْ ٌ َ ا ْ ً ِ ِٓ ل ْ ك َ ا َ و ُ ّ ْ ِ َ ا ؼ ْ ٔ ُ ٓ ُ ُ ْ د َ ك َ ٔا و َٰ ة ِ اىرّ ُ ِذًِْ ْ خ َ ا َ و ا ً ٍ ْ ِي ى َ ا ا ً اة َ ذ َ م ْ ً ُ ٓ ْ ٌِِ ‚M[e[ ^cm_\[\e[h e_t[fcg[h il[ha-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menjadikan untk orang-orang kafir di antara g_l_e[ cno mcem[ s[ha j_^cb‛ (Qm. Af-Ncm[’ *4+:160-161). Tahap ketiga, secara eksplisit Al-Qol’[h n_f[b ‚g_hab[l[ge[h‛ jl[ence lc\[, g_mecjoh g[mcb n_l\[n[m pada salah satu bentuknya, yakni dengan menyertakan
154 Manajemen Bisnis Syariah batasan [^b’ā`[h go^bā’[`[h (melipatgandakan), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ اال َ ٓ ه ي َ ا ٰٓ ي َ ن ْ ٔ ُ ِ د ي ْ ف ُ ح ْ ً ُ ه َ ل َ ؽ َ ى َ ه ٔا اَلل ُ ل َ اح َ و ۖ ً ث َ ف َ ؽ ؾَٰ ه ا ٌ ً اف َ ؽ ؽْ َ ٔٓا ا َٰ ة ِ ٔا اىرّ ُ ل ُ ك ْ أ َ ا ح َ ا ل ْ ٔ ُ ج َ ٌ ‚H[c il[ha-orang yang beriman, janganlah kalian g_g[e[h lc\[ ^_ha[h ‘\_lfcj[n a[h^[’ *[^’[`[h go^b[’[`[b] dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberun-tuha[h‛ (Qm. Afc Igl[h [3]: 130). Tahap keempat, lc\[ ‚^cb[l[ge[h m_][l[ nin[f‛ dalam berbagai bentuknya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah: َ ٌَِ ِ يَ ق َ ا ة َ ا ٌ ْ و ُ ر َ ذ َ و َ ه ٔا اَلل ُ ل َ ٔا اح ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ ا ال َ ٓ ه ي َ ا ٰٓ ي َ ن ْ ِي ٌِِ ْ ؤ ه ٌ ْ ً ُ خ ْ ج ُ ن ْ ٔٓاِان َٰ ة ِ اىرّ ْ ً ُ اِله َ ٔ ْ ٌ َ ْ ُس ا و ُ ء ُ ر ْ ً ُ ه َ ل َ ف ْ ً ُ خ ْ ب ُ ح ْ ِان َ لِ ٖه و ْ ٔ شُ َ ر َ ِ و ه اَلل َ َ ِ ّ ٍب ٌ رْ َ ِبح ا ْ ٔ ُ ُ َ ذ ْ أ َ ا ف ْ ٔ ُ ي َ ؽ ْ ف َ ح ْ ً َ ى ْ ِان َ و َ ن ْ ٔ ُ ٍ َ ي ْ غ ُ ا ح َ ل َ و َ ن ْ ٔ ُ ٍ ِ ي ْ غ َ ا ح َ ل ‚H[c il[ha-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman * Maka, jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kalian nc^[e g_ha[hc[s[ ^[h nc^[e jof[ ^c[hc[s[‛ (Qm. AfBaqarah [2]: 278-279). Sementara Ali Al-Shabuni juga menggambarkan secara detail tahapan-tahapan tersebut, sama dengan apa
Manajemen Bisnis Syariah 155 yang telah dipaparkan oleh Al-Maraghi di atas, yakni: Tahap pertama, Allah menurunkan Qs. Al-Rum [30]: 39, ‚Rc\[ s[ha e[go \_lce[h [a[l \_le_g\[ha j[^[ b[ln[ orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orangil[ha s[ha g_fcj[na[h^[e[h (j[b[f[hs[).‛ (Qm. Af-Rum [30]:39). Ayat ini diturunkan di Makkah yang pada dasarnya belum menyatakan secara tegas mengenai keharaman riba. Namun, melalui ayat tersebut Allah n_f[b g_hach^ce[mce[h (g_hacms[l[ne[h) ‘e_\_h]can Aff[b’ n_lb[^[j jl[ence lc\[ ^[h nc^[e [^[hs[ j[b[f[ ^c sisi Allah SWT (Al-Shabuni, t.th.: 390). Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk, sehingga Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Pada tahap ini Allah menurunkan Qs. Al-Nisa‟ [4]: 160-161, yang menegaskan: ‚Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menjadikan untk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa s[ha j_^cb‛ (Qm. Af-Ncm[’ *4+: 160-161). Ayat ini termasuk ayat Madaniyah yang memberi pelajaran bagi kita bahwa Allah SWT menceritakan tentang perilaku orang Yahudi yang telah diharamkan
156 Manajemen Bisnis Syariah untuk memakan riba, tetapi mereka tetap memakannya. Lalu, Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang lebih keras kepada orang Yahudi yang tetap memakan riba. Ayat ini memang bukan merupakan dilalah keharaman riba bagi kaum muslimin. Akan tetapi, memberi gambaran yang buruk terhadap praktik riba (Al-Shabuni, t.th.: 390). Hal ini terjadi, sebagaimana Allah menetapkan pengharaman khamr pada tahap kedua melalui firman-Nya: ا َ ج َ ٌ َ و ٌ د ْ ي ِ ت َ ن ٌ ً ْ آِاث َ ٍ ِ ٓ ْ ِفي ْ و ُ ك َِۗ ِسر ْ ح َ ٍ ْ اى َ و ِ ر ْ ٍ َ خ ْ ال ِ َ َ ؼ َ م َ ن ْ ٔ ُ َٔـي س ْ َ ۖ ِس ي ا َ ِليِ ُ ِفػ ‚M_l_e[ \_ln[hs[ e_j[^[go n_hn[ha eb[gl ^[h judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa e_^o[hs[ f_\cb \_m[l ^[lc g[h`[[nhs[<‛ (Qm. Af-Baqarah [2]: 219). Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan e_j[^[ mo[no n[g\[b[h s[ha ‘\_lfcj[n a[h^[’ ([^’[`[h go^b[’[`[b). Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Pada tahap ini, Allah menurunkan Qs. Ali Imran [3]: 130. Ayat ini selengkapnya berbunyi: ‚H[c orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan lc\[ ^_ha[h ‘\_lfcj[n a[h^[’ *[^’[`[h go^b[’[`[b], dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat e_\_lohnoha[h‛ (Qm. Afc Imran [3]: 130). Menurut Al-Shabuni, ayat ini termasuk Madaniyah yang di dalamnya telah menerang-kan keharaman riba secara jelas namun bersifat juz‟i, tidak bersifat kulli.
