PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (Untuk Tingkat Sekolah Dasar) Copyright© PT Penerbit Penamuda Media, 2024 Penulis: Garib Firman Buaga, S.Pd. Jumiati Debora Lenni, S.Pd. Lucia Vania Yosefa Herdiana, S.Pd. Unik Ambar Wati S.Pd., M.Pd., Ph.D ISBN: 978-623-8586-81-3 Desain Sampul: Tim PT Penerbit Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penerbit Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Juni 2024 viii + 174, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
v Kata Pengantar uji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga buku ini dapat tersusun dengan baik. Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah hasil dari dedikasi dan kerja keras dalam menyusun materi yang komprehensif dan mendalam, khususnya dalam bidang Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Sekolah Dasar. Kami berharap buku ini dapat menjadi teman yang setia bagi para guru dalam menjalankan tugas mulia mereka. Semoga dengan adanya buku ini, proses pembelajaran di kelas menjadi lebih efektif, interaktif, dan inspiratif, sehingga siswa dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal. Harapan lain dari buku ini dapat menjadi rujukan utama bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan dasar. Dengan panduan ini, kami berharap dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas pendidikan dan membantu mencetak generasi muda yang cerdas, kreatif, dan berkarakter. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua kontributor yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Umpan balik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan edisi mendatang. Selamat membaca dan semoga buku ini memberikan manfaat yang besar bagi dunia pendidikan kita. Dengan Hormat Tim Penyusun P
vi Daftar Isi KATA PENGANTAR ........................................................... v DAFTAR ISI .................................................................... vi BAB 1. ESENSI BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA ........... 1 A. Pengertian Bahasa .......................................................... 2 B. Perkembangan Bahasa.................................................... 3 C. Fungsi Bahasa Indonesia ................................................. 6 D. Makna dan Bentuk Bahasa Indonesia ............................... 9 E. Konsep dan Belajar Bahasa Indonesia..............................13 BAB 2. ESENSI PEMEROLEHAN DAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK ................................................... 15 A. Pemerolehan Bahasa Anak .............................................16 B. Perkembangan Bahasa Anak...........................................21 BAB 3. PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR ............................... 41 A. Pendekatan Tujuan........................................................42 B. Pendekatan Struktural....................................................44
vii C. Pendekatan Komunikatif ............................................... 45 D. Pendekatan Terpadu...................................................... 46 E. Pendekatan Rasional ..................................................... 48 F. Pendekatan Formal ....................................................... 49 BAB 4. KETERAMPILAN BERBAHASA ................................. 51 A. Keterampilan Menyimak/Mendengarkan (Listening Skills) ........................................................................... 52 B. Keterampilan Berbicara (Speaking Skills)........................ 56 C. Keterampilan Membaca (Reading Skills) ......................... 61 D. Keterampilan Menulis (Writing Skills) ............................ 70 BAB 5. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BAHASA TERPADU DI SEKOLAH DASAR ............................................ 75 A. Hubungan Keterampilan Berbahasa ............................... 76 B. Upaya Mencapai Keterpaduan........................................ 83 C. Pengajaran Bahasa Indonesia Terpadu di Sekolah Dasar... 90 BAB 6. ESENSI SASTRA ANAK ............................................ 96 A. Esensi Sastra Anak......................................................... 97 B. Tujuan Pembelajaran Sastra Anak .................................100 C. Fungsi dan Manfaat Sastra Anak....................................103 D. Genre Sastra Anak ........................................................108 E. Bahan Ajar Sastra Anak di Sekolah Dasar........................119
viii F. Pemilihan Sastra untuk Anak........................................ 124 BAB 7. BAHAN CERITA DAN DRAMA KHUSUS ANAK-ANAK ... 127 A. Esensi Cerita Anak-Anak .............................................. 128 B. Komponen Pembangun dan Struktur Cerita Anak-Anak.. 130 C. Tinjauan Cerita Anak-Anak........................................... 142 BAB 8. MEDIA PENGAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR ............. 145 A. Pengertian Media Pembelajaran ................................... 146 B. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ...................... 149 C. Perbaikan pada proses belajar mengajar........................ 154 D. Media Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar.............................................................. 160 DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 167 TENTANG PENULIS ....................................................... 173
1
2 Secara menyeluruh Bahasa mencakup sistem simbolis yang kompleks digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, baik melalui suara, tulisan, maupun isyarat. Setiap bahasa memiliki karakteristik khas yang membedakannya dari bahasa lainnya (Wiratno & Santosa, 2014). Khas ini mencakup beragam aspek linguistik seperti sistem fonetik (bunyi-bunyi yang digunakan), struktur gramatikal (aturan pembentukan kata dan kalimat), kosa kata (kata-kata yang digunakan), serta fitur semantik dan pragmatik yang mengatur cara bahasa digunakan dalam konteks sosial (Gani & Arsyad, 2019). Selain itu, bahasa juga mencerminkan aspek budaya, sejarah, dan nilai-nilai dari komunitas yang menggunakannya. Selain itu, bahasa memiliki fungsi ekspresif yang memungkinkan individu mengekspresikan identitas, nilainilai, dan keyakinan mereka kepada orang lain. Dengan demikian, bahasa merupakan alat yang vital dalam kehidupan sosial manusia, memungkinkan mereka berinteraksi secara kompleks dan membangun hubungan yang berarti dalam berbagai konteks budaya dan lingkungan (Hasmidar, 2024). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan saling memahami satu sama lain. ahasa juga mencakup kumpulan kata, kalimat, dan aturan tata bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan informasi antara individu atau kelompok. Dengan demikian, bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi
3 tetapi juga sebagai identitas budaya yang mengikat suatu komunitas serta memfasilitasi transfer pengetahuan dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya (B. Santoso, 2017). Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bahasa merupakan naluri yang melekat pada manusia untuk berinteraksi dengan sesama manusia menggunakan simbol-simbol, suara, dan melibatkan indra-indra untuk memberikan rangsangan dan merespons lawan bicara. Dengan cara ini, manusia dapat memahami dan mengerti maksud serta tujuan dari simbol, suara, dan lambang yang digunakan dalam komunikasi. Melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan, manusia dapat menyampaikan informasi, berbagi pengalaman, dan membangun hubungan sosial. Bahasa Indonesia memiliki akar yang kuat dalam bahasa Melayu. Ini karena bahasa Indonesia secara historis berkembang dari bahasa Melayu yang telah digunakan secara luas di wilayah Nusantara (Antari, 2019). Bahasa Melayu dapat dibagi menjadi dua jenis utama: Bahasa Melayu Tinggi dan Bahasa Melayu Pasar (Collins, 2005). Bahasa Melayu Tinggi, juga dikenal sebagai Bahasa Melayu Klasik atau Bahasa Melayu Baku, merupakan bentuk bahasa Melayu yang lebih formal dan digunakan dalam tulisan resmi, sastra, dan komunikasi resmi lainnya. Bahasa Melayu Tinggi memiliki struktur gramatikal yang lebih kaku dan menggunakan kosakata yang lebih kaya serta sering kali dipengaruhi oleh bahasa
