39 prinsip-prinsip etika Islam dan transparan dalam prosesnya.(M. Quraish Shihab, 2005) Sukuk sering digunakan untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan, bandara, atau proyek-proyek yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Terdapat berbagai struktur sukuk, termasuk Mudarabah, Ijarah, Wakala, dan lainnya, yang memberikan fleksibilitas dalam merancang instrumen ini sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik proyek. Sukuk dianggap sebagai instrumen yang adil dan tidak memihak karena memberikan peluang bagi para pemegang sukuk untuk berpartisipasi dalam hasil investasi sesuai dengan kontribusi masing-masing. Sukuk telah menjadi elemen integral dalam pengembangan pasar keuangan syariah global, menciptakan likuiditas dan diversifikasi dalam pilihan investasi syariah. Inovasi terus mendorong pengembangan instrumen sukuk, termasuk Sukuk Berkelanjutan (Sustainable Sukuk) yang mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan dalam proyek-proyek yang dibiayai, sukuk memungkinkan manajemen risiko yang lebih baik dengan melibatkan berbagai pihak dalam proyek dan membagi risiko di antara mereka. Sukuk, sebagai instrumen ekonomi syariah, mencerminkan pendekatan yang inklusif dan adil dalam pembiayaan dan pengembangan proyek. Melalui prinsipprinsip bagi hasil dan bagi risiko, sukuk menciptakan model investasi yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
40 dan memberikan alternatif yang komprehensif bagi pelaku pasar syariah di tingkat global. Seiring dengan inovasi dan pertumbuhan pasar, sukuk terus menjadi pilar utama dalam ekonomi syariah. Sukuk berperan sebagai instrumen pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi. Sukuk menjadi bagian integral dari pasar keuangan syariah global dan memberikan alternatif investasi yang menarik bagi para pemodal syariah. Instrumen keuangan ekonomi syariah ini mencerminkan prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan keuangan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan serta adil. Keseluruhan, zakat, wakaf, dan sukuk berperan krusial dalam mendukung visi ekonomi syariah yang inklusif dan berkesinambungan. H. Penerapan Sukuk di Indonesia Pada tingkat nasional, Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan Sukuk, peraturan tersebut mencakup regulasi untuk meningkatkan pengelolaan dana Sukuk sebagai instrumen keuangan syariah. Di bawah ini beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan Sukuk: Pertama: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, merupakan undang-undang yang memberikan dasar hukum untuk penerbitan sukuk oleh pemerintah. Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip syariah dalam penerbitan dan pengelolaan sukuk oleh negara.
41 Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perbankan Berdasarkan Prinsip Syariah: menetapkan regulasi terkait dengan prinsip syariah dalam kegiatan perbankan, yang mencakup pengelolaan sukuk oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Berikut adalah beberapa lembaga utama yang aktif dalam mengelola dan mengembangkan konsep-konsep tersebut, yakni: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan: Lembaga pemerintah yang memiliki peran dalam mengelola kebijakan dan regulasi terkait sukuk di Indonesia. Mereka berperan dalam mengawasi penerbitan sukuk dan menjaga agar sukuk sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur kegiatan pasar modal, termasuk pasar sukuk. OJK bertugas memastikan transparansi, keadilan, dan kepatuhan syariah dalam praktik pasar modal syariah di Indonesia; Lembaga Keuangan Syariah (Bank dan Non-Bank): Berbagai lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah dan lembaga keuangan non-bank yang beroperasi di bawah prinsip-prinsip syariah, terlibat dalam penerbitan dan pengelolaan sukuk. Mereka memainkan peran penting dalam mengembangkan pasar sukuk di Indonesia.
42 novasi dan pertumbuhan perbankan syariah telah menjadi fenomena menonjol di industri keuangan (Ismal, 2021). Pertumbuhan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya permintaan terhadap produk dan layanan keuangan syariah di kalangan umat Islam di seluruh dunia, (Kunhibava, 2012a, 2012b). Selain itu, prinsip-prinsip I BAB 4 PERBANKAN SYARIAH: PRINSIP, PRODUK DAN LAYANAN Muhammad Salman, SE., M.Si., Ak
43 perbankan Islam, yang melarang transaksi berbasis bunga dan mendukung pembiayaan yang beretika dan bertanggung jawab secara sosial, telah diterima oleh sebagian besar masyarakat. Selain itu, pengenalan produk dan layanan perbankan Islam yang inovatif, seperti obligasi syariah (sukuk), asuransi syariah (takaful), dan dana investasi syariah, telah berkontribusi terhadap perluasan dan diversifikasi penawaran perbankan syariah. Perkembangan ini tidak hanya memenuhi kebutuhan dan preferensi spesifik konsumen Muslim namun juga menarik non-Muslim untuk mencari pilihan keuangan alternatif. Secara keseluruhan, fenomena perbankan syariah dapat dikaitkan dengan meningkatnya permintaan akan produk dan layanan keuangan syariah. prinsip-prinsip perbankan syariah, dan pengenalan produk dan layanan perbankan syariah yang inovatif (Choudhury and Hussain, 2005; Masvood, 2019; Mojahedi Moakhar et al., 2023). Fenomena ini telah mengubah lanskap industri keuangan, menawarkan alternatif yang layak dibandingkan perbankan konvensional dan menciptakan peluang bagi pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di kalangan umat Islam. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Berikut ini adalah poin utama yang terkait dengan prinsip, produk, dan layanan dalam perbankan Syariah, (Al-Jarhi, 2004; Mojahedi Moakhar et al., 2023), yaitu: 1. Prinsip Syariah: Prinsip utama perbankan Syariah melarang mengenakan atau menerima bunga (riba), yang dianggap tidak adil dan eksploitatif. Pada gilirannya, perbankan Syariah berfokus pada pembagian risiko dan keuntungan, serta memastikan
44 kegiatan yang didanai berkaitan dengan aset atau kegiatan usaha nyata. 2. Produk Keuangan: Produk perbankan Syariah dirancang untuk mematuhi prinsip Syariah dengan menggantikan bunga dengan konsep seperti bagi hasil (mudharabah), sewa (ijarah), kemitraan (musharakah), dan jual beli (murabahah). Keuangan syariah memberi penekanan pada aset dan transaksi nyata daripada hanya pertukaran kertas atau spekulasi. 3. Pengembangan Produk: Institusi keuangan Islam mengembangkan produk melalui inovasi dan riset yang sesuai dengan permintaan pelanggan dalam kerangka Syariah dan batasan hukum yang berlaku (Financing Principles and Practices). 4. Manajemen Deposit: Bank syariah dapat memobilisasi dana dengan prinsip mudarabah (bagi hasil) dan wakalah (perwakilan), menawarkan kumpulan dana umum atau spesifik kepada individu dan sektor korporasi. 5. Praktik Manajerial: Dalam manajemen, bank-bank Islam diharapkan untuk meningkatkan kepercayaan, keamanan, dan keunggulan relatif dari layanan. A. Prinsip Perbankan syariah berpedoman pada prinsip hukum Islam yang menekankan pada keadilan, pembagian risiko, dan larangan bunga, (Swalih, 2019). Pada penelitianya dijelaskan bahwa prinsip-prinsip keuangan Islam dituangkan dalam syariah, hukum Islam. Keuangan Islam, yang terdiri atas transaksi keuangan pada bank dan lembaga
45 keuangan non-bank, baik formal maupun nonformal, didasarkan pada konsep tatanan sosial persaudaraan dan solidaritas. Para pelaku transaksi perbankan dianggap sebagai mitra usaha yang bersama-sama menanggung risiko dan keuntungan. Instrumen dan produk keuangan Islam berorientasi pada ekuitas dan didasarkan pada berbagai bentuk pembagian keuntungan dan kerugian. Karena bank Islam dan nasabahnya adalah mitra, kedua sisi intermediasi keuangan didasarkan pada pembagian risiko dan keuntungan: transfer dana dari nasabah ke bank (penyetoran) didasarkan pada bagi hasil dan biasanya dihitung ex post setiap bulan; Perpindahan dana dari bank kepada nasabah dilakukan berdasarkan bagi hasil (peminjaman, pembiayaan), baik dengan nisbah yang disepakati bersama seperti dalam mudharabah, atau dengan suku bunga tetap yang disepakati bersama. Rasio dan tarif tersebut bervariasi antar lembaga dan mungkin juga berbeda antar kontrak dalam lembaga yang sama, bergantung pada persepsi prospek dan risiko bisnis. Perbankan Islam hanya membiayai transaksi riil dengan aset dasar; investasi spekulatif seperti perdagangan margin dan transaksi derivatif tidak termasuk. Pinjaman, atau pembiayaan, didukung oleh agunan; pinjaman tanpa agunan biasanya dianggap mengandung unsur spekulatif, atau bahaya moral. Demikian pula, untuk menghindari spekulasi dan moral hazard, biasanya hanya investor yang memiliki pengalaman bisnis sukses selama beberapa tahun yang dibiayai. Membayar atau mengambil riba, bunga, dilarang. Kemudian Farooqui, (2022) menambahkan bahwa perbankan Islam adalah suatu bentuk perbankan yang
46 menganut hukum Islam. Bank-bank Muslim lebih sukses karena mereka tidak membebankan suku bunga publik dan berinvestasi pada sumber daya yang beretika. Perbankan Islam juga merupakan suatu entitas dalam pengelolaan uang yang konservatif secara ekonomi dan menganut serangkaian prinsip moral. Ada dua prinsip utama perbankan Islam: pemberi pinjaman dan peminjam berbagi keuntungan atau kerugian, dan larangan membayar atau menerima bunga. Penelitian Farooqui, (2022) telah menunjukkan bahwa pertumbuhan perbankan syariah berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan ketika faktor-faktor lain dikendalikan. Makalah ini mengeksplorasi konsep Perbankan Islam, konsepnya, prosesnya dan banyak lagi. Pendekatan etis terhadap keuangan secara Islami dipandang sebagai alternatif yang lebih aman dan stabil dibandingkan perbankan konvensional, (Agha, 2009). Namun, pendekatan etis terhadap keuangan Islami ini juga menghadirkan tantangan, seperti perlunya jaminan dalam pemberian pinjaman dan pengecualian investasi spekulatif, (Cortelezzi, 2022).. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, perbankan syariah telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan dikaitkan dengan pembangunan ekonomi (Farooqui, 2022). B. Produk Produk perbankan syariah memiliki keunikan karena dikembangkan sesuai dengan prinsip syariah, dengan fokus pada pembagian keuntungan dan kerugian, risiko, dan tanggung jawab sosial, (Hakim, Al-jubari and Bhatti, 2011).
