hingga keterbatasan waktu untuk melakukan persiapan. Meskipun
demikian, salah satu kesimpulan dari RDPU tersebut adalah Sirekap
hanya merupakan uji coba dan alat bantu penghitungan dan rekapitulasi
suara, serta untuk publikasi.
Transparansi proses dan hasil perolehan suara merupakan salah
satu kelebihan utama dari pemanfaatan teknologi informasi dalam
tahapan rekapitulasi perolehan suara. Melalui publikasi perolehan
suara melalui Sirekap, Pemilih, peserta, saksi peserta, pengawas dan
pemantau Pemilihan dapat dengan mudah mengakses hasil perolehan
suara yang termuat dalam formulir Model C.Hasil-KWK dari setiap TPS.
Pada sisi lain, data ini juga bisa dijadikan pembanding dan alat kontrol
bagi Penyelenggara Pemilihan sendiri terhadap proses rekapitulasi suara
manual berjenjang yang menjadi rujukan utama penentuan hasil akhir
perolehan suara Pemilihan.
Pada aspek sosialisasi, setidaknya pemetaan terhadap jenis
sosialisasi, subjek atau sasaran yang akan menjadi sosialisasi, media
untuk melakukan sosialisasi hingga evaluasi terhadap sosialisasi yang
dilakukan menjadi bahan untuk mengukur capaian sosialisasi yang
dilakukan pada Pemilihan Tahun 2020.
1. Sosialisasi dan Teknis Tata Cara Penggunaan Hingga Pemanfaatan
Data Teknologi Informasi Sirekap
Sosialisasi terhadap penggunaan Sirekap tidak hanya ditujukan
untuk memberikan informasi bahwa pada Pemilihan Tahun 2020 akan
menggunakan teknologi Sirekap, tetapi juga bertujuan untuk memberikan
keyakinan dan kepercayaan kepada masyarakat, partai politik dan
pasangan calon bahwa Sirekap mampu dan dapat digunakan. Sosialisasi
juga dapat mengoptimalkan peran pemanfaatan open data dari Sirekap.
Meskipun penggunaan Sirekap sebagai sarana publikasi dan sebagai
alat bantu rekapitulasi baru diputuskan pada 12 November 2020 dalam
RDPU/konsultasi antara Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan Pemerintah,
KPU telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat, partai politik dan
paslon. Hal ini bertujuan agar publik lebih dahulu mengetahui Sirekap
sebelum akhirnya betul-betul diputuskan.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 83
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Sosialisasi yang dilakukan oleh KPU untuk memperkenalkan
teknologi Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020 dilakukan dengan berbagai
hal seperti melakukan uji coba, simulasi hingga pemantapan yang
dilakukan Pemilihan serentak tahun 2020. Hal tersebut bertujuan agar
masyakarat mengetahui tentang Sirekap, cara kerja dan pemanfaatan
dari teknologi Sirekap. Berikut merupakan lampiran penggunaan Sirekap
pada Pemilihan Serentak Tahun 2020 :
Tabel 17. Kegiatan Sosialisasi Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
1 Persiapan Ujicoba Pengisian Formulir Sirekap 6-7 Januari 2020
2 Rapat Koordinasi Sirekap Dengan Bawaslu 5 Februari 2020
3 Ujicoba Sirekap 25 Agustus 2020
4 Ujicoba Sirekap Bandung 9 September 2020
5 Simulasi Sirekap Depok 16-18 September 2020
6 Ujicoba Penggunaan Sirekap di Tingkat TPS 23-24 Oktober 2020
7 Ujicoba Penggunaan Sirekap di Tingkat TPS 23-25 Oktober 2020
8 Simulasi Nasional Sirekap 24-26 November 2020
9 Pemantapan Nasional I 29 November-1 Desember 2020
10 Pemantapan Nasional II 5-7 Desember 2020
Setidaknya terdapat 10 kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh
KPU untuk memperkenalkan Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020. Jika
mengacu pada waktu pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan di atas,
setidaknya terdapat tujuh kegiatan sosialisasi yang dilakukan sebelum
ada kepastian apakah Sirekap akan digunakan pada Pemilihan Tahun
2020 dan sejauh mana aspek penggunaannya. Ketujuh aspek tersebut
adalah kegiatan persiapan uji coba pengisian Formulir Sirekap; rapat
koordinasi Sirekap dengan Bawaslu; uji coba Sirekap di Jakarta, uji coba
Sirekap di Bandung, simulasi Sirekap di Depok, uji coba penggunaan
Sirekap di tingkat TPS, dan uji coba penggunaan Sirekap di tingkat TPS.
Sedangkan 3 kegiatan lainnya dilaksanakan setelah adanya kepastian
pasca RDP, yaitu simulasi Nasional Sirekap, pemantapan nasional I dan
pemantapan nasional II.
84 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Metode sosialisasi yang dilakukan oleh KPU melalui uji coba, simulasi
hingga pemantapan dapat dikatakan cukup, namun untuk memperluas
penyebaran informasi terkait penggunaan teknologi Sirekap, media sosial
juga dituntut untuk aktif menyebarluaskan informasi terkait Sirekap. Tapi
perlu diketahui bahwa, informasi terkait penggunaan teknologi informasi
Sirekap di media sosial belum cukup masif dilakukan. Hal ini perlu dilihat
karena terdapat keputusan soal penggunaan Sirekap di Pemilihan 2020
diambil diwaktu yang tidak cukup untuk melakukan sosialisasi yang masif.
Awalnya Sirekap akan ditempatkan sebagai penggunaan utama
dalam rekapitulasi berjenjang hingga hasil resmi pada Pemilihan Tahun
2020. Namun, setelah kesepakatan dalam RDP di Komisi II DPR RI,
akhirnya penggunaan Sirekap disepakati sebagai uji coba. Meskipun
terjadi pergeseran tujuan awal penggunaan Sirekap. Hal ini cukup
diapresiasi oleh berbagai pihak, misalnya Komisi II DPR RI, Pemerintah,
Bawaslu dan Masyarakat Sipil yang mendukung penerapan Sirekap pada
Pemilihan Tahun 2020 sebagai uji coba dan open data.
Pemanfaatan data dari Sirekap sebagai open data juga dapat dilihat
dari penggunaan data hasil Sirekap yang diupload dan dipublikasikan
melalui Info Publik Pemilihan 2020 milik KPU yakni https://pilkada2020.
kpu.go.id. Misalnya saja pemanfaatan data untuk bukti di sengketa
hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020. Hal ini menunjukan bahwa
sosialisasi penggunaan Sirekap sebagai open data juga ternyata berhasil
dan bahkan dimanfaat oleh pasangan calon.
Sosialisasi perlu dilakukan dengan konsep dan peta jalan yang
jelas dengan beberapa prasyarat untuk mengoptimalkan. Pertama,
ketersediaan waktu yang cukup. Kedua, metode sosialisasi yang
beragam dan menjangkau seluruh kalangan. Dan Ketiga, sosialisasi
yang efektif dan masif.
Sosialisasi Kepastian Sosialisasi Simulasi dan
Teknologi Alur Penggunaan Lanjutan Ujicoba Sirekap
Foto Sirekap
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 85
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Pada tahap awal, sosialisasi Sirekap dapat dilakukan untuk
memperkenalkan apa itu Sirekap, fungsi dan kegunaan Sirekap hingga
kebutuhan Sirekap untuk kepemiluan. Setelah masyarakat, partai
politik dan paslon mengetahui tentang Sirekap, maka penyelenggara
dan stakeholder terkait harus segera memutuskan keberlanjutan dari
teknologi Sirekap apakah akan tetap digunakan atau tidak.
Setelah terdapat kepastian tentang penggunaan Sirekap, selanjutnya
adalah melaksanakan sosialisasi lanjutan, baik itu sosialisasi terkait
penggunaan Sirekap, sosialisasi regulasi dan sosialisasi pemanfaatan
data dari Sirekap. Pada tahap ini, penyebaran informasi bahwa Sirekap
akan tetap dilaksanakan menjadi kunci agar masyarakat, partai politik
dan pasangan calon agar jauh lebih mengetahui Sirekap. Bahkan
sosialisasi juga dilakukan sampai pada ketentuan atau regulasi yang
diubah untuk menyesuaikan Sirekap. Setelah sosialisasi lanjutan,
kemudian melakukan uji coba dan simulasi kepada masyarakat, partai
politik dan pasangan calon Pilkada.
2. Data Evaluasi Sirekap di Berbagai Daerah Terkait Sosialisasi
Evaluasi Sirekap telah dilakukan oleh KPU terhadap daerah-daerah
yang menyelenggarakan Pemilihan Tahun 2020. Evaluasi ini bertujuan
untuk melihat dan melakukan pemetaan terhadap kendala yang di hadapi
oleh daerah. Khusus pada aspek sosialisasi, evaluasi Sirekap melalui
kuesioner dilakukan terhadap pengguna di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hasil kuesioner yang dilakukan oleh KPU, berdasarkan data sampai
dengan 11 Januari 2021, pukul 08.30 WIB, setidaknya terdapat 582
respon. Pada aspek sosialisasi, terdapat dua hal yang ditanyakan.
Pertama, apakah KPU Kabupaten/Kota menyelenggarakan sosialisasi
Sirekap kepada Paslon, Parpol pengusung dan Pemantau Pemilu. Kedua,
metode sosialisasi seperti apa yang digunakan oleh KPU Kabupaten/
Kota dalam melaksanakan sosialisasi Sirekap.
Berdasarkan hasil kuesioner tersebut, setidaknya hampir seluruh
kabupaten/kota atau 89.2% melakukan sosialisasi atau pemberitahuan
tentang penggunaan Sirekap kepada Pasangan Calon, Partai Politik
pengusung, tim pemenangan, atau Pemantau Pemilu di daerah.
86 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Namun masih terdapat 10.8% yang tidak melakukan sosialisasi atau
pemberitahuan terkait dengan penggunaan Sirekap pada Pemilihan
Tahun 2020. Selain itu, sebagian besar metode sosialisasi yang dilakukan
oleh Kabupaten/Kota menggunakan pertemuan tatap muka (73%),
melalui media sosial (29.4%), melalui surat pemberitahuan (18.9%),
pemasangan Iklan di media massa, cetak atau elektronik (8.8%), dan
16.8% menggunakan metode lainnya.
Tabel 18. Hasil Kuesioner Aspek Sosialisasi di Tingkat Kabupaten/Kota
No Media Sosialisasi Jumlah Responden Prosentase
1 Pertemuan tatap muka 425 Responden 73%
2 Media Sosial 171 Responden 29.4%
3 Surat Pemberitahuan 110 Responden 18.9%
4 Media lainnya 98 Responden 16.8%
5 Iklan media massa, cetak atau elektronik 51 Responden 8.8%
Jika melihat data di atas, terlihat bahwa metode sosialisasi yang
dilakukan oleh KPU pengguna di Kabupaten/Kota masih bertumpu
pada pertemuan tatap muka. Hal ini dikarenakan anggaran sosialisasi
Sirekap dilekatkan dengan anggaran sosialisasi ataupun kegiatan yang
lain. Ke depan memang perlu cara-cara selain pertemuan tatap muka
untuk melakukan sosialisasi lebih masif lagi seperti pemasangan iklan di
media massa cetak atau elektronik, atau penyebarluasan bahan melalui
pamflet. Namun perlu diakui, sosialisasi ini memerlukan anggaran
tambahan yang juga perlu disesuaikan dengan kemampuan daerah.
Apalagi beban anggaran Pemilihan masih bertumpu pada APBD yang
alokasinya masih diutamakan untuk tahapan lain yang lebih krusial.
Pada penggunaan Sirekap tingkat provinsi, KPU juga melakukan
evaluasi melalui kuesioner. Hasilnya, berdasarkan data sampai dengan
11 Januari 2021, pukul 10.30 WIB, setidaknya terdapat 153 respon. Pada
aspek sosialisasi, terdapat dua hal yang ditanyakan seperti pada tingkat
Kabupaten/Kota, yaitu Pertama, apakah KPU provinsi menyelenggarakan
sosialisasi Sirekap kepada Paslon, Parpol pengusung dan Pemantau
Pemilihan. Kedua, metode sosialisasi seperti apa yang digunakan oleh
KPU provinsi dalam melaksanakan sosialisasi Sirekap.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 87
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Hasilnya, setidaknya hampir seluruh Provinsi (84.3%) melakukan
sosialisasi atau pemberitahuan tentang penggunaan Sirekap kepada
Pasangan Calon, Partai Politik pengusung, tim pemenangan, atau
pemantau Pemilu di daerah. Sisanya, 15.7% tidak melakukan sosialisasi
atau pemberitahuan terkait dengan penggunaan Sirekap pada Pemilihan
Tahun 2020. Jika dilakukan perbandingan dengan tingkat Kabupaten/
Kota, tingkat Provinsi sedikit lebih rendah dalam hal melakukan
sosialisasi kepada Paslon, Parpol pengusung, tim pemenangan atau
Pemantau Pemilu.
Sosialisasi yang dilakukan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
masih memiliki kekurangan. Hal tersebut disebabkan waktu yang kurang
cukup untuk melakukan sosialisasi. Keputusan penggunaan Sirekap,
regulasi Sirekap hingga petunjuk teknis dilakukan dalam waktu yang
sangat singkat. Penyelenggara di daerah juga memiliki tugas untuk
melaksanakan tahapan yang sedang berjalan dalam situasi pandemik
Covid-19. Ke depan, sosialisasi seharusnya dapat dilakukan jauh sebelum
tahapan ataupun hari pemungutan suara, sehingga memberikan waktu
yang cukup kepada penyelenggara di daerah untuk menyosialisasikan
penggunaan Sirekap. Selain itu, kreativitas atau metode sosialisasi
yang beragam juga menjadi tantangan bagi penyelenggara daerah
agar informasi soal penggunaan Sirekap dapat semakin diperluas dan
tersebar.
G. Kepastian Hukum dan Implementasi Regulasi
1. Aturan Penggunaan Sirekap di Undang-Undang
a. Rekapitulasi dalam Undang-Undang Pemilihan (Berjenjang)
Rekapitulasi penghitungan suara pada perhelatan Pemilihan
dilakukan secara manual dan berjenjang, sebagaimana diatur di
dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang-Undang, sebagaimana beberapa kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016, dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2020. Rekapitulasi dimulai dari tahap penghitungan suara di
88 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilakukan oleh Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setelah pemungutan suara
berakhir.28 Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung:29
a. jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan Salinan
daftar Pemilihan tetap (DPT) untuk TPS;
b. jumlah Pemilih dari TPS lain;
c. jumlah Pemilih yang menggunakan Kartu Tanda Penduduk
Elektronik (e-KTP), kartu keluarga, paspor, dan/atau identitas lain
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
d. jumlah surat suara yang tidak terpakai; atau
e. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak
atau keliru ditandai.
Ketentuan dalam undang-undang juga membuka kemungkinan
bagi penghitungan suara secara elektronik. Pada Pasal 98 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, diatur bahwa dalam hal
pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik, penghitungan
suara dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik.
Penghitungan suara dilakukan sampai dengan selesai di TPS
oleh KPPS dan dihadiri oleh saksi pasangan calon, pengawas
TPS, pemantau, dan masyarakat.30 Saksi pasangan calon harus
membawa surat mandat dari pasangan calon yang bersangkutan
dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS.31 Penghitungan suara
dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi pasangan calon,
panitia pengawas, pemantau, dan masyarakat yang hadir dapat
menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.32 Dalam
hal terdapat proses penghitungan suara yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, saksi pasangan calon yang
hadir dapat mengajukan keberatan kepada KPPS dan jika keberatan
dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.33
28 Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
29 Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
30 Pasal 98 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
31 Pasal 98 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
32 Pasal 98 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
33 Pasal 98 ayat (8) dan (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 89
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Segera setelah selesai penghitungan suara di TPS, KPPS
membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara
yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan paling sedikit 2
(dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh
saksi pasangan calon, pihak KPPS dan saksi pasanganan
calon yang menandatangani adalah pihak-pihak yang bersedia
menandatangani.34 Terakhir, KPPS wajib memberikan satu
eksemplar Salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan
suara kepada saksi pasangan calon, Pengawas Pemilihan
Lapangan (PPL), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia
Pemilihan Kecamatan (PPK) melalui PPS serta menempelkan
satu eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara pada tempat
pengumuman TPS selama tujuh hari.35
Sejak berlaku Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015,
rekapitulasi suara tidak lagi dimulai dari tingkat PPS, melainkan
di tingkat PPK di Kecamatan. Tingkatan yang mesti dilewati ialah
tingkat Kecamatan, tingkat Kabupaten/Kota, dan tingkat Provinsi.
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah pemungutan suara,
PPS wajib menyerahkan kepada PPK: a. surat suara pasangan
calon kepala daerah di tingkat Provinsi, Kota, dan Kabupaten dari
TPS dalam kotak suara tersegel; dan b. berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari TPS di wilayahnya.36
PPK merupakan pihak yang bertanggung jawab atas
rekapitulasi di tingkat Kecamatan. PPK membuat berita acara dan
sertifikat beserta kelengkapannya, melakukan rekapitulasi jumlah
suara untuk tingkat Kecamatan –yang dapat dihadiri oleh saksi
pasangan calon, panwas kecamatan, pemantau, dan masyarakat–
serta menjaga dan mengamankan keutuhan kotak suara.37
Selanjutnya, proses dilanjutkan ke KPU di tingkat Kabupaten/Kota
yang melakukan tugas selayaknya PPK di tingkat Kecamatan.38
Untuk proses Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, proses
34 Pasal 98 ayat (10) dan (11) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
35 Pasal 98 ayat (12) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
36 Pasal 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
37 Pasal 104 ayat (1) – (11) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
38 Pasal 105 ayat (1) – (9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015.
90 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
rekapitulasi dilanjutkan hingga ke tingkat provinsi dengan KPU
Provinsi sebagai penanggung jawab seluruh proses rekapitulasi.39
b. Rekapitulasi Elektronik di Undang-Undang Pemilihan (Syarat
Khusus)
Rekapitulasi hasil Pemilihan dengan menggunakan sistem
elektronik pada dasarnya belum memiliki pengaturan yang cukup
pada level peraturan perundang-undangan, khususnya dalam
undang- undang. Bahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum belum mengakomodir hal tersebut.
Rekapitulasi berjenjang yang diatur di dalam undang-undang ini
masih bersifat manual. Namun demikian, peluang penggunaan
sistem elektronik sejatinya telah terbuka dengan merujuk pada
Pasal 85 ayat (1) dan (2a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,
Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, serta
Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015. Kelima pasal tersebut mengatur sebagai berikut:
Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara:
a. memberi tanda satu kali pada surat suara; atau
b. memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara
elektronik.
Pasal 85 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan
Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat
berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.
Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara elektronik,
penghitungan suara dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik.
39 Pasal 106 dan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 serta Pasal 107 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2016
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 91
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Pasal 111 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
(1) Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilihan secara
manual dan/atau menggunakan sistem penghitungan suara secara
elektronik di atur Peraturan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah.
Merujuk pada kelima pasal tersebut, penggunaan sistem
elektronik dapat diadopsi pada tahap pemungutan suara dan
penghitungan suara. Pada tahap penghitungan suara, undang-
undang memberikan opsi dapat dilakukan secara manual dan/
atau elektronik, artinya memungkinkan untuk memilih salah satu
metode atau mengkombinasikan keduanya. Pasal tersebut juga
memberikan pesan bahwa penggunaan sistem elektronik mesti
mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah terhadap dua hal,
infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi
dan mudah. Pengaturan lebih lanjut tentang rekapitulasi suara,
baik berdasarkan penghitungan secara manual dan/atau secara
elektronik dituangkan dalam Peraturan KPU yang ditetapkan setelah
dikonsultasikan dengan Pemerintah.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 147/PUU-VII/2009, 30
Maret 2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah meletakkan dasar untuk menafsirkan
secara lebih ekstensif lagi tentang penggunaan sistem elektronik.
Ini merupakan putusan MK yang pertama kalinya menjadi rujukan
konstitusional pemungutan suara secara elektronik. Dalam putusan
ini, MK menafsirkan bahwa kata “mencoblos” dapat dimaknai
secara luas, yakni menggunakan proses pemungutan suara secara
elektronik (electronic voting/e-voting). Sebab menurut MK, mencoblos
merupakan sebuah metode yang sangat mungkin berkembang
mengikuti perkembangan zaman.40
Untuk menyokong penyelenggaraan pemungutan suara secara
elektronik, MK menggariskan prasyarat kumulatif yang mesti dipenuhi.
40 KoDe Inisiatif, Laporan Akhir Peraturan KPU (PKPU) terkait dengan Implementasi E-Rekap dan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020,
Jakarta: KoDe Inisiatif, 2020, hlm. 7
92 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Syarat tersebut terdiri atas: (1) tidak melanggar asas Pemilu jujur, adil,
langsung, umum, bebas, rahasia; (2) sudah siap dalam sisi tekonologi,
pembiayaan, sumber daya manusia, maupun perangkat lunak, hingga
kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan
lain yang diperlukan.41
Merujuk pada putusan di atas, jika “mencoblos” dianggap sebagai
sebuah mekanisme, maka sama halnya dengan “rekapitulasi suara”.
Artinya, cara pelaksanaan rekapitulasi suara dapat berkembang
menyesuaikan dengan pengembangan situasi dan ilmu pengetahuan.
Terdapat dua hal yang harus diselesaikan dalam tatanan regulasi: (1)
perluasan penafsiran penggunaan sistem elektronik sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi; (2) pengaturan tahapan dan
waktu rekapitulasi secara limitatif, terdapat potensi untuk memotong
tahapan rekapitulasi suara berjenjang yang saat ini diatur di dalam
Undang-Undang Pemilihan, begitu juga urusan waktu, undang-undang
hanya mengatur waktu maksimal untuk rekapitulasi, sehingga dapat
dipangkas secara cepat.42 Agar ketentuan ini dapat diadopsi dalam
sistem kepemiluan Indonesia, maka perlu persiapan yang matang.
Secara yuridis, yang perlu dilakukan adalah menggariskan dasar
hukum pengadopsian pada level undang-undang dan dirincikan
secara mendetail pada aturan teknis pada peraturan KPU.
Pada Undang-Undang Pemilu, kerangka hukum yang dibutuhkan
tidak hanya sebatas mencantumkan kalimat penggunaan teknologi
secara tekstual, melainkan juga perlu menjabarkan pola pengaturan
penggunaan teknologi yang lebih spesifik pada tahapan Pemilu atau
pengaturan terkait jaminan atas kebutuhan keamanan, keterbukaan,
kerahasiaan Pemilih.43 Secara umum, IFES mengungkap sembilan
aspek yang penting diperhatikan sebagai rambu-rambu dalam
menyusun kerangka hukum penggunaan teknologi dalam Pemilu,
yaitu: 44
1. Aspek Fisik Proses Digitalisasi Pemilu
Proses yang didigitalisasi akan sangat berbeda dengan proses
41 Ibid.
42 Ibid.
43 Heroik M. Pratama dan Nurul Amalia Salabi, Panduan Penerapan Teknologi Pungut-Hitung di Pemilu: Buku Panduan
untuk Indonesia, Swedia: International IDEA, (tanpa tahun), hlm. 70 – 71.
44 Ibid., hlm 71-72
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 93
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
secara manual, sehingga kebutuhan sistem di berbagai tingkatan
mesti dirincikan pula.
2. Aspek Prosedur yang Transparan
Regulasi harus mengatur tentang pihak-pihak mana yang diizinkan
mengakses mesin atau sistem teknologi selama Pemilihan,
berikut akses ke penyimpanan mesin dan gudang peralatan.
Prosedur juga mesti didesain agar dapat diakses dan diawasi oleh
publik, seperti pemantau Pemilu, pengamat Pemilu, perwakilan
saksi mandat. Langkah-langkah transparansi harus didefinisikan
secara jelas dalam undang-undang, sehingga publik memahami
dan dapat memanfaatkan hak aksesnya.
3. Uji Coba dan Sertifikasi
Penyelenggara Pemilu harus memastikan teknologi yang akan
digunakan telah melalui proses uji coba tersertifikasi. Undang-
undang berfungsi sebagai aturan yang dapat mengidentifikasi
secara jelas lembaga- lembaga yang berwenang menyediakan
sertifikasi, jangka waktu sertifikasi, dan standar serta persyaratan
sertifikasi, termasuk konsekuensi dari hasil sertifikasi tersebut.
4. Mekanisme Audit
Undang-Undang harus mengatur mekanisme audit terhadap
sistem teknologi yang digunakan, jenis audit, dan skala audit. Audit
dilakukan untuk memastikan teknologi berfungsi dengan benar.
Terdapat beberapa jenis audit yang dapat diimplementasikan,
yaitu audit hasil, audit log internal, audit penyimpanan dan akses
ke perangkat
5. Status Hasil Audit dan Hasil Elektronik
Jika hasil audit berbeda dengan hasil Pemilihan secara elektronik,
undang- undang harus menyediakan jalan keluar dan membuka
ruang bagi setiap pihak untuk kembali mengusulkan alternatif
pilihan teknologi lainnya.
6. Keamanan dan Penyimpanan Data
Jaminan keamanan dan penyimpanan data Pemilu harus diatur
dalam kerangka hukum, seperti jangka waktu dan prosedur
penghapusan data elektronik. Ketentuan ini sejalan dengan
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
7. Identifikasi Pemilih
Undang-Undang mengatur ketentuan tentang penggunaan
biometric pada KTP-el gua mengidentifikasikan atau otentifikasi
94 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Pemilih dalam data yang terintegrasi sistem agar dapat dibaca
mesin. Perlu diperhatikan juga prinsip rahasia dalam Pemilu
untuk menjaga kerahasiaan suara Pemilih dan keterhubungannya
dengan identitas yang memberikan pilihan.
8. Akses kepada Source Code
Undang-Undang sebaiknya mengatur tentang akses terhadap
source code yang terbuka atau tidak untuk melengkapi mekanisme
akses oleh para pemangku kepentingan.
9. Penegakan Hukum yang Berkaitan dengan Penerapan Teknologi
Undang-Undang harus mengidentifikasikan persoalan penegakan
hukum yang menjadi konsekuensi logis dari penerapan teknologi
terbaru dengan memuat pengaturannya di dalam undang-
undang. Tidak hanya mengidentifikasikan masalah, tetapi juga
menegaskan mekanisme hukum penyelesaiannya. Termasuk
juga mengatur hal yang dapat dijadikan bukti otoritatif maupun
penunjang di dalam persidangan apabila hasil Pemilu digugat ke
pengadilan yang berwenang.
2. Aturan Penggunaan Sirekap di Peraturan KPU dan Petunjuk Teknis
Lampiran Keputusan KPU Nomor 597/PL.02.2-Kpt/06/KPU/XI/2020
tentang Petunjuk Penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan
atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 memberikan petunjuk
teknis penggunaan Sirekap dalam perhelatan Pemilihan. Lampiran ini
mengatur tiga kondisi saat rekapitulasi dengan Sirekap, yaitu:
a. Daerah pemilihan dengan jaringan internet lemah, dengan kondisi:
1) Di TPS tidak terdapat jaringan internet, tetapi di lokasi/tempat
rapat rekapitulasi penghitungan suara tingkat kecamatan dan
Kabupaten/Kota terdapat jaringan internet;
2) Di TPS dan lokasi/tempat rapat rekapitulasi penghitungan suara
tingkat kecamatan tidak terdapat jaringan internet, tetapi lokasi
rapat rekapitulasi penghitungan suara tingkat Kabupaten/Kota
terdapat jaringan internet.
b. Daerah pemilihan yang tidak terdapat jaringan internet.
1) seluruh TPS tidak terdapat jaringan internet;
2) seluruh Kecamatan tidak terdapat jaringan internet;
3) lokasi rapat Rekapitulasi Penghitungan Suara Tingkat Kabupaten/
Kota tidak terdapat jaringan internet.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 95
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Selain mengatur skenario penggunaan Sirekap tanpa jaringan
internet, KPU mengatur juga rencana cadangan (contingency plan)
terhadap pelaksanaan Sirekap yang terdapat dalam Keputusan KPU
tentang Petunjuk Teknis.Misalnya, hal ini ditemukan dalam beberapa
peraturan sebagai berikut:45
a. Pasal 10 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020
menyebutkan bahwa Sirekap sebagai alat bantu rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang digunakan untuk mencetak Formulir
Model D.Hasil Kecamatan-KWK.
b. Pasal 15C Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020 menyebutkan
bahwa PPK mencetak berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan melalui Sirekap
menggunakan Formulir Model D.Hasil Kecamatan-KWK, dan
memberikan kepada para Saksi dan Panwaslu Kecamatan.
c. Pasal 24 ayat (2) huruf b Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020
menyebutkan bahwa Sirekap sebagai alat bantu rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang digunakan untuk mencetak Formulir
Model D.Hasil Kabupaten/Kota-KWK.
d. Pasal 30 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020
menyebutkan bahwa KPU/KIP Kabupaten/Kota mencetak berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di
tingkat kabupaten/kota melalui Sirekap menggunakan Formulir
Model D.Hasil Kabupaten/Kota-KWK, dan memberikan kepada
para Saksi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
e. Pasal 45 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2020
menyebutkan bahwa KPU Provinsi/KIP Aceh mencetak berita
acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di
tingkat provinsi melalui Sirekap menggunakan Formulir Model
D.Hasil Provinsi-KWK dan memberikan kepada para Saksi dan
Bawaslu Provinsi.
Dari segi yuridis, berikut merupakan sejumlah evaluasi dan
catatan terhadap regulasi Sirekap dan penggunaan Sirekap di 177
daerah pada 32 Provinsi yang menyelenggarakan Pemilihan Kepala
Daerah tahun 2020. Tabel di bawah ini menerangkan pandangan
45 Perludem, Netgrit, KoDe Inisiatif, Kemitraan, Netfid, dan JPPR, Catatan dan Rekomendasi Masyarakat Sipil terhadap
Penggunaan Sistem Rekapitulasi Elektronik di Pilkada Serentak 2020, 2020, hlm. 2.
96 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
KPU daerah terkait dengan kepastian hukum penggunaan Sirekap
pada tingkat Undang-Undang.
Tabel 19. Evaluasi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota Pada
Aspek Regulasi Sirekap pada Tingkat Undang-Undang
No Keterangan Jumlah Daerah
1 Tidak berkepastian hukum 96
2 Berkepastian hukum 51
3 NO 10
4 Perlu sosialisasi 2
5 Rekomendasi Bawaslu tidak menggunakan Sirekap 1
6 Sirekap alat bantu 2
7 Tidah tahu 1
8 Wajib ada kepastian hukum 14
Dari tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas KPU KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota berpendapat Sirekap belum memiliki kepastian
hukum yang memadai pada tingkat undang-Undang. Sebanyak
96 KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menyatakan demikian.
Alasan yang ditemukan antara lain karena tidak terdapat pengaturan
secara gamblang dan mendetail tentang rekapitulasi menggunakan
sistem elektronik.
Berkebalikan dengan itu, sebanyak 51 KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota berpandangan aturan Sirekap sudah memadai.
Namun di sisi lain, terdapat 10 daerah yang tidak memberikan
tanggapan soal dasar hukum Sirekap pada tingkat undang-undang.
Di sisi lain, terdapat pula daerah yang tidak mengungkap soal
kepastian hukum. Daerah tersebut memberikan keterangan lain,
seperti perlunya sosialisasi (10 daerah), rekomendasi Bawaslu tidak
menggunakan Sirekap (1 daerah), dan Sirekap hanya sebagai alat
bantu (2 daerah). Terdapat pula satu daerah yang tidak mengetahui
keberadaan pengaturan Sirekap di dalam Undang-Undang. Hal
menarik lainnya, terdapat daerah yang tidak mengomentari kondisi
hukum positif saat ini, tetapi tetap berpandangan bahwa wajib ada
kepastian hukum untuk Sirekap.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 97
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Sementara itu, tabel di bawah memperlihatkan penilaian KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota terhadap kepastian hukum Sirekap
pada tingkat aturan teknis (Peraturan KPU dan Juknis).
Tabel 20. Evaluasi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota pada Aspek
Regulasi Sirekap pada Tingkat Aturan Teknis
Kepastian Hukum Sirekap di Level Aturan Teknis
No Keterangan Jumlah Daerah
1 Berkepastian hukum 102
2 NO 9
3 Perlu sosialisasi 3
4 Rekomendasi Bawaslu tidak menggunakan Sirekap 1
5 Sirekap alat bantu 2
6 Tidak berkepastian hukum 2
7 Wajib ada kepastian hukum 10
Berbeda halnya dengan pengaturan dalam undang-undang,
pengaturan Sirekap pada tataran aturan teknis relatif dianggap
berkepastian hukum oleh Penyelenggara Pemilu di daerah, yaitu
sebanyak 102 KPU daerah. Namun demikian, tidak terlepas dari
catatan bahwa aturan tersebut mesti di susun secara lebih terperinci
dan tidak disosialisasikan dalam waktu yang mendesak. Berkebalikan
dari pilihan ini, hanya terdapat dua daerah yang menyatakan ini
tidak berkepastian hukum. Selain itu juga, berkaitan dengan waktu
pengesahan aturan teknis yang sangat singkat dan mendadak,
terdapat tiga daerah yang menganggap pentingnya lebih banyak
melakukan sosialisasi.
Tak hanya itu, terdapat juga 9 daerah yang tidak mengisi evaluasi
kepastian hukum pada tataran aturan teknis. Terdapat satu daerah
yang mengganggap bahwa rekomendasi Bawaslu tidak menggunakan
Sirekap dan dua daerah menganggap Sirekap sebagai alat bantu.
Terlepas dari itu, terdapat 10 daerah yang tidak memberikan evaluasi
terhadap kondisi hukum positif pada tataran teknis, tetapi menyepakati
bahwa kepastian hukum pada tataran teknis adalah wajib
98 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Tidak hanya dari segi yuridis, evaluasi juga dilakukan berdasarkan
segi implementasi teknis dan pemahaman penyelenggaraan Sirekap
pada Pemilihan Tahun 2020 lalu. Tabel di bawah ini menunjukkan
data pandangan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
Tabel 21. Evaluasi KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota pada Aspek
Implementasi Regulasi Sirekap
Implementasi dan Pemahaman Penyelenggara di Daerah
No Keterangan Jumlah Daerah
1 Paham dan diimplementasikan sesuai juknis 46
2 Paham 35
3 Paham, tetapi implementasi tidak optimal 15
4 Paham, tetapi juknis kurang mendetail 1
5 Cukup paham dan diimplementasikan sesuai juknis 3
6 Cukup paham, tetapi implementasi tidak optimal 1
7 Cukup paham, tetapi kurang bimbingan teknis 2
8 Cukup paham, tetapi juknis tidak berkepastian hukum 3
9 Cukup paham 28
10 Belum paham karena kurang bimbingan teknis 2
11 Belum paham 15
12 Belum diimplementasikan 2
13 Implementasi baik 2
14 Implementasi berkendala 1
15 Juknis kurang mendetail 3
16 NO 10
17 Perlu sosialisasi 1
18 Petugas banyak yang belum mempelajari 1
Pada tataran implementasi dan pemahaman petugas di lapangan,
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota mayoritas beranggapan
bahwa aturan petunjuk teknis dapat dipahami dengan baik dan
implementasinya pun sesuai dengan petunjuk teknis, sebagaimana
dikemukakan oleh 46 daerah. 35 daerah mengungkapkan memahami
aturan teknis, tetapi tidak menjelaskan bagaimana implementasi
di lapangan. Di sisi lain, terdapat pula daerah yang memahami
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 99
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
aturan dengan baik, tetapi implementasi di lapangan tidak optimal
(15 daerah). Hal ini disebabkan oleh adanya kendala yang dihadapi
selama penggunaan sistem elektronik, seperti sistem error dan tidak
terdapatnya sinyal internet.
Sejumlah daerah juga menyoroti persoalan bimbingan teknis
sebagai metode pembelajaran petunjuk teknis. Sebanyak dua
daerah mengungkapkan cukup paham dengan aturan, tetapi masih
memerlukan bimbingan teknis yang lebih komprehensif dan tidak
mendadak. Dua daerah lainnya mengaku belum paham dengan
aturan teknis, akibat persoalan minimnya bimbingan teknis.
H. Pembelajaran di Daerah Dalam Penggunaan Sirekap pada
Pemilihan Tahun 2020
1. KPU Kabupaten Majene
Kabupaten Majene adalah salah satu kabupaten yang terletak
di Sulawesi Barat. Kabupaten Majene merupakan daerah dengan
wilayah pesisir dan pegunungan yang terbagi atas atas delapan
kecamatan dan 82 desa/kelurahan. Pada penyelenggaraan Pemilihan
Serentak Tahun 2020, di wilayah Kabupaten Majene terdapat 115.091
jiwa jumlah DPT Pemilihan yang terdiri dari 420 TPS pada Pemilihan
Tahun 2020.
Penggunaan Sirekap di Kabupaten Majene secara umum, seperti
penggunaan fitur pada aplikasi Sirekap, cukup mudah dipahami
bahkan instinctive dan tampilan aplikasi Sirekap cukup simple dan
familiar bagi pengguna. Namun selain kesan umum tersebut, di
wilayah KPU Kabupaten Majene juga terdapat beberapa fakta dan
tantangan pada pelaksanaannya. Misalnya, terdapat 20% TPS berada
pada blank spot. Area dan mayoritas TPS tersebut berada di wilayah
pegunungan. Selain itu, hambatan demografi atau medan tempuh
untuk menuju titik jaringan internet kuat, sangat berat terutama jika
kondisi hujan.
Selain itu, pada saat proses aktivasi Sirekap, KPU Kabupaten
Majene juga mengalami hambatan untuk memobilisasi petugas
KPPS penanggung jawab Sirekap untuk Bimtek dan aktivasi. Hal
100 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
tersebut dikarenakan demografi atau tempat petugas KPPS yang
jauh dari tempat Bimtek dan aktivasi. Hambatan ini sebetulnya
bisa diminimalisir jika terdapat keberpihakan anggaran. Misalnya,
biaya yang dialokasikan untuk transportasi petugas KPPS
penanggungjawab ad hoc justru bisa melebihi honor KPPS.
Meski terdapat sejumlah hambatan yang dihadapi, KPU Kabupaten
Majene tetap menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan. Hal ini
menjadikan KPU Kabupaten Majene menjadi salah satu daerah yang
dapat dikatakan berhasil dalam penggunaan Sirekap. KPU Kabupaten
Majene membuat strategi dan inovasi serta mitigasi masalah
sehingga berhasil menggunakan Sirekap dengan baik pada Pemilihan
Tahun 2020.
Strategi dan inovasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Majene
yaitu :46
Tabel 22. Strategi dan Inovasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Majene
No Strategi dan Inovasi
1 Memahami Regulasi secara utuh untuk ditransfer ke penyelenggara ad hoc sesuai dengan
regulasi yang diterbitkan oleh KPU RI melalui Keputusan Nomor 597 dan Nomor 611.
2 Mengikuti semua kegiatan dan arahan dari KPU RI dan KPU Provinsi untuk mengantisipasi dan
menangani dinamika lapangan (update knowledge)
3 Mengintensifkan konsultasi dan koordinasi ke tim helpdesk KPU RI dan KPU Provinsi
4 Melakukan sosialisasi Sirekap lebih awal dan bahkan sebelum Bimtek Gelombang ke-3 yang
dilaksanakan oleh KPU RI di Bekasi
5 Pendampingan dan monitoring secara intens dilapangan oleh Tim SIREKAP KPU Kabupaten
Majene
6 Pelayanan helpdesk SIREKAP yang tersedia selama 24 jam
7 Membangun keharmonisan internal dan menikmati proses tahapan dengan penggunaan Sirekap
8 Menanamkan value kepada penyelenggara tentang daya juang, pantang mengeluh dan
menyerah, tanggungjawab, disiplin dll.
9 Mengoptimalkan anggaran kegiatan Simulasi Nasional, Bimtek dan Aktivasi SIREKAP melalui
revisi anggaran
46 Bahan Paparan Munawir Ridwan (Koord. DivisiTeknis KPU Kab.Majene) dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan
oleh KPU RI terkait Sharing of Experience Penggunaan SIREKAP Pada Pemilihan 2020 yang diselenggarakan pada Jumat,
01 Oktober 2021
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 101
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Selain strategi dan inovasi dalam menggunakan Sirekap,
KPU Kabupaten Majene juga membuat mitigasi masalah untuk
meminimalisir permasalahan yang terjadi, yaitu : 47
Tabel 23. Mitigasi Masalah oleh KPU Kabupaten Majene
No Strategi dan Inovasi
1 Meminta Penyelenggara ad hoc untuk melaporkan setiap kendala dilapangan, via telpon, WA
atau mendatangi ruang helpdesk di kantor KPU Kabupaten Majene
2 Tim helpdesk KPU Kabupaten melakukan analisis masalah, mengambil kesimpulan kemudian
dilanjutkan dengan memberikan arahan. Misalnya kesalahan penginputan identitas nomor HP
saat proses aktivasi dll
3 Meminta melakukan arahan yang diberikan kemudian melaporkan kembali hasilnya
4 Meminta laporan berkala kepada penyeenggara ad hoc terhadap progres penanganan masalah
di wilayah masing-masing
5 Membuka ruang komunikasi selama 24 jam
6 Untuk TPS di wilayah blank spot area yang menggunakan mekanisme offline diarahkan
berkumpul di titik pelaksanaan Rekapitulasi tingkat Kecamatan untuk melakukan proses
pengiriman data dibawah monitoring dan pendampingan PPK
7 Terhadap 3 (tiga) TPS yang terlanjur ada kesalahan pengiriman, maka proses penggunaan
SIREKAP dari awal dilakukan sebelum pembaccan di Rekapitulasi tingkat Kecamatan
Pada mitigasi masalah di KPU Kabupaten Majene, seluruh
permasalahan harus diselesaikan dengan segera dan diidentifikasi
kembali apakah masih ada masalah atau tidak agar bisa segera
diselesaikan. Berdasarkan praktik penggunaan Sirekap pada
Pemilihan Tahun 2020, terdapat beberapa manfaat yang dirasakan
oleh KPU Kabupaten Majene seperti :
a. Hasil penghitungan suara di TPS dapat diketahui publik secara
cepat, transparan dan akuntabel;
b. Proses rekapitulasi di tingkat Kecamatan dan Kabupaten berjalan
lebih cepat dan lancar, tidak ada riak dari Peserta Pemilihan dan
Bawaslu terkait hasil perhitungan suara;
c. Sirekap tetap digunakan pada Pemilu dan Pemilihan Serentak
Tahun 2024;
47 Bahan Paparan Munawir Ridwan (Koord. DivisiTeknis KPU Kab.Majene) dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan
oleh KPU RI terkait Sharing of Experience Penggunaan SIREKAP Pada Pemilihan 2020 yang diselenggarakan pada Jumat,
01 Oktober 2021
102 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
d. Bimtek Sirekap lebih awal agar proses Bimtek ke penyelenggara
dan sosialisasi kepada seluruh stakeholder Pemilu dan Pemilihan
dapat dioptimalkan;
e. Kemudahan proses aktivasi Sirekap;
f. Keberpihakan anggaran (memperhitungkan biaya real
Penyelenggara di wilayah yang sulit terjangkau).
2. KPU Kabupaten Konawe Utara
Kabupaten Konawe Utara secara geografis terletak di bagian
selatan khatulistiwa dan secara administrasi berbatasan dengan
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, dan Kabupaten
Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara serta Laut Banda. Kabupaten
Konawe Utara terdiri dari 13 kecamatan, 170 desa/kelurahan
dan terdiri dari 199 TPS. Kabupaten Konawe Utara secara umum
memandang bahwa penggunaan Aplikasi Sirekap adalah instrumen
yang disediakan oleh KPU untuk memudahkan penyelenggara Pemilu/
Pemilihan di setiap tingkatan yang berfungsi sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara pada setiap tingkatan,
dan sebagai sarana publikasi hasil rekapitulasi penghitungan suara
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pengalaman KPU Kabupaten Konawe Utara,
penggunaan Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020 sangat mudah
dan membantu kerja Penyelenggara. Hal tersebut didasari karena
pedoman penggunaan Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020 yang
disusun oleh KPU RI sangat jelas dan mudah dipahami. Meski
demikian, pada praktiknya, KPU Kabupaten Konawe Utara masih
menemukan beberapa hambatan teknis dalam penggunaan Sirekap
pada Pemilihan Tahun 2020, yaitu:
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 103
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Tabel 24. Hambatan Teknis Penggunaan Sirekap pada Pemilihan 2020
No Permasalahan Solusi yang Dilakukan
1 Gagal menginstall Solusi yang dilakukan adalah memastikan perangkat yang digunakan memenuhi
aplikasi Sirekap persyaratan sebagai berikut :
a. MinimalVersi android 4.4/Kitkat (Apl level 19);
b. Memiliki Kamera belakang minimal 5 Megapixel (MP) untuk mengambil
gambar Form C Hasil-KWK;
c. Dapat terhubung dengan Jaringan Internet (untuk melakukan Aktivasi
Internet);
d. Memiliki (RAM) minimal 2 GB;
e. Memastikan perangkat tidak mengaktifkan VPN dan mengatur location ke
Indonesia;
f. CleardatadanCachePlayStore;
g. Buka ulang Play Store dan mengulang Instalasi Sirekap.
2 Gagal Login a. Memastikan Android yang digunakan minimal versi android 4.4/Kitkat (Apl
level 19);
b. Jika user sudah pernah berhasil masuk sebelumnya, maka internet dapat
dimatikan dan tekan tombol“ Masuk”(masuk dengan mode offline) selanjutnya
userdapat menyalakan kembali internet setelah berhasil masuk;
c. Jika user belum pernah berhasil masuk sebelumnya maka, mohon dicoba terus
sampai berhasil.
3 Tombol aktivasi a. Memastikan aplikasi Sirekap sudah terinstal di perangkat user;
tidak dapat ditekan b. Reaktivasi akun oleh Koordinator Kab/Kota setelah memastikan internet bagus
dan browser sudah di update.
4 Link aktivasi sudah a. Close dan buka kembali ulang aplikasi Sirekap;
pernah digunakan b. Jika masih ada tulisan “Device belum diinisialisasi” maka lakukan reaktivasi
akun oleh Koordinator Kab/Kota;
c. Clear data dan Cache aplikasi Sirekap dan ulangi proses aktivasi dari awal (klik
link aktivasi).
5 Terjadi kesalahan a. Lakukan Close dan Buka ulang aplikasi Sirekap;
dalam registrasi b. Jika masih ada tulisan “Device belum diinisialisasi” maka lakukan reaktivasi
device
akun oleh Koordinator Kab/Kota;
c. Clear data dan Cache aplikasi Sirekap dan ulangi proses aktivasi dari awal (klik
link aktivasi).
6 Gagal a. Jika user masih berada dihalaman tersebut, lakukan submit Kode Akses;
mendaftarkan b. Jika user sudah keluar dari halaman tersebut, selanjutnya close dan buka
kode akses
ulang aplikasi Sirekap, user akan di redirect untuk melakukan setup kode
akses lagi;
c. Jika masih belum bisa juga, maka lakukan reaktivasi akun oleh
Koordinator Kab/Kota, Clear data dan Cache aplikasi Sirekap, dan ulangi
proses aktivasi dari awal (klink link aktivasi).
104 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
No Permasalahan Solusi yang Dilakukan
7 Gambar yang a. Mohon untuk menunggu beberapa waktu, lalu tutup dan buka kembali
dikirim belum halaman periksa tersebut;
selesai di proses
b. Jika sudah ditunggu lama dan masih ada tulisan tersebut, maka kirim ulang
gambar halaman tersebut dan cek;
c. Jika masih juga belum muncul setelah waktu yang lama, maka tuliskan issue
baru(jikaissuetersebutbelumada)di Gitlabdenganmencantumkaninformasi
berikut:
- No_HP;
- Kab/Kec/Kel/NoTPS (harus lengkap);
- Waktu Kejadian (WIB);
- Foto/Screenshot (atau video)*;
- Deskripsi Problem.
8 Gagal mengenali Pesan ini muncul jika aplikasi android gagal mengenali foto yang sudah diambil
foto sebagai form C-Hasil.KWK setelah sekian kali mengambil gambar.
Solusinya: KPPS hanya perlu menekan tombol “Selesai” dan bisa melanjutkan
mengerjakan halaman-halaman lainnya.
9 User lupa password Koordinator Kab/Kota dapat melakukan resetpassworduser di Sirekap Web.
10 User lupa kode a. Lakukan Reaktivasi akun oleh Koordinator Kab/Kota
akses b. Clear data dan Cache aplikasi dan ulangi proses aktivasi dari awal (klik link
aktivasi)
11 Aplikasi Sirekap Pemantapan II Aplikasi Sirekap, sehingga tidak dilakukan proses instalasi ulang,
Yang Digunakan namunyangdilakukanadalahproses“mulaidatabaru”denganmengikutilangkah
pada hari H Adalah – langkah sebagai berikut :
Aplikasi Yang - Memastikan perangkat terhubung oleh Jaringan Internet terlebih dahulu;
Digunakan Pada - Login ke Aplikasi;
Saat Uji coba - Tekan IconSettingdi pojok kanan atas aplikasi;
- Menekan mulai data baru
- Akan muncul dialog konfirmasi, baca peringatan yang muncul selanjutnya klik
tombol“YA”jika sudah yakin;
- Selanjutnya akan ter-logoutsecara otomatis;
- Lakukan login ulang sampai berhasil dalam keadaan terhubung ke internet
untuk memastikan data telah tereset;
- Setelah anda sudah bisa masuk kembali ke aplikasi Sirekap mobile, maka
lakukanlogout kembali;
12 Langkah a. Menggunakan aplikasi Sirekap secara offline selanjutnya proses pengiriman
pengalaman dilakukan dengan cara mencari jaringan yang kuat di wilayah terdekat;
penggunaan aplikasi b. Mengirimkan Foto PDF C.Hasil KWK kepada petugas KPPS pengguna Aplikasi
Sirekap diWilayah Sirekap yang berada pada wilayah yang jaringan internetnya kuat kemudian
yang jaringan diprint out lalu dilakukan foto ulang oleh Petugas KPPS pengguna Aplikasi
internetnya lemah tersebut;
atau tidak ada
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 105
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Selain pengalaman di atas, terdapat beberapa daftar inventarisasi
masalah yang dipetakan oleh KPU Kabupaten Konawe Utara, yaitu:
a. Sumber Daya Manusia: Peningkatan SDM perlu dilakukan melalui
Bimtek internal pada lingkup Sekretariat KPU Kab/Kota, dan
jajaran badan ad hoc secara maksimal dan perekrutan petugas
KPPS harus memiliki kecakapan pengetahuan tentang informasi
dan teknologi;
b. Wilayah yang jaringan internetnya lemah dan/atau tidak ada: perlu
berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat, dalam hal ini
OPD Dinas KOMINFO terkait fasilitasi pengadaan jaringan internet
di wilayah yang lemah dan/atau tidak ada jaringan;
c. Bimtek yang sangat singkat: Perlu waktu yang cukup dalam
pelaksanaan Bimtek bagi jajaran badan ad hoc;
d. Daya dukung server: Perlu peningkatan kapasitas daya
dukung server dan perlu adanya sistem zonasi wilayah untuk
memaksimalkan daya dukung server; dan
e. Pengambangan fitur: perlu ada pengembangan fitur presentase
angka partisipasi Pemilih pada aplikasi Sirekap
3. KPU Kabupaten Mentawai
Secara umum, dalam akses terhadap Sirekap, KPU Kabupaten
Mentawai memiliki 265 TPS, terdiri atas 44 TPS yang memiliki akses
internet dan 221 TPS tanpa akses internet, dan memakai Akses
BAKTI. Dalam penggunaan Sirekap pada Pemilihan Tahun 2020,
dalam mendukung kekuatan infrastruktur teknologi, terdapat Pasifik
Satelit Nusantara (PSN) 59 Titik, Lintasarta 24 titik, Matrasat 14 titik.
Total terdapat 97 Titik. Pada Tahun 2021 di Kabupaten Mentawai
bertambah 11 Titik. Pada tahun 2022 akan aktif 97 titik yang tersebar
di seluruh Mentawai, puskesmas, kantor camat, kantor desa, dan
sekolah.
Keberhasilan KPU Kabupaten Mentawai adalah dengan membuat
strategi tim untuk mendukung penggunaan Sirekap. KPU Mentawai
memiliki 11 Operator, dengan rincian 1 Operator Utama Sirekap dan
10 Operator Pembantu Sirekap. Operator Utama Sirekap harus siaga
di kantor KPU, dan 10 Operator menyebar dan siaga di 10 kecamatan
untuk optimalisasi penggunaan Sirekap. Selain itu, 11 Operator masuk
dalam Tim Pokja Rekapitulasi.
106 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
11 Operator terdiri dari ASN, Tenaga Pendukung, dan Pegawai
Honor. Strategi tim ini didukung dengan dilaksanakannya Bimtek
terhadap semua operator pembantu di KPU Mentawai oleh operator
utama. Selain itu, terdapat beberapa strategi tim di KPU Mentawai
untuk mendukung penggunaan Sirekap, yaitu:
a. Setiap PPK Divisi Teknis menjadi Operator membantu Operator
Pembantu KPU Mentawai;
b. Setiap PPS Divisi Teknis menjadi Operator dan membantu
operator PPK Kecamatan;
c. Setiap Ketua KPPS menjadi pemegang akun utama Sirekap.
Meski KPU Mentawai termasuk bagian dari daerah yang cukup
berhasil menggunakan Sirekap di Pilkada 2020. Terdapat beberapa
kendala teknis yang dihadapi oleh KPU Mentawai yakni :
a. KPPS saat aktivasi Sirekap selalu gagal;
b. Kapasitas handphone (HP) KPPS sebagian di bawah standar;
c. PPK juga mengalami kegagalaan dalam sistem Sirekap saat
menggunakan Sirekap Web.
Dari kendala yang dihadapi tersebut, KPU Mentawai mencoba
membuat strategi dalam penggunaan Sirekap agar masalah yang
dihadapi dapat diatasi. Strategi penggunaan Sirekap di KPU Mentawai
yaitu
a. Operator Pembantu KPU Mentawai yang berada di Kecamatan,
dibantu Operator Sirekap Web kecamatan memfoto Formulir
C.Hasil saat dilakukan rekapitulasi tingkat kecamatan;
b. Operator Pembantu KPU Mentawai yang berada di Kecamatan
membawa semua dokumen foto Formulir C.Hasil untuk dibawa
ke Kantor KPU Kabupaten;
c. Operator Utama Sirekap KPU Mentawai mengelola atau
memverifikasi Formulir C.Hasil yang dibawa oleh Operator
Pembantu;
d. Operator Utama Sirekap KPU Mentawai meng-upload Formulir
C.Hasil. Rekapitulasi tingkat kabupaten dilakukan dengan
menggunakan Sirekap Web secara online.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 107
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
108 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
PETA JALAN MEMPERSIAPKAN
SISTEM REKAPITULASI
PEROLEHAN SUARA HASIL
PEMILU ELEKTRONIK
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 109
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
110 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
PETA JALAN MEMPERSIAPKAN SISTEM
4 REKAPITULASI PEROLEHAN SUARA
HASIL PEMILU ELEKTRONIK
Terdapat empat variabel utama yang perlu diperhatikan dalam
mempersiapkan sistem rekapitulasi perolehan suara hasil Pemilu
elektronik atau yang lebih di kenal dengan sistem informasi
rekapitulasi perolehan suara hasil Pemilu (Sirekap), yaitu: administrasi
Pemilu, infrastruktur teknologi, menyiapkan kerangka hukum, sumber
daya manusia, dan sosialisasi. Keempat variabel tersebut saling
melengkapi dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Administrasi Pemilu seperti surat suara dan formulir hasil perolehan
suara atau yang dikenal dengan Formulir C1.Plano merupakan sumber
data utama yang digunakan oleh teknologi Sirekap. Pilihan desain surat
suara berpengaruh pada mekanisme penghitungan surat suara termasuk
lamanya proses penghitungan surat suara di tempat pemungutan suara
(TPS). Terlebih lagi dengan sistem Pemilu serentak yang menggabungkan
lima Pemilu sekaligus dalam satu waktu yang sama (Presiden dan
Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota)
berdampak pada proses penghitungan suara yang lama karena terdapat
lima surat suara. Padahal salah satu tujuan utama dari pemanfaatan
teknologi Sirekap adalah efisiensi proses penghitungan dan rekapitulasi
perolehan suara hasil Pemilu. Untuk itu pilihan desain surat suara akan
berpengaruh terhadap kemudahan dalam proses penghitungan suara
yang menjadi sumber data utama Sirekap.
Pada sisi lain, desain pilihan teknologi rekapitulasi akan menentukan
format formulir administrasi perolehan suara C1. Plano. Sebagai contoh,
jika teknologi yang dipilih adalah Optical Mark Recognition (OMR) maka
Formulir C1.Plano perlu menyediakan kolom untuk OMR. Untuk itu dalam
menyiapkan Formulir C1.Plano perlu bersamaan dengan menentukan
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 111
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
pilihan teknologi Sirekap yang akan digunakan. Aspek infrastruktur
teknologi berkaitan dengan tata cara Sirekap bekerja mulai dari proses
tabulasi data hasil Pemilu, ketersediaan jaringan internet, pengiriman
data hasil Pemilu, penyimpanan data hasil Pemilu, publikasi data hasil
Pemilu, hingga pengamanan hasil Pemilu (cyber security). Infrastruktur
teknologi tersebut penting agar teknologi Sirekap yang digunakan dapat
berjalan sesuai fungsi dan tujuannya secara maksimal
Setelah infrastruktur teknologi selesai, langkah berikutnya adalah
menyiapkan kerangka hukum dalam bentuk peraturan KPU maupun
petunjuk teknis mengenai penggunaan Sirekap. Adapun variabel sumber
daya manusia ditujukan untuk mempersiapkan para petugas untuk bisa
menggunakan teknologi Sirekap secara maksimal. Salah satu persoalan
yang muncul dalam penggunaan Sirekap pada Pemilihan Serentak Tahun
2020 adalah masih adanya petugas Pemilihan yang tidak memahami
secara menyeluruh cara penggunaan Sirekap yang berdampak pada
kurang optimalnya penggunaan Sirekap. Untuk itu sumber daya manusia
menjadi aspek krusial yang penting untuk dipastikan kesiapannya.
Sedangkan sosialisasi ditujukan untuk membangun legitimasi dan
kepercayaan berbagai pihak terhadap teknologi Sirekap yang digunakan.
Berangkat dari hal tersebut, bab empat secara spesifik akan membahas
mengenai empat hal tersebut.
Administrasi Pemilu Teknologi E-Recap Infrastruktur Teknologi
Desain surat Formulir C1. Pilihan teknologi e-recap: Ketersedian jaringan internet,
suara Plano OCR, OMR, dll server, tabulasi dan publikasi
data, kemanan siber, audit, dan
sertifikasi
Sosialisasi Sumber Daya Kerangka Hukum
Publikasi dan sosialisasi Pelatihan atau bimbingan Menyiapkan perturan
Sirekap teknis (Bimtek) petugas penggunaan Sirekap
pengguna Sirekap
Gambar 26. Alur Mempersiapkan Sirekap
112 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
A. Mempersiapkan Administrasi Pemungutan dan Penghitungan Suara
Terdapat dua administrasi Pemilu yang beririsan langsung dengan
penggunaan teknologi Sirekap, yaitu surat suara dan Formulir C1.Plano
Hasil Pemilu di TPS. Surat suara merupakan sumber data utama yang
menghasilkan perolehan suara peserta Pemilu. Pilihan desain surat
suara bukan hanya berpengaruh terhadap mudah atau sulitnya Pemilih
dalam memberikan suaranya tetapi berpengaruh juga terhadap proses
penghitungan suara yang dilakukan oleh petugas. Pada Pemilu Serentak
Tahun 2019 lalu misalnya, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS) membutuhkan waktu yang lama untuk menghitung lima surat
akibat dari adanya lima surat suara. Dampaknya, dibutuhkan waktu yang
lama untuk memperoleh sumber data utama hasil Pemilu untuk ditabulasi
dalam Sirekap. Di lain pihak, Formulir C1.Plano menjadi instrumen utama
untuk menuangkan perolehan suara hasil Pemilu di TPS dan sumber
administrasi Pemilu utama yang digunakan dalam Sirekap. Untuk itu, pada
bagian ini terdapat dua hal utama yang akan dibahas yang menyangkut
sumber data utama dalam penggunaan Sirekap, yakni desain surat suara
dan Formulir C1. Plano.
1. Menata Ulang Desain Surat Suara Pemilu Serentak
Surat suara merupakan sumber data utama perolehan suara
hasil Pemilu. Sekalipun keberadaannya tidak berdampak langsung
pada cara kerja Sirekap dari segi teknologi, namun desain surat suara
berpengaruh bagi Penyelenggara Pemilu dalam menghitung surat suara
dan menuangkannya pada Formulir C1.Plano yang menjadi sumber data
utama bagi Sirekap. Proses penghitungan suara secara manual dengan
membuka surat suara satu per satu dan menuliskannya ke dalam Formulir
C1.Plano membutuhkan waktu lama. Pada Pemilu Serentak Tahun
2019 lalu, dengan lima desain surat suara, banyak anggota KPPS baru
menyelesaikan proses penghitungan suara pada tengah malam, bahkan
sampai keesokan harinya. Salah satu TPS di Kota Ambon misalnya, sampai
pukul 00.30 WIT baru menyelesaikan penghitungan surat suara untuk
Pemilu Presiden, DPR, dan DPD. Sedangkan untuk surat suara Pemilu
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota belum selesai dihitung48. Di
banyak daerah proses penghitungan lima surat suara pada Pemilu Tahun
2019 baru selesai keesokan harinya.
48 lihat https://www.antaranews.com/berita/835325/penghitungan-suara-di-tps-berakhir-tengah-malam
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 113
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Tabel 25. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Lima Surat Suara 49
Kelebihan Kekurangan
a. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang a. Beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Nomor 7 Tahun 2017; Suara (KPPS) yang tinggi proses pembacaan surat
suara memakan waktu:
b. Cukup memberikan informasi yang memadai • proses pengisian dan penyalinan formulir
kepada Pemilih dalam memberikan suaranya memakan waktu;
karena terdapat nama calon anggota legislatif • KPPS perlu hati-hati untuk membaca sah/tidak
dan logo partai yang tertuang dalam surat sah surat suara dalam proses penghitungan.
suara;
b. Waktu yang singkat dan kerumitan dalam
c. Memudahkan bagi Pemilih karena sudah proses penghitungan suara tersebut berdampak
menggunakan desain dan format surat suara pada banyaknya badan ad hoc, terutama KPPS,
untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, yang mengalami kelelahan secara fisik, bahkan
Pemilu DPR, DPD, dan DPRD yang sama sejak meninggal;
Pemilu 2009.
c. Menyulitkan dan memerlukan waktu panjang bagi
Pemilih untuk membuka dan melipat surat suara
dan kemudian memasukkan ke dalam kotak suara;
d. Pohon sebagai bahan baku pembuatan kertas akan
sangat berpengaruh terhadap banyaknya jenis
surat suara, sehingga keberlangsungan lingkungan
hidup perlu terjaga.
Situasi tersebut berdampak pada kelelahan anggota KPPS dan
semakin lamanya proses penghitungan suara. Meskipun Sirekap
berfungsi untuk mempercepat proses penghitungan dan rekapitulasi
perolehan suara hasil Pemilihan, namun sumber data utama yang
diperlukan Sirekap menunggu proses penghitungan suara yang faktanya
membutuhkan waktu yang lama, sehingga berdampak pada cara kerja
Sirekap. Untuk itu menata ulang desain surat suara penting guna
meringankan beban kerja anggota KPPS sekaligus mempercepat proses
penghitungan perolehan suara hasil Pemilu di TPS untuk kebutuhan
Sirekap. Semakin sedikit atau semakin sederhana jumlah surat suara,
semakin cepat proses penghitungan suara di TPS.
Sebelum melakukan penataan ulang desain surat suara, penting
untuk melihat sistem Pemilu yang digunakan dan metode pemberian
suara yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
49 Biro Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU, 2021, Laporan Simulasi Pemberian Suara Pada Surat Suara untuk Pemilu 2024,
KPU, Jakarta, hal. 4
114 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Desain surat suara akan sangat bergantung pada sistem Pemilu yang
diterapkan karena salah satu karakter utama yang membedakan antara
satu sistem Pemilu dengan sistem Pemilu yang lainnya adalah metode
pemberian suara. Sebagai contoh, metode pemberian suara untuk
sistem Pemilu proporsional daftar terbuka adalah memilih calon anggota
legislatif sehingga surat suara harus mencantumkan daftar nama calon
anggota legislatif. Sedangkan sistem proporsional tertutup, metode
pemberian suara yang digunakan adalah memilih partai politik sehingga
surat suara hanya menyediakan logo partai politik. Berikut adalah sistem
Pemilu dan mekanisme metode pemberian suara yang diatur dalam
Undang-Undang Pemilu:
Tabel 26. Sistem Pemilu dan Metode Pemberian Suara 50
Jenis Pemilu Sistem dan Metode Pemberian Suara
Pemilu Presiden dan • Sistem Pemilu tworoundsystem.
Wakil Presiden • Mencoblos satu kali pada nomor, nama, foto pasangan calon, atau tanda gambar
partai politik pengusul dalam satu kota pada surat suara untuk Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
Pemilu Kepala Daerah • Sistem Pemilu firstpastthepost.
• Memberi tanda satu kali pada surat suara
Pemilu DPR dan DPRD • Sistem Pemilu proporsional daftar terbuka;
• Mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama
calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pemilu DPD • Sistem Pemilu alternativevote.
• Mencoblos satu pada nomor, nama, atau foto calon untuk Pemilu anggota DPD.
Secara spesifik Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
mengatur mekanisme metode pemberian suara ke dalam tiga ketentuan
pasal, yaitu Pasal 342, Pasal 353, dan Pasal 386 yang berbunyi sebagai
berikut:
50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan
Kepala Daerah
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 115
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Pasal 342:
(1) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 341 ayat (1) huruf
b untuk Pasangan calon memuat foto, nama, nomor urut, dan tanda
gambar partai politik dan/atau tanda gambar gabungan partai
politik pengusul Pasangan Calon;
(2) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 341 ayat (1) huruf
b untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/
kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik,
nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan;
(3) Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 341 ayat (1) huruf
b untuk calon anggota DPD memuat pas foto diri terbaru dan nama
calon anggota DPD untuk setiap daerah pemilihan;
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, ukuran warna, dan
spesifikasi teknis lain surat suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dalam Peraturan KPU.
Pasal 353:
(1) Pemberian suara untuk Pemilu dilakukan dengan cara:
a. mencoblos satu kali pada nomor, nama, foto Pasangan Calon,
atau tanda gambar partai politik pengusul dalam satu kotak
pada surat suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik,
dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota; dan
c. mencoblos satu kali pada nomor, nama, atau foto calon untuk
Pemilu anggota DPD.
(2) Pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam
penghitungan suara, dan efisiensi dalam Penyelenggaraan Pemilu
Pasal 386
(1) Suara untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan sah
apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan
b. tanda coblos pada nomor urut, foto, nama salah satu Pasangan
Calon, tanda gambar partai politik, dan/atau tanda gambar
116 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
gabungan partai politik dalam surat suara.
(2) Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
b. tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik
dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan.
(3) Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila:
a. surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
b. tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis pelaksanaan
pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan KPU.
Tabel 27. Metode Pemberian Suara dalam Undang-Undang Nomor 7Tahun 2017
Pemberian Suara Nomor Tanda Nomor Urut Nama Calon Foto Paslon
Partai Gambar Paslon/Caleg
Pemilu Presiden dan Parpol
Wakil Presiden x ✓✓✓
DPR, DPRD Provinsi ✓ ✓
dan DPRD Kab/Kota x
DPD ✓x ✓ x
x✓✓✓
Dengan merujuk pada ketentuan tersebut, penataan ulang desain
surat suara haruslah memperhatikan syarat-syarat yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai metode pemberian
suara dan pelaksanaan prinsip sistem Pemilu proporsional daftar
terbuka.
Menggabungkan surat suara Pemilu legislatif dengan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dapat menjadi salah satu pilihan alternatif
untuk menyederhanakan surat suara pada Pemilu Serentak 2024.
Dengan menggabungkan surat suara Pemilu legislatif dan Pemilu
Presiden dan Wakil Presidn, berdampak pada penyederhanaan proses
penghitungan surat suara yang dilakukan oleh KPPS. Jika sebelumnya
anggota KPPS harus menghitung lima jenis surat suara, namun dengan
penggabungan surat suara Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden dan
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 117
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Wakil Presiden, anggota KPPS hanya perlu menghitung jumlah surat
suara yang jauh lebih sedikit. Sebagai contoh, jika surat suara Pemilu
legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden digabungkan menjadi
satu surat suara, maka dengan membuka satu surat suara, anggota
KPPS dapat menghitung perolehan suara untuk lima Pemilu sekaligus
yakni Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota.
Namun, penggabungan surat suara tetap perlu memperhatikan
ketentuan sistem Pemilu dan metode pemberian suara yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Kombinasi sistem Pemilu
proporsional daftar terbuka dengan besaran alokasi kursi per daerah
Pemilihan yang besar untuk Pemilu DPR, minimal 3 maksimal 10 kursi dan
DPRD minimal 3 dan maksimal 12 kursi, berkonsekuensi pada besarnya
desain penggabungan surat suara yang tetap harus mencantumkan
nama calon anggota legislatif dan memberikan ruang bagi Pemilih untuk
memilih calon secara langsung.
Merubah sistem Pemilu proporsional daftar tertutup yang hanya
mencantumkan logo atau simbol partai politik pada surat suara dan
memperkecil jumlah alokasi kursi per daerah Pemilihan untuk Pemilu
DPR dan DPRD, dapat membuat desain penggabungan surat suara jauh
lebih sederhana. Namun, hal ini memerlukan perubahan undang-undang
yang prosesnya sangat bergantung pada pemangku kebijakan di
lembaga legislatif, dan bukan menjadi otoritas lembaga Penyelenggara
Pemilu.
Merubah metode pemberian suara dari mencoblos menjadi
menuliskan angka dan tidak menggabungkan keseluruhan lima
surat suara menjadi satu surat suara, dapat dijadikan alternatif
penyederhanaan surat suara tanpa harus merubah sistem Pemilu.
Namun perlu dipertimbangkan sejauh mana kemudahan Pemilih dalam
memberikan suaranya dan apakah perubahan metode pemberian suara
tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang
ada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan beberapa uji coba
untuk menyederhanakan surat suara dengan tujuan utama memudahkan
Pemilih dan efisiensi proses penghitungan suara di TPS. Berikut adalah
beberapa model penyederhanaan surat suara yang dibuat oleh KPU.
118 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Model Menyederhanakan Surat Suara dengan Metode Pemberian Suara
Menuliskan Angka
Model pertama yang dibuat oleh KPU adalah merubah metode
pemberian suara yang semula mencoblos menjadi menuliskan
angka. Perubahan metode pemberian suara ini ditujukan untuk
menyederhanakan informasi yang tertuang dalam surat suara dan tetap
mengedepankan prinsip sistem Pemilu proporsional daftar terbuka
untuk memilih kandidat. Pada model ini surat suara berisikan logo atau
simbol partai politik, nomor urut partai politik, dan kolom khusus untuk
menuliskan nomor urut calon anggota legislatif yang di pilih oleh Pemilih.
Dalam hal ini daftar nama calon anggota legislatif tidak lagi tertera di
surat suara. Namun Pemilih tetap diberikan ruang untuk memilih calon
anggota DPR dan DPRD secara langsung sesuai prinsip sistem Pemilu
proporsional daftar terbuka. Hal tersebut dilakukan bukan dengan cara
mencoblos nama calon anggota DPR dan DPRD yang tertera di surat
suara, tetapi dengan cara menuliskan nomor urut calon anggota DPR
dan DPRD di kolom khusus yang tersedia pada surat suara.
Pada model ini terdapat tiga jenis surat suara yang didesain oleh KPU
dengan metode pemberian suara dengan menuliskan angka pada kolom
khusus, yaitu:
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 119
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Gambar 27. Model Penggabungan Surat Suara I
Metode pemberian suara:
a. Daftar calon anggota legislatif terpisah dari surat suara dan daftar
calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpasang di bilik suara untuk
120 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
memudahkan Pemilih;
b. Menuliskan angka nomor urut calon Presiden dan Wakil Presiden
sesuai pilihan pemilih pada kolom khusus calon Presiden dan Wakil
Presiden;
c. Menuliskan angka nomor urut calon anggota legislatif sesuai
pilihan pemilih pada kolom khusus DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota atau memberi tanda X pada logo partai maka suara
untuk seluruh tingkatan Pemilu DPR dan DPRD menjadi suara partai
politik;
d. Menuliskan angka nomor urut calon anggota DPD sesuai pilihan
pemilih pada kolom khusus calon anggota DPD.
Kelebihan dan kekurangan:
a. Ukuran desain surat suara tidak besar atau cukup proporsional;
b. Meminimalisir surat suara tidak sah yang diakibatkan tidak dibukanya
surat suara Pemilu legislatif ketika surat suara terpisah;
c. Memudahkan anggota KPPS dalam melakukan penghitungan suara
karena dengan satu surat suara dapat menghitung perolehan suara
untuk lima jenis Pemilu sekaligus;
d. Tidak ramah bagi Pemilih penyandang disabilitas dan buta huruf;
e. Tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 sehingga memerlukan beberapa perubahan seperti:
• Perlu melakukan perubahan di dalam Pasal 342 ayat (1), ayat (2),
ayat (3) tentang aturan minimal di surat suara karena terdapat
pengurangan aturan seperti nomor urut paslon dan nama paslon
di dalam surat suara;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 353 ayat (1) huruf a, b,
dan c tentang Pemberian suara dengan cara mencoblos dan
menggantikan dengan memberikan tanda dalam bentuk angka
sesuai dengan no urut yang tersedia di dalam lampiran yang
tersedia di bilik suara;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 386 ayat (1), ayat (2), ayat (3)
Surat suara dinyatakan Sah karena merubah tata cara pemberian
suara sah;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 348 ayat (4) tentang pindah
memilih yang disesuaikan dengan ketentuan apakah pindah
memilih akan mendapatkan seluruh surat suara sesuai dengan
tempat pindah memilih.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 121
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Gambar 28. Model Penggabungan Surat Suara II
122 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Metode pemberian suara:
a. Daftar calon anggota legislatif terpisah dari surat suara dan daftar
calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpasang di bilik suara untuk
memudahkan Pemilih;
b. Menuliskan angka nomor urut calon Presiden dan Wakil Presiden
sesuai pilihan pemilih pada kolom khusus calon Presiden dan Wakil
Presiden;
c. Menuliskan angka nomor urut calon anggota legislatif sesuai
pilihan Pemilih pada kolom khusus DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota atau memberi tanda X pada logo partai maka suara
untuk seluruh tingkatan Pemilu DPR dan DPRD menjadi suara partai
politik yang tersusun secara hierarkis;
d. Menuliskan angka nomor urut calon anggota DPD sesuai pilihan
pemilih pada kolom khusus calon anggota DPD.
Kelebihan dan kekurangan:
a. Ukuran desain surat suara tidak besar atau cukup proporsional
namun ukuran lebih horizontal;
b. Meminimalisir surat suara tidak sah yang diakibatkan tidak dibukanya
surat suara Pemilu legislatif ketika surat suara terpisah;
c. Memudahkan pemilih untuk memahamai metode pemberian suara
di setiap level Pemilu DPR dan DPRD akibat desain yang terpisah
secara hierarkis
d. Memudahkan anggota KPPS dalam melakukan penghitungan suara
karena dengan satu surat suara dapat menghitung perolehan suara
untuk lima jenis Pemilu sekaligus;
f. Tidak ramah bagi Pemilih penyandang disabilitas dan buta huruf;
g. Tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 sehingga memerlukan beberapa perubahan seperti:
• Perlu melakukan perubahan di dalam Pasal 342 ayat (1), ayat (2),
ayat (3) tentang aturan minimal di surat suara karena terdapat
pengurangan aturan seperti nomor urut paslon dan nama paslon
di dalam surat suara;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 353 ayat (1) huruf a, b,
dan c tentang Pemberian suara dengan cara mencoblos dan
menggantikan dengan memberikan tanda dalam bentuk angka
sesuai dengan no urut yang tersedia di dalam lampiran yang
tersedia di bilik suara;
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 123
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
• Perlu melakukan perubahan Pasal 386 ayat (1), ayat (2), ayat (3)
Surat suara dinyatakan sah karena merubah tata cara pemberian
suara sah;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 348 ayat (4) tentang pindah
memilih yang disesuaikan dengan ketentuan apakah pindah
memilih akan mendapatkan seluruh surat suara sesuai dengan
tempat pindah memilih.
124 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Gambar 29. Model Penggabungan Surat Suara III
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 125
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Metode pemberian suara:
a. Daftar calon anggota legislatif terpisah dari surat suara dan daftar
calon anggota DPR dan DPRD terpasang di bilik suara untuk
memudahkan pemilih;
b. Daftar calon anggota DPD tertulis di surat suara yang dilengkapi foto
calon anggota DPD;
c. Menuliskan angka nomor urut calon presiden dan wakil presiden
sesuai pilihan pemilih pada kolom khusus calon presiden dan wakil
presiden;
d. Menuliskan angka nomor urut calon anggota legislatif sesuai
pilihan pemilih pada kolom khusus DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota atau memberi tanda X pada logo partai maka suara
untuk seluruh tingkatan Pemilu DPR dan DPRD menjadi suara partai
politik yang tersusun secara hierarkis;
e. Menuliskan angka nomor urut calon anggota DPD sesuai pilihan
pemilih pada kolom khusus calon anggota DPD di surat suara DPD
yang terpisah dengan surat suara Pemilu Presiden, DPR, dan DPRD.
Kelebihan dan kekurangan:
a. Terdapat dua surat suara dengan ukuran yang berbeda;
b. Berpotensi menghadirkan surat suara tidak sah yang diakibatkan
tidak dibukanya surat suara Pemilu DPD karena surat suara terpisah;
c. Surat suara DPD yang menyertakan nama dan foto calon
memudahkan pemilih;
d. Penghitungan suara yang dilakukan oleh anggota KPPS dilakukan
sebanyak dua kali untuk menghitung surat suara Pemilu presiden,
DPR, dan DPRD yang digabung menjadi satu dengan surat suara
Pemilu DPD yang terpisah;
e. Tidak ramah bagi pemilih penyandang disabilitas dan buta huruf;
f. Tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 sehingga memerlukan beberapa perubahan seperti:
• Perlu melakukan perubahan di dalam Pasal 342 ayat (1), ayat (2),
ayat (3) tentang aturan minimal di surat suara karena terdapat
pengurangan aturan seperti nomor urut paslon dan nama paslon
di dalam surat suara;
126 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
• Perlu melakukan perubahan Pasal 353 ayat (1) huruf a, b,
dan c tentang Pemberian suara dengan cara mencoblos dan
menggantikan dengan memberikan tanda dalam bentuk angka
sesuai dengan nomor urut yang tersedia di dalam lampiran yang
tersedia di bilik suara;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 386 ayat (1), ayat (2), ayat (3)
Surat suara dinyatakan sah karena merubah tata cara pemberian
suara sah;
• Perlu melakukan perubahan Pasal 348 ayat (4) tentang pindah
memilih yang disesuaikan dengan ketentuan apakah pindah
memilih akan mendapatkan seluruh surat suara sesuai dengan
tempat pindah memilih.
Model Menyederhanakan Surat Suara dengan Metode Pemberian Suara
Mencoblos
Model penataan ulang desain surat suara yang kedua dibuat KPU
adalah tetap mempertahankan metode pemberian suara, mencantumkan
daftar nama calon, anggota legislatif, dan foto calon sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ke dalam satu surat
suara. Konsekuensinya desain surat suara menjadi besar. Berikut adalah
model penyederhanaan surat suara yang dibuat oleh KPU:
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 127
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Gambar 30. Model Penggabungan Surat Suara IV
128 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Metode pemberian suara:
a. Metode pemberian suara dengan mencoblos nama pasangan calon,
foto pasangan calon, atau nomor urut pasangan calon presiden dan
wakil presiden;
b. Metode pemberian suara dengan mencoblos logo partai atau nama
calon anggota DPR dan DPRD;
c. Metode pemberian suara dengan mencoblos foto, nama calon, atau
nomor urut calon anggota DPD.
Kelebihan dan kekurangan:
a. Memudahkan Pemilih dalam memberikan pilihan karena sudah
terbiasa dengan desain pencoblosan;
b. Meminimalisir surat suara tidak sah yang diakibatkan tidak dibukanya
surat suara Pemilu legislatif ketika surat suara terpisah;
c. Memudahkan anggota KPPS dalam melakukan penghitungan suara
karena dengan satu surat dapat menghitung perolehan suara untuk
lima jenis Pemilu sekaligus;
d. Memerlukan perubahan ketentuan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 mengenai Pasal 348 ayat (4) tentang pindah memilih
yang disesuaikan dengan ketentuan apakah pindah memilih akan
mendapatkan seluruh surat suara sesuai dengan tempat pindah
memilih.
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 129
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
130 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Gambar 31. Model Penggabungan Surat Suara V
Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap” 131
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan
Metode pemberian suara:
a. Surat suara Pemilu Presiden, DPR, dan DPRD dijadikan satu surat
suara sedangkan surat suara untuk Pemilu DPD terpisah;
b. Metode pemberian suara dengan mencoblos nama pasangan calon,
foto pasangan calon, atau nomor urut pasangan calon presiden dan
wakil presiden;
c. Metode pemberian suara dengan mencoblos logo partai atau nama
calon anggota DPR dan DPRD;
d. Metode pemberian suara dengan mencoblos foto, nama calon, atau
nomor urut calon anggota DPD.
Kelebihan dan kekurangan:
a. Memudahkan Pemilih dalam memberikan pilihan karena sudah
terbiasa dengan desain pencoblosan;
b. Meminimalisir surat suara tidak sah yang diakibatkan tidak dibukanya
surat suara Pemilu legislatif ketika surat suara terpisah;
c. Anggota KPPS dalam melakukan penghitungan suara dua kali
karena surat suara Pemilu DPD terpisah dengan surat suara Pemilu
Presiden, DPR, dan DPRD;
d. Memerlukan perubahan ketentuan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 mengenai Pasal 348 ayat (4) tentang pindah memilih
yang disesuaikan dengan ketentuan apakah pindah memilih akan
mendapatkan seluruh surat suara sesuai dengan tempat pindah
memilih.
132 Peta Jalan Sirekap Pemilu 2024: Upaya Menerangi “Lorong Gelap”
Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntablitas Hasil Pemilu dan Pemilihan