4 Arab, Persia, dan Sanskerta. Di sisi lain, Bahasa Melayu Pasar adalah bentuk bahasa Melayu yang lebih sederhana dan digunakan dalam situasi sehari-hari, terutama di pasar dan dalam interaksi sosial informal. Bahasa Melayu Pasar cenderung lebih fleksibel dalam penggunaan kosakata dan memiliki struktur kalimat yang lebih sederhana, sering kali dengan pengaruh kata-kata dari bahasa-bahasa daerah atau asing lainnya. Perbedaan antara Bahasa Melayu Tinggi dan Bahasa Melayu Pasar mencerminkan peran masing-masing dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda, dengan Bahasa Melayu Tinggi dianggap sebagai bahasa standar dan Bahasa Melayu Pasar sebagai bentuk yang lebih beragam dan mudah digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak bukti sejarah mengungkapkan ketersebaran dan penggunaan Bahasa Melayu pada masa lampau, termasuk dari peninggalan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi (Sary, 2018). Sriwijaya, sebuah kerajaan maritim yang berpusat di Sumatera, menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara pada masa itu. Bukti arkeologis dan prasasti dari Sriwijaya menunjukkan bahwa Bahasa Melayu Kuno digunakan sebagai bahasa kenegaraan dan komunikasi resmi dalam konteks administratif, perdagangan, dan keagamaan. Bukti penggunaan Bahasa Melayu Kuno dapat ditemukan dalam empat prasasti yang tersebar di Pulau Sumatera pada abad ke-7 Masehi. Pertama, prasasti Kedukan Bukit (tahun 683 M) dari Palembang, kedua, prasasti Talang Tuo (tahun 684 M) juga dari Palembang, ketiga, prasasti Kota Kapur (tahun 686 M) dari Bangka Barat, dan keempat, prasasti Karang Brahi (tahun 688 M) dari Jambi. Ejaan resmi Bahasa
5 Melayu pertama kali disusun oleh Ch. A. Van Ophuijsen dengan bantuan Moehammad Taib Soetan Ibrahim dan Nawawi Soetan Ma’moer dalam buku "Logat Melayu" yang diterbitkan pada tahun 1801. Upaya ini dilakukan dalam konteks penyebaran pendidikan modern di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada masa itu, yang memerlukan standar ejaan yang jelas dan konsisten untuk Bahasa Melayu. Pada tanggal 28 Oktober 1928, terjadi peristiwa bersejarah yang melibatkan pemuda-pemudi Indonesia dalam apa yang dikenal sebagai "Sumpah Pemuda". Pada saat itu, pemuda Indonesia dari berbagai latar belakang etnis dan daerah bersatu untuk menyuarakan semangat persatuan dan kebangsaan. Salah satu hasil penting dari Sumpah Pemuda adalah pengakuan secara resmi bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan Indonesia (G. Santoso et al., 2023). Keputusan ini penting karena pada saat itu, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dan daerah dengan ragam bahasa dan dialek. Dengan pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, hal ini membantu mempersatukan bangsa Indonesia di atas perbedaan regional dan etnis. Bahasa Indonesia dipilih karena dianggap netral, mudah dipelajari, dan dapat menjadi alat komunikasi yang efektif untuk seluruh warga negara Indonesia. Pengakuan ini menjadi tonggak penting dalam pembentukan identitas nasional Indonesia dan menjadi dasar bagi pengembangan dan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, pendidikan, media massa, dan komunikasi resmi lainnya hingga saat ini.
6 Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi kenegaraan di wilayah Republik Indonesia. Ditetapkan sebagai bahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia memainkan peran krusial dalam menyatukan beragam etnis dan budaya di Indonesia (G. Santoso et al., 2023). Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk administrasi pemerintahan, pendidikan, media massa, serta komunikasi sehari-hari, menjadikannya simbol identitas nasional dan alat pemersatu bangsa. Di era globalisasi, Bahasa Indonesia menghadapi berbagai tantangan signifikan. Kemajuan teknologi canggih memungkinkan akses mudah ke informasi dalam berbagai bahasa asing, yang sering kali lebih mendominasi di dunia digital dan akademis. Selain itu, rasa bangga menggunakan Bahasa Indonesia terkadang tergerus oleh persepsi bahwa bahasa asing, seperti Bahasa Inggris, lebih prestisius atau penting untuk karir dan pendidikan. Derasnya arus bahasa asing melalui media, hiburan, dan pendidikan internasional semakin menekan posisi Bahasa Indonesia, sehingga memerlukan upaya strategis untuk mempertahankan dan memperkuat identitas bahasa nasional di tengah arus globalisasi. Kedisiplinan dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat penting untuk mempertahan-
7 kan eksistensi bahasa nasional ini (Assapari, 2014). Kesadaran masyarakat Indonesia, terutama sebagai pengguna utama bahasa ini, menjadi kunci utama dalam menjaga keaslian dan kekayaan Bahasa Indonesia. Dengan menerapkan penggunaan bahasa yang tepat dalam komunikasi sehari-hari, pendidikan, serta media, masyarakat turut berkontribusi dalam melestarikan dan mempromosikan Bahasa Indonesia. Hal ini akan memperkuat identitas budaya dan kebangsaan, serta memastikan Bahasa Indonesia tetap relevan dan dihargai di tengah tantangan globalisasi. Sebagai upaya dalam menjaga Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu, khususnya di perguruan tinggi, dosen bahasa dan sastra dapat berperan signifikan di era globalisasi ini (Saragih et al., 2024). Pertama, bisa menjadi teladan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik, baik secara lisan maupun tulisan. Kedua, dapat merancang pembelajaran yang inovatif dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Ketiga, dapat menyediakan peluang untuk pengembangan sektor kebahasaan dan kesastraan. Keempat, bisa berperan sebagai pendukung komunitas akademik di bidang bahasa dan sastra. Kelima, dapat membuka peluang untuk publikasi ilmiah dan program pertukaran mahasiswa, mendorong mahasiswa untuk lebih menghargai dan memajukan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia perlu selalu dilakukan monitoring yang berkelanjutan dari berbahasa dasar sampai berbahasa tingkat lanjutan untuk memastikan keaslian, keutuhan, dan perkembangannya di tengah dinamika global (Hasmidar, 2024). Monitoring berkelanjutan ini
8 mencakup berbagai aspek, mulai dari penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari, media massa, hingga pendidikan formal di semua jenjang. Proses ini harus melibatkan evaluasi dan pembenahan secara terusmenerus terhadap tata bahasa, kosakata, serta ejaan yang digunakan oleh masyarakat. Penting juga untuk mengawasi penerapan Bahasa Indonesia dalam teknologi digital dan media sosial yang sering kali menjadi arena penetrasi bahasa asing. Selain itu, monitoring harus mencakup pelatihan dan pengembangan kompetensi berbahasa untuk guru, dosen, dan penulis, agar mereka dapat menjadi panutan yang baik dalam penggunaan Bahasa Indonesia yang benar. Dengan demikian, bahasa ini akan tetap relevan, berdaya saing, dan mampu menjadi simbol persatuan bangsa, sekaligus berfungsi secara efektif sebagai alat komunikasi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Tanpa monitoring yang berkelanjutan, Bahasa Indonesia berisiko terpinggirkan oleh dominasi bahasa asing dan perubahan sosial yang cepat, yang dapat mengancam eksistensi dan identitas kebangsaan kita. Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan fungsi Bahasa Indonesia memiliki berbagai fungsi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi yang memungkinkan individu untuk berinteraksi, menyampaikan ide, informasi, dan perasaan dengan jelas dan efektif kepada orang lain. Fungsi ini sangat vital dalam membangun hubungan sosial, edukasi, dan ekonomi di masyarakat. Kedua, Bahasa Indonesia memainkan peran sebagai lambang identitas nasional dan kesatuan bangsa, mengingat Indonesia memiliki beragam
9 suku, budaya, dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang memudahkan komunikasi lintas suku dan lintas wilayah di Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat untuk mendukung pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, memfasilitasi proses pembelajaran, riset, dan publikasi ilmiah. Dengan demikian, Bahasa Indonesia tidak hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai fondasi penting dalam memperkokoh identitas bangsa Indonesia dan mendukung kemajuan sosial dan intelektual masyarakatnya. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan proses penting dalam menyampaikan maksud dan tujuan kepada lawan bicara, yang melibatkan berbagai elemen linguistik dan non-linguistik untuk memastikan pesan dapat diterima dan dipahami dengan baik. Bahasa, sebagai alat utama komunikasi, memungkinkan individu untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, ide, dan informasi secara efektif (Indah, 2019). Proses ini melibatkan pemilihan kata yang tepat, struktur kalimat yang jelas, dan penggunaan intonasi yang sesuai agar pesan dapat disampaikan dengan akurat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Selain itu, berkomunikasi dengan bahasa juga memerlukan kesadaran akan konteks dan budaya dari lawan bicara, karena hal ini dapat mempengaruhi interpretasi dan respon yang diberikan. Misalnya, dalam situasi formal, penggunaan bahasa yang sopan dan resmi lebih diutamakan, sementara dalam
