The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Knowladge Management adalah buku yang membahas tentang Manajemen Pengetahuan didalam Organisasi

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by wisnujatinugrahini, 2021-08-09 11:01:29

Knowladge Management

Knowladge Management adalah buku yang membahas tentang Manajemen Pengetahuan didalam Organisasi

Novalien.C. Lewaherilla - Ardhariksa Zukhruf Kurniullah
I Wayan Edi Arsawan - Nur Agus Salim - Nurul Hikmah - Abdurohim

Puji Harto - Nugrahini Susantinah Wisnujati - Theresia Marditama

KNOWLEDGE
MANAGEMENT

Novalien.C. Lewaherilla
Ardhariksa Zukhruf Kurniullah

I Wayan Edi Arsawan
Nur Agus Salim
Nurul Hikmah
Abdurohim
Puji Harto

Nugrahini Susantinah Wisnujati
Theresia Marditama

Knowledge Management [Sumber Elektronis]

Penulis
Novalien.C. Lewaherilla
Ardhariksa Zukhruf Kurniullah
I Wayan Edi Arsawan
Nur Agus Salim
Nurul Hikmah
Abdurohim
Puji Harto
Nugrahini Susantinah Wisnujati
Theresia Marditama

Editor
Dr. Dian Utami Sutiksno, S.E., M.Si.
Dr. Ratnadewi, S.T., M.T.
Ismi Aziz

Tata Letak
Ulfa

Desain Sampul
Rahmat

15.5 x 23 cm, iv + 175 hlm.
Cetakan I, Januari 2021

ISBN: 978-623-6995-26-6

Diterbitkan oleh:
ZAHIR PUBLISHING
Kadisoka RT. 05 RW. 02, Purwomartani,
Kalasan, Sleman, Yogyakarta 55571
e-mail : [email protected]

Anggota IKAPI D.I. Yogyakarta
No. 132/DIY/2020

Bekerja sama dengan:

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga buku bertajuk Knowledge Management ini
telah dapat kami rampungkan.

Buku dengan gaya tulisan bertutur ini mengulas tentang ilmu
mengelola suatu organisasi, perangkat-perangkatnya, perencanaan
dan strategi, mengevaluasi, dan keberlanjutan pengelolaan.

Buku ini ditujukan sebagai rujukan knowledge management bagi
mahasiswa dan pengajar. Sekaligus sebagai inspirasi pembelajaran
bagi pelaku organisasi di Indonesia.

Buku ini tersusun oleh bagian sebagai berikut:
Bab 1 : Introduction
Bab 2 : Knowledge Management Models
Bab 3 : Knowledge Sharing Dalam Organisasi
Bab 4 : Organizational Culture
Bab 5 : Knowledge Management Tools
Bab 6 : Perencanaan dan Strategi
Bab 7 : Evaluating Knowledge Management
Bab 8 : Organizational Learning Tinjauan Organisasi Pertanian di
Era Globalisasi
Bab 9 : Knowledge Continuity Management (KCM)

Semoga sumbangsih pemikiran sederhana dalam buku ini dapat
memberi maanfaat konstruktif bagi semua pihak yang membaca dan
membutuhkan.

Demi Indonesia yang lebih sejahtera melalui kemajuan
pengelolaan organisasi.

Bandung, Desember 2020
Penulis

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI........................................................................................... iv
BAB 1
INTRODUCTION................................................................................. 1
A..Pendahuluan................................................................................... 1
B.. Apa Itu Knowledge Management................................................. 5
C.. History of Knowledge Management.............................................. 9
D.. Pentingnya Knowledge Management.......................................... 13
BAB 2
KNOWLEDGE MANAGEMENT MODELS.................................... 22
A.. Perspektif Knowledge Management di Era Revolusi
. Industri 4.0...................................................................................... 22
B.. Pendekatan Pengembangan Model Knowledge
.Management.................................................................................... 25
C..Komponen Knowledge Management.......................................... 32
D..Model Knowledge Management................................................... 33
E..Kesimpulan..................................................................................... 51
BAB 3
KNOWLEDGE SHARING DALAM ORGANISASI........................ 55
A..Pendahuluan................................................................................... 55
B.. Anteseden Knowledge Sharing................................................... 58
C..Dilema Knowledge Sharing........................................................... 61
D.. Peran Penting Knowledge Sharing Dalam Organisasi............. 62
E.. Teknologi dan Knowledge Sharing............................................... 65
F.. Knowledge Sharing dan Future Agenda....................................... 66

iv

BAB 4
ORGANIZATIONAL CULTURE......................................................... 72
A.. Definisi Budaya Organisasi.......................................................... 72
B.. Karakteristik Budaya Organisasi................................................ 75
C.. Tipe Budaya Organisasi................................................................ 77
D.. Fungsi Budaya Organisasi............................................................ 82
E.. Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi..................... 86

BAB 5
KNOWLEDGE MANAGEMENT TOOLS........................................ 91
A..Pendahuluan................................................................................... 91
B.. Tools dalam Tahapan Manajemen Pengetahuan..................... 91

BAB 6
PERENCANAAN DAN STRATEGI................................................... 110
A..Pendahuluan................................................................................... 110
B.. Penyusunan Perencanaan dan Strategi yang tepat................ 115
C.. Perencanaan dan strategi yang mudah dipahami
. oleh semua pihak........................................................................... 120
D.. Pemimpin visioner untuk mengawal perencanaan
. dan strategi yang sudah ditetapkan.......................................... 122

BAB 7
EVALUATING KNOWLEDGE MANAGEMENT............................ 129
A..Pendahuluan................................................................................... 129
B..Implementasi Knowledge Management dan Peningkatan

Kinerja Organisasi......................................................................... 130
C.. Model Evaluasi Knowledge Management................................... 134
D.. Knowledge Management Audit..................................................... 137
E..Penutup........................................................................................... 142

BAB 8
ORGANIZATION LEARNING TINJAUAN ORGANISASI
PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI................................................ 144
A..Pendahuluan .................................................................................. 144
B.. Organization Learning ................................................................... 146
C.. Organisasi Pertanian..................................................................... 148

v

D.. Tantangan Eksistensi Organisasi Pertanian Era Liberalisasi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ........................................ 150

