dengan guru lain, menggunakan blok waktu untuk fleksibilitas, dan merencanakan 20% lebih waktu dari yang diperkirakan untuk mengatasi kemungkinan keterlambatan. 2. Memulai Proyek: Guru perlu mempersiapkan siswa sebelum memulai proyek dengan memberikan informasi yang jelas tentang proyek, menyediakan rubrik penilaian, dan membuat kesepakatan bersama tentang kriteria penilaian sebelum memulai. 3. Membangun Budaya Manajemen Diri Siswa: Guru harus mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka, seperti melibatkan mereka dalam merancang proyek, membuat keputusan, dan belajar mandiri. 4. Mengelola Kelompok Siswa: Guru perlu memastikan bahwa kelompok siswa terorganisir dengan baik, semua anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan kemajuan setiap kelompok termonitor dengan baik. 5. Kerja Sama dengan Orang Lain: Guru harus bekerja sama dengan guru lain, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan kemitraan yang mendukung proyek. 6. Memanfaatkan Teknologi: Guru perlu memilih teknologi yang sesuai untuk mendukung proyek, membantu siswa dalam penggunaan internet untuk penelitian yang relevan, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. 7. Penilaian dan Evaluasi: Guru harus menilai siswa dengan berbagai metode, memberikan penekanan
pada kinerja individu, dan mengevaluasi proyek secara menyeluruh dengan melibatkan siswa dalam proses refleksi dan evaluasi. Dengan menerapkan langkah-langkah ini, guru dapat memastikan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) menjadi efektif dan memberikan pengalaman belajar yang berarti bagi siswa.
Andi Hermawan, S.Pd. Peran teknologi dalam transformasi yang menjadi isu pendidikan semakin penting dalam konteks global saat ini. Teknologi telah mengalami transformasi yang signifikan dalam cara pendidikan disampaikan, diakses, dan dikelola. Dalam era digital ini, teknologi telah memungkinkan akses pendidikan yang lebih luas, meningkatkan efisiensi pembelajaran, dan memberikan kesempatan untuk inovasi dalam metode pengajaran. Salah satu peran unggul teknologi dalam bertransformasi pendidikan adalah dalam memfasilitasi aksesibilitas pendidikan. Melalui platform pembelajaran online,
siswa dari berbagai belahan dunia dapat mengakses materi pelajaran tanpa terkendala oleh batasan geografis (Marcus, 2019). Hal ini memungkinkan bagi individu yang sebelumnya sulit untuk mengakses pendidikan formal, seperti mereka yang tinggal di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan fisik, untuk tetap belajar dan mengembangkan diri. Peran teknologi dalam transformasi pendidikan juga dapat dilihat dari segi efisiensi administrasi dan manajemen pendidikan. Sistem manajemen pembelajaran berbasis teknologi memungkinkan sekolah dan institusi pendidikan untuk mengelola data siswa, jadwal pelajaran, tugas, dan evaluasi secara lebih efisien. Hal ini tidak hanya mengurangi beban kerja guru dan staf administrasi tetapi juga memungkinkan mereka untuk fokus pada aspekaspek pembelajaran yang lebih substansial. 1. Teknologi sebagai Aksesibilitas dan keterjangkauan Peran teknologi dalam transformasi pendidikan juga tercermin dalam upaya untuk memperluas aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu atau berada di daerah terpencil. Melalui program-program pendidikan online dan sumber daya digital, individu yang sebelumnya sulit untuk mengakses pendidikan formal dapat memperoleh akses yang lebih mudah dan terjangkau. Hal ini membantu mengurangi kesenjangan pendidikan dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu untuk mengembangkan potensi mereka. Teknologi telah menjadi salah satu solusi kunci untuk pemerataan pendidikan. Melalui platform
pembelajaran online, siswa dari berbagai latar belakang dapat mengakses sumber daya pendidikan tanpa adanya hambatan geografis atau finansial. Selain itu, teknologi juga memungkinkan pendidikan jarak jauh, yang dapat memperluas aksesibilitasnya ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Pemanfaatan teknologi dalam kependidikan juga memungkinkan personalisasi dalam proses pembelajaran. Dengan adanya aplikasi yang dapat menyesuaikan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu, siswa dengan gaya belajar yang beragam dapat tetap mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal. Dengan terus berkembangnya teknologi, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk terus memperhatikan pemanfaatan teknologi sebagai sarana untuk menjangkau lebih banyak siswa dan mengurangi kesenjangan dalam pemerataan pendidikan. 2. Adaptasi kurikulum dan pembelajaran yang dipersonalisasi Pendidikan merupakan salah satu bidang yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Salah satu konsep yang mulai diperkenalkan dalam dunia pendidikan adalah pembelajaran yang dipersonalisasi. Pembelajaran yang dipersonalisasi memungkinkan setiap siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan mereka sendiri. Teknologi memainkan peran penting dalam
mendukung implementasi pembelajaran yang dipersonalisasi ini. Adaptasi kurikulum menjadi krusial dalam pembelajaran yang dipersonalisasi karena teknologi. Kurikulum harus disesuaikan agar dapat memberikan pengalaman belajar yang relevan dan bermakna bagi setiap siswa (Franco, 2020). Teknologi memungkinkan adanya pengumpulan data tentang kemajuan belajar siswa secara individual, sehingga kurikulum dapat disesuaikan berdasarkan data tersebut. Misalnya, dengan adanya platform pembelajaran online, guru dapat melacak perkembangan belajar siswa dan memberikan materi yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Teknologi harus digunakan untuk memberikan akses pendidikan terlebih luas melalui pembelajaran online dan platform pembelajaran jarak jauh. Dalam hal ini, teknologi dapat memungkinkan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa melalui penggunaan program-program pembelajaran yang adaptif. Teknologi juga memungkinkan adanya pembelajaran yang lebih interaktif dan menarik melalui penggunaan multimedia, simulasi, dan permainan pendidikan. Hal ini dapat membantu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa, serta memungkinkan mereka untuk memahami konsepkonsep yang sulit dengan cara yang lebih mudah. 3. Teknologi sebagai Inovasi di dalam pendidikan Teknologi telah menjadi salah satu inovasi yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan. Per-
kembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan yang besar dalam cara pendidikan disampaikan dan diterima. Dalam konteks pendidikan, teknologi tidak hanya berperan sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran, memperluas aksesibilitas, dan memperkaya pengalaman belajar. Salah satu contoh teknologi yang menjadi inovasi dalam pendidikan adalah penggunaan platform pembelajaran daring. Dengan adanya platform tersebut, siswa dan mahasiswa dapat mendapatkan modul pelajaran mutakhir, serta memungkinkan interaksi antara guru dan siswa tanpa terkendala oleh batasan waktu dan ruang. Selain itu, teknologi juga memungkinkan penggunaan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan, seperti pembelajaran berbasis permainan atau visualisasi yang memudahkan pemahaman konsep-konsep sulit. Inovasi dilakukan dalam pendidikan menjadi bagian dari aspek yang krusial karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Pendidikan harus mampu memposisikan teknologi sebagai kekuatan pengembangan pendidikan di Indonesia. Adanya teknologi menjadikan pendidikan lebih mampu dalam mencakup segala aspek Peran teknologi dalam transformasi pendidikan juga tercermin dalam penggunaan perangkat lunak pembelajaran yang inovatif. Aplikasi pembelajaran digital
seperti kuis interaktif, simulasi, dan permainan pendidikan telah membawa elemen kesenangan dan keterlibatan yang tinggi dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan yang lebih interaktif dan menyenangkan ini, siswa cenderung lebih termotivasi untuk belajar dan memahami materi pelajaran dengan lebih baik. 1. Multimedia interaktif Multimedia interaktif telah menjadi salah satu solusi yang efektif untuk memenuhi keterbatasan media pembelajaran konvensional. Dalam konteks pendidikan, multimedia interaktif menggabungkan elemen-elemen visual, audio, teks, dan interaktif untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan efektif bagi para pelajar. Salah satu manfaat utama dari multimedia interaktif adalah kemampuannya untuk meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa (Maharani, 2020). Dengan adanya elemen visual dan audio yang menarik, siswa cenderung lebih tertarik dan fokus dalam proses pembelajaran. Selain itu, fitur interaktif seperti simulasi, kuis, dan permainan dapat membantu siswa untuk lebih aktif terlibat dalam pembelajaran dan memperkuat pemahaman mereka terhadap materi pelajaran. Implementasikan multimedia interaktif dalam pembelajaran, penting untuk memperhatikan beberapa faktor kunci seperti desain yang menarik, ketersediaan teknologi yang memadai, serta pelatihan bagi para pengajar dalam penggunaan multimedia
