The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kenyamanan thermal merupakan sebuah proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan persepsi psikologis pengguna bangunan. Arsitektur sebagai salah satu bidang ilmu perancangan, diharapkan mampu menciptakan sebuah desain yang nyaman bagi pengguna. Pemahaman terhadap kondisi iklim dimana bangunan akan ditempatkan, merupakan pemahaman dasar yang wajib dipahami oleh arsitek, mahasiswa arsitektur, atau masyarakat luas yang ingin mendesain sebuah bangunan. Bagaimana bangunan beradaptasi dengan kondisi iklim setempat sehingga pengguna bangunan bisa merasa nyaman tinggal di dalamnya. Buku ini merupakan kumpulan pendapat para ahli yang dikomparasi dengan hasil pengamatan terhadap bangunan tropis Indonesia khususnya pengamatan terhadap bangunan yang terletak di daerah Bali. Apa saja indikator yang harus dipenuhi dalam mendesain sebuah bangunan, bagaimana respon fisiologi terhadap kenyamanan, serta bagaimana hubungan kenyamanan thermal dengan tata kelola lingkungan, akan dibahas lebih lanjut dalam buku ini. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi mahasiswa arsitektur atau mahasiswa bidang ilmu lain, arsitek, maupun masyarakat yang ingin memperdalam konsep dasar kenyamanan termal pada bangunan iklim tropis.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-03 23:43:54

Arsitektur Tropis dan Kenyamanan Termal

Kenyamanan thermal merupakan sebuah proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan persepsi psikologis pengguna bangunan. Arsitektur sebagai salah satu bidang ilmu perancangan, diharapkan mampu menciptakan sebuah desain yang nyaman bagi pengguna. Pemahaman terhadap kondisi iklim dimana bangunan akan ditempatkan, merupakan pemahaman dasar yang wajib dipahami oleh arsitek, mahasiswa arsitektur, atau masyarakat luas yang ingin mendesain sebuah bangunan. Bagaimana bangunan beradaptasi dengan kondisi iklim setempat sehingga pengguna bangunan bisa merasa nyaman tinggal di dalamnya. Buku ini merupakan kumpulan pendapat para ahli yang dikomparasi dengan hasil pengamatan terhadap bangunan tropis Indonesia khususnya pengamatan terhadap bangunan yang terletak di daerah Bali. Apa saja indikator yang harus dipenuhi dalam mendesain sebuah bangunan, bagaimana respon fisiologi terhadap kenyamanan, serta bagaimana hubungan kenyamanan thermal dengan tata kelola lingkungan, akan dibahas lebih lanjut dalam buku ini. Dengan adanya buku ini diharapkan mampu dijadikan referensi bagi mahasiswa arsitektur atau mahasiswa bidang ilmu lain, arsitek, maupun masyarakat yang ingin memperdalam konsep dasar kenyamanan termal pada bangunan iklim tropis.

91 d) pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada langit-langit, e) dimensi ruangan. Besarnya koefisien penggunaan untuk sebuah armatur diberikan dalam bentuk tabel yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat armatur yang berdasarkan hasil pengujian dari instansi terkait. Merupakan suatu keharusan dari pembuat armatur untuk memberikan tabel kp, karena tanpa tabel ini perancangan pencahayaan yang menggunakan armatur tersebut tidak dapat dilakukan dengan baik. 3) Koefisien Depresiasi (penyusutan) (kd). Koefisien depresiasi atau sering disebut juga koefisien rugi-rugi cahaya atau koefisien pemeliharaan, didefinisikan sebagai perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada waktu instalasi baru. Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh : a) kebersihan dari lampu dan armatur. b) kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan.


