The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku "Ekonomi Syariah: Pendekatan Fundamental" adalah panduan yang menyelidiki prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam dan aplikasinya dalam konteks modern. Penulis membahas konsep inti seperti keadilan, keberkahan, dan transparansi dalam sistem ekonomi syariah, serta bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam berbagai sektor ekonomi.

Dengan penekanan pada keuangan syariah, investasi berkelanjutan, dan perdagangan yang adil, buku ini mengilustrasikan cara di mana ekonomi syariah dapat memberikan solusi bagi tantangan ekonomi global saat ini. Dari perspektif etika dan moral, pembaca diajak untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat menciptakan sistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Penekanan pada tanggung jawab sosial, distribusi kekayaan yang adil, dan penghindaran riba menjadi bagian integral dari diskusi dalam buku ini. Dengan studi kasus dan analisis mendalam, pembaca diberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana prinsip-prinsip ekonomi syariah dapat diterapkan dalam berbagai konteks ekonomi global.

Secara keseluruhan, "Ekonomi Syariah: Pendekatan Fundamental" tidak hanya memberikan wawasan tentang teori ekonomi Islam, tetapi juga mengilustrasikan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diimplementasikan dalam praktik ekonomi sehari-hari. Buku ini menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi mereka yang tertarik untuk memahami lebih dalam tentang konsep-konsep ekonomi syariah dan dampaknya dalam menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-04 04:02:43

Ekonomi Syariah Pendekatan Fundamental

Buku "Ekonomi Syariah: Pendekatan Fundamental" adalah panduan yang menyelidiki prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam dan aplikasinya dalam konteks modern. Penulis membahas konsep inti seperti keadilan, keberkahan, dan transparansi dalam sistem ekonomi syariah, serta bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam berbagai sektor ekonomi.

Dengan penekanan pada keuangan syariah, investasi berkelanjutan, dan perdagangan yang adil, buku ini mengilustrasikan cara di mana ekonomi syariah dapat memberikan solusi bagi tantangan ekonomi global saat ini. Dari perspektif etika dan moral, pembaca diajak untuk memahami bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam dapat menciptakan sistem yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Penekanan pada tanggung jawab sosial, distribusi kekayaan yang adil, dan penghindaran riba menjadi bagian integral dari diskusi dalam buku ini. Dengan studi kasus dan analisis mendalam, pembaca diberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana prinsip-prinsip ekonomi syariah dapat diterapkan dalam berbagai konteks ekonomi global.

Secara keseluruhan, "Ekonomi Syariah: Pendekatan Fundamental" tidak hanya memberikan wawasan tentang teori ekonomi Islam, tetapi juga mengilustrasikan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diimplementasikan dalam praktik ekonomi sehari-hari. Buku ini menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi mereka yang tertarik untuk memahami lebih dalam tentang konsep-konsep ekonomi syariah dan dampaknya dalam menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Ekonomi Syariah Fundamental


Ekonomi Syariah Pendekatan Fundamental Eny Latifah.SE.Sy.,M.Ak., Ahmad Nurhidayat, S.E., M.E., Mappasessu, SH, MH., Muhammad Salman, SE., M.Si., Ak., M Andika Hariz Hamdallah, S.H., M.S.I., M.H., Bobby Ferly, S.H., M.H., C.MT., Risky Yuniar Rahmadieni, S.E.Sy.,M.E., M Gelar Faisal, S.E., M.M., Andika Rendra Bimantara, M.E., Kuliman, SE., M.Si., Meichio Lesmana, M.E., Dhiyaul Aulia Zulni, M.E., Sabri, SE., MM., CRBD., MM., ME.


Ekonomi Syariah Pendekatan Fundamental Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Eny Latifah.SE.Sy.,M.Ak., Ahmad Nurhidayat, S.E., M.E., Mappasessu, SH, MH., Muhammad Salman, SE., M.Si., Ak., M Andika Hariz Hamdallah, S.H., M.S.I., M.H., Bobby Ferly, S.H., M.H., C.MT., Risky Yuniar Rahmadieni, S.E.Sy.,M.E., M Gelar Faisal, S.E., M.M., Andika Rendra Bimantara, M.E., Kuliman, SE., M.Si., Meichio Lesmana, M.E., Dhiyaul Aulia Zulni, M.E., Sabri, SE., MM., CRBD., MM., ME. ISBN: 978-623-8586-10-3 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, April 2024 xii + 200, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kata Pengantar Hormat kami, Dengan kerendahan hati, kami mempersembahkan buku ini tentang ekonomi syariah dengan pendekatan fundamental. Buku ini bertujuan untuk memperkenalkan pembaca pada prinsipprinsip dasar ekonomi Islam yang memberikan landasan kuat bagi sistem keuangan yang berkelanjutan dan inklusif. Ekonomi syariah merupakan paradigma ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika Islam, seperti keadilan, transparansi, dan keberlanjutan. Melalui pendekatan fundamental, buku ini membahas konsep-konsep kunci dalam ekonomi syariah, seperti sistem keuangan Islam, zakat, dan mudharabah, serta menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam konteks ekonomi modern. Kami berharap buku ini dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang ekonomi syariah dan menginspirasi pembaca untuk menerapkan nilai-nilai ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari dan bisnis mereka. Dengan pemahaman yang kuat tentang pendekatan fundamental ekonomi syariah, pembaca diharapkan dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan berkelanjutan.


vi Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung pembuatan buku ini, serta kepada para pembaca yang tertarik untuk menjelajahi lebih jauh konsepkonsep ekonomi syariah. Semoga buku ini menjadi panduan yang bermanfaat dan memperkaya pemahaman kita tentang prinsipprinsip ekonomi Islam yang mencerahkan.


vii Daftar Isi Kata Pengantar .................................................................. v Daftar Isi........................................................................ vii BAB 1 PRINSIP DAN KONSEP DASAR SYARIAH .................................. 1 A. Pengertian Prinsip Syariah...................................................................... 1 B. Konsep Dasar Syariah............................................................................. 2 C. Prinsip-prinsip Dasar Syariah............................................................... 9 BAB 2 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SYARI’AH DI INDONESIA .................................................................... 14 A. Perkembangan Ekonomi Syari’ah .......................................................14 B. Bank Syariah..............................................................................................18


viii C. Baitulmal Watamwil (BMT)...................................................................19 D. Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia ............................24 BAB 3 INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH: ZAKAT, WAKAF DAN SUKUK ................................................................................... 26 A. Pengenalan tentang Instrumen Keuangan Syariah ......................28 B. Zakat;..........................................................................................................29 C. Zakat dalam Al-Quran dan Hadis.......................................................29 D. Penerapan Zakat di Indonesia.............................................................32 E. Wakaf..........................................................................................................34 F. Penerapan Wakaf di Indonesia ...........................................................36 G. Ketiga Sukuk............................................................................................. 37 H. Penerapan Sukuk di Indonesia............................................................40 BAB 4 PERBANKAN SYARIAH: PRINSIP, PRODUK DAN LAYANAN ........ 42 A. Prinsip ........................................................................................................44 B. Produk ........................................................................................................46 C. Layanan .....................................................................................................50