47 Produk-produk ini berorientasi pada ekuitas dan didasarkan pada berbagai bentuk pembagian keuntungan dan kerugian, dengan larangan investasi spekulatif dan bunga, (Mahmood et al., 2022). Riset Saba Raja et al., (2020) mengkaji tingkat kesadaran sebuah perusahaan di kota Queta mengenai perbankan Islam dan produk-produknya. Penelitian ini bersifat deskriptif dan kuesioner survei digunakan untuk pengumpulan data. Data dikumpulkan dari 106 pengusaha perempuan yang terlibat dalam berbagai kegiatan usaha di kota Quetta. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar pengusaha perempuan (yaitu 60%) mengetahui istilah perbankan syariah, namun ukuran sampelnya berkurang karena pertanyaan penelitian beralih ke kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam, dewan syariah, produk perbankan syariah, Moda keuangan syariah dan perbandingan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Ditemukan bahwa hanya 10 (dari 106) pengusaha perempuan yang memiliki pengetahuan tinggi tentang perbankan syariah, prinsip-prinsip Islam, papan syariah, produk perbankan syariah, dan moda keuangan syariah. Hasil riset ini menyarankan agar bank syariah, dan akademisi, harus berkolaborasi untuk meningkatkan kesadaran dengan mengadakan kampanye kesadaran, lokakarya, seminar, dan sesi pelatihan tentang perbankan syariah dan produk-produknya di kalangan pengusaha perempuan. Selain itu, terdapat juga tantangan di sektor perbankan syariah, dengan inefisiensi produk dalam aspek teknis dan alokasi yang berkontribusi terhadap peningkatan biaya produk, (Moussawi and Obeid, 2010). Dan terlepas dari tantangan-tantangan ini, terdapat peningkatan minat dan
48 pengetahuan tentang produk perbankan syariah di kalangan pengusaha Muslim, dengan fokus pada pemahaman prinsip-prinsip dasar dan pentingnya kepatuhan Syariah, (Ahmad et al., 2015). Lebih lanjut penelitian ini juga membahas sumber-sumber yang berkaitan dengan pengetahuan, religiusitas, persepsi dan prinsip-prinsip yang mendasari perbankan syariah terhadap produk perbankan syariah yang ditawarkan bagi pengusaha muslim. Beberapa penelitian dan dokumen terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini diacu khususnya pada pengetahuan produk perbankan syariah, pemahaman prinsip-prinsip yang mendasarinya, faktor religiusitas, dan Persepsi terhadap perbankan syariah. Peneliti menemukan bahwa konsumen atau nasabah Muslim dan non-Muslim samasama memiliki pengetahuan tentang produk bank syariah. Sumber pengetahuan mengenai produk bank syariah terutama dari televisi, surat kabar, anggota keluarga, majalah, dan radio. Responden mengetahui perbedaan antara perbankan syariah dan konvensional. Temuan penelitian menunjukkan rendahnya persentase pengetahuan tentang produk perbankan syariah. Sebuah penelitian yang dilakukan di UEA menemukan bahwa pelajar Muslim lebih tertarik dan berpengetahuan tentang perbankan Islam dibandingkan dengan non-Muslim. Di Pakistan, komunitas Muslim sangat ingin menggunakan produk keuangan dan bersedia menghabiskan hidup mereka sesuai dengan praktik syariah. Bagi para pengusaha, ditemukan bahwa pemahaman terhadap pembiayaan UKM syariah cukup baik dan para responden memahami pentingnya mempraktikkan dan menerapkan pembiayaan syariah terhadap bisnis mereka. Studi di
49 Malaysia menunjukkan pengetahuan tentang sistem Perbankan Islam diajukan karena produk perbankan Islam belum dipahami oleh nasabah karena kurangnya masukan dari institusi. Promosi terhadap perbankan syariah masih rendah sehingga pengetahuan terhadap produk perbankan syariah masih kurang. Prinsip yang mendasari merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat pengetahuan produk di kalangan bankir syariah. Syariah telah mengakui beberapa unsur yang perlu dihindari dalam setiap transaksi tersebut yaitu; larangan Riba, Gharar dan Maisir. Prinsip lain yang mendasari perbankan syariah adalah kebebasan dasar untuk melakukan segala jenis bisnis atau transaksi yang halal atau diperbolehkan dalam Islam. Penerapan produk tertentu berdasarkan kontrak Islam sangat penting untuk menghilangkan sistem riba dan memastikan kepatuhan terhadap tiga hal utama; belanja halal, pendapatan halal, dan distribusi kekayaan yang adil. Aqad (kontrak) memerlukan dokumentasi hukum dan dianggap sebagai akar dari transaksi perbankan Islam. Akad yang sah terdiri dari beberapa unsur yang menjadikannya sah menurut sudut pandang syariah. Selain itu dewan syariah menjadi komponen vital dalam Lembaga Keuangan Islam (IFI). Produk Keuangan sayariah dirancang untuk mematuhi prinsip Syariah dengan menggantikan bunga dengan konsep seperti bagi hasil (mudharabah), sewa (ijarah), kemitraan (musharakah), dan jual beli (murabahah). Keuangan syariah memberi penekanan pada aset dan transaksi nyata daripada hanya pertukaran kertas atau spekulasi.
