ARSITEKTUR TROPIS DAN KENYAMANAN TERMAL Copyright© PT Penamudamedia, 2024 Penulis: Ni Putu Suda Nurjani Putu Gede Ery Suardana ISBN: 978-623-8586-09-7 Desain Sampul: Tim PT Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, April 2024 x + 143, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
v Kata Pengantar UJI syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi Wasa, karena atas berkat rahmatnyalah kami diberikan petunjuk untuk dapat merampungkan buku ini. Buku ini merupakan kumpulan pendapat para ahli yang dikomparasi dengan hasil pengamatan terhadap bangunan tropis Indonesia khususnya yang terletak di daerah Bali. Kondisi iklim setempat merupakan pemahaman dasar yang wajib dipahami oleh arsitek, mahasiswa arsitektur, atau masyarakat luas yang ingin memperdalam bidang ilmu ergonomi khususnya kenyamanan thermal. Bagaimana bangunan beradaptasi dengan kondisi iklim sehingga pengguna bangunan bisa merasa nyaman tinggal di dalamnya. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi arsitek, masyarakat maupun mahasiswa khususnya yang terkait dengan ergonomi, kenyamanan termal pada iklim tropis. P
vi Pada kesempatan ini kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada civitas akademika Universitas Dwijendra, Civitas Akademika Fakultas Teknik Universitas Mahendradatta atas segala dukungan dan saran dalam proses penyusunan buku ini Penulis berharap buku ini mampu menambah wawasan masyarakat luas. Penulis menyadari buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya. Denpasar, Maret 2024 Penulis
vii ............................................................. v ..................................................................... vii ................................................................. 1 .......................... 7 ..................................................... 15
viii ........................................ 37 ......................... 55
ix ............................................. 115 ......................................................... 133 ......................................................... 141
x
1
2 ENYAMANAN bangunan erat kaitannya dengan kondisi alam dan usaha pengaturan suhu dalam ruang atau pengkondisian dalam ruang. Bangunan sebagai suatu sistem, berkaitkan dengan masalah perencanaan arsitektur, struktur, dan utilitas, maka bangunan berhubungan dengan beberapa aspek teknis seperti keamanan dan keselamatan, kenyamanan, kemudahan dan kesehatan. Kepedulian pemerintah dan masyarakat Indonesia terhadap keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan manusia yang diwadahi diatur dalam aspek keandalan bangunan. Sedangkan berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan bangunan terhadap lingkungannya diatur dalam aspek tata bangunan. Perwujudannya, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung. Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan aspek kenyamanan pada bangunan tergantung pada bangunan yang dihadapi. Bagi bangunan yang menghendaki kualitas hunian yang sempurna maka persyaratan tersebut mutlak harus diterapkan. K
3 Aspek kenyamanan dalam perencanaan arsitektur merupakan salah satu komponen yang wajib dipertimbangkan. Sejalan dengan perubahan iklim mikro, bangunan harus mampu memberi perlindungan terhadap tekanan luar dan dapat memberikan kenyamanan agar aktivitas dalam bangunan dapat berjalan dengan maksimal. Faktor yang sangat mempengaruhi kenyamanan seseorang adalah faktor alam yaitu suhu udara, kelembaban udara dan pergerakan udara (Frick, dkk. 2008). Hal ini senada dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, seperti hasil penelitian Sujadnya (1998) pada bangunan Bale Meten di Bali menyatakan faktor yang mempengaruhi kenyamanan adalah mikroklimat (penerangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi). Sedangkan pada penelitian Nityasa (1999), lebar tritisan (overstek) pada bangunan utamanya pada bangunan rumah tinggal (rumah tipe T-36/100) berpengaruh terhadap kenyamanan dalam ruangan. Karena jika terjadi rasa ketidaknyamanan dalam ruangan akan berpengaruh kepada seluruh tubuh melalui perubahan-perubahan fungsional. Lingkungan terlalu panas akan menyebabkan rasa kantuk dan lelah, menurunnya penampilan serta kemungkinan tingkat kesalahan semakin besar. Sebaliknya bila lingkungan terlalu dingin, akan merangsang munculnya rasa tidak tenang, tidak siap, dan terganggunya konsentrasi terutama untuk kegiatan mental. Sehingga manusia sangat membutuhkan suatu
4 lingkungan yang nyaman agar tetap sehat dan mampu berprestasi (Manuaba, 1993). Dengan beraneka ragamnya aktivitas manusia, nampaknya bangunan sebagai wadah aktivitas merupakan kebutuhan yang mendasar, sehingga diperlukan penataan bentuk dan fungsi yang mengacu kepada aspek-aspek ergonomi. Untuk dapat bekerja dan bergerak diperlukan energi. Energi diperoleh tubuh dari pembakaran zat makanan oleh oksigen. Pada taraf kerja tertentu diperlukan sejumlah oksigen tertentu, makin tinggi taraf kerja makin banyak jumlah energi yang diperlukan, makin banyak pula jumlah oksigen yang diperlukan. Kondisi kerja yang optimal harus diupayakan dengan cara penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan, 1992). Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh bebrapa faktor. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dirinya sendiri (intern) atau mungkin dari pengaruh luar (extern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di
5 sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain, yang secara fisiologis akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia.