92 c) penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan. d) penurunan keluaran cahaya lampu karena penurunan tegangan listrik. Besarnya koefisien depresiasi biasanya ditentukan berdasarkan estimasi. Untuk ruangan dan armatur dengan pemeliharaan yang baik pada umumnya koefisien depresiasi diambil sebesar 0,8. 4) Jumlah armatur yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pencahayaan tertentu. 5) Tingkat pencahayaan oleh komponen cahaya langsung. Tingkat pencahayaan oleh komponen cahaya langsung pada suatu titik pada bidang kerja dari sebuah sumber cahaya yang dapat dianggap sebagai sumber cahaya titik, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut Ep = (lux) .................(9) h 2 I.cos3


93 dimana : I = intensitas cahaya pada sudut (kandela) . h = tinggi armatur diatas bidang kerja (meter) Gambar 16. Titik P menerima komponen langsung dari sumber cahaya titik. Jika terdapat beberapa armatur, maka tingkat pencahayaan tersebut merupakan penjumlahan dari tingkat pencahayaan yang diakibatkan oleh masingmasing armatur dan dinyatakan sebagai berikut : Etotal = Ep1 + Ep2 + Ep3 + ... (lux) ......(10) 6) Tingkat Pencahayaan Minimum yang Direkomendasikan. Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan ditunjukkan pada tabel 6.


94 Tabel 6. Tingkat pencahayaan minimum danFungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (lux) Rumah Tinggal: Teras 60 1Ruang tamu 120~250 1Ruang makan 120 ~ 250 1Ruang kerja 120 ~ 250 1Kamar tidur 120 ~ 250 1Kamar mandi 250 1Dapur 250 1Garasi 60 3Perkantoran : Ruang Direktur 350 1


n renderasi warna yang direkomendasikan Kelompok renderasi warna Keterangan 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 3 atau 4 1 atau 2


Ruang kerja 350 1Ruang komputer 350 1Ruang rapat 300 1Ruang gambar 750 1Gudang arsip 150 3Ruang arsip aktif 300 1Lembaga Pendidikan: Ruang kelas 250 1Perpustakaan 300 1Laboratorium 500 1


95 1 atau 2 1 atau 2 Gunakan armatur berkisi untuk mencegah silau akibat pantulan layar monitor 1 atau 2 1 atau 2 Gunakan pencahayaan setempat pada meja gambar 3 atau 4 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1


96 Ruang gambar 750 1Kantin 200 1Hotel dan Restauran: Lobby, koridor 100 1Ballroom/ruang sidang 200 1


1 Gunakan pencahayaan setempat pada meja gambar 1 1 Pencahayaan pada bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana/kesan ruang yang baik 1 Sistem pencahayaan harus dirancang untuk menciptakan suasana yang sesuai. Sistem pengendalian ‚switching‛ dan ‚dimming‛ dapat


Ruang makan 250 1Cafetaria 250 1Kamar tidur 150 1Dapur 300 1Rumah Sakit/Balai pengobatan: Ruang rawat inap 250 1Ruang operasi, ruang bersalin 300 1


97 digunakan untuk memperoleh berbagai efek pencahayaan 1 1 1 atau 2 Diperlukan lampu tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin 1 1 atau 2 1 Gunakan pencahayaan setempat pada tempat yang diperlukan


98 Laboratorium 500 1Ruang rekreasi dan rehabilitasi 250 1Pertokoan/Ruang pamer: Ruang pamer dengan obyek berukuran besar (misalnya mobil) 500 1Toko kue dan makanan 250 1Toko buku dan alat tulis/gambar 300 1Toko perhiasan, arloji 500 1


1 atau 2 1 1 Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi pada lantai. Untuk beberapa produk tingkat pencahayaan pada bidang vertikal juga penting 1 1 1


Toko Barang kulit dan sepatu 500 1Toko pakaian 500 1Pasar Swalayan 500 1Toko alat listrik (TV, Radio /tape, mesin cuci, dan lain-lain) 250 1Industri (Umum): Ruang Parkir 50 3Gudang 100 3Pekerjaan kasar 100 ~ 200 2Pekerjaan sedang 200 ~ 500 1Pekerjaan halus 500 ~ 1000 1Pekerjaan amat halus 1000 ~ 2000 1


99 1 1 1 atau 2 Pencahayaan pada bidang vertikal pada rak barang 1 atau 2 3 3 2 atau 3 1 atau 2 1 1


100 Pemeriksaan warna 750 1 Rumah ibadah: Mesjid 200 1Gereja 200 1Vihara 200 1


1 1 atau 2 Untuk tempat-tempat yang membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dapat digunakan pencahayaan setempat. 1 atau 2 Idem 1 atau 2 Idem Catatan : Keterangan tentang Renderasi warna.


