The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by mkiieps, 2023-06-12 00:08:53

Mewujudkan Ketenagalistrikan Nasional yang Berkelanjutan

Buku Dewan Pakar MKI - Mei 2023

Keywords: MKI,Ketenagalistrikan,Energi,Energi Terbarukan,EBT,Listrik,RE100,Smart Grid,PLN,Turbin,REBED,REBID,Emisi Rumah Kaca,Hidrogen,Energi Nuklir,Fuel Cell Hidrogen,SPKLU,Mobil Listrik,Digitalisasi Energi,Transisi Energi,Dekarbonisasi,Teknologi,Kebijakan,Pemerintah

MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 85 PENUTUP Pemerintah, melalui Ditjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, berupaya memudahkan industri dalam membangun pembangkit listrik sendiri, asalkan masih tetap di wilayah Indonesia. PLN juga diharapkan membuka kerja sama antar-pemegang IUPTL untuk mengatasi keterbatasan daya mampu pembangkit. Apabila perusahaan swasta ingin membangun pembangkit tenaga listrik yang jauh dari lokasi bebannya, maka tenaga listriknya dapat dialirkan dengan menyewa jaringan transmisi/distribusi milik PLN. Sejauh ini, PLN baru melayani kebutuhan PLTS di lingkungan pabrik serta REC yang berasal dari pembangkit listrik EBT yang sudah beroperasi. PLN belum dapat memenuhi REC dari kapasitas baru dan belum bersedia menyetujui adanya pasokan energi terbarukan berasal jauh dari lingkungan pabrik.


86 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Tabel-1: Listrik Surya Atap Milik Pelanggan PLN pada September 2021 Kawasan Jumlah Pelanggan Kapasitas LSA (kW-peak) Konsumsi Listrik (MWh) Ekspor ke PLN (MWh) Rasio Ekspor/ Konsumsi Sumatera 88 2.617 1.294 117 9% Kalimantan 43 914 383 16 4% Sulawesi 28 807 136 25 18% Maluku-Papua 17 466 117 16 14% Nusa Tenggara 26 555 204 21 10% Jawa-Bali 3931 31.095 19.258 922 5% MKI berharap agar regulasi pemerintah lebih memudahkan pelaku industri dan bisnis pengguna energi terbarukan (RE100) mendapatkan energi terbarukan yang diperlukan, agar Indonesia menjadi tujuan investasi perusahan RE100. MKI juga berharap agar regulasi pemerintah memberi cukup insentif kepada PLN agar memberi kemudahan perusahaan RE100 mendapatkan sumber energi terbarukan yang diperlukan baik berupa in-site maupun off-site melalui kemudahan Renewable Energy Power Wheeling. MKI berharap akan banyak pelaku industri dan bisnis mau menggunakan energi bersih sebagai upaya mendorong kelancaran pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia. Dengan beralih ke energi terbarukan, sekaligus menjaga kenaikan suhu permukaan bumi demi menghindari bencana besar krisis iklim. Pemerintah juga berupaya agar target bauran EBT 23% pada tahun 2025 dapat tercapai sehingga tarif energi terbarukan dapat masuk dalam skala ekonomi yang wajar. ■


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 87 DIGITALISASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK MEMBANGUN SISTEM ENERGI YANG TERKONEKSI, EFISIEN, CERDAS, ANDAL, DAN BERKELANJUTAN Oleh: Eddie Widiono (Koordinator), Harry Hartoyo, Herman Darnel Ibrahim, Hernadi Buhron, Iwa Garniwa, John Respati, Marzan Aziz Iskandar, Bima Putrajaya


88 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan DIGITALISASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK MEMBANGUN SISTEM ENERGI YANG TERKONEKSI, EFISIEN, CERDAS, ANDAL, DAN BERKELANJUTAN Oleh: Eddie Widiono (Koordinator), Harry Hartoyo, Herman Darnel Ibrahim, Hernadi Buhron, Iwa Garniwa, John Respati, Marzan Aziz Iskandar, Bima Putrajaya Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat peluncuran PLN Mobile. (Dok.pln.co.id)


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 89 E RA digital sudah mempengaruhi segala aktivitas manusia: dari keseharian, bekerja, bepergian, hingga hiburan. Digitalisasi terbukti sangat membantu meningkatkan keamanan, produktivitas, aksesibilitas, dan keberlanjutan, termasuk energi. Namun di satu sisi, digitalisasi juga meningkatkan risiko keamanan dan privasi, juga turut membawa perubahan pasar, bisnis, dan dunia pekerja. Menurut kajian International Energi Agency (IEA), yang dipublikasikan November 2017 silam, digitalisasi telah mengubah sistem energi dunia. Banyak dampak teknologi digital pada sektor permintaan energi, pemasok energi menggunakan peralatan digital untuk meningkatkan operasi, dan mengeksplorasi potensi transformasi digitalisasi untuk membantu menciptakan sistem energi yang saling terhubung. Menurut IEA, dalam beberapa dekade mendatang, teknologi digital akan membuat sistem energi di seluruh dunia lebih terhubung, cerdas, efisien, andal, dan berkelanjutan. Kemajuan menakjubkan dalam data, analitik, dan konektivitas memungkinkan berbagai aplikasi digital baru seperti peralatan pintar, transportasi bersama (shared mobility), hingga pencetakan 3D. Sistem energi digital di masa depan mungkin dapat mengidentifikasi siapa yang membutuhkan energi dan mengirimkannya pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan dengan biaya terendah. Tetapi mendapatkan semuanya dengan benar tidak akan mudah. Teknologi Digital sendiri kerap dinyatakan merupakan suatu teknologi yang mempunyai 9 pilar teknologi pendukung yang berupa 1. Internet of Things (IoT) 2. Big Data 3. Virtual dan Augmented Reality 4. Cyber Security 5. Artificial Intelligence 6. Additive Manufacturing 7. Simaltion 8. System Integration 9. Cloud Computing. Tren digitalisasi benar-benar mencengangkan. Data tumbuh pada tingkat yang eksponensial, lalu lintas internet meningkat tiga kali lipat hanya dalam lima tahun terakhir (2012-2017) dan sekitar 90% data di dunia saat ini dibuat selama dua tahun terakhir (2015-2017). Pertumbuhan eksponensial ini telah menyebabkan penggunaan unit pengukuran yang semakin besar. Misalnya, lalu lintas internet tahunan global melampaui ambang exabyte pada tahun 2001 dan melewati ambang zettabyte pada tahun 2017.


90 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Orang dan perangkat digital menjadi terhubung dalam jumlah yang terus meningkat tajam. Lebih dari 3,5 miliar orang, atau hampir setengah dari populasi global, sekarang menggunakan internet –naik dari hanya 500 juta pada tahun 2001. Sekitar 54% rumah tangga sekarang memiliki akses internet di rumah. Dalam lima tahun terakhir (2012- 2017), langganan broadband seluler global meningkat tiga kali lipat dan melampaui 4 miliar langganan aktif pada tahun 2017. Sekarang ada lebih banyak langganan telepon seluler (7,7 miliar) daripada jumlah penduduk dunia. Benda sehari-hari seperti jam tangan, peralatan rumah tangga, hingga mobil, sudah terhubung ke jaringan komunikasi –“Internet of Things” (IoT)– untuk menyediakan berbagai layanan dan aplikasi, seperti perawatan kesehatan pribadi, jaringan listrik pintar, pengawasan, otomatisasi rumah dan transportasi cerdas. DAMPAK DIGITALISASI PADA SISTEM ENERGI Sektor energi menjadi pengadopsi awal teknologi digital. Pada 1970-an, utilitas listrik adalah pionir digital, menggunakan teknologi yang muncul untuk memfasilitasi manajemen dan operasi jaringan. Perusahaan minyak dan gas telah lama menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan pengambilan keputusan untuk aset eksplorasi dan produksi, termasuk reservoir dan jaringan pipa. Sektor industri telah menggunakan kontrol proses dan otomatisasi selama beberapa dekade, terutama di industri berat, untuk memaksimalkan kualitas dan hasil sambil meminimalkan penggunaan energi. Sistem transportasi cerdas menggunakan teknologi digital di semua moda transportasi untuk meningkatkan keselamatan, keandalan, dan efisiensi. Laju digitalisasi energi semakin meningkat. Investasi dalam teknologi digital oleh perusahaan energi telah meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir. Misalnya, investasi global dalam infrastruktur dan perangkat lunak listrik digital telah tumbuh lebih dari 20% setiap tahun sejak 2014, mencapai USD 47 miliar pada 2016. Investasi digital pada 2016 hampir 40% lebih tinggi daripada investasi pembangkit listrik berbahan bakar gas di seluruh dunia (USD 34 miliar) dan hampir sama dengan total investasi di sektor kelistrikan India (USD 55 miliar). Laporan IEA juga mengkaji dampak digitalisasi energi pada sektor transportasi, bangunan, industri, minyak dan gas, dan batubara. Menurut IEA, transportasi menyumbang 28% dari permintaan energi final global dan 23% emisi CO2 global dari pembakaran bahan bakar. Dalam Skenario Sentral IEA, konsumsi energi final untuk transportasi tumbuh hampir setengahnya menjadi 165 exajoule pada tahun 2060, dengan sebagian besar permintaan berasal dari kendaraan angkutan jalan raya (36%) dan kendaraan ringan penumpang (28%). Bangunan menyumbang hampir sepertiga dari konsumsi energi final global dan 55% dari permintaan listrik global. Pertumbuhan permintaan listrik di gedung-gedung


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 91 sangat pesat selama 25 tahun terakhir, terhitung hampir 60% dari total pertumbuhan konsumsi listrik global. Di beberapa negara berkembang pesat, termasuk Cina dan India, permintaan listrik di gedung-gedung tumbuh rata-rata lebih dari 8% per tahun selama dekade terakhir. Dalam Skenario Pusat IEA, penggunaan listrik di gedunggedung ditetapkan hampir dua kali lipat dari 11 PetaWatt jam (PWh) pada tahun 2014 menjadi sekitar 20 PWh pada tahun 2040, yang membutuhkan peningkatan besar dalam pembangkit listrik dan kapasitas jaringan. Industri bertanggung jawab atas sekitar 38% dari konsumsi energi final global dan 24% dari total emisi CO2. Dengan ekspansi produksi industri yang diharapkan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang, khususnya di negara berkembang, nilai digitalisasi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan material hanya akan meningkat. Penyebaran robot industri diperkirakan akan terus tumbuh pesat, dengan total stok robot meningkat dari sekitar 1,6 juta unit pada akhir 2015 menjadi hanya di bawah 2,6 juta pada akhir 2019. Ruang kontrol Pembangkitan Jawa Bali (dok. tribunnews.com)


