The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Manajemen risiko, baik di sektor perbankan maupun perusahaan, merupakan pendekatan terstruktur yang esensial dalam mengidentifikasi, mengukur, mengelola, dan memonitor risiko yang mungkin dihadapi. Teori manajemen risiko mencakup langkah-langkah seperti

identifikasi risiko, penilaian risiko berdasarkan dampak dan probabilitas, pengembangan strategi pengelolaan risiko, serta implementasi langkah-langkah pengendalian. Dalam konteks bank, risiko dapat berasal dari aspek pasar, kredit, dan likuiditas, sementara perusahaan mungkin menghadapi risiko operasional, reputasi, dan keuangan. Penerapan manajemen risiko membantu organisasi memitigasi risiko, meningkatkan daya tahan mereka terhadap ketidakpastian, dan mencapai tujuan dengan lebih efisien.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 11:56:58

Manajemen Risiko Bank DAN Perusahaan

Manajemen risiko, baik di sektor perbankan maupun perusahaan, merupakan pendekatan terstruktur yang esensial dalam mengidentifikasi, mengukur, mengelola, dan memonitor risiko yang mungkin dihadapi. Teori manajemen risiko mencakup langkah-langkah seperti

identifikasi risiko, penilaian risiko berdasarkan dampak dan probabilitas, pengembangan strategi pengelolaan risiko, serta implementasi langkah-langkah pengendalian. Dalam konteks bank, risiko dapat berasal dari aspek pasar, kredit, dan likuiditas, sementara perusahaan mungkin menghadapi risiko operasional, reputasi, dan keuangan. Penerapan manajemen risiko membantu organisasi memitigasi risiko, meningkatkan daya tahan mereka terhadap ketidakpastian, dan mencapai tujuan dengan lebih efisien.

89 Gambar 19. Proses Bisnis BUS dan Risiko Inheren Khusus bank syariah, terdapat dua risiko tambahan sehingga jumlah risiko inheren bagi BUS berjumlah menjadi sepuluh risiko, yakni: (1) Risiko likuiditas; (2) Risiko kredit; (3) Risiko Operasional; (4) Risiko Stratejik; (5) Risiko Pasar; (6) Risiko kepatuhan; (7) Risiko hukum; (8) Risiko reputasi; (9) Risiko imbal hasil; dan (10) Risiko investasi. Ada satu hal yang merupakan kekhasan BUS dibandingkan BUK, yaitu risiko kepatuhan. BUS memiliki risiko kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang mengacu kepada humum positif (UU, POJK, dan PBI) serta sekaligus mengacu kepada ketentuan syariah yang mengacu kepada Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI). Risko ini disebut sharia non-compliance risk.


90 Indo Bank, sebuah lembaga keuangan besar yang beroperasi secara global, tengah menghadapi kompleksitas dan ketidakpastian dalam lingkungan ekonomi saat ini. Bank ini menghadapi risiko inheren yang signifikan, terutama terkait dengan fluktuasi suku bunga yang tinggi dan ketidakpastian dalam pasar keuangan global. Dalam usahanya untuk memperkuat manajemen risiko perbankan, ABC Bank memutuskan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap risiko inheren yang dihadapi oleh organisasi mereka. 1. Apa saja risiko inheren yang dihadapi Indo Bank terkait dengan fluktuasi suku bunga tinggi dan ketidakpastian pasar keuangan global? 2. Bagaimana Indo Bank dapat mengukur tingkat risiko inheren yang dihadapi, terutama dalam menghadapi dinamika pasar yang kompleks? 3. Dengan mempertimbangkan risiko inheren, strategi pengelolaan risiko seperti apa yang dapat diterapkan oleh ABC Bank untuk mengurangi dampak potensial?


91 4. Apa tindakan konkret yang dapat diambil oleh Indo Bank untuk mengimplementasikan strategi pengelolaan risiko mereka, dan bagaimana melibatkan pemangku kepentingan? 5. Bagaimana Indo Bank dapat secara efektif memantau perubahan dalam lingkungan bisnis, dan apa langkah-langkah evaluasi yang dapat diambil untuk mengevaluasi efektivitas tindakan mitigasi risiko yang telah diimplementasikan?


92 Dalam memahami Risiko Kredit, kita diharapkan mencapai sejumlah kompetensi yang relevan untuk mendukung pemahaman mereka dalam konteks manajemen risiko perbankan. Pertama, kita dapat memahami dan mengidentifikasi peran serta jenis-jenis Aktiva Produktif yang menjadi landasan dalam pertumbuhan portofolio kredit bank, seperti pinjaman bisnis dan kredit investasi. Selanjutnya, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan menilai Kualitas Kredit dengan memperhatikan faktor-faktor seperti evaluasi debitur, pemantauan risiko kredit, dan


93 implementasi kebijakan penyelesaian kredit yang efektif. Selain itu, kita juga mampu menentukan Batas Maksimum Pemberian Kredit yang sejalan dengan kebijakan risiko perbankan, menggabungkan pertimbangan keuntungan dan risiko. Selanjutnya, kita dapat menyusun dan menganalisis Profil Risiko Kredit dengan mengidentifikasi serta mengevaluasi risiko kredit yang dihadapi bank, serta merancang strategi mitigasi yang efektif. Terakhir, kita dapat mengembangkan Matriks Indikator Risiko Kredit yang mencakup indikator kuantitatif dan kualitatif untuk memonitor dan mengevaluasi risiko kredit secara sistematis. Pencapaian learning outcomes ini diharapkan memberikan pemahaman holistik dalam manajemen risiko kredit, mempersiapkan mereka untuk berkontribusi secara efektif dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terkait kredit di dunia perbankan. Aktiva Produktif merujuk pada sekelompok aset atau investasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, khususnya dalam konteks perbankan, yang dirancang untuk menghasilkan pendapatan atau laba. Dalam sektor perbankan, Aktiva Produktif utamanya terkait dengan pemberian kredit kepada nasabah (Sari et al., 2020). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa aspek Aktiva Produktif dalam konteks perbankan adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk


94 penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 1. Kredit: Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah adalah salah satu bentuk utama dari aktiva produktif. Bank mendapatkan pendapatan dari bunga dan biaya lainnya yang dibebankan pada kredit ini. 2. Surat Berharga: Bank dapat berinvestasi dalam surat berharga seperti obligasi dan saham perusahaan lain. Pendapatan yang diperoleh dari investasi ini juga termasuk dalam aktiva produktif. 3. Penempatan Dana Antar Bank: Bank dapat menempatkan dana mereka pada bank lain, yang menghasilkan pendapatan dari suku bunga atau keuntungan lainnya. 4. Tagihan Akseptasi: Aktiva ini mencakup tagihan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah dan diakui sebagai utang kepada bank. 5. Reserve Repurchase Agreement: Bank dapat melakukan transaksi repurchase agreement untuk mendapatkan pendapatan dari penjualan dan pembelian kembali aset dengan pihak lain. 6. Tagihan Derivatif: Aktiva ini mencakup derivatif finansial yang diperdagangkan oleh bank, seperti kontrak berjangka dan opsi. 7. Penyertaan: Bank dapat memiliki kepemilikan saham di perusahaan lain sebagai bagian dari aktiva produktif mereka. 8. Transaksi Lainnya: Ada berbagai transaksi dan investasi lain yang dapat menjadi bagian dari aktiva produktif bank, termasuk call money dan deposito.