6
7
8 A. Arsitektur Tropis Secara geografis Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah garis khatulistiwa, tentunya menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis. Kondisi iklim ini berdampak pada perkembangan wujud arsitektur di Indonesia. Lippsmeier (1980) menyebutkan bahwa arsitektur tropis berorientasi pada kondisi iklim serta cuaca dimana bangunan berada serta dirancang khusus untuk memecahkan permasalahan-permasalahan terhadap iklim, suhu dan kelembaban udara yang sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna. Permasalahan seperti terpaan sinar matahari sepanjang tahun, hujan deras yang turun pada waktu tertentu, dan kecepatan angin yang rendah direalisasikan dengan penerapan prinsip – prinsip arsitektur tropis (Zurnalis, 2017). Lippsmeier, 1994 dalam Alghifary & Indraswara (2019), menjabarkan karakteristik iklim tropis diantaranya, memiliki permukaan tanah dengan landscape hijau, lebat, sangat kaya dan bermacam-macam sepanjang tahun. Memiliki perbedaan musim kecil. Bulan terpanas, panas lembab sampai basah. Bulan terdingin, panas sedang dan lembab sampai basah. Kondisi awan berawan dan berkabut sepanjang tahun. Presipitasi, curah hujan tahunan 500 -
9 1250 mm. Selama musim kering tidak ada atau sedikit hujan, selama musim hujan berbeda-beda setiap tempat. Kelembaban absolut (tekanan uap) cukup tinggi, sampai 15 mm selama musim kering, pada musim hujan sampai 20 mm. Kelembaban relatif berkisar 20 ± 85%, tergantung musim. Memiliki pergerakan udara kuat dan konstan. Di daerah hutan rimba lebih lambat, bertambah cepat bila turun hujan. Biasanya terdapat satu atau dua arah angin utama. Kondisi iklim tropis mendorong terbentuknya wujud arsitektur tropis sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Secara umum, prinsip dasar dalam merancang bangunan arsitektur tropis dapat dilakukan dengan menurunkan temperatur udara dan temperatur radiasi di dalam ruang yang memberikan efek panas terhadap pengguna bangunan. Untuk wilayah dataran rendah dan dataran tinggi, penurunan temperatur dilakukan dengan mengurangi perolehan kalor (beat gain) radiasi matahari yang jatuh ke bangunan dengan cara memberi shading pada bangunan.
10 B. Desain Bangunan Iklim Tropis Bangunan pada wilayah yang memiliki ikllim tropis di desain dengan orientasi ruang yang menyesuaikan dengan arah matahari. Orientasi atau hadapan bangunan bangunan mempengaruhi tinggi rendahnya temperatur udara didalam ruang. Pada siang hari umumnya temperatur udara di dalam bangunan lebih rendah dibandingkan temperatur luar, sementara pada malam hari temperatur udara didalam bangunan lebih tingga dibanding temperatur luar. Untuk wilayah tropis di Wilayah dataran rendah hingga tinggi, ruangruang utama seperti ruang tidur, ruang keluarga, dll, sebaiknya tidak diletakkan di sisi barat, kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut (Arsitektur Tropis, 2016 : 70). Dalam rancangan arsitektur di wilayah iklim tropis lembab, dengan temperatur udara luar relatif tinggi, peran atap untuk mengatasi persoalan kalor matahari yang masuk dari sisi atas bangunan, menjadi dominan. Penutup atap dari material yang relatif tipis seperti genteng, asbes, sirap, akan menerima kalor matahari dan dalam waktu singkat menyalurkan (meradiasikan) kalor tersebut ke ruang di bawahnya dan menjadi panas. Untuk memastikan agar temperatur udara di dalam ruangan tidak
11 tinggi, maka perlu dilakukan usaha untuk mengurangi radiasi matahari yang jatuh ke permukaan atap dengan cara memberikan bukaan untuk ventilasi silang di ruang atap ‚ruang atap‛. Namun dalam membuat bukaan untuk ventilasi ruang atap perlu dilakukan langkah untuk mencegah masuknya hewan seperti burung atau kelelawar ke dalam ‘ruang apa’. untuk itu, lubang-lubang ventilasi perlu diberi kawat (Arsitektur Tropis, 2016: 71-73). Rancangan arsitektur tropis memungkinkan terjadinya aliran udara silang secara maksimum di dalam bangunan, sehingga untuk mengoptimalkan ventilasi silang pada bangunan, perlu dipertimbangkan untuk menyediakan ruang-ruang terbuka disekitar bangunan. Dengan kata lain, sedapat mungkin jangan menutup seluruh tapak dengan bangunan. Hal ini akan menyulitkan terjadinya aliran udara secara menerus dari luar ke dalam bangunan dan sebalikanya. Aliran udara sangat diperlukan untuk menciptakan efek dingin bagi tubuh manusia. untuk itu harus diciptakan ruang-ruang terbuka disekitar bangunan untuk mengoptimalkan terjadinya ventilasi silang di dalam bangunan (Arsitektur Tropis, 2016: 73) Sinar matahari merupakan gelombang pendek yang dapat menembus dinding transparan bangunan seperti