101 12. Sistem Pencahayaan. Sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi : a. Sistem pencahayaan merata. Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit. b. Sistem pencahayaan setempat. Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langitlangit di atas tempat tersebut.


102 c. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat. Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk : 1) Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi. 2) Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu. 3) Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut. 4) Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang. 13. Distribusi Luminasi. a. Distribusi luminansi didalam medan penglihatan harus diperhatikan sebagai pelengkap keberadaan nilai tingkat pencahayaan di dalam ruangan. Hal


103 penting yang harus diperhatikan pada distribusi luminansi adalah sebagai berikut : 1) Rentang luminasi permukaan langit-langit dan dinding. 2) Distribusi luminansi bidang kerja. 3) Nilai maksimum luminansi armatur (untuk menghindari kesilauan). 4) Skala luminansi untuk pencahayaan interior, seperti pada gambar 17. Gambar 17. Skala Luminasi untuk pencahayaan interior


104 C. Respon Fisiologi Terhadap Kebisingan Bunyi dan kebisingan merupakan dua hal yang selalu ada dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan antara bunyi dan kebisingan merupakan hal yang amat sulit dibedakan. Kryter (1985) mendefinisikan bahwa kebisingan sebagai bentuk energi bunyi yang memiliki dampak secara langsung terhadap aspek fisiologis maupun psikologis. Secara umum kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diharapkan atau diinginkan. Oleh sebab itu para ahli ergonomi perlu mengevaluasi lingkungan kerja yang berkaitan dengan kebisingan agar tidak mengganggu pekerja dalam melakukan aktivitas. Kemajuan teknologi ternyata banyak menimbulkan masalah-masalah. Salah satu permasalahan tersebut adalah kebisingan (noise) bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki karena terutama dalam jangka panjang bunyi-bunyian tersebut dapat menggangu ketenangan bekerja. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia (Wignjosoebroto, 2008).


105 1. Lama waktu bunyi tersebut terdengar. Semakin lama telinga mendengar kebisingan akan semakin buruk akibatnya bagi pendengaran (tuli). 2. Intensitas – biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), yang menunjukan besarnya arus energi per satuan luas. 3. Frekwensi suara yang menunjukkan jumlah dari gelombang-gelombang suara yang sampai di telinga setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau Herz (Hz). Pada tabel 7. berikut akan ditunjukkan skala intensitas yang bisa terjadi di suatu tempat akibat alat / keadaan. Tabel 7. Kondisi Suara dan Batas Tingkat Kebisingan Kondisi Suara Desibel (dB) Batas Dengar Tertinggi Menulikan 120 Halilintar 110 Meriam 100 Mesin uap Sangat hiruk pikuk Jalan hiruk pikuk 90 Perusahaan sangat gaduh 80 Pluit polisi Kuat Kantor gaduh


106 70 Jalan pada umumnya Radio 60 Perusahaan Sedang Rumah gaduh 50 Kantor pada umumnya Percakapan kuat 40 Radio perlahan Tenang Rumah tenang 30 Kantor pribadi Auditorium 20 Percakapan Sangat tenang 10 Suara daun-daun Berbisik-bisik Batas dengar terendah 0 Sumber: Wignjosoebroto (2008) Bunyi atau suara merupakan variasi tekanan yang terjadi pada udara yang dapat dirasakan oleh indra pendengaran manusia. Kecepatan bunyi tergantung pada media yang dilaluinya, tetapi pada udara dengan suhu 20ºC bunyi merambat dengan kecepatan 344 m/s. Bunyi yang terjadi juga disebabkan dengan adanya


107 benda yang bergetar dengan frekuensi tertentu. Oleh sebab itu pengukuran kekuatan bunyi juga dinyatakan dengan Hertz (Hz). Adapun bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia berkisar antara 20 – 20000 Hz. Percakapan biasa memiliki frekuensi antara 300 – 700 Hz. Bunyi dengan frekuensi dibawah 20 Hz dikenal dengan istilah infrasound yang tidak dapat diterima oleh pendengaran manusia. Kekuatan dari osilasi di udara dinyatakan dengan watts permeter2 (Wm-2 ), sedangkan tekanannya dinyatakan dalam nemton per meter-2 (Nm-2 ). Tabel 8 berikut adalah hubungan antara intensitas dan tekanan bunyi yang dapat di dengar. Tabel 8. Hubungan antara intensitas dan tekanan bunyi Intensitas (W m-2 ) Tekanan (N m-2 ) Desibel Level (dB) 10-12 0.00002 0 Batas pendengaran 3 x 10-6 0.04 65 Percakapan 10-4 0.2 80 Lalu lintas kota 10-2 2 100 Workshop


