Manajemen Perbankan 39 beberapa kali (termin) pembayaran. Skema istishna' dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Perbedaan transaksi dengan prinsip jual beli (al bai’) yakni murabahah, salam dan istishna’, dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Perbedaan Skema Jual Beli (al bai’) b. Prinsip Sewa (ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya adalah barang pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (IMBT) yakni sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan. Harga sewa dalam bentuk ujrah dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
40 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si c. Prinsip Bagi Hasil (syirkah). Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut: 1) Pembiayaan musyarakah. Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (intangible). Secara spesifik bentuk kontribusi dari para pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan atau reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. 2) Pembiayaan mudharabah. Bentuk musyarakah yang populer dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal kepada pengelola dana (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahibul-maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-
Manajemen Perbankan 41 hati dan bertanggung jawab atas setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul-maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Perbedaan yang substansi dari skema musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Ringkasan skema dengan prinsip bagi hasil atau syirkah, dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Jenis Skema Bagi Hasil (syirkah)
42 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si 4. Produk Unik Perbankan Syariah Berdasarkan skema oprasional perbankan syariah dan penjelasan sebelumnya, ditemukan lima produk unik perbankan syariah yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional, yakni: (1) produk pendanaan dengan prinsip titipan dan bagi hasil; (ii) produk pembiayaan dengan prinsip jual beli, bagi hasil, sewa beli, dan gadai (iii) produk pendanaan dan pembiayaan dengan prinsip investasi (restricted investment); dan (iv) produk social finance dan jasa seperti ZISWAK (zakat, infak sodaqoh dan wakaf), tabungan umrah, haji, tabungan qurban, dll). Mengapa produk dengan skema dan akad-akad di atas dikatakan produk unik bank syariah? Karena produk dengan skema tersebut hanya bisa dilakukan oleh perbankan syariah, sedangkan perbankan konvensional tidak dapat melakukan transaksi tersebut karena tidak diperkenankan secara undang-undang dan ketentuan OJK. Minimal ada tiga produk yang tidak dimiliki oleh bank konvensiona, tapi dimiliki oleh bank umum syariah yakni (i) Sharia Restricted Intermediary Account/SRIS; (ii) Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik/IMBT); dan (iii) Rahn (gadai emas atau barang). 5. Sharia Restricted Intermediary Account (SRIA) SRIA merupakan salah satu produk unik yang hanya dimiliki oleh bank syariah. Produk ini menggunakan akad dasar mudharabah yaitu mudharabah muqayyadah. Pada dasarnya, SRIA merupakan produk investasi dengan akad mudharabah muqayyadah yang masuk kedalam pos dana syirkah temporer sehingga tidak tercatat sebagai likuiditas dan ekuitas. SRIA merupakan produk investasi terikat (restricted investment) yang hanya ada di perbankan syariah, pada
Manajemen Perbankan 43 transaksi ini investor (nasabah dana/shahibul maal/ pemilik dana) dapat memilih aset produktif dengan karakteristik tertentu untuk diberi modal/pembiayaan dengan mekanisme profit sharing. Aset produktif bank pada transaksi ini, dapat berupa pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah untuk proyek dan/atau jenis usaha tertentu ataupun surat berharga (sukuk/obligasi syariah) yang dimilik bank syariah, sesuai dengan risk appetite pemilik modal/nasabah dana/shahibul maal. Hal unik lain produk SRIA adalah dalam hal pencatatan di neraca bank syariah. Pencatatan produk SRIA dapat dilakukan melalui dua cara, yang pertama produk SRIA dapat dibukukan atau dicatat dalam neraca bank (on balance sheet), dan kedua produk SRIA yang dicatata secara off balance sheet (di luar neraca bank syariah). SRIA yang dibukukan secara on balance sheet menggunakan akad mudharabah muqayyadah, dan SRIA off balance sheet menggunakan akad wakalah bil ujrah. SRIA memiliki karakteristik yang berbeda dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada perbankan secara umum. Nasabah bank dapat memilih atau menetapkan kriteriakriteria tertentu atas underlying asset atau obyek investasi yang dibiayainya dengan akad mudharabah muqayyadah. Oleh karena itu, produk SRIA lebih tepat apabila dicatat pada kelompok Dana Syirkah Temporer yang secara karakteristik berada di antara liabilitas dan ekuitas tetapi tidak masuk dalam ke dua kelompok tersebut.Namun, aspek makroprudensial sebagai bagian dari ekosistem stabilitas sistem keuangan perlu diperhatikan ketika produk SRIA diimpelementasikan secara utuh di perbankan syariah. Skema SRIA dapat dilihat pada Gambar 10.
44 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Gambar 10. Skema Produk SRIA Produk SRIA diharapkan dapat mendukung ekosistem pembiayaan syariah di Indonesia karena dana investor dapat langsung disalurkan kepada nasabah pembiayaan tertentu. Dampak lain bagi bank syariah, produk SRIA dapat menekan biata intermediasi menjadi lebih rendah. Efisiensi biaya transaksi bagi bamk dapat memberikan bagi hasil lebih tinggi kepada investor SRIA, sekaligus memberikan pricing yang lebih kompetitif kepada nasabah pembiayaan. 6. Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) Produk ijarah dan IMBT adalah produk berbasis sewa yang tidak dimiliki oleh bank umum konvensional. Sesuai dengan POJK, di Indonesia hanya ada dua jenis usaha yang boleh melakukan transaksi berbasis sewa yaitu Perusahaan Multi Finance dan Bank Syariah. Produk ijarah di bank syariah sering disebut sebagai sewa atau pembiayaan berdasarkan kontrak sewa. Dalam mekanisme transaksi ijarah, bank syariah menyewakan asset (berupa mesin, kendaraan, alat berat, pabrik,
Manajemen Perbankan 45 rumah, dsb) kepada nasabah (penyewa) dengan imbalan pembayaran sewa secara regular. Nasabah (penyewa) dapat mengunakan asset tersebut untuk kperluan tertentu, seperti penggunaan peralatan, mesin atau kendaraan. Turunan dan varian produk ijarah adalah ijarah muntahhiyah bittamlik (IMBT), yakni sewa yang diikuti dengan adanya opsi berpindahnya kepemilikan dengan cara, pada masa akhir periode sewa, penyewa dapat membeli asset tersebut. Produk ijarah dan IMBT di bank syariah dirancang guna mematuhi prinsip-prinsip syariah ayng melarang riba dan transaksi haram lainnya. 7. Rahn (Gadai) Pembiayaan gadai (ar rahn) adalah sebuah perjanjian dalam sistem pinjaman syariah di mana pihak pemberi pinjaman akan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Pihak yang menahan harta tersebut memperoleh jaminan untuk mengambilnya kembali jika si peminjam tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Pembiayaan gadai dalam sistem syariah memiliki beberapa prinsip seperti akad Qardh, Rahn, dan Ijarah. Dalam konteks ini, akad Qardh adalah pemberian pinjaman tanpa bunga, Rahn adalah penahanan harta sebagai jaminan, dan Ijarah adalah pembiayaan dengan konsep sewa. Pembiayaan gadai dalam konteks syariah adalah salah satu cara yang digunakan untuk memberikan pinjaman tanpa bunga dan memastikan bahwa peminjam memiliki jaminan dalam bentuk harta sebagai pengganti. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
46 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si yang melarang penggunaan bunga dalam transaksi keuangan. Rahn memungkinkan seseorang menggunakan aset mereka sebagai jaminan untuk mendapatkan pembiayaan. Berikut ini adalah penjelasan lengkap tentang jenisjenis rahn: (i) Rahn pada aset bergerak. Rahn ini melibatkan penggunaan aset bergerak sebagai jaminan. Contoh aset bergerak yang dapat dijadikan jaminan meliputi emas, perhiasan, dan kendaraan. Dalam transaksi rahn, pemilik aset memberikan aset tersebut sebagai jaminan kepada pemberi pinjaman. Jika peminjam tidak dapat melunasi utangnya, pemberi pinjaman memiliki hak atas aset jaminan tersebut. Setelah utang dilunasi, aset jaminan akan dikembalikan kepada pemiliknya; (ii) Rahn pada aset tidak bergerak. Rahn pada aset tidak bergerak melibatkan penggunaan aset seperti tanah dan bangunan sebagai jaminan. Dalam transaksi ini, pemilik aset tidak bergerak menggadaikan kepemilikannya kepada pemberi pinjaman. Jika peminjam gagal membayar utang, pemberi pinjaman berhak mengambil alih kepemilikan aset jaminan tersebut. Setelah utang dilunasi, kepemilikan aset jaminan akan dikembalikan kepada pemiliknya. 8. Pembiayaan dengan akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Manajemen Perbankan 47 a. Wakalah; Wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Yakni bank diberikan mandat oleh nasabah untuk melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah/permintaan nasabah. b. Kafalah; Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin. c. Sharf; Layanan jasa perbankan jual beli valuta asing (money changer) sejalan dengan prinsip sharf. d. Qardh; Qardh adalah pemberian harta (termasuk uang) kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Skema qardh mirip dengan transaksi kredit di bank konvensional, perbedaannya adalah pada skema qardh peminjamam tidak dikenakan tambahan (bunga), sedang kredit peminjam harus memberikan tambahan (bunga). e. Rahn; Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Praktek rahn ada pada transaksi gadai emas atau pun gadai barang.
