The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Dalam "Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya," pembaca akan dihadapkan pada pemahaman mendalam tentang peran bank dan lembaga keuangan dalam menyokong aktivitas ekonomi yang kompleks. Buku ini menjelaskan evolusi lembaga keuangan dari masa lalu hingga masa kini, membahas peran mereka dalam mengalihkan risiko, menyediakan layanan keuangan, serta memfasilitasi investasi yang penting untuk pertumbuhan ekonomi.

Dengan pendekatan yang terperinci namun mudah dipahami, pembaca akan diajak untuk mengeksplorasi berbagai konsep kunci seperti perbankan syariah, pasar modal, dan tantangan regulasi yang dihadapi sektor keuangan. Buku ini tidak hanya memberikan wawasan yang kuat bagi mereka yang baru memasuki bidang ini, tetapi juga menawarkan perspektif yang berharga bagi praktisi keuangan yang berpengalaman yang ingin menggali lebih dalam makna dan dampak lembaga keuangan dalam ekonomi global.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-06-02 22:33:01

Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan

Dalam "Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya," pembaca akan dihadapkan pada pemahaman mendalam tentang peran bank dan lembaga keuangan dalam menyokong aktivitas ekonomi yang kompleks. Buku ini menjelaskan evolusi lembaga keuangan dari masa lalu hingga masa kini, membahas peran mereka dalam mengalihkan risiko, menyediakan layanan keuangan, serta memfasilitasi investasi yang penting untuk pertumbuhan ekonomi.

Dengan pendekatan yang terperinci namun mudah dipahami, pembaca akan diajak untuk mengeksplorasi berbagai konsep kunci seperti perbankan syariah, pasar modal, dan tantangan regulasi yang dihadapi sektor keuangan. Buku ini tidak hanya memberikan wawasan yang kuat bagi mereka yang baru memasuki bidang ini, tetapi juga menawarkan perspektif yang berharga bagi praktisi keuangan yang berpengalaman yang ingin menggali lebih dalam makna dan dampak lembaga keuangan dalam ekonomi global.

Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 89 b. Moneter kontraktif untuk memperlambat kegiatan perekonomian dengan cara penurunan jumlah uang beredar atau peningkatan tingkat suku bunga saat terjadi inflasi. Sebagai pemegang kendali money supply, pelaksanaan kebijakan moneter untuk mencapai tujuan dilakukan dengan penetapan target yang ingin dicapai dan dengan instrument apakah target tersebut hendak dicapai (Marzuki, 2021). Instrumen pelaksanaan kebijakan moneter diantaranya: a. Operasi pasar terbuka, kebijakan ini merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang bertujuan agar mencapai target suku bunga PUAB (pasar uang antar bank), dengan cara memperjualbelikan sertifikat Bank Indonesia, sertifikat deposito dan surat berharga pasar uang (Indonesia, 2024); b. Kebijakan diskonto (discount rate), Bank Sentral merupakan sebagai sumber dana bagi bank-bank umum dalam meminjamkan dana. Maka, Bank Sentral menetapkan (mematok) nilai suku bunga yang harus dibayar oleh bank umum agar peredaran jumlah uang teratur; c. Penentuan cadangan kas minimal, Bank Sentral menetapkan nilai cadangan minimal yang harus dimiliki oleh bank umum (persediaan bersih), sehingga mampu mengontrol kemampuan bank umum dalam melakukan pinjaman kepada masyarakat;


90 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan d. Persuasi moral (Moral suasion), kebijakan ini dengan mengadakan pertemuan untuk menghimbau bank-bank umum agar mengikuti dan mentaati kebijakan yang sudah ditetapkan. 2. Stabilitas Sistem Keuangan Dalam perekonomian, stabilitas sistem keuangan memiliki peran yang begitu penting. Kondisi sistem keuangan yang stabil apabila berfungsi dengan efektif, efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang muncul dari luar negeri maupun dalam negeri sendiri. Apabila stabilitas sistem keuangan terjaga dengan baik, maka fungsi layanan jasa keuangan dan intermediasi lainnya pada sistem keuangan dapat berjalan secara optimal (Indonesia, Stabilitas Sistem Keuangan, 2024). Sebaliknya, apabila sistem keuangan tidak stabil dapat membahayakan serta menghambat perekonomian suatu Negara. Krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 yang terjadi di sebagian Negara Asia termasuk Indonesia berdampak buruk bagi perekonomian. Krisis ini diawali dengan jatuhnya nilai mata uang Thailand (Baht) terhadap mata uang Amerika Serikat (Dolar) yang selanjutnya menyebar ke Negara-negara Asia seperti Singapura, Indonesia dan Korea Selatan. Pada saat krisis ini mengakibatkan percepatan pertumbuhan ekonomi domestik sehingga melebihi batas kemampuan suatu Negara, kepercayaan investor menurun (asing dan domestik), serta menurunkan berbagai produksi pada industri bahan baku impor. Maka, agar menjaga stabilitas sistem keuangan


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 91 terdapat upaya dengan menerapkan kebijakan makropudensial dan mikroprudensial (Wiku & Ayuningtyas, 2021). a. Kebijakan makroprudensial, kebijakan ini merupakan kebijakan utama dari Bank Sentral yang bertujuan untuk memelihara stabilitas intermediasi keuangan, misalnya jasa pembayaran, pinjaman atas resiko dan intermediasi kredit. Kebijakan ini mengarah pada analisis sistem keuangan secara menyeluruh dari lembaga keuangan yang berada di Indonesia (Silalahi, 2018); b. Kebijakan mikroprudensial, kebijakan ini merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), OJK melakukan pengawasan dan evaluasi tingkat kesehatan individu (bank, lembaga keuangan non bank, dan lain-lain); Bank Indonesia selaku Bank Sentral melaksanakan wewenang dan mandat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dalam hal ini Bank Indonesia mempunyai landasan hukum diantaranya (Indonesia, Stabilitas Sistem Keuangan, 2024): a. Undang-Undang RI No. 9 tahun 2016 terkait Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK); b. Undang-Undang RI No. 21 tahun 2011 terkait Otoritas Jasa keuangan;