interaktif. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, multimedia interaktif dapat menjadi salah satu solusi yang efektif untuk memenuhi keterbatasan media pembelajaran konvensional dan meningkatkan kualitas pembelajaran di era digital ini. 2. Simulasi dalam pembelajaran Simulasi dalam pembelajaran merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mensimulasikan situasi dunia nyata dalam lingkungan yang terkendali, sehingga memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman praktis. Metode ini telah terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan penerapan konsep-konsep yang diajarkan. Keunggulan dari penggunaan simulasi dalam pendidikan adalah kekuatan untuk menciptakan lingkungan belajar yang interaktif dan mendalam. Dalam simulasi, siswa dapat secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, mengambil keputusan, dan melihat langsung konsekuensi dari tindakan mereka (Ratnah, 2022). Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan membantu mereka mengembangkan keterampilan kritis seperti problem solving, team working, dan decision making. Penggunaan simulasi dalam pembelajaran merupakan cara yang sesuai untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan keaktifan peserta didik. Namun, untuk memastikan keberhasilan dari penggunaan metode ini, perlu rencana dan desain
yang solutif serta peran pengajar yang aktif dalam memandu peserta didik selama proses pembelajaran. 3. Pembelajaran adaptif Pembelajaran adaptif merupakan pendekatan dalam dunia pendidikan yang menekankan pada personalisasi pengalaman belajar bagi setiap individu berdasarkan kemampuan, kebutuhan, dan minat mereka. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran dengan menyediakan materi, metode, dan tingkat kesulitan yang disesuaikan secara individual. Dalam konteks teknologi pendidikan, pembelajaran adaptif sering kali menggunakan algoritma dan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi karakteristik siswa dan menyesuaikan pengalaman belajar mereka secara real-time. Salah satu aspek penting dari pembelajaran adaptif adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar setiap siswa secara unik (Taylor, 2021). Hal ini dilakukan melalui analisis data yang mendalam terkait dengan kemajuan belajar, preferensi belajar, dan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Dengan demikian, guru atau sistem pembelajaran dapat memberikan bantuan yang tepat waktu dan tepat sasaran untuk membantu siswa mencapai potensi belajar maksimal mereka. Secara keseluruhan, pembelajaran adaptif menawarkan potensi besar dalam meningkatkan hasil dan ketercapaian pembelajaran dengan menyediakan keahlian belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap individu. Dengan dukungan teknologi yang
tepat, pelatihan yang sesuai, dan kerjasama lintas sektor yang kuat, pembelajaran adaptif dapat menjadi salah satu solusi inovatif dalam menghadapi tantangan kompleks dalam dunia pendidikan saat ini. Dengan terus mengembangkan dan memperbaiki pendekatan ini melalui penelitian dan implementasi yang cermat, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, responsif, dan relevan bagi semua siswa. Penggunaan teknologi dalam pendidikan telah menjadi sebuah tren yang semakin populer di era digital ini. Namun, seperti halnya dengan segala hal, terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi dalam mengimplementasikan teknologi dalam proses pendidikan. Tantangan khususnya adalah aksesibilitas. Adapun teknologi telah semakin merata di masyarakat, terdapat sebagian siswa dan sekolah yang belum mendapatkan jangkauan terhadap perangkat teknologi dan konektifitas. Menciptakan kesenjangan dalam pembelajaran di antara siswa dengan akses teknologi dan siswa yang tidak. 1. Aksesibilitas dan infrastruktur Aksesibilitas dan infrastruktur teknologi dalam pendidikan merupakan faktor krusial dalam memastikan bahwa pendidikan dapat diakses secara merata dan efektif oleh semua pihak. Aksesibilitas teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran, memperluas jangkauan pendidikan, dan memberikan kesempatan belajar yang lebih inklusif bagi semua individu. Infrastruktur teknologi dalam pendidikan mencakup berbagai aspek, mulai dari konektifitas yang cepat dan stabil, hardware seperti PC dan gadget, hingga software pendukung pembelajaran seperti platform e-learning dan aplikasi pendidikan (Matthew, 2022). Keberadaan infrastruktur yang memadai akan memungkinkan guru dan siswa untuk mengakses sumber belajar secara online, berkolaborasi secara virtual, dan mengembangkan keterampilan digital yang penting dalam era digital ini. Untuk mengatasi tantangan ini, dibutuhkan kerja sama pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta untuk membangun infrastruktur kemajuan yang inklusif dan terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Program-program pelatihan untuk guru dan siswa dalam pemanfaatan teknologi juga perlu ditingkatkan. 2. Pelatihan dan keterampilan guru Tantangan keterampilan guru dalam teknologi di pendidikan sangatlah signifikan dalam era digital ini. Seiring dengan kemajuan teknologi, guru-guru harus upgrade dan meningkatkan skill mereka agar dapat mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran dengan efektif. Masalah berfokus pada kebutuhan untuk memahami dan menguasai berbagai alat teknologi yang dapat digunakan dalam pem-
belajaran, seperti platform daring, software pembelajaran interaktif. Guru juga perlu mampu mengelola dan menyusun materi pembelajaran yang sesuai dengan teknologi, serta memahami cara mengintegrasikan teknologi ke dalam kurikulum yang ada (Dewi, 2019). Ini melibatkan kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan pendidikan yang menarik dan bermakna dengan memanfaatkan teknologi. Sumber daya yang terbatas dan akses terhadap pelatihan juga menjadi tantangan, sehingga dukungan dan kemampuan yang dimiliki sangatlah penting. Melalui diklat yang tepat, guru-guru akan dapat mengatasi tantangan ini dan meningkatkan keterampilan mereka dalam menggunakan teknologi untuk pendidikan yang lebih baik. Pengembangan keterampilan guru dalam pendidikan merupakan langkah penting untuk peningkatan mutu pendidikan di era digital ini. Dukungan yang komprehensif dari berbagai pihak diharapkan dapat memastikan bahwa guru-guru memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan. 3. Kurikulum yang tepat dan relevan Dalam mengembangkan kurikulum yang tepat dan relevan dengan penggunaan teknologi, terdapat beberapa prinsip dan pedoman yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kurikulum harus mencakup
pemahaman mendalam tentang teknologi yang sedang berkembang, seperti kecerdasan buatan, big data, dan Internet of Things. Hal ini penting agar siswa dapat memahami dan mengikuti perkembangan teknologi yang terus berubah. Integrasi teknologi dalam kurikulum harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang jelas. Teknologi seharusnya digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pembelajaran dan memfasilitasi pemahaman konsep-konsep yang sulit. Penggunaan teknologi juga sebaiknya memungkinkan siswa untuk mengembangkan keterampilan 21st century, seperti pemecahan masalah, kolaborasi, dan literasi digital. Pengembangan kurikulum yang relevan dengan teknologi juga harus memperhatikan kebutuhan dan karakteristik siswa (Malik, 2019). Kurikulum sebaiknya dirancang untuk dapat mengakomodasi gaya belajar yang beragam, serta mempertimbangkan tingkat kemampuan teknologi yang dimiliki oleh siswa. Dengan demikian, kurikulum dapat disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Prinsip tentang kurikulum yang tepat dan relevan, pengembangan kurikulum yang tepat dan relevan dengan penggunaan teknologi dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran dan persiapan siswa untuk menghadapi tantangan di era digital.