12 halnya kaca. ketika sinar ini melewati dinding transparan dan masuk ke dalam ruang, sinar ini akan memanaskan benda-benda yang ada di dalam ruang tersebut, seperti lantai, furnitur dan sebagainya, akibatnya kalor terperangkap didalam ruang di dalam bangunan tersebut dan mengakibatkan kenaikan temperatur udara diruang tersebut. Peristiwa ini disebut dengan ‘efek rumah kaca’. Untuk mencegah hal itu terjadi maka terdapat beberapa cara untuk mencegahnya seperti mencegah masuknya radiasi matahari secara langsung ke bidang kaca, atau dengan memberi pembayang berupa atap teras atau kanopi, agar radiasi panas matahari tidak langsung masuk ke dalam ruangan (Arsitektur Tropis, 2016 : 74). Gambar 1. Sirkulasi silang pada bangunan tropis Sumber: https://www.dekoruma.com/artikel/71645/apa-itu-arsitekturtropis
13 Material yang digunakan oleh bangunan seringkali dapat mencerminkan kondisi iklim setempat dimana bangunan tersebut dibangun. Temperatur luar rata-rata diwilayah iklim yang tidak ekstrim ini berkisar antara 24-30 derajat selsius. Material bangunan yang digunakan untuk kondisi iklim semacam ini cenderung tidak menyimpan kalor jumlah besar. Dengan menggunakan material dinding luar semacam ini temperatur di dalam bangunan akan mendekati temperatur diluar bangunan. Warna materiall bangunan (atap dan dinding luar) dipengaruhi oleh iklim setempat seperti warna atap dan dinding luar yang terang atau mengarah ke putih akan membantu memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa, sehingga mengurangi terjadinya peningkatan temperatur di dalam bangunan serta mengurangi efek pemanasan kawasan. (Arsitektur Tropis, 2016 : 77-79). Dalam rancangan aritektur tropis, rancangan ruang luar bangunan memgang peran penting untuk memodifikasi temperatur udara luar. Agar temperatur di luar bangunan tidak panas, maka penggunaan material keras (beton, aspal) pada permukaan halaman, taman, atau parkir yang tidak mendapat peneduhan perlu diminimalkan. Permukaan tanah yang tertutup material keras dn langsung terkena radiasi matahari akan membuat
14 temperatur udara disekitar bangunan menjadi panas. Jika hal ini terjadi, maka ruang dalam bangunan akan sulit untuk menjadi sejuk atau nyaman. Penghijauan diperlukan di kawasan beriklim tropis sebagai upaya menurunkan temperatur udara kawasan. Selain berfungsi sebagai penghasil oksigen, pohon juga berperan sebagai ‘pembersih’ (penyerap) CO2 dan SO2 dalam udara serta oksida logam berat dalam air. Pada sisi lain keberadaan pohon secara langsung atau tidak akan menurunkan temperatur udara di sekitarnya, karena radiasi kalor matahari akan diserap oleh dau untuk proses fotosintesis dan penguapan (Arsitektur Tropis, 2016 : 80). Gambar 2. Desain penghijauan sebagai penghalang panas matahari langsung ke dalam bangunan Sumber: http://architstyle.blogspot.com/2016/11/arsitekturtropis-dan-bangunan-bangunan_26.html
15
16 ALAM ilmu arsitektur dikenal empat macam kenyamanan: kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan, kenyamanan pendengaran, dan kenyamanan termal. Dalam kenyamanan termal, manusia merasakan sensasi panas atau dingin sebagai wujud respon dari sensor perasa pada kulit terhadap stimulasi suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan rangsangan rasa kepada otak, dimana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi guna mempertahankan suhu tubuh agar tetap berada pada sekitar 37˚C. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Tugas pokok dan mendasar dari sebuah bangunan adalah tugas sebagai wadah aktivitas. Dalam hal ini bangunan harus memberikan kenyamanan agar aktivitas dalam bangunan berjalan dengan maksimal. Kenyamanan minimal yang harus dipenuhi oleh bangunan adalah kenyamanan fisiologis. Kenyamanan fisiologis termal adalah kenyamanan yang sangat berperan bagi unjuk kerja orang di dalam bangunan. Fanger (1982) mengatakan bahwa inetlektual dan perfomansi persepsual orang dalam ruang akan mencapai kondisi maksimal bila dalam kondisi nyaman termal. Dengan demikian studi kenyamanan termal dalam dunia arsitektur adalah penting. D