108 3 36 125 Pesawat lepas landas 100 200 140 Pain threshold Sumber: Kryter (1985) Hubungan antara berbagai karakteristik pendengaran bersifat tidak linear. Hubungan tersebut disebabkan adanya intensitas bunyi, frekuensi dan dari kerasnya bunyi. Akan tetapi secara umum bunyi yang dapat didengar oleh manusia adalah bunyi yang memiliki frekuensi antara 20 – 20000 Hz. Walaupun bunyi dengan frekuensi 20 Hz akan terdengar sangat pelan. Bunyi yang memiliki frekuensi 50 Hz dengan intensitas bunyi sekitar 85 dB akan terdengar sama dengan bunyi yang memiliki frekuensi 1000 Hz pada intensitas bunyi 50 dB. Oleh sebab itu dibutuhkan pengukuran yang sifatnya subjektif. Satuan yang digunakan dalam pengukuran subjektif adalah phon. Dalam pengukuran ini bunyi yang memiliki tingkat yang mirip walaupun berbeda frekuensi dan kekuatan desibel akan dinyatakan dalam satuan phon. Dalam kehidupan sehari-hari kebisingan yang didengar berasal dari berbagai sumber dengan frekuensi dan intensitas yang bervariasi. Untuk


109 menggambarkan kebisingan lingkungan telah dilakukan berbagai macam pengukuran statistik. Beberapa tingkat kebisingan yang diukur berdasarkan skala dBA adalah sebagai berikut : 1. equivalent level of sustained noised (Leq), merupakan tingkat rata-rata dari energi bunyi selama periode tertentu, yang menyatukan seluruh kebisingan yang bersifat fluktuatif; 2. median noise level (L50), merupakan kebisingan yang lebih dari 50% pada rentang waktu tertentu; 3. background noise level (L90), merupakan level persentil ke-10 yaitu level dengan kebisingan yang melebihi 90% dari rentang waktu tertentu; 4. peak noise level (L1 atau L10), merupakan level persentil ke-99 atau ke-90 yaitu level dengan kebisingan yang melebihi 1% atau 10% dari rentang waktu tertentu; dan 5. day-night equivalent level (Ldn), merupakan kebisingan yang digunakan pada lingkungan terbuka, dimana nilai yang ada diperoleh dari pengukuran selama 24 jam.


110 D. Respon Fisiologi Terhadap Bau-bauan Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai ‘polusi’ akan dapat menggangu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian air conditioning yang tepat meruapakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja. E. Respon Fisiologi Terhadap Getaran Mekanis (Mechanical Vibration) Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getarangetaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran, dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain :


111 1. Mempengaruhi konsentrasi kerja. 2. Mempercepat datangnya kelelahan. 3. Gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot-otot dan lain-lain. F. Respon Fisiologi Terhadap Warna Yang dimaksud disini adalah tembok ruangan dan interior yang ada di sekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh psikologis terhadap manusia (Wignjosoebroto, 2008; Grandjean, 1986), seperti yang ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 9. Efek Psikologis dari Warna Warna Efek jarak Efek temperatur Efek psikis Biru Jauh Dingin Lembut Hijau Dekat Sangat dingin Sangat lembut Merah Dekat Hangat/pana s Mengganggu Orannye Sangat dekat Sangat panas Merangsang


112 Kuning Dekat Sangat panas Merangsang Coklat Sangat dekat Netral Merangsang Ungu Sangat dekat Dingin Agresif & merangsang Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana ruangan terasa sempit maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan tersebut. Hal ini secara psikologis akan menguntungkan (dengan memberi warna terang akan memberikan kesan leluasa) karena kesan sempit cenderung menimbulkan ketegangan. Kondisi lingkungan fisik pada hakekatnya diharapkan mampu meningkatkan aspek kenyamanan kerja. Hal tersebut akan sangat penting dalam rangka meningkatkan aspek-aspek yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan motivasi manusia dalam rangka peningkatan produktivitas kerja.