4. Penggunaan yang berlebihan atau tidak efektif Penggunaan teknologi dalam pendidikan telah menjadi topik yang semakin penting dalam beberapa dekade terakhir. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa penggunaan teknologi dalam pendidikan dapat menjadi berlebihan dan tidak efektif jika tidak dikelola dengan baik. Sejumlah penelitian telah menyoroti masalah ini dan memberikan wawasan yang berharga tentang dampak penggunaan teknologi yang berlebihan dalam konteks pendidikan. Dalam konteks ini, fokus mempertimbangkan konsep desain pembelajaran yang efektif. Desain pembelajaran yang terukur harus memperhitungkan kebutuhan dan karakteristik siswa, menyediakan tantangan yang sesuai, dan memfasilitasi interaksi sosial yang sehat. Penggunaan teknologi harus mendukung tujuan pembelajaran yang jelas dan memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Penggunaan teknologi yang berlebihan dan tidak efektif, penting untuk melakukan evaluasi terhadap dampak penggunaan teknologi terhadap proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran (Bower, 2019). Evaluasi ini dapat dilakukan melalui pengumpulan data mengenai partisipasi siswa, pencapaian akademik, dan respons siswa terhadap penggunaan teknologi dalam pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan dan para pendidik untuk mempertimbangkan dengan cermat penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran.
Penggunaan teknologi haruslah didasarkan pada tujuan pendidikan yang jelas dan perencanaan yang matang agar dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran. Selain itu, pelatihan yang memadai bagi para pendidik dalam mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran juga merupakan hal yang krusial untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara efektif dan efisien.
Nadhira Fasya Salsabila, S.Pd. Kence[ e[n[ ‘\_f[d[l’ ^cm_\one[h, ogoghs[ [e[h terbayang hal-hal membosankan seperti duduk di ruang kelas yang dikelilingi warna-warna monoton, dihadapkan dengan tumpukan buku teks tebal dan tugas yang sekedar menjawab soal-soal latihan saja. Bagaimana jika kata ‘\_f[d[l’ cno ^clo\[b g_hd[^c ‘j_lg[ch[h’? S_go[ bayangan tentang kebosanan akan hilang seketika. Digantikan hasrat untuk berlarian, berpetualang, memecahkan teka-teki, melawan musuh dan menghadapi rintangan. Sejatinya seluruh aktivitas yang disebutkan dalam permainan itu juga mampu menjadi jalan untuk mendapatkan pengetahuan baru. Konsep inilah yang akan
kita temukan dalam pembelajaran berbasis game. Konsep s[ha g_hd[obe[h e[n[ ‘\_f[d[l’ ^_ha[h \[s[ha[h [encpcnm yang membosankan. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang kelas atau buku teks. Proses belajar yang akan meningkatkan interaktivitas, gabungan antara bermain dan belajar. Dalam permainan, informasi tidak hanya didapatkan secara pasif. Melalui pengalaman belajar yang menyenangkan dan menantang, peserta ditutut untuk aktif mencari informasi agar bisa menyelesaikan tantangan dan level yang ada. Dalam permainan, kesalahan maupun kegagalan adalah hal wajar. Dari pengalaman itulah, peserta didik dapat mengetahui hal-hal apa yang harus diperbaiki, menentukan rencana kedepannya dan mencoba mencari pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Belajar dengan bermain merupakan cara yang lebih menarik untuk meningkatkan motivasi siswa. Perkembangan jaman juga membantu melebarkan cakupan pembelajaran berbasis game. Mempelajari Sejarah dengan melewati waktu, menjadi actor langsung dalam peristiwa-peristiwa bersejarah dunia. Siswa juga bisa menjadi peneliti dengan mengakses laboratorium virtual, melakukan eksperimen sesuka hati dan melihat hasil dari setiap tindakan yang dilakukan Pembelajaran berbasis game mampu merubah proses belajar menjadi pengalaman yang lebih interaktif, imersif dan menyenangkan.
Perkembangan teknologi dan komunikasi yang juga mempengaruhi dunia Pendidikan membuat pembelajaran tradisional dianggap tidak menarik dan ketinggalan jaman. Kekurangan lain dari pembelajaran tradisional adalah kurangnya keterlibatan dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran(Prensky, 2001). Pembelajaran berbasis game, atau game-based learning, telah muncul sebagai salah satu metode yang inovatif dan menjanjikan untuk mengatasi masalah ini. Pembelajaran berbasis game memanfaatkan elemen-elemen yang ada dalam permainan, seperti narasi, tantangan, umpan balik, dan penghargaan, untuk membuat kelas lebih menarik dan interaktif. Menggabungkan komponen-komponen ini akan memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar, meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan bekerja sama dengan orang lain(Qian and Clark, 2016). Memahami konsep dan keuntungan pembelajaran berbasis game dapat mendorong pengembangan proses belajar yang lebih menarik, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan generasi saat ini. 1. Motivasi dan keterlibatan Pengembangan Game perlu memperhatikan aspek minat dan memotivasi pemain. mekanika game seperti poin, level, tantangan, dan umpan balik dapat menarik minat peserta didik dan membuat siswa lebih terlibat dan termotivasi dalam belajar(Gao, Li and Sun, 2020).
2. Pembelajaran aktif Pembelajaran berbasis game interaktif akan menjauhkan pembelajaran gaya lama dimana guru menjadi satu-satunya aktor kunci dan sumber belajar sementara siswa degan pasif menerima materi yang disampaikan oleh guru (Tumpa et al., 2024). Pembelajaran berbasis game mewajibkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah dalam game(Plass, Homer and Kinzer, 2015). 3. Umpan balik langsung Dalam permainan, peserta didik akan langsung menerima umpan balik dari aksi yang mereka lakukan. Dengan umpan balik langsung ini, peserta didik akan didorong untuk memperbaiki strategi mereka dan belajar dari kesalahan mereka (Becker and Parker, 2011; Whitton, 2012; Vlachopoulos and Makri, 2017). 4. Konteks dan simulasi Kita dapat menggabungkan game dengan kondisi di dunia nyata dengan menciptakan simulasi dalam game. Perpaduan ini akan memberikan pengalaman imersif bagi siswa sebagai perwujudan kasus nyata dan membantu siswa memahami ide-ide dengan lebih baik dan menerapkannya secara real bila menemukan kondisi tersebut secara langsung.(Becker and Parker, 2011; Calderón and Ruiz, 2015; Cheng, She and Annetta, 2015).