Manajemen Bisnis Syariah 157 Sebab, pengharam-[hhs[ ‚b[hs[‟ ditujukan pada riba al- `ābcms; riba yang sangat buruk dan keji di mana dengan riba tersebut hutang seseorang dapat menjadi berlipatlipat (Al-Shabuni, t.th.: 390). Ayat ini turun pada tahun ke-3 H. Secara umum, ayat ini menjadi perdebatan antara fukaha bahwa apakah kriteria berlipat ganda merupakan syarat terjadinya riba, atau ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Akan melihat waktu turunnya ayat ini harus dipahami secara komprehenship dengan QS. alBaqarah [2]:278-279, yang turun pada tahun ke-9 H. Pengharaman ini sama dengan pengharaman khamr pada tahap ketiga dimana keharamannya hanya bersifat juz‟i yakni hanya pada saat shalat saja. Hal ini sebagaimana tergambar dalam firman Allah: ُ ٍ َ ي ْ ؽ َ ى ح ه ت َ ر َٰ ى خ َٰ ه شُ ْ ً ُ خ ْ ُ َ ا َ و َ ٔة َٰ ي ٔا اىػَ ُ ة رَ ْ ل َ ا ح َ ا ل ْ ٔ ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ ا ال َ ٓ ه ي َ ا ٰٓ ي ْ ٔا ‚H[c il[ha-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga e[fc[h g_ha_lnc [j[ s[ha e[fc[h o][je[h. ...‛ (Qm. AfNcm[’ *4+: 43). Tahap keempat, merupakan tahap yang terakhir, dengan diturunkannya Qs. Al-Baqarah [2]:278-279). Pada tahap ini, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis riba (tambahan) yang diambil dari pinjaman, baik sedikit mupun banyak. Dan pengharamannya riba tersebut bersifat kulli (menyeluruh) dan k[nb’c (pasti)—(Al-Shabuni, t.th.: 391). Ayat Ini merupakan ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba, sebagaimana ditgaskan dalam Al-
158 Manajemen Bisnis Syariah Qol’[h: ‚H[c il[ha-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman * Maka, jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu adalah pokok hartamu; kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiay[‛ (Qm. Af-Baqarah [2]: 278-279). Kasus pelarangan riba pada tahap keempat ini, sama dengan kasus tahap keempat diharamkannya khamr (minuman memabukkan), di mana keharamannya sudah bersifat pasti sebagaimana disebutkan dalam firman Allah: ْ ِذد َ اال َ ٓ ه ي َ يا ْ َ ِ ّ ْ ٌس ٌ ِ ج ر ُ ام َ ل ْ ز َ ا ْ ال َ ُب و ا ػَ ْ ُ َ ا ْ ال َ و ُ ِسر ْ ح َ ٍ ْ اى َ و رُ ْ ٍ َ خ ْ ا ال َ ٍ َ ٓاِاُ ْ ٔ ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ َ ن ْ ٔ ُ ِ د ي ْ ف ُ ح ْ ً ُ ه َ ل َ ؽ َ ى ُ ه ْ ٔ ُ ت ِ ج َ ت ْ اج َ ف ِ َ َٰ ط ْ ي َ اىظ ِ و َ ٍ َ ؼ ‚H[c il[ha-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk dalam perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat e_\_lohnoha[h‛ (Qm. Af-Ma‟idah [5]: 90). Karena ayat yang termaktub di dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 278-279 itu, didahului oleh ayat-ayat yang lain yang berbicara tentang riba, maka tidak heran jika kandungan ayatnya bukan saja melarang praktik riba, tetapi juga sekaligus Allah SWT sangat mencela perilaku para pelaku riba tersebut. Bahkan, Allah mengancam para pelaku
Manajemen Bisnis Syariah 159 riba dengan balasan yang sangat pedih bila perilaku riba tersebut terus dikerjakan. 2. Asbâbun Nuzûl Ayat-Ayat Riba Pendekatan eksperimen mengisyaratkan bahwa setiap fenomena sosial yang muncul di permukaan lapisan masyarakat, pasti ada sebab-musabab yang melatari kehadirannya, Maka teori eksperimen g_hab[lome[h cfgoq[h ohnoe \_lnif[e ^[lc ‚[ec\[n‛ (femonema) g_hodo ‚m_\[\‛ (realitas). Oleh sebab itu, sudah menjadi sebuah keharusan keilmuan untuk mengetahui latar belakang ([m\ā\ [fhotūf) larangan ayat riba itu, agar kita bisa memahami lata sosial pelarangan riba secara fundamental. Tanpa mengetahui sebabmusabab yang melatarbela-kanginya, kita akan g_ha[f[gc e_mofcn[h ohnoe g_g[b[gc ‘c^_ ^[m[l’ pelarangan riba tersebut. Sekurang-kurang-nya, perspektif kita tentang riba menjadi kurang lengkap atau setidak-tidaknya kurang komprehensif, jika kiita mengabaikan pendekatan asbabun nuzul ini. Secara historis, ada beberapa versi (riwayat) yang menjadi latar belakang turunnya ayat larangan riba, khususnya Qs. Al-Baqarah [2]: 275-279 dan Qs. Ali Imran [3]: 130-131. Umumnya para mufassir dengan mengutip dari Al-Thabari berpendapat bahwa Qs. Al-Baqarah 275- 279, khususnya ayat 275, turun disebabkan oleh pengamalan paman Nabi Muhammad saw, Abbas bin Abdul Muthalib dan Khalid bin Walid, yang bekerja sama meminjamkan uang kepada orang lain dari Tsaqif Bani ‘Agl. D_ha[h jif[ ^[a[ha m_j_lnc cnof[b e_^o[hs[
160 Manajemen Bisnis Syariah mempunyai banyak harta ketika Islam datang (AlShabuni, t.th.: 391). Sog\_l f[ch g_ha[n[e[h \[bq[ B[hc ‘Agl c\h Umair ibn Awf mengambil riba dari Bani Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran yang telah dijanjikan, maka utusan datang ke Bani Mughirah untuk mengambil tagihan. Ketika pada suatu waktu Bani Mungirah tidak mau membayar dan hal tersebut sampai kepada Rasulullah saw, g[e[ \_fc[o \_lm[\^[, ‚Iebf[me[hf[b atau kalau tidak, kalian akan mendapatkan siksa yang j_^cb ^[lc Aff[b‛(Rc^f[, 1374 H: 103). S_^[hae[h m_\[\ turunnya Qs. Ali Imran [3]:130-131, menurut satu riwayat ^[lc ‘Anb[ ^cm_-butkan bahwa, Banu Tsaqif mengambil riba dari banu Mughirah. Apabila tiba waktu pembayaran datang utusan dari banu Tsaqif datang untuk menagih. Kalau tidak membayar, disuruh menunda dengan syarat menam-bah sejumlah tambahan (Ridla, 1374 H: 123). Senada dengan hal tersebut, Mujahid meriwayatkan, bahwa seseorang di zaman Jahiliyyah berhutang kepada orang lain. Lalu yang berhutang (kreditur) berkata, ‚Ae[h m[s[ n[g\[b m_ec[h dce[ e[go g_g\_lce[h n_gji e_j[^[eo.‛ M[e[ mc _gjohs[ jcon[ha (debitur) memberikan tempo tersebut (Saeed, 2004: 28-33). Riwayat lain menyebutkan, bahwa di masyarakat praIslam, mereka biasa menggandakan pinjaman pada orangorang yang sangat membutuhkan (kesusahan), yang dengan pinjaman tertentu, orang yang meminjam tidak saja mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam, tetapi juga menambah dengan sejumlah tambahan yang
Manajemen Bisnis Syariah 161 sesuai dengan masa pinjamannya. Kalau si peminjam mempunyai uang untuk mengembalikan pinjaman dalam waktu cepat dan singkat, maka dia akan mengembalikan dengan jumlah tambahan yang relatif sedikit. Sebaliknya, kalau tidak mempunyai uang untuk mengembalikan dengan cepat, maka bisa ditunda, dengan syarat harus membayar uang tambahan yang lebih besar lagi. 3. Kondisi Sosio-Ekonomi Sebelum Turun Ayat Riba Pakar sosiologi agama, Abdullah Saeed, menyebutkan bahwa larangan riba, sebagai-mana termuat dalam Al-Qol’[h, n_f[b ^c^[bofoc \_hnoe-bentuk larangan yang lainnya yang secara moral tidak dapat ditoleransi. Larangan ini tercermin dalam perilaku sosial ekonomi masyarakat Makkah pada saat itu, yang secara luas menimbulkan dampak kerugian yang besar dalam komunitasnya. Di mana Al-Qol’[h m[ha[n g_ha[hdole[h masyarakat Makkah untuk menolong fakir miskin dan anak yatim yang ada di sekelilingnya (Saeed, 2004: 28-33). Menurut Al-Qol’[h \[bq[ \[l[hamc[j[ s[ha nc^[k mendirikan shalat dan tidak memperhatikan fakir miskin akan diancam dengan hukuman siksa api neraka (Qs. AlMuddatstsir [74]:43-44). Di samping itu, Al-Quran menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar mempunyai hak yang pasti dari harta orang-orang kaya, baik diminta ataupun tidak (Qs. Al-M[’[lcd *70+:24-25). Karena sebagian orang yang mendapatkan hukuman dari Allah itu hanya karena mereka tidak mau memperhatikan serta menolong fakir miskin dan ank yatim (Qs. Al-Haqqah [69]: 34). Di
162 Manajemen Bisnis Syariah samping itu, al-Qur‟an juga menegaskan tentang pentingnya untuk menaf-kahkan (spending) harta benda untuk sekedar mengurangi beban penderitaan orangorang yang tak beruntung secara ekonimis, seperti fakir miskin dan anak-anak yatim (Qs. Al-Baqarah [2]: 262; AlNisa‟ [4]: 39; Al-Ra’d [13]:22; Al-Furqan [25]: 67; Fathir [35]: 29. Anjuran untuk menafkahkan harta sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur‟an memiliki peran penting untuk memperkuat pondasi keimanan umat Islam (Qs. Al-Anfal [8]: 72; Al-Hujurat [49]: 15). Menafkahkan harta dapat dilaksanakan dalam bentuk hibah (pemberian) maupun sedekah. Apabila bentuk tersebut terasa berat untuk dilaksanakan, maka dapat dilakukan melalui peminjaman (hutang) dengan tanpa memungut kelebihan atau beban dari nilai pokok, yang dipinjamkan kepada pihak yang membutuhkan. Menurut Al-Qul’[h, bahwa jenis pinjaman yang demikian dinamakan dengan qardlan hasanan—pinjaman yang baik—(Qs. Al-Baqarah [2]: 245). Pinjaman ini dilakukan untuk mengurangi beban penderitaan pihak-pihak yang membutuhkan, bukan untuk melakukan eksploitasi terhadap mereka. AlQol’[h g_haaoh[e[h n_lg اًسن َحَ ْر ًضا َق) qardlan hasanan— pinjaman yang baik) dalam pengertian yang mengindikasikan bahwa seorang penerima pinjaman, secara umum, selayaknya diberikan kepada orang-orang yang memang sangat membutuhkan (Qs. A-Baqarah [2]: 245; Al-Ma‟idah [5]: 12; Al-Hadid [57]: 11, Al-Taghabun [64]: 17.