92 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan c. Undang-Undang RI No. 4 tahun 2023 terkait Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK); d. Undang-Undang RI No. 2 tahun 2020 terkait Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Virus Covid-19 dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UndangUndang; e. Peraturan Bank Indonesia No. 16/11/PBI/2014 terkait Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. Bank Indonesia melaksanakan serta menetapkan kebijakan makroprudensial dengan upaya-upaya sebagai berikut: a. Upaya mendorong intermediasi yang berkualitas, seimbang serta berkelanjutan; b. Upaya memitigasi dan mengelola risiko sistemik; c. Upaya meningkatkan inklusi keuangan, inklusi ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan; Dalam melaksanakan tugas tersebut, UndangUndang memberikan wewenang kepada Bank Indonesia sebagai berikut: a. Pengaturan terkait makroprudensial; b. Pengawasan terkait makroprudensial (pemeriksaan dan pengenaan sanksi);


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 93 c. Pengembangan serta pengaturan pembiayaan inklusif dan keuangan yang berkelanjutan; d. Penyediaan dana untuk Bank, dalam menjalankan fungsi lender of the resort; e. Reverse repo dan pembelian Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ketika LPS memerlukan likuiditas; f. Koordinasi dengan otoritas-otoritas terkait. Dalam megoperasikan kebijakan makroprudensial, Bank Indoensia memerlukan beberapa proses operasional diataranya; (Agung, Harun, & Deriantino, 2021) a. Melakukan asesmen terkait kondisi stabilitas sistem keuangan terhadap elemen sistem keuangan, seperti pada sistem bank, lembaga keuangan non bank, pasar keuangan, rumah tangga dan korporasi non keuangan. Dari surveilans pada sistem-sistem keuangan tersebut maka dapat diidentifikasi apakah sistem keuangan tahan/tidak terhadap gejolak.. b. Melakukan rumusan kebijakan makroprudensial yang dirancang khusus untuk memitigasi risiko sistemik dari faktor kerentanan dan hasil identifikasi risiko. Pilar kebijakan makroprudensial yang ada di Indonesia terbagi menjadi tiga, diantaranya; (Agung, Harun, & Deriantino, 2021) a. Dimensi time-series yang ditujukan agar menekan risiko apabila terjadinya prosiklikalitas yang


94 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan berlebih pada sistem keuangan, maka suatu kebijakan didesain sehingga bisa meminimalisasi prosiklikalitas. Bank Indonesia sudah secara aktif memakai instrument yang bersifat countercyclical, diantaranya Countercyclical Capital Buffer (CCB) yang menggunakan modal sebagai instrumennya, Penyangga Likuditas Makroprudential (PLM) yang menggunakan likuiditas sebagai instrumennya, Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) yang menggunakan rasio antara pembiayaan dan pendanaan sebagai instrumennya dan Laon To Value (LTV) yang ditujukan terhadap harga properti. b. Dimensi cross-section yang ditujukan agar mencegah menjalarnya dampak sistemik dari kejatuhan lembaga keuangan terhadap lembaga keuangan lain. Kebijakan ini dilakukan agar menekan eksposur yang berlebih dari sebuah institusi yang gagal. c. Pilar inklusi keuangan dengan pengertahuan terkait sistem keuangan yang lebih dalam dan pendiversifikasian dari sisi pendanaan maupun pembiayaan. Kebijakan ini dilakukan dengan upaya mendorong inklusi keuangan, contohnya mendorong rasio pembiayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 95 3. Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah a. Sistem Pembayaran Definisi sistem pembayaran berada pada UndangUndang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pada pasal 1 (ayat 6) menjelaskan bahwa sistem pembayaran merupakan adanya sistem yang mencakup seperangkat aturan, mekanisme dan juga lembaga. Ketiga cakupan tersebut guna melaksanakan pemindahan dana agar mematuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan perekonomian. Tujuan dibuatnya aturan terkait sistem pembayaran salah satunya ialah memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat Indonesia dalam melakukan transaksi agar tidak ada yang dirugikan (Abidin, 2015). Keberhasilan terkait sistem pembayaran dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan, sebaliknya apabila sistem pembayaran berisiko gagal akan berimbas negatif terhadap stabilitas perekonomian suatu Negara (Fauzi, 2023). Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 6 tahun 2009, mengatur penuh tugas Bank Indonesia agar terselenggaranya sistem pembayaran dengan baik, diantaranya: (Rafi, 2022) 1) Mengatur semua jenis pembayaran yang resmi; 2) Memiliki kuasa penuh atas perizinan, penyedia jasa dan berbagai persetujuan;


96 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 3) Memberikan peraturan bagi lembaga atau instansi yang berkaitan dengan sistem pembayaran; 4) Berkuasa penuh atas semua sistem pembayaran kliring; 5) Berkuasa atas berjalannya transaksi nontunai yang bernominal besar. The Committee on Payment and Settlement Systems (CPSS) yang berasal dari kelompok Negara Maju (G10) memberikan prinsip-prinsip yang mendasari sistem pembayaran, diantaranya: (Mulyati, Subari, & Ascarya, 2003) 1) Mempunyai landasan hukum yang kuat; 2) Memiliki aturan serta prosedur risiko keuangan yang akan dihadapi; 3) Memiliki prosedur yang jelas; 4) Menjamin agar setelmen dilakukan pada satu hari yang sama; 5) Memiliki multilateral netting; 6) Satelmen terhadap aset yang digunakan sebaiknya berada di Bank Sentral; 7) Menjamin tingkat kepercayaan dan keamanan operasional; 8) Menyediakan alat untuk melakukan pembayaran praktis; 9) Mempunyai tujuan dan kriteria yang transparan; 10) Pengaturan yang efektif, transparan dan akuntabel. Peran sistem pembayaran dalam perekonomian tentu begitu penting, dilihat dari meningkatnya


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 97 jumlah volume dan nilai transaksi, serta semakin pesatnya perkembangan teknologi. Peran penting sistem pembayaran dalam perekonomian Negara diantaranya: 1) Sebagai bagian penting dalam infrastruktur keuangan untuk mendukung stabilitas perekonomian; 2) Sebagai saluran penting dalam mengendalikan perekonomian yang efektif; 3) Sebagai alat agar dapat mendorong efisiensi perekonomian. Elemen-elemen dalam sistem pembayaran diantaranya: 1) Otorisasi dalam pelaksanaan pembayaran; 2) Pertukaran (kliring); 3) Setelmen antarbank yang terlibat. Mengingat pentingnya sistem pembayaran dalam perekonomian, maka perlu diatur terkait berbagai risiko yang mungkin akan muncul. Risiko pembayaran diantaranya: 1) Risiko kredit, risiko ini muncul ketika salah satu peserta tidak bisa memenuhi kewajiban; 2) Risiko likuiditas, risiko ini ketika salah satu peserta tidak mempunyai cukup dana dalam memenuhi kewajibannya; 3) Risiko hukum, risiko ini ada ketika kerangka hukum lemah atau adanya ketidakpastian hukum; 4) Risiko operasional, risiko ini timbul dari berbagai faktor operasional;