113 Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kenyamanan tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal. Suara, cahaya, bau, suhu, dan lain-lain rangsangan ditangkap sekaligus, kemudia diolah oleh otak. Kemudian, otak akan memberikan penilaian relatif apakah suatu kondisi itu nyaman atau tidak. Kekurangan (ketidaknyamanan) di satu faktor dapat ditutupi oleh faktor yang lain. Jadi, jelaslah di siang hari yang panas gerah kita lebih suka mendengar musik yang lembut tenang serta pelan, dilingkupi cahaya yang agak redup, warnawarna sekeliling hijau alami, memakai pakaian yang tipis santai, dan bergerak pelan. Bandingkanlah dengan situasi gerah dilengkapi dengan musik cadas keras, warna-warna yang cerah merangsang, serta gerakgerak yang semrawut berlebihan. Suasana akan menjadi tambah panas dan mengundang stress. Semakin aktif gerak tubuh, maka panas yang dipancarkan akan semakin besar. Dari sisi penghawaan, peletakan sumbu panjang bangunan setidaknya sejajar dengan sumbu barat – timur. Ini akan menimalkan permukaan bangunan yang terkena sinar langsung matahari. Bukaan


114 menghadap ke selatan atau ke utara agar penetrasi sinar langsung matahari dapat diminimalkan. Sedang dari sisi penerangan mengandung aspek kuantitas (intensitas cahaya) dan kualitas (warna, kesilauan). Kesilauan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga setiap ruangan akan membutuhkan penerangan (iluminasi) umum yang berbeda-beda, warna ruangan juga akan memberikan efek khas bagi ruangan tersebut.


115


116 A. Pengertian Tata Kelola Lingkungan Pengertian Tata Kelola Lingkungan (Environmental Governance) mencakup proses pengelolaan dan pengendalian aktivitas manusia serta sumber daya alam dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Tata kelola lingkungan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah, dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan yang berdampak pada lingkungan. Aspek-aspek penting dalam pengertian tata kelola lingkungan meliputi: (Ulum & Ngindana, 2017) 1. Partisipasi Melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan lingkungan. 2. Transparans Memastikan ketersediaan informasi yang jelas dan terbuka mengenai kebijakan, aktivitas, dan dampak lingkungan.


117 3. Akuntabilitas Menetapkan tanggung jawab dan akuntabilitas bagi para pemangku kepentingan terkait dengan pengelolaan lingkungan. 4. Keadilan Memastikan bahwa kebijakan dan tindakan yang diambil mengenai lingkungan tidak hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan semua pihak, termasuk generasi mendatang. 5. Efisiensi Mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam dan energi serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. 6. Koordinasi Mendorong kerja sama antara berbagai lembaga dan pihak terkait untuk mencapai tujuan lingkungan secara efektif. 7. Penerapan Kebijakan Mengimplementasikan kebijakan dan regulasi yang berbasis ilmiah dan berkelanjutan untuk melindungi dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan demikian, pengertian tata kelola lingkungan mencakup upaya bersama untuk memastikan bahwa


118 kegiatan manusia berjalan sejalan dengan keberlanjutan lingkungan, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan ekologis. Pendekatan terhadap pengertian tata kelola lingkungan dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan disiplin ilmu masing-masing ahli. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang pengertian tata kelola lingkungan menurut beberapa ahli: (Husnah, 2022) 1. Ronald Mitchell Menurut Ronald Mitchell, tata kelola lingkungan adalah "interaksi kompleks antara aktor dan struktur dalam proses pengambilan keputusan lingkungan." 2. Davidson Davidson mendefinisikan tata kelola lingkungan sebagai "serangkaian aturan formal dan informal serta proses-proses yang mengatur interaksi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam mempengaruhi penggunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup." 3. Börzel Menurut Börzel, tata kelola lingkungan adalah "sistem formal dan informal dari aturan, institusi, dan