92 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Meskipun industri energi cukup cepat mengadaptasi teknologi digital, industri ketenagalistrikan agak lamban dalam mengadaptasinya. Hal ini tidak terlepas dari karakter industri ketenagalistrikan di Amerika Serikat yang sangat konservatif dalam pilihan teknologi ditengah keharusan untuk menjaga suplai listrik yang andal dengan harga yang pantas. Sistem kelistrikan yang terdiri atas pembangkitan, transmisi dan distribusi, selama hampir seratus tahun beroperasi dengan teknologi yang nyaris tidak berkembang dan kalah cepat bila dibandingkan dengan sektor telekomunikasi dan perbankan dalam modernisasi teknologi menghadapi dinamika sisi demand dan pergeseran sumber bahan bakar dari fosil menuju energi terbarukan. Baru setelah mengalami krisis energi akibat gejolak di Timur Tengah di akhir abad 20, industri ketenagalistrikan Amerika Serikat bergerak yang ditandai dengan dokumen “Grid 2030 A National Vision for Electricity’s second 100 years” yang diluncurkan DoE pada Juli 2003, dilanjutkan Energy Policy Act 2005 dan Energy Independence Security Act of 2007 dan puncaknya pada 8 Januari 2009 Presiden Obama mengumumkan bahwa transisi menuju smart grid adalah prioritas utama pemerintahannya. Eropa memulai proses ini pada tahun 2005 dengan meluncurkan The Smart Grids European Strategic Energy Technology Platform sebagai rujukan negara-negara Eropa dalam modernisasi sistim kelistrikan mereka. China memulainya dengan China Strong and Smart Grid Plan 2009 yang diluncurkan oleh State Grid of China Corporatiion (SGCC). DIGITALISASI ENERGI DI INDONESIA Setidaknya ada dua faktor utama penyebab perubahan industri kelistrikan di Indonesia, yakni transisi energi dan transformasi teknologi. Transisi energi terjadi karena penetrasi energi terbarukan akan terus meningkat sejalan dengan kebijakan dekarbonisasi yang menjadi tuntutan global. Energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi tren dunia karena merupakan jawaban sektor energy sebagai emitter Gas Rumah Kaca terbesar kedua terhadap masalah Perubahan Iklim dunia. Dunia menginginkan perubahan cepat sesuai amanat Paris Agreement COP 21 2015, dan pembangkit2 listrik jenis PLT Bayu dan PLTS yang dapat dibangun dengan cepat merupakan pilihan2 favorit negara2 maju, meskipun kedua jenis pembangkit ini dikenal mempunyai karakteristik intermiten dan tersebar (distributed) Sementara pembangkit listrik berskala besar seperti PLTU, PLTGU, PLTP, dan PLTA umumnya tidak mengalami intermitensi. Operator pembangkit tidak perlu khawatir memikirkan faktor cuaca, sebab pembangkitnya stabil sehingga grid operator cukup melihat fluktuasi suplai listrik dari demand yang naik turun. Masuknya pembangkit Surya dan Bayu dalam skala yang cukup berarti (signifikan) akan berpengaruh pada stabilitas sistim dan hal ini perlu diantisipasi dengan sistim cerdas berbasis teknologi digital.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 93 Transisi energi membutuhkan grid hardening, grid smartening, greening grid dan responsive demand menuju flexible grid dan resilient grid. Grid hardening berarti perkuatan transmisi, antara lain dengan teknologi HVDC, teknologi FACT dan interkoneksi kabel laut yang membutuhkan teknologi digital. Grid Smartening, menambahkan sistim kecerdasan yang berupa sensor, sistim komunikasi data, prosesor dan actuator, yang saat ini lebih merupakan domain sistim digital. Greening the Grid berarti mengupayakan pembangunan infrastruktur jaringan listrik yang dapat digunakan untuk membangun secara massif pembangkit energi terbarukan di lokasi-lokasi yang kaya potensi ET dan menyalurkan nya melalui jaringan interkoneksi global guna mempercepat transisi dan dekarbonisasi, sedangkan Demand Respons Programs (DRP) merupakan perwujudan responsive demand agar tercipta tingkat efisiensi yang lebih tinggi, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi biaya pembangkitan tenaga listrik. DRP digunakan untuk mengurangi permintaan beban pada suatu periode tertentu. Beberapa cara yang dilakukan dalam pemanfaatan DRP untuk mengurangi konsumsi listrik yaitu dengan strategi pengurangan beban berupa pemberian reward atau insentif kepada konsumen apabila konsumen bersedia untuk mengurangi konsumsi energi listrik pada suatu periode tertentu (peak hour) atau dengan cara memindahkan konsumsi energi listrik ke periode waktu yang berbeda (periode waktu dengan harga yang relatif lebih murah). Implementasi Advanced Metering Infrastructure (AMI)/Smart Metering merupakan salah satu pondasi dari Grid Smartening dan Demand Respons Program. Salah satu inisiatif yang perlu mendapat perhatian adalah gagasan Nusantara Grid. Nusantara Grid awalnya adalah gagasan Prof. Pekik Argo Dahono, Guru Besar Bidang Ilmu Elektronika Daya Institut Teknologi Bandung (almarhum) yang memimpikan suatu jaringan interkoneksi listrik yang meliputi setidaknya pulau-pulau besar di Indonesia agar tercipta sistim kelistrikan yang terintegrasi. Gagasan ini telah mendapat perhatian pemerintah dan diseminarkan dalam seminar Pekik Nusantara. Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) mendukung gagasan ini dan meningkatkannya menjadi gagasan Nusantara Renewable Grid. Tujuan dari pembangunan Nusantara Renewable Grid antara lain adalah mengamankan pasokan kebutuhan energi terbarukan agar dapat memenuhi: • Target Net Zero Emission • Kebutuhan konsumsi listrik domestik yang terus meningkat; untuk keperluan rumah tangga/perumahan, komersial dan Industri. • Elektrifikasi sektor industri dan transportasi sebagai konsumen energi final yang saat ini masih didominasi fosil. • Menjadikan Indonesia sebagai pemain signifikan di pasar renewable energi yang berkembang internasional (Asia Tenggara dan Asia). • Transformasi teknologi


94 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Gagasan ini masih membutuhkan kajian-kajian menyangkut teknologi, regulasi dan implementasi, antara lain sebagai berikut: Teknologi: • Pemanfaatan potensi RE. • Bagaimana mengangkut/mengirimkan energi ke pusat beban: » Dengan kabel bawah laut interkonektor HVDC point to point. » Dengan jaringan antar-pulau » Melalui hidrogen–pembawa amonia • Bagaimana kami memperoleh dan menginovasi teknologi yang ada untuk tujuan kami? » Kabel bawah laut; » Kabel tegangan tinggi–berbasis darat atau bawah laut; HVDC atau HVAC » Pemasangan dan pemeliharaan kabel bawah laut » Konverter/inverter ◆SSC ◆VSC • Konsep rancang bangun Nusantara Renewable Grid • Studi interkoneksi sistem tenaga listrik • Disain sistem pengaturan. » Interkonektivitas dan interoperabilitas • Standardisasi Regulasi: • Tata Cara Pengadaan • Subsidi, Insentif, Feed In Tariff • Insentif Paritas Grid • Entitas Pengembang Transmisi » Kerjasama dengan entitas asing • Entitas Operator Transmisi


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 95 • Grid Code untuk Nusantara Grid » Ancillary Services Implementasi: • Tahapan Pembangunan • Perencanaan TKDN • Dampak terhadap perekonomian » Tenaga Kerja » Belanja Barang » Pemasukan Negara • Dampak Sosial dan Kemasyarakatan • Dampak terhadap Struktur Sektor Ketenagalistrikan • Pendanaan • Pilihan metoda pengadaan Dalam COP 26 di Glasgow 80 negara telah menandatangani Green Grid Initiative– One Sun, One World, One Grid yang diprakarsai oleh India dan negara-negara anggota International Solar Association (ISA). Sebelumnya China telah meluncurkan Global Energy Interconnection Development and Cooperation (GEIDCO) dan Australia telah meluncurkan AAREH (Australia-Asean Renewable Energy Hub). Gagasan Nusantara Renewable Grid merupakan langkah strategis untuk pemanfaatan kekayaan potensi energi terbarukan nasional, (greening the grid), sehingga perlu didorong menjadi Proyek Strategis Nasional. Singapura, yang karena keterbatasan luas lahan dan potensi energi terbarukan, telah mengumumkan kebutuhan sebesar 4 GW energi terbarukan s.d tahun 2035 untuk menghijaukan pasokan energinya dan mengundang pasokan dari negara-negara tetangga termasuk Indonesia. Negara-negara Asia Timur (Jepang, Korea, Taiwan dan China) di masa depan diperkirakan juga akan membuka kebutuhan domestiknya dan mengimpor energi terbarukan dari negara-negara lain. Indonesia perlu memanfatkan kebutuhan-kebutuhan ini sebagai pelanting bagi percepatan pembangunan fasilitas energi terbarukan yang saat ini terkendala oleh situasi overcapacity di pusat beban nasional (sistim Jawa- Bali). Faktor lain yang mempengaruhi digitalisasi di industri ketenagalistrikan yaitu adanya transformasi pada teknologi informasi dan telekomunikasi yang terus maju. Transformasi teknologi ini akan mendorong integrasi, interoperability, dan efficiency dalam suatu


96 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 97 organisasi. Teknologi yang dimaksud di antaranya data science, big data & analytic, artificial intelligence (machine & deep learning), augmented reality, simulation & digital twin. Digitalisasi memungkinkan pergeseran karakter jaringan kelistrikan dari strong dan efficient grid (deterministic) menjadi flexible, adaptive, dan responsive. Data yang diproses dengan teknologi digital menjadi kunci dalam modern grid, disebabkan karena sumber lebih banyak, rasio waktu lebih pendek, lebih terstruktur dan lebih mudah diakses namun tetap aman dari serangan siber. Selain itu, dampak adanya digitalisasi bagi industri ketenagalistrikan juga menjadikan kebutuhan akan teknologi, skill dan layanan baru akan meningkat. Peran masyarakat dan swasta akan dituntut lebih besar karena adanya keharusan untuk beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan dan teknologi baru. Data management dan Data Utilization merupakan kunci bagi industri ketenagalistrikan di masa mendatang. Dinamika pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengaruh kekuatan alam, mobilitas manusia, semuanya menjamin pemahaman tren dan bersifat stokastik. Artificial intelligence akan membutuhkan kumpulan data yang besar yang diambil dari periode waktu tertentu. Data-data ini semakin lama rentang waktunya akan semakin baik untuk digunakan mempelajari mesin karena akan semakin akurat informasi, prediksi, dan preskripsinya. Terlebih lagi akan sangat penting untuk membangun ekosistem yang dapat menangkap data, menyaring, dan membuat strukturnya kemudian dapat menerapkan program analisis untuk memperoleh informasi. Meskipun semua upaya ini dapat dilakukan oleh perusahaan besar, akan tetap lebih efisien untuk mengembangkan ekosistem berbasis Service Oriented Architecture. Transisi energi menjadi pendorong utama perubahan model bisnis di industri ketenagalistrikan. Adanya transisi energi akan mendorong perkembangan yang cepat terhadap tenaga surya, tenaga angin, dan sistem penyimpan. Distribusi dan desentralisasi listrik baru memerlukan breakout dan unbundling (pemisahan kegiatan hulu dan hilir) dari pembangkit yang sudah ada dan kompetisi pasar untuk meningkatkan efisiensi dalam pemakaiannya. Pembangkit EBT ini memberikan emisi CO2 yang paling rendah dibandingkan dengan teknologi pembangkit listrik lainnya. Dengan diimplementasikannya pembangkit listrik berbasis EBT, kualitas udara dan lingkungan akan semakin baik. Ketersediaan teknologi dan pembangkit EBT juga akan memberikan jaminan peningkatan ketersediaan pekerjaan dan manfaat ekonomi lainnya, ketimbang teknologi bahan bakar fosil yang biasanya mekanis dan padat modal, sedangkan industri energi terbarukan lebih padat karya. Namun, Indonesia dengan kondisi geografisnya mempunyai potensi pembangkit EBT yang sangat besar dan masih belum banyak dieksploitasi dan sangat memungkinkan