ix D. Tantangan..................................................................................................52 E. Strategi Mengatasi Tantangan............................................................55 BAB 5 ASURANSI SYARIAH ......................................................... 57 A. Prinsip dan Manfaat Asuransi Syariah.............................................59 BAB 6 INVESTASI SYARIAH: PRINSIP, PRODUK DAN RISIKO ............... 67 A. Prinsip Investasi Syariah ......................................................................67 B. Produk ........................................................................................................ 76 C. Risiko ...........................................................................................................81 BAB 7 PASAR MODAL SYARIAH: PERAN DAN PROSPEKNYA ............... 84 A. Pengertian Pasar Modal Syariah ........................................................85 B. Jenis Pasar Modal Syariah....................................................................88 C. Peran Pasar Modal Syariah...................................................................91 D. Prospek Pasar Modal Syariah .............................................................92


x BAB 8 ........................................................................... 94 PENGELOLAAN KEUANGAN PRIBADI DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI SYARIAH ......................................................... 94 A. Pengelolaan Keuangan Pribadi Secara Ekonomi Syari’ah ..........96 BAB 9 KEWIRAUSAHAAN SYARIAH: ETIKA & PRAKTIK BISNIS YANG BERKELANJUTAN ........................................................... 104 A. Konsep Kewirausahaan...................................................................... 104 B. Kewirausahaan Dalam Sudut Pandang Islam............................... 109 C. Etika Bisnis & Praktik Bisnis Berkelanjutan....................................112 BAB 10 EKONOMI SYARIAH DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ... 118 A. Konsep Ekonomi Syariah ................................................................... 120 B. Filosofi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan............................123 C. Relevansi Ekonomi Islam Dan Pembangunan ...............................126


xi BAB 11 PENDIDIKAN EKONOMI SYARIAH: MEMBANGUN LITERASI KEUANGAN ISLAMI ....................................................... 131 A. Literasi Keuangan Islam ..................................................................... 134 B. Prinsip Keuangan Islam........................................................................137 C. Lembaga Keuangan Islam................................................................... 139 BAB 12 ETIKA BISNIS DALAM EKONOMI SYARIAH: TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN ............................................. 141 A. Pandangan Islam dalam Berbisnis ................................................... 142 B. Peraturan Etika Bisnis di Indonesia ................................................ 146 C. Tanggung Jawab Sosial & Lingkungan Bisnis ................................147 D. Implementasi TJSL di Indonesia........................................................ 149 BAB 13 TANTANGAN DAN PELUANG EKONOMI SYARIAH DI ERA DIGITAL ................................................................................. 154 A. Ekonomi Syariah Dari Waktu Kewaktu...........................................155 B. Dasar Ekonomi Syariah....................................................................... 159


xii C. Tujuan dari Ekonomi Syariah (Eksyar)........................................... 160 D. Perkembangan Ekonomi Syariah Di Era Digital ...........................163 E. Tantangan Dan Peluang Ekonomi Syariah/ Islam Di Era Digital .....................................................................................................................167 F. Relevansi Ekonomi Islam dalam Era Digital...................................170 G. Langkah Memajukan Ekonomi Syariah di Era Digital..................171 Daftar Pustaka ............................................................... 174 Tentang Penulis .............................................................. 190


1 A. Pengertian Prinsip Syariah Pengertian prinsip syariah adalah prinsip yang mengacu kepada syariah Islam yang berpedoman kepada alQol’[h ^[h H[^cmn. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan BAB 1 PRINSIP DAN KONSEP DASAR SYARIAH Eny Latifah.SE.Sy.,M.Ak


2 oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah(Kholid, 2018). Dalam lingkup perbankan syariah seringkali prinsip syariah Islam dijadikan acuan dalam menjalankan operasionalnya. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup dengan prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl-watawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram, sebagaimana yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia.(Fitri, 2015) Islam sebagai agama yang memiliki konsep mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Tuhan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas)(Jempa, 2018). B. Konsep Dasar Syariah Konsep Dasar Syariah sebagai sebuah konsep dalam menjalankan kehidupan bagi manusia untuk selalu bisa menjaga diri untuk selalu mengingat Tuhan yang Maha Kuasa. Manusia sebagai kholifah Bumi harus mampu berpegang teguh dengan prinsip syariah yang tersurat dan tersirat dalam hukum Islam dan ajaran Baginda Muhammad Saw dengan sifat terpuji dan pedoman dalam al-Quran dan Hadist. Prinsip syariah yang dijadikan pegangan umat Islam yaitu dengan berpegang teguh dengan pilar ajaran Islam. Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :


3 1. Aqidah Pengertian aqidah Secara etimologis aqidah ber- [e[l ^[lc e[n[ ‘[kc^[-s[’kc^o ’[k^[h-aqidatan. Kaitan [hn[l[ [lnc e[n[ ‚[k^[h‛ ^[h ‚[kc^[b‛ [^[f[b e_s[ech[h itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Jadi aqidah adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang. Makna aqidah secara bahasa akan lebih jelas jika dikaitkan dengan pengertian secara terminologis.(Amri and La Ode Ismail Ahmad, 2018) Secara terminologis terdapat beberapa defenisi aqidah antara lain: a. Menurut Hasan Al-Banna ‘Ak[c^ (\_htuk plural dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keraguraguan. b. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.(Amri and La Ode Ismail Ahmad, 2018) Dari pengertian diatas Aqidah dapat diartikan pilar ajaran Islam yang mengatur terkait keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah SW sehingga dapat membentuk keimanan yang tumbuh di dalam jiwa, hati


4 dan raga seorang muslim. Aqidah menjadi dentuman bagi muslim manakala melakukan berbagai aktivitas di muka bumi untuk selalu mengingat bahwa segala perbuatan yang dilakukan semata-mata mendapatkan keridloan Allah dengan perannya sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah SWT. Selain memahmi makna atas aqidah perlu diketahui juga ruang lingkup yang ada dalam aqidah. Ruang Lingkup Aqidah Menurut Hasan al-Banna meliputi:(Pohan, 2022) a. Ilahiyyat Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan perbuatan Allah dan sebagainya. b. Nubuwwat Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang ^c\[q[ j[l[ R[mof, go’dct[n, R[mof ^[h f[ch sebagainya. c. Ruhaniyyat Yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis,syaitan,roh, malaikat dan lain sebagainya. d. S[g’css[n Y[cno j_g\[b[m[h n_hn[ha m_a[f[ m_mo[no s[ha b[hs[ \cm[ ^ce_n[boc f_q[n m[g’c, s[ehc ^[fcf Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga Neraka dan lainnya. 2. Syariah Syariah berasal dari kata as-ms[lc’[b mempunyai komotasi g[msl[’[b [f-g[’ (sumber air minum). Dalam


5 bahasa arab, ms[l[’[ berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan), dan bayyana al-masalik (menunjukkan jalan). Syariah juga dapat berarti mazhab dan thariqah mustaqimah (jalan lurus). Dalam istilah syariah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah Swt, untuk hamba-hambaNya yang terdiri atas berbagai hukum dan ketentuan yang beragam. Hukum dan ketentuan tersebut disebut syariah karena memiliki konsistensi atau kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup(Sholihin, 2013). Syariah adalah komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah. 3. Akhlaq Aebf[e \_l[m[f ^[lc \[b[m[ [l[\ ‚[ebf[k‛ s[ha merupakan bentuk jamak dari khuluqun, yang artinya penciptaan yang esensinya adalah dorongan halus untuk selalu mencintai kebajikan dan kebenaran atau kepribadian. Secara bahasa, terma khuluqun bermakna budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkatan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan


6 makhluk yang berarti diciptakan. Persesuaian kata di atas mengindikasikan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq [pencipta] dengan perilaku makhluq [manusia]. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk(Amri and La Ode Ismail Ahmad, 2018). Secara terminologi, para pakar berbeda-beda mendefinisikannya, di antaranya adalah; a. Imam al-Ghazali menyebut akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran; b. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak; Ahmad Amin menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia, sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulangulang sehingga mudah melakukannya. Gabungan dari kehendak dan kebiasaan inilah yang melahirkan kekuatan pada diri manusia untuk melakukan perbuatan; c. Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran karena sudah menjadi kebiasaan;


7 d. Abdul Hamid Yusuf mengatakan akhlak adalah ilmu yang memberikan keterangan tentang perbuatan yang mulia dan memberikan cara-cara untuk melakukannya; e. J[’[^ M[of[h[ g_hd_f[me[h [ebf[e [^[f[b cfgo yang menyelidiki gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan mereka dari perbuatan dan perkatan dan menyingkap hakikat-hakikat baik dan burue‛(Pohan, 2022). Akhlak menjadi landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan "Tidaklah sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah"(Wahyudi, 2017) Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu: (Amri and La Ode Ismail Ahmad, 2018) a. Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. b. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila. c. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang


8 mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. d. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara. e. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian. Dalam kebahasaan akhlak sering disinonimkan dengan etika, karakter, dan moral. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulangulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.


9 C. Prinsip-prinsip Dasar Syariah Prinsip-prinsip dasat syariah tercermin dalam Syariat Islam yang diberlakukan oleh Allah kepada manusia, memiliki beberapa tujuan utama guna menjaga dan menarik kemaslahatan serta menolak dan mengantisipasi timbulnya berbagai kerusakan pada lima hal pokok yang menjadi sendi-sendi kehidupan seorang Muslim atau Muslimah yaitu:(Wahyuddin et al., 2023) 1. Menjaga Jiwa (Hifzhun Nafsi) Kedudukan jiwa dalam agama mendapat perhatian yang sangat besar dan vital untuk dijaga dan dipelihara kelangsungannya serta mencegah segala hal yang dapat mengancam atau menghilangkan jiwa/nyawa seseorang. Bahkan untuk kepentingan ini, syariat membolehkan hal-hal yang sebelumnya dilarang pada saat seseorang mengalami kondisi darurat; seperti orang yang tersesat di hutan dan menderita kelaparan yang parah, namun ia tidak menjumpai makanan apapun selain bangkai. Maka dibolehkan baginya memakan daging bangkai tersebut sekedar menjaga nyawanya agar tidak melayang, sehingga tidak boleh berlebihlebihan hingga kenyang. Sebagaimana dijelaskan dalam kaidah-e[c^[b `ckbcss[b \_lceon: ‚Db[lol[n cno ^[j[n memperbolehkan hal-b[f s[ha (m_gof[) ^cf[l[ha.‛ D[h ‚Aj[ m[d[ s[ha ^cj_l\if_be[h e[l_h[ ^[lol[n, g[e[ harus dilaks[h[e[h m_e[^[lhs[.‛ 2. Menjaga Akal (Hifzhul Aqli) Akal adalah nikmat terbesar setelah nikmat kehidupan (nyawa). Dengan akal itulah seseorang dapat


10 memisahkan antara yang haq dan bathil, dapat memilah dan memilih mana yang baik (maslahat) dan bermanfaat serta mana yang merusak (mafsadat) dan merugikan (madharat). Dengan akal, manusia bisa terbang melebihi kecepatan burung dengan diciptakannya pesawat terbang, mengalahkan singa, beruang, buaya, hiu, paus dan lain sebagainya yang kekuatannya dan ukuran tubuhnya jauh lebih besar daripada manusia(Sufyati et al., 2022). Bahkan luar angkasa pun bisa ditembus dan perut bumi bisa dieksploitasi kandungannya untuk kepentingan manusia secara luas. Akal ini pula yang dapat mengantarkan manusia menemukan kebenaran, serta menjemput hidayah. 3. Menjaga Agama (Hifzhud Diin) Agama sebagai penuntun hidup manusia agar teratur, tertib, seimbang lahir dan batin, serta mengarahkan manusia agar hidup bahagia, selamat dan mulia dunia dan akhiratnya. Karena itulah Syariat menetapkan berbagai tuntunan untuk menjaga, merawat dan mempertahankan eksistensi agama, seperti menegakkan sholat lima waktu sebagai tiangnya agama, berjihad melawan penjajah yang dapat membahayakan kelangsungan agama, menyebarkan dakwah Islam baik dengan lisan (dakwah bil lisan), tulisan (dakwah bil kitabah), maupun aksi-aksi sosial (dakwah bil hal). Selain itu juga syariat melarang berbuat syirik (musyrik), kufur (kafir), nifaq (munafiq), keluar dari Islam (murtad), kawin dengan non Muslim,


11 di mana semua itu dapat menggerogoti bahkan bisa meruntuhkan ketahanan agama seorang Muslim/ah. 4. Menjaga Keturunan (Hifzhun Nasli): Keturunan ibarat separuh jiwa keberlangsungan hidup manusia yang diberi anugerah berupa naluri seksual. Dengan berketurunan, manusia akan dapat melanjutkan tugas kekhalifahannya untuk memakmurkan bumi dengan berbagai hal yang bermanfaat bagi sesama sesuai dengan tuntunan ilahiyah. Maka menjaga keturunan menjadi perhatian penting dalam Syariat Islam agar tercipta harmonisasi kehidupan sosial mulai dari lingkungan rumah tangga, komunitas masyarakat hingga tatanan bangsa yang mendukung ketahanan sebuah negara. Untuk tujuan itu, maka Islam mengatur sistem pemeliharaan keturunan berupa disyariatkannya pernikahan agar naluri seksual dapat tersalurkan secara sah dan halal, serta reproduksi manusia dapat terjaga kemaslahatannya dengan melahirkan keturunan yang baik (saleh-salehah). Begitu pula Islam melarang perzinaan dan penyimpangan seksual lainnya yang dapat merusak kemaslahatan keturunan serta mencegah penyebaran penyakit kelamin akibat penyimpangan seksual. Jika tidak dicegah, maka tentu saja akan mengganggu kesehatan dan kenyamanan hidup bermasyarakat. Selain itu juga ditetapkannya pelarangan aborsi, vasektomi dan tubektomi tanpa alasan yang dibenarkan, disebabkan perbuatanperbuatan tersebut terkategori upaya pemutusan keturunan.