5. Kolaborasi dan kompetisi Penambahan unsur kerja sama atau kompetisi dalam game juga memberikan pengaruh besar bagi siswa. Selain meningkatkan persaingan secara sehat, siswa juga bisa bertukar ide dan saling belajar, serta meningkatkan pengalaman untuk bekerja dalam tim. (Denholm, Protopsaltis and De Freitas, 2013; Boyle et al., 2016). 6. Penilaian terintegrasi Integrasi penilaian merupakan konsep yang hamper selalu ada dalam permainan, khususnya mobile game, game berbasis petualangan dan sebagainya. Skor, level, barge akan memudahkan proses pemantauan sejauh mana kemampuan peserta didik dalam memahami materi(Cheng, She and Annetta, 2015; Dzeng and Wang, 2016; Manzano-León et al., 2021; Ribeiro et al., 2024). Banyak keuntungan yang didapatkan dengan menerapkan pembelajaran berbasis game mulai dari peningkatan keterlibatan dan motivasi siswa hingga pengembangan keterampilan abad ke-21 yang sangat dibutuhkan di era saat ini. Dengan memahami keuntungan tersebut kita akan dapat melihat bagaimana game dapat membantu pembelajaran kontekstual, aktif, dan eksperimental(Landers, 2015). 1. Pembelajaran berbasis game dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dengan menawarkan
tantangan, cerita yang menarik, dan umpan balik langsung, dengan menerapkan pembelajaran yang menarik siswa akan terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran(Buckley and Doyle, 2016). 2. Membantu siswa belajar secara aktif dan eksperimental. Selain berpartisipasi aktif, dalam permainan siswa juga diharuskan untuk membuat keputusan dan belajar dari hasil tindakan mereka, dengan belajar dari kesalahan siswa bisa menyadari tindakan seperti apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Konsep belajar seperti inilah yang disebut dengan pembelajaran eksperimental(Qian and Clark, 2016; Ribeiro et al., 2024). 3. Pemanfaatan game dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman konsep dan membantu siswa memahami materi lebih baik(Li and Tsai, 2013). Hal ini didapatkan dari pengalaman simulasi konsep nyata yang dikembangkan dalam permainan. 4. Game sering kali menghadapkan siswa dengan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan untuk mencapai kemenangan. Dengan terbiasa menyelesaikan level atau masalah dalam game, siswa akan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mereka(Hwang, Wu and Chen, 2012). 5. Banyak game yang dikembangkan dengan konsep kerjasama tim atau kompetisi antar pemain. Pemanfaatan ini akan mendukung pembelajaran kolaboratif dan mendorong sifat kompetitif bagi siswa(Romero, Usart and Ott, 2015) . Terdorongnya
sifat kompetitif siswa dan kesempatan untuk berkolaborasi akan semakin meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam menyelesaikan pembelajaran. 6. Pemantauan perkembangan belajar siswa dengan menggunakan game lebih mudah untuk dilakukan berkat adanya sistem penilaian terintegrasi seperti skor, level dan range. Kemajuan siswa ini juga bisa dilihat oleh sesama siswa dari menu deskripsi akun atau hall of fame(Landers, 2015). 7. Proses belajar dapat menjadi lebih menyenangkan dan menarik bagi siswa yang akrab dengan teknologi digital, terutama apabila game yang digunakan memanfaatkan perangkat modern seperti mobile game, PC game, atau game berbasis website(Hamari et al., 2016). Kita telah mengetahui tentang kepentingan dan manfaat pembelajaran berbasis game. Selain kedua aspek tersebut, sebagai guru atau pengembang media pembelajaran, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana implementasi terbaik dalam pembelajaran berbasis game. Paa pendidik perlu memastikan bahwa penerapan pembelajaran berbasis game yang dilakukan sudah tepat dan tidak hanya menarik atau menyenangkan bagi siswa, tetapi juga berkontribusi secara signifikan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran dan pengembangan keterampilan yang dibutuhkan. Selain itu, pemahaman yang baik tentang penerapan memungkinkan
pendidik untuk melakukan perubahan dan perbaikan berkelanjutan untuk memastikan bahwa pembelajar mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan. Berikut beberapa hal penting yang harus dilakukan dalam implementasi pembelajaran berbasis game: 1. Menentukan tujuan pembelajaran dengan memastikan game yang akan digunakan sejalan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta kurikulum yang digunakan. Game harus relevan dengan materi yang akan dipelajari(Arnab et al., 2015). 2. Memilih jenis game yang tepat. Ada berbagai jenis game yang dapat dipilih seperti game komersial, game edukasi ataupun game yang dikembangkan secara mandiri. Semua jenis tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, untuk itu guru wajib memilih game yang tepat sesuai dengan kebutuhan pembelajaran(Calderón and Ruiz, 2015). 3. Mengintegrasikan game ke dalam pembelajaran. Guru harus menentukan apakah game tersebut digunakan sebagai pendahuluan, aktivitas praktik, penguatan atau evaluasi(Whitton, 2012). Proses ini akan menunjukkan efektifitas dari penggunaan game dalam pembelajaran. 4. Menyediakan panduan bagi siswa. Sebelum siswa diminta untuk bermain, guru harus terlebih dahulu menjelaskan atau menyediakan cara bermain, tujuan dan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa, hal ini akan membantu siswa lebih fokus pada tujuan pembelajaran(Wouters et al., 2013). 5. Memfasilitasi diskusi dan dan refleksi. Setelah permainan selesai, berikanlah kesempatan bagi siswa
untuk saling berdiskusi dan merefleksikan aktivitas yang sudah mereka lakukan(Shute and Ke, 2012). Pengalaman ini akan membantu siswa untuk semakin memahami konsep, pemecahan masalah dan pengaplikasiannya dalam kehidupan nyata. 6. Mempertimbangkan kerjasama dan kompetisi dalam game. Sistem kompetisi atau Kerjasama pasti tidak luput dari pemanfaatan game dalam pembelajaran. Guru harus memperhatikan bagaimana permainan bisa menumbuhkan kerja sama dan sifat kompetitif sehat dalam diri siswa(Plass, Homer and Kinzer, 2015). Selain mengeratkan pertemanan dan meningkatkan kemampuan sosialisasi, hal ini juga dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. 7. Pemberian Evaluasi dan umpan balik. Dalam pemainan, guru bisa memanfaatkan sistem penilaian dalam game atau instrument evaluasi lainnya untuk menilai pemahaman dan pencapaian siswa terhadap materi yang dipelajari. Umpan balik yang diberikan harus bersifat membangun bukan menghakimi (Bellotti et al., 2009). 8. Memperhatikan kemudahan akses game. Sebagai penyedia game, guru harus memastikan game yang digunakan bisa diakses oleh semua peserta didik, sehingga pengalaman bermain dan belajar tidak terganggu oleh gangguan seperti ketersediaan perangkat, masalah jaringan dan lain-lain. Selain itu, pastikan juga permainan yang digunakan mengandung konten yang pantas bagi peserta didik, sesuai usia mereka(Hwang et al., 2012; Granic, Lobel and Engels, 2013)
9. Evaluasi dan perbaikan. Selain mengamati perkembangan siswa, penyedia game juga harus mengamati efektivitas game yang digunakan. Tentunya penting untuk melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkala agar game yang digunakan bisa terus dikembangkan sesuai kebutuhan (Betz, 1995; Hwang et al., 2012; Shute and Ke, 2012). Pembelajaran berbasis game sangat menjanjikan untuk meningkatkan keterlibatan siswa, meningkatkan pemahaman mereka tentang ide-ide, dan menumbuhkan keterampilan seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kerja tim. Pembelajaran berbasis game memberikan peluang besar bagi pendidik untuk membuat lingkungan belajar yang lebih menarik, interaktif, dan relevan dengan kebutuhan generasi saat ini, meskipun penggunaan metode ini membutuhkan perencanaan dan pertimbangan yang matang. Dengan terus menyelidiki cara terbaik untuk memasukkan permainan ke dalam pembelajaran, kita dapat mempersiapkan siswa dengan lebih baik untuk menghadapi tantangan di dunia modern yang selalu berubah dan dinamis (Qian and Clark, 2016; Vlachopoulos and Makri, 2017).
