Kegiatan Belajar 3:
Seleksi dan Penempatan Karyawan
Uraian
Saudara mahasiswa, pada Kegiatan Belajar 2 secara panjang lebar kita telah
membahas beberapa hal yang berkaitan dengan perekrutan, yaitu proses menarik pelamar
untuk posisi yang diperlukan organisasi. Proses ini harus terintegrasi sepenuhnya dengan
proses perencanaan SDM dan aktivitas- aktivitas manajemen SDM lain khususnya proses
seleksi, karena keberhasilan perekrutan mempengaruhi keberhasilan seleksi dan
penggunaan prosedur seleksi yang baik dapat mempengaruhi keberhasilan perekrutan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, analisis jabatan, perencanaan sumber daya
manusia, dan perekrutan merupakan prasyarat yang diperlukan dalam proses seleksi.
Kegagalan salah satu dari kegiatan-kegiatan di atas dapat menyebabkan tidak tercapainya
efektivitas seleksi.
Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, seluruh calon karyawan harus mengikuti
seleksi yang diselenggarakan oleh perusahaan. Setelah seluruh rangkaian proses seleksi
selesai diikuti dan dinyatakan lulus maka calon karyawan tersebut akan menerima penawaran
dari perusahaan untuk bekerja pada jabatan yang telah ditentukan. Untuk dapat
melaksanakan tugas jabatan secara efektif, karyawan yang baru diangkat tersebut diberikan
orientasi, yaitu karyawan diorientasikan pada organisasi dan pekerjaannya.
Pada Kegiatan Belajar 3 ini kita akan membahas lebih rinci tentang seleksi dan penempatan
karyawan baru.
SELEKSI
Pengertian Seleksi
Saudara mahasiswa, menurut Ivancevich (1992) seleksi adalah suatu proses di mana
suatu organisasi memilih orang atau orang-orang yang terbaik dari suatu daftar pelamar yang
memenuhi kriteria seleksi untuk posisi-posisi yang tersedia untuk diisi. Definisi ini
mengandung pengertian bahwa semua program seleksi pada dasarnya berusaha
mengidentifikasi pelamar yang diperkirakan akan dapat memenuhi (atau bahkan melampaui)
standar kinerja organisasi yang telah dinyatakan dalam uraian setiap jabatan yang akan diisi.
Senada dengan definisi Ivancevich, Mondy (2008) mendefinisikan seleksi sebagai proses
memilih dari kelompok pelamar, yaitu individu yang paling cocok dengan posisi tertentu dan
dengan organisasi. Dalam definisi ini dinyatakan bahwa kecocokan secara tepat/pas antara
orang dengan jabatan dan organisasi merupakan tujuan dari proses seleksi. Adanya
ketidakcocokan antara individu dengan jabatan atau budaya organisasi, karena calon terlalu
berkualitas, atau kurang berkualitas, atau sebab lainnya, akan menyebabkan mereka tidak
efektif bekerja dan ada kemungkinan besar mereka akan meninggalkan perusahaan baik
96
secara sukarela atau sebab lainnya. Proses seleksi yang efektif dapat menghasilkan
keuntungan yang berulang-ulang setiap tahun, sebaliknya keputusan seleksi yang jelek dapat
menimbulkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Pengangkatan karyawan yang jelek dapat
mempengaruhi moral keseluruhan pegawai, terutama pada posisi-posisi di mana dituntut
adanya kerja tim.
Lingkungan yang Mempengaruhi Proses Seleksi
Proses seleksi yang telah terstandar jika diikuti dengan baik akan memudahkan
pelaksanaan proses seleksi. Namun demikian, berbagai faktor lingkungan dapat
menyebabkan proses seleksi tidak berjalan seperti yang diharapkan. Berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal dapat mempengaruhi proses seleksi yang sedang dilaksanakan
oleh perusahaan. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses seleksi tersebut adalah:
1. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia yang lain
Proses seleksi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap fungsi manajemen sumber
daya manusia yang lain secara virtual (Mondy, 2008). Jika paket kompensasi inferior
terhadap paket kompensasi dari perusahaan pesaing, misalnya, maka proses perekrutan
dan pengangkatan pelamar yang berkualitas akan sulit dilakukan. Hal yang sama akan
terjadi jika catatan- catatan keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan buruk.
Sebaliknya, jika proses seleksi hanya menghasilkan calon karyawan berkualitas marjinal,
maka perusahaan harus berusaha secara intensif melatih karyawan yang bersangkutan.
2. Lingkungan internal
Lingkungan internal merupakan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses seleksi
suatu organisasi. Biasanya sektor swasta, baik sektor manufaktur maupun jasa
menggunakan metode yang sama, sedangkan sektor publik menggunakan metode
berbeda. Secara tradisional seleksi pada sektor publik dibuat dengan dasar bersifat politik
patronage atau merit. Sistem patronage memberi jabatan kepada mereka yang telah
bekerja kepada pejabat publik yang terpandang. Sistem yang ideal dalam memilih
karyawan secara sistematik adalah pemilihan dengan sistem merit murni, yaitu pemilihan
yang didasarkan pada kemampuan dan pengalaman karyawan.
Selain metode seleksi, ada aspek organisasi lain yang dapat mempengaruhi seleksi yaitu
ukuran organisasi, kekompleksitas, dan teknik seleksi yang canggih. Teknik-teknik seleksi
yang valid, reliabel dan sistematik pada umumnya mahal, sehingga hanya organisasi yang
besar saja yang mampu menggunakan teknik semacam itu. Demikian pula, jika organisasi
kompleks yang memiliki banyak jabatan dengan hanya sedikit karyawan, maka dengan
menggunakan teknik seleksi yang canggih akan menghemat biaya.
3. Sifat dasar pasar tenaga kerja
Kondisi lingkungan kedua yang mempengaruhi proses seleksi adalah pasar tenaga kerja.
Suatu pasokan pelamar yang sangat besar dapat menyulitkan dalam pengambilan
keputusan berkaitan dengan seleksi, karena organisasi harus memilih calon karyawan dari
banyak calon yang masuk. Sebaliknya, memilih karyawan dari jumlah yang relatif sedikit
biasanya lebih agak sederhana, tetapi dapat juga menjadi tidak efektif karena pasokan
pelamar yang terbatas.
Pasar tenaga kerja suatu organisasi dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja pada negara
yang bersangkutan, kondisi pekerjaan yang ditawarkan, sifat dasar dari jabatan itu sendiri,
dan citra publik organisasi yang bersangkutan.
4. Tuntutan serikat buruh
97
Jika organisasi membentuk serikat buruh, maka anggota serikat buruh lama maupun yang
baru saja diangkat merupakan faktor yang mempengaruhi proses seleksi organisasi.
Sebagai contoh, serikat buruh mensyaratkan senioritas menjadi kriteria di dalam proses
seleksi.
5. Tuntutan pemerintah
Kondisi lingkungan selanjutnya yang dapat mempengaruhi seleksi adalah pemerintah.
Contoh, pemerintah mensyaratkan organisasi untuk mempekerjakan para invalid (orang
cacat fisik) dalam proporsi tertentu. Memberi peluang kerja yang adil (equal) bagi semua
penduduk. Tidak mempekerjakan buruh, anak dan lain sebagainya.
6. Komposisi angkatan kerja
Organisasi sering kali berusaha mengangkat angkatan kerja yang mencerminkan
komposisi dari klien ataupun pelanggan mereka. Contoh, perusahaan yang memiliki
pelanggan yang sebagian besar menggunakan bahasa Jawa, maka perusahaan tersebut
berusaha mengangkat sebagian besar karyawannya dapat berbicara dengan
menggunakan bahasa Jawa.
7. Lokasi organisasi
Lokasi organisasi juga mempengaruhi proses seleksi. Banyak perusahaan yang
menempatkan lokasi pabriknya di daerah tertentu karena memberi banyak pasokan
karyawan. Contoh, perusahaan tekstil yang banyak memerlukan tenaga tidak ahli (unskill
labor) ditempatkan di daerah yang padat penduduknya, misal di pulau Jawa.
Reliabilitas dan Validitas Kriteria Seleksi
Setelah organisasi menentukan kriteria-kriteria proses seleksi, kegiatan selanjutnya
adalah menentukan teknik pengujian untuk masing-masing kriteria tersebut. Banyak alternatif
yang dapat digunakan dalam kriteria seleksi, seperti blangko lamaran dan formulir biodata,
wawancara, tes psikologis, tes contoh pekerjaan, tes fisik dan kesehatan, serta pemeriksaan
pengalaman kerja sebelumnya melalui referensi.
Dengan mengabaikan metode yang dipilih untuk mengumpulkan informasi tentang
pelamar, organisasi harus memastikan bahwa informasi tersebut reliabel (dapat dipercaya)
dan valid (sahih). Sebagaimana kita ketahui, bahwa tujuan utama seleksi adalah untuk
mencapai keakurasian prediksi mengenai siapa yang tepat menjadi karyawan di organisasi
yang bersangkutan. Karena dengan cara tersebut, organisasi dapat menghindari mengangkat
orang yang salah untuk menduduki suatu jabatan. Tujuan itu semua hanya akan tercapai jika
teknik yang digunakan menghasilkan informasi yang dapat dipercaya (reliabel).
1. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada seberapa stabil suatu pengukuran yang dilakukan
berulang-ulang atas berbagai situasi dan kondisi tes. Contoh sederhana, bayangkan bahwa
Anda berusaha menggunakan seutas tali untuk mengukur tinggi badan seseorang dalam
satuan meter dan sentimeter. Jika dalam hal yang sama Anda mengukur sebanyak tiga kali
menghasilkan hasil yang berbeda, katakan hitungan pertama 1 meter 30 senti, sedangkan
hitungan kedua 2 meter dan yang ketiga 1 meter 70 senti, maka Anda tidak akan tahu berapa
tinggi sebenarnya orang tersebut. Hal sama akan terjadi juga dalam teknik pengukuran yang
digunakan dalam seleksi personel. Jika Si A dinilai 60 dalam suatu tes penempatan pada hari
Senin, kemudian dites lagi dengan tes yang sama mendapat nilai 80 pada hari Selasa, dan
tes yang sama dilakukan pada hari Rabu Si A mendapat nilai 95, maka dalam hal ini tidak
mungkin dapat ditentukan seberapa kemampuan Si A sebenarnya. Tes tersebut sangat tidak
98
reliabel untuk digunakan secara efektif. Berbeda halnya jika nilai Si A tersebut berturut-turut,
misalnya 81; 81,2 dan 81,1. Meskipun kita tidak tahu secara tepat nilai yang sesungguhnya,
namun secara logika kita dapat memperkirakan berapa nilai Si A tersebut. Artinya, jika
instrumen pengukur hanya sesuatu yang tidak reliabel masih ada manfaatnya, tetapi jika
sangat tidak reliabel maka menjadi tidak bernilai untuk digunakan.
Reliabilitas alat seleksi dapat ditentukan dalam berbagai cara. Di dalam praktik, suatu
cara yang umum untuk mengukur reliabilitas adalah mengorelasikan skor pelamar tertentu
untuk tes yang sama pada kesempatan yang berbeda. Ini disebut dengan test-retest reliability.
Jika alat ukur tergantung pertimbangan seseorang (seperti wawancara penempatan), maka
reliabilitas sering kali ditentukan dengan menggunakan interrater reliability (reliabilitas
antarpenilai). Ini mengacu pada seberapa jauh pengukuran dua atau lebih pewawancara
konsisten antara yang satu dengan lainnya.
2. Validitas
Validitas mengacu pada seberapa akurat suatu prediktor benar-benar memprediksi
kriteria dari keberhasilan jabatan. Contoh, seorang pelamar melamar pekerjaan untuk posisi
pengetik yang akan mengetik rata-rata 120 kata per menit. Pelamar tersebut harus dapat
melaksanakan dengan baik pekerjaan itu jika kecepatan mengetik merupakan suatu kriteria
yang valid untuk keberhasilan pekerjaan. Suatu prediktor yang akan digunakan dalam
keputusan seleksi maka harus valid. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan antara analisis
jabatan dan validitas. Suatu kriteria seperti penilaian kinerja dapat digunakan baik sebagai
prediktor maupun sebagai kriteria keberhasilan pekerjaan. Contoh, jika penilaian kinerja yang
lalu digunakan untuk meramalkan sejauh mana berhasilnya seorang individu yang akan
melaksanakan suatu pekerjaan yang berbeda, maka penilaian kinerja merupakan prediktor.
Jadi, sejauh mana kriteria digunakan akan ditentukan oleh apakah kriteria itu digunakan
sebagai prediktor atau sebagai kriteria keberhasilan pekerjaan.
Validitas merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam manajemen sumber
daya manusia. Validitas dalam keputusan seleksi dapat ditunjukkan dengan menggunakan
validitas isi berhubungan dengan kriteria (criterion-related content), validitas isi (content
validity) dan validitas konstruk (construct validity).
Validitas isi berhubungan dengan kriteria (criterion-related content) dibuat dengan
mengumpulkan data dan menggunakan analisis korelasi (metode statistik digunakan untuk
mengukur hubungan antara dua set data) untuk menentukan hubungan antara prediktor dan
kriteria keberhasilan pekerjaan. Tingkat validitas untuk suatu prediktor tertentu ditunjukkan
oleh besarnya koefisien korelasi (r), yang terbentang dari +1 ke -1. Baik +1 dan -
1,merepresentasikan hubungan/korelasi yang sempurna. Nol merepresentasikan tidak
memiliki hubungan secara sempurna. Tanda positif (+) pada koefisien korelasi, artinya dua
set data bergerak ke suatu arah yang sama, sedangkan tanda negatif (-) artinya dua set data
bergerak ke suatu arah yang berlawanan.
Prediktor tidak pernah berkorelasi sempurna dengan kriteria keberhasilan pekerjaan.
Dengan demikian, isu yang signifikan di dalam validitas ini adalah mengenai tingkat korelasi
yang dipersyaratkan antara prediktor dan kriteria keberhasilan pekerjaan dalam kaitannya
untuk mencapai validitas. The American Psychological Association Division of Organizational
and Industrial Prsychology memberikan petunjuk, bahwa jarang korelasi di atas 0,50. Suatu
korelasi 0,40 biasanya dianggap sangat baik dan kebanyakan para peneliti personel biasanya
sudah cukup senang dengan suatu korelasi 0,30. Oleh karena itu, untuk lebih amannya,
prediktor yang memiliki koefisien korelasi di bawah 0,30 dianggap tidak valid.
99
Validitas Isi (Content Validity). Metode validitas kedua adalah validitas isi yang
mengacu kepada apakah isi dari suatu prosedur seleksi atau instrumen seleksi, seperti tes
telah mewakili aspek penting dari kinerja jabatan. Dengan demikian, suatu tes mengetik
adalah valid untuk pengangkatan sekretaris, walaupun tidak mencakup seluruh keahlian yang
dituntut untuk menjadi sekretaris yang bagus. Validitas isi tidak layak untuk perilaku pekerjaan
yang lebih abstrak seperti, potensi kepemimpinan, gaya kepemimpinan, atau etika kerja. Jika
prosedur seleksi mencakup penggunaan tes untuk mengukur karakteristik kepemimpinan dan
atau kepribadian, maka validitas konstruk lebih memadai dibanding validitas isi.
Validitas konstruk (Construct Validity). Suatu tes dikatakan valid secara konstruk, jika
tes itu mengukur sifat yang penting untuk suatu jabatan. Validitas konstruk didefinisikan
sebagai yang memperlihatkan hubungan antara yang mendasari sifat atau “konstruk hipotetis”
yang disimpulkan dari perilaku dan satu set tes yang mengukur hubungannya dengan
konstruk. Contoh, jika kepemimpinan adalah penting untuk melaksanakan pekerjaan manajer
proyek, maka suatu tes yang mengukur kepemimpinan dikatakan memiliki validitas konstruk.
Untuk membuktikan validitas konstruk, manaj er harus membuktikan bahwa tes benar-benar
mengukur sifat (kepemimpinan) dan sifat kepemimpinan benar-benar diperlukan untuk
pekerjaan yang bersangkutan.
Sumber: Byars, L. L. dan Rue, L. W. (1997). Human Resource Management. 5th Edition.
Chicago: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Gambar 2.9
Hubungan antara Analisis Jabatan dan Validitas
Analisis Biaya-Manfaat untuk Keputusan Seleksi
Suatu program seleksi memerlukan estimasi biaya langsung dan tidak langsung
berkaitan dengan sistem seleksi yang digunakan perusahaan dengan tidak mengabaikan
analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Biaya langsung adalah segala sesuatu, seperti
biaya tes, honor pewawancara, atau peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan tes contoh
pekerjaan. Biaya tidak langsung mencakup perubahan di dalam citra publik berkaitan dengan
implementasi prosedur, seperti tes obat-obat terlarang.
100
Organisasi juga harus mengestimasi berapa banyak uang yang dapat dihemat dengan
mengangkat karyawan yang berkualitas melalui sistem seleksi. Penghematan ini dapat
berasal dari peningkatan hasil, seperti tingkat kuantitas maupun kualitas output yang lebih
tinggi, berkurangnya tingkat absensi, menurunnya tingkat kecelakaan, atau berkurangnya
perputaran karyawan.
Evaluasi pada dasarnya tidak hanya pada sistem seleksi secara keseluruhan
melainkan pada masing-masing komponen, seperti pada 6 (enam) langkah seleksi: 1.
penyaringan pelamar pendahuluan; 2. pemeriksaan surat lamaran pelamar; 3. pelaksanaan
tes; 4. pemeriksaan referensi; 5. pelaksanaan wawancara dan 6. pelaksanaan tes kesehatan
juga dapat dilakukan analisis biaya-manfaat.
Proses Seleksi
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, bahwa sasaran proses
seleksi adalah terpilihnya individu pelamar yang dapat melaksanakan pekerjaan dengan
sukses. Dalam program seleksi secara lengkap, proses seleksi didasarkan atas analisis
jabatan, perencanaan sumber daya manusia secara komprehensif, dan proses perekrutan
yang efektif. Hubungan antara seleksi, analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia,
dan program perekrutan nampak pada Gambar 2.10.
Sumber: Flippo, E. B. (1991). Manajemen Personalia. Terjemahan.
Edisi Keenam. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gambar 2.10. Hubungan antara Seleksi, Analisis Jabatan, Perencanaan Sumber daya
Manusia, dan Program Perekrutan
Pada Gambar 2.10 nampak bahwa untuk memulai prosedur pengangkatan karyawan
terdapat tiga kegiatan pendahuluan yang perlu dilakukan. Pertama, adanya otoritas untuk
mengangkat yang berasal dari daftar permintaan karyawan yang diturunkan dari analisis
beban kerja dan analisis tenaga kerja. Analisis beban kerja dan analisis tenaga kerja dilakukan
atas dasar estimasi penjualan yang diperkirakan akan terjadi di masa mendatang. Kedua,
harus ada standar kepegawaian untuk diperbandingkan dengan pelamar. Standar
101
kepegawaian tersebut tercermin dalam spesifikasi jabatan yang diturunkan dari deskripsi
jabatan dan dikembangkan melalui analisis jabatan. Ketiga, harus ada pelamar pekerjaan
yang dapat dipilih untuk diangkat melalui proses seleksi.
Dalam prosedur seleksi karyawan, berbagai macam metode dan alat seleksi dapat
digunakan untuk menemukan individu yang paling sesuai dengan tuntutan pekerjaan.
Walaupun tidak ada prosedur baku yang dapat dipakai untuk memilih karyawan, namun ada
tahapan-tahapan yang paling umum digunakan dalam proses seleksi sebagai berikut
(Schuster, 1985): 1) Penyaringan pelamar pendahuluan; 2) Memeriksa berkas lamaran
pelamar; 3) Melaksanakan tes; 4) Memeriksa referensi; 5) Melaksanakan wawancara; 6)
Melaksanakan tes kesehatan. Urut-urutan dari keenam tahapan tersebut diterapkan secara
berbeda- beda dalam setiap organisasi.
1. Penyaringan pendahuluan
Penyaringan awal ditujukan untuk mengurangi pelamar yang jelas-jelas tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini akan mengurangi waktu dan biaya seleksi yang
dikeluarkan. Contoh, seluruh pelamar diberi wawancara penyaringan selama 10 menit untuk
menentukan apakah mereka memiliki pendidikan, pelatihan, minat, dan pengalaman yang
diperlukan untuk jabatan yang bersangkutan. Pewawancara dapat juga memberikan informasi
kepada pelamar tentang sifat dasar dan persyaratan minimal dari jabatan yang sedang
ditawarkan. Jika tuntutan dari organisasi nampak sesuai dengan kualifikasi dan minat pelamar
dalam penyaringan awal tersebut, maka pelamar diminta untuk melengkapi formulir
lamarannya dan selanjutnya mengikuti proses seleksi tahap berikutnya. Adakalanya seorang
pelamar tidak berkualifikasi untuk suatu jabatan tertentu, tetapi berkualifikasi untuk yang
lainnya. Jika individu yang sedang menjalankan proses penyaringan tersebut diberi informasi
seluruh kebutuhan sumber daya manusia organisasi, maka mereka akan dapat
menyesuaikan dengan jabatan yang cocok untuk kualifikasi mereka.
2. Pemeriksaan formulir lamaran
Di samping wawancara, blangko lamaran adalah yang paling umum digunakan
sebagai alat seleksi. Formulir lamaran pada umumnya untuk mengumpulkan informasi
tentang pendidikan, pengalaman, dan karakteristik personal pelamar. Formulir berbeda dapat
digunakan untuk jenis jabatan yang berbeda pula. Butir-butir pertanyaan dalam formulir
lamaran tidak boleh memperlihatkan informasi-informasi yang bersifat rasial, seperti suku
bangsa, agama, pribumi dan nonpribumi, dan sebagainya.
3. Melaksanakan tes
Tes untuk pelamar biasanya diselenggarakan setelah wawancara pendahuluan
dilaksanakan dan blangko lamaran telah diperiksa. Tes dikembangkan dalam usaha untuk
menemukan cara pengukuran kualifikasi pelamar yang lebih objektif. Suatu pengembangan
dan pengadministrasian program tes yang memadai dapat memberikan cara penilaian
pelamar pekerjaan yang lebih obyektif dan meningkatkan akurasi proses seleksi. Beberapa
tes yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
a. Tes pengetahuan pekerjaan dan kecakapan
Tes pengetahuan pekerjaan mengukur pengetahuan yang dimiliki oleh pelamar berkaitan
dengan pekerjaan yang dilamar. Tes ini dapat berbentuk tertulis atau oral (lisan). Pelamar
harus menjawab pertanyaan yang membedakan pekerja berpengalaman dan ahli dengan
pekerja yang kurang berpengalaman dan kurang ahli. Sedangkan tes kecakapan
mengukur seberapa baik pelamar dapat melaksanakan suatu contoh pekerjaan.
b. Tes kemampuan umum atau kecerdasan
102
Tes kemampuan umum atau kecerdasan berusaha mengukur kapasitas individu atau
kemampuan belajar menyeluruh. Meskipun tes ini telah terbukti valid bagi jabatan level
tertentu, namun sering kali disalahgunakan dalam menyaring pelamar untuk suatu jabatan
yang harus diukur dengan tes kinerja atau tes bakat. Walaupun tes kecerdasan sering kali
bermanfaat dalam pemilihan individu yang dapat dilatih dengan baik, namun kecerdasan
itu sendiri belum terbukti secara valid sebagai prediktor keberhasilan jabatan. Bahkan
ditemukan orang-orang yang tidak memiliki skor tinggi pada tes kecerdasan dalam
kenyataannya menjalankan berbagai jabatan dengan rentang level keahlian yang luas.
c. Tes bakat
Tes bakat berusaha mengukur kemampuan belajar tentang pekerjaan tertentu atau
mengukur kapasitas seseorang, yaitu kemampuan potensial untuk belajar dan
melaksanakan pekerjaan. Tes ini dapat berupa multibakat atau bakat tertentu. Beberapa
tes yang lebih sering digunakan mengukur kemampuan verbal, numerik, kecepatan
persepsi, kemampuan spasial, dan kemampuan rasional. Tes kemampuan verbal
mengukur kemampuan seseorang menggunakan kata-kata dalam berpikir perencanaan
dan berkomunikasi. Tes numerik mengukur kemampuan menambah, mengurang,
mengalikan, dan membagi. Tes kecepatan persepsi mengukur kemampuan menemukan
hal yang sama maupun yang berbeda. Tes spasial mengukur kemampuan memvisualisasi
objek di ruang angkasa dan menentukan hubungan di antara mereka. Tes rasional
mengukur kemampuan menganalisis fakta tertulis ataupun tidak tertulis dan membuat
pertimbangan yang benar berkaitan dengan fakta- fakta tersebut pada basis implikasi
logis.
d. Tes Kepribadian
Tes kepribadian berusaha mengukur karakteristik kepribadian seperti orientasi
penyelesaian pekerjaan, kekuasaan, dan kemampuan bersosialisasi. Oleh karena
terdapat kesulitan dalam memvalidasi (memiliki masalah validitas dan reliabilitas yang
rendah) dari hasil tes ini, maka tes kepribadian tidak berkembang dalam penggunaannya.
Dua tes kepribadian yang telah dikenal baik, yaitu Rorschach inkblot test dan Thematic
Apperception Test (TAT). Dalam Rorschach inkblot test, pelamar ditunjukkan serangkaian
kartu yang berisi inkblot dalam berbagai ukuran dan bentuk. Pelamar, kemudian diminta
untuk mengemukakan pendapatnya tentang inkblot tersebut menurut persepsinya.
Sedangkan dalam TAT pelamar diperlihatkan gambar situasi kehidupan nyata untuk
diinterpretasi. Melalui kedua metode tersebut individu didorong untuk melaporkan apa pun
yang muncul dalam pikiran. Interpretasi dari respons tersebut menuntut adanya keputusan
yang bersifat subjektif dan jasa ahli psikologi yang berkualitas. Di samping itu, respons
terhadap tes kepribadian dapat juga dengan mudah dipalsukan (dikarang-karang). Oleh
karena itu, tes kepribadian pada saat ini digunakan sangat terbatas dalam keputusan
seleksi.
e. Tes psikomotor
Tes psikomotor mengukur kekuatan, keterampilan, dan koordinasi seseorang.
Keterampilan jari-jemari, keterampilan manual, dan kecepatan pergerakan tangan adalah
beberapa kemampuan psikomotor yang dapat dites. Kemampuan tes semacam itu dapat
digunakan untuk mengangkat karyawan bagian perakitan.
f. Tes minat
Tes minat didesain untuk menentukan seberapa tinggi minat seseorang dibanding dengan
minat keberhasilan seseorang dalam jabatan tertentu. Tes ini menunjukkan pekerjaan
atau area pekerjaan mana yang paling diminati pelamar. Dasar asumsi dalam
penggunaan tes minat adalah, bahwa orang akan lebih memiliki kemungkinan untuk
103
sukses dalam pekerjaan yang mereka sukai. Problem utama penggunaan tes minat untuk
tujuan seleksi adalah bahwa respons terhadap pertanyaan tidak selalu jujur.
g. Tes polygraph
Terkenal sebagai detektor kebohongan (lie detector), yaitu suatu alat yang merekam
perubahan secara fisik pada tubuh di saat subjek tes menjawab serangkaian pertanyaan.
Catatan polygraph berfluktuasi sesuai tekanan darah, pernafasan, dan keringat pada
sebuah pergerakan gulungan kertas grafik. Penggunaan polygraph tergantung pada
serangkaian asumsi sebab-akibat; seperti stres menyebabkan perubahan psikologis
tertentu dalam badan; takut dan merasa bersalah menyebabkan stres; bohong
menyebabkan rasa takut dan bersalah. Teori yang berada di balik penggunaan tes
polygraph adalah ada anggapan suatu hubungan langsung antara respons subjek
terhadap pertanyaan dan respons psikologis dicatat pada polygraph. Bagaimanapun juga,
mesin polygraph itu sendiri tidak mendeteksi kebohongan, tetapi hanya mendeteksi
perubahan secara psikologis. Operator harus menginterpretasikan data yang dicatat oleh
mesin. Dengan demikian, detektor kebohongan yang sebenarnya adalah operator, bukan
mesin.
h. Tes obat terlarang dan AIDS
Tes obat terlarang semakin banyak digunakan oleh organisasi. Banyak organisasi tidak
akan mengangkat calon karyawan potensial yang hasil tesnya menunjukkan positif dalam
penyalahgunaan obat terlarang. Banyak organisasi pada saat ini juga melakukan
pemeriksaan AIDS bagi calon karyawannya. Di Amerika Serikat, misalnya, calon
karyawan yang terkena AIDS dan calon karyawan yang hasil tesnya positif terjangkit HIV
mendapat proteksi oleh Vocational Rehabilitation Act dan American with Disahilities Act.
AIDS di tempat kerja telah menyebabkan ketakutan di antara karyawan dan kolega.
4. Memeriksa referensi
Banyak organisasi menyadari pentingnya pemeriksaan referensi dan menyediakan
ruang pada formulir aplikasi untuk menuliskan referensi. Sebagai bagian dari proses seleksi,
pelamar diminta untuk menyerahkan referensi atau surat rekomendasi dari individu, sekolah,
atau karyawan organisasi. Referensi tersebut menunjukkan perilaku masa lalu dan seberapa
baik pelamar telah menjalankan pekerjaannya. Agar surat rekomendasi bermanfaat, maka
harus memenuhi kondisi tertentu sebagai berikut.
a. Penulis rekomendasi harus mengetahui tingkat kinerja pelamar dan memiliki kompetensi
untuk menilainya.
b. Penulis rekomendasi harus mengkomunikasikan evaluasi secara efektif kepada majikan
yang potensial.
c. Penulis rekomendasi harus penuh kejujuran.
5. Melaksanakan Wawancara
Mewawancarai calon karyawan masih merupakan alat yang paling penting dan paling
banyak digunakan dalam proses seleksi. Wawancara yang efektif memungkinkan
pewawancara belajar lebih banyak tentang latar belakang pelamar pekerjaan serta minat. Nilai
wawancara hanya suatu cara untuk mendapatkan informasi tertentu tentang pelamar, seperti
kemampuan berkomunikasi, sikap, dan klarifikasi informasi yang telah dituliskan oleh pelamar
pada blangko lamaran. Wawancara juga memungkinkan pewawancara memberikan informasi
kepada pelamar lebih lengkap tentang pekerjaan yang sedang ditawarkan organisasi.
6. Melaksanakan tes kesehatan
104
Tahapan terakhir dalam proses seleksi adalah pengujian secara fisik. Pengujian
semacam ini akan mengidentifikasi pelamar mana yang memiliki kualifikasi fisik yang layak
untuk memenuhi tuntutan jabatan yang sedang dipertimbangkan. Oleh karena biaya tes
kesehatan ini cukup mahal banyak perusahaan meminta pelamar melengkapi surat
lamarannya dengan surat keterangan kesehatan. Jika tidak menunjukkan problem kesehatan
yang serius pada surat keterangan kesehatan tersebut pada umumnya pelamar tidak diminta
mengikuti tes kesehatan.
Pembuat Keputusan dalam Proses Seleksi
Pada organisasi kecil yang tidak memiliki unit manajemen sumber daya manusia,
manajer operasi merupakan pihak pembuat keputusan berkaitan dengan seleksi, sedangkan
pada organisasi menengah dan besar, baik manajer operasi maupun manajer sumber daya
manusia terlibat keputusan berkaitan dengan program seleksi.
Pada beberapa organisasi, karyawan dilibatkan dalam proses seleksi. Pelamar
diwawancara oleh karyawan, yang kemudian karyawan tersebut diminta untuk
mengemukakan preferensi mereka.
Secara umum dapat dikatakan bahwa keputusan berkaitan dengan seleksi akan lebih efektif
jika pertama, melibatkan banyak orang, seperti tim kerja atau panel. Kedua, informasi yang
memadai diberikan kepada calon yang diseleksi.
Setelah mereviu lamaran, menilai hasil tes, melaksanakan wawancara, dan
memeriksa referensi, perusahaan perlu membuat keputusan tentang calon yang akan
ditempatkan dalam jabatan yang telah ditentukan. Pada prakteknya, perusahaan umumnya
menemukan lebih dari satu orang calon untuk mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia.
Untuk itu perlu dipilih calon sesuai dengan kebutuhan dan kriteria yang telah ditentukan.
1. Cara Perusahaan Memilih Karyawan
Dalam memilih calon karyawan perusahaan harus berdasarkan pada orang yang
paling cocok dengan posisi yang akan diisi (the best fit between candidate and position). Pada
umumnya kinerja seseorang akan dihasilkan dari kombinasi antara kemampuan dan motivasi
(Noe, et al., 2007). Seringkali dalam pemilihan calon karyawan adalah memilih dari sedikit
calon yang telah memiliki kualifikasi dasar yang dibutuhkan. Untuk itu maka pemilih harus
memilih orang yang memiliki kombinasi kemampuan dan motivasi terbaik yang cocok dengan
posisi yang akan diisi atau dengan organisasi secara keseluruhan. Untuk sampai pada
keputusan tersebut perusahaan dapat menggunakan salah satu dari dua pendekatan: The
Multiple-Hurdle Model atau A Compensatory Model. The Multiple-Hurdle Model adalah suatu
proses seleksi calon karyawan di mana setiap tahapan calon yang bersangkutan menghadapi
rintangan, dan hanya calon yang dapat mengatasi setiap rintangan tersebut yang akan
melanjutkan pada tahapan proses berikutnya. Sebaliknya adalah A Compensatory Model,
yaitu mengharuskan semua peserta mengikuti seluruh tahapan proses seleksi setelah itu
dilakukan reviu terhadap seluruh nilai peserta untuk menemukan calon yang paling diinginkan.
2. Menyampaikan hasil keputusan
Pada umumnya departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk
menyampaikan hasil keputusan proses seleksi kepada para pelamar. Apabila calon sudah
ditentukan (dipilih), maka perusahaan harus segera menyampaikan tawaran kerja tersebut
kepada calon karyawan. Tawaran kerja tersebut harus mencakup tanggung jawab jabatan,
skedul kerja, tarif upah/gaji, tanggal mulai kerja, dan hal-hal lain yang relevan. Jika
105
penempatan dalam jabatan mensyaratkan calon harus lulus ujian jasmani, misalnya maka
pada penawaran kerja tersebut harus menyatakan persyaratan tersebut. Calon yang ditawari
tersebut juga harus dikasih tahu tentang kapan batas waktu yang bersangkutan harus
memberikan tanggapan (menerima atau menolak) terhadap tawaran tersebut. Untuk jabatan-
jabatan tertentu, seperti posisi manajer atau profesional, calon dan perusahaan biasanya
akan membuat negosiasi tentang upah/gaji, tunjangan, dan pengaturan kerja sebelum mereka
sampai pada perjanjian kerja final. Pihak perusahaan yang menyampaikan keputusan tentang
hasil seleksi tersebut harus menjaga keakuratan data tentang siapa yang melakukan kontrak,
kapan, dan pada posisi apa. Demikian juga tentang jawaban-jawaban dari para calon.
Akhirnya, apabila calon menerima tawaran pekerjaan, maka departemen SDM harus memberi
tahu kepada supervisor agar mereka dapat menyiapkan segala sesuatu untuk calon karyawan
baru tersebut.
ORIENTASI
Setelah karyawan baru menerima jabatan yang ditawarkan oleh perusahaan dan telah
ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah diberikan
orientasi, yaitu karyawan baru diorientasikan kepada organisasi dan pekerjaannya. Orientasi
adalah suatu usaha untuk mengenalkan karyawan baru tentang seluk-beluk organisasi,
seperti pekerjaan yang menjadi tugas/kewajibannya, lingkungan kerja, atasan dan teman
koleganya, produk organisasi dan kontribusi tugas pekerjaan (yang menjadi tanggung
jawabnya) terhadap produk organisasi. Secara definitif orientasi merupakan aktivitas
manajemen sumber daya manusia dalam rangka memperkenalkan karyawan baru kepada
organisasi, tugas karyawan, dan manajer serta kelompok kerjanya (Ivancevich, 1992).
Senada dengan Ivancevich, Byars dan Rue (1997) memberikan definisi orientasi, yaitu
memperkenalkan karyawan baru terhadap organisasi, unit kerja, dan pekerjaannya.
Sedangkan Dessler (2000) memberikan definisi orientasi relatif lebih umum, yaitu suatu
prosedur memberi informasi kepada karyawan baru mengenai latar belakang perusahaan
yang bersifat mendasar.
Seorang karyawan yang baru pertama kali masuk ke dalam suatu pekerjaan, sering kali
mengalami peristiwa yang membingungkan dan merasa sendirian. Karyawan baru tersebut
biasanya belum tahu apa yang harus dilakukan, atau kepada siapa harus mengadu, atau
bahkan belum tahu tempat di mana dia harus berada. Untuk memulai suatu pekerjaan
merupakan hal yang sulit bagi karyawan baru, karena “masih baru” maka berarti belum tahu
apa yang diharapkan oleh organisasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
perubahan situasi dan kondisi (perubahan kehidupan), dan menghadapi ketidakpastian di
masa mendatang. Berbagai hal tersebut, membuat karyawan baru menjadi khawatir
mengenai masa depannya. Untuk itu, perlu waktu untuk belajar mengatasi masalah-masalah
tersebut. Program orientasilah yang dapat membantu kondisi karyawan baru tersebut ke arah
pengalaman yang lebih positif.
Program orientasi harus direncanakan secara baik. Umumnya, orientasi yang
diberikan oleh teman kerja adalah tidak terencana dan tidak resmi, sehingga sering kali
memberikan informasi kepada karyawan baru suatu informasi yang menyesatkan dan tidak
akurat. Oleh karena itu, orientasi harus secara resmi diberikan oleh organisasi. Suatu program
orientasi yang efektif akan memiliki dampak yang segar, dan akan terus membekas dalam
106
benak karyawan baru. Akan terlihat perbedaan bagi mereka yang tidak mengikuti dan yang
mengikuti orientasi.
Level Orientasi
Orientasi pada umumnya dilaksanakan pada dua level berbeda sebagai berikut (Byars
dan Rue, 1997):
1. Orientasi organisasional
Orientasi organisasional meliputi topik-topik relevan dan menarik bagi semua karyawan
organisasi. Topik yang dikemukakan dalam orientasi organisasional harus didasarkan
pada kebutuhan, baik kebutuhan organisasi maupun karyawan. Pada umumnya,
organisasi sangat interes pada penciptaan keuntungan, pemberian pelayanan yang baik
kepada pelanggan, memuaskan kebutuhan dan kesejahteraan karyawan, dan memiliki
tanggung jawab sosial. Di sisi lain, karyawan baru pada umumnya lebih tertarik pada gaji
dan upah, tunjangan, dan syarat serta kondisi khusus pekerjaan. Untuk itu, suatu
keseimbangan yang baik antara kebutuhan organisasi dan karyawan baru perlu
diusahakan agar program orientasi menghasilkan hasil yang positif.
2. Orientasi departemen dan pekerjaan
Orientasi pekerjaan dan departemen, menjelaskan topik-topik yang unik/spesifik tentang
departemen dan pekerjaan tertentu kepada karyawan baru. Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, orientasi dilaksanakan baik pada level organisasional maupun
level departemen dan pekerjaan.Isi dari orientasi departemen dan pekerjaan tergantung
pada kebutuhan spesifik departemen dan keahlian serta pengalaman karyawan baru.
Karyawan yang sudah berpengalaman akan kurang perlu terhadap kebutuhan orientasi
pekerjaan. Namun demikian, suatu orientasi dasar tertentu ada kemungkinan diperlukan,
baik oleh karyawan yang telah berpengalaman maupun yang belum berpengalaman,
mereka perlu orientasi secara menyeluruh berkaitan dengan masalah-masalah
departemen dan pekerjaan.
Tujuan Orientasi
Menurut lvancevieh (1992), istilah orientasi mirip dengan sosialisasi. Orientasi terjadi
ketika karyawan baru belajar mengenai norma, nilai, dan prosedur kerja, serta pola perilaku
yang diharapkan di dalam organisasi. Oleh karena itu, jika dilaksanakan secara efektif maka
orientasi dapat melayani berbagai tujuan pokok sebagai berikut:
1. Mengurangi kegelisahan
Yang dimaksud dengan kegelisahan adalah perasaan takut gagal dalam pekerjaan. Ini
merupakan ketakutan normal dari ketidaktahuan dalam mengkonsentrasikan kemampuan
untuk melakukan pekerjaan. Kegelisahan ini dapat menjadi fatal jika karyawan senior
melakukan perploncoan terhadap karyawan baru tersebut.
2. Mengurangi perputaran
Orientasi yang efektif dapat mengurangi keinginan karyawan baru untuk berhenti dan
pindah ke tempat lain pada periode awal mereka bekerja. Jika karyawan baru pada masa
awal bekerjanya sudah memiliki persepsi bahwa dia tidak efektif bekerja; atau tidak
diinginkan/diperlukan organisasi maka dia dapat bereaksi untuk mundur dari organisasi.
Berdasarkan pengalaman, tingkat perputaran karyawan pada periode awal ini cukup
107
tinggi. Oleh karena itu, suatu orientasi yang efektif diharapkan dapat mengurangi reaksi
yang merugikan perusahaan tersebut.
3. Dapat menghemat waktu supervisor dan teman kerjanya
Suatu program orientasi yang tidak efektif menyebabkan karyawan baru memiliki
pengetahuan tentang pekerjaan secara tidak memadai. Hal ini menyebabkan karyawan
baru tersebut masih memerlukan bantuan dalam menjalankan pekerjaannya. Orang yang
paling mungkin untuk dimintai bantuan adalah teman kerjanya atau supervisor. Mereka
harus menyediakan waktu untuk membantu karyawan baru yang belum terampil tersebut.
Melalui program orientasi yang baik, akan menghemat waktu baik bagi supervisor maupun
teman kerja karyawan baru yang bersangkutan.
Program Orientasi
Program orientasi karyawan baru cukup bervariasi, yaitu dari yang bersifat sangat
formal sampai yang kurang formal. Orientasi formal pada umumnya mencakup kegiatan-
kegiatan seperti meninjau ke fasilitas-fasilitas organisasi, penggunaan slide, grafik dan
gambar-gambar. Dalam istilah Byars dan Rue (1997), setiap karyawan baru menerima sebuah
kit orientasi atau paket informasi yang merupakan pelengkap dari program orientasi verbal.
KIT orientasi antara lain berupa: 1) bagan organisasi, 2) peta fasilitas organisasi, 3) buku
tentang kebijaksanaan organisasi dan prosedur, 4) daftar hari libur dan tunjangan, 5) formulir
penilaian kinerja dan prosedur, 6) formulir-formulir lain yang diperlukan, dan 7) nomor telepon
orang-orang penting organisasi.
Kegiatan orientasi ini biasanya melibatkan sejumlah besar karyawan baru yang
diorientasikan. Orientasi pertama yang didapat masih bersifat informasi umum tentang
organisasi, kemudian mereka diberi orientasi departemen dari pekerjaan yang bersifat lebih
khusus. Dalam organisasi yang lebih kecil, orientasi dilakukan oleh manajer operasi. Bagi
organisasi-organisasi yang ada serikat pekerjanya, kegiatan orientasi sering kali melibatkan
pengurus serikat pekerja dari organisasi yang bersangkutan. Agar pelaksanaan kegiatan
orientasi efektif, sering kali manajer sumber daya manusia membantu melakukan pelatihan
terhadap manajer operasi.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
1) Apa sasaran seleksi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi organisasi dalam
memilih metode seleksi?
2) Gambarkan tahapan-tahapan di dalam proses seleksi!
Petunjuk Jawaban Latihan
1. Semua program seleksi pada dasarnya adalah berusaha mengidentifikasi pelamar yang
memiliki peluang tertinggi untuk memenuhi atau bahkan melampaui standar kinerja
organisasi. Kinerja di sini tidak hanya mengacu pada keluaran secara kuantitatif saja,
tetapi mencakup pula sasaran keluaran kualitatif seperti, menurunnya tingkat absensi,
meningkatkan kepuasan karyawan dan memperlancar pengembangan karier. Oleh
karena itu, tugas awal yang tercakup dalam pengembangan dan implementasi suatu
proses seleksi yang efektif adalah mengidentifikasi sasaran keluaran paling penting yang
108
sesuai dengan kondisi lingkungannya. Sedangkan kondisi lingkungan yang
mempengaruhi pemilihan metode seleksi antara lain: lingkungan internal, sifat pasar
tenaga kerja, tuntutan serikat buruh, tuntutan pemerintah, komposisi angkatan kerja dan
lokasi organisasi.
2. Tahapan-tahapan di dalam proses seleksi:
Rangkuman
Kegiatan Belajar 3 dimaksudkan untuk membekali mahasiswa mengenai berbagai
pengetahuan yang berkaitan dengan proses seleksi yang meliputi pengertian dan sasaran
seleksi, berbagai faktor yang terlibat dalam pembuatan keputusan seleksi yang efektif, proses
seleksi, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan seleksi, reliabilitas dan validitas kriteria
seleksi dan analisis biaya-manfaat bagi keputusan seleksi.
Tujuan yang paling dasar dari seleksi adalah menemukan karyawan yang paling
mungkin memenuhi standar kinerja organisasi dan yang akan dapat merasa puas serta dapat
berkembang dalam jabatan yang dipangkunya. Seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
lingkungan internal maupun eksternal perusahaan.
Proses seleksi dapat mencakup enam tahapan, yaitu wawancara penyaringan
pendahuluan, melengkapi blangko lamaran/biodata, wawancara penempatan, tes
penempatan, pemeriksaan referensi dan surat rekomendasi, serta pengujian secara fisik.
Agar keputusan pemilihan lebih efektif perlu melibatkan baik manajer operasional, manajer
sumber daya manusia, dan supervisor di dalam pengambilan keputusan seleksi.
Untuk mencapai keakurasian prediksi tentang calon karyawan yang akan ditempatkan,
perlu juga informasi dari calon karyawan tersebut secara akurat. Untuk itu, diperlukan uji
informasi yang memenuhi aspek reliabilitas dan validitas.
Tes Formatif 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Penggunaan prosedur seleksi yang baik dapat mempengaruhi keberhasilan ....
a. perekrutan
b. perencanaan SDM
c. spesifikasi jabatan
d. deskripsi jabatan
109
2) Dalam sistem patronage proses pemilihan dan pengangkatan karyawan lebih dipengaruhi
oleh faktor ....
a. pertemanan dengan manajer
b. kemampuan calon karyawan
c. pengabdian kepada pejabat organisasi
d. pengalaman kerja calon karyawan
3) Pada hakikatnya, penyaringan awal lebih ditujukan pada usaha ....
a. pengurangan biaya seleksi
b. peningkatan efektivitas seleksi
c. pembatasan calon karyawan
d. mengurangi jumlah pelamar
4) Tes kecerdasan sangat bermanfaat dalam hal ....
a. menjadi prediktor keberhasilan pekerjaan
b. memilih individu yang dapat dilatih dengan baik
c. memilih individu yang akan sukses dalam jabatannya
d. memilih individu yang ahli di bidangnya
5) Manajer operasi sangat berperan dalam fungsi ....
a. validitas kriteria seleksi
b. wawancara penyaringan
c. pengujian secara fisik
d. mengambil keputusan seleksi
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
= ℎ 100%
ℎ
Arti tingkat penguasaan:
• 90 - 100% = Baik sekali
• 80 - 89% = Baik
• 70 - 79% = Cukup
• < 70% = Kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar berikutnya. Bagus!
Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian
yang belum dikuasai.
110
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif 1 Tes Formatif 2 Test Formatif 3
1. A 1. D 1. A
2. D 2. B 2. C
3. C 3. D 3. D
4. B 4. B 4. B
5. A 5. B 5. D
111
Daftar Pustaka
Anthony, W. P., Kacmar, K. M., dan Perrewe, P. L. (2002). Human Resource Management: A
Strategic approach. Fourth Edition. Ohio: South¬Western Thomson Learning.
Bernardin, H.J. dan Russell, J.E.A. (1998). Human Resource Management: An Experiential
Approach. 2nd Edition. Boston: McGraw-Hill
Bowin, R. B., dan Harvey, D. (2001). Human Resource Management: An Experiential
Approach. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Byars, L. L. dan Rue, L. W. (1997). Human Resource Management. 5th Edition. Chicago: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Dessler, G. (2000). Human Resource Management. 5th Edition. New Jersey: Prentice-Hill.
Inc.
Flippo, E. B. (1991). Manajemen Personalia. Terjemahan. Edisi Keenam. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Ivancevich, J. M. (1992). Human Resource Management: Foundations of Personnel. Fifth
Edition. Boston: Richard D. Irwin.
Khakim, A. (2007). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003. Edisi Revisi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Mejia, Luis, R.G., Balkin, D. B., dan Cardy, R. L. (2007). Managing Human Resources. Fifth
Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Miner, J. B., dan Crane, D. P. (1995). Human Resource Management: The Strategic
Perspsective. New York: HarperCollins College Publishers.
Mondy, R.W. (2008). Human Resource Management. Tenth Edition. New Jersey: Pearson
Education. Inc.
Noe, R. A., Hollenbeck, J. R., Gerhart, B., dan Wright, P. M. (2007). Fundamental of Human
Resource Management. Second Edition. Boston: McGraw-Hill Irwin.
Schuster, F. S. (1985). Human Resource Management: Concepts, Cases and Readings.
Second Edition. Virginia: Reston Publishing Company, Inc.
Siagian, S. P. (1993). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Snell, S., dan Bohlander, G. (2007). Human Resource Management. Student International
Edition. Ohio: Thomson Higher Education.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Yusuf, I.Y.A. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ketujuh. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
112
Topik 3:
Konsep Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pendahuluan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian terintegrasi dari
Manajemen SDM. Manajemen dan pengembangan SDM dalam suatu organisasi merupakan
suatu sistem yang terintegrasi. Seperti yang Anda telah pelajari bahwa “Manajemen sumber
daya manusia adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan
mengendalikan seluruh kegiatan pengadaan tenaga kerja, pengembangan karyawan,
pemberian kompensasi, pemeliharaan karyawan, dan pemutusan hubungan kerja
berdasarkan ketentuan dan perundangan yang berlaku untuk mencapai sasaran dan tujuan
individu karyawan, perusahaan, dan masyarakat“. Pengembangan karyawan yang dimaksud
pada dasarnya adalah pengembangan SDM dalam suatu organisasi. Pada umumnya, masih
banyak di antara kita yang menganggap pengembangan SDM sebagai pelatihan dan
pengembangan, pembelajaran, pengembangan karier. Sesungguhnya, pengertian
pengembangan SDM yang akan kita bahas dalam modul ini lebih luas dari yang kita
perkirakan sebelumnya.
Saudara mahasiswa, perlu diketahui bahwa pengembangan SDM merupakan salah
satu faktor kunci keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh mutu SDM sebagai modal utama (human
capital), khususnya orang- orang yang bekerja dalam organisasi tersebut. Perubahan
lingkungan internal dan eksternal organisasi yang cepat dan kompleks, menuntut kompetensi
setiap karyawan untuk mampu menangkap fenomena perubahan yang terjadi, menganalisis
dan mengantisipasi dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan orang-orang yang tepat
untuk menghadapi perubahan tersebut. Pengembangan SDM dalam organisasi tidak hanya
sekedar mengelola karyawan, melainkan pada upaya mengembangkan potensi karyawan
yang lebih kreatif dan inovatif serta memiliki daya saing tinggi. Sejalan dengan persaingan
yang semakin tajam dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, maka setiap
organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki kompetensi tinggi agar dapat memberikan
kontribusi yang optimal bagi peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.
Kompetensi Dasar
Setelah selesai mempelajari Modul 1 ini, secara umum mahasiswa diharapkan dapat
menjelaskan konsep, gagasan, dan teori pengembangan SDM serta disiplin bidang profesi
pengembangan SDM. Secara khusus mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan:
1. Pengertian dan kerangka kerja pengembangan SDM;
2. Perbedaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM;
3. Studi kasus pengembangan SDM.
113
Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Setelah mempelajari modul ini diharapkan mahasiswa dapat mencapai kemampuan
akhir sebagai berikut:
Capaian Pembelajaran Sikap
S-01 Bertakwa kepada Tuhan YME dan mampu menunjukkan sikap religious;
S-02 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan
agama, moral dan etika;
S-03 Cendekia dan berakhlakul karimah berdasarkan nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah
sebagai sikap unggul seluruh stakeholders Unisnu Jepara;
S-07 Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat
dan lingkungan;
S-10 Menunjukkan sikap bertanggung jawab dan profesional atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri.
Capaian Pembelajaran Pengetahuan
P-01 Menguasai konsep dasar ilmu manajemen dan bisnis mencakup bidang keuangan,
SDM, pemasaran, dan operasional.
Capaian Pembelajaran Keterampilan Umum
KU- Mampu berkontribusi dalam menyusun rencana strategis organisasi dan
03 menjabarkan rencana strategis menjadi rencana operasional organisasi pada level
fungsional;
KU- Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada di
09 bawah tanggung jawabnya dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri;
Capaian Pembelajaran Keterampilan Khusus
KK- Mampu mengenali dan mengamati permasalahan manajemen dan bisnis dengan
01 menggunakan metode ilmiah dan praktis serta penerapan teknologi informasi.
KK- Mampu berpikir “out of the box” dengan melakukan pendekatan dan penalaran
05 dalam memecahkan masalah berdasarkan ilmu manajemen.
114
Kegiatan Belajar 1:
Pengertian Pengembangan SDM
Uraian
Saudara mahasiswa, pada Kegiatan Belajar 1 ini topik bahasan kita adalah pengertian
pengembangan SDM. Mungkin Anda pernah mendengar istilah pengembangan SDM. Secara
sederhana pengembangan dapat diartikan sebagai proses jangka panjang yang
memanfaatkan prosedur sistematis dan terogranisir, di mana karyawan mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Perlu kita garis bawahi bahwa pada
dasarnya program pengembangan mempersiapkan karyawan yang membutuhkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada saat ini dan waktu yang akan datang. Pada
dasarnya pengembangan SDM adalah bagaimana agar karyawan berfungsi dalam suatu
sistem yang produktif dalam organisasi. Tujuan pengembangan SDM berfokus pada
bagaimana seorang karyawan dapat mencapai kesuksesan, baik secara individual maupun
organisasional.
Pengertian dan Kerangka Kerja Pengembangan SDM
Pengembangan SDM dapat dikatakan sebagai disiplin terapan yang relatif baru dan
terus berkembang. Sampai saat ini telah banyak ahli yang mengemukakan gagasan dan
pendapatnya tentang konsep, teori dan praktek di bidang pengembangan SDM. Gilley dan
Maycunich (2000) mengartikan sumber daya manusia (SDM) sebagai orang-orang yang
dikaryakan oleh organisasi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengembangan SDM berkenaan
dengan memajukan pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan perbaikan perilaku baik
pribadi maupun profesional, merefleksikan fokus pada individual dan organisasional yang
dihasilkan dari komitmen terhadap SDM. Jadi perbaikan individu akan bermanfaat bagi
organisasi. Sedangkan menurut Hargreaves dan Jarvis (2000), pengembangan SDM adalah
proses membantu individu untuk mengembangkan potensinya secara optimal.
Pengembangan SDM adalah 1) aktivitas pembelajaran yang terorganisir dalam
organisasi dalam rangka perbaikan kinerja dan/atau pertumbuhan pribadi dengan tujuan
meningkatkan pekerjaan, individual dan/atau organisasi, 2) pengembangan SDM meliputi
bidang-bidang pelatihan dan pengembangan, pengembangan karier, dan pengembangan
organisasi. Hal ini berkaitan dengan manajemen SDM, suatu bidang yang meliputi riset dan
sistem informasi SDM, hubungan industrial, pembinaan karyawan, kompensasi dan benefit,
seleksi dan penempatan staf, sistem manajemen kinerja, perencanaan SDM dan desain
jabatan/organisasi.
Hargreaves dan Jarvis (2000) menyatakan bahwa pengembangan SDM mencakup
bidang-bidang yaitu pengembangan organisasi yang terkait dengan pengembangan staf,
deskripsi jabatan, perencanaan dan rekrutmen staf, benefit bagi staf, hubungan industrial,
pelatihan dan pengembangan. Berdasarkan kajian American Society for Training and
115
Development (ASTD) dalam Craig (1996), pengembangan SDM sebagai pendayagunaan
pelatihan dan pengembangan, pengembangan organisasi dan pengembangan karier secara
terintegrasi untuk memperbaiki efektivitas individual, kelompok, dan organisasional. Bidang
utama pengembangan SDM mencakup pelatihan dan pengembangan, pengembangan
organisasi dan pengembangan karier merupakan proses utama dalam kajian tersebut.
Pengembangan SDM ditempatkan dalam konteks lebih besar di luar manajemen SDM, seperti
misalnya perencanaan SDM yang memiliki dampak pada pengembangan individu, kelompok
dan organisasi.
Pengembangan SDM merupakan kerangka kerja untuk membantu karyawan
mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan secara individual maupun
organisasional. Pengembangan SDM termasuk peluang-peluang seperti pelatihan,
pengembangan karier, pengelolaan dan pengembangan kinerja, coaching, rencana suksesi,
identifikasi karyawan utama, dan pengembangan organisasi. Fokus utama pengembangan
SDM adalah mengembangkan tenaga kerja unggul sehingga organisasi dan karyawan secara
individual dapat melaksanakan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan. Pengembangan SDM dapat berbentuk formal seperti pelatihan secara klasikal,
perkuliahan dan upaya perubahan terencana dalam organisasi. Selain itu, pengembangan
SDM dapat berbentuk informal, seperti pembinaan karyawan oleh manajer, Organisasi yang
sehat sangat tergantung pada upaya pengembangan SDM dengan menerapkan secara
menyeluruh.
Pengembangan SDM sebagai kerangka kerja merupakan perluasan pendayagunaan
modal manusia (human capital) baik pada level organisasi maupun level regional dan
nasional. Secara umum, pengembangan SDM merupakan perpaduan antara pendidikan dan
pelatihan, kesehatan dan ketenagakerjaan untuk menjamin pertumbuhan dan perbaikan
berkelanjutan pada level individual, organisasional dan nasional. Pada level nasional,
pengembangan SDM menjadi pendekatan strategik pada hubungan antar sektoral antara
pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan. Dalam visi korporasi, kerangka kerja
pengembangan SDM memandang karyawan sebagai modal (aset) bagi perusahaan yang
memiliki nilai untuk dikembangkan. Pada level organisasional, program pengembangan SDM
dipersiapkan bagi individu untuk mencapai level kerja yang lebih tinggi.
Saudara mahasiswa, berikut ini beberapa pengertian pengembangan SDM yang
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
Tabel 1.1.
Rangkuman Pengertian Pengembangan SDM
Pengarang Pengertian Komponen Utama Dasar
teori
Nedler Rangkaian dari pelaksanaan aktivitas Perubahan tingkah Psikologi
(1970) organisasi dalam waktu dan rancangan yang laku, belajar orang
spesifik untuk menghasilkan perubahan dewasa
tingkah laku.
Craig (1976) Pengembangan SDM terfokus pada tujuan Kinerja manusia Filosofi,
meningkatkan potensi seseorang dalam psikologi
segala aspek melalui belajar sepanjang hayat.
Jones Pengembangan yang sistematis dari Kinerja organisasi, Filosofi,
(1981) kemampuan kerja seseorang, serta fokus
tujuan pribadi. sistem,
psikologi,
116
Pengarang Pengertian Komponen Utama Dasar
teori
pada tujuan yang dicapai, baik individu
maupun organisasi. ekonomi.
Mc. Lagan Pelatihan dan pengembangan adalah Pelatihan dan Psikologi
(1983) identifikasi penilaian melalui pembelajaran pengembangan
yang terencana dapat membantu
meningkatkan kompetensi kunci yang
memungkinkan seseorang dapat bekerja
dengan lebih baik.
Chalofsky Pengembangan SDM adalah studi bagaimana Belajar orang Psikologi.
dan Lincoln seseorang dan kelompok dalam suatu dewasa.
(1983) organisasi dapat berubah melalui
pembelajaran.
Nadler dan Pengembangan SDM adalah pembelajaran Belajar orang Sistem,
Wiggs yang komprehensif untuk membebaskan dewasa ekonomi,
(1986) potensi seseorang agar lebih baik dalam (formal/informal), psikologi.
organisasi. kinerja.
Swanson Pengembangan SDM adalah proses Kinerja organisasi. Ekonomi,
(1987) meningkatkan kinerja organisasi melalui psikologi,
kemampuan- kemampuan individu dalam filosofi,
organisasi tersebut. sistem.
Jacobs Teknologi kinerja adalah pengembangan Kinerja individu dan Sistem.
(1988) sistem kinerja manusia dan manajemen organisasi.
sistem hasil, menggunakan pendekatan
sistem untuk mencapai tujuan individu dan
organisasi.
R. Smith Pengembangan SDM konsisten pada Pelatihan dan Psikologi,
(1988) program dan aktivitas baik langsung/tidak pengembangan, sistem,
langsung, instruksional dan individu yang kinerja organisasi, ekonomi.
memberikan efek positif bagi produktivitas pelatihan dan
dan keuntungan organisasi. pengembangan
Mc. Lagan Pengembangan SDM adalah kesatuan dari Pelatihan dan Psikologi,
(1989) pelaksanaan pengembangan dan pelatihan pengembangan sistem,
baik karier maupun organisasi untuk karier, ekonomi
meningkatkan efektivitas individu dan pengembangan
organisasi. organisasi.
Watkins Kawasan studi dan praktek yang bertanggung Pelatihan kapasitas Psikologi,
(1989) jawab terhadap perkembangan jangka belajar, sistem,
panjang dalam level individu, kelompok dan pengembangan ekonomi,
organisasi. karier, kinerja.
pengembangan
organisasi.
Gilley dan Aktivitas belajar organisasi yang disusun ke Aktivitas belajar, Psikologi,
England dalam organisasi untuk meningkatkan kinerja peningkatan sistem,
(1989) seseorang. kinerja. ekonomi,
117
Pengarang Pengertian Komponen Utama Dasar
teori
kinerja.
Nadler and Pengembangan SDM adalah Belajar, Kinerja,
psikologi
Nadler pengorganisasian pengalaman belajar yang peningkatan
(1989) disediakan untuk pegawai dalam waktu yang kinerja.
spesifik tentang kemungkinan peningkatan
kinerja dan atau perkembangan organisasi.
D. Smith Adalah proses untuk menentukan metode Peningkatan Psikologi,
(1990) sistem,
yang optimal untuk mengembangkan dan kinerja ekonomi,
Chalofsky kinerja
(1992) meningkatkan sumber daya manusia dalam Sistem,
psikologi,
Marquardt organisasi. kinerja
dan Engel manusia.
(1993) Studi dan praktek untuk meningkatkan Kapasitas belajar,
Psikologi,
kapasitas belajar individu, kelompok, kolektif, peningkatan kinerja
manusia.
dan organisasi melalui pengembangan, kinerja.
intervensi dan aplikasi belajar.
Keterampilan pengembangan SDM meliputi Iklim belajar,
mengembangkan iklim belajar, desain peningkatan
program pelatihan, transfern informasi dan kinerja.
pengalaman, penilaian hasil, penyediaan
koseling karir, menciptakan perubahan
organisasi dan penyesuaian materi belajar.
Marsick & Pengembangan SDM adalah kombinasi dari Pelatihan dan Kinerja
Watkins pelatihan, peningkatan karier dan pengembangan manusia,
(1994) pengembangan organisasi melalui integrasi karier, kinerja
teori untuk efisiensi belajar organisasi. pengembangan organisasi,
organisasi, sistem,
organisasi belajar. ekonomi,
psikologi.
Swanson Pengembangan SDM adalah proses Pelatihan dan Sistem,
(1995) pengembangan keahlian seseorang melalui pengembangan ekonomi,
pengembangan organisasi dengan pelatihan organisasi, psikologi.
personal yang ber tujuan peningkatan kinerja peningkatan
kinerja, organisasi,
proses kerja dan
level-level
individual.
Sumber: Swanson, and Holton III, Foundations of Human Resource Development. San
Fransisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc., 2001.
Sims (2006) mengemukakan pandangan terakhir tentang pengembangan SDM
sebagai suatu proses memfasilitasi pembelajaran secara organisasional, kinerja dan
perubahan melalui intervensi dan inisiatif dari organisasi, serta tindakan manajemen dengan
tujuan untuk meningkatkan kinerja, kapasitas, kapabilitas, daya saing, kesiapan dan
118
pembaruan. Jadi pengembangan SDM adalah suatu aktivitas yang didorong secara strategik,
sistematis dan terencana untuk meningkatkan pembelajaran, kinerja dan perubahan
organisasional pada saat ini dan masa akan datang.
Model pengembangan kualitas SDM yang berdasarkan pendekatan- pendekatan yang
lebih komprehensif dan terintegrasi akhir-akhir ini telah dikembangkan yang dalam prakteknya
disebut Pengembangan SDM Terintegrasi atau IHRD (Integrated Human Resource
Development). Menurut Fuad dan Ahmad (2009), kata kunci dalam pengembangan (SDM)
dalam suatu organisasi adalah mengintegrasikan keseluruhan program-program
pengembangan dalam satu kesatuan yang sistemik, prosedural, dan saling melengkapi.
Tuntutan model integrasi sistem dalam program pengembangan SDM bertujuan agar
organisasi mampu menjalankan sistem pengembangan SDM secara akuntabel. Selain itu,
organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan kinerja pengembangan SDM sampai ke
tingkat yang optimal.
Pengembangan SDM terintegrasi mengadopsi pendekatan-pendekatan yang memiliki
nilai tambah (added value) seperti pendekatan kompetensi, manajemen talenta, dan sistem
informasi manajemen kompetensi. Beberapa program pengembangan SDM terintegrasi
antara lain Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pengembangan
SDM Berbasis Kompetensi (Competency Based HRD), Manajemen SDM Berbasis Talenta
(Talent Based HRM), Continuing Professional Development (CPD), dan Assessment Center
(AC).
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan
SDM adalah proses untuk mengembangkan potensi dan kemampuan individual dan kelompok
serta organisasional melalui pelatihan dan pengembangan, pengembangan organisasi,
pengembangan karier serta pengelolaan perubahan dengan tujuan untuk meningkatkan
produktivitas, kualitas, dan inovasi serta perubahan.
Pelatihan, Pendidikan, dan Pengembangan
Kadangkala kita dihadapkan pada kerancuan dengan istilah-istilah yang digunakan
dalam pengembangan SDM. Meggison, Banfield, dan Joy- Matthews (1999) membedakan
antara pelatihan, pengembangan, pelatihan, pendidikan dan pengembangan SDM sebagai
berikut:
1. Pelatihan (training), yaitu suatu upaya yang sistematis untuk mengalihkan pengetahuan
atau keterampilan dari seseorang yang tahu dan dapat melakukan kepada seseorang
yang tidak tahu dan tidak dapat melakukan.
2. Pengembangan (development), yaitu suatu proses jangka panjang yang dirancang untuk
meningkatkan potensi dan efektivitas.
3. Pembelajaran (learning), yaitu proses yang berkelanjutan untuk menjadi berbeda yang
kondisi saat ini.
4. Pendidikan (education), yaitu sebagai cakupan yang sangat terstruktur untuk
pembelajaran terencana dengan tujuan antara lain mengembangkan wawasan.
5. Pengembangan SDM (human resource development), yaitu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pendekatan yang terintegrasi dan menyeluruh untuk mengubah pekerjaan
yang berkaitan dengan perilaku dengan menggunakan berbagai strategi dan teknik
pembelajaran.
Pelatihan dan pengembangan merupakan proses yang sistematik untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan karyawan dalam bekerja yang berkaitan
119
dengan ilmu pengetahuan dan keahlian dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kinerja.
Dalam pelatihan dan pengembangan karyawan lebih difokuskan kepada pelatihan dari pada
pengembangan, dan juga pelatihan lebih difokuskan kepada pegawai baru. Pelatihan adalah
proses yang dilakukan guna mengembangkan keahlian seseorang untuk membantu proses
kinerja organisasi, serta untuk memenuhi persyaratan pekerjaan, dan melakukan pekerjaan
dengan baik, sehingga seorang karyawan dapat melakukan pekerjaan secara efektif dan
produktif. Pelatihan membantu suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan mengkontribusikan keseluruhan potensi yang dimiliki dalam bekerja.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian pengembangan SDM!
2) Jelaskan perbedaan antara pelatihan, pendidikan, dan pengembangan!
Petunjuk Jawaban Latihan
1. Terdapat beberapa pandangan para ahli mengenai Pengertian Pengembangan SDM.
Lihatlah tabel 1.1 mengenai pengertian Pengembangan SDM sebagaimana yang
dikemukakan oleh para ahli. Garis bawahi persamaan dan perbedaan pendapat para ahli
tersebut. Adapun kerangka kerja pengembangan SDM dapat anda lihat pada gambar 1.1
mengenai roda SDM.
2. Yang dimaksudkan dengan Pelatihan adalah upaya untuk mentransfer pengetahuan dari
orang yang ‘tahu dan dapat melakukan’ kepada orang yang tidak tahu dan tidak dapat
melakukan. Sedangkan Pendidikan merupakan pembelajaran yang terencana dan
terstruktur yang bertujuan untuk mengembangkan wawasan. Adapun Pengembangan
SDM adalah suatu upaya yang terintegrasi dan menyeluruh untuk mengubah pekerjaan
yang berkaitan dengan perilaku dengan menggunakan strategi dan teknik pembelajaran.
Rangkuman
Kegiatan Belajar 1 dari Modul 1 ini menjelaskan mengenai pengertian pengembangan
SDM. Pengembangan SDM adalah proses untuk mengembangkan potensi dan kemampuan
individual dan kelompok serta organisasional melalui pelatihan dan pengembangan,
pengembangan organisasi, pengembangan karier serta pengelolaan perubahan dengan
tujuan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan inovasi serta perubahan.
Pelatihan dan pengembangan merupakan proses yang sistematik untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam bekerja yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas kinerja. Dalam pelatihan dan pengembangan karyawan lebih difokuskan kepada
pelatihan dibandingkan dengan pengembangan, dan juga dalam pelatihan lebih difokuskan
kepada pegawai baru dan keterampilan terkini.
Tes Formatif 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Berikut ini adalah pengertian pengembangan SDM yaitu ....
120
a. aktivitas pembelajar yang sistematis dalam organisasi untuk meningkatkan
produktivitas dan keuntungan organisasi
b. aktivitas pembelajaran yang terorganisir dalam organisasi untuk perbaikan kinerja
dan/atau pertumbuhan pribadi dalam organisasi
c. upaya meningkatkan motivasi, sikap, kualitas dan kapabilitas individu dalam
organisasi
d. upaya mendorong etos kerja setiap karyawan agar mampu melaksanakan tugas
dengan efektif dan optimal
2) Fokus utama pengembangan SDM adalah ....
a. perluasan pendayagunaan modal manusia (human capital) baik pada level organisasi
maupun level regional dan nasional.
b. aktivitas pembelajar yang sistematis dalam organisasi untuk meningkatkan
produktivitas dan laba perusahaan jangka waktu
c. upaya meningkatkan motivasi, sikap dan kapabilitas individu dalam organisasi
d. mengembangkan tenaga kerja unggul sehingga organisasi dan karyawan secara
individual dapat melaksanakan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
3) Bidang-bidang utama pengembangan SDM berdasarkan kajian ASTD (American Society
for Training and Development) adalah ....
a. pelatihan dan pengembangan, pengembangan organisasi dan pengembangan karier
b. pelatihan dan pengembangan, organisasi belajar dan manajemen perubahan
c. pendidikan formal, pembelajaran berkelanjutan dan perbaikan kinerja serta
produktivitas kerja
d. pembelajaran berkelanjutan, pengembangan karier dan peningkatan produktivitas
kerja
4) Pengembangan SDM terfokus pada tujuan meningkatkan potensi seseorang dalam
segala aspek melalui belajar sepanjang hayat dari Craig. Komponen utama dari
pengertian ini adalah ....
a. kinerja manusia
b. kinerja organisasi
c. belajar orang dewasa
d. iklim belajar dan peningkatan kinerja
5) Marquardt dan Engel menyatakan keterampilan pengembangan SDM meliputi
mengembangkan iklim belajar, desain program pelatihan, transfer informasi dan
pengalaman, penilaian hasil, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan
organisasi dan penyesuaian materi belajar. Komponen utama dari pengertian ini adalah
....
a. kinerja manusia
b. kinerja organisasi
c. belajar orang dewasa
d. iklim belajar dan perbaikan kinerja
6) Menurut Chalofsky dan Lincoln, pengembangan SDM adalah studi bagaimana seseorang
dan kelompok dalam suatu organisasi dapat berubah melalui pembelajaran. Komponen
utama dari pengertian ini adalah ....
a. kinerja manusia
b. kinerja organisasi
c. belajar orang dewasa
d. iklim belajar dan perbaikan kinerja
121
7) Swanson menyatakan pengembangan SDM adalah proses meningkatkan kinerja
organisasi melalui kemampuan-kemampuan individu dalam organisasi. Komponen utama
dari pengertian ini adalah ....
a. kinerja manusia
b. kinerja organisasi
c. belajar orang dewasa
d. iklim belajar dan perbaikan kinerja
8) Program pengembangan SDM dalam suatu organisasi dapat berbentuk formal, dengan
kegiatan-kegiatan, seperti pelatihan secara klasikal, perkuliahan dan upaya perubahan
terencana dalam organisasi. Selain itu, pengembangan SDM dapat berbentuk informal,
seperti pembinaan karyawan oleh manajer, seperti ....
a. perkuliahan
b. pembinaan manajer
c. konseling keluarga
d. rekreasi
9) Upaya yang sistematis untuk mengalihkan pengetahuan atau keterampilan dari seseorang
yang tahu dan mampu melakukan kepada seseorang yang tidak tahu dan tidak mampu
melakukan adalah ....
a. pendidikan
b. pelatihan
c. pengembangan
d. pembelajaran
10) Suatu proses jangka panjang yang dirancang untuk meningkatkan potensi dan efektivitas
kinerja masa akan datang adalah ....
a. pendidikan
b. pelatihan
c. pengembangan
d. pembelajaran
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
= ℎ 100%
ℎ
Arti tingkat penguasaan:
• 90 - 100% = Baik sekali
• 80 - 89% = Baik
• 70 - 79% = Cukup
• < 70% = Kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 2. Bagus!
Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian
yang belum dikuasai.
122
Kegiatan Belajar 2:
Tujuan, Proses, dan Konteks
Pengembangan SDM
Uraian
Saudara mahasiswa, perlu kita perhatikan bersama-sama bahwa kunci utama
keberhasilan program pengembangan SDM adalah tujuan, proses dan konteks
pengembangan SDM yang sistematis, komprehensif dan terintegrasi. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, pengembangan SDM merupakan bidang studi yang selalu berkembang, yang
kemudian selalu menciptakan perdebatan yang seru di antara orang-orang yang bergelut di
bidang profesi pengembangan SDM. Sangat penting bagi orang-orang yang bicara atau yang
mendengarkan perdebatan ini agar tidak kehilangan pandangan pada hal-hal yang telah
mereka sepakati sebelumnya. Untuk lebih memahami konsep pengembangan SDM, maka
kita perlu memperhatikan tujuan, proses dan konteks bidang keahlian pengembangan SDM.
Hal ini sangat penting agar kita dapat lebih memahami permasalahan yang dihadapi dan
dapat mencari alternatif pemecahan yang efektif untuk meningkatkan produktivitas organisasi.
Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 ini, Anda diharapkan dapat menguasai tujuan,
proses dan konteks disiplin profesi pengembangan SDM dalam suatu organisasi.
Tujuan Pengembangan SDM
Pengembangan SDM memiliki tujuan yang penting dan strategis dalam rangka
mendukung efektivitas dan kinerja organisasi. Menurut Lawrence (2000) tujuan
pengembangan SDM adalah untuk mendorong dan mempercepat pendayagunaan SDM
melalui kebijakan yang jelas dan kohesif dalam bidang pendidikan, pelatihan dan kesehatan
serta ketenagakerjaan pada semua jenjang baik skala organisasi maupun skala nasional.
Sebaliknya, tujuan manajemen SDM adalah untuk memaksimalkan tingkat investasi dari
modal utama organisasi (human capital) dan meminimalkan risiko finansial. Hal ini merupakan
tanggung jawab manajer SDM dalam konteks organisasi untuk melakukannya secara efektif,
legal, adil, dan konsisten.
Ronald R. Sims (2006) menyatakan bahwa tujuan pengembangan SDM adalah untuk
meningkatkan kinerja, sehingga aktivitas pengembangan SDM seharusnya dirancang dengan
menggunakan informasi analisis jabatan yang berkaitan dengan apa yang dibutuhkan dalam
melakukan pekerjaan. Apabila tujuannya mengembangkan karyawan untuk promosi dan
kemajuan yang akan datang, maka aktivitas pengembangan SDM harus diselaraskan dengan
kriteria seleksi dalam penerimaan karyawan baru. Apabila tujuan pengembangan SDM untuk
menciptakan budaya perubahan, maka akan lebih baik mengaitkan evaluasi kinerja dengan
imbalan kerja (rewards) dalam pelaksanaan pengembangan SDM.
123
Tujuan pengembangan SDM adalah meningkatkan kinerja organisasi dengan
memaksimalkan efisiensi dan kinerja karyawan melalui pengembangan pengetahuan dan
keterampilan, tindakan dan standar, motivasi, insentif, sikap dan lingkungan kerja. Secara
lebih khusus, tujuan pengembangan SDM adalah:
1. mengembangkan sumber daya modal baru yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan produktivitas organisasi, termasuk sumber daya keunggulan kompetitif
modal manusia (human capital), modal organisasi dan modal pasar yang potensial;
2. membantu individual, kelompok dan organisasi untuk mengantisipasi, mengadaptasi dan
menciptakan perubahan, dan
3. meningkatkan kualitas hidup individual karyawan.
Pada akhirnya, pengembangan SDM memungkinkan individu dan organisasi untuk
menghasilkan output secara maksimal melalui investasi sumber daya yang tak terbatas
secara minimal.
Gagasan Utama Pengembangan SDM
Dalam rangka mencapai tujuan pengembangan SDM yang efektif untuk mendukung
strategi organisasi, maka Meggison, Banfield, dan Joy-Matthews (1999) mengajukan
gagasan-gagasan utama sebagai berikut:
1. Mengaitkan pengembangan dengan strategi organisasi, yaitu mendorong kita untuk
menetapkan prioritas pada pembelajaran dengan memperhatikan apa kontribusi langsung
pada tujuan organisasi.
2. Fokus pada organisasi belajar, yaitu fokus diarahkan pada belajar dari proses dan belajar
dari kesalahan.
3. Perbaikan komunikasi, yaitu mendorong komunikasi dan pengarahan yang terbuka dan
dialogis.
4. Menghubungkan pembelajaran dengan pekerjaan, yaitu kritik terhadap pelatihan yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan. Untuk itu perlu dipertimbangkan, yaitu Apa yang
ingin Anda pelajari? Apa yang ingin Anda lakukan dengan pembelajaran baru jika kembali
ke tempat kerja? Kendala apa yang akan Anda hadapi? dan Apakah Anda membutuhkan
bantuan untuk menerapkan pembelajaran?
5. Manajemen partisipatif dan pelibatan, yaitu partisipasi yang diarahkan pada otonomi dan
akuntabilitas individu untuk mengendalikan pekerjaannya?
6. Fokus pada pengembangan dibandingkan pelatihan, yaitu fokus pengembangan pada
individu yang utuh dengan mempertimbangkan tujuan awal individu dan nilai-nilai yang
dibawa, mengenal diri siapa saya dan kenapa saya di sini, mendorong individu
mengembangkan dirinya sendiri, memungkinkan individu bekerja dalam kelompok tanpa
tergantung pada atasan atau ahlinya untuk memberikan jawaban.
7. Pemberdayaan staf, yaitu memungkinkan karyawan mengambil kendali atas pekerjaan
dan lingkungan kerjanya, meningkatkan kontribusi yang dibuat sebagai individual dan
anggota tim, meraih peluang pertumbuhan pribadi dan pemenuhan diri.
8. Pembelajar bertanggung jawab atas pengembangan diri sendiri, yaitu individu
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pelatihan yang
timbul sebagai respons terhadap perubahan internal dan eksternal.
9. Membangun kehidupan seimbang, yaitu menjaga keseimbangan hidup melalui
manajemen waktu, kebijakan kekeluargaan dan persahabatan serta mengelola stres.
124
10. Belajar antar organisasi, yaitu melakukan perbandingan (benchmarking) dan kemitraan
antar organisasi.
Berikut hasil survei tentang perbandingan antara prioritas gagasan utama terhadap 61
responden sebagai berikut:
Tabel 1.2 Gap
Perbandingan Prioritas Gagasan Utama Berdasarkan Ranking
+ 30
N=61
No. Gagasan Utama % Ranking % Ranking +19
+ 18
Atas Bawah + 15
+ 15
1. Menghubungkan pengembangan dengan strategi 35 5 + 12
organisasi
+2
2. Fokus pada organisasi belajar 21 2 +5
3. Perbaikan komunikasi 18 0 0
-1
4. Menghubungkan pembelajaran dengan pekerjaan 22 7
5. Manajemen partisipatif dan Pelibatan 15 0
6. Fokus pada pengembangan dibandingkan 19 7
pelatihan
7. Pemberdayaan staf 97
Pembelajar bertanggung jawab atas 5
8. pengembangan diri sendiri 10
9. Membangun kehidupan seimbang 16 16
10. Belajar antar organisasi 9 10
Sumber: Meggison, Banfield & Joy-Matthews, Human Resource Development, 1999
Survei Gagasan Pengembangan SDM
Untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan pengembangan SDM, maka
dapat digunakan survey tentang gagasan utama pengembangan SDM. Kriteria penilaian
dalam survey adalah 0 sampai dengan 5. Cara menskor setiap butir pertanyaan sebagai
berikut 0= tidak ada, 1= kurang, 2= agak, 3=rata-rata, 4=tinggi dan 5=sempurna.
Tabel 1.3
Kuesioner Gagasan Utama Pengembangan SDM
No. Gagasan sebagai manajer, maka saya Skor
1. Memulai dengan tujuan dan strategi organisasi bila mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan
2. Melibatkan staf dalam pembentukan kebijakan dan strategi
3. Meminta bantuan staf bila saya ragu untuk melangkah maju
4. Menggunakan kebutuhan dan aspirasi staf di tempat kerja sebagai
langkah awal untuk belajar terencana
5. Memberikan kesempatan bagi staf untuk bertindak sesuai kewenangan
kerja
6. Mempertimbangkan tujuan dan nilai yang dimiliki staf bila menyiapkan
pelatihan
7. Mengakui nilai pendelegasian kewenangan pada staf
125
No. Gagasan sebagai manajer, maka saya Skor
8. Mendorong staf menyiapkan Rencana Pengembangan Pribadi
9. Mendorong staf tidak bekerja lembur
10. Mencari pembanding kinerja terbaik dari organisasi lain
11. Menentukan prioritas pelatihan berdasarkan kontribusi pada tujuan
organisasi
12. Mereview kinerja unit kerja bersama staf dan membuat rencana
perbaikan bersama
13. Menggunakan teknologi untuk menjamin informasi keputusan yang
ditetapkan
14. Membahas pengalaman belajar staf tentang bagaimana penerapan
hasil belajar
15. Menceritakan untuk mendorong sikap membangun
16. Mengarahkan staf untuk mengembangkan diri
17. Mendelegasikan staf yang paling banyak belajar dan menyelesaikan
tugas dengan baik
18. Mendorong staf meluangkan waktu untuk belajar
19. Mengakui dan mengakomodasi tanggung jawab keluarga yang dimiliki
staf
20. Diarahkan untuk belajar dari rekan kerja
21. Mereview pembelajaran dan pengembangan terhadap kontribusi pada
strategi organisasi
22. Mencari umpan balik kinerja unit kerja dari staf tentang pelanggan
23. Membahas seacara pribadi dengan staf tentang akibat keputusan yang
diambil
24. Mengarahkan staf untuk belajar menyusun rencana kerja proyek dan
tindak lanjut
25. Membiarkan keputusan dianalisis dan dipelajari sesuai situasi
26. Membebaskan staf bekerja sendiri atau tim dalam pengembangan diri
27. Mendorong staf mengendalikan pekerjaan dan lingkungan kerja sendiri
28. Fokus pada harapan individu dan kebutuhan organisasi
29. Mendorong pengambilan keputusan yang etis dan menghormati nilai
pribadi staf
30. Belajar dari praktek terbaik yang dilakukan pihak lain dari organisasi
saya
Setelah kuesioner diisi sesuai dengan skor yang telah ditetapkan, maka dilakukan
skoring. Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan skor atas pertanyaan yang
dikelompokkan berdasarkan gagasan utama. Dari hasil skoring tersebut diperoleh gambaran
secara umum mengenai seberapa besar pencapaian tujuan pengembangan SDM dalam
suatu organisasi.
126
Gagasan Utama Pertanyaan Skor
Kaitan dengan strategi 1+11+21
Fokus pada belajar dalam perusahaan 2+12+22
Perbaikan komunikasi 3+13+23
Kaitan belajar dan pekerjaan 4+14+24
Manajemen partisipatif dan pelibatan 5+15+25
Fokus pada pengembangan 6+16+26
Pemberdayaan staf 7+17+27
Tanggungjawab pebelajar 8+18+28
Membangun kehidupan seimbang 9+19+29
Belajar antar organisasi 10+20+30
Proses Pengembangan SDM
Berdasarkan pemikiran dasar yang telah dikemukakan sebelumnya, sangat masuk
akal untuk memikirkan pengembangan SDM sebagai sistem atau proses yang bertujuan. Jadi,
kesepakatan bersama adalah mengenai pengembangan SDM sebagai sebuah proses. Selain
pengembangan SDM sebagai proses, bahwa pengembangan SDM dipandang sebagai suatu
fungsi organisasional, departemen, dan pekerjaan.
1. Proses Umum Pelatihan dan Pengembangan
Kita telah mendefinisikan pengembangan SDM sebagai sebuah proses yang pada
intinya merupakan batasan dari masalah dan metode pemecahan masalah. Swamson dan
Holton (2001) menyatakan bahwa pengembangan SDM (HRD) dan subbagiannya yaitu
pelatihan dan pengembangan (T&D) dan pengembangan organisasi (OD) dapat dilihat
sebagai lima tahapan proses. Berbagai macam istilah dalam tahap proses dari HRD, T&D,
dan OD akan menimbulkan kerancuan.
Gambar 3.1. Proses Pengembangan SDM
Pandangan tahapan proses mencerminkan bahwa terdapat tahap utama dalam
proses pengembangan SDM dan setiap tahap memiliki hubungan yang penting dan kritis
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Salah satu dari masalah profesional terbesar yang
dihadapi oleh para praktisi pengembangan SDM adalah untuk menghargai setiap tahapan
tersebut. Kusy dan Mattson dalam Swanson dan Holton III (2001) menyatakan suatu kajian
127
terhadap pengembangan SDM yang menyimpulkan terjadinya kendala pada tahap analisis
dan tahap evaluasi (assessment). Hal ini merupakan tahapan yang paling strategis dalam
proses pengembangan SDM. Kendala yang mengganggu tidak terlihat karena hubungan
antara tiap tahap tergantung pada tahap analisis dalam menentukan arah dan substansinya.
Lebih lanjut lagi, komitmen organisasional terhadap pengembangan SDM tergantung pada
hasil kinerja positif yang dilaporkan pada tahap evaluasi.
2. Proses Pengembangan Sistem Pembelajaran
Model Pengembangan Sistem Pembelajaran (Instructional System Development /ISD)
pertama kali diperkenalkan oleh militer Amerika dengan tujuan untuk melakukan pelatihan
yang sistematik dan efektif, selanjutnya berkembang dalam proses pelatihan di berbagai
organisasi/ perusahaan dengan ruang lingkup yang besar.
Model ISD digambarkan seperti berikut: level pertama, grafik yang menunjukkan 5
tahap proses pelatihan sebagai analisis, mendesain, mengembangkan, menerapkan, dan
mengendalikan. Tahap pengendalian telah digantikan menjadi evaluasi, karena ini lebih
diadaptasi untuk dunia kerja yang sebenarnya (Swanson & Holton III, 2001). Model ISD
dimulai dengan asumsi bahwa tahap analisis dalam pelatihan sangat diperlukan. Jadi inilah
titik awal yang dimulai untuk tahap menganalisis pekerjaan yang digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3.2.
Model Proses Pengembangan Sistem Pembelajaran (Sumber: Holton & Swanson III,
2001)
128
3. Proses Pelatihan untuk Sistem Kinerja
Model pelatihan untuk sistem kinerja (Training for Performance System/TPS) model
menggambarkan 5 (lima) tahap proses pelatihan yang saling berhubungan dan mendukung
melalui kepemimpinan. Hal ini sangat penting karena merupakan proses yang sistematis.
Para ahli memberikan pelatihan untuk memenuhi pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan
oleh para karyawan. Proses pelatihan untuk sistem kinerja digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.3.
Model Proses Pelatihan untuk Sistem Kinerja (Sumber: Holton & Swanson III, 2001)
Langkah-langkah proses pelatihan untuk sistem kinerja merupakan suatu proses
untuk mengembangkan keahlian seseorang yang bertujuan untuk memperbaiki organisasi,
proses dan kinerja individu.
a. Langkah 1: Analisis
Menganalisis kebutuhan kinerja yang terdapat di dalam organisasi. Sebelum mengadakan
pelatihan, kita seharusnya menganalisis kesenjangan apa yang ada, yang tidak dimiliki
oleh para karyawan, sementara hal tersebut dibutuhkan untuk mendukung pekerjaan dan
kinerja karyawan. Proses analisis ini sangat membantu kita untuk membuat sebuah
program pelatihan, karena kita akan membuat pelatihan yang tepat sasaran, efektif, dan
efisien. Sehingga ke depan kita dapat memperbaiki kinerja para karyawan pada sebuah
perusahaan.
b. Langkah 2: Desain
Setelah analisis, kita harus membuat atau mendesain pelatihan serta strategi-strategi apa
yang akan kita berikan sesuai dengan kesenjangan yang telah kita peroleh di tahap
analisis. Semua strategi yang digunakan harus didesain secara ekonomis, sistematis dan
psikologis, agar mendapatkan hasil yang optimal. Dengan begitu, kita dapat memperbaiki
kinerja orang-orang yang selama ini kinerjanya belum pada tahap yang diinginkan. Dalam
tingkat desain ini yang menjadi tahap akhir adalah tahap perencanaan.
c. Langkah 3: Pengembangan
Setelah mendapatkan desain dan strategi-strategi yang dibutuhkan, selanjutnya adalah
tahap pengembangan. Kita harus mengembangkan segala jenis desain yang telah
dirancang, baik dalam unsur peserta, materi, serta instruktur yang dibutuhkan dalam
proses pelatihan tersebut. Hal ini ditujukan agar hasil yang akan dicapai lebih optimal. Jika
tidak ada proses pengembangan, maka pelatihan akan bersifat statis.
d. Langkah 4: Implementasi
Dalam tahap implementasi kita melaksanakan program pelatihan dan menyampaikan apa
yang telah dirancang untuk peserta. Pelaksanaan pelatihan merupakan proses yang
paling kritis bagi para peserta dan penyelenggara pelatihan. Masalah yang sering kali
muncul dalam pelaksanaan pelatihan dan perlu dipertimbangkan antara lain kredibilitas,
129
pengalaman pribadi, pembelajar bermasalah, partisipasi, pertanyaan, umpan balik,
fasilitas dan media, pembukaan serta penutupan pelatihan.
e. Langkah 5: Evaluasi
Setelah mengadakan proses pelatihan yang sebelumnya dimulai dengan analisis, desain,
pengembangan, dan implementasi, maka selanjutnya ialah proses evaluasi. Dalam tahap
evaluasi kita mengevaluasi pelatihan yang telah kita laksanakan. Apakah hasilnya sudah
efektif sesuai dengan yang kita inginkan atau belum. Jika sudah, untuk selanjutnya kita
rancang pelatihan yang lebih baik lagi. Jika belum, maka kita harus mengadakan
perbaikan ataupun peningkatan untuk program pelatihan tersebut.
Konteks Bidang Profesi Pengembangan SDM
1. Konteks Pengembangan SDM
Fungsi pengembangan dalam konteks organisasi induk (host organization) sangat
luas yang meliputi perusahaan/ korporasi, bisnis, industri, lembaga pemerintah atau
organisasi nirlaba baik skala kecil maupun besar. Organisasi induk adalah suatu sistem yang
memiliki misi yang menggerakkan tujuan dan hasil. Dalam konteks internasional, organisasi
induk untuk pengembangan SDM adalah suatu negara. Investasi strategis dalam
pengembangan SDM pada level negara mencakup mulai dari menjaga daya saing tenaga
kerja nasional yang tinggi sampai pada pengentasan kemiskinan. Organisasi induk juga
sebagai organisasi multinasional/global yang beroperasi di berbagai negara di seluruh dunia.
Pengembangan SDM dapat dipandang sebagai subsistem yang berfungsi dalam sistem besar
yang bertujuan untuk memajukan, mendukung, dan mengharmonisasikan sistem utama.
Sekarang penting bagi kita untuk mengetahui bahwa setiap proses pengembangan
SDM memiliki perbedaan-perbedaan untuk menyesuaikan dirinya sesuai dengan organisasi,
perbedaan budaya, wilayah maupun bangsa di mana pengembangan SDM tersebut berada.
2. Dasar Pengembangan SDM
Dasar pengembangan SDM diperlukan bagi profesional Pengembangan SDM sebagai
kerangka acuan dalam pelaksanaan dan pengambilan keputusan pengembangan SDM.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat asumsi dasar pengembangan SDM, yang menjadi
motivasi dan kerangka acuan bagi profesi PSDM:
a. Organisasi merupakan suatu entitas buatan manusia yang tergantung pada keahlian
manusia dalam perencanaan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini
diakui bahwa organisasi pada dasarnya bersifat berubah dan rentan terhadap perubahan.
b. Keahlian manusia dikembangkan dan dimaksimalkan melalui proses pengembangan
SDM serta harus dilakukan berdasarkan prinsip saling menguntungkan antara organisasi
dan individu yang terlibat baik yang terjadi dalam waktu yang singkat maupun jangka
panjang.
c. Profesional pengembangan SDM menjadi pengarah bagi individu/kelompok, proses kerja
dan integritas organisasi. profesional memajukan individu, kelompok, proses kerja, dan
kesatuan organisasi. (Swanson & Holton III, 2001).
Gilley dan Maycunich dalam Swanson dan Holton III (2001) mengungkapkan prinsip-
prinsip yang menjadi pedoman dalam praktek pengembangan SDM sebagai berikut:
a. Mengintegrasikan disiplin teori eklektik;
b. Berdasarkan pada kepuasan dan harapan dari stakeholder;
c. Cepat tanggap dan bertanggung jawab;
130
d. Menggunakan evaluasi sebagai proses perbaikan berkelanjutan;
e. Dirancang untuk meningkatkan efektivitas organisasi;
f. Tergantung pada peta hubungan untuk meningkatkan efisiensi operasional;
g. Dihubungkan dengan sasaran dan tujuan bisnis yang strategis, organisasi;
h. Berdasarkan kemitraan;
i. Berorientasi pada hasil;
j. Mementingkan kredibilitas;
k. Memanfaatkan rencana strategis untuk membantu organisasi mengintegrasikan visi, misi,
strategi dan praktek;
l. Tergantung pada proses analisis untuk mengidentifikasi prioritas;
m. Berdasarkan pada tujuan dan ukuran yang jelas;
n. Mendorong keragaman dan keadilan di tempat kerja.
3. Bidang Keahlian Pengembangan SDM
Swanson dan Holton III (2001) menyatakan bahwa pengembangan SDM sebagai
keahlian/profesi yang besar dan bekerja pada kawasan organisasi yang beragam. Oleh
karena itu, kadang-kadang terasa sulit untuk berbagai pihak untuk memahami keahlian
pengembangan SDM. Pengembangan dapat dipandang dari berbagai macam nama dan
peran. Bahwa pemikiran yang mendasari pengembangan SDM meliputi:
a. Pelatihan;
b. Pelatihan dan pengembangan;
c. Pengembangan karyawan;
d. Pelatihan teknikal;
e. Pengembangan manajemen;
f. Pengembangan kepemimpinan dan eksekutif;
g. Teknologi kinerja manusia;
h. Pengembangan organisasi, dan
i. Organisasi belajar.
Para praktisi yang bekerja di bidang pengembangan SDM memiliki nama jabatan
seperti manajer pengembangan manajemen, spesialis pengembangan organisasi dan
direktur pelatihan. Dalam unit-unit dalam organisasi termasuk manajer pelatihan penjualan,
koordinator pengembangan SDM atau spesialis pelatihan kasir bank. Dengan teori dan
prakteknya pengembangan SDM juga meliputi:
a. Pengembangan karier;
b. Organisasi dan efektivitas proses;
c. Peningkatan kinerja;
d. Perencanaan organisasi strategis;
e. Manajemen sumber daya manusia, dan
f. Sumber daya manusia.
Pada dasarnya praktek pengembangan SDM didominasi oleh tujuan positif untuk
memperbaiki keahlian dan kinerja individual, kelompok kerja dan organisasi secara
keseluruhan.
Faktor-faktor Penentu Pengembangan SDM
Dalam suatu organisasi, saat membicarakan rekrutmen dan seleksi karyawan sampai
pengembangan karier, perlu dipertimbangkan analisis jabatan untuk menentukan
keterampilan/kemampuan teknis, kompetensi, fleksibilitas karyawan yang dibutuhkan. Selain
131
itu, perlu juga dipertimbangkan faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses
rekrutmen karyawan. Faktor eksternal termasuk isu-isu seperti tren pasar tenaga kerja, latar
belakang pendidikan, keterampilan, investasi pemerintah pada industri. Sebaliknya, faktor
internal lebih mudah dikendalikan, diprediksi dan dimonitor, misalnya gaya manajemen atau
budaya organisasi. Jadi, upaya pengembangan SDM perlu memperhatikan tren utama,
tanggapan individu, metode rekrutmen, kerangka kerja, struktur, dan pelatihan.
1. Tren Utama
Untuk mengetahui lingkungan usaha organisasi, maka 3 (tiga) tren utama yang perlu
dipertimbangkan sebagai berikut:
a. Demografi, yaitu karakteristik populasi/tenaga kerja, contoh usia, jenis kelamin atau
status sosial. Hal ini mungkin akan berhubungan dengan tunjangan pensiun, paket
asuransi.
b. Diversitas, yaitu variasi dalam populasi/tenaga kerja, contoh suku, gender dan jenis
kelamin.
c. Kualifikasi dan keterampilan, yaitu tingkat keterampilan tinggi untuk memenuhi
kebutuhan industri yang modern.
2. Respons Individu
Untuk mengetahui bagaimana respons individu terhadap perubahan dalam pasar tenaga
kerja, perlu dipahami.
Sebaran Geografi, yaitu seberapa jauh lokasi tinggal karyawan dari tempat kerja? Jarak yang
jauh membutuhkan transportasi dan fasilitas sebagai biaya yang harus dikeluarkan.
Struktur Jabatan, yaitu norma-norma dan nilai-nilai dari perbedaan karier dalam organisasi.
Perbedaan Generasi, yaitu kategori perbedaan usia dari karyawan yang memiliki karakteristik
tertentu, misalnya perilaku dan harapannya terhadap organisasi.
3. Metode Rekrutmen
Metode rekrutmen yang sangat beragam dan luas, maka jabatan perlu dideskripsikan
secara tepat dan setiap spesifikasi pribadi dinyatakan. Metode rekrutmen pekerjaan dapat
dilakukan melalui pusat kerja, agen tenaga kerja/konsultan, headhunter dan media massa.
4. Kerangka Kerja
Pengembangan adalah kerangka kerja untuk perluasan modal manusia (human capital)
dalam suatu lingkup organisasi atau dalam pendekatan baru regional atau nasional.
Pengembangan SDM adalah kombinasi pelatihan dan pendidikan, serta dalam konteks
lebih luas meliputi kebijakan kesehatan dan ketenagakerjaan, untuk menjamin perbaikan
berkelanjutan dan pertumbuhan baik individu maupun organisasi, serta pendayagunaan
sumber daya manusia nasional.
5. Struktur
Pengembangan SDM adalah struktur yang memungkinkan terjadinya pengembangan
individual, secara potensial memenuhi kebutuhan organisasi dan tujuan nasional.
Pengembangan individual akan menghasilkan manfaat baik bagi individual,
organisasional atau nasional dan warga negara. Dalam visi korporasi, kerangka kerja
pengembangan SDM memandang karyawan sebagai aset bagi perusahaan yang nilainya
akan meningkat melalui pengembangan. Fokus pengembangan SDM adalah
pertumbuhan dan pengembangan karyawan.
6. Pelatihan
Pada level organisasional, program pengembangan SDM yang berhasil akan
mempersiapkan individu untuk melaksanakan pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi.
Dalam hal ini, pengembangan SDM adalah kerangka kerja yang berfokus pada
kompetensi organisasi pada tahap awal, pelatihan, dan selanjutnya mengembangkan
132
karyawan melalui pendidikan, untuk memenuhi kebutuhan organisasi pada jangka
panjang dan tujuan karir individu dan nilai karyawan pada saat ini dan masa mendatang.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
1) Apakah tujuan pengembangan SDM?
2) Bagaimana proses pengembangan SDM?
Petunjuk Jawaban Latihan
1. Tujuan pengembangan SDM menurut Lawrence (2000) adalah untuk mendorong dan
mempercepat pendayagunaan SDM melalui kebijakan yang jelas dan kohesif dalam
bidang pendidikan, pelatihan dan kesehatan serta ketenagakerjaan pada semua jenjang
baik skala organisasi maupun skala nasional. Sedangkan Ronald R. Sims (2006)
berpendapat bahwa tujuan pengembangan SDM adalah untuk meningkatkan kinerja,
sehingga aktivitas pengembangan SDM seharusnya dirancang dengan menggunakan
informasi analisis jabatan yang berkaitan dengan apa yang dibutuhkan dalam melakukan
pekerjaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan pengembangan SDM adalah
meningkatkan kinerja organisasi dengan memaksimalkan efisiensi dan kinerja karyawan
melalui pengembangan pengetahuan dan keterampilan, tindakan dan standar, motivasi,
insentif, sikap dan lingkungan kerja.
2. Pengembangan SDM sebagai sebuah proses bahwa pengembangan SDM dipandang
sebagai suatu fungsi organisasional, departemen, dan pekerjaan meliputi proses pelatihan
dan pengembangan, proses pengembangan sistem pembelajaran dan proses pelatihan
untuk sistem kinerja.
Rangkuman
Tujuan pengembangan SDM adalah mendorong dan mempercepat pendayagunaan
SDM melalui kebijakan yang jelas dan kohesif dalam bidang pendidikan, pelatihan dan
kesehatan serta ketenagakerjaan pada semua jenjang baik skala organisasi maupun skala
nasional. Sedangkan tujuan manajemen SDM adalah untuk memaksimalkan tingkat investasi
dari modal utama organisasi (human capital) dan meminimalkan risiko finansial. Hal ini
merupakan tanggung jawab manajer SDM dalam konteks organisasi untuk melakukannya
secara efektif, legal, adil dan konsisten. Upaya pengembangan SDM perlu memperhatikan
tren utama, tanggapan individu, metode rekrutmen, kerangka kerja, struktur, dan pelatihan.
Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Tujuan pengembangan SDM menurut Lawrence adalah ....
a. mendorong dan mempercepat pemberdayaan SDM melalui strategi dan program
pendidikan, pelatihan dan pengembangan serta perubahan terencana
133
b. mendorong dan mempercepat perubahan organisasi melalui kebijakan organisasi
belajar, kepemimpinan dan komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan
c. mendorong dan mempercepat pendayagunaan SDM melalui kebijakan yang jelas dan
kohesif di bidang pendidikan, pelatihan, kesehatan dan ketenagakerjaan
d. mendorong perbaikan kualitas hidup serta iklim kerja dan iklim belajar yang lebih
kondusif bagi karyawan
2) Upaya mendorong dan menetapkan prioritas pada pembelajaran dengan memperhatikan
aspek-aspek yang memberikan kontribusi langsung pada tujuan organisasi termasuk
gagasan utama yaitu ....
a. mengaitkan pengembangan SDM dengan tujuan organisasi
b. fokus pada organisasi belajar
c. perbaikan komunikasi
d. mengaitkan pembelajaran dengan pekerjaan
3) Aktivitas yang diarahkan pada belajar melalui proses dan belajar dari kesalahan termasuk
gagasan utama yaitu ....
a. mengaitkan pengembangan SDM dengan tujuan organisasi
b. fokus pada organisasi belajar
c. perbaikan komunikasi
d. mengaitkan pembelajaran dengan pekerjaan
4) Pertimbangan tentang apa yang ingin dipelajari? Apa yang ingin dilakukan dengan
pembelajaran di tempat kerja? Kendala apa yang akan dihadapi? Dan apakah dibutuhkan
bantuan untuk menerapkan pembelajaran, termasuk gagasan utama yaitu ....
a. mengaitkan pengembangan SDM dengan tujuan organisasi
b. fokus pada organisasi belajar
c. perbaikan komunikasi
d. mengaitkan pembelajaran dengan pekerjaan
5) Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam praktek pengembangan SDM di dalam
organisasi adalah ....
a. berdasarkan pada kepuasan dan harapan dari stakeholder
b. berorientasi pada proses dan perbaikan mutu berkelanjutan
c. meningkatkan daya saing
d. perubahan terencana
6) Proses pengembangan SDM (HRD) yang sistematis dan terintegrasi adalah ....
a. analisis-desain-pengembangan-implementasi-evaluasi
b. proposal-analisis-pengembangan-implementasi-assesmen
c. analisis-proposal-kreasi-implementasi-assesmen
d. kontrak-diagnosis-perencanaan-pengembangan-revisi
7) Aktivitas menentukan kesenjangan kinerja yang ada dengan kinerja yang dimiliki
karyawan dalam pengembangan SDM termasuk dalam tahap/langkah yaitu ....
a. analisis
b. desain
c. pengembangan
d. evaluasi
8) Aktivitas menyusun program pelatihan, menyiapkan materi dan instruktur serta uji coba
program termasuk dalam tahap ....
a. analisis
b. desain
c. pengembangan
134
d. evaluasi
9) Faktor penentu dalam pengembangan SDM seperti demografi, keragaman, kualifikasi dan
keterampilan termasuk dalam ....
a. tren utama
b. struktur
c. respons individu
d. metode rekrutmen
10) Sebaran Geografi, norma dan nilai karier serta perbedaan usia generasi termasuk faktor
penentu dalam pengembangan SDM yaitu ....
a. tren utama
b. struktur
c. respons individu
d. metode rekrutmen
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
= ℎ 100%
ℎ
Arti tingkat penguasaan:
• 90 - 100% = Baik sekali
• 80 - 89% = Baik
• 70 - 79% = Cukup
• < 70% = Kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan
Kegiatan Belajar 3. Bagus!
Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama
bagian yang belum dikuasai.
135
Kegiatan Belajar 3:
Teori-teori Pendukung Pengembangan
SDM
Uraian
Saudara mahasiswa, pada Kegiatan Belajar kali ini kita akan mempelajari tentang
Teori-teori Pendukung Pengembangan SDM. Hal ini penting karena teori-teori tersebut akan
menjadi landasan utama dari implementasi kegiatan-kegiatan dalam pengembangan sumber
daya manusia. Teori-teori Pendukung Pengembangan SDM pada modul ini dibagi menjadi
empat kelompok besar yaitu: 1) Teori Ekonomi(Economic Theory); 2) Teori Psikologi
(Psychology Theory); 3) Teori Sistem (System Theory); dan 4) Teori Modal Manusia (Human
Capital Theory) dalam pengembangan SDM.
TEORI EKONOMI
Teori ekonomi menunjukkan dan membahas secara gamblang tentang kenyataan
bahwa sumber daya alam dan sumber daya lainnya (non manusia) jumlahnya langka dan
terbatas, sebagai contoh konkret adalah udara yang Anda hirup saat ini dan yang anda
Mengira jumlahnya tidak terbatas pada keadaan dan situasi tertentu jumlahnya dapat menjadi
terbatas misalnya di daerah pertambangan di mana manusia memerlukan udara dalam
tabung oksigen untuk dapat bernapas. Selain terbatas sumber daya alam tersebut juga
banyak yang tidak dapat diperbaharui atau memerlukan waktu yang sangat lama untuk
memperbaharuinya.
Pada sisi lain disiplin ilmu ekonomi juga membahas bahwa kebutuhan-kebutuhan
manusia tidaklah terbatas. Kita sebagai individu mungkin bisa berdalih bahwa kebutuhan kita
tidaklah banyak dan hal tersebut mungkin benar adanya, namun jika kita bicara tentang
kebutuhan “manusia“ maka dapatlah kita mengerti pernyataan teori ekonomi yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas.
Sebagai contoh lain kita dapat melihat teori hierarki kebutuhan dari Maslow, yaitu
tingkatan pertama, kebutuhan-kebutuhan dasar atau fisiologis seperti makan, minum, dan
papan, kemudian tingkatan kedua yaitu kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan ketiga yaitu
kebutuhan sosial, kebutuhan keempat yaitu kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan,
dan tingkatan kelima atau yang tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Teori kebutuhan
Maslow ini terlihat sederhana dan jarang kita pikirkan kaitannya dengan sumber daya alam
yang terbatas, namun jika kita melihat secara cerdas maka kita akan mengerti bahwa pada
dasarnya teori Maslow ini hanya mengklasifikasikan kebutuhan manusia dan tidak/ kurang
memperlihatkan “banyaknya“ kebutuhan manusia. Ketidakterbatasan kebutuhan manusia
dapat kita cermati dengan melihat kenyataan betapa untuk memenuhi kebutuhan dasar saja
entah sudah berapa banyak hutan, isi laut/ sungai, batuan gunung dan sumber daya alam
136
lainnya yang harus digunakan dan bahkan musnah karena tidak tergantikan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia ini.
Disiplin ilmu ekonomi tentu saja tidak hanya membahas tentang keterbatasan sumber-
sumber daya dan ketidakterbatasan kebutuhan manusia namun dan yang paling penting
disiplin atau teori ekonomi mengajarkan tentang bagaimana mengalokasikan dan
mendistribusikan sumber-sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas serta keharusan mempertahankan sumber-sumber daya tersebut selama mungkin.
Karena seperti yang dikatakan oleh Lewis (1977): bagaimana pun ekonomi adalah ilmu sosial
dengan “badan” yang paling canggih tentang teori. Dengan kata lain teori-teori ekonomi
sebagai ilmu sosial haruslah digunakan untuk tetap meningkatkan harkat, martabat dan
kesejahteraan manusia.
Dari paparan dapat kita katakan setidaknya terdapat tiga perspektif teori inti dari
ekonomi yang mendukung dan kemudian diintegrasikan menjadi teori Pengembangan SDM.
Ketiga teori tersebut menurut Swanson dan Holton III (2001) adalah sebagai berikut.
Teori Kelangkaan Sumber Daya (Scarce Resource Theory)
Sekali lagi, teori ini menginformasikan kita bahwa ada batasan untuk melakukan
sesuatu seperti batasan uang, material, waktu, dan lain-lain. Implikasi dari teori kelangkaan
ini adalah para pembuat keputusan di bidang PSDM misalnya dalam pengembangan kinerja,
perencanaan SDM, pendidikan & pelatihan dan lainnya harus memperhitungkan terjadinya
nilai tambah yang optimal dengan pengorbanan sumber-sumber daya yang selayaknya, hal
tersebut dapat dilakukan oleh para pembuat keputusan dengan memisahkan hal-hal yang
berguna dan tidak berguna dalam pemakaian sumber-sumber daya, secara ringkas para
pembuat keputusan harus bekerja secara efisien dan efektif jika mereka tidak ingin kehilangan
sumber-sumber daya yang mereka miliki secara sia-sia.
Teori Sumber Daya Berkelanjutan (Sustainable Resource Theory)
Teori ini mirip dengan Teori Kelangkaan Sumber, kecuali pada satu hal, yaitu fokus
pada jangka panjang. Teori ini membahas bahwa sumber-sumber daya yang terbatas harus
dipertahankan untuk kelanjutan kehidupan manusia, untuk itu manusia perlu
mengembangkan berbagai cara agar sumber daya tersebut dapat dipertahankan selama
mungkin. Dalam kerangka mempertahankan sumber-sumber daya ini, Thurow (1993)
mengatakan “di masa depan mempertahankan sumber daya akan bergantung pada proses
teknologi dan produk teknologi yang baru”. Secara singkat organisasi masa depan tergantung
pada kekuatan otak dan pikiran manusia. Implikasi teori ini adalah manusia dalam organisasi
tidak dapat dan tidak boleh lagi dikatakan hanya sebagai faktor produksi semata.
Teori Modal Manusia (Human Capital Theory)
Apakah yang dimaksud dengan human capital atau modal manusia itu? Apakah modal
manusia berarti eksploitasi manusia dengan menggunakan modal yang dimiliki organisasi?
Saudara Mahasiswa, kita akan bahas teori Modal Manusia ini pada bagian khusus tentang
human capital.
137
Selain menyerap ketiga teori dari ekonomi di atas, disiplin ilmu Pengembangan SDM
juga menyerap teori-teori lain dari ilmu ekonomi. Teori-teori tersebut antara lain:
Teori Penawaran dan Permintaan (Supply and Demand Theory)
Untuk memahami teori penawaran dan permintaan berikut adalah penjelasan teori
tersebut sebagai berikut.
1. Hukum atau Teori Permintaan (Demand)
Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu komoditas (barang atau jasa)
meningkat atau naik, maka jumlah permintaan menurun.
2. Hukum atau Teori Penawaran (Supply)
Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu komoditas (barang atau jasa)
meningkat atau naik, maka jumlah penawarannya akan meningkat.
Kedua teori ini diserap menjadi teori pengembangan SDM dan implikasinya pada
pengembangan SDM dapat kita lihat pada berbagai kegiatan organisasi, misalnya pada
kegiatan pendidikan dan pelatihan. Jika organisasi “menawarkan” pelatihan dan
pengembangan di mana hal tersebut dapat mempengaruhi posisi mereka dalam organisasi
(misalnya pelatihan merupakan salah satu syarat untuk menduduki suatu jabatan), maka
“permintaan” dari karyawan untuk mengikuti pelatihan tersebut akan meningkat karena
mereka melihat pelatihan sebagai “harga” untuk mendapatkan posisi menjadi murah.
Sebaliknya jika pelatihan tersebut dipandang tidak memiliki nilai tambah (added value) bagi
posisi mereka dalam organisasi atau bahkan dianggap dapat mengancam posisi mereka
(misalnya ada risiko mutasi jika tidak lulus dalam pelatihan tersebut), maka permintaan untuk
mengikuti program tersebut akan “menurun” karena “harga” mengikuti program tersebut
menjadi “mahal”.
Teori ini juga seperti yang disarankan oleh Wright, McMahan, dan McWilliams dapat
digunakan oleh organisasi untuk menaikkan daya saing jika organisasi mampu membuat SDM
mereka menghasilkan barang/jasa yang memiliki 4 (empat) kriteria yaitu 1) jarang 2) sulit ditiru
3) berharga, dan 4) tidak ada penggantinya.
Teori Elastisitas Harga Permintaan (Price Elasticity of Demand Theory)
Teori ini adalah perluasan dari hukum atau teori permintaan (demand) yang
mengatakan bahwa menurunnya harga suatu barang akan meningkatkan permintaan, sedang
teori Elastisitas Harga Permintaan ini mengukur seberapa besar jumlah permintaan tersebut
berubah seiring perubahan harga.
Permintaan suatu komoditas dikatakan elastis bila jumlah permintaan berubah banyak
karena harga berubah, sedangkan permintaan suatu komoditas dikatakan inelastis apabila
jumlah permintaan hanya mengalami sedikit perubahan ketika harga naik. Contoh dari
komoditas yang elastis adalah barang-barang mewah, sedangkan komoditi yang inelastis
adalah sembako seperti beras.
Penggunaan teori elastisitas permintaan ini dalam pengembangan SDM dapat kita
lihat dalam hal-hal seperti seberapa elastiskah permintaan untuk pelatihan jika biaya pelatihan
tersebut meningkat. Apakah frekuensi pelatihan perlu diturunkan banyak masalah biaya, dan
kemudian diganti dengan kegiatan alternatif pelatihan yang lebih murah, misalnya dengan on-
the- job training (OJT)? Jika ya, maka berarti pelatihan tersebut bersifat inelastis. Contoh lain
138
misalnya, apabila biaya kunjungan Departemen SDM ke daerah- daerah untuk program-
program pelatihan meningkat, apakah kunjungan- kunjungan itu akan dihilangkan atau
dikurangi dan diganti dengan penanganan oleh departemen SDM setempat atau konsultan
dari daerah tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini akan mengukur seberapa besar elastisitas
dari kegiatan tersebut.
Teori Biaya Peluang (Opportunity Cost Theory)
Saudara mahasiswa, perhatikan kembali contoh elastisitas tersebut di atas, ketika
harus memilih apakah mengadakan pelatihan atau mencari kegiatan alternatif pengganti
pelatihan, maka yang bekerja dalam pikiran kita adalah konsep biaya peluang (opportunity
cost). Jika biaya yang nyata untuk pelatihan tersebut saja misalnya Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk 25 orang peserta untuk program pelatihan yang berlangsung selama 3 hari,
kemudian perlu disiapkan pula biaya transportasi dan biaya perjalanan untuk peserta maka
akan terlihat berapa penghematan nyata yang dapat dilakukan jika pelatihan tidak diadakan
tetapi diganti dengan kegiatan lain di tempat kerja, penghematan ini juga akan semakin besar
jika dihitung pula hilangnya kesempatan karyawan menghasilkan barang/jasa selama ia
mengikuti pelatihan. Saudara mahasiswa inilah yang dimaksudkan dengan biaya peluang
tersebut.
Saudara mahasiswa, dengan demikian biaya peluang adalah nilai dari suatu peluang
yang terdahulu sebagai bentuk dari partisipasi dalam suatu proyek dan intervensi tertentu.
Dengan memilih arah tertentu dari suatu tindakan di antara alternatif-alternatif yang ada,
seseorang dimungkinkan dapat memilih peluang yang ditawarkan dari suatu alternatif. Teori
Sumber Daya Manusia melibatkan perhitungan biaya peluang pada beberapa tingkatan dari
kegiatan PSDM.
Pada level individual, keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan SDM, khususnya
dalam jam kerja akan menimbulkan perhitungan biaya peluang sehubungan dengan
hilangnya produktivitas dalam bekerja. Perhitungan biaya peluang ini merupakan warisan
tradisional yang sering dijadikan alasan oleh manajemen untuk tidak atau kurang mendukung
beberapa bentuk kegiatan dari pengembangan SDM. Perhitungan biaya peluang lainnya yang
serupa melibatkan pada kelompok atau tingkat departemen ketika kegiatan kerja lebih
didahulukan dari pada berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan SDM. Pada tingkatan
organisasi, nilai dari perhitungan biaya peluang juga dimungkinkan menjadi tinggi.
Saudara mahasiswa, jika manajemen melihat semua kegiatan pengembangan SDM
hanya dengan analisis biaya peluang maka dapat dipastikan kegiatan-kegiatan
pengembangan SDM akan menurun dan tidak dapat berjalan, mengapa karena biaya peluang
melihat kegiatan pengembangan SDM dalam jangka pendek yang menimbulkan biaya,
padahal kegiatan pengembangan SDM banyak yang bersifat jangka panjang karena kegiatan
pengembangan SDM merupakan investasi pada manusia (human invesment) sehingga tidak
tepat bila pengeluaran pengembangan SDM hanya dilihat sebagai biaya, dan tidak melihat
manfaatnya dalam jangka panjang.
Teori Agensi (Agency Theory)
Saudara mahasiswa, Levinthal (1988), mengemukakan bahwa teori agensi merujuk
pada perilaku dari prinsipal (pemilik) yang melakukan pengawasan kinerja dari agen-agennya
(karyawan) dan menggunakan insentif agar karyawan bekerja mencapai tujuan yang
139
merupakan kepentingan pribadi pemiliknya. Dengan demikian keleluasaan dalam arah dan
tingkatan investasi sumber daya manusia, lebih dikarenakan pemilik ingin perusahaannya
meningkat dan bukan karena tujuan dasar dari sumber daya manusia itu.
Kondisi ini mengakibatkan konflik di antara karyawan (karena pemilik menjadi pilih
kasih dan kurang adil) yang pada dasarnya harus bekerja sama. Konflik dan tekanan yang
dialami karyawan ini pada akhirnya mengakibatkan banyak karyawan keluar dan pindah ke
perusahaan lain.
TEORI PSIKOLOGI
Saudara mahasiswa, PSDM menggunakan teori-teori yang berasal dari disiplin
psikologi sebagai modal dasar yang penting dalam mempengaruhi kondisi psikologis
(kejiwaan) seseorang untuk memperbaiki kinerja. Psikologi itu sendiri oleh Passmore (1997),
didefinisikan sebagai ilmu tentang kelakuan atau prilaku dan proses mental dari manusia dan
hewan. Dengan demikian fokus perhatian dari psikologi pengembangan SDM adalah perilaku
manusia dalam organisasi.
Saudara mahasiswa, seperti halnya pada teori ekonomi, maka dalam teori psikologi
ini pun terdapat tiga perspektif teori psikologi yang digunakan dan diintegrasikan dalam disiplin
ilmu pengembangan SDM, yaitu:
Psikologi Gestalt
Fokus pada kondisi bahwa manusia tidaklah melihat rangsangan atau stimulus secara
sepotong-sepotong, tetapi melihatnya sebagai satuan utuh bentuk arti tertentu. Teori Gestalt
meyakini bahwa setiap orang mendapatkan sesuatu dari pengalamannya pada dunia dalam
arti yang luas. Berdasarkan teori Gestalt ini maka psikologi pengembangan SDM pada
dasarnya harus dapat menerangkan apa tujuan dari kontribusi individu, proses bekerja yang
dilakukan dan atau tujuan/ harapan pimpinan organisasi dari diri karyawan.
Psikologi Perilaku
Psikologi perilaku menjelaskan pada kita apa yang dapat kita “tangkap atau artikan
dari sebuah perilaku” dengan demikian psikologi tingkah laku menunjukkan bahwa “perilaku”
dapat dipelajari. Psikologi tingkah laku ini juga menjelaskan bahwa perilaku adalah respons
satu-satunya yang dapat ditunjukkan secara nyata oleh seseorang tentang kapasitasnya,
pengalamannya dan kemampuan kerja yang dimilikinya. Terdapat beberapa model Psikologi
Tingkah laku yaitu sebagai berikut.
Psikologi Perilaku: Model S - R (Stimulus & Response)
Model ini menyatakan bahwa perilaku adalah sejumlah respons dari seseorang yang
dapat diamati bila ia mendapat stimuli (rangsangan). Respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan bersifat mekanis, spontan, dangkal dan berlangsung cepat, Perubahan yang
ditimbulkan oleh stimuli tidak tahan lama, sehingga jika kita ingin respons tersebut berulang
maka stimuli harus diberikan lagi. Jika stimuli diberikan terus menerus dan dalam dosis yang
140
meningkat maka hal tersebut akan menjadi rutin dan akan menghilangkan respons yang
sebenarnya dikehendaki. Implementasi model S - R ini dalam PSDM terlihat pada insentif
dalam sistem kompensasi, juga pada sistem reward & punishment.
Psikologi Perilaku: Model C - R (Challenge & Response)
Model ini menyatakan bahwa perilaku adalah respons terhadap suatu tantangan.
Kondisi lingkungan dan perubahan-perubahannya merupakan tantangan bagi manusia.
Tekad untuk menaklukkan tantangan tersebut merupakan kekuatan pembentuk perilaku.
Walaupun model ini mempunyai kelemahan yaitu kesempatan & kemampuan setiap orang
dalam menghadapi tantangan tidak sama, namun pengembangan SDM tetap
memerlukannya.
Pemakaian model ini dalam pengembangan SDM terlihat pada penetapan target-target yang
dibebankan pada individu-individu maupun kelompok dalam organisasi.
Psikologi Perilaku: Model M - B (Motivation & Behavior)
Jika model S-R dan model C-R, menyatakan bahwa perilaku adalah respons atas
rangsangan dari luar, maka model M-B menunjukkan pembentukan perilaku terjadi karena
adanya dorongan dari dalam diri manusia itu sendiri. Contoh model ini adalah teori kebutuhan
dari Maslow, teori motivasi dari David McCleland yang menyatakan terdapat tiga jenis motivasi
yang penting bagi individu dan bagi PSDM yaitu Need for Achievement (N.Ach = motivasi
berprestasi), Need for Affilation (N.Aff = motivasi persahabatan), dan Need for Power (N.Pow
= motivasi kekuasaan) serta teori dua faktor dari F. Herzberg yang menyatakan adanya
perbedaan antara satisfier/motivational factor and dissatisfier/higienic factor (faktor
kepuasan/motivasi dan faktor ketidakpuasan/pemelihara) dalam kerja.
Berdasarkan psikologi perilaku ini maka psikologi pengembangan SDM harus dapat
mengembangkan pengetahuan dan keahlian agar individu dapat berkontribusi, menjalankan
proses bekerja yang seharusnya dan kepemimpinan organisasi.
Model VEI = M (Valence, Expectancy, Instrumentality = Motivation)
Model ini menyatakan bahwa motivasi yang merupakan pembentuk perilaku
merupakan produk dari tiga faktor, yaitu Valence, Expectancy, Instrumentality.
Valence menunjukkan seberapa kuat keinginan seseorang untuk memperoleh suatu reward,
misalnya jika yang paling diinginkan seseorang pada satu waktu tertentu adalah promosi
maka baginya promosi menduduki valence tertinggi. Expectancy menunjukkan probabilitas
keberhasilan kerja (probabilitas ini berskala 0 s/d 1), dan Instrumentality yang juga berskala 0
s/d 1 menunjukkan kemungkinan diterimanya reward bila berhasil dalam kerja. Model ini
menunjukkan bahwa PSDM harus memastikan bahwa E dan I tidak bernilai nol agar
seseorang dapat tumbuh motivasinya.
Psikologi Kognitif
Psikollogi Kognitif oleh Tolman (1923) disebut dengan istilah purposive-
behaviourisme. Purposive Behaviorisme merupakan penggabungan antara teori Gestalt dan
141
psikologi tingkah laku. Purposive Behaviourism, menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya
diarahkan oleh sebuah tujuan. Dengan demikian perilaku seseorang sebagai yang kita lihat
adalah sesuatu yang disengaja dan bersifat luas karena diarahkan untuk mencapai tujuan.
Hal yang terkait dengan psikologi kognitif dan yang tercakup dalam Purposive Behaviorusim,
meliputi perbedaan pengendalian, moda kawasan berpikir, peta berpikir, belajar berdasarkan
analogi, menghilangkan kecanggungan dalam belajar, penyusunan struktur, proses informasi,
memori jangka pendek dan panjang dan kepandaian yang dibuat. Berdasarkan Psikologi
Kognitif ini maka psikologi pengembangan SDM harus mengembangkan harmonisasi antara
tujuan organisasi yang akan dicapai dengan tujuan-tujuan individu (yang ditunjukkan melalui
tingkah laku), proses bekerja yang dilakukannya dan kepemimpinan organisasi.
Saudara mahasiswa, berdasarkan tiga teori psikologi pengembangan SDM di atas,
maka Richad A Swanson menunjukkan teori Psikologi pada disiplin Pengembangan SDM
meliputi bidang-bidang kajian yang luas di antaranya teori belajar, motivasi manusia, proses
informasi, kedinamisan kelompok dan teori-teori dasar psikologi yang berhubungan dengan
bagaimana kita membuat keputusan, dan berprilaku dalam organisasi.
Pakar lain yaitu Barry M. Staw (1991) yang dikutip oleh Taliziduhu Ndraha (2002)
menyatakan terdapat tujuh dimensi psikologi prilaku manusia dalam lingkungan organisasi
yaitu sebagai berikut.
1. Individual performance, yang meliputi pembahasan tentang motivasi kerja; dorongan
(drives), kebutuhan (needs), dan dampak (outcomes) yang diharapkan subyek atau
pelaku.
2. People ’s Emotions and Their Consequences, meliputi pembahasan tentang emosi atau
kepuasan kerja (job satisfaction).
3. Sosial and Self Perseption, meliputi pembahasan tentang sisi kognitif manusia, persepsi
seseorang terhadap orang lain dan peran informasi dalam membentuk persepsi tentang
sesuatu hal.
4. Social Influence, meliputi pembahasan tentang pengaruh lingkungan sosial terhadap
prilaku seseorang sehingga prilaku tertentu terbentuk melalui proses, mengikuti, meniru,
menganut dan atau menaati.
5. Decision Making, meliputi pembahasan tentang pengambilan keputusan sehubungan
dengan kondisi informasi, kondisi pengolahan dan kondisi mental seseorang di saat
penetapannya.
6. Creativity and innovation in Organization, meliputi pembahasan tentang kondisi sosial
yang mendorong atau menghambat kreativitas manusia dan bagaimana seharusnya
organisasi disusun, agar organisasi tersebut menjadi inovatif.
7. Organizational Effectiveness, meliputi pembahasan tentang perlunya organisasi jeli
melihat peluang di mana energi digunakan dan sumber- sumber dialokasikan, organisasi
di satu pihak harus responsif dan adaptif terhadap situasi dan perubahan, namun di sisi
lain organisasi harus berperan mengubah atau memelihara perilaku lingkungan.
TEORI SISTEM
Saudara mahasiswa, kata sistem adalah bahasa Inggris yang bila kita terjemahkan
dalam bahasa Indonesia berarti aturan atau keberaturan, maka secara singkat dapat kita
katakan teori sistem adalah aturan tentang teori. Yura dan Walsh (1978) mengatakan bahwa
teori sistem harus dapat menjelaskan tentang definisi, tujuan, isi dan proses. Dengan
demikian jika kita katakan pengembangan SDM adalah sebuah teori sistem maka ia harus
142
mampu menjelaskan tentang definisi, tujuan, isi dan proses serta mana yang menjadi sistem
(utama) dan mana yang menjadi subsistem dari pengembangan SDM tersebut. Pengertian
lain tentang teori sistem dikemukakan para ahli sebagai berikut.
1. Passmore (1997): Teori sistem merupakan ilmu yang relatif masih muda, yang dibuat
berdasarkan pengumpulan konsep-konsep umum, prinsip- prinsip, alat-alat masalah dan
metode-metode yang dihubungkan dari beberapa macam sistem.
2. Anatol Rapoport: Teori sistem merujuk pada serangkaian pernyataan mengenai hubungan
di antara variabel dependen dan independen yang diasumsikan berinteraksi satu sama
lain. Artinya perubahan dalam satu atau lebih dari satu variabel bersamaan atau disusul
dengan perubahan variabel lain atau kombinasi variabel.
3. Muktahar (1999): Suatu entity yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Baridwan (1998): Suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan dan
disusun sesuai dengan skema yang menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau
fungsi utama.
Saudara mahasiswa, dari paparan tentang teori sistem di atas, dapatlah kita tarik suatu
kesimpulan bahwa pengembangan SDM adalah teori sistem, karena di dalam PSDM terdapat
suatu entity yang terdiri dari dua atau lebih variabel, baik variabel dependen maupun
independen. Variabel-variabel ini berasal dari pengumpulan konsep-konsep umum, prinsip-
prinsip, alat-alat masalah dan metode-metode dari beberapa macam sistem yang disusun
dengan skema yang menyeluruh sehingga saling berinteraksi untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan atau fungsi-fungsi utama untuk mencapai tujuan tertentu.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah teori sistem pengembangan SDM ini tidak
akan berubah lagi? Mungkinkah dapat dimasukkan sistem lain di luar yang sudah ada
sekarang dalam teori sistem pengembangan SDM? Untuk menjawab hal ini kita akan melihat
apakah dalil-dalil atau teori-teori inti yang kerangka terbentuknya teori sistem pengembangan
SDM.
Secara spesifik terdapat tiga perspektif teori sistem yang dipakai untuk membangun
teori sistem pengembangan yaitu: 1) Teori Sistem Umum (General System Theory); 2) Teori
Kekacauan (Chaos Theory); 3) Teori Masa Depan (Future Theory).
General System Theory (Teori Sistem Umum)
Teori sistem umum adalah suatu model yang dikembangkan oleh Von Bertalanffy
(1968) dan diterapkan oleh Putt (1978). Teori ini menganjurkan analisa pada semua bagian
dari sistem, hubungan di antara bagian-bagian dari sistem, begitu juga tujuan, keyakinan dan
tugas-tugas dari sistem. Lebih lanjut Von Bertalanffy menyatakan terdapat dua jenis utama
dari sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka, sebagai cara untuk mengonseptualisasi
dunia dan jagat raya.
Sistem Tertutup berakhir apabila sejumlah kebutuhan telah dipenuhi. Pada sistem
tertutup, hasil lanjutannya dapat diduga secara tepat. Sebuah contoh dari suatu sistem
tertutup adalah persamaan kimiawi. Jika air (H2O) ditambahkan pada garam (NaCl), seorang
ahli kimia dapat memperkirakan dan menjumlahkan apa yang akan terjadi secara tepat yaitu
air ditambah pecahan dari ion sodium dan klorida sehingga persamaan keseimbangannya
adalah NaCl + H2O = H2O + Na + + Cl.
Sistem Terbuka tidak mempunyai jumlah yang pasti dan tidak dapat pula diperkirakan
secara pasti. Manusia merupakan sistem terbuka karena meskipun seseorang dapat
143
menghabiskan sejumlah besar waktunya untuk menemukan harta, kepribadian, keinginan dan
harapannya, namun akan selalu ada hal yang tidak diketahui. Dengan demikian teori sistem
pengembangan SDM tidaklah mungkin menggunakan suatu sistem tertutup, teori sistem
pengembangan SDM harus menggunakan sistem terbuka karena faktor M (manusia) yang
melekat pada pengembangan SDM itu sendiri. Terdapat empat hal yang menjadi karakteristik
atau ciri sistem terbuka yaitu:
a. Suatu sistem adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya
Dengan perkataan lain, suatu sistem tersusun dari semua orang dan benda-benda di
dalamnya, tetapi sistem campuran ini mengandung lebih daripada unsur-unsur pokoknya.
Campuran ini memiliki sebuah karakter sendiri, terdiri dari bagian-bagian tetapi berbeda dari
bagian-bagian tersebut. Sistem atau kelompok ini menjadi ”saya” atau orang pertama, dan
bukan orang-orang serta benda-benda di dalam sistem itu. Contoh lain dari asumsi pertama
adalah menunjuk sepuluh orang dalam sebuah kelompok dan kepada setiap orang diberikan
kisaran energi yang berbeda-beda, mulai dari 1 (jumlah energi terendah) sampai 10 (jumlah
energi tertinggi). Jika penugasan diberikan kepada satu orang dari kelompok untuk
menggunakan 10 unit energi dan pergi ke suatu jalan bebas hambatan dan menghentikan lalu
lintas dari kedua arah dari jam 08.00 sampai 08.30 pagi, apakah orang ini akan berhasil?
Mungkin saja, tetapi kemungkinan besar ia tidak akan berhasil. Jika penugasan diberikan
kepada sepuluh orang untuk mengerjakan hal yang sama di tempat yang sama tetapi bekerja
secara mandiri. Maka akan terdapat 100 unit energi bekerja untuk satu tujuan. Kesepuluh
orang tersebut akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berhasil daripada satu orang
saja. Berikan penugasan yang sama kepada sepuluh orang, tetapi instruksikan mereka agar
bersama-sama menjadi suatu organisasi dan merencanakan suatu strategi untuk
menjalankan tugas yaitu, untuk bekerja bersama sebagai suatu kelompok/organisasi dalam
mencapai tujuan. Kesempatan organisasi untuk berhasil akan jauh lebih besar daripada
kesempatan untuk berhasil baik dalam penugasan tunggal atau penugasan di mana
kesepuluh orang telah bekerja secara individual. Dengan adanya organisasi yang berfungsi
secara sempurna, jumlah energi yang terkandung dalam organisasi tidak semata-mata 10 kali
10 atau 100 unit. Jumlah energi adalah 10 kali 10 pangkat 10 (1010) atau 100.000.000.000
unit energi karena interaksi di antara setiap kombinasi orang-orang dalam organisasi
memancarkan energi ke arah pencapaian tujuan. Maka, suatu organisasi orang yang bekerja
bersama mengarah ke tujuan yang sama merupakan tugas utama pengembangan SDM.
b. Suatu sistem selalu berubah
Hilangnya satu anggota atau satu bagian dari sebuah sistem atau masuknya satu
anggota atau sebuah perangkat dapat mengubah sistem. Pada skala yang lebih kecil, lintasan
waktu juga mengubah suatu sistem. Karena manusia terus-menerus belajar dari
lingkungannya dan kemudian berubah bersama lingkungannya, maka orang selalu berbeda
pada setiap titik waktu. Meskipun suatu organisasi dapat terdiri dari unsur pokok yang sama,
organisasi juga selalu berubah karena unsur pokok selalu berubah. Teori sistem
pengembangan SDM yang efektif harus memberikan kesempatan untuk pertumbuhan
organisasi (atau kemunduran) yang dicerminkan dalam tujuan-tujuan organisasi dan strategi-
strategi yang terbaik untuk mencapai tujuan. Proses ini membutuhkan pengkajian organisasi
secara terus-menerus.
c. Suatu sistem memiliki batasan-batasan yang dirumuskan dalam tujuan sistem
Suatu organisasi adalah suatu sistem. Semua manusia dan sumber daya material dari
organisasi ini adalah bagian-bagian dari sistem. Dan sebenarnya, masyarakat di mana
organisasi ini berada juga dapat dianggap sebagai sebuah suprasistem. Jagat raya adalah
144
sistem terluar kita yang absolut, sejauh batasan pengetahuan manusia. Semua yang terjadi
di dalam dunia masuk ke dalam sub-subsistem. Satu sistem selalu terkait dengan atau
merupakan bagian dari keseluruhan sistem yang lebih luas.
Pemecahan masalah membutuhkan batasan-batasan yang jelas. Misalnya, dalam
meningkatkan kualitas pelayanan organisasi, subsistem masyarakat memang penting tetapi
tidak sepenting tim pelayanan organisasi tersebut. Batasan-batasan dapat ditentukan dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan "Apa dan siapa unsur-unsur penting dari sistem yang lebih
besar yang akan menimbulkan efek yang paling langsung pada penyelesaian terhadap suatu
masalah yang ditemui? Jawabannya menjadi sistem untuk masalah itu. Dengan demikian,
setiap sistem adalah unik untuk setiap masalah; apalagi mengingat sumber daya manusia
dan materi yang tersedia pada saat dan tempat tertentu. Sistem yang mempunyai tujuan
meningkatkan kualitas pelayanan pada suatu organisasi tertentu mungkin tidak merupakan
sistem yang sama pada organisasi lain atau pada waktu lain di organisasi yang sama. Asumsi
kedua ini mengharuskan teori sistem PSDM memiliki konsep dan metode untuk pemecahan
masalah.
d. Sistem harus mengarah pada suatu tujuan
Asumsi ini timbul langsung dari asumsi terdahulu. Begitu masalah atau tujuan
ditetapkan, batasan dari suatu sistem dapat ditentukan. Suatu sistem yang tidak bertujuan,
tidak memiliki alasan untuk hadir, tidak ada motivasi untuk berfungsi dan tidak ada pemicu
untuk berhasil.
Keempat asumsi di atas harus menjadi pedoman bagi teori sistem pengembangan SDM untuk
menyatakan masalah-masalah atau tujuan-tujuan pengembangan SDM, untuk menentukan
sistem yang paling bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan, dan untuk memahami
bagaimana organisasi bekerja sebagai satu kesatuan sehingga menjadi efektif dalam
pencapaian tujuan.
Chaos Theory (Teori Kekacauan)
Teori kekacauan adalah “studi kualitatif dari kebiasaan yang tidak stabil yang terjadi
tidak secara berkala dalam memastikan sistem yang tidak secara lurus dinamis.
Perkembangan Teori ilmu pengetahuan ini melalui penemuan yang rumit dan hasil tidak
disengaja/diprediksi yang pada kenyataannya tidak acak tetapi dapat dimungkinkan dalam
sistem yang sensitif kepada kondisi awalnya. Kebiasaan yang telah diasumsikan menjadi acak
dalam sistem untuk setiap tipe pada kenyataannya ditemukan mengikat dan bekerja dalam
susunan yang dapat di ketahui. Sekarang telah diketahui secara luas bahwa adanya
kemampuan dalam sistem yang pada akhirnya mengatur dirinya sendiri secara berbeda tapi
dalam susunan yang sama. Hasil dari susunan kualitatif yang tersembunyi sering kali
dinamakan kekacauan nyata, parah, atau aneh. Tujuan dari Teori kekacauan ini adalah untuk
memahami keacakan dari susunan ini dan agar para kita dapat menemukan dan belajar
kebiasaan dari kekacauan tersebut.
Secara singkat Gloick, (1987) merumuskan Chaos is a science of process rather than
a state, of becoming rather than of being. Hal ini dapat kita artikan teori kekacauan adalah
ilmu pengetahuan yang sedang berproses, dan bukan ilmu yang sudah jadi, teori kekacauan
bicara tentang hal yang akan datang, bukan sesuatu yang sudah ada atau yang sudah lewat.
Gloic juga mengatakan, teori kekacauan bertujuan semata-mata sebagai pengetahuan
tentang fenomena yang tidak sistematik, dan yang tidak mengikuti aturan yang telah ada.
Kekacauan harus dilihat sebagai kesempatan untuk mengubah keadaan yang ada menjadi
145