The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kenyamanan thermal merupakan sebuah proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan persepsi psikologis pengguna bangunan. Arsitektur sebagai salah satu bidang ilmu perancangan, diharapkan mampu menciptakan sebuah desain yang nyaman bagi pengguna. Pemahaman terhadap kondisi iklim dimana bangunan akan ditempatkan, merupakan pemahaman dasar yang wajib dipahami oleh arsitek, mahasiswa arsitektur, atau masyarakat luas yang ingin mendesain sebuah bangunan. Bagaimana bangunan beradaptasi dengan kondisi iklim setempat sehingga pengguna bangunan bisa merasa nyaman tinggal di dalamnya. Buku ini merupakan kumpulan pendapat para ahli yang dikomparasi dengan hasil pengamatan terhadap bangunan tropis Indonesia khususnya pengamatan terhadap bangunan yang terletak di daerah Bali. Apa saja indikator yang harus dipenuhi dalam mendesain sebuah bangunan, bagaimana respon fisiologi terhadap kenyamanan, serta bagaimana hubungan kenyamanan thermal dengan tata kelola lingkungan, akan dibahas lebih lanjut dalam buku ini. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi mahasiswa arsitektur atau mahasiswa bidang ilmu lain, arsitek, maupun masyarakat yang ingin memperdalam konsep dasar kenyamanan termal pada bangunan iklim tropis.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-03 23:43:54

Arsitektur Tropis dan Kenyamanan Termal

Kenyamanan thermal merupakan sebuah proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan persepsi psikologis pengguna bangunan. Arsitektur sebagai salah satu bidang ilmu perancangan, diharapkan mampu menciptakan sebuah desain yang nyaman bagi pengguna. Pemahaman terhadap kondisi iklim dimana bangunan akan ditempatkan, merupakan pemahaman dasar yang wajib dipahami oleh arsitek, mahasiswa arsitektur, atau masyarakat luas yang ingin mendesain sebuah bangunan. Bagaimana bangunan beradaptasi dengan kondisi iklim setempat sehingga pengguna bangunan bisa merasa nyaman tinggal di dalamnya. Buku ini merupakan kumpulan pendapat para ahli yang dikomparasi dengan hasil pengamatan terhadap bangunan tropis Indonesia khususnya pengamatan terhadap bangunan yang terletak di daerah Bali. Apa saja indikator yang harus dipenuhi dalam mendesain sebuah bangunan, bagaimana respon fisiologi terhadap kenyamanan, serta bagaimana hubungan kenyamanan thermal dengan tata kelola lingkungan, akan dibahas lebih lanjut dalam buku ini. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi mahasiswa arsitektur atau mahasiswa bidang ilmu lain, arsitek, maupun masyarakat yang ingin memperdalam konsep dasar kenyamanan termal pada bangunan iklim tropis.

41 namun adanya dugaan bahwa iklim di sekitar ruangan telah lama mempengaruhi kemampuan manusia. Auliciems dalam artikelnya di awal tahun 1970-an, berpendapat bahwa sebuah pamahaman yang sangat detail tentang pengaruh-pengaruh atmosferis terhadap produktivitas manusia dibutuhkan untuk mencapai kondisi suhu panas yang optimal (Auliciems 1972). Dalam kajian tentang proses secara fisiologis dan bentuk pengaturan panas yang terjadi pada para siswasekolah di UK, Auliciems menyimpulkan bahwa perubahan jenis-jenis iklim mempengaruhi kenyamanan dan efisiensi kerja. Dalam laporannya, pencapaian faktor kenyamanan berhubungan dengan kontrol seseorang terhadap keadaan di ruang kelas dan perbaikan konsep kuno dan masukan-masukan dalam tata cara berpakaian yang tepat (Auliciems 1972:138). Sebuah kajian seperti yang dilakukan oleh Auliciems, secara rutin memasukkan pengaruh iklim di sekitar sebagai satu macam hal yang mempengaruhi produktivitas manusia dan kenyamanan dalam ruangan. Namun, Givoni dalam bukunya Man, Climate and Architecture (= Manusia, Iklim dan Arsitektur) sebagai salah satu upaya nyata untuk memadukan penelitian terhadap kondisi fisik melalui penelitian-


42 penelitian fisiologis atas kenyamanan suhu panas. Givoni berpendapat bahwa ukuran standard desain berdasarkan pada teori Fanger tentang temuan atas persamaan sebuah kenyamanan diperlukan untuk mengatur dan melaporkan beraneka ragam peristiwaperistiwa lokal mengenai kondisi iklim di sekitar (Givoni 1976, 1998). Sementara itu Olgyay (1963), menentukan sebuah model ‚bio-climatic‛ dengan menggabungkan konsepkonsep biologis, meteorologis, dan teknik bangunan, dengan tujuan khusus untuk memandu praktek-pratek membangun dan tipe-tipe bangunan sebagai pedoman dalam iklim yang berbeda. Jenis-jenis ini dimaksudkan untuk melengkapi hal-hal dasar atas suhu panas dalam bangunan tertentu yang berada di wilayah iklim yang berbeda pula. Analisa sistem ‚bio-climatic‛ lainnya yang sangat luas, adalah melalui sebuah pendekatan yang berbeda, yang khusus mengkaji lingkungan tentang bagaimana menentukan dan mencapai kenyamanan dalam lingkungan perkotaan secara menyeluruh daripada hanya dalam gedung tertentu (Eliasson 2000, Golany 1996, Steemers 2003, Svennson dan Eliasson 2002).


43 2. Menentukan Kenyamanan dalam Lingkungan Perkotaan Golany (1996) berpendapat bahwa telah banyak literatur tentang permasalahan iklim dan desain bangunan tunggal yang terbit, dan hanya sedikit kontribusi yang fokus pada masalah tingkat perkotaan dan lingkungan. Sebagai konsekuensinya, ruangan di sekitar kurang mendapat perhatian dalam hal rancangan yang kurang baik tentang iklim dimana membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan manusia, kenyamanan ruangan dan kondisi sosial (Golany 1996). De Schiller dan Evans (1998) juga mencatat bahwa masalah perkotaan terhadap iklim yang sangat berbeda di seluruh dunia selalu didesain dengan cara yang sangat mengagumkan. Sehubungan dengan hal ini, para penulis menyarankan bahwa teoriteori tentang ilmu bumi dan perikliman di kota, dan pelajaran-pelajaran yang mengajarkan desain tata kota masyarakat pribumi, bisa digunakan untuk membantu pemahaman tentang kenyamanan dan akan menyediakan lebih baik lagi kebutuhan bagi para warga penghuni di kota-kota.