10 konteks santai, bahasa yang lebih informal dan akrab bisa lebih efektif. Komunikasi yang efektif tidak hanya bergantung pada pengucapan kata-kata, tetapi juga pada kemampuan untuk mendengarkan dan menanggapi dengan tepat, sehingga tercipta interaksi dua arah yang harmonis dan produktif. Dengan demikian, berkomunikasi dengan bahasa tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membangun hubungan, menyelesaikan konflik, dan mencapai pemahaman bersama dalam berbagai aspek kehidupan. Berbahasa yang baik adalah berbahasa yang memiliki makna, yaitu penggunaan kata-kata dan kalimat yang jelas, tepat, dan dapat dipahami oleh lawan bicara sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan benar (Mailani et al., 2022). Makna dalam berbahasa mencakup tidak hanya pemilihan kata yang sesuai, tetapi juga penyusunan kalimat yang logis dan konteks yang relevan, sehingga komunikasi menjadi efektif dan menghindari kesalahpahaman. Dengan demikian, berbahasa yang baik berarti menyampaikan pesan secara efektif dan efisien, memastikan tujuan komunikasi tercapai dan interaksi berjalan lancer (Noermanzah, 2019). Makna adalah sistem lambang atau sistem tanda yang diwujudkan dalam satuan-satuan bahasa seperti leksem, frasa, kalimat, dan lain sebagainya (Chaer & Muliastuti, 2004). Setiap satuan bahasa ini memiliki makna yang berfungsi untuk menyampaikan informasi, ide, atau perasaan dari satu individu ke individu lain. Berkomunikasi menjadi bermakna jika pesan yang dimaksudkan oleh pembicara tersampaikan dengan jelas dan dipahami oleh lawan komunikasi, serta direspon
11 sesuai dengan maksud tersebut. Makna dalam komunikasi tercapai ketika ada pemahaman dan tanggapan yang sesuai dari kedua belah pihak, sehingga terjadi pertukaran informasi yang efektif dan tujuan komunikasi tercapai. Selain memiliki makna, bahasa juga memiliki tataran bentuk yang mengacu pada struktur fisik atau formal dari bahasa tersebut. Tataran bentuk bahasa meliputi aspekaspek seperti fonologi (sistem bunyi dalam bahasa), morfologi (struktur kata), sintaksis (struktur kalimat), dan tanda baca (Darwin et al., 2021). Fonologi membahas bunyi-bunyi bahasa dan aturan pengucapan yang menghasilkan makna, sedangkan morfologi mempelajari struktur kata, pembentukan kata, dan perubahan bentuk kata. Sintaksis membahas struktur dan urutan kata dalam kalimat serta hubungan antar-kalimat. Tanda baca juga merupakan bagian dari tataran bentuk yang penting karena membantu memperjelas makna tulisan. Dengan memahami tataran bentuk ini, kita dapat memahami cara bahasa dibentuk dan diorganisir untuk menyampaikan makna yang ingin disampaikan secara efektif. Bentuk bahasa merujuk pada wujud audio dan visual suatu Bahasa (Kuntarto, 2019). Wujud audio adalah yang terkait dengan bunyi-bunyi yang kita dengar ketika bahasa tersebut diucapkan atau didengarkan. Ini mencakup fonologi atau aturan bunyi dalam bahasa, seperti pengucapan huruf dan suku kata. Wujud visual berkaitan dengan lambang-lambang grafis atau tulisan yang digunakan untuk merepresentasikan bahasa tersebut jika dituliskan. Ini meliputi tanda-tanda tulisan seperti huruf, angka, dan tanda baca yang membentuk kata-kata dan kalimat. Dengan memahami kedua aspek ini, kita dapat
12 mengenali dan memahami bahasa dalam berbagai bentuknya, baik secara lisan maupun tertulis, yang membantu dalam proses komunikasi dan pemahaman. Bentuk bahasa yang kita pahami melibatkan berbagai aspek seperti bentuk kata, bentuk kalimat, dan bentukbentuk lainnya yang membentuk struktur dan pola dalam bahasa tersebut (Nafinuddin, 2018). Bentuk kata mencakup perubahan kata sesuai dengan fungsi gramatikalnya, misalnya perubahan kata kerja menjadi berbagai bentuk seperti infinitif, present tense, past tense, atau bentuk lainnya. Bentuk kalimat melibatkan susunan kata yang membentuk kalimat dengan struktur yang sesuai dengan tata bahasa yang berlaku dalam bahasa tersebut. Selain itu, bentuk-bentuk lainnya seperti frasa, klausa, dan kalimat majemuk juga merupakan bagian dari bentuk bahasa yang memengaruhi cara kita memahami dan menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi. Memahami bentuk-bentuk ini membantu kita dalam menyusun kalimat yang benar dan jelas, serta memahami struktur bahasa secara keseluruhan. Makna dan bentuk bahasa memiliki hubungan yang erat karena keduanya saling memengaruhi dalam proses komunikasi (Nafinuddin, 2018). Makna dalam bahasa terwujud melalui penggunaan bentuk-bentuk bahasa seperti kata, kalimat, dan struktur linguistik lainnya. Bentuk-bentuk bahasa memberikan kerangka atau sarana untuk menyampaikan makna secara jelas dan efektif. Sebaliknya, makna juga mempengaruhi pemilihan dan penggunaan bentuk-bentuk bahasa. Arti sebuah kata atau kalimat akan bergantung pada konteksnya dan cara penggunaan bentuk-bentuk bahasa dalam situasi komu-
13 nikasi tertentu. Misalnya, kata yang sama dapat memiliki makna yang berbeda tergantung pada bagaimana kata tersebut digunakan dalam kalimat. Dengan memahami hubungan yang erat antara makna dan bentuk bahasa, kita dapat menghasilkan komunikasi yang akurat dan bermakna, serta mampu memahami pesan dengan tepat sesuai dengan tujuan komunikasi yang ingin dicapai. Konsep adalah abstraksi pemikiran yang menjelaskan secara rinci atau menguraikan langkah-langkah yang akan diambil saat melakukan suatu aktivitas. Konsep adalah sesuatu yang dikandung dalam pikiran berupa prinsip, ide, pemikiran umum, abstrak, atau gagasan (Hanafy, 2014). Pada artian lain konsep berfungsi sebagai kerangka mental yang membantu individu memahami, mengorganisir, dan menginterpretasi informasi serta pengalaman, sehingga memungkinkan mereka untuk membentuk pemahaman yang koheren tentang berbagai aspek kehidupan dan dunia di sekitar mereka. Belajar adalah suatu keharusan yang mesti dilakukan manusia untuk menciptakan perubahan yang lebih baik, serta bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Melalui proses belajar, individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan wawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (Riana & Sugiarti, 2020). Konsep belajar adalah pemahaman tentang proses di mana individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui pengalaman, instruksi, atau studi
14 (Suarim & Neviyarni, 2021). Proses ini melibatkan perubahan dalam perilaku atau pemikiran yang bertujuan untuk peningkatan diri dan adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan, serta memberikan manfaat baik bagi individu maupun komunitas di sekitarnya. Berbahasa tidak datang tiba-tiba, melainkan melalui proses yang melibatkan mendengarkan, menirukan, melafalkan, dan pengulangan. Setiap bahasa memerlukan tahapan-tahapan ini agar individu dapat menguasai dan menggunakan bahasa tersebut dengan baik. Proses ini memungkinkan seseorang memahami dan berkomunikasi secara efektif, mencerminkan perkembangan keterampilan bahasa yang berkelanjutan. Berbahasa untuk berkomunikasi yang bermakna adalah penggunaan bahasa untuk menyampaikan pesan, ide, dan emosi secara efektif sehingga dapat dipahami dan memberikan dampak positif kepada penerima (Masdul, 2018). Proses ini melibatkan pemilihan kata, struktur kalimat, serta intonasi yang tepat agar maksud dan tujuan komunikasi tercapai, memperkuat hubungan interpersonal dan memungkinkan interaksi sosial yang produktif. Manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa, sehingga belajar bahasa sepanjang usia menjadi suatu kebutuhan. Kemampuan berbahasa memungkinkan komunikasi, pemahaman, dan interaksi sosial yang esensial bagi kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mengasah dan memperkaya keterampilan berbahasa secara terus-menerus penting untuk adaptasi, perkembangan pribadi, dan partisipasi aktif dalam masyarakat yang dinamis.