98 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 5) Risiko sistemik, risiko ini ketika salah satu peserta tidakmampu memenuhi kewajiban akibat gangguan sistem. Sistem pembayaran disetiap Negara tentu berbeda-beda tergantung kebijakan situasi ekonomi dan sistem keuangan. Transaksi berawal dari sistem barter atau tukar menukar barang, hingga menggunakan emas disebagian Negara sebagai salah satu bentuk transaksi. Secara umum, sistem transaksi di Indonesia terus mengalami perubahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu penggerak, tradisi masyarakat dan kebijakan otoritas. J_hcs scst_g j_g\[y[r[h ^c Ih^ih_sc[ s[’[t chc terbagi menjadi dua yaitu (Indonesia, Sistem Pembayaran , 2024): 1) Pembayaran tunai, sistem ini menggunakan uang kartal baik uang kertas maupun logam yang berlaku; 2) Pembayaran non-tunai, sistem ini digunakan oleh bank maupun bukan bank, memakai instrument alat pembayaran berupa kartu, cek, nota debit, uang elektronik (card based dan server based) dan lain-lain. Pembayaran non tunai terbagi menjadi dua kelompok jenis transksi diantaranya transaksi bernilai besar dan transaksi ritel. Semakin berkembangnya teknologi digital saat ini, khususnya teknologi finansial, maka pada 14 Agustus 2014 Bank Indonesia mencanangkan sebuah gerakan berupa Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT),


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 99 gerakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, lancar dan efisien. Transaksi non-tunai bertujuan agar meminimalisasi berbagai kendala dalam pembayaran tunai dan khususnya masyarakat tidak perlu membawa uang dalam jumlah banyak untuk pembayaran. Salah satu keberadaan pembayaran non tunai ialah uang elektronik (emoney), uang elektronik menyimpan besaran nilai uang melalui media diantaranya (Atmaja & Paulus, 2022): 1) Chip yang pada umumnya berbentuk kartu fisik, contohnya e-money Mandiri, TapCash BNI, Flazz BCA dan kartu fisik lainnya; 2) Server yang tidak berbentuk kartu fisik, umumnya berbentuk aplikasi (dompet elektronik, dompet digital, e-wallet), contohnya DANA, OVO, Shopeepay dan yang lainnya). Manfaat pembayaran non-tunai memiliki manfaat diantaranya: 1) Dilakukan dimana saja; 2) Mudah; 3) Keamanan yang sudah terjamin; 4) Terdapat banyak diskon dan promosi; 5) Transaksi tercatat sehingga tertata. Selain memberikan manfaat, tentu pembayaran non-tunai memiliki kekurangan diantaranya: 1) Membutuhkan kuota internet; 2) Terdapat pembatasan jumlah penarikan;


100 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 3) Incaran pelaku kejahatan/cyber crime. b. Pengelolaan Uang Rupiah Berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang,, pengelolaan rupiah ditugaskan kepada Bank Indonesia. Pengelolaan uang rupiah harus dilakukan dengan baik untuk mendukung stabilitas moneter, sistem keuangan dan sistem pembayaran yang lancar. Pengelolaan ini agar terjaminnya kesediaan uang yang layak diperedaran, tepat waktu sesuai kebutuhan masyarakat, tidak ada pemalsuan dan denominasi sesuai. Sasaran pengedaran uang Rupiah diantaranya (Mulyati, Subari, & Ascarya, 2003): 1) Dapat memberi kemudahan dalam kelancaran transaksi pembayaran tunai yang diterima masyarakat; 2) Selalu menyediakan jumlah uang tunai dari berbagai pecahan yang cukup; 3) Agar tercipta kelancaran arus uang tunai di regional dan nasional; 4) Penanganan kas yang didukung oleh regulasi. Tahapan pengelolaan rupiah terbagi menjadi enam diantaranya: (Indonesia, Pengelolaan Uang Rupiah, 2024) 1) Perencanaan, Tahapan perencanaan dilakukan oleh Bank Indonesia agar uang yang akan dikeluarkan berkualitas, sehingga memberi kepercayaan terhadap masyarakat. Perencanaan ini memuat ditetapkannya


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 101 jenis dan jumlah pecahan yang akan diedarkan berdasarkan perkiraan kebutuhan pada periode tertentu. Uang yang akan dicetak harus memperhatikan asumsi terhadap tingkat inflasi, pertumbuhan perekonomian, tingkat pemalsuan, masa beredarnya uang serta beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi. Bank Indonesia mempertimbangkan tiga faktor dalam tahapan perencanaan percetakan uang diantaranya: a) Uang yang diedarkan berdasarkan tambahan yang diperlukan oleh masyarakat; b) Mengganti uang yang sudah dimusnahkan karena uang Rupiah tersebut tidak memiliki kelayakan untuk diedarkan; c) Persediaan kas tercukupi dengan ditetapkannya kas minimum serta iron stock nasional. Selain itu, kegiatan perencanaan percetakan uang juga mencakup desain uang yang akan dikeluarkan, ukuran uang, pengaman yang akan ditanam pada uang, gambar utama dan bahan uang. Beberapa faktor yang harus menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam penerbitan uang baru ialah: a) Tingkat pemalsuan b) Nilai instrinsik c) Masa edar d) Kebutuhan masyarakat


102 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 2) Pencetakan Bank Indonesia melakukan percetakan uang berdasarkan rencana pada suatu periode tertentu. Rencana percetakan ini diantaranya mencakup jumlah lembar dan nominal untuk uang kertas dan logam. Tahap percetakan uang dicetak khusus di Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia) sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang merupakan satu-satunya percetakan uang di Indonesia. Apabila Perum Peruri dalam keadaannya tidak mampu memenuhi permintaan Bank Indonesia, maka berhak bekerja sama dengan lembaga lain dengan syarat-syarat tertentu. Kualitas hasil dari percetakan sangat ditentukan oleh bahan uang yang dikirim oleh Bank Indonesia ke Perum Peruri, kemudian hasil cetakan akan diperiksa dengan teliti kembali, yang selanjutnya diserahkan ke Bank Indonesia. 3) Pengeluaran Pengeluaran uang sebagai alat pembayaran yang sah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia di bagian Lembaran Negara Republik Indonesia, kemudian diumumkan diberbagai media massa agar seluruh masyarakat mengetahui adanya uang baru, namun dalam peredaran uang ini masyarakat dilarang untuk menolak. 4) Pengedaran Pengedaran uang baru dilakukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia dengan mengirimkan kepada Kantor-Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwDN)


