The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

"Transformasi Pendidikan: Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing adalah panduan komprehensif yang membawa pembaca dalam perjalanan mendalam memahami perubahan signifikan dalam sistem pendidikan yang selaras dengan perkembangan zaman. Buku ini menegaskan peran penting pendidikan dalam peningkatan sumber daya manusia yang mampu bersaing secara global

Penulis mengeksplorasi sejarah evolusi pendidikan di Indonesia, dari zaman pra-kemerdekaan hingga era reformasi saat ini, menunjukkan berbagai inovasi pembelajaran yang telah diimplementasikan. Dengan landasan teoritis yang kuat, buku ini mengajak pembaca menjelajahi konsep dasar pendidikan modern dan teori pembelajaran kontemporer yang relevan.

Buku ini menyoroti berbagai faktor yang mempengaruhi transformasi pendidikan, termasuk peran teknologi, perubahan sosial dan budaya, serta dampak globalisasi. Penulis juga memperkenalkan pendekatan pendidikan berbasis proyek dan game yang menghidupkan kembali semangat belajar, serta menyoroti pentingnya praktik terbaik untuk pembangunan berkelanjutan yang merata dan lebih baik.

Lebih lanjut, buku ini menekankan pentingnya pemberdayaan stakeholder dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Melalui kolaborasi antara sekolah, komunitas lokal, dan industri, buku ini menunjukkan bagaimana pendidikan dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar global.

Dengan visi yang inspiratif, "Transformasi Pendidikan: Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing tidak hanya menjadi sumber pengetahuan yang berharga tetapi juga pemandu bagi siapa pun yang peduli dengan masa depan pendidikan. Buku ini adalah ajakan untuk berpartisipasi aktif dalam membangun ekosistem pendidikan yang inklusif, berkarakter, dan berkelanjutan, yang menghadirkan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-06-02 23:28:12

Transformasi Pendidikan

"Transformasi Pendidikan: Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing adalah panduan komprehensif yang membawa pembaca dalam perjalanan mendalam memahami perubahan signifikan dalam sistem pendidikan yang selaras dengan perkembangan zaman. Buku ini menegaskan peran penting pendidikan dalam peningkatan sumber daya manusia yang mampu bersaing secara global

Penulis mengeksplorasi sejarah evolusi pendidikan di Indonesia, dari zaman pra-kemerdekaan hingga era reformasi saat ini, menunjukkan berbagai inovasi pembelajaran yang telah diimplementasikan. Dengan landasan teoritis yang kuat, buku ini mengajak pembaca menjelajahi konsep dasar pendidikan modern dan teori pembelajaran kontemporer yang relevan.

Buku ini menyoroti berbagai faktor yang mempengaruhi transformasi pendidikan, termasuk peran teknologi, perubahan sosial dan budaya, serta dampak globalisasi. Penulis juga memperkenalkan pendekatan pendidikan berbasis proyek dan game yang menghidupkan kembali semangat belajar, serta menyoroti pentingnya praktik terbaik untuk pembangunan berkelanjutan yang merata dan lebih baik.

Lebih lanjut, buku ini menekankan pentingnya pemberdayaan stakeholder dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Melalui kolaborasi antara sekolah, komunitas lokal, dan industri, buku ini menunjukkan bagaimana pendidikan dapat menghasilkan tenaga kerja yang siap bersaing di pasar global.

Dengan visi yang inspiratif, "Transformasi Pendidikan: Membangun Masa Depan yang Berdaya Saing tidak hanya menjadi sumber pengetahuan yang berharga tetapi juga pemandu bagi siapa pun yang peduli dengan masa depan pendidikan. Buku ini adalah ajakan untuk berpartisipasi aktif dalam membangun ekosistem pendidikan yang inklusif, berkarakter, dan berkelanjutan, yang menghadirkan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.

Maria Susanti Menge Sawu, S.Si. endidikan merupakan fondasi utama bagi pembangunan suatu bangsa. Namun, untuk mencapai sistem pendidikan yang berkualitas, diperlukan peran serta dan kerja sama dari berbagai pihak yang terlibat dalam ekosistem pendidikan. Pemberdayaan stakeholder pendidikan menjadi kunci dalam memastikan bahwa semua elemen dalam sistem pendidikan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama: meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan generasi yang terampil, cerdas, dan berdaya saing. Bahasan bab ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep pemberdayaan stakeholder pendidikan kepada para pembaca, terutama kepada orangtua, sekolah, departemen pendidikan, dan masyarakat umum. Dalam setiap bab, pembaca akan diajak untuk memahami peran dan tanggung jawab masingP


masing stakeholder, strategi pemberdayaan yang efektif, serta tantangan yang mungkin dihadapi dalam proses pemberdayaan. Kami juga akan memberikan studi kasus dan praktik baik dari berbagai negara, termasuk contoh kesuksesan di tingkat lokal dan nasional. Semoga bahasan pada bab ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya kolaborasi antar stakeholder pendidikan dan mendorong pembaca untuk turut berperan serta dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Adapun dalam mengkaji peran dan tanggung jawab dalam pendidikan, maka erat kaitannya dengan peran serta dari beberapa stakeholder antara lain: 1. Orangtua/Wali Murid Orangtua atau wali murid memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan anak-anak mereka. Mereka bukan hanya menjadi pendukung dalam proses belajar mengajar di sekolah, tetapi juga menjadi role model dan pembimbing bagi anak-anak dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral. Tanggung jawab orangtua termasuk memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak, memberikan dukungan moral dan emosional, serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah (Joyce L. Epstein and Mavis G. Sanders, 2001).


2. Guru dan Tenaga Pendidik Guru dan tenaga pendidik merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk memberikan materi pembelajaran kepada siswa, tetapi juga berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing. Tanggung jawab mereka mencakup merancang kurikulum yang relevan, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dan menginspirasi siswa untuk belajar dan berkembang (Murray, 2021). 3. Masyarakat Sekitar Masyarakat sekitar, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lembaga non-pemerintah, memiliki peran penting dalam mendukung pendidikan di lingkungan mereka. Mereka dapat memberikan dukungan finansial, sumber daya, atau tenaga kerja sukarela untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan (Morrow and Scorgie-Porter, 2017). 4. Pemerintah dan Pembuat Kebijakan Pemerintah dan pembuat kebijakan bertanggung jawab untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan pendidikan nasional. Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran pendidikan mencukupi, kurikulum relevan dengan kebutuhan zaman, dan fasilitas pendidikan tersedia secara merata di seluruh wilayah (Torar and Wahono, 2016).


Strategi pemberdayaan stakeholder dimulai dengan keterlibatan aktif dalam pengambilan keputusan. Setiap stakeholder harus memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapatnya dalam proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan. Dengan demikian, kebijakan dan program yang dihasilkan akan lebih representatif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat (Leviton, Preskill and One, 2009). Pemberdayaan stakeholder juga melibatkan pengembangan kapasitas dan keterampilan. Program pelatihan dan pengembangan harus diselenggarakan secara berkala untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan para stakeholder dalam bidang pendidikan. Dengan demikian, mereka dapat lebih efektif dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab mereka (Wang Ed and Teter Ed, 2018). Selain itu, Kemitraan dan kolaborasi antar stakeholder merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan pemberdayaan. Melalui kerja sama yang erat, stakeholder dapat saling mendukung dan memperkuat satu sama lain dalam mencapai tujuan bersama. Kemitraan yang kuat juga dapat memperluas jaringan dan sumber daya yang tersedia untuk mendukung pendidikan (Ministry of Education and Culture Republic Indonesia, 2018). Untuk memperkuat kerja sama antar stakeholder perlu adanya implementasi dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat menjadi alat yang sangat efektif


dalam pemberdayaan stakeholder. Dengan memanfaatkan platform online dan aplikasi digital, para stakeholder dapat berkomunikasi, berbagi informasi, dan berkolaborasi secara lebih efisien. Pemanfaatan TIK juga dapat memperluas akses terhadap sumber daya pendidikan bagi masyarakat luas (Dochy and Segers, 2018). Salah satu tantangan utama dalam pemberdayaan stakeholder pendidikan adalah kesenjangan sosialekonomi yang ada di masyarakat. Ketidaksetaraan dalam akses terhadap pendidikan dan sumber daya pendidikan dapat menghambat partisipasi aktif dari semua pihak. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi kesenjangan ini melalui program-program yang inklusif dan berkeadilan. Kurangnya pemahaman tentang peran dan tanggung jawab masing-masing stakeholder juga merupakan hambatan dalam pemberdayaan. Banyak orang yang tidak menyadari pentingnya kontribusi mereka dalam mendukung pendidikan, sehingga cenderung pasif atau tidak terlibat. Edukasi dan kampanye penyadaran perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting setiap stakeholder dalam mencapai tujuan pendidikan (Zhu, Valcke and Schellens, 2010). Selain itu, perbedaan budaya dan bahasa juga dapat menjadi hambatan dalam pemberdayaan stakeholder. Misinterpretasi atau kesalahpahaman antar budaya dapat menghambat komunikasi dan kolaborasi yang efektif.