98 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan untuk dikembangkan. Oleh karena itu, masih perlu banyak usaha dan kesempatan untuk mengimplementasikan EBT pada sistem ketenagalistrikan di Indonesia, karena EBT ini mempunyai banyak keuntungan, seperti ramah lingkungan dan ketersediaan sumber primernya sangat banyak dan tak terbatas. Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih perlu melakukan akselerasi untuk merealisasikan 23 persen bauran energi pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050. Untuk itulah, pemerintah bertekad melakukan hal-hal baru dalam mengantisipasi digitalisasi tersebut. Pemanfaatan digitalisasi mampu memaksimalkan dan mengoptimalkan hal apapun yang berkaitan dengan pengembangan sektor ketenagalistrikan. Tidak hanya mampu meningkatkan performa keuangan dalam hal keuntungan operasional atau efisiensi modal. Sejalan dengan efisiensi modal tersebut, adanya digitalisasi pada sektor kelistrikan juga akan memberikan nilai lebih terhadap konsumen karena harga konsumsi bisa terjangkau. Dengan dukungan digitalisasi ini, industri di sektor ketenagalistrikan pun akan memperoleh manfaat.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 99 Digitalisasi juga berhubungan erat dengan big data. Big data merupakan data yang sangat besar, cepat, dan kompleks sehingga sangat tidak mungkin jika diproses dengan metode tradisional. Sistem tenaga listrik bisa jadi merupakan salah satu yang paling besar di dunia. Cakupan geografis yang luas akan sangat wajar jika data yang dihasilkan juga akan sangat besar. Oleh karena itu, dalam mengelola sektor ketenagalistrikan sangat dibutuhkan adanya teknologi digital. Digitalisasi ini mengakselerasi cara berpikir yang baru, berkomunikasi yang lebih efisien, monitoring dengan jangkauan lebih luas, dan mengambil keputusan dengan lebih cepat. PLN telah meluncurkan program Digital Power Plant sebagai terobosan untuk mendorong percepatan digitalisasi pembangkit listrik. Digitalisasi pembangkit PLN dilakukan di seluruh komponennya, mulai dari pemantauan, pengendalian, dan optimalisasi pembangkitnya sendiri. Tujuan dari percepatan digitalisasi kelistrikan ini ialah untuk meningkatkan keandalan, efisiensi, dan daya saing pembangkit listrik PLN melalui pemanfaatan platform digital. dok. kompas.com


100 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Pada tahun 2021, PLN meng-implementasikan tahap pre-commercial AMI dan 100.000 Smart Meter di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Selanjutnya PLN akan memasang 1,2 juta sampai 2 juta Smart Meter per tahun pada 2022-2025. Dengan demikian PLN mulai bertransformasi dan melakukan digitalisasi yaitu menciptakan smart grid dan implementasi Smart Meter dengan tujuan agar semuanya menjadi terukur. Transformasi tersebut meliputi empat pilar, yaitu green, lean, inovatif, dan customer-focused. Secara umum, implementasi smart grid PLN tengah berfokus pada keandalan, efisiensi, produktivitas, dan customer experience dengan estimasi belanja modal sebesar Rp 10-25 triliun. Pada tahap berikutnya, PLN akan berfokus pada ketahanan, customer engagement, sustainability, dan self healing dengan estimasi belanja modal sebesar Rp 30-50 triliun. Komitmen PLN dalam meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) mendapatkan dukungan dari banyak pihak. PLN mendapatkan pendanaan dari tiga bank internasional sebagai modal untuk memulai konstruksi PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara. Tiga bank internasional itu di antaranya Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Societe Generale dan Standard Chartered Bank dengan nilai USD 140 juta. Yang masih perlu ditingkatkan adalah upaya PLN menempuh cara Grid Hardening dan Grid Smartening dalam menghadapi potensi peningkatan porsi PLTS dan PLTB dalam sistem ketenagalistrikan yang dikelolanya. Harus diingat bahwa Smart Grid dan Smart Meter belum merupakan tujuan akhir dari proses digitalisasi, melainkan gerbang dari suatu peta jalan yang panjang untuk membangun sistim kelistrikan modern yang mampu menjawab tuntutan masa depan, tuntutan yang akan terus meningkat secara dinamis dan memerlukan teknologi, pengetahuan, ketrampilan dan sikap dari pengelola system kelistrikan yang memadai untuk menjawabnya. REGULASI DIGITALISASI DAN TRANSISI ENERGI Eddie Widiono, Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) mengatakan bahwa target 23% bauran energi nasional sulit tercapai jika terobosan yang dilakukan pemerintah masih belum optimal. Pada tahun 2021, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas energi sebesar 8.915 Mega Watt (MW) yang berasal dari pembakaran batu bara di PLTU mulut tambang sebesar 4.688 MW dan pembakaran gas sebesar 3.467 MW. Sisanya sebesar 22 MW bersumber dari pembangkit tenaga diesel dan sebanyak 737 MW bersumber dari pembangkit energi baru terbarukan berupa air, panas bumi, bio hibrid, serta matahari. “Kalau itu dijadikan program unggulan untuk mencapai 23% di tahun 2025, sama saja kita mengakui bahwa kita tidak akan sampai. Sementara ada opsi-opsi lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) , Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa/Biogas (PLTBio) yang lebih cepat berproduksinya, belum dimaksimalkan pembangunannya,” kata Eddie.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 101 Menurut Eddie, PLTS sebaiknya dimaksimalkan mengingat banyak keuntungan dan manfaat dari keberadaan PLTS. Di antaranya adalah menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik karena sinar matahari adalah energi murah dan bersih, serta dapat dikembangkan keekonomiannya dalam skala relatif besar. PLTS juga menjadi bagian resiliensi energi, karena dapat bersifat hibrid dengan penggunaan baterai, dapat dikembangkan dari skala kecil dan tersebar, dan dapat dikendalikan dengan microgrid. “PLTS juga merupakan pembangkit hijau karena dapat dijadikan hibrid dengan PLT Diesel atau Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg),” katanya. Pengembangan PLTS juga membuka peluang bisnis baru. Bisnis baru yang berkembang di antaranya adalah produksi PLTS, inverter, microgrid, Engineering-ProcurementConstruction (EPC), penyewaan, operasi dan pemeliharaan PLTS. Bisnis lain yang dapat berkembang adalah production forecasting and EMS Service; platform aplikasi PLTS; sistem penyimpanan; Building Energy Management; resilience system developer; dan penyawaan rooftop untuk PLTS.


102 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Tren penggunaan sel surya atau solar photovoltaik (PV) semakin banyak dalam bentuk sistem perumahan berbasis tenaga surya, solar PV atap, solar farm, dan hibrid. Solar PV atap semakin banyak digunakan pelanggan listrik di perumahan, industri dan bisnis. Sementara model solar farm dan hibrid masih terbatas dilakukan pemerintah untuk sektor publik. Marzan Aziz Iskandar menambahkan, untuk bermigrasi atau transformasi digital, melalui smart grid sistem listrik nasional, yang paling diperlukan adalah asas legalitasnya. “Kita tidak bisa hanya operasionalnya saja. Sebenarnya bisa, tetapi tidak ada hubungannya dengan perundang-undangan, yang kemudian affirmative action-nya hanya kita saja yang memiliki konsep, tetapi selebihnya kita tidak bisa melaksanakan konsep-konsep tersebut,” ujar Marzan, Dewan Pakar MKI. Dalam melakukan perubahan, akan lebih baik jika untuk mencapai tujuan transformasi digital pada sistem ketenagalistrikannya dimulai dari undang-undang. Dari roadmap sistem ketenagalistrikan, dapat dijabarkan secara detail dan dikerjakan dengan penuh konsisten. Semua pihak harus saling berhubungan, baik pemerintah, operator, dan dok. detik.com


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 103 kostumer untuk dapat mengelola listrik dengan kualitas dan harga yang baik. Apabila hal itu hanya sampai pada operator, semua tidak akan berjalan jika tidak memiliki izin legalitas dari pemerintah, sehingga PLTS dan segala macamnya hanya akan menjadi dokumen semata. “Pemerintah yang mengelola dari awal harus menata dengan konsisten dan ada undang-undangnya. PLN melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya seperti menjadi prosumer. Tidak bisa jika semuanya dilakukan oleh PLN,” Marzan menambahkan. Mengingat prospeknya yang dinilai cukup baik, perlu disusun kebijakan perundangan untuk mendukung pengembangan PLTS sampai pada sistem pengamanannya secara digital, agar PLTS dapat lebih berperan dalam sistem ketenagalistrikan Indonesia di masa mendatang. Pembangungan PLTS yang dilakukan secara tersentralisasi juga akan memudahkan pengoperasian, perawatan, perbaikan, dan penyediaan suku cadangnya. TANTANGAN PENGAMANAN SMART GRID Dunia digital umumnya berhubungan erat dengan dunia maya, seperti teknologi, smart grid, value, dan cyberthreat. Term teknologi dibangun dari empat bagian yaitu perangkat, komponen jaringan, aplikasi, dan sistem. Hal ini akan memudahkan dalam identifikasi ketika terjadi ancaman pada bagian tertentu. Ancaman digital atau digital crime adalah suatu insiden akibat adanya pemanfaatan teknologi terhadap sistem data dan sistem, seperti mengakses secara ilegal, memodifikasi dan merusak sistem tertentu. Kejahatan tersebut mengganggu sistem pengamanan informasi yang terdiri dari confidentiality, integrity, dan availability dari suatu sistem. Sumber ancaman digital berdasarkan tren di antaranya Malware, Web-Based Attacks, Phising, Web Application Attack, Spam, Distributed Denial of Service (DDoS), Identify Theft, Data Breach, Insider Threat, Botnets, pencurian/penghilangan yang bisa dimanipulasi sistem, Information Leakage, Ransomware, Cyber Espionage, dan Cryptojacking. Ancaman-ancaman ini bisa terjadi pada sistem komunikasi data, pada level aplikasi, level operating system, level platform, bahkan akhir-akhir ini ditemukan produksi hardware yang sengaja diberi ”backdoor” yang dapat dimanfaatkan penyerang di kemudian hari. Serangan siber ini biasanya berusaha untuk mengekspose, mengubah, menonaktifkan, menghancurkan, mencuri, atau mendapatkan informasi secara ilegal. Penyebab kerentanan mendapatkan serangan siber yaitu complexity, connectivity, password management flaws, fundamental operating system design flaws, interner website browsing, dan software bugs. Untuk menangani serangan siber pada dunia digital perlu dilakukan dengan metode digital forensik yang memiliki empat prinsip, di antaranya integritas data harus sesuai SOP, kompetensi dilakukan oleh orang yang mampu melakukan justifikasi metode dalam melakukan forensik digital, chain of custody (memiliki data kronologi penelusuran saat pengambilan data), dan menaati regulasi aparat penegak hukum.