12 5. Menjaga Harta (Hifzhul Maal) : Harta merupakan wasilah (perantara) tercapainya berbagai keinginan, hidup bahagia (meski sifatnya relatif), juga bisa mendukung pelaksanaan ibadah. Dengan harta orang bisa membeli pakaian untuk menutup aurat-yang notabene salah satu syarat sahnya sholat, digunakan untuk bersedekah, berzakat, wakaf, hibah, berhaji, mendukung kesuksesan acara-acara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) dan lain sebagainya. Karena itulah harta harus dilindungi eksistensinya karena bisa mendukung tegaknya atau suksesnya perjuangan agama(Latifah, 2023). Terkait manfaat harta yang sangat besar ini, maka syariat mewajibkan umat Islam untuk mencarinya dengan cara yang halal, bahkan menggolongkan pencarian nafkah halal itu sebagai bentuk jihad, yang bila mati saat mencari nafkahnya, maka matinya termasuk mati syahid. Kemudian setelah harta/uang itu diperoleh, hendaklah di-tasharufkan (digunakan) untuk memenuhi kepentingan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta kebutuhan lain yang statusnya halal. Juga tidak lupa untuk berbagi kepada sesama lewat sedekah, zakat, infaq, sedekah, yang bermanfaat untuk melindungi harta dari kejahatan dan musibah sekaligus melipatgandakannya(Latifah et al., 2022). Selain itu tidak diperkenankan pula harta tersebut dipakai secara berlebih-lebihan atau untuk sesuatu yang sia-sia seperti berfoya-foya, merusak barang sendiri dan semacamnya.


13 Maqaashid- al-mb[lc’[b merupakan metode yang luar biasa untuk mengembangkan nilai dan ruh hukum Islam ke dalam berbagai sendi kehidupan. Namun teori ini mengalami degradasi sebagaimana menimpa teoriteori lain. Umat Islam lebih banyak menghafal, dengan contoh-contoh lama, ketimbang menggunakannya sebagai pisau analisa. Bahkan sakralisasi menyebabkannya menjadi beban sejarah. Upaya-upaya memperkenalkan teori ini sering kandas, dikarenakan faktor bahasa dan persepsi yang miskin(Fathony, 2018). Diskursus maqaashid- al-mb[lc’[b ^[f[g e[dc[h hukum Islam telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan tidak hanya pada aspek terminologi tetapi juga pada aspek metodologi. Fakta ini menjadi hal yang sangat menggembirakan bagi kajian hukum Islam yang selama ini banyak mengalami stagnasi. Tawaran Jasser Auda untuk melakukan pemaknaan ulang terhadap konsep maqaashid- almb[lc’[b g_hscl[ne[h m_\o[b j_m[h \[bq[ g[k[[mbc^- al-mb[lc’[b ^apat dijadikan metode sendiri dalam mengkaji persoalan hukum Islam(Jauhar, 2023)


14 A. Perkembangan Ekonomi Syari’ah Perlu kita cermati kembali mengenai Global Islamic Finance Report yang diterbitkan di London pada tahun 2011 lalu. Dengan menggunakan metode analisis dan delapan BAB 2 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EKONOMI SYARI’AH DI INDONESIA Ahmad Nurhidayat, S.E., M.E.


15 variabel yang dilakukan oleh 36 negara, maka dibuatlah Islamic Finance Country Index. Berdasarkan indeks tersebut, Indonesia menduduki urutan pertama di antara negara-negara non-Islam dan diurutan keempat di seluruh negara. Secara menyeluruh, Iran berada diurutan pertama dan selanjutnya diikuti oleh Malaysia dan Arab Saudi pada urutan kedua dan ketiga (Rusby, 2017). Menurut Rusby (2017), Indonesia memiliki kapasitas yang jauh lebih besar daripada negara-negara lain seperti Iran, Malaysia dan Arab Saudi dan dapat diprediksi menjadikan Indonesia sebagai negara yang akan dianggap dapat menjadi perwujudan dari pelaksanaan nilai-nilai _eihigc ms[lc’[b ^c [hn[l[ e_fcg[ \_m[l h_a[l[ n_lm_\on pada dua dekade mendatang. Empat negara lainnya tersebut yakni Amerika Serikat, China, India dan Uni Eropa (Rusby, 2017). Rusby (2017) kembali memaparkan bahwa pemikiran m_ln[ [encpcn[m s[ha n_l^[j[n j[^[ _eihigc ms[lc’[b ^c Indonesia ini pada akhir abad ke-20 lebih dipusatkan untuk mendirikan suatu lembaga keuangan dan perbankan ms[lc’[b. D[lc sekian banyaknya pilihan tersebut, diantaranya terdapat pilihian dari sebuah gerakan koperasi yang kemudian dianggap memiliki kesamaan dan tidak saling bertentangan terhadap tuntunan Islam. Pemikiran kearah sistem ekonomi yang berbasis ms[lc’[b ^c Ih^ih_mia sendiri berdasarkan sejarah telah memiliki akar sejak masa kemerdekaan. Akan tetapi munculnya kebutuhan masyarakat terhadap perbankan ms[lc’[b ^cn_ha[b g[l[ehs[ _eihigc eihn_gjil_l nc^[e dapat dipisahkan dari perkembangan sebuah pemikiran


16 mengenai konsepsi dalam Islam. Fenomena yang muncul dimulai dengan didirikannya Perkumpulan Pendukung Ekonomi Islam pada tanggal 23 November 1955 di Jakarta. Gagasan dan pemikiran tersebut barulah terealisasi ketika Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan dan kemudian mulai di operasikan pada 1 Mei 1992. Disepanjang rentang 1990[h j_lnog\ob[h _eihigc ms[lc’[b ^c Ih^ih_mc[ terbilang relatif lebih lama. Tetapi pada tahun 2000an terjadi lonjakan pertumbuhan yang begitu pesat yang dapat dilihat dari sisi pertumbuhan aset, omset dan jaringan e[hnil f_g\[a[ ^[h e_o[ha[h ms[lc’[b (Rusby, 2017). Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul beberapa lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan tentang ekonomi Islam, walaupun dalam jumlah yang masih sedikit, diantaranya adalah S_eif[b Tchaac Ifgo Eeihigc Ss[lc’[b ^c Yogyakarta, IAIN Sumatera Utara di Medan, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi SEBI, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tazkia dan PSTTI UI yang memiliki program studi Ekonomi dan Keuangan Islam pada tahun 2001. Pada aspek keuangan dan perbankan yang ada di Indonesia sendiri di rentang periode tahun 2012 mendekati 2013, j_l\[he[h ms[lc’[b ^c Ih^ih_mc[ g_h^[j[ne[h beberapa rintangan yang cukup berat. Selain itu, terdapat beberapa penyebab lain yang mempengaruhi seperti dampak dari penurunan DPK yang dikarenakan adanya penarikan dana haji yang dilakukan masyarakat di j_l\[he[h ms[lc’[b. M[e[ ^[lc cno j_lnog\ob[h [mm_n j_l\[he[h ms[lc’[b nc^[e m_nchaac j_lnog\ob[h j[^[ periode-periode sebelumnya. Hingga pada bulan Oktober tahun 2012, data yang dinyatakan oleh Rusby (2017), j_lnog\ob[h [mm_n j_l\[he[h ms[lc’[b ^c Ih^ih_mc[ n_f[b


17 mencapai ± 37% (year on year) dan total keseluruhan assetnya telah menyentuh angka ± Rp. 179 triliun. Meskipun demikian BI memprediksikan perkembangan perbankan ms[lc’[b j[^[ n[boh 2013 n_n[j g_ha[f[gc j_le_g\[ha[h yang relatif lebih tinggi yang diantara 36% - 58%. Untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan j_l\[he[h ms[lc’[b, g[e[ ^cf[eoe[hf[b j_g`ieom[h kebijakan pertumbuhan dan pengembangan dari perbankan syalc’[b j[^[ n[boh 2013 j[^[ b[f-hal sebagai berikut (Rusby, 2017): 1. P_g\c[s[[h ohnoe j_l\[he[h ms[lc’[b s[ha diorientasikan kepada sektor yang lebih produktif dan secara lebih luas. 2. Mengembangkan produk yang berdasarkan pada kriteria dari kebutuhan pada sektor yang produktif. 3. Meningkatkan edukasi dan komunikasi dengan cara terus memberikan dorongan pada peningkatan e[j[mcn[m ^[lc j_l\[he[h ms[lc’[b ^c \_\_l[j[ m_enil yang lebih produktif dan berkomunikasi yang bersifat parity dan distinctiveness. Meskipun terlihat berjalan dengan sangat lambat, sisi non keuangan dalam kegiatan perekonomian ini mengalami perkembangan. Hal ini terlihat dari semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap perilaku konsumsi yang Islami, tingkat kedermawanan semakin meningkat dilihat dari meningkatnya dana zakat, infaq, wakaf, dan sedekah yang berhasil dihimpun oleh badan dan lembaga pengelola dana-dana tersebut (Rusby, 2017).