Oleh karena itu, penting untuk memperkuat kerjasama lintas budaya dan menyediakan sarana komunikasi yang inklusif bagi semua pihak (World Economic Forum, 2023). Tantangan terakhir yang dapat dilihat adalah kurangnya sumber daya finansial dan dukungan juga menjadi tantangan dalam pemberdayaan stakeholder. Banyak program pemberdayaan memerlukan investasi yang signifikan dalam hal waktu, uang, dan tenaga kerja. Tanpa dukungan yang cukup, implementasi programprogram ini dapat terhambat atau tidak efektif (World Economic Forum, 2023). Adapun untuk mengkaji pemberdayaan stakeholder, maka dapat kita lihat melalui perbandingan antara negara maju, negara berkembang, serta aksi nyata pada salah satu daerah di Indonesi. Di negara maju seperti Finlandia, pemberdayaan stakeholder pendidikan telah menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Finlandia memiliki sistem pendidikan yang sangat inklusif dan partisipatif, di mana semua stakeholder, termasuk orangtua, guru, dan masyarakat, berperan aktif dalam proses pembelajaran. Programprogram seperti "Parent-Teacher Associations" dan "Community Education Centers" telah berhasil meningkatkan partisipasi dan keterlibatan semua pihak dalam pendidikan (Feser, Haak and Rabe, 2023).


Di negara berkembang seperti Indonesia, pemberdayaan stakeholder pendidikan masih menjadi tantangan yang besar. Namun, ada beberapa program yang telah dilaksanakan dengan sukses untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Contohnya adalah program "Sekolah Ramah Anak" yang melibatkan orangtua, guru, dan komunitas lokal dalam pembangunan dan pengelolaan sekolah, serta program "Adopsi Sekolah" yang melibatkan perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat dalam memberikan dukungan finansial dan sumber daya kepada sekolah yang membutuhkan. Berikut salah satu contoh sukses pemberdayaan di tingkat lokal/nasional adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Indonesia telah berhasil melaksanakan berbagai program untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Program-program seperti "Gerakan Literasi Masyarakat" dan "Pendidikan Inklusif" telah membawa perubahan positif dalam taraf pendidikan di wilayah tersebut. Dengan melibatkan semua pihak secara aktif, NTT berhasil menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan berdaya saing (Torar and Wahono, 2016). Untuk mengevaluasi keberhasilan pemberdayaan stakeholder pendidikan, diperlukan penggunaan indikator yang jelas dan terukur. Beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain tingkat partisipasi orangtua dalam kegiatan sekolah, tingkat kepuasan guru terhadap program pelatihan dan pengembangan, serta tingkat


keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pendidikan. Metode evaluasi dan monitoring yang tepat juga penting untuk mengukur efektivitas pemberdayaan stakeholder. Survei, wawancara, dan observasi dapat digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan. Selain itu, penting juga untuk melakukan monitoring secara berkala untuk memastikan bahwa program-program pemberdayaan berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan (Wagner et al., 2005). Untuk mencapai hal tersebut perlu adanya pelaporan yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi merupakan langkah penting dalam menjamin keberhasilan pemberdayaan stakeholder. Laporan hasil evaluasi dan monitoring harus disampaikan secara terbuka kepada semua pihak terkait, termasuk orangtua, sekolah, dan pemerintah. Dengan demikian, semua pihak dapat mengetahui progres yang telah dicapai dan bersama-sama mengidentifikasi area untuk perbaikan (Raodatul Jannah, 2023).


Farisman Ziliwu, S.Pd. artisipasi komunitas terhadap pembangunan pendidikan telah banyak dilaporkan dari seluruh dunia termasuk di negara Indonesia. Munculnya partisipasi ini sebagai bentuk dari dukungan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Laporan-laporan ini dimuat di berita nasional maupun internasional, termasuk dalam laporan penelitian pada area pendidikan dan humaniora. Sebelum membahas peran komunitas, masyarakat sebagai sebutan formal dalam pemerintahan digunakan untuk memulai pembahasan ini. Peran masyarakat diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan Undang-Undang no. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa setiap daerah diberikan hak otonom untuk P


mengatur dan mengurus urusan pemerintahan termasuk dalam area pendidikan yang disebut sebagai desentralisasi pendidikan. Kebijakan ini memberikan hak mandiri kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola pendidikan di daerahnya sehingga memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengambil peran. Lebih jauh dalam Undang-Undang Sitem Pendidikan Nasional no. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan serta berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini memberikan penjelasan bahwa tanggung jawab peningkatan mutu pendidikan bukan hanya dari pemerintah pusat dan daerah melainkan tanggung jawab bersama masyarakat sebagai bagian dari negara. Pengaplikasian desentralisasi pendidikan di Indonesia membawa peluang yang baik dalam peningkatan mutu pendidikan. Namun di sisi lain, desentralisasi pendidikan juga mengharapkan kerjasama yang baik antara masyarakat dan pihak sekolah. Harapan ini muncul sebagai respons terhadap tantangan dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Tantangan ini salah satunya disampaikan oleh Maisyanah (2018) dalam kajian literaturnya, bahwa terjadi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah yang bergantung pada pendapatan asli daerah. Setiap daerah memiliki pendapatan yang berbeda sehingga membawa dampak pada pengembangan pengelolaan pendidikan. Area inilah yang mendorong kembali masyarakat dalam kewajibannya menyumbangkan sumber daya dalam peningkatan mutu pendidikan.


Hoppers (lihat Shibuya, 2023: 1) menjelaskan lebih lanjut bahwa program sekolah yang dibantu oleh komunitas muncul bukan hanya karena kebutuhan akan respons adaptif terhadap tidak adanya atau kurangnya akses terhadap ketentuan pendidikan arus utama (pemerintah), melainkan juga sebagai respons transformatif mewakili perspektif bahwa pendidikan dapat berkontribusi pada perubahan sosial melalui pemberdayaan peserta didik. Penjelasan ini sejalan dengan falsafah demokrasi yang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hal ini jugalah yang menjadi semangat masyarakat untuk terlibat dalam membangun mutu pendidikan. Pendidikan dipandang memiliki prospek penting dalam menunjang keberlangsungan suatu daerah maupun negara. Komunitas bisa dimaknai sebagai sekelompok orang yang saling berhubungan satu sama lain, saling mendukung, saling berbagi, dan memiliki kesepakatan yang perlu dijalankan bersama (Nurhidayah dkk., 2022: 74). Secara sosial, komunitas terbentuk dari sekolompok orang yang memiliki tujuan dan pandangan yang sama kemudian menyatukannya dalam kesepakatan. Sehingga komunitas dan masyarakat merupakan dua istilah yang tidak bisa dipisahkan. Parwoto (2017) menyatakan bahwa masyarakat merupakan istilah yang merujuk pada sekelompok manusia yang disebut sebagai warga masyarakat, tata cara hidup antar manusia, dan sistem atau kelembangaan antarkelompok. Berdasarkan hal tersebut, maka komunitas bisa dipandang sebagai sekumpulan orang yang memiliki kesamaan dan membentuk kelompok sedangkan masyarakat tidak harus sama tetapi disatukan oleh suatu kelembagaan. Sehingga secara istilah komunitas lebih mandiri dan otonom daripada masyarakat. Anggota