Manajemen Bisnis Syariah 163 Al-Qol’[h n_f[b g_g\_lce[h j_f[d[l[h gil[f mengenai perilaku yang baik untuk menerima pengembalian pinjaman dalam bentuk jumlah tetap sama dengan nilai pokok yang dipinjamkan, serta mengajarkan untuk meringankan dan bahkan membebaskan seluruh beban hutang debitur, jika pihak yang memberi pinjaman (kreditur) mampu untuk melakukannya. Dalam Al-Qur‟an dijelaskan, ‛Lebih baik bagimu jika membebaskan sebagian atau semua hutang sebagai sedekah‛ (Qs. Al-Baqarah [2]: 280). Prinsip inilah sejatinya diutamakan oleh Allah SWT dalam mengatur mekanisme perdagangan dalam Islam. Karena prinsip demikian akan membawa umat pada kebaikan dan kebahagiaan hidup, dunia mapun akhirat. Berdasarkan pengertian di atas, maka Al-Qol’[h memberikan perhatian yang mendalam terhadap masyarakat yang secara otomatis sangat lemah yang menekankan untuk membantu akan kebutuhan finansial mereka dengan tanpa memberi tambahan beban penderitaan mereka. Dalam konteks ini, Allah ingin menunjukkan bahwa tuntunan yang demikian itu diperintahkan dalam kasus apabila pihak peminjam (debitur) terpaksa meminjam uang guna untuk mencukupi kebutuhan primernya yang berisifat konsumtif. Adapun kebutuhan yang bersifat produktif, seperti melakukan kegiatan binis yang dapat memperoleh keuntungan yang berlipat ganda, maka hal cno ^[j[n ^cnif_l[hmc ^_ha[h ‘n[g\[b[h’ m_e_]cf gohaech dan tidak memberatkan, tetapi diikuti dengan prinsip ‘antardlin (suka rela).
164 Manajemen Bisnis Syariah D. Riba dalam Bisnis Kontemporer Dalam konteks zaman kontemporer, definisi riba telah mengalami perubahan dari zaman Nabi Muhammad saw. Di masa Nabi saw, masyarakat menggunakan emas sebagai alat tukar yang berlaku sebagai mata uang. Namun, dalam era modern ini, sistem keuangan telah berkembang pesat, dan bentuk alat tukar tidak lagi terbatas pada emas atau mata uang fisik semata. Saat ini, riba lebih merujuk pada praktik pembebanan bunga atau keuntungan yang dihasilkan dari pinjaman uang atau transaksi keuangan tertentu. Konsep riba telah meluas untuk mencakup berbagai jenis transaksi, termasuk perbankan, pinjaman, dan investasi. Definisi riba dalam konteks masa kini lebih terkait dengan pengambilan keuntungan berlebihan atau tidak adil melalui mekanisme keuangan. Hal ini penting untuk memahami perbedaan definisi riba antara zaman Nabi Muhammad saw dan masa kini. Karena konteks zamannya memang berbeda sehingga memengaruhi pandangan dan akibat hukum terkait riba di dalam masyarakat. Sebagai umat Muslim, upaya memahami konsep riba agar dapat diterapkan dalam konteks zaman sekarang menjadi penting dalam menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Apakah pinjaman menggunakan uang kartal dengan penambahan termasuk dalam koategori riba ataukah sebaliknya? Karena ketika seseorang meminjam uang Rp.100.000 pada tahun ini, kemudian dikembalikan dua tahun kemudian apakah nilainya masih sama? Bukankah terdapat fluktuasi
Manajemen Bisnis Syariah 165 mata uang fiat. Apakah jika orang yang meminjam mengembalikan lebih dari jumlah awal itu termasuk riba? Ataukah itu merupakan jumlah yang sebenarnya harus dikembalikan. Hal ini bisa dilemparkan untuk dijadikan diskusi. Bagaimana Islam memandang hal ini. Pasalnya antara emas dan mata uang fiat tentu memiliki perbedaan fluktuasi. Perubahan definisi riba dari zaman Nabi Muhammad saw hingga zaman sekarang merupakan fenomena krusial yang terjadi di tengah pertarungan dunia bisnis, seiring dengan perkembangan sistem keuangan dan perubahan bentuk alat tukar dalam masyarakat. Pada masa Nabi Muhammad saw, emas berperan sebagai alat tukar yang berlaku sebagai mata uang. Namun, dengan berkembangnya sistem keuangan modern, alat tukar tidak lagi terbatas pada emas atau mata uang fisik semata. Oleh karena itu, definisi riba pun mengalami perluasan dan lebih merujuk pada praktik pembebanan bunga atau keuntungan yang dihasilkan dari pinjaman uang atau transaksi keuangan tertentu. Konsep riba dalam konteks masa kini lebih terkait dengan pengambilan keuntungan berlebihan atau tidak adil melalui mekanisme keuangan. Hal ini mencakup berbagai jenis transaksi, seperti perbankan, pinjaman, investasi, dan lain sebagainya. Dalam Islam, riba dianggap sebagai praktik yang diharamkan, karena dianggap tidak adil dan merugikan pihak yang terlibat. Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, penting untuk memahami perbedaan definisi riba antara zaman Nabi Muhammad saw dan masa kini agar dapat
166 Manajemen Bisnis Syariah menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan prinsipprinsip agama. Pertanyaan mengenai apakah uang kartal yang digunakan saat ini termasuk riba merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Ketika seseorang meminjam uang pada saat ini, misalnya sebesar Rp.100.000, dan kemudian dikembalikan dua tahun kemudian, apakah nilai tersebut masih sama? Seiring dengan adanya fluktuasi mata uang fiat, nilai uang tersebut dapat berubah seiring dengan peredaran waktu. Namun, penting untuk membedakan antara fluktuasi nilai uang yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan inflasi dengan pembebanan bunga yang dianggap riba. Dalam konteks ini, nilai uang yang harus dikembalikan sebenarnya adalah jumlah pokok yang dipinjam, yaitu Rp.100.000. Jika jumlah yang dikembalikan lebih dari jumlah awal tersebut, itu tidak dianggap sebagai riba, melainkan sebagai pelunasan utang atau pengembalian atas sebuah pinjaman. Dalam pandangan Islam, riba diharamkan karena dianggap sebagai eksploitasi dan memperoleh keuntungan yang tidak adil. Namun, fluktuasi nilai mata uang fiat tidak masuk dalam kategori riba. Meskipun emas dan mata uang fiat memiliki perbedaan nilai, pengaruh fluktuasi nilai tersebut tidak dianggap sebagai riba selama tidak ada pembebanan bunga yang tidak adil dalam transaksi keuangan. Dalam konteks keuangan Islam, terdapat prinsipprinsip seperti mudharabah (bagi hasil), musyarakah (kerjasama), dan murabahah (penjualan dengan keuntungan), yang digunakan untuk mengatur transaksi dan investasi dalam batasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Manajemen Bisnis Syariah 167 Islam. Prinsip-prinsip ini memastikan adanya keadilan dan keber-lanjutan dalam transaksi keuangan. Dalam praktik keuangan Islam, terdapat alternatif untuk menghindari riba, yaitu dengan menggunakan konsepkonsep seperti musharakah dan mudharabah. Musharakah adalah bentuk kerjasama atau kemitraan antara dua pihak untuk mendapatkan keuntungan. Dalam musharakah, modal dan risiko dibagi antara kedua belah pihak secara adil. Keuntungan yang diperoleh juga dibagi sesuai dengan kesewpakatan sebelumnya (Islamiyati dan Diana, 2021; 255). Dengan demikian, konsep ini mendorong adanya keterlibatan aktif dalam berbisnis serta berbagi risiko dan keuntungan secara adil. Sedangkan mudharabah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (rab al-maal) dan pengelola usaha (mudharib). Dalam mudharabah, pemilik modal menyediakan dana, sementara pengelola usaha bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelaksanaan usaha. Keuntungan yang diperoleh kemudian dibagi antara kedua belah pihak sesuai dengan kese-pakatan sebelumnya. Dalam konteks pengembalian pinjaman, dalam keuangan Islam terdapat konsep murabahah. Murabahah adalah penjualan barang dengan keuntungan yang telah disepakati sebelumnya. Misalnya, jika seseorang membutuhkan uang untuk membeli barang tertentu, lembaga keuangan Islam dapat membeli barang tersebut dan menjualnya kepada individu dengan menambahkan keuntungan yang telah disepakati sebelumnya. Dalam konsep ini, tidak ada pembebanan bunga yang dianggap sebagai riba.