104 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Serangan siber juga dapat menyerang operasi sistem ketenagalistrikan. Berbeda dengan sistim IT Korporasi yang umumnya diupayakan mengintegrasikan seluruh data korporasi dan memprosesnya untuk kebutuhan masing-masing fungsi korporasi melalui jaringan data internet atau intranet, operasi sistem ketenagalistrikan banyak menggunakan operation technology, yang lebih banyak merupakan propriatery system terkait dengan hardware process technology yang digunakan dan seringkali sudah dilengkapi dengan sistem pengamannya sendiri (bolt-in security). IT dan OT technology membutuhkan pendekatan yang berbeda dari aspek keamanan sibernya. Prioritas keamanan pada sistem IT terdapat pada kerahasiaan, kepercayaan dan ketersediaan data, sedangkan pada ICS (Industrial Control System) prioritas utamanya adalah ketersediaan data dan pengenalan secara cepat apakah gangguan disebabkan oleh system malfunction atau cyber attack. Sistem ketenagalistrikan merupakan salah satu infrastruktur paling penting dan sangat rentan diserang. Seperti halnya ketika terjadi peperangan, tidak dapat dipungkiri jika kelistrikan suatu negara juga akan diserang oleh negara lawan. Penggunaan hardware dan software yang semakin banyak pada sistem smart grid sering menimbulkan dilema ketakutan akan adanya serangan siber. Hal ini disebabkan ada pertambahan area attack surface yang berpotensi meningkatkan ancaman sistemnya.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 105 Adapun pelaku dan tujuan serangan berbeda-beda, misalnya cyber criminals dengan tujuan profit, negara lain dengan tujuan geopolitik, kelompok teroris dengan tujuan untuk mengancam ideologi, dan lain sebagainya. Terdapat tiga strategi pengamanan yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara: 1. Crown jewelry, yaitu metode mengamankan satu aset yang paling berharga. 2. Football playbook, yaitu metode pengamanan dengan mengamankan semua titik. 3. Attack surfaces, yaitu metode pengamanan berdasarkan historis serangan sebelumnya, sehingga prioritas untuk lebih diamankan terlebih dahulu. Sistem pengamanan yang dapat dilakukan di antaranya yaitu unindirectional gateway, enkripsi, DLSM/COSEM security Suites, handshaking process, dan key management system. Unindirectional Fateway merupakan sistem pengamanan yang didukung hardware gerbang searah yang diterapkan di batas antara ICS dan jaringan IT untuk memastikan data mengalir dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Akan tetapi, tidak dapat mengirim semua informasi kembali ke jaringan sumber. Sementara itu software akan mereplikasi data base dan mengemulasi server dan perangkat protokol. Enkripsi merupakan suatu metode untuk mengubah format data menjadi satu format yang sulit dipahami dan memerlukan kode khusus untuk membacanya. DLSM/COSEM security Suites juga menggunakan enkripsi untuk mengamankan sistem smartgrid. Sistem pengamanan handshaking process menggunakan konsep yang mirip dengan SYN/ACK https yang dilanjutkan dengan adanya pertukaran informasi cipher suite. Sementara itu, key management system ialah pengamanan yang menggunakan kunci kriptografi untuk mengamankan perangkat dan aplikasi yang terpasang. SARAN STRATEGI DIGITALISASI ENERGI Working Group 8 Dewan Pakar MKI memberikan sejumlah saran pelaksanaan digitalisasi energi di Indonesia, meliputi: 1. Komitmen Pemerintah untuk membangun jaringan listrik masa depan yang berbasis teknologi digital (transformasi teknologi), yang dituangkan dalam perundangan, peraturan dan kebijakan serta insentif untuk upaya ini. 2. Mengusulkan agar Gagasan Nusantara Renewable Grid diangkat menjadi Proyek Strategis Nasional agar pembangunannyua cepat terealisasi dan proses transisi energi dapat dilaksanakan secara massif dan tepat waktu 3. Meningkatkan teknologi pelayanan kelistrikan bagi kluster industri (kawasan/ komplek industri) prioritas. Harus ada integrasi sistim data dan informasi.


106 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan 4. Membangun “smart networks” di pusat-pusat kegiatan komersial dan industri untuk memudahkan integrasi sistim informasi. 5. Menyediakan layanan teknologi dan jasa bagi industri yang akan meningkatkan teknologi menuju Industry 4.0. Sedapat mungkin menggunakan pola Service Oriented Architecture (SOA). 6. Membangun Centre of Excellence di bidang riset dan pengembangan serta inovasi digital. 7. Menyediakan inkubator pembinaan usaha start-up dan membangun kerjasama antara perusahaan start-up dengan BUMN dan perusahaan besar swasta. 8. Memanfaatkan teknologi Industry 4.0 untuk membangun sentra produksi di pulaupulau yang belum terjamah jaringan PLN. 9. Membangun regulasi yang mampu melindungi upaya ujicoba (sandboxing), inovasi dan investasi. 10. Memperkuat data dan cyber-security. Antara lain dengan mengintegrasikan pengamanan IT dan OT melalui skema ”Defence in Depth” yang mencakup pengendalian (perizinan, pemantauan dan pencegahan) akses baik fisik maupun virtual, pengumpulan data serangan dan analisa kelemahan secara terstruktur dan periodik, manajemen kegiatän ”patching”. ■


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 107 TRANSPARANSI TARIF UNTUK KEBERLANJUTAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Oleh: Adi S. Supriono (Koordinator), Agus Darmadi, Ali Herman Ibrahim, Anton S. Wahjosoedibjo, Benny Marbun, Fahmi Mochtar, Fathorrachman, Jarman, Nengah Sudja, Roni Seto Wibowo, Suryadarma, Syofvi F. Roekman, Tulus Abadi, Tumiran


108 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan TRANSPARANSI TARIF UNTUK KEBERLANJUTAN SEKTOR KETENAGALISTRIKAN Oleh: Adi S. Supriono (Koordinator), Agus Darmadi, Ali Herman Ibrahim, Anton S. Wahjosoedibjo, Benny Marbun, Fahmi Mochtar, Fathor Rachman, Jarman, Nengah Sudja, Roni Seto Wibowo, Suryadarma, Syofvi F. Roekman, Tulus Abadi, Tumiran


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 109 T ARGET pemerintah mengejar bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 mendatang, menjadi tantangan besar bagi PT PLN. Apalagi PLN sekarang ini menjadi salah satu perusahaan energi berbasis batu bara terbesar di dunia, yang suka atau tidak suka harus mulai menggantikan sumber energi pembangkitnya. Sebagai operator ketenagalistrikan perusahaan listrik negara itu harus berada didepan dalam mendukung proses transisi energi, agar target Pemerintah dalam hal pengurangan emisi CO2 bisa tercapai. Dalam situasi PLN yang masih memiliki hutang hingga Rp500 triliun ini, kemampuan dan kapasitas PLN untuk bisa mendukung transisi energi sangat perlu didukung. Dengan mempertimbangkan laba yang bisa diraup PLN dalam beberapa tahun ke depan, kita bisa mengkalkulasi kemampuan PLN untuk bisa terus mengejar pembangunan pembangkit EBT. Sebagai contoh tahun 2020 lalu PLN meraup laba sekitar Rp5,9 triliun. Jika situasi masih sama tanpa ada perubahan maka kita bisa memperkirakan berapa kira-kira laba yang akan didapat dalam lima tahun ke depan. Sementara target bauran EBT seperti yang sudah diungkapkan di atas, hingga tahun 2025 harus sudah mencapai lebih dari dua puluh persen. Realita ini harus dilihat secara jernih, PLN membutuhkan banyak dana untuk dapat membantu merealisasikan target Pemerintah untuk pengurangan emisi CO2. Para pemangku kepentingan dibidang ketenagalistrikan harus membantu memikirkan sumber dana yang yang mungkin didapatkan untuk menggenjot kemampuan PLN dalam melakukan transisi. Dana yang dibutuhkan PLN memang tidak main-main, perlu sekitar US$ 500 miliar selama empat puluh tahun ke depan, untuk mengembangkan proyek energi hijau. Pendanaannya harus dilakukan melalui sejumlah upaya baik dari dalam negeri maupun luar negeri agar proyek-proyek energi terbarukan bisa direalisasikan. Dalam keterangan resminya Sinthya Roesly, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN, menyatakan bahwa mereka akan berusaha mencari dana melalui sejumlah instrumen. Di antaranya adalah green bonds, social bonds dan sustainability bonds. Green bonds atau obligasi hijau, dana ini nantinya secara eksklusif akan dipakai untuk membiayai kembali proyek dengan kebermanfaatan pada lingkungan yang jelas. Sedangkan untuk social bonds, akan dimanfaatkan PLN untuk menjalankan proyekproyek strategis yang berdampak langsung pada masyarakat dan sekaligus untuk program-program mitigasi persoalan sosial masyarakat. Sementara itu sustainability bonds diterapkan secara khusus untuk membiayai kembali kombinasi proyek hijau dan sosial.


110 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PLN juga sudah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dengan Asian Development Bank (ADB) dalam upaya menekan emisi karbon dan mencapai karbon netral pada 2060. MoU tersebut ditandatangani awal November 2021 di sela kegiatan COP 26 di Glasgow, Skotlandia, oleh Zulkifli Zaini, Direktur PLN saat itu (digantikan Darmawan Prasodjo sejak 6 Desember 2021) dan Ramesh Subramaniam, Director General Southeast Asia Department ADB. Ke depan pada tahun 2030 perusahaan listrik ini telah merencanakan pengembangan energi ramah lingkungan dengan menambah kapasitas pasokan listrik hampir 21 GW, yang tentu saja berasal dari energi baru terbarukan. Target besar ini tentu tak bisa didanai sendiri sehingga membutuhkan akses ke pembiayaan hijau, hibah pembangunan, dan dukungan government to government. PEMBANGKIT EBT DAN BEBAN APBN Di samping sumber dana dari luar, pemerintah dan PLN tampaknya perlu akrobat untuk memenuhi pendanaan dalam rangka transisisi energi, terutama di bidang ketenagalistrikan. APBN sebagai sumber dana pemerintah tampaknya pasti juga akan Nota kesepahaman (MoU) PLN dengan Asian Development Bank untuk pembiayaan kebijakan menekan emisi karbon dan karbon netral pada 2060.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 111 tergerus dengan adanya beberapa proyek pembangunan EBT. Apalagi pemerintah saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden mengenai tarif pembelian tenaga listrik berbasis energi terbarukan oleh PT PLN . Salah satu substansi penting dari Rancangan Perpres ini adalah pemberian biaya penggantian bagi PLN apabila pembelian listrik energi terbarukan menyebabkan peningkatan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik PLN. Konsekuensi dari klausul ini negara akan membayar selisih biaya pokok listrik dan harga jual dari listrik yang dihasilkan sumber energi terbarukan. Ini artinya pemerintah akan mengucurkan dananya untuk menutupi pembelian itu. Kucuran dana ini tentu semakin memberatkan beban APBN, terlebih paska pendemi ini pemasukan negara dari pajak dipastikan akan berkurang banyak. Disamping itu pemerintah justru akan lebih banyak mengeluarkan uang berkaitan dengan programprogram pemulihan ekonomi paska pendemi Covid 19. Pertanyaannya adalah apakah APBN kita nanti akan mampu menanggung? Kemungkinan APBN terus menerus menyangga kebutuhan, PLN agar perusahaan setrum ini tak bangkrut, memang nyaris tidak mungkin. Karena itu harus ada alternatif lain, yaitu menaikan tarif listrik.