17 Berdasarkan peta taksonomi issue-issue studi kenyamanan termal Sugini (2002) dapat dilihat masih banyaknya pekerjaanpekerjaan studi kenyamanan termal harus dilakukan. Dari studi kenyamanan termal yang telah dilakukan hampir semuanya akan berdasar pada data-data yang berkenaan dengan sensasi kenyamanan termal. Hal ini disebabkan karena kenyamanan termal adalah kondisi pikir yang menunjukkan tingkat kepuasan penghuni terhadap lingkungan ruangnya. Sehingga usaha pengumpulan informasi tentang kualitas kenyamanan termal akan melibatkan proses sensasi kenyamanan termal. Giffort (1987) menjelaskan bahwa proses sensasi adalah bagian awal dari proses persepsi keseluruhan. Dalam definisi non konvensional, proses persepsi adalah proses yang juga melibatkan proses pemaknaan, penilaian dan evaluasi lingkungan. Dalam studi-studi kenyamanan termal telah disepakati ada enam variabel penentu kenyamanan termal. Enam faktor kenyamanan termal (4 faktor lingkungan dan 2 faktor manusia) adalah sebagai berikut : Faktor lingkungan (Suhu udara, Kecepatan angin, Kelembaban udara, Rata-rata suhu permukaan ruang, MRT (Mean Surface Radian Temperature). Faktor manusia (Aktivitas manusia, metabolisme), Pakaian, (clothing). Rumusan indeks termal model PMV (Predicate Mean Vote) oleh Fanger juga mensyaratkan data enam variabel tersebut dalam
18 memprediksi derajat kenyamanan termal. Dari enam variabel tersebut, PMV menghasilkan prediksi derajad kenyamanan termal yang akan disensasi oleh penghuni di dalam ruang. A. Pengertian Kenyamanan Termal Ada tiga pemaknaan kenyamanan termal menurut Peter Hope (2002). Pertama, pendekatan thermophysiological, ke dua pendekatan heat balance (keseimbangan pana), dan ke tiga adalah pendekatan psikologis. Kenyamanan termal sebagai proses thermophysiological menganggap bahwa nyaman dan tidaknya lingkungan termal akan tergantung pada menyala atau matinya signal syarat reseptor termal yang terdapat di kulit dan otak. Pada pendekatan heat balance (keseimbangan panas) nyaman termal dicapai bila aliran panas ke dan dari badan manusia seimbang dan temperatur kulit serta tingkat berkeringat badan ada dalam range nyaman. Pada pendekatan psikologis kenyamanan termal adalah kondisi pikiran yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya. Diantara tiga pemaknaan tersebut, pemaknaan berdasarkan pada pendekatan psikologi lebih banyak digunakan oleh pakar pada bidang ini. ASHRE (American
19 Society of Heating Refrigating Air Condition Engineer) memberikan definisi kenyamanan termal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya. Kenyamanan yang dirasakan tubuh bila terdapat keseimbangan termal dimana panas yang dihasilkan tubuh setara dengan pelepasan dan perolehan panas tubuh. Tubuh manusia menghasilkan panas dari hasil metabolisme dan berusaha agar dapat mencapai suhu sekitar 37 °C. Sementara, panas hasil metabolisme hanya sekitar 20% yang digunakan, sisanya sekitar 80% yang tak terpakai dibuang melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. Di sisi lain, tubuh manusia memperoleh panas atau dingin dari lingkungannya. Panas dari lingkungan diterima tubuh melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Ada tiga cara perpindahan panas, yaitu konduksi yang terjadi langsung antarbenda, konveksi melalui udara, dan radiasi melalui proses pelepasan gelombang berbentuk energi elektromagnetik. Semenara evaporasi terkait keseimbangan termal tubuh di sini adalah pelepasan panas tubuh melalui keringat, peluh, dan pernafasan.