168 Manajemen Bisnis Syariah Pemahaman mengenai perbedaan definisi riba antara zaman Nabi Muhammad saw dan masa kini serta prinsipprinsip keuangan Islam yang sesuai dengan ajaran agama menjadi penting dalam menjalankan praktik keuangan yang sesuai. Dengan memahami konsep-konsep ini, individu Muslim dapat menghindari riba dan mengadopsi alternatif yang sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam, sehingga dapat menjalankan aktivitas keuangan dengan adil dan berkelanjutan. Selain konsep-konsep yang telah disebutkan sebelumnya, dalam praktik ke-uangan Islam juga terdapat instrumen-instrumen lain yang digunakan untuk menghindari riba. Salah satunya adalah akad istisna, yang merupakan kontrak jual beli untvuk memproduksi atau memesan barang dengan spesifikasi tertentu. Dalam akad istisna, harga yang disepakati dapat mencakup biaya produksi serta keuntungan yang adil bagi pihak yang melakukan produksi. Selain itu, terdapat juga akad ijarah, yang merujuk pada kontrak sewa atau penggunaan barang atau jasa dengan imbalan pembayaran sewa atau bayaran yang ditetapkan sebelumnya. Dalam akad ijarah, tidak terdapat unsur bunga atau keuntungan tambahan yang tidak adil. Hal ini menjadikan akad ijarah sebagai alternatif yang diterima dalam praktik keuangan Islam. Dalam konteks investasi, prinsip-prinsip keuangan Islam juga mengutamakan prinsip berbagi risiko dan keuntungan yang adil. Salah satu instrumen investasi yang digunakan adalah akad musyarakah dan akad mudharabah yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam akad musyarakah, investor dan pengusaha berbagi modal dan risiko dalam suatu usaha,
Manajemen Bisnis Syariah 169 serta membagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan dalam akad mudharabah, investor menyediakan dana sebagai modal, sementara pengelola usaha bertanggung jawab atas pengelolaan usaha dan membagikan keuntungan dengan investor (Zamzam, Munandar, dan Romli, 2021: 45– 54). Perlu dicatat bahwa praktik keuangan Islam terus berkembang seiring dengan perubahan zaman dan tantangan dalam sistem keuangan global. Terdapat juga institusi keuangan Islam yang menyediakan layanan dan produk keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Institusi-institusi ini berkomitmen untuk mematuhi prinsipprinsip Islam dalam operasi dan transaksi keuangan mereka. Dalam menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, penting untuk berkonsultasi dengan ahli keuangan atau ulama yang berpengalaman dalam hukum keuangan Islam. Mereka dapat memberikan panduan dan nasihat yang sesuai dengan konteks zaman sekarang dan memastikan kepatuhan terhadap prinsipprinsip keuangan Islam yang diinginkan. Untuk itu pentingnya penelitian ini guna meninjau kembali definisi riba konteks zaman Nabi Muhammad saw dengan zaman modern yang saat ini menggunakan mata uang (fiat). Berguna untuk menambah khzanah keilmua Islam dan tidak mudah menganggap sesuatu sebagai riba sehingga menganggap sebagai suatu keharaman tanpa melihat dari perspektif lain. Perubahan definisi riba dari zaman Nabi saw hingga masa kini memengaruhi pandangan dan hukum terkait riba dalam masyarakat. Dalam konteks zaman sekarang, riba lebih merujuk pada praktik pembebanan bunga atau
170 Manajemen Bisnis Syariah keuntungan yang tidak adil dalam transaksi keuangan. Dalam praktik keuangan Islam, terdapat berbagai alternatif yang digunakan untuk menghindari riba, seperti musharakah, mudharabah, murabahah, istisna, ijarah, dan lain sebagainya. Pema-haman yang baik mengenai perbedaan definisi riba antara zaman Nabi Muhammad saw dan masa kini serta prinsip-prinsip keuangan Islam yang sesuai sangat penting dalam menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan ajaran agama. Hal ini memungkinkan umat Muslim untuk menjalankan keuangan mereka dengan prinsip keadilan, berbagi risiko, dan menghindari praktik riba yang diharamkan. Penting untuk diingat bahwa praktik keuangan Islam bukan hanya tentang menghindari riba semata, tetapi juga melibatkan nilai-nilai moral dan etika yang lebih luas. Praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam juga mencakup transparansi, tanggung jawab sosial, dan keberlanjutan ekonomi. Dalam menghadapi perbedaan nilai antara emas dan mata uang fiat, pandangan Islam mengakui perbedaan ini (Nabila dan Arini, 2015: 142-158). Emas memiliki nilai intrinsik yang terkait dengan kualitas dan kuantitasnya, sementara mata uang fiat nilainya tergantung pada faktorfaktor ekonomi dan moneter. Namun, dalam praktik keuangan Islam, nilai mata uang fiat tidak dianggap sebagai riba selama tidak ada pembebanan bunga yang tidak adil. Dalam transaksi pinjaman yang melibatkan mata uang fiat, fluktuasi nilai mata uang dapat memengaruhi jumlah uang yang dikembalikan. Namun, penting untuk membedakan antara fluktuasi nilai yang wajar dan
Manajemen Bisnis Syariah 171 pembebanan bunga yang tidak adil (Yani dan Widjajanto, 2023: 615–621). Jika jumlah yang dikembalikan melampaui jumlah pokok pinjaman, itu tidak dianggap sebagai riba asalkan itu merupakan kesepakatan yang adil dan bukan pembebanan bunga yang tidak adil. Dalam Islam, keadilan dalam transaksi keuangan sangat penting. Para ulama dan ahli keuangan Islam mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk fluktuasi mata uang, risiko, dan keadilan dalam menentukan ketentuan-ketentuan yang mengatur transaksi keuangan. Dalam hal ini, berkonsultasi dengan ulama yang kompeten dan ahli keuangan Islam dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan nasihat yang sesuai dengan konteks masa kini. Mereka dapat membantu memahami prinsip-prinsip keuangan Islam yang berlaku dan memberikan panduan tentang bagaimana menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan ajaran agama (Ipandang dan Askar, 2020: 1080–1090). Dalam menghadapi perubahan zaman dan kompleksitas sistem keuangan, penting untuk terus belajar dan memperdalam pengetahuan tentang prinsip-prinsip keuangan Islam. Dengan pemahaman yang baik, individu Muslim dapat menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan memberikan dampak positif dalam kehidupan ekonomi mereka dan masyarakat secara keseluruhan (Saiddaeni, 2023: 1-12). Dalam menjalankan praktik keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