BAB 9
KNOWLEDGE CONTINUITY MANAGEMENT (KCM)............... 155
A.. Knowledge Management (KM)..................................................... 155
B.. Inovasi dan Kreativitas................................................................. 159
C.. Inovasi Berbasis Teknologi dan Informasi................................ 161
D.. Knowledge Continuity Management (KCM)............................... 164
BIODATA PENULIS............................................................................. 170

vi

BAB 1
INTRODUCTION

Oleh:
Novalien Carolina Lewaherilla

Universitas Pattimura
[email protected]

A. Pendahuluan
Sudah lebih dari beberapa tahun, telah menjamur berbagai

diskusi dan kajian tentang pentingnya knowledge management
(manajemen pengetahuan). Ilmuwan dari berbagai bidang ilmu
seperti manajemen, ekonomi dan sosiologi bahkan ilmu-ilmu lainnya
mulai merubah paradigma berpikir kearah “knowledge” serta konsep-
konsep strategi yang diperlukan organisasi.

Lingkungan organisasi yang serba kompetitif menuntut
kesigapan dan keseriusan organisasi, agar mampu survive di tengah
tantangan dan ancaman. Tantangan yang semakin berskala makro
diantara tantangan global, globalisai bisnis, perampingan organisasi,
perkembangan teknologi, tingginya tingkat kompleksitas, persaingan
yang semakin tajam, dan perubahan lingkungan serta struktur
ekonomi dan politik. Perusahan menghadapi lingkungan bisnis
yang serius dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan untuk
dapat beroperasi, berkembang dan berkelanjutan (López-Torres et
al., 2019).

Dunia yang semakin mengglobal ini tentunya harus disikapi
oleh organisasi/perusahaan dengan menyusun strategi dan arah
pengembangan yang jelas untuk dapat memenangkan persaingan.
Dalam situasi seperti ini maka konsekuensinya adalah organisasi
harus mampu mengolah informasi dan knowledge yang dimilikinya
sebagai aset yang paling penting bagi organisasi organisasi memiliki
keunggulan-keunggulan yang dapat dijadikan sebagai nilai jual dan

1

2 Bab 1 Introduction

peluang untuk lebih berkembang. Keunggulan yang sudah terpatri
dalam organisasi dan belum banyak diberdayakan adalah knowledge.
Padahal, dengan adanya knowledge organisasi/perusahaan dapat
menyusun rencana, strategi dan langkah-langkah yang harus
dilakukan kedepan.

Kebutuhan akan knowledge haruslah dipandang sebagai sesuatu
yang penting dan sangat strategik. Pentingnya sumber daya
intelektual dan kapabilitas di dalam organisasi harus dikelola agar
tetap berkompetitif dan menjadi unggul.

Keunggulan organisasi dapat tercipta jika organisasi itu
mampu menghasilkan knowledge, mampu menciptakan hal-hal
baru yang strategis dan dengan knowledge yang dimiliki organisasi
tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan
sebelumnya. Selanjutnya, dikatakan bahwa hasil belajar organisasi
juga menghasilkan knowledge. Dan knowledge yang dimiliki oleh
tiap individu dalam organisasi tidaklah sama. Semakin banyak
individu yang berkolaborasi dalam pekerjaan dengan knowledge yang
berbeda, akan menghasilkan organisasi yang kaya dengan khazanah
knowledge.

Organisasi yang consern pada pengembangan “knowledge“
akan menggunakan “intelektual capital dan input informasi untuk
mencapai efektifitas organisasi. Hal ini akan efektif jika proses-
proses yang digunakan dilandaskan pada kolaborasi knowledge yang
ada di dalam organisasi. Dinamisnya “Knowledge” yang dimiliki sangat
berguna untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di lingkungan
organisasi, baik lingkungan makro maupun lingkungan mikro. Hal
yang paling penting adalah tercapainya evolusi knowledge yang
menjadi kebutuhan organisasi demi menghasilkan pengembangan
organisasi. Dengan kata lain, semua pengembangan organisasi harus
berpusat pada “Knowledge“ yang dinamis secara berkelanjutan.
Kemampuan untuk mendapatkan informasi dan perspektif organisasi
yang berubah sesuai dengan perubahan lingkungan bisnis, disebut
sebagai “knowledge“ tingkat tinggi (Dawson, 2000).

Bab 1 Introduction 3

Hakekat dari organsiasi yang dinamis dan berkembang adalah
organisasi mampu menciptakan dan menghasilkan knowledge
secara berkesinambungan dan merubah knowledge untuk mecapai
keunggulan (Mitchell et al., 2010). Pandangan yang berfokus pada
knowledge sebagai sumber keunggulan kompetitif akan berusaha
mengelola knowledge itu menjadi sumber daya yang penting dan
hakiki bagi organisasi. Artinya jika organisasi ingin menciptakan
knowledge menjadi lebih baik, lebih cepat dari pesaingnya, maka
organisasi itu harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
yang penuh tantangan.

Tantangan dan ancaman yang di hadapi oleh organisasi
menuntut adanya proses pembelajaran, dan kreativitas dalam
rangka menghasilkan knowledge dan sumber daya yang kompetitif.
Dalam Teori Resources Based Vieuw (RBV), dijelaskan bahwa dalam
organisasi terdapat kompleksitas kemampuan yang berguna untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif. Sumber daya perusahaan
menjadi aset penting yang dapat menjadi pilihan strategi dari waktu
ke waktu. Jadi, knowledge itu sumber daya tak berwujud dan harus
dipandang sebagai investasi strategis dan aset organisasi (Antunes
and Pinheiro, 2020).

Selain itu, telah bergeser orientasi dan paradigma yang
menganggap manufaktur atau produk adalah hal yang paling urgen
ke orientasi yang berdasarkan “knowledge” dan layanan dimana
informasi dan knowledge menjadi komoditas utama (Walczak, 2005.
Paradigma resources based competetive berubah menjadi knowledge
based competetive dan bagian utama “knowledge” adalah informasi
dan kandungan knowledge itu sendiri (Birkinshaw, Nobel and
Ridderstråle, 2002).