18 B. Bank Syariah P_gl[e[lm[ \_l^clchs[ \[he ms[lc’[b ^c Ih^ih_mc[ dilakukan oleh lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus tahun 1990. Rusby (2017)g_g[j[le[h B[he Ss[lc’[b g_loj[e[h \[he s[ha beroperasi berdasarkan pada prinsip-jlchmcj ms[lc’[b ^[f[g Islam, mengikuti ketentuan-e_n_hno[h ms[lc’[b s[ha f_\cb terkhusus mengenai tata cara dalam bermuamalah dalam Islam. Falsafah yang menjadi dasar beroperasinya bank ms[lc’[b s[ha g_hdcq[c m_folob bo\oha[h m_nc[j transaksinya adalah efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi yang berdasarkan pada prinsip saling tolongmenolong secara sinergis guna memperoleh keuntungan lebih besar. Prinsip-prinsip yang berlaku tersebut dan g_hd[^c ^[m[l j[^[ \[he ms[lc’[b [hn[l[ f[ch (Amalia, 2016): 1. Mudharabah yakni pembiyaan yang menggunakan sistem bagi hasil. 2. Musyarakah yakni pembiayaan yang menggunakan sistem pernyertaan modal. 3. Murabahah yakni prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan. 4. ijarah yakni pembiayaan barang dengan modal yang didasari sewa murni tanpa pilihan. 5. ijarahwaiqtina yakni pilihan untuk memindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank yang dilakukan oleh pihak lain. Keberadaan bank Syariah dikarenakan adanya keinginan dari umat muslim untuk menerapkan syariat


19 Islam disegala lini kehidupan dan menjalankan aktivitas perbankan Syariah berdasarkan prindsip-prinsip yang telah dijelaskan oleh syariat, terutama mengenai masalah larangan riba, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan norma-norma ekonomi dalam Islam seperti pelarangan maysir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusan untuk memperhatikan kehalalan dari cara dan onjek yang menjadi investasi. C. Baitulmal Watamwil (BMT) Pada awal tahun 1990an, perbendaharaan mengenai keuangan tidak hanya berputar pada persoalan simpan dan pinjam yang telah ada dan telah berkembang sebelumnya. Para ilmuan ekonomi dunia pada sektor pemberdayaan dan keuangan terus menerus mencari serta mengembangkan produk pemberdayaan ekonomi kerakyatan, sehingga muncullah Baitulmal Watamlik (Amalia, 2016). Kehadiran BMT merupakan refleksi dari pemahaman dan keinginan umat Islam untuk lebih menerapkan syariat pada sektor keuangan ini menjadi khazanah baru dalam dunia keuangan. Operasional yang diterapkan dan dijalankan oleh BMT merujuk pada dasar-dasar fiqih mualamah yang telah dikaji dalam berbagai kajian dan wacana keislaman (Amalia, 2016). Pada awal berdirinya Baitulmal Watamlik, lembaga tersebut seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang melakukan dan mengembangkan konsep simpan dan pinjam yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Syariah. Dalam perkembangannya, lembaga ini mendapatkan


20 perhatian masyarakat dan mengalami perkembangan yang pesat. Perkembangan yang ditunjukkan oleh Baitulmal Watamlik semakin sigkifikan setelah diusulkan oleh Presiden Indonesia saat itu yakni Soeharto dalam forum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada bulan Desember tahun 1995 (Amalia, 2016). Peluang berkembangnya Baitulmal Watamlik yang berbasis pada ekonomi kerakyatan terbilang besar. Hal ini dikarenakan Baitulmal Watamlik didirikan dengan g_haaoh[e[h jlchmcj ms[lc’[b s[ha ^[j[n g_hab[^cle[h ketenangan dan kenyamanan bagi pemilik dana ataupun pengguna dana. Seiring berjalannya waktu dan perkembangannya yang semakin pesat serta memiliki jangkauan yang luas dan tidak terbatas dengan dana yang dikelola semakin besar, menurut Amalia (2016) Baitulmal Watamlik pada akhirnya diharuskan untuk memiliki badan hukum. Dengan memperhitungkan dan bebagai pertimbangan lain yang telah berkembang, sebuah organisasi yang memiliki legalitas dari sisi hukum dan dianggap berkaitan dengan aspek bisnis ataupun budaya lokal di Indonesia adalah koperasi. Terbentuknya Baitulmal Watamlik (selanjutnya disebut sebagai BMT) yang berbadan hukum koperasi ini, maka dibukalah lembaran baru dengan segala tantangan dan konsekuensinya. BMT diharuskan menyesuaikan diri dengan berbagai fungsi serta regulasi yang berkaitan dengan koperasi. Dalam hal ini, produk-produk yang ada di BMT secara universal memiliki perbedaan terhadap produk-produk yang tengah mengalami perkembangan pada saat ini di


21 koperasi. Yang menjadi pembeda tidak hanya meliputi istilah, tetapi juga skema dan cara penghitungan ataupun konsekuensi dalam pembukuannya. Dengan situasi permasalahan tersebut, untuk menguatkan BMT sebagai koperasi maka dikeluarkanlah Kepmenegkop No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang mengatur mengenai BMT m_\[a[c eij_l[mc d[m[ e_o[ha[h ms[lc’[b.(Amalia, 2016). 1. Definisi BMT Baitulmal Watamwil berasal dari bahasa Arab yang merupakan singkatan dari Baitul Mal Wat Tanwil yang g_gcfcec [lnc ‚log[b b[ln[ [n[o t[e[n ^[h e_o[ha[h‛. Baitulmal Watamwil bergerak dalam dua bidang usaha utama yakni sebagai Baitul Mal dan Baitul Tanwil. (Rusby, 2017). Baitulmal Watamwil mempunyai dua fungsi utama yakni (Sudarsono, 2017): a. Baitul Maal Baitul Maal dalam Islam dikenal sebagai Lembaga yang mengelola zalat, indaq, shodaqoh dan juga wakaf. Dengan sumber dana yang masuk pada Baitul Maal dan dengan pengelolaannya, maka fungsi dari Baitul Maal adalah sebagai n[’[qoh atau lembaga sosial yang pengoperasiannya tidak hanya tertjuju pada profit saja. (Amalia, 2016) b. Bait at-Tanwil Bait at-Tanwil merupaka kata yang berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti lembaga yang mengelola harta. At-Tanwil memiliki hubungan dalam pengelolaan dan pengembangan secara ekonomi. Maka