50 C. Layanan Perbankan syariah telah berevolusi dari aktivitas terbatas menjadi pemain penting dalam sistem keuangan global, menawarkan berbagai layanan termasuk pinjaman syariah, mobilisasi dana, alokasi aset, pembayaran dan penyelesaian pertukaran, serta transformasi dan mitigasi risiko, (El Qorchi, 2005; Misbach et al., 2013). El Qorchi, (2005) menyatakan bahwa meskipun semakin berkembang, industri ini menghadapi tantangan regulasi yang unik. Keuangan Islam berkembang dengan kecepatan yang luar biasa. Sejak didirikan tiga dekade lalu, jumlah lembaga keuangan Islam di seluruh dunia telah meningkat dari satu pada tahun 1975 menjadi lebih dari 300 saat ini di lebih dari 75 negara. Mereka terkonsentrasi di Timur Tengah dan Asia Tenggara (dengan Bahrain dan Malaysia sebagai pusat terbesar), namun juga muncul di Eropa dan Amerika Serikat. Total aset di seluruh dunia diperkirakan melebihi $250 miliar, dan diperkirakan tumbuh sebesar 15 persen per tahun (walaupun data lintas negara masih langka). Produk keuangan syariah ditujukan bagi investor yang ingin mematuhi hukum Islam (Syariah) yang mengatur kehidupan sehari-hari umat Islam. Undang-undang ini melarang memberi atau menerima bunga (karena memperoleh keuntungan dari pertukaran uang dengan uang dianggap tidak bermoral); mengamanatkan bahwa seluruh transaksi keuangan didasarkan pada aktivitas ekonomi riil; dan melarang investasi di sektor-sektor seperti tembakau, alkohol, perjudian, dan persenjataan. Lembaga keuangan Islam menyediakan layanan keuangan yang semakin beragam, seperti mobilisasi dana, alokasi aset,
51 layanan pembayaran dan penyelesaian pertukaran, serta transformasi dan mitigasi risiko. Namun perantara keuangan khusus ini melakukan transaksi menggunakan instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah. Apa alasan di balik pertumbuhan keuangan Islam saat ini? Salah satunya adalah tingginya permintaan dari sejumlah besar imigran dan non-imigran Muslim terhadap layanan dan transaksi keuangan yang sesuai dengan syariah. Alasan kedua adalah meningkatnya kekayaan minyak, dengan meningkatnya permintaan akan investasi yang sesuai di kawasan Teluk. Dan yang ketiga adalah daya saing banyak produk yang menarik investor Muslim dan non-Muslim. Meskipun pertumbuhannya pesat, perbankan syariah masih sangat terbatas di sebagian besar negara dan jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan sistem keuangan global. Agar kebijakan ini dapat berkembang dan memainkan peran yang lebih besar, khususnya di Timur Tengah, para pembuat kebijakan harus mengatasi berbagai hambatan besar—terutama di bidang regulasi. Perbankan Islam sejauh ini terhindar dari krisis keuangan yang serius, kecuali beberapa kasus kecil (seperti Bank Islam Dubai pada tahun 1998 dan Ihlas Finans di Turki pada tahun 2001). Meskipun demikian, membangun kepercayaan terhadap industri baru merupakan hal mendasar bagi pengembangan keuangan Islam. Apa itu pembiayaan Islam? Fakta bahwa hukum Islam melarang membayar dan menerima bunga tidak berarti bahwa mereka tidak menyukai menghasilkan uang atau mendorong kembali ke perekonomian yang serba tunai atau barter. Mereka mendorong semua pihak dalam transaksi keuangan untuk berbagi risiko dan keuntungan atau kerugian usaha tersebut.
52 Pada penelitian lainnya oleh Aisyah, (2018) ditemukan juga bahwa pelanggan masih ragu dengan profesionalisme pelayanan perbankan syariah. Keunggulan kualitas produk dan layanan tetap memadai untuk kepuasan dan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas layanan bank syariah di Indonesia berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah. Namun kepuasan pelanggan tidak mempengaruhi loyalitas pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya nasabah masih merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diberikan bank syariah. Penelitian ini kemudian merekomendasikan strategi peningkatan kualitas layanan dan kepercayaan konsumen terhadap keunggulan sistem perbankan syariah. Jadi jelaslah bahwa industri perbankan syariah ini, yang diperkirakan bernilai lebih dari satu triliun dolar, telah berkembang secara internasional, dengan bank-bank Islam kini beroperasi di lebih dari enam puluh negara, (Cammack, 2011). Meskipun pertumbuhannya pesat, perbankan syariah menghadapi tantangan peraturan yang unik, dan para pembuat kebijakan harus mengatasi hambatan ini untuk memajukan perkembangannya, (El Qorchi, 2005). D. Tantangan Perbankan syariah menghadapi berbagai tantangan, termasuk kurangnya pilihan pembiayaan yang fleksibel, bauran produk yang tidak lengkap, disekonomis skala, gesekan kontrak, dan kendala dalam manajemen likuiditas, (Hanif and Shaikh, 2010; Shaikh, 2014). Tantangantantangan ini semakin diperburuk dengan perlunya regulasi
53 dan pengawasan yang efektif, (Song et al., 2014). Di Inggris, perbankan syariah juga menghadapi kesulitan karena sistem keuangan yang lebih menguntungkan dibandingkan perbankan konvensional, namun terdapat peluang untuk tumbuh dan berkembang, khususnya dalam mendidik komunitas Muslim tentang produk keuangan Islam, (Langah, 2011). Terlepas dari tantangan-tantangan ini, perbankan syariah dipandang sebagai cara intermediasi keuangan yang layak dan efisien, (Hakeemat Ijaiya, 2020; Meisamy and Gholipour, 2020), dan perbankan syariah, beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam dan telah berkembang pesat secara global dalam beberapa dekade terakhir. Namun, perbankan syariah masih menghadapi sejumlah tantangan yang dapat menghambat pertumbuhannya lebih lanjut. Berikut ini adalah beberapa tantangan utama bagi perbankan syariah: 1. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat Banyak orang yang tidak familiar dengan prinsipprinsip syariah Islam, sehingga persepsi tentang perbankan syariah pun masih terbatas. Edukasi dan sosialisasi kepada publik mengenai perbankan syariah merupakan hal esensial untuk meningkatkan kepercayaan dan mendorong penggunaannya. 2. Produk dan Layanan Terbatas Dibandingkan perbankan konvensional, perbankan syariah seringkali memiliki pilihan produk dan layanan yang lebih terbatas. Hal ini bisa disebabkan oleh kompleksitas dalam penentuan produk-produk keuangan yang sesuai dengan syariah. Inovasi produk yang tetap mengedepankan kepatuhan syariah penting
54 untuk mendorong perluasan layanan perbankan syariah. 3. Biaya Operasional yang Lebih Tinggi Kepatuhan pada prinsip syariah seringkali melibatkan biaya operasional tambahan, seperti biaya untuk tenaga ahli syariah, proses verifikasi transaksi, dan riset produk. Kondisi ini dapat menjadikan produk-produk perbankan syariah menjadi kurang kompetitif secara biaya jika dibandingkan dengan produk konvensional. 4. Sumber Daya Manusia yang Terbatas Terdapat kesenjangan keterampilan antara kebutuhan SDM di perbankan syariah dan ketersediaan tenaga kerja terlatih. Bank syariah membutuhkan staf yang tidak hanya memahami perbankan tetapi juga menguasai prinsip-prinsip syariah. Mengembangkan tenaga kerja di bidang perbankan syariah merupakan sebuah keharusan. 5. Standardisasi yang Belum Optimal Kurangnya standarisasi global dalam fatwa dan peraturan perbankan syariah menciptakan variasi interpretasi dan praktik antar negara. Ketiadaan standarisasi menghambat integrasi yang lebih luas dan menciptakan ketidakpastian di pasar. 6. Regulasi Dalam beberapa wilayah, aturan yang mengatur perbankan syariah masih kurang mendukung untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi di sektor ini. Terdapat kebutuhan adanya kerangka regulasi yang
55 jelas dan efektif untuk memfasilitasi perkembangan perbankan syariah secara sehat. 7. Persaingan dengan Perbankan Konvensional Perbankan syariah menghadapi persaingan ketat dari perbankan konvensional, yang memiliki basis nasabah besar dan infrastruktur yang sudah mapan. Bank syariah dituntut agar mampu berinovasi dan bersaing secara kompetitif dalam hal kualitas layanan dan produknya. 8. Masalah Likuiditas Bank syariah mungkin menghadapi masalah likuiditas karena terbatasnya instrumen keuangan syariah di pasar. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuannya untuk mengelola risiko dan memenuhi kebutuhan dana jangka pendek. 9. Risiko Perbankan syariah memiliki risiko khusus yang terkait dengan penafsiran dan penerapan prinsipprinsip syariah. Misalnya, terjadinya risiko kepatuhan syariah jika produk dan layanan bank tidak memenuhi hukum Islam. E. Strategi Mengatasi Tantangan 1. Meningkatkan edukasi dan kesadaran publik tentang perbankan syariah. 2. Mengembangkan produk dan layanan yang inovatif serta sesuai syariah.
56 3. Mengoptimalkan efisiensi dan menekan biaya operasional. 4. Berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan syariah. 5. Mendorong harmonisasi dan standardisasi global di bidang perbankan Islam. 6. Meningkatkan kerangka regulasi yang mendukung. 7. Meningkatkan kualitas pelayanan dan produk perbankan syariah yang lebih kompetitif. Penting untuk diingat: Walaupun terdapat kendala, perbankan syariah memiliki potensi pertumbuhan yang luar biasa. Dengan adanya penyesuaian strategi dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, sektor ini dapat terus berkembang dan melayani pasar yang terus bertambah.