48 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si f. Hiwalah; Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. g. Ijarah; Akad ijarah selain menjadi landasan syariah untuk produk pembiayaan, yaitu sewa cicil, juga menjadi prinsip dasar pada jasa perbankan lainnya, antara lain layanan penyewaan kotak simpanan atau SDB (safe deposit box). Bank mendapat imbalan sewa (ujrah) atas jasa tersebut. h. Al-Wadiah (Titipan); Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan, termasuk giro, juga menjadi prinsip dasar layanan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapatkan imbalan atas jasa tersebut. Sejak diperkenalkannya sistem perbankan berbasis syariah, perkembangan perbankan syariah telah menunjukkan tren positif yang menarik perhatian banyak pihak. Seiring dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam, perbankan syariah menjadi alternatif yang semakin diminati. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan perbankan syariah mencakup pertumbuhan kesadaran keuangan, stabilitas ekonomi global, dan inovasi produk keuangan syariah. Sektor Jasa Keuangan Syariah Indonesia meliputi tiga sub-sektor industri yaitu Perbankan Syariah, Industri Keuangan Non-Bank Syariah (Asuransi, Perusahaan Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Non-Bank Syariah lainnya), dan Pasar Modal Syariah (terdiri atas Sukuk Negara,
Manajemen Perbankan 49 Sukuk Koporasi, dan Reksadana Syariah). Kontribusi subsektor industry keuangan syariah dapat dilihat pada grafik di Gambar 11. Gambar 11. Kontribusi Industri Keuangan Syariah Berdasarkan data OJK (OJK, 2023), konstribusi sub-sektor industri keuangan syariah Indonesia per Desember tahun 2022, peringkat pertama adalah Pasar Modal Syariah dengan porsi pasar (market share) aset terbesar yaitu 60,08%. Peringkat kedua, disusul industri Perbankan Syariah dengan pasar 33,77%. Sementara itu IKNB (Industri Keuangan NonBank) memiliki porsi paling kecil yaitu sebesar 6,15% dari toal asset keuangan syariah Indonesia. Secara nasional, market share dari sisi aset keuangan Syariah baru mencapai 10,69% terhadap Keuangan Nasional. Dan market share perbankan syariah dibandingkan dengan industri perbankan nasional baru mencapai mencapai 7,09%, menunjukkan peningkatan yang tahun sebelumnya sebesar 6,74%. Namun harus dicatat bahwa kenaikan pangsa pasar
50 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si bukan berasal dari pertumbuhan organik bisnis bank syariah, namun dari pertumbuhan an-organik akibat adanya konversi Bank Riau Kepri (BRK) menjadi Bank Riau Kepri Syariah (BRKS) pada Agustus 2022 (Purnomo, 2023). Lanskap industri perbankan syariah pada tahun 2022 terdiri dari 200 entitas yang meliputi 13 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 167 BPRS (Bank Perekonomian Rakyat Syariah). Jaringan kantor layanan perbankan syariah tersebar merata di seluruh penjuru wilayah Indonesia, mencakup 2.007 kantor layanan BUS, 438 kantor UUS, dan 668 kantor BPRS. Kinerja perbankan syariah pada beberapa indikator menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan perbankan konvensional (Purnomo, 2023). Berdasarkan data OJK (OJK, 2023), sepanjang tahun 2022, perbankan syariah membuktikan ketangguhannya dan tetap mampu tumbuh positif. Pada periode tersebut total pertumbuhan total asset seluruh bank syariah mencapai Rp802,26 triliun, atau tumbuh sebesar 15,63% (yoy). Capaian peningkatan asset ini mendorong peningkatan market share Perbankan Syariah dan menembus level di atas 7% pada tahun 2022. Peningkatan market share didorong oleh pertumbuhan pembiayaan dan Dana Pihak ketiga (DPK) yang dapat tumbuh double digit, masing-masing sebesar 20,44% (yoy) dan 12,93% (yoy). Pertumbuhan perbankan syariah ditopang oleh 13 Bank Umum Syariah (BUS), 20 UUS dan 167 BPRS, dengan jumlah kantor ketiganya mencapai 3.113 kantor. BUS sendiri menguasai pangsa pasar perbankan syariah sebesar 66,30%, UUS sebesar 31,19% dan BPRS sebesar 2,51%. Berdasarkan laporan keuangan bank syariah tahun 2022, dari sisi asset BSI memiliki asset terbesar yaitu Rp306 triliun, disusul oleh UUS CIMB Niaga dengan asset Rp63 triliun, kemudian masing-masing Bank Muamalat (Rp61 triliun), UUS
Manajemen Perbankan 51 BTN (Rp.45 triliun), dan UUS Maybank dengan asset Rp40 triliun. Dari data ini, kita melihat bahwa BSI menguasai pangsa pasar asset 38,15%, UUS CIMB Niaga 7,86% dan masing-masing Bank Muamalat, UUS BTN dan UUS Maybank adalah 7,61%, 5,61% dan 4,99%. Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah yang sangat baik ternyata masih didominasi oleh beberapa Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Hal tersebut dapat dilihat dari data OJK, bahwa dari tiga belas BUS dan 20 UUS hanya terdapat empat belas BUS dan UUS yang memiliki asset di atas Rp10 triliun, empat diantaranya nya adalah UUS, yakni UUS CIMB Niaga Syariah (#ranking 2), UUS BTN Syariah (#ranking 4), UUS Maybank Syariah (#ranking 5), dan UUS Permata Syariah (#ranking 6). Pertumbuhan ke empat UUS ini sangat menggembirakan, karena dapat mengalahkan beberapa BUS yang sudah lebih dahulu berdiri. Indikator kinerja keuangan Bank Syariah tahun 2022 sampai semester pertama tahun 2023 memperlihatkan trne yang membaik, sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Indikator Kinerja Bank Syariah
52 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp819,10 triliun, atau tumbuh 13,55% (yoy) pada Juli 2023. Sementara dari sisi market share, proporsi total aset perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional mencapai 7,30%. Bank Umum Syariah (BUS) menyumbang total aset sekitar Rp540,24 triliun, diikuti oleh Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar Rp257,61 triliun, dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp21,25 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun mencapai Rp632,70 triliun, atau tumbuh 10,57% (yoy) pada Juli 2023 sejalan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap produk bank syariah didukung dengan adanya perluasan akses digitalisasi dalam mendukung aktivitas ekonomi. Realisasi pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp549,76 triliun, atau tumbuh 17,63% (yoy) di Juli 2023 seiring dengan pemulihan ekonomi domestik di tengah masa transisi pandemi Covid-19. Walaupun pembiayaan tumbuh mencapai 17,63%, namun kualitas pembiayaan tetap terjaga di tengah risiko agresivitas penyaluran oleh sektor perbankan. Non Performing Financing (NPF) gross dan nett masing-masing berada di level 2,27% dan 0,76% pada Juli 2023. Tingkat permodalan tetap terjaga didukung dengan akselerasi kinerja bisnis yang memadai. Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) BUS-UUS berada di level 25,12% dan di atas batas minimum yang ditetapkan regulator. Hal ini menunjukkan kemampuan bank dalam menjaga stabilitas permodalan di tengah pengetatan likuiditas di pasar global dan domestik. Indikator Return On Asset (ROA) dan Net Imbalan (NI) tercatat masing-masing sebesar 1,97% dan 5,68% didukung dengan kemampuan perbankan dalam menyalurkan pembiayaan secara prudent. Sementara dari sisi likuiditas,