112 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan OPSI MENAIKKAN TARIF LISTRIK Apabila negara tidak mampu menanggung anggaran yang harus dikeluarkan, maka PLN mau tidak mau harus meneruskan tambahan biaya untuk EBT ini kepada pelanggan, artinya perlu melakukan penyesuaian tarif dengan menaikkan tarif listrik. Kenaikan tarif listrik tentu saja merupakan pilihan yang berat, karena dampaknya akan kemana-mana. Ini karena listrik berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Seberapa pun kenaikannya tetap saja akan menimbulkan kontroversi di masyarakat. Salah satu aktivitas sebelum menaikkan tarif tenaga listrik ini adalah sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat dan pelanggan, bahwa kenaikan tarif listrik tersebut adalah terkait dengan kenaikan biaya produksi untuk mendukung green energy. Listrik merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia. Peningkatan harga listrik akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi Indonesia makro dan sektoral. Secara makro kenaikan tarif berdampak pada penyerapan tenaga kerja, total konsumsi rumah tangga, investasi, dan inflasi. Secara sektoral, kebijakan kenaikan tarif antara lain berdampak pada konsumsi rumah tangga dan tingkat harga. Karena itu sebagai pemegang otoritas untuk menentukan tarif listrik, sesuai dengan UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah, perlu benarbenar mempertimbangkan berbagai aspek jika ingin menaikan tarif listrik. Untuk itu pemerintah memang perlu mendapatkan masukan-masukan yang benar dan bijak agar bisa mengambil keputusan secara jernih. Keputusan menaikan tarif listrik harus didasari dengan pertimbangan keberlanjutan pasokan listrik dan keterjangkaun harga yang ditetapkan. Untuk keberlanjutan harus dilihat dari sisi para pemasok listrik, mereka harus bisa mendapatkan keuntungan dari investasi yang mereka tanamkan. Untuk itu perlu perhitungan yang cermat dan adil terhadap biaya pokok penyedian tenaga listrik. Para produsen listrik jangan sampai dirugikan karena BPP yang terlalu rendah. Di sisi lain suara konsumen juga harus diperhatikan agar tarif listrik yang ditetapkan tidak sampai memberatkan mereka. Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) harus bisa memberikan masukan yang jujur mengenai besaran tarif yang harus diberikan, tanpa memihak pada golongan tertentu, baik investor maupun konsumen. Mengenai besaran kenaikan tarif itu sendiri merupakan domain pemerintah. MKI hanya bisa memberi rekomendasi atau pertimbangan mengenai BPP dan tarif yang ideal. BPP SEBAGAI DASAR PERHITUNGAN TARIF Untuk mendapatkan perhitungan BPP yang layak, perlu dilakukan kajian dan identifikasi yang meliputi berbagai aspek, di antaranya; aspek risiko, peraturan, kemudahan berusaha, dan investasi. Untuk aspek risiko ini sangat tergantung jenis pembangkitnya, sebagai contoh pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) risikonya tak terlalu berat karena pembangunannya relatif lebih sederhana.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 113 Sedangkan untuk pembangkit listrik tenaga  panas bumi  risikonya jauh lebih tinggi. Hal ini karena eksplorasi dan pembangunan konstruksinya membutuhkan waktu lama, di atas lima tahun. Sementara itu dalam segi peraturan dan kemudahan berusaha sangat bergantung kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Untuk investasi para investor akan selalu melihat prospek pembangkit tersebut dalam menghasilkan keuntungan. Ini berkaitan dengan besarnya investasi yang akan ditanamkan. Selain itu yang menjadi pertimbangan penting lainnya adalah faktor pembiayaan pembangunan pembangkit itu sendiri. Untuk pembangunan infrastruktur pembangkit EBT sendiri sebenarnya biayanya terus menurun. Menurut The International Renewable Energy Agency  (IRENA), penurunan itu diakibatkan karena semakin berkembangnya teknologi dan barangnya semakin banyak tersedia di pasaran. Sayangnya meski harganya cenderung menurun, tapi sampai saat ini tetap saja masih lebih mahal jika dibandingkan dengan pembangunan PLTU. Keempat aspek yang disebut di atas harus benar-benar jadi pertimbangan dalam perhitungan BPP. Dalam beberapa tahun belakangan ini memang pemerintah menjadikan BPP sebagai salah satu pertimbangan penentuan tarif listrik. BPP adalah biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan operasi di pembangkitan, penyaluran (transmisi), dan pendistribusian tenaga listrik ke pelanggan. “BPP semacam itu masih bersifat regional dan umum,” jelas Jarman, mantan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM. Ke depan, menurut Jarman, perlu diperinci lagi dengan menetapkan BPP pembangkitan, BPP Transmisi dan BPP distribusi. Dengan membagi-bagi seperti itu maka akan memudahkan perhitungan untuk menentukan besaran tarif. Karena BPP adalah komponen utama dalam penghitungan tarif. Sebagai contoh perhitungan BPP distribusi diperlukan untuk bisa menyalurkan IPP kecil. Di samping itu PLN juga bisa menetapkan tarif premium EBT dengan menambahkan BPP distribusi. Hal ini memudahkan untuk memperhitungkan tarif bisnis to bisnis yang relatif lebih mahal. Akan tetapi, Fahmi Muchtar, anggota Dewan Pakar MKI, yang juga mantan Direktur Utama PLN, mengatakan bahwa jika BPP dipisah-pisah maka investor bisa menjual di masing-masing level tegangan. Dalam menghitung BPP ini harus ada marjin yang didapat. Biaya komponenkomponennya tak selalu sama setiap tahunnya, karena itu BPP dikoreksi secara berkala dengan penyesuaian. Penyesuaian untuk masing-masing BPP tak selalu sama karena unsur pendukungnya juga berbeda-beda. Misalnya jenis energi primer dan jenis pembangikit, sehingga BPP pun akan berbeda. Biasanya perbedaan biaya yang ditetapkan pada pelanggan disebabkan oleh lokasi pembangkit, investasi dan berkurangnya daya, karena untuk tiap-tiap lokasi berbeda besarnya daya yang hilang. Untuk itu harus dijabarkan formula masing-masing. “DPR harus menetapkan formulanya,”ujar Jarman. Perlu ada UU yang dibuat bersama antara


114 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan pemerintah dan DPR agar rumusan mengenai perhitungan BPP ini bisa lebih adil bagi semua pihak. Agus Darmadi, anggota dewan pakar MKI lainnya, juga mengkritisi BPP yang dijadikan acuan untuk menetapkan tarif IPP. Praktisi ketenagalistrikan ini menganggap cara menghitung BPP tidak jelas karena tiap provinsi mempunyai BPP masing-masing. Padahal BPP tiap jenis pembangkitan berbeda-beda, akan tetapi perhitungannya disamakan dengan mengambil rata-ratanya. Sehingga tidak mencerminkan BPP yang sesuai dengan masing-masing pembangkit. Lebih rumit lagi adalah urusan biaya yang ditetapkan kepada pelanggan, bagaimanapun juga tarif menjadi daya tarik bagi berkembangnya sektor ketenagalistrikan. Harus diakui bahwa antara investor dan pelanggan berada dia dua kutub yang berbeda. “Harapan investor berbeda dengan harapan pelanggan,” ujar Ali Herman Ibrahim, mantan Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN. Masalah tarif ini adalah salah satu problem untuk mewujudkan ketenagalistrikan yang sehat. Untuk menuju sistem ketenagalistrikan yang sehat memang diperlukan identifikasi permasalahan. Salah satu permasalahannya adalah sulitnya pendanaan. Ini terlihat dari kurang menariknya investor untuk menanamkan modal membangun pembangkit di Indonesia, seperti perusahaan Cina yang berencana membangun PLTS di Australia. “Timbul pertanyaan, kenapa di Australia dan bukan di Indonesia?,” ujar Herman. Setelah diidentifikasi permasalahannya, yang membuat investasi di Indonesia kurang menarik adalah masalah hukum dan tarif. PENENTUAN TARIF MEMPERTIMBANGKAN KEBERLANJUTAN Dalam menghitung tarif listrik harus diketahui terlebih dahulu nilai keekonomiannya, untuk itu yang perlu dijadikan pertimbangkan adalah biaya produksi dan marjin. Perlu juga untuk membandingkan dengan tarif di negara tetangga, karena para investor asing di bidang pembangkitan listrik akan melihat segi keuntungan berinvestasi dari besarnya tarif yang dikenakan. Dengan mengetahui nilai keekonomian maka kita bisa mengetahui berapa harga listrik yang harus dibayar oleh konsumen agar ada keuntungan yang didapat PLN. Ironisnya di kalangan bawah sering kali merasa bahwa harga yang ditetapkan cukup memberatkan kocek mereka. Dengan daya beli mereka yang memang lemah, acap kali jika ada penyesuaian tarif listrik tetap saja mereka merasa keberatan. Hal itu juga diingatkan Agus Darmadi. “ Dalam penetapan tarif sering sekali tidak mempertimbangkan daya beli masyarakat,” katanya. Padahal dalam Undang Undang Dasar (UUD) 45 pasal 33 diamanatkan hal tersebut,” katanya. Tarif listrik seringkali ditetapkan semata-mata agar investor tertarik atau disisi lain hanya mempertimbangkan daya saing dengan tetangga. Sebenarnya semuanya itu sah-sah saja yang penting daya beli masyarakat juga menjadi perhatian.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 115 Tumiran, Dewan Pakar MKI, menyatakan kebijakan tarif ini memang sangat diperlukan karena akan dapat menyemarakkan sektor ketenagalistrikan. Dalam kenyataannya secara akademis tarif di Indonesia tergolong rumit (complicated). Untuk itu perlu dirumuskan terlebih dahulu strategi untuk menentukan tarif listrik. “Perlu dicari formula dulu dan selanjutnya dibahas aspek pendukungnya,” ujar dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknik Informatika, Universitas Gadjah Mada ini. Prinsipnya, tarif dibuat sedemikian agar mendorong industri. Tumiran menambahkan dalam komposisi tarif, marjin untuk penyedia listrik harus ada dan layak. Setelah itu dengan menghitung mundur dilihat besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan, ini sangat tergantung dengan komposisi bauran energi (energi mixed). Dengan perhitungan semacam itu maka akan tergambarkan tarif yang kompetitif. Untuk menentukan BPP sendiri memang tidak mudah, sangat tergantung bauran energi dan keandalan. Bauran energinya sebisa mungkin bervariasi jangan terlalu dominan untuk satu macam jenis saja. Agar rumusan penetapan tarif bisa dipahami dan diterima oleh para pemangku kepentingan maka formulasinya harus memiliki akuntabilitas yang tinggi. Sehingga setiap ada perubahan tarif tak lagi menimbulkan gejolak di masyarakat dan para investor juga lebih nyaman. Jika struktur bisa tepat dan diterima oleh pelanggan maka PLN bisa tumbuh dengan baik.


116 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Benny Marbun, mantan Kepala Divisi Niaga PT PLN, menyatakan dalam menghitung tarif yang penting harus dipertimbangkan adalah biaya operasi dan keberlanjutan. Untuk biaya operasi meliputi biaya bahan bakar, pelumas, SDM, penyusutan, investasi dan layanan. Selain penentuan tarif juga perlu mengakomodasi jenis beban, waktu, faktor daya (power factor), energi yang dikonsumsi, dan jika ada permintaan khusus. Menurut Marbun, perlu ada insentif-insentif khusus jika pelanggan mengkonsumsi listrik diwaktu-waktur tertentu atau pelanggan memberi dukungan pada pelaksanaan program-program pemerintah berkaitan dengan penggunaan listrik dengan energi baru terbarukan. Contoh insentif tarif yang bisa di berikan antara lain; pelanggan yang menggunakan listrik diluar waktu beban puncak, tarif pembelian khusus untuk EBT, dan tarif khusus untuk layanan tertentu. RUMITNYA MASALAH TARIF LISTRIK Seperti dijelaskan diatas urusan tarif listrik di Indonesia memang tak mudah malah lebih terkesan rumit. Menurut Tumiran, hal ini lebih karena adanya subsidi yang harus diberikan kepada sebagian pelanggan. “Ini membuat PLN kesulitan untuk bisa fleksibel, karena terikat tarif,” katanya. Seperti diketahui di Indonesia biaya produksi listrik selalu lebih tinggi daripada harga jual listrik rata-rata. Selisih ini akan dibayarkan oleh pemerintah ke PLN melalui mekanisme subsidi. Meski demikian, sebenarnya angka subsidi ini sejak tahun 2015 menurun drastis karena pemerintah hanya memberi subsidi untuk golongan rumah tangga 450 VA dan 900 VA, saja. Besaran biaya listrik yang dikeluarkan pelanggan dikenal dengan istilah Tarif Tenaga Listrik (TTL), yang mana besaran tarifnya ditetapkan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah. Sebagian besar wilayah usaha PT PLN menggunakan TTL yang seragam (uniform) untuk setiap kelompok pelanggan, kecuali untuk Pulau Batam. Besaran subsidi yang diberikan kepada badan usaha bergantung tarif yang diberikan, BPP, dan marjin yang ingin didapatkan. Tarif listrik di Indonesia dibagi menjadi 37 golongan. Penggolongan tarif listrik dibedakan berdasarkan penggunanaanya seperti; sosial, rumah tangga, bisnis, industri, kantor pemerintah, penerangan umum, rumah tangga berdasarkan kapasitas daya, dan lain-lain. Banyaknya golongan ini juga menambah rumit urusan tarif listrik. Padahal di banyak negara lain umumnya tidak menggunakan penggolongan tarif berdasarkan kapasitas daya, tapi hanya berdasarkan sektor penggunaannya saja. Dari 37 golongan tersebut, sebanyak tiga belas diantaranya terikat dengan mekanisme penyesuaian tarif (adjustment). Adapun mekanisme penyesuaian tersebut bergantung pada perubahan BPP, nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap Rupiah (kurs), rata-rata harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price-ICP), dan inflasi.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 117 Aturan mengenai penyesuaian tarif itu termaktub pada Permen ESDM N0.18/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh PT. PLN. Disana dijelaskan bahwa penyesuaian tarif dilakukan setiap tiga bulan. Akan tetapi karena pertimbangan politis dan stabilitas ekonomi nasional penyesuaian itu lebih sering tidak sesuai aturan. Bahkan sejak 2017 belum pernah ada lagi penyesuaian, ini artinya PLN harus disubsidi. Menurut Tumiran, masalah subsidi ini bisa dihilangkan dengan memilah-milah pelanggan. Subsidi diusulkan diberikan langsung dari pemerintah kepada penerima yang berhak, sehingga PLN bisa menjual dengan harga keekonomian untuk semua pelanggan. “Subsidi diberikan langsung pada masyarakat sehingga tarif bisa sederhana,” jelas Tumiran. Jika semua pelanggan membeli dengan harga keekonomian maka tarif listrik bisa lebih sehat.


118 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan TARIF NEGARA LAIN JADI PERTIMBANGAN Anton Wahjoesoedibjo, praktisi Ketenagalistrikan, mengingatkan bahwa tarif listrik harus mempunyai nilai ekonomi dan berkeadilan. Jika melihat saat ini memang tarif listrik bisa jadi belum sesuai dengan nilai keekonomiannya. Di Indonesia kata “berkeadilan” itu memang lebih dipahami dengan kata listrik murah dan terjangkau. Dengan adanya subsidi memang cukup meringankan bagi kalangan bawah yang menggunakan listrik dengan kapasitas kecil. Akan tetapi seperti sudah dijelaskan di atas keharusan memberi subsidi membuat urusan tarif menjadi lebih rumit. Kita perlu mencari contoh negara-negara lain yang sukses menetapkan tarif listrik yang pas dan terjangkau semua kalangan. Menurut Ali Herman Ibrahim, Dewan Pakar MKI, perlu melihat (benchmark) beberapa negara yang berhasil dalam industri ketenagalistrikan secara berkelanjutan dan mempunyai tarif listrik yang terstruktur. Sedangkan untuk penetapan tarifnya harus dibedakan listrik untuk industri dan listrik untuk masyarakat. Listrik untuk rakyat harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Disisi lain, bagi para penyedia lisrik tarif harus cukup untuk menghidupi usahanya agar bisa tumbuh sehat. Jarman, Dewan Pakar MKI, mengatakan bahwa Indonesia bisa mencontoh kebijakan tarif yang dilakukan Malaysia. “Di Malaysia, pemilihan pemasok listrik harus tender dan yang menang yang paling murah,” ujarnya. Tender dilaksanakan secara terbuka dan hanya bisa dibatalkan jika ada masalah teknis, tendernya sendiri diawasi secara ketat oleh regulator.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 119 Di negara jiran ini masyarakat miskin juga diberikan subsidi. Subsidi yang mereka dapatkan adalah dengan pemotongan uang pembayaran dengan besaran tertentu pada golongan yang tidak mampu dengan konsumsi listrik rendah. Tapi, jika konsumsi listrik yang bersangkutan lebih tinggi dari potongan yang dibuat pemerintah maka pelanggan tersebut harus membayar sisanya. Contohnya, untuk tahun 2019 pemerintah Malaysia mentapkan rabat/pemotongan yang diberikan sebesar RM 40. Jika konsumsi listriknya melebihi RM40, maka pelanggan hanya perlu membayar kelebihannya. Namun, potongan ini hanya diberikan kepada masyarakat miskin saja. Menurut Jarman pada umumnya diera liberalisasi pasar sekarang ini, kebanyakan perusahaan listrik mengenakan tarif yang tetap (fixed) kepada pelanggannya seperti yang dilakukan di Jerman. Di negara ini komponen tarifnya adalah biaya pembangkitan, biaya jaringan, dan pajak. Selain itu juga ada pungutan untuk pembiayaan energi terbarukan yang besarnya sekitar dua puluh persen dari tarif. Jerman memang melibatkan masyarakatnya untuk pengembangan energi terbarukan, termasuk dengan melakukan pungutan seperti ini. Dengan adanya pungutan semacam ini tak ayal tagihan listrik rumah tangga per bulannya tergolong cukup tinggi di Eropa. Di Italia lain lagi, perusahaan listrik disana mengenakan tarif progresif dimana semakin besar penggunaan listrik maka semakin besar pula tarif listrik per unitnya. Sedangkan di Australia dan Taiwan, berbeda dalam menetapkan tarif listriknya. Di kedua negara ini pelanggan dikenakan perubahan tarif listrik berdasarkan waktu penggunaan (time of use), dimana tarif mengalami kenaikan ketika beban puncak. MASUKAN UNTUK PERBAIKAN TARIF Bagaimanapun juga ditengah tuntutan untuk segera mengubah pembangkitpembangkit listrik energi fosil menjadi pembangkit listrik energi terbarukan, PLN tetap harus menggenjot pemasukannya. Tarif listrik adalah salah satu yang diharapkan PLN memberi darah segar bagi perusahaan pemerintah itu untuk bisa menutupi kebutuhan dananya. Bagimana struktur tarif yang bijak dan menguntungkan memang harus segera dirumuskan. Kebijakan tarif listrik di Indonesia hendaknya memperhitungkan daya beli masyarakat, rencana jangka panjang, dan memastikan ketahanan energi. Tantangan ketahanan energi di era sekarang tentu tidak segampang sebelum ada tuntutan perlunya mengganti pembangkit listrik dengan EBT. Tuntutan itu mau tidak mau membuat PLN/ pemerintah memasukan pungutan untuk pengembangan energi terbarukan. Ini mau tidak mau pasti berpengaruh terhadap besaran tarif yang diberikan. Akan tetapi disisi lain pemerintah juga harus pula memikirkan pelanggan yang memiliki daya beli rendah.


120 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Untuk itu harus diurai dulu komponen-komponennya agar perkiraaan tarif yang ditetapkan benar-benar layak. Menjadi pertanyaan juga apakah BPP semacam ini cukup?, bagaimana untuk pembangkit, transmisi, dan distribusi nya. Perlu ada kajian untuk mengidentifikasi segala permasalahan dan masukan, setelah itu butir-butir kajian identifkasi untuk disampaikan kepada Pemerintah, sebagai bahan masukan. Seperti sudah dijelaskan kebijakan untuk urusan tarif ini merupakan domain pemerintah. Para akademisi, praktisi, organisasi dan lembaga kajian yang berhubungan dengan ketenagalistrikan, termasuk MKI, hanya bisa memberi masukan kepada pemerintah. Dewan pakar MKI sendiri beberapa kali sudah mengadakan diskusi mengenai pendanaan PLN. Dalam uraian diatas tergambarkan beberapa perdebatan para pakar MKI dalam beberapa kali kesempatan berdiskusi. Ada beberapa catatan yang bisa disimpulkan dari pertemuaan dan urun rembug para ahli dan praktisi ketenagalistrikan yang tergabung dalam Dewan Pakar MKI. Harapannya tentu masukan-masukan ini bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan tarif listrik yang adil menuju sistem ketenagalistrikan yang sehat. Beberapa catatan tersebut adalah : 1. Dalam menetapkan tarif harus mempertimbangkan aspek alokasi biaya dari semua komponen. 2. Perlu mempertimbangkan tarif pelanggan rumah tangga dengan skema tarif progresif. 3. Perlu mempertimbangkan tarif yang berbeda. Misalnya untuk pelanggan yang menggunakan listrik pada saat puncak tarifnya lebih mahal. 4. Perlu melakukan studi dan kajian faktor dan jenis pelanggan yang menyebabkan beban terbesar bagi pembangkit seperti industri atau untuk bisnis lain. 5. Subsidi seyogyanya diberikan secara langsung melalui Kementerian Sosial. 6. Penetapan tarif agar dihitung mundur sampai ke kebijakan energi primer. Perlu mengamankan biaya-biaya PLN, termasuk efisiensi dan harga energi primer. 7. Sebaiknya kemajemukan daya beli dan kemampuan ekonomi juga dipertimbangkan sehingga bukan tidak mungkin diusulkan tarif yang berbeda untuk seluruh Indonesia. Listrik di kota besar yang kehandalannya lebih baik harusnya memiliki tarif yang lebih tinggi.