119 proses yang mengatur hubungan antara negara, masyarakat, dan pasar dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan." 4. Biermann dan Pattberg Biermann dan Pattberg menggambarkan tata kelola lingkungan sebagai "serangkaian mekanisme, proses, dan struktur formal dan informal yang mengatur hubungan antara aktor-aktor di tingkat lokal, nasional, regional, dan global dalam pengelolaan lingkungan global." Dari penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tata kelola lingkungan melibatkan interaksi kompleks antara berbagai pihak dan struktur dalam proses pengambilan keputusan, regulasi, dan implementasi kebijakan yang berdampak pada pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Ini mencakup aturan formal dan informal, serta proses koordinasi antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan aktoraktor lainnya untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan.


120 B. Peran Tata Kelola Lingkungan dalam Arsitektur dan Desain Bangunan Peran Tata Kelola Lingkungan dalam Arsitektur dan Desain Bangunan sangat penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan meminimalkan dampak negatif yang dihasilkan oleh industri konstruksi. Berikut adalah beberapa peran kunci dari tata kelola lingkungan dalam konteks arsitektur dan desain bangunan: (Santosa & Quina, 2014) 1. Mendorong Praktek Berkelanjutan Tata kelola lingkungan mempromosikan praktekpraktek arsitektur dan desain bangunan yang berkelanjutan, termasuk penggunaan bahan ramah lingkungan, pemanfaatan energi terbarukan, dan desain bangunan yang mempertimbangkan siklus hidupnya. 2. Mengatur Kebijakan dan Regulasi Tata kelola lingkungan memainkan peran penting dalam mengatur kebijakan dan regulasi terkait dengan bangunan dan lingkungan binaan, termasuk standar efisiensi energi, penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan, dan prinsip-prinsip desain hijau.


121 3. Membangun Kesadaran dan Pendidikan Melalui tata kelola lingkungan, terdapat upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan di kalangan arsitek, desainer, pembangun, dan masyarakat umum. 4. Menggalakkan Kolaborasi Tata kelola lingkungan memfasilitasi kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil, dalam mengembangkan solusi-solusi inovatif untuk meningkatkan keberlanjutan bangunan. 5. Menyediakan Pedoman dan Sertifikasi Tata kelola lingkungan dapat menetapkan pedoman dan standar untuk sertifikasi bangunan hijau, yang membantu memandu proses desain dan konstruksi bangunan yang ramah lingkungan serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. 6. Mengelola Limbah dan Sumber Daya Melalui tata kelola lingkungan, terdapat upaya untuk mengelola limbah konstruksi dan penggunaan sumber daya secara efisien, termasuk daur ulang material bangunan dan pengelolaan air limbah.


122 7. Mendorong Inovasi Teknologi Tata kelola lingkungan mendukung pengembangan dan adopsi teknologi-teknologi inovatif dalam arsitektur dan desain bangunan yang dapat meningkatkan efisiensi energi, kualitas udara dalam ruangan, dan kenyamanan penghuni. Dengan demikian, peran tata kelola lingkungan dalam arsitektur dan desain bangunan adalah penting untuk menciptakan lingkungan binaan yang berkelanjutan, sehat, dan nyaman bagi penghuninya serta berkontribusi positif terhadap pelestarian lingkungan secara keseluruhan. C. Prinsip-prinsip Tata Kelola Lingkungan Prinsip-prinsip tata kelola lingkungan adalah fondasi kunci dalam membangun sistem pengelolaan lingkungan yang efektif dan berkelanjutan. Pertama-tama, prinsip partisipasi dan keterlibatan menegaskan pentingnya melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terkait lingkungan, mulai dari masyarakat sipil, pemerintah, hingga sektor swasta dan lembaga nonpemerintah. Dengan memastikan partisipasi yang luas, kebijakan dan keputusan yang dihasilkan akan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara


123 lebih akurat, dan ini juga dapat memperkuat legitimasi kebijakan lingkungan. Selanjutnya, transparansi adalah prinsip yang menjamin akses terhadap informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai kebijakan, tindakan, dan dampak lingkungan. Dengan memastikan transparansi, masyarakat dapat memahami konsekuensi dari kebijakan dan tindakan yang diambil oleh pemerintah dan sektor swasta, serta memastikan bahwa proses pengambilan keputusan lingkungan berjalan secara terbuka dan adil. Ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan mendukung perbaikan dalam kebijakan lingkungan. Prinsip akuntabilitas memberikan peran yang tidak kalah penting dalam menegakkan tanggung jawab atas tindakan dan keputusan terkait lingkungan. Dengan memastikan bahwa para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan perusahaan, bertanggung jawab atas dampak lingkungan dari kegiatan mereka, prinsip ini menciptakan insentif untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Hal ini juga memungkinkan masyarakat untuk menuntut


124 pertanggungjawaban atas pelanggaran lingkungan yang mungkin terjadi. Selain itu, prinsip pengelolaan yang efisien dan efektif dari sumber daya alam dan lingkungan juga sangat berperan dalam memastikan keberlanjutan lingkungan. Dengan memastikan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan dengan bijaksana dan limbah dielola dengan baik, prinsip ini membantu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan memastikan bahwa kebutuhan generasi masa depan tetap terpenuhi. Ini melibatkan pengembangan teknologi dan praktik-praktik inovatif yang mempromosikan penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Terakhir, prinsip kesetaraan dan keadilan menegaskan pentingnya memperlakukan semua pihak dengan adil dalam proses pengambilan keputusan lingkungan dan memastikan bahwa manfaat dan beban dari kebijakan dan tindakan lingkungan didistribusikan secara merata di antara berbagai kelompok masyarakat. Hal ini memastikan bahwa kebijakan lingkungan tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu saja, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan semua pihak, termasuk generasi mendatang. (Ervianto, 2015)


125 D. Kebijakan dan Regulasi Lingkungan yang Relevan Kebijakan dan regulasi lingkungan yang relevan memainkan peran penting dalam mengatur dan memandu aktivitas manusia untuk melindungi dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup. Beberapa kebijakan dan regulasi yang dapat disebutkan termasuk: (Nugraha et al., 2021) 1. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara: Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi polutan udara dari berbagai sumber, seperti pabrik, kendaraan bermotor, dan pembangkit listrik, untuk menjaga kualitas udara yang sehat bagi manusia dan lingkungan. 2. Regulasi Pengelolaan Limbah: Regulasi ini mengatur pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan limbah padat, cair, dan berbahaya agar tidak mencemari lingkungan. Hal ini termasuk standar pengelolaan limbah industri, rumah tangga, dan medis. 3. Kebijakan Konservasi Sumber Daya Alam: Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi dan mengelola sumber daya alam, seperti hutan, air, dan tanah, dengan cara yang berkelanjutan. Ini mencakup pembentukan


126 kawasan konservasi, regulasi pertanian berkelanjutan, dan perlindungan habitat alami. 4. Kebijakan Pengelolaan Air: Kebijakan ini mengatur penggunaan, perlindungan, dan pengelolaan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan manusia dan ekosistem air, serta mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat limbah cair dan polusi. 5. Kebijakan Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi: Kebijakan ini mendukung pengembangan dan penggunaan energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan biomassa, serta mendorong efisiensi energi dalam industri, transportasi, dan bangunan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. 6. Regulasi Tata Ruang dan Perencanaan Kota: Regulasi ini mengatur penggunaan lahan, pengembangan kota, dan pembangunan infrastruktur untuk memastikan penggunaan lahan yang berkelanjutan, menjaga keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kualitas hidup di perkotaan. 7. Peraturan Perlindungan Lingkungan Hidup: Peraturan ini meliputi berbagai aspek perlindungan lingkungan, termasuk pemantauan kualitas lingkungan, perlindungan terhadap spesies terancam, dan


127 pengendalian kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan, erosi tanah, atau bencana alam. 8. Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim: Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan peningkatan suhu, melalui strategi adaptasi yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan partisipasi masyarakat. 9. Regulasi Pengelolaan Bahan Kimia Berbahaya: Regulasi ini mengatur produksi, penggunaan, dan pembuangan bahan kimia berbahaya, seperti pestisida, bahan beracun, dan limbah elektronik, untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari risiko toksisitas dan polusi. Kebijakan dan regulasi lingkungan ini memiliki peran krusial dalam memastikan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, menjaga keberlanjutan sumber daya alam, dan melindungi kesehatan manusia serta ekosistem. Dengan penerapan yang tepat, kebijakan ini dapat membentuk landasan yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan dan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan lingkungan.