172 Manajemen Bisnis Syariah Pertama, penting untuk memperhatikan sumber dana yang digunakan. Dalam keuangan Islam, dana yang digunakan sebaiknya berasal dari sumber yang halal dan tidak melanggar prinsipprinsipagama. Ini berarti menghindari penggunaan dana dari sumber yang terkait dengan riba, perjudian, alkohol, atau bisnis yang diharamkan (Suretno, 2019: 165). Sebagaimana dalil Al Quran Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ْ ج ُ ن ْ ٔٓاِان َٰ ة ِ اىرّ َ ٌَِ ِ يَ ق َ ا ة َ ا ٌ ْ و ُ ر َ ذ َ و َ ه ٔا اَلل ُ ل َ ٔا اح ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ اال َ ٓ ه ي َ ا ٰٓ ي َ ن ْ ِي ٌِِ ْ ؤ ه ٌ ْ ً ُ خ ‚W[b[c il[ha-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukgch‛ (Qm. Af-Baqarah [2]: 278). Kedua, dalam transaksi keuangan, penting untuk menghindari pembebanan bunga atau keuntungan yang tidak adil. Jika terlibat dalam pinjaman atau investasi, perhatikan bahwa kontrak yang dibuat harus mematuhi prinsip-prinsip keadilan dan kesepakatan yang adil antara kedua belah pihak (Maulana dan Marasabessy, 2018: 95-109). Misalnya, dalam pinjaman, ada alternatif seperti akad qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga) yang dapat digunakan. Ketiga, dalam investasi, perhatikan juga etika bisnis dan dampak sosial dari investasi yang dilakukan. Prinsip-prinsip keuangan Islam mendorong untuk mempertimbangkan keber-lanjutan ekonomi, tanggung jawab sosial, dan menjauhi investasi dalam bisnis yang berten-tangan dengan prinsip-prinsip agama. Keempat, penting untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang prinsip-prinsip keuangan Islam. Memahami konsep-konsep seperti riba, mudharabah,
Manajemen Bisnis Syariah 173 musharakah, murabahah, dan instrumen keuangan Islam lainnya akan membantu dalam mengambil kepu-tusan yang tepat dalam praktik keuangan sehari-hari. Kelima, penting untuk mengikuti perkembangan terkini dalam keuangan Islam dan berkomunikasi dengan ulama, ahli keuangan Islam, dan komunitas Muslim yang berpengalaman dalam praktik keuangan Islam. Mereka dapat memberikan bimbingan dan nasihat yang sesuai dengan konteks zaman sekarang. Dalam transaksi pinjaman yang melibatkan mata uang fiat, fluktuasi nilai mata uang dapat memiliki dampak signifikan terhadap jumlah uang yang harus dikembalikan (Shifa et al., 2022: 2321-2338). Hal ini menjadi penting untuk memahami perbedaan antara fluktuasi nilai yang wajar dan pembebanan bunga yang tidak adil. Dalam konteks ini, jika jumlah yang harus dikembalikan melebihi jumlah pokok pinjaman, itu tidak akan dianggap sebagai riba selama transaksi tersebut adil dan tidak melibatkan pembebanan bunga yang tidak adil. Dalam Islam, prinsip keadilan sangat penting dalam semua transaksi keuangan.14 Para ulama dan ahli keuangan Islam melakukan pertimbangan yang mendalam terkait berbagai faktor, termasuk fluktuasi nilai mata uang, risiko yang terkait, dan aspek keadilan dalam menentukan ketentuan-ketentuan yang mengatur transaksi keuangan. Mereka berupaya untuk memastikan bahwa transaksi tersebut memenuhi prinsip-prinsip syariah yang menekankan keadilan dan keberpihakan kepada semua pihak yang terlibat.
174 Manajemen Bisnis Syariah Dalam konteks transaksi pinjaman yang melibatkan mata uang fiat, fluktuasi nilai mata uang dapat mempengaruhi kedua pihak yang terlibat. Misalnya, jika nilai mata uang yang digunakan untuk membayar pinjaman mengalami penurunan nilainya terhadap mata uang yang digunakan untuk meminjam, maka jumlah yang harus dikembalikan akan menjadi lebih tinggi dalam mata uang yang diminta. Sebaliknya, jika nilai mata uang yang digunakan untuk membayar pinjaman mengalami kenaikan, maka jumlah yang harus dikembalikan akan menjadi lebih rendah dalam mata uang yang diminta. Namun, perlu diingat bahwa fluktuasi nilai mata uang adalah hal yang wajar dalam sistem keuangan global, dan hal ini dapat mempengaruhi hasil akhir dari transaksi pinjaman.15 Oleh karena itu, penting bagi pihak yang terlibat untuk memahami risiko dan konsekuensi yang terkait dengan fluktuasi mata uang sebelum melakukan transaksi tersebut. Para ulama dan ahli keuangan Islam memberikan perhatian khusus terhadap hal ini dan memastikan bahwa transaksitransaksi tersebut tetap adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam praktik keuangan sehari-hari, memiliki pengetahuan yang memadai tentang prinsip-prinsip keuangan Islam menjadi hal yang sangat penting. Memahami konsep-konsep seperti riba, mudharabah, musharakah, murabahah, dan instrumen keuangan Islam lainnya akan memberikan landasan yang kuat untuk mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan keuangan. Salah satu konsep utama dalam keuangan Islam adalah riba, yang merupakan larangan atas praktik peminjaman uang dengan
Manajemen Bisnis Syariah 175 membayar atau menerima bunga (Azhar Alam dan Tri Utami, 2021: 130-141). Dalam Islam, riba dianggap sebagai eksploitasi dan dihindari karena melanggar prinsip keadilan dan kesetaraan. Memahami konsep riba akan membantu menghindari transaksi yang melibatkan bunga atau keuntungan yang tidak adil. Selain riba, terdapat juga konsep-konsep lain seperti mudharabah, musharakah, dan murabahah. Mudharabah adalah konsep kerjasama antara pemilik modal dan pengelola bisnis, di mana keuntungan dan risiko dibagi sesuai kesepakatan sebelumnya. Dalil dari Mudharabah: ٓا ملى أن يؽخٍئْا ٌَ أٌٔاىًٓ وأرؽَ َ خيبد َ اىِبى دفػ إلى يٓٔد خيبد نخو ّ أن ً ططر ثٍرْا. )ٌخفق ملحّ(. ّ اَلل ملحّ وشي ّ ورشٔل َلل غو ‚B[bq[m[hhs[ N[\c m[q g_hs_l[be[h e_j[^[ \[ham[ Yahudi Khaibar kebun kurma dan ladang daerah Khaibar, agar mereka yang menggarapnya dengan biaya dari mereka sendiri, dengan perjanjian, Rasulullah saw mendapatkan m_j[lob ^[lc b[mcf j[h_hhs[.‛ (H[^cnm Rcq[s[n Monn[`[koh ‘[f[cb). Musharakah adalah bentuk kemitraan di mana dua pihak atau lebih berbagi modal, keuntungan, dan risiko dalam suatu proyek atau bisnis. Sebagaimana dalil Al-Qol’[h Aff[b So\b[h[bo q[ T['[f[ \_l`clg[h ^[f[g Qm. Sbā^ *38+: 24:
176 Manajemen Bisnis Syariah ْ ً ُ ٓ ؾُ ْ ؽ َ ة ِ يْ غ ْ ت َ ح َ اِۤء ى َ ط َ ي ُ خ ْ ال َ َ ِ ّ ا ٌ ً د ْ ِي ث َ ن َ ِان َ و َۗ ِجّٖ ا َ ِؽ ى ُ َٰ ِال َ ِم خ َ ج ْ ؽ َ ُ ِ ال َ ؤ ِسُ ب َ َ م ٍ َ ي َ ع ْ د َ ل َ ى َ ال َ ك ُ ّ ه ِ َ ت َ ا ف َ ٍ َ ُ َ ا ُ د ٗ او َ د َ َ َ ع َ و َۗ ْ ً ُ ا ْ َ ٌ ٌ و ْ ِي ي َ ك َ ِج و َٰ ِد ي ٔا اىػه ُ ٍِي َ ؼ َ ا و ْ ٔ ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ ا ال َ ٍؼِال ْ ؽ َ ى ة َٰ ل َ م َب ۩ ا َ ُ َ ا َ ا و ً اِنؽ َ ر رَ َ خ َ و ٗ ّ َ ة َ ر رَ َ ف ْ غ َ خ اش ْ َ ف ‚Dc[ (D[o^) \_le[n[, ‚Sohaaob, ^c[ \_h[l-benar telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan) kepada kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang berserikat itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan sedikit sekali merek[ cno.‛ D[o^ g_s[echc \[bq[ K[gc b[hs[ mengujinya. Maka, dia memohon ampunan kepada Tob[hhs[ ^[h ^c[ n_lmohaeol d[nob m_ln[ \_lni\[n‛ (Qm. Sbā^ [38]: 24). Sedangkan murabahah adalah bentuk jual-beli di mana penjual mengungkapkan harga beliannya kepada pembeli secara jelas dan kemudian menambahkan margin keuntungan yang disepakati (Kartiko, 2019: 1–19). Dengan pemahaman tentang konsep-konsep tersebut, sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam berbagai praktik keuangan sehari-hari. Misalnya, ketika memilih produk perbankan atau investasi yang sesuai dengan prinsipprinsip keuangan Islam, seperti rekening tabungan bebas riba atau investasi dalam instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip mudharabah atau musharakah. Allah Ta'ala berfirman:
Manajemen Bisnis Syariah 177 ْ َ َ ؼ ً ة َ ار َ ِتج َ ن ْ ٔ ُ ه َ ح ْ ن َ ٓا ا َ ِال ِ ِطو ا َ ب ْ ال ِ ة ْ ً ُ ه َ ِ ْ ح َ ة ْ ً ُ ه َ ال َ ٔ ْ ٌ َ ٓا ا ْ ٔ ُ ل ُ ك ْ أ َ ا ح َ ا ل ْ ٔ ُ ج َ ٌ َٰ ا َ ذ ْ ِذد َ ا ال َ ٓ ه ي َ ا َ ا ي اٍض ٰٓ رَ َ ح ا ً ٍ ْ ِخي َ ر ْ ً ُ ِه ة َ ان َ ك َ ه اَلل َ َِۗان ْ ً ُ ه صَ ُ ف ْ ُ َ ٓا ا ْ ٔ ُ ي ُ خ ْ ل َ ا ح َ ل َ و َۗ ْ ً ُ ه ْ ِ ِ ّ ٌ ‚W[b[c il[ha-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. S_mohaaobhs[ Aff[b [^[f[b M[b[ P_hs[s[ha e_j[^[go‛ (Qm. Al-Ncmā' *4+: 29), Lebih jauh lagi, pemahaman tentang instrumen keuangan Islam akan membantu menghindari produk atau praktik keuangan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Ini termasuk menghindari spekulasi berlebihan, transaksi yang tidak jelas, atau mengambil risiko yang tidak sesuai dengan kehati-hatian dalam Islam. Dengan demikian, melibatkan diri dalam pembelajaran tentang prinsip-prinsip keuangan Islam menjadi penting untuk memastikan mengambil keputusan yang tepat dalam praktik keuangan sehari-hari. Pemahaman ini memberikan pijakan yang kokoh dalam mencapai tujuan keuangan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Dengan memiliki pemahaman yang mendalam, sehingga dapat menghindari produk atau praktik keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Hal ini melibatkan upaya untuk menghindari spekulasi berlebihan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, transaksi yang tidak jelas atau tidak transparan, serta mengambil risiko yang tidak sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam Islam. Dalam konteks ini, penting bagi seluruh umat Islam untuk terlibat
178 Manajemen Bisnis Syariah dalam pembelajaran yang berkelanjutan mengenai prinsipprinsip keuangan Islam. Dengan begitu, dapat memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat dalam praktik keuangan sehari-hari. Memahami prinsipprinsip ini memberikan fondasi yang kuat dalam mencapai tujuan keuangan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam yang dipegang teguh. Dalam prakteknya, pemahaman tentang instrumen keuangan Islam membantu untuk memilih produk-produk keuangan yang mematuhi prinsipprinsip syariah. Misalnya, dalam prakteknya dapat memilih pinjaman yang tidak melibatkan riba (bunga) atau gharar (ketidakpastian) dalam transaksi. Dengan memiliki landasan pemahaman yang kokoh tentang prinsip-prinsip keuangan Islam, sehingga dapat menjaga integritas nilai-nilai agama Islam dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan keuangan. Dengan demikian, dapat memastikan bahwa keputusankeputusan keuangan yang diambil sejalan dengan prinsipprinsip agama Islam membantu untuk mencapai tujuan keuangan dengan cara yang sesuai dan bermanfaat. Merujuk pada paparan di atas, maka dapat disimpulkan penambahan nilai saat peminjaman menggunakan uang kartal di zaman modern belum pasti hukumnya riba. Dikarenakan fluktuasi dan inflasi yang mempengaruhi nilai mata uang (fiat). Sehingga nilai uang saat dikembalikan tentu sudah menurun. Lebih masuk akal jika ada penambahan saat pengembalian uang dimasa depan. Berbeda dengan emas yang memiliki harga yang stabil dan tidak terpengaruh inflasi.
Manajemen Bisnis Syariah 179 Definisi riba yang diajarkan Nabi Muhammaad saw yakni pinjam meminjam dalam konteks dinar dan dirham secara nilainya lebih stabil. Dinar dan dirham pada saat itu digunakan oleh masyarakat, sehingga penambahan saat pengeg\[fc[h n_hno [e[h g_g\_l[ne[h ‘j_gchd[g.’ Of_b karena itu diharamkan Nabi Muhammad saw dan hukumnya riba. Keku-rangan pada artikel ini yakni belum disasar dari segi sejarah keuangan mata uang (fiat), kenapa emas sebagai mata uang tergantikan oleh uang kertas dan nilainya selalu turun? Akan terkait juga dengan sejarah Dollar yang bisa dijadikan penelitian selanjutnya. Dengan demikian, dalam konteks keuangan Islam, yakni upaya untuk mencapai kese-pakatan yang adil dalam transaksi keuangan dan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi transaksi tersebut, termasuk fluktuasi nilai mata uang. Tujuan utama adalah menjaga keadilan dan menghindari pembebanan bunga yang tidak adil, sambil tetap mem-perhitungkan risiko dan faktor-faktor lain yang relevan dalam transaksi keuangan. E. Kaidah-Kaidah Riba Kaidah adalah dalil umum yang digunakan dalam dunia ilmu untuk menjelaskan sebuah subjek (pokok peristiwa). Sedangkan kaidah riba adalah dalil umum yang digunakan untuk memahami hukum-hukum yang terkandung di dalam perbuatan riba. Dalam beberapa kitab turats, para ulama fiqh telah melakukan pembahasan terhadap beberapa kasus transaksi dalam bidang muamalat yang bersumber dari penjelasan Al-Qol’[h ^[h Af-Sunnah. Penjelasan yang telah dilakukan oleh para ulama fiqh merupakan peninggalan yang
180 Manajemen Bisnis Syariah sangat agung nilainya keilmuannya sampai dengan hari ini. Di mana para ulama fiqh tidak hanya menjawab permasalahan yang terjadi pada masa mereka, akan tetapi mereka telah berupaya membangun fonsasi dalam bentuk kaidah-kaidah umum untuk menjawab kasus hukum pada masa-masa yang akan datang. Itulah warisan keilmuan yang sangat berharga. Hal ini bisa ditemukan melalu usaha yang keras untuk memahami makna yang ter-kandung dalam Al-Qol’[h ^[h AfSunnah. Di antara usaha yang keras tersebut dilakukan dengan membuat kaidah-kaidah ushuliyah yang memiliki tujuan memahami kasus hukum yang terjadi pada masa itu dan masa yang akan. Berdasarkan beberapa fenomena umum dan khusus di atas maka penulis akan melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah riba dalam hukum ekonomi Islam. Kaidah-kaidah umum ataupun khusus yang dapat digunakan untuk memahami hukum riba adalah sebagai berikut: 1. Kaidah Pertama: ِب. َ ب ىصَ َ ٍع ا ى ػُ ُ ِبخ ا َ ِظ ل ْ ف َ ِم الي ْ ٔ ُ ٍ ُ ِؽ ة ُ ة َ د ْ ِؽب ْ ى َ ا ‚P[nie[h ^[f[g g_g[b[gc g[eh[ mo[no [s[n [^[f[b lafadznya yang bersifat umum, bukan kekhususan pada m_\[\hs[.‛ (I\ho K[nmcl, n.nb.). 2. Kaidah Kedua: حهً كلي يِطتق ميهى جزئياحّ ىحخؽرف أحكآٌا ٌِّ ‚K_jonom[h boeog m_][l[ eoffc (g_hs_folob) s[ha berlaku atas seluruh bagian unit-unitnya agar dapat dikenali hukum darinya. (Al-Taftazani, t.th.).