57 alam bidang keuangan banyak dikenal dengan beberapa produk jasa keuangan yang dalam salah satunya ialah Asuransi, Asuransi sendiri merupakan suatu jasa keuangan yang bergerak untuk menangani jiwa dan raga kita, maksudnya ialah apabila terjadi kecelakaan kerja, kecelakaan saat berkendara atau pada saat kita masuk rumah sakit yang D BAB 5 ASURANSI SYARIAH M Andika Hariz Hamdallah, S.H., M.S.I., M.H
58 disebut asuransi kesehatan, maka kita bisa menggunakan jasa tersebut sebagai penolong kita. Sederhananya, asuransi adalah kontrak antara perusahaan asuransi dengan tertanggung yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima pembayaran. Dalam sistem islam pun juga dikenal dengan adanya asuransi yang berbasis syariah, yang tentunya berlandaskan dan berprinsip sesuai dengan Hukum Islam, istilah asuransi secara Islam, yaitu Upaya saling membantu (ta'awuni) dan melindungi peserta (takaful) untuk memenuhi risiko tertentu melalui akad atau perjanjian yang sesuai dengan prinsip syariah dan membayar premi asuransi yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah. Asuransi di Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, sedangkan [mol[hmc ms[lc[b ^[j[n ^c[haa[j m_\[a[c ‚om[b[ m[fcha menunjang dan melindungi antar peserta yang kegiatannya ^cf[eoe[h‛. "T[hj[ \_lg[emo^ g_h^[bofoc n[e^cl, [mol[hmc dapatlah diniatkan sebagai ikhtiar persiapan untuk menghadapi e_gohaech[h n_ld[^chs[ lcmcei‛. M[d_fcm Uf[g[ Ih^ih_mc[ (MUI) juga memastikan jaminan halal melalui Fatwa Nomor 1 Dewan Syariah Nasional (DSN). 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Dengan demikian, asuransi syariah merupakan upaya saudara-saudara muslim dalam hal ini untuk saling melindungi dan mendukung dalam rangka ketentraman bersama antar peserta asuransi dengan menerapkan prinsip operasional dan asas hukum yang sesuai dengan syariat Islam. Asuransi jenis ini dapat dipahami sebagai upaya mempersiapkan risiko yang mungkin terjadi di masa depan tanpa ingin meramalkan nasib. Dicapai melalui penghimpunan dan pengelolaan dana tabarru'
59 (iuran peserta), asuransi syariah di Indonesia masuk dalam kategori halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). A. Prinsip dan Manfaat Asuransi Syariah Dalam asuransi syariah juga dikenal adanya prinsipprinsip yang telah ditentukan, khususnya prinsip pembagian risiko, dimana risiko satu orang/pihak ditanggung oleh seluruh pemegang polis/pihak, sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem transfer risiko, yaitu polis. risiko dialihkan kepada perusahaan asuransi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi Takaful bertanggung jawab atas pengelolaan operasional dan investasi sebagian dana yang diterima dari pemegang polis, tidak seperti perusahaan asuransi tradisional yang bertindak sebagai penanggung risiko. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan dalam hal ini menggunakan prinsip tolong menolong antara pemegang polis lain dan perwakilan pemegang polis/bekerja sama dengan perusahaan asuransi syariah, sedangkan akad atau perjanjian yang digunakan dalam asuransi Syariah yang didasarkan pada prinsip (jual beli). (ojk.go.id, 2021). Asuransi Syariah Di Negara Indonesia di atur dalam Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2011, selain itu dasar hukum dari ssuransi syariah juga terdapat dalam Al-Qol’[h dan Hadits yang diantaranya ialah : 1. ‚QS. [f-H[msl *59+: 18‛ 2. ‚QS. [f-M[c^[b *5+: 1‛ 3. ‚QS. [h-Ncm[ *4+: 58‛ 4. ‚QS. [f-M[c^[b *5+: 90‛
60 5. ‚QS.2 : [fB[k[l[b *2+: 278‛ 6. ‚QS. [l-B[k[l[b *2+; 279‛ 7. ‚QS. [h-Ncm[ *4+ : 29‛ 8. ‚QS. [fM[c^[b *5+: 2‛ 9. ‚HR. Momfcg ^[lc No’g[h \ch B[mscl (P_logj[g[[h orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut g_h^_lcn[)‛. 10. ‚HR Momfcg ^[lc A\o Mom[ [f-Ams’[lc (S_il[ha go’gch ^_ha[h go’gch s[ha f[ch c\[l[n m_\o[b \[haoh[h, m[no \[ac[h g_hao[ne[h \[ac[h s[ha f[ch)‛. 11. ‚HR. Tclgc^tc ^[lc ‘Agl \ch Ao` (K[og gomfcgch terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau g_hab[f[fe[h s[ha b[l[g)‛. 12. ‚HR. Boeb[lc & Momfcg ^[lc Ug[l \ch Kb[nn[\ (S_nc[j amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang ^chc[ne[hhs[)‛. 13. ‚HR. Momfcg, Tclgctc, N[m[’c, A\o D[o^, ^[h I\ho Majah dari Abu Hurairah (Rasulullah SAW melarang do[f \_fc s[ha g_ha[h^oha ab[l[l)‛. 14. ‚HR. Boeb[lc (Ol[ha s[ha n_l\[ce ^c [hn[l[ e[go adalah orang yang paling baik dalam pembayaran bon[hahs[)‛. (DSN-MUI , 2001) Adapun ketentuanya hukum lainnya dapat dilihat pada isi fatwa tersebut mengenai asuransi Syariah. Adapun beberapa prinsip-prinsip asuransi Syariah sebagai berikut: 1. Tauhid 2. Keadilan
61 3. Tolong Menolong 4. Kerja Sama 5. Amanah 6. Kerelaan 7. Tidak Mengandung Rc\[’ 8. Tidak Mengandung Perjudian 9. Tidak Mengandung Gb[l[l’ (Ketidakpastian) Adapun penjelsan dari beberapa prinsip asuransi Syariah yang ada sebagai berikut : 1. Tauhid, Tauhid sendiri artinya ketuhanan. Sedangkan dari sisi implementasi, tauhid dalam prinsip asuransi syariah artinya seseorang yang berniat membeli asuransi syariah sebagai salah satu bentuk ibadah harus mematuhi aturan Islam. 2. Keadilan, keadilan yang dimaksud, tidak hanya berlaku pada satu pihak saja. Namun bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu kontrak atau perjanjian. Dalam hal ini, perusahaan asuransi dan temannya adalah pemilik polis atau rekening asuransi. Oleh karena itu, muatan regulasi dalam suatu kontrak asuransi syariah tidak hanya akan menguntungkan perusahaan asuransi atau pemegang polis saja, namun salah satu pihak akan terhindar dari kerugian atau keuntungan yang berlebihan. 3. Tolong Menolong, Tolong Menolong yang dalam bahasa arab berarti ta'awun menyebabkan seorang pemegang polis berinteraksi dengan pemegang polis lainnya, artinya perusahaan asuransi hanya berperan sebagai pengelola dana dan pengumpul wadah. Walaupun kepemilikan uang adalah milik seluruh tertanggung, namun T[’[qoh atau tolong menolong terjadi karena
62 bentuk akad atau perjanjian yang dibuat dalam asuransi syariah. 4. Kerja sama, kerja sama juga diterapkan dalam asuransi syariah. Jika prinsip tolong menolong berlaku bagi peserta asuransi syariah lainnya, maka akan ada prinsip kerjasama antara peserta dan perusahaan asuransi. Selain itu, kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu hadir dalam literatur ekonomi Islam. Bentuk kerjasama antara peserta dengan perusahaan asuransi adalah kontrak. Perjanjian ini merupakan dokumen acuan yang memungkinkan peserta dan penanggung memenuhi kewajibannya dan memperoleh haknya masing-masing. 5. Amanah, Prinsip amanah dalam asuransi syariah terlaksana dalam pengelolaan dana milik peserta asuransi. Prinsip amanah serupa dengan utmost good faith dalam asuransi konvensional. Dalam mengelola dana, perusahaan asuransi dapat mempertanggungjawabkan dan memberi akses yang mudah kepada peserta asuransi untuk mengetahui laporan keuangan terkait pengelolaan dana mereka. Perusahaan asuransi juga harus memastikan kebenaran laporan keuangannya. 6. Trust, atau dalam Bahasa Indonesia disebutnya ialah prinsip kepercayaan, prinsip kepercayaan dalam asuransi syariah diterapkan dalam pengelolaan dana peserta asuransi. Prinsip kepercayaan sama dengan prinsip keyakinan terbaik pada asuransi konvensional. Dalam mengelola dana, perusahaan asuransi dapat bertanggung jawab dan memberikan kemudahan akses kepada peserta asuransi terhadap laporan keuangan
