MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 35 KEBIJAKAN penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik hingga saat ini mengacu pada UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan atau disebut juga UU Listrik 2009. UU Listrik 2009 ditetapkan untuk lebih menjamin keselamatan umum, keselamatan kerja, keamanan instalasi, dan kelestarian fungsi lingkungan dalam penyediaan tenaga listrik dan pemanfaatan tenaga listrik, instalasi tenaga listrik harus menggunakan peralatan dan perlengkapan listrik yang memenuhi standar peralatan di bidang ketenagalistrikan. UU Listrik 2009 juga mengatur tentang pembagian wilayah usaha penyediaan tenaga listrik yang terintegrasi, penerapan tarif regional yang berlaku terbatas untuk suatu wilayah usaha tertentu, pemanfaatan jaringan tenaga listrik untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia, dan informatika, serta mengatur jual beli tenaga listrik lintas negara. Peraturan tersebut dilaksanakan lintas kementerian terkait ketenagalistrikan, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan pihakpihak yang bertanggung jawab dengan sektor terkait. Meskipun banyak kementerian yang mengatur sektor listrik, namun tidak ada badan khusus yang melayani dan mensinkronisasi segala hal yang berhubungan dengan ketenagalistrikan. Gagasan pembentukan badan regulasi terkait ketenagalistrikan di Indonesia sebenarnya bukan ide baru. Tahun 2002, Pemerintah Indonesia pernah mengenalkan Lembaga/ Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik (BPPTL) mengacu UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan atau disebut UU Listrik 2002. Lembaga ini memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam membuat keputusan untuk melaksanakan pengaturan dan pengawasan pasokan listrik di berbagai wilayah tertentu. Namun pada Desember 2004, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta agar UU Listrik 2002 dicabut atas dasar bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 mengenai sistem perekonomian Indonesia. Keputusan MK berdasarkan penalaran bahwa tujuan Hukum Listrik 2002 adalah untuk monopoli listrik, sehingga tidak sesuai dengan nilai-nilai ekonomi Indonesia. Peraturan ini dinilai gagal memenuhi standar minimum peraturan perundang-undangan hingga BPPTL juga dibubarkan. Kehadiran UU Listrik 2009 untuk memperkuat kerangka kerja regulasi dan menyediakan layanan bagi pemerintah daerah dalam hal lisensi serta menentukan tarif listrik. Poin 3 dari UU Listrik 2009 menyatakan bahwa listrik adalah salah satu cabang produksi yang paling penting dan strategis. Maka dari itu, suplai listrik harus dikendalikan oleh negara, sementara operasi dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan prinsip otonomi daerah. Hal ini untuk memastikan bahwa implementasinya dapat memaksimalkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Dok. bahana.net
36 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 37 UU Listrik 2009 pernah dimintakan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009 dan tahun 2015. Pada tahun 2009, uji materi diajukan Konfederasi Serikat Nasional, sedangkan tahun 2015 uji materi diajukan DPP Serikat Pekerja PLN. Pada putusan MK Nomor 149/PUU-VII/2009, permohonan uji materi tidak dapat diterima, dengan pertimbangan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) mengatasnamakan Konfederasi Serikat Nasional untuk mengajukan permohonan a quo. Sementara pada uji materi yang diajukan DPP Serikat Pekerja PLN, UU Listrik 2009 dinilai merugikan konsumen tenaga listrik yang akan membayar tarif dasar listrik lebih mahal minimal lima kali tarif dasar listrik saat itu. Serikat Pekerja PLN juga menilai ketentuan pada Pasal 10 juncto Pasal 11 juncto Pasal 20 UU Listrik 2009 akan mendorong restrukturisasi PLN dan anak perusahaan PLN karena ada penggabungan, peleburan, penggantian/perubahan kepemilikan, dan bahkan pembubaran suatu unit/anak perusahaan PLN sehingga dapat berakibat terjadi Pemutusan Hubungan Kerja terhadap karyawan PLN secara besar-besaran. UU Listrik 2009 juga dinilai merugikan karyawan PLN karena diserahkannya pengelolaan tenaga listrik secara terpisah/unbundling dan/ atau dapat terintegrasi baik oleh BUMN, BUMD, Koperasi, dan Swasta atau perorangan dengan perlakuan yang sama sesuai dengan jenis izin usahanya. Pada putusan MK Nomor 111/PUU-XIII/2015, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Listrik 2009. Putusan MK menegaskan bahwa praktik unbundling atau pemisahan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum harus dengan prinsip “dikuasai oleh negara,” sekalipun penyedia tenaga listrik adalah pihak swasta. Namun, bukan berarti meniadakan peran atau keterlibatan pihak swasta nasional maupun asing, BUMD, swadaya masyarakat maupun koperasi. Selain itu MK juga menetapkan bahwa usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum dapat dilaksanakan oleh BUMN, BUMD, badan usaha swasta, dan koperasi, sepanjang masih dalam kontrol dan penguasaan oleh negara. MK menyatakan bahwa Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan adalah inkonstitusional secara bersyarat sepanjang rumusan dalam ketentuan a quo dimaknai hilangnya prinsip penguasaan oleh negara.
38 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PERLUNYA BADAN REGULATOR KETENAGALISTRIKAN Pemerintah negara di seluruh dunia telah membentuk badan pengatur listrik yang bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan dan mengoptimallkan sektor listrik di negara mereka. Di antara negara yang tergabung dengan OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), hanya Jepang yang tidak memiliki badan pengatur listrik. Sementara beberapa negara seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Jerman memiliki banyak badan pengatur listrik yang didasarkan pada batas-batas yurisdiksi di negaranya. Badan pengaturan listrik ini akan mendukung distribusi listrik, memastikan keandalan pasokan listrik, dan melindungi pelanggan. Keputusan untuk pembentukan badan listrik tersebut pada umumnya untuk membuat dan menjaga keseimbangan antara kebijakan dan keamanan, keterjangkauan, serta keberlanjutan pasokan listrik. Badan pengatur listrik pada umumnya didirikan untuk mengatasi perbedaan ekonomi antara konsumen dan penyedia serta untuk mengawasi monopoli listrik. Oleh karena itu, diperlukan adanya badan khusus yang mampu mengelola dan mendukung pelaksanaan kebijakan pada sektor listrik dan harus memperhatikan nilai-nilai ekonomi di Indonesia. Terdapat dua prinsip utama yang mendasari perlunya pengawasan regulasi dalam sistem ketenagalistrikan. Pertama, listrik adalah layanan penting yang diperlukan oleh publik, individu, dan bisnis. Kedua, sifat teknis pada sistem listrik menyebabkan penyedia tunggal sering dapat melayani permintaan keseluruhan dengan total biaya yang lebih rendah dari pada kombinasi entitas yang lebih kecil. Oleh karena itu, pengaturan di sektor listrik adalah respons pemerintah untuk menjaga dan menghindari layanan tertentu yang disediakan dengan biaya yang tidak efisien. (dok. ekonomibisnis.com)
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 39 Pada Desember 2019, studi mengenai pembentukan Badan Regulator di sektor tenaga listrik di Indonesia telah dibuat oleh Asian Development Bank untuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dengan konsultan hukum Umbra. Studi ini menjadi masukan Bappenas untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Studi membahas berbagai aspek mengenai pembentukan badan regulator dan ada tinjauan mengenai badan regulator yang telah dibentuk di negara-negara lain berikut fungsi-fungsinya. Tinjauan tersebut sebagai pembanding dan belum ada rekomendasi fungsi-fungsi yang sebaiknya diambil oleh Badan Regulator di Indonesia sesuai konteks dan kultur di sini. Working Group 5 Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) pada Selasa, 20 Mei 2020 telah menyepakati adanya pembentukan Badan Regulator Ketenagalistrikan di Indonesia. Hal ini akan mendorong transparansi dalam industri tenaga listrik di Indonesia dan untuk membentuk kepercayaan semua stakeholders, dalam situasi pemerintah tidak menghendaki adanya kenaikan tarif penggunaan energi listrik. Menurut pemerintah, yang terpenting ialah Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tidak naik, terutama BPP Pembangkitan yang terdiri dari fixed cost dan variable cost. Fixed cost ditentukan oleh perencanaan sistem (capacity expansion planning) yang berfungsi untuk merencanakan kapasitas masa depan. Fixed cost juga tergantung pada capacity payment kepada Independent Power Producer (IPP) dan biaya depresiasai pembangkit PLN. Sementara variable cost tergantung pada harga fuel dan cara unit pembangkit pada suatu sistem kelistrikan dioperasikan oleh system operator. Sistem operator ini menjalankan economic dispatch dalam mengoptimalkan variable cost. Dewan Pakar MKI juga menyepakati tiga fungsi yang dinilai memberikan dampak terbesar pada pasar listrik, yakni system planning, procurement Power Purchase Agreement (PPA) listrik swasta, dan dispatch unit pembangkit listrik. System planning sangat strategis karena dapat menentukan fixed cost dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP). Sedangkan procurement PPA akan menentukan efisiensi fixed cost dari BPP. Selain itu, dispatch unit pembangkit listrik dinilai strategi dalam menentukan efisiensi variable biaya dari BPP. Ketiga fungsi tersebut ada di PLN, namun pelaksanannya tidak sepenuhnya transparan. Sebaiknya, ketiga fungsi ini harus dipegang oleh Badan Regulator agar sektor tenaga listrik lebih transparans. Harapannya, fungsi-fungsi ini akan membawa efisiensi pada sektor listrik dan selanjutnya akan berdampak pada penurunan BPP Pembangkitan. Hal ini akan berujung pada target memenangkan trust dari stakeholders. Badan Regulator tidak menentukan dan menangani terkait tarif pemakaian tenaga listrik, karena tarif tenaga listrik ditetapkan oleh pemerintah. Namun, Badan Regulator akan menghitung BPP Pembangkitan yang terdiri dari fixed cost dan variable cost sebagai dasar bagi pemerintah dalam menetapkan tarif serta besaran subsisi dari pemerintah kepada sektor ketenagalistrikan. (dok. ekonomibisnis.com)
40 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PERENCANAAN INFRASTRUKTUR LISTRIK Kenaikan pertumbuhan permintaan listrik menyebabkan sektor listrik Indonesia harus menarik investasi yang signifikan pada tahun-tahun mendatang. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN tahun 2021-2030 diproyeksikan pertumbuhan listrik di Indonesia dalam sepuluh tahun ke depan hanya 4,9%, lebih rendah dari RUPTL sebelumnya, dengan pertumbuhan 6,4%. Pada RUPTL 2021-2030, kapasitas pembangkit EBT diproyeksikan mencapai 20,923 GW agar rasio pembangkit EBT mencapai 51,6% pada tahun 2030. Berdasarkan prognosa Kementerian ESDM, total penambahan kapasitas pembangkit EBT di sepanjang tahun 2021 diproyeksikan mencapai 782 MW, sehingga prognosa total kapasitas pembangkit EBT per akhir tahun 2021 berjumlah 11.284 MW atau sekitar 15 persen dari total kapasitas terpasang hingga Desember 2021 sebesar 73,68 GW. Kebutuhan investasi dari berbagai pihak di antaranya PLN, sub-nasional dan gabungan sektor swasta tentunya akan lebih besar. Selain itu, infrastruktur yang saat ini digunakan disebut tidak efisien, bahkan menanggung pembiayaan untuk PLN dan penyedia layanan lainnya. The World Bank Infrastructure Sector Assessment Program di tahun 2018 menyoroti kekosongan infrastruktur di beberapa sektor termasuk kelistrikan. Bank Dunia Infrastruktur kelistrikan (dok. lintasbali.com)