15
16 1. Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak Pemerolehan bahasa anak merupakan proses menguasai bahasa yang terjadi secara bawah sadar. Melalui interaksi alami dengan lingkungan sekitarnya, anak secara intuitif menyerap dan mempelajari struktur, kosakata, dan aturan bahasa tanpa instruksi formal (Tarigan, 1985). Proses ini melibatkan mendengarkan, menirukan, dan menggunakan bahasa dalam konteks sehari-hari, yang secara bertahap membangun kemampuan berkomunikasi efektif dan pemahaman linguistik tanpa disadari oleh anak. Dengan mendengarkan, anak-anak menyerap suara, intonasi, dan pola bahasa yang digunakan di sekitar mereka. Fase menirukan memberi mereka kesempatan untuk mencoba mengucapkan kata-kata dan kalimat yang mereka dengar, yang membantu memperkuat penguasaan bunyi dan tata bahasa. Penggunaan bahasa dalam situasi sehari-hari, seperti berbicara dengan anggota keluarga atau teman, memperkaya pengalaman praktis mereka, sehingga secara bertahap mereka mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang efektif dan pemahaman linguistik yang mendalam. Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua kemampuan penting yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain (Khoirunnisa et al., 2023). Kemampuan pertama memungkinkan anak untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
17 kebutuhan mereka melalui kata-kata dan kalimat yang mereka buat sendiri, sering kali dimulai dengan katakata sederhana dan berkembang menjadi struktur kalimat yang lebih kompleks seiring bertambahnya usia dan pengalaman mereka. Sementara itu, kemampuan kedua adalah kemampuan untuk memahami dan memproses bahasa yang diucapkan oleh orang lain, yang mencakup mendengarkan, mengenali kata dan struktur kalimat, serta mengaitkannya dengan makna yang tepat dalam konteks komunikasi seharihari. Kedua kemampuan ini saling melengkapi dan berperan penting dalam perkembangan bahasa anak, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam interaksi sosial dan belajar dari lingkungan sekitarnya. Pemerolehan bahasa bagi anak-anak di Indonesia umumnya melibatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, setelah bahasa daerah atau bahasa ibu yang digunakan dalam keluarga dan komunitas mereka sehari-hari. Dalam konteks ini, anak-anak pertama kali belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah yang mereka dengar dan gunakan di rumah, sebelum kemudian diperkenalkan dengan bahasa Indonesia melalui interaksi sosial yang lebih luas dan pendidikan formal di sekolah. Proses ini mencerminkan situasi bilingualisme di mana anakanak mengembangkan kemampuan berbahasa dalam dua bahasa, yang memperkaya pengalaman linguistik mereka dan memperluas kapasitas komunikasi mereka dalam berbagai konteks budaya dan sosial.
18 Pemerolehan bahasa anak adalah proses alami di mana anak mengembangkan kemampuan untuk memahami dan menghasilkan bahasa melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses ini mencakup dua aspek utama: kemampuan menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Anak-anak pertama kali belajar bahasa ibu mereka melalui interaksi seharihari dengan keluarga dan komunitas, dan dalam konteks masyarakat bilingual seperti di Indonesia, mereka juga belajar bahasa kedua seperti bahasa Indonesia melalui pendidikan dan interaksi sosial yang lebih luas. Pemerolehan bahasa ini adalah fondasi penting bagi perkembangan kognitif, sosial, dan komunikasi anak, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan pendidikan dengan lebih efektif. 2. Pengaruh Pembelajaran Pada Pemerolehan Bahasa Anak Untuk dapat belajar Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dengan baik, anak-anak harus memiliki kesiapan psikolinguistik yang memadai, salah satunya adalah melalui paparan penggunaan Bahasa Indonesia dalam lingkungan keluarga (Slamet, 2019). Mendengarkan dan berinteraksi dalam Bahasa Indonesia secara rutin di rumah dapat membantu anak-anak memahami struktur bahasa, kosakata, dan tata bahasa secara alami. Kesiapan psikolinguistik ini mencakup kemampuan untuk mengenali dan memproses suara, kata, serta kalimat dalam Bahasa Indonesia, yang
19 semuanya diperoleh lebih mudah melalui pengalaman mendengar dan berbicara dalam konteks sehari-hari. Dengan demikian, lingkungan keluarga yang aktif menggunakan Bahasa Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk fondasi yang kuat bagi anak-anak untuk mempelajari bahasa ini sebagai bahasa kedua. Masih banyak orang tua yang lalai terhadap pentingnya menyiapkan buku bacaan untuk anak, terutama di daerah terpencil yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Akibatnya, banyak anak yang kekurangan akses terhadap bahan bacaan yang penting untuk perkembangan literasi mereka. Oleh karena itu, pihak sekolah harus mengambil inisiatif dengan menyediakan banyak buku bacaan yang sesuai untuk berbagai kalangan umur di SD. Selain itu, kerja sama dengan berbagai organisasi diperlukan untuk memastikan ketersediaan buku bacaan yang memadai, sehingga anak-anak di daerah terpencil memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan membaca dan memperluas wawasan mereka. Konteks pemerolehan Bahasa dikelompokkan menjadi tiga yaitu alami, pembelajaran dan campuran (Pica : 1992). Penelitian lain yang dilakukan oleh Wode (1981) memberikan informasi bahwa ditemukan kesamaan secara alami. Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara nilai membuat urutan pada morfem yang oleh pembelajar Bahasa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
20 dasar, terutama pada kelas rendah, memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam pemerolehan bahasa Indonesia bagi siswa. Pada tahap ini, anakanak berada dalam masa kritis perkembangan bahasa, di mana mereka dengan cepat menyerap dan memproses informasi linguistik yang mereka terima. Kurikulum yang dirancang dengan baik, yang melibatkan berbagai aspek bahasa seperti kosakata, tata bahasa, berbicara, dan menulis, membantu membentuk dasar yang kuat dalam keterampilan berbahasa Indonesia. Selain itu, pembelajaran yang interaktif dan kontekstual dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif berpartisipasi dan mengaplikasikan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mempercepat proses pemerolehan dan penguasaan bahasa Indonesia secara efektif dan menyeluruh. 3. Jenis Pemerolehan Bahasa Anak Pemerolehan bahasa anak dapat ditinjau dari lima sudut pandang yang berbeda, yaitu bentuk, urutan, jumlah, media, dan keaslian (Tarigan, 1985). Dari segi bentuk, anak mempelajari berbagai struktur kalimat dan ragam bahasa. Urutan mengacu pada tahapan perkembangan bahasa yang dialami anak, mulai dari kata-kata sederhana hingga kalimat kompleks. Jumlah berkaitan dengan banyaknya kosakata dan ekspresi yang dikuasai anak dalam proses pembelajaran. Media mencakup alat dan sarana yang digunakan untuk memperkenalkan bahasa, seperti buku, gambar, dan media digital. Terakhir, keaslian merujuk pada penggunaan bahasa yang autentik dan kontekstual