Manajemen Perbankan 53 indikator Financing to Deposit Ratio (FDR) berada di level 86,15% di tengah kebijakan pengetatan likuiditas oleh bank sentral melalui kenaikan Giro Wajib Minimum bagi perbankan, termasuk bank syariah. Rasio FDR memperlihatkan bahwa Bank Syariah secara umum telah melakukan fungsi intermediari yang optimal. Secara konseptual, operasional Bank Umum Konvensional (BUK) tidak berbeda dengan Bank Umum Syariah (BUS). Namun secara prinsip kita akan melihat beberapa perbedaan antara kedua bank. Secara sederhana, bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat yang surplus dana dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro untuk kemudian mengelola dana tersebut dengan menyalurkannya kepada masyarakat yang defisit dana dalam bentuk kredit. Dalam konsep ini, fungsi bank adalah sebagai lembaga intemediari, antara masayarak yang memiliki dana lebih dengan masyarakat yang kekurangan dana. Selain itu bank memiliki fungsi lain yaitu memberi layanan keuangan dalam bentuk dukungan terhadap sistem pembayaran, terkait transaksi luar negeri dan transaksi jasa lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan aktivitasnya, perbankan memiliki produk-produk terkait dengan aktivitas pengumpulan dana masyarakat, yang biasa dikenal sebagai produk funding (funding product) atau produk pendanaan. Produk dasar penghimpunan dana hanya ada 3 (tiga), yaitu (i) Tabungan, (ii) Deposito, dan (iii) Giro. Namun, setiap bank biasanya memiliki fitur yang berbedabeda tergantung kepada sasaran pasar dari setiap produk funding.
54 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Produk perbankan terkait penyaluran dana atau kredit atau dikenal sebagai lending product juga beraneka jenis. Sebagai contoh, pembagian kredit berdasarkan peruntukannya bisa dibagi menjadi (i) Kredit Investasi (KI); (ii) Kredit Modal Kerja (KMK); dan (iii) Kredit Konsumer. Selanjutnya ada pula pembagian kredit berdasarkan dana yang diterima, yaitu (i) Kredit Cash Loan; dan (ii) Non Cash Loan. Pembagian kredit lainnya yang umum adalah berdasarkan segmen debitur nya, yakni dikenal (i) Kredit UMKM; (ii) Kredit Komersial; dan (iii) Kredit Korporasi. Namun pada prinsipnya definisi kredit menurut OJK adalah adalah suatu bentuk penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pemberi pinjaman dan peminjam, yang nantinya akan dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Produk dasar terakhir dari perbankan adalah produk jasa dan layanan (service product). Produk ini adalah bentuk layanan bank kepada nasabah untuk memperlancar transaksi dan juga memperlancar pembayaran. Bank akan mendapatkan jasa dalam bentuk jasa (fee) yang dikenal dengan istilah fee base income. Flow transaksi operasional bank dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Sistem Operasional Bank Konvensional
Manajemen Perbankan 55 Berdasarkan Gambar 14, dapat kita lihat bahwa sistem operasional BUK dan BUS tidak berbeda, sama-sama memiliki produk pendanaan, produk pembiayaan (kredit) tentunya produk jasa layanan (service). Berikut kita lihat uraian perbedaan operasional antara BUK dan BUS, sesuai dengan praktek perbankan di Indonesia. 1. Produk pendanaan (Funding Product) BUS juga memiliki produk dasar yang sama dengan BUK, yaitu bertujuan untuk menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito dan giro. Masyarakat penyimpan atau deposan yang hendak menyimpan dananya di BUK dapat mendatangi petugas bank baik di customer service (CS) atau dengan menemu funding officer (FO). Deposan selanjutnya akan mendapatkan bukti bahwa telah menempatkan dananya berupa bilyet deposito bagi nasabah yang menempatkan dana di produk deposito, atau buku tabungan dan rekening giro bagi yang menempatkan dana di produk tabungan dan giro. Transaksi penempatan dana di BUK memiliki perbedaan dengan BUS, setidaknya terdapat 3 (tiga) perbedaan prinsip terkait produk pendanaan di BUS yaitu terkait: (i) akad; (ii) hasil investasi dana atau ”bunga” yang diterima deposan; dan (iii) sifat investasi direct and restricted investment. Akad. Masyarakat atau deposan yang menempatkan dananya di BUK hanya bersifat menyimpan dana di BUK dan mendapat bukti penerimaan dalam bentuk buku tabungan (bila produk tabungan), bilyet deposito (bila produk deposito) dan rekening giro (bila produk giro). Sedangkan di BUS, selain mendapatkan bukti-bukti seperti buku tabungan, bilyet deposito dan rekening giro,
56 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si nasabah harus menandatangani akad terkait dana yang ditempatkan oleh deposan di BUS. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, BUS memiliki 2 (dua) akad terkait produk penghimpunan dana yaitu (i) akad mudharabah, yaitu akad untuk skema dengan prinsip bagi hasil; dan (ii) akad wadi’ah, yaitu akad untuk skema yang bersifat titipan. Hasil investasi dana. Perbedaan selanjutnya adalah adanya perbedaan istilah ”bunga” pada BUK dengan pendapatan bagi hasil pada BUS terhadap dana deposan yang ditempatkan di BUK atau BUS. Berdasarkan istilah tersebut, kita dapat melihat dengan jelas perbedaannya. Deposan di BUK ”dipastikan” akan mendapatkan besaran ”bunga” sesuai dengan besaran ”bunga” pada bilyet deposito, dan BUK wajib membayarkan ”bunga” kepada deposan tanpa alasan apapun. Berbeda dengan BUK, penempatan dana masyarakat pada Bank syariah adalah bersifat investasi dengan sistem bagi hasil. Artinya, hasil investasi dalam bentuk bagi hasil yang diterima oleh deposan bersifat tidak tetap tergantung kepada naik atau turunnya pendapatan BUS dari penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atau investasi lainnya. Hasil investasi yang diterima oleh deposan BUS tertera pada bilyet deposito, dengan istilah nisbah bagi hasil, bukan ”bunga” dengan prosentase tertentu seperti halnya di BUK. Misalnya pada bilyet deposito tertera nisbah 25% : & 75%, artinya hak deposan atas penempatan dana (deposito) adalah akan menerima bagi hasil sebesar 25% dan hak bagi hasil bank adalah sebesar 75%. Dengan demikian, hasil investasi bagi hasil yang diterima deposan setiap bulannya dapat berbeda-beda
Manajemen Perbankan 57 dan sangat tergantung kepada kinerja penerimaan pendapatan BUS dari penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atau investasi lainnya. BUS juga memiliki produk dana yang unik, yaitu dengan skema titipan atau wadi’ah. Deposan yang menempatkan dananya menggunakan skema ini, tidak mendapatkan hasil investasi, berbeda dengan produk dana dengan skema bagi hasil atau mudharabah yang akan mendapatkan bagi hasil. Skema dengan akad wadi’ah umumnya adalah bagi deposan tabungan. Walaupun tidak mendapatkan bagi hasil, bank kadangkala memberikan hadiah dalam bentuk biaya administrasi yang lebih rendah, bebas biaya transfer dan sebagainya, tergantung kebijakan bank dan tentunya tergantung julah dana nasabah yang disimpan di BUS. Sifat investasi direct and restricted investment. Skema unik yang tidak dimiliki oleh BUK namun dapat dilakukan oleh BUS adalah adanya produk dengan akad mudharabah muqayyadah. Skema ini bersifat direct and restricted invenstment. Artinya, pemilik dana (deposan) dapat menetapkan kondisi tertentu atas dananya untuk digunakan bank pada objek dan skema sesuai keinginan deposan. Misalnya, deposan mungkin menentukan bahwa dana tersebut diinvestasikan dalam bisnis tertentu, berdasarkan kontrak tertentu, atau hanya untuk klien tertentu. Pengaturan ini mewajibkan bank untuk mengalokasikan dana deposan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan ini, menjadikannya bentuk investasi langsung dan terbatas. Berdasarkan 3 (tiga) karakteristik dana masyarakat yang dikelola BUS, maka perlu diingat bahwa dana yang ditempatkan di BUS adalah bersifat investasi yang berarti