63 terkait pengelolaan dananya. Perusahaan asuransi juga harus memastikan keakuratan laporan keuangannya. 7. Tidak mengandung unsur riba', maka riba' tidak terdapat dalam asuransi syariah, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan unsur lc\[’, dalam asuransi syariah digantikan dengan konsep mudhârabah (penyertaan keuntungan). Baik dalam kegiatan operasional untuk mengidentifikasi manfaat teknis, investasi maupun pembiayaan dengan pihak ketiga, semuanya menggunakan instrumen akad syariah non lc\[’. 8. Tidak mengandung unsur perjudian, menurut pakar ekonomi Syafi'i Antonio dalam bukunya Muhammad Ajib, mengartikan g[cmcl’ atau perjudian adalah satu pihak mendapat untung namun pihak lain merugi. Faktor terpenting yang ada pada asuransi konvensional biasanya terjadi ketika pemegang polis membatalkan polisnya sebelum masa keluarnya yang biasanya pada tahun ketiga. Oleh karena itu, pemilik asuransi dapat membatalkan asuransinya namun jumlah yang dikembalikan hanya sebagian kecil dari jumlah yang dibayarkan. Dalam asuransi syariah (misalnya di Takaful), periode penarikan berlaku sejak awal kontrak. Dengan demikian, peserta kontrak dapat sewaktuwaktu menarik jumlah yang sesuai dengan jumlah yang telah mereka bayarkan, kecuali jumlah yang dibayarkan ke dana sosial. Jadi tidak ada pihak yang dirugikan. (Ajib, 2019). 9. Tidak Mengandung Gharar' (Ketidakpastian), Gharar' atau ketidakpastian tidak ada dalam asuransi syariah akibat polis yang digunakan. Berbeda dengan asuransi
64 konvensional yang menggunakan akad tabaduli, asuransi syariah menggunakan akad n[\[llo’. Selain itu, uang yang terkumpul dari masing-masing anggota asuransi ditransfer ke rekening yang berbeda dengan rekening perusahaan asuransi dan digunakan untuk subsidi. (https://wakalahmu.com/, 2021). Jadi melihat prinsip yang ada terkait asuransi syariah, bahwasanya sistem asuransi syariah dinilai sistem asuransi yang baik, karena dalam hal ini sistem ini tentunya berlandaskan Al-Qol’[h, Am-Sunnah dan beberapa hal lainya yang sesuai dengan ketentuan ajaram agama islam. Pembahasan berikutnya sedikit mengenai Asuransi Syariah dengan Perbedaan pada Asuransi Konvensional terutama dalam prinsipnya, yakni sebagai berikut: (Prudential, 2020) Asuransi Syariah Asuransi Konvensional Prinsip n[\[llo’, berarti setiap peserta memberikan sumbangan untuk membantu peserta lain dalam kelompoknya yang mengalami kerugian. Prinsip Indemnity, berarti perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang setara dengan kerugian yang diderita oleh peserta. Prinsip mudharabah, mengacu pada kesepakatan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta untuk berbagi hasil investasi yang dilakukan oleh perusahaan Prinsip Subrogation, mengacu pada hak perusahaan asuransi untuk mengambil alih hak-hak peserta dalam proses klaim.
65 Prinsip wakalah, merujuk pada peran perusahaan asuransi syariah sebagai perwakilan peserta untuk mengelola dana yang telah dikumpulkan. Prinsip Utmost Good Faith merujuk pada kepercayaan paling tinggi antara perusahaan asuransi dan peserta dalam memberikan informasi yang benar dan lengkap. Dapat dilihat dari sisi prinsip saja sudah terjadi beberapa perbedaan yang cukup signifikan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional pada umumnya, terlebih lagi jika dijabarkan secara terperinci, maka aka nada beberapa perbedaan lainnya yakni, Pengawasan dana yaitu pengawasan terhadap dana asuransi syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini bertanggung jawab kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Untuk asuransi konvensional, pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diatur oleh masing-masing perusahaan asuransi konvensional. Sistem akad yang juga dilakukan berbeda yakni jika pada asistem asuransi syariah lebih kea rah tolong menolong sedangkan pada sistem asuransi konvensional lebih ke arah jual beli, adanya sistem bagi hasil yang dilakukan pada asuransi syariah yang bagi hasil tersebut diberikan langsung merata kepada peserta asuransi syariah, sedangkan pada asuransi konvensional tidak ada sistem tersebut, namun keuntungan yang diperoleh akan menjadi pihak perusahaan suluruhnya serta masih ada beberapa hal
66 lainnya yang memang sudah sangat berbeda antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. Dengan Demikian dapat disimpulkan pada kajian BAB ini mengenai Asuransi Syariah, bahwasnnya sistem Asuransi Syariah lebih ditekankan kepada sistem yang berlandaskan dari Agama Islam. Meskipun pada implementtasinya apabila ada seorang non islam yang ingin menggunakan jasa asuransi syariah, maka orang tersebut dapat menggunakan jasa Asuransi Syariah dengan catatan orang tersebut mau menggunakan sistem yang ada pada jasa Asuransi Syariah, karena sistem asuransi terbuka untuk kalangan siapa pun. Selain itu Manfaat yang ada pada Asuransi Syariah, yakni kita sebagai orang muslim terbebas dari unsur transaksi yang bersifat lc\[’, ab[l[l’, serta g[cmscl’ dan kita sebagai umat muslim juga telah melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, hal lain juga yang terdapat dalam asuransi Syariah, yakni adanya beberapa perbedaan yang cukup signifikan terutama dari sisi prinsip, pengawasan serta akad yang digunakan, semua berbeda hanya saja tinggal kita yang memilih ingin menggunakan jasa asuransi syariah atau konvensional dan semua itu kembali lagi kepada masing-masing.
67 A. Prinsip Investasi Syariah 1. Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Syariah Investasi syariah adalah investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yaitu tidak mengandung unsur riba, gharar, dan maisir, serta patuh pada fatwa DSN-MUI. BAB 6 INVESTASI SYARIAH: PRINSIP, PRODUK DAN RISIKO Bobby Ferly, S.H., M.H., C.MT.
68 Dasar hukum investasi syariah adalah Al-Qur'an, Hadits, Ijma', dan Qiyas, khususnya surah Al-Baqarah ayat 275 yang melarang riba: َ ْن ُ ل ُ ك ْ أ َ ي ٱ ّ ِ هر ا ٰ ْ َ ة ا َ ل َ ْن ُ ْي ُ ق َ ي ا َّ ل ِ إ ا َ ً َ ل ُ ْم ُ ق ي ٱِذى َ َّ ل ُ ُ ُ ط َّ ت َ خ َ خ َ ي ٱ ُ ٌ َٰ ط ْ ي َّ هش َ ِيٌ ٱ ِس ّ َ ً ْ ه َ ِلك َٰ ذ ْ م ُ ه َّ ن َ أ ِ ة ْٓا ُ اه َ ق َ ً َّ ٍ ِ إ ا ٱ ُ ع ْ ي َ ب ْ ه ُ ن ْ ِيث ٱ ا ٰ ْ َ ة ّ ِ هر َّ ن َ ح َ أ َ و ٱ َه َلل ٱ َ ع ْ ي َ ب ْ ه َ م رَّ َ ح َ و ٱ ا ٰ ْ َ ة ّ ِ هر ٌ َ ً َ ف ُ ه َ آء َ ج ث َ ِغظ ْ ْ َ ي ٌ ّ ِي ُِ ّ ِ ة َّ ر َ ٰى فٱ َ ه َ ٍخ ُ ه َ ل َ ف ا َ ي َ ف َ و َ ش ٓ ُ ه رُ ْ ي َ أ َ و ى َ ل ِ إ ٱ ِ َّ َلل ْ ٌ َ ي َ و َ اد َ ع َ ِئك ََٰٓ و ل ُ أ َ ُب ف َٰ ح ص ْ َ أ ٱ ِ ار َّ لن ْ ى ُ ِ ا َ ِفيّ ون ُ ِد ل َٰ خ Alnchs[: ‚Ol[ha-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghunij_habohc h_l[e[; g_l_e[ e_e[f ^c ^[f[ghs[.‛ 3 (Tiga) tafsir dari ulama mengenai larangan riba dalam surah Al-Baqarah ayat 275, yaitu:
69 a. Imam at-Thabari dalam kitab Jami'ul Bayan fi Ta'wil Qur'an menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Allah telah mengharamkan riba bagi orangorang yang beriman, dan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang dimurkai oleh Allah dan disiksa dengan siksa yang pedih. Allah juga memberi perumpamaan bagi orang-orang yang memakan riba, yaitu seperti orang yang kemasukan syaitan karena penyakit gila, yang tidak dapat berdiri dengan tenang dan tegak, melainkan bergerak-gerak dan terguncangguncang. Hal ini menunjukkan betapa buruknya keadaan mereka di dunia dan akhirat. Allah juga menjelaskan bahwa alasan mereka memakan riba adalah karena mereka menganggap bahwa jual beli sama dengan riba, padahal keduanya sangat berbeda. Jual beli adalah pertukaran harta yang halal dan bermanfaat, sedangkan riba adalah penambahan harta yang haram dan merugikan. Allah juga memberi kelonggaran bagi orang-orang yang telah memakan riba sebelum turunnya larangan, yaitu mereka boleh menyimpan apa yang telah mereka ambil, asalkan mereka tidak mengulanginya lagi. Namun, jika mereka masih melakukannya setelah mendapat peringatan dari Allah, maka mereka termasuk penghuni neraka yang kekal di dalamnya.1 1 Khotibul Umam, "Pelarangan Riba dan Penerapan Prinsip Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan di Indonesia." Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 29, no. 3 (2017): hlm. 457-470.