22 dari itu, harta yang masuk ke at-Tanwil adalah harta yang harus dikelola dengan baik dan efisien serta dikelola secara bisnis. (Amalia, 2016). 2. Operasional Baitulmal Watamwil Mekanisme kerja yang ada pada BMT memiliki kesamaan dengan bank syariah pada umumnya. Akan tetapi yang menjadi sasaran oleh BMT adalah masyarakat dengan ekonomi kebawah (Huda, 2016). Menurut Mardani (2015) prinsip yang dijalankan oleh BMT dalam operasionalnya adalah berdasarkan dengan prinsip Syariah, yakni terhindar dari praktik maysir (judi), gharar (penipuan), risywah (suap), dan riba (bunga). Jenis usaha yang dijalankan oleh BMT dalam operasionalnya dapat berkaitan dengan keuangan atau non keuangan. Jenis usaha BMT non keuangan memiliki karakteristik tersendiri, yakni tidak diperbolehkan untuk menyaingi jenis usaha yang dijalankan oleh para anggota pembiayaan. Jenis usaha yang dapat dijalankan dapat berupa penyediaan sarana teknologi untuk menunjang usaha anggota pembiayaan (Soemitra, 2017). BMT pada dasarnya melakukan kegiatan yang bersifat penghimpunan dana yang berasal dari masyarakat atau anggotanya dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada para pelaku usaha atau UMK. Dasar perhitungan yang dilakukan oleh BMT dengan penyimpan dana adalah perolehan dari laba atau rugi BMT setelah menyalurkan dana kepada para pelaku usaha. Sedangkan perhitungan bagi hasil untuk


23 kerjasama yang dilakukan oleh BMT dengan pelaku usaha adalah perolehan laba atau rugi pelaku usaha setelah mendapatkan pembiayaan yang disalurkan oleh BMT (Amalia, 2016). Di dalam BMT terdapat beberapa produk yang dapat memudahkan masyarakat untuk menyimpan uang mereka seperti tabungan atau simpanan. Menurut Amalia (2016), akad yang ada pada tabungan atau simpanan pada dasarnya memiliki dua jenis yakni akad mudharabah (bagi hasil) dan akad q[^c’[b (titipan) yakni akad yang dapat ditarik kapan saja (Huda & Heykal, 2010). Terdapat beberapa jenis pembiayaan yang diimplementasikan oleh BMT, yakni: a. Musyarakah merupakan kerjasama yang dilakukan antara dua pihak ataupun lebih dalam suatu transaksi atau kegiatan usaha dimana setiap masing-masing pihak memiliki hak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang diperoleh berdasarkan penyertaan modal masing-masing. b. Mudharabah, merupakan kerjasama dibidang usaha yang dilakukan oleh dua pihak dimana pihak pertama disebut sebagai (shahil al-maal) dan pihak kedua disebut sebagai (mudharib) yang bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi kepada masingmasing pihak berdasarkan rasio laba yang sudah disepakati bersama sebelumnya. (Amalia, 2016).


24 D. Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia Berdirinya pegadaian Syariah di Idonesia pada tahun 1998 dimulai ketika beberapa perwakilan dari general manajer yang melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah dilakukannya studi banding tersebut maka direncanakanlah pendirian pegadaian Syariah. Akan tetapi, terdapat beberapa masalah internal yang menjadikan hasil studi banding tersebut hanyak di tumpuk (Umam, 2011). Pegadaian syariah merupakan pegadaian yang menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan operasionalnya. Landasan hukum dari pegadaian Syariah dalam pemenuhan prinsip-prinsip Syariah yakni berdasarkan fatwa dari DSN-MUI No. 25/DSN/MUI/III/2002 tanggal 6 Juni 2002 yang berisi pernyataan bahwa pinjaman yang dilakukan dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Sedangkan dalam aspek kelembagaan pegadaian Syariah tetap menginduk pada PP No. 10 Tahun1990 tanggal 10 April 1990 (Rusby, 2017). Pada tahun 2002 diterapkanlah sistem pegadaian Syariah di Indonesia dan setahun kemudian pegadaian Syariah telah resmi dioperasikan. Pegadaian Syariah tidak memberikan bunga pada setiap barang yang digadaikan. Meskipun tidak menerapkan bunga, pegadaian Syariah tetap mendapatkan keungtungan seperti yang telah diatur oleh DSN-MUI, yakni menerapkan biaya untuk pemeliharaan barang yang digadaikan. Biaya yang diterapkan dihitung dari nilai barang yang digadaikan bukan dari besaran pinjaman. (Said 2010)


25 Rukun Gadai, yakni: 1. Sighat Ijab dan Qabul. 2. Terdapat pihak yang melakukan akad, yakni pihak yang menggadaikan (rahn) dan pihsk yang menerima gadai (murtahin). 3. Jaminan (marhun) baik berupa barang ataupun harta. 4. Utang (marhun bih). Rusby (2017) menambahkan Syarat Sah Gadai, yakni: 1. Bagi rahn dan murhtahin memiliki kemampuan dan kelayakan untuk melakukan suatu transaksi kepemilikan. 2. Sighat yakni dengan syarat tidak diperbolehkan terkait dengan masa yang akan dating serta syara-syarat tertentu lainnya. 3. Utang (marhun bih) yakni dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diserahkan atau diberikan kepada pemiliknya. 4. Barang (marhun) yakni dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, memiliki nilai atu valuasi, dapat dimanfaatkan, harus diketahui bentuk fisiknya, dimiliki oleh rahn harus seizin dari pemilikinya,


26 nstrumen keuangan syariah merujuk pada alat-alat atau produk keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.(Suryani, 2012) Penggunaan instrumen keuangan syariah didasarkan pada konsep-konsep hukum Islam, secara fundamental, instrumen keuangan syariah mencerminkan upaya untuk menciptakan sistem keuangan yang I BAB 3 INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH: ZAKAT, WAKAF DAN SUKUK Mappasessu, SH, MH


27 lebih adil, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai etika Islam, yang melibatkan transaksi tanpa riba (bunga), larangan perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), dan kegiatan yang diharamkan menurut prinsip agama Islam.(Nafis, 2011) Terlebih dahulu perlu dipaparkan beberapa prinsip dasar yang mendasari instrumen keuangan syariah melibatkan aspek berikut; Pertama: Larangan Riba (Bunga), Instrumen keuangan syariah didesain untuk menghindari praktik riba, yang dianggap sebagai eksploitasi dan merugikan salah satu pihak dalam transaksi keuangan.(Suryani, 2012) Dalam konteks ini, instrumen seperti mudharabah (bagi hasil) dan musyarakah (kerjasama) menjadi pilihan yang lebih sesuai dengan prinsip keadilan ekonomi Islam. Kedua: Partisipasi dan Tanggung Jawab Bersama: Instrumen keuangan syariah mendorong konsep partisipasi dan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima dana. Misalnya, dalam mudharabah, pihak yang memberikan modal (mudharib) dan pihak yang mengelola modal (mudharabah) berbagi keuntungan dan risiko secara proporsional. Ketiga: Transparansi dan Kejelasan: Instrumen keuangan syariah menekankan transparansi dan kejelasan dalam transaksi. Konsep gharar atau ketidakpastian dalam transaksi dihindari, dan setiap pihak harus memahami dengan jelas aspek-aspek transaksi yang mereka ikuti. Keempat: Larangan Investasi dalam Aktivitas Haram: Instrumen keuangan syariah menghindari investasi dalam sektor-sektor atau bisnis yang dianggap haram atau bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam. Misalnya, investasi dalam industri minuman keras atau perjudian dihindari. Kelima: Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat: Instrumen keuangan syariah diarahkan untuk memberdayakan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip ekonomi syariah