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 103 yang berada diseluruh Indonesia. Pengiriman uang ini Bank Indonesia bekerjasama dengan instansi pengiriman menggunakan transportasi darat, laut bahkan udara. 5) Pencabutan Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk mencabut atau menarik uang yang tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran sah, hal ini dipertimbangkan karena masa edar uang sudah terlalu lama atau terdapat perkembangan teknologi unsur pengaman. Tujuan penarikan uang dari peredaran juga untuk mencegah serta meminimalisir peredaran uang palsu atau mengganti uang yang sudah memiliki masa edar melebihi tujuh tahun lamanya. Bank Indonesia memberi pengumuman di media massa yang berisi pernyataan bahwa uang tersebut sudah tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga masyarakat bisa menolak apabila dibayar dengan uang yang sudah tidak berlaku tersebut. 6) Pemusnahan Uang yang tidak layak edar dapat dimusnahkan, kegiatan ini dengan cara diracik, dilebur atau dengan cara lain sehingga tidak bisa menyerupai uang Rupiah. Pemusnahan ini harus berkoordinasi dengan pemerintah dengan mewujudkan nota kesefahaman berisi teknis pelaksanaan pemusnahan uang tersebut.


104 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 105


106 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan egadaian merupakan salah satu Lembaga keuangan lainnya yang sudah lama beroperasi di Indonesia. Lembaga ini dimaksudkan untuk memberikan pinjaman – pinjaman kepada perseorangan. Sejarah Lembaga ini sudah cukup lama sejak zaman kolonial. Ia sangat dibutuhkan oleh rakyat kecil. Kredit atau pinjaman yang diberikan didasarkan pada nilai barang jaminan yang diserahkan. Tujuan Lembaga ini adalah mencegah rakyat kecil yang membutuhkan pinjaman agar tidak jatuh ke tangan para Pelepas uang yang dalam pemberian pinjamanmengenakan bunga sangat tinggi dan berlipat ganda (rentenir). Lembaga ini beroperasi dan tersebar di daerah perkotaan (urban) maupun daerah pedesaan (rural). Peranannya tetap penting di masa lalu terutama sebagai akibat kebutuhan ekonomis dan keuangan masyarakat, yang mendesak akan uang tunai dari golongan yang berpenghasilan rendah dengan tata cara pemberian pinjaman yang sederhana. Walaupun tingkat bunga cukup tinggi, namun masih lebih rendah daripada tingkat suku bunga rentenir.(Latumaerissa, 2013). Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai. Dapat disimpulkan bahwa pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang hutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berhutang P


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 107 tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. (Budisantoso & Triandaru, 2011) Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasannya dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan biayabiaya mana yang harus didahulukan. (Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1150). Berdasarkan rumusan yang diberikan tersebut dapat diketahui bahwa untuk dapat disebut gadai, maka unsurunsur dibawah ini harus dipenuhi: 1. Gadai diberikan hanya atas benda bergerak. 2. Gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai. 3. Gadai memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preferent). 4. Gadai memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului tersebut.


108 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan Pegadaian adalah lembaga keuangan yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya berupa pembiayaan kredit kepada masyarakat dalam bentuk penyaluran dana dengan jumlah yang relatif kecil maupun jumlah yang besar atas dasar gadai, juga sebagai jasa titipan, jasa taksiran. Barang yang digadaikan harus memiliki nilai ekonomis sehingga dapat di jadikan nilai taksiran oleh pihak gadai. Pegadaian merupakan kegiatan menjamin barang-barang berharga untuk memproleh uang dan barang yang dijaminkan akan di tebus kembali oleh nasabahnya sesuai perjanjian kedua belah pihak (Kasmir, 2012). Barang yang dijadikan agunan dapat di tebus dan dapat di perpanjang waktu pinjamannya jika belum mampu untuk menebusnyaoleh nasabah sesuai jatuh tempo yang telah di tentukan. Namum, barang akan dilelang pada saat nasabah tidak mampu melunasi barang agunannya tersebut serta pihak gadai akan memberikan sisa uang lelang jika ada kepada nasabah yang bersangkutan. Kontribusi pegadaian sebagai lembaga keuangan bagi perekonomian indonesia khusunya dalam layanan keuangan melalui penyaluran dana pinjaman dengan sistem gadai sangat membantu masyarakat juga pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam memenuhi kebutuhan dana tunai serta akses pendanaan secara cepat, mudah dan administrasi yang sederhana. Usaha pegadaian dapat dicirikan sebagai berikut, menurut Kasmir (Kasmir, 2012): 1. Terdapat barang berharga yang akan digadaikan,


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 109 2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan, 3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali. Perkembangan lembaga pegadaian dimulai dari Eropa, yaitu negara-negara Italia, Inggris, dan Belanda. Pengenalan usaha pegadaian di Indonesia diawali pada masa awal masuknya kolonial Belanda, yaitu sekitar akhir abad ke-19, oleh sebuah bank yang bernama Bank Van Lening.2 Pada zaman kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih usaha Dinas Pegadaian dan mengubah status pegadaian menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian berdasarkan Undang-Undang No 19 Prp. 1990. Perkembangan selanjutnya pada tanggal 11 Maret 1969 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 7 Tahun 1969 PN Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan). Kemudian pada tanggal 10 April 1990 Perjan Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. (Kasmir, 2012) Kegiatan usaha perum pegadaian dipimpin oleh sebuah dewan direksi yang terdiri dari seorang direktur utama dan beberapa direktur. Masa jabatan dari masingmasing anggota dewan direksi adalah 5 (lima) tahun, dan setelah masa jabatan tersebut berakhir yang bersangkutan dapat diangkat kembali. Di samping dewan direksi yang