masyarakat tertentu yang memiliki pandangan yang sama bisa saja membentuk komunitas. Secara sederhananya, komunitas merupakan bagian kecil dari masyarakat yang bergabung membentuk kelompok baru yang didasarkan pada tujuan, sikap, ataupun minat yang sama. Contohnya adalah komunitas Forum Indonesia Muda (FIM) yang bertujuan mengembangkan sumber daya manusia muda Indonesia dengan melaksanakan kegiatan kepemimpinan dan pelatihan keterampilan hidup, komunitas Sepeda Pagi yang terbentuk dari minat yang sama, dan komunitas-komunitas lainnya. Penting untuk membahas komunitas sebagai anggota masyarakat merujuk pada kewajiban komunitas yang sama dengan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, komunitas memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan sumber daya dalam kemajuan pendidikan. Komunitas yang terbentuk dari tujuan, sikap, dan minat yang sama ini merupakan kekuatan keterlibatan komunitas dalam program pemerintah seperti pendidikan. Komunitas yang memiliki tujuan yang sama untuk memajukan pendidikan pasti melakukan banyak cara untuk kemajuan pendidikan. Contohnya dengan melakukan penggalangan dana untuk pembangunan sekolah, membuka sumbangan buku, membuka lowongan guru sukarela, atau bahkan terlibat langsung dalam mengajar. Masyarakat dalam bentuk komunitas menjadi lebih kuat dan terarah, sehingga keterlibatan komunitas menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk membawa transformasi dalam pendidikan.


Keefektifan keterlibatan komunitas dalam membangun ekosistem pendidikan yang berkualitas tidak akan bisa tercapai tanpa adanya hubungan baik antara komunitas lokal dan sekolah. Moore, Bagin, dan Gallagher (2016: 9) menyatakan bahwa pengembangan hubungan syang sehat dan konstruktif antara sekolah dan komunitas adalah fungsi yang diperlukan untuk mencapai pendidikan yang berkualitas dan hal ini secara alami terjadi dalam masyarakat demokratis. Hubungan yang sehat dan konstruktif dapat terjalin melalui kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal. Membangun Ekosistem pendidikan yang berkualitas melalui kolaborasi akan membawa dampak baik bagi lingkungan sekolah (sekolah, pemimpin sekolah, karyawan sekolah, guru, siswa, dan orang tua) dan begitu pula dengan komunitas yang mengambil peran. Peran komunitas dalam kolaborasi dengan sekolah akan dipaparkan berikut ini. 1. Membangun komunitas belajar Komunitas belajar hadir sebagai respons terhadap ketidakmerataan pendidikan, kemauan komunitas untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan atau keahlian tertentu, dan wadah belajar bagi siswa yang memiliki minat yang sama. Ketidakmerataan pendidikan telah menjadi pembahasan penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Seperti yang sudah dibahas pada bagian sebelumnya, hal ini menjadi tanggungjawab


semua kalangan sebagai bagian dari masyarakat. Tujuan lain dari pembentukan komunitas belajar adalah keiinginan komunitas untuk meningkatkan kemampuan atau keahlian tertentu. Salah satu komunitas belajar yang terbentuk melalui hal ini adalah komunitas belajar Kampung Inggris yang dilaporkan oleh Muslimin (2020) bahwa komunitas ini terbentuk dari semangat masyarakat dan juga sekelompok orang untuk menyediakan tempat bagi siswa dalam mempelajari bahasa asing. Selain itu, komunitas Kampung Inggris juga berhubungan dengan minat yang sama. Kumpulan orang-orang yang memiliki minat yang sama dalam pengembangan bahasa akhirnya membentuk komunias belajar untuk mengembangkan diri. Kolaborasi yang dapat dilakukan antara sekolah dan komunitas lokal dalam membangun komunitas belajar menyangkut penyediaan tempat dan fasilitas belajar. Komunitas lokal bisa menyediakan tempat untuk belajar, memberikan bantuan secara finansial demi keberlangsungan komunitas, dan memberikan motivasi kepada siswa untuk bergabung dalam komunitas. Peran sekolah berkaitan dengan proses pembelajaran seperti penyediaan bahan ajar, penyusunan panduan belajar, serta menyediakan sumber daya pengajar. Kolaborasi yang terjalin dengan baik dan konsisten harapannya bisa membantu dan mengembangkan komunitas belajar.


2. Memberikan dukungan sosial dan finansial Dukungan sosial dan finansial sangat diperlukan oleh beberapa sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Dukungan ini bisa berupa bantuan sosial dalam bentuk dukungan finansial untuk membantu berjalannya proses pembelajaran. Dukungandukungan ini berhubungan dengan bantuan secara umum untuk sekolah atau bantuan secara khusus kepada beberapa siswa yang membutuhkan. Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal terkait dengan dukungan sosial dan finansial adalah berkolaborasi dalam menyalurkan dukungan. Dalam hal ini, komunitas bisa memberikan dukungan secara langsung sebagai dana komunitas ataupun membuka aksi sosial sebagai komunitas dan menyalurkan ke sekolah. Peran sekolah adalah memberikan informasi mengenai kebutuhan, memberikan informasi secara khusus untuk siswa yang membutuhkan, dan membangun hubungan yang baik dengan komunitas. 3. Membantu terlaksananya kegiatan sekolah Setiap satu tahun ajaran, sekolah memiliki program-program yang dirancang berupa aktivitas di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas ini bisa menjadi peluang bagi komunitas untuk memberikan dukungan. Kegiatan-kegiatan sekolah yang biasanya melibatkan komunitas lokal diantaranya adalah kegiatan study tour atau field trip, penggalangan dana, dan pameran proyek hasil belajar.


Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal dalam mendukung berlangsungnya kegiatan sekolah bisa dibedakan melalui beberapa kegiatan yang ada. Pada kegiatan study tour atau field trip komunitas mampu berkontribusi dalam menyediakan tempat yang memiliki unsur edukasi. Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal perlu dipertimbangkan dalam hal ini untuk kelancaran kegiatan serta mendukung kebermaknaan kegiatan melalui informasi edukasi dari komunitas lokal. Pada kegiatan penggalangan dana, komunitas bisa memberikan bantuan dukungan finansial ataupun tenaga sosial untuk membantu penggalangan dana. Penggalangan dana ini biasanya juga dilakukan oleh sekolah tertentu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat, organisasi, ataupun pribadi yang membutuhkan. Kolaborasi ini berupa usaha saling mendukung antara sekolah dan komunitas, karena beberapa komunitas juga ada yang melakukan penggalangan dana. Pada kegiatan pameran proyek hasil belajar, komunitas lokal bisa berkolaborasi dengan sekolah melalui dukungan atau memberikan kesempatan kepada siswa yang mau menggunakan unsur lokal dalam proyeknya. Kolaborasi pada kegiatan pameran proyek ini berhubungan dengan dukungan melalui kehadiran dalam pameran proyek, memberi ruang bagi siswa untuk memanfaatkan kearifan lokal, dan bahkan bisa bekerjasama dalam membuat proyek pada proyekproyek berskala besar.


Membawa transformasi dalam pendidikan tidak terlepas dari ide-ide kreatif untuk menghasilkan pendidikan yang bergerak maju kepada perubahan positif. Komunitas telah banyak menyumbangkan ide-ide kreatif untuk membuat program-program yang mendukung pembelajaran anak-anak. Program-program ini berfokus pada pengembangan keahlian dasar seperti membaca dan menulis untuk tingkatan sekolah dasar awal (Ramadhani and Saputra, 2022), kebutuhan kurikulum dan urgensi pendidikan seperti literasi dan numerasi (Sunuyeko dkk., 2022), keahlian yang dibutuhkan untuk menuju kemajuan daerah atau negara melalui penyuluhan (Susilo, Sarkowi and Asmara, 2023), serta pengembangan minat yang lebih khusus seperti persiapan karir (Pratiwi and Mutmainah, 2021). Secara lebih luas program-program yang disediakan komunitas sangat beragam. Hal ini didasarkan pada kebutuhan atau urgensi dari lingkungan pendidikan tempat komunitas berada. Selain itu, program-program lain juga bisa dilakukan komunitas untuk mendukung transformasi pendidikan seperti mengelola penyediaan beasiswa, melakukan kegiatan mentoring untuk melatih keahlian, mengelola penyediaan dan penyaluran buku ke sekolah, bahkan bisa terlibat langsung dalam aktivitas pengajaran.