70 b. Imam al-Qurtubi dalam kitab Al-Jami' li Ahkam alQur'an mengatakan bahwa ayat ini adalah salah satu ayat yang paling keras dalam mengharamkan riba, dan paling jelas dalam menjelaskan bahayanya. Ia mengutip pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah bahwa orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri di hari kiamat, melainkan seperti orang yang kemasukan syaitan. Ia juga mengutip pendapat Ibnu Mas'ud, Hasan al-Bashri, dan Sa'id bin Jubair bahwa orang-orang yang memakan riba akan dibangkitkan dalam keadaan gila dan bodoh. Ia juga menafsirkan bahwa perkataan mereka "sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba" adalah dalih yang mereka gunakan untuk membenarkan perbuatan mereka, padahal mereka mengetahui bahwa keduanya berbeda. Ia juga menjelaskan bahwa Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang berhenti dari memakan riba setelah mendapat peringatan, dan memberi ancaman kepada orang-orang yang tetap melakukannya.2 c. Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur'an al- 'Adhim menulis bahwa ayat ini adalah salah satu dalil yang paling kuat dalam mengharamkan riba, dan paling gamblang dalam menggambarkan akibatnya. Ia mengatakan bahwa orang-orang yang memakan riba adalah orang-orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berani melanggar perintah-Nya. Ia juga 2 Weni Luthfiani Fauziah, "Dampak Riba Mendatangkan Kebinasaan: Sebuah Tinjaun Hadis." Jurnal Riset Agama 1, no. 1 (2021): hlm.197-208.
71 mengatakan bahwa Allah memberi perbandingan bagi orang-orang yang memakan riba, yaitu seperti orang yang kemasukan syaitan karena penyakit gila, yang tidak dapat berpikir dan berakal dengan baik, dan tidak dapat mengendalikan dirinya. Ia juga mengatakan bahwa Allah menjelaskan bahwa alasan mereka memakan riba adalah karena mereka menganggap bahwa jual beli sama dengan riba, padahal keduanya sangat berbeda. Jual beli adalah pertukaran harta yang halal dan bermanfaat, sedangkan riba adalah penambahan harta yang haram dan merugikan. Ia juga mengatakan bahwa Allah memberi kelonggaran bagi orang-orang yang telah menyebabkan peminjam terjerat hutang dan kesulitan keuangan. d. Jual beli emas dengan cara kredit Jual beli emas dengan cara kredit adalah salah satu bentuk transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat untuk berinvestasi atau berhias. Jual beli emas dengan cara kredit juga sering mengandung riba, karena membebankan harga yang lebih tinggi dari harga tunai, atau membebankan biaya tambahan jika pembayaran tidak dilakukan secara lunas. Jual beli emas dengan cara kredit juga sering melanggar syaratsyarat jual beli yang sah dalam Islam, seperti adanya ketidakjelasan atau ketidakpastian mengenai objek, harga, atau waktu transaksi. Jual beli emas dengan cara kredit yang mengandung riba dapat menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi pembeli.
72 2. Tanpa perjudian (Maisir) Prinsip ini melarang segala bentuk spekulasi, untung-untungan, atau permainan yang mengandalkan faktor keberuntungan. Maisir adalah salah satu sumber kerugian dan ketidakstabilan dalam ekonomi. Investasi syariah harus berdasarkan pada analisis yang rasional, objektif, dan ilmiah.3 3. Tanpa ketidakpastian (gharar) Prinsip ini melarang segala bentuk ketidakjelasan, ketidaktahuan, atau ketidakpastian mengenai objek, harga, waktu, atau kondisi transaksi. Gharar adalah salah satu penyebab ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam ekonomi. Investasi syariah harus transparan, jelas, dan pasti berdasarkan pada analisis yang rasional, objektif, dan ilmiah.4 4. Adil dan transparan Prinsip ini menuntut segala bentuk kejujuran, keterbukaan, dan keseimbangan dalam transaksi. Investasi syariah harus menghindari segala bentuk penipuan, manipulasi, atau penyalahgunaan informasi. 3Weni Luthfiani Fauziah, "Dampak Riba Mendatangkan Kebinasaan: Sebuah Tinjaun Hadis." Jurnal Riset Agama 1, no. 1 (2021): 197-208. 4 Ahmad Taufiq. "Konsep Riba dalam Perspektif Hadis." Jurnal Riset Agama 1, no. 1 (2021): hlm. 209-220.
73 Investasi syariah harus menghormati hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat.5 5. Berbagi risiko dan keuntungan Prinsip ini mengharuskan adanya keterlibatan dan partisipasi aktif dari semua pihak yang terlibat dalam investasi. Investasi syariah harus berdasarkan pada prinsip kemitraan, kerjasama, dan solidaritas. Investasi syariah harus membagi risiko dan keuntungan secara proporsional dan adil.6 6. Patuh pada fatwa DSN-MUI Fatwa DSN-MUI adalah keputusan hukum yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah. Fatwa DSN-MUI memberikan panduan resmi mengenai praktik investasi yang halal dan sesuai dengan ajaran Islam. Patuh pada fatwa DSN-MUI berarti mengikuti keputusan hukum yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, termasuk investasi syariah. Fatwa DSN-MUI memberikan panduan resmi mengenai 5 Nur Alim Arrazaq, "Investasi Syariah dalam Rangka Menegakkan Prinsip Syariah." Journal of Islamic Law Studies 3, no. 1 (2020): 1-16. 6 Muhammad Syafii Antonio, “Penerapan Prinsip Ekonomi Syariah dalam Industri Keuangan Global”. Jurnal Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah (AKSY) 4, no. 2 (2021): hlm.1-14.