21 dalam kehidupan sehari-hari, yang membantu anak menguasai bahasa secara alami dan efektif. Dalam perolehan bahasa anak, orang tua memiliki peran yang sangat penting sebagai pemantau dan penyaring informasi yang diterima anak (Pradita et al., 2024). Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi kata-kata, intonasi, dan konteks yang dihadapi anak dalam keseharian, memastikan bahwa bahasa yang digunakan dan dipelajari anak adalah sesuai dan bermanfaat. Dengan berinteraksi secara aktif dan memberikan contoh penggunaan bahasa yang tepat, orang tua membantu anak mengembangkan keterampilan berbahasa yang baik dan menghindari pengaruh negatif dari sumber-sumber yang tidak sesuai. Peran ini sangat penting dalam membentuk kemampuan linguistik anak secara efektif dan mendasar, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan memahami lingkungan di sekitar mereka. 1. Pengertian Perkembangan Bahasa Anak Perkembangan bahasa anak merupakan rangkaian progresif dari ucapan yang sederhana menuju ucapan yang utuh (Ardhyantama, 2020). Pada awalnya, anak-anak mulai dengan kata-kata tunggal yang mudah dipahami, seperti "mama" atau "papa," dan seiring waktu, mereka mulai menggabungkan katakata tersebut menjadi frasa sederhana. Proses ini berlanjut dengan pembentukan kalimat yang lebih
22 kompleks, melibatkan subjek, predikat, dan objek, serta penggunaan tata bahasa yang lebih canggih. Setiap tahap perkembangan ini mencerminkan peningkatan kemampuan anak dalam memahami dan memproduksi bahasa, hingga akhirnya mereka mampu berkomunikasi dengan lancar dan menyampaikan pikiran serta perasaan mereka secara lengkap dan terstruktur. Tangisan dan celotehan bayi merupakan jembatan penting dalam alur perkembangan bahasa anak yang mengarah pada kemampuan berbahasa yang sempurna. Melalui tangisan, bayi pertama kali berkomunikasi kebutuhan dan emosinya, membangun dasar interaksi dengan lingkungan sekitar. Celotehan kemudian muncul sebagai langkah berikutnya, di mana bayi mulai bereksperimen dengan suara dan intonasi, meniru bunyi-bunyi yang mereka dengar dari orang dewasa. Proses ini membantu bayi mengenali pola-pola fonetik dan ritme bahasa, yang secara bertahap berkembang menjadi kata-kata dan kalimat sederhana (Khoirunnisa et al., 2023). Setiap tahap ini merupakan fondasi yang krusial, memungkinkan anak untuk mengembangkan kemampuan linguistik yang semakin kompleks dan terstruktur, hingga akhirnya mencapai kemahiran berbahasa yang sempurna. Bahasa anak merujuk pada sistem komunikasi yang dikembangkan oleh anak-anak sebagai bagian dari proses perkembangan bahasa mereka. Ini mencakup pemahaman mereka tentang struktur dan aturan bahasa, kemampuan mereka dalam meng-
23 gunakan kata-kata dan frasa untuk berkomunikasi, serta proses pembelajaran bahasa yang terus berkembang seiring dengan pertumbuhan dan pengalaman mereka. Bahasa anak melibatkan berbagai unsur, termasuk pemahaman kosakata, tata bahasa, pengucapan, dan kemampuan untuk menyusun kalimat yang koheren. Bahasa anak juga mencerminkan pengaruh dari lingkungan dan interaksi sosial mereka, serta perkembangan kognitif dan emosional mereka. Pengenalan bahasa pada anak perlu dilakukan dengan optimal karena bahasa merupakan fondasi utama dalam perkembangan kognitif, sosial, dan emosional mereka. Dengan memperkenalkan bahasa secara efektif sejak dini, anak-anak dapat membangun kemampuan komunikasi yang kuat, meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, serta membuka pintu bagi mereka untuk memahami dunia di sekitar mereka dengan lebih baik. Pada mulanya, anak harus memahami bahasa lisan sebagai dasar komunikasi yang utama, di mana mereka belajar mengenali dan menggunakan katakata serta kalimat yang didengar dalam interaksi sehari-hari. Pemahaman ini mencakup aspek-aspek penting seperti kosakata, intonasi, dan struktur kalimat yang digunakan dalam percakapan. Ketika memasuki usia sekolah dasar (SD), fokus pembelajaran bergeser ke arah bahasa tulis, di mana anakanak harus mempelajari dan menguasai kemampuan membaca dan menulis. Proses ini melibatkan pengenalan huruf, penyusunan kata, hingga pembentukan kalimat yang lebih kompleks. Dengan
24 menguasai bahasa tulis, anak-anak dapat memperluas keterampilan berbahasa mereka, memungkinkan mereka untuk mengekspresikan ide dan informasi secara lebih luas dan terstruktur. Pada usia remaja, memahami perkembangan bahasa menjadi sangat penting karena remaja akan dihadapkan dengan berbagai gaya bahasa yang sensitif dan relevan dengan proses pembentukan jati diri serta identitas mereka (Isna, 2019). Selama masa ini, remaja sering berinteraksi dalam konteks sosial yang beragam, di mana mereka harus menavigasi bahasa formal dan informal, slang, serta idiom yang digunakan dalam kelompok sebaya dan masyarakat luas. Kemampuan untuk mengerti dan menggunakan berbagai gaya bahasa ini tidak hanya membantu mereka berkomunikasi lebih efektif, tetapi juga memainkan peran krusial dalam mengembangkan kepercayaan diri, membangun hubungan sosial yang kuat, dan mengekspresikan diri secara autentik dalam perjalanan menuju kedewasaan. Pada usia dewasa, perbedaan signifikan dalam kemampuan dan keterampilan bahasa individu sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan mereka. Misalnya, seseorang dengan pendidikan tinggi di bidang komunikasi atau jurnalisme yang bekerja sebagai presenter televisi akan memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik, penguasaan kosakata yang luas, dan keterampilan menyampaikan informasi secara jelas dan persuasif. Mereka harus mampu menyusun dan menyampaikan berita atau acara dengan struktur yang baik dan menggunakan
25 bahasa yang tepat untuk audiens mereka. Sebaliknya, seorang dewasa yang bekerja di bidang teknis, seperti seorang insinyur, mungkin lebih terampil dalam menggunakan terminologi teknis dan menjelaskan konsep kompleks dalam konteks profesional mereka, tetapi mungkin tidak memiliki keterampilan presentasi publik yang sama. Contoh lainnya adalah seorang dosen universitas yang memiliki kemampuan untuk mengajar dan berbicara di depan kelas dengan baik, dibandingkan dengan seorang pekerja lapangan yang lebih terbiasa dengan komunikasi praktis dan instruksional. Perbedaan ini mencerminkan bagaimana pendidikan dan pekerjaan membentuk kompetensi bahasa dan keterampilan komunikasi seseorang di usia dewasa. Pengertian di atas mencerminkan bagaimana perkembangan bahasa anak berlanjut ke masa dewasa, di mana tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan individu mempengaruhi keterampilan bahasa dan komunikasi mereka secara signifikan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan bahasa anak adalah proses di mana anakanak secara bertahap memperoleh kemampuan berbahasa, mulai dari memahami dan menggunakan kata-kata sederhana, hingga mampu berkomunikasi dengan kalimat kompleks dan gaya bahasa yang sesuai dengan konteks sosial dan profesional mereka di masa dewasa.