Manajemen Bisnis Syariah 181 3. Kaidah Ketiga: ا. َ ِٓ خ ِ ّ ِح ئ ْ ز ُ ِػ ج ْ ِمي َ ى ج َ ل َ م ج ْ َ ل َ ت َ ط ْ ِ ُ ِث ٌ َ ِي ّ ل ُ ك ج ْ َ ِ ح ؾّ ُ ك ‚S_nc[j `ilgof[ eoffcs[n (ohcp_lm[f) s[ha ]i]ie diterapkan untuk semua unit-ohcnhs[.‛ (Af-Jurjani, 1983). 4. Kaidah Keempat: . ْ ً ُ اِله َ ٔ ْ ٌ َ أ ْ ً ُ ِن د ْ ي َ ن َ ن ْ و ُ ذ ُ خ ْ ا َ ا ح َ ل َ و ِ د ْ ي َ غ ْ اى ُ ال َ ٌ َ ن ْ و ُ ذ ُ خ ْ أ َ ا ح َ ل ‚Janganlah kamu mengambil harta orang lain. S_\[fcehs[, d[ha[h jof[ il[ha f[ch g_ha[g\cf b[ln[go.‛ (Ibn Asyûr, t.th: 95). 5. Kaidah Kelima: ِ ر َ ٔ ُ ٓ َ ف ٌ ث َ ؽ َ ف ْ ِ َ ٌ ٌّ ر َ ٍض ج رْ َ ك ه ل ُ ك ا. َ ة ‚S_nc[j on[ha-piutang yang mendatangkan manfaat [bagi yang berpiutang, muqridl+ [^[f[b lc\[.‛ (AfSuyuthi: t.th.). 6. Kaidah Keenam: حهً كلي يِطتق ميهى جزئياحّ ىحخؽرف أحكآٌا ٌِّ ‚K_jonom[h boeog m_][l[ eoffc (g_hs_folob) s[ha berlaku atas seluruh bagian unit-unitnya agar dapat dikenali hukum darinya. (Al-Taftazani, t.th.). 7. Kaidah Ketujuh: ٍِٓا. تحري ملى ُ دىيو َ ا ٌَ دل ّ إل ُ فى اىٍؽاٌلِة الإبحث ُ لأغو
182 Manajemen Bisnis Syariah ‚P[^[ ^[m[lhs[ m_go[ jl[en_e go[g[f[b \if_b, kecuali ada dalil yang meng-b[l[ge[hhs[.‛ (Af-Suyuthi, t.th.). 8. Kaidah Kedelapan: ا ِت َ ي ِ ّ اىج َ و ِ ال َ ٔ ْ خ َ أ ْ ال َ ِث و َ ِهِ ْ ٌ َ أ ْ ِث ال َ ٌِِ ْ ز َ أ ْ ال ِ د ُ ي َ غ َ ِب ح ص ْ َ ِبح ا َ اِفٓ َ ِل خ ْ الخ َ ى و َ ٔ ْ خ َ ف ْ اى ِ د ه ي َ غ َ ح ِِد. ائ َ ٔ َ ؽ ْ اى َ و ‚Berubah dan berbedanya fatwa sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi sosial, niat dan adat e_\c[m[[h.‛ (Af-Jauziyah, t.th.). 9. Kaidah Kesembilan: ِ ال َ ٔ ْ خ َ أ ْ ال َ ِث و َ ِهِ ْ ٌ َ أ ْ ِث ال َ ٌِِ ْ ز َ أ ْ ال ِ د ُ ي َ غ َ ِب ح ص ْ َ ِبح ا َ اِفٓ َ ِل خ ْ الخ َ ى و َ ٔ ْ خ َ ف ْ اى ِ د ه ي َ غ َ ح ا ِت َ ي ِ ّ اىج َ و ِِد. ائ َ ٔ َ ؽ ْ اى َ و ‚B_lo\[b ^[h \_l\_^[hs[ `[nq[ m_mo[c ^_ha[h perubahan tempat, zaman, kondisi sosial, niat dan adat e_\c[m[[h.‛ (Af-Jauziyah, t.th.). 10. Kaidah Kesepuluh; ا َِلل. ُ ً ْ ه ُ ح َ ً َ ث َ ِث ف َ د َ ي َ ػ ْ ٍ ْ ِت اى َ ِ د ج ُ ا و َ ٍ َ ِ ْ ي َ أ ‚Dc g[h[ [^[ kemaslahatan, di sana terdapat hukum Aff[b.‛ (Af-Suyuthi, t.th.) 11. Kaidah Kesebelas: . )رواه البخارى ؼَ أةٔ ْرخره( ٌ ً ْ ي ُ ع ِ يَ ن َ غ ْ اى ُ و ْ ط َ ٌ
Manajemen Bisnis Syariah 183 ‚M_hoh^[-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh il[ha g[gjo [^[f[b mo[no e_t[fcg[h.‛ (Al-Bukhari dari Abu Hurairah). 12. Kaidah Kesuabelas: إذا اتحذ الججصان خرم اىزيادة واىجصاء واذا الخخيف الججصان حو اىخفاؽو طٔن اىجصصاء. ‚Jce[ m[g[ \_hnoe e_^o[ \[l[ha g[e[ b[l[g (lc\[ fadl dan h[mc’[b) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap b[l[g lc\[ h[mc[b.‛ (Af-Shabuni, t.th: 392) 13. Kaidah Kesebelas: لا ريبا إلا فيٍا نيو أو وزن مما يأ كل أو يشرب. )رواه الدار اىلطنى( ‚Tidak ada riba, kecuali pada yang ditimbang atau s[ha ^c^[j[n ^[lc [j[ s[ha ^cg[e[h ^[h ^cgchog.‛ (AlJauziyah, t.th.). 14. Kaidah Ketigabelas: كلهً رئٔس أٌالهً لا حغئٍن ولا حغئٍن. ‚M[e[ \[acgo jieie b[ln[go; e[go nc^[e g_ha[hc[s[ ^[h nc^[e jof[ ^c[hc[s[ (^cloace[h).‛ 15. Kaidah Keempatbelas: . )رواه البخارى( َ اء ؾَ َ ك ْ ً ُ ه ُ ِ صَ ْ خ َ ً أ ُ ن ُ د ْ ي َ خ
184 Manajemen Bisnis Syariah ‚S_\[ce-baik orang di antara kalian adalah orang s[ha j[fcha \[ce j_g\[s[l[h on[hahs[.‛ (HR. AfBukhari). 16. Kaidah Ketigabelas: ٍة ... َ ر َ س ْ ح َ ى ٌ َ ل ِ إ ٌ ة ِغرَ َ ِ َ ٍة ف َ ر ْ س ُ ؼ ْ و ُ ذ َ ان َ ك ْ ِن إ َ و ‚D[h Jce[ c[ (il[ha s[ha \_l\on[ha cno) ^[f[g kesulitan, berilah tangguh sampai c[ \_le_f[j[ha[h.‛ (Qs. 2: 280). 17. Kaidah Kelimabelas: اىِهى يؾخؼ اىفصاد فى اىٍِهي ؼِّ فى اىٍؽاٌلات ‚L[l[ha[h n_lb[^[j j_le[l[ go[g[f[b [e[h g_hs_\[\e[h lom[ehs[ [k[^ go[g[f[b n_lm_\on.‛ (A\o Zahra, t.th.: 182-183). Artinya, akad jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di dalamnya. 18. Kiadah Keenambelas: اىِهى لا يؾخؼ اىفصاد فى اىٍِهي ؼِّ فى اىٍؽاٌلات ‚L[l[ha[h n_lb[^[j j_le[l[ go[g[f[b, nc^[e [e[h menyebabkan rusaknya akad muamalah n_lm_\on.‛ (A\o Zahra, t.th.: 182-183). Artinya, akad jual beli yang dilakukan antara penjual dan pembeli tidak batal, alias jual beli tersebut tetap sah, hanya saja hukum akadnya menjadi makruh.
Manajemen Bisnis Syariah 185 Selain kaidah-kaidah tersebut di atas, kaidah dasar Fiqh Muamalah Kontemporer juga meliputi beberapa prinsip utama, yaitu: a. Al-maslahah atau kemaslahatan: Kemaslahatan atau manfaat bagi masyarakat harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer. b. Al-'urf atau nilai-nilai budaya: Norma-norma budaya yang berlaku dalam masyarakat harus diperhatikan dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah. c. Al-'adah atau tradisi masyarakat: Adat dan kebiasaan masyarakat juga harus menjadi pertimbangan dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah. d. Al-'adl atau keadilan: Keadilan harus menjadi prinsip utama dalam menentukan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer, baik dalam hubungan antara individu maupun antara individu dengan masyarakat. e. Al-mudarabah atau kerjasama: Prinsip kerjasama dan saling menguntungkan antara individu dan masyarakat harus diperhatikan dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer. f. Al-bay' atau jual beli: Prinsip jual beli yang sesuai dengan syariah harus diterapkan dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer. g. Al-hiwalah atau pemindahan: Prinsip pemindahan risiko atau tanggung jawab harus diperhatikan
186 Manajemen Bisnis Syariah dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer. Kaidah-kaidah dasar ini menjadi acuan dalam menetapkan hukum Islam dalam masalah muamalah kontemporer, seperti jula beli riba, dan juga menjadi dasar bagi pengembangan produk-produk keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, investasi syariah, dan sebagainya. W[ff[bo [’f[g.[] *) Penulis adalah Pengajar pada Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung.