110 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan bertugas menjalankan dan mengelola kegioatan usaha, Perum pegadaian juga mempunyai sebuah dewan pengawas yang fungsi utamanya adalah untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha Perum pegadaian agar selalu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat merealisasikan misinya untuk membantu masyarakat dalam bidang pendanaan atas dasar hukum gadai. Dewan juga bertanggung jawab untuk mengawasi pengelolaan keuangan Perum Pegadaian agar badan usaha ini tidak mengalami kerugian yang dapat memberatkan keuangan negara. Anggota dewan direksi dan dewan pengawas diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul Menteri Keuangan. Dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan Perum Pegadaian, Menteri Keuangan dibantu oleh sebuah Direktorat Jenderal. (Budisantoso & Triandaru, 2011) Kegiatan usaha Perum Pegadaian dapat diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain :(Budisantoso & Triandaru, 2011) 1. Penghimpunan Dana Dana yang diperlukan oleh Perum Pegadaian untuk melakukan kegiatan usahanya berasal dari : a. Pinjaman jangka pendek dari perbankan Dana jangka pendek sebagian besar adalah dalam bentuk ini (sekitar 80% dari total dana jangka pendek yang dihimpun)


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 111 b. Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang kepada rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar, pendapatan diterima di muka, dan lain-lain) c. Penerbitan obligasi Sampai dengan tahun 1994, Perum Pegadaian sudah 2 kali menerbitkan obligasi yang jangka waktunya masing-masing 5 tahun. Penerbitan pertama adalah pada tahun 1993 sebesar Rp 25 miliar dan penerbitanyang kedua kalinya adalah pada tahun 1994 juga sebesar Rp 25 miliar, sehingga sampai dengan tahun 1994 total nilai obligasi yang telah diterbitkan adalah Rp 50 miiliar. d. Modal sendiri Modal sendiri yang dimiliki Perum Pegadaian terdiri dari : 1) Modal awal ; kekayaan negara di luar APBN sebesar Rp 205 miliar 2) Penyertaan modal pemerintah iii) Laba ditahan : laba ditahan ini merupakan akumulasi laba sejak perusahaan pegadaian ini berdiri pada masa Hindia Belanda. 2. Penggunaan Dana Dana yang telah berhasil dihimpun kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha Perum Pegadaian, di antaranya adalah : a. Uang kas dan dana likuid lain b. Pembelian dan pengadaan berbagai bentuk aktiva tetap dan inventaris c. Pendanaan kegiatan operasional


112 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan d. Penyaluran dana e. Investasi lain. 3. Produk dan Jasa Perum Pegadaian Berikut adalah beberapa produk dan jasa yang disediakan oleh Perum Pegadaian. a. Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai Jumlah atau nilai pinjaman yang diberikan masing-masing peminjam sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan. Pinjaman ini pada dasarnya adalah kredit jangka pendek dengan memberikan pinjaman uang tunai dari Rp 10.000 hingga Rp 20.000.000 dengan jaminanbenda bergerak (perhiasan emas, alat rumah tangga, kendaraan, barang elektronik, dan sebagainya) dengan prosedur mudah dan layanan cepat. b. Penaksiran nilai barang Jasa ini diberikan oleh perum pegadaian karena perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir serta petugaspetugas yang sudah berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan digadaikan. Atas jasa penaksiran yang diberikan, perum pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran. c. Penitipan barang Perum pegadaian dapat menyelenggarakan jasa tersebut karena perusahaan ini mempunyai


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 113 d. Jasa lain 1) Penjualan koin emas ONH, yaitu emas yang berbentuk koin yang bisa digunakan untuk tujuan persiapan dana pergi haji bagi pembelinya. 2) Krasida yaitu Kredit Angsuran Sistem Gadai yang diberikan kepada para pengusaha mikro dan kecil (dalam rangka mengembangkan usaha) atas dasar gadai yang pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran. 3) Kreasi yaitu Kredit Angsuran Fidusia, pinjaman kepada para pengusaha mikro dan kecil (dalam rangka pengembangan usaha) dengan konstruksi penjaminan secara fidusia dan pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran. 4) Kresna atau Kredit Serba Guna merupakan pemberian pinjaman kepada pegawai / karyawan dalam rangka kegiatan produktif/konsumtif dengan pengembalian secara angsuran.. 5) Galeri 24 yaitu toko emas yang khusus merancang desain dan menjual perhiasan emas dengan sertifikat


114 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 1. Macam-macam Barang yang Dapat Digadaikan Barang-barang yang dapat digadaikan meliputi : a. Barang perhiasan Perhiasan yang terbuat dari emas, perak, platina, intan, mutiara, dan batu mulia. b. Kendaraan Mobil, sepeda motor, sepedda, dan lain-lain c. Barang elektronik Kamera, refrigerator, freezer, radio, tape recorder, video player, televisi, dan lain-lain. d. Barang rumah tangga Perlengkapan dapur, perlengkapan makan, dan lain-lain. e. Mesin-mesin f. Tekstil g. Barang lain yang dianggap bernilai oleh Perum pegadaian. 2. Cara Penaksiran Megingat besarnya jumlah pinjaman sangat tergantung pada nilai barnag yang akan digadaikan, maka barang yang diterima dari calon peminjam terklebvih dulu harus ditaksir nilainya oleh petugas penaksir. Petugas penaksir adalah orang-orang yang sudah mendapatkan pelatihan khusus dan berpengalaman dalam melakukan penaksiran barangbarang yang akan digadaikan. Pedoman penaksiran yang dikelompokkan atas dasar jenis barangnya adalah sebagai berikut : a. Barang kantong Emas


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 115 1) Petugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan standar taksiran logam yang telah ditetapkan oleh kantor pusat. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi 2) Petugas penaksir melakukan pengujian karatase dan berat 3) Petugas penaksir menentukan nilai taksiran Permata b. Barang Gudang (mobil, mesin, barang elektronik, tekstil, dan lain-lain) 1) Petugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi. 2) Petugas penaksir menentukan nilai taksiran 3. Pemberian Pinjaman Nilai taksiran atas barang yang akan digadaikan tidak sama dengan besarnya pinjaman yang diberikan. Setelah nilai taksiran ditentukan, maka petugas menentukan jumlah uang pinjaman yang dapat diberikan. Penentuan jumlah uang pinjaman ini juga berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai taksiran, dan persentase ini juga telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian berdasarkan golongan yang besarnya berkisar antara 80-90%.