26 2. Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Anak Kemampuan berbahasa anak tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan berkembang secara bertahap melalui berbagai tahapan yang dimulai dari tahap (Ardhyantama, 2020). Tahapan pada perkembangan Bahasa anak dibagikan ke dalam beberapa, yaitu : a. Tahap Pralingustik (0-12 Bulan) Tahap pralinguistik adalah tahap awal perkembangan bahasa pada anak yang terjadi sebelum mereka mulai menggunakan kata-kata yang bermakna. Tahap ini meliputi periode dari lahir hingga sekitar usia satu tahun. Pada tahap pralinguistik, anak mampu menghasilkan berbagai bunyi bahasa, seperti vokal sederhana (cooing) dan kombinasi vokalkonsonan (babbling), tetapi bunyi-bunyi ini belum membentuk kata atau memiliki makna tertentu. Bayi yang baru lahir akan menangis sebagai bentuk komunikasi awal mereka dengan dunia luar. Tangisan ini memiliki berbagai makna penting, seperti mengekspresikan kebutuhan dasar mereka akan kenyamanan, makanan, atau perhatian. Selain itu, melalui tangisan, bayi juga dapat memberi tahu orang tua atau pengasuh tentang ketidaknyamanan fisik, seperti rasa sakit atau suhu yang tidak sesuai Bayi yang berusia antara 4 hingga 7 bulan berada pada tahap ekspansi yang krusial dalam perkembangan bahasa mereka, di mana mereka mulai menghasilkan beragam suara baru sebagai bagian dari proses belajar berkomunikasi. Pada periode ini, mereka mungkin mulai mengeluarkan suara yang
27 berbeda-beda, termasuk mengoceh, menggumam, dan mencoba meniru suara-suara yang mereka dengar di sekitar mereka. Aktivitas ini adalah langkah awal dalam perjalanan menuju bahasa yang lebih kompleks. Dengan menghasilkan berbagai suara dan bereksperimen dengan intonasi, bayi membentuk dasar untuk pengembangan kemampuan bicara yang lebih lanjut di masa mendatang. Proses ini juga membantu mereka membangun koneksi antara pikiran dan suara, serta meningkatkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Bayi yang berusia antara 7 hingga 12 bulan telah memasuki tahap konikal dalam perkembangan bahasa, di mana mereka mampu mengucapkan sebagian suku kata dan mulai menggandakan katakata yang mereka kenal. Pada periode ini, mereka mungkin mulai menggunakan suara-suaranya secara lebih teratur untuk meniru kata-kata yang mereka dengar dari lingkungan sekitar mereka. Kemampuan ini menandai langkah penting dalam pembentukan kemampuan bicara, di mana mereka mulai memahami hubungan antara suara dan makna. Selain itu, bayi pada usia ini juga mungkin mulai menunjukkan minat yang lebih besar dalam interaksi sosial, seperti mencoba berkomunikasi dengan orang dewasa atau sesama bayi melalui bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan suara-suara yang mereka hasilkan. Tahap konikal ini adalah langkah awal yang penting dalam perjalanan mereka menuju kemahiran berbahasa yang lebih kompleks.
28 b. Tahap Satu Kata (12-18 Bulan) Pada tahap satu kata dalam perkembangan bahasa anak yang berusia antara 12 hingga 18 bulan, mereka mulai mengalami lonjakan signifikan dalam kemampuan bahasa mereka. Pada periode ini, anakanak biasanya mulai menggunakan kata-kata tunggal untuk menyampaikan makna yang lebih kompleks, seperti "mama", "papa", atau "air". Mereka mungkin juga menggunakan kata tunggal yang telah mereka dengar sebelumnya dalam situasi yang sesuai, menunjukkan pemahaman awal mereka tentang makna kata-kata. Meskipun kosakata mereka masih terbatas, penggunaan kata tunggal ini merupakan langkah penting dalam pembentukan kemampuan bicara mereka. Selain itu, pada tahap ini, anak-anak juga mulai mengenal pola dasar dalam bahasa yang mereka gunakan, seperti subjek-predikat atau katakata yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginan mereka sehari-hari. Tahap satu kata merupakan fondasi penting dalam pembentukan kemahiran berbahasa yang lebih kompleks di masa depan. Memahami bahasa anak pada usia usia ini bukanlah tugas yang mudah karena pada tahap tersebut, anak masih dalam proses pengembangan keterampilan bahasa yang terbatas. Sebagai orangtua, penting untuk melakukan komunikasi aktif dengan anak, menggunakan bahasa yang sederhana, berbicara dengan intonasi yang jelas, serta memberikan kesempatan bagi anak untuk berekspresi melalui bahasa tubuh dan suara. Dengan memberikan
29 perhatian dan respons yang positif terhadap upaya komunikasi anak, kita dapat membantu mempercepat perkembangan kemampuan bahasanya. Untuk berbicara secara lancar, seorang individu memerlukan perbendaharaan bahasa yang kaya, yang dapat diperoleh melalui interaksi aktif dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya. Penting bagi orang tua dan individu di sekitarnya untuk secara teratur mengajak berbicara, memperkenalkan kosakata baru, dan memberikan model bahasa yang tepat. Pada usia 12-18 bulan, anak-anak sebaiknya tidak dipaparkan pada bahasa bayi, tetapi sebaliknya diperkenalkan pada bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, sehingga mereka dapat belajar dan menyerap pola-pola bahasa yang lebih kompleks dan bermanfaat dalam komunikasi mereka. c. Tahap Dua Kata (18-24 Bulan) Tahap dua-kata pada usia 18-24 bulan adalah periode perkembangan kognitif anak di mana mereka mulai menggunakan dua kata atau lebih untuk menyampaikan pikiran mereka. Pada tahap ini, anakanak mampu menggabungkan kata-kata untuk membentuk kalimat sederhana, mengungkapkan keinginan, menyatakan kebutuhan, dan mengekspresikan pemahaman tentang dunia di sekitar mereka secara lebih terperinci. Tahap ini menandai langkah penting dalam kemampuan komunikasi verbal anak dan menandakan perkembangan bahasa yang signifikan. Anak sudah mulai dapat mengucapkan “Pa. lapal”, maksudnya adalah “Mama,
30 saya lapar”. Pada usia ini, anak-anak telah mengembangkan pemahaman dasar tentang makna kata-kata, memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi benda, tindakan, atau konsep yang dinyatakan. Namun, meskipun mereka dapat mengenali makna kata-kata, anak-anak pada rentang usia ini seringkali belum mampu menunjukkan aspek tambahan seperti jumlah, jenis kelamin, atau waktu terjadinya peristiwa dalam percakapan atau situasi komunikasi. Ini menandakan tahap awal dari pemahaman bahasa yang lebih kompleks yang akan terus berkembang seiring waktu. d. Tahap Banyak-Kata (3-5 Tahun) Pada usia 3-5 tahun, anak-anak mengalami tahap perkembangan bahasa yang signifikan, sering disebut sebagai tahap "banyak kata". Pada periode ini, mereka secara cepat memperluas kosa kata mereka dan mulai menggunakan kalimat yang lebih kompleks. Anakanak mulai memahami dan menggunakan kata ganti, kata sambung, dan preposisi dengan lebih tepat. Mereka juga mampu menceritakan pengalaman atau cerita sederhana, menanyakan pertanyaan, dan mengikuti instruksi lebih dari satu langkah. Kemampuan mereka dalam memahami nuansa bahasa, seperti humor dan ironi sederhana, juga mulai berkembang. Secara umum, anak-anak pada usia ini menunjukkan peningkatan dalam pemahaman dan produksi bahasa yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi lebih efektif dengan orang di sekitar mereka.