Program yang dibentuk oleh komunitas salah satunya bergerak pada tujuan penyediaan dukungan sosial. Dukungan sosial adalah informasi dan umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan dipedulikan, dihargai dan bernilai, serta dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban bersama (King, 2011: 561). Lebih jauh Taylor (lihat King, 2011: 561) menyampaikan bahwa terdapat tiga manfaat dukungan sosial, yaitu terdapatnya bantuan yang nyata, penyampaian informasi, dan dukungan emosional. Oleh karena itu, dukungan sosial dalam pendidikan berupa dukungan secara nyata yang dapat diberikan oleh komunitas untuk menunjukkan kepedulian terhadap kemajuan pendidikan. Bantuan sosial nyata yang dapat dilakukan komunitas untuk membawa transformasi pendidikan diantaranya adalah bantuan secara finansial. Bantuan ini penting karena keberlangsungan pendidikan perlu ditunjang oleh finansial yang cukup. Desentralisasi pendidikan membawa dampak pada keberagaman kemandirian setiap daerah otonom termasuk dalam finansial. Sehingga jika mengharapkan bantuan dari pendidikan arus utama (pemerintah) hal ini tidak akan terselesaikan dengan cepat. Bantuan finansial ini bisa ditunjukkan kepada sekolah untuk membantu program sekolah dan peningkatan fasilitas sekolah. Selain itu, dukungan finansial juga bisa ditunjukkan kepada siswa secara pribadi sebagai upaya memberikan pengalaman belajar yang sama dengan siswa lainnya.


Dukungan sosial lain yang bisa dilakukan komunitas adalah dengan membangun rasa saling memiliki. Memandang bahwa kendala yang dialami pendidikan adalah tanggungjawab bersama dan kemajuan pendidikan merupakan usaha bersama. Melalui rasa saling peduli seperti ini akan memudahkan munculnya dukungan komunitas dan memperkuat kewajiban bersama untuk mewujudkan transformasi pendidikan. Tujuan akhir pendidikan adalah membentuk pribadipribadi yang siap bergabung dan memberi makna dalam masyarakat. Oleh karena itu kolaborasi antara komunitas dan sekolah diperlukan, program perlu dibentuk untuk mengorganisir peran, dan sasarannya jelas pada dukungan sosial berupa dukungan finansial dan rasa memiliki dalam memajukan pendidikan. Sehingga pada akhirnya usaha ini akan bergerak menuju transformasi pendidikan.


Fitri Nurjanah, S.Pd. ada era teknologi yang berkembang pesat, pasar tenaga kerja menerima pengaruh besar darinya. Adopsi teknologi pada industri memungkinkan terciptanya jenis pekerjaan dan kompetensi kerja yang baru, sehingga hubungan simbiosis antara sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai supplier tenaga kerja dengan industri menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan vokasional. Demi memenuhi permintaan akan kompetensi tenaga kerja dengan skill tingkat tinggi, keharusan dalam kolaborasi antara SMK dengan industri tidak dapat disangkal lagi dan bahkan menjadi diskursus yang harus segera dicarikan solusinya. Lulusan SMK tidak hanya berada dalam batas-batas P


ruang kelas namun juga dipahat melalui pengalaman langsung dengan tantangan dunia nyata yang dialami oleh industri. Tercatat per Agustus 2023, juta pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,86 juta (Badan Pusat Statistik, 2024). Data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ini juga menunjukkan bahwa lulusan SMK menyumbang 1,79 juta pengangguran dan menempati posisi pertama dalam ketegori Tingkat Pengangguran Terbuka berdasarkan pendidikan yang ditamatkan. Merupakan hal yang miris mengingat UU Sisdiknas 20/2023 merumuskan tujuan SMK untuk mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Revitalisasi pendidikan kejuruan senantiasa diupayakan dari beberapa dekade lalu, menjadikan pendidikan kejuruan menjadi isu sentral penyiapan sumber daya manusia. Meskipun kebijakan pendidikan kejuruan dan program unggulan masih dikembangkan secara kontinu hingga saat ini, kesenjangan antara sekolah dengan industri masih menjadi permasalahan utama, ketidakselarasan (mismatch) antara kompetensi yang dimiliki lulusan dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri yang dinilai tidak relevan. Secara vertikal, peta jalan pendidikan vokasi 2023-2030 menyebutkan bahwa mismatch vertikal terjadi cukup tajam, dimana 47,74 % lulusan sekolah kejuruan masuk ke dalam kategori overqualified, bekerja underqualified sebanyak 5,59% dan hanya 46,47% sesuai dengan jenjang


pendidikan. Sementara itu, pendidikan kejuruan juga mengalami mismatch horizontal dimana 60,62% lulusan bekerja tidak sesuai dengan bidang keahlian (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, 2022). Mismatch ini mengindikasikan ekosistem pendidikan kejuruan masih lemah, ditengarai sinergi antara penyelenggara pendidikan, pemangku kepentingan atau dalam hal ini industri belum sinergis. Perkembangan teknologi di industri yang pesat tidak diimbangi dengan kemajuan pendidikan kejuruan, sehingga banyak lulusan SMK dengan kompetensi yang tidak relevan dengan industri, berujung pada lulusan yang belum berpengalaman dengan kompetensi yang tidak memadai. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kolaborasi antara SMK dengan industri untuk meningkatkan keterserapan tenaga kerja lulusan SMK menjadi esensial. Kolaborasi dengan industri dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik SMK yang terdiri atas pengetahuan, keterampilan teknis, sikap dan mental yang siap kerja dan menyiapkan peserta didik untuk kompetisi dunia kerja. Pada 2021 Kemendikbud mengeluarkan program 8+i untuk meningkatkan link and match antara SMK dengan Dunia Usaha dan Dunia Kerja (DUDI), yang terdiri atas: penyusunan kurikulum bersama DUDI, pembelajaran berbasis projek nyata dari DUDI, peningkatan jumlah praktisi mengajar dadi DUDI, penguatan magang dan praktik kerja di DUDI, sertifikasi berstandar DUDI bagi lulusan dan guru, update teknologi dan pelatihan bagi guru dari DUDI, riset terapan untuk mendukung TeFa


(Teaching Factory), komitmen keterserapan kerja dari DUDI dan juga kemungkinan beasiswa atau ikatan dinas, sumbangan peralatan praktik dan sebagainya. Kolaborasi antara SMK dan industri disusun dalam tiga level, yaitu: level komunikasi, level koordinasi dan terakhir level kerjasama. Pada level komunikasi guru dari SMK dan instruktur dari industri dapat bertukar informasi mengenai ekspektasi, pengalaman, dan permasalahan yang ditemui ketika pelatihan. Pada level koordinasi, guru dan instruktur bersama-sama mengembangkan langkahlangkah pembelajaran dan pelatihan yang diterapkan secara kolaboratif dengan tanggung jawab sesuai kerangka kerja lembaga pendidikan dan industri. Terakhir pada level kerjasama, guru dan instruktur mengejar proyek bersama dalam konteks kerja sama langsung (Maruanaya and Hariyanto, 2021; Syauqi, Munadi and Bruri Triyono, 2022). Praktik diatas diharapkan mampu memberikan beberapa manfaat seperti: dukungan lebih dari industri, prioritas penyerapan tenaga kerja dari lulusan SMK, mengusahakan kolaborasi aktif dan berkelanjutan, akses yang lebih mudah ke industri, berbagi sumber daya untuk menciptakan tenaga kerja dengan keterampilan tingkat tinggi dan pengadaan pembiayaan, fasilitas sarana dan prasarana. Pembelajaran untuk bekerja bukanlah pembelajaran untuk menguasai materi, pola pembelajarannya tidak


hanya diperuntukkan untuk pemenuhan materi, namun untuk mengantarkan lulusan untuk bekerja di dunia kerja. Salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah adalah Pembelajaran Berbasis Kerja (Work Based Learning/WBL). WBL mengacu pada semua jenis pembelajaran yang terjadi di tempat kerja termasuk pengalaman kerja langsung dan bekerja dengan bimbingan (work shadowing) pada jam-jam tertentu. Siswa berkesempatan untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja melalui WBL yang membantu mereka membuat keputusan karir yang lebih baik dan menghasilkan pekerjaan berkualitas. WBL memiliki output dan outcome yang baik apabila tujuan, kurikulum berbasis tempat kerja serta praktiknya direncanakan, dilaksanakan dan didukung oleh industri dan dinilai dengan tepat. Kerja sama antara banyak departemen dan entitas diperlukan untuk pengembangan modern pendidikan kejuruan, menyoroti kerja sama industri-pendidikan sebagai kebutuhan mendasar. Untuk memberikan siswa pengalaman belajar dunia nyata, sekolah kejuruan dapat menggunakan model pabrik pengajaran, seperti membangun versi miniatur industri, berkolaborasi dengan mitra industri, dan merancang kelas kolaboratif tertentu. Keuntungan dari adanya WBL adalah sebagai berikut: Membekali karyawan dengan sikap, kemampuan, dan pengetahuan yang diperlukan dalam lingkungan kerja yang berubah; Minimalkan ketidakcocokan dalam keterampilan dan dorong pembelajaran seumur hidup;


Meningkatkan tingkat keterampilan staf sesuai dengan kebutuhan bisnis; Mendorong langkah menuju pekerjaan yang bermakna; Meningkatkan standar dan penerapan pendidikan dan pelatihan Meningkatkan pendaftaran dan mengurangi angka putus sekolah dari program pelatihan keterampilan; Meningkatkan daya saing dan produktivitas bisnis; Mengurangi biaya perekrutan dan pelatihan staf. Lingkar Implementasi WBL terdiri atas 5 proses utama: 1. Perencanaan untuk program WBL 2. Mengembangkan program pelatihan WBL 3. Mengorganisasi program pelatihan WBL 4. Melaksanakan dan mengawasi program pelatihan WBL 5. Membuat rencana pelatihan pasca-WBL Sumber: (International Labour Organization, 2022) Perencanaan dan Desain Program WBL Kesenjangan keterampilan Perusahaanperusahaan Perjanjian WBL Grub Kerja WBL 1.Mengembangkan program pelatihan WBL Proses kerja Program Profil 1.Mengorganisasika n program pelatihan WBL Peserta Rencana pelatihan Alat penilaian dan pengawasan Grub kerja pelatihan 1.Melaksanakan dan mengawasi program pelatihan WBL 1.Off-job training 1.Strategi WBL 1.Mentor dan monitor 1.Penilaian akhir 1.Pelajaran 1.Membuat rencana pelatihan pascaWBL 1.Evaluasi pasca WBL 1.Tracer study 1.Kepuasan karyawan


Salah satu praktik kolaborasi yang sangat krusial adalah pengembangan sistem informasi pasar kerja (Labour Market Information System). LMIS adalah seperangkat aturan, prosedur dan mekanisme kelembagaan yang dirancang untuk mengoordinasikan pengumpulan, pemrosesan, penyimpanan, pengambilan dan penyebaran informasi pasar tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pelaku pasar tenaga kerja (World Bank, 2021). LMIS bertujuan untuk menghubungkan lulusan SMK dengan industri, membantu industri untuk menemukan pencari kerja yang paling cocok secara real time. LMIS menjadi krusial untuk mengidentifikasi kebutuhan pasar kerja, mendukung pengembangan karir dan mengatasi mismatch keterampilan kerja lulusan. LMIS mendukung pengambilan keputusan melalui penyediaan informasi untuk pengembangan kebijakan, desain layanan ketenagakerjaan dan pengembangan keterampilan (Martini, Andreani and Trivellato, 2017; Belov et al., 2020; Lee, 2020). LMIS dapat mengidentifikasi alur yang terblokir dan menyediakan informasi-informasi yang hilang.


Gambar 1. Fungsi LMIS (Parinsi et al., 2018) Informasi pasar kerja yang lengkap merupaka winwin solution bagi pekerja, SMK dan industri, dikarenakan LMIS memiki fungsi sebagai berikut: 1. Pencocokan pekerjaan: merupakan layanan inti untuk membantu pekerja mengidentifikasi kesempatan kerja dan membantu perusahaan mengurangi biaya rekrutmen karena informasi yang disediakan LMIS dapat mengatasi kesenjangan informasi mengenai pekerja dengan keterampilan yang relevan. 2. Bimbingan karir dan keterampilan: layanan yang difungsikan untuk membimbing pekerja dalam identifikasi perkembangan keterampilan (yang dibutuhkan saat ini dan yang dicari di masa depan), minat dan bakat pada pekerjaan yang berbeda, sehingga pekerja terhubung dengan kesempatan pendidikan dan pelatihan yang relevan. 3. Dukungan pemerintah: berfungsi untuk membantu pekerja dan praktisi dalam identifikasi dan akses program pemerintah yang potensial, misal program Pencari Kerja Program kejuruan dan kualifikasinya Pasar Kerja Profil pekerja Konseling profesi Penempatan Kerja


pembangunan keterampilan, dukungan usaha, kesejahteraan sosial dan sebagainya. 4. Intelijen pasar kerja: memberikan informasi menyeluruh kepada masyarakat awam, pembuat kebijakan dan peneliti mengenai capaian pasar kerja, serta dampak dari berbagai kebijakan dan program. Fungsi ini ditujukan untuk mendukung investasi pendidikan yang tepat sasaran serta formulasi kebijakan. SMK di untungkan dengan adanya informasi perkembangan bidang kerja dan kompetensinya, set keterampilan yang harus disiapkan oleh pendidikan kejuruan dalam jangka pendek, menengah dan panjang serta informasi relevan lainnya. LMIS menjadi upaya penting dari Indonesia dalam menciptakan tenaga kerja terampil, kompetitif dan berkualitas. Aktor-aktor dalam LMIS adalah peserta didik, pekerja, perusahaan, institusi pendidikan dan pelatihan, praktisi (dalam bimbingan karir dan konseling kerja), pembuat kebijakan, komunitas peneliti dan pemerintah serta organisasi privat.


Idang Ramadhan, S.Pd. endidikan adalah salah satu aspek yang paling penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, peran masyarakat sipil tidak dapat diabaikan. Masyarakat sipil mempunyai peran krusial dalam meningkatkan kualitas pendidikan, baik dengan partisipasi langsung dalam pendidikan maupun melalui dukungan dan bantuan yang diberikan kepada lembaga pendidikan. Masyarakat sipil dapat diartikan sebagai individu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerintahan, namun memiliki fungsi krusial dalam memperbaiki standar hidup masyarakat. Mereka dapat berupa organisasi nonpemerintahan, yayasan, atau individu yang peduli dengan pendidikan dan ingin berkontribusi pada meningkatkan kualitas pendidikan. P