116 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 4. Pelunasan Nasabah dapat melunasi kewajibannya setiap saat tanpa harus menunggu tanggal jatuh tempo. Pelunasan pinjaman besesrta sewa modalnya (bunga) dibayarakan langsung ke kasir disertai surat gadai.Setelah adanya pelunasan atau penebusan yang disertai pemenuhan kewajiban nasabah yang lain, nasabah dapat mengambil kembali barang yang digadaikan. 5. Pelelangan Pelelangan adalah penjualan barang yang digadai, dilakukan oleh Perum pegadaian pada saat yang telah ditentukan di muka apabila hal-hal berikut ini terjadi : a. Pada saat pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa menebus barang yang digadaikan dan membayar kewajiban lainnya karena berbagai alasan, dan b. Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya karena berbagai alasan. Hasil pelelangan barang akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah berupa : 1) Pokok pinjaman 2) Sewa modal atau bunga 3) Biaya lelang.(Budisantoso & Triandaru, 2011).


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 117 Keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya adalah : (Budisantoso & Triandaru, 2011) 1. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari itu juga. Hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit; 2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhinya; 3. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk apa aja, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya. Selain keuntungan tersebut, manfaat yang bisa diperoleh nasabah adalah : 1. Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman dan dapat dipercaya; 2. Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari Perum Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah : 1. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana; 2. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah pemeroleh jasa tertentu dari Perum Pegadaian; 3. Pelaksanaan misi Perum Pegadaian sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam


118 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana. 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh Perum Pegadaian digunakan untuk : a. Dana pembangunan semesta (55%) b. Cadangan umum (20%) c. Cadangan tujuan (5%) d. Dana sosial (20%). (Triandaru & Santoso, 2006) Bersamaan dengan perkembangan produk – produk berbasis Syariah yang kian marak di Indonesia, sector pegadaian juga ikut mengalaminya. Pegadaian Syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank Syariah dengan perum pegadaian membentuk unit layanan gadai Syariah di beberapa kota di Indonesia. Disamping itu, ada pula bank Syariah yang menjalankan kegiatan pegadaian Syariah sendiri. (Soemitra, 2014). Pegadaian Syariah Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti : 1. Tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba 2. Menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan 3. Melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian syariah atau biasa dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau mudharabah (bagi hasil). Sebagai


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 119 penerima gadai atau disebut Mutahim, penggadai akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (Gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut akad gadai syariah dan akad sewa tempat (ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan akad sewa tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.(Budisantoso & Triandaru, 2011)


120 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 121


122 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 1. Definisi Sewa Guna Usaha (Leasing) Leasing berasal dari kata Lease yang berarti sewa atau lebih umum diartikan sewa menyewa yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Industri leasing menciptakan konsep untuk mendapatkan barang modal serta menggunakannya.sebaik mungkin tanpa harus membeli atau memilki barang tersebut. Ditinjau dari sudut ekonomi, leasing dapat pula dikatakan sebagai salah satu cara untuk menghimpun dana yang terdapat didalam masyarakat dan mengivestasikannya kembali dalam sektor-sektor ekonomi terutama yang dianggap produktif. Leasing adalah suatu kegiatan pembiayaan kepada perusahan 1badan hukum atau perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal. Pembayaran kembali oleh peminjam dilakukan oleh peminjam dilakukan secara berkala dan dalam jangka waktu menengah atau panjang. Perusahaan yang menyelenggarakan leasing disebut lessor. sedangkan perusahaan yang mengajukan leasing disebut dengan lessee. (Subagyo, 2002 ). Kieso, et al (2002 :91) menyatakan bahwa sewa adalah suatu perjanjian kontraktual antara seorang lessor dan seorang lessee yang memberi hak kepada lessee untuk menggunakan harta tertentu yang


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 123 dimiliki oleh lessor selama periode waktu tertentu dengan memberikan imbalan berupa pembayaran tunai yang biasanya periodik. Prihadi (2011: 241) menyatakan bahwa sewa adalah perjanjian antara lessor (pemilik aset) dengan lessee untuk menggunakan suatu aset sewaan selama periode yang disepakati. Untuk manfaat sewa yang diterimanya lessee memberikan pembayaran kepada lessor. Komar Andasasmita mendefinisikan bahwa leasing merupakan menyangkut perjanjian-perjanjian yang dalam mengadakan kontrak bertitik pangkal dari korelasi eksklusif diantara lamanya suatu kontrak dengan lamanya pemakaian (ekonomis) dari barang yang ialah objek kontrak serta disepakati bahwa pihak yang satu (lessor) tanpa melepaskan hak miliknya dari aturan berkewajiban menyerahkan hak nikmat dari barang itu pada pihak lainnya (lessee) sedangkan lessee berkewajiban membayar ganti rugi yang memadai buat menikmati barang tersebut tanpa bertujuan buat memilikinya (juridichie eigendom) (Sri Susilo, 2001 : 221). The Equipment Leasing Assocation (ELA-UK) di Inggris mendefiniskan sewa guna usaha (leasing) sebagai berikut: Sewa guna usaha adalah suatu kontrak antara lessor dengan leassee untuk penyewaan suatu barang jenis barang tertentu langsung dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tetap berada di lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang terebut dengan


124 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan membayar sewa dengan jumlah dan jangka wakti yang ditetapkan. Berdasar SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (Frianto Pandia, 2005 : 110-111) Sewa Guna Usaha (Leasing) menurut Perpres No 9 tahun 2009 tentang lembaga pembiayaan adalah lembaga pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk di gunakan oleh penyewa guna usaha (lessee). Selama jangka waktu tertentu selama masih jangka waktu tertentu berdasarkan pembiayaan secara angsuran. Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1988 atau Pakdes, diperkenalkan suatu lembaga pembiayaan yang salah satu bidang usahanya adalah leasing, meskipun sebelum itu usaha leasing telah dilakukan namun dalam pelaksanaannya usaha leasing dilakukan secara tersendiri. Selanjutnya oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, no.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana yang berkali-kali


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 125 diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK,017/2000, tentang Perusahaan Pembiayaan. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam pakdes 20, 1988 dengan keputusan Menteri Keuangan no.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut : 1) Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar, 2). Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar, 3). Koperasi sebesar Rp. 3 milyar. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK,017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, salah satu lembaga pembiayaan yang dapat dijalankan oleh perusahaan pembiayaan adalah leasing atau sewa guna usaha Dalam Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK,017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan tersebut maka yang dimaksud dengan sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa usaha dengan hak opsi (finance lease), maupun sewa gana usaha tanpa hak opsi (operating lease), untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dibandingkan dengan kredit perbankan, pembiayaan investasi melalui Ieasing lebih memberikan kemudahan-kemudahan karena pengusaha tidak perlu menyediakan jaminan