58 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si deposan akan menerima bagi hasil yang bisa berubahubah. Hal ini yang kemudian menjadi trade mark bank syariah, yaitu sebagai bank dengan prinsip bagi hasil. 2. Produk Kredit atau Pembiayaan (Lending/Financing Product) Sebagaimana produk penghimpunan dana, produk pembiayaan BUS atau produk ”kredit” di BUK juga memiliki perbedaan yang prinsip dalam hal akad yang diperjanjikan antara BUS dan nasabah yang membutuhkan dana. BUS biasanya menyebut peroduk penyaluran dana dengan istilah pembiayaan atau investasi, sedangan BUK menyebut dengan istilah kredit. Penyaluran pembiayaan di BUS, pertama sangat tergantung kepada transaksi sebagai underlying transaction yang dilakukan oleh nasabah yang membutuhkan dana. Hal ini berbeda dengan ”kredit” di BUK yang memiliki prinsip meminjamkan uang kepada nasabah (debitur) dengan membayarkan ”bunga” tertentu, untuk kemudian digunakan kepada berbagai aktivitas seperti: modal kerja, investasi pabrik, investasi mesin, pembelian rumah dan aktivitas bisnis lainnya. Underlying transaction juga diperlukan oleh BUK, namun biasanya hanya untuk memastikan peruntukan ”kredit” sesuai dengan tujuannya. Sedangkan bagi BUS, Underlying transaction selain untuk memastikan peruntukannya, juga digunakan sebagai dasar akad yang akad digunakan dalam perjanjian. Berdasarkan hal tersebut, BUS mengenal 4 (empat) skema akad berdasarkan underlying transaction yaitu: a. Berbasis jual beli (al bai’), terdiri dari 2 (tiga) skema yaitu (i) murabahah/jual beli; dan (ii) pesan barang, dalam bentuk salam dan istishna.
Manajemen Perbankan 59 b. Berbasis sewa (ijarah), terdiri dari (i) ijarah; dan (ii) ijarah muntahiya bit tamlik/IMBT. c. Berbasis bagi hasil (syirkah), terdiri dari (i) mudharabah; dan (ii) musyarakah, dan d. Berbasis kredit (pinjaman), yaitu qardh. Bentuk kredit atau pinjaman atau qardh dalam perbankan syariah sama sekali tidak mengenakan tambahan berupa bunga, denda maupun biaya lainnya. Skema ini dikenal juga sebagai qardhul hasan atau pinjaman kebaikan. Perbedaan kedua pada penyaluran pembiayaan di BUS adalah keunikan pendapatan yang diterima oleh BUS yang disebabkan perbedaan underlying. Berbeda dengan ”kredit” di BUK yang berbasis pinjam meminjam uang, penyaluran dana di BUS ada yang bersifat natural certainty contract (NCC) yaitu skema murabahah, salam, istishna dan ijarah/IMBT, dan ada pula yang bersifat natural uncertainty contract (NUC). Keduanya memberi keunikan, karena perbankan syariah dalam menyalurkan dana deposan dapat menggunakan akad yang memiliki sumber pengembalian yang tetap jumlahnya (NCC) dan ada pula yang memiliki sumber pengembalian seperti investasi yang tidak tetap jumlahnya, yaitu NUC yang memiliki prinsip bagi hasil. Pendapatan yang diterima bank dari transaksi berbasis NCC disebut sebagai penerimaan marjin, sedangkan pendapatan dari skema sewa (ijarah) dikenal dengan sebutan pendapatan ujrah. Selanjutnya pendapatan dari skema NUC biasa disebut dengan pendapatan bagi hasil. Perbedaan ketiga pada penyaluran pembiayaan di BUS adalah ada beberapa skema yang tidak dimiliki oleh BUK selain direct and restricted invenstment
60 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si (mudharabah muqayyadah) yaitu skema ijarah (leasing) dan gadai (rahn). Sesuai dengan ketentuan OJK, di Indonesia hanya dua perusahaan yang dibolehkan menggunakan skema ijarah, yaitu perusahaan multi finance (leasing) dan bank Syariah. Begitu pula skema gadai, hanya boleh dilakukan oleh perusahaan pergadaian dan bank syariah. Penjelasan lebih rinci terkait produk dan jasa perbankan syariah dapat dilihat pada pembahasan bagian sebelumnya. Perbedaan proses bisnis penghimpunan dana dan penyaluran dana di BUK dan BUS dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Proses Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana BUK dan BUS 1. Kebijakan Umum Perkreditan Kredit berasal dari bahasa Yunani "credere" yang berarti kepercayaan. Menurut UU RI No. 10 tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
Manajemen Perbankan 61 melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga atau/ imbalan atau pembagian hasil keuntungan bagi bank dengan prinsip syariah. Kredit merupakan sumber utama pendapatan bank, sehingga bank harus melakukan pengelolaan kredit sejak awal pengajuan kredit, proses verifikasi data dan kondisi usaha debitur, proses akad kredit, pencairan sampai dengan pengelolaan dan pemantauan usaha debitur. Manfaat kredit bagi bank dan debitur dapat dilihat pada rangkuman Tabel 4. Tabel 4. Manfaat Kredit Kredit menjadi sumber pendapatan terbesar bank. Kredit yang diberikan bank dapat mengalami kegagalan dalam pengembalian, baik pokok ataupun bunga/imbal hasil Karenanya dalam pemberian kredit bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan asas- asas perkreditan yang sehat agar kualitas kredit yang diberikan senantiasa lancar. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam operasional perkreditan merupakan kewajiban yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh pejabat dan karyawan bank dalam setiap pemberian kredit. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dilakukan dengan cara melaksanakan ketentuan perkreditan secara benar, konsisten, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan oleh seluruh pihak yang
62 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si terkait dalam proses perkreditan. Prinsip kehatianhatian perkreditan merupakan landasan filosopis dalam perkreditan dan juga merupakan kerangka kerja untuk semua keputusan di bidang kredit yang meliputi beberapa aspek: a. Prinsip four-eyes principle b. Prinsip know your customer c. Prinsip konsolidasi eskposur d. Prinsip one obligor e. Prinsip self financing Four-Eyes Principle merupakan prinsip utama yang mendasari pengambilan keputusan kredit yaitu setiap keputusan kredit dilakukan oleh lebih dari satu pejabat kredit. Pelaksanaan Four Eyes Principle tersebut dilaksanakan dengan cara setiap keputusan kredit dilakukan oleh para pejabat kredit yang independen satu dengan lainnya. Dalam hal putusan kredit dilakukan oleh Komite Kredit, maka keputusan Komite Kredit dinyatakan efektif apabila memenuhi kuorum dan telah mendapat persetujuan dari pejabat yang memiliki kewenangan memutus kredit secara lengkap. Dalam memproses setiap permohonan kredit dan pelaksanaan transaksi, setiap unit kerja yang terkait wajib mengenal nasabah dengan baik. Tatacara mengenal nasabah berpedoman kepada ketentuan BI/OJK serta ketentuan lainnya yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah atau Customer Due Dillegent. Prinsip konsolidasi eksposur merupakan pendekatan dalam rangka risk assesment untuk mengetahui total eksposur kredit yang diperoleh satu debitur terkait atau tidak terkait. Dengan demikian dalam melakukan analisa suatu proposal kredit bank harus melihat jumlah