95 Aktiva produktif ini membantu bank menghasilkan pendapatan yang mendukung operasional mereka dan memberikan layanan keuangan kepada nasabah. Dalam konteks perbankan, manajemen Aktiva Produktif menjadi kunci karena bank perlu mengelola portofolio asetnya dengan hati-hati untuk memaksimalkan pendapatan, mengurangi risiko kredit, dan memastikan keseimbangan yang sehat antara likuiditas, profitabilitas, dan keamanan. Kualitas kredit perbankan mengacu pada evaluasi seberapa baik peminjam atau debitur mematuhi kewajibannya dalam membayar cicilan kreditnya kepada bank. Hal ini penting untuk mengukur risiko kredit yang dihadapi oleh bank. Beberapa poin penting terkait kualitas kredit perbankan adalah: 1. Kolektibilitas: Kolektibilitas adalah klasifikasi status pembayaran angsuran pokok dan bunga kredit oleh debitur. Ini mencakup berbagai tingkatan seperti lancar, kurang lancar, dan macet. Kolektibilitas yang baik menunjukkan bahwa debitur membayar tepat waktu, sementara yang buruk mengindikasikan pembayaran yang tertunda atau macet. 2. Non-Performing Loan (NPL): NPL adalah rasio jumlah kredit dengan kolektibilitas yang buruk (biasanya 3-5) terhadap total kredit. Semakin tinggi NPL, semakin buruk kualitas kredit bank. 3. Loss Given Default (LGD): LGD mengukur kerugian yang mungkin dialami bank jika debitur gagal membayar kredit. Semakin tinggi LGD, semakin besar potensi kerugian bagi bank.


96 4. Penilaian Kualitas Aset: Bank umumnya melakukan penilaian kualitas aset, termasuk kualitas kredit, untuk mengukur sejauh mana aset mereka aman dan berkinerja baik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peraturan yang mengatur kualitas kredit perbankan. Salah satu peraturan terkait adalah Peraturan OJK No. 40/POJK.03/2019, yang mengatur tentang penilaian kualitas aset bank umum dan pelaksanaan kewajiban nasabah debitur penerima kredit dalam bank. Peraturan ini membantu bank dalam mengelola risiko kreditnya. Berikut 5 kolektibilitas kredit sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum : 1. Kolektibilitas 1: Lancar, apabila debitur selalu membayar pokok dan bunga tepat waktu. Perkembangan rekening baik, tidak ada tunggakan, serta sesuai dengan persyaratan kredit. 2. Kolektibilitas 2: Dalam Perhatian Khusus, apabila debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 1- 90 hari. 3. Kolektibilitas 3: Kurang Lancar, apabila debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 91-120 hari. 4. Kolektibilitas 4: Diragukan, apabila debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 121-180 hari. 5. Kolektibilitas 5: Macet, apabila debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 180 hari. Dalam pengaturan perbankan, penentuan kualitas kredit mengacu kepada konsep tiga pilar ini merujuk pada faktorfaktor yang digunakan untuk menilai kualitas kredit. Tiga pilar tersebut mencakup: (i) ketepatan dalam membayar; (ii)


97 prospek usaha debitur; dan (iii) kondisi keuangan debitur. Penilaian ini penting dalam menentukan risiko kredit dan persetujuan kredit yang diberikan oleh bank Namun, pada saat terjadi pandemi Covid-19, OJK mengeluarkan POJK Stimulus COVID-19 berupa kebijakan relaksasi bagi debitur yang terkena dampak COVID-19 masih tetap berlaku yaitu hanya menggunakan ketentuan satu pilar yaitu aspek ketepatan membayar, antara lain mencakup: 1. penilaian kualitas kredit/pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan s.d Rp10 miliar; 2. penetapan kualitas kredit/pembiayaan menjadi Lancar setelah direstrukturisasi; dan 3. pemisahan penetapan kualitas untuk kredit/pembiayaan baru. Adapun dalam POJK Perubahan atas POJK Stimulus COVID-19 ini terdapat penambahan pengaturan untuk memastikan penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian bagi bank dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta kebijakan terkait dengan permodalan dan likuditas bank. Kualitas kredit perbankan sangat penting dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan dalam sistem keuangan. Bankbank dan otoritas mengawasi dan mengelola kualitas kredit secara ketat untuk mengurangi risiko dan memastikan kelancaran sektor perbankan. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi


98 utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, atau dalam bentuk lain termasuk cerukan berupa saldo negative pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang, dan pengambilalihan atau pembelian tagihan dari pihak lain. Berdasarkan SEOJK No. 24/03/2021, pengertian risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko Kredit mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk), dan Risiko Kredit akibat kegagalan penyelesaian/settlement risk. Risiko Kredit adalah Risiko kerugian akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajibannya kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (bank dan nonbank). Risiko kredit juga dapat diakibatkan oleh: 1. Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, 2. Risiko Kredit akibat terkonsentrasinya penyediaan dana (Risiko Konsentrasi Kredit), 3. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk), 4. Risiko Kredit akibat kegagalan settlement (settlement risk), dan 5. Risiko Kredit akibat country risk. Risiko kredit dapat menjadi penyebab utama kegagalan Bank. Dengan demikian, kemampuan Manajemen Risiko


99 Kredit Bank untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko Kredit serta mencadangkan modal secara cukup bagi Risiko kredit menjadi suatu hal yang mutlak. Konsep utama dalam pengukuran risiko kredit seperti probability of default, recovery rate, exposure at default, expected loss, loss given default, dan unexpected loss, umumnya dapat dimengerti dan diuraikan dengan sederhana. Pengertian umum atas kosnep di atas adalah: 1. Probability of Default (PD): kemungkinan bahwa obligor atau debitur akan gagal untuk melakukan pembayaran penuh dan tepat waktu dari kewajiban keuangannya selama cakrawala waktu tertentu (duration) 2. Loss Given Default (LGD): besarnya kerugian jika terjadi wanprestasi, dinyatakan sebagai persentase dari nilai eksposur 3. Exposure At Default (EAD): perkiraan eksposur pada saat default 4. Expected Loss (EL): rata-rata perkiraan kerugian kredit selama periode waktu tertentu 5. Unexpected Loss (UL): kerugian melebihi kerugian yang diharapkan Akan tetapi, walaupun ada kesepakatan mengenai konsep-konsep ini di kalangan para praktisi manajemen risiko, penerapan metode yang konsisten dengan teori dasar secara praktis seringkali menjadi tantangan. Variasi kecil dalam estimasi dan pengukuran risiko kredit bisa menyebabkan fluktuasi besar dalam estimasi risiko kredit yang dihitung dan menimbulkan perbedaan pendapat yang signifikan mengenai strategi pengelolaan kredit yang


100 proaktif. Perubahan-perubahan ini dapat berdampak besar terhadap penilaian risiko dan, pada akhirnya, keputusan bisnis seperti penggunaan agunan, sekuritisasi, dan upaya mitigasi risiko kredit. Profil Risiko Kredit adalah gambaran komprehensif tentang karakteristik dan tingkat risiko yang terkait dengan seluruh portofolio kredit suatu bank. Learning outcome terkait Profil Risiko Kredit mencakup pemahaman dan kemampuan mahasiswa untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank. 1. Identifikasi Risiko Kredit Profil Risiko Kredit menjadi landasan yang tidak boleh diabaikan dalam manajemen risiko perbankan, terutama dalam mengidentifikasi dan memahami berbagai jenis risiko yang dapat mempengaruhi portofolio kredit suatu bank. Risiko kredit individual mencakup kemungkinan gagal bayar oleh debitur, di mana kondisi keuangan personal atau peristiwa tak terduga dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kewajiban pinjaman. Risiko kredit kelompok muncul ketika kredit terkonsentrasi pada sektor atau kelompok nasabah tertentu, menimbulkan risiko potensial jika entitas tersebut mengalami kesulitan keuangan. Proses Identifikasi Risiko Kredit merupakan suatu tahapan penting dalam siklus Proses Manajemen Risiko Kredit. Proses Identifikasi Risiko Kredit yang memadai paling sedikit harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


101 a. Pelaksanaan Identifikasi Risiko Kredit harus dilakukan secara berkala; b. Tersedianya metode atau sistem untuk melakukan identifikasi Risiko Kredit pada seluruh produk dan aktivitas perkreditan Bank dan aktivitas lainnya yang terkait dengan aktivitas perkreditan Bank; c. Proses identifikasi Risiko Kredit dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber Risiko aktivitas perkreditan Bank d. Proses identifikasi Risiko Kredit harus dapat memastikan bahwa Risiko dari produk dan aktivitas baru perkreditan telah melalui proses Manajemen Risiko Kredit yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan. Pemahaman mendalam terhadap jenis risiko ini memungkinkan bank untuk merancang strategi manajemen risiko yang efektif. Dengan demikian, bank dapat mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan yang sesuai dan tindakan manajemen risiko untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul. Identifikasi risiko ini juga menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan dan prosedur yang cermat, memastikan bahwa strategi manajemen risiko yang diadopsi sesuai dengan karakteristik risiko yang spesifik dalam portofolio kredit bank. 2. Pengukuran Risiko Kredit Pengukuran Risiko dalam konteks manajemen risiko kredit melibatkan serangkaian metode dan alat yang digunakan untuk menilai dan mengukur tingkat risiko yang terkait dengan portofolio kredit bank. Salah satu


102 pendekatan utama adalah analisis rasio keuangan, yang melibatkan evaluasi berbagai rasio yang mencerminkan kesehatan keuangan nasabah. Rasio utang terhadap ekuitas, rasio pembayaran bunga, dan rasio kecukupan modal adalah contoh rasio keuangan yang memberikan wawasan tentang tingkat risiko yang mungkin timbul (Budianto, 2023). Pemodelan prediktif merupakan komponen kunci dalam upaya pengukuran risiko. Bank menggunakan model statistik dan matematis untuk memprediksi perilaku nasabah, termasuk kemungkinan gagal bayar. Proses ini mencakup analisis data historis kredit, pengembangan model skor kredit, dan penggunaan teknik analisis prediktif untuk memahami potensi risiko pada tingkat individual maupun portofolio. Selain itu, evaluasi faktor-faktor kualitatif juga menjadi bagian integral dari Pengukuran Risiko. Ini mencakup mempertimbangkan karakteristik industri, regulasi, dan faktor-faktor eksternal lainnya yang dapat memengaruhi risiko kredit. Pemahaman mendalam terhadap konteks ini membantu bank dalam membuat penilaian yang lebih holistik terhadap tingkat risiko yang dihadapi. Pengukuran risiko juga melibatkan penilaian potensi kerugian yang dapat timbul dari berbagai jenis risiko. Bank perlu mengembangkan model simulasi dan skenario untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi kerugian dapat terjadi dan merancang strategi manajemen risiko yang efektif. Hal ini mencakup pemahaman mendalam terhadap distribusi kemungkin-


103 an kerugian dan implementasi langkah-langkah pencegahan yang sesuai. Dengan menerapkan metode dan alat pengukuran risiko ini, bank dapat membuat keputusan yang lebih informasional dan strategis dalam manajemen risiko kredit, mengoptimalkan portofolio kredit, dan menjaga kesehatan keuangan mereka dalam menghadapi dinamika pasar dan perubahan kondisi ekonomi. Ketentuan terbaru terkait risiko kredit adalah dengan adanya standar internasional baru dalam dokumen Basel III: Finalising Post-Crisis Reforms yang mengubah tata cara perhitungan ATMR Risiko Kredit. Ketentuan ini sebelumnya diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/SEOJK.03/2018 tentang Perubahan atas Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar, perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar, sesuai POJK Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bagi Bank Umum. Dalam menghitung KPMM baik secara individu maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank harus menghitung ATMR untuk Risiko Kredit. Bank


104 dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, yaitu: a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based Approach) 3. Pemantauan Risiko Kredit Setelah melakukan Identifikasi dan pengukuran terhadap risiko kredit, Bank selanjutnya harus melakukan pemantauan terhadap dinamika risiko kredit. Kegiatan pemantauan perlu dilakukan mengingat aktivitas perkreditan Bank bersifat dinamis, dan faktorfaktor yang mempengaruhi Risiko Kredit juga bersifat dinamis. Dengan melakukan pemantauan Risiko Kredit secara efektif diharapkan Bank dapat senantiasa mengetahui Risiko Kredit yang dihadapi secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga proses pengelolaan Risiko Kredit dapat berjalan dengan baik dalam mendukung proses penciptaan nilai Bank dengan cara menjaga agar seluruh aktivitas perkreditan Bank yang tidak mengalami gangguan yang signifikan. Prosedur pemantauan harus mampu untuk mengidentifikasi aset bermasalah ataupun transaksi lainnya untuk menjamin bahwa aset yang bermasalah tersebut mendapat perhatian yang lebih, termasuk tindakan penyelamatan serta pembentukan cadangan yang cukup. Pada dasarnya sistem pemantauan Risiko Kredit yang efektif akan memungkinkan Bank untuk: a. memahami eksposur Risiko Kredit secara total maupun per aspek tertentu untuk mengantisipasi terjadinya Risiko konsentrasi kredit, antara lain per


105 jenis pihak lawan transaksi (counterparty), sektor ekonomi, atau per wilayah geografis; b. memahami kondisi keuangan terkini dari debitur atau pihak lawan termasuk memperoleh informasi mengenai komposisi aset debitur dan tren pertumbuhan; c. memantau kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit atau kontrak transaksi lainnya; d. menilai kecukupan agunan secara berkala dibandingkan dengan kewajiban debitur atau pihak lawan transaksi (counterparty); e. mengidentifikasi permasalahan secara tepat termasuk ketidaktepatan pembayaran dan mengklasifikasikan potensi kredit bermasalah secara tepat waktu untuk tindakan perbaikan; f. menangani dengan cepat kredit bermasalah; g. mengidentifikasi tingkat Risiko Kredit secara keseluruhan maupun per jenis aset tertentu; h. memantau kepatuhan terhadap limit Risiko dan ketentuan terkait penyediaan dana, termasuk limit Risiko konsentrasi kredit dan limit eksposur country risk; i. memahami eksposur Risiko Kredit secara total maupun per aspek tertentu untuk mengantisipasi adanya country risk, yang mencakup eksposur intragrup, eksposur berdasarkan regional tertentu, eksposur berdasarkan individu, dan eksposur berdasarkan pihak lawan transaksi (counterparty); dan


106 j. pengecualian yang diambil terhadap penyediaan dana tertentu. 4. Pengkomunikasian Risiko Kredit a. Dalam mengkomunikasikan Risiko Kredit Bank harus memiliki dan mengembangkan Sistem Informasi Risiko Kredit yang memadai. b. Sistem Informasi Risiko Kredit dalam hal ini merupakan bagian integral dari Sistem Informasi Manajemen Risiko Bank, dan Sistem Informasi Manajemen Risiko Bank adalah bagian integral dari Sistem Informasi Manajemen Bank secara keseluruhan. c. Dengan memiliki sistem informasi manajemen Risiko Kredit yang memadai maka diharapkan Bank juga akan dapat mengembangkan pelaporan manajemen risiko perkreditan yang memadai sebagai bagian dari laporan pengelolaan manajemen risiko Bank secara keseluruhan. d. Laporan ini tentunya merupakan bagian yang penting di dalam pelaporan Profil Risiko Bank, yang disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan dan stake holder lainnya.


107 Perdana Bank adalah lembaga keuangan yang sedang mempertimbangkan pemberian pinjaman kepada sebuah perusahaan manufaktur bernama AB Manufacturing. AB Manufacturing bergerak dalam produksi komponen otomotif dan telah mengajukan pinjaman sebesar Rp. 500.000 untuk memperluas fasilitas produksinya. Sebagai bagian dari proses evaluasi risiko kredit, Perdana Bank menggunakan Matriks Indikator Risiko Kredit. 1. Bagaimana Anda akan menganalisis riwayat pembayaran pinjaman AB Manufacturing sebagai bagian dari penilaian risiko kredit? 2. Jelaskan bagaimana kondisi ekonomi dapat mempengaruhi risiko kredit AB Manufacturing. 3. Sebutkan dua faktor ekonomi dan jelaskan dampaknya pada penilaian risiko kredit. 4. Mengapa karakter AB Manufacturing dianggap sebagai faktor kunci dalam penilaian risiko kredit? 5. Apa yang dapat Anda pelajari dari reputasi dan integritas AB Manufacturing?


108 Bahasan risiko likuiditas berfokus pada perhimpunan dana masyarakat, parameter likuiditas, manajemen risiko likuiditas, profil risiko likuiditas, dan matriks indikator risiko likuiditas. Konsep perhimpunan dana masyarakat dijelaskan sebagai bagian integral dari risiko likuiditas, mengidentifikasi sumber-sumber dana yang dapat memengaruhi ketersediaan likuiditas. Parameter likuiditas dibahas untuk memberikan pemahaman mendalam tentang indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu entitas. Manajemen risiko likuiditas diuraikan sebagai strategi yang dapat


109 diimplementasikan untuk mengelola dan mengurangi risiko ketidakcukupan likuiditas. Selain itu, bab ini membahas profil risiko likuiditas, mencakup evaluasi profil risiko terkait likuiditas dan potensi dampaknya terhadap entitas. Terakhir, matriks indikator risiko likuiditas dijelaskan sebagai alat penting dalam mengukur dan memetakan risiko likuiditas, memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Keseluruhan, buku ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang risiko likuiditas dan berbagai aspek yang terkait, dengan fokus pada aspekaspek kunci yang dapat memperkaya pengetahuan pembaca terkait perhimpunan dana masyarakat, parameter, manajemen, profil, dan matriks indikator risiko likuiditas. Perhimpunan Dana Masyarakat adalah suatu entitas atau organisasi yang berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat untuk digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks keuangan, perhimpunan dana masyarakat seringkali merujuk pada lembaga keuangan, seperti bank atau lembaga keuangan non-bank, yang mengumpulkan simpanan dari individu atau entitas bisnis. Simpanan ini kemudian dapat digunakan untuk memberikan kredit, melakukan investasi, atau menyediakan layanan keuangan lainnya. Perhimpunan dana masyarakat memiliki peran yang signifikan dalam memperlancar aliran dana dalam perekonomian dan menyediakan sumber daya keuangan untuk kegiatan ekonomi. Namun, dalam konteks manajemen risiko, perhimpunan dana masyarakat juga terkait dengan risiko likuiditas, di mana pengelolaannya menjadi krusial untuk memastikan ketersediaan likuiditas yang memadai dalam memenuhi kewajiban finansialnya.


110 Dalam mengelola risiko likuiditas, perhimpunan dana masyarakat perlu memperhatikan sejumlah faktor kunci. Ini melibatkan pemahaman mendalam terhadap sumber-sumber likuiditas, seperti simpanan, pinjaman, atau instrumen keuangan lainnya. Perhimpunan dana masyarakat juga harus mampu memproyeksikan kebutuhan likuiditasnya dan merancang strategi yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara aset dan kewajiban. Pemantauan secara cermat terhadap arus kas masuk dan keluar menjadi esensial, sambil mempertimbangkan potensi perubahan dalam keadaan pasar atau kondisi ekonomi. Selain itu, perhimpunan dana masyarakat perlu memiliki kebijakan manajemen risiko yang kuat, termasuk batasanbatasan likuiditas dan rencana darurat, untuk mengatasi potensi tantangan dan krisis likuiditas. Dengan demikian, pemahaman yang matang terhadap peran dan manajemen perhimpunan dana masyarakat menjadi kunci untuk meminimalkan risiko likuiditas dan menjaga stabilitas keuangan entitas tersebut. Menghimpun dana dari masyarakat adalah kegiatan yang umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan, badan amal, atau entitas lain yang membutuhkan sumber dana untuk mendukung kegiatan atau proyek tertentu. Parameter Likuiditas adalah sekelompok faktor atau indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas suatu entitas, seperti lembaga keuangan atau perusahaan. Faktor-faktor tersebut mencerminkan kemampuan entitas untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka


111 pendek tanpa mengalami penurunan nilai yang signifikan (Aji & Manda, 2021). Parameter Likuiditas sangat penting dalam konteks manajemen risiko keuangan karena memberikan gambaran yang jelas tentang kemampuan suatu entitas untuk mengatasi risiko ketidakcukupan likuiditas. Likuiditas, atau ketersediaan dana tunai, merupakan aspek kritis dalam menjaga kelangsungan operasional dan kestabilan finansial suatu entitas. Parameter likuiditas memberikan indikasi tentang sejauh mana entitas dapat memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek, tanpa harus menjual aset dengan potensi kerugian besar. Rasio-rasio seperti rasio kas terhadap aset, rasio likuiditas cepat, dan rasio kas terhadap kewajiban memberikan pandangan yang jelas tentang struktur keuangan dan likuiditas entitas. Pemantauan aliran kas, ketersediaan cadangan likuiditas, dan evaluasi profil instrumen keuangan juga membantu dalam mengidentifikasi potensi risiko dan mengoptimalkan pengelolaan likuiditas. Dengan memahami dan menggunakan parameter likuiditas, entitas dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam merencanakan strategi manajemen risiko yang proaktif, menjaga stabilitas finansial, dan menghindari potensi dampak negatif dari ketidakcukupan likuiditas. Profil Risiko Likuiditas menggambarkan karakteristik dan kondisi risiko yang mungkin dihadapi oleh suatu entitas terkait dengan ketidakcukupan likuiditas. Profil ini mencakup berbagai elemen yang mempengaruhi ketersediaan


112 dana tunai dan kemampuan entitas untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Risiko likuiditas adalah risiko dimana bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Dua kewajiban likuiditas harian utama yang khusus untuk bank adalah kemampuan untuk mendanai penarikan deposito, dan kemampuan untuk mendanai penarikan pinjaman. Terlepas dari dua kewajiban likuiditas khusus bank ini, bank menghadapi kewajiban likuiditas standar untuk membayar tagihan dan utang lainnya secara kontraktual dan tepat waktu. Likuiditas pada dasarnya adalah masalah jangka pendek. Sebagian besar masalah likuiditas disebabkan oleh kewajiban jangka pendek yang tidak terduga juga dapat disebabkan oleh kebutuhan pendanaan kewajiban jangka panjang, Oleh karena itu, risiko likuiditas muncul dari variabilitas dalam aset dan kewajiban jangka pendek dan komponen jangka pendek dari aset dan kewajiban jangka panjang. Secara umum, masalah ini menjadi masalah bagi bank ketika persyaratan likuiditasnya tidak diketahui sebelumnya. Beberapa kewajiban memiliki jumlah dan tanggal pembayaran terjadwal dan dapat diprediksi dengan mudah, tetapi satu kewajiban penting yaitu tingkat simpanan masa depan tidak dapat diprediksi dengan pasti. Liabilitas lainnya, seperti yang diciptakan oleh kegagalan counterparty atau risiko pasar dalam posisi kas atau derivatif yang diungkit, tidak dapat diramalkan secara akurat dan oleh karena itu dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebutuhan likuiditas. Penilaian risiko inheren atas risiko likuiditas menggunakan dua parameter yaitu:


113 1. Risiko likuidiatas pendanaan (funding liquidity risk), Bank tidak mampu memenuhi kewajiban dari sumber pendanaan arus kas dan aset likuid repo tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan bank. 2. Likuiditas pasar (market liquidity risk), Bank tidak mampu melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas, antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap beberapa komponen berikut: 1. Aktiva likuid kurang dari satu bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari satu bulan 2. Rasio maturity mismatch dalam periode satu bulan 3. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Loan to Funding Ratio (LFR) 4. Proyeksi cash flow tiga bulan mendatang 5. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (asset and liabilities Manajement – ALMA) 6. Tingkat ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti 7. Kemampuan bank untuk memperoleh akses ke pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya 8. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK) Likuiditas bank menunjukkan kemampuan bank menyediakan uang kas untuk memenuhi kewajiban dengan biaya wajar. Dengan demikian bank perlu menyediakan likuiditas dalam jumlah yang cukup dan memadai untuk dapat melayani nasabah dan beroperasi secara efisien. Bank dengan likuiditas dengan jumlah yang kurang memadai akan


114 menghadapi kesulitasn untuk memenuhi kondisi nasabah yang melakukan penarikan dana secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar. Kondisi ini dapat menyebabkan bank gagal beroperasi karena kesulitan likuiditas yang berdampak pencabutan izin bank. Bank harus menetapkan tingkat likuiditas yang cukup dengan sumber dana yang relatif stabil dan memelihara sumber dana lainnya. Pengelolaan dana yang baik harus memastikan bahwa bank tidak memelihara likuiditas dengan cost of fund yang terlalu tinggi atau mengandalkan pada sumber dana korporasi yang relatif sencitif terhadap bunga atau bersifat sensitive pricing. 1. Identifikasi Risiko Likuiditas Dalam konteks Risiko Likuiditas, penentuan indikator yang berfungsi sebagai tanda peringatan awal (red flag) untuk mengidentifikasi dan merumuskan langkah-langkah mitigasi terhadap Risiko Likuiditas sangat penting. Indikator ini terbagi menjadi dua kategori: internal dan eksternal. Indikator internal termasuk, namun tidak terbatas pada, menurunnya kualitas aset, peningkatan konsentrasi pada aset dan sumber pendanaan tertentu, frekuensi kejadian limit yang dilampaui, kenaikan dalam biaya dana, serta deteriorasi posisi arus kas yang dikarenakan oleh mismatch maturitas, terutama dalam periode jangka pendek. Sementara itu, indikator eksternal mencakup isu negatif yang mempengaruhi reputasi bank di publik, penurunan dalam peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat, penurunan berkelanjutan pada harga saham bank, reduksi dalam fasilitas kredit dari


115 bank koresponden, peningkatan dalam penarikan deposito prematur, serta kesulitan dalam memperoleh akses ke pendanaan jangka panjang. Faktor risiko likuiditas yang diidentifikasi mencakup beberapa hal sebagai berikut: a. Komposisi Aset Dan Kewajiban; b. Tingkat aset likuid yang harus dipelihara Bank; c. Jenis dan alokasi aset yang diklasifikasikan sebagai aset likuid berkualitas tinggi; d. Diversifikasi dan stabilitas sumber pendanaan; e. Manajemen likuiditas pada berbagai sumber pendanaan antara lain menurut pasar, pihak lawan transaksi (counterparty), lokasi, dan jenis valuta; 1) manajemen likuiditas harian termasuk intra-hari dan manajemen likuiditas intra grup atau likuiditas kelompok usaha; dan 2) limit Risiko Likuiditas. Uraian terkait faktor risiko likuiditas dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Identifikasi Faktor Risiko Likuiditas


116 2. Mengukur Risiko Likuiditas Sesuai dengan Surat Edaran OJK No. 34 /SEOJK.03/2016, dalam pengukuran Risiko Likuiditas Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Bank harus memiliki alat pengukuran yang dapat mengkuantifikasi Risiko Likuiditas secara tepat waktu dan komprehensif. b. Alat pengukuran yang dapat menguantifikasi Risiko Likuiditas secara tepat dan komprehensif tersebut harus dapat digunakan untuk mengukur Risiko Likuiditas yang ditimbulkan oleh: 1) aset, 2) kewajiban, dan 3) rekening administratif.


117 c. Alat pengukuran harus dapat mengukur eksposur Risiko inheren, antara lain: 1) komposisi aset, 2) komposisi kewajiban, dan 3) komposisi transaksi rekening administratif; 4) konsentrasi aset dan kewajiban; dan 5) kerentanan pada kebutuhan pendanaan. Pengukuran Risiko Likuiditas jangka pendek menggunakan rumus sebagai berikut: Bank harus memenuhi kewajiban: a. LCR ditetapkan paling rendah 100%. b. OJK berwenang menetapkan yang lebih besar dari kewajiban pemenuhan LCR dalam hal OJK menilai Bank menghadapi potensi kerugian yang membutuhkan likuiditas lebih besar. c. Dalam hal kondisi likuiditas Bank berpotensi mengganggu kelangsungan usaha Bank, Bank dapat menggunakan HQLA yang dimiliki atas persetujuan OJK sehingga menyebabkan LCR Bank menjadi kurang dari 100%.


118 Pengukuran Risiko Likuiditas jangka panjang menggunakan rumus sebagai dilihat pada Gambar 20, yakni: Gambar 20. Pengukuran Likuiditas Jangka Panjang 3. Memantau Risiko Likuiditas Dalam perspektif pemantauan tersebut, sebagaimana diatur dalam POJK No, 42 /POJK.03/2015 Tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Bagi Bank Umum, Bank Wajib Menginformasikan kepada Otoritas Jasa Keuangan kondisi likuiditas Bank dalam hal: a. tidak mampu memenuhi LCR (Liquidity Coverage Ratio) sampai dengan 100% (seratus persen); atau b. berpotensi tidak mampu memenuhi LCR sampai dengan 100% (seratus persen) c. Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud di atas, Bank wajib:


119 1) menganalisis kondisi likuiditas Bank yang meliputi: a) alasan atau faktor yang berpotensi atau menyebabkan kegagalan Bank dalam memenuhi persyaratan LCR sebagaimana dimaksud di atas b) langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan untuk memperbaiki kondisi likuiditas; dan c) jangka waktu stres likuiditas yang diperkirakan oleh Bank; 2) Bank juga wajib menyampaikan laporan analisis atas kondisi likuiditas Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a dan informasi lebih lanjut terkait kondisi likuiditas Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 3) Bank wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi likuiditas antara lain meliputi: a) pengurangan eksposur Bank terhadap risiko likuiditas; b) penguatan kebijakan, proses, dan prosedur manajemen risiko likuiditas Bank; dan/atau c) penyempurnaan rencana Pendanaan darurat (contingency funding plan) Bank. 4. Pengkomunikasian Risiko Likuiditas Sesuai dengan ketentuan POJK No.18/POK.03/2016 dinyatakan bahwa salah satu wewenang dan tanggung jawab Direksi Bank adalah ‚menyampaikan laporan


120 kepada Dewan Komisaris mengenai posisi dan profil Risiko Likuiditas serta penerapan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. Laporan pengelolaan Risiko Likuditas antara lain mencakup: a. evaluasi atas kebijakan, b. strategi, dan prosedur, c. kondisi likuiditas secara berkala maupun pada saat terjadi perubahan yang signifikan. Dalam konteks sistem pelaporan Risiko Likuiditas, Bank perlu mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Risiko. Bank harus memiliki sistem informasi Manajemen Risiko yang memadai dan andal untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian, serta pelaporan Risiko Likuiditas dalam kondisi normal dan kondisi krisis secara lengkap, akurat, kini, utuh, dan berkesinambungan. Sistem informasi Manajemen Risiko harus dapat menyediakan informasi paling sedikit mengenai: a. arus kas dan profil maturitas dari aset, kewajiban, dan rekening administratif; b. kepatuhan terhadap kebijakan, strategi, dan prosedur Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas termasuk limit dan rasio likuiditas; c. laporan profil Risiko dan tren likuiditas untuk kepentingan manajemen secara tepat waktu; d. informasi yang dapat digunakan untuk keperluan stress testing; dan


121 e. informasi lain yang terkait dengan Risiko Likuiditas seperti posisi dan valuasi portofolio aset likuid berkualitas tinggi, konsentrasi sumber pendanaan, aset dan kewajiban serta tagihan dan kewajiban pada rekening administratif, yang bersifat tidak stabil. Sebagaimana diatur dalam POJK No. 42 /POJK.03/2015 Tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Bagi Bank Umum, Bank Wajib melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan kondisi likuiditas Bank dalam hal: a. LCR Harian 1) disusun baik secara individu maupun konsolidasi dengan perusahaan anak. 2) disampaikan secara online yang akan diatur lebih lanjut dalam SE OJK. 3) dalam hal belum terdapat sistem pelaporan secara online, pada kondisi tertentu, OJK dapat meminta Bank menyampaikan laporan harian. b. LCR Bulanan 1) disusun baik secara individu maupun konsolidasi dengan perusahaan anak. 2) laporan disampaikan secara online melalui sistem pelaporan OJK. 3) dalam hal sistem pelaporan secara online belum tersedia, laporan wajib disampaikan secara offline kepada OJK. 4) disampaikan paling lambat: a) 15 hari setelah akhir bulan laporan untuk laporan LCR bulanan individual;


122 b) 30 hari setelah akhir bulan laporan untuk laporan LCR bulanan konsolidasi c. LCR triwulanan 1) disusun baik secara individu maupun konsolidasi dengan perusahaan anak. 2) diumumkan melalui: a) situs web bank untuk posisi Maret, Juni, September dan Desember bagi perhitungan dan nilai LCR triwulanan baik individu maupun konsolidasi; b) surat kabar harian cetak berbahasa indonesia bersamaan dengan laporan publikasi triwulanan untuk nilai LCR triwulanan baik individu maupun konsolidasi. Bank Dinamon, sebuah lembaga keuangan besar, menghadapi tantangan serius terkait risiko likuiditas. Dalam beberapa bulan terakhir, ada penarikan besar-besaran dari nasabah utama dan peningkatan permintaan kredit yang signifikan. Selain itu, terdapat ketidakpastian dalam pasar keuangan dan suku bunga yang mungkin berdampak pada ketersediaan dana tunai. Manajemen Bank Dinamon harus mengelola risiko likuiditas dengan hati-hati untuk memastikan kelangsungan operasional dan memenuhi kewajiban finansialnya. 1. Bagaimana Bank Dinamon dapat memproyeksikan kebutuhan likuiditasnya dengan mempertimbangkan penarikan besar-besaran dari nasabah dan peningkatan permintaan kredit?


123 2. Apa yang dapat dilakukan oleh Bank Dinamon untuk meningkatkan sumber dana likuiditasnya dalam menghadapi kondisi pasar yang tidak pasti? 3. Bagaimana manajemen Bank Dinamon dapat merancang kebijakan manajemen risiko likuiditas yang efektif untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko potensial? 4. Apakah Bank Dinamon memiliki fasilitas cadangan likuiditas yang memadai, dan bagaimana fasilitas tersebut dapat digunakan secara efisien dalam situasi krisis?


124 Pada bab risiko operasional, kita diharapkan dapat mengembangkan kompetensi dalam memahami dan mengelola risiko yang mungkin timbul dalam operasional bank. Kita akan memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang struktur dan fungsi operasional bank, termasuk proses bisnis dan teknologi yang terlibat. Dengan mempelajari manajemen risiko operasional, kita akan dapat merancang dan mengimplementasikan strategi manajemen risiko yang efektif, termasuk analisis risiko dan penerapan kontrol internal. Selain itu, kemampuan kita untuk menyusun profil risiko


125 operasional dan menggunakan matriks indikator penilaian risiko operasional business akan memberikan landasan yang kokoh untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko operasional secara holistik. Dengan demikian, kita akan memiliki keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi pada efisiensi dan keberlanjutan operasional bank, serta menjaga keamanan dan reputasi lembaga keuangan tersebut. Operasional bank adalah serangkaian kegiatan dan proses yang dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan untuk menjalankan bisnisnya sehari-hari. Pokok operasional bank melibatkan beberapa aspek kunci yang mendukung keberlangsungan dan efisiensi fungsinya. Sesuai dengan POJK, Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan system, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Basel II Capital Accord secara khusus mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, kesalahan manusia dan sistem, dan / atau dari kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Secara umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh karena itu, risiko operasional sebenarnya bukan merupakan suatu risiko yang baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun semua bank akan menghadapi kegagalan diatas dan harus memiliki cara untuk mengatasinya. Risiko operasional merupakan risiko yang mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan


126 suatu hal yang ‘inherent’ dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional. Walaupun risiko operasional merupakan salah satu jenis risiko yang sudah lama dikenal, risiko tersebut merupakan risiko yang paling akhir didefinisikan, dengan berbagai macam definisi yang mencakup berbagai kategori risiko. Definisi yang ditetapkan Basel II dalam hal ini mencakup risiko hukum namun tidak mencakup risiko bisnis, risiko strategis, dan risiko reputasi. Di Indonesia Risiko Hukum (dan Risiko Kepatuhan) merupakan kategori risiko tersendiri yang pengklasifikasiannya tidak dimasukan ke dalam Risiko Operasional. Bentuk-bentuk risiko operasional termasuk penipuan dan kesalahan dalam proses bisnis cenderung terjadi dengan frekuensi yang relatif tinggi. Meskipun setiap insiden mungkin hanya mengakibatkan kerugian kecil (disebut kerugian dengan high frequency/low impact), bank biasanya mengatasi ini dengan menerapkan kebijakan dan prosedur standar, seperti pengamanan dan kontrol teknologi. Di sisi lain, insiden besar seperti serangan teroris atau bencana alam yang jarang terjadi bisa menyebabkan kerugian besar (disebut kerugian dengan low frequency/ high severity). Dalam 20 tahun terakhir cukup banyak contoh kejadiankejadian besar yang berakhir dengan kerugian luar biasa pada suatu Bank, jauh melebihi kemampuan modalnya. Berikut ini adalah versi kejadian yang lebih rinci yang menunjukkan bagaimana suatu kejadian, yang mungkin sudah diupayakan untuk dihindari namun kesalahan operasional tetap saja terjadi, menguras modal yang ada dan berakhir dengan kejatuhan Barings.


127 Kasus Barings merupakan salah satu contoh yang menarik soal kejadian Risiko Operasional. Pada bulan Februari 1995, Baring Brothers and Co. Ltd. (Barings), London, bangkrut setelah menderita kerugian GBP 827 juta sebagai akibat kegagalan proses dan prosedur pengendalian internalnya. 1. Identifikasi Risiko Operasional Proses Identifikasi Risiko Operasional yang memadai paling sedikit harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pelaksanaan Identifikasi Risiko Operasional harus dilakukan secara berkala; b. Tersedianya metode atau sistem untuk melakukan identifikasi Risiko Operasional pada seluruh produk dan aktivitas operasonal Bank dan aktivitas lainnya yang terkait dengan bisnis Bank; c. Proses identifikasi Risiko Operasional dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber Risiko aktivitas operasional Bank. d. Proses identifikasi Risiko Operasional harus dapat memastikan bahwa Risiko dari produk dan aktivitas baru Bank telah melalui proses Manajemen Risiko Operasional yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan. Melalui proses Identifikasi Risiko Operasional, paling sedikit Bank harus menerapkan hal-hal sebagai berikut: a. Bank harus melakukan identifikasi dan pengukuran terhadap parameter yang mempengaruhi eksposur Risiko Operasional, antara lain frekuensi dan dampak dari:


128 1) kegagalan dan kesalahan sistem; 2) kelemahan sistem administrasi; 3) kegagalan hubungan dengan nasabah; 4) kesalahan perhitungan akuntansi; 5) penundaan dan kesalahan penyelesaian pembayaran; 6) fraud; dan 7) rekayasa akuntansi. b. Bank mengembangkan suatu basis data mengenai: 1) jenis dan dampak kerugian, yang ditimbulkan oleh Risiko Operasional berdasarkan hasil identifikasi Risiko, berupa data kerugian yang kemungkinan terjadinya dapat diprediksi maupun yang sulit diprediksi; 2) pelanggaran sistem pengendalian; dan/atau 3) isu-isu operasional lainnya yang dapat menyebabkan kerugian pada masa yang akan datang. c. Bank mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal dalam melakukan identifikasi dan pengukuran Risiko Operasional yaitu antara lain: 1) struktur organisasi Bank, budaya Risiko, manajemen SDM, perubahan organisasi, dan turnover pegawai; 2) karakteristik nasabah Bank, produk dan/atau aktivitas, serta kompleksitas kegiatan usaha Bank dan volume transaksi;


129 3) desain dan implementasi dari sistem dan proses yang digunakan; dan 4) lingkungan eksternal, tren industri, struktur pasar termasuk kondisi sosial dan politik. Rincian kejadian risiko operasional dapat dilihat pada Gambar 21. Gambar 21. Aspek Risiko Operasional Bank Identifikasi atas faktor-faktor risiko operasional ditetapkan berdasarkan empat parameter, yakni: 1. Aspek proses internal, kegagalan proses atau prosedur di internal bank yang menyebabkan terkadinya risiko operasional; 2. Aspek SDM/people, menjadi sumber terjadinya risiko operasional sebagai dampak dari ketidakmampuan SDM dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab; 3. Aspek sistem dan infrastruktur, kegagalan penggunaan teknologi informasi dan infrastruktur yagn digunakan bank dapat menjadi penyebab terjadinya risiko operasional; dan


130 4. Kejadian eksternal, menjadi sumber risiko operasional sebagai dampak yang diakibatkan oleh kejadian di luar pengendalian bank secara langsung yang memiliki ciri frekwensi yang rendah, namun berdampak tinggi. 1. Berdasarkan risiko operasional yang diidentifikasi, bagaimana Bank Harmoni dapat meningkatkan keberlanjutan operasionalnya? 2. Apa langkah-langkah konkret yang dapat diambil oleh bank untuk mengurangi risiko keamanan siber? 3. Bagaimana rencana kontinuitas bisnis dapat ditingkatkan untuk memastikan pemulihan yang lebih cepat setelah gangguan? 4. Apa implikasi dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh bank terkait dengan fluktuasi pasar yang tidak terduga? 5. Bagaimana bank dapat memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang terus berkembang dalam lingkungan perbankan global?


131 Bahasan tentang risiko pasar memberikan konsep pemahaman dan manajemen risiko pasar. Pertama, kita diharapkan memahami konsep dasar Risiko Pasar, melibatkan pemahaman tentang ketidakpastian yang terkait dengan perubahan nilai aset dan kewajiban akibat fluktuasi suku bunga, nilai tukar, dan harga instrumen keuangan. Selanjutnya, fokus pada Manajemen Risiko Pasar memungkinkan kita mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko tersebut melalui strategi dan kebijakan yang


132 sesuai. Profil Risiko Pasar memberikan gambaran mendalam tentang karakteristik dan tingkat risiko yang dapat dihadapi, sementara Matriks Indikator Penilaian Risiko Pasar memberikan alat evaluasi yang sistematis. Terakhir, mahasiswa diuji melalui Studi Kasus dan Evaluasi untuk mengaplikasikan pengetahuan teoritis kita dalam konteks nyata, memungkinkan mereka mengembangkan keterampilan analisis dan pengambilan keputusan terkait risiko pasar dalam lingkungan keuangan. Sesuai POJK No. 18/POJK.03/2016, Risiko Pasar didefinisikan sebagai risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar juga dapat dipahami sebagai risiko kerugian yang timbul akibat pergerakan harga pasar atas posisi yang diambil oleh bank baik pada sisi on maupun off balance-sheet. Dengan demikian Risiko Pasar pada umumnya dapat dimaknai sebagai risiko kerugian pada sebuah posisi di instrument keuangan yang dimiliki karena perubahan buruk pada harga pasar instrument tersebut. Bank yang memiliki posisi dalam instrumen keuangan pada neracanya memiliki eskposur risiko pasar yang besarnya ditentukan oleh posisi tersebut. Sedangkan bank yang berperan sebagai intermediary dalam sebuah transaksi yang tidak tercatat dalam neracanya tidak akan ter-ekspos kepada risiko pasar atas transaksi tersebut. Risiko Pasar terdiri dari: 1. Risiko Pasar yang bersifat specific (Specific Market Risik);


133 2. Risiko Pasar yang bersifat general (General market Risk) yang mencakup Risiko Suku Bunga, Risiko Nilai Tukar, Risiko Ekuitas, dan Risiko Komoditas, dan beberapa jenis Risiko Pasar lainnya. Risiko Suku Bunga, Risiko Nilai Tukar, dan Risiko Komoditas dapat berasal baik dari posisi trading book maupun posisi banking book. Khusus Risiko ekuitas berasal dari posisi trading book. Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko ekuitas dan Risiko komoditas diterapkan oleh Bank yang melakukan konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Terkait dengan cakupan posisi banking book dan posisi trading book, Bank harus mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum. Risiko Pasar adalah kemungkinan terjadinya kerugian finansial yang disebabkan oleh fluktuasi harga, suku bunga, dan nilai tukar di pasar keuangan. Risiko ini timbul karena perubahan kondisi pasar yang tidak dapat diprediksi dengan pasti, sehingga dapat mempengaruhi nilai aset dan kewajiban suatu entitas. Risiko Pasar mencakup risiko suku bunga yang dapat mempengaruhi nilai obligasi, risiko nilai tukar yang terkait dengan perubahan kurs mata uang, dan risiko harga yang terjadi pada investasi dalam instrumen keuangan. Memahami Risiko Pasar menjadi krusial dalam manajemen keuangan, di mana strategi pengelolaan risiko dan pemilihan instrumen keuangan yang tepat menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas dan kinerja finansial suatu organisasi. Profil Risiko Pasar mencerminkan karakteristik dan tingkat risiko yang dihadapi oleh suatu entitas sebagai akibat


134 dari fluktuasi harga, suku bunga, dan nilai tukar di pasar keuangan. Profil ini memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana risiko pasar dapat mempengaruhi kesehatan finansial dan stabilitas operasional organisasi. Beberapa aspek kunci dalam membentuk Profil Risiko Pasar melibatkan: 1. Identifikasi Risiko Pasar Dalam melaksanakan Identifikasi Risiko Pasar Bank harus memiliki proses identifikasi Risiko yang disesuaikan dengan Risiko Pasar yang melekat pada aktivitas bisnis Bank yang meliputi Risiko suku bunga, nilai tukar, ekuitas, dan komoditas. Khusus untuk Risiko suku bunga pada banking book (Interest Rate Risk in Banking Book/IRRBB), proses identifikasi mencakup identifikasi terhadap sumber Risiko IRRBB seperti repricing risk, yield curve risk, basis risk maupun optionality risk yang dapat mempengaruhi pendapatan bunga Bank dan nilai ekonomis dari posisi keuangan Bank, serta modal Bank. Selain itu, Bank harus melakukan stress testing dan simulasi shock dalam perhitungan IRRBB. Sebelum lebih lanjut membahas mengenai proses identifikasi Risiko Pasar, perlu terlebih dahulu dibahas jenis-jenis Risiko pasar, yang terdiri dari tiga kategori besar sebagai beriku: a. Risiko Spesifik (Specific Risk) yaitu risiko yang timbul akibat pergerakan harga atas surat berharga individual yang disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait dengan surat berharga atau penerbitnya. Sebagai contoh adalah turunnya harga obligasi akibat memburuknya peringkat kredit penerbitnya.


135 Hal tersebut hanya akan berpengaruh pada obligasi yang terkait dengan informasi atas penerbit itu saja dan tidak mempengaruhi harga obligasi secara keseluruhan. b. Risiko Pasar Umum (General Market Risk) yaitu risiko yang timbul akibat pergerakan harga pasar yang berpengaruh terhadap beberapa instrumen keuangan. Sebagai contoh, turunnya tingkat bunga official akan mengakibatkan menurunnya suku bunga pasar sehingga berpengaruh terhadap nilai seluruh instrumen yang terkait dengan suku bunga (interest-rate related instrument). 2. Mengukur Risiko Pasar Bank harus memiliki sistem atau model pengukuran Risiko Pasar untuk mengukur posisi dan sensitivitas yang terkait Risiko Pasar baik pada kondisi normal maupun kondisi stress. Sistem pengukuran Risiko Pasar antara lain harus dapat: a. menyediakan informasi mengenai posisi outstanding dan potensi keuntungan atau kerugian secara harian, termasuk informasi mengenai posisi setiap nasabah; b. mencakup seluruh eksposur Risiko Pasar baik saat ini maupun potensi pada masa depan, dan mampu melakukan marked to market; c. dapat mengakomodasi peningkatan volume eksposur, perubahan teknik penilaian nilai wajar, perubahan metodologi, dan produk baru;


136 d. memperhitungkan eksposur Risiko Pasar yang dikaitkan dengan opsi, baik opsi yang eksplisit maupun opsi yang melekat; e. memiliki asumsi dan parameter yang terdokumentasi dan dievaluasi secara berkala; f. didukung oleh sistem pengumpulan data yang memadai; g. dilengkapi dengan analisis skenario dan stress testing; dan h. terintegrasi dengan proses Manajemen Risiko secara rutin baik dari aspek pengambilan keputusan, struktur governance maupun proses alokasi modal internal. Alat pengukuran Risiko Pasar harus dapat mengukur eksposur Risiko Pasar Inheren yang dapat dikuantifikasikan antara lain volume dan komposisi portofolio yang meliputi eksposur Risiko Pasar pada trading book, Fair Value Option (FVO), dan banking book khususnya kerentanan Bank pada Risiko suku bunga pada banking book. Terkait dengan pengukuran Risiko suku bunga pada posisi banking book, Bank paling sedikit harus: a. memiliki sistem pengukuran Risiko suku bunga pada banking book yang paling sedikit menggunakan model pengukuran gap report. Gap report dalam hal harus menyajikan akun aset, kewajiban, dan rekening administratif yang bersifat interest rate sensitive untuk dipetakan dalam skala waktu tertentu. Pemetaan dilakukan berdasarkan sisa waktu jatuh tempo untuk instrumen dengan suku


137 bunga tetap dan berdasarkan sisa waktu hingga penyesuaian suku bunga berikutnya untuk instrumen dengan tingkat suku bunga mengambang; dan b. memahami kelemahan dari metode yang digunakan, memperhitungkan, dan memitigasi dampak dari kelemahan metode tersebut. Dalam hal data, Data Risiko pasar yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran (misalnya untuk aktivitas trading harus digunakan data marked to market), merefleksikan kondisi Bank, akurat, lengkap yang mencakup data pada neraca dan transaksi rekening administratif, terkini, dan diperoleh secara independen dari unit pelaksana atau operasional serta digunakan secara konsisten. Bank harus mendokumentasikan data dengan baik dan terinformasi mengenai permasalahan terkait dengan data, antara lain data tidak lengkap, informasi yang tidak memadai mengenai posisi pada transaksi rekening administratif, dan opsi yang melekat. 3. Memantau Risiko Pasar Setelah melakukan Identifikasi dan kemudian pengukuran terhadap Risiko Pasar, selanjutnya Bank harus memantau dinamika Risiko Pasar. Kegiatan pemantauan perlu dilakukan mengingat aktivitas Pasar Bank bersifat dinamis, dan faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko Pasar juga bersifat dinamis. Dengan melakukan pemantauan Risiko Pasar secara efektif diharapkan Bank dapat senantiasa mengetahui Risiko Pasar yang dihadapi secara konsisten dan berkesinambungan, sehingga proses pengelolaan Risiko Pasar dapat


138 berjalan dengan baik dalam mendukung proses penciptaan nilai Bank dengan cara menjaga agar seluruh aktivitas trading Bank yang tidak mengalami gangguan yang signifikan. Bank harus melakukan pemantauan Risiko Pasar secara berkelanjutan terhadap seluruh eksposur Risiko Pasar serta kerugian yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas utama Bank, antara lain dengan cara menerapkan sistem pengendalian intern dan menyediakan laporan berkala mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh Risiko Pasar. Agar dapat menganalisis eksposur Risiko Pasar sesuai limit maka Bank harus menetapkan dan memiliki limit Risiko Pasar yang sesuai dengan tingkat Risiko Pasar yang akan diambil (Risk Appetite), toleransi Risiko (Risk Tolerance), dan Strategi Bank secara keseluruhan dengan memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur Risiko Pasar atau kerugian yang timbul karena Risiko Pasar, pengalaman kerugian akibat Risiko Pasar di masa lalu, kemampuan SDM, dan kepatuhan terhadap ketentuan eksternal yang berlaku. Untuk pemantauan Risiko suku bunga pada banking book, laporan pemantauan Risiko IRRBB yang digunakan paling sedikit mencakup asumsi penting yang digunakan seperti perilaku non maturity deposit dan informasi prepayment maupun data-data ekonomi. Dalam melakukan pemantauan Risiko Pasar dalam hal ini Bank harus: a. melakukan pemantauan terhadap kepatuhan limit secara harian dan tindak lanjut untuk mengatasi dalam hal terjadi pelampauan, yang selanjutnya


Click to View FlipBook Version