126 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan (collateral). Asset yang diperoleh melalui leasing merupakan jaminan bagi lessor mengingat status kepemilikan modal objek leasing berada pada lessor, sampai perjanjian berakhir. lessee tidak berhak menjual atau menjadikan barang modal objek leasing sebagai jaminan atas kredit yang diterima pihak lain. Lessee hanya berhak menggunakan barang objek leasing sesuai dengan perjanjian (Juli Irmayanto , 1999 ; 150). Pengadaan barang modal melalui leasing juga dapat dilakukan dengan cara pembelian barang Penyewa Guna Usaha (Lessee) oleh Perusahaan Pembiayaan (Lessor) yang kemudian disewa guna usahakan kembali oleh Penyewa Guna Usaha. Pengadaan dengan cara ini disebut Sales and Lease Back. Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi berada pada Perusahaan Pembiayaan. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha. Menyangkut pengertian leasing dapat dikemukakan definisi yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam membicarakan leasing dan jenis usaha yang berkaitan dengannya. Leasing adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam bentuk penyewaan. Penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka waktu menengah atau


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 127 jangka panjang dimana pihak penyewa (lessee) harus membayar uang secara berkala terdiri dari nilai penyusutan suatu objek leasing ditambah bunga, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan lessor Dari defenisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dan pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam setiap transaksi leasing di dalamnya selalu melibatkan 3 pihak utama, yaitu: a. Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang memiliki hak kepemilikan atas barang b. Lessee adalah peruahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada akhir perjanjian c. Supplier adalah pihak penjual barang yang disewa guna usahakan. Perusahaan leasing dapat diselenggarakan oleh badan usaha yang berdiri sendiri.Keterbatasan usaha leasing adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk utang. Usaha leasing dapat dilakukan oleh : Lembaga keuangan bank, Lembaga keuangan non bank, Perusahaan nasional dan Perusahaan campuran.


128 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 2. Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing) Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan perbedaan perjanjian leasing dengan perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing dengan perjanjian sewa beli dan perjanjian penjualan angsuran. Perjanjian Leasing a. Lessor adalah pihak yang menyediakan dana dan membiayai seluruh pembelian barang tersebut. b. Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan perkiraan umur kegunaan barang. c. Pada masa akhir masa leasing, lessee dapat menggunakan hak opsi (hak pilih) untuk membeli barang yang bersangkutan, sehingga hak milik atas barang beralih pada lessee. Perjanjian sewa beli dan penjualan angsuran Menurut Anwari, (1987: 19) Perjanjian sewa beli dan penjualan angsuran a. Harga pembelian barang sebagian kadang-kadang dibayar oleh pembeli. Jadi penjual tidak membiayai seluruh harga barang yang bersangkutan. b. Jangka waktu yang dalam perjanjia sewa beli dan jual beli angsuran, tidak memperhatikan baik pada perkiraan umur kegunaan barang maupun kemampuan pembeli mengangsur harga barang. c. Pada akhir masa perjanjian sewa beli dan perjanjian jual beli angsuran, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih kepada


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 129 pembeli. Hak milik atas barang beralih dari penjual kepada pembeli. 3. Pemanfaatan Usaha Leasing Pemanfaatan usaha leasing ini sebaiknya berdasarkan pada beberapa factor yang harus diperhatikan, yaitu: a. Pola kebijakan keuangan Pemanfaatan industri leasing sebagaimana bila perusahaan memerlukan suatu tindakan hanya dapat dilakukan jasa leasing misalnya, untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dengan cara meningkatkan efisiensi modal kerja yang ada, yang menurut pertimbangan saat itu jatuh pada pemanfaatan jasa leasing baik dengan cara direct finance maupun sale and lease back. b. Kebijaksanaan Manajer Keuangan. Pola kebijaksanaan manajer keuangan ini biasanya didasarkan pada keinginan agar suatu peralatan harus off balance atau on balance. Maka dengan demikian neraca akan terlihat lain dari yang sebenarnya atau kebijaksanaan lain dalam perbaikan balance sheet. c. Efisiensi Permodalan Perusahaan. Pola kebijaksanaan manajer keuangan yang menginginkan penggunaan tax benefit yang ada untuk membuat efisiensi permodalan perusahaan lebih sehat atau adanya keinginan pada suatu investasi tidak terkena pajak atau sebagainya. (Anwari, 2006 :58-59).


130 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 1. Tujuan Leasing Tujuan leasing adalah guna memudahkan masyarakat dalam memiliki barang modal, walaupun barang tersebut memiliki nilai harga yang tinggi. Selain itu tujuan perusahaan leasing adalah mencari keuntungan dari bunga kredit dari anggunan nasabah seorang karyawan pabrik atau kantoran biasa, yang butuh waktu bertahun-tahun untuk membelinya. Pada dasarnya tujuan utama dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda milik orang lain. Adapun suatu pihak akan melakukan leasing karena didasari oleh tujuan-tujuan berikut ini: a. Mendapatkan barang-barang kebutuhan yang harganya mahal dalam waktu cukup cepat, sehingga Anda dapat langsung menggunakannya sembari mengangsur. b. Menghemat biaya produksi karena pembelian alat tidak dilakukan dalam satu waktu. c. Pihak pemberi leasing biasanya menjalankan pembiayaan ini guna mendapat penghasilan dari bunga pinjaman. 2. Fungsi Leasing Fungsi leasing adalah menyediakan pembiayaan produk dengan jangka menengah. Bedanya, bank konvensional akan memberikan pinjamannya dalam bentuk uang, sedangkan leasing memberikan pinjaman dalam bentuk barang yang selanjutnya barang tersebut harus dicicil atau diangsur. Contoh-


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 131 nya seperti dalam pembelian sepeda motor. Tanpa adanya pihak leasing, kamu harus membeli sepeda motor secara tunai, dan tentunya akan memberatkan. Apalagi jika kamu seorang karyawan pabrik atau kantoran biasa, yang butuh waktu bertahun-tahun untuk membelinya. 3. Manfaat Leasing Manfaat Leasing adalah sebagai berikut: a. Terhindar dari Inflasi Leasing adalah salah satu skema pinjaman yang dapat membantu Anda menghindari inflasi karena pembayarannya dilakukan sesuai dengan satuan keuangan dalam perjanjian sebelumnya. b. Tidak Perlu Jaminan Untuk melakukan leasing, tidak perlu adanya jaminan di muka. Namun, kepemilikan sah atas barang modal atau pembayaran yang telah dilakukan sebelumnya dapat menjadi jaminan transaksi. c. Fleksibel Karena dilakukan dengan sistem kontrak antara lessor dan lessee, kedua belah pihak dapat bernegosiasi terkait banyak hal dan kesepakatannya pun lebih fleksibel. d. Capital Saving Salah satu hal yang menjadi manfaat dari skema leasing adalah lessee tidak perlu mengeluarkan nominal sepeserpun untuk modal awal. Hal ini karena pembiayaan telah disediakan lessor hingga 100%. Jadi Anda bisa menggunakan dana modal untuk kebutuhan lain.