20 Gambar 3. Perpindahan panas pada tubuh manusia Met – Evp + Cnd + Crv + Rad = 0 Met = Metabolisme Evp = Evaporasi Cnd = Konduksi Rad = Radiasi Minus = Pelepasan panas Plus = Perolehan panas Dengan pemaknaan kenyamanan termal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya maka berarti kenyamanan termal akan melibatkan tiga aspek yang
21 meliputi fisik, fisiologi dan psikologis. Dengan demikian pemaknaan kenyamanan termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah yang paling lengkap. B. Sensasi Kenyamanan Termal Ilmu kenyamanan termal hanya membatasi pada kondisi udara tidak ekstrim (moderate thermal environment), dimana manusia masih dapat mengantisipasi dirinya terhadap perubahan suhu udara di sekitarnya. Dalam kondisi udara yang tidak ekstrim ini terdapat daerah suhu dimana manusia tidak memerlukan usaha apapun, seperti halnya menggigil atau mengeluarkan keringat, dalam rangka mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap berkisar pada 37˚C. Daerah suhu inilah yang kemudian disebut dengan ‘suhu netral atau suhu nyaman’. Seperti yang dikatakan oleh Idealistina (1991) bahwa suhu nyaman diperlukan manusia untuk mengoptimalkan produktivitas kerja. Dalam menyatakan suatu kondisi termal tertentu, ISO 7730-94 (1994), mengatakan indeks yangt diperkenalkan oleh Fanger (1970) yakni PMV (Predicate Mean Vote, prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (Predicate
22 Percentage Dissatisfied, prediksi prosentase ketidaknyamanan). Nilai atau besaran PMV dinyatakan dengan angka antara – 3 (cold, dingin sekali) hingga + 3 (hot, panas sekali) berdasarkan perhitungan sensasi termal rata-rata dari responden, dimana besaran ini diperoleh dengan cara membagi jumlah nilai sensasi seluruh responden dengan jumlah responden. Skala sensasi termal yang digunakan merujuk pada skala yang direkomendasikan oleh ISO 7730- 94. Suhu nyaman/netral dicapai apabila nilai PMV = 0, dimana pada kondisi ini nilai PPD (prosentase responden yang tidak nyaman) mencapai 5% atau prosentase responden yang nyaman mencapai 95%. Secara teoritis, karena perbedaan postur tubuh, usia dan lainnya, menurut Fanger (1970), pada kondisi termal apapun prosentase responden yang tidak nyaman (PPD) tidak akan mungkin mencapai 0% atau prosentase responden yang nyaman tidak mungkin mencapai 100%. Sementara itu rentang suhu nyaman dicapai apabila nilai PMV berada antara – 0,5 hingga + 0,5, dimana pada kondisi ini nilai PPD mencapai 10%, atau prosentase responden yang nyaman mencapai 90%. Standar kenyamanan suhu panas dikembangkan oleh ASHRAE dan ISO yang memberikan ekstra batas perbedaan antara suhu permukaan ruangan dan tekanan udaranya.
23 Untuk permukaan garis vertikal-dingin, pancaran suhu asimetris diperlukan suhu di bawah 10˚C. Untuk permukaan garis vertikal-hangat, batas asimetrisnya lebih dari 23˚C. Pada gambar 1 menunjukkan metrik kenyamanan pada model PMV, yang digambarkan pada curva PPD menghubungkan PMV, ini berarti bahwa PPD mencapai nilai minimum ketika PMV pada posisi 0 (pada pengamatan netral) dan PPD mulai naik pada sat PMV bergerak dari titik netral. Bagian yang diarsir agak terang (bagian bawah) PPD melampui batas < 10% tampak grafik bagian bawah yang menunjukkan batas suhu permukaan interior pada jendela masih bisa diterima. PMV mencapai nilai + 0,5 pada suhu 12,5˚C dan 37˚C secara berturut-turut. Batas-batas kenyamanan yang ditetapkan oleh UCB, seperti ditunjukkan oleh bagian yang diarsir agak gelap (atas) pada gambar 4. Gambar 4. Perbandingan tingkat kenyamanan antara PMV dengan model UCB. Sumber: Melikop (2005) Wyon (1996)
24 Sedangkan perkiraan sensasi termal rata-rata (PMV) adalah merupakan fungsi dari suhu udara, suhu radiasi, kelembaban, kecepatan angin, laju metabolisme, dan jenis pakaian. Perkiraan Sensasi Termal Rata-rata dapat diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan Sensasi Termis Rata-rata Skala Kriteria Batas Keterangan +3 Panas sekali --- + 0,5 +2 Panas +1 Agak panas/hangat 0 Netral/nyaman Masih nyaman -1 Agak dingin/sejuk --- - 0,5 -2 Dingin -3 Dingin sekali
25 C. Faktor-faktor kenyamanan termal Walaupun keseimbangan suhu tubuh manusia dapat terjaga, kenyamanan termal lebih bersifat individual. Keadaan lingkungan tertentu bisa dirasakan berbeda oleh individu yang berbeda. Faktor-faktor kenyamanan termal yang dapat mempengaruhi seseorang adalah terdiri dari faktor dominan dari alam dan faktor pilihan manusia. Di samping itu, terdapat juga faktor-faktor seperti berat badan, kondisi tubuh, usia, jenis kelamin, tekanan udara, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Faktor alam yang dominan Faktor-faktor alam yang pasti mempengaruhi kenyamanan termal bagi manusia, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan pergerakan udara. Tiga faktor alam ini biasanya telah tersedia sebagai bagian dari lingkungan hidup seseorang dan sangat mempengaruhi kenyamanan termal bagi dirinya. a. Suhu udara Dalam katagori ini terdapat dua macam suhu udara: suhu udara biasa (air temperature) dan suhu radiasi rata-rata (mean radiant temperature = MRT).
26 Suhu udara diukur dengan termometer merkuri biasa yang terletak dalam bayangan dan 120 cm di atas permukaan tanah. MRT adalah radiasi rata-rata dari permukaan-permukaan bidang yang mengelilingi seseorang. MRT sangat penting artinya karena dapat menimbulkan rasa panas bagi seseorang hingga 66%. Kenyamanan termal sulit tercapai bila suhu udara dan MRT berbeda hingga 5°C atau lebih. b. Kelembaban udara Kelembaban udaraadalah kandungan uap air dalam udara. Persentase menunjukan besaran kelembaban udara didapat dari perbandingan antara keadaan kenyataan uap air dan jumlah maksimum uap air yang dapat dikandung oleh udara pada kondisi ruang dan suhu yang sama. Biasanya kelembaban udara menjadi penting saat suhu udara mendekati atau melampui ambang batas daerah kenyamanan termal dan kelembaban udara mencapai lebih dari 70% atau kurang dari 30%. Kelmbaban udara yang tinggi mengakibatkan sulit terjadinya penguapan di permukaan kulit sehingga mekanisme pelepasan panas bisa terganggu. Dalam
27 keadaan seperti ini pergerakan udara akan sangat membantu proses penguapan. Bila kelembaban udara rendah, orang menderita efek keringnya udara (selaput lendir mengering, batuk rejan, radang mata, kulit menyamak, dan sebagainya), dan untuk mengatasinya diperlukan tambahan uap air ke dalam udara. c. Pergerakan udara Pergerakan udara adalah aspek yang penting untuk kenyamanan termal, terlebih di daerah panas, seperti halnya didaerah tropis. Di daerah dingin pergerakan udara tidak terlalu berpengaruh karena biasanya jendela-jendela ditutup untuk mencegah masuknya angin yang dingin. Pergerakan udara atau angin yang menyapu permukaan kulit mempercepat pelepasan panas secara konveksi. Bila permukaan kulit basah, maka penguapan yang terjadi mengakibatkan terjadinya pelepasan panas yang lebih besar. Pada suhu udara 25°C, kecepatan angin 0,5 m/dt (cukup untuk membuat nyala api lilin bergoyang) membuat tubuh terasa 2°C lebih dingin. Kecepatan angin 1 m/dt (mengakibatkan kertas di meja
28 bergerak) membuat tubuh terasa 3°C lebih dingin, meskipun dalam kenyataannya cuma 1,5°C. 2. Daerah nyaman Jarak lingkup faktor-faktor alami yang menghasilkan kenyamanan termal bagi manusia disebut daerah nyaman (comfort zone). Batasan daerah nyaman bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Karena itu, dalam mengevaluasi kenyamanan termal dengan kondisi faktor alami tertentu diperlukan jumlah mayoritas (misalnya 70%) pendapat responden yang merasa nyaman, seperti dijelaskan pada Gambar 5. Gambar 5. Daerah nyaman Sumber : Frick, 2007 3. Faktor-faktor pilihan manusia a. Sinar matahari Dalam keadaan tertentu, sinar matahari bisa membuat manusia nyaman. Banyak orang berjemur di
29 bawah terik matahari dengan busana minim atau sama sekali tanpa busana. Namun, bila sinar matahari yang mengenai permukaan kulit menimbulkan hal yang tidak nyaman, maka orang dapat menghindarinya atau melindungi diri dari sengatan panas sinar matahari, dapat berlindung di bawah atap, bayangan pohon atau payung. b. Pergerakan udara Bila pergerakan udara yang tersedia tidak atau kurang memenuhi syarat bagi seseorang, ia dapat mengusahakan pergerakan udara tambahan demi kenyamanannya. Sebaliknya, bila kecepatan angin terlalu tinggi baginya, maka ia dapat menghindarinya dengan mencari tempat yang lebih lembut terpaan anginnya, seperti dijelaskan pada Gambar 6. Gambar 6. Pengaruh Pergerakan Udara atas Kenyamanan dalam Ruang Berhubungan dengan Pakaian yang Dipakai (Indeks Pengatur Penguapan clo) Sumber : Frick,2007
30 c. Pakaian Faktor pilihan yang lazim dan mudah diterapkan untuk mencapai kenyamanan termal adalah cara berpakaian. Manusia bisa memilih dan menentukan jenis pakaian yang dikenakannya demi mencapai kenyamanan termal bagi dirinya. Tabel berikut memperlihatkan indeks pengatur penguapan clo (clothing value) tiap jenis pakaian yang bisa digunakan orang. Nilai gabungan diperoleh dengan menjumlahkan clo tiap jenis pakaian yang digunakan, seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pakaian dan clothing value Uraian clo Penahanan panas m2 . °C/W Pakaian dalam, celana Celana dalam pendek Celana dalam kaki panjang 0,03 0,10 0,005 0.016 Pakaian dalam, baju Bra Baju tanpa lengan Baju lengan 0,01 0,06 0,12 0,002 0,009 0,019
31 panjang Blus, baju Blus ringan lengan pendek Blus ringan lengan panjang Blus biasa lengan panjang Blus kerah tinggi lengan panjang 0,09 0.20 0,25 0,34 0,029 0,031 0,039 0,053 Celana Celana pendek Celana pendek selutut Celana panjang ringan 0,06 0,11 0,20 0,009 0,017 0,031 Baju kerja bengkel Harian dengan sabuk 0,49 0,076 Baju hangat Baju hangat lengan panjang 0,28 0,043 Sumber : Satwiko (2004)
32 d. Aktivitas Aktivitas manusia menimbulkan energi atau panas tertentu dalam tubuh yang bersangkutan. Makin tinggi aktivitas seseorang, makin besar pula kecepatan metabolisme di dalam tubuhnya sehingga makin besar energi atau panas yang dihasilkan. Bila faktor alam tidak dapat menyerap panas yang terjadi (dan harus dilepas demi kenyamanan termal orang itu), maka ia akan merasa tidak nyaman. Agar mendapat kenyamanan termalnya kembali, ia dapat memilih kegiatan lain yang lebih tenang dan tidak menimbulkan banyak panas. Aktivitas dan kecepatan metabolisme dapat ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas dan kecepatan metabolisme aktivitas met Watt/m2 Berbaring 0,8 46 Duduk tenang 1,0 58 Berdiri santai 1,2 70 Aktivitas biasa (kantor, rumah tangga, sekolah, lab) 1,2 70 Menyetir mobil 1,4 80
33 Berdiri, aktivitas ringan (belanja, industri ringan) 1,6 93 Dosen, guru, mengajar di depan kelas 1,6 95 Kerja rumah tangga (mandi, berpakaian) 1,7 100 Berjalan didaratan (2 km/jam) 1,9 110 Berdiri, aktivitas sedang (jaga toko, cuci piring) 2,0 116 Tempat bangunan (memasang batu bata) 2,2 125 Kerja di kebun (mengumpulkan daun) 2,9 170 Kerja rumah tangga (mencuci, menyetrika) 2,9 170 Kerja industri (menuang dan mencetak besi) 3,1 180 Tempat bangunan (memasang bekesting) 3,1 180 Berjalan di daratan (5 km/jam) 3,4 200 Kerja di hutan (memotong kayu 3,5 205
34 dengan gergaji) Pertanian (membajak dengan kerbau) 4,0 235 Tempat bangunan (mengaduk mortar) 4,7 275 Pertanian (mencangkul tanah, 24 angkatan/menit) 6,5 380 Kerja di hutan (menggunakan kapak 2 kg, 33 ayunan/m) 8,6 500 Olahraga lari (15 km/jam) 9,5 550 (Sumber : Satwiko. 2004) Prediksi ketidaknyamanan seseorang di dalam ruang (PPD = predicted percentage of dissatisfied) berhubungan dengan indeks clo (pengatur penguapan permukaan kulit melalui pakaian) dan indeks kegiatan atau met (terjadinya panas akibat kegiatan tubuh manusia, menghasilkan grafik seperti pada Gambar 7.