Hurniati, S.Pd T_ehifiac \_l[m[f ^[lc ^o[ e[n[, s[cno ‚n_]bh‛ s[ha \_l[lnc e_l[dc[h ^[h ‚fiac[‛/fiaim yang berarti ilmu atau teori. Sedangkan kata teknologi dalam bahasa Yunani ‚T_]bhifiac[‛ s[ha g_holon W_\mn_l Dc]ncih[ls \_l[lnc systematic treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis. Saat ini, teknologi dianggap sangat penting bagi kehidupan manusia karena membantu mereka dalam melakukan berbagai hal, seperti untuk menyelesaikan suatu pekerjaan ataupun membantu proses pembelajaran. Penggunaan teknologi seperti PowerPoint, video pembelajaran memungkinkan guru memberikan penjelasan yang lebih menarik daripada tanpa teknologi serta pembelajaran tidak terlalu monoton supaya siswa
tertarik dan tetap semangat untuk belajar (Salsabila et al., 2021). Tenaga pendidik dapat menggunakan teknologi untuk mendukung mereka dan menjadikannya media pembelajaran atau mediator untuk mengajar siswa mereka. Pada tahun 1972, kutipan pertama dari definisi teknologi pendidikan (educational technology is a field) menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah bidang yang berungsi untuk membantu siswa belajar lebih baik, mulai dari tahap persiapan dengan melakukan tugas-tugas yang melibatkan identifikasi, pengorganisasian, maupun penggunaan sumber belajar, serta selama proses pembelajaran itu sendiri. Untuk kutipan kedua ‚educational technology is the study‛ ^c\_lce[h j[^[ n[boh 2002, dan menyatakan bahwa teknologi pendidikan didefinisikan sebagai menciptakan, menggunakan, serta mengelola proses dan sumber belajar yang tepat sesuai dengan kebutuhan (Sukban, 2016). Pendidik menggunakan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa menggunakannya untuk memperluas pengetahuan mereka. Teknologi membantu belajar bekerja sama dan membuat makna pembelajaran lebih mudah dimengerti. Secara khusus, teknologi juga dapat digunakan sebagai: 1. Membangun jaringan komunikasi kolaboratif antara sesama guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan sumber belajar. Aplikasi online yang bisa digunakan seperti seperti Zoom, Google Meet, Google Classroom, WhatsApp.
2. Terdapat berbagai fitu yang menyediakan berbagai lingkungan penyelesaian masalah kompleks, dapat diandalkan, dan aman. Apalagi sekarang adanya berbagai macam teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dapat digunakan oleh pendidik maupun siswa untuk membantu dalam proses pembelajaran. 3. Secara aktif membangun dan membentuk pemahaman siswa dengan menggunakan internet untuk mencari riset terbaru, foto, dan video. Hal ini dapat membantu siswa bukan hanya menikmati penelusuran, tetapi juga membantu mereka belajar lebih banyak dan menjadi lebih mengerti tentang apa yang mereka pelajari (Salsabila et al., 2021). 4. Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Dengan menggunakan teknologi yang sedang tren (AI) yang tepat dapat membantu siswa menjadi lebih baik dalam memecahkan masalah. AI yang tepat dapat membantu siswa memecahkan masalah. 5. Meningkatkan motivasi belajar. Penggunaan teknologi dapat membuat pembelajaran lebih menarik sehingga siswa menjadi semangat untuk mencari tahu jawaban dari suatu permasalahan. 6. Peningkatan akses informasi. Penggunaan teknologi (AI) dalam pembelajaran dapat membantu siswa mendapatkan informasi yang relevan dan berkualitas tinggi. Proses pembelajaran di kelas tidak cukup untuk mendukung kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, jadi teknologi harus mendukung siswa. Selain itu, AI dapat memberikan akses pembelajaran sepanjang hari.
7. Peningkatan kelompok belajar. Dengan menggunakan teknologi (AI) dapat membantu siswa untuk belajar secara berkelompok. Siswa dapat belajar bersamasama meskipun tidak ada bimbingan langsung dari guru. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ‚j_lo\[b[h‛ m_\[a[c m_mo[no s[ha \_lo\[b, e_[^[[h s[ha berubah, peralihan, atau pertukaran(Kemendikbud, 2012). Semua hal yang berkaitan dengan masyarakat dapat dianggap sebagai sosial, jadi perubahan sosial dapat didefinisikan sebagai berubahnya susunan atau struktur sosial kemasyarakatan yang ada dalam suatu masyarakat. Di sisi lain, perubahan sosial budaya adalah gejala berubahnya susunan atau struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu contohnya, karena pendidikan pada dasarnya ada dalam masyarakat. Perubahan tersebut terjadi karena adanya ketidakpuasan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu hal sehingga menyebabkan ingin berubah. Jika sistem budaya suatu masyarakat diubah, itu akan memiliki dampak yang signifikan terhadap prinsip-prinsip budaya tersebut dalam proses pendidikan di seluruh negeri. Dikarenakan pendidikan juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip budaya yang ada, ini akan membantu membangun budaya dalam proses pendidikan.