Knowledge organisasi bukan sekedar kuantitas yang kasat mata
dan hanya didapatkan dari hasil knowledge Individu (Bhatt, 2001).
Knowledge organisasi itu terjadi melalui hubungan antara individu/
manusia, teknik dan teknologi. Knowledge organisasi tidaklah dengan
mudah dapat dijiplak oleh organisasi lain, disebabkan karena proses

4 Bab 1 Introduction

pembentukan pengetahuan organisasi tidak terlepas dari history dan
culture dari organisasi itu sendiri.

Dalam mengelola knowledge, individu akan berinteraksi dengan
kelompok maupun organisasi dalam konteks budaya maupun sosial.
Ada tiga hal yang dikemukakan dalam Holistik Theory of Knowledge
Management yakni Techniqal Knowledge, Practical Knowledge dan
Critics Knowledge.

Techniqal Knowledge atau Pengetahuan teknis merupakan
pengetahuan dasar konseptual organissi yang harus dimiliki tiap
individu. Techniqal Knowledge di organisasi antara lain aturan,
kebijakan, standar operasional prosedur, aturan komunikasi formal
keahlian teknis individu. Techniqal Knowledge merupakan aset utama
organisasi dan menjadi kekuatan pendorong operasioanalisasi
organisasi. Techniqal knowledge menyediakan produk dan layanan
organisasi yang dioptimalkan melalui sumber daya organisasi secara
efisien demi mencapai tujuan.

Selanjutnya, Practical Knowledge atau pengetahuan praktis
yakni knowledge yang dimiliki oleh anggota organisasi, yang
terimplementasi dalam praktik dan kerja organisasi. Pengetahuan
praktis termasuk didalamnya wawasan, pemahaman, intuisi dan
pengalaman individu. Sementara Critics Knowledge atau pengetahuan
kritis adalah pengetahuan yang berdasar pada visi dan nilai
organisasi. Setiap Individu memiliki beragam visi, dan nilai yang
berbeda, dan itu akan berpengaruh pada cara pandang, pola pikir
terhadap masalah dan hal-hal yang berubah dalam organisasi. Critics
Knowledge individu berhubungan dengan kepentingan, dan etika, dan
sering melibatkan politik praktis didalam organisasi. Critic Knowledge
sering termanifestasi lewat politik organisasi, pembagian kekuasaan,
standart moral dan etika di dalam organisasi.

Betapa hakiki dan krusialnya knowledge dan bagi organisasi yang
berbasis knowledge, maka knowledge itu sendiri menjadi sumber
keunggulan kompetetif. Signifikannya hubungan antara knowledge
dari sisi akademisi maupun praktis menghendaki pengelolaan

Bab 1 Introduction 5

knowledge menjadi lebih baik. Hal ini yang membuat knowledge
management menjadi penting dijadikan disiplin ilmu (Alegre, Sengupta
and Lapiedra, 2013)

B. Apa Itu Knowledge Management
Knowledge management telah menjadi topik diskusi dalam

literatur bisnis. Para akademisi dan pelaku bisnis percaya bahwa
dengan menerapkan knowledge management secara baik, maka
keunggulan kompetetif dari organisasi dapat tercapai.

Apa sebenarnya hakikat dari knowledge management?

Machlup et al., (2016) mengatakan bahwa knowledge management
“adalah proses menangkap, mendistribusikan, dan menggunakan
knowledge secara efektif.”

Selanjutnya McInerney, (2002) mengemukakan bahwa
knowledge management adalah upaya untuk meningkatkan manfaat
pengetahuan dalam organisasi. Dalam hal ini termasuk bagaimana
mendorong komunikasi, memberi kesempatan untuk belajar dan
memperkenalkan knowledge yang ada di dalam organisasi.

Knowledge management juga adalah pengoordinasian yang terarah
dan sistematis dari orang, teknologi, proses dan struktur organisasi
untuk memberi nilai tambah bagi organisasi. Proses koordinasi antara
aspek-aspek ini dapat tercapai melalui penciptaan knowledge dan
berbagi knowledge dengan didukung oleh pembelajaran organisasi
yang berkelanjutan (Dalkir, 2013).

Disis lain Menurut Dawson (2000), demi kelancaran
pengembangan knowledge organisasi harus mempertimbangkan
faktor teknologi individu, teknologi organisasi, keterampilan dan
perilaku individu serta keterampilan dan perilaku organisasi.

Dengan demikian, knowledge management merupakan sebuah
proses menciptakan, menyebarluaskan dan menerapkan knowledge
dalam organisasi. Dalam proses penciptaan knowledge, maka
organisasi harus menjalankan fungsinya untuk menyadarkan anggota

6 Bab 1 Introduction

organisasi bahwa organisasi memiliki knowledge, dan anggota
organisasi adalah salah satu sumber knowledge itu. Perusahan
atau organisasi adalah lembaga satuan knowledge. Sementara
untuk proses penyebaran “knowledge” merujuk pada kemampuan
organisasi untuk memastikan knowledge itu dapat disuplai buat
orang lain dan gampang untuk diakses. Selanjutnya untuk proses
penerapan ‘knowledge’ lebih berpusat pada penggunaan knowledge
untuk pelaksanaan aktivitas setiap hari.

Knowledge management merupakan suatu proses komprehensif
tentang knowledge creation, knowledge validation, knowledge
presentation, knowledge distribution dan knowledge application.
Hubungan antara tiap fase dalam knowledge management sangatlah
penting, karena jika tiap fase dilepaspisahkan dan berdiri sendiri
maka akan menghasilkan hasil knowledge management yang kurang
optimal (Bhatt, 2001).

Pada knowledge creation atau penciptaan pengetahuan, maka
orientasi lebih diperluas, bukan saja bagi individu, tapi juga bagi
kelompok dan organisasi (Nonaka and Takeuchi, 2006).

Knowledge creation berpijak pada kapasitas dan kapabilitas
organisasi dalam upaya mengembangkan solusi dan ide-ide yang
bermanfaat. Organisasi akan sanggup menciptakan dan menghasilkan
karya dan realitas yang baru dan berbeda, jika organisasi mampu
menggabungkan dan mengonfirmasikan kembali foreground dan
backround knowledge melalui interaksi yang berbeda. Dengan
demikian knowledge creation adalah proses yang tercipta karena
motivasi, inspirasi, dan eksperimen.

Knowledge validasi adalah konsep dimana organisasi sanggup
memvalidasikan knowledge sekaligus melakukan evaluasi terhadap
lingkungan organisasi. Selanjutnya dapat merefleksikan knowledge
dan mengevaluasi efektivitas knowledge untuk lingkungan organisasi
yang ada. Dengan latar belakang pikir bahwa knowledge itu
berkembang setiap saat, maka knowledge itu harus dikonfigurasi
ulang dan disempurnakan sesuai dengan realitas. Hubungan antara

Bab 1 Introduction 7

teknologi, teknik, dan orang (Bhatt, 2001), memerlukan validitas terus
menerus. Sehingga dikatakan bahwa knowledge validation adalah
sebuah proses panjang, yang berulang dan melelahkan. Sebab proses
pengujian, pemantauan dan penyempurnaan terhadap knowledge
akan terus berlanjut. Apabila realitas itu mengalami perubahan, maka
berpengaruh juga terhadap data, informasi dan knowledge itu sendiri.

Knowledge presentation lebih berfokus pada upaya menampilkan
knowledge kepada anggota organisasi. Dalam hal ini setiap organisasi
akan merancang sistem dan prosedur yang berbeda untuk memformat
“knowledgenya”, karena knowledge itu bersumber pada organisasi
yang berbeda, didistribusikan pada tempat yang berbeda, tersimpan
pada media yang berbeda (Nonaka and Takeuchi, 2006).

Knowledge distribution adalah fase dimana knowledge harus
didistribusikan keseluruh organsiasi, sebelum knowledge itu tidak
berguna lagi. Jika organsisasi masih minim dalam penggunaan
teknologi dan teknik juga sumber pada daya manusia, maka
berpengaruh juga dengan jumlah knowledge yang harus terdisitribusi
di dalam organisasi tersebut.

Selanjutnya tentang knowledge aplication, itu lebih menjelaskan
tentang penggunaan knowledge dalam setiap aktivitas perusahaan
baik penciptaan produk, proses dan pelayanan pada konsumen.

Dengan demikian, secara sederhana knowledge managemen
adalah kompleksitas creating, transfer, dan using tiga aspek knowledge
yakni pengetahuan teknis, praktis dan kritis. Gambar 1 menjelaskan
model baru knowledge management yang menggambarkan hubungan
dinamis antara ketiga aspek pengetahuan baik di tingkat individu
dan organisasi.

Terdapat sembilan proses knowledge management dalam bidang
dimensi epistemologis: sosialisasi, sistematisasi, transformasi,
formalisasi, rutinisasi, evaluasi, orientasi, pertimbangan, dan
realisasi. Sosialisasi merupakan proses penciptaan knowledge baru
dari pengetahuan praktis dan pengalaman anggota organisasi.
Sistematisasi adalah proses pengadopsian pengetahuan teknis

8 Bab 1 Introduction

organisasi menjadi aturan dan sistem yang eksplisit. Sementara
Transformasi adalah proses mentransform knowledge yang bersumber
dari nilai dan visi yang fundamental dari anggota organisasi ke
dalam produktivitas internal organisasi. Formalisasi adalah proses
mentransfer knowledge ke dalam sistem organisasi formal. Proses
mengubah knowledge yang tidak berwujud ke dalam penjelasan
yang konkrit memerlukan pengetahuan praktis yang didapatkan dari
aturan, sistem dan struktur organisiasi. (Yang, Zheng and Viere, 2009)

Sebaliknya, rutinisasi merupakan rangkaian proses penerapan
knowledge teknis menjadi knowledge praktis. Dalam proses ini
knowledge yang terkandung dalam aturan dan sistim ditransfer
menjadi prosedur yang konvensional dan biasa. Sedangkan tahap
evaluasi adalah proses merubah teknis ke knowledge kritis, dengan
menentukan nilai-nilai yang menjadi panduan bagi organisasi sesuai
aturan dan struktur organisasi. Sebaliknya, orientasi merupakan
proses pengakuan bahwa aturan dan peraturan organisasi
berdasarkan knowledge praktis yakni nilai-nilai dan prinsip yang
dipegang oleh anggota organisasi.

Bab 1 Introduction 9

Gambar 1.1. A Holistic Framework of Knowleedge Management
(Yang et.al, 2009)

C. History of Knowledge Management
Istilah knowledge management muncul pada tahun 1975 dalam

artikel oleh Goerl, Henry dan McCaffery (Serenko and Bontis,
2013). (Mcadam and Mccreedy, 1999) menelorkan model knowledge
pertama pada tahun 1987 dalam bukunya Max Boisot “Informasi
dan Organisasi: Manajer Sebagai Antropologi. Knowledge dibagi
atas codified atau uncodified, Boisot menggunakan istilah codi-fied
“merujuk pada knowledge yang akurat untuk digunakan antara lain
data-data keuangan dan Istilah “uncodified” merujuk pada knowledge
yang tidak dapat dikodifikasi, juga diffused knowledge atau knowledge
yang dapat dibagikan atau dapat disebarkan dan undiffused knowledge
atau knowledge yang sulit untuk dibagikan.

Knowledge management mulai dipopularkan dalam dunia internet
pada akhir tahun 1980, ketika menjamurnya buku-buku dan hasil-

10 Bab 1 Introduction

hasil penelitian dalam jurnal-jurnal bisnis serta pembahasan-
pembahasan ilmiah seputar knowledge management.

Tahun 1993, tokoh manajemen Peter Drucker mengembangkan
gagasan “Knowledge Worker” bagi perusahan. Atau perusahaan yang
memiliki karyawan yang padat knowledge. Knowledge worker adalah
kunci untuk perkembangan hidup perusahan. Knowldege worker
adalah “User” dalam menggunakan teknologi dan knowledge network.
Di dalam konsep knowledge worker, terdapat karyawan yang dapat
melalukan proses berbagi pengetahuan/knowledge sharing diantara
karyawan. Knowledge sharing akan tercipta tergantung dari persepsi
karyawan itu terhadap reward apa yang diterima dari. Strategi
perusahaan harus dibuat dan diarahkan dengan mempertimbangkan
persyaratan–persyaratan knowledge worker.