44 Sejumlah analisa lapangan belakangan ini berupaya untuk memperbaharui pengetahuan yang sangat jelas menurun, khususnya tentang pengaruh kenyamanan suhu panas pada lingkungan perkotaan. Steemers (2003), memikirkan bagaimana cara-cara masyarakat kota (misalnya: masalah kepadatan penduduk maupun jenis-jenis transportasi) dalam mempengaruhi pemahaman para pekerja tentang kenyamanan dan pola-pola pemakaian energi dengan jenis-jenis bangunan perkantoran yang berbeda. Dalam studinya tentang macam-macam kegiatan pada masyarakat kota di ruang terbuka, Zacharias CS (2001) menunjukkan bagaimana kombinasi perbedaan suhu, sinar matahari, kelembaban dan sensasi yang diakibatkan angin, serta tipe-tipe perbedaan tingkah laku yang muncul. Di lain hal, Svensson dan Eliasson (2002) melihat bagaimana suhu dibangkitkan oleh bermacam-macam perbedaan lingkungan perkotaan (misalnya area panas atau area yang dingin) mempengaruhi penggunaan energi dan kualitas udara. Lebih lanjut studi ini membahas tentang peran ruang ‚transisi‛, yang terbentuk mengelilingi iklim dalam ruangan maupun iklim di sekitarnya, dalam upaya


45 membentuk satu pemahaman akan sebuah kenyamanan (Jitkhjornwanich dan Pitts 2002). Literatur ini menawarkan pandangan yang penting dalam interaksi antara suasana dalam ruangan maupun di sekitarnya, dan antara bangunan-bangunan khusus kota-kota tempat dimana mereka hidup berdampingan. Hal ini juga menunjukkan bagaimana harapan dan pandangan tentang sebuah kenyamanan berkaitan dengan pergerakan manusia meneruskan masuknya rezim iklim-mikro yang berbeda ke dalam proses belajar sehari-hari – misalnya di rumah-rumah, halte bis, kereta api, mobil, ruangan-ruangan terbuka, serambi rumah dan di kantor-kantor. Dalam masingmasing lingkungan ini kebiasaan terhadap unsur kenyamanan dan metode evaluasi serta kontrol sangat besar perbedaannya. Meskipun berbeda dalam jangkauan dan bidangnya terhadap percobaan fisiologis yang dijelaskan lebih awal, banyak studi tentang iklim-mikro yang membagi ambisi untuk menentukan kondisi yang membuat orang-orang akan merasa nyaman dan mendesain lingkungan yang mengagumkan. Para desainer dan pembuat gagasan menggunakan model bio-iklim untuk


46 menyaring hal-hal tertentu dengan menyesuaikan ramalan kebutuhan tentang zona perkotaan tertentu, meskipun model-model ini membedakan bermacammacam iklim yang mereka anggap standar bagi kebutuhan manusia. Gagasan-gagasan penting dalam penelitian bidang antropologi dan arsitektur menganjurkan perlunya pemahaman tentang definisi dan tujuan sebuah kenyamanan dibutuhkan adanya proses inspeksi lebih dekat dengan beragam budaya dan masyarakat, faktor ekonomi dan masalah-masalah simbolik yang sangat penting bagi suasana dalam ruangan. C. Kenyamanan, Kesehatan dan Kesejahteraan Tujuan standard kenyamanan tertentu selalu didasarkan atas pertimbangan persoalan-persoalan vital terhadap perawatan kesehatan manusia (yaitu sebagai keseluruhan rasa terhadap kebutuhan jasmani, rohani dan kesejahteraan masyarakat). Namun, gagasan-gagasan tentang kondisi-kondisi (seperti: sosial, lingkungan dan ekonomi) yang tentu memerlukan terwujudnya tubuh-tubuh yang sehat atau dasar pola pikir yang berbeda-beda.


47 D. Polusi udara dalam ruangan, Kenyamanan dan Kesehatan Metode yang digunakan pada ukuran suhu panas dan dingin dalam ruangan telah mendatangkan adanya penelitian yang cermat dan seksama di seluruh dunia. Banyak penelitian yang dilakukan oleh pakar epidemiologi bertujuan untuk ruangan dan jenis-jenis keadaan, jenis-jenis penyakit dan kematian yang terjadi. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Ezzati dan Kammen (2001) mengukur sejauh mana akibat-akibat dari pencahayaan terhadap polusi udara di dalam ruangan dari ruang pemanas yang berpengaruh terhadap infeksi pernafasan akut yang berkembang di banyak negara. Kajian lain seperti yang dilakukan oleh Jaber dan Peobert (2001) menguji bagaimana peningkatan penggunaan pembakaran yang terbuka dan kompor yang portable (= mudah dibawa), Jordan telah menitikberatkan pada peningkatan jumlah orang yang meninggal setiap tahunnya akibat penghirupan asap dan polusi gas. Potensi hubungan yang sangat erat antara sistem AC dan penyakitpenyakit yang diderita oleh para anggota legiun di daerah lain yang sangat menarik perhatian (Fisher – Hoch dkk 1981, Hedges dan Roser 1991). Sementara itu Larson dan Rosen, telah menguji kemampuan ekonomi dan kecenderungan para rumah tangga dalam mengembangkan


48 wilayahnya untuk menjadikan bahan masukan dalam rangka mengurangi akibat dari polusi udara dalam ruangan (Larson dan Rosen 2002). Bersamaan dengan studi ini, tingkat kebutuhan untuk memperluas pemahaman makna nyaman melalui hasil kualitas dari kedua unsur panas dan suasana dalam ruangan. Akibat khusus pada sebuah bangunan yang ‚baik‛ tergantung pada penilaian terhadap lingkungan secara keseluruhan dan seberapa besar penghuni dapat beradaptasi pada resiko perubahan pemandangan yang terus-menerus. Para ahli bangunan dan ahli medis membalikkan perhatian mereka pada fenomena zaman modern, misalnya: SBS atau Sick-Building Syndrome (= Sindrom munculnya sakit), kontroversi yang selalu dipadukan dengan ventilasi buatan di gedung-gedung perkantoran (Clements – Croome 2000, Kroeling 1988, Wargocki dkk 2002). Kroeling membandingkan sejumlah hasil survei tentang kekacauan dan keluhan terhadap masalah kenyamanan, kesejahteraan dan kesehatan dalam bangunan-bangunan ber-AC. Hasilnya menunjukkan bahwa, perbandingan mengontrol kajian terhadap kebiasaan-kebiasaan bangunan yang tidak teratur,


49 menimbulkan kecaman yang sangat keras bagi lingkungan ber-AC yang cenderung semakin sering terasa dingin, tenggorokan kering, sakit kepala dan gangguan iritasi. Para responden juga melaporkan bahwa hal ini membawa pengaruh diakibatkan tidak dapat membuka jendela, dan akibat dari aliran udara yang kering dan panas (Kroeling 1988). Wargocki dkk (2002) meninjau masalah-masalah ilmiah tentang efek dari ventilasi di rumah-rumah yang sehat, nyaman dan sangat produktif terhadap suasana ruangan yang jauh dari masalah industri (misalnya: di perkantoran, sekolah-sekolah dan perumahan). Berdasarkan bukti-bukti yang mendasari permasalahan bidang fisiologi dan epidemiologi belakangan ini, menyarankan bahwa kebutuhan ventilasi dan kualitas udara dapat menambah banyaknya standard-standard bangunan menjadi tidak memadahi dan mengakibatkan meningkatnya resiko terhadap simptom SBS (Wargocki dkk 2002). Sebuah penjelasan alternatif yang disampaikan oleh Raw (1992), berpendapat bahwa fenomena seperti SBS bisa lebih erat kaitannya dengan persepsi orang-orang tentang kontrol yang melebihi suasana dalam ruangan.