Saat ini, beberapa perubahan sosial berjalan lebih cepat daripada yang lain dan yang bergerak lebih lambat, yang keduanya memiliki dampak yang signifikan pada pendidikan. Misalnya, karena populasi terus meningkat, perlu dibangun lebih banyak fasilitas pendidikan untuk menampung lebih banyak siswa. Pendidikan sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial yang terjadi di suatu masyarakat. Tidak semua dampak positif, tetapi juga beberapa dampak negatif. Ini adalah aspek positif dan negatif dari perubahan sosial dan budaya dalam pendidikan. 1. Dampak Positif Keuntungan di bidang pendidikan dari perubahan sosial budaya adalah (1) bahwa mereka dapat meningkatkan kualitas pendidikan di masarakat, yang dapat menghasilkan individu yang siap menghadapi perubahan sosial dan budaya. (2) Pendidikan formal semakin meningkat dan akses ke pendidikan semakin merata, (3) munculnya budaya ilmiah sebagai hasil dari peningkatan pendidikan, (4) penguasaan ilmu pengetahuan semakin meningkat dan berkembang, dan (5) Informasi terhadap teknologi semakin bagus. 2. Dampak Negatif Dampak negatif dari perubahan sosial budaya terhadap bidang pendidikan antara lain: (1) bahwa pendidikan tidak siap untuk mengalami perubahan yang begitu cepat dan drastis. Institusi pendidikan harus lebih siap untuk mengantisipasi dan mengatasi perubahan sosial yang semakin berkembang dan terus berubah. (2) kemajuan teknologi, terutama dalam
bidang komunikasi dan informasi, dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan. (3) perilaku menyimpang, seperti kenakalan remaja, dapat dipicu oleh norma dan prinsip budaya yang salah. Pendidikan juga dipengaruhi oleh perubahan sosial, seperti perubahan cara berpikir, ekonomi masyarakat meningkat sebagai hasil dari perubahan sosial dan kebutuhan akan produk teknologi seperti laptop untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru maka secara langsung dan jelas dampak serta pengaruh adanya perubahan sosial. Globalisasi pada dasarnya adalah suatu proses dari ide-ide yang disebarluaskan dan kemudian diikuti oleh bangsa lain sehingga bangsa-bangsa di seluruh dunia menjadi satu (Amini et al., 2020). Globaslisasi akan terus berkembang seiring dengan kemajuan manusia, seperti yang ditunjukkan oleh kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi. Salah satu tanda globalisasi [^[f[b [g\cp[f_hmc: m_omn[o s[ha n_lfcb[n ‚\_le[b‛ ^c m[no mcmc ^[h ‚eonoe[h‛ ^c sisi lain. Sesuatu yang terlihat ‚a_g\cl[‛ ^c m[no mcmc ^[h ‚e_j_^cb[h‛ ^c mcmc f[ch. Globalisasi mempengaruhi dan mengubah banyak hal, termasuk pendidikan. Sebelum terpengaruh oleh globalisasi, pendidikan Indonesia dianggap buruk karena penjajahan Belanda. Kemudian seiring berjalannya waktu, anak-anak lebih mampu menuntut ilmu, meskipun ada anak-anak yang tidak bisa karena keadaan keuangan keluarga mereka yang rendah. Sebelum adanya pengaruh
globalisasi guru masih mendominasi ruang kelas, dan anak-anak masih menggunakan buku tulis, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan papan tulis dengan kapur untuk belajar. Teknologi seperti laptop, tablet, whiteboard interaktif, dan PowerPoint semakin berkembang sebagai akibat dari globalisasi. Saat ini, guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran di dalam kelas, tetapi hanya bertindak sebagai pendamping. Siswa belajar secara mandiri dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kreatif dan inovatif. Di era modern globalisasi, akses internet menjadi lebih mudah bagi siswa untuk mendapatkan informasi akademik. Akibatnya, sumber materi yang diakses juga lebih kompleks. Mengakses informasi pendidikan secara langsung juga dapat meningkatkan kualitas pendidik. Pendidik harus menggunakan kemudahan ini sebagik mungkin karena saat ini mereka dapat dengan mudah mencari informasi untuk mengajar. Selain itu, internet membantu semua aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Siswa mo^[b [el[\ ^_ha[h cmncf[b ‚e-learning‛ dalam proses pembelajaran, penggunaan buku yang sekarang banyak menggunakan e-book, ujian yang dilakukan dengan komputer, dan pengumpulan tugas melalui email atau aplikasi lainnya. Di era globalisasi ini juga ada pertukaran pelajar, dimana siswa di Indonesia memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu di luar negeri. Adapun dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan adalah bahwa itu dapat mempengaruhi kinerja siswa dalam pembelajaran, sehingga memungkinkan proses pembelajaran tidak optimal. Selain itu, biaya
semakin meningkat sebagai akibat dari fasilitas pendidikan yang semakin bagus dan ketergantungan terhadap teknologi seperti komputer dan internet. Globalisasi yang cepat dapat mengubah budaya lokal. Jika kebudayaan asing masuk ke negara kita, itu dapat mempengaruhi kebudayaan kita saat ini. Selain itu, dengan banyaknya situs web yang dapat diakses secara bebas di era globalisasi ini, siswa dapat memperoleh berbagai jenis informasi yang dapat berdampak pada moral mereka. Pendidikan yang dibutuhkan untuk menghadapi era globalisasi yang semakin marak adalah pendidikan yang dibutuhkan untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang tentunya siap untuk bersaing di era yang sangat terbuka ini, dimana setiap negara yang berpartisipasi dapat bersaing. Globalisasi menyebabkan dunia pendidikan di Indonesia mengalami pertumbuhan informasi, komunikasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta kecepatan transportasi dan komunikasi yang cepat, hal ini harus selalu mengalami perubahan yang sesuai dengan tujuan dan tuntutan pertumbuhan.
Fanni Yunita, S.Pd. ransformasi pendidikan merupakan sebuah usaha dalam bidang pendidikan untuk melakukan pengembangan, perubahan, ataupun pembaharuan sebagai upaya penyesuaian terhadap perkembangan zaman dan sebagai upaya untuk menghadapi globalisasi. Selain itu, Tranformasi pendidikan yang dilakukan hendaknya mampu meningkatkan daya saing sumber daya manusia karena Moerdijat (2023) menjelaskan bahwa peningkatan sumber daya manusia akan berdampak pada pembangunan bekelanjutan yang merata dan lebih baik lagi. Dengan adanya pembangunan bekelanjutan yang merata dan lebih baik, maka tidak akan ada lagi daerah tertinggal. T
Yusuf (2022) menyebutkan bahwa transformasi pendidikan yang mampu mengakomodasi kecakapan abad 21 terdiri sembilan pilar, yaitu: 1. Interpersonal and Communicatin Skill (kesadaran berinteraksi dan menyampaikan gagasan); 2. Entrepreneurship and social Entrepreneurship (jiwa kewirausahaan); 3. History of World Civilization (wawasan sejarah peradaban dunia); 4. Knowledge and Character (pembentukan pola pikir dan karakter); 5. Nationalism and Democracy (jiwa nasionalisme dan demokrasi). 6. Foreign Language Proficiency (kemampuan berbahasa inggris); 7. Intelectual Capacity (kecakapan proses berfikir); 8. Self-Mastery (penguasaan control diri); dan 9. Leadership (jiwa kepemimpinan); Dengan melihat sembilan pilar sebagai bentuk tranformasi pendidikan, maka sumber daya yang tercipta nantinya diarahkan untuk berpengetahuan, berketerampilan, dan berkarakter. Oleh karena itu, transformasi pendidikan dapat diwujudkan melalui praktik yang terbaik diantaranya: Pendidikan Inklusif: Mengatasi Tantangan Keterbatasan, Membangun Karakter dalam Pendidikan, dan Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi di Sekolah.
