The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Yang Berkelindan di Bawah Permukaan merupakan kumpulan tulisan staf pengajar Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Mardhayu Wulan Sari, 2023-03-24 16:09:58

Yang Berkelindan di Bawah Permukaan

Yang Berkelindan di Bawah Permukaan merupakan kumpulan tulisan staf pengajar Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.

Keywords: antologi,Sastra,Linguistik,Filologi

191 (8) Kampung semar tinandhu, yaitu bentuk kampung yang pangeret-nya dua, tiang (saka) berjumlah dua, di tengah ada pangeret. (9) Kampung gedhang (pisang) salirang, yaitu bentuk kampung yang atap (payon) hanya satu sisi (Jawa: sesisih). Dhapur atau dasar rumah masjid terdiri atas dua macam, yaitu tayub dan langgar. Tayub yaitu termasuk pada pola 56 (lihat Serat Kalang Bab Griya Jawi, bab 5), jika tanpa lingkaran pananggap dan atapnya menyatu (Jawa:gathuk) mana dinamakan langgar. Bagian rumah Jawa lainnya disebut lumbung, gedhogan, kandhang, gandhok, griya pawon, paringgitam, topengan,, kandhang, serambi, bangsal dan sebagainya. Rumah tradisional Jawa dan gaya arsitekturnya juga berkaitan dengan status sosial pemilik atau penghuninya. Misal, arsitektur limasan sinom, dipakai untuk pendopo ratu atau raja. Arsitektur joglo pagrawit, yaitu dipakai untuk pringgitan ratu atau bentuk joglo pananggap yang hanya brunjung. Simpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut. Menghasilkan inventarisasi arsitektur tradisonal masyarakat Jawa, yaitu tentang pemilihan jenis-jenis kayu jati yang berkualitas untuk membuat bentuk-bentuk rumah Jawa atau arsitektur tradisional yang meliputi bentuk rumah seperti jenis-jenis rumah arsitektur joglo, limasan, kampong, dan masjid. Arsitektur joglo dapat dikategorikan berbagai jenis, yaitu joglo kepuhan, pangrawit, trajumas, wantah, ceblokan, tawonboni, dan semar tinandhu. Arsitektur rumah limasan, yaitu limasan nom, limasan sinom, kampung bali, bapangan, klabang nyander, trajumas, gajah ngombe, gajah mungkur, pacul gowang, semar tinandhu, limasan srotongan. Arsitektur rumah kampung, yaitu kampung nom, strotongan, dara gepak, jompongan, gajah ngombe trajumas, pacul gowang, semar tinandhu, gendhang (pisang) salirang, dan rumah masjid (tayub dan langgar). Filosofi arsitektur tradisional dimulai atau dilandasi pada hal yang mendasar tentang kearifan lokal masyarakat Jawa tentang pemilihan kualitas kayu jati. Kayu jati yang berkualitas dipilih untuk membangun sebuah rumah (hunian, istana) agar penghuninya kelak hidup tenteram, damai, dan terhindar dari marabahaya atau musibah. Di samping itu, cara perolehannya pun harus dikerjakan dengan baik dan benar, yaitu cara-cara menebang kayu jati ada pedomannya, sebagaimana tertulis dalam naskah Jawa Serat Kalang Bab Griya Jawi. Jadi, tidak boleh sembarangan termasuk penentuan arah dan jatuhnya pohon jati termasuk menjadi pertimbangan. Demikian pula, jika menemukan kayu jati yang kurang berkualitas, masyarakat Jawa dengan pengetahuannya yang ditimba dari nenek moyangnya, kayu jati tersebut akan diperlakukan secara khusus melalui proses tertentu, sehingga menjadi kayu jati yang berkualitas pula. Penentuan jenis-jenis kayu jati untuk bahan bangunan ini yang menjadikan rumah-rumah Jawa kokoh berdiri dan jenis-jenis arsitektur tertentu tahan gempa. Arsitektur tradisional rumah Jawa berkaitan dengan status sosial penghuninya dan filosofis Jawa yang berkaitan dengan kearifan lokal masyarakat Jawa. Daftar Pustaka Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2009. “Fenomenologi Agama: Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami Agama.” Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan XVII (2). ________. 2009. “Paradigma Sebuah Konsepsi.” Makalah ceramah.


192 ________. Tanpa tahun. “Paradigma, Epistemologi, dan Etnografi dalam Antropologi.” Makalah. Jurusan Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dakung S. 1981. Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayan Daerah Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Dewi, Trisna Kumala Satya. 2016. “Laporan Penelitian Filosofi Kearifan Lokal Arsitektur Tradisional dalam Masyarakat Jawa” (Sumber Dana POPA RKAT Tahun Anggaran 2016). Surabaya: Universitas Airlangga. “Arsitektur Khas Jawa.” http://blog.propertykita.com/arsitektur/arsitektur-khas-Jawa. Ismunandar, KR. 1986. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Semarang: Dahara Prize. Kartono, J. Linto. 2005. “Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya.” Dimensi Interior 3 (2). Jakarta: Bentang. Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Gramedia. Serat Kawruh Kalang. Kode Naskah 694 SER S. Koleksi Museumj Radya Pustaka Surakarta. Serat Kawruh Kalang Bab Griya Jawi. Kode Naskah P 102. Koleksi Museum Radya Pustaka Surakarta. Tjahjono, 1989. “Cosmos, Center and Duality in Javanese Architectural Tradition: The Symbolic Dimensions of House Shapes in Kotagede and Surroundings.” Berkeley: University of California. Zoest, Art van.1978. Semiotiek Over Tekens, Hoe ze Werken en Wat Ermee Doen. Baarn: Ambo.


193


194


195


Click to View FlipBook Version