50 Saunders (2002) berpendapat bahwa suasana dalam ruangan yang ‚tidak sehat‛ lebih mengacu pada masalah sosial dan politik daripada persoalan-persoalan psikologis dan persoalan jasmaniah. Dengan adanya istilah kiasan boiled frog syndrome (= sindrom katak rebus), beliau mengklaim bahwa manusia dalam permasalahannya menuntut kenyamanan yang lebih besar, diciptakannya dengan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja yang cenderung tidak sehat. AC dipilih khusus dalam upaya untuk menghindar dari bahaya-bahaya tertentu, sehingga dipadukan dengan konstruksi kotak yang tersegel yang dapat makin memperburuk kesehatan dan masalahmasalah lingkungan, baik lingkungan dalam ruangan maupun sekitarnya. Dalam hasil kajian Saunders ini, banyak harapanharapan dari para konsumen yang mampu mengendalikan perubahan terhadap kenyamanan dan mengkonstruksikan kondisi-kondisi bangunan yang tidak sehat. Penelitianpenelitian di bidang sosial-ekonomi terhadap kekurangan bahan bakar atau faktor pemberian kehangatan menganjurkan bahwa terdapat sejumlah besar perbedaan dalam upaya meningkatnya kontrol terhadap praktek


51 latihan kelompok masyarakat yang berbeda atau pilihan melebihi suasana yang terjadi dalam ruangan mereka. E. Kenyamanan dan Perubahan Iklim Shove (2002) menegaskan bahwa menjaga standar kenyamanan suhu ruangan, seperti mengabadikan sinyalsinyal yang dihasilkan oleh organisasi-organisasi seperti ASHRAE, mengarahkan masyarakat untuk tidak mendukung model-model penggunaan energi yang membahayakan. Jika respon-respon terhadap iklim dapat merubah maksud yang orang-orang di seluruh dunia mengharapkan supaya rumah mereka lebih sejuk atau hangat untuk menciptakan suasana ruangan yang seragam, maka dengan keadaan demikian akan makin memperparah masalah. Di balik semua ini, para pakar sosial dan bangunan mulai untuk menguji kembali standar kenyamanan dan harapanharapan kenyamanan secara alami. Pretlove dan Dreszczyn (1998) menjelaskan bahwa bangunan-bangunan didesain untuk iklim tertentu, belum lagi mereka selalu memiliki kesempatan hidup selama lebih dari 100 tahun. Kedua pakar ini menyampaikan bahwa banyak bangunan-bangunan yang didirikan tidak akan bertahan lama untuk memenuhi standard kenyamanan suhu panas pada iklim yang berubah-ubah dan hanya


52 standard desain barulah yang mengijinkan bangunanbangunan itu beroperasi sesuai dengan kondisi iklim yang dibutuhkan. Teknologi-teknologi atau ciri-ciri desain belakangan ini diukur berdasarkan efisiensi yang minimal mampu memenuhi standard ke depan. Orme, dkk (2003) menyatakan bahwa pengaturan-pengaturan bangunan belakangan ini menduduki tingkat yang tinggi dalam hal penyekatan dan udara yang kencang menyebabkan panas yang berlebihan di masa mendatang. Sebagai konsekuensinya, alat pendingin buatan akan dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan panas. Penelitian yang dilakukan oleh Babcock dan Irving menunjukkan tanda-tanda desain ‚pasif‛, seperti rumah-rumah kaca, yang selalu sejuk di musim panas dan hangat di musim dingin. Konsumsi energi diharapkan dapat melengkapi ruangan-ruangan ini, misalnya dengan semakin meningkatkan dasar-dasar kebutuhan di masa mendatang (Babcock dan Irving 2003). Garvin, dkk meneliti kemungkinan dorongan iklim yang dapat merubah suasana nyaman dalam bangunan dan bagi kesehatan para penghuninya. Salah satu hal yang mencuat adalah meningkatnya suhu dan semakin lembabnya lingkungan akan meningkatkan resiko infeksi


53 terhadap ketahanan udara (seperti yang dialami oleh para anggota legion) atau mengkontribusikan lebih jauh untuk melaporkan insiden-insiden terjadinya SBS (Sick-Building Syndrome) (Garvin dkk 1998). Kajian penelitian terhadap peristiwa-peristiwa yang ekstrim, seperti arus gelombang panas, pandangan-pandangan terhadap masalah kesehatan, sosial dan aturan-aturan tekhnis yang mungkin dibutuhkan untuk mengatasi terjadinya perubahan iklim dan menyatakan bahwa terjadi perubahan di tingkat lembaga dan infrastruktur akan sangat dibutuhkan (Klinenberg 2002). Para ahli mekanik dan ahli ekonomi mengembangkan model-model yang diperkirakan dapat mencoba menilai masalah-masalah perubahan iklim dalam ruangan secara global (Cullen 2001, Pretlove dan Oreszczyn 1998). Dalam menggabungkan hasil dari model-model ini, dengan adanya perbedaan ekonomi, sosial dan rekayasa teknologi, para penulis menyatakan bahwa kondisi ruangan akan sangat perlu untuk melengkapi segala sesuatunya di masa yang akan datang (termasuk aturan-aturan standard kenyamanan sesuai dengan perkembangan jaman). Dalam membentuk strategi-strategi dan respon yang mungkin terjadi dan berangsur-angsur berubah sebagai rasa hormat atas peristiwa-peristiwa yang sangat tiba-tiba dan ekstrim,


54 timbullah perdebatan bahwa pengurangan pola-pola standard mungkin yang dibutuhkan. Untuk lebih merubah langkah yang berangsur-angsur tersebut, jangkauan terhadap proses adaptasi tampak lebih luas.