Tahun 1995 muncullah generasi kedua dalam pengembangan
knowledge management, dengan publishing buku oleh Nonaka dan
Takeuchi “The Knowledge–Creating Company.” Dalam pekerjaan yang
dikerjakan organisasi saat itu, knowledge adalah sesuatu yang sangat
penting dan bergerak dinamis dengan melalui proses-proses sebagai
berikut: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi dan internalisasi. Setiap
proses ini mengandung metamerfosis dari satu bentuk knowledge
(tacit/explicit) ke bentuk knowledge yang lainnya (tacit atau explicit).
Dalam model yang diciptakan Nonaka dan Takeuchi ini, knowledge
menjadi sangat penting jika knowledge itu tercipta dalam setiap lini
organisasi dan berguna untuk semua aktivitas knowledge management.

Selama tahap kedua ini, tahun 1996 telah dilakukan sebuah
studi yakni The Knowledge Based Economy”, yang mengatakan bahwa
knowledge telah menjadi pusat pengembangan ekonomi, dimana di
dalam knowledge ada human capital dan teknologi. Saat itu, konsep
human capital dan kinerja non keuangan mulai digunakan dalam
pengukuran nilai saham perusahaan.

Selanjutnya, generasi kedua juga menitikberatkan pada proses
knowledge, kolaborasi dan inovasi yang digunakan untuk mendesain
organisasi menjadi komunitas berbasis knowledge.

Bab 1 Introduction 11

Pada akhir tahun 1990an, pasar mulai memperkenalkan internet
sebagai alat komunikasi dan berhasil membawa revolusi dalam dunia
bisnis saat itu (Roberts, 2003). Telah terjadi perubahan drastis dalam
pola interaksi interpersonal. Bukan pada trend yang tercipta, tetapi
yang paling penting bahwa pada trend itu telah tercipta generasi baru
yang bisa berbagi knowledge. Organisasi mulai menaruh perhatian
pada pengembangan knowledge management yang berfokus pada
pendekatan alat dan manusia,.

Sejak saat itu, knowledge creation lebih diarahkan pada jaringan,
daripada individu di dalam organisasi. Peran “Knowledge management”
sudah dikelola secara terintegrasi, antara pemasok, perantara,
klien, aliansi strategis, dimana operasi dan aktivitas kerjanya sudah
terpola dalam sistem informasi organsasi. Kerja manufaktur, industri,
perusahaan mobil, asuransi saat itu diarahkan untuk mendorong
eksternalisasi pekerjaan dan berpusat pada sistem informasi di dalam
organisasi. Kunci utama bisnis saat itu adalah hubungan antara
knowledge network dan kemampuan untuk mengelola knowledge
network tersebut.

Generasi ketiga ditandai dengan demokratisasi dan personalisasi
kerja yang berfokus pada heuristic atau dikenal dengan Taucit
Knowledge. Pencetus knowledge management saat itu seperti (Sveiby,
2001), (Spender and Marr, 2012) (Tsoukas, 2005) dan (Snowden,
2002). Pada fase ini knowledge kanagement disebut sebagai sebuah
proses sosial. Fase ini ternyata menggunakan pendekatan yang
dipandang sebagai penghambat berkembangnya kreativitas dan
inovasi sebagai kunci daya saing perusahaan.

Generasi ketiga difokuskan pada peran berbagi konteks/
informasi sehingga mudah untuk diakses dan digunakan. Siapapun
yang menggunakan informasi diharapkan dapat dengan mudah
menemukan dan mencatat informasi yang penting, sehingga
memungkinkan “knowledge” dapat dinikmati dengan baik”.

Perkembangan teori knowledge managemen yang dibagi atas
tiga tahap/tiga generasi di atas, telah mencatat bahwa setiap

12 Bab 1 Introduction

generasi didasarkan pada ide-ide sebelumnya, dan oleh karena
itu, pengembangan bidang knowledge management telah bersifat
kumulatif. (Serenko and Bontis, 2013). Selanjutnya, generasi keempat
masih harus dikembangkan dan harus mengatasi kompleksitas
domain knowledge, sehingga mengarah ke metafora, paradigma,
dan knowledge management tolls (Serenko, 2013).

Jika melihat history singkat knowledge management, timbul
pertanyaan, apa sajakah yang menjadi kontribusi dalam knowledge
management?.

Knowledge management merupakan kontribusi dari berbagai
bidang ilmu diantaranya: Ilmu organisasi, 2) Ilmu kognitif, 3) Linguistik
dan linguistik komputasi, 4)Teknologi informasi (sistem berbasis
pengetahuan, manajemen dokumen dan informasi, sistem pendukung
kinerja elektronik, dan teknologi basis data, 5) Informasi dan ilmu
perpustakaan, 6) Teknik penulisan dan jurnalisme. 7) Antropologi
dan sosiologi. 8) Pendidikan dan pelatihan, 9) Studi komunikasi. 10)
Teknologi kolaboratif seperti komputer yang mendukung pekerjaan
kolaboratif dan groupware, serta intranet, ekstranet, portal, dan
teknologi web lainnya.

Gambar 1.2. The Interdicipliner Of Knowledge Management
(Dalkir,2005)

Bab 1 Introduction 13

Knowledge management dan intelectual capital merupakan dua
hal yang memiliki peran penting. Intelectual capital adalah pilar
organisasi yang memiliki basis pada “knowledge” yang dimiliki oleh
organisasi tersebut (Bontis, Dragonetti and Jacobsen, 1999); (Bontis,
Ph and West, 2001); (Serenko and Bontis, 2013) (Serenko, Bontis
and Hardie, 2007).

D. Pentingnya Knowledge Management

Menjamurnya minat organisasi terhadap knowledge management
didasarkan pada beberapa hal diantaranya bahwa knowledge
management merupakan hal yang cukup vital yang memberikan nilai
tambah bagi pertumbuhan organisasi. Selain itu diharapkan dengan
knowledge management, pengambilan keputusan organisasi akan
lebih cepat, tanggap dan menelorkan keputusan–keputusan yang
baik dan bermanfaat, demi mencapai keunggulan organisasi.

Knowledge memiliki peranan yang signifikan dalam
mengembangkan ekonomi bisnis. Berdasarkan hal ini, maka para ahli
mulai melakukan studi-studi yang berbasis knowledge. Dalam bidang
manajemen bisnis, knowledge management memiliki ketertarikan
tersendiri. Alasan yang fundamental adalah knowledge management
adalah sumber potensial dan basic untuk menentukan arah startegis
dalam mengembangkan keunggulan kompetitif. Para akademisi dan
praktisi menggunakan konsep-konsep fundamental untuk mengkaji
dan menganalisis knowledge management (Serenko et al., 2011)
Pentingnya knowledge managemen diarahkan untuk mencapai tujuan
dan kesuksesan organisasi (Staples and Webster, 2008).

Organisasi yang mengaplikasikan knowledge secara baik harus
mampu menciptakan inovasi dan kreavifitas yang tinggi dalam
menemukan, menghasilkan, mengemas dan mengelola knowledge
itu secara baik pula dalam waktu, cara dan bentuk yang tepat. Jika
tidak demikian, maka organisasi tidak akan mungkin mencapai
keunggulan kompetitif. Bagaimana menggunakan sumber knowledge
itu secara baik? Organisasi harus meningkatkan standar pengukuran
internal, memberi motivasi kepada karyawan untuk mengembangkan

14 Bab 1 Introduction

knowledge, berpikir kreatif untuk mengaplikasikan knowledge agar
perusahaan tetap survive dan tidak tergilas di lingkungan yang
semakin kompetitif.

Jika manajemen serius menjadikan knowledge management
sebagai prioritas dalam organisasi, maka hal yang penting lainnya
yang harus dilakukan adalah menganalisis keseimbangan antara
aspek orang, teknologi dan sosial organisasi. Tendensius yang
berlebihan kepada salah satu, yakni orang atau teknologi tidaklah
cukup; Ahli-ahli manajemen harus meninjau kembali pola interaksi
antara teknologi, orang, dan teknik yang digunakan dalam
menggunakan teknologi ini. Hanya dengan mengubah pola interaksi
yang menguntungkan mereka, para manajer dapat memanfaatkan
knowledge untuk keunggulan kompetitif organisasi.

Dalam mengembangkan knowledge organisasi, maka knowledge
individu sangat dibutuhkan. Akan tetapi knowledge organisasi bukan
semata-mata terdiri knowledge individu. (Bhatt, 2001). Knowledge
organisasi merupakan kompleksitas pola-pola hubungan antara
teknologi, teknik dan individu. Interaksi ini memiliki keunikan
tersendiri dan tidak dapat ditiru oleh organisasi lain, karena interaksi
ini terbentuk atas history maupun culture dari orgnisasi. Berbicara
budaya organisasi maka menurut Coronel, Robbins and Judge,
(2012), Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan orang-orang
itu dari orang lain. Setiap organisasi merupakan sistem yang khas,
sehingga organisasi mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri. Itu
berarti ada perbedaan budaya bagi setiap organisasi.

Culture atau budaya tidak dapat dipisahkan dari knowledge,
karena itu sangat menunjang tercapainya efektifitas knowledge
management dalam organisasi (Nahm and Vonderembse, 2004)
Organization culture terbentuk melalui tatanan strategi, struktur,
orang dan proses dalam organisasi yang yang saling terkait. Dengan
pola penerapan culture secara maksimal, maka akan terlihat komitmen
pemimpin organisasi dan respeknya terhadap knowledge management.
Pemimpin organisasi akan memahami bagaimana knowledge itu dapat

Bab 1 Introduction 15

diciptakan dan pada akhirnya akan dipromosikan menjadi nilai jual
organisasi demi mencapai keunggulan kompetitif. Culture juga akan
memayungi anggota organisiasi untuk bekerja berdasarkan struktur
organisasi, wewenang dan pembagian kerja masing-masing anggota
organisasi. Itulah sebabnya, struktur organisasi dan organization
culture sangat berhubungan dan saling terkait.

Struktur organisasi dan budaya organisasi merupakan dua hal
yang berpengaruh terhadap keberhasilan knowledge management
(Gopalakrishnan, 2015). Knowledge sudah tertanam dan terpola
dalam rutinitas organisasi, yang di dalamnya ada proses, praktik
dan budaya organisasi (Jennex, 2001). Dengan demikian betapa
pentingnya organisasi memperdalam konsep knowledge dengan
memasukan unsur culture dalam memahami dan menggunakan
knowledge.

Organisasi yang mengakui bahwa knowledge adalah sumber
daya utama perlu melakukan proses penciptaan knowledge, berbagi
knowledge dan meningkatkan knowledge individu dan kolektif
(Drucker, 1999). Banyak organisasi yang sudah melakukan praktik
knowledge management dan berusaha menggunakan knowledge yang
dimiliki secara efektif. Semakin banyak organisasi yang mencoba
untuk mengatur sistem dan praktik knowledge management untuk
lebih efektif menggunakan knowledge yang mereka miliki. Tapi yang
paling penting adalah bagaimana knowledge itu ada, kemudian
knowledge itu dibagi (knowledge sharing) dan knowledge itu digunakan
secara baik di dalam organisasi.

Dengan demikian, organisasi harus mengetahui bagaimana
caranya berbagi “Knowledge” yang dimiliki (Patterson and Pfeffer,
2016). Organisasi harus lebih efektif mengeksploitasi sumber daya
berbasis pengetahuan (Damodaran and Olphert, 2000).

Berdasarkan gambar 1.2 di bawah ini, jelas terlihat bahwa
di tengah lingkungan oranisasi yang makin kompleks, knowledge
cyle itu ada dan bertumbuh. Dan knowledge itu dipayungi oleh
budaya oragnisasi. Knowledge cycle dimulai pada saat knowledge

16 Bab 1 Introduction

itu diciptakan/knowledge creation/knowledge capture. Knowledge
capture mengandung teknik yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan. Dalam organisasi, knowledge capture sangatlah
penting, karena jika knowledge bertambah dan berkembang, maka
menjadi kontribusi positif agar organisasi tidak kalah bersaing dengan
lingkungan organisasi lainnya.

Setelah knowledge telah tercipta, maka knowledge itu harus
dibagi atau yang disebut dengan knowledge sharing. Knowledge
sharing adalah tindakan meyediakan pengetahuan bagi orang lain.
Knowledge sharing juga merupakan proses memaknai pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang menjadi lebih dimengerti, dan diserap
oleh orang lain ketika pengetahuan itu dipindahkan atau dibagi.
Knowledge sharing menekankan pada proses berbagi gagasan dan
ide-ide yang inovatif dan dianggap penting untuk pengembangan
organisasi. Knowledge sharing yang berlangsung maksimal dalam
organisasi semakin memberikan kontribusi yang positif bagi “learning”
baik individu maupun organisasi (Nidumolu and Subramani, 2001).

Berbicara tentang “learning organisasi,” maka pada setiap
organisasi terdapat budaya inovasi yang berpengaruh pada
proses “learning” baik oleh Individu maupun organisasi budaya
yang mendukung pembelajaran dan inovasi dalam organisasi.
Dalam organizational learning, kita menemukan “budaya belajar”
dan komunitas belajar. Proses learning organisasi akan semakin
memperkaya dan menumbuhkan organisasi itu.

Organizational learing adalah proses yang diikuti oleh sekelompok
orang dalam organisasi yang mengalami peningkatan terus menerus
dengan mengacu pada budaya yang dimiliki organisasi. Dalam
organizational learning, maka proses learning harus dianalisis, dan
dibangun demi tercapainya tujuan dan sasaran yang diinginkan
(Journal and Sciences, 2015).

Organisational learning dapat berwujud pelatihan karyawan,
pembelajaran tim, problem solving dan inovasi. Dalam organizational
learning, karyawan diajarkan bagaimana mengembangkan solusi

Bab 1 Introduction 17

untuk mencegah terjadinya masalah dan bukan hanya menyelesaikan
masalah. Eksistensi organisasi akan semakin baik jika organisasi dapat
menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, dimana individu
dapat saling belajar satu sama lain. Setiap karyawan berusaha
meningkatkan dan mengembangkan keterampilan profesional.
Manajemen memberi kesempatan untuk mempekerjakan untuk
meningkatkan kapasitas profesional mereka.

Dalam organizational learning, tiap individu berupaya
meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan knowledge mereka untuk
mencapai apa yang mereka inginkan. Organizational learning
menghasilkan pola berpikir yang lebih baru yang mengandung aspiratif
membangun, kreatif dan inovatif. Agar learning dapat terselenggara
secara baik, maka individu di organisasi harus proaktif dan berani
untuk melakukan tugas dan tanggung jawab yang diberikan, dan
melihatnya sebagai sebuah unsur merubah diri menjadi lebih baik.

Proses learning menimbulkan konsekwensi baik kepada anggota
organisasi, masyarakat maupun lingkungan yang lebih besar maupun
masyarakat atau lingkungan dengan menggunakan kemampuan
membangun jaringan dan bekerjasama, melakukan transfer knowledge
atau knowledge sharing dan mengembangkan profesionalisme
karyawan.

Dalam literatur lain, knowledge management juga merupakan
akuisisi dan penggunaan sumber daya dimana tercipta lingkungan
yang didalamnya informasi dapat diperoleh, digunakan dan dibagi,
selain informasi itu digunakan untuk memperkaya knowledge
organisasi (Gupta, 2015). Aquisition knowledge adalah sebuah
proses untuk memperoleh knowledge melalui berbagai sumber dan
dimasukkan ke database. Sumber-sumber akuisisi itu bisa terdapat
pada buku, pakar, laporan dan lainnya.

Konsep knowledge acquisition digambarkan oleh Locke sebagai
pikiran manusia yang kosong pada saat dilahirkan, dan bagaikan
batu tulis yang masih kosong yang harus diisi kemudian (Conference,
Commerce and Authors, 2004). Locke percaya setiap orang lahir

18 Bab 1 Introduction

tanpa memiliki pengetahuan. Dan pengetahuan itu akan diperoleh
seiring waktu lewat pengalaman dan pembelajaran.

Dengan demikian knowledge acquisition adalah sebuah proses
pengumpulan informasi dan data, untuk selanjutnya data dan informasi
itu dipahami, diasimiliasi dan dianalisis dan akan menghasilkan konsep,
atau klarifikasi, pertanyaan, ataupun penyelesaian masalah dan
perumusan keimpulan knowledge acquisition merupakan komponen
yang sangat penting demi perkembangan dan pertumbuhan
knowledge (Kaba, 2018). Disisi lain, akuisisi pengetahuan juga
diartikan sebagai proses yang meliputi pengumpulan knowledge,
pemodelan knowledge dan validasi knowledge.

Pada akhirnya penerapan knowledge management dievaluasi
untuk mengukur keberhasilan knowledge managemen di organisasi.

Daftar Pustaka

Alegre, J., Sengupta, K. and Lapiedra, R. (2013) ‘Knowledge
management and innovation performance in a high-tech SMEs
industry’, International Small Business Journal, 31(4), pp. 454–470.
doi: 10.1177/0266242611417472.

Antunes, H. de J. G. and Pinheiro, P. G. (2020) ‘Linking knowledge
management, organizational learning and memory’, Journal of
Innovation and Knowledge, 5(2), pp. 140–149. doi: 10.1016/j.
jik.2019.04.002.

Bhatt, G. D. (2001) Knowledge management in organizations:
Examining the interaction between technologies, techniques,
and people, Journal of Knowledge Management, 5(1), pp. 68–75.
doi: 10.1108/13673270110384419.

Birkinshaw, J., Nobel, R. and Ridderstråle, J. (2002) ‘Knowledge as
a contingency variable: Do the characteristics of knowledge
predict organization structure?, Organization Science, 13(3), pp.
274–289. doi: 10.1287/orsc.13.3.274.2778.

Bontis, N., Dragonetti, N. C. and Jacobsen, K. (no date) The Knowledge
Toolbox : A Review of the Tools Available To Measure and Manage
Intangible Resources.

Bab 1 Introduction 19

Bontis, N., Ph, D. and West, M. S. (no date) Assessing Knowledge A
Ssets : A Review of the Models Used to Measure Intellectual Capital.

Conference, C., Commerce, E. and Authors, T. (2004) This is the
published version : Available from Deakin Research Online:

Coronel, R., Robbins, A. S. P. and Judge, T. A. (2012) ‘MAN 3240 -
Applied Organizational Behavior ( New / Master ) - Coronel Title :
Essentials of Organizational Behavior, 11th edition’.

Dalkir, K. (2013) Knowledge management in theory and practice,
Knowledge Management in Theory and Practice. doi: 10.4324/
9780080547367.

Damodaran, L. and Olphert, W. (2000) Barriers and facilitators to the
use of knowledge management systems.

Dawson, R. (2000) ‘Knowledge capabilities as the focus of organisational
development and strategy’, Journal of Knowledge Management,
4(4), pp. 320–327. doi: 10.1108/13673270010379876.

Drucker, P. F. (1999) Management.

Gopalakrishnan, S. (2015) Distinguishing Between Knowledge Transfer
and Technology Transfer Activities: The Role of Key Organizational
Factors, (March 2004). doi: 10.1109/TEM.2003.822461.

Gupta, B. (2015) Role of Personality in Knowledge Sharing and
Knowledge Acquisition Behaviour Role of Personality in Knowledge
Sharing and Knowledge Acquisition Behaviour, (January 2008).

Jennex, M. E. (no date) Knowledge Management.

Journal, I. and Sciences, H. S. (2015) ‘International Journal of Humanities
Social Sciences and Education (IJHSSE) Learning Organization –
Conceptual and Theoretical Overview’, 2(4), pp. 93–98.

Kaba, A. (2018) Investigating Knowledge Acquisition, 13.

López-Torres, G. C. et al. (2019) ‘Knowledge management for
sustainability in operations’, Production Planning and Control.
Taylor and Francis Ltd., 30(10–12), pp. 813–826. doi:
10.1080/09537287.2019.1582091.

Machlup, F. et al. (2016) ‘Successful Knowledge Management
Projects Thomas H Davenport ; David W De Long ; Michael C
Beers’, Automation in Construction, 18(1), p. 43. doi: 10.1016/j.
autcon.2008.10.009.

20 Bab 1 Introduction

Mcadam, R. and Mccreedy, S. (1999) ‘A critical review of knowledge
management models’, The Learning Organization, 6(3), pp. 91–
101. doi: 10.1108/09696479910270416.

McInerney, C. (2002) ‘Knowledge management and the dynamic
nature of knowledge’, Journal of the American Society for
Information Science and Technology, 53(12), pp. 1009–1018. doi:
10.1002/asi.10109.

Mitchell, R. et al. (2010) ‘Knowledge creation measurement methods’,
(May 2014). doi: 10.1108/13673271011015570.

Nahm, A. Y. and Vonderembse, M. A. (2004) ‘The Impact of
Organizational Culture on Time-Based Manufacturing and
Performance’, 35(4), pp. 579–607.

Nidumolu, R. and Subramani, M. R. (2001) ‘Situated Learning and
the Situated Knowledge Web : Exploring the Ground Situated
Learning and the Situated Knowledge Web: Exploring the
Ground Beneath Knowledge Management, (September 2014).

Nonaka, I. and Takeuchi, H. (2006) ‘Organizational knowledge
creation’, Creative Management and Development, Third Edition,
(May), pp. 64–81. doi: 10.4135/9781446213704.n5.

Patterson, M. and Pfeffer, J. (2016) Bothered by Abstraction: The
Effect of Expertise on Knowledge Transfer and Subsequent Novice
Performance, (February). doi: 10.1037/0021-9010.86.6.1232.

Roberts, J. (2003) ‘Trust and electronic knowledge transfer’,
International Journal of Electronic Business, 1(2), p. 168. doi:
10.1504/ijeb.2003.002172.

Serenko, A. et al. (2011) ‘The superstar phenomenon in the knowledge
management and intellectual capital academic discipline’, Journal
of Informetrics. Elsevier Ltd, 5(3), pp. 333–345. doi: 10.1016/j.
joi.2011.01.005.

Serenko, A. (2013) Meta-analysis of scientometric research of knowledge
management : discovering the identity of the discipline, 17(5), pp.
773–812. doi: 10.1108/JKM-05-2013-0166.

Serenko, A. and Bontis, N. (2013) ‘Global ranking of knowledge
management and intellectual capital academic journals: 2013

Bab 1 Introduction 21

update’, Journal of Knowledge Management, 17(2), pp. 307–326.
doi: 10.1108/13673271311315231.

Serenko, A., Bontis, N. and Hardie, T. (1930) Organizational size
and knowledge flow: a proposed theoretical link. doi: 10.1108/
14691930710830783.

Snowden, D. (2002) ‘Complex acts of knowing: Paradox and
descriptive self-awareness’, Journal of Knowledge Management,
6(2), pp. 100–111. doi: 10.1108/13673270210424639.

Spender, J. C. and Marr, B. (2012) ‘A knowledge-based perspective on
intellectual capital’, Perspectives on Intellectual Capital, (February),
pp. 183–195. doi: 10.4324/9780080479934.

Staples, D. S. and Webster, J. (2008) knowledge sharing in teams. doi:
10.1111/j.1365-2575.2007.00244.x.

Sveiby, K. E. (2001) ‘A knowledge-based theory of the firm to guide
in strategy formulation’, Journal of Intellectual Capital, 2(4), pp.
344–358. doi: 10.1108/14691930110409651.

Tsoukas, H. (2005) Complex Knowledge: Studies in Organizational
Epistemology, Management Learning. doi: 10