Manajemen Bisnis Syariah 187 BAB 10 PELAJARAN RASUL DALAM BISNIS
188 Manajemen Bisnis Syariah A. Rasul Sebagai Pebisnis Secara umum bisnis atau niaga dapat diartikan sebagai kegiatan memperjualbelikan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh laba (Wikipedia, 2023). Abd. Misno memberikan pengertian bisnis sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien. Maka pada pengertian tersebut Rasulullah SAW adalah sosok yang dikenal sebagai pebisnis ulung. Sejarah mencatat bahwa sebelum diangkat menjadi rasul utusan Allah, Muhammad SAW telah menjalani kegiatan pada umumnya masyarakat Arab ketika itu, yakni berniaga. Seperti yang dituliskan para sejarawan, Al-Mubarakfuri (2008) mencatat diusia 12 tahun, Muhammad SAW mulai diperkenalkan dengan dunia perniagaan saat pamannya mengajaknya pergi berdagang ke Syam. Dimana dalam perjalanan bertemu dengan pendeta Bahira yang kemudian menyarankan agar Abu Thalib mengurungkan membawa Muhammad ke Syam demi keamanannya. Dimana sebelumnya, pada masa awal remaja, dalam pengasuhan pamannya, Muhammad SAW pernah menjadi seorang penggembala domba keluarganya dan milik penduduk Makkah untuk mendapatkan upah dinar dari pemiliknya. (Zulyadain dan Sugianto, 2021) Keahlian bisnis Rasulullah mulai diuji ketika Rasulullah berusia 17-20 tahun. Rasulullah harus bersaing dengan pemain-pemain bisnis senior tingkat regional. Pada usia 17
Manajemen Bisnis Syariah 189 Tahun Nabi Muhammad SAW sudah di beri mandat penuh oleh pamannya untuk berdagang dari dagangannya. Bahkan menurut Hendro (2016) hingga usia 20 tahun beliau sudah hampir menguasai Pusat Bisnis Global di zamannya. Selanjutnya, memasuki usia 25 tahun Muhammad SAW dipercaya membawa barang dagangan milik Khadijah ke Syam. Dimana Khadijah saat itu dikenal seorang saudagar yang terpandang dan kaya raya. Begitu mendengar kabar tentang kredibilitas Muhammad, Khadijah mempercayakan dagangannya untuk dijalankan dengan tawaran imbalan yang besar. Alhasil dagangan yang dijalankan oleh Muhammad SAW memperoleh keuntungan yang besar, bahkan Khadijah tidak pernah memperoleh laba yang sebegitu melimpah sebelumnya. Kehidupan sebagai pebisnis dijalani sehingga datanglah masa beliau menerima risalah kenabian. Fakta sejarah yang sedemikian cemerlang menjadikan Rasulullah SAW menjadi manusia paling sukses didunia, sebab tidak hanya sukses dalam keagamaan tetapi juga dalam keduniawian sebagaimana dituliskan oleh Michael Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History. B. Motivasi Bisnis Dari Rasulullah Setelah diangkat menjadi rasul dengan turunnya wahyu pertama dan selanjutnya disibukkan oleh tanggung jawab dan tugas dakwah mengajak umat untuk beriman kepada Allah, Rasulullah tidak lagi memiliki kesempatan untuk menjalankan bisnisnya. Meskipun demikian banyak sekali riwayatriwayat hadits yang menjadi motivasi bagi umat Islam untuk
190 Manajemen Bisnis Syariah berbisnis. Misalnya Al-Hafizh Al-‘Ilikc (2005) menukil sebuah hadits: ً ُ ه ْ ح َ ل َ م ة َ ار َ ِ ج ّ الت ة ن ِ ِ إ َ ف ا َ ِفيٓ ث َ ؽ ِس ْ ة أؼظار اىرزكث ‚H_h^[ef[b e[fc[h \_l^[a[ha e[l_h[ \_l^[a[ha g_loj[e[h m_g\cf[h ^[lc m_jofob jchno lctec.‛ Meskipun status hadits ini dinilai lemah sebab termasuk dalam kategori hadits mursal, namun dapat digunakan sebagai fadhail al-[’g[f dan motivasi. Dimana seolah-olah Rasulullah ingin memberikan semangat umat Islam untuk dapat berdikari dengan berbisnis. Mengingat kesempatan untuk mendapatkan rezeki dari jalan berdagang terbuka sangat luas. Dari hadits di atas juga seakan Rasulullah ingin menyampaikan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk dapat menjalankan suatu bisnis. S_h[^[ ^_ha[h b[^cnm ^c [n[m, Ig[g Y[bs[ \ch M[’ch (1979) meriwayatkan: ِة َ ار َ ج ّ ِي الِت ف ِ ق ْ ز ِ اىر ِ ار َ ظ ْ ؼ َ أ ُ ث َ ؽ ِس ْ ة ‚S_g\cf[h ^[lc m_jofob jchno l_d_ec [^[ ^[f[g j_l- ^[a[ha[h‛. Imam Jalaluddin Al-Suyuthi menukil hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Thabrani dan Al-Hakim. ُب َ ح ْ ِب أط ص ْ َ اله ُ و َ ٍ َ ِ ؼ و ُ ج َ اىر ِدِه َ ي ِ ة ه كل َ و ٍػ ْ ي َ ة ٍ ور ُ د ْ ب َ ٌ ‚S_\[ce-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.
Manajemen Bisnis Syariah 191 Hadits di atas menegaskan bahwa Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja sebagai sarana mendapatkan rezeki dan menjauhi meminta-minta. Dan diantara pekerjaan yang paling baik ialah berbisnis atau berniaga. Syaratnya bisnis yang dijalankan ialah bisnis yang mabrur, yaitu bisnis yang memnuhi rukun dan syarat jual beli, terbebas dari akad bermasalah dan selamat dari berbagai macam bentuk penipuan. C. Teladan Bisnis Dari Rasulullah Islam adalah agama yang realistis dan tidak menafikan fungsi dari arti pentingnya harta guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sementara itu, tidak semua kekayaan yang disediakan oleh Allah berupa harta yang siap dimanfaatkan. Untuk itu manusia harus kemudian berusaha menggali potensi yang ada tersebut. Islam melalui tuntunan Al-Qol’[h ^[h n_f[^[h R[mfoff[b tidak membiarkan manusia berusaha mencari harta menurut cara dan kehendaknya sendiri. Sebab potensi penyimpangan akan selalu ada, termasuk dalam dunia bisnis yang merupakan salah satu cara untuk mendapatkan harta yang halal. Mengingat tidak semua sepak terjang manusia dalam dunia bisnis tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Keabsahan suatu bisnis tergantung pada banyak syarat dan kriteria. Untuk itu Rasulullah telah memberikan teladan mengenai cara berbisnis yang ideal yang tentu saja tidak hanya berorientasi pada profit semata, melainkan juga keberkahan. Selannjutnya jika berbicara mengenai keteladaan Rasulullah dalam berbisnis maka tidak dapat
192 Manajemen Bisnis Syariah terlepas dari sifat-sifat wajib yang melekat pada diri seorang Rasul yaitu Sidiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah. 1. Sidiq dan Amanah Sejarah mencatat bahwa Rasulullah dikenal secara luas sebagai orang yang memiliki integritas tinggi (al- [gīh). Integritas dan kejujuran Rasulullah mendapatkan perhatian khusus dari salah satu perempuan pengusaha sukses, Siti Khadijah, yang kemudian melamarnya menjadi pendamping hidupnya, untuk mewakilkan usaha dagangnya kepada Rasulullah. Toshihiko Izutsu (2016) dalam bukunya Muhammad The Perfect Man menggambarkan Rasulullah merupakan sosok yang sangat teruji kejujurannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa dalam ajaran Islam, keramahan adalah disajikan sebagai kualitas fundamental dan moral yang tinggi. Lebih jauh Izutsu menilai dibandingkan dengan agama-agama lain, ajaran Islam tentang keramahtamahan lebih rinci, unggul dan luar biasa. Prinsip-prinsip usaha yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti kejujuran (ash-shidqu), keadilan (al-‘[^ālah), dan lain sebagainya, kemudian diterapkan saat Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi kepala negara di Madinah dalam upayanya menjaga stabilitas perekonomian Madinah saat itu. (Masduki et al., 2019) Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (1925) dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah melakukan inspeksi ke pasar: