BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 85 digunakan sebagai salah satu upaya untuk membantu masyarakat sebagai bagian dari CSR perusahaan. ISF dalam perspektif Islam dapat berupa Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). ISF dalam bentuk Ziswaf yang bertumpu pada pemberdaya ekonomi dapat berfungsi sebagai mesin penggerak baru bagi pembangunan bangsa. 3. Sistem Operasional Bank Konvensional dan Bank Syariah Perbedaan berikutnya terletak pada sistem operasional penghimpunan dan penyaluran dana yang digunakan. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya menggunakan suku bunga dan perjanjian umum berdasarkan aturan nasional. Sementara pada bank syariah, sistem operasional yang digunakan adalah bagi hasil atau nisbah. Keuntungan yang diberikan kepada nasabah bergantung pada keuntungan yang diterima oleh bank. Semakin tinggi keuntungan yang diterima oleh bank, maka akan semakin tinggi pula bagi hasil yang diterima oleh nasabah dan begitu pula sebaliknya. Menurut Purnomo (2023), secara konsep bank syariah sebenarnya lebih tepat didefinisikan sebagai bank berbasis investasi atau investment banking. Pada liability product, produk funding misalnya, bank konvensional dapat memberikan kepastian bunga deposito sesuai periode depositonya. Namun, pada bank syariah, return yang akan diperoleh deposan tidak dapat dipastikan, karena pendapatan/return bagi deposan ditentukan dari pendapatan bank yang diperoleh dari penyaluran pembiayaan. Pendapatan
86 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si yang tidak tetap ini menggunakan skema bagi hasil, yang memiliki kesamaan dengan produk investasi. 4. Pengawas Kegiatan Bank Konvensional dan Bank Syariah Pengawas kegiatan bank konvensional dan bank syariah diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 mengenai perbankan. Untuk bank konvensional, aktivitasnya diawasi oleh Dewan Komisaris. Sedangkan untuk bank syariah, pengawasnya terdiri dari berbagai lembaga seperti Dewan Syariah Nasional (DSN), Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Komisaris Bank. Bank syariah wajib memiliki komite syariah atau dewan yang disebut Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang bertugas untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ini dan untuk memberikan panduan tentang transaksi yang sah dan dilarang. Oleh karena itu, praktik-praktik bank syariah dapat sedikit berbeda antara satu bank syariah dan yang lainnya. 5. Hubungan antara Nasabah dan Bank Bank Konvensional dan Bank Syariah Perbedaan selanjutnya terletak pada hubungan antara nasabah dan bank. Pada bank konvensional, hubungan nasabah dan bank adalah debitur dan kreditur. Nasabah pada bank konvensional berperan sebagai kreditur dan bank sebagai debitur. Pada bank syariah, terdapat 4 jenis hubungan nasabah dan bank, yakni penjual-pembeli, kemitraan, sewa, dan penyewa.
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 87 6. Pengelolaan Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah Perbedaan bank konvensional dan bank syariah dapat pula dilihat dari sisi pengelolaan dananya. Pada bank konvensional, pengelolaan dana dapat dilakukan pada seluruh lini bisnis enguntungkan di bawah aturan Undang-Undang yang berlaku. Namun pada bank syariah, pengelolaan dana didasarkan pada aturan Islam, dimana pengelolaan dana tidak boleh dilakukan pada bidang usaha yang bertentangan dengan nilai atau aturan Islam. Penyaluran dana dalam bentuk investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank syariah, selain harus memenuhi kelayakan finansial, juga harus memenuhi kelayakan syariah baik dalam bentuk usaha nasabah maupun akad yang akan digunakan dalam perjanjian investasi atau pembiayaan. Bank Syariah harus beroperasi sesuai dengan hukum Islam. Ini berarti bahwa semua transaksi dan aktivitas perbankan harus selaras dengan prinsip-prinsip syariah, khususnya transaksi yang mengandung unsur “maghrib” (maysir, gharar dan riba), serta larangan investasi dalam bisnis yang diharamkan seperti alkohol dan perjudian. Dengan demikian, perbedaan operasional antara BUS dan bank konvensional tidak hanya terletak pada aspek prinsip dasar, tetapi juga mencakup sistem operasional, produk dan layanan yang ditawarkan, serta pengawasan dan regulasi yang berlaku. Ini membedakan kedua jenis bank ini dalam cara mereka menjalankan kegiatan perbankan dan melayani kebutuhan nasabahnya.
88 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Mekanisme bagi hasil pada bank syariah didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang mengatur pembagian keuntungan antara bank dan nasabah. Mekanisme perhitungan bagi hasil menjadi sangat penting, karena pendapatan yang diterima oleh nasabah deposan sangat tergantung dengan pendapatan yang diterima oleh bank dari investasi penyaluran dana tersebut. Perbedaan bank konvensional dan bank syariah adalah kejelasan keuntungan antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola modal) yang besarannya ditentukan dan disepakati saat awal akad. Besarnya pembagian keuntungan antara shahibul maal dan mudharib inilah yang disebut dengan nisbah. Bank syariah menggunakan nisbah dalam pembagian hasil, tidak seperti bank konvensional yang menggunakan bunga bank. Nisbah adalah perbandingan pembagian hasil usaha dari usaha kerjasama antara nasabah dan bank yang ditetapkan berdasarkan akad. Dalam bank syariah, nisbah adalah perkiraan imbalan yang biasanya akan diterima oleh pemilik dana dari pengelola dana. Oleh sebab itu, nisbah adalah istilah yang diartikan sebagai sistem bagi hasil yang berlaku dalam aktivitas perbankan syariah. Banyaknya nisbah adalah sesuai dengan penentuan yang disepakati kedua belah pihak ketika akad. Selainitu ada yang mendefinisikan nisbah sebagai persentase tertentu yang telah disepakati antara bank dan
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 89 nasabah. Biasanya nisbah digunakan dalam akad kerja sama usaha, seperti akad mudharabah dan akad musyarakah. Menurut ekonomi Islam, idealnya perhitungan bagi hasil atau nisbah terbagi ke dalam dua macam mekanisme, di antaranya: 1. Mekanisme pertama nisbah adalah profit sharing. Adapun cara perhitungannya adalah, total pendapatan usaha - biaya operasional = keuntungan bersih. 2. Mekanisme kedua nisbah adalah revenue sharing, yaitu perhitungan laba berdasarkan pendapatan kotor yang didapatkan dari hasil usaha. Proses mekanisme bagi hasil di bank syariah dapat dilihat pada Gambar 6.2. Gambar 6.2. Mekanisme Bagi Hasil Dalam perbankan syariah biasanya melakukan perhitungan bagi hasil dengan mekanisme profit sharing, yaitu membagi keuntungan bersih dari investasi atau usaha yang telah dijalankan. Besaran keuntungan bagi pihak bank maupun nasabah sudah ditentukan sebelum akad
90 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si ditandatangani sehingga tidak ada kebingungan lagi saat dijalankan. 1. Bagaimana bank syariah membedakan dirinya dari bank konvensional dalam hal produk penghimpunan dana pihak ketiga, dan mengapa penting bagi nasabah untuk memahami perbedaan ini? 2. Diskusikan perbedaan operasional antara bank umum syariah (BUS) dan bank konvensional dalam hal pembiayaan. Apa dampak dari pendekatan syariah dalam pembiayaan terhadap keberlanjutan ekonomi? 3. Bagaimana bank syariah dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan perbankannya? Diskusikan potensi dan tantangan yang dihadapi dalam menerapkan layanan perbankan digital dalam konteks syariah. 4. Apa peran bank syariah dalam mendukung inklusi keuangan dan pengembangan ekonomi mikro dan menengah di masyarakat? Diskusikan strategi atau inisiatif konkret yang dapat dilakukan oleh bank syariah untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. 5. Bagaimana bank syariah dapat berkontribusi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan tanggapan terhadap perubahan iklim? Diskusikan potensi dan tantangan dalam mengintegrasikan prinsipprinsip ekonomi syariah dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 91 Setelah menyelesaikan bahasan tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR), mahasiswa akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek terkait. Pengertian dan sejarah BPR akan memberikan landasan
92 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si untuk memahami peran dan evolusi lembaga keuangan ini dalam konteks ekonomi domestik. Kegiatan usaha BPR menjadi fokus selanjutnya, memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi berbagai layanan dan produk yang ditawarkan oleh lembaga tersebut untuk mendukung perekonomian masyarakat. Selanjutnya, pemahaman tentang produk penghimpunan dan penyaluran dana menjadi penting untuk melihat peran BPR dalam meningkatkan inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Perbandingan antara BPR dan bank umum serta perbedaan antara BPR dan BPR syariah akan membantu mahasiswa memahami peran dan karakteristik khusus dari masing-masing lembaga keuangan ini dalam mendukung pengembangan sektor keuangan dan perekonomian nasional. Bank Perekonomian Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan layanan perbankan kepada masyarakat, terutama bagi kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta individu dengan tingkat penghasilan rendah. BPR biasanya memiliki fokus pada pelayanan di tingkat lokal atau regional dan beroperasi dengan prinsip keberpihakan pada perekonomian rakyat. Mereka memainkan peran penting dalam menggerakkan perekonomian lokal dengan menyediakan berbagai produk dan layanan keuangan seperti tabungan, kredit, dan jasa perbankan lainnya kepada nasabah di tingkat yang lebih dekat dengan masyarakat. BPR seringkali dianggap sebagai tulang punggung perekonomian daerah
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 93 karena kontribusinya dalam mendukung UMKM dan pertumbuhan ekonomi lokal. Definisi BPR menurut beberapa ahli dapat bervariasi, namun secara umum. Menurut Greta Farah Cahyadi (2012), BPR adalah lembaga keuangan yang memiliki ciri khas dalam memberikan pelayanan perbankan kepada masyarakat, khususnya kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta individu dengan skala usaha kecil dan menengah. (Supartoyo et al., 2018) Menurut James M. Jurinski (2005), BPR adalah institusi keuangan yang beroperasi di tingkat lokal dan menawarkan berbagai layanan perbankan seperti tabungan dan kredit kepada masyarakat di daerah pedesaan dan perkotaan kecil. Menurut Ines Ayu Handayani (2018), BPR merupakan lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dengan menyediakan akses perbankan kepada sektor ekonomi yang tidak dilayani oleh bank-bank komersial besar, seperti UMKM dan petani kecil. Menurut Kartika Budi Utami (2017), BPR adalah lembaga keuangan yang memiliki peran penting dalam mengembangkan perekonomian daerah dengan memberikan layanan perbankan kepada segmen masyarakat yang tidak dilayani oleh bank konvensional, sehingga membantu meningkatkan inklusi keuangan di tingkat lokal. Dari definisi-definisi tersebut, dapat dilihat bahwa BPR memiliki peran yang krusial dalam mendukung perekonomian lokal dengan memberikan akses perbankan kepada sektor-sektor ekonomi yang tidak dilayani oleh
94 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si bank-bank besar, serta membantu meningkatkan inklusi keuangan di tingkat daerah. Sejarah BPR Sejarah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dimulai pada era Orde Baru di Indonesia pada tahun 1980-an. Pada waktu itu, pemerintah mengenalkan program untuk memperluas akses perbankan ke daerah-daerah pedesaan dan meningkatkan inklusi keuangan bagi masyarakat di tingkat lokal. Program ini bertujuan untuk mendukung perekonomian rakyat dengan memberikan akses perbankan kepada sektor-sektor ekonomi yang tidak dilayani oleh bank-bank komersial besar. Pada tahun 1988, pemerintah Indonesia meluncurkan kebijakan deregulasi perbankan yang memungkinkan pendirian lembaga keuangan nonbank, termasuk BPR. Hal ini membuka jalan bagi pendirian berbagai BPR di seluruh Indonesia. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan perkotaanisasi, BPR pun semakin berkembang pesat. Pada tahun 1992, pemerintah menetapkan UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum bagi operasional BPR. Undang-undang tersebut mengatur mengenai pendirian, operasional, dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia. Dengan demikian, BPR diakui secara resmi sebagai bagian dari sektor perbankan di Indonesia. Sejak saat itu, BPR terus berkembang dan menjadi tulang punggung perekonomian lokal di banyak daerah di Indonesia. Mereka memainkan peran penting dalam
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 95 mendukung UMKM, petani kecil, dan sektor-sektor ekonomi lokal lainnya dengan memberikan akses perbankan yang mudah dan terjangkau. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti persaingan dengan bank konvensional dan perubahan regulasi, BPR tetap bertahan dan terus berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Dikenal sebagai "Bapak BPR Indonesia", Ali Wardhana merupakan tokoh yang berperan besar dalam pengembangan BPR di Indonesia. Sebagai pendiri BPR BKK BANTUL pada tahun 1983 dan BPR BKK Semarang pada tahun 1984, Ali Wardhana telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan sektor perbankan lokal. Melalui inisiatifnya, ia tidak hanya mendirikan BPR, tetapi juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan jumlah BPR di seluruh Indonesia. Ali Wardhana memperjuangkan peran penting BPR dalam mendukung UMKM dan ekonomi daerah, serta mempromosikan inklusi keuangan di tingkat lokal. Dengan dedikasinya dalam memperluas jaringan BPR dan memajukan peran lembaga keuangan ini, Ali Wardhana memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya meningkatkan akses perbankan bagi masyarakat di daerah dan mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat di seluruh Indonesia. Dengan peran aktif kedua tokoh tersebut, BPR berhasil berkembang dan menjadi bagian integral dari sektor keuangan di Indonesia, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan inklusi keuangan bagi masyarakat pedesaan dan perkotaan kecil.
96 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Pada tahun 2023, sektor perbankan dan jasa keuangan mengalami reformasi hukum yang membawa perubahan signifikan dalam industri BPR, dengan berlakunya UndangUndang No. 4 Tahun 2023 mengatur pengembangan dan penguatan sektor keuangan (PPSK), termasuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Beberapa poin penting terkait BPR dalam UU tersebut melibatkan: 1. Ekosistem Sektor Keuangan: UU ini mencakup kelembagaan, perbankan, Pasar Modal, Pasar Uang, dan Pasar Valuta. 2. Perubahan Nomenklatur: UU No. 4 Tahun 2023 merubah nomenklatur BPR dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat. 3. Pengawasan BPR: Status pengawasan BPR dievaluasi berdasarkan laporan posisi, sesuai dengan ketentuan UU. 4. Kewajiban BPR: BPR wajib merealisasikan seluruh penyediaan dana sesuai Pasal 252 ayat (4) UU No. 4 Tahun 2023. BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan bank umum memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam beberapa hal. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara keduanya: (Widayati & Efriani, 2019) 1. Fokus Kegiatan Utama
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 97 a. BPR biasanya lebih fokus pada pemberian kredit kepada sektor usaha kecil dan mikro serta masyarakat menengah ke bawah. Mereka terutama melayani nasabah yang sulit dijangkau oleh bank umum besar. b. Bank umum, di sisi lain, memiliki fokus yang lebih luas. Mereka menawarkan berbagai layanan keuangan termasuk pemberian kredit, tabungan, investasi, layanan perbankan ritel dan korporat, dan banyak lagi. 2. Skala dan Jaringan a. BPR umumnya memiliki skala yang lebih kecil dan jaringan kantor cabang yang terbatas. Mereka cenderung beroperasi dalam wilayah geografis yang lebih terbatas. b. Bank umum sering memiliki skala yang lebih besar dan jaringan kantor cabang yang luas, melayani nasabah di wilayah yang lebih luas baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional. 3. Regulasi dan Pengawasan a. BPR biasanya diatur oleh otoritas perbankan yang lebih lokal atau daerah, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia. Regulasi untuk BPR mungkin lebih ringan dibandingkan dengan bank umum karena fokusnya yang lebih terbatas. b. Bank umum, di sisi lain, diatur oleh otoritas perbankan nasional dan mungkin tunduk pada regulasi yang lebih ketat karena ukuran, kompleksitas, dan ruang lingkup operasi mereka yang lebih besar. 4. Modal dan Likuiditas
98 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si a. Bank umum umumnya memiliki modal yang lebih besar dan lebih mudah mendapatkan akses ke likuiditas karena ukuran mereka yang lebih besar dan reputasi yang mapan di pasar keuangan. b. BPR mungkin memiliki keterbatasan dalam hal modal dan likuiditas, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk memberikan kredit dalam jumlah besar atau untuk menanggapi fluktuasi likuiditas dengan cepat. 5. Tujuan dan Misi a. BPR sering kali didirikan dengan tujuan untuk memajukan perekonomian daerah dengan memberikan akses keuangan kepada sektor-sektor yang kurang terlayani oleh bank-bank besar. b. Bank umum mungkin memiliki tujuan yang lebih beragam, termasuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, memberikan layanan keuangan yang komprehensif kepada berbagai segmen masyarakat dan bisnis, serta mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun ada perbedaan signifikan antara BPR dan bank umum, keduanya memiliki peran yang penting dalam sistem keuangan suatu negara. BPR membantu meningkatkan inklusi keuangan dengan memberikan akses keuangan kepada sektor-sektor yang kurang terlayani, sementara bank umum mendukung aktivitas ekonomi secara keseluruhan dengan menyediakan berbagai layanan keuangan kepada berbagai segmen masyarakat dan bisnis.
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 99 1. Apa dampak dari perbedaan dalam rasio kecukupan modal antara dua BPR terhadap tingkat risiko dan stabilitas keuangan masing-masing? 2. Bagaimana perbedaan dalam tingkat pertumbuhan aset dan profitabilitas antara kedua BPR mencerminkan strategi bisnis dan kinerja mereka di pasar lokal? 3. Mengapa BPR Syariah memiliki rasio NPF yang lebih rendah dibandingkan dengan BPR konvensional, dan apa implikasinya terhadap manajemen risiko kredit dan reputasi di pasar? 4. Bagaimana prinsip operasional yang berbeda (konvensional vs. syariah) memengaruhi persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap kedua BPR di daerah tersebut?
100 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 101
102 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 103 Setelah membaca tentang asuransi, mahasiswa akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman mendalam terkait dengan beberapa aspek penting dalam industri
104 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si asuransi. Pengertian dan sejarah asuransi mencakup evolusi konsep perlindungan finansial dari masa kuno hingga menjadi sistem yang terstruktur dan kompleks saat ini. Prinsip dasar asuransi, yang meliputi prinsip solidaritas, kepastian, dan insurable interest, akan membantu mahasiswa memahami fondasi operasional dan moralitas di balik praktik asuransi. Dengan mengeksplorasi jenis perusahaan asuransi, termasuk perusahaan jiwa, kerugian, dan umum, mahasiswa akan memahami variasi produk dan layanan yang ditawarkan serta pasar yang dilayani oleh setiap jenis perusahaan. Selain itu, memahami perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah akan memberikan wawasan tentang prinsip-prinsip operasional yang berbeda, termasuk penggunaan bunga dan prinsip bagi hasil dalam penilaian risiko. Terakhir, mempelajari tentang perusahaan reasuransi akan memperluas pemahaman mahasiswa tentang peran penting yang dimainkan oleh lembaga ini dalam mentransfer risiko dari perusahaan asuransi primer ke pasar global. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang industri asuransi, termasuk konsep dasar, variasi produk, prinsip operasional, dan peran lembaga terkait. Asuransi adalah suatu bentuk perlindungan finansial yang diberikan oleh perusahaan asuransi kepada individu atau entitas bisnis untuk melindungi mereka dari risiko tertentu dengan membayar premi. Konsep dasar asuransi melibatkan transfer risiko dari pemegang polis kepada perusahaan asuransi, yang kemudian bertanggung jawab
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 105 untuk membayar klaim jika terjadi kerugian atau kejadian yang diasuransikan. Dengan membayar premi, pemegang polis memperoleh jaminan perlindungan finansial dalam hal terjadi risiko yang diasuransikan, seperti kecelakaan, sakit, atau kerugian harta benda. Asuransi memiliki peran penting dalam mengelola risiko dan memberikan keamanan finansial bagi individu, keluarga, dan bisnis. Pengertian asuransi juga dapat diberikan dari perspektif para ahli dalam bidang ini. Menurut William H. Blessing, asuransi adalah "suatu perjanjian dimana seorang pemegang polis membayar premi untuk perusahaan asuransi, dan sebagai gantinya, perusahaan asuransi setuju untuk membayar jumlah uang tertentu kepada pemegang polis untuk setiap kerugian yang terjadi dalam kehidupan, kesehatan, properti, atau tanggung jawab tertentu." Sementara itu, menurut O'Glove, asuransi adalah "suatu perjanjian antara dua pihak, di mana pihak pertama (pemegang polis) membayar sejumlah uang kepada pihak kedua (perusahaan asuransi) untuk menjamin pembayaran sejumlah uang tertentu pada saat terjadinya risiko yang dijamin dalam kontrak." Definisi dari para ahli tersebut menegaskan bahwa asuransi adalah perjanjian yang melibatkan pembayaran premi oleh pemegang polis kepada perusahaan asuransi sebagai pertukaran atas perlindungan finansial yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam hal terjadi kerugian yang dijamin oleh kontrak asuransi.
106 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Sejarah dan Perkembangan Asuransi Sejarah asuransi dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno, ketika komunitas-komunitas manusia mulai mengembangkan cara untuk membagi risiko dan memberikan perlindungan finansial satu sama lain. Penelitian oleh para pakar mengenai sejarah pertumbuhan asuransi banyak menyoroti bahwa awal mula pembentukan asuransi dapat ditandai dengan praktik kontrak bottomry. Bottomry contract adalah metode pembiayaan perdagangan yang memiliki karakteristik khusus. Sejarahnya dapat ditelusuri sekitar tahun 2.250 sebelum masehi, di mana Bangsa Babylonia yang tinggal di daerah Sungai Euphrat dan Tigris (kini wilayah Irak) terlibat dalam praktik ini. Pada masa itu, pedagang atau pemilik kapal diperbolehkan mengambil barang dagangan untuk dijual di tempat lain tanpa harus membayar harga barang tersebut terlebih dahulu. Namun, mereka diwajibkan untuk membayar nantinya dengan tambahan bunga dan sejumlah uang sebagai imbalan atas risiko yang ditanggung oleh pemberi barang. Meskipun demikian, jika barang-barang tersebut dirampok selama perjalanan, pedagang dibebaskan dari kewajiban pembayaran. Kontrak ini mirip dengan bentuk primitif dari asuransi. Berikut adalah ringkasan sejarah dan perkembangan asuransi: (Ali, 2023) 1. Zaman Kuno: Praktik-praktik awal asuransi telah tercatat dalam sejarah kuno, dengan bukti-bukti tentang bentuk-bentuk asuransi yang ada di berbagai peradaban seperti Mesir Kuno, Babilonia, dan China kuno. Contohnya adalah praktik tanggung jawab
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 107 bersama di antara para pedagang di Mesir Kuno yang mengadakan kontribusi bersama untuk mengganti kerugian yang dialami oleh anggota kelompok mereka. 2. Zaman Pertengahan: Selama Abad Pertengahan di Eropa, perkembangan asuransi terbatas dan cenderung dilakukan dalam bentuk asuransi laut, terutama di pelabuhan-pelabuhan perdagangan besar seperti London dan Amsterdam. Asosiasi para pedagang sering kali menyediakan jaminan dan perlindungan finansial bagi anggotanya yang berlayar ke perjalanan perdagangan jarak jauh. 3. Zaman Modern Awal: Asuransi modern mulai berkembang pada abad ke-17 dengan pendirian perusahaan asuransi pertama, Lloyd's of London, yang didirikan di Inggris pada tahun 1688. Lloyd's awalnya merupakan tempat pertemuan para pedagang dan pemilik kapal untuk membahas aspek-aspek perdagangan, tetapi kemudian berkembang menjadi pusat asuransi laut yang terkenal. 4. Perkembangan Industri Asuransi: Pada abad ke-19, industri asuransi terus berkembang dengan munculnya berbagai perusahaan asuransi baru di Eropa dan Amerika Serikat. Perkembangan teknologi dan komunikasi juga membantu dalam mengelola risiko dan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan asuransi. 5. Abad ke-20 dan 21: Di abad ke-20, industri asuransi mengalami perkembangan yang signifikan, termasuk ekspansi produk-produk asuransi ke berbagai sektor seperti jiwa, kesehatan, properti, dan tanggung jawab. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
108 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si terus memengaruhi cara industri asuransi beroperasi, dengan penggunaan data dan analisis risiko yang semakin canggih. Selama beberapa abad terakhir, asuransi telah menjadi bagian penting dari kehidupan ekonomi modern, menyediakan perlindungan finansial bagi individu, keluarga, dan bisnis di seluruh dunia. Perkembangan asuransi terus berlanjut seiring perubahan dalam kebutuhan dan tuntutan pasar, serta kemajuan dalam teknologi dan praktik manajemen risiko. Perkembangan asuransi di Indonesia Perkembangan asuransi di Indonesia telah mengalami perjalanan yang panjang dan beragam sejak masa kolonial hingga era modern saat ini. Pada awalnya, asuransi di Indonesia dimulai dengan pendirian perusahaan asuransi Belanda pada abad ke-19 yang bertujuan untuk melindungi kepentingan perdagangan dan industri Belanda di Hindia Belanda. Perusahaan-perusahaan asuransi tersebut melayani kebutuhan asuransi bagi perusahaan-perusahaan Belanda dan elit pemerintahan kolonial. Asuransi diperkenalkan ke Indonesia selama masa penjajahan Belanda, ketika negara ini masih dikenal sebagai Nederland Indie. Kehadiran asuransi di tanah air disebabkan oleh keberhasilan bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di wilayah jajahannya. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan akan jaminan terhadap kerugian usaha, asuransi menjadi suatu kebutuhan mutlak. Diperkirakan bahwa asuransi mulai
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 109 diperkenalkan ke Indonesia sesaat setelah didirikannya perusahaan asuransi di Belanda yang dikenal sebagai De Nederlanden Van 1845. Di Indonesia, orang Belanda mendirikan perusahaan asuransi jiwa yang bernama Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILLMIJ), yang akhirnya diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan saat ini dikenal sebagai PT Asuransi Jiwasraya. Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya pada tahun 1945, industri asuransi mengalami perkembangan yang signifikan. Pemerintah Indonesia mulai membentuk kerangka regulasi dan lembaga pengawasan untuk mengatur industri asuransi. Pada tahun 1952, pemerintah membentuk Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Negara (ASURANSI) yang menjadi satu-satunya perusahaan asuransi yang diakui oleh pemerintah pada saat itu. Selanjutnya, pada tahun 1960-an, pemerintah Indonesia mulai menggalakkan program industrialisasi yang berdampak pada pertumbuhan sektor asuransi. Pemerintah juga mendorong pendirian perusahaan asuransi swasta untuk memperluas cakupan layanan asuransi di Indonesia. Ini memunculkan berbagai perusahaan asuransi swasta yang memperkenalkan produk-produk baru dan berinovasi dalam penyediaan layanan asuransi kepada masyarakat. Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan UndangUndang tentang Perasuransian yang memberikan landasan hukum yang lebih jelas bagi industri asuransi di Indonesia. Hal ini menghasilkan pertumbuhan yang pesat dalam industri asuransi, dengan banyaknya perusahaan asuransi baru yang didirikan dan beroperasi di Indonesia. Selain itu,
110 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si dengan liberalisasi ekonomi pada tahun 1980-an dan 1990- an, industri asuransi semakin terbuka terhadap investasi asing, yang turut mengakselerasi pertumbuhan dan perkembangan industri asuransi di Indonesia. (Ali, 2023) Di era modern saat ini, industri asuransi di Indonesia terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Terdapat berbagai macam perusahaan asuransi yang menawarkan beragam produk asuransi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, mulai dari asuransi jiwa, kesehatan, kendaraan bermotor, hingga asuransi properti dan bisnis. Selain itu, pemerintah terus melakukan reformasi regulasi dan meningkatkan pengawasan untuk memastikan keberlangsungan dan kualitas layanan industri asuransi di Indonesia. Dengan demikian, perkembangan asuransi di Indonesia mencerminkan perjalanan yang dinamis dan berkelanjutan dalam menyediakan perlindungan finansial bagi masyarakat dan bisnis di negara ini. Dengan lahirnya pemerintah Orde Baru 1966 maka sektor swasta ditumbuhkan lagi dan jalur perekonomian yang dikuasai perusahaan-perusahaan negara dibagi menjadi tiga golongan, yaitu Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, dan Persero (Undang-Undang No. 9 tahun 1969). Dengan pesatnya pembangunan di Indonesia sejak masa Orde Baru, Industri Perasuransian pun berkembang dengan pesat. Dalam upaya menerbitkan dan meningkatkan mutu dari industri asuransi di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berupa ketentuan dan perundangan. Ketentuan perundangan yang penting dalam menertibkan usaha bidang perasuransian ini
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 111 adalah Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 214 dan 215/KMK.013/1988 yang dikenal dengan Paket Desember. Tidak lama kemudian setelah itu, lahirlah undangundang khusus mengenai usaha perasuransian sebagai yang pertama kalinya sejak Republik Indonesia merdeka, yaitu Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian berikut dengan peraturan pemerintah, keputusan Menteri Keuangan dan peraturan ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang mengatur sangat rinci mengenai langkah-langkah usaha perasuransian dalam dunia asuransi. Undang-Undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Dalam suatu polis asuransi, terdapat dasar-dasar prinsip yang mengarah pada tujuan utama penyelenggaraan asuransi untuk mencegah adanya penyimpangan. Prinsipprinsip tersebut merupakan fondasi mutlak dalam kontrak asuransi. Prinsip ini memiliki perbedaan tergantung pada jenis asuransi, baik asuransi umum maupun asuransi jiwa. Rincian prinsip-prinsip asuransi tersebut dapat ditemukan dalam Tabel 8.1 berikut:
112 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Tabel 8.1. Prinsip Dasar Asuransi Sumber: OJK (2018) Pengertian atas prinsip dasar asuransi adalah: 1. Insurable interest (kepentingan untuk mengasuransikan) berarti setiap orang diberikan hak untuk mengasuransikan sesuatu karena terdapat hubungan keluarga atau ekonomi yang mendasari. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang hanya dapat mengasuransikan kepentingan yang dapat mereka buktikan atau yang secara substansial mempengaruhi kepentingan keuangan atau properti mereka. Dengan kata lain, pemegang polis harus memiliki kepentingan finansial yang sah terhadap subjek yang diasuransikan, seperti harta benda atau kehidupan seseorang;
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 113 2. Utmost good faith (itikad yang terbaik), memiliki pengertian bahwa suatu kewajiban yang positif dari Tertanggung yang dengan sukarela menyampaikan seluruh fakta yang sifatnya penting, lengkap dan akurat atas suatu risiko yang sedang diminta untuk diasuransikan baik diminta ataupun tidak. berarti proses membeli produk asuransi, Tertanggung (nasabah) maupun Penanggung (perusahaan asuransi) harus menyampaikan informasi secara terbuka, rinci dan jujur. Prinsip ini mengacu pada kewajiban moral dan etika yang dimiliki oleh pemegang polis untuk mengungkapkan informasi yang benar dan lengkap kepada perusahaan asuransi. Pemegang polis harus memberikan semua informasi yang relevan tentang risiko yang diasuransikan, sehingga perusahaan asuransi dapat menilai dan menetapkan premi dengan tepat; 3. Prinsip indemnity (ganti rugi) sering disebut sebagai prinsip ganti rugi. Perusahaan asuransi selaku penanggung harus memberikan ganti rugi kepada Tertanggung sesuai dengan kesepakatan pada polis. Indemnity dapat diartikan sebagai suatu mekanisme di mana Penanggung memberikan ganti rugi finansial dalam suatu upaya menempatkan Tertanggung pada posisi keuangan yang dimiliki pada saat sesaat sebelum kerugian itu terjadi. Hal ini berarti bahwa Penanggung akan memberikan ganti-rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar diderita Tertanggung, tanpa ditambah atau dipengaruhi unsur-unsur mencari keuntungan. Prinsip ini menyatakan bahwa tujuan dari asuransi adalah untuk mengembalikan pemegang polis
114 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si ke posisi finansial yang sama seperti sebelum terjadinya kerugian, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan kata lain, perusahaan asuransi membayar klaim sesuai dengan kerugian yang dialami pemegang polis, tanpa memberikan keuntungan tambahan. 4. Proximate cause (penyebab utama dan efektif), Proximate Cause adalah suatu penyebab utama yang efektif menimbulkan suatu rantaian kejadian dan menimbulkan suatu akibat, tanpa adanya intervensi suatu kekuatan yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru serta berdiri sendiri (independent). Berarti Penanggung hanya akan mengganti kerugian Tertanggung apabila suatu pertistiwa diakibatkan oleh penyebab yang diatur dalam Polis. 5. Subrogation (Pelimpahan Tanggung Jawab Hukum Kepada Pihak Ketiga), mengharuskan Tertanggung memilih salah satu sumber pengganti kerugian, yaitu Penanggung atau Pihak Ketiga lain. Tertanggung tidak boleh memilih keduanya. Subrogasi ini berlaku apabila kontrak asuransi yang bersangkutan adalah kontrak indemnity. Subrogasi diberlakukan dengan maksud mencegah Tertanggung memperoleh penggantian lebih besar dari ganti rugi penuh. Jika asuransi sudah menggantikan kerugian yang diderita Tertanggung, maka rongsokan mobil yang rusak atau bilamana mobil Tertanggung yang hilang diketemukan kembali akan menjadi hak milik perusahaan asuransi. 6. Contribution, Pihak asuransi memiliki hak untuk mengajak penanggung lainnya untuk menanggung kerugian tertanggung secara bersama-sama. Prinsip dasar contribution adalah suatu prinsip yang mengatur
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 115 dalam hal suatu objek pertanggungan, dipertanggungkan pada 2 (dua) atau lebih perusahaan asuransi, maka kerugian yang terjadi akan dikontribusikan pada seluruh perusahaan asuransi yang telah menutup pertanggungan tersebut, sebanding dengan tanggung jawabnya masing-masing dari perusahaan asuransi yang terlibat. Pemahaman yang baik tentang prinsip dasar asuransi penting untuk menjaga integritas dan stabilitas industri asuransi serta memastikan perlindungan yang tepat bagi pemegang polis. Prinsip-prinsip ini menjadi dasar bagi pembentukan kontrak asuransi dan memastikan hubungan yang adil antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. Jenis perusahaan asuransi dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria, termasuk cakupan layanan, jenis risiko yang diasuransikan, dan struktur kepemilikan. Umumnya masyarakat sulit untuk membedakan produk asuransi dan jenis asuransi. Oleh karena itu pengenalan atas klasifikasi asuransi sangat dibutuhkan sehingga masyarakat dapat memiliki pemahaman yang tepat akan hal tersebut. Terdapat beraneka ragam asuransi, dimana klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan pengelolaan dana, tujuan operasional dan jenis asuransi. Klasifikasi tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut:
116 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Gambar 8.1. Bagan Klasifikasi Asuransi Berikut adalah beberapa jenis perusahaan asuransi yang umum: 1. Berdasarkan Pengelolaan Dana: asuransi dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: asuransi konvensional dan asuransi syariah. Menurut Dewan Syariah Nasional MUI, asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolongmenolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui dana investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad sesuai dengan syariah adalah perjanjian yang tidak mengandung gharar (ketidakjelasan), maysir (perjudian), riba (bunga), zhulum (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan perbuatan maksiat. Perusahaan asuransi umum atau non-hidup menyediakan berbagai macam produk asuransi yang melindungi harta benda dan kepentingan non-jasa, seperti asuransi properti (rumah, kendaraan
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 117 bermotor, gedung, dan lain-lain), asuransi kebakaran, asuransi tanggung jawab publik, dan asuransi perjalanan. Perusahaan asuransi umum juga dapat menawarkan produk-produk komersial untuk bisnis dan industri. 2. Berdasarkan Tujuan Operasional: Ditinjau dari tujuan operasionalnya, asuransi dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: (i) Asuransi komersial, yaitu asuransi yang bertujuan memperoleh keuntungan bagi pemegang saham. Asuransi jenis ini dilakukan oleh perusahaan asuransi swasta nasional, perusahaan swasta kerja sama antara nasional dan luar negeri (joint venture) ataupun perusahaan negara (BUMN). Perusahaan ini dapat menganut prinsip konvensional atau prinsip syariah; dan (ii) Asuransi sosial, merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang dibentuk oleh pemerintah bedasarkan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pihak asuransi dengan seluruh golongan masyarakat. Tujuan asuransi sosial meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama para pegawai dan pensiunan. Contoh asuransi sosial: Asuransi sosial untuk risiko kecelakaan lalu lintas diselenggarakan oleh PT Asuransi Jasa Raharja; BPJS Kesehatan; BPJS Ketenagakerjaan; Tabungan dan Asuransi Pengawai Negeri (TASPEN), dan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) 3. Berdasarkan Jenis Asuransi, Ditinjau dari Jenisnya, asuransi dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: (i) Asuransi jiwa, merupakan asuransi dengan objek
118 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si pertanggungannya berupa orang, dan yang dipertanggungkan adalah kehidupan seseorang. Selain jiwa, jaminan dapat diperluas dengan kesehatan serta kecelakaan. Asuransi ini memberikan jaminan perlindungan dalam bentuk pengalihan risiko keuangan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan, dan (ii) Asuransi umum, memberikan jaminan terhadap kerugian yang terjadi pada harta benda, baik harta benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak, serta memberikan jaminan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian. Asuransi umum memiliki banyak varian produk, antara lain: asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, pengangkutan, perjalanan, rangka kapal, perkebunan, pertanian, pesawat terbang, satelit, tanggung jawab hukum pihak ketiga, mesin dan berbagai risiko kerugian aset lainnya. Pemahaman tentang jenis-jenis perusahaan asuransi ini penting bagi konsumen untuk memilih produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, serta bagi industri untuk mengembangkan strategi bisnis yang efektif dalam mengelola risiko dan memberikan layanan yang berkualitas kepada pemegang polis. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah terletak pada prinsip-prinsip operasional, produk yang ditawarkan, dan pengelolaan risiko. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara keduanya: (Ajib, 2019)
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 119 1. Prinsip Dasar Operasional a. Asuransi Konvensional: Operasional berdasarkan prinsip-prinsip sekuler dan hukum positif yang umum diakui. Prinsip-prinsip tersebut termasuk penggunaan bunga dalam penetapan premi dan pembayaran klaim, serta praktik-praktik lain yang sesuai dengan hukum konvensional. b. Asuransi Syariah: Operasional berdasarkan prinsipprinsip syariah Islam yang melarang penggunaan bunga dan transaksi ribawi (haram) serta mengharuskan adanya prinsip bagi hasil atau pembagian risiko dan keuntungan antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. 2. Produk yang Ditawarkan a. Asuransi Konvensional: Menawarkan berbagai macam produk asuransi termasuk asuransi jiwa, kesehatan, properti, dan umum. Produk-produk ini didasarkan pada prinsip-prinsip dan praktik konvensional dalam penetapan premi, pembayaran klaim, dan investasi. b. Asuransi Syariah: Menawarkan produk-produk asuransi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, seperti asuransi jiwa syariah, asuransi kesehatan syariah, dan asuransi umum syariah. Produk-produk ini didasarkan pada prinsip bagi hasil dan berbagi risiko antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. 3. Penetapan Premi dan Pembayaran Klaim a. Asuransi Konvensional: Penetapan premi dan pembayaran klaim didasarkan pada prinsip
120 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si asuransi konvensional yang menggunakan bunga dan praktik-praktik lain yang sesuai dengan hukum konvensional. b. Asuransi Syariah: Penetapan premi didasarkan pada prinsip bagi hasil, di mana pemegang polis dan perusahaan asuransi berbagi risiko dan keuntungan. Pembayaran klaim juga didasarkan pada prinsip syariah, di mana klaim akan dibayar sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati dan tanpa adanya unsur bunga. 4. Investasi Dana Premi a. Asuransi Konvensional: Dana premi diasuransikan dapat diinvestasikan dalam berbagai instrumen keuangan, termasuk saham, obligasi, dan aset-aset lainnya sesuai dengan kebijakan investasi perusahaan asuransi. b. Asuransi Syariah: Investasi dana premi harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yang melarang investasi dalam instrumen-instrumen yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, seperti alkohol, perjudian, dan riba. Dengan demikian, perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah mencakup prinsip operasional, produk yang ditawarkan, penetapan premi dan pembayaran klaim, serta investasi dana premi. Pemahaman tentang perbedaan ini penting bagi konsumen untuk memilih produk asuransi yang sesuai dengan nilai dan prinsip mereka.
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 121 Rangkuman perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 8.2 berikut. Perusahaan reasuransi adalah lembaga keuangan yang menyediakan perlindungan finansial kepada perusahaan asuransi primer atau perusahaan asuransi lainnya dengan mentransfer sebagian atau seluruh risiko yang mereka tanggung. Perusahaan reasuransi bertindak sebagai pihak kedua dalam kontrak asuransi, menerima premi dari perusahaan asuransi primer sebagai pertukaran atas penanggungan risiko yang ditransfer. Dengan demikian perusahaan reasuransi memiliki peran yang sangat penting dalam perasuransian, karena perusahaan tersebut berperan menerima risiko yang dialokasikan oleh perusahaan asuransi baik melalui metode reasuransi treaty maupun facultative.
122 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Selai itu perusahaan reasuransi membantu perusahaan asuransi primer mengelola eksposur risiko mereka dan melindungi mereka dari kerugian yang besar atau bencana alam yang tidak terduga. Dengan mentransfer sebagian risiko yang mereka tanggung kepada perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi primer dapat memperluas kapasitas mereka dalam menulis polis asuransi, serta mengurangi potensi kerugian finansial yang signifikan. Selain itu, perusahaan reasuransi juga membantu dalam menyeimbangkan portofolio risiko perusahaan asuransi primer dengan mengalihkan risiko-risiko tertentu ke pasar global. Dengan cara ini, perusahaan asuransi primer dapat beroperasi dengan lebih efisien dan secara efektif dalam mengelola risiko, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk membayar klaim dan memenuhi kewajiban finansial mereka kepada pemegang polis. Perusahaan reasuransi biasanya menawarkan berbagai jenis reasuransi, termasuk reasuransi proporsi, reasuransi excedent of loss, dan reasuransi fasultatif, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan preferensi perusahaan asuransi primer dalam mengelola risiko mereka. Dengan demikian, perusahaan reasuransi berperan sebagai mitra strategis bagi perusahaan asuransi primer dalam mengelola risiko dan menjaga kestabilan industri asuransi secara keseluruhan. Peran mereka yang vital dalam menyediakan perlindungan finansial kepada perusahaan asuransi primer menjadikan mereka komponen penting dalam ekosistem asuransi global.
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 123 Berikut adalah beberapa contoh perusahaan reasuransi yang beroperasi di Indonesia: 1. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau lebih dikenal dengan nama "Indonesia Re" adalah perusahaan reasuransi yang didirikan pada tahun 1996. Sebagai perusahaan reasuransi yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia, Indonesia Re menyediakan berbagai layanan reasuransi untuk membantu perusahaan asuransi primer di Indonesia mengelola risiko mereka. Perusahaan ini fokus pada reasuransi proporsi dan berbagai jenis reasuransi umum dan jiwa. 2. Reasuransi Internasional Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan ReINDO, didirikan pada tahun 1996. ReINDO menawarkan berbagai layanan reasuransi yang mencakup reasuransi proporsi dan excedent of loss untuk berbagai risiko, termasuk risiko properti, tanggung jawab publik, kesehatan, dan jiwa. Perusahaan ini menjadi salah satu pemain utama di pasar reasuransi Indonesia. 3. Tugu Reasuransi Indonesia, atau Tugu Re, merupakan anak perusahaan dari PT Tugu Pratama Indonesia Tbk, salah satu perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia. Tugu Re menyediakan berbagai layanan reasuransi dalam skala regional maupun global, termasuk reasuransi umum, jiwa, dan kesehatan. Perusahaan ini juga terlibat dalam berbagai program reasuransi syariah. 4. Jasa Raharja Reasuransi Indonesia (JRI) adalah anak perusahaan dari PT Jasa Raharja (Persero), perusahaan asuransi yang berfokus pada asuransi kesehatan, kecelakaan, dan tanggung jawab publik. JRI
124 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si menyediakan layanan reasuransi untuk risiko-risiko yang diasuransikan oleh Jasa Raharja, serta untuk risiko-risiko yang terkait dengan layanan asuransi umum dan jiwa lainnya. 5. Reasuransi Nasional Indonesia (NasRe) adalah perusahaan reasuransi yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. NasRe menyediakan berbagai layanan reasuransi untuk mendukung perusahaan asuransi primer di Indonesia dalam mengelola risiko mereka. Perusahaan ini fokus pada reasuransi proporsi dan berbagai jenis reasuransi umum dan jiwa. Perusahaan-perusahaan reasuransi ini berperan penting dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan industri asuransi di Indonesia dengan menyediakan perlindungan finansial tambahan kepada perusahaan asuransi primer dan membantu mereka dalam mengelola risiko-risiko yang mereka tanggung. Studi Kasus: Manajemen Risiko dalam Asuransi Kesehatan Latar Belakang Perusahaan asuransi kesehatan X telah menawarkan produk asuransi kesehatan kepada masyarakat selama beberapa tahun terakhir. Produk ini mencakup perlindungan terhadap biaya perawatan medis, rawat inap,
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 125 rawat jalan, serta manfaat tambahan seperti asuransi gigi dan mata. Masalah Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan asuransi kesehatan X mengalami peningkatan klaim yang signifikan, terutama terkait dengan biaya perawatan rawat inap yang meningkat secara drastis. Hal ini telah menyebabkan penurunan laba dan mengancam keberlanjutan bisnis perusahaan. Tindakan yang Dilakukan 1. Perusahaan asuransi kesehatan X melakukan analisis mendalam terhadap penyebab peningkatan klaim rawat inap. 2. Mereka menemukan bahwa faktor-faktor seperti peningkatan biaya perawatan medis, kenaikan prevalensi penyakit kronis, dan ketergantungan terhadap layanan rumah sakit yang mahal menjadi penyebab utama peningkatan klaim. 3. Berdasarkan analisis tersebut, perusahaan asuransi kesehatan X menyusun strategi manajemen risiko yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini. Strategi Manajemen Risiko 1. Penyusunan Kebijakan: Perusahaan asuransi kesehatan X memperbarui kebijakan penilaian risiko untuk mengidentifikasi calon pemegang polis yang memiliki risiko kesehatan tinggi. Mereka juga menetapkan batas
126 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si maksimum klaim untuk setiap jenis perawatan medis agar dapat mengendalikan risiko kenaikan klaim. 2. Promosi Kesehatan dan Pencegahan: Perusahaan asuransi kesehatan X meluncurkan program-program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit kepada pemegang polis mereka. Program ini mencakup peningkatan kesadaran tentang gaya hidup sehat, pemeriksaan kesehatan berkala, dan kampanye vaksinasi. 3. Jaringan Provider: Perusahaan asuransi kesehatan X mengembangkan jaringan provider yang lebih luas dan beragam, termasuk rumah sakit, klinik, dan dokter yang menawarkan layanan perawatan medis berkualitas dengan biaya yang lebih terjangkau. Hal ini membantu membatasi penggunaan layanan rumah sakit yang mahal. 4. Inovasi Produk: Perusahaan asuransi kesehatan X mengembangkan produk-produk asuransi kesehatan yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, termasuk pilihan manfaat tambahan seperti asuransi kesehatan mental, terapi fisik, dan nutrisi. Hasil Dengan menerapkan strategi manajemen risiko yang komprehensif, perusahaan asuransi kesehatan X berhasil mengendalikan peningkatan klaim rawat inap dan memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan. Mereka berhasil meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memberikan layanan yang lebih baik dan mengurangi premi asuransi bagi pemegang polis. Sebagai hasilnya,
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 127 perusahaan dapat melanjutkan operasinya dengan lebih stabil dan berkembang di pasar asuransi kesehatan yang kompetitif. Diskusikan : 1. Apa saja faktor-faktor risiko yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan asuransi kesehatan dalam manajemen risiko? 2. Bagaimana pentingnya promosi kesehatan dan pencegahan dalam mengurangi klaim asuransi kesehatan? 3. Apa manfaat dari mengembangkan jaringan provider yang luas dalam manajemen risiko asuransi kesehatan? 4. Bagaimana inovasi produk dapat membantu perusahaan asuransi kesehatan dalam menghadapi tantangan dalam bisnis? 5. Apakah ada strategi manajemen risiko tambahan yang dapat diterapkan oleh perusahaan asuransi kesehatan untuk meningkatkan kinerja mereka?
128 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 129 Setelah membaca tentang Perusahaan Pembiayaan (Multi Finance), mahasiswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai berbagai aspek penting yang terkait dengan industri ini. Perusahaan pembiayaan, atau
130 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si yang dikenal juga sebagai multi finance, adalah lembaga keuangan yang memberikan layanan pembiayaan kepada individu maupun bisnis untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Mereka beroperasi dalam berbagai bentuk, seperti pembiayaan konsumen, pembiayaan mobil, pembiayaan proyek, dan sebagainya. Sumber dana perusahaan pembiayaan berasal dari berbagai sumber, dana internal, dan dana dari induk perusahaan. Sumber dana perusahaan pembiayaan tidak termasuk dana pihak ketiga dari masyarakat. Produk penyaluran dana yang ditawarkan mencakup berbagai jenis pembiayaan, seperti pembiayaan barang konsumen, mobil, barang modal (mesin, alat pabrik, alat berat, dll), proyek, modal kerja, dan mikro. Perusahaan pembiayaan konvensional dan syariah memiliki perbedaan dalam prinsip operasional, produk yang ditawarkan, serta sumber dana mereka. Perusahaan pembiayaan konvensional mengikuti prinsip-prinsip sekuler dan hukum positif yang umum diakui, sementara perusahaan pembiayaan syariah mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam dalam menjalankan operasinya. Perusahaan Pembiayaan yang sebelumnya dikenal dengan industri leasing merupakan bagian dari Lembaga Pembiayaan. Berdasarkan ketentuan OJK, Lembaga Pembiayaan mencakup perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur. Tumbuhnya industri leasing (perusahaan pembiayaan) di Indonesia memiliki latar belakang yang sedikit berbeda
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 131 dengan industri leasing di Amerika Serikat atau negara Eropa lainnya. Munculnya industri leasing di tanah air diawali dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri RI yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Nomor KEP122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974 dan Nomor 30/Kpb/I/1974 pada tanggal 7 Februari 1974. Menurut OJK (2019), perusahaan pembiayaan pertama yang lahir pasca SKB tiga Menteri tersebut adalah PT PANN Persero yang didirikan pada tanggal 16 Mei 1974 dengan fokus kegiatan pembiayaan leasing (sewa guna usaha) kapal. Selanjutnya menyusul berdiri perusahaan pembiayaan lainnya yaitu PT Orient Bina Usaha Leasing (OBUL) pada awal tahun 1975 yang fokus pada kegiatan pembiayaan mesinmesin industri. Perusahaan pembiayaan ini sekarang dikenal dengan nama “PT Orix Indonesia Finance”. Perusahaan pembiayaan memiliki peran yang penting dalam mendukung kegiatan ekonomi dengan menyediakan akses keuangan kepada individu dan bisnis yang membutuhkan dana tambahan. Mereka sering kali memainkan peran yang komplementer dengan bank, terutama dalam menyediakan pembiayaan kepada segmen pasar yang mungkin tidak terlayani oleh lembaga keuangan tradisional. Selain itu, perusahaan pembiayaan juga dapat memberikan kemudahan akses keuangan yang lebih cepat dan fleksibel daripada bank, terutama dalam hal proses persetujuan dan pencairan dana. Sejak beralihnya pengaturan dan pengawasan perusahaan pembiayaan dari Bapepam-LK, Kementerian
132 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si Keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 31 Desember 2012, beberapa regulasi terkait Industri Jasa Keuangan Non Bank (IKNB) termasuk perusahaan pembiayaan, telah diterbitkan oleh OJK dengan tujuan membuat industri pembiayaan menjadi semakin kokoh, kontributif, dan inklusif. Mengacu kepada POJK NO. 35 /POJK.05/2018 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, yang dimaksud perusahaan pembiayaan atau multi finance (MF) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan barang dan/atau jasa. Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29/POJK.05/2014 tanggal 19 November 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tanggal 19 November 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah yang telah diubah melalui POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tanggal 28 Desember 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dan POJK Nomor 10/POJK.05/2019 tanggal 26 Februari 2019 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah, maka kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan semakin diperluas dan lebih diarahkan kepada sektor produktif, baik melalui kegiatan usaha pembiayaan investasi maupun modal kerja. Secara keseluruhan, perusahaan pembiayaan memainkan peran yang signifikan dalam menyediakan akses keuangan kepada masyarakat luas dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan menyediakan pembiayaan yang cepat, fleksibel, dan sesuai dengan kebutuhan, mereka
BANK & IKNB: Institusi Keuangan Non Bank | 133 membantu individu dan bisnis untuk mencapai tujuan keuangan mereka dengan lebih mudah dan efisien. Perusahaan pembiayaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada fokus bisnis dan segmen pasar yang dilayani. Berikut adalah beberapa jenis perusahaan pembiayaan yang umum: (Hermanto & Irianto, 2020) 1. Perusahaan Pembiayaan Konsumen: Jenis perusahaan pembiayaan ini fokus pada pembiayaan untuk kebutuhan konsumen individu. Mereka menyediakan kredit untuk pembelian barang-barang konsumen seperti elektronik, perabotan rumah tangga, atau perlengkapan elektronik. Perusahaan pembiayaan konsumen biasanya menawarkan layanan yang cepat dan mudah dengan syarat-syarat yang lebih fleksibel daripada bank. 2. Perusahaan Pembiayaan Mobil: Perusahaan pembiayaan mobil menyediakan pembiayaan khusus untuk pembelian kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor. Mereka dapat bekerja sama dengan dealer mobil atau pemilik kendaraan untuk menyediakan pembiayaan kepada konsumen. Produk pembiayaan ini sering kali termasuk pembelian kredit dan leasing. 3. Perusahaan Pembiayaan Proyek: Jenis perusahaan pembiayaan ini fokus pada pembiayaan proyek bisnis atau investasi. Mereka menyediakan dana untuk proyek-proyek seperti pembangunan real estat,
134 | Dr. Ir. Hadi Purnomo, M.Si infrastruktur, atau proyek konstruksi lainnya. Perusahaan pembiayaan proyek dapat bekerja sama dengan pengembang atau investor untuk menyediakan dana yang diperlukan untuk proyek tersebut. 4. Perusahaan Pembiayaan Mikro: Perusahaan pembiayaan mikro menyediakan pembiayaan kecil untuk usaha kecil dan mikro. Mereka membantu pengusaha kecil untuk mendapatkan akses keuangan yang dibutuhkan untuk mengembangkan bisnis mereka. Pembiayaan mikro ini biasanya memiliki syarat-syarat yang lebih mudah dan proses persetujuan yang lebih cepat daripada pembiayaan konvensional. 5. Perusahaan Pembiayaan Syariah: Jenis perusahaan pembiayaan ini mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam dalam menjalankan operasinya. Mereka menyediakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti pembiayaan dengan skema bagi hasil dan tanpa bunga. Produk pembiayaan syariah mencakup berbagai jenis pembiayaan, mulai dari konsumen hingga proyek bisnis. Dalam keseluruhan, beragam jenis perusahaan pembiayaan tersebut memiliki peran yang penting dalam mendukung kegiatan ekonomi serta memenuhi kebutuhan finansial individu dan bisnis. Dengan menyediakan akses keuangan yang lebih cepat, fleksibel, dan sesuai dengan kebutuhan, perusahaan pembiayaan memainkan peran yang komplementer dengan bank dan lembaga keuangan lainnya. Melalui layanan pembiayaan yang mereka tawarkan, perusahaan pembiayaan membantu masyarakat dalam mencapai berbagai tujuan keuangan mereka, mulai dari membeli barang konsumen hingga memulai atau