Masyarakat yang tergabung dalam LSM sering kali menjadi jembatan antara masyarakat sipil dan pemerintah, membantu untuk memastikan bahwa suara dan kebutuhan masyarakat didengar dan dipenuhi. Terkadang, mereka berkolaborasi dengan berbagai stakeholders, seperti Lembaga negara/pemerintah, bisnis, komunitas lokal, dan individu, dalam rangka mencapai tujuan. Secara keseluruhan, LSM adalah bagian integral dari masyarakat, berkontribusi pada pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, dan membantu untuk menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih adil. Mereka adalah bukti dari kekuatan dan potensi masyarakat sipil dalam membentuk masa depan. 1. Definisi Organisasi Non Pemerintah Smith (2022) mendefinisikan Organisasi NonPemerintah (LSM) sebagai entitas formal di luar struktur pemerintah, yang mencakup organisasi gerakan sosial dan berbagai kelompok masyarakat sipil yang mengejar tujuan kolektif, seperti yang dibedakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. LSM ini beroperasi sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah, dan sering kali menjadi suara bagi mereka yang tidak memiliki representasi politik. Lebih lanjut, Helmold & Samara (2019) menjelaskan perbedaan LSM dan organisasi pemerintah. LSM adalah kelompok berbasis warga independen, terpisah dari pemerintah, sementara organisasi pemerintah adalah bagian dari struktur


pemerintah dan didanai oleh pemerintah. LSM biasanya didanai oleh donasi dari individu, perusahaan, atau lembaga lain, dan mereka beroperasi dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat, bukan untuk menghasilkan keuntungan. Sebaliknya, organisasi pemerintah didirikan oleh pemerintah dan berfungsi untuk melaksanakan kebijakan dan program pemerintah. Mereka didanai oleh pajak dan anggaran pemerintah, dan mereka bertanggung jawab kepada publik dan pejabat pemerintah yang dipilih. Meski berbeda, LSM dan organisasi pemerintah sering kali bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Misalnya, LSM dapat bekerja sama dengan lembaga atau dinas dibawah naungan pemerintah untuk melaksanakan program kesehatan masyarakat atau pendidikan. Penting untuk diingat, meskipun LSM dan organisasi pemerintah dapat bekerja sama, mereka tetap independen satu sama lain. Kedua jenis organisasi ini memiliki peran penting dalam masyarakat, dan keduanya diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. 2. Jenis-Jenis Organisasi Non Pemerintah Yatimah (2024) menjelaskan bahwa Bank Dunia mengidentifikasi adanya dua grup besar Organisasi Non Pemerintah (LSM), yaitu: a. LSM yang bergerak dibidang operasional, dengan konsentrasi pada perancangan dan pelaksanaan proyek-proyek Pembangunan.


b. LSM yang berorientasi pada advokasi, yang berjuang atau mengadvokasi tujuan spesifik dan berusaha untuk mempengaruhi kebijakankebijakan publik. Lebih lanjut, terdapat beberapa LSM yang mungkin berada dalam dua kategori sekaligus. Misalnya, ada LSM yang berfokus pada advokasi hak asasi manusia, peningkatan kesehatan, atau peningkatan partisipasi politik. Berikut adalah beberapa jenis LSM yang termasuk kategori gabungan: a. Berdasarkan orientasinya 1) Charitable orientation (orientasi amal), yaitu NGO yang melakukan aktivitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kurang mampu. 2) Service orientation (orientasi pelayanan), yaitu NGO yang berbasis pada pelayanan kepada Masyarakat. 3) Participatory orientation (orientasi partisipatif), yaitu NGO yang ditandai oleh proyek-proyek swadaya di mana masyarakat lokal terlibat, terutama dalam pelaksanaan proyek dengan memberikan sumbangan berupa uang, peralatan, tanah, bahan, dan tenaga kerja. 4) Empowering orientation (orientasi pemberdayaan), yaitu NGO yang berfokus pada pengembangan pengetahuan yang lebih dalam tentang elemen-elemen sosial, politik, dan ekonomi yang berdampak pada kehidupan komunitas.


b. Berdasarkan tingkat operasionalnya 1) Community-based organizations (CBOs), jenis NGO ini didirikan berdasarkan inisiatif dari komunitas. 2) Citywide organizations, organisasi ini terlibat dalam penyediaan bantuan untuk setiap komunitas di sebuah kota. Meskipun demikian, mereka memberikan prioritas pada komunitas miskin. 3. Tujuan Organisasi Non Pemerintah Organisasi non-pemerintah (LSM) memiliki tujuan yang beragam, termasuk berdampak pada perubahan jangka panjang dan mempromosikan kegiatan perkembangan bagi yang terpinggirkan. Beberapa LSM bertujuan untuk mempengaruhi berbagai masalah melalui kampanye dan lobi, mempengaruhi undang-undang dan opini publik. Mereka berusaha untuk perubahan jangka panjang dan perbaikan sosial di berbagai domain (Hilton et al., 2012). Young dan Dhanda (2012) memaparkan beberapa peran dan hal-hal yang dilakukan LSM sebagai berikut : a) advokasi dan pengaruh kebijakan; b) pemberian layanan; c) pemberdayaan masyarakat; d) pelestarian lingkungan; e) bantuan kemanusiaan; f) penelitian dan pendidikan; g) proyek pengembangan; h) pemantauan dan evaluasi; i) kemitraan dan kolaborasi.


4. Peran Organisasi Non Pemerintah dalam Pendidikan Organisasi Non Pemerintah (NGO) memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan. LSM memiliki peran penting dalam pendidikan dengan mengatasi tantangan dan memberikan kesempatan bagi anakanak. Mereka bekerja tanpa pamrih untuk meningkatkan kehidupan individu yang kurang mampu melalui berbagai inisiatif (Mathur dan Saini, 2023). Selain itu, LSM juga berperan dalam membentuk dan menerapkan kebijakan pendidikan, membentuk kemitraan antar sektor, mendefinisikan kembali tanggung jawab bersama, dan meningkatkan hasil pendidikan melalui kolaborasi dengan kepala sekolah (Gali dan Schechter, 2020). Dalam kajian yang dilakukan oleh Tryma (2019), Organisasi non-pemerintah berperan dalam menyediakan akses ke pendidikan tinggi, mengatur layanan pendidikan, memastikan jaminan kualitas, dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat dalam pendidikan. LSM berusaha untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengejar pendidikan tinggi, terlepas dari latar belakang ekonomi atau sosial. Melalui berbagai program dan inisiatif, LSM membantu dalam pengaturan dan penyediaan layanan pendidikan yang efektif dan efisien.


1. Pengertian Media Massa Media massa mengacu pada berbagai bentuk komunikasi yang menjangkau khalayak luas, seperti televisi, radio, dan surat kabar, mempengaruhi nilainilai dan persepsi masyarakat, terutama di kalangan pemuda (Jacobs dan Jowett, 2022). Media massa berperan penting dalam membentuk dan mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap berbagai isu, baik lokal maupun global. Dengan kemampuannya untuk menjangkau jutaan orang secara simultan, media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi norma sosial, nilai-nilai budaya, dan sikap politik. Menilik dari paparan diatas, media massa juga memiliki kewajiban sosial untuk menyampaikan informasi yang adil dan tidak memihak. Di era digital saat ini, tantangan ini menjadi semakin rumit dengan adanya media sosial dan platform online lainnya yang memungkinkan penyebaran informasi dengan kecepatan dan cakupan yang belum pernah ada sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi media massa untuk terus beradaptasi dan berinovasi dalam cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan audiens mereka. 2. Bentuk Media Massa Media massa mengacu pada berbagai bentuk komunikasi yang menjangkau khalayak luas, seperti surat kabar, televisi, radio, dan internet, mempe-


ngaruhi masyarakat, budaya, dan opini publik (de Mooij, 2014). Menurut Hikmat (2018), terdapat beberapa bentuk media massa yaitu: a. Media Cetak, jenis media yang dibuat melalui proses percetakan, termasuk surat kabar, majalah, buletin, dan lain-lain b. Media Elektroni, seperti televisi, radio, HP. c. Sosial Media, tempat penggunanya dapat secara sederhana berinteraksi, membagikan, dan membuat konten yang meliputi media sosial, wiki, forum, dan dunia maya. 3. Peran Media Massa dalam Pendidikan Media massa memainkan peran yang menentukan dalam mempengaruhi kebijakan pendidikan melalui penyampaian informasi dan komunikasi pemerintah, berdampak pada budaya politik dan membentuk keputusan pendidikan (Belandria Osma, Vergel Ortega dan Nieto Sánchez, 2018). Media massa, seperti televisi, radio, dan internet, menjadi saluran penting untuk pemerintah menyampaikan kebijakan pendidikan dan reformasi kepada publik. Informasi ini dapat mempengaruhi opini publik dan membentuk diskusi politik mengenai pendidikan. Selain itu, media massa juga dapat mempengaruhi keputusan pendidikan dengan menyoroti isu-isu penting, seperti kesetaraan akses pendidikan, kualitas pengajaran, dan relevansi kurikulum. Dengan demikian, media massa berperan penting dalam membentuk kebijakan pendidikan dan mempengaruhi perubahan dalam sistem pendidikan, yang