55


56 A. Respon Fisiologi Terhadap Penghawaan Bila diperhatikan internal climate suatu ruangan, selama masih batas kenyamanan maka akan tidak ada masalah, namun jika sudah berada di luar batas kenyamanan maka akan menjadi masalah. Ketidaknyamanan dapat menjadi sebuah gangguan atau bahkan menimbulkan efekefek psikologis ataupun salah satu nyeri fisiologi tergantung pada tingkat dari proses pertukaran panasnya. Ketidaknyamanan akan mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia. Menurut Grandjean (1986) kondisi panas sekeliling yang berlebihlebihan akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang lebih sedikit. Sebaliknya, kondisi dingin yang berlebih-lebihan akan mengakibatkan rasa malas untuk beristirahat, yang mana akan mengurangi kewaspadaan dan konsentrasi, terutama berhubungan dengan pekerjaan yang menuntut kesiapan mental. Dalam hal ini stimulasi tubuh manusia untuk melakukan aktivitas yang akan menghasilkan internal heat yang lebih tinggi. Jika dirunut perpindahan panas (heat


57 transfer) pada tubuh manusia ada tiga cara seperti ditunjukkan pada gambar berikut. 1. Perpindahan panas konduktif (Conductive heat transfer) adalah perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui kontak (sentuhan). Ketika tangan kedinginan, tangan memegang gelas berisi minuman hangat, sebaliknya, di saat panas suka bertelanjang kaki di atas lantai yang sejuk. 2. Perpindahan panas konvektif (Convective heat transfer) adalah perpindahan panas dari benda lebih panas ke benda yang kurang panas melalui aliran angin (atau zat alir lainnya). Jika kegerahan, maka akan mengipas tubuh kita. 3. Perpindahan panas radiatif (Radiative heat transfer) adalah perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas dengan cara pancaran. Jika merasa panas berada di bawah atap seng saat matahari terik, walaupun banyak angin. Hal ini karena suhu seng jauh di atas suhu tubuh manusia sehingga seng memancarkan panasnya ke tubuh manusia. 4. Perpindahan panas evaporatif (Evaporation heat transfer), hilangnya panas dengan proses keluarnya


58 keringat terjadi karena keringat di bagian kulit tersebut menguap/evaporasi. Menguapnya keringat akan mengkonsumsi energi panas laten, yang jumlahnya sebanyak 0,58 kcals per gram air yang menguap. Gambar 8. Perpindahan panas antara tubuh dan lingkungan Tubuh manusia mempunyai sistem kontrol untuk menjaga temperatur inti manusia (core temperature) yang berada pada kisaran 37º, yaitu temperatur pada bagian tubuh manusia (jantung, otak dan organ dalam lainnya). Perubahan temperatur yang besar akan berpengaruh terhadap performansi yang dilakukan manusia. Temperatur pada bagian tubuh lainnya (temperatur pada kulit) nilainya bervariasi antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Seperti pada bagian jari kaki temperatur kulit adalah 25ºC,


59 kaki dan lengan bagian atas pada 31ºC, dan pada dahi sekitar 34ºC. Ketika tubuh menjadi sangat panas maka darah mengalir ke permukaan kulit untuk mempertahankan temperatur inti. Jika proses tersebut belum cukup untuk mempertahankan temperatur inti maka tubuh akan mengeluarkan keringat untuk meningkatkan penurunan panas lewat penguapan. Ketika berada pada lingkungan dengan temperatur lebih dingin, dengan cepat kulit akan kehilangan panas pada bagian lapisan luar. Untuk itu akan terjadi adaptasi permukaan tubuh untuk menaikkan keseluruhan panas tubuh. Proses adaptasi tubuh manusia pada dasarnya merupakan proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan. Pertukaran panas dapat berlangsung melalui empat cara, yaitu radiasi (radiation/R), konveksi (convection/C), konduksi (Conduction/K), dan penguapan (Evaporation/E) (Kroemer, at all 1994). Bekerja pada lingkungan kerja dengan kondisi yang nyaman merupakan keinginan setiap pekerja dalam melakukan aktivitasnya. Bekerja pada kondisi yang nyaman dapat meningkatkan produktivitas kerja. Hanya saja saja kondisi nyaman biasanya tidak terlalu disadari, dan baru


60 akan terasa ketika kondisi mulai bergeser dari batas kenyamanan. Perbedaan antara temperatur tubuh manusia dan temperatur lingkungan sekelilingnya akan menimbulkan pertukaran panas. Secara otomatis tubuh akan melakukan langkah-langkah untuk mengembalikan temperatur pada keseimbangannya. Pertukaran panas mengikuti hukum termodinamika II dimana suatu unsur yang lebih tinggi temperaturnya akan ditransfer ke objek lain yang mempunyai temperatur yang lebih rendah. Seperti ditunjukan pada gambar berikut, menunjukkan tiga daerah kesetimbangan panas. Kenyamanan seseorang pada dasarnya tidak hanya ditentukan oleh keseimbangan panas. Kenyamanan harus pula melihat empat faktor di atas yang mempunyai andil yang cukup besar dalam menciptakan keadaan nyaman dalam suatu lingkungan kerja. Data yang diambil dari subjek penelitian dihasilkan suatu acuan mengenai iklim efektif yang mengkombinasikan beberapa komponen iklim. Kombinasi ini dikenal sebagai effective temperature (ET), yang merupakan refleksi kombinasi dari dry temperature, wet temperature, dan pergerakan udara (air movement), dengan berbagai tingkat aktivitas dan pakaian (Kroemer, et


61 al., 1994). effective temperature digambarkan sebagai berikut : Gambar 9. Diagram temperatur efektif Sumber: Houghton dan Yahlou (1923) dalam Lippsmeier (1994) dan Kroemer (1994) Kenyamanan yang dihasilkan dari suhu udara dan kelembaban dapat ditentukan dengan zona nyaman (Comport Zone), yaitu daerah dalam bioklimatik chart yang menunjukan kondisi komposisi udara yang nyaman secara termal. Kenyamanan termal tidak dapat diwakili oleh satu


62 angka tunggal karena kenyamanan tersebut merupakan perpaduan dari enam faktor. Namun sebagai pedoman kasar, kenyamanan termal untuk tropis lembab dapat dicapai dengan batas-batas 24ºC < T < 26ºC, 40% < RH < 60%, seperti terlihat dalam gambar 4. diagram tersebut memperlihatkan hubungan dari empat variabel iklim utama yang menentukan kenyamanan manusia. Dengan menggambarkan suhu dan kelembaban nisbi, dapat ditentukan kondisi nyaman, terlalu panas atau terlalu dingin. Kondisi nyaman terlihat pada zona nyaman, kondisi panas terletak diatas puncak zona nyaman sedangkan kondisi terlalu dingin berada dibawah dasar zona nyaman (Arens et.al.pada buku G.Z. Brown, 1994 : 35). Gambar 10. Diagram bioklimatik Sumber : G.Z. Brown, 1994


