The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi puisi ini memuat 154 Penyair Indonesia dalam rangka memperingati Hari Puisi Indonesia 2022 yang diselenggarakan oleh Masyarakat Literasi Jember

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by lubetarestengah, 2022-11-18 03:05:29

Upacara Tanah Puisi

Antologi puisi ini memuat 154 Penyair Indonesia dalam rangka memperingati Hari Puisi Indonesia 2022 yang diselenggarakan oleh Masyarakat Literasi Jember

Keywords: Antologi Puisi

Lukas Jono
HUJAN
gadis cantik,
Bayang-bayang cantik membunuh jiwaku.
Fotomu,
Tak pernah kulihat sebelumnya.
Setelah berhenti,
Rahimmu melahirkan pelangi di balik bukit.

pandai,
Bermain-main irama
Tapi, aku tak mengerti
Arti iramamu yang kontemporer
Tingkir, 5,2,2022

Upacara Tanah Puisi | 73

Made Aripta Wibawa
PETILASAN SENDANG DI BUMI ALAS PURWO

rupa sendang di liukan air permai
ombak pantai selatan
masih terbentang rapi di tepian hutan Alas Purwo
berkejaran saling bersahutan menyusun melodi pagi
bermekaran awan-awan bersilang padu
inikah istana penguasa ageng Dewi Ratu Pantai Selatan?
bermahkotakan putik berumbai laut
embun berhimpitan membingkainya jadi rajutan rupa
Dewa
Kami membenamkan
hati
meminggirkan gersang, angkara, nafsu, loba keributan dan
kebencian sampai separuh tertanam buah dari rasa
Engkaulah, penjaga pakem semesta aslinya
berperan mencabut
piawai bersenandung dengan tajuk seperlunya
menabur karawitan di puncak ngarai,
bertiuplah daun-daun jati, mahoni dan akar akaran
agar kami lebih pandai memimpin jalannya sunyi
Sesunyi yoga-Mu terpatri disini

Alas Purwo, Purwani 13/6 2022

74 | Masyarakat Literasi Jember

Marjuddin Suaeb
GEDUNG KACA PONDOK PABELAN
ruang catat. Sejarah. Wicara tak buntu.
Cendela daya. Lepas juga suara.
Getar-getar ruh. Siul. Dengung senandung.
Jemparing saat. Panah. Jerat. Pidana semu
Pidana diri. Sesal taubat sambal.
Sama bangun. Membangun ajaran baru
Timbul tenggelam anak negeri
Anak generasi. Anak pinak agama itu.
Tuntun. Tuntunan. Pewaris wali.
Taukah kau anak kini. Mustahil
Tak ada tebak. Tekateki
Penggerak. Penegak. Peradaban sunyi.
Yk.2022

Upacara Tanah Puisi | 75

Marwanto
MEREKA PUISIKU
aku mengenal mereka
hingga singgah di hati
lalu menjadi puisi
aku mengenal mereka
sempat mampir di hati
ada yang menjadi puisi
selebihnya membusuk basi
aku tak mengenal mereka
tapi karyanya selalu dan selalu
menghunjam di hati paling hulu
menjadi puisi –tak henti, tak mati
sementara yang membusuk basi
mengendap sebagai residu
meski kadang mengganggu
dengan sabar kusayangi
Wisma_Aksara, 2021-2022

76 | Masyarakat Literasi Jember

Matroni Musèrang
SUNGAI KEMARAU
tak ada yang tersisa di permukaan sungai
daun yang jatuh atau ikan kelemar menepi
selalu membuat mataku berenang, memecah keramain
orang-orang mencuci masa lalu
membersihkan tanggal demi tanggal
seperti mendongak ke langit
ada yang harus dinyanyikan
seekor ikan kelemar, katak, dabak diam di kolam sungai
ia berjajar bersama daun-daun basah
sambil berhitung, kalau kau lelah menunggu waktu
yang lembut seperti embun dari rimbun kalampok
atau sekadar sajak yang haus
mengutarakan hidup yang tak bisa tenang
Madura, 2021

Upacara Tanah Puisi | 77

Merry Alianti
AKU PERNAH BILANG
Aku pernah bilang, jangan
Kamu malah bergegas pergi
Aku pernah bilang, lanjutkan
Kamu malah abai dan terdiam
Aku pernah bilang, terserah
Kamu malah kebingungan
Kini aku tak mau lagi banyak komentar
dan kamu tak juga mampu melakukan apa-apa
Bekasi, Juli 2022

78 | Masyarakat Literasi Jember

MH. Dzulkarnain
KISAH KASIH PETANI DIKSI

Aku seorang petani diksi
gemar memilah butir kenangan yang baru kau biarkan
berserakan, mengeram di ruang waktu penuh remang-
remang, dan kini ia telah menggaram dalam samudra dada
menjelma luka yang berombak menghantam tawar tawa
kita

Kapan lagi jendela WA yang pernah kita buka telanjang
akan kembali menyajikan panorama tubuh Tuhan
dan sambil lalu, kita becakap-cakap tanpa rasa cukup di
setiap ejaan tanya-menanya yang dibayar dengan
kegundahan jawaban
membawa kita dalam pelukan hangat malam

Ingin rasanya aku melihat kembali senyum mekar
bungamu itu menggelak-tawakan bangsa gula yang sering
kali kau anggap lugu
hingga aku tak ingin mereka cemburu
lalu menyekapmu dalam secangkir kopi buatan ibu

Aku sebagai petani diksi di ladang peci putih ini
melihat huruf-hurufmu menari-nari
dan kata demi kata memeluk kalimat sambil bernyanyi
mereka setia selalu bersama, menafsir tubuhmu yang
surgawi di setiap garis tubuh narasi

Annuqayah, 2022

Upacara Tanah Puisi | 79

Mizniwati
PUISI-PUISI BERMEKARAN KINI
Kepada : Chairil Anwar

Puisi-puisi bermekaran kini
Di dinding aksara mengukir prasasti
Titisan jejakmu dari "AKU" yang tak diam
Bukan keakuan yang tak berarti
Tapi pilar sajak yang tak mati

Di puncak sajak pohon-pohon cinta
Melaju tekad setiap ritual
Tak peduli kerikil-kerikil tajam
Menghempas diri di rumitnya duri-duri cinta

Lalu sayapmu menembus batas cakrawala
Menyingkap jendela dunia
Menyinari sajak-sajak nusantara
Membumi sepanjang sejarah

Ah, terlalu pagi kepergianmu
Engkau menyerah pada tiupan ruh
Setelah mentranspormasi energi baru
Pada roncean puisi yang bermekaran
Kini

Sungaipenuh, 20 Juli 2022

80 | Masyarakat Literasi Jember

Mochammad Asrori
MENGETUK PINTU

matahari dan semilir angin
mengetuk pintu
engkau di dalam, aku di luar
ragu menyelinap dalam debar

pohon angsana di halaman
memayungiku, cahaya temaram
lampu mendekapmu

engkau ingin bisa
mempersilahkanku masuk
seperti kekata dalam buku
yang biasa terbang
dan berbaring dalam diriku
tapi engkau tidak yakin
aku benar ingin bertamu

terkadang kita memang
terlalu lemah untuk
mengembangkan senyum
saat pintu terbuka, saat
sebuah rahasia
meloncat ke angkasa

2022

Upacara Tanah Puisi | 81

Moh. Ghufron Cholid
AYAH NAMA LAIN RINDU
: KH. Cholid Mawardi
Nama lain rindu adalah kau
Segala tentangmu, bertamu
Mengisi kamar hatiku
Padamu, doa-doa
Kuterbangkan sebagai teman setia
Pengantar bagimu memasuki taman surga
Paopale Daya, 3 Juli 2022

82 | Masyarakat Literasi Jember

Mohammad Saroni
POHON YANG TINGGAL PUCUKNYA
semburan air lumpur itu mengubur kampung,
lempung tercecer tidak terbendung,
gang, rumah, gudang, lapangan fasilitas umum,
bahkan sungai kecil untuk irigasi terkubur lumpur,
tetapi tidak dengan pohon mangga tua di tengah kampung,
pucuknya masih menari nari dibelai angin,
walaupun batang, ranting, dan dahan lainya terkubur
lumpur
pohon mangga ini memang sudah tua dan tinggi
menjulang,
waktu itu saat berbuah begitu lebat,
saat buah sudah tua dipanen dan dibagikan pada seluruh
penduduk,
semua merasakan manis masamnya buah mangga
pucuk pohon mangga ini adalah titik acuan puser kampung
yang hilang

Gembongan, 21 September 2021

Upacara Tanah Puisi | 83

Muhammad Achmar
SAJAK NIRWANA
Segala coba adalah berkah
Segala berkah adalah coba
Nikmatlah segala beri
Cukuplah segala kasih
Segala ingin adalah dunia
Segala butuh adalah abadi rindu
Nyalahlah segala sujud
Getarlah segala nurani
Renggut segala syukur
Di akhir tapak senyum nirwana
Segala suci adalah doa
Segala pasrah garisnya adalah esa
Batu terjal adalah fana
Segala hal menuju baka
Riaklah segala puja
Raunglah segala khidmat
Sengkang,28 Mei. 2020

84 | Masyarakat Literasi Jember

Muhammad Alfariezie
BENTUK YANG MENGERING
Sehelai demi sehelai, bagian bunga mawar jatuh ke tanah.
Satu demi satu, daun mawar yang membentuk kesatuan
Dari perbedaan pun meninggalkan tangkainya.
Hanya duri tajam di sisi batu hitam,
Di bawah pohon mati yang tumbuh pada retaknya
Lumpur kering
2021

Upacara Tanah Puisi | 85

Muhammad Fatkhul A.
I LOVE YOU, AINUN

hai Ainun, kau tahu?

ada yang amat aneh

pada lubuk dada

yang kini

aku rasa,

entah mengapa selalu

debar saat ingat kamu,

dan bila kita lama

enggan bersua,

entah kenapa resah

terus usik

relung kalbu.

Jombang, 2021

86 | Masyarakat Literasi Jember

Muhammad Lefand
TANAH AIR PUISI
Tanah air puisi
Aku menulis puisi ini
Napas membaca wajah negeri
Ada dedoa pada setiap untaian diksi
Hingga metafora tak pernah menangisi mimpi
Airmata menjadi hati
Ingatan menghapus sepi
Risalah tanah menjadi puisi
Pada bait yang seri
Ungkapan menjadi arti
Ini Indonesia tanah air puisi
Setiap jengkal mengandung imaji
Ingatan dan kenangan subur bersemi
Jember, Juli 2022

Upacara Tanah Puisi | 87

Muhammad Tauhed Supratman
SANDAL JEPIT ITU

kupakai sandal jepit
tapaki jalan berkelok
hilang jejak koruptor
dan plagiator

sandal jepit itu
jangan nistakan
susuri gemericik hidup
seribu satu teka teki silang
tak usai terjawab

sandal jepit itu
tak bohong melangkah
hiasi bumi, ukir langit
dengan senyum
dan air mata.

sandal jepit itu
saksi bisu kejujuran
akar rumput
modal sanjungan
pesta lima tahunan
di ketiak sejarah

Pamekasan, 16 Juni 2022

88 | Masyarakat Literasi Jember

Mukhotib MD
PEREMPUAN PEREMPUAN RINDUKU

1/

Di sini, di gerbang pesantren yang muram
pernah kau tanam sekerat rindu
dalam lipatan jilbab yang kelam
di bawah batu-batu membisu
bara membakar hatiku
dalam dekapan malaikat yang malu
ia tanpa cinta birahi
tempat kita bermain api.

Di sini, di gerbang pesantren yang kelu
pernah kau bilang ada cinta keliru
pecah debu berlarian dalam hatiku
seperti paku terpukul palu
katamu ustaz ngomong begitu
usah percaya katanya
ia hanya ingin merebut cinta
merusak buhul yang tersimpul.

Di sini, di gerbang pesantren yang bisu
pernah menyatu bibir-bibir membiru.

Magelang, 2022

Upacara Tanah Puisi | 89

Mulyadi J. Amalik
PENUMPANG TANAH AIR
Baju kutang mengapung. Perahu oleng.
Terambing minyak goreng. Ombak garang.
Celana dalam berminyak. Cuaca pedas.
Tercelup limbah sawit. Penumpang terhempas.
Buruh kebun buntung. Pesawat bergetar.
Ditetak minyak mentah. Awan berhujan.
Tanah air banjir. Petir menampar.
Diamuk hutan gundul. Penumpang terkurung.
Air mata tumpah. Pedati melaju.
Ditodong senapan cinta. Jalan menyintas.
Melawan tiada bertempur. Kuda berpacu.
Menang tanpa kematian. Penumpang berdendang.
Peneleh, Surabaya: 29/03/2022.

90 | Masyarakat Literasi Jember

Mustiar Ar
TEUKU UMAR JOHAN PAHLAWAN

Memahat kata saat putik tumbuh jadi bunga
Deru angin lam padang
Pekik Teuku Meulaboh membakar jiwa rakyat
Aku menjelma johan pahlawan
Tanah rencong batang tubuhku adalah darahku
Adalah api semangat pantang menyerah

Oemar, Perjuangan ini belum selesai
Penjajah global merajai semesta
Sekarang mari kita bersibaku
: persiapkan generasi pejuang tangguh
-kusuma tanah rencong
Adalah mujahid perang sabil 'kan selalu bertempur sampai
Tak ada lagi sejengkal tanah yang di jamah oleh
Kaum penjajah global semesta

Oemar, jiwamu adalah jiwaku
Panggilan jihad ini untuk kemuliaan agama kita
Untuk generasi emas mendatang hidup kita
Jikalah hidup dibatasi oleh maut
Tetapi jiwa kita kan tetap bersemayam di hati
Tunas muda tanah rincong
Tunas muda belia nusantara

Suwak ribe 12 maret 2022

Upacara Tanah Puisi | 91

Nanang R. Supriyatin
SAJAK PERAHU KERTAS
perahu kertas yang kau letakkan di atas permukaan air
berjalan mengikuti arus angin, pada sebuah pantai
yang dijadikan objek wisata kaum urban
takada yang aneh dengan perahu yang terbuat dari
kertas itu, lazimnya seperti perahu-perahu lain yang
terbuat dari kayu maupun gabus, meskipun di perahu
kertas itu ada filosofi kehidupan dari seseorang
tentang cintanya di masalalu
ada catatan-catatan kecil di tubuh perahu, seperti
sebuah simbol kasih sayang, juga simbol kehilangan
yang tersirat dan tersurat dari seorang gadis
hanya sebuah perahu yang berjalan sendiri, yang
sewaktu-waktu akan goyah akibat angin kencang
atau badai datang yang kemudian akan menghapus
kenangan-kenangan lama, tempat bersandar
para bidadari di saat-saat kesepian
20/06/2022

92 | Masyarakat Literasi Jember

Ngadi Nugroho
TASBIH
Lewat getir. Nyanyian jiwa mengalir. Mengalirkan butir-
butir airmata. Durjana? Tidak, tidak demikian adanya. Ada
warna jingga di sela-sela gelombang samudra dada.
Ratapan mengambang di langit penuh doa.
Pucat mengurat mata lentik menjadi nanar. Kesturi mekar.
Jiwa terjungkal hambar. Hanya bayang-bayang mengajak
berlari menuju padang ilalang. Menguntumkan bunga
perdu dari padang yang gersang.
Lewat suaramu aku dengar tak hanya aku. Berlayar
memutar biji-biji getir menjadi ribuan bunga perdu.
Menjadi titian yang tak karam oleh gelombang. Dibisikmu
aku menahan birahi jalang. Pertemuan itu selalu
kudambakan dengan wajah pucatku. Ingin kugambar jejak
getir itu, kekasihku.
Kaliwungu, 2022

Upacara Tanah Puisi | 93

Ngakan Made Kasub Sidan

MENDEKAP PERBURUAN SUNYI

Kasih, betapa siluet senja lebur dalam hempasan buih
lidah ombak, ketika kita bersama mencoba menggapai asa
yang bertebaran dalam butir-butir pasir putih. Berkali-kali
kita melepas doa pada kesunyian semesta, untuk berlayar
bersama menggapai dermaga sunyi di ujung sana.

Kasih, ketika kita selalu mencoba menyapa angin yang
mencumbui liukan nyiur, melukis bayang-bayang arah
pada ketinggian ujung langit. Kita tidak ingin lama terlelap
pada permadani berpasir putih, dengan sisa angan yang
kian usang. Mari kembali ke sana, karena perburuan tak
akan pernah berhenti!

Kasih, jika bulan temaram bisa melukis pelangi dengan
titian panjang batas kesunyian, kita segera merapat
membawa dermaga milik kita, yang kita kayuh dalam riak
gelombang. Tak perlu membingkai nafas yang tertahan,
karena percakapan kita masih tetap pada ruang sunyi.

Kasih, mari segera kita akhiri dialog ini, karena panggung
kita kini menjadi arena perseteruan tanpa jeda. Perjudian
menang-kalah, tawa-tangis, kawan-lawan menyatu di balik
batas kuasa.

Kasih, mari kita kuatkan getar doa beralaskan serupa dupa.
Kita menjaga malam agar kesunyian tetap menjadi milik
kita, karena itu hak kita. Selamanya!

(Klungkung Bali_medio Juli 2022)

94 | Masyarakat Literasi Jember

Ni Nengah Ariati
SITUS GOOK SESAPI
Bayangan Goa masa silam
Membidik inspirasi
Menuju jalan setapak berliku
Dalam genangan legenda
Sepasang sayap bunga terbang menembus langit
Sakralmu tertuang dalam keyakinan
Bersemayam para Dewa Dewi dari kahyangan
Ritual digelar sepanjang musim
Mengalun kidung Maha Suci
Harum dupa menebar keheningan
Tercium wangi bunga sujud pada-Nya
Lebur dalam alunan doa dan puja
Di bawah tebing batu cadas
Muara goa menghadap ke utara
Sungai mengalir ke hilir berpagar bebatuan
Nuansa alam pedesaan

Upacara Tanah Puisi | 95

Novia Rika Perwitasari
SEPOT EKOR TUPAI
Terik tertangkup di mata lelaki tua asal Cipanas
Dalam naungan pepohonan di trotoar
Angin tak mampu menghapus peluh
Gurat perih di pundaknya
Bekas bambu pengusung tanaman
Yang membebani tulang punggungnya
Pot-pot lusuh itu menampung nyawa dan sejumput udara
Chrysanthemum mekar parsial, Sansevieria belum melebar
Ekor tupai bertumpang liar, tiada memikat
namun di sana lelaki tua itu menggulirkan hidupnya yang
ringkih
Kemarilah,
Biar kubawa sepot ekor tupai yang paling tegar
Demi sedekah agar hari sang lelaki tua lebih panjang
Dan aku akan menghirup sejumput aroma alam
Menguar lembut dari dedaunan hijau
Menikmati kedamaian sederhana

96 | Masyarakat Literasi Jember

Nur Hikmah A.M
PANTAI SLILI

Kupandang tersipu camar
matanya terpukau tatap lautan
dia kepakkan sayap mengitari lautan
menatap iba seorang pemuda remaja
sendiri menatap biru laut
tak hirau ombak memukul kakinya
seolah menanti kekasih kembali
tersirat tatap rindu di matanya

Ombak memeluk pantai
membelai lembut pasir
bagai ibu memeluk buah hati

Merindu ombak basahi bibir landai pantai
memuja awan kawanan camar
bukit karang terjal rela jadi saksi
rindu ombak memeluk lembut pantai

Pesona pantai Slili menepis lupa
puja Sang Pencipta jagad raya
menuntun rindu hamba ucap syukur

Pekalongan, 16 Juni 2022

Upacara Tanah Puisi | 97

Nur Indah Sutriyah
BALADA LARUNG SESAJI
/Sedekah Laut/
Di pembuka almanak jawa; 1 Muharram. Anak-anak
ombak Papuma bergulung menyerbu bibir pantai.
Membisik telinga; menjamah lengan nelayan. Tanda
sedekah laut akan berkecipak di antara riak-riak
gelombang.
Pada penguasa angka di titik ke dua belas. Ketika panas
matahari bergelora. Ada keriuhan, dipenuhi kepulan asap
dupa dan kemenyan. Harumnya semerbak menelusup
rongga hidung hingga ke pangkal perut.
Sepotong kepala kambing diletakkan di atas manhir;
serupa miniatur kapal. Gunungan nasi kuning dengan
pernak pernik sayur mayur serta hasil laut, ikut
meramaikan sesajen; yang kemudian dilarungkan ke
tengah laut.
: Sebagai sedekah; wujud syukur

98 | Masyarakat Literasi Jember

Nur Komar
KEMBANG DESA
setiap terbit mentari # bayangmu turut kemari
menyibak kabut putih # sampaikan salam kasih
dari puncak gunung # hingga lembah menung
sejuk membelit tubuh # jiwa merasa teduh
burung turut bernyanyi # menyambut datang pagi
selalu mengembang ranum # bibir mungilmu tersenyum
aroma wangi menguar # sepanjang bumbung menjalar
hasrat hati menyala # hidup penuh cahaya
bertudung selendang batik # semakin bertambah cantik
bening matamu menatap # lidahku kelu mengucap
lembut sapa sekuncup # dada dirundung degup
hanya selayang pandang # tersimpan dalam kenang

Jobokuto, 2022

Upacara Tanah Puisi | 99

Nur Sodikin
JARUM JAM
Berdetak seperti palu yang mengetuk ngetuk
keningmu
mengetuk tulang punggungmu yang linu
mengetuk dadamu yang pilu
Berdering Seperti alarm istirahatmu
suara cekcok tetangga
klakson antrian kendaraan
para karyawan di lampu merah kota.
Ia terus memburumu
seperti peluru
hening dan mematikan
jarumnya yang tajam
terus menggores kegelisahan.
Terkadang kita bisa selangkah di depan
lalu ia hanya bertanya sampai kapan?
kau tau, kau mungkin sudah letih lesu
dan terlalu gagah untuk mengangkat tangan.

100 | Masyarakat Literasi Jember

Nurdiana Simbolon
AKU BERKEMBARA LAUT

aku ingin berpeluk ketenangan angin bertambah hangat
cairan birumu,mengapung dalam buaian nina bobo dengan
bisikan lembut merasuk dalam jiwa, bisikan terngiang
betul dalam benak menghantar mimpi sampai keujung laut
tak terbatas beralaskan harapan untuk sampai

aku melayakkan diri untuk bertemu kata makna ribuan
pasir bersuratkan namaku yang kini kian terhapus jejak
oleh buaian indah kalimat makna jutaan pasir, kata dengan
kalimat menjelajah kehidupanku , menuntun mana arah
mata angin di laut lepas yang harus di eratkan kembali agar
kokoh

aku milik aku , tiada kapal berada diatas air tanpa
nahkoda,genggaman tangan kanan bukan untuk tangan
kanan lain melainkan tuk tangan kiriku barangkali hanya
butuh uluran pasangannya, air berpasangan pada ombak
dan saling berbisik kapan angin seolah menimbulkan
bahaya atas rencana bejatnya

aku membawa secerca dalam batinku, yang mungkin
segera terganti oleh suguhan gelap penuh teriakan meminta
pulang atas ketidaksanggupan tertawan tenggelam sampai
kurasakan denyut nadi berdetak sedikit melambat dan
habis

Jambi, 24 Mei 2022

Upacara Tanah Puisi | 101

Nurhayati
PERBINCANGAN DI BAWAH HUJAN
Segelas kopi di atas meja
Sepiring tawa
Renyah seriang hujan
Menari di pepohonan
Selembar kertas kusam
Menguning ditempa usia
Memuat sajak tak menua
Ada binar cahaya mata belia
Tangis termanis
Tawa tertunda
Ingatan berkunjung
Hujan simpan murung
Di bawah hujan angin semakin liar
Bunga rumput membelukar
Dari ujung dunia berbeda
Kita membaca tafsir yang sama
Bekasi, 08. 07. 2022

102 | Masyarakat Literasi Jember

Piet Yuliakhansa
FLAMBOYAN
Terkejut aku ketika wajah yang kutunjukan pada Ibu
dikenali sebagai sosok Flamboyan. Terlalu panjang untuk
sebuah kisah tapi begitu singkat bagi masa yang dilalui.
Cukup menarik, bagaimana seorang peracik kata mendaur
mimpi pada cinta dan keniscayaan.
Berlapis percaya datang juga tumbuh. Di kerling
perempuan ia luluh. Tubuh bersauh pikiran enggan
menjadi jemu. Barangkali nestapa malas mendekat karena
kepedulian lekat dengan angkuhnya.
Senyata perihal rindu, dibangunnya aksara melebihi istana
keyakinan. Bisiknya, kau boleh kenalku serupa puisi patah,
untuk apa barisan alfabet itu kucipta.
Alian, 3 Juli 2022

Upacara Tanah Puisi | 103

Porman Wilson Manalu
TUNGKOT DAN PRESIDENKU

gondang menggema
di tanah batak presidenku diberi tungkot
tunggal panaluan yang diukir di hutan

dengan tongkat itu aku tahu semangatmu
tidak seperti para datu
komat-kamit tak menentu

genggam erat tungkotmu
abaikan keluh si aji donda hatahutan
abaikan rengek si boru tapi nauasan
biarkan datu-datu gelantungan

presidenku
taganing telah ditalu
angkat tinggi tungkotmu

dari samosir kau memandang
berdiri tegak seperti gunung
suatu saat kau bermimpi
terkenang datu baragas tunggal
nan sindak panaluan

(medan, 2018-2022)

104 | Masyarakat Literasi Jember

Pulo Lasman Simanjuntak
BIDAK CATUR BERGERAK
di sini-
lahar panas bermuara ke lantai berpindah-pindah
dalam permainan otak gila
bahasa tanah yang mengeras
tombak saja kelamin mereka
di rusuk ranjang
paling gelap
Jakarta, Mei 2022

Upacara Tanah Puisi | 105

Purwati Ningsih
KARENA SEPOTONG SENJA

sepasang ayunan
sibuk hilir-mudik ditingkahi angin
naik-turun – turun-naik
pada sepotong senja
yang kau bilang tanpa arah pulang
hari itu

langit-langit kuning bercampur warnanya dengan asin air
laut
burung-burung membadai merindu hangatnya sarang
namun tidak denganmu;
sepi lagi ganjil -itu yang kauwirid-
lalu mencipta petak

---

debur halus lidah Papuma
membungkus getir guratan kalbu,
temaniku ungkap esaimu
yang terlanjur kukandung
; tanpa pengait

Mojorejo, 20 Juli 2022
12.59 WIB

106 | Masyarakat Literasi Jember

R. S. Tawari
TRAGEDI KEIKHLASAN

pagi itu aku ke kantor lurah
aku mengurus surat keterangan,
kudapatkan seikhlasnya

siang itu aku ke catatan sipil
aku mengurus identitas
kudapatkan seikhlasnya

sabtu depan aku harus wisuda
kurampungkan skripsi
yang tertulis daftar makanan

usai wisuda aku melamar kerja
kuurus keterangan catatan hukum
saya diduga seikhlasnya

sebelum kerja aku ke pusat kesehatan
kupastikan tetap sehat
aku didiagnosa seikhlasnya

akhirnya aku menikah
aku butuh buku nikah
di kantor agama keikhlasanku lengkap.

mau lancar?
seiklasnya aja, Bang.

Ternate, 13 Juli 2022

Upacara Tanah Puisi | 107

Refdinal Muzan
MAHKOTA YANG HILANG
( Alih wahana dari Lukisan Richon )

Tumpuan mata adalah tangis
dera menderai di rintik malam pernah gerimis
Tersembunyi , suara hati kian mengetuk pintu dalam doa
Doa kembali menjelma di balik gelisah dan percik dosa

Bertahta, ia pernah hias dalam takdir bentukan rupa
Aroma pun bertabur dari seribu taman bunga
Kumbang, kekupu dan segala serangga
Mendekat, menjamah atas sebuah rasa tak terjemah

Kata-kata bergelayut bius hasrat gapaikan arus
Janji janji bertebaran di langit biru dan kelam malam
"Kitalah penikmat hidup, jangan pernah ragu buatmu bisu "

Dan lalu segala berkecimpung dalam ladang yang tertanam
Pagar lepas sesaat teriak yang menghentak
Tumpah, tersampai
Bersama sesal yang tak lagi
Hambar

( Agam jua, 13 Nov 2021 )

108 | Masyarakat Literasi Jember

Ribut Achwandi
JIKA YANG LALU

Jika yang lalu, jika yang merampas
matahari pagi, kicau burung, dan
gemericik air dari ingatanmu.

Jika yang lalu, adalah jika
yang menyerap segala cahaya,
pada terang wajahmu, pada bening matamu,
pada senyummu yang bagai rembulan
di hari muda, pada lembut sutera hatimu.

Jika yang lalu mengurungmu dalam ruang sepi,
melumatmu perlahan menjadi hancur,
menggerogoti akal pikiranmu,
dan menuntunmu ke jalan tanpa arah.
Menjebakmu dalam hitungan hari
yang kehilangan pagi.

Jika yang lalu, tak pernah
menakhlikkan maka, menyata.
Lupakan.

Pekalongan, 20 Juli 2022

Upacara Tanah Puisi | 109

Riki Utomi

BAHASA GAMIS

: desmita
senyap akan abadi kelak di sana. namun kau membiarkan
geruh sesuara mengelilingi hati. membaurkan gerah yang
lain untuk memendapkannya di sini.
pada lubukmu terdalam, pada debar warna matamu,
mungkin
ucap menjadi beku. lalu diam-diam kau mencairkannya
pada malam-malam rapuh.
akan abadi kelak segala senyap di sana. ketika tak ada lagi
ungkap yang harus diterjemahkan. segala runut jejak telah
lunas. kau membawa debar paling gigil, kau menjabar
getar paling akhir.
di diam matamu, sayu terselubung pekat hidup.
menggulung
sunyi yang gugup.
Selatpanjang, 2022

110 | Masyarakat Literasi Jember

Riska widiana
MENCARI NASIB PADA TAKDIR
Sauh menerjang ombak
Menaiki tubuh gelombang
Perahu terombang-ambing
Menelusuri rahasia Tuhan
Tubuh perahu mengikuti arah mata angin?
Atau arah pikir yang bercabang?
Nasib terus bergerak mencari Tuannya
Kita lepas dua dayung
Kemudian termangu di atas laut
Menerka takdir sampai mana ia akan menepi
Juga keberuntungan menyediakan rumah
Saat badai menggulung
Bagi kita yang dibelenggu ombak
Riau, 2022

Upacara Tanah Puisi | 111

Rissa Churria
BERMANDI CAHAYA

Mari kita bermandi kasih
Tidak hanya debar geletar di dada
Setelah badai beliung dan tsunami
Datang bersamaan hendak memporak poranda
Tempat sakral berhuninya cahaya
Kau tetap merangkul dalam nur cinta

Mari gelar lampit sederhana
Tetaplah di depan menjadi imam
Aku akan mengaminkan segala doa
Dalam sempit dan luang canda tawa
Ajak aku berkelindan dalam lingkar sulukmu
Gamit dalam cengkrama mesra
Serupa Kamajaya merangkul Kamaratih dengan penuh
cinta

Kekasih ...
Mandikan aku dengan cahaya
Matikan aku dalam cinta
Hidupkan kembali dalam rasa ceria di dada

Bekasi, 13.12.2021

112 | Masyarakat Literasi Jember

Rosyidi Aryadi
MEMBACA NYANYIAN SEMESTA
Kijang emas berlalu di hutan perawan membaca tanah laut
dalam nyanyian semesta semilir angin pada tanah merah
terbaca gadugan sapi adalah kunci pembuka kota
kenangan.
Tuntung pandang bersama mengolah kata membaca aksara
pada angsau bercabang tiga memapas jarak menembus
kabut nasib takdir kehidupan.
Telah melintas di tebing siring pabrik gula kini telah tiada
bahkan tanaman tebu berganti kelapa sawit. Membaca
isyarat waktu pada kesunyian membatu ketika gunung
kayangan berdiri kokoh perpaduan konser angin tenggara.
Naik turun dan tikungan tajam memerah tanah merah
sambil menarikan kesetiaan tanpa batas.
Palangkaraya, 11 Juni 2022

Upacara Tanah Puisi | 113

S. A. W. Notodihardjo
MELEWATI JALAN
Aku tidak mahasiswa semester akhir
yang menunggu dosen pada pukul 05.30
aku tidak nasi goreng merah muda
aku tidak lalapan ayam krispi
orang-orang telah berganti
kesibukan kendaraan
aku tidak pejalan kaki
di atas trotoar
dan gerobak yang saling tindih
lampu-lampu cafe
nyanyian pengamen tanpa suara
penjual rokok eceran
warung kopi 24 jam yang tidak tidur
penjual koran duduk di kamar kost
menghitung hari-hari
digusur teknologi
Muncar, 2022

114 | Masyarakat Literasi Jember

Saif LH.
FANA’

Berawal manisnya kata
Dimana
Dengan siapa
Gugah tidur sang badut
Berujung abstraknya bahasan
Hingga rasa khawatir
Hidupkan benih cinta
Seketika tersindir humornya

Rasa teraduk campur
Berawal sedih meronta harapan
Bahagia bongkar prinsip utama
Sakit tuk ungkapkannya
Topeng hancur menjadi
kepingan
Tak kuasa tutupi
Wajah asli gelap gulita
Dalam dunia tirai merah

Jombang, 28 April 2022

Upacara Tanah Puisi | 115

Salman Yoga S.
HIJAIYAH MEURAH JOHANSYAH

Satu Sultan yang menaklukkan dan menyatukan
Meurah Johansyah dan Abdullah Kan‘an
Guru bermurid seperti kepalan tangan
Bertasbih dan mengekal
Sejarah menapal terjal
Diriwayat Aceh gemilang yang menghilang
Di balik nisan, memendam

Tunjuk satu arah yang dekat dan jauh
Tidak berbuku tidak berkuku
Waktu

Tunjuk alamat yang singkat dan keramat
Waktu

Ulang dan catat langkah yang menanjak
Pendakian meninggi digerigi bukit
Tebing dan belantara
Waktu

Jelajah kesadaran bertungku
Gle Weng Lamsuseng yang beku
Muyang datu lagu mungirepi aku urum semeleh pumu

Takengon-Banda Aceh, Juli 2022

116 | Masyarakat Literasi Jember

Sami‟an Adib
NYANYIAN ANAK LAUT

1#
pertemuan kita adalah ombak dan pantai
ombak melukis indah kenangan
pantai setia menampung kerinduan

tapi maaf, bila aku terlalu egois
membiarkanmu seperti pantai tabah terkikis
tersebab lelah ombak mencari sandaran
selepas kembara dari luas lautan

mungkin aku datang selalu beriak
tapi bukan karena berahi yang bergolak
sebab kutahu sebuah petuah klasik
: rindu hanya luruh di dalam peluk

2#
tak perlu ditanya bagaimana aku datang
lihat saja bentang gelombang
sebab pada gemuruhnya peluh telah kutuang
demi terengkuhnya setiap peluang
: berlabuh di ranum bibirmu sebelum petang

Jember, 2022

Upacara Tanah Puisi | 117

Samsudin Adlawi
KELOK RINDU
:jbr

rindu itu mengepul dari gulungan cerutu tembakau Besuki
Na-Oogst
rindu itu tersimpan sempurna dalam bungkusan cangkang
kedelai edamame

rindu itu kian menusuk senar ingatan dan selaput hati

demimu
seribu kelok pun kulajui
sambil sesekali kulempar berkeping-keping ngeri
di nganga jurang galak gunung Gumitir

demimu
kupeluk erat cinta kita dari sergapan cakar-cakar halimun
yang menjulur-julur dari balik kekar pepohonan
di kanan kiri jalan

aku percaya
ada taman paling indah di ujung
kelok rindu kita

menoleh ke belakang
pun pantang

the sunrise of java, 2022

118 | Masyarakat Literasi Jember

Sapto Wardoyo
SAMPAN
mengayuh waktu
membawa sisa-sisa senja
menuju malam
melabuhkan kenangan
mengayuh doa-doa
mencari air matanya
yang terbawa hujan
menuju lautan
mengayuh kehidupan
menuju sebuah ruang
bercahaya keheningan
berdinding keabadian
mengayuh usia
hingga tak tersisa
menuju tempat tiba
bagi segala yang fana
Bekasi, 2021

Upacara Tanah Puisi | 119

Saunichi Agus Sauchi
KITA HANYA BERJUMPA DALAM PUISI
kita hanya berjumpa dalam puisi
selanjutnya di musim-musim lain
yang tak mengenal kita
yang tak mengerti kita
hanya putaran hari yang sepi
kita hanya berjumpa dalam puisi
saling merayap menangkap kata-kata
dimana getir kita simpan dan kesakitan
kita tulis ulang
melalui bahasa yang menyeka air mata
kita berbagi cium dan doa
saling memberi nafas dan arah arah
sampai musim berganti
dan kebingungan menyelimuti diri
kita hanya berjumpa dalam puisi.
Air Apo, 23 Maret 2022

120 | Masyarakat Literasi Jember

Shafwan Hadi Umry
NEGERI BIJAK BESTARI
Di negeri ini, hujan telah jadi logam. Jatuh membanting
palu godam. Serangan corona maklumat dukacita. Lalu
yang mati dan yang hidup, menghilang di jumlah angka.
Sekolah dan pasar dikarantina. Manusia kalut razia.
Menunggu takut. Mengangkut maut.
Di negeri yang mengibar bendera, mengikat sumpah
dan serapah. Melepas ikatan jilbab dan jubah. Rumah-
rumah terkunci, kantor terkunci, hati pun terkunci hilang
silaturahmi.
pada tiang lampu kita nyalakan ayat api. Kota-kota
terbakar sepi.
Tragedi ini kehilangan asa. Bersandar kecewa, terpapar
duka. Wahai, sekali lagi tanpa kompensasi, di manakah
harga diri negeri ini? Kalau engkau pun kehilangan nyali.

Medan, 2021

Upacara Tanah Puisi | 121

Siamir Marulafau
REMBULAN DI BULAN JUNI
Tak ada yang lebih istimewah selain bulan Juni
Rinduku merintik ke mana- mana
Aku tidak merahasiakannya
Kepada ombak yang memecah
Bulan itu bermata rembulan
Tak ada yang lebih indah
Tak mampu menghapusnya
Dari wajah bulan yang syahdu
Tanganku kuat memegangnya
Kucelupkan dalam hati medalam
Bulan itu terserap dalam darah
Tak ada yang lebih istimewah
Selain bulan Juni
Rinduku tak akan terbenam
Kukatakan terus terang
Sampai bulan itu terbit
Medan ,22-06-2022

122 | Masyarakat Literasi Jember


Click to View FlipBook Version