Manajemen Perbankan 63 keseluruhan fasilitas kredit (cash loan dan non-cash loan) yang diperoleh oleh satu debitur. Salah satu tujuan pelaksanaan prinsip one obligor adalah agar fasilitas kredit yang diberikan tidak melampaui BMPK dan untuk menetapkan strategi penanganan account yang akan diterapkan kepada debitur dalam suatu group debitur. Konsep one obligor di perbankan mengacu pada praktik pengelompokan berbagai fasilitas kredit yang diberikan kepada satu debitur atau pihak yang sama. Dalam hal ini, semua fasilitas kredit yang diberikan kepada satu entitas atau individu dianggap sebagai satu kesatuan dalam pengukuran risiko kredit. Beberapa poin penting terkait konsep one obligor di perbankan adalah: a. Pengelompokan Fasilitas Kredit: Semua fasilitas kredit yang diberikan kepada satu debitur dianggap sebagai satu kesatuan dalam perhitungan risiko kredit. Ini membantu bank dalam mengukur sejauh mana eksposur risiko terhadap satu debitur tertentu. b. Penilaian Kolektibilitas: Status kolektibilitas atau kemampuan debitur untuk membayar semua fasilitas kredit yang diberikan akan ditentukan berdasarkan total eksposur kredit yang dimilikinya. c. Manajemen Risiko: Konsep "one obligor" membantu bank dalam mengelola risiko kredit dengan lebih efektif, memastikan bahwa eksposur risiko terhadap satu debitur tidak melebihi batas yang dapat diterima. Penerapan konsep one obligor ini bertujuan untuk mengurangi risiko kredit dan memastikan bahwa bank
64 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si memiliki pemahaman yang jelas tentang risiko yang terkait dengan satu debitur atau entitas. Hal ini penting dalam menjaga stabilitas perbankan dan keamanan sistem keuangan secara keseluruhan. Setiap pemberian fasilitas kredit, pada prinsipnya nasabah wajib menyediakan dana sendiri (selffinancing) yang besarnya dapat ditetapkan oleh bank. Self-financing dapat tidak dipersyaratkan untuk jenisjenis kredit tertentu yang lazim. Penyediaan self financing oleh debitur bagi bank merujuk pada konsep di mana debitur atau peminjam menyediakan sebagian dari dana atau sumber daya yang diperlukan untuk proyek atau pembiayaan mereka sendiri sebagai bagian dari kesepakatan kredit dengan bank. Self financing merupakan bagian dari biaya proyek yang merupakan komitmen dan menjadi tanggung jawab debitur terhadap proyek yang akan dikerjakan bersama pembiayaan dari bank. Dalam kredit sindikasi, sejumlah bank bersama-sama memberikan kredit kepada debitur. Debitur juga harus menyediakan sebagian dana sendiri sebagai bagian dari proyek tersebut. Dengan adanya self financing, debitur tidak hanya bergantung pada dana dari bank, tetapi juga berkontribusi secara finansial dalam proyek atau pembiayaan mereka sendiri. Hal ini dapat mengurangi risiko bagi bank dan menunjukkan komitmen serius dari debitur terhadap proyek atau investasinya. 2. Jenis Produk Kredit Jenis kredit yang diberikan oleh bank beraneka ragam, sesuai dengan tujuan, kegunaan, jangka waktu, agunan dan hal lain. Uraian jenis kredit dapat dilihat pada Gambar 16.
Manajemen Perbankan 65 Gambar 14. Berbagai Jenis Kredit Bank Jenis kredit bank dapat dibedakan berdasarkan berbagai faktor, termasuk tujuan penggunaan dan jangka waktu pengembalian. Berikut adalah beberapa jenis kredit bank yang umum: a. Kredit Modal Kerja: Kredit ini digunakan untuk mendukung operasional sehari-hari suatu bisnis, seperti untuk pembelian inventaris atau penggajian karyawan; b. Kredit Investasi: Jenis kredit ini biasanya digunakan untuk proyek-proyek investasi yang lebih besar, seperti ekspansi bisnis atau pembelian aset tetap; c. Kredit Konsumtif: Kredit ini ditujukan untuk kebutuhan pribadi seperti perjalanan, pendidikan, atau belanja. Biasanya, kredit konsumtif memiliki jangka waktu yang lebih singkat; d. Kredit Pemilikan Rumah: Kredit ini digunakan untuk membeli atau membangun rumah. Jangka waktu kredit pemilikan rumah biasanya lebih panjang;
66 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si e. Kredit Kendaraan Bermotor: Kredit ini digunakan untuk membeli kendaraan bermotor seperti mobil atau sepeda motor; dan f. Kredit Usaha: Jenis kredit ini mendukung usaha dan bisnis. Salah satunya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang disediakan untuk usaha kecil dan menengah. Selain itu, jenis kredit bank juga dapat berdasarkan tujuan dan kegunaannya, seperti yang disebutkan di atas. Pilih jenis kredit yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial Anda. 3. Produk jasa dan layanan Produk jasa dan layanan BUS dan BUK tidak terlalu banyak perbedaan, namun terkait transaksi berbasis fee based seperti trade finance (L/C, dll), bank garansi, money changer (penukaran uang valas), save deposit box (SDB), dan sebagainya tetap harus menggunakan akad sesuai dengan syariah. Produk perbankan syariah memiliki kelebihan dibandingkan BUK, sehingga kelengkapan produk adalah sebagai komponen utama dalam industri keuangan, memiliki posisi yang semakin kokoh dan strategis. Pertumbuhan signifikan sektor ini tidak hanya tercermin dalam skala operasionalnya, tetapi juga dalam dampaknya terhadap struktur dan dinamika industri keuangan secara keseluruhan. Perbankan syariah tidak lagi hanya membatasi diri pada produk dan layanan tradisional, tetapi telah melakukan diversifikasi yang signifikan. Dari pembiayaan syariah, investasi, hingga produk-produk asuransi syariah, bank-bank ini telah menciptakan berbagai opsi untuk memenuhi kebutuhan finansial berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Manajemen Perbankan 67 Dengan demikian, perbankan syariah memiliki peran yang semakin dominan dalam industri keuangan. Perkembangan positif ini mencerminkan tidak hanya kebutuhan pasar yang berkembang, tetapi juga keberhasilan perbankan syariah dalam menjawab tuntutan etika dan nilai dalam praktik keuangan. 1. Jelaskan konsep dasar perbankan syariah dan mengapa larangan riba menjadi salah satu prinsip utama dalam sistem perbankan syariah. 2. Bagaimana perbankan syariah menggunakan prinsip bagi hasil (Mudharabah) dan kerjasama bersama (Musharakah) dalam aktivitas operasionalnya? Berikan contoh konkretnya. 3. Apa peran sistem operasional bank dalam mendukung kegiatan sehari-hari perbankan? Jelaskan pentingnya administrasi rekening, pengelolaan transaksi perbankan, dan keamanan data. 4. Faktor-faktor apa yang mendorong perkembangan perbankan syariah, dan bagaimana perbankan syariah bersaing dengan bank konvensional dalam industri keuangan? 5. Jelaskan posisi perbankan syariah dalam industri keuangan, termasuk bagaimana bank-bank syariah diversifikasi layanan, berkontribusi pada pembangunan
68 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si berkelanjutan, dan berperan dalam perkembangan teknologi.
Manajemen Perbankan 69
70 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si aporan Keuangan Perbankan adalah suatu dokumentasi yang menyajikan informasi keuangan sebuah bank secara menyeluruh. Laporan ini mencakup berbagai aspek keuangan, termasuk aset, kewajiban, pendapatan, dan biaya, yang memberikan gambaran tentang kinerja dan posisi keuangan bank pada suatu periode waktu tertentu. Penyusunan laporan keuangan perbankan membutuhkan ketelitian tinggi, transparansi, dan kepatuhan terhadap regulasi akuntansi. Laporan ini menjadi alat penting bagi pihak internal dan eksternal untuk mengevaluasi kinerja keuangan bank, membuat keputusan investasi, dan menjaga kepercayaan pemangku kepentingan (Hasibuan et al., 2023). L
Manajemen Perbankan 71 Penyusunan laporan keuangan perbankan melibatkan beberapa elemen utama yang memberikan gambaran komprehensif tentang kondisi finansial suatu lembaga keuangan. Dalam konteks ini, beberapa aspek kunci dari laporan keuangan perbankan meliputi: 1. Neraca (Balance Sheet) Neraca bank adalah laporan keuangan yang mencerminkan posisi keuangan suatu bank pada titik waktu tertentu. Secara umum, neraca terbagi menjadi dua sisi, yaitu sisi aktiva dan sisi pasiva. Sisi aktiva mencatat aset bank seperti pinjaman, investasi, dan properti, yang mencerminkan aktivitas operasional dan investasi bank. Di sisi pasiva, terdapat kewajiban dan ekuitas pemilik, termasuk simpanan nasabah dan hutang lainnya, yang mencerminkan sumber dana yang digunakan bank. Dengan demikian, neraca bank memberikan gambaran holistik tentang sumber daya dan cara bank membiayai operasionalnya, menjadi alat penting untuk evaluasi kesehatan keuangan bank. 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Laporan Laba Rugi (Income Statement) pada dasarnya memberikan gambaran menyeluruh tentang kinerja keuangan bank selama periode tertentu, sering kali satu tahun fiskal. Pada laporan ini, pendapatan bank diuraikan meliputi bunga dari pinjaman kepada nasabah, komisi dari berbagai layanan, dan pendapatan lainnya. Di sisi lain, biaya mencakup pengeluaran operasional untuk menjalankan kegiatan sehari-hari, beban bunga terkait dengan sumber pendanaan, dan beban lainnya. Pendapatan yang tercatat dalam laporan ini menjadi cermin dari berbagai sumber pendapatan yang dimiliki oleh bank. Sebaliknya, biaya mencerminkan pengorbanan finansial yang harus dilakukan bank untuk menjalan-
72 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si kan operasionalnya dan membayar dana yang digunakan untuk mendukung kegiatan pemberian pinjaman. Dengan menganalisis laporan laba rugi, pihak terkait dapat memahami sejauh mana efisiensi bank dalam menghasilkan pendapatan bersih setelah mempertimbangkan semua biaya terkait. Hal ini memberikan wawasan yang berharga untuk menilai profitabilitas bank, mengidentifikasi tren kinerja, dan merencanakan strategi keuangan yang lebih baik. 3. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement): Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) adalah instrumen keuangan yang mencatat semua aliran masuk dan keluar uang pada suatu bank selama periode tertentu, seringkali satu tahun fiskal. Tujuan utama dari laporan ini adalah menyajikan informasi detil mengenai sumber-sumber kas dan penggunaan kas bank tersebut. Dengan membedakan arus kas menjadi tiga kategori utama, yaitu arus kas dari aktivitas operasional, investasi, dan pendanaan, laporan ini memberikan gambaran komprehensif tentang likuiditas bank. Arus kas dari aktivitas operasional mencakup penerimaan dan pembayaran yang terkait dengan kegiatan inti bank, seperti penerimaan bunga dan pembayaran gaji. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan transaksi dalam aset investasi, seperti penjualan atau pembelian properti dan efek. Sementara itu, arus kas dari aktivitas pendanaan melibatkan sumber daya keuangan, seperti penerbitan atau pembayaran utang. Dengan menganalisis laporan arus kas, pemangku kepentingan dapat memahami sejauh mana bank dapat mempertahankan likuiditasnya dan bagaimana keputusan investasi dan pendanaan dapat memengaruhi
Manajemen Perbankan 73 posisi keuangan keseluruhan. Oleh karena itu, laporan arus kas menjadi alat yang sangat penting untuk menilai kesehatan finansial dan keberlanjutan operasional sebuah bank. 4. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes in Equity): Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes in Equity) adalah dokumentasi yang merekam segala perubahan yang terjadi pada ekuitas pemilik suatu entitas selama periode tertentu, biasanya dalam satu periode pelaporan keuangan. Laporan ini memberikan pemahaman yang mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi modal pemilik selama kurun waktu tersebut. Informasi yang disajikan dalam laporan ini melibatkan kontribusi baru dari pemilik, baik berupa investasi langsung maupun melalui keuntungan yang ditahan. Selain itu, laporan ini mencatat distribusi dividen kepada pemilik jika ada, yang mencerminkan pembagian keuntungan kepada mereka. Selain itu, perubahan nilai aset yang dimiliki oleh bank juga dicatat dalam laporan ini. Peningkatan atau penurunan nilai aset, seperti investasi atau properti, dapat memengaruhi ekuitas pemilik. Dengan menyajikan informasi ini, laporan perubahan ekuitas memberikan gambaran menyeluruh tentang dinamika modal pemilik dari waktu ke waktu. Melalui analisis laporan perubahan ekuitas, pemangku kepentingan dapat memahami sejauh mana kesehatan finansial bank dipertahankan, apakah pemilik mendapatkan keuntungan dari investasi mereka, dan bagaimana kebijakan distribusi dividen berpengaruh terhadap modal pemilik. Sehingga, laporan ini menjadi
74 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si instrumen penting dalam mengevaluasi performa dan keberlanjutan finansial sebuah bank. 5. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan adalah bagian penting dalam rangkaian laporan keuangan yang memberikan penjelasan mendalam terkait berbagai aspek dan item yang terdapat dalam laporan keuangan suatu entitas. Tujuan utama dari catatan-catatan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih lengkap dan kontekstual terhadap informasi yang tercantum dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. Catatan atas Laporan Keuangan mencakup berbagai aspek, seperti kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas dalam menyusun laporan keuangannya. Kebijakan akuntansi mencakup prinsip-prinsip dasar dan metode pengukuran yang diterapkan untuk menghasilkan angka-angka dalam laporan keuangan. Selain itu, catatan-catatan ini juga menjelaskan mengenai estimasi yang digunakan oleh entitas dalam menyusun laporan keuangannya. Estimasi dapat melibatkan penilaian subjektif terkait dengan nilai wajar, penurunan nilai aset, atau kewajiban masa depan. Penjelasan yang rinci mengenai estimasi ini memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap ketidakpastian yang melekat dalam angka-angka laporan keuangan. 6. Pendekatan Akuntansi dan Standar Pelaporan Keuangan Bank umumnya menggunakan metode akuntansi yang sesuai dengan standar yang berlaku di negara tempat mereka beroperasi. Dalam konteks Indonesia, bank akan mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang dikeluarkan oleh Dewan Standar
Manajemen Perbankan 75 Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Di tingkat internasional, beberapa bank juga dapat menerapkan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). PSAK adalah seperangkat standar akuntansi yang diakui dan diadopsi di Indonesia. Standar-standar ini memberikan panduan mengenai pengukuran, pengakuan, dan pengungkapan berbagai transaksi keuangan. PSAK mencakup berbagai aspek akuntansi, termasuk laporan keuangan, pengakuan pendapatan, penilaian aset, dan lainnya. Sementara itu, IFRS adalah standar akuntansi yang diterima secara luas di tingkat global. Banyak perusahaan, termasuk bank, memilih untuk mengadopsi IFRS untuk meningkatkan kualitas dan daya banding laporan keuangannya secara internasional. IFRS memberikan kerangka kerja yang seragam dan komprehensif, memastikan bahwa laporan keuangan dari berbagai entitas dapat dipahami dan dibandingkan dengan mudah oleh para pemakai laporan keuangan di seluruh dunia. Penting untuk dicatat bahwa kepatuhan terhadap standar akuntansi, baik PSAK maupun IFRS, merupakan prasyarat utama dalam menyusun laporan keuangan yang akurat, andal, dan dapat diandalkan. Kepatuhan ini mencakup penerapan metode akuntansi yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dijelaskan dalam standar tersebut. Selain itu, kepatuhan terhadap standar pelaporan keuangan juga melibatkan pengungkapan yang jelas dan transparan terhadap berbagai kebijakan akuntansi yang diterapkan, estimasi yang dibuat, serta