35 Gambar 7. Grafik Ketidaknyamanan di dalam Ruang dengan Indeks Pakaian clo 0,5 dan Indeks Kegiatan 1,0 dan 1,2 met Sumber : Frick, 2007
36
37
38 A. Pengertian Kenyaman Istilah ‚nyaman‛ bisa saja dipakai untuk menggambarkan kesukaan, sebuah kepuasan, atau perasaan sejahtera lahir dan batin. Nyaman yang dimaksud adalah menekankan bagaimana perbedaan makna ‚nyaman‛ yang muncul untuk menentukan kenyamanan dalam ruangan dan strategi pengaturan suhu panas yang terkandung. Makna nyaman telah berubah sangat dramatis lebih dari satu abad lalu, dengan adanya anggapan yang masuk akal tentang manajemen suasana dalam ruangan dan tuntutan energi. Tujuan dari kajian studi ini adalah untuk mengadakan penyelidikan terhadap asumsi ilmu pengetahuan dan filosofi terhadap munculnya bermacam-macam pengertian ‚nyaman‛ atas dasar dan pemikiran bahwa bagaimana hal ini memicu munculnya perdebatan tentang konstruksi dan pengaturan suhu ruangan Ketertarikan akan ‚nyaman‛ terinspirasi oleh adanya perubahan iklim. Sudah menjadi sifat manusia yang berharap untuk selalu berada dalam ruangan yang nyaman, dan sebagai bukti pemakaian teknologi berupa alat pemanas dan pendingin, telah menuntut peran sumber-sumber energi di seluruh dunia. Ukuran standar ‚nyaman‛ dewasa ini, tidaklah benar-benar dapat bertahan di masa
39 mendatang, apalagi jika upaya mempertahankannya melalui peningkatan kecanggihan alat pendingin (mesin AC) supaya dapat mengatur efek dari global warming. Ini membuat evaluasi terhadap pilihan makna nyaman secara filosofi bisa mendukung berkurangnya strategi intensif sumber-sumber sistem panas supaya pemakaian lebih ditekan daripada yang terjadi sebelumnya. B. Kenyamanan dan Iklim di Sekitar 1. Kenyamanan, Iklim dan Perbuatan Manusia Menurut Ackermann, kajian tentang hubungan antar iklim dan kenyamanan diprakarsai oleh para ahli ilmu bumi sejak tahun 1920-an, seperti Ellsworth Huntington (Ackermann 2002). Huntington berpendapat bahwa produktivitas sangat berhubungan secara langsung dengan rezim iklim dan orang-orang yang tinggal di ‚inferior‛ panas atau lingkungan tempat tinggal yang dapat memajukan peradaban manusia sepanjang perjalanan waktu untuk tinggal di wilayah yang beriklim sedang (Huntington 1924). Seperti yang disarankan oleh Ackermann, teori ini dimajukan oleh kejayaan karir Huntington yang semakin kuat dengan dukungan para imperalis dan mengabadikan contoh-
40 contoh tentang hubungan antar bangsa, iklim panas dan kemajuan-kemajuan yang terjadi. Ackermann juga menjelaskan bagaimana pendapat-pendapat tersebut mampu melengkapi dasardasar ‚ilmu pengetahuan‛ dan legitimasi yang sangat dibutuhkan untuk perluasan manfaat AC pada kedua wilayah baik Amerika Serikat dan wilayah-wilayah secara global. Ini lebih baik daripada hanya mengalah dan menyerahkannya pada sistem pemanas, gagasangagasan inilah yang seharusnya diselidiki oleh masyarakat di Eropa dan Amerika untuk mengontrol iklim di wilayahnya. Seperti halnya pendapat Brooks (1950) tentang iklim yang merupakan ‚musuh‛ bagi upaya efisiensi dalam hal ekonomi dan produktivitas, akibat dari kebiasaan buruk yang sebaiknya harus mengontrol dan membatasi tata cara berpakaian, sanitasi maupun AC. Kenyataannya, AC dinilai sebagai ‚sebuah alat yang memberikan kesempatan pada semua orang untuk semakin maju melebihi peristiwaperistiwa buruk yang diakibatkan oleh iklim (Ackermann 2002:41). Pendapat para tokoh imperialis tentang iklim dan kemajuan manusia saat ini semakin sering disangkal,