28 mendorong distribusi kekayaan yang lebih merata dan mendukung pengembangan komunitas.(Iskandar, 2017; Yadi Nurhayadi, 2023) Dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, instrumen keuangan ekonomi syariah menjadi sarana yang penting dalam mendukung pembangunan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.(Nafis, 2011) Pada tulisan ini, kami akan membahas instrumen-instrumen keuangan ekonomi syariah yang bersifat fundamental yakni: Zakat, Wakaf dan Sukuk, yang semuanya menjadi pondasi dasar pokok ekonomi syariah untuk menciptakan keadilan ekonomi dan keberlanjutan. Pentingnya instrumen keuangan ekonomi syariah terletak pada kontribusinya untuk menciptakan inklusivitas finansial, keadilan ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.(Angga Syahputra, Isnaini Harahap and Zuhrinal M Nawawi, 2023) Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan instrumen keuangan syariah telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, baik di tingkat lokal maupun global, mencerminkan minat yang meningkat dari masyarakat dan pelaku pasar terhadap pendekatan keuangan yang sesuai dengan prinsip agama Islam.(Suryani, 2012) A. Pengenalan tentang Instrumen Keuangan Syariah Instrumen keuangan syariah adalah alat atau produk keuangan yang dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.(M Kamal Hijaz, 2010) Instrumen ini menawarkan alternatif bagi sistem keuangan konvensional yang menggunakan prinsip bunga (riba) dan terlibat dalam praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran


29 Islam. Tujuan dari instrumen keuangan syariah adalah menciptakan sistem keuangan yang adil, transparan, dan etis, sejalan dengan nilai-nilai agama Islam.(Iskandar, 2017) Selanjutkan dijelaskan tentang instrumen keuangan ekonomi syariah yang secara fundamental menjadi penopang ekonomi syariah: Zakat, Wakaf dan Sukuk.(Jaih Mubarok, 2021; Sri Rokhlinasari, 2023) B. Zakat; Pengertian Zakat adalah konsep amal dan keuangan dalam Islam yang mengharuskan umat Muslim untuk memberikan sebagian kekayaan mereka kepada yang berhak menerimanya. Tujuan Zakat tidak hanya sebagai kewajiban sosial, tetapi juga berperan dalam menjaga keadilan ekonomi dengan mendistribusikan kekayaan secara merata dan membantu mereka yang membutuhkan. Zakat menjadi instrumen ekonomi syariah karena berkontribusi pada pemberdayaan masyarakat, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan menciptakan kesejahteraan sosial. C. Zakat dalam Al-Quran dan Hadis Tentang Zakat, banyak ayat dalam Al-Quran yang menekankan pentingnya zakat sebagai kewajiban bagi umat Muslim. diantaranya Surah Al-Baqarah memberikan panduan tentang memberikan zakat dengan tulus hati dan menghindari kesombongan. "Wahai orang-orang yang beriman, berikanlah sedekah dari rezeki yang Kami berikan kepadamu sebelum


30 datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada syafaat." (AlBaqarah 2:254)(Al-Qol’[h, 2022). Demikian pula dalam hadis tentang Zakat, Rasulullah SAW menyampaikan banyak ajaran tentang zakat melalui hadis-hadisnya. Diantaranya, dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda: "Islam dibangun di atas lima pokok, bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji." Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Allah berfirman: 'Sembahlah Aku dan tunaikanlah shalat, keluarkanlah zakat, maka kamu beriman kepada-Ku dan bersyukur kepada-Ku.' " (HR. Bukhari)(Mob[gg[^ Fo‘[^ Abdul Baqi, 2017) Terdapat Prinsip-Prinsip Zakat sebagai Instrumen Ekonomi: 1. Distribusi Kekayaan: Zakat berfungsi sebagai mekanisme distribusi kekayaan dengan mengalirkan dana dari golongan yang lebih mampu ke mereka yang membutuhkan; 2. Pemberdayaan Masyarakat: Zakat tidak sekadar memberi bantuan finansial, tetapi juga memberdayakan masyarakat dengan memberikan akses kepada yang membutuhkan untuk memulai usaha atau mendapatkan Pendidikan; 3. Keseimbangan Ekonomi: Zakat membantu menciptakan keseimbangan ekonomi dengan mencegah


31 akumulasi kekayaan pada segelintir orang dan mendorong sirkulasi ekonomi yang lebih sehat. Tafsir ulama Islam modern terkait zakat, Ulama modern sering menekankan pentingnya zakat sebagai instrumen pemberdayaan sosial dan ekonomi. Zakat dianggap sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan, menyediakan akses pendidikan dan kesehatan, serta mempromosikan keadilan sosial. Ulama cenderung menyoroti dimensi keadilan dan distribusi zakat dalam masyarakat modern. Mereka menekankan bahwa zakat bukan hanya pembayaran kewajiban, tetapi juga alat untuk menciptakan kesetaraan dan menjaga keadilan ekonomi.(M. Quraish Shihab, 2005) Zakat efektif dalam mengentaskan kemiskinan dengan menyediakan dana bagi mereka yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Dana zakat dapat diinvestasikan dalam proyek-proyek kesejahteraan sosial seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur umum lainnya, yang memberikan manfaat kepada masyarakat lebih luas. Zakat dapat digunakan untuk membantu individu atau keluarga yang terjerat dalam utang, membantu mereka untuk memulihkan kesejahteraan finansial mereka.(Al-Imam Abul Fida Img[’cf I\ho K[mcl A^-Dimasyqi, 2000) Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat adalah kunci untuk memastikan bahwa dana tersebut benar-benar mencapai tujuan-tujuan ekonomi syariah. Pemerintah dan lembaga keuangan syariah dapat memainkan peran penting dalam pengelolaan dana zakat


32 dan memastikan efektivitasnya dalam mencapai tujuan ekonomi syariah. Zakat bukan hanya instrumen ekonomi secara individual, tetapi juga merupakan bagian integral dari ekosistem ekonomi syariah yang mencakup berbagai instrumen keuangan lainnya. Zakat, sebagai instrumen ekonomi syariah, bukan hanya mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, tetapi juga membentuk landasan bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan sesuai dengan ajaran Islam. Dengan mengalirkan kekayaan dari yang berlebih ke yang membutuhkan, zakat menjadi pilar utama dalam menciptakan masyarakat yang adil dan berkeberlanjutan secara ekonomis.(Al-Ig[g A\of Fc^[ Img[’cf Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, 2000; M. Quraish Shihab, 2005). D. Penerapan Zakat di Indonesia Pada tingkat nasional, Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan zakat, peraturan tersebut mencakup regulasi untuk meningkatkan pengelolaan dana zakat sebagai instrumen keuangan syariah. Di bawah ini beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan Zakat: Pertama: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, merupakan undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat di Indonesia.(Peraturan, 2011) Undang-undang ini menetapkan dasar hukum dan struktur organisasi untuk pengelolaan zakat, termasuk pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga pengelola zakat di tingkat nasional.