76 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si risiko dan ketidakpastian yang dapat memengaruhi laporan keuangan.. Perbedaan Laporan Keuangan BUK dan BUS Dalam perkembangan perbankan, standar akutansi keuanagn perbankan sudah diatur dalam undangundang. Untuk standarisasi perbankan konvensional telah diatur dalam standar keuangan Akutansi nomor 31 tentang akutansi perbankan sedang untk perbankan syariah diatur dalam Akutansi Keuangan Nomor 59 mengenai akutansi perbankan syariah. Dari segi pelaporan terdapat perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah (Tabel 5). Tabel 5. Perbedaan Pelaporan BUK dan BUS Acuan peyusunan laporan keuangan Bank Konvensional a. Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan (KDPPLK) b. PSAK (no 1-58) c. Pedoman akutansi perbankan Indonesia (PAPI)
Manajemen Perbankan 77 Acuan peyusunan laporan keuangan Bank Syariah a. Kerangka Dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah (KDPPLKS) b. PSAK Syariah (No.101-109) c. PSAK 59: Akutansi perbankan d. Pedoman Akutansi Perbankan Syariah indonesia (PAPSI) 7. Laporan Keuangan BUK dan BUS a. NERACA. Neraca terdiri dari tiga bagian penting yaitu aset, liabiliti dan ekuiti. Pos-pos neraca bank umum konvensional dapat dilihat pada Tabel 6, berikut: Tabel 6. Deskripsi Aset Bank Umum Konvensional
78 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Aset BUK. Aset likuid satu bank adalah dalam bentuk tunai dan marketibility securities atau surat berharga. Aset tunai yang dimilik bank dapat disimpan dalam bentuk kas pada bank dan juga ditempatkan pada giro BI dan giro bank lain. Sedangkan instrumen surat berharga dapat berupa surat berharga negara (SBN) atau pun surat berharga korporasi. SBN yang dikelola secara konvensional terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: Saving Bonds Retail dan Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI). SBN ada juga yang dikelola dengan prinsip syariah, dikenal sebagai Sukuk Negara. Sukuk atau obligasi syariah memiliki asset sebagai underlying, sehingga dengan membeli SBN syariah, berarti sukuk kita memiliki aset berwujud yang disewakan ke pemerintah. Nantinya, pemerintah akan membayar uang sewa atau ujrah sebagai imbalannya. SBN yang dikelola dengan prinsip syariah terbagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu: Sukuk Tabungan dan Sukuk Ritel Indonesia (SUKRI). Aset utama Bank dikenal sebagai aset produktif, yaitu aset berupa penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk penempatan, transaksi derivatif, surat berharga, tagihan akseptasi, kredit, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, transaksi rekening administratif, serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Pengelolaan aset produktif, khususnya kredit, merupakan tugas yang kompleks yang memerlukan keseimbangan antara pencarian keuntungan dan pengendalian risiko. Ini mencakup berbagai tahapan dan
Manajemen Perbankan 79 praktik yang dirancang untuk memaksimalkan keuntungan dan mengurangi risiko. Kesuksesan dalam manajemen ini mempengaruhi stabilitas dan profitabilitas keseluruhan bank. Aset BUS. Selanjutnya akan dibahas laporan neraca Bank Umum Konvensional (BUS), sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7. Pos neraca BUS dan BUK memiliki beberapa perbedaan mendasar yang disebabkan adanya perbedaan transaksi dan skema akad dari produk aset (asset product) seperti pembiayaan dan obligasi syariah (sukuk) yang berbasis bagi hasil serta tentunya produk liabilitas (liability product) seperti tabungan dan deposito dengan prinsip bagi hasil. Perbedaan akad menyebabkan pencatatan produk aset pada neraca BUS tidak dicatat sebagai kredit yang disalurkan (sebagaimana BUK) namun dicatat sebagai piutang murabahah, piutang istishna dan piutang ijarah untuk pencatatan masing-masing pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah dan istishna) dan akad sewa (ijarah). Selain mencatatkan pinjaman berbasis jual beli dan sewa sebagai piutang, BUS mencatatkan produk aset lain yang tidak dimiliki BUK, yakni sebagai pinjaman berbasis pinjam meminjam (qardh), dan pembiayaan berbasis bagi hasil yakni dalam bentuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Pos-pos neraca BUS selain yang sudah disampaikan tidak memiki perbedaan dengan BUK, kecuali terkait akad produknya. Sebagai contoh, penempatan dana di BI, penempatan dana antar bank, dan investasi surat berharga (sukuk) hanya dapat dilakukan di bank umum
80 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si syariah atau unit usaha syariah (UUS) dengan menggunakan akad sesuai syariah. Ketentuan lain seperti pembentukan Cadangan piutang (CKPN) mengikuti ketentuan dari OJK dan tentunya tetap mengacu kepada ketentuan perbankan syariah. Tabel 7. Deskripsi Aset Bank Umum Syariah
Manajemen Perbankan 81 Liabilitas dan Ekuitas BUK. Liabilitas bank konvensional terutama terdiri dari penempatan dana masyarakat atau dikenal dengan dana pihak ketiga (DPK) dan penerbitan surat berharga (obligasi). DPK dapat ditempatkan di bank dalam bentuk produk: a. Tabungan; b. Giro; dan c. Deposito Produk deposito biasa disebut sebagai dana mahal karena memiliki cost of fund yang paling tinggi. Sedangkan giro dan tabungan dikenal sebagai produk yang low cost fund karena bunga atau bagi hasil yang diberikan oleh bank kepada nasabah lebih kecil. Giro dan tabungan dikenal sebagai CASA (Current Account – Saving Account). Rasio CASA menunjukkan proporsi dana murah dibanding total dana pihak ketiga yang diperoleh perbankan. Semakin tinggi CASA makan akan semakin menurunkan biaya dana yang harus dikeluarkan oleh perbankan, hal ini akan meningkatkan efisiensi operasional perbankan. Untuk mendapatkan dana masyarakat yang bersifat low cost fund, bank perlu mengadopsi strategi yang efisien dan menarik bagi nasabah. Menerapkan kombinasi dari strategi-strategi ini dapat membantu bank dalam menarik dan mempertahankan dana masyarakat yang bersifat low cost fund. Penting untuk memahami kebutuhan dan preferensi nasabah serta lingkungan pasar yang berubah agar strategi yang diterapkan dapat efektif. Ekuitas BUK. Aspek permodalan suatu bank tergambar dalam jumlah ekuitas yang dimiliki. Modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha yang sehat dan dapat menampung
82 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si resiko kerugian, maka para pemilik dan pengurus bank senantiasa harus menyesuaikan rencana ekspansinya dalam batas-batas tertentu yang dapat ditampung oleh permodalan bank. Pentingnya permodalan yang kuat bagi bank, adalah terkait beberapa aspek seperti: (i) Penyerapan Risiko, pertama yaitu berfungsi sebagai buffer untuk kerugian. Modal yang kuat bertindak sebagai buffer untuk menyerap kerugian yang mungkin timbul dari operasional bank, seperti kredit macet atau investasi yang gagal. Kedua, sebagai stabilitas finansial, dengan modal yang kuat, bank dapat lebih stabil secara finansial dan mampu bertahan dalam kondisi pasar yang sulit; (ii) Kepatuhan terhadap Regulasi terkait memenuhi persyaratan regulator dan menghindari sanksi. Bank harus mematuhi persyaratan modal minimum yang ditetapkan oleh regulator, seperti Basal III, yang menetapkan rasio modal yang harus dipertahankan. Sebaliknya Bank dengan modal yang tidak memadai dapat menghadapi sanksi dari regulator, termasuk pembatasan operasional; (iii) Kepercayaan Pasar dan Nasabah, Bank dengan permodalan kuat sering kali dipandang lebih dapat dipercaya oleh nasabah dan investor. Lebih dari pada itu, modal bank yang kuat dapat menghindari kepanikan di kalangan nasabah, terutama dalam situasi krisis keuangan atau manakala terjadi penarikan dana secara besar-besaran (bank run atau rush fund); dan (iv) Ekspansi dan pertumbuhan, modal yang kuat berarti mampu menyediakan dana untuk ekspansi, seperti pembukaan cabang baru, pengembangan produk, atau akuisisi dan tentunya memberi kelonggaran untuk ekspansi pertumbuhan kredit atau pembiayaan.