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 41 memberikan rekomendasi agar pemerintah Indonesia bisa menutup celah ini di masa mendatang. Di dalam laporan, rekomendasi yang diberikan berupa pembentukan badan regulasi yang kuat di sektor listrik. Bagian laporan ini berisi tentang rincian seperti badan regulasi untuk sektor listrik Indonesia dan kemungkinan fungsi regulasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah tertentu yang termasuk dalam bagian penilaian ADB yang dilakukan pada paruh pertama tahun 2019. Bukti dari yurisdiksi lainnya juga menyarankan bahwa badan regulasi akan berpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan. Menurut pendapat yang diungkapkan oleh stakeholder di sektor Listrik Indonesia, mendirikan badan pengatur listrik dapat meningkatkan pengawasan dan pengembangan sektor tersebut. PLN sebagai pemasok utama listrik nasional memiliki dan mengoperasikan sekitar 60% dari total kapasitas listrik terpasang. PLN juga berfungsi sebagai pembeli tunggal tenaga listrik yang dihasilkan oleh Independent Power Production (IPP). IPP sendiri memiliki serta mengoperasikan sekitar 40% dari kapasitas terpasang dan menjual listriknya langsung ke PLN dengan harga yang telah disepakati melalui PPA. Perencanaan infrastruktur terdiri dari aset pembangkitan dan transmisi dengan tujuan untuk mengidentifikasi kombinasi teknologi yang tepat dan terjangkau listrik serta memastikan target kebijakan publik terpenuhi. Selain itu juga untuk mengetahui kebutuhan investasi dalam hal lokasi, ukuran, dan waktu. Rencana infrastruktur umumnya digunakan sebagai hubungan antara kebijakan publik dan investasi khusus (dok. okezone.com)
42 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan untuk memajukan sektor listrik. Rencana infrastruktur berbeda dengan rencana pemerintah yang mencakup periode lebih lama (20 sampai 30 tahun). Lingkungan hukum Indonesia membutuhkan pengembangan dua rencana yaitu Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) yang dibuat dalam UU Listrik 2009. RUKN pada dasarnya adalah proyeksi permintaan listrik dan pasokan listrik selama 20 tahun yang menggambarkan kebijakan investasi dan aturan pendanaan, serta perencanaan untuk sumber daya energi baru dan terbarukan. RUKN dikembangkan berdasarkan Kebijakan Energi Nasional ditetapkan pada PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Selain itu, di dalam Permen ESDM Nomor 24 Tahun 2015, RUKN disusun oleh Kementerian ESDM atas nama pemerintah bersama dengan DPR yang dijadikan subjek peninjauan setiap tiga tahun sekali. Sementara itu, di bawah UU Listrik 2009, semua RKUD harus disiapkan berdasarkan aturan yang diterapkan pada RKUN. RUPTL adalah rencana pengembangan listrik sepuluh tahun di sektor bisnis atau wilayah usaha yang tetap didasarkan pada RUKN dan RUKD. RUPTL diusulkan oleh pemilik wilayah usaha dan disetujui oleh Menteru ESDM. Hasil RUPTL dikembangkan oleh PLN dan produsen listrik independen (IPP). Sesuai dengan perkembangannya RUPTL dapat ditinjau melalui persetujuan menteri. Sebagai pembeli tunggal PLN melakukan pengadaan untuk IPP dalam membangun pembangkit listrik juga didasarkan pada RUPTL. RUPTL dimaksudkan untuk menjadi dokumen panduan bagi semua pengembang di sektor ketenagalistrikan Indonesia. Beberapa penilaian analitis menunjukkan adanya kekurangan proses dan hasil dari perencanaan investasi saat ini. Transparansi pada perumusan RUPTL masih kurang, mengingat keterlibatan selurih pemangku kepentingan pada tiap tahap pengembangannya. RUPTL dibahas bersama antara PLN (pemilik wilayah usaha) dengan kementerian ESDM. Proyeksi kebutuhan listrik dalam RUPTL 2021-2030 lebih rendah dari proyeksi kebutuhan listrik dalam RUKN 2019-2038. Selain disebabkan penggunaan asumsi ekonomi yang lebih rendah, juga disebabkan RUKN memperhitungkan seluruh penyediaan listrik di Indonesia, baik yang dipenuhi PLN maupun entitas lain. Disamping itu dengan adanya dinamika kebutuhan listrik akibat adanya pandemi COVID 19 yang membuat turunnya kebutuhan listrik. Di Indonesia, PLN memiliki keahlian yang paling komprehensif dan mendalam untuk mengembangkan rencana ketenagalistrikan. Di luar PLN, jarang sekali lembaga lain di Indonesia yang memiliki kapasitas perencanaan yang dibutuhkan. PLN memiliki kompetensi di beberapa posisi paling relevan dalam bisnis pasokan listrik Indonesia dan sejauh ini merupakan penyedia layanan listrik paling dominan di Indonesia. Pada saat yang sama, PLN bertindak sebagai pembeli tunggal bagi produsen listrik independen. Mengingat signifikansinya bagi industri pasokan listrik Indonesia, PLN adalah “kandidat alami” dalam hal pengembangan rencana sektor kelistrikan yang relevan.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 43 PENGADAAN INFRASTRUKTUR LISTRIK Pengadaan infrastruktur untuk aset milik PLN dan IPP sangat penting untuk memberikan investasi yang tepat waktu dan efisien. Mengingat pengaturan struktural dengan PLN dan IPP yang signifikan dan semakin berkembang di pasar listrik Indonesia, proses kontrak dan regulasi ekonomi harus dirancang dengan baik. Namun, kurangnya pengawasan dan penegakan untuk menyamakan kedudukan dalam perumusan kontrak antara IPP dan PLN mungkin menunjukkan ketidakefisienan proses pengadaan secara keseluruhan. Aspek-aspek ini mungkin menunjukkan kerangka kebijakan dan peraturan yang kurang optimal untuk pengadaan infrastruktur melalui produsen independen. Peran PLN selaku Pemilik Wilayah Usaha (WU) membuatnya menjadi single seller, karena dalam suatu WU hanya diperbolehkan satu penjual. Selama ini PLN juga menjadi de facto single buyer (meskipun istilah single buyer tidak dikenal dalam sistem peraturan perundangan di Indonesia). Apabila fungsi pengadaan dilakukan oleh Badan Regulator, maka model PPA yang menyangkut currency dalam PPA bisa diubah menjadi IDR dari USD. Selain itu, klaus fixed capacity payment atau dikenal dengan take-or-pay diubah agar investor dapat ikut menanggung sebagian resiko pasar (demand risk).
44 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PEMULIHAN BIAYA DAN ALOKASI BIAYA YANG EFISIEN Adanya indikasi kuat untuk tarif listrik di Indonesia yang ditetapkan pada tingkat di bawah biaya ekonomi penyediaan layanan. Saat yang sama, tarif saat ini kemungkinan akan menyebabkan kekurangan investasi infrastruktur ketenagalistrikan. Dengan naiknya harga bahan bakar, biaya operasional diperkirakan akan meningkat. PLN sebagai pemilik aset utama dan investor di sektor ketenagalistrikan Indonesia akan berada dalam situasi di mana kesenjangan antara arus kas dan biaya layanan semakin melebar. Hal ini dapat menempatkan PLN ke dalam penurunan kondisi keuangan dan biaya pembiayaannya meningkat karena premi risiko lebih tinggi yang harus dibayarkan kepada investor. Untuk mempertahankan aktivitas investasi baik melalui PLN secara langsung atau sebagai off-taker yang layak untuk produsen listrik independen, pemerintah Indonesia harus lebih meningkatkan dukungan keuangan. Hal ini dapat mengembalikan pada upaya kemajuan yang telah dibuat sejak tahun 2012 dalam mengurangi subsidi listrik yang berpotensi menghasilkan subsidi pemerintah sekitar Rp 65 triliun per tahun pada 2021. Badan Regulator diperkirakan dapat ikut berperan dalam pengembangan energi terbarukan. mungkin harga energi agak tinggi, namun dijual kepada konsumen tertentu yang bersedia membeli listrik EBT pada harga agak tinggi. Lokasi pembangkitan EBT bisa saja jauh dari konsumen, namun Badan Regulator dapat memfasilitasinya dengan power wheeling. ■ Dok. PLN Batam
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 45 KAWASAN EKONOMI MANDIRI ENERGI DENGAN MODEL PEMBANGUNAN REBID DAN REBED Oleh: Anton S. Wahjosoedibjo (Koordinator), Ali Herman Ibrahim, Djoko Winarno, Eddie Widiono, Fahmi Mochtar, Herman Darnel Ibrahim, Heru Sriwidodo S, John Respati, Riki F Ibrahim, Sripeni Inten Cahyani, Suryadarma, Tulus Abadi, Tumiran
46 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan KAWASAN EKONOMI MANDIRI ENERGI DENGAN MODEL PEMBANGUNAN REBID DAN REBED Oleh: Anton S. Wahjosoedibjo (Koordinator), Ali Herman Ibrahim, Djoko Winarno, Eddie Widiono, Fahmi Mochtar, Herman Darnel Ibrahim, Heru Sriwidodo S, John Respati, Riki F Ibrahim, Sripeni Inten Cahyani, Suryadarma, Tulus Abadi, Tumiran Daerah tertinggal butuh penerapan Renewable Energy Based Economic Development (Dok. sanspower.com)
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 47 T ARGET pemerintah untuk menggapai penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) 23 % di tahun 2025, dan 31 % di tahun 2050, tampaknya akan sulit terpenuhi. Betapa tidak, hingga tahun 2021 pencapaiannya masih sangat mengkhawatirkan, pangsa energi terbarukan baru berkisar 11% saja. Kondisi ini tentunya sangat mencemaskan, karena jika kita berpedoman pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), maka dalam empat tahun ke depan, tahun 2025, kita butuh tambahan lebih dari sepuluh persen EBT lagi. Ini tentu bukan perkara mudah, mengingat apa yang sudah dilakukan di tahun tahun sebelum ini, untuk menambah beberapa persen saja capaian EBT, terasa sulit sekali. Perlu ada terobosan untuk mempercepat capaian sesuai yang sudah dipatok pemerintah. Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) mencoba memberikan jalan keluar untuk memperbanyak capaian penggunaan energi terbarukan ini. Di antaranya adalah dengan menawarkan konsep pengembangan kawasan industri dan kawasan kegiatan ekonomi berbasis energi terbarukan atau Renewable Energy Based Industrial Development (REBID) dan Renewable Energy Based Economic Development (REBED). Dalam REBID dan REBED, pengembangan penyediaan tenaga listrik dari energi terbarukan di suatu daerah dirancang dan diterapkan secara bersamaan dengan penciptaan konsumen. Tentu saja kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan produktif. Kapasitas yang dihasilkan bisa disesuaikan dengan kebutuhan listrik di kawasan tersebut. Dengan demikian risiko pasar akan sangat berkurang dan operasional pembangkit listrik akan terjamin keberlanjutannya. Adhi Satriya, pakar MKI yang menginisiasi REBID dan REBED ini, menjelaskan, dalam buku putih MKI sudah dituliskan bahwa target bauran energi bisa dicapai apabila kita menerapkan program REBID dan REBED. Menurutnya masalah energi baru terbarukan ini sudah menjadi isu nasional dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk mengejar target jumlah EBT yang sudah ditetapkan, maka harus ada program yang benar-benar mendukung pencapaian target tersebut. “MKI memperkenalkan program REBID dan REBED tersebut,” kata Adhi. Program seperti ini juga untuk mengurangi gap atau mismatch antara daerah yang memiliki sumber-sumber energi besar dengan wilayah yang membutuhkan listrik. Selama ini ada beberapa sumber energi terbarukan yang cukup besar akan tetapi di wilayah tersebut justru sedikit kebutuhan listriknya. Adhi mengungkapkan adanya potensi sumber energi tenaga air sebesar 75.000 MW dan panas bumi sebesar 28.500 MW. Sayangnya, sumber energi tersebut kebanyakan berada di luar Jawa, padahal konsumennya lebih banyak di Jawa, baik masyarakat umum maupun kalangan industri. Karena gap ini maka pemanfaatan kedua potensi energi terbarukan tersebut saat ini baru mencapai 7% saja, sementara 93% lainnya belum dimanfaatkan.
48 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Selain kedua itu kita masih punya banyak sumber-sumber energi terbarukan lainnya, yang belum kita manfaatkan secara maksimal. Untuk itu kita harus membuat formula untuk memanfaatkan potensi-potensi energi terbarukan yang berlimpah tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan kebutuhan listrik di wilayah dimana pembangkit listrik itu dibangun. Disinilah menurut MKI perlunya program REBID dan REBET. REBID adalah dimana industri unggulan dibangun untuk memanfaatkan sumber energi di tempat itu. Kebutuhan di kompleks kawasan industri tersebut seluruhnya dipasok dari pembangkit listrik yang memakai sumber energi terbarukan yang ada di wilayah tersebut. Program REBID ini biasanya diimplementasikan untuk pembangkit listrik dan industri dengan skala besar. Konsep ini sebenarnya sudah pernah diterapkan di beberapa tempat di Indonesia sejak beberapa dasawarsa yang lalu. “REBID ini sebenarnya bukan barang baru,” kata Fahmi Muchtar, mantan Direktur Utama PLN, dalam diskusi yang kelompok kerja (working group) 6, yang diselenggarakan MKI. Menurutnya dalam konsep REBID ini, perusahaan industri tidak harus sama dengan perusahaan pembangkit tenaga listriknya. Jika listrik yang dihasilkan berlebihan bisa juga dialirkan ke luar. Pembangunan PLTA Sigura-gura adalah salah satu konsep yang mirip REBID yang pernah dibuat Indonesia. Pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran Sungai Asahan ini, dimiliki oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), sebuah perusahaan peleburan aluminium milik pemerintah. Pembangkit listrik ini mulai dibangun pada tahun 1978 dan diresmikan pemakaiannya tahun 1983 oleh Umar Wirahadikusumah, wakil presiden saat itu. PLTA yang sampai saat ini memiliki kapasitas pembangkit sebesar 286 MW itu, menggunakan listriknya untuk memenuhi kebutuhan industri peleburan aluminium. “Disana ada pembangkit listrik dan industri peleburan aluminium,” kata Adhi Satriya. POTENSI EBT VS KAPASITAS TERPASANG
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 49 Berbeda dengan REBID, konsep REBED atau pengembangan kawasan ekonomi berdasarkan energi terbarukan, ditujukan untuk mendorong pembangunan kegiatan ekonomi pada suatu daerah dengan dukungan energi terbarukan yang ada di daerah tersebut. Program ini dikembangkan untuk pembangkit energi terbarukan skala kecil, biasanya dibawah 10 MW. Untuk memulainya terlebih dahulu dilakukan dengan mengidentifikasi kegiatan ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, kemudian disiapkan sumber energi terbarukan yang bisa diperoleh di tempat itu. Beberapa kegiatan ekonomi yang bisa dilakukan antara lain; kegiatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri rumahan (home industry), hotel dan penginapan (homestay), penyediaan air bersih, irigasi daerah pertanian, tempat pendinginan ikan (cold-storage), perumahan, dan lain lain. Konsep ini sangat tepat untuk melistriki dan membangun kegiatan ekonomi daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). PLTA Sigura-gura memenuhi kebutuhan listrik peleburan aluminium PT INALUM
50 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Ada beberapa keuntungan yang didapat dengan pengembangan REBED ini. Secara umum keberadaanya mendorong pembangunan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan dan rendah karbon. Ini sekaligus untuk memenuhi target kebijakan energi nasional dalam memangkas emisi gas rumah kaca. Pencapain target pemotongan emisi ini tidak hanya menunjukan keberpihakan terhadap pelestarian lingkungan, akan tetapi juga menjaga kredibilitas Indonesia di dunia internasional dengan memenuhi komitmen yang sudah dibuat. Selain itu kekhawatiran terhadap kelebihan suplai listrik yang dihasilkan bisa dihindari. Karena dalam proyek ini dibuat juga pasar listrik energi terbarukan. Ini berdampak berkurangnya risiko pasar karena sudah ada kegiatan ekonomi yang dikembangkan. Sebaliknya juga terjadi, kegiatan ekonomi tidak terganggu karena ketersedian listrik secara berkelanjutan lebih terjamin. Bagi pemerintah program seperti REBID dan REBED ini, sangat membantu pencapaian target rasio dan efektivitas elektrifikasi nasional sebagaimana dinyatakan dalam kebijakan energi nasional. PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN ENERGI TERBARUKAN (REBID) Untuk pengembangan industri dan ekonomi yang berkelanjutan di beberapa wilayah di Indonesia, penerapan REBID ini dipandang cukup efektif. Untuk membangunnya memang membutuhkan perencanaan yang matang dan melibatkan berbagai pihak. Sejatinya, program REBID ini adalah proyek besar atau mega project, yang akan melibatkan beberapa institusi penting di pemerintah pusat. Disamping itu pemerintah daerah juga harus memberikan dukungannya terhadap proyek ini. Koordinasi yang intensif juga harus dilakukan antara pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian dan lembaga, dengan pemerintah daerah. Besarnya proyek ini tentu tak terlepas dari kebutuhan biaya pembangunan yang cukup tinggi. Dana pemerintah terbatas, karena itu dipastikan proyek ini juga akan melibatkan sindikasi investasi internasional, serta pengembang dan pelaksana proyek multi-nasional. Tak hanya itu, penerapan teknologi mutakhir untuk efektifitas dan efisiensi pembangunan kawasan juga sangat dibutuhkan karena itu perlu dukungan institusi yang mengurus penerapan teknologi di Indonesia. Dalam perencanaan dan pelaksanaannya juga diperlukan koordinasi yang intensif antara penyedia tenaga listrik dan pengembang kawasan industri.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 51 Dengan banyaknya pihak yang terlibat bisa dibayangkan betapa rumit dan berlikunya jalan untuk mewujudkan dan menjalankan satu kawasan industri lengkap dengan pembangkit listriknya. Harus ada satu institusi yang kuat dan memilki kredibilitas baik yang bisa mengkoordinasi perencanaanya. Untuk itu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), adalah lembaga yang bisa merencanakan dan menyelaraskan program REBID ini agar lebih fokus dan didukung oleh banyak instansi. Dengan terlibatnya Bappenas maka koordinasi untuk perumusan kebijakan dan strategi pembangunan, bisa dilakukan dengan efektif. Proyek besar dan terintegrasi semacam ini juga harus dikawal dan didukung beleid yang memadai. Ini perlu, agar mendapat dukungan yang layak dari para pemangku kepentingan proyek. Disamping itu jika sejak awal aturan yang dibuat merangkum semua kepentingan maka keberlanjutannya lebih terjamin. PLTP di Flores perlu dihubungkan dengan industri
52 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Belajar dari pengalaman ada beberapa industri besar yang sebenarnya sudah melaksanakan prinsip-prinsip seperti Proyek REBID ini, tetapi dalam pelaksanaannya kurang terintegrasi sehingga manfaat yang didapat belum maksimal. Padahal proyek yang dibangun cukup masif. Salah satu contohnya adalah PT Freeport Indonesia, yang melakukan penambangan emas di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Proyek ini menggunakan pembangkit tenaga listrik cukup besar, sekitar 400 megawatt. Listrik sebanyak itu digunakan untuk eksplorasi danmemenuhi kebutuhan listrik kompleks industri pertambangan, yang sudah berdiri lebih dari setengah abad yang lalu itu. Sayangnya, sumber energi pembangkit listrik di sana menggunakan PLTU batu bara dan diesel, padahal tidak jauh dari sana berlimpah sumber energi listrik tenaga air (hydro power). Di Indonesia ada beberapa sumber energi terbarukan yang potensinya cukup besar, diantaranya adalah PLTA dan PLTP. Beberapa perkembangan PLTA melalui skema REBID sudah mulai dibangun, salah satu diantaranya adalah PLTA Kayan 9.000 MW, di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, yang rencana akan dibangun industri manufaktur. Sementara itu salah satu daerah yang sumber panas buminya cukup besar adalah di Flores, Nusa Tenggara Timur dan di Halmahera, Maluku Utara. “PLTP di Halmahera dan Flores bisa di dekatkan ke REBID,” kata Anton Wahjosoedibjo, Anggota Dewan Pakar MKI. PLTA Kayan di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. (Dok.prexer.org)
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 53 POLA PIKIR PENGEMBANGAN REBID TUJUAN 1. Percepatan pengembangan ET 2. Transisi ke pembangunan rendah karbon 3. Mengurangi risiko pasar listrik ET – Menarik FDI 4. Menjamin ketersediaan TL kepada industry 5. Meningkatkan daya saing industri PELUANG 1. Pangsa ET dalam bauran energi ditargetkan 23% pada 2025, saat ini < 10% 2. Potensi ET skala besar belum dikembangkan (PLTA, PLTP, PLTS, PLTB) 3. Pemerataan pembangunan 4. Demand Creation 5. Pengembangan industri 4.0 REBID KERANGKA REGULASI 1. Aspek Legal 2. Aspek Kelembagaan 3. Aspek Komersial 4. Aspek Teknis PERENCANAAN DAN PEMASARAN PEMBANGUNAN INDUSTRI DAN KETENAGALISTRIKAN BADAN REGULATOR OPER. & PEMELIHARAAN
54 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 55 PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI BERDASARKAN ENERGI TERBARUKAN (REBED) Jika konsep REBID lebih ditekankan pada pemanfaatan energi terbarukan untuk industri, maka Pengembangan Kawasan Ekonomi Berdasarkan Energi Terbarukan, atau Renewable Energy Based Economic Development (REBED) ditujukan untuk mendorong pembangunan kegiatan ekonomi dengan dukungan energi terbarukan yang tersedia disekitar daerah tersebut. REBED ini dibuat berdasarkan ketersediaan sumber energi terbarukan yang tidak terlalu besar di wilayah tersebut. Biasanya dibawah 10 megawatt. Untuk memanfaatkan sumber energi tersebut perlu dilakukan penciptaan beban berupa kegiatan ekonomi yang produktif dalam skala kecil menengah. Untuk itu pendirian kawasan ini harus didahului dengan mengindentifikasi terlebih dahulu kegiatan ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Jika potensi ekonominya sudah bisa digambarkan selanjutnya disiapkan sumber energi terbarukan yang dapat diperoleh di daerah tersebut. Melalui sumber energi inilah nantinya kawasan tersebut memperoleh aliran listrik. REBED ini salah satu solusi untuk menjangkau kebutuhan listrik di daerah-daerah yang belum memndapatkan aliran listrik dari PLN. Pengembangannya sangat tepat untuk mendorong kegiatan ekonomi dengan memberi fasilitas listrik di daerah-daerah terpencil, atau yang sekarang lagi mendapat perhatian dari pemerintah yaitu daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Ada beragam kegiatan ekonomi produktif yang bisa dikembangkan dengan dengan dukungan pengadaan listrik yang murah dan berkelanjutan. Kegiatan ekonomi seperti perkebunan, pertanian, perikanan, pariwisata, beragam kegiatan kerajinan, industri rumahan, dan lain-lain, semua itu memerlukan aliran listrik yang memadai untuk mendukung pengembangannya. Di Indonesia ada banyak potensi pembangunan pembangkit listrik melalu sumber energi terbarukan, seperti PLTS, PLTB, PLTAL/OL, PLTBio, PLTMH dan PLTP. Tinggal melihat saja sumber energi apa yang potensinya paling besar di wilayah tersebut. Jika sumber energinya bersifat intermittent maka harus didukung dengan penyimpan energi baterai atau pump storage atau kalau perlu dengan cadangan PLTMG.