Setiap umat manusia memiliki 30 Hak Asasi yang melekat pada dirinya. 30 Hak Asasi ini telah disepakati bersama secara nasional dan internasional. Salah satu dari 30 Hak Asasi tersebut adalah memperoleh pendidikan. Di Indonesia, hak tersebut telah dijamin keberlangsunganya karena salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, dijelaskan juga dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) s[ha \_l\ohsc ‚m_nc[j q[la[ h_a[l[ \_lb[e g_h^[j[n j_h^c^ce[h‛, ^[h [s[n (2) s[ha \_l\ohsc ‚m_nc[j q[la[ negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib g_g\c[s[chs[‛. Of_b e[l_h[ cno, j_h^c^ce[h cno merupakan hak segala bangsa tanpa terkecuali. Dari penjelasan yang telah diberikan, setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan, termasuk warga negara Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia, Pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus sudah berkembang pesat mulai dari tahun 2003 hingga sekarang. Dalam kurikulum yang terbaru, Kurikulum Merdeka, dikembangkan juga panduan untuk melakukan pendidikan bagi perserta didik berkebutuhan khusus. Hak yang sama untuk berpengatahuan, berketerampilan, dan berkarakter juga harus diberikan kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus. Mereka juga mampu berprestasi sehingga keberlangsungan pendidikan mereka tetap harus dijamin.
Gambar 8.1 Peraih medali emas Special Olympics World Games 2011 di Athena yaitu Stephanie Handojo Sumber: liputan6.com Gambar 8.2 Peraih 2 Medali Emas Paralimpiade di Tokyo 2020 yaitu Leani Ratri Oktila
Gambar-gambar di atas sebagai contoh bahwa semua orang dapat berprestasi dan pemerintah maupun masyarakat berhak untuk mendukung keberlangsungan prosesnya. Pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus dapat disebut sebagai pendidikan inklusif. Berasal dari dua kata, pendidikan dan inklusif, pendidikan inklusif ini memiliki arti yang sangat mendalam. Inklusif atau inclusion (dalam bahasa Inggris) ini berarti mengajak masuk atau mengikutsertakan. Selain itu, inklusif ini dapat diartikan sebagai proses pemahaman suatu sudut pandang orang atau kelompok lain dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dengan demikian, proses pendidikan inklusif ini merupakan sebuah proses pendidikan yang terbuka bagi semua orang dari berbagai latar belakang ataupun secara sederhana mengajak masuk atau mengikutsertakan dengan perbedaan latar belakang. Berbagai latar belakang yang dimaksudkan ini adalah latar belakang karakteristik, kemampuan, status, kondisi etnik, budaya, ekonomi, dan yang lainnya. Pendidikan inklusif ini memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan hal dan melaksanakan kewajiban dengan setara. Dengan berjalannya pendidikan inklusif ini maka keterbatasan-keterbatasan akan teratasi dengan terciptanya kesetaraan. Keberlangsungan pendidikan inklusif ini sudah diatur dalam beberapa aturan. Aturan-aturan ini menjadi landasan adanya dan terciptanya pendidikan inklusif. Aturan-aturan tersebut antara lain:
1. UUD 1945 P[m[f 28H [s[n (2) s[ha \_l\ohsc ‚m_nc[j orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat s[ha m[g[ aoh[ g_h][j[c j_lm[g[[h ^[h e_[^cf[h‛. 2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 5 ayat 2, 3 dan 4, dan Pasal 32 yang menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan (fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial) atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi, baik pada tingkat dasar maupun menengah. 3. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Pasal 10 berbunyi bahwa ‚j_m_ln[ ^c^ce \_le_\onob[h ebomom \_lb[e ohnoe mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu di m_go[ d_hcm, d[fol, ^[h d_hd[ha j_h^c^ce[h‛. 4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 5. Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman
Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran menyebutkan satuan pendidikan perlu mengembangkan kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Impementasi dari pendidikan inklusif ini bukan lagi merupakan hal dalam lingkup nasional, tetapi juga internasional. Dalam lingkup internasional, menurut Darma & Rusyidi (t.t) kebijakan-kebijakan yang menjadi landasan pendidikan inklusif adalah Konvensi PBB tentang Hak Anak tahun 1989, Jomtien tahun 1990, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para Penyandang Cacat tahun 1993, dan Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua. Selain itu, pendidikan inklusif ini juga termasuk dalam perwujudan 17 poin Sustainable Development Goals (SDGs). Gambar 8.3 The 17 Goals Sumber: sdgs.un.org
Praktik terbaik yang dapat dilakukan untuk melakukan sebuah tranformasi pendidikan yang selanjutnya adalah membangun karakter dalam pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan; akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang dari yang lain; tabiat; watak. Pengertian tersebut dapat diperluas dengan melihat lebih dalam masing-masing pengertian itu salah satunya adalah watak. Watak merupakan sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Oleh karena itu, karakter ini perlu dibangun dengan baik dalam sebuah pendidikan sehingga pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, serta tabiat peserta didik dapat terbantuk dengan baik pula. Saat ini, Indonesia menggunakan Kurikulum Merdeka. Dalam Kurikulum Merdeka, terdapat istilah ‚Pli`cf P_f[d[l P[h][mcf[‛. Dceoncj ^[lc f[g[h kemdikbud.go.id, Profil Pelajar Pancasila merupakan ciri karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik. Profil Pelajar Pancasila ini didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan adanya Profil Pelajar Pancasila ini, maka pengembangan karakter bagi pendidik dan pelajar Indonesia menjadi terarah. Enam dimensi yang terdapat pada Profil Pelajar Pancasila ini sebagai berikut. 1. Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. 2. Berkebinekaan global.
3. Mandiri. 4. Bergotong-royong. 5. Bernalar kritis. 6. Kreatif. Keenam dimensi ini diaharpkan mampu dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan karakter tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saya, tetapi di setiap negara juga pasti menerapkan pendidikan karakter selama proses pembelajaran. Syamsurrijal (2018, p.213-214) memberikan penjelasan bahwa strategi dan implementasi pendidikan karakter di setiap negeri berbeda-beda. Hal itu dikarenakan pendidikan karakter di setiap negara didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan ataupun nilai-nilai yan telah berkembang di masyarakat negara tersebut. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Schneitzs (2018) yang memberikan penjelasan bahwa dalam sebuah pendidikan karakter yang menjadi modal utama adalah kearifan local. Sebagai contohnya adalah di Indoesia didasarkan pada Pancasila, di Singapura didasarkan pada filsafat misalnya filsafat analitik, progresivisme, eksistensialisme, dan rekonstruksionalisme, dan di Jepang pendidikan karakternya ditumbuhkan melalui pembuatan peta tugas sekolah Post It Ucapan Terima Kasih. Pendidikan karakter yang diusahakan diberbagai negara ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan karakter tersebut untuk dimiliki oleh setiap orang. Suprayitno&Wahyudi (2020, p.9) memberi penjelasan kurang lebih terdapat enam manfaat pendidikan karakter
di Era Globalisasi. Adapun enam manfaat tersebut sebagai berikut. 1. Melalui pendidikan karakter, peserta didik dapat menjadi individu yang maju, mandiri, dan teguh dalam menggenggam prinsipnya. 2. Melalui pendidikan karakter, perilaku-perilaku berbahaya dan gelap dapat dibentengi. 3. Pendidikan karakter sebagai promoting prosocial attitudes/Values. 4. Pendidikan karakter sebagai encouraging intellectual/ Academic Values. 5. Melalui pendidikan karakter, pengembangan pribadi yang holistic dapat dipromosikan. 6. Melalui pendidikan karakter, pertumbuhan tanggung jawab peserta didik dapat terus di dorong. Dengan manfaat yang begitu banyak pada penanaman pendidikan karakter, maka pendidikan karakter ini sangat penting. Selanjutnya, dengan pentingnya pendidikan karakter ini bagaimana penerapan pendidikan karakter ini. Sejauh ini, pendidikan karakter di sekolah selalu dipandang sebagai tugas dari mata pelajaran Agama dan PPKN. Namun, pada hakikatnya pendidikan karakter ini harus ditumbuhkan dalam setiap mata pelajaran melalui kegiatan pembelajaran yang disusun. Hal ini juga didukung oleh Wasis (2018) yang menjelaskan bahwa pembangunan karakter pada pendidikan formal tidak hanya dibebankan pada mata pelajaran Agama dan PKn. Karakter ini dibangun mulai dari aktivitas kurikuler sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah.
Ilustrasi berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat pada gambar 8.4. Gambar 8.4 Pola Pembangunan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Formal Sumber: Wasis (2018) Gambar 8.4 memberikan penjelasan bahwa nilai-nilai karakter dapat dibangun melalui kegiatan kurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Nilai-nilai karakter ini termuat dalam kegiatan pembelajaran yang juga harus sepenuhnya didukung oleh seluruh elemen dan manajemen sekolah. Proses pembangunan karakter ini apabila berhasil maka akan menghasilkan peserta didik yang berkarakter. Dengan peserta didik yang berkarakter ini maka dihasilkanlah sumber daya manusia yang unggul sehingga mampu mendukung Sustainable Development Goals (SDGs). Sekolah merupakan elemen terpenting dalam dunia pendidikan. Hampir separuh waktu dalam harinya, peserta didik menghabiskan di sekolah. Oleh karena itu,
diperlukan lingkungan sekolah yang mendukung untuk peserta didik berkembang dan berproses. Perkembangan dan proses yang dialami peserta didik ini diharapkan dapat menjadi bekal bagi peserta didik untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Proses penciptaan lingkungan sekolah, lingkungan belajar ataupun lingkungan pendidikan diperlukan sebuah krativitas dan inovasi sehingga lingkungan sekolah, lingkungan belajar, ataupun lingkungan pendidikan peserta didik tidak monoton. Adanya berbagai macam variasi yang diberikan dalam lingkung tersebut dapat memunculkan motivasi positif pada peserta didik. Ketika peserta didik memiliki motivasi yang positif maka proses pembelajaran dapan berjalan dengan lancar dan memberikan perubahan dalam pendidikan. Perubahan ini yang akan memunculkan sebuah tranformasi dalam pendidikan. Kretaivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan untuk mencipta; daya cipta; perihal berkreasi; ataupun kekreatifan. Kreativitas yang berasal dari kata kreatif ini merupakan satu dari enam elemen Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, sangat diperlukan peserta didik ini memiliki karakter yang kreatif atau memiliki kreativitas yang tinggi. Salah upaya yang dapat dilakukan dalam membangun kreativitas peserta didik pada Kurikulum Merdeka ini dijembatani oleh model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek. Model pembelajaran ini menekankan pada partisipasi aktif perserta didik (student
centered learning) dalam pembuatan projek-projek yang telah dirancang oleh guru. Beberapa penelitian juga mendukung pernyataan bahwa model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ini mampu meningkatkan kreativitas peserta didik di sekolah. 1. Widiastuti et al. (t.t) dalam hasil penelitiannya dapat ditunjukkan bahwa model PjBL ini dapat meningkatkan kreativitas peserta didik pada materi Ekosistem. 2. Febriani (2023) dalam hasil penelitiannya dapat ditunjukkan bahwa bahwa melalui model PjBL ini terjadi peningkatan kreativitas peserta didik yang ditandai dengan peserta didik yang lebih berani dan percaya diri serta aktif dalam memecahkan suatu permasalahan. 3. Fitri et al. (2021) dalam penelitiannya dapat ditunjukkan bahwa model PjBl mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kreativitas peserta didik. Selanjutnya, selain menjadi salah satu dari enam elemen dalam Profil Pelajar Pancasila, kreativitas juga temasuk dalam salah satu keterampilan abad 21 yang harus dimiliki oleh peserta didik. Keterampilan abad 21 merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dimiliki seseorang untuk menghadapi tantangan yang ada dalam abad ke-21. Keterampilan abad 21 ini sering disebut sebagai 4C, yaitu: 1. Creative thinking (berpikir kreatif), 2. Critical thinking dan problem solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah),
3. Communication (berkomunikasi), dan 4. Collaboration (kolaborasi). Dengan 4C dimiliki oleh peserta didik, diharapkan peserta didik nantinya mampu menghadapi tantangantantangan yang ada dalam kehidupan abad 21. Uraian diatas menjelaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan dan dimiliki oleh peserta didik. Namun, bukan hanya itu saja yang diperlukan. Selain kreativitas, inovasi di sekolah juga diperlukan. Pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaharuan; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat) merupakan makna dari Inovasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Oleh karena itu, inovasi di sekolah dapat disebut sebagai suatu hal baru yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Inovasi ini dapat berupa gagasan, objek, dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Inovasi di sekolah dapat muncul dari semua kalangan, baik dari peserta didik, dari guru, ataupun dari pemerintah. Namun, dari manapun itu inovasi di sekolah muncul, semuanya bertujuan baik untuk peningkatan kualitas belajar siswa dan memberikan perubahan dalam sekolah sebagai bentuk transformasi pendidikan. Inovasi-inovasi yang dapat dilakukan di sekolah terdiri dari beberapa aspek pengembangan, diantaranya: 1. Inovasi pada kurikulum, aktivitas belajar perserta didik, dan penilaian atau asesmen pembelajaran. 2. Inovasi pada peralatan untuk mendukung pengajaran, dan
3. Inovasi pada struktur dan budaya kelembagaan. Ketiga aspek ini dapat dikembangkan untuk membuat inovasai di sekolah. Suherman et al. (2020, p.33) memberikan gambaran inovasi yang dapat dilakukan untuk setiap aspek tersebut sebagai berikut. 1. Inovasi pada aspek kurikulum, proses belajar peserta didik, dan penilaian atau asesmen pembelajaran dapat berupa: a. Inovasi dalam pembelajaran berfokus pada kebutuhan peserta didik, b. Inovasi dalam pembelajaran dilakukan dengan pendekatan kontekstual, c. Inovasi dalam pembelajaran mendorong siswa untuk aktif berdiskusi ataupun presentasi, d. Inovasi pada sistem penilaian yang dilakukan oleh guru untuk lebih berfokus pada penalaran kritis, dan e. Inovasi pada layanan pendidikan yang ramah terhadap anak-anak. 2. Inovasi pada aspek peralatan untuk mendukung pengajaran dapat berupa: a. Inovasi dalam pengembangan yang berkaitan dengan teknologi informasi, b. Inovasi dalam pemberdayaan media belajar dan laboratorium, dan c. Inovasi dalam pembelajaran dengan kunjungan langsung ke situs atau daerah tertentu (site visit).
3. Inovasi pada aspek struktur dan budaya kelembagaan dapat berupa: a. Inovasi pengembangan untuk kepemimpinan kepala sekolah yang berfokus pada kualitas pembelajaran, b. Inovasi pengembangan yang berkaitan dengan hubungan antara kepala sekolah dan guru yang demokratis, dan c. Inovasi pengembangan dalam budaya sekolah sebagai sebuah komunitas pembelajaran melalui guru penggerak. Itulah aspek-aspek yang dapat dikembangkan untuk membangun inovasi di sekolah. Dengan adanya inovasi di sekolah maka transformasi pendidikan dapat terwujud.