74 praktik investasi yang halal dan sesuai dengan ajaran Islam. DSN-MUI adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang merupakan lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa-fatwa tentang ekonomi syariah, termasuk pasar modal syariah. Fatwa-fatwa DSN-MUI bertujuan untuk memberikan pedoman prinsip syariah dalam berbagai aspek pasar modal syariah, seperti produk, mekanisme, dan layanan. Berikut ini adalah 24 fatwa DSN-MUI yang terkait dengan pasar modal syariah di Indonesia, beserta nomor dan judulnya: a. Fatwa Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Saham b. Fatwa Nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Obligasi c. Fatwa Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Reksadana d. Fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Bagi Hasil e. Fatwa Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Jual Beli f. Fatwa Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Sewa g. Fatwa Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Pesanan h. Fatwa Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Salam
75 i. Fatwa Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Istishna j. Fatwa Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Qardh k. Fatwa Nomor 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Kafalah l. Fatwa Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Rahn m. Fatwa Nomor 13/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Wakalah n. Fatwa Nomor 14/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Hibah o. Fatwa Nomor 15/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Ibra p. Fatwa Nomor 16/DSN-MUI/IV/2000 tentang P_g\c[s[[h B_l^[m[le[h T[’qc^b q. Fatwa Nomor 17/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Gharamah r. Fatwa Nomor 18/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Musyarakah Mutanaqishah s. Fatwa Nomor 19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Musyarakah Muntahiyah Bit Tamlik t. Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Berdasarkan Musyarakah Muntahiyah Bi Al-Ajil
76 u. Fatwa Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek v. Fatwa Nomor 124/DSN-MUI/IX/2017 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Penyimpanan Efek Bersifat Ekuitas di Kustodian Sentral Efek Indonesia w. Fatwa Nomor 138/DSN-MUI/VI/2018 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Penyelesaian Transaksi Efek Bersifat Ekuitas di Kliring Penjaminan Efek Indonesia x. Fatwa Nomor 154/DSN-MUI/V/2023 tentang Exchange Traded Fund (ETF) Syariah. B. Produk 1. Produk Investasi Syariah di Pasar Modal Saham syariah adalah saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang usahanya tidak bertentangan dengan syariah, seperti tidak bergerak di bidang yang haram, tidak memiliki utang yang berlebihan, dan tidak memiliki pendapatan yang berasal dari riba, maisir, atau gharar. Karakteristik saham syariah adalah memiliki hak kepemilikan, hak suara, dan hak bagi hasil yang sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Kriteria dan seleksi saham syariah dilakukan oleh lembaga yang berwenang, seperti DSN-MUI, OJK,
77 atau BEI, dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif.7 Analisis dan strategi investasi saham syariah meliputi analisis fundamental, analisis teknikal, dan analisis portofolio dengan mempertimbangkan faktorfaktor seperti kinerja keuangan, valuasi, tren pasar, risiko, dan diversifikasi. Sukuk (obligasi syariah) adalah surat berharga yang mewakili kepemilikan atas aset produktif yang menghasilkan aliran kas yang sesuai dengan syariah. Karakteristik sukuk adalah berdasarkan akad yang jelas, memiliki underlying asset yang nyata, memiliki manfaat ekonomi yang seimbang, dan memiliki mekanisme bagi hasil yang adil . Jenis dan struktur sukuk bervariasi, tergantung pada akad yang digunakan, seperti mudharabah, musyarakah, ijarah, murabahah, istisna, atau salam . Analisis dan strategi investasi sukuk meliputi analisis kredit, analisis harga, dan analisis sensitivitas, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti rating, yield, duration, convexity, dan spread.8 2. Produk Investasi Syariah di Pasar Uang Produk investasi syariah di pasar uang adalah produk yang diperdagangkan di pasar uang yang sesuai 7 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 17. 8 Ibid. hlm.18.
78 dengan prinsip-prinsip syariah. Produk ini meliputi deposito syariah dan reksa dana syariah.9 Deposito syariah adalah simpanan berjangka yang memberikan bagi hasil kepada nasabah sesuai dengan nisbah yang disepakati. Karakteristik deposito syariah adalah memiliki jangka waktu tertentu, tidak dapat ditarik sebelum jatuh tempo, dan tidak memiliki bunga tetap. Akad dan mekanisme deposito syariah dapat menggunakan akad mudharabah, wadiah, atau qardh . Analisis dan strategi investasi deposito syariah meliputi analisis likuiditas, analisis profitabilitas, dan analisis risiko, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti tingkat bagi hasil, jangka waktu, biaya administrasi, dan perlindungan LPS. Reksa dana syariah adalah kumpulan dana yang dikelola oleh manajer investasi yang dialokasikan dalam portofolio efek syariah . Karakteristik reksa dana syariah adalah memiliki unit penyertaan, nilai aktiva bersih, dan biaya pengelolaan . Jenis dan kebijakan reksa dana syariah tergantung pada jenis efek yang menjadi aset dasar, seperti pasar uang, pendapatan tetap, saham, campuran, atau indeks. Analisis dan strategi investasi reksa dana syariah meliputi analisis kinerja, analisis risiko, dan analisis diversifikasi, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti return, volatilitas, rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen. 9 M. Umer Chapra, The Future of Economics: An Islamic Perspective (Leicester: The Islamic Foundation, 2000), hlm. 123.
79 3. Produk Investasi Syariah di Pasar Barang Produk investasi syariah di pasar barang adalah produk yang diperdagangkan di pasar barang yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Produk ini meliputi emas syariah dan produk investasi syariah lainnya.10 Emas syariah adalah emas yang diperdagangkan dengan cara yang sesuai dengan syariah, seperti tidak menggunakan riba, tidak menggunakan spekulasi, dan tidak menggunakan pinjaman. Karakteristik emas syariah adalah memiliki kadar, berat, dan ukuran yang standar, memiliki sertifikat yang sah, dan memiliki harga yang transparan. Akad dan mekanisme emas syariah dapat menggunakan akad bai, tukar menukar, atau sewa.11 Produk investasi syariah lainnya adalah produk yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dijadikan sebagai objek investasi yang sesuai dengan syariah. Produk ini meliputi properti syariah, logam mulia syariah, dan perhiasan syariah.12 Properti syariah adalah properti yang diperoleh, dimiliki, dan diperjualbelikan dengan cara yang sesuai dengan syariah, seperti tidak menggunakan riba, tidak menggunakan spekulasi, dan tidak menggunakan 10Ahmad Zaki Yamani, Islam and Property (London: Islamic Council of Europe, 1978), hlm. 12. 11 Muhammad Nuh Al-Azhari, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 56. 12 Ahmad Zaki Yamani, Islam and Property (London: Islamic Council of Europe, 1978), hlm. 12.
80 pinjaman. Karakteristik properti syariah adalah memiliki lokasi, desain, dan fungsi yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai Islam . Akad dan mekanisme properti syariah dapat menggunakan akad bai, ijarah, murabahah.13 Logam mulia syariah adalah logam mulia yang diperdagangkan dengan cara yang sesuai dengan syariah, seperti tidak menggunakan riba, tidak menggunakan spekulasi, dan tidak menggunakan pinjaman. Selain emas, logam mulia syariah juga mencakup perak, platinum, dan paladium. Karakteristik logam mulia syariah adalah memiliki kadar, berat, dan ukuran yang standar, memiliki sertifikat yang sah, dan memiliki harga yang transparan. Akad dan mekanisme logam mulia syariah dapat menggunakan akad bai, tukar menukar, atau sewa.14 Perhiasan syariah adalah perhiasan yang dipakai, dimiliki, dan diperjualbelikan dengan cara yang sesuai dengan syariah, seperti tidak menggunakan riba, tidak menggunakan spekulasi, dan tidak menggunakan pinjaman. Perhiasan syariah dapat terbuat dari emas, perak, atau bahan lainnya, asalkan tidak bertentangan dengan syariah. Karakteristik perhiasan syariah adalah memiliki nilai ekonomis, nilai estetika, dan nilai 13 Ibid. hlm.13 14 Muhammad Arifin Badri, Logam Mulia dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), hlm. 34.
81 religius.15 Akad dan mekanisme perhiasan syariah dapat menggunakan akad bai, ijarah, murabahah, atau salam. C. Risiko Risiko adalah kemungkinan terjadinya perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya dari suatu investasi. Risiko dapat bersumber dari faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi kinerja investasi. Risiko juga dapat dibedakan menjadi risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis adalah risiko yang dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi, politik, sosial, dan hukum yang berlaku secara umum. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang dipengaruhi oleh kondisi spesifik dari suatu produk, perusahaan, atau sektor investasi.16 Dalam konteks investasi syariah, risiko juga harus dilihat dari perspektif syariah, yaitu risiko yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti menjauhi riba, menolak maisir, dan menghindari gharar. Risiko kepatuhan syariah adalah risiko yang timbul akibat ketidaksesuaian produk, proses, atau transaksi investasi syariah dengan syariah. Risiko ini dapat menyebabkan kerugian finansial, hukum, atau moral bagi investor syariah. Risiko ini dapat diminimalkan dengan adanya lembaga pengawas syariah, seperti DSN-MUI, OJK, 15 Ibid. hlm.35. 16 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Riba, Bank Interest and the Rationale of Its Prohibition (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, 2004), hlm. 43.