pada akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa. Keikutsertaan masyarakat dalam kebijakan pendidikan dapat membawa perubahan yang signifikan. Tindakan individu, seperti memberikan masukan, berpartisipasi dalam diskusi publik, atau bahkan memulai inisiatif pendidikan sendiri, dapat membuka jalan untuk inovasi dan perbaikan. Keputusan kolektif yang dihasilkan dari partisipasi masyarakat ini sering kali melampaui apa yang umumnya dirasakan sebagai status quo, menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, efektif, dan berorientasi pada masa depan. Dalam konteks persekolahan, beberapa individu/ kelompok masyarakat sipil dianggap sebagai stakeholders yang mendukung kemajuan sekolah. Menurut Sudiyono (2016), berikut adalah beberapa langkah yang diperlukan Lembaga pendidikan untuk mendorong partisipasi stakeholders: 1. Membentuk aturan dan panduan sekolah yang bisa mengakomodir hak stakeholders untuk mengemukakan usulan dalam semua kegiatan pemungutan usulan, pembentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/evaluasi pendidikan di sekolah. 2. Menyiapkan fasilitas dan sarana komunikasi supaya stakeholders bisa menyampaikan pendapat, harapan, dan keinginannya melalui rapat, diskusi, konsultasi,


baik secara tertulis atau lisan, dan keikutsertaan dalam kegiatan pengambilan keputusan, pembentukan kebijakan, perencanaan, dan pengawasan pendidikan di sekolah. 3. Melaksanakan advokasi, demokrasi, publikasi, komunikasi, transparansi, dan kenyataan kepada pemangku kepentingan. 4. Melihat stakeholders secara proporsional dengan mempertimbangkan relevansi keterlibatannya, batasan yuridisnya, kompetensi yang dimiliki, dan kesesuaian tujuan yang akan dicapainya.


Sri Utami, S.Pd. endidikan telah menjadi sorotan utama dalam agenda global karena perannya yang vital dalam pembentukan individu, masyarakat, dan ekonomi. Pada era ini, revolusi pendidikan menjadi pusat perhatian yang mendalam karena berbagai kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan tuntutan akan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan. Revolusi pendidikan, sebagai fenomena yang mengubah secara signifikan paradigma dan praktik pendidikan, memiliki implikasi yang luas dan mendalam dalam konteks sosial, ekonomi, dan budaya. Memahami perubahan tersebut menjadi penting tidak hanya bagi para akademisi dan praktisi pendidikan, tetapi juga bagi pembuat kebijakan, stakeholders industri, dan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, wawasan tentang fenomena ini, diharapkan kita dapat P


merespons secara lebih baik terhadap tantangan dan peluang yang muncul dalam dunia pendidikan yang terus berkembang. Revolusi pendidikan adalah perubahan besar-besaran dalam paradigma, praktik, dan institusi pendidikan yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Konsep ini mencakup transformasi fundamental dalam cara pendidikan disampaikan, dinamika pembelajaran, serta tujuan dan hasil yang diinginkan dari pendidikan itu sendiri. Revolusi pendidikan tidak hanya mencakup inovasi dalam teknologi pembelajaran, tetapi juga menyangkut perubahan dalam budaya sekolah, kurikulum, dan evaluasi(Agustang, 2023). Faktor-faktor yang memicu terjadinya revolusi pendidikan termasuk kemajuan teknologi yang memfasilitasi akses yang lebih luas terhadap informasi dan pembelajaran daring, pergeseran sosial yang mencakup peningkatan kesadaran akan inklusi dan keberagaman, serta tuntutan masyarakat akan pendidikan yang lebih sesuai dengan perubahan dalam pasar kerja(Munawaroh, 2023). Transformasi paradigma pendidikan yang mendasari revolusi ini mencakup pergeseran dari pendekatan pembelajaran yang tradisional menjadi lebih inklusif, interaktif, dan personalisasi. Paradigma baru ini menekankan pentingnya pengalaman langsung,


kolaborasi, dan keterampilan abad ke-21 dalam proses pembelajaran. Teknologi memainkan peran kunci dalam mempercepat revolusi pendidikan. Penerapan software pendidikan, platform daring, dan alat pembelajaran inovatif telah membuka pintu bagi pembelajaran yang lebih interaktif, adaptif, dan terjangkau bagi banyak individu di seluruh dunia(Selwyn, 2022). Revolusi pendidikan juga telah memengaruhi budaya sekolah, termasuk peran guru, dinamika kelas, dan hubungan antara siswa dan pendidik. Budaya sekolah yang baru mendorong kolaborasi, eksplorasi, dan pemecahan masalah berbasis tim. Perubahan dalam kurikulum dan metode evaluasi merupakan bagian penting dari revolusi pendidikan. Kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja yang berubah dan pengukuran hasil pembelajaran yang lebih holistik menjadi fokus utama dalam transformasi ini. Revolusi pendidikan juga memiliki implikasi filosofis dan sosial yang mendalam, termasuk perubahan dalam pemahaman nilai-nilai pendidikan, tujuan pendidikan, dan peran lembaga pendidikan dalam masyarakat. Implikasi ini memengaruhi cara kita memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan individu dan masyarakat. Meskipun revolusi pendidikan menawarkan berbagai peluang bagi kemajuan pendidikan, namun juga dihadapi oleh berbagai tantangan, termasuk kesenjangan akses,


tantangan teknis, dan perubahan paradigma budaya. Penanganan tantangan ini menjadi kunci keberhasilan implementasi revolusi pendidikan. Visi masa depan dari revolusi pendidikan melibatkan cita-cita untuk sistem pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berkelanjutan. Visi ini memerlukan komitmen bersama dari berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai transformasi yang diinginkan. Peran individu dan masyarakat sangat penting dalam membentuk dan merespons revolusi pendidikan. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam masyarakat menjadi kunci dalam merancang dan mengimplementasikan perubahan yang dibutuhkan dalam sistem pendidikan. Pendidikan masa depan diprediksi akan mengalami berbagai tren dan perubahan yang signifikan. Salah satu tren utama adalah penggunaan teknologi yang semakin canggih dalam pembelajaran, seperti Artificial Intelligence(AI), Virtual Reality (VR), Augmented reality(AR) hingga pembelajaran berbasis game (Wayne Holmes, Maya Bialik, 2019). Tidak hanya itu, pendidikan di masa mendatang juga mengarah pada inklusi yang lebih besar, dengan fokus pada peningkatan keterampilan abad ke-21 seperti kerjasama, inovasi, dan kemampuan memecahkan masalah. Model pembelajaran yang fleksibel dan personalisasi juga akan menjadi lebih umum,


memungkinkan siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Adapun beberapa tren dan perubahan dalam Pendidikan masa depan sebagai berikut: 1. Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran Penggunaan teknologi dalam pembelajaran telah menjadi tren yang semakin dominan dalam pendidikan masa depan. Berkembangnya teknologi seperti Artificial Intelligence(AI), Virtual Reality (VR) hingga dan pembelajaran berbasis game telah memungkinkan adopsi model pembelajaran yang lebih interaktif, menyenangkan, dan efektif (Anthony Seldon, 2018). 2. Pembelajaran Fleksibel dan Personalisasi Pembelajaran fleksibel dan personalisasi menjadi fokus utama dalam pengembangan kurikulum pendidikan masa depan. Pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat sendiri menciptakan peluang bagi pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif (Zapata-rivera, 2016). 3. Pengembangan Keterampilan Abad ke-21 Keterampilan penting untuk abad ke-21 seperti keterampilan bekerja sama, berinovasi, berkomunikasi, dan menyelesaikan masalah akan menjadi fokus utama dalam kurikulum pendidikan masa mendatang. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan mampu beradaptasi dalam era yang terus berubah (Patrick Griffin, 2015).