Manajemen Perbankan 83 Dengan demikian, permodalan yang kuat tidak hanya esensial untuk menjaga kestabilan dan keberlangsungan operasional bank, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan dan ekspansi. Bank dengan modal yang kuat umumnya dianggap lebih tangguh dalam menghadapi fluktuasi ekonomi dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada nasabahnya. Deskripsi posisi liabiltas dan ekuitas bank konvensional dapat dilihat sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Deskripsi Liabilitas dan Ekuitas Bank Umum Konvensional
84 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Liabilitas dan Equitas BUS. Liabilitas bank syariah memiliki perbedaan mendasar dengan BUK akibat adanya perbedaan skema dan akad transaksi khususnya terkait dengan produk penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penerbitan surat berharga syariah (sukuk). DPK dapat ditempatkan di bank syariah dalam bentuk produk yang sama dengan BUK namun dengan akad berbeda, yakni: a. Tabungan (akad wadiah dan mudharabah) b. Giro; (akad wadiah dan mudharabah); dan c. Deposito (akad mudharabah dan mudharabah muqayyadah) Strategi bank syariah dalam mengembangkan DPK khususnya terkait penghimpunan dana murah dalam bentuk CASA (Current Account – Saving Account) tidak memiliki perbedaan dengan BUK. Kemampuan BUS mengembangkan CASA menjadi penting untuk meningkatkan daya saing BUS khusunya terkait dengan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dan investasi ke sektor produktif. Semakin tinggi CASA makan akan semakin menurunkan biaya dana yang harus dikeluarkan oleh perbankan, hal ini akan meningkatkan efisiensi operasional perbankan sekaligus mampu bersaing dengan BUK. Perbedaan prinsip dari produk liabilitas BUS adalah pengelompokan pencatatan produk dana yang berbasis titipan (wadiah) yaitu produk tabungan dan giro wadiah dicatat sebagai simpanan wadiah. Sedangkan produk tabungan, giro dan deposito syariah yang berbasis bagi hasil (mudharabah) dicatat terpisah sebagai dana syirkah temporer, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7. Dana syirkah temporer merupakan dana yang diterima oleh lembaga keuangan syariah (LKS) dan LKS
Manajemen Perbankan 85 memiliki hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana terebut sesuai dengan kebijakan LKS secara mutlaqah, ada dengan kebijakan pembatasan dari pemilik dana (muqayyadah), dengan keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan. Ketentuan permodalan di bank syariah tidak berbeda dengan ketentuan permodalan yang dikeluarkan oleh OJK, termasuk di dalamnya terkait pemenuhan kecukupan modal tertentu. Ketentuan permodalan mengacu kepada antara lain POJK No. 16/POJK.03/2022 Tentang Bank Umum Syariah. Pendirian BUS setelah peraturan ini wajib menyetor modal disetor sebesar Rp10 triliun, dan dapat ditetapkan berbeda dengan pertimbangan tertentu. Sebelum POJK ini berlaku, ketentuan pemenuhan modal inti bagi BUS adalah Rp1 trilun. Sedangkan modal inti bagi bank konvensional adalah Rp3 triliun pada akhir tahun 2023, dan bagi Bank Pembangunan daerah (BPD) harus memenuhi modal inti Rp3 triliun di akhir tahun 2024. Laba-Rugi BUK. Sumber pendapatan utama bank umum konvensional dapat berasal dari (i) Pendapatan bunga kredit; (ii) Pendapatan dari transaksi fee based income; dan (iii) Pendapatan transaksi treasuri. Selain itu, beberapa bank juga dapat mendapatkan pendapatan dari sumber-sumber lain seperti investasi di pasar keuangan dan layanan perbankan investasi. Namun, pendapatan bunga dan keuntungan spread biasanya menjadi sumber utama pendapatan bagi sebagian besar bank. Deskripsi laporan laba-rugi bank konvensional dapat dilihat pada Tabel 9. Terlihat bahwa pendapatan bunga merupakan sumber utama bagi suatu bank, yang bisa mencapai 75% dari total pendapatan bank. Sebaliknya
86 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si beban paling besar bagi bank adalah biaya dana pihak ketiga (DPK). Hal ini memperlihatkan pentingnya bagi bank untuk mengembangkan porsi dana CASA yang bersifat low cost fund sehingga spread yaitu selisih antara lending rate dan funding rate, menjadi lebih besar. Tabel 9. Deskripsi Laba-Rugi Bank Kovensional
Manajemen Perbankan 87 Beban lain yang sangat mempengaruhi keuntungan bank adalah beban pembentukan cadangan akibat adanya kredit bermasalah (kredit macet). Sebelumnya pencadangan kredit bermasalah menggunakan pendekatan yang dikenal sebagai PPAP. Penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) berfungsi sebagai cadangan biaya antisipasi terhadap kerugian, yang ditempatkan pada pos aktiva pada suatu neraca pada laporan keuangan. Ketentuan pembentukan cadangan mengalami perubahan, mengacu pada roadmap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PSAK 71–Instrumen Keuangan mulai efektif diterapkan oleh perbankan Indonesia pada 1 Januari 2020. PSAK 71 mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) 9 menggantikan PSAK 55 yang diadopsi dari International Accounting Standard (IAS) 39. Perbedaan yang paling mencolok antara PSAK 71 dan PSAK 55 yaitu perhitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Dalam konteks perbankan, CKPN merupakan cadangan yang dipersiapkan oleh bank untuk menghadapi risiko kerugian penurunan nilai (impairment losses) aset seperti kredit dan surat berharga. Setiap aset perbankan contohnya penyaluran kredit, terdapat risiko kerugian penurunan nilai yang disebabkan debitur tidak bisa membayar pinjaman. Pada PSAK 55, CKPN dihitung dengan metode incurred loss bersifat backward-looking dimana CKPN dibentuk pada saat terdapat bukti objektif bahwa debitur mengalami impairment seperti telat membayar angsuran kredit. Bukti – bukti tersebut nantinya akan dikalkulasi oleh bank sebagai dasar evaluasi apakah termasuk dalam kerugian penurunan yang perlu diakui. Setiap bank
88 Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si memiliki kebijakan evaluasi yang berbeda – beda dalam membentuk CKPN. Karena bersifat backward-looking, maka penentuan risiko akan berdasarkan pada data – data historis. Misalkan, dalam beberapa tahun terakhir kerugian dari bisnis kartu kredit adalah 10%, maka bank akan membentuk CKPN sebesar 10% dari bisnis kartu kredit. Dalam PSAK 71, CKPN dihitung menggunakan metode expected loss bersifat forward-looking. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), metode expected loss mewajibkan bank untuk memperkirakan estimasi risiko instrumen keuangan sejak pengakuan awal menggunakan informasi forward-looking seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat pengangguran, dan indeks harga komoditas di setiap tanggal pelaporan. Laba-Rugi BUS. Sumber pendapatan utama bank umum syariah berbeda dengan BUK yang sebagian besar bersumber dari pendapatan bunga kredit. Sumber pendapatan BUS tidak ada yang bersumber dari bunga kredit. Deskripsi laporan laba-rugi BUS dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Deskripsi Laporan Laba Rugi BUS