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 121 dok. ekonomibisnis.com


122 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan 8. Perlu terobosan Pemerintah, diantaranya berupa pemberian insentif untuk pengembangan proyek Energi Terbarukan (ET) dan Efisiensi Energi (EE), yang dananya diambil dari proyek ET dan EE tersebut sehingga Pemerintah tidak mengambil dana dari APBN. Insentif dapat berupa pengurangan pendapatan Pemerintah atau dibagi risiko dengan Pemerintah, sehingga biaya listrik ET dapat diturunkan, namun masih memenuhi keekonomian proyek dan memenuhi kriteria berkeadilan. Insentif dapat berbentuk pembebasan VAT untuk bahan baku yang diperlukan untuk membuat barang di dalam negeri. Pemerintah ikut mitigasi risiko eksplorasi panasbumi. Pemerintah/Pemerintah Daerah menyediakan lahan untuk dipakai/disewa oleh pengembang selama umur proyek, memberikan Feed In Tariff (FIT) yang tinggi di awal dan selanjutnya turun setelah pinjaman dilunasi. 9. Perlu perencanaan yang rinci dan realistis pelaksanaan transisi energi, khususnya untuk jangka pendek dan menengah, untuk memperoleh gambaran kuantitatif dampak terhadap estimasi kenaikan BPP dan tarif listrik. ■


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 123 PEMANFAATAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK Oleh: Arnold Soetrisnanto (Koordinator), Sripeni Inten Cahyani, Ali Herman Ibrahim, Djoko Rahardjo Abumanan, Djoko Winarno, Endro Utomo Notodisuryo, Fathor Rachman, Kartawan Mochtar, Supriyadi Legino, Anton Wahjusoedibjo


124 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan PEMANFAATAN BAHAN BAKAR ALTERNATIF UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK Oleh: Arnold Soetrisnanto (Koordinator), Sripeni Inten Cahyani, Ali Herman Ibrahim, Djoko Rahardjo Abumanan, Djoko Winarno, Endro Utomo Notodisuryo, Fathor Rachman, Kartawan Mochtar, Supriyadi Legino, Anton Wahjusoedibjo Pembangkit Listrik tenaga biomasa (dok. RimbaKita.com)


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 125 E NERGI baru dan terbarukan memainkan peran yang semakin penting dalam mengatasi beberapa tantangan utama yang dihadapi masyarakat global saat ini, seperti biaya energi, keamanan energi, dan perubahan iklim. Eksploitasi energi baru dan terbarukan tampaknya hanya akan meningkat di seluruh dunia karena negara-negara berusaha untuk memenuhi kewajiban legislatif dan lingkungan mereka sehubungan dengan emisi gas rumah kaca. Keharusan penggunaan energi baru dan terbarukan yang rendah emisi semakin hari semakin tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dunia internasional sudah semakin jauh menghindari penggunaan energi fosil, tidak saja karena ketersediaannya yang semakin terbatas, tapi lebih penting lagi, penggunaan bahan bakar fosil ini dianggap terlalu banyak mengeluarkan karbondioksida. Upaya untuk menggabungkan bahan bakar fosil dengan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), memangkas emisi, memang satu pilihan. Akan tetapi penggunaan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan tetap harus dikedepankan. Mengingat penggunaan bahan bakar fosil tak hanya sangat berkontribusi pada pemanasan global, tapi juga keberadaan bahan bakar fosil yang semakin terbatas. Belum lagi tuntutan akan kesadaran lingkungan dan penggunaan energi alternatif yang relatif bersih semakin menjadi sorotan komunitas internasional. Akan lebih bermanfaat jika bahan bakar fosil dialihfungsikan menjadi sumberdaya hidrokarbon untuk kepentingan bahan baku industri petrokimia. Kondisi ini menyebabkan munculnya sejumlah sumber energi alternatif yang tidak mengemisikan karbon, atau kerap juga disebut dengan energi nir karbon. Meskipun kelayakannya masih bisa diperdebatkan, tetapi yang jelas semua jenis energi tersebut memberikan kontribusi yang positif jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Emisi yang lebih rendah, harga yang relatif lebih rendah, dan pengurangan polusi adalah beberapa harapan yang diinginkan penggunaan bahan bakar alternatif yang bersih. Ada beberapa sumber energi alternatif yang dianggap bisa dikembangkan. HIDROGEN Tidak seperti bentuk gas alam lainnya, Hidrogen adalah bahan bakar yang benar-benar bersih. Saat pembakaran, gas hidrogen hanya menghasilkan energi dan uap air saat digunakan. Pembakaran hidrogen sebagai bahan bakar dapat menurunkan emisi GRK, karena pembakaran Hidrogen tidak menghasilkan CO2, kecuali jika Hidrogen diproduksi dari bahan baku fosil. Potensi penggunaan Hidrogen sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik sebagian besar didasarkan pada kepadatan energinya yang tinggi.


126 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Jika targetnya mengurangi emisi GRK, maka pembangkit listrik dengan bahan bakar Hidrogen sangat berpotensi untuk mengantikan pembangkit listrik dengan bahan bakar pembangkit fosil. Meskipun demikian, biaya produksi pembangkit listrik dengan menggunakan energi Hidrogen ini juga tidak terlalu murah. Di Jerman umpamanya, harga produksi Hidrogen yang berasal dari sumber terbarukan yang terbuat dari listrik tenaga surya harganya bergisar €3/ kg. Harga ini masih di bawah harga Hidrogen yang dijual ke pelanggan kecil dan menengah, yang dibuat dari steam reforming gas alam. Satu kilogram Hidrogen menghasilkan sekitar 39,4 kWh, berarti per kilowatt jam harganya sekitar 7,5 sen euro. Bandingkan dengan harga energi yang menggunakan minyak mentah yang hanya berkisar 5 sen euwo/kWh, dengan posisi harga minyak mentah 65 dolar Amerika Serikat per barel. Meski demikian, pada akhir tahun 2020-an, biaya Hidrogen akan turun menjadi € 2,5/ kg, atau sekitar 6,3 Euro sen/kWh. Pada tingkat ini, hidrogen lebih murah dibuat dari elektrolisis air dengan listrik yang dihasilkan dari energi baru dan terbarukan (angin, surya, air, dan nuklir) daripada menggunakan bahan bakar fosil dari kilang besar, penghasil utama gas pemanasan global. Selama ini masalah utama Hidrogen adalah sebagian besar diproduksi dengan menggunakan bahan baku gas alam dan bahan bakar fosil. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa emisi yang dihasilkan untuk mengekstraknya meniadakan manfaat penggunaannya, yaitu emisi karbon yang tetap tinggi. Proses elektrolisis, yaitu proses pemisahan air menjadi Hidrogen dan oksigen dengan menggunakan listrik bisa


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 127 mengurangi masalah ini. Namun, elektrolisis masih mahal dan belum efisien untuk memperoleh Hidrogen, meskipun penelitian terus dilakukan untuk membuatnya lebih efisien dan lebih ekonomis. Sistem energi berbasis Hidrogen memang memungkinkan digunakan ungtuk transisi menuju ke masa depan. Akan tetapi untuk mendapatkan penghematan biaya dan pengelolaan sistem energi yang efisien masih dianggap belum ekonomis. Masih diperlukan waktu yang cukup untuk mendapatkan investasi yang besar dan untuk melakukan inovasi sebelum membuahkan hasil. AMONIA Sudah dijelaskan di atas bahwa ada potensi yang memungkinkan untuk transisi energi nir karbon yaitu penggunaan energi Hidrogen. Namun, masalah yang terkait dengan penyimpanan dan distribusi Hidrogen saat ini menjadi kendala dalam implementasinya. Nampaknya sudah ada kesepakatan luas bahwa penyimpanan energi sangat penting untuk mengatasi intermiten yang melekat pada sumber daya energi terbarukan dan meningkatkan kapasitas pembangkitannya. Sejumlah pendekatan mekanik, listrik, termal, dan kimia telah dikembangkan untuk menyimpan energi listrik skala utilitas jaringan yang besar. Mengingat solusi penyimpanan seperti baterai lithium atau sel redoks, tidak mungkin dapat menyediakan kapasitas yang diperlukan untuk penyimpanan energi skala jaringan. Pompa hidro dan metode seperti penyimpanan energi gas terkompresi mengalami kendala geologis untuk penyebarannya. Satu-satunya mekanisme yang cukup fleksibel yang memungkinkan sejumlah besar energi disimpan dalam periode waktu yang lama di lokasi mana pun adalah penyimpanan energi kimia. Penyimpanan energi kimia dapat dipertimbangkan melalui Hidrogen atau turunan Hidrogen, misalnya Amonia. Amonia (NH3) merupakan senyawa yang terdiri dari unsur hidrogen dan nitrogen. Senyawa ini adalah pembawa hidrogen yang sangat efisien serta dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar. Penggunaan amonia sebagai sumber energi pembangkit listrik sangat potensial sekali, karena senyawanya tidak mengandung karbon. Sehingga tidak mengeluarkan karbon dioksida saat digunakan untuk bahan bakar. Inilah yang menyebabkan amonia semakin dilirik untuk pengembangan pembangkitan yang berorientasi hijau, karena berpotensi mengurangi emisi karbon. Amonia adalah salah satu jenis energi bebas karbon yang menawarkan kepadatan energi yang tinggi. Selain itu, Amonia juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi, dengan teknologi transportasi, penyimpanan, dan penggunaan yang sudah mapan. Amonia dapat digunakankan sebagai bagian sistem pembangitan kelistrikan berikutnya yang lebih praktis. Oleh karena itu, media penyimpanan energi dengan menggnakan Amonia saat ini sedang dipertimbangkan, karena sebagai penyimpan energi mempunyai karakterristik yang lebih baik, efektif dan lebih ekonomis.


128 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Amonia adalah produk yang dapat diperoleh dari industri sumber daya fosil, biomassa atau sumber terbarukan lainnya seperti angin dan fotovoltaik, di mana pasokan listrik yang berlebihan dapat diubah menjadi beberapa bentuk energi non-listrik. Beberapa keuntungan amonia dibandingkan hidrogen adalah biaya yang lebih rendah per unit energi yang tersimpan, yaitu selama 182 hari penyimpanan amonia akan menelan biaya 0,54 $/kg-H2 dibandingkan dengan 14,95 $/kg-H2 untuk penyimpanan hidrogen murni. Amonia mempunyai kepadatan energi volumetrik yang lebih tinggi, produksi yang sudah terbukti ada dalam industri saat ini, kapasitas penanganan dan distribusi yang lebin mudah, dan kelayakan komersial yang lebih baik. Saat ini di Jepang sudah ada proyek untuk menggunakan Amonia sebagai penyimpan energi yang layak untuk aplikasi pembangkitan listrik, mengingat implementasi dan penggunaanan komersial sudah mencapai skala yang lebih besar. Saat ini sebagai alternatif penggunaan amoniak sebagai bahan bakar sedang gencar dikaji, salah satunya adalah pembangkit listrik terbesar Jepang JERA. Mereka sedang memulai program percontohan untuk menggunakan amoniak sebagai bahan bakar campuran bersama Jepang terus mengembangkan ammonia sebagai sember energi baru terbarukan. (Dok.techfor.id)


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 129 dengan batubara untuk pembangkit listrik. Co-firing amoniak dengan batubara ini diperkirakan akan mengurangi ketergantungan pembangkit listrik dengan energi batu bara dan bahan bakar fosil pada umumnya. Kementerian Perdagangan dan Industri Jepang juga menargetkan co-firing dengan batu bara bisa membakar amonia pada tingkat di atas 50 persen dan pada 2030 nanti bisa mencapai 100 %. Rencana lebih ambisius lagi justru terlihat pada Mitsubishi Power, anak perusahaan Mitsubishi Heavy Industries (MHI), mereka bahkan telah mengembangkan turbin dengan kapasitas 40 megawatt dengan bahan bakar 100 persen amonia. Turbin ini rencananya akan mulai dipasarkan tahun 2025 mendatang, jika upaya ini berhasil, nantinya merupakan komersialisasi turbin pertama yang menggunakan bahan bakar amonia. Adanya turbin amoniak semacam ini akan sangat berpengaruh untuk pembuatan pembangkit listrik kecil dan menengah. Jepang sendiri menargetkan lebih dari 1% pembangkit listriknya menggunakan amoniak sebagai bahan bakarnya, pada tahun 2030 yang akan datang. Termasuk teknologi penggunaan amonia dalam proses pembangkitan listrik dan sekaligus pengurangan CO2, yaitu teknologi pembakaran Amonia, mesin reciprocating, turbin gas dan teknologi propulsi, dengan penekanan pada tantangan penggunaan molekul Amonia dan pemahaman tentang pola pembakaran batubara dengan campuran Amonia (co-firing). Biaya pembangkit listrik di PLTU batubara dengan 20% amonia diperkirakan 12,9 yen ($0,12) per kilowatt jam (kWh), 20% di atas 10,4 yen ($0,10) per kWh tanpa amonia. Amonia yang dihasilkan di industri kimia memiliki sifat sebagai berikut: 1. Bebas karbon, tidak memiliki efek gas rumah kaca langsung, dan dapat disintesis dengan proses yang sepenuhnya bebas karbon dari sumber daya energi terbarukan; 2. Memiliki densitas energi 22,5MJ/kg, sebanding dengan bahan bakar fosil (batubara berperingkat rendah memiliki sekitar 20MJ/kg; gas alam memiliki sekitar 55MJ/kg, LNG 54MJ/kg, dan Hidrogen 142MJ /kg); 3. Dapat dengan mudah diubah menjadi cair dengan kompresi hingga 0,8MPa pada suhu atmosfer; 4. Infrastruktur yang mapan dan andal sudah ada untuk penyimpanan dan distribusi Amonia (termasuk pipa, rel, jalan, kapal); saat ini sekitar 180 juta ton NH3 diproduksi dan diangkut setiap tahunnya. Gambar di bawah ini menunjukkan perkembangan teknologi antara Hidrogen, Amonia, dan Hidrat Organik.


130 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan Indonesia memang harus segera melirik amonia ini sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Dengan mencontoh yang dilakukan Jepang, maka para pemilik pembangkit listrik swasta bisa menyediakan turbin-turbin kecil atau menengah yang menggunakan amonia sebagai bahan bakar. Setidaknya dalam waktu dekat bisa segera co-firing dengan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. FUEL CELL Fuel Cell adalah perangkat elektro-kimia yang secara langsung mengubah energi kimia menjadi energi lisrik dengan menggunakan berbagai macam produk, mulai dari fuel Cell yang sangat kecil di perangkat portabel seperti ponsel dan laptop, atau digunakan dalam sektor transportasi seperti mobil, kereta api, bus dan kapal. Bisa juga untuk pembangkit panas dan listrik, serta penggunaan di sektor energi domestik dan industri. Sebagian besar sistem fuel cell bisa menggunakan bahan bakar Hidrogen. Manfaat Hidrogen dan fuel cell sangat luas, walaupun saat ini belum banyak orang yang mengenalnya. Penggunaan Hidrogen dalam sistem fuel cell hanya menghasilkan karbondioksida yang sangat rendah, tanpa ada emisi gas lainnya yang berbahaya seperti: nitrogen dioksida, sulfur dioksida atau karbon monoksida. Karena kebisingan yang relatif rendah dan kualitas daya dan efisiensi yang tinggi, sistem fuel cell ini ideal untuk digunakan di rumah sakit atau industri IT. Hidrogen dan fuel cell membuka jalan menuju “sistem energi terbuka” yang terintegrasi, yang secara bersamaan mensubstitusi energi utama dan tantangan lingkungan, serta


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 131 memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan keberadaan sumber energi baru dan terbarukan yang beragam dan bersifat intermitten. Selain Hidrogen, fuel cell juga bias menggunakan Methanol sebagai bahan bakarnya. Penggunaan fuel cell di Indonesia telah dimanfaatkan untuk penyediaan tenaga listrik bagi Base Transceiver Station  (BTS) seluler. Seperti diketahui sekitar 700 BTS telah memanfaatkan teknologi fuel cell dengan bahan baku methanol dicampur air. Fuel cell harganya relatif masih mahal, apalagi kalau harus dilengkapi dengan hydrogen reformer. ENERGI BIOMASSA DAN BIOFUEL Biomassa adalah material organik yang berasal dari organisma hidup yang meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan produk sampingnya seperti sampah kebun, limbah hasil panen dan sebagainya.  Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang berbasis pada siklus karbon. Biomassa bisa digunakan secara langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar. Sebagai sumber energi terbarukan yang berkualitas tinggi, jika dibandingkan pembangkit energi terbarukan yang lain, pemakaian biomassa lebih bervariasi, khususnya di negara tropis. Selain itu, selama proses pembakaran, menghasilkan lebih sedikit sulfur dioksida dan nitogen oksida yang, sehingga lebih sedikit mencemari lingkungan. Pembakaran bersama batubara dan biomassa (co-firing) sangat berpengaruh untuk mencapai target penggunaan energi baru dan terbarukan, karena berpotensi dapat


132 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan mengurangi dampak lingkungan. Pembakaran ini dapat diandalkan sebagai batu loncatan untuk mengembangkan infrastruktur pasokan biomassa berbiaya rendah. Ini juga merupakan cara yang efektif untuk menyelesaikan kelebihan kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batubara, mempercepat transformasi dan peningkatan daya, secara bertahap mewujudkan produksi energi hijau dan rendah karbon, sehingga memberikan kontribusi untuk transformasi energi nasional. Di hampir semua kasus, pemanfaatan biomassa untuk produksi listrik, menghasilkan siklus emisi gas rumah kaca yang lebih rendah. Kesimpulannya, biomassa memang bisa dibakar bersama dengan batu bara untuk mengurangi dampak lingkungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Untuk membantu transisi energi dalam rangka sepenuhnya menggantikan bahan bakar fosil, co-firing batu bara dan biomassa telah menghasilkan cara yang lebih murah. Namun saat ini, hanya ada sedikit referensi tentang evaluasi ekonomi co-firing batubara-


MEWUJUDKAN KETENAGALISTRIKAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN 133 biomassa dalam sistem pembangkit listrik di dalam dan di luar negeri, khususnya yang terkait dengan dampak jangka panjang, yaitu dampak ekonomi hutan industri jangka panjang, misalnya hilangnya humus hutan. Hal ini akan menjadi tantangan besar dalam menilai biaya biaya siklus integrasi sistem energi jangka panjang. Biaya biomassa mentah dan biaya operasional yang tinggi dari proses rantai pasokan bahan baku keduanya menjadi kendala bagi pembangkit listrik biomassa. Meskipun demikian, karena pengendalian yang efektif terhadap emisi karbondioksida dan kebijakan subsidi berskala besar, teknologi pembangkit listrik co-firing batubarabiomassa telah berkembang pesat di negara-negara Eropa. Saat ini, arah utama pengembangan biomassa adalah co-firing dengan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Eropa. Karena hasil yang baik dari gabungan pengujian dan pengalaman, maka teknologi pembangkit listrik co-firing batubara-biomassa telah banyak digunakan. Berbeda dengan sumber energi biomassa, energi biofuel memanfaatkan unsur dari hewan dan tumbuhan untuk memproduksi energi yang biasanya berbentuk cair atau gas, seperti bio-diesel dan bio-ethanol, atau gas Hidrogen dan Syngas. Intinya adalah bahan bakar cair dan gas yang diperoleh dari beberapa bentuk bahan organik, digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui atau terbarukan, misalnya dalam kasus di mana tanaman yang digunakan dapat ditanam kembali setelah dipanen. Kelemahannya produksi biofuel sendiri membutuhkan proses khusus untuk reaksi/ekstraksi yang dapat berkontribusi pada peningkatan emisi karbon, meskipun pada penggunaan biofuel itu sendiri justru mengurangi emisi karbon.


134 Seri Manajemen Pengetahuan Ketenagalistrikan KOGENERASI Gabungan pembangkit panas dan listrik dikenal dengan nama Cogeneration atau Combined Power Plant (CHP) atau kerap disebut kogenerasi. Seperti diketahui biasanya pembangkit listrik akan menghasilkan energi listrik dan gas buang (limbah panas). Umumnya kogenerasi memanfaatkan panas buang pembangkitan listrik menjadi “useful thermal” yang umumnya dipakai untuk proses di industri, berupa uap bertekanan rendah 4-6 Bar, atau air panas untuk RS, hotel, apartemen dan lain-lain, atau panas buang tersebut dikonversi menjadi “cold water” untuk pendingin ruangan menggantikan AC konvensional. Walau demikian, ada juga kogenerasi yang memanfaatkan panas buang temperatur tinggi dari proses industri, industri baja misalnya, untuk dikonversi menjadi tenaga listrik, namun potensinya relatif rendah dibandingkan dengan yang di atas. Dengan demikian CHP dapat menaikkan efisiensi pembangkitan listrik dari kisaran 30% menjadi 85%, sangat efektif untuk mengurangi emisi karbon dari pembangkit thermal/ fosil, lebih dari 60%. Jenis teknologi yang banyak dipakai umumnya gas turbin dan gas engine dengan komponen tambahan “Heat Recovery Boiler” tekanan rendah (4-6 Bar), untuk memanfaatkan waste heat dari gas turbin/gas engine menghasilkan uap atau air panas yang dibutuhkan untuk proses industri atau keperluan lain. Jadi secara keseluruhan teknologi CHP jauh lebih sederhana dibandingkan dengan Combined Cycle Power Plant. Dengan demikian biaya investasi dan operasinya juga relatif murah sehingga bersama-sama dengan PV tanpa storage, kedua teknologi ini bisa menjadi opsi “cost effective” dalam tahap awal program Transisi Energi. Fuel/ gas saving dari program PV tanpa storage bisa direalokasikan untuk CHP sehingga kombinasi pemanfaatan kedua teknologi ini dapat mengakselerasi pengurangan emisi karbon secara berganda dengan ongkos yang relatif rendah dibandingkan dengan opsi opsi lain dalam program Transisi Energi. Sebenarnya CHP termasuk katagori teknologi kuno. Ekspansi skala besar terjadi pada tahun 1980-an di negara-negara industri sebagai bagian dari kebijakan konservasi energi pasca krisis energi tahun 1979, yang menjadi era awal distributed power. Di Amerika Serikat, kapasitas CHP mencapai 85 GW, yang sebagian besar dikembangkan pada tahun 1980-2000. Di negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina, ekspansi secara substantial dilakukan pada tahun 2000-an, sedangkan di Vietnam di tahun belakangan ini. Di Indonesia CHP digunakan sejak tahun 1990-an. Jumlahnya masih sangat terbatas dengan unit kapasitas di atas 20 MW, yang umumnya di kilang minyak, pabrik pupuk, pabrik gula, pabrik kertas, industri hulu minyak, enhanced oil recovery (EOR) dengan sistem injeksi uap pada minyak berat di Lapangan Duri, Riau. Di Duri dipakai 5x21 MW dan 3x100 MW co-generation yang menghasilkan uap ekivalen dengan 455.000 barel per hari uap, dengan kualitas 80%, tekanan 1.010 psig dan temperatur 5500 F yang diinjeksikan ke dalam reservoir. Efisiensi co-generation ini mencapai 90%.


Click to View FlipBook Version