132 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan e. Pelayanan Cepat Karena ditangani oleh perusahaan tertentu, proses pembiayaan leasing dilakukan secara cepat, sederhana, dan efisien. f. Ada Perlindungan Hukum Adanya kontrak yang jelas dan berkekuatan hukum membuat perjanjian antara lessor dan lessee mendapatkan kepastian hukum. Jadi, jangan khawatir akan adanya penipuan dan beberapa risiko lain. g. Dapat Memperoleh Aktiva Manfaat utama leasing bagi seorang lessee adalah bisa mendapatkan aktiva berupa barang modal yang dapat menunjang aktivitas bisnisnya. 1. Unsur-Unsur Leasing Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemberian fasilitas leasing. Dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Masing-masing pihak dalam melakukan kegiatannya selalu bekerja sama dan saling berkaitan satu sama lainnya melalui kesepakatan yang dibuat bersama. Sebagai imbalannya, maka pihak pembeli harus melakukan pembayaran kepada leasing dalam secara dicicil dalam kurun waktu tertentu. Menurut Munir Fuadi menyatakat unsur-unsur atau elemen– elemen dari suatu leasing yaitu (Munir Faudi. 2012 : 3 )


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 133 a. Suatu Pembiayaan Perusahaan Awal mulanya Leasing dimaksudkan sebagai usaha memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangannya, Leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukkan barang yang belum tentu untuk kegiatan usaha. b. Penyediaan Barang Modal Biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oleh lesse umumnya untuk kepentingan bisnisnya c. Keterbatasan Jangka Waktu Apabila ada deal–deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini belumlah dapat dikatakan Leasing, melainkan hanya sewa–menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak Leasing ditentukan untuk berapa tahun Leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan barang tersebut. d. Pembayaran Kembali Secara Berkala Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual/supplier, maka adalah kewajiban lesse kemudian untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai dengan kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak Leasing. e. Hak Opsi untuk Membeli Barang Modal Hak opsi yang dimiliki oleh lesse untuk membeli barang modal pada saat tertentu dengan syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari


134 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan Leasing. Artinya, di akhir masa Leasing diberikan hak kepada lesse untuk apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang telah terlebih dahulu ditetapkan dalam kontrak Leasing yang bersangkutan. f. Nilai Sisa (Residu) Merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lesse di akhir masa berlakunya Leasing atau pada saat lesse mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing. 2. Kriteria Klasifikasi Leasing Smith dan Skousen (1998 : 114) ada empat kriteria klasifikasi Sewa guna usaha ini disebut capital lease /fiancé lease menurut FASB No. 13 , apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Lease mengalihkan kepemilikan harta kepada lessee pada akhir masa lease. b) Lease memuat suatu hak (opsi) pembelian dengan harga murah. c) Masa lease mencapai 75% atau lebih dari tafsiran umur ekonomis harta yang dilease. d) Nilai sekarang dari pembayaran lease yang terendah yang tidak termasuk bagian yang mewakili biaya-biaya pelaksanaan(eksekutori), pada awal masa lease mencapai 90% atau lebih dari nilai pasar wajar kekayaan. Ditambah dengan dua criteria berikut : 1) Kemungkinan tertagihnya pembayaran lease minimum dapat diramalkan 2) Tidak terdapat ketidakpastian yang berarti mengenai jumlah


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 135 penggantian atas biaya yang dikeluarkan terhadap barang yang dilease. Perundang-undangan tentang leasing di Indonesia belumlah tertera dalam undang-undang. Sedangkan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara mereka yang berkepentingan masih menggunkan pedoman perjanjian dan sewa-menyewa yang tertera pada KUHPerdata pada Pasal 1313 KUHPerdata, mengatur tentang perjanjian. (Uh^[ha‒Uh^[ha KUHP_r^[t[ j[^[ P[s[f 1313) B[bw[ perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1548 KUHPerdata mengenai sewa menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi j_g\[y[r[hhy[ ctu. (Uh^[ha‒Uh^[ha KUHP_r^[t[ j[^[ Pasal 1548) Perjanjian pembiayaan leasing asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme di jadikan sebagai dasar pedoman dalam merumuskan isi dari perjanjian pembiayaan leasing yang akan mengikat para pihak dalam masa pelaksanaan perjanjian pembiayaan leasing tersebut Abdul Kadir menyatakan Berdasarkan pasal diatas, tersimpullah unsur-unsur didalam suatu perjanjian, yaitu : (Abdul Kadir. 2010 :.77 ).


136 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 1. Ada pihak-pihak sedikitnya dua orang 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut 3. Ada tujuan yang akan dicapai 4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan 5. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan 6. Ada syarta-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Setiap transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan, yaitu : lessor, lessee, supplier, dan bank atau kreditor 1. Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang serta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut. 2. Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki hak opsi atas barang tersebut. Maksudnya, pihak lessee memiliki hak untuk membeli barang yang di-


Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan 137 lease dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan. 3. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial lease, supplier langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam operating lease, supplier menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau berkala. 4. Asuransi Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang akan di leasingkan. 5. Bank atau Kreditur Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor, terutama dalam mekanisme leverage lease di mana sumber dana pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit


138 Pengantar Bank dan Lembaga Keuangan dari bank, untuk memperoleh barang-barang yang nantinya akan dijual sebagai objek leasing kepada lessee atau lessor. Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1. Independent Leasing Company Independent leasing merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat /sekaligus sebagai supplier atau membeli barang- barang modal dari supplier lain untuk disewakan. Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independent dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease kepada pemakai. Untuk memperoleh gambaran jelas mengenai mekanisme leasing jenis ini dapat dilihat pada Gambar 1. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, misalnya bank-bank, dapat pula disebut sebagai lessor independent. Banyak lembaga keuangan yang bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier


Click to View FlipBook Version