TRANSFORMASI PENDIDIKAN Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Yesi Martha Afrillia, S.Pd., Sindi Novianti, S.Pd., Saraswati S, S.Pd., Sa’adatul Ulwiyah, S.Pd., Andi Hermawan, S.Pd., Nadhira Fasya Salsabila, S.Pd., Hurniati, S.Pd., Fanni Yunita, S.Pd., Maria Susanti Menge Sawu, S.Si., Farisman Ziliwu, S.Pd., Fitri Nurjanah, S.Pd., Idang Ramadhan, S.Pd., Sri Utami, S.Pd., Aureliana Ardhia Widya Cahyani, S.Pd. Editor: Rizal M. Suhardi, S.Pd., M.Sc. ISBN: 978-623-8586-54-7 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Mei 2024 xii + 178, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
uji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan karuniaNya, sehingga buku "Transformasi Pendidikan: Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing" ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan hasil kolaborasi berbagai pihak yang memiliki komitmen penuh dan dedikasi tinggi terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia sekaligus menjadi pilar utama dalam Pembangunan bangsa. Seiring dengan perkembangan zaman, yang ditandai dengan perubahan global dan perkembangan teknologi yang pesat, dunia pendidikan harus mampu beradaptasi dan terus berinovasi agar mampu berdaya saing tinggi. Transformasi pendidikan tidak hanya sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan bagi generasi muda kita siap untuk menjawab tantangan dan peluang di masa depan. Buku ini hadir untuk memberikan jawaban atas kebutuhan tersebut sekaligus panduan komprehensif tentang berbagai aspek penting dalam transformasi pendidikan. Dalam buku ini, P
kamu menguraikan berbagai aspek penting dari konsep dasar hingga implemtasi di lapangan. Harapannya buku ini dapat menjadi referensi dan ikhtiar nyata yang bermanfaat bagi para pendidik, pemangku kepentingan, dan siapa saja yang peduli akan pentingnya pendidikan menuju generasi emas Indonesia. Proses penulisan buku ini melibatkan berbagai pihak yang memiliki latar belakang dan kompetensi sekaligus pengalaman di bidang Pendidikan. Untuk itu, Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan dan penerbitan buku ini. Kami berharap, semoga buku ini dapat memberikan wawasan khasanah keilmuan dan pemicu semangat untuk kemajuan sumber daya manusia Indonesiayang berdaya saing melalui sistem pendidikan yang lebih baik, inklusif, dan berkelanjutan. Mari kita bersama-sama meraih pendidikan setingi-tingginya dengan bekal pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang kuat, sehingga mampu menghadapi tantangan global dengan percaya diri dan kompeten. Akhir kata, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Selamat membaca! Yogyakarta, Mei 2024 Rizal M. Suhardi, S.Pd., M.Sc. Editor
Kata Pengantar ..................................................................... v Daftar Isi ............................................................................ vii BAB 1. Pendahuluan .............................................................. 1 A. Definisi Konseptual Transformasi Pendidikan ...................1 B. Definisi Operasional Transformasi Pendidikan..................3 C. Visi dan Misi Transformasi Pendidikan .............................5 BAB 2. Landasan Teoritis Pendidikan Modern ........................... 9 A. Konsep Dasar Pendidikan Modern....................................9 B. Evolusi Sistem Pendidikan ............................................. 14 C. Teori Pembelajaran Kontemporer................................... 19
BAB 3. Inovasi dalam Pembelajaran ....................................... 21 A. Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi................21 B. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah.........................................................................25 C. Evaluasi dan Pembaruan Kurikulum Berbasis Kompetensi...................................................................27 BAB 4. Pembelajaran Berbasis Proyek .................................... 31 A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek .......................32 B. Manfaat Pembelajaran Berbasis Proyek Dalam Pendidikan....................................................................34 C. Langkah-Langkah Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek ..........................................................................36 BAB 5. Pendekatan Pendidikan Berbasis Teknologi .................. 41 A. Peran Teknologi dalam Transformasi Pendidikan ............41 B. Aplikasi Teknologi dalam Pembelajaran ..........................45 C. Tantangan dan Solusi Menggunakan Teknologi dalam Pendidikan....................................................................49 BAB 6. Pembelajaran Berbasis Games .................................... 55 A. Belajar adalah Petualangan.............................................55 B. Konsep Pembelajaran Berbasis Game..............................57
C. Keunggulan Pembelajaran Berbasis Game....................... 59 D. Strategi Implementasi Pembelajaran Berbasis Game........ 61 BAB 7. Faktor-Faktor Pengaruh dalam Transformasi Pendidikan ............................................................. 65 A. Peran Teknologi dalam Pendidikan................................. 65 B. Perubahan Sosial dan Budaya dalam Konteks Pendidikan. 68 C. Implikasi Globalisasi terhadap Pendidikan...................... 70 BAB 8. Praktik Terbaik dalam Transformasi Pendidikan ........... 73 A. Pendidikan Inklusif: Mengatasi Tantangan Keterbatasan.. 75 B. Membangun Karakter dalam Pendidikan ........................ 80 C. Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi di Sekolah ........ 83 BAB 9. Pemberdayaan Stakeholder Pendidikan ....................... 89 A. Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder Pendidikan ........ 90 B. Strategi Pemberdayaan Stakeholder................................ 92 C. Tantangan dan Hambatan Pemberdayaan Stakeholder..... 93 D. Studi Kasus dan Praktik Baik Pemberdayaan Stakeholder . 94 E. Evaluasi dan Pengukuran Keberhasilan Pemberdayaan.... 95 BAB 10. Peran Komunitas dalam Membangun Ekosistem Pendidikan yang Berkualitas .................................... 97 A. Kolaborasi Antara Sekolah dan Komunitas Lokal ............101
B. Program-program Komunitas untuk Pendidikan ............ 105 C. Dukungan Sosial dari Komunitas untuk Pendidikan........ 106 BAB 11. Kolaborasi Industri dan Sekolah dalam Menyiapkan Tenaga Kerja yang Berkualitas ................................. 108 A. Pentingnya Kolaborasi antara Sekolah dan Industri........ 109 B. Pembelajaran Berbasis Kerja ........................................ 111 C. Sistem Informasi Pasar Kerja ....................................... 114 BAB 12. Peningkatan Peran Masyarakat Sipil dalam Pendidikan117 A. Organisasi Non-Pemerintah dalam Pendidikan .............. 118 B. Peran Media Massa dalam Mendukung Pendidikan ........ 123 C. Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Pendidikan.................................................................. 125 BAB 13. Revolusi Pendidikan: Masa Depan yang Berkelanjutan127 A. Konsep Revolusi Pendidikan......................................... 128 B. Tren dan Perubahan dalam Pendidikan Masa Depan ...... 130 C. Implikasi Sosial, Ekonomi, dan Budaya dari Revolusi Pendidikan.................................................................. 134 BAB 14. Pendidikan Berkelanjutan ........................................ 139 A. Prinsip-Prinsip Pendidikan Berkelanjutan ..................... 140 B. Langkah-langkah Menuju Pendidikan Berkelanjutan...... 144