63 Pada tabel 4 ditampilkan hubungan aktivitas dengan kecepatan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tabel 4. Aktivitas dan kecepatan metabolisme No. A k t i v i t a s Metabolisme Watt /m2 1. Berbaring 0,8 46 2. Duduk tenang 1,0 58 3. Tukang jam 1,1 65 4. Berdiri santai 1,2 70 5. Aktivitas biasa (kantor, rumah tangga, sekolah, lab) 1,2 70 6. Menyetir mobil 1,4 80 7. Pekerja grafis, tukang jilid 1,5 85 8. Berdiri, aktivitas ringan (belanja, lab, industri ringan) 1,6 93 9. Guru, mengajar di depan kelas 1,6 95 10. Kerja rumah tangga (mencukur, mencuci, 1,7 100


64 berpakaian) 11. Berjalan didataran, 2km/ jam 1,9 110 12. Berdiri, aktivitas sedang (penjaga toko, rumah tangga) 2,0 116 13. Industri bangunan, memasang bata (bata 15,3 kg) 2,2 125 14. Berdiri mencuci piring 2,5 145 15. Kerja rumah tanggamengumpulkan daun dihalaman 2,9 170 16. Kerja rumah tangga-mencuci dengan tangan dan menyetrika (120-220 W/m²) 2,9 170 17. Besi dan baja-menuang, mencetak 3,0 175 18. Industri bangunanmembentuk cetakan 3,1 180 19. Berjalan di dataran, 5 km/ jam 3,4 200 20. Kehutanan-memotong dengan gergaji satu tangan 3,5 205


65 21. Pertanian-membajak dengan kuda 4,0 235 22. Industri bangunan-mengisi pencapur semen dengan spesi dan batu 4,7 275 23. Olah raga-meluncur di atas es, 18 km/ jam 6,2 360 24. Pertanian-menggali dengan cangkul (24 angkatan/ menit) 6,5 380 25. Olah raga-ski di dataran 8 km/ jam 7,0 405 26. Kehutanan-bekerja dengan kampak (2 kg, 33 ayunan/ menit) 8,6 500 27. Olah raga-lari 15 km/ jam 9,5 550 Sumber: www. Innova.dk Pakaian menjadi sangat penting dalam lingkungan dingin untuk mengurangi pengaruh kesehatan dan performansi lingkungan kerja. Suhu lingkungan antara 20 - 25ºC akan dapat mempertahankan performansi dan


66 kenyamanan. Sedangkan suhu lingkungan dibawah 15ºC akan terasa tidak nyaman. Disamping itu performansi akan sangat tergantung pada lama waktu tugas yang dijalankan, seperti terlihat pada tabel 5. berikut. Tabel 5. Pakaian dan Clothing value D e s k r i p s i Clo Resista n M20C/ W 1. Pakaian dalam, celana Celana dalam pendek sekali Celana dalam pendek Celana dalam Celana kaki ½, wool Celana kaki panjang 0,02 0,03 0,04 0,06 0,10 0,003 0,005 0,006 0,009 0,016 2. Pakaian dalam, baju Bra Baju tanpa lengan Oblong Baju lengan panjang Half-slip,nylon 0,01 0,06 0,09 0,12 0,14 0,002 0,009 0,014 0,019 0,022 3 Baju Tube top Lengan pendek Blus ringan, lengan panjang Baju ringan, lengan panjang Baju normal, lengan panjang Baju flanel, lengan panjang Lengan panjang, blus kerah 0,06 0,09 0,15 0,20 0,25 0,30 0,34 0,009 0,029 0,023 0,031 0,039 0,047 0,053


67 tinggi 4 Celana Celana pendek Celana pendek selutut Celana panjang ringan Celana panjang normal Celana panjang flanel Celana terusan 0,06 0,11 0,20 0,25 0,28 0,28 0,009 0,017 0,031 0,039 0,043 0,043 5 Baju bengkel terusan Harian, dengan sabuk Kerja 0,49 0,50 0,076 0,078 6 Baju bengkel dengan isolator panas Terdiri atas beberapa komponen, Berisi Fibre-pelt 1,03 1,13 0,160 0,175 7 Sweater Tanpa lengan Sweater tipis Lengan panjang, berkerah (tipis) Sweater Sweater tebal Lengan panjang, berkerah (tebal) 0,12 0,20 0,26 0,28 0,35 0,37 0,019 0,031 0,040 0,043 0,054 0,057 Sumber: www. Innova.dk


68 Kebutuhan peningkatan kecepatan udara untuk mengkompensasi kenaikan temperatur udara kering agar tingkat kenyamanannya tetap terpelihara dapat dilihat pada gambar 11 berikut. Gambar 11. Diagram kebutuhan peningkatan kecepatan udara untuk kompensasi kenaikan temperatur udara kering. Sumber : SNI 03-6572-2001 B. Respon Fisiologi Terhadap Pencahayaan Pada dasarnya hampir semua pekerjaan akan melibatkan fungsi indera penglihatan. Para pekerja dalam melakukan aktivitas kerja harus dapat dengan jelas melihat objek yang dikerjakan, peralatan dan tempat sekitarnya. Pencahayaan yang diatur dengan baik akan menciptakan


69 lingkungan kerja yang nyaman, menyenangkan dan menghasilkan performansi kerja yang tinggi. Dalam suatu lingkungan kerja, faktor cahaya ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam produktivitas kerja. Pengaturan cahaya dalam ruang kerja akan memberikan jaminan keamanan, kenyamanan dan keselamatan kerja. Pencahayaan yang kurang memadai atau terlalu kuat dan terutama yang menyilaukan seringkali menjadi penyebab ketidak efisiensinya persepsi visual manusia, bahkan dapat mengakibatkan fatigue, sakit kepala, pusing, dan meningkatkan resiko kecelakaan. Grandjean (1986) menyatakan pencahayaan yang tidak dirancang dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan didaerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indera mata, dan sebagainya. Gangguan kelelahan penglihatan selama kerja akan berpengaruh pada penurunan performansi kerja. Kebutuhan pencahayaan yang baik semakin diperlukan ketika melakukan aktivitas kerja yang membutuhkan


70 tingkat ketelitian yang tinggi. Pencahayaan yang baik mempunyai beberapa keuntungan diantaranya dapat mengurangi kesalahan, mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Sanders & McCormic (1987) menyebutkan bahwa dari 15 perusahaan yang diteliti seluruhnya menunjukkan kenaikan hasil kerja antara 4 – 35 %. Grandjean (1986) menyebutkan ada 4 ciri utama pencahayaan yang baik, yaitu cahaya yang cukup, cahaya yang tidak silau, derajat kontras, dan terangnya cahaya (brightness). Untuk memastikan objek yang akan dilihat maka diperlukan cahaya yang cukup. Cahaya yang kurang akan lebih terasa jika melihat objek yang bergerak. Untuk melihat objek yang bergerak jelas dibutuhkan cahaya yang cukup, sehingga untuk memastikan objek yang dilihat waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat. 1. Sumber cahaya Sumber cahaya bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Contoh cahaya yang langsung dari sumber sinar adalah sinar matahari, cahaya pijar, lampu pijar, dan sebagainya. Sedang cahaya tidak langsung merupakan dari suatu benda atau bidang. Suatu sumber sinar yang mengenai suatu benda kemudian dipantulkan hingga mengenai mata dan dari