31 Tompkins dan Hoskisson dalam Tarigan dkk (1998) mengemukakan bahwa pada usia 3-4 tahun, anak-anak mulai mengembangkan tata bahasa yang lebih panjang dan teratur dalam berbicara. Mereka mulai menyusun kalimat dengan struktur yang lebih kompleks, menggabungkan beberapa kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan. Anak-anak pada usia ini juga mulai menggunakan kalimat majemuk dengan menghubungkan dua gagasan menggunakan kata sambung seperti "dan" atau "karena". Penggunaan tenses menjadi lebih konsisten, meskipun masih sederhana, dan mereka semakin tepat dalam penggunaan kata ganti orang dan preposisi. Secara keseluruhan, perkembangan ini mencerminkan peningkatan signifikan dalam kemampuan mereka untuk menyampaikan pikiran dan perasaan dengan lebih jelas dan detail, menunjukkan kemajuan dalam pemahaman tata bahasa yang mendasar. Kemampuan bahasa anak-anak mulai menyerupai bahasa orang dewasa pada usia 5-6 tahun, termasuk kemampuan untuk bercanda dan bermain kata dengan orang di sekitarnya. Mereka menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang struktur kalimat yang kompleks dan nuansa bahasa, termasuk intonasi dan ekspresi wajah yang mendukung makna perkataan mereka. Pada tahap ini, anak-anak juga mulai menggunakan idiom, metafora sederhana, dan memahami humor, yang memungkinkan mereka untuk membuat dan mengerti lelucon. Kemampuan mereka dalam berkomunikasi secara efektif juga mencakup narasi yang lebih terstruktur dan detil,
32 menunjukkan peningkatan dalam keterampilan sosial dan kognitif yang esensial untuk interaksi yang lebih dewasa. 3. Sistem Perkembangan Bahasa Anak Sistem bahasa terdiri atas beberapa subsistem yang saling berinteraksi untuk membentuk komunikasi yang efektif. Subsistem ini meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, sematik dan pragmatik. a. Perkembangan Fonologi Sebelum masuk sekolah dasar, anak-anak umumnya sudah menguasai sebagian besar bunyi bahasa yang dikenal dengan fonem, meskipun ada beberapa fonem yang mungkin sulit untuk diucapkan dengan sempurna. Pada usia ini, mereka telah mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan dan membedakan sebagian besar suara yang digunakan dalam bahasa ibu mereka, memungkinkan mereka untuk berbicara dengan jelas dan dimengerti. Penelitian yang dilakukan Budiasih dan Zuhdi (1997) menunjukkan bahwa anak-anak di kelas dua dan tiga sekolah dasar seringkali masih melakukan kesalahan dalam pengucapan beberapa fonem tertentu, seperti mengucapkan "f" sebagai "p", "sy" sebagai "s", dan "ks" sebagai "k". Kesalahan ini umum terjadi karena perkembangan fonologis mereka masih dalam tahap penyempurnaan. Berhubungan dengan hal tersebut ditemukan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Woolfolk (1990) menunjukkan bahwa Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak
33 berusia 8 tahun seringkali masih mengalami kesulitan dalam pengucapan fonem tertentu, seperti "s", "z", dan "v". Meskipun mereka sudah menguasai banyak aspek bahasa, pengucapan beberapa fonem yang membutuhkan koordinasi motorik halus dan penempatan lidah yang tepat masih menjadi tantangan. Dalam konteks perkembangan bahasa pada anakanak Indonesia di pendidikan dasar, banyak yang mengalami kesulitan dalam pengucapan beberapa fonem seperti "r", "z", "v", "f", "kh", "sh", "x", serta bunyi kluster seperti "pr" dalam kata "pragmatik". Kesulitan ini tidak hanya terbatas pada anak-anak, tetapi juga sering terjadi pada orang dewasa, yang juga menghadapi tantangan dalam mengucapkan bunyi kluster dengan benar. Fonem-fonem ini membutuhkan koordinasi artikulasi yang lebih kompleks, yang sering kali menjadi sumber kesulitan bagi penutur asli bahasa Indonesia, terutama karena perbedaan dalam frekuensi penggunaan dan struktur fonologis bahasa. Dukungan melalui latihan fonetik dan terapi wicara dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan ini, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. b. Perkembangan Morfologi Perkembangan morfologi dalam perkembangan bahasa merujuk pada perubahan dan evolusi struktur kata dalam suatu bahasa seiring waktu. Ini mencakup pembentukan kata melalui penambahan afiks (seperti prefiks, sufiks, infiks), perubahan bentuk kata untuk menandai makna gramatikal (seperti tensis, jumlah, atau kasus), dan penggabungan kata menjadi kata
34 majemuk. Pada awalnya, anak-anak mempelajari morfem melalui proses hafalan. Mereka mengenali dan mengingat bentuk-bentuk kata yang sering mereka dengar dalam lingkungan sehari-hari tanpa memahami aturan gramatikal yang mendasarinya. Seiring waktu dan dengan bertambahnya pengalaman bahasa, mereka mulai menyadari pola dan aturan morfologis yang mengatur pembentukan kata, seperti bagaimana menambahkan sufiks untuk membentuk kata kerja atau kata benda. Proses ini menunjukkan bagaimana kemampuan linguistik anak berkembang dari tahap penghafalan sederhana menuju pemahaman yang lebih kompleks tentang struktur bahasa. Salah satu aspek morfologi yang kompleks adalah afikasi, yaitu proses penambahan afiks pada kata dasar untuk membentuk kata baru atau mengubah makna dan fungsi gramatikal kata tersebut. Afiks dapat berupa prefiks (ditambahkan di awal kata), sufiks (di akhir kata), infiks (di tengah kata), atau konfiks (gabungan prefiks dan sufiks). Contoh afikasi pada kata "jalan" dalam bahasa Indonesia melibatkan penambahan berbagai jenis afiks untuk mengubah makna dan fungsi kata tersebut. Misalnya, dengan menambahkan prefiks "ber-" menjadi "berjalan," kata ini berubah menjadi kata kerja yang berarti melakukan aktivitas berjalan. Penambahan sufiks "- an" pada kata "jalan" menghasilkan "jalanan," yang berarti tempat atau area untuk berjalan, mengubah kata dasar menjadi kata benda. Selain itu, kombinasi prefiks "di-" dan sufiks "-i" menjadi "dijalani,"
35 menghasilkan bentuk pasif yang berarti sesuatu yang dilalui atau ditempuh. Proses-proses afikasi ini menunjukkan bagaimana kata dasar "jalan" dapat diubah dan diperluas maknanya melalui penambahan afiks. c. Perkembangan Sintaksis Kalimat awal yang digunakan oleh anak-anak biasanya sederhana dan aktif serta berorientasi pada berita, mencerminkan tahap awal perkembangan bahasa mereka. Pada tahap ini, anak-anak cenderung menggunakan kalimat dengan struktur dasar seperti subjek-predikat-objek, misalnya "Ibu makan nasi." Kalimat-kalimat ini langsung dan jelas, fokus pada memberikan informasi dasar atau menyampaikan berita tentang apa yang mereka lihat, lakukan, atau rasakan. Struktur sederhana dan aktif ini membantu anak-anak dalam membangun fondasi untuk perkembangan bahasa yang lebih kompleks di masa mendatang. Seorang anak dapat mengembangkan bahasanya melalui proses pengulangan dan pengembangan. Dengan mendengar dan mengulang kata-kata serta kalimat yang sering digunakan oleh orang di sekitarnya, anak-anak memperkuat pemahaman mereka tentang struktur dan kosakata bahasa. Selanjutnya, mereka mulai mengembangkan bahasa mereka dengan membuat variasi dari ungkapanungkapan yang telah mereka kuasai, mencoba kalimat yang lebih panjang dan kompleks, serta bereksperimen dengan aturan tata bahasa baru. Proses
36 ini memungkinkan anak-anak untuk secara bertahap meningkatkan keterampilan bahasa mereka. Pada umumnya, anak-anak sering menggunakan kalimat pasif di mana subjeknya berasal dari kata ganti. Dalam kasus ini, mereka cenderung menghindari menyebutkan subjek yang spesifik dan lebih memilih menggunakan kata ganti seperti "itu," "ini," atau "mereka" sebagai pengganti subjek. Contohnya, dalam kalimat "Boneka itu dipeluk," anak mungkin lebih suka menggunakan kata ganti "itu" daripada menyebutkan subjek yang spesifik. Pilihan ini sering kali muncul karena keterbatasan kosakata atau kesulitan dalam memahami peran dan fungsi subjek dalam kalimat, namun seiring dengan perkembangan bahasa, anak-anak akan mulai memahami dan menggunakan kalimat aktif dengan subjek yang lebih spesifik dan jelas. Seorang anak sering mengalami kesulitan dalam penggunaan kata penghubung "karena" karena membutuhkan pemahaman tentang hubungan sebabakibat dalam kalimat. Contohnya, anak mungkin mengatakan "Saya tidak datang ke pesta karena sakit," yang merupakan kalimat yang benar dan jelas menyampaikan alasan ketidakhadirannya. Namun, dalam beberapa kasus, anak mungkin kesulitan mengungkapkan hubungan sebab-akibat dengan jelas, sehingga kalimatnya mungkin menjadi ambigu atau kurang terstruktur. Misalnya, anak mungkin mengatakan "Saya tidak mau makan karena main," yang bisa diartikan sebagai "Saya tidak mau makan karena saya sedang bermain" atau "Saya tidak mau
37 makan karena saya ingin bermain." Kesulitan semacam ini merupakan bagian dari proses pembelajaran bahasa yang normal, dan dengan panduan serta latihan yang tepat, anak-anak akan memperoleh kemampuan untuk menggunakan kata penghubung "karena" dengan lebih tepat dan efektif. Pada usia 10-11 tahun, pemahaman seorang anak terhadap penggunaan kata penghubung mulai berkembang dengan lebih baik dan konsisten. Mereka mulai memahami peran kata penghubung dalam menyatukan gagasan-gagasan dalam kalimat serta memahami hubungan logis antara ide-ide yang berbeda. Anak-anak pada usia ini cenderung mampu menggunakan kata penghubung secara lebih tepat dan konsisten dalam berbagai konteks. Contohnya, mereka dapat menghubungkan dua peristiwa atau gagasan dengan kata penghubung yang sesuai seperti "karena," "dan," "atau," atau "tetapi" dengan lebih lancar. d. Perkembangan Sematik Perkembangan semantik di sekolah dasar berlangsung dengan sangat cepat karena pada tahap ini, anak-anak terus menerus terpapar dengan kosakata baru dan konsep-konsep yang lebih kompleks melalui pembelajaran formal di sekolah, interaksi dengan teman sebaya, dan paparan terhadap media. Anak mengalami penambahan kosa kata sekitar 3000 kata setiap tahunnya, terutama pada masa prasekolah dan awal sekolah dasar. Proses ini didorong oleh keingintahuan alami anak-anak untuk memahami
38 dunia di sekitar mereka serta kebutuhan untuk berkomunikasi secara efektif. Di usia sekolah, remaja, dan dewasa, penambahan makna kata terjadi dengan penambahan secara horisontal dan vertikal. Secara horizontal, penambahan makna kata melibatkan perkembangan dalam ranah makna yang sudah ada sebelumnya, seperti ekstensi makna, perubahan konotasi, atau penggunaan metafora. Sementara itu, secara vertikal, penambahan makna kata melibatkan penambahan konsep atau makna baru yang berkaitan dengan kemajuan kognitif dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan pengalaman individu. Perbendaharaan kosa kata yang kaya akan memudahkan seseorang dalam memahami sebuah wacana dengan baik. Dengan memiliki beragam katakata yang dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai makna dan nuansa, seseorang dapat dengan lebih akurat menangkap inti dan maksud dari teks yang mereka baca atau dengarkan. Selain itu, memiliki kosa kata yang luas juga memungkinkan seseorang untuk lebih mudah memahami hubungan antar kata, struktur kalimat, dan aliran pikiran yang kompleks dalam sebuah wacana. Perbedaan perbendaharaan anak pada usia 5 tahun dan 11 tahun mencerminkan perkembangan kemampuan mereka dalam memahami dan menggunakan kosakata. Pada usia 5 tahun, anak mungkin cenderung mendefinisikan kata dengan cara yang lebih sempit dan konkrit, fokus pada makna yang paling dasar dan langsung terkait dengan pengalaman mereka sehari-hari. Contohnya, ketika mendefinisikan kata "kucing," anak
39 mungkin hanya menyebutkan hewan berbulu dengan kumis. Namun, pada usia 11 tahun, anak mampu menggabungkan makna yang lebih kompleks yang dipahami olehnya. Mereka mungkin tidak hanya menyebutkan fitur fisik kucing, tetapi juga karakteristik, perilaku, atau peran kucing dalam masyarakat dan budaya. Pada usia SD, seorang anak mampu mengembangkan bahasa figuratif dengan penggunaan bahasa secara kreatif, menghasilkan ungkapan atau metafora yang lebih kompleks dan mendalam. Contohnya, anak-anak mungkin mulai menggunakan ungkapan figuratif seperti "matahari tertawa" untuk menggambarkan hari yang cerah dan menyenangkan, atau "menyanyikan lagu hujan" untuk menggambarkan bunyi hujan yang lembut dan menenangkan. e. Perkembangan Pragmatik Penggunaan bahasa secara pragmatik sangatlah penting dalam perkembangan bahasa pada anak usia SD karena memungkinkan mereka untuk berinteraksi secara efektif dalam berbagai situasi komunikasi. Kemampuan menggunakan bahasa secara pragmatik melibatkan pemahaman tentang konteks sosial, tujuan komunikasi, serta aturan dan norma-norma berbicara dalam masyarakat. Anak-anak pada usia SD perlu menguasai keterampilan pragmatik ini untuk dapat berkomunikasi dengan baik, baik dalam percakapan sehari-hari dengan teman sebaya maupun dalam situasi formal di sekolah.
40 Ada tujuh aspek kunci yang harus diberikan pada seorang anak tentang pragmatik untuk membantu mereka mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif. Pertama, kesadaran akan audiens (penerima), di mana anak perlu memahami siapa yang menjadi pendengar mereka dan bagaimana menyesuaikan pesan mereka sesuai dengan audiens tersebut. Kedua, pemahaman tentang tujuan komunikasi, yaitu alasan mengapa seseorang berbicara atau mendengarkan. Ketiga, pemahaman tentang konteks sosial, termasuk norma-norma dan aturan dalam berbicara yang berlaku dalam berbagai situasi. Keempat, kesadaran tentang situasi, memungkinkan anak untuk memilih bahasa yang tepat untuk situasi tersebut. Kelima, pemahaman tentang jalur komunikasi, baik itu formal atau informal, dan bagaimana itu memengaruhi cara berkomunikasi. Keenam, pemahaman tentang media komunikasi yang digunakan, apakah itu lisan atau tertulis, dan bagaimana itu memengaruhi cara berkomunikasi. Terakhir, pemahaman tentang peristiwa atau konteks budaya dalam penggunaan bahasa, memungkinkan anak memahami dan merespons situasi budaya dengan tepat.
41
42 embelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar memegang peranan penting dalam membentuk dasardasar literasi dan komunikasi siswa. Melalui pendekatan yang tepat, siswa dapat mengembangkan keterampilan berbahasa yang baik dan benar sejak dini. Dalam penjelasan berikut, akan dipaparkan berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa sekolah dasar. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan menulis, membaca, mendengarkan, dan berbicara siswa, serta menumbuhkan minat mereka terhadap bahasa Indonesia (Krissandi et al., 2020). Melalui pendekatan yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan siswa, diharapkan pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih efektif dan menyenangkan. Pendekatan berbasis tujuan dalam pendidikan berlandaskan pada pencapaian sasaran spesifik yang telah ditentukan sebelumnya dalam proses belajar-mengajar, yang memberikan panduan dan fokus bagi siswa dan pengajar. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, metode ini berarti setiap aktivitas dan materi yang disajikan ditujukan untuk mencapai kompetensi tertentu, seperti kemampuan memahami teks, menulis dengan baik, atau berbicara dengan lancar. Dengan memiliki sasaran yang jelas, baik siswa maupun guru dapat memantau kemajuan dan melakukan evaluasi secara sistematis, sehingga pembelajaran menjadi lebih terarah, efektif, dan bermakna. P