C. Peran Pemerintah, Sekolah, dan Masyarakat dalam Mewujudkan Pendidikan Berkelanjutan.........................146 Daftar Pustaka ................................................................... 147 Tentang Penulis ................................................................. 147
Yesi Martha Afrillia, S.Pd. Transformasi pendidikan mencakup definisi konseptual dan operasional yang membantu mengarahkan proses pengembangan sistem pendidikan untuk memenuhi kebutuhan zaman modern (Murwati & Asroriyah, 2020). Konsep transformasi pendidikan adalah fenomena yang terus berkembang sebagai tanggapan terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang terus terjadi. Konsep transformasi pendidikan tidak hanya mencakup perubahan dalam kurikulum atau infrastruktur, tetapi juga pergeseran paradigma dalam metode pembelajaran dan pengajaran. Secara konseptual, transformasi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses menyeluruh yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan untuk memenuhi tuntutan zaman modern. Robert John Meehan, seorang pendidik dan penulis, menggambarkan transformasi pendidikan sebagai "proses menyeluruh untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, dengan fokus pada pembelajaran siswa, inovasi kurikulum, pengembangan profesional guru, dan penggunaan teknologi pendidikan yang efektif." Transformasi pendidikan juga mengacu pada tujuan pendidikan yang membebaskan dan bermakna yang harus dicapai untuk meningkatkan hasil pembelajaran dan perkembangan siswa. Menurut Jejen Musfah (2015), hakikat pendidikan terletak pada persiapan yang matang. Persiapan ini mencakup kualitas guru, ruang kelas, dan lingkungan pendidikan secara keseluruhan (Lamuri & Laki, 2022). Pemahaman konseptual ini menekankan bahwa pendidikan harus dilihat secara keseluruhan, melampaui metode kelas tradisional. Penjelasan konseptual tentang transformasi pendidikan memberikan dasar yang kuat untuk membangun kebijakan, strategi, dan program pendidikan yang berhasil. Memahami pentingnya transformasi pendidikan memungkinkan pemangku kepentingan pendidikan untuk menemukan masalah yang dihadapi sistem pendidikan saat ini dan membuat solusi yang tepat. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mendasari transformasi pendidikan juga membantu mendorong semua orang, seperti guru, orang tua, siswa, dan masyarakat umum, untuk berpartisipasi aktif dalam proses transformasi. Definisi
konseptual transformasi pendidikan merupakan pondasi yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan dalam menghadapi tantangan zaman modern. Pemahaman yang mendalam tentang tujuan, prinsip, dan nilai-nilai transformasi pendidikan akan membantu memandu proses pengembangan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan berhasil. Secara operasional, transformasi pendidikan berarti melakukan perubahan signifikan pada sistem pendidikan. Inisiatif Merdeka Belajar di Indonesia adalah contoh langkah menuju transformasi pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berpusat pada siswa. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk memberdayakan siswa dengan memberi mereka lebih banyak otonomi atas jalur pembelajaran mereka dan mendorong peralihan ke arah pengalaman belajar yang lebih fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Selain itu, transformasi digital telah mengubah pendidikan, mengubah cara belajar (Hasnida, Adrian & Siagian, 2024). Transformasi pendidikan dapat mencapai hasil yang lebih baik dan akses yang lebih baik ke pendidikan berkualitas tinggi dengan bantuan teknologi. Transformasi operasional pendidikan mencakup perubahan kurikulum dan manajemen sekolah, serta praktik pengajaran dan budaya sekolah. James P. Comer, seorang ahli pendidikan terkemuka, menekankan bahwa perubahan dalam praktik pengajaran, evaluasi pembelajaran, manajemen sekolah, dan dukungan untuk
pengembangan profesional guru adalah komponen penting dari transformasi pendidikan. Beberapa elemen penting harus dipertimbangkan agar transformasi pendidikan dapat dicapai: 1. Inovasi Kurikulum: Pembaruan kurikulum mencakup materi pelajaran, teknik pengajaran, dan penilaian pembelajaran untuk memastikan bahwa kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat serta mengikuti perkembangan terkini di berbagai bidang ilmu. 2. Pengembangan Profesional Guru: Memberikan pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan kepada guru untuk membantu mereka memahami kebutuhan unik siswa, mengadopsi pendekatan pengajaran terbaru, dan menerapkan teknologi dalam pembelajaran. 3. Pemanfaatan Teknologi Pendidikan: Teknologi dapat membantu belajar jarak jauh dan bekerja sama dengan siswa dengan meningkatkan aksesibilitas, fleksibilitas, dan efektivitas. 4. Partisipasi Siswa: Membangun lingkungan yang mendukung kreativitas, pemecahan masalah, dan kolaborasi antar-siswa akan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. 5. Pengelolaan Sekolah yang Efektif: Membangun sistem manajemen sekolah yang efektif untuk mendukung inovasi, memaksimalkan pengelolaan sumber daya, dan menciptakan budaya sekolah yang inklusif dan berorientasi pada pembelajaran.
Semua pemangku kepentingan dalam pendidikan, mulai dari pembuat kebijakan hingga guru dan karyawan sekolah, mendapatkan arahan yang jelas tentang operasional transformasi pendidikan. Dengan memahami elemen transformasi pendidikan, mereka dapat merancang dan melaksanakan strategi yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan global, serta mengalokasikan sumber daya dengan efisien. Transformasi pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk kembali dan memodernisasi lanskap pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Proses ini melibatkan pengembangan, pemutakhiran, dan penyesuaian paradigma pendidikan agar selaras dengan tuntutan dunia kontemporer. Dengan berfokus pada inovasi kurikulum, pemberdayaan guru, dan integrasi teknologi di dalam kelas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertujuan untuk memastikan setiap anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Melalui inisiatif seperti Gerakan Transformasi Pendidikan KHD, siswa, guru, dan sekolah diberikan kebebasan untuk melaksanakan proses pendidikan secara mandiri, sehingga menumbuhkan lingkungan belajar yang lebih dinamis dan efektif. Visi dan misi transformasi pendidikan dipusatkan pada pengembangan pendidikan berkualitas untuk semua dan memastikan bahwa sistem pendidikan berkembang selaras dengan kebutuhan zaman. Mempertahankan jalur transformasi pendidikan sangat penting untuk mencapai
visi Merdeka Belajar, yang bertujuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih dinamis dan responsif yang memenuhi beragam kebutuhan peserta didik. Ketika dunia pendidikan Indonesia mengalami transformasi, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memprioritaskan dan mendukung inisiatif yang meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan untuk generasi mendatang. Visi dan misi transformasi pendidikan merupakan pilar utama dalam mengarahkan perubahan yang diinginkan dalam sistem pendidikan. Visi memberikan gambaran tentang cita-cita ideal akan bagaimana sistem pendidikan diharapkan di masa depan, sedangkan misi menguraikan langkah-langkah konkret yang harus diambil untuk mewujudkan visi tersebut. Visi transformasi pendidikan berpusat pada penciptaan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berorientasi pada siswa. Inisiatif seperti Merdeka Belajar mewakili langkah signifikan menuju pencapaian visi ini dengan memberikan siswa otonomi dan fleksibilitas yang lebih besar dalam perjalanan belajar mereka. OECD menekankan pentingnya visi bersama dalam mendorong transformasi pendidikan, khususnya melalui program seperti Pembelajaran Mandiri, yang memerlukan upaya berkelanjutan dalam jangka waktu lama untuk menghasilkan hasil yang nyata. Transformasi sistem pendidikan di Indonesia dianggap sebagai prioritas utama untuk mewujudkan visi Merdeka Belajar, mempromosikan pengalaman pendidikan yang lebih berpusat pada siswa dan memberdayakan.Visi ini menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk menciptakan perubahan sosial yang positif dan
mempersiapkan generasi mendatang menjadi pemimpin yang berpikiran terbuka dan inovatif. Sejalan dengan visi transformasi pendidikan, misi tersebut berfokus pada penerapan langkah-langkah komprehensif untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nasional. Dengan mengedepankan inovasi kurikulum, pemberdayaan guru, dan pembinaan lingkungan belajar yang kondusif, transformasi pendidikan Indonesia bertujuan untuk menyelaraskan dengan hakikat dan tujuan pendidikan nasional. Mempertahankan momentum transformasi pendidikan ke arah yang lebih progresif tetap menjadi prioritas bersama seluruh pemangku kepentingan, memastikan sistem pendidikan terus berkembang dan beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang. Komitmen berkelanjutan terhadap transformasi pendidikan menggarisbawahi upaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan menyempurnakan pengalaman pendidikan bagi siswa di seluruh Indonesia. Misi transformasi pendidikan mencakup sejumlah langkah konkret yang harus diambil untuk mewujudkan visi tersebut: 1. Meningkatkan Aksesibilitas: Memastikan bahwa pendidikan berkualitas dapat diakses oleh semua individu tanpa terkecuali, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu atau daerah terpencil. 2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran: Mengadopsi pendekatan pembelajaran yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan siswa, termasuk penerapan
metode pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis masalah, dan penggunaan teknologi dalam pembelajaran. 3. Mendorong Kreativitas dan Inovasi: Membangun lingkungan pembelajaran yang merangsang kreativitas dan inovasi, serta memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan ide-ide baru dan solusi untuk masalah-masalah kompleks. 4. Pembelajaran Sepanjang Hayat: Menyediakan kesempatan untuk pembelajaran sepanjang hayat melalui program-program pendidikan formal dan non-formal, sehingga individu dapat terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka sepanjang hidup. 5. Persiapan untuk Tantangan Masa Depan: Memastikan bahwa kurikulum dan pengalaman belajar siswa mencakup keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan, termasuk keterampilan teknologi, keterampilan berpikir kritis, dan kemampuan beradaptasi. Visi dan misi transformasi pendidikan memberikan arah yang jelas bagi pembuat kebijakan pendidikan, pemimpin sekolah, guru, siswa, dan masyarakat umum. Mereka mengilhami dan memotivasi semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik. Dengan memprioritaskan aksesibilitas, kualitas, kreativitas, dan relevansi, visi dan misi ini mengarahkan upaya bersama untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih luas.
Sindi Novianti, S.Pd. Pendidikan dapat dikatakan sebagai bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Pendidikan wajib didapatkan oleh setiap individu. Masing-masing dari setiap insan atau individu memiliki peluang serta kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan baik itu pendidikan informal, pendidikan formal, maupun pendidikan nonformal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh individu dari lingkungan keluarga atau dari lingkungan sekitar secara sadar maupun tidak Proses pendidikan informal tentunya berlangsung tanpa batas usia dengan kata lain seumur hidup. Sehingga peranan keluarga itu sangatlah penting. Individu lain yang pertama kali mendidik yaitu orang tua, kasih sayang didapatkan
dari orang tua dan dibimbing menuju kebaikan oleh orang tua selanjutnya oleh orang sekitar dalam lingkup keluarga. Kemudian pendidikan formal adalah pembekalan pendidikan yang sifatnya berjenjang, sekolah merupakan wadah tempat melaksanakan pembelajaran dalam hal ini sekolah berperan sebagai lembaga formal yang ditugaskan untuk mendidik (Sapti et al., 2019). Pendidikan merupakan suatu proses yang menuntun individu menuju pada pemenuhan segala kekuatan kondrati sehingga memiliki kompetensi agar sejahtera dan mandiri. Sejalan dengan hal tersebut Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pada pendidikan di Indonesia mendefinisikan pendidikan sebagai tuntutan dalam hidup anak-anak, agar mereka sebagai manusia yang mana merupakan bagian dari masyarakat dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan (Annisa, 2022). Pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis dalam memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia agar mampu bersaing secara sehat. Melalui pendidikan dapat membangun martabat suatu bangsa, mengangkat pandangan dunia terhadap suatu negara, sehingga perlu untuk mendapat perhatian secara khusus. Peran negara dalam pendidikan yakni membuat kebijakan yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri. (Sapti et al., 2019) Pendidikan secara khusus dimuat pada UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 \[bq[ ‚j_h^c^ce[h [^[f[b om[b[ m[^[l n_l_h][h[ ohnoe mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada ^[f[g g[ms[l[e[n‛ Melalui pendidikan setiap individu dapat memperoleh kompetensi yang mana hal tersebut dapat dijadikan modal dalam memperoleh penghidupan yang layak sehingga dapat mencapai kesejahteraan. Pendidikan merupakan proses yang menghidupkan humanisme dalam diri individu dalam hal ini pendidikan memanusiakan manusia. Pendidikan mendorong individu dalam memaksimalkan kemampuan kodrati yang dimilikinya. Pendidikan tidak memiliki batas waktu, setiap individu mengalami proses pembelajaran sepanjang hayat, belajar tidak mengenal usia, pendidikan memberikan pengaruh untuk pengetahuan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan perkembangan individu. Pendidikan berperan dalam memberikan bimbingan hidup sejak dilahirkan hingga kembali pada tanah (Annisa, 2022). Pendidikan berperan dalam pemeliharaan kehidupan masyarakat, masyarakat didorong untuk dapat meningkatan kualitas kemasyarakatan. Menurut (Annisa, 2022) pendidikan dapat dijadikan indikator untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. kualitas masyarakat, serta rangkaian ideologi. Pendidikan
mendorong untuk pengembangan potensi diri individu, meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan dalam jenjang karir. Pada proses pendidikan individu diberikan pemahaman terkait keahlian yang diperlukan dalam dunia kerja. Berdasarkan pemaparan tersebut pendidikan dapat dijadikan tombak kekuatan sosial sekaligus bisa digunakan dalam melaksanakan kajian serta apresiasi terhadap maksud penerimaan pada lingkup masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan setiap kegiatan sosial yang diselenggarakan ditengah masyarakat merupakan sebuah metode perubahan. Dampak dari pelaksanaan pendidikan adalah mendapat pengetahuan yang luas, kompetensi yang meningkat, kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Seseorang yang memperoleh pendidikan yang baik maka akan memiliki sikap yang bijaksana dalam menyikapi permasalahan yang dihadapkan pada dirinya. Selaras dengan pendapat dari (Sapti et al., 2019) pendidikan memberikan pelajaran penting pada individu terkait dunia luar, mengembangkan perspektif dalam kehidupan kita, sehingga memiliki pola pikir yang unggul dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Pendidikan pada era ini tidak hanya membutuhkan pengetahuan secara kognitif saja namun dituntut untuk dapat mengembangkan kepribadian individu secara utuh dalam rangka mengimbangi tuntutan zaman. Pendidikan yang memberikan nilai-nilai untuk membuka pikiran dan kesadaran diri akan potensi yang dimiliki oleh individu dikenal sebagai pendidikan modern. Beberapa teori yang mendasari pendidikan modern ini dimulai dari gerakan Renaissance. Era modern diinisiasi beberpa teori yang
mendukung terkait revolusi pendidikan hingga sampai pada pendidikan modern. Diantaranya yaitu: Humanisme, behaviorisme, kognitivisme. Pendidikan modern merupakan suatu cara mempelajari suatu hal sesuai dengan tuntutan era saat ini agar peserta didik dapat memenuhi tuntutan zaman. Pendidikan modern ditujukan dalam rangka menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan serta memelihara tujuan dari pendidikan-pendidikan yang telah tercapai (Suparman, 1970). Ahli pendidikan modern memberikan pemaknaan, sebagaimana yang dikemukae[h if_b P.J.Hcffm ‚P_h^c^ce[h ^cn_ha[b g[ms[l[e[n j[^[ umumnya memiliki dua peran penting yaitu memberikan pengetahuan kepada generasi ke generasi berikutnya dan memberikan bekal kepada individu dengan kompetensi yang dapat untuk menganalisa, mendiagnosa, dan juga e_g[gjo[h \_ln[hs[‛. Pendidikan modern dilandasi oleh beberapa teori, menurut (Temon Astawa, 2016) dalam Sodirdjo (1980) memberikan pemaknaan terkait pendidikan modern yaitu sebuah teori pendidikan modern yang menjadi gerbang awal penyelenggaraan pendidikan modern adalah teori dari humanisme yang mana teori tersebut membahas tentang awal kemunculan teori humanisme dan tujuan pendidikannya. Dewasa ini Ilmu pengatahuan dan teknologi yang semakin maju dinilai seperti pisau bermata dua, yakni memiliki dampakdari dua sisi, kemajuan IPTEK memiliki dampak yang positif dan bernilai negatif, majunya ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang komunikasi dapat mendobrak Batasan ruang dan waktu. Mempermudah kehidupan manusia, mendekatkan
yang jauh, kemudian menjauhkan yang dekat. kemajuan IPTEK telah membuat hati nurani manusia kian terkikis karena harus beradaptasi dengan IPTEK yang kini tidak lagi berlandaskan dan berporos pada human centric melainkan lebih kepada tekno centric. Kini manusia cenderung dikontrol oleh faktor eksternal yaitu teknologi sehingga menanggalkan hati nuraninya. Manusia tanpa sadar telah menyandarkan dirinya pada teknologi dalam skala makro. Berdasarkan hal tersebut perlunya dehumanisasi sehingga hal yang tidak diharapkan tidak terjadi. Hal ini perlu dilakukan treatment melalui pendidikan, pedidik berperan sebagai ujung tombak dalam menyampaikan ilmu pengetahuan, hal ini perlu ditanggapi serius dan ditindaklanjuti. Sistem terkait pendidikan yang diimplementasikan diindonesia dilandasi oleh Pancasila serta UUD 1945. Pendidikan nasional diamanatkan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan mutu dari sumber daya manusia dalam rangka memperoleh pencapaian tujuan nasional. Pendidikan memperoleh perhatian khusus karena merupakan tombak keberhasilan suatu bangsa. Kemudian disamping itu pendidikan merupakan indikator dari kemajuan suatu bangsa. Tentunya dalam kiprah pendidikan negara Indonesia memiliki perjalanan historis terkait sistem pendidikannya. Menurut (M. Wahib MH et al., 2022) Berikut ini perjalanan historis sistem pendidikan di Indonesia
1. Sistem Pendidikan Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda Di era penjajahan belanda, pemeritah belanda mempersiapkan sekolah yang bermacam-macam bagi orang indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan berbagai segmentasi masyarakat. Pada masa itu pendidikan diindonesia dibagi ke dalam dua periode besar, yakni pada masa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) kemudian pada masa pemerintahan Hindia Belanda setelah VOC (Nederlands). Kemunculan pemikiran untuk membangun fasilitas pendidikan untuk anak-anak pribumi dimulai sejak Belanda mengambil alih kedudukan VOC, hal ini dilakukan bukan tanpa sebab, karena untuk mendidik tenaga yang tentunya dimasa depan akan menduduki lini pemerintah. Berikut ini sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda, antara lain: a. Sekolah dengan Bahasa melayu b. Sekolah dengan menggunakan Bahasa Belanda Pendidikan pada saat itu membedakan antara pendidikan bagi pribumi dan pendidikan bagi keturunan Belanda. 2. Sistem Pendidikan Pada Masa Militer jepang Ketika kita berbicara terkait era penjajahan jepang terdapat hal menarik untuk ditelisik, jepang menjajah Indonesia hanya dalam tempo yang singkat, namun meskipun jepang hanya menjajah dalam waktu yang singkat, jepang berjasa bagi dunia pendidikan Indonesia dengan kata lain memiliki arti yang sangat berpengaruh bagi pendidikan di
Indonesia. sistem pendidikan Indonesia disatukan dikenal pada masa penjajahan jepang. Begitu banyak kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah Jepang dalam bidang pendidikan salah satunya adalah menghilangkan kesenjangan serta perbedaan dalam membuat sistem pendidikan. Jika kita bandingkan dengan zaman penjajahan belanda yang mana diskriminasi sangat kental, dan kesenjangan terlihat dengan jelas, yang dapat memeproleh pendidikan layak hanya pribumi menengah keatas. Ironi nya masyarakat menengah ke bawah itu luput dari perhatian dalam memperoleh pendidikan sehingga tidak mendapat kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang seharusnya. pendidikan berjenjang yang kita kenal saat ini merupakan hasil adopsi dari jepang. Dari mulai SD yang ditempuh selama 6 tahun kemudian SMP selama 3 Tahun dan dilanjutkan dengan pendidikan jenjang SMA selama 3 tahun. Pada masa Jepang mulai menerapkan pendidikan untuk rakyat dari semua kalangan untuk mendapatkan pendidikan secara formal jenjang pendidikan SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. 3. Sistem Pendidikan Masa Orde Lama Rentang waktu orde lama ini terjadi sejak tahun 1945-1965 yaitu dibawah dari pimpinan presiden Soekarno. dimasa tersebut banyak megeluarkan aturan serta kebijakan yang berkaitan erat dengan pendidikan. UUD 1945 merupakan landasan bagi
pendidikan Indonesia serta pancasila menjadi dasar negara. Pendidikan nasional ditujukan untuk menciptakan warga negara indonesia agar unggul dan siap mengabdi untuk negara. Setelah berakhirnya masa penajajahan, nilai-nilai yang ditanamkan adalah pengembangan jiwa patriotisme. Kemudian terkait sistem pendidikan Indonesia yang mana setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan tetap mengadopsi system pendidikan berjenjang seperti yang telah diulas sebelumnya system tersebut dilanjutkan hingga kini. Selain itu terkait dengan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi dan pengantar yang digunakan di sekolah. Sumber dan bahan ajar untuk mata Pelajaran yang akan diajarkan bersumber dari buku yang dihasilkan dari terjemahan dari bahasa belanda ke dalam bahasa Indonesia yang sudah dirintis pada zaman Jepang. 4. Sistem Pendidikan Masa Orde Baru Dimasa orde baru, tujuan dari pendidikan yakni demi kepentingan pemerintah guna untuk pembangunan nasional. Memiliki keinginan untuk mencetak banyak pendidik tanpa melihat kualitas dari tenaga pendidik tersebut. Sehingga memiliki kualitas yang kurang baik dan memiliki kepekaan sosial yang rendah. Pada periode tersebut, peserta didik dibina serta di arahkan untuk menjadi seorang pekerja yang mana dimasa depan memiliki tugas sebagai tombak dalam menggerakan roda pada pemerintahan. Selain itu hadirnya system yang kita sebut sebagai
system doktrinasi yang diimplementasikan pada pendidikan Indonesia. Jika kita kilas balik, kurikulum yang paling pertama diimplementasikan pada masa orde baru yang menerapkan indoktrinasi ideologi adalah Kurikulum 1975. Periode ini dikenal sebagai masa Pembangunan nasional yang berlangsung dari tahun 1968 dan berakhir di tahun 1998. Pada Pembangunan pendidikan khususnya pada pendidikan dasar negara menghadirkan pendidikan dasar yaitu Instruksi Presiden (Inpres) kebijakan ini angin segar bagi pendidikan diindonesia saat itu karena pendidikan dasar merupakan pondasi dari pelaksanaan pendidikan. Pada masa ini pula ada kewajiban untuk wajib belajar selama 6 tahun dengan usia dari rentang 7 tahun sampai 12 tahun. 5. Sistem Pendidikan Masa Reformasi Perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan memperoleh kesempatan yang besar dan diberikan ruang yang cukup untuk merumuskan kebijakan yang bersifat reformatif serta revolusioner bagi pendidikan Indonesia. Menariknya terdapat perubahan yang mana bentuk kurikulumnya berubah menjadi berbasis kompetensi. Tidak hanya itu penyelenggaraan pendidikannya pun berubah dari sentralistik mejadi desetralistik. Pada era reformasi, negara memberikan anggaran untuk pendidikan dari APBN sebanyak 20% . dana tersebut menjadi modal untuk penyelenggaraan pendidika.
Dalam pembelajaran terdapat beberapa teori yang dapat diimplementasikan serta digunakan salah satunya yaitu teori pembelajaran kontemporer. Teori belajar kontemporer merupakan teori sumbernya dari teori kontsruktivisme yang mana pada teori ini guru diposisikan sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan siswa harapkan agar aktif berpartisispasi dalam proses pembelajaran. teori-teori pembelajaran kontemporer : 1. Teori Operant Conditioning (B.F Skinner) Teori tersebut dikembangkan oleh Skinner yang mana merupakan hasil dari pengolahan serta melalui proses pengembangan yang asalnya dari Teori Stimulus-Respons. Pada teori tersebut, Skinner mencurahkan daya pikirnya terkait adanya penguatan (reinforcement) atau bisa dikatakan sebagai penguatan positif (reward) serta penguatan negatif (hukuman). Penguatan positif merupakan stimulus yang memperkuat feedback. Sedangkan sedangkan suatu tindakan yang dilakukan oleh individu untuk menghindari suatu tindakan yang sifatnya penguatan disebut penguatan negatif. Seseorang akan merasa mendapat motivasi sehingga dengan suka rela melakukan suatu hal Ketika dibebani tanggung jawab serta mengetahui konsekuensinya (reinforcement). Sedangkan ketika seseorang memperbaiki suatu hal yang tidak seharusnya dilakukan itu merupakan keberhasilan dari mendidik melalui hukuman. Teori Skinner, menjelaskan konsekuensi yang membuat bahagia (penghargaan) akan memberikan kekuatan
pada perilaku, sebaliknya jika konsekuensi yang dianggap tidak menyenangkan (hukuman) akan memperlemah tingkah laku. Bagian terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement) artinya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui hubungan stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. (Lu and Ana Hamu, 2022). 2. Condition of Learning (Robert Gagne) Belajar dikatakan sebagai suatu perubahan yang terjadi terkait potensi yang dimiliki manusia setelah belajar secara sistematis terus menerus dan tidak hanya berdasarkan suatu proses saja namun banyak faktor yang mendukung keberhasilan dari hasil belajar. Keyakinan dalam belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal dalam diri hal tersebut dijelaskan oleh gagne bahwa faktor tersebut memvalidasi keyakinan belajar seseorang. teori Robert M. Gagne, yang sering dikenal dengan 9 peristiwa pembelajaran (model nine instructional events Gagne) merupakan satu diantara teori dan prinsip belajar yang penting untuk diimplikasikan pada penyelenggaraan. Gagne (1972) mengartikan mekanisme ketika seseorang pembelajar menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi yang dimaksud meliputi, knowledge, kemampuan, Attitude, values, yang dibutuhkan oleh manusia. Sehingga belajar merupakan hasil dalam beberapa hasil olah tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (Warsita, 2018).
Saraswati S, S.Pd. Manusia dalam menjalani kehidupan diikat oleh aturan-aturan yang berfungsi sebagai penuntun, baik dalam pencapaian tujuan maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup agar tetap terjadi improvement. Dalam dunia pendidikan membutuhkan pedoman yang berfungsi sebagai acuan menentukan aktivitas pendidikan yang akan dilakukan. Kurikulum adalah pedoman yang dimaksud. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Nasional Pendidikan, pada pasal 1 ayat 19, kurikulum merupakan perangkat planning and setting tentang visi dan misi, isi serta bahan materi yang berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan aktivitas pembelajaran demi mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Hidayati, Syaefudin and Muslimah, 2021, mendefinisikan kurikulum sebagai sekumpulan rumusan dan pemetaan tentang bahan ajar, visi dan misi, serta isi daripada kurikulum itu sendiri. Kurikulum juga digunakan sebagai penuntun untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan akademik. Senada dengan Triwiyanto, 2021 kurikulum didefinisikan sebagai kumpulan rencana dan pemetaan tentang visi-misi, bahan ajar, isi serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas belajar di kelas untuk mencapai produktivitas pendidikan. Menurut beberapa definisi ini, kurikulum didefinisikan sebagai dokumen yang berisi elemen-elemen penting yang digunakan sebagai konsep dasar untuk melakukan aktivitas pendidikan, khususnya di satuan pendidikan. Kurikulum mencakup kegiatan pengelolaan pembelajaran berupa peningkatan sumbersumber belajar yang ada, baik yang berasal dari dalam diri individu yang belajar maupun unsur-unsur yang berasal dari luar individu, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ada secara efektif dan efisien. Berdasarkan Kemendikbud RI, 2002 dalam SK Mendiknas nomor 045/U/2002 dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggung jawab yang dimiliki seseorang dan merupakan prasyarat bagi masyarakat untuk menganggapnya mampu melaksanakan tugas yang diperlukan dalam bidang pekerjaan tertentu. Roe, 2002, g_hs[n[e[h ‚To be competent means to be able carrying out the task, duty, or role in an appropriate manner. Knowledge, abilities, attitudes, and personal values are all integrated into competence. Competence is gained via job
experience and learning by doing, and it is based on ehiqf_^a_ [h^ [\cfcnc_m‛. Kompetensi terdiri dari pengetahuan, keterampilan, keyakinan, dan sikap. Kemampuan melakukan tugas atau peran dengan benar disebut kompetensi. Kompetensi juga mencakup pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman kerja dan praktik. Kompetensi merupakan kemampuan yang wajib dimiliki manusia untuk melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan mencapai tujuan tertentu. Dari definisi kurikulum serta kompetensi tersebut dapat diartikan KBK merupakan pedoman yang wajib diikuti untuk mengetahui dan melakukan aktivitas pendidikan dengan baik dan mampu mencapai tujuan pendidikan. Menurut Fitriani et al., 2022, cakupan KBK terdiri dari standar kemampuan dasar untuk seluruh mata pelajaran. Standar kemampuan didefinisikan seperti semua pengetahuan, kemampuan, perilaku, serta kemampuan yang nantinya akan dipelajari dalam mata pelajaran. Standar ini termasuk standar isi dan standar penampilan. Pengetahuan, keterampilan, dan perilaku minimal yang mestinya dikuasai dan dapat dilakukan oleh peserta didik pada setiap kompetensi. Rahdiyanta, 2021, mengatakan bahwa pengajaran berbasis kompetensi adalah konsep umum dari pembelajaran aktif, atau pembelajaran aktif, di mana guru membantu peserta didik belajar bagaimana belajar daripada hanya mempelajari materi. Menurut Christine Gilbert, 2020; Belas, 2021, ‚Tb_ h__^ i` f_[lhcha biq ni memorize six times is laid out within the need of making a
educational programs for the twenty-first century. It shows up that we have built up over the past ten a long time the thought that understanding how understudy learned is fair as imperative as understanding what they learned. The proverb of Each Child Things joins delight and engagement with learning as a key result. The National Procedures at the essential and auxiliary level are _gjiq_lcha f_[lhcha ]igj_n_h]c_m‛. Dari opini Christine Gilbert tersebut dapat diartikan bahwa belajar bagaimana belajar merupakan keharusan untuk mengembangkan kurikulum abad ke-21. Dalam dekade terakhir, tampaknya kita telah menetapkan gagasan bahwa apresiasi terhadap bagaimana peserta didik belajar setidaknya sama pentingnya denga napa yang mereka pelajari. Strategi Nasional di tingkat dasar dan menengah mempromosikan kompetensi pembelajaran yang mecakup kesenangan dan keterlibatan dengan pembelajaran sebagai hasil utama. Jadi beberapa pendapat tersebut mengungkapkan bahwa di abad ke-21 kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum yakni bagaimana peserta didik agar dapat memahami proses Learning How to Learn. Kurikulum berbasis kompetensi bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang cerdas dan kompeten yang membantu menumbuhkan identitas bangsa dan budayanya. Kurikulum tentunya bertujuan untuk memastikan bahwa setiap peserta didik mampu untuk menyesuaikan diri dengan pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan nilai-nilai yang ditanamkan pada keseharian berpikir dan bergerak mereka sehingga proses
penyampaian informasi menjadi lebih efisien. Kurikulum juga menegaskan pada menggali kompetensi dan potensi peserta didik secara optimal untuk memastikan pelajaran diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum juga berperan membantu guru memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar yang membudayakan dan sejalan dengan empat pilar pendidikan universal (UNESCO): belajar untuk mengetahui, belajar untuk melakukan, belajar untuk menjadi, dan belajar untuk hidup bersama. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) terdiri dari empat bagian utama yaitu 1) Kurikulum dan Hasil Belajar, 2) Penilaian Berbasis Kelas, 3) Kegiatan Belajar Mengajar, dan 4) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. Menurut Fitriani et al., 2022, keempat komponen ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Rencana Kurikulum dan Hasil Belajar mengarah pada pengembangan peserta didik yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum, termasuk kompetensi, pencapaian belajar, dan indikator keberhasilan. Ini membantu guru dalam menentukan materi yang harus diajarkan kepada peserta didik, cara evaluasi, dan strategi pembelajaran. 2) Penilaian Berbasis Kelas adalah penilaian yang dilakukan di dalam kelas untuk menetapkan prinsip, tujuan, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Karya, tugas, kinerja, dan tes tertulis digunakan dalam penilaian ini untuk menilai kemampuan dan
pencapaian belajar peserta didik. Penilaian juga mempertimbangkan tujuan peserta didik yang jelas. 3) Kegiatan Belajar Mengajar mencakup strategi pembelajaran yang menghindari pendekatan mekanistik, dan bertujuan untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan dengan mengutamakan gagasan-gagasan penting tentang pengajaran dan pembelajaran. 4) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah mencakup pengorganisasian sumber daya manusia dan materi lainnya untuk meningkatkan hasil belajar. Ini mencakup koordinasi kurikulum, pembinaan staf, sistem informasi kurikulum, dan alat kurikulum seperti silabus. Keempat komponen inti tersebut dijadikan sebagai acuan dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di sekolah. Boud, 2001, mengartikan pelaksanaan kurikulum sebagai sebuah proses menempatkan kurikulum untuk bekerja. Ghufron, 2015, mengemukakan penerapan kurikulum merupakan konsep, program, atau rangkaian kegiatan baru bagi individu atau organisasi yang menggunakannya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, pelaksanaan kurikulum dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang memiliki tujuan menerapkan atau melaksanakan kurikulum di kelas, yaitu mentransfer dan melakukan pembaruan pengalaman belajar kepada peserta didik. Istilah-istilah seperti pengajaran, proses belajar, atau pembelajaran juga serupa dengan implementasi kurikulum. Reformasi sekolah diperlukan untuk mencapai KBK. Reformasi manajerial, yang melibatkan penerapan
manajemen berbasis sekolah, merupakan reformasi yang harus dilakukan oleh sekolah. Reformasi ini bertujuan memodernisasikan semua perilaku kependidikan yang ada di sekolah agar proses, dan produk menjadi lebih baik. Guru adalah bagian penting dari penerapan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di sekolah. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar yang berorientasi pada peserta didik dan aktif dalam KBK, guru beralih dari posisi hanya sebagai pendidik ke posisi yang mendukung peserta didik. Guru harus kreatif dan inovatif dalam situasi ini. Sangat kreatif dalam mendampingi peserta didik dan menciptakan lingkungan belajar yang demokratis. Selain itu, tujuan utama guru untuk menerapkan KBK adalah untuk meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajaran melalui penerapan standar kompetensi yang akan dicapai pada silabus dan rancangan pembelajaran. Pengembangan silabus merupakan bagian dari aktivitas implementasi KBK, dan silabus ini berfungsi sebagai pedoman untuk proses pembelajaran di kelas dan mencakup kompetensi dasar, indikator, target pencapaian, materi pembelajaran, dan uraian materi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan dari kurikulum berbasis kompetensi di sekolah adalah agar peserta didik memiliki pengetahuan, kemampuan, dan sikap yang memungkinkan peserta didik memberikan pasrtisipasi secara aktif pada proses pembelajaran. Untuk
mengetahui sejuah mana keberhasilan implementasi KBK ini perlu adanya evaluasi dan pembaruan. Pada dasarnya, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pendidikan. Anas, 1996; Purnomo & Munadi, 2005, mengatakan evaluasi bertujuan untuk : (1) mendapatkan informasi yang dapat menjadi pendukung ketercapaian kompetensi peserta didik dan tingkat keberhasilannya dalam mencapai tujuan kurikuler dalam kurung waktu yang ditetapkan setelah mengikuti proses pembelajaran; dan (2) untuk mengetahui seberapa efektif pendidik menggunakan strategi pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi KBK dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi hasil belajar. Tujuan utama kegiatan evaluasi yakni untuk memahami sejauh mana penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang tercantum dalam profil kompetensi lulusan. Mengevaluasi hasil belajar berarti membandingkan kemampuan peserta didik dalam kemampuan tertentu yang sesuai dengan kriteria yang diperlukan. Dalam hal ini, data yang dikumpulkan dari pengukuran dan penilaian dievaluasi. Hasil penilaian berupa skor, yang dinilai dan ditafsirkan menggunakan aturan untuk mengukur kemampuan individu. Sebaliknya, evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa baik program atau individu berhasil. Dalam bidang pendidikan, melakukan evaluasi dan menilai sering dianggap sama. Kegiatan evaluasi biasanya dilakukan oleh guru yang bertanggung jawab. Penilaian Berbasis Kelas (PBK) digunakan dalam KBK untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik. PBK juga mencakup hal-hal yang jelas tentang standar yang harus
dan telah dicapai, peta kemajuan belajar peserta didik, serta laporan (Purnomo & Munadi, 2005). Pada dasarnya, penilaian hasil belajar peserta didik adalah hal yang sangat penting dari proses pembelajaran. Dilakukan secara langsung saat peserta didik melakukan aktivitas pembelajaran baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung dengan tujuan menilai kinerja peserta didik dan meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Lebih lanjut Purnomo & Munadi, 2005, menunjukkan bahwa ada dua jenis acuan penilaian dalam evaluasi hasil belajar: Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Dalam konteks ini, Penilaian Acuan Patokan digunakan untuk menilai hasil belajar, sejalan dengan tujuan KBK, yang mengutamakan kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik daripada standar. Menurut acuan patokan, hampir semua peserta didik memiliki kemampuan belajar apa pun; satu-satunya masalahnya adalah waktu yang berbeda yang dibutuhkan untuk belajar. Dalam penerapan ini, hasil belajar peserta didik tidak dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Sebaliknya, mereka dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Setelah mendapatkan hasil evaluasi implementasi KBK dilakukan pembaruan atau pengembangan kurikulum. Menurut Maunah, 2021, pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dilakukan dengan 3 langkah yaitu mengidentifikasikan kemampuan, mengembangkan kurikulum, dan menggambarkan mata pelajaran.
Mengidentifikasikan kemampuan, sub kemampuan, dan tujuan harus dilakukan dengan bermacam-macam cara agar hasil yang akan dicapai sesuai dengan tujuan dan diharapkan peserta didik mampu mencapainya. Demikian ini menunjukkan bahwa identifikasi kompetensi dan subkompetensi harus dilakukan secara spesifik dan sebelum identifikasi kemampuan dan target yang telah ditetapkan. Menurut Prihartono, 1999 dan Maunah, 2021 dalam hal ini ada 8 sumber-sumber yang digunakan dalam mengidentifikasi kemampuan, yaitu: 1) Exiting list (Kebradaan Data); 2) Course translation (Menerjemahkan materi pelajaran); 3) Course translation with safeguard (Menerjemahkan materi pelajaran dengan perlindungan; 4) Taxonomi analysis (Analisis Taksonomi); 5) Input from the profession (Masukan dari profesi); 6) Theoritical cotructs (Membangun Teori); 7) Input from students, and community (Masukan peserta didik, dan Masyarakat); 8) Task analysis (Analisis tugas). Depdiknas melibatkan Pendidikan Tingkat awal seperti Raudlatul Athfal (RA) hingga Sekolah Menengah dalam mengembangkan kurikulum dan materi pelajaran. Saat ini, pemerintah terus mengembangkan struktur kurikulumnya dengan menerima masukan dari berbagai sumber.
Sa’adatul Ulwiyah, S.Pd. embelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang terbukti mampu meningkatkan efektivitas belajar siswa. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengaplikasikannya dalam proyek nyata. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan praktis, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah yang sangat berharga di dunia nyata. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek juga dapat memotivasi siswa karena mereka dapat melihat hasil langsung dari usaha dan kerja keras mereka. Pada bab ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang definisi, manfaat, dan langkah-langkah implementasi pembelajaran berbasis proyek dalam konteks pendidikan. P
Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PjBL) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana siswa terlibat dalam investigasi dan penyelidikan terhadap pertanyaan atau masalah autentik dan kompleks dari dunia nyata (Kokotsaki, Menzies & Wiggins 2016). Dalam proses ini, siswa bekerja secara kolaboratif dalam tim untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan mereka melalui penelitian berbasis disiplin ilmu, pencarian sumber informasi, dan eksplorasi solusi (Capraro, Capraro & Morgan 2013). Tujuan utama dari pembelajaran berbasis proyek adalah untuk melibatkan siswa dalam tugas-tugas atau proyek kompleks yang terintegrasi dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin ilmu (Brassler & Dettmers 2017). Melalui proses ini, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, kerja sama, dan komunikasi yang penting untuk kesuksesan di abad ke-21 (Kokotsaki et al. 2016). Selama pelaksanaan proyek, siswa terlibat dalam investigasi mendalam, penelitian, dan penerapan pengetahuan untuk menghasilkan produk atau artefak nyata sebagai solusi terhadap masalah yang diberikan (Holm 2011). Produk atau artefak ini dapat berupa prototipe, model, presentasi, atau hasil karya lainnya yang merupakan representasi konkret dari pembelajaran dan penyelidikan siswa.
Dengan demikian, pembelajaran berbasis proyek memberikan pengalaman belajar yang autentik, bermakna, dan kontekstual bagi siswa, di mana mereka dapat mengembangkan kompetensi interdisipliner melalui integrasi pengetahuan dan keterampilan dari berbagai bidang studi dalam menyelesaikan masalah nyata. Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PjBL) memiliki karakteristik yang membedakannya dari pendekatan pembelajaran tradisional. Karakteristik utama PjBL adalah berpusat pada siswa, di mana siswa terlibat secara aktif dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan menyelesaikan proyek dengan bimbingan dari guru (Holm 2011). Proyek dalam PjBL dimulai dengan pertanyaan mendasar atau masalah autentik dari dunia nyata yang membutuhkan investigasi mendalam dari siswa (Capraro et al. 2013; Kokotsaki et al. 2016). Selama proses penyelesaian proyek, siswa terlibat dalam investigasi konstruktif, di mana mereka membangun pemahaman melalui pencarian informasi, eksplorasi sumber daya, dan pengumpulan data secara aktif (Brassler & Dettmers 2017). Salah satu tujuan utama PjBL adalah untuk menghasilkan produk atau kinerja nyata yang merepresentasikan pemahaman dan solusi siswa terhadap masalah yang diberikan (Kokotsaki et al. 2016). Dalam proses penyelesaian proyek, kolaborasi dan kerjasama dalam tim menjadi aspek penting yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembagian tugas, diskusi, dan pengambilan keputusan bersama
(Holm 2011; Brassler & Dettmers 2017). Dengan kolaborasi ini, siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi, dan literasi digital. Selain itu, proyek dalam PjBL seringkali melibatkan integrasi pengetahuan dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga mendorong pembelajaran interdisipliner (Capraro et al. 2013). Dengan karakteristikkarakteristik ini, PjBL dapat memberikan pengalaman belajar yang nyata, bermakna, dan sesuai konteks bagi siswa dalam mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan di dunia nyata. Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) telah terbukti memberikan manfaat yang besar dalam konteks pendidikan, terutama dalam menngembangkan keterampilan abad ke-21 dan meningkatkan keterlibatan serta motivasi siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Hasni et al (2016), menegaskan bahwa PjBL dirancang untuk memperkuat keterampilan seperti pemikiran kritis, penyelesaian masalah, kerja sama, komunikasi, dan literasi digital yang menjadi kebutuhan penting dalam era saat ini.. Selain itu, PjBL juga memberikan pengalaman belajar yang autentik dan berarti bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan mereka dalam
belajar (Wurdinger & Qureshi 2015). Dengan terlibat dalam proyek yang kompleks dan relevan dengan kehidupan nyata, siswa menjadi lebih antusias dan termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Melalui PjBL, siswa didorong untuk terlibat dalam proses investigasi, pencarian informasi, dan pengumpulan data secara aktif, yang pada akhirnya meningkatkan keterampilan penyelidikan dan penelitian mereka (Sumarni et al. 2019). Selain itu, PjBL juga mengembangkan keterampilan kolaborasi dan kerjasama tim karena siswa bekerja bersama-sama dalam tim untuk menyelesaikan proyek. (Chu et al. 2011). Salah satu manfaat penting lainnya dari PjBL adalah mempromosikan pembelajaran yang berkelanjutan, di mana siswa didorong untuk terus belajar dan mencari pengetahuan baru ketika menghadapi masalah autentik dan menyelesaikan proyek yang kompleks. Selain itu, PjBL juga mengembangkan keterampilan manajemen waktu dan tanggung jawab karena siswa harus merencanakan, mengatur waktu, dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian proyek. Terakhir, proyek dalam PjBL seringkali melibatkan integrasi pengetahuan dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga memfasilitasi pembelajaran interdisipliner dan membantu siswa memahami keterkaitan antara berbagai bidang studi (Remijan 2016). Dengan demikian, PjBL menawarkan pendekatan pembelajaran yang holistik dan terpadu dalam mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa terlibat secara aktif dalam proyek yang nyata dan kompleks. Para ahli telah mengidentifikasi serangkaian langkah-langkah terstruktur yang harus dilalui dalam implementasi PjBL di kelas. Berikut akan dibahas langkah-langkah implementasi PjBL menurut para ahli. Menurut Krajcik & Blumenfeld (2005), langkahlangkah dalam PjBL meliputi: 1. Driving question (pertanyaan pengarah): Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan yang mendorong, yang merupakan tantangan atau masalah yang perlu dipecahkan. 2. Situated inquiry (penyelidikan): Siswa mengembangkan pemahaman dengan mengikuti proses penyelidikan otentik dan terstruktur untuk menjawab pertanyaan yang mendorong. Hal ini mencerminkan esensi dari kinerja para ahli dalam bidang ilmu tertentu. Dengan menggali pertanyaan yang mendorong, siswa belajar dan mengaplikasikan konsep-konsep kunci dalam disiplin ilmu tersebut. 3. Collaboration (kolaborasi): siswa, guru, dan masyarakat bekerja sama dalam kegiatan kolaboratif untuk mencari solusi atas pertanyaan yang mereka hadapi. Ini mencerminkan situasi kompleks dalam pemecahan masalah.
4. Learning technologies (teknologi pembelajaran): dalam proses inkuiri, siswa diberikan akses kepada teknologi pembelajaran yang mendukung mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang sebelumnya mungkin berada di luar jangkauan mereka. 5. Artifacts (artefak atau produk): siswa membuat produk konkret yang menjawab pertanyaanpertanyaan yang mereka hadapi. Produk-produk ini merupakan hasil kerjasama dan merupakan representasi eksternal dari pembelajaran kelas yang bisa diakses oleh publik. Sementara itu, menurut (Larmer & Mergendoller 2010) langkah-langkah dalam PjBL adalah sebagai berikut: 1. A need to know (kebutuhan untuk mengetahui): proyek harus dimulai dengan memberikan konteks yang memicu rasa ingin tahu siswa untuk belajar konten dan konsep tertentu. 2. A driving question (pertanyaan pengarah): proyek harus didasari oleh pertanyaan mendasar yang memfokuskan penyelidikan siswa dan memberikan arahan untuk mencapai hasil akhir. 3. Student voice and choice (suara dan pilihan siswa): proyek harus melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan penting terkait proyek, seperti topik, aktivitas, dan produk akhir. 4. 21st century skills (keterampilan abad 21): proyek harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memperkuat keterampilan abad ke-21 seperti
kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas. 5. Inquiry and innovation (penyelidikan dan inovasi): proyek harus melibatkan proses penyelidikan dan penemuan, serta mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan inovatif. 6. Feedback and revision (umpan balik dan revisi): proyek harus menyediakan peluang untuk umpan balik dan revisi secara berkala dari guru dan teman sebaya. 7. A publicly presented product (produk yang dipresentasikan secara publik): Proyek harus menghasilkan produk akhir yang dipresentasikan kepada audiens yang lebih luas, seperti teman sekelas, keluarga, atau masyarakat. Meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam penamaan dan pengelompokan, berdasarkan pandangan kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah utama dalam PjBL mencakup penentuan masalah atau pertanyaan mendasar, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan evaluasi/refleksi terhadap proses dan hasil proyek. Dalam Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL), peran guru sangatlah penting dalam mendukung perkembangan siswa. Menurut hasil penelitian Mergendoller & Thomas (2003), beberapa strategi yang dapat dilakukan guru untuk mendukung PjBL di kelas adalah sebagai berikut: 1. Manajemen Waktu: Guru perlu mengatur waktu dengan baik, termasuk sinkronisasi jadwal proyek