82 atau Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas mengeluarkan fatwa, standar, dan sertifikat syariah, serta melakukan audit dan pengawasan terhadap produk dan pelaku investasi syariah.17 Risiko bagi hasil adalah risiko yang timbul akibat ketidakpastian atau ketidaksesuaian antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya dari investasi syariah yang berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, atau sukuk. Risiko ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti kinerja usaha, fluktuasi pasar, kesalahan manajemen, atau kecurangan. Risiko ini dapat diminimalkan dengan adanya transparansi, akuntabilitas, dan pengendalian internal yang baik, serta adanya nisbah atau rasio bagi hasil yang adil dan sesuai dengan syariah18 . Risiko likuiditas adalah risiko yang timbul akibat ketidakmampuan atau kesulitan investor syariah untuk menjual, menukar, atau mencairkan produk investasi syariah yang dimilikinya dengan harga yang wajar dan dalam waktu yang cepat. Risiko ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya permintaan, penawaran, atau informasi pasar, adanya batasan atau hambatan transaksi, atau adanya perubahan kondisi ekonomi atau hukum. Risiko ini dapat diminimalkan dengan adanya diversifikasi portofolio, peningkatan kualitas dan kuantitas 17 Abdul Ghofur Anshori, Ekonomi dan Perbankan Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2006), hlm. 45. 18 Ibid
83 produk investasi syariah, serta pengembangan infrastruktur dan regulasi pasar yang mendukung investasi syariah.19 Risiko nilai tukar adalah risiko yang timbul akibat perubahan nilai mata uang yang mempengaruhi nilai investasi syariah yang menggunakan mata uang asing, seperti sukuk internasional, reksa dana global, atau saham multinasional. Risiko ini dapat disebabkan oleh faktorfaktor seperti inflasi, deflasi, kebijakan moneter, atau kondisi geopolitik. Risiko ini dapat diminimalkan dengan adanya diversifikasi mata uang, lindung nilai, atau penggunaan mata uang yang stabil dan kuat.20 Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat penurunan citra atau kepercayaan masyarakat terhadap produk, perusahaan, atau sektor investasi syariah akibat adanya isu, skandal, atau kontroversi yang berkaitan dengan syariah. Risiko ini dapat menyebab-kan penurunan permintaan, penawaran, atau harga produk investasi syariah, serta kerugian sosial atau moral bagi investor syariah. Risiko ini dapat diminimalkan dengan adanya komunikasi, edukasi, dan sosialisasi yang efektif tentang investasi syariah, serta adanya tanggung jawab dan etika yang tinggi dari para pelaku investasi syariah. 19 Ibid 20 M. A. Mannan, Islamic Economics: Theory and Practice (Cambridge: Hodder and Stoughton, 1986), hlm. 89.
84 asar modal syariah dimulai sejak 1970-an, ketika negaranegara dengan mayoritas penduduk Muslim mulai mengembangkan instrumen keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan alternatif investasi yang sesuai dengan keyakinan agama bagi umat Islam. Sejak itu, pasar modal P BAB 7 PASAR MODAL SYARIAH: PERAN DAN PROSPEKNYA Risky Yuniar Rahmadieni, S.E.Sy.,M.E.
85 syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, dan pasar modal syariah. Pasar modal syariah merupakan bagian integral dari industri keuangan yang mematuhi prinsip-prinsip syariah dalam melakukan transaksi. Prinsip-prinsip syariah, yang didasarkan pada ajaran Islam, melarang riba (bunga), maisir (perjudian), gharar (ketidakpastian), dan investasi dalam bisnis yang terkait dengan industri haram seperti alkohol, tembakau, atau perjudian. Pasar modal syariah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, terutama di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan di mana pemerintah mendorong pembangunan ekonomi berbasis syariah. Proses ini juga didorong oleh peningkatan kesadaran konsumen Muslim akan pentingnya kepatuhan syariah dalam investasi mereka. Pasar modal syariah telah berkembang menjadi salah satu segmen penting dalam sistem keuangan global. A. Pengertian Pasar Modal Syariah Pasar modal syariah adalah sektor pasar modal yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Konsep dasar pasar modal syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang mengharamkan riba (bunga), maisir (perjudian), gharar (ketidakpastian yang berlebihan), dan investasi dalam bisnis yang haram seperti alkohol, perjudian, atau produk-produk yang dilarang dalam Islam. Pasar modal adalah wahana peran aktif yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan menginvestasikan kekayaan pasif menjadi sector produktif dalam
86 pembangunan perekonomian. Kemudian Investasi diartikan juga sebagai suatu kegiatan ekonomi perorangan sebagai upaya dalam mempertahankan dan atau meningkatkan nilai modalnya dimasa depan, baik kekayaan yang berbentuk tunai (cash money), aset bergarak, aset tidak bergerak, kekayaan intelektual, dan keahlian dibidang sumber daya M[homc[. (Riebg[nomm[’^s[b & Sol[ng[h,2010). Pasar modal syariah adalah bagian yang sangat penting dari sistem keuangan di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, dan ia terus berkembang dengan banyak produk dan instrumen investasi yang mematuhi prinsipprinsip syariah. Berikut adalah beberapa konsep dasar dalam pasar modal syariah: 1. Prinsip Syariah : Pasar modal syariah berlandaskan prinsip-prinsip syariah Islam. Ini termasuk adanya larangan terhadap bunga (riba), perjudian (maisir), ketidakpastian yang berlebihan (gharar), serta investasi dalam bisnis yang diharamkan dalam Islam. 2. Akad Syariah : Setiap transaksi dalam pasar modal syariah harus didasarkan pada akad syariah yang sesuai. Akad ini melibatkan prinsip-prinsip kepemilikan bersama (Musharakah) atau pembagian laba dan rugi (Mudarabah) dalam investasi. 3. Larangan Bunga (Riba) : Salah satu prinsip dasar pasar modal syariah adalah larangan terhadap bunga (riba). Oleh karena itu, instrumen-instrumen keuangan yang mengandung unsur bunga tidak dapat digunakan dalam pasar modal syariah. 4. Transparansi dan Kepatuhan : Perusahaan yang terdaftar di pasar modal syariah harus mematuhi
87 prinsip-prinsip syariah dan menjalani audit syariah secara berkala untuk memastikan kepatuhan mereka. 5. Penghindaran Investasi dalam Bisnis Haram : Pasar modal syariah melarang investasi dalam bisnis yang diharamkan dalam Islam, seperti alkohol, perjudian, perbankan konvensional, dan industri yang memproduksi produk yang diharamkan. 6. Pembagian Keuntungan dan Kerugian: Prinsip pembagian keuntungan dan kerugian adalah salah satu konsep penting dalam pasar modal syariah. Investasi yang dilakukan oleh investor dan perusahaan harus mengikuti prinsip pembagian yang adil sesuai dengan akad syariah yang telah ditetapkan. 7. Investasi dalam Aset Riil : Pasar modal syariah mendorong investasi dalam aset riil yang produktif, seperti properti, saham, dan proyek-proyek bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 8. Penyaringan Syariah (Screening): Perusahaan yang ingin masuk ke dalam pasar modal syariah harus melewati proses penyaringan syariah untuk memastikan bahwa operasi dan bisnis mereka sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 9. Zakat dan Sadaqah: Praktik zakat (sumbangan wajib) dan sadaqah (sumbangan sukarela) sering kali dianjurkan dalam pasar modal syariah sebagai cara untuk mendistribusikan kekayaan dan membantu masyarakat yang membutuhkan. 10. Kemajuan Ekonomi dan Sosial: Salah satu tujuan pasar modal syariah adalah untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial dalam masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk prinsip keadilan dan
88 keberpihakan terhadap masyarakat yang kurang mampu. B. Jenis Pasar Modal Syariah Jenis instrumen yang terdapat dalam pasar modal syariah adalah efek syariah, di mana efek ini tidak bertententangan dengan prinsip-prinsip syariah. Berikut ini instrumen pasar modal syariah yang perlu Anda ketahui: 1. Reksa dana syariah Jenis instrumen pasar modal syariah yang pertama adalah reksa dana syariah. Menurut OJK, reksa dana syariah bisa dijadikan sebagai salah satu wadah bagi Anda untuk menghimpun dana yang nantinya akan dikelola oleh Manajer Investasi. Dana yang Anda punya nantinya akan diinvestasikan ke dalam surat-surat berharga seperti saham atau obligasi yang sesuai dengan prinsip Islami. Ada pula pilihan instrumen pasar uang dengan portofolio penempatan dana di instrumen keuangan syariah, seperti saham syariah dan sukuk. 2. Saham syariah Saham syariah adalah surat bukti tanda penyertaan modal seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan yang tidak bertentangan dengan prinsipprinsip Islam, dengan kata lain pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Ada dua jenis saham syariah yang diakui di pasar modal syariah Indonesia, yaitu saham yang dicatatkan sebagai saham syariah