33 Kedua: Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, menetapkan rincian pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, termasuk tugas dan tanggung jawab BAZNAS serta Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Beberapa lembaga telah dibentuk untuk menjalankan fungsi-fungsi terkait zakat: 1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS): BAZNAS merupakan lembaga nasional yang bertanggung jawab atas pengelolaan zakat di tingkat nasional. BAZNAS memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan, mengelola, dan mendistribusikan zakat untuk membantu masyarakat yang membutuhkan; 2. Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA): BAZDA merupakan lembaga di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota yang bertanggung jawab atas pengelolaan zakat di tingkat daerah. Mereka bekerja sama dengan BAZNAS dan entitas zakat lainnya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas distribusi zakat; 3. Lembaga Amil Zakat (LAZ): LAZ adalah lembaga di tingkat lokal yang mendukung pengelolaan zakat di tingkat komunitas atau daerah tertentu. Mereka dapat mengelola zakat dari masyarakat setempat dan mendistribusikannya kepada yang membutuhkan.


34 E. Wakaf Pengertian Wakaf adalah konsep persembahan harta atau properti untuk kepentingan umum atau kebaikan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Wakaf bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan sarana pendidikan, kesehatan, dan sosial, serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Wakaf menjadi instrumen ekonomi syariah dengan menyediakan sumber daya finansial dan nonfinansial untuk proyek-proyek yang mendukung kesejahteraan dan pembangunan ekonomi. Wakaf dalam Al-Quran dan Hadis Tentang wakaf dalam Al-Quran, meskipun kata "wakaf" sendiri mungkin tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, konsep memberikan harta untuk kepentingan umum ditemukan dalam ayat-ayat yang merinci amalan-amalan kebajikan. Terdapat Surah AlBaqarah (2:267) menyentuh tentang memberikan harta kebaikan untuk mencapai keridhaan Allah. "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebahagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu." (Al-Baqarah 2:267)(Al-Qol’[h, 2022) Terdapat Prinsip-Prinsip Wakaf sebagai Instrumen Ekonomi 1. Pemberdayaan Masyarakat: Wakaf bukan hanya tentang memberikan bantuan finansial tetapi juga membangun keberlanjutan dengan memberdayakan


35 masyarakat melalui investasi dalam pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sosial. 2. Pengembangan Infrastruktur: Dana wakaf dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, air bersih, dan masjid, yang memberikan manfaat jangka panjang kepada masyarakat. 3. Pengentasan Kemiskinan: Investasi wakaf dapat difokuskan pada proyek-proyek yang mengentaskan kemiskinan, memberikan peluang ekonomi kepada mereka yang kurang mampu. Tafsir ulama Islam modern terkait wakaf, Ulama sering menafsirkan wakaf sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan. Wakaf dilihat sebagai cara untuk mendukung proyek-proyek yang memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi.Dalam pandangan ulama, manajemen wakaf menjadi fokus penting. Mereka menyoroti perlunya inovasi dalam struktur dan pengelolaan wakaf untuk memaksimalkan dampak positifnya dalam masyarakat.(M. Quraish Shihab, 2005) Wakaf merupakan instrumen yang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja, memberikan pelatihan, dan memberdayakan usaha mikro dan kecil, dapat dianggap sebagai investasi berkelanjutan karena dana yang diwakafkan terus memberikan manfaat kepada masyarakat bahkan setelah penyumbangnya tidak lagi hidup. Prinsip wakaf produktif melibatkan penempatan dana wakaf dalam proyek-proyek produktif yang


36 menghasilkan pendapatan dan memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan.(Al-Ig[g A\of Fc^[ Img[’cf Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, 2000) F. Penerapan Wakaf di Indonesia Pada tingkat nasional, Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan wakaf, Peraturan tersebut mencakup regulasi untuk meningkatkan pengelolaan dana wakaf sebagai instrumen keuangan syariah, di bawah ini beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan Wakaf: Pertama: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, merupakan undang-undang yang mengatur tentang wakaf di Indonesia. Undang-undang ini memberikan dasar hukum untuk pendirian, pengelolaan, dan pemanfaatan aset wakaf, serta membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga pengelola wakaf di tingkat nasional. Kedua: Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menetapkan rincian pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, termasuk tugas dan tanggung jawab BWI serta pemanfaatan dana wakaf untuk kepentingan umum. Di Indonesia, sejumlah lembaga telah dibentuk untuk menjalankan fungsi-fungsi terkait wakaf, berikut adalah beberapa lembaga utama yang aktif dalam mengelola dan mengembangkan konsep-konsep tersebut; Pertama: Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang merupakan lembaga nasional


37 yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia. BWI berperan dalam membimbing, mengkoordinasikan, dan mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip wakaf sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua Badan Wakaf Daerah (BWD): Setiap provinsi, kabupaten, dan kota memiliki BWD yang bertugas mengelola dan mengembangkan wakaf di tingkat daerah. BWD bekerja sama dengan BWI dan entitas wakaf lainnya untuk memastikan efektivitas pengelolaan wakaf. Ketiga Lembaga Wakaf (Lazwak): Lembaga Wakaf adalah lembaga yang berfokus pada pengelolaan dan pengembangan wakaf di tingkat lokal atau komunitas. Mereka dapat mengelola aset wakaf dan menggunakan dana wakaf untuk berbagai proyek yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi. G. Ketiga Sukuk Pengertian Sukuk adalah instrumen keuangan syariah yang mewakili kepemilikan sebagian dari aset fisik atau proyek. Sukuk sering dijuluki sebagai "obligasi syariah" yang menggantikan konsep bunga. Tujuan Sukuk membantu menciptakan alternatif pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah, memobilisasi dana untuk investasi produktif, dan mendukung pengembangan infrastruktur. Sukuk menjadi instrumen utama dalam pembiayaan proyek-proyek besar, termasuk infrastruktur dan pengembangan properti, dengan mendukung prinsip bagi hasil dan berbagi risiko.


38 Sukuk yang terkait dalam Al-Quran, secara spesifik, instrumen keuangan seperti sukuk mungkin tidak disebutkan secara langsung dalam Al-Quran. Namun, prinsip-prinsip syariah yang mencakup keadilan, transparansi, dan pembagian risiko dapat ditemukan di berbagai ayat. "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu meminjamkan suatu hutang kepada seseorang untuk waktu yang ditentukan, maka tuliskanlah. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar." (Al-Baqarah 2:282)(Al-Qol’[h, 2022) Terdapat Prinsip-Prinsip Sukuk sebagai Instrumen Ekonomi: 1. Bagi Hasil dan Bagi Risiko: Sukuk didasarkan pada prinsip bagi hasil dan bagi risiko, di mana para pemegang sukuk berbagi keuntungan dan risiko dari proyek atau aset yang mendasarinya. 2. Aset Produktif: Dana yang diperoleh dari sukuk diarahkan untuk pembiayaan proyek-proyek produktif yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Tafsir ulama Islam modern terkait sukuk, Ulama menanggapi perkembangan pasar keuangan syariah dengan fokus pada instrumen-instrumen seperti sukuk. Mereka membahas konsep bagian risiko dan keadilan ekonomi yang mendasari sukuk dalam konteks sistem keuangan global. Transparansi dalam struktur sukuk dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah menjadi penekanan utama ulama. Mereka menilai pentingnya memastikan bahwa sukuk dibuat dengan mematuhi


Click to View FlipBook Version