128 E. Implementasi Praktis Tata Kelola Lingkungan dalam Praktek Arsitektur Implementasi praktis tata kelola lingkungan dalam praktek arsitektur merupakan upaya untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan ke dalam desain, konstruksi, dan operasi bangunan. Berikut adalah beberapa cara di mana hal itu dapat dilakukan: (Subroto, 2019) 1. Desain Bangunan Berkelanjutan Arsitek dapat memperhatikan prinsip-prinsip desain hijau, seperti memaksimalkan pencahayaan alami, meningkatkan ventilasi alami, menggunakan material bangunan ramah lingkungan, dan memanfaatkan energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin Gambar 17. Konsep green desain arsitetur


129 2. Pengelolaan Energi Menerapkan sistem-sistem yang mengurangi konsumsi energi dalam bangunan, seperti penggunaan peralatan elektronik berkinerja tinggi, pemanfaatan energi panas dan dingin yang dihasilkan oleh bangunan, serta penggunaan sistem penghemat energi seperti pencahayaan LED dan sensor otomatis. 3. Manajemen Air Gambar 18. Ilustrasi desain rain harvesting Menerapkan teknologi dan praktik penghematan air, seperti penggunaan toilet berdesain hemat air, penampungan air hujan untuk penggunaan nonpotabel, dan sistem irigasi yang efisien


130 4. Pengurangan Limbah Konstruksi Meminimalkan limbah konstruksi melalui praktikpraktik daur ulang, penggunaan kembali material bangunan, dan pengurangan pembuangan ke tempat pembuangan akhir. 5. Penggunaan Material Berkelanjutan Memilih material bangunan yang ramah lingkungan, seperti bahan daur ulang, material daur ulang, atau bahan dengan jejak karbon rendah. Selain itu, menghindari penggunaan bahan berbahaya seperti asbes dan formaldehida juga penting. 6. Desain Lanskap yang Berkelanjutan Memperhatikan desain lanskap yang berkelanjutan, seperti menggunakan tanaman lokal yang membutuhkan sedikit air, mempromosikan biodiversitas, dan mengurangi pemanfaatan ruang terbangun untuk meningkatkan infiltrasi air hujan dan mengurangi efek urban heat island.


131 Gambar 19. Vertical garden 7. Sertifikasi Bangunan Hijau Mengikuti sertifikasi bangunan hijau seperti LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) atau BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method) untuk memastikan bahwa bangunan memenuhi standar tertentu dalam hal keberlanjutan lingkungan. 8. Pendidikan dan Kesadaran Mengedukasi klien, pengguna bangunan, dan industri konstruksi tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam praktek arsitektur, serta memberi-


132 kan dukungan dan sumber daya untuk menerapkan praktik-praktik berkelanjutan. Melalui implementasi praktis tata kelola lingkungan dalam praktek arsitektur, dapat diciptakan bangunan yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan berkontribusi positif terhadap perlindungan lingkungan hidup. Hal ini juga dapat membantu mengubah paradigma industri konstruksi menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan secara keseluruhan.


133 Ackermann, M. E. 2002. Cool Comfort: America's romance with air conditioning. Washington, Smithsonian Institution Press. Auliciems, A. 1972. The Atmospheric Environment: A study of comfort and performance. Toronto, University of Toronto Press. Babcock, Q. and S. Irving. 2003. Energy performance of modern conservatories. St Albans, Faber Maunsell Ltd. Brooks, C. 1950. Climate in Everyday Life. London, Ernest Benn Ltd. Brown, G.Z. 1990. Matahari, Angin, dan Cahaya. Strategi Perancangan Arsitektur. Terjemahan Ari K. Onggodiputro. Bandung : Penerbit Intermatra Clements-Croome, D., Ed. 2000. Creating the Productive Workplace. London, E & FN Spon. Cullen, N. 2001. ‚Climate change: designing buildings with a future.‛ Proceedings of CIBSE National Conference.


Click to View FlipBook Version