71 sinar yang terpantul didapatkan suatu persepsi visual tentang apa yang ada disekitar. Matahari merupakan sumber cahaya alamiah yang mempunyai intensitas cahaya lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya langsung lainnya. Cahaya pijar berasal dari objek yang dipanasi yang memancarkan radiasi elektromagnetik. Sebagai contoh, sebuah bola hitam yang pekat di tempatkan pada ruangan dengan temperatur normal maka tidak ada efek cahaya, akan tetapi jika bola tersebut di panasi maka akan berubah warna dan terjadi cahaya. Bola lampu yang biasa digunakan adalah contoh dari lampu pijar. Prinsip kerja lampu pujar sangat berbeda dengan cahaya pijar. Cahaya pijar yang dipancarkan berasal dari katoda yang dipasang pada ujung yang satu dan diberi tekanan gas sampai pada anoda yang dipasang pada ujung lainnya. Gas yang umum digunakan adalah mercury dan sodium. Mercury digunakan pada cahaya pijar dan sodium digunakan pada penerangan jalan yang menghasilkan cahaya kuning. 2. Sistem Penglihatan Mata sebagai alat visual akan dapat memberi persepsi visual bila mendapat rangsangan dari cahaya.


72 Mata merupa-kan aksi dari organ reseptor (penerima), yang menangkap energi dari lingkungan dalam bentuk gelombang cahaya dan mengubah energi tersebut menjadi sesuatu yang sangat berarti sehingga mendapatkan persepsi visual (Grandjean, 1986). Persepsi visual sangat tergantung pada situasi tertentu. Cahaya yang kurang atau terlalu terang, cahaya yang menyilaukan, kekontrasan merupakan beberapa penyebab perbedaan persepsi visual. Skema proses visual manusia dapat dilihat pada gambar 5. Alat visual manusia pada dasarnya terdiri dari 3 elemen yaitu mata, otot mata dan saluran saraf. Proses visual manusia yang dilakukan dapat dijabarkan bahwa gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui cornea dan lensa mata, kemudian diterima dan jatuh pada photoreceptors yang ada di retina. Retina terdiri dari dari photoreceptors dan syaraf untuk mentransform cahaya ke dalam signal (ajakan) syaraf yang dapat dikirimkan ke otak untuk diproses. Sebagian besar photoreceptors pada retina adalah rods yang peka terhadap warna hitam dan putih. Photoreceptors lain yang peka terhadap bermacam warna adalah cones. Cones terkonsentrasi di pusat dari


73 retina, tepat di belakang lensa, berperan memberikan ketajaman penglihatan khususnya dalam deteksi warna. Di tempat ini energi cahaya itu dirubah menjadi ajakan syaraf yang mencapai otak melalui syaraf optik. Ajakan baru dilepaskan dalam bentuk sejumlah simpul. Sebagian dari ajakan tersebut dibawa ke pusat pengendalian otot mata. Atas dasar informasi umpan balik yang datang maka mata secara terus menerus menyesuaikan diri untuk tugas melihat. Gambar 12. Skema proses visual Sumber : Tayyari & Smith (1997) Mata manusia dapat disamakan dengan kamera photo, yang bagian-bagiannya dapat disebutkan sebagai berikut : A v


74 a. Retina yang dikaitkan dengan film, sebagai tempat dimana gambaran objek jatuh; b. Kornea, lensa, dan pupil secara bersama-sama dipersamakan dengan proses pemfokusan; dan c. Iris yang dihubungkan dengan diafragma pada kamera. Anatomi mata manusia dapat ditunjukkan oleh gambar 13 berikut : Gambar 13. Anatomi mata manusia Sumber : Tayyari & Smith (1997) Keterangan: A= Gelemaca, B= Kanta, C= Kornea, D= Pupil, E= Iris, F= Sklera, G= Saraf optik, H= Retina


75 3. Luminous Intensity dan Luminous Flux Lumination intensity disebut pula candlepower adalah sejumlah cahaya yang terpancar dari sumber cahaya dalam arah yang spesifik dan diukur pada sumber cahaya (Tayyari & Smith, 1997). Satuan untuk luminous intensity adalah candela atau candle (cd). Lumination flux sering disebut juga luminous energy adalah tingkat waktu cahaya yang mengalir dari sumber cahaya yang dipancarkan pertama kalinya dalam segala arah. Satuan untuk luminous flux adalah lumen (lm). Lampu pijar mempunyai efisiensi 17 – 23 lm per watt, sedang lampu fluorescent atau tube mempunyai efisiensi 50-80 lm per watt. Sebagai contoh lampu pijar 100 watt akan memancarkan kira-kira 1700 lm, sedangkan lampu fluorescent 40 watt akan memancarkan sekitar 3200 lm. 4. Illuimination Level Illuimination level dapat didefinisikan sebagai kadar atau sejumlah aliran sinar jatuh ke suatu permukaan/objek (Tayyari & Smith, 1997). Satuan untuk Illuimination level yang banyak digunakan sekarang menurut sistem internasional adalah Lux (lx) atau lumen (lm) per meter persegi. British System sering


76 menggunakan satuan foot-candles (fc). 1 fc setara dengan 1 lm. ft. Satu 12,5664 lm. Illuimination level pada jarak (d) dari sumber cahaya dapat diformulasikan sebagai berikut : Illuminatio = (1) Dimana d adalah radius bidang yang mengelilingi sumber cahaya, dan 4.d 2 adalah permukaan area bidang tersebut. Karena 4 lm setara dengan 1 cd, maka rumus diatas dapat disederhanakan sebagai berikut: Illumination = (2) Contoh perhitungan Illumination: Sumber cahaya memancarkan 1000 lm pada suatu bidang permukaan seluas 1 m2 dan 1 m dari sumber cahaya, maka tingkat Illumination adalah: Candlepower or lumious flux (dalam lumen) 4.d2 Candlepower or lumious flux (dalam cd) d 2