4. Inklusi dan Aksesibilitas Upaya untuk membuat pendidikan lebih inklusif dan mudah diakses bagi semua lapisan masyarakat menjadi perhatian utama dalam pendidikan masa depan. Inovasi dalam teknologi dan model pembelajaran telah membuka pintu bagi inklusi yang lebih besar dan aksesibilitas yang lebih luas terhadap pendidikan(Helen, 2020) 5. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pengalaman Pembelajaran berbasis proyek dan pengalaman telah menjadi tren yang signifikan dalam pendidikan masa depan. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk belajar melalui eksplorasi aktif dan pengalaman langsung, memperkaya pengalaman belajar mereka(Elizabeth F. Barkley, Claire H. Major, 2014) 6. Pendekatan Jarak Jauh dan Hybrid Pertumbuhan pendidikan jarak jauh dan model pembelajaran hibrida mencerminkan respons terhadap kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas pendidikan yang lebih luas. Model ini memungkinkan siswa untuk mengakses pendidikan tanpa batasan geografis dan waktu(Anderson and Dron, 2014). 7. Kolaborasi Global Kolaborasi global dalam pendidikan, seperti pertukaran siswa, proyek kolaboratif, dan pembelajaran lintas budaya, menjadi lebih penting dalam konteks globalisasi saat ini. Kerjasama seperti ini memberi kesempatan bagi siswa untuk


memperluas pemahaman mereka tentang dunia dan mempersiapkan mereka untuk berperan sebagai warga global(Elizabeth F. Barkley, Claire H. Major, 2014) 8. Penekanan pada Kesejahteraan Siswa Tren menuju penekanan yang lebih besar pada kesejahteraan siswa secara holistik mencerminkan perhatian yang meningkat terhadap kesehatan mental, kebahagiaan, dan keseimbangan kehidupan siswa. Pendidikan masa depan bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan holistik siswa. 9. Pengembangan Literasi Digital Pengembangan literasi digital menjadi prioritas dalam kurikulum pendidikan masa depan. Hal ini mencakup pemahaman tentang etika online, keamanan data, dan penggunaan teknologi secara bertanggung jawab, yang merupakan keterampilan penting dalam masyarakat yang semakin terhubung secara digital. 10. Penyesuaian dengan Perubahan Lingkungan dan Ekonomi Pendidikan masa depan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan ekonomi global, termasuk tantangan seperti perubahan iklim dan perkembangan ekonomi yang cepat. Model pembelajaran yang adaptif dan berkelanjutan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.


Dengan memperhatikan tren dan perubahan dalam pendidikan masa depan, diharapkan sistem pendidikan dapat merespons dengan efektif terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang terus berkembang. Revolusi pendidikan telah mengubah lanskap pendidikan secara menyeluruh, tetapi dampaknya tidak terbatas hanya pada lingkup akademis. Dari perubahan dalam struktur sosial hingga dinamika ekonomi, serta pergeseran nilai-nilai budaya, revolusi ini telah membawa implikasi yang luas bagi masyarakat secara keseluruhan. Terkait bagaimana revolusi pendidikan memengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya, dan bagaimana dampak-dampak ini membentuk wajah pendidikan dan masyarakat kita saat ini. Adapun eksplorasi lebih rincinya sebagai berikut: 1. Implikasi Sosial dari Revolusi Pendidikaan a. Inklusi Sosial Revolusi pendidikan telah membawa implikasi yang signifikan dalam upaya memperluas akses terhadap pendidikan bagi individu dari berbagai latar belakang. Hal ini membantu mengurangi kesenjangan pendidikan antara kelompok sosial, dengan meningkatkan partisipasi dalam masyarakat serta mendorong penghargaan terhadap keragaman. Dampaknya juga terlihat dalam pembentukan kebijakan publik yang lebih inklusif, menciptakan


masyarakat yang lebih inklusif secara sosial, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berpartisipasi secara penuh (Mohamed, 2023). b. Peningkatan Kesetaraan Kesempatan Peningkatan kesetaraan kesempatan pendidikan adalah dampak penting dari revolusi pendidikan. Revolusi pendidikan, melalui teknologi seperti platform pembelajaran online, telah memperluas jangkauan pendidikan bagi individu dari beragam latar belakang, meratakan lapangan pendidikan dan memberdayakan individu-individu untuk mencapai potensi penuh mereka, serta mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi dengan memberikan kesempatan yang lebih serupa bagi semua individu untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, tanpa memandang faktor-faktor seperti status ekonomi atau geografis. c. Peningkatan Aksesibilitas Revolusi pendidikan telah secara signifikan meningkatkan kemudahan akses pendidikan bagi individu di berbagai belahan dunia, termasuk mereka yang sebelumnya terbatas oleh kendala geografis, ekonomi, atau sosial. Ini tercermin dalam pemanfaatan platform pembelajaran online, dukungan dari program beasiswa global, adopsi sistem pendidikan jarak jauh, serta ketersediaan perpustakaan digital. Selain itu, langkah-langkah seperti implementasi program pendidikan gratis di beberapa negara turut memperluas kesempatan pendidikan bagi mereka yang sebelumnya terpinggirkan.


2. Implikasi Ekonomi dari Revolusi Pendidikaan a. Pemajuan Ekonomi Revolusi pendidikan memiliki dampak yang signifikan pada kemajuan ekonomi suatu negara. Melalui pendidikan yang berkualitas, individu dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan dalam berbagai sektor ekonomi, mempromosikan kewirausahaan dan inovasi yang menciptakan lapangan kerja baru, mengubah ekonomi menjadi berbasis pengetahuan, memastikan tersedianya tenaga kerja yang kompeten, serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan dalam masyarakat, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan(Wagner, 2014). 3. Implikasi Budaya dari Revolusi Pendidikaan a. Perubahan dalam Budaya Pendidikan Revolusi pendidikan telah memberikan dampak yang signifikan terhadap budaya pendidikan dengan mengubah peran guru, dinamika kelas, dan hubungan antara siswa dan pendidik. Adopsi teknologi dalam pembelajaran tidak hanya memperkuat peran guru sebagai fasilitator kreatif, tetapi juga mengakui inklusivitas dalam keberagaman siswa. Perubahan ini menekankan pada pembelajaran kolaboratif dan kreatif, mencerminkan pergeseran paradigma pendidikan yang lebih inklusif dan responsif, yang pada gilirannya memperkaya pengalaman belajar dan mengakui potensi unik setiap individu.


b. Tantangan Kultural Dalam revolusi pendidikan, tantangan kultural seperti resistensi terhadap perubahan, pertentangan nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai modern, dan kesenjangan dalam akses dan penerimaan terhadap pendidikan baru, memerlukan pemahaman konteks budaya lokal dan kerja sama lintas pemangku kepentingan untuk merancang solusi inklusif. Diperlukan integrasi nilai-nilai tradisional dengan praktik pendidikan yang lebih modern, sehingga memastikan keberlanjutan dan manfaat yang merata bagi semua pihak yang terlibat dalam perubahan pendidikan. Tantangan kultural ini mungkin muncul dalam mengintegrasikan revolusi pendidikan dengan konteks budaya yang beragam di masyarakat global. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sensitif dan beragam untuk memastikan bahwa revolusi pendidikan dapat diadopsi secara efektif di berbagai lingkungan budaya, memungkinkan pendidikan yang merata dan berkelanjutan untuk semua individu. c. Keberlanjutan dan Keseimbangan Implikasi revolusi pendidikan terhadap keberlanjutan dan keseimbangan menyoroti pentingnya menjaga harmoni antara inovasi dalam pendidikan dengan nilai-nilai tradisional yang memperkaya budaya lokal. Dalam konteks ini, upaya untuk mempertahankan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan budaya menjadi esensial. Revolusi pendidikan membawa perubahan signifikan dalam cara pendidikan disampaikan dan diakses, namun, untuk


memastikan keberlanjutan, penting untuk mengintegrasikan elemen-elemen inovatif dengan nilai-nilai yang dihargai dalam masyarakat setempat.


Click to View FlipBook Version