56 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan POLA PIKIR PENGEMBANGAN REBED TUJUAN 1. Percepatan pengembangan ET 2. Transisi ke pembangunan rendah karbon 3. Mengurangi risiko pasar listrik ET – Menarik Investasi 4. Menjamin ketersediaan TL bagi pembangunan ekonomi 5. Meningkatkan - memeratakan kegiatan ekonomi daerah 6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat PELUANG 1. Pangsa ET dalam bauran energi ditargetkan 23% pada 2025, saat ini < 10% 2. Penyebaran elektrifikasi rendah karbon 3. Pemerataan pembangunan 4. Demand Creation 5. Pengembangan kegiatan ekonomi UMKN Daerah 3-T 6. 12,000 Daerah 3-T REBED KERANGKA HUKUM Permen ESDM No. 38/2016 Kelembagaan Komersial Teknologi Pengembangan Lembaga, Pengelola REBED, SDM Pengembangan Ekonomi Daerah 3-T, Kota Kecil Pengembangan UMKN Home Industry, Irigasi
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 57 BELEID PENDUKUNG REBID & REBED Pengembangan program REBID ini sangat penting bagi pemerintah, disamping mendorong upaya peningkatan ekonomi, juga untuk memenuhi target memangkas emisi yang sudah menjadi tuntutan dunia internasional. Keberadaannya yang sangat strategis seperti ini memang membuat REBID perlu untuk dimasukan ke dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), yang sekarang sedang dibicarakan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ini diperlukan agar setidaknya REBID menjadi bagian integral dari proses percepatan pengembangan energi terbarukan dan pengelolaan transisi energi ke energi rendah karbon. Bahkan menurut Adhi Satriya, REBID ini perlu dibuatkan undang-undang tersendiri tidak perlu masuk dalam undang undang energi baru terbarukan. “REBID ini mungkin perlu regulasi sendiri tidak masuk ke RUU EBT,” katanya. Dengan dibuat UU sendiri maka Indonesia juga lebih mudah untuk berkontribusi dalam kaitannya dengan perubahan iklim. “Untuk target pemotongan emisi juga menjadi mudah sekali untuk kita lakukan.” Apalagi REBID mencakup berbagai kementerian, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, berbagai landasan peraturan-perundangan, hubungan luar negeri, dan proyek-proyek dengan risiko besar. Untuk itu maka perlu diatur dengan peraturan perundangan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih kuat. Bagaimanapun juga, apakah masuk RUU EBT atau nantinya UU tersendiri, yang jelas pembuatan undang-undang itu butuh waktu yang lama. Karena itu dalam waktu dekat ini disarankan agar setiap proyek REBID sebaiknya diatur dengan Peraturan Presiden. Peraturan Presiden ini mencakup beberapa aspek seperti; legal, kelembagaan, komersial, teknis, perencanaan, pengadaan, perizinan, tata-kelola, insentif fiskal dan non fiskal, serta aspek aspek lainnya
58 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Untuk itu Dewan Energi Nasional (DEN), perlu memasukan proyek REBID ini dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), agar nantinya ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR. Kebijakan ini juga nantinya dimasukan ke dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) serta Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Agar pelaksanaanya bisa dijalankan dengan baik maka perlu diikuti dengan memasukannya pada Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik (demand driven) di Kawasan Usaha PLN atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Umum (PIUKU). Juga untuk memenuhi kebutuhan di luar wilayah atau yang belum tersentuh jaringan tenaga listrik PLN/ PIUKU, terutama di sekitar sumber energi terbarukan yang besar seperti PLTA, PLTP, PLTB atau PLTS. Pemerintah wajib melakukan perencanaan pembangkit listrik energi terbarukan tersebut sebagai bagian dari RUKN. Serta dibarengi dengan penciptaan beban (demand creation) untuk pemanfaatan tenaga listrik energi terbarukan yang produktif dengan membangun kawasan industri sesuai dengan kapasitas PLT Energi Terbarukan. Dalam perencanaan dan pengembangan industri di kawasan REBID, Kementerian Peridustrian dan BAPPENAS wajib menyelaraskan Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) dengan REBID. Demikian juga antara REBID dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disiapkan BAPPENAS harus disinkronkan. DEN pelu memasukan REBID dalam kebijakan energi nasional
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 59 Selanjutnya jika proyek tersebut berada di kawasan dimana di wilayah tersebut terdapat PLN, maka perusahaan listrik negara dapat dilibatkan. PLN bisa dilibatkan sebagai pengembang sistem pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik di kawasan tersebut. Sedangkan pada pembangkit tenaga listriknya dapat melibatkan PLN atau perusahaan swasta (Independent Power Producer). Untuk transmisi tenaga listrik dari pembangkit ke kawasan Industri dapat melalui jaringan transmisi sendiri atau melalui jaringan PLN dengan skema pemanfaatan bersama (power wheeling). Untuk aspek penyediaan tenaga listrik pada REBID dapat dimasukkan dalam RUPTL dari PLN. Penjualan tenaga listrik antara PLN atau pihak swasta pengembang tenaga listrik, dengan pembeli tenaga listrik oleh industri di lawasan REBID dilakukan melalui Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) RANCANGAN UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) RENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN NASIONAL (RUKN) PLN/PIUKU - KESDM STRATEGI PENGEMBANGAN: DEMAND DRIVEN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) BAPPENAS STRATEGI PENGEMBANGAN: DEMAND CREATION RENEWABLE ENERGY BASED INDUSTRIAL DEVELOPMENT (REBID) Strategi Pengembangan ET di Indonesia Sumber: Ir. Adhi Satria M.Sc (Buku Putih MKI) LANDASAN HUKUM REBID Sama dengan REBID landasan hukum Pengembangan REBED untuk saat ini adalah Peraturan Pemerintah tentang KEN dan Peraturan Presiden terkait tentang RUEN. dan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan sesudah diundangkan. Kedepannya juga akan menggunakan undang-undang energi baru terbarukan, jika sudah disahkan pemerintah. Untuk pelaksanaannya REBED diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri ESDM. Untuk sementara REBED mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No.38 Tahun 2016 tentang Pembangunan Sistem Ketenagalistrikan di Dearah Terdepan, Terpencil dan Terluar (Daerah 3-T). Untuk ruang lingkup REBED perlu diamendemen agar mencakup semua jenis energi terbarukan skala kecil dan pembangunan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
60 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Berikut beberapa saran perubahan Peraturan Menteri ESDN No.38 Tahun 2016. • Menghapus subsidi. Harga listrik energi terbarukan dapat diturunkan namun masih dalam skala keekonomian. Pemerintah bisa memberikan insentif fiskal maupun nonfiskal kepada pengembang pembangkit listrik seperti; bebas bea masuk dan VAT atau tax holiday selama 5 sampai 10 tahun pertama, lahan disediakan untuk disewa selama masa kontrak, serta mitigasi risiko bisnis dan politik. Kehilangan pendapatan pemerintah untuk paket insentif dapat diperoleh kembali dari pajak kegiatan ekonomi yang tumbuh, peningkatan peluang kerja, dan peningkatan pendapatan daerah. • Dimungkinkan satu Badan Usaha dapat memperoleh Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) untuk beberapa lokasi dalam satu provinsi atau maksimum 5 sampai 10 lokasi dengan Model Francihising • Ditambahkan opsi wilayah usaha PLN. Pengelola IPP di wilayah usaha tersebut menjual listrik ke PLN yang menyalurkan ke pelanggan dengan tarif PLN. • Kawasan Ekonomi dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah, atau BUMDES atau Badan Usaha Swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Pemilihan Langsung atau Pelelangan. PERENCANAAN REBID & REBED Perencanaan REBID sebaiknya dilakukan oleh BAPPENAS dengan koordinasi kementerian terkait. Ada beberapa kementerian yang mungkin terlibat antara lain ; Kementerian ESDM, Kementerian Industri, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain. Disamping itu perlu juga mengajak pemerintahan daerah dan kelompok-kelompok masyarakat yang berpengaruh. Dengan melibatkan dan berembug dengan banyak institusi dan kelompok masyarakat diharapkan hasilnya nanti bisa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di kawasan tersebut. Ada beberapa poin yang perlu ditetapkan dalam perencanaan. • Penetapan sumber energi yang akan dikembangkan menjadi pembangkit tenaga listrik energi terbarukan. Disini, ada beberapa hal yang sudah diketahui seperti; berapa kapasitasnya, tahapan pengembangan, sistem ketenagalistrikan yang akan dibangun, keandalan, stabilitas tenaga listrik, efisensi, dan pusat pengaturan beban. • Penetapan perencanaan kawasan industri; jenis industri yang akan dibangun, rancang bangun kawasan, pengkaplingan, pembangunan sarana penunjang, termasuk pembangunan infrastruktur, suplai air bersih, pengelolaan limbah dan lain. • Melakukan studi pra-kelayakan, kelayakan, dan membuat desain dasar rekayasa proyek REBID.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 61 • Memasarkan proyek pembangkit listrik tenaga EBT, pembangunan sistem ketenagalistrikan, pembangunan proyek-proyek industri. • Mencari sumber pendanaan dan investasi nasional dan internasional. Sedangkan untuk REBED, perencanaannya tidak serumit REBID, karena relatif kecil dan dana yang diperlukan juga tidak sebanyak membangun pembangkit dan industri skala besar. Cukup dilakukan oleh Kementerian ESDM, dan dilakukan oleh Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) dengan bekerjasama dengan Direktorat Jendral Ketenagalistrikan (DJGATRIK). Disamping itu tentunya juga melibatkan direktorat jendral dari kementerian lain yang terkait, serta dengan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Bupati/Walikota Daerah Tingkat II. Alihuddin Sitompul, Mantan Direktur Aneka Energi Terbarukan, Kementerian ESDM, mengingatkan jika sudah direncanakan pemerintah daerah harus bertindak cepat, dengan segera menyusun RUKD dan disingkronkan dengan RTRW. Sehingga saat PLN atau swasta ingin membangun sarana, harga lahan tidak dipermainkan tengkulak karena sudah ada di RTRW. “Orang tidak lagi mempermainkan harga karena memang direncanakan untuk infrastruktur,”ujarnya. Menurutnya perlu dukungan dari pemerintah daerah terutama gubernur dan kepala daerah tingkat dua, dalam pembangunan REBED ini. Karena memang listrik yang dihasilkan harus disalurkan, jika tidak maka program itu tidak bisa jalan. Alihudin mengambil contoh, PLN yang cari duit dari jualan listrik, karena memang mereka harus membeli listrik juga, sayangnya sering kali pemerintah daerah tidak pernah berpikir membantu mencarikan konsumen PLN. “Mereka Cuma berpikiran bagaimana listrik di rumah saya tidak padam,” kata Alihuddin menyayangkan. Padahal pemerintah daerah juga mendapat keuntungan dengan keberadaan listrik di tempat itu
62 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PELAKSANAAN MELALUI REBID & REBED Banyaknya instansi yang terlibat serta rumitnya operasional pelaksanaan, menyebabkan perlunya badan otorita dibentuk untuk setiap Proyek REBID. Dengan adanya badan otorita maka pelaksanaannya bisa lebih fokus dan cepat karena ada lembaga khusus yang menangani. “Memang diperlukan Badan Otorita agar pelaksanaannya bisa terintegrasi,” ujar Mohammad Sofyan Mantan Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PLN. Ada beberapa tugas Badan Otorita dalam pelaksanaan satu Proyek REBID. • Melakukan proses pengadaan untuk enjiniring, pengadaan dan konstuksi (EPC) untuk jalan dan lokasi pembangit listrik, jaringan tenaga listrik dan kawasan industri • Melakukan pengawasan, pembinaan dan tata-kelola proyek • Melakukan proses pengadaan pengembang pembangkit listrik sekaligus jaringan tenaga listrik, pengembang industri di kawasan, dan pembangunan sarana pendukung • Mengeluarkan izin usaha pembangkit, sistem ketenagalistrikan dan pembangunan industri. • Membentuk Badan Regulator untuk pengaturan operasi sistem ketenagalistrikan di Kawasan REBID. • Menyediakan sarana umum keselamatan, kesehatan dan perlindungan lingkungan. • Melakukan tata-kelola dan pemeliharaan umum Kawasan REBID. Untuk pembangunan kawasan industri, khususnya pembangunan lahan untuk pembangkit dan sistem ketenagalistrikan, dilakukan oleh kontraktor enjiniring melalui proses tender terbuka oleh Badan Otorita. Begitu juga dalam hal pengadaan, terbuka dan bisa diikuti oleh perusahan nasional atau mutinasional yang kompeten. Jika pelaksanaan REBID memerlukan Badan Otorita, maka REBED hanya membutuhkan Badan Layanan Umum (BLU). BLU yang mengkoordinasi pembangunan pembangkit dan sistem ketenagalistirikan, badan ini berada dibawah kementerian ESDM atau dapat diberikan penugasan kepada PLN wilayah. Sedangkan untuk pelakasanaan pembangunan kegiatan ekonomi, dilakukan oleh BUMD atau instansi daerah dengan bekerjasama dengan DJEBTKE.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 63 PROSES PENGADAAN DAN STRUKTUR BISNIS (MODEL BISNIS) REBID Dalam Gambar Proses Pengadaan REBID terlihat alur proses Pengadaan yang harus dilalui. Dimulai dari survei/inventarisasi yang dilakukan oleh Bappenas dan ESDM, untuk memperoleh data sumber energi terbarukan skala besar di Indonesia. Dalam beberapa tahapan awal berikutnya terlihat keterlibatan Bappenas yang intensif sampai pada pelaksanaan tender. Sedangkan pada Gambar Struktur Bisnis REBID menunjukan skema struktur bisnisnya. Dalam struktur itu ditunjukkan hubungan bisnis antara Badan Otorita dan pengembang pembangkit listrik dan industri di Kawasan REBID. Disarankan Badan Otorita dalam bentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN) atau BUMN Khusus di bawah Kementerian Perindustrian. Dalam Kawasan REBID dibentuk Badan Pengatur Ketenagalistrikan yang mengatur operasi pembangkit tenaga listrik sesuai dengan Pedoman Jaringan (Grid Code) dan untuk menjamin keandalan sistem, biaya operasi yang optimal, kestabilan suplai tenaga listrik dan pembebanan pembangkit yang adil dan optimal.
64 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Selain menyediakan tenaga listrik, diharapkan penyedia tenaga listrik juga dapat menyediakan fasilitas air bersih atau beroperasi sebagai utility company. Untuk menjamin efisiensi penyediaan tenaga istrik dan operasi industri, penyedia tenaga listrik dapat mengaplikasikan teknologi microgrid dan industri dapat menggunakan teknologi smart factory, sekaligus mengaplikasikan konsep “Industri 4.0”. Selain itu, pembangkit tenaga listrik juga dianjurkan, bila memungkinkan, menggunakan skema co-generation. Gas buang dari pembangkit listrik dipergunakan untuk membangkitkan uap atau panas yang dapat dipergunakan untuk mendukung kebutuhan proses pada industri. Bisa juga senagai sumber energi pendinginan untuk pendingin untuk pengawetan ikan (cold storage), atau penyejuk udara terpusat di Kawasan industri.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 65 STRUKTUR BISNIS REBID Dalam skema Struktur Bisnis REBED terlihat kalau pengoperasian pembangkit energi terbarukan dan sistem ketenagalistrikan dapat dilakukan oleh PLN atau Badan Usaha Swasta atau BUMD. Pelaksana harus ada izin usaha ketenagalistrikan untuk umum (IUPTL). Untuk pengelolaan kawasan ekonomi dapat dilakukan Badan Usaha Swasta atau BUMD atau masing-masing pelaku usaha. KEBIJAKAN TARIF LISTRIK DAN KEBIJAKAN KOMERSIAL Berbeda dengan tarif listrik jaringan PLN, tarif listrik di kawasan REBID & REBED ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian yang berkeadilan. Sesuai dengan amanah Undangundang No. 30, Tahun 2007 tentang Energi. Dimana tarifnya listrik harus serendah mungkin untuk menarik industri berinvestasi dan meningkatkan daya saing industri di kawasan tersebut. Disisi lain tarif listrik juga harus memenuhi nilai keekonomian yang didapat penyedia tenaga listrik untuk menarik investasi para penyedia tenaga listrik.
66 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Untuk kawasan industri yang pengembangannya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pemerintah perlu memberi stimulus. Salah satunya adalah pemberian insentif fiskal dan non-fiskal untuk penyedian EBT, dalam kurun waktu tertentu. Bisa saja 5 sampai 10 tahun pertama. Ini sangat diperlukan untuk menarik investasi dan mendorong harga listrik relatif bersaing. Beberapa insentif fiskal dan non-fiskal yang mungkin diberikan adalah antara lain adalah; kemudahan pajak (tax holiday) untuk 5 sampai 10 tahun pertama, percepatan depresiasi, penghapusan bea masuk dan pajak pertambahan nilai, penyediaan lahan dengan sewa selama masa kontrak, proses perizinan yang efektif, berbagi risiko pasar, politik, teknologi, dan pengenaan tarif beban puncak dan beban rata-rata. Insentif juga dapat diberikan karena pengurangan emisi karbon dari pemanfatan energi terbarukan dan peningkatan efisiensi industri, dalam rangka penerapan teknologi rendah karbon. Rekomendasi terkait insentif untuk proyek pembangkit listrik dan sistem ketenagalistrikan di Kawasan REBID diberikan oleh Kementerian ESDM dan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Untuk REBED bisa juga diatur oleh Pemerintahan Daerah.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 67 Lazimnya satu kawasan tentu tidak semua masyarakatnya tergolong kelompok mampu. Bagi kalangan ekonomi lemah atau duafa perlu dibantu subsidi oleh pemerintah. Kalangan industri juga dapat memberikan bantuannya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Untuk perjanjian antara Badan Otorita dengan pengembang penyedian tenaga listrik/ energi atau dengan Industri di Kawasan REBID harus saling menguntungkan. Karena itu perjanjian berlaku untuk jangka panjang, 20 sampai 30 tahun, dan dapat diperpanjang satu kali. SUMBER PENDANAAN & PEMILIHAN PEMBANGKIT EBT Untuk kegiatan awal studi kelayakan (pre-feasibility study) sumber pendanaan REBID & REBED didukung oleh APBN/APBD. Sedangkan sumber pendanaan untuk melakukan studi kelayakan (feasibility study) dapat diperoleh dari negara- negara donor atau pinjaman dengan bunga rendah dari instansi donor. Beberapa pendonor yang mungkin yang dapat memberi pinjaman seperti; Asian Development Bank , Bank Dunia, Japan International Cooperation Agency (JICA), United States Agency for International Development (USAID) atau negara-negara sahabat. Dalam pembangunan dan pelaksaannya sumber pendaanan REBID dapat melibatkan swasta, pelaku-pelaku investasi, industri tingkat internasional, kerjasama/bantuan luar negeri (pinjaman dengan bunga rendah). Sementara itu pedanaan REBED dapat diperoleh dari APBN/APBD, hibah, bantuan dana pengembangan energi low carbon/ perubahan iklim, dana pengembangan desa.
68 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Sedangkan untuk memilih jenis energi terbarukan ditentukan oleh sumber energi terbarukan apa yang tersedia di kawasan tersebut. Selain itu jumlahnya harus memadai sehingga cukup untuk menjamin keberlanjutan penyediaan tenaga listrik yang dibutuhkan industri. Untuk REBID, BAPPENAS bekerjasama dengan Kementerian ESDM dan Pemerintah Daerah perlu membuat inventarisasi potensi sumber-sumber EBT di setiap daerah. Perlu diketahui juga jenis energi terbarukan, kapasitas potensinya, bagaimana cara pengambilan tenaga listrik yang dihasilkan, apakah dapat disalurkan ke jaringan PLN atau dipakai untuk suplai kawasan industri saja. Serta yang tidak kalah pentingnya adalah adanya lahan yang bernilai ekonomis untuk membangun kawasan. Bisa saja di kawasan tersebut hanya ada sumber energi terbarukan yang sifatnya intermiten. Seperti; tenaga surya, tenaga bayu dan tenaga energi laut. Jika sumber sumber energi terbarukan yang sifatnya kontinyu seperti; mikro-hidro, biomasa, panasbumi, biogas, dan sampah, tidak mencukupi, maka dapat dipakai pembangkit listrik tenaga energi terbarukan hybrid. Selain itu dapat juga dengan PLTG/PLTMG (turbin/mesin gas) atau PLTBD (bio diesel) yang efisien dan rendah karbon. Jika terpaksa menggunakan back up bahan bakar fosil, maka diusahakan dengan sistem co-generation yang sangat efisien. Dimana gas buang nya dapat dimanfaatkan untuk
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 69 menghasilkan panas atau uap yang dibutuhkan dalam proses industri, atau untuk pendinginan udara sentral di kawasan industri. Kapasitas pembangkit energi terbarukan harus diselaraskan dengan kebutuhan listrik kawasan industri, ini diperlukan agar keberlanjutan (sustainabilitas) operasi bisa terjamin. Untuk REBID diperlukan ketersediaan sumber energi terbarukan dalam skala besar seperti tenaga air, panas bumi, bayu, biomasa, yang kontinyuitasnya bisa diandalkan. Sedangkan untuk pemanfaatan energi terbarukan yang sifatnya intermittent, perlu disediakan sarana penyimpanan energi apakah baterai, cadangan air yang dipompa (pump storage) atau pembangkit fosil yang efisien dan rendah karbon. Ini untuk menjaga agar pasokan listrik yang dihasilkannya tidak sempat terhenti. Untuk operasi dan pemeliharaan Proyek REBID dalam wilayah Usaha PLN, PLN dapat bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan, mendistribusikan, dan menjualnya ke pelanggan dengan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Tarif khusus untuk industri dan tarif umum untuk pelanggan rumah tangga. Meski demikian kasus ini berpotensi terkendala azas demand driven karena jika menjual listrik ke PLN harus masuk RUPTL. Pemilihan sumber energi terbarukan untuk REBED tak sesulit REBID karena kapasitas pembangkitnya tidak terlalu besar. Sumber energinya dipertimbangkan dengan memperhatikan kebutuhan bisnis yang akan dikembangkan, keamanan, kecukupan pasokan secara berkelanjutan, perkembangan teknologi, dan kapasitas sumber daya manusia. Pembangunan pembangkit energi terbarukan dapat dilakukan bertahap sesuai dengan kebutuhan daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi. Semua potensi energi terbarukan yang ada di daerah tersebut perlu dikaji untuk keberlangsungan usaha jangka panjang. Selain PLTS yang selalu ada, perlu dipertimbangkan potensi energi terbarukan lainnya dan pembangkit pendukung untuk energi terbarukan yang sifatnya intermiiten atau menyesuaikan kegiatan ekonomi dengan ketersediaan tenaga listrik. Untuk REBED ini pembangunan pembangkit energi terbarukan harus disesuaikan dengan pembangunan kegiatan ekonomi. CATATAN PENTING DARI UPAYA PENGEMBANGAN REBID & REBED Pengembangan REBID dan REBED dapat mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan. Ini disebabkan karena pembangkit listrik energi terbarukan yang dibangun langsung dibarengi dengan penciptaan beban pada saat bersamaan. Dengan cara seperti ini maka risiko pasar listrik energi baru terbarukan menjadi berkurang. Pengembangan REBID dan REBED juga dapat mendorong pembangunan dan pemerataan ekonomi di Inidonesia, khususnya di luar Jawa. Baik skala kecil sekelas UMKM maupun skala besar seperti industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan, pertambangan, dan sebagainya. Semuanya itu ramah lingkungan karena berbasis emisi karbon rendah.
70 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Untuk mendorong investasi di bidang industri atau kegiatan ekonomi di Kawasan REBID dan REBED, harga listrik dan energi harus dibuat serendah mungkin. Sehingga para investor melihat potensi keuntungan yang mungkin mereka dapat jika berusaha di kawasan itu. Namun demikian harganya tetap harus memenuhi nilai keekonomian agar tetap menguntungkan bagi para pihak yang membangun pembangkit listrik. Pemerintah perlu memberi stimulus ekonomi untuk mendorong pengembangan energi terbarukan agar tercapai harga keekonomian tenaga listrik yang rendah. Stimulus salah satunya dilakukan dengan memberi insentif fiskal dan non-fiskal dalam kurun waktu tertentu. Pemerintah memang kehilangan pendapatan, akan tetapi manfaat yang lebih banyak akan diperoleh dari beragam dampak yang bisa dimunculkan. Misalnya dari kenaikan pajak oleh tumbuhnya kegiatan industri dan ekonomi, meningkatnya pendapatan daerah, bertambahnya peluang kerja, dan terpenuhinya target pemotongan emisi gas rumah kaca. Pemerintah dan DPR perlu untuk bertindak cepat dalam peraturan perundangan berkaitan dengan Program REBID dan REBED ini. Beleid itu harus dapat mendorong minat investasi, mengatur perencanaan dan pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan, dan persiapan sumber daya yang kompeten untuk REBID dan REBED. Seperti diketahui REBID adalah proyek skala besar oleh karena itu perencanaanya harus dilakukan oleh BAPPENAS bekerjasama dengan kementerian lain terkait. Juga melibatkan gubernur dan kepala daerah tingkat dua. Banyaknya pihak yang terlibat dan besarnya skala proyek maka pelaksana Proyek REBID ini harus dilakukan oleh Badan Otorita khusus. ■
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 71 MEMFASILITASI PERUSAHAAN PENGGUNA ENERGI TERBARUKAN (RE100) UNTUK MENINGKATKAN DAYA TARIK INVESTASI DI INDONESIA Oleh: Nur Pamudji (Koordinator), Benny Marbun, Harry Hartoyo, I Made Ro Sakya, Nengah Sudja, Riki F Ibrahim, Supriyadi Legino, Suryadarma
72 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan MEMFASILITASI PERUSAHAAN PENGGUNA ENERGI TERBARUKAN (RE100) UNTUK MENINGKATKAN DAYA TARIK INVESTASI DI INDONESIA Oleh: Nur Pamudji (Koordinator), Benny Marbun, Harry Hartoyo, I Made Ro Sakya, Nengah Sudja, Riki F Ibrahim, Supriyadi Legino, Suryadarma Listrik Surya Atap di pabrik Coca-cola, Cibitung, Jawa-Barat
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 73 PANDEMI Covid-19 yang melanda hampir sepanjang 2020-2021, tidak mengurangi animo perusahaan-perusahaan untuk berkomitmen menggunakan 100 persen energi terbarukan. Setidaknya hingga awal 2022, tercatat 340 perusahaan bergabung dengan Renewable Energy 100 (RE 100). RE100 adalah kelompok perusahaan global yang diinisiasi Climate Group bekerja sama dengan CDP (dulu Carbon Disclosure Project), berkomitmen menggunakan 100% energi terbarukan untuk kegiatan operasional mereka, termasuk perusahaan global yang beroperasi di Indonesia juga yang memiliki rantai pasok di Indonesia. Sekitar 30 perusahaan member RE100 beroperasi di Indonesia. Salah satu anggota RE100 yang beroperasi di Indonesia yang telah bergabung di 2021 adalah Coca Cola Amatil. Perusahaan yang sejak April 2021 diakuisisi Coca Cola Europacific Partners ini, mengumumkan keikutsertaan dalam RE 100 pada April 2021. Mereka menargetkan pencapaian 100% energi terbarukan pada 2030. Coca-Cola Europacific Partners, khususnya untuk perusahaan di Eropa, sudah menjadi member RE100 sejak 2015. Energi terbarukan yang ditargetkan Coca Cola akan terpenuhi dengan dibangunnya Listrik Surya Atap (Rooftop Solar PV, LSA). Pada atap pabrik Coca Cola di Cibitung, Jawa Barat, terpasang 72.000 meter persegi panel surya dengan kapasitas 7,13 Mega Watt peak (MWp) –kapasitas puncak pada siang hari– yang mampu memproduksi tenaga surya sebesar 9,6 juta kilo Watt jam (kWh) per tahun. Coca-Cola berencana memperluas program PLTS Atap ke beberapa fasilitas manufaktur di seluruh Indonesia. Perusahaan-perusahaan anggota RE100 menetapkan tahun berapa mereka akan menggunakan 100% energi terbarukan serta menyusun tahapan peralihan untuk mencapai sasaran tersebut. Selain untuk menunjukkan partisipasi mereka dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, perusahaan-perusahaan ini juga mengantisipasi gerakan konsumen pro-lingkungan, yang berupaya membatasi konsumsi barang dan jasa dengan jejak karbon tinggi. Contohnya adalah gerakan konsumen pro-lingkungan yang pernah muncul pada dekade 1990-an di Amerika Utara dan Eropa yang menolak produk akhir kayu dari hutan primer. Indonesia mengantisipasinya dengan menetapkan kebijakan hutan tanaman industri. Selain itu, juga gerakan boikot konsumsi minyak kelapa sawit yang kemudian mendorong dirumuskannya proses produksi minyak sawit yang lebih ramah lingkungan. Gerakan RE100 juga telah menjadikan akses perusahaan terhadap energi terbarukan sebagai pertimbangan penting dalam memilih lokasi investasi baru atau ekspansi kapasitas produksi yang sudah ada. Perusahaan-perusahaan RE100 memilih negara yang pemerintahnya mempunyai kebijakan yang memudahkan perusahaan mendapatkan akses energi terbarukan untuk proses produksi. Misalnya, di 2018 silam, sebuah perusahaan sepatu member RE100 ingin menambah kapasitas produksi di Indonesia dengan syarat mendapat akses ke energi terbarukan. Daya listrik yang dibutuhkan 4 MW, dan sudah ada sejumlah pemasok energi terbarukan yang bersedia menyediakan, salah satunya anak perusahaan PLN. Namun karena perusahaan tersebut tidak mendapat kepastian regulasi, akhirnya mereka memilih lokasi pengembangan di negeri tetangga.
74 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Selain RE100 (https://www.there100.org/), di dunia juga telah dibentuk klub sejenis, di antaranya Clean Energy Buyers Association/CEBA (www.cebuyers-org) dan Science Based Targets (https://sciencebasedtargets.org/). CEBA, sebelumnya disebut Renewable Energy Buyer Association, beranggotakan perusahaan pelanggan energi bersih di Amerika Serikat. Keanggotaan CEBA hampir 300 perusahaan mencakup pemangku kepentingan dari sektor komersial dan industri, organisasi nirlaba, serta penyedia energi dan penyedia layanan. Sementara Science Based Target initiative (SBTi) mengklaim telah menjaring 2.000 perusahaan bisnis dan lembaga keuangan yang telah bekerja sama untuk mengurangi emisi berbasis sains. Anggota SBTi juga diminta menetapkan target perusahaan berupa komitmen publik sesuai kriteria penetapan target SBTi, dari jangka pendek (1 tahun), menengah, hingga panjang (tahun 2050). Indonesia, sejak menandatangani Persetujuan Paris pada 2015, telah menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai pernyataan resmi untuk komitmen penurunan emisi. Rumusan NDC Indonesia sudah diserahkan kepada
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 75 Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) pada tahun 2015. Dalam perjalanannya, sejumlah kalangan menilai NDC Indonesia belum mampu menjawab tantangan krisis iklim dan upaya penurunan emisi. Atas masukan berbagai pihak, Indonesia memperbarui dokumen NDC pada tahun 2021. Target pengurangan emisi tidak ada yang berubah, namun perbedaan yang sangat terasa adalah berbagai penyesuaian dengan RPJMN 2020–2024 dan Visi Indonesia 2045. Selain itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mengeluarkan dokumen Long Term Strategy untuk melengkapi NDC 2021. Pembahasan dalam tulisan ini dirangkum dari tiga kali video conferences yang diselenggarakan Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), yang dilaksanakan pada 13 Mei, 20 Mei, dan 27 Mei 2020. Pembahasan melibatkan PLN, perusahaan RE100, konsultan teknis dan konsultan hukum yang membantu RE100 Companies, serta anggota Dewan Pakar MKI yang tergabung dalam Working Group 7 MKI. Selain itu, telah dilengkapi pula dengan perkembangan pemberitaan mutakhir tentang topik yang dibahas. dok. asumsi.com
76 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan AKSES MENUJU ENERGI TERBARUKAN Setidaknya ada empat macam akses energi terbarukan bagi perusahaan yang tergabung RE100 di Indonesia. Pertama, sambungan listrik ke grid milik PLN dan tidak ada tambahan pembangkit listrik lain dalam grid. Persentase energi terbarukan yang digunakan untuk proses produksi setara dengan bauran energi terbarukan di grid PLN. Kedua, sambungan ke grid PLN ditambah pembangkitan sendiri di halaman perusahaan (in-site power generation) yang tersambung dengan pasokan listrik dari grid. Persentase energi terbarukan yang digunakan untuk proses produksi lebih tinggi dari bauran energi terbarukan di grid. Ketiga, sambungan ke grid PLN ditambah pembangkitan sendiri di luar halaman perusahaan (off-site power generation) yang tersambung dengan pasokan dari grid. Persentase energi terbarukan yang digunakan untuk proses produksi lebih tinggi dari bauran energi terbarukan di grid, bahkan bisa mencapai 100% energi terbarukan. Model ini memerlukan fasilitas sewa jaringan milik PLN untuk mengalirkan energi terbarukan milik perusahaan dari tempat jauh ke lokasi perusahaan (small scale renewable energy power wheeling). Keempat, sambungan ke grid PLN ditambah pembelian Renewable Energi Certificates (REC). Pemerintah mendorong perusahaan/industri atau kawasan industri untuk memiliki pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik sendiri. Regulasi turunan dari UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, juga telah memberikan izin bagi dok. PLN.co.id
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 77 industri untuk memiliki pembangkit listrik sendiri. Ketentuan tersebut ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, dan aturan pelaksanaannya yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan. Industri dapat memperoleh izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri. Akses menuju energi terbarukan bagi perusahaan RE100 yang beroperasi di Indonesia pun semakin terbuka lebar. Dari sisi regulasi, perusahaan RE100 dapat membangun pembangkit listrik, baik dengan cara in-site power generation (di kompleks perusahaan) atau off-site power generation (di luar kompleks perusahaan) hanya saja, tidak boleh ada jual-beli tenaga listrik antara penyedia renewable electricity dengan pengguna akhir. Batasan regulasi ini disikapi dengan cara menyewakan fasilitas pembangkit oleh penyedia pembangkit ke pengguna akhir. Pada awal Oktober 2021, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga telah mengeluarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030. RUPTL 2021–2030 menjadi paling hijau di mana porsi energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi lebih besar yakni 51,6%, dibanding porsi energi fosil yang turun menjadi 48,4%. Target kapasitas pembangkit listrik pada kurun 2021-2030 dinaikkan dari 35.000 GW menjadi 40,6 ribu GW. Kapasitas terpasang pembangkit EBT di Indonesia hingga saat ini mencapai 8 GW dari total kapasitas pembangkit sebesar 63 GW. Porsi bauran EBT baru mencapai 12,7 persen. Dalam RUPTL 2021-2030, pembangkit EBT yang dipatok menyumbang porsi besar energi, di antaranya, adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), dengan target produksi listrik masing-masing antara 1.000 hingga 9.000 MW. Perkembangan PLTS di Indonesia masih belum menggembirakan. Padahal energi surya di Indonesia sangat potensial, diperkirakan mencapai 207 Giga Watt (GW). Data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencatat, hingga 2020 lalu, kapasitas PLTS baru mencapai 153,8 Mega Watt (MW) atau tak ada satu persen dari potensi yang ada. Salah satu upaya mendorong pemanfaatan PLTS adalah melalui pembangunan PLTS Atap. Kementerian ESDM telah merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero). Sejumlah ketentuan baru diharapkan menjadi stimulus masyarakat dan industri untuk membangun PLTS Atap. Ketentuan ekspor listrik menjadi lebih besar menjadi 100%, sesuai Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021. Aturan lama, energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai (dalam Rp) kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65%. Nilai kWh ekspor adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan PLTS Atap ke sistem jaringan instalasi pelanggan PLN yang tercatat
78 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan pada meter kWh ekspor-impor. Ekspor listrik dapat digunakan untuk perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap dan akan mengurangi tagihan listrik pelanggan setiap bulan. Permen ESDM No 26 Tahun 2021 diberlakukan mulai Januari 2022. Jangka waktu permohonan PLTS Atap juga dipersingkat, dari yang semula 15 hari menjadi maksimal 12 hari bagi yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL), atau maksimal 5 hari untuk yang tanpa perubahan PJBL. Praktek bervariasi dari daerah ke daerah, ada yang lancar dan ada yang . Pelanggan PLTS Atap juga dapat melakukan perdagangan karbon. Aturan baru menyebutkan bahwa pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon. Hal ini diharapkan menjadi satu pendorong bagi konsumen di industri dan komersial untuk memasang PLTS Atap. Industri besar perlu didorong untuk membangun pembangkit listrik renewable energy secara off-site power generation. Cara in-site power generation kemungkinan tidak dapat menutup 100% kebutuhan industri, mengingat luas atap bangunan perusahaan pada umumnya terbatas. Belum banyak industri yang membangun pembangkit di luar kompleks industri mereka. Sejak tahun 2013, baru ada satu perusahaan di Cikarang, Bekasi yang mengakses pembangkit EBT dari anak perusahaan PLN, yaitu PLTA Kracak di Sukabumi. Metode off-site power generation sendiri bukan berarti tenaga listrik dari suplai pembangkit EBT secara fisik dialirkan langsung dari transmisi ke mesin-mesin milik perusahaan RE100. Suplai listrik tersebut tetap masuk ke grid terdekat yang juga dimanfaatkan oleh pelanggan yang berada di dekat pembangkit listrik. Perusahaan RE100 mendapatkan suplai listrik dari grid yang terhubung dan terdekat dari perusahaan. Pada metode off-site power generation, perusahaan RE100 yang telah melakukan pembelian listrik dari sumber energi terbarukan akan dialirkan ke grid untuk “ditukar” dengan tenaga listrik yang diambil perusahaan dari grid. Dalam hal ini, perusahaan telah berpartisipasi pada peningkatan bauran energi terbarukan di grid. SERTIFIKAT ENERGI TERBARUKAN Di awal tahun 2020, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan World Resources Institute (WRI) Indonesia, bersepakat untuk mengembangkan berbagai inovasi produk energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. WRI Indonesia, bersama Allotrope Partners dan U.S. National Renewable Energy Laboratory (NREL) merupakan bagian dari Clean Energy Investment Accelerator (CEIA) Indonesia. CEIA Indonesia berupaya mendorong penyebaran pengembangan energi terbarukan untuk konsumen besar di Indonesia, terutama sektor komersial dan industri, dengan membantu perusahaan untuk menjalankan komitmen dan memenuhi target energi bersihnya. CEIA Indonesia memfasilitasi kelompok kerja, baik pemerintah maupun
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 79 dok. duniaenergi.com
80 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan swasta, memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan berbagi ilmu pengetahuan tentang praktik terbaik dalam upaya penyebaran energi terbarukan. CEIA Indonesia berusaha membangun konsensus dan menjadi penghubung antara pemerintah dan sektor swasta dalam menyelesaikan hambatan, di antaranya, regulasi, tantangan teknis, skema bisnis, dan pendanaan sehingga kesulitas mencapai target. CEIA Indonesia mendukung PLN untuk melakukan studi dan penelitian terkait sertifikasi energi terbarukan (REC) yang sesuai dengan kondisi ketenagalistrikan di Indonesia. REC merupakan instrumen berbasis pasar yang menyatakan bahwa pemegang sertifikat menggunakan satuan megawatt jam listrik (MWh) dari sumber-sumber EBT. REC diterbitkan berdasarkan produksi energi listrik dan pembangkit terbarukan berstandar internasional (I-REC). Untuk memastikan produk REC mengikuti standar internasional dan bermutu tinggi, PLN menggandeng sejumlah mitra, di antaranya penyedia sistem pelacakan (tracking system) APX Inc. yang berbasis di California, Amerika Serikat. Sistem pelacakan memberikan nomor seri unik untuk setiap REC, sehingga setiap transaksi atau klaim atas REC dapat diverifikasi dan dilacak secara transparan. Pada 3 November 2020, PLN meluncurkan REC yang pertama di Indonesia. Hal ini semakin membuka peluang dan pilihan bagi pelaku sektor komersial dan industri untuk mendapatkan energi bersih bagi kegiatan operasional mereka. Bagi pelanggan PLN, REC dapat menjadi salah satu instrumen pengadaan untuk memenuhi target penggunaan EBT yang transparan. Keberadaan REC diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pasar nasional EBT di Indonesia. PLN telah mendaftarkan PLTP Kamojang berkapasitas 140 MW, dengan potensi menghasilkan REC sebanyak 993.000 per tahun. PLN meyakini REC akan memenuhi kebutuhan sektor komersial dan industri, khususnya industri yang tergabung dalam RE100 dalam beberapa tahun ke depan. Pembeli pertama REC adalah Princeton Digital Group Indonesia. Pada November 202o, telah ditandatangani perjanjian jual beli REC PLN dengan 28 perusahaan lokal dan global. Perusahaan tersebut terdiri dari 14 perusahaan Fast Moving Consumer Good, 4 apparel companies, 2 retail, 6 manufacturer, 2 perusahaan transportasi, dan 3 perusahaan manufaktur bagian dari rantai pasok. Perusahaan tersebut di antaranya, Nike Trading Company B.V (Nike), PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo), PT Clariant Indonesia, PT South Pacific Viscose, PT Reckitt Benckiser, dan kawasan Greenland International Industrial Center, Deltamas, Cikarang. Pada Juli 2021, bertambah satu lagi pembeli REC PLN, yakni PT Amerta Indah Otsuka (AIO), untuk memasok listrik di dua pabrik AIO, di Sukabumi dan Pasuruan, dengan daya mencapai 16,3 Megawatt. REC PLN yang sudah dijualbelikan diberi nama Green, Blue, dan Diamond. “Green, Blue, dan Diamond adalah energi terbarukan dari PLN, ketiganya bersumber dari pembangkit listrik yang saat ini telah beroperasi. Nantinya, pembeli produk akan mendapatkan sertifikat RE dari PLN. Kompatibilitas ketiganya sedang kami tingkatkan sehingga nanti sertifikat RE yang diterbitkan PLN juga dapat diakui secara global,” ujar Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN.
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 81 KEBUTUHAN ENERGI BERSIH RE100 DI INDONESIA Pada kurun 2018-2019, konsultan Allotrope Partners telah melakukan dialog dengan lebih dari 30 perusahaan di Indonesia yang tergabung dalam RE100. Dialog tersebut beberapa kali melibatkan PLN dan Pemerintah Indonesia untuk menjaring gambaran kebutuhan perusahaan RE100 dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Gina Lisdiani, Country Director Allotrope Partners Indonesia, memaparkan layanan EBT bagi konsumen industri dan bisnis dapat terpenuhi dengan baik, setidaknya menyangkut pada tiga hal penting: finansial dan investasi yang kuat, kebijakan regulasi, dan pembeli. CEIA sendiri sudah memiliki pengalaman pengembangan energi bersih di pasar negara berkembang, seperti Vietnam, Filipina, Meksiko, dan Kolombia. Permintaan akan energi bersih semakin besar di kalangan industri dan bisnis, setidaknya tampak pada member dari klub RE100, CEBA, dan Science Based Target. Menurut data CEIA (2018), pemakaian listrik anggota RE100 saja mencapai 228 Terra Watt jam (TWh). Hampir mendekati pemakaian listrik satu negara Indonesia (235 TWh) dan Australia (244 TWh), bahkan melebihi pemakaian listrik di Afrika Selatan (227 TWh). Dari 28 perusahaan pembeli REC PLN, pemakaian listrik dari 10 perusahaan di antaranya di Indonesia mencapai lebih dari 3 TWh dalam setahun. Sementara dari sisi regulasi, Gina Lisdiani menyatakan, “Peran kebijakan dan regulasi dalam menetapkan perbedaan harga antara pembangkit listrik terbarukan dan bahan bakar fosil sangat penting.” Sejumlah penghalang yang dapat mempengaruhi ketersediaan listrik dari EBT, di antaranya, harga listrik EBT, pasar, kurangnya dukungan pemerintah, kurangnya tracking system, operasional, dan hambatan teknis. Peserta diskusi MKI menyepakati bahwa konsumen industri dan bisnis yang membutuhkan pasokan EBT perlu difasilitasi, sekaligus sebagai bagian dari upaya menarik investasi luar negeri ke Indonesia. Para pemangku kepentingan di bidang pengembangan industri harus mencermati akan kebutuhan energi bersih. Dari sisi regulasi, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021 Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan, menjadi ketentuan paling anyar yang sudah memuat pembelian sertifikat EBT, sebagai bagian dari pemenuhan pencapaian target bauran energi nasional. Syarat-syarat penyediaan energi terbarukan yang diminta konsumen juga perlu digali lebih lanjut untuk memastikan bahwa layanan tersebut memenuhi standar international, sehingga penyedia energi terbarukan di Indonesia, baik PLN maupun perusahaan swasta, dapat memenuhinya. Multi Bintang Indonesia dari Group Heineken, yang bergabung dalam RE100 di tahun 2021, menyatakan optimismenya dapat memenuhi target 100% penggunaan energi terbarukan bagi sekitar 200 pabrik mereka di seluruh dunia pada tahun 2030 mendatang. Di Indonesia, Multi Bintang memiliki dua pabrik di Tangerang dan Mojokerto. Keduanya ditargetkan mencapai 100% energi terbarukan pada tahun 2023. Kebutuhan energi di pabrik minuman Multi Bintang ini berupa uap (steam) dan listrik. Untuk uap, mereka menggunakan boiler dengan bahan bakar dari biomassa, yaitu sekam padi. Sedangkan untuk listrik, sekitar 20% akan dipasok listrik dari PLTS atap
82 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan yang dipasang di area pabrik. Selebihnya, 80% listrik belum ditemukan solusinya. PLTS atap disediakan oleh pihak lain, dengan sistem sewa guna (leasing). Lahan pabrik minuman Multi Bintang di Mojokerto memiliki lahan 30 hektare yang sebagian bisa digunakan untuk memasang panel surya untuk memenuhi kebutuhan listrik mencapai 4 MW. Ketika kebutuhan listrik dapat terpenuhi dengan PLTS, maka harus ada sebagian yang dikirim ke PLN pada siang hari untuk mengkompensasi energi listrik pada malam hari yang diambil dari PLN. Multi Bintang berharap, ada regulasi dari PLN, yang memungkinkan adanya kompensasi pemakaian listrik pabrik Bintang di Tangerang, dengan listrik yang dihasilkan PLTS Bintang di Mojokerto. Dengan skema tersebut, target 100% energi terbarukan di kedua pabrik Multi Bintang dapat dipenuhi. Multi Bintang juga menjajaki kemungkinan membeli Renewable Energi Certificate (REC) dari PLN sebagai alternatif lain memenuhi kebutuhan energi terbarukan. Namun, Group Heineken (sebagai induk Multi Bintang) sangat selektif dalam hal ini agar dapat PLTS Kimberly Clark Softex (PT Softex Indonesia)
MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 83 membantu negara tempat pabrik mereka beroperasi untuk menumbuhkan pembangkit energi listrik terbarukan. Group Heineken hanya bersedia membeli REC apabila pembangkit listrik energi terbarukan tersebut merupakan kapasitas baru, bukan yang sudah ada. REGULASI PEMANFAATAN BERSAMA JARINGAN TENAGA LISTRIK Dalam diskusi juga dibahas perlunya regulasi pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik EBT (renewable power wheeling). Berkaca pada industri penyaluran gas yang memiliki BPH Migas, yakni badan pengatur pengaliran gas di setiap ruas pipa gas yang dimiliki berbagai perusahaan pengguna gas. Dalam menjalankan power wheeling listrik EBT, badan regulasi semacam BPH Migas diperlukan untuk pengaturan jaringan transmisi, hingga tarif pengaliran listrik EBT di ruas-ruas transmisi. Namun berbeda dengan jaringan gas, jaringan transmisi listrik seluruhnya milik PLN sehingga tidak dibutuhkan badan khusus semacam BPH Migas. Ditjen Ketenagalistrikan dapat menetapkan kesepakatan tarif sewa power wheeling EBT. Pemerintah juga telah menetapkan regulasi baru, yakni Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan. Pasal 46-52 Paragraf Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik mengatur soal kerja sama hingga kesepakatan tarif sewa jaringan. Tenaga matahari, tenaga minihidro (yaitu PLTA berkapasitas 1 sampai 10 MW) serta tenaga panasbumi merupakan pilihan yang tersedia bagi perusahaan yang ingin menyewa fasilitas off-site generation. PLTS dalam bentuk ground-mounted solar farm dapat dibangun di kawasan yang tanahnya kurang subur. Sebagian minihidro tidak ekonomis untuk dijual ke PLN, karena PLN menginginkan harga beli tenaga minihidro yang relatif rendah. Jika tenaga minihidro ini dikembangkan oleh perusahaan RE100, sangat boleh jadi daya beli mereka sesuai dengan nilai keekonomian minihiro tersebut. Ketimbang tenaga minihidro tersebut terbuang sia-sia karena PLN tidak bersedia membeli, lebih baik listrik minihidro tersebut disalurkan ke perusahaan RE100 melalui skema small scale renewable energy power wheeling. Khusus menyangkut panasbumi (geothermal), Pemerintah Indonesia melalui PT Geo Dipa Energi (Persero) sebagai BUMN satu-satunya yang fokus di pengembangan energi panasbumi, memberikan kepastian pengembangan dan pengelolaan panasbumi lewat akselerasi peningkatan pembangunan panasbumi melalui government drilling bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) sebagai pengelola dana PISP (Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panasbumi) Pemerintah. Kementerian ESDM telah menyusun rencana eksplorasi panas bumi di 20 wilayah kerja panas bumi (WKP) di seluruh Indonesia yang akan berlangsung sepanjang tahun 2020- 2024, dengan potensi sumber daya sekitar 1.844 MW dan rencana pengembangan mencapai 683 MW. Ini diharapkan dapat meningkatkan bauran panas bumi untuk mencapai target bauran nasional 2025, yaitu 23% – peningkatan yang cukup signifikan
84 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan jika dibandingkan dengan pemanfaatan panas bumi saat ini yang hanya berkisar di 9.2%. Gambar 2 menunjukkan rincian wilayah yang akan dilakukan government drilling. Tujuan penyelenggaraan pengeboran eksplorasi panasbumi adalah untuk mengurangi risiko usaha pemanfataan energi panasbumi untuk pembangkit listrik. Keterlibatan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) terkait penjaminan risiko eksplorasi yang semua ini merupakan bagian dari fiscal tools dalam special mission vehicle di bawah Kementerian Keuangan, sebagaimana diamanahkan oleh Komisi XI DPR RI pada 2011/2012. Skema ini diharapkan dapat mengakselerasi potensi Indonesia sebagai pemimpin global dalam sektor panas bumi, karena selama ini waktu pembangunan yang lama selalu menjadi batu sandungan pengembangan panas bumi. Adanya PLTP Dieng Small-Scale 10 MW yang dikembangkan oleh PT GeoDipa memberikan harapan pembangunan yang relatif cepat dan dapat menjadi contoh PLTP berskala kecil di daerah lain. Panasbumi merupakan bagian dari dekarbonisasi pembangkit tenaga listrik. Agar bisa kompetitif, perlu diperhitungkan harga keekonomian berdasarkan economic feasibility (memperhitungkan internalisasi faktor eksternalitas, shadow market price, skema komersial yang fleksibel untuk monetisasi cash flow) sehingga perlu dukungan alokasi green base load dan insentif pendanaan. Manakala harga keekonomian panasbumi tidak menarik bagi PLN, perusahaan swasta anggota RE100 dapat menjadi pengguna langsung, lewat sewa jaringan milik PLN.