77 Illumination = =79,6 lux Jika permukaan benda berlokasi pada 2 m dari sumber cahaya tingkat Illumination adalah sebesar: Illumination = =19,9 lux 5. Luminansi Luminansi adalah suatu kadar cahaya yang dipantulkan dari suatu permukaan sebuah objek (Grandjean, 1986). Luminansi dapat diukur dengan suatu light meter yang ditunjukkan atau diarahkan pada permukaan. Karena bersifat refleksi dari suatu sumber cahaya maka luminansi sangat bergantung dari sumber dan refleksi dari objek. Satuan dari luminansi adalah Apostilb (asb) atau Stilb (Sb). 1 asb sama dengan 0,314 candela (cd) per meter persegi. Sedang 1 Sb sama dengan 10.000 cd per meter persegi atau 31416 asb. Satuan asb bisa digunakan sebagai ukuran cahaya pantulan dari objek, seperti dinding, furniture, langitlangit, lantai, sedangkan stilb merupakan satuan untuk 1000 lm 4.12 1000 lm 4.22


78 sumber cahaya, seperti cahaya bulan, lilin, lampu minyak, lampu pijar, dan sebagainya. 6. Daya Pantul (Reflectance) Daya pantul merupakan ukuran banyaknya cahaya yang dipantulkan di atas permukaan. Daya pantul merupakan rasio antara luminansi dari permukaan dengan intensitas cahaya di atas permukaan. Permukaan benda yang berwarna putih sempurna tidak akan menyerap sinar, dan mempunyai daya pantul 100%. Sebaliknya permukaan warna hitam pekat akan menyerap sinar dengan sempurna, oleh karenanya mempunyai daya pantul 0%. Akan tetapi kenyataanya sebagian besar permukaan benda mempunyai daya pantul antara 5 sampai 95%. 7. Kontras Kontras adalah ukuran perbedaan luminansi antara target dan latar belakangnya. Rasio perbandingannya dapat dirumuskan sebagai berikut : Kontras = x 100 …………....(5) Lb - Lt Lb


79 Lt dan Lb masing-masing adalah lumunansi dari target dan latar belakang. Nilai kontras bisa positif dari 100% sampai 0% untuk target lebih gelap dibanding latar belakangnya. Jika target lebih terang dari latar belakangnya nilai bergerak dari nol sampai dengan minus tak terhingga. 8. Kemampuan Visual Kemampuan visual atau performansi visual adalah hubungan antara cahaya dan penglihatan. Performansi visual mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap performansi psychomotor. Kemampuan visual yang buruk seringkali menyebabkan fatigue. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan visual dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologi dan faktor fisik. Faktor fisiologi yang mempengaruhi kemampuan visual antara lain ketajaman visual, bidang visual, akomodasi, adaptasi, usia dan beberapa faktor yang lain. a. Ketajaman visual Ketajaman visual merupakan kemampuan mata untuk dapat membedakan antara hitam dan putih secara lebih dalam. Ketajaman visual dapat dievaluasi dengan ophthalmologists yang menggunakan bagan


80 snellen letter. Bagan terdiri dari beberapa baris huruf dengan ukuran yang semakin kebawah semakin kecil. b. Bidang visual Bidang visual adalah area yang nampak, bidang visual dapat dibagi menjadi : (1) area fokus maksimum dengan sudut vertikal 1º; (2) bidang menengah (middle field) dengan sudut vertikal 40º; dan (3) bidang luar dengan sudut vertikal 40º - 70º. Dengan middle field, tidak mungkin didapatkan penglihatan yang tajam, namun pergerakan jelas, dan mata bergeser sangat cepat dari satu objek ke objek yang lain. c. Akomodasi Mata Yang dimaksud akomodasi adalah suatu tindakan untuk memfokuskan objek pada jarak yang bervariasi (Kroemer,et al 1994). Jika terdapat dua buah objek yang ada didepan mata dengan jarak yang berbeda, yang satu sangat dekat dengan mata, sedang yang lain jauh dengan mata, maka tidak akan dapat melihat keduanya dengan jelas secara bersamaan. Melihat objek yang dekat dengan jelas jika memfokuskan pada benda tersebut, sedangkan benda yang jauh akan terlihat kabur. Sebaliknya jika memfokuskan pada benda yang


81 jauh maka benda tersebut akan tampak jelas, namun benda yang ada di dekat justru menjadi kabur. Akomodasi akan tercapai dengan merubah kelengkungan lensa mata, dengan menggunakan otot getar yang mengelilingi lensa. Jika melihat objek dengan jarak yang cukup jauh, maka otot getar akan mengendor lengkungan lensa sampai sinar sejajar masuk dan memusat pada retina, sehingga objek yang jauh akan jatuh pada fokus. Jika objek yang jauh tadi bergerak mendekat dan diinginkan ojek tersebut tetap pada fokus, secara otomatis otot getar akan mengencang dan lengkungan lensa akan bertambah. Dengan demikian jika suatu objek semakin dekat maka tegangan otot getar akan semakin besar. Sebaliknya jika objek semakin jauh maka tegangan otot getar akan menurun. Bertambahnya usia seseorang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap daya akomodasi. Semakin bertambah usia maka lensa mangalami penurunan fleksibilitas sehingga pemfokusan pada objek yang dekat menjadi lebih sulit, titik dekat (the near point) akan menjauhi mata. Titik dekat adalah titik yang paling dekat yang dapat difokus oleh seseorang.


82 Titik dekat ini dapat dipakai untuk mengukur daya akomodasi. Seorang remaja umur 16 tahun mempunyai titik dekat kira-kira 8 cm, sedang seseorang dengan usia 40 tahun mempunyai titik dekat sekitar 23 cm, dan seseorang dengan usia 50 tahun ke atas mempunyai titik dekat sekitar 50 cm, dan akan terus bertambah sejalan dengan usianya. Oleh sebab itu semakin bertambah usia seseorang ketika membaca sebuah buku maka buku tersebut akan dijauhkan. Orang yang mempunyai jarak titik dekat melebihi 25 cm orang tersebut mengalami presbiop. Berkurangnya daya akomodasi dan kondisi presbiop, dapat diperbaiki dengan bantuan kacamata plus yang akan mendekatkan lagi titik dekatnya. d. Adaptasi Adanya perubahan kondisi tingkatan cahaya memerlukan adaptasi retina mata yang peka cahaya. Jika pada suatu hari masuk ke gedung tanpa adanya penerangan di dalamnya maka sesaat setelah ada di dalam gedung semuanya nampak sangat gelap. Sebaliknya jika pada waktu malam yang gelap kena sorot mobil yang mengarah pada mata maka yang terjadi adalah kondisi yang silau. Proses kepekaan atau


83 kemampuan untuk melihat baik atas perubahan tingkat cahaya dinamakan adaptasi. Adaptasi dibedakan menjadi adaptasi dari terang ke gelap (dark adaptation) dan adaptasi dari gelap ke terang (light adaptation). Proses adaptasi dari terang ke gelap berlangsung sangat lambat. Jika perubahan tingkat cahaya yang terjadi sangat besar maka adaptasi yang dilakukan semakin panjang. Proses adaptasi pada perubahan cahaya siang hari ke dalam gedung yang sangat gelap (dark adaptation) baru dimulai pada beberapa menit setelah berada pada kondisi gelap dan mulai melihat objek dan bentuknya meski samarsamar. Adaptasi awal berlangsung sekitar 15-30 menit dan baru tercapai seutuhnya setelah satu jam atau lebih lama lagi (Tayyari & Smith, 1997). Sedang pada adaptasi dari gelap ke terang berlangsung lebih cepat dan hanya membutuhkan beberapa menit saja. 9. Pengaturan Pencahayaan a. Cahaya yang menyilaukan (glare) Silau adalah suatu kondisi dimana cahaya yang berlebihan mengarah pada mata dan hal tersebut dapat mengganggu proses melihat suatu objek. Pada tahap ringan, secara visual silau tidak begitu mengganggu,


84 hanya saja jika berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan kelelahan dan sakit kepala. Sumber cahaya yang silau diantaranyaadalah lampu yang tidak menggunakan pelindung yang dipasang terlalu rendah, atau dilindungi secara tidak tepat, juga cahaya pantul dari benda yang karena sifat dan pembawaan dari benda yang kena cahaya (benda yang mengkilap, licin, halus, atau berkilau). Silau berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu silau langsung (direct glare) dan silau tidak langsung (indirect glare). Silau langsung terjadi dari kuat cahaya yang sangat tinggi yang langsung mengenai penglihatan manusia. Sedang silau tidak langsung terjadi dari pantulan sumber cahaya. Untuk mengatasi cahaya yang silau dapat dilakukan dengan mengusahakan pelindung lampu, atau menempatkan pekerjaan dan sumber cahaya sedemikian hingga cahaya pantulan yang menuju pada apa yang sedang dikerjakan dapat diminimalisasi. Secara umum untuk mengurangi silau dapat mengikuti pedoman berikut ini : 1) Sumber cahaya ditempatkan dengan posisi di luar bidang visual operator;


85 2) Sumber cahaya sebaiknya ditempatkan dari samping operator, bukan dari depan operator; 3) Sumber cahaya telanjang sebaiknya diberi kasa sebagai pelindung silau; 4) Jendela, dan skylight diberi warna atau diberi penutup seperti tirai, kerai atau film; 5) Sudut antara garis horizontal of sight dan garis dari mata ke sumber cahaya tanpa kasa tidak boleh lebih dari 30º ; dan Gambar 14. Batas sudut antara mata horizontal dan sumber cahaya Sumber : Tayyari & Smith (1997) 6) Partisi atau sketsel dapat digunakan untuk mengeblok cahaya dari sumber cahaya dari langitlangit. 300


86 Gambar 15. Partisi untuk mengeblok cahaya dari langit-langit Sumber : Tayyari & Smith (1997) b. Distribusi terang cahaya Pengaturan cahaya yang ada di rumah biasanya lebih menekankan pada aspek estetika. Rumah sederhana dimana kamar yang ada dibuat hanya memenuhi fungsi utama saja, biasanya akan menyebabkan tidak cermat dalam memeriksa objek yang akan diamati. Partisi


87 Luminansi yang berlebihan dan pengaturan cahaya yang tidak tepat dapat menimbulkan beberapa masalah dalam proses penglihatan. Kadang-kadang dijumpai penempatan layar monitor komputer yang didekatkan dengan jendela dengan harapan mendapatkan cahaya yang cukup pada siang hari. Dengan layar monitor komputer yang dibaca berhadapan dengan jendela, mata akan menerima cahaya utama yang sangat terang dan akibatnya kekurangan ketelitian dalam proses penglihatan. Bahkan dalam jangka waktu tertentu mata menjadi cepat lelah. c. Derajat kontras Untuk dapat melihat objek dengan jelas, maka kekontrasan antara objek dengan lingkungan sekitar perlu diperhatikan. Untuk melihat objek dengan warna terang, maka alas dan lingkungan sekitar dari objek tersebut diusahakan berwarna gelap. Sebaliknya untuk melihat objek dengan warna gelap maka alas dan lingkungan sekitar objek sebaiknya berwarna terang. Derajat kontras yang tinggi akan sangat membantu dalam mengenali perbedaan, memeriksa dengan cermat dan mengurangi kesalahan dalam proses kerja akibat kekaburan penglihatan. Dengan demikian dalam


88 upaya meningkatkan kemampuan daya lihat, peningkatan kontras merupakan salah satu cara yang dianggap efektif. 10. Beberapa Pedoman Umum dalam lingkungan Pencahayaan Untuk mendapatkan penglihatan yang menyenangkan dapat mengikuti beberapa pedoman berikut ini : a. Semua objek dan permukaan pada bidang visual harus sama terangnya; b. Bidang/area kerja harus paling terang ditengah dan lebih gelap terhadap tepinya; c. Permukaan ditengah pada bidang visual tidak boleh mempunyai rasio kontras terang lebih dari 3:1; d. Kontras antara ditengah dan ditepi bidang visual tidak boleh lebih dari 10:1; e. Kontras permukaan cahaya dengan latar belakangnya tidak boleh lebih dari 20:1; f. Penggunaan permukaan yang mengkilap, atau pantulan material pada mesin, dan peralatan lainnya hendaknya dihindari; dan


89 g. Untuk mengurangi cahaya silau langsung, sudut antara garis horizontal of sight dan garis dari mata ke sumber cahaya harus lebih besar dari 30º. Jika sudut kurang dari 30º tidak dapat dihindari, maka cahaya harus dilengkapi kasa disisinya. 11. Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan buatan pada bangunan gedung a. Perhitungan tingkat Pencahayaan 1) Tingkat Pencahayaaan Rata-rata (Erata-rata). Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Yang dimaksud dengan bidang kerja ialah bidang horisontal imajiner yang terletak 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan. Tingkat pencahayaan rata-rata Erata-rata (lux), dapat dihitung dengan persamaan : E rata-rata = (Lux) ..............(6) dimana : Ftotal = Fluks luminus total dari semua lampu yang menerangi F total x kp x kd A


90 bidang kerja (lumen) A = luas bidang kerja (m2). kp = koefisien penggunaan . kd = koefisien depresiasi (penyusutan). 2) Koefisien Penggunaan (kp). Sebagian dari cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap oleh armatur, sebagian dipancarkan ke arah atas dan sebagian lagi dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai perbandingan antara fluks luminus yang sampai di bidang kerja terhadap keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu. Besarnya koefisien penggunaan dipengaruhi oleh faktor : a) distribusi intensitas cahaya dari armatur. b) perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan keluaran cahaya dari lampu di dalam armatur. c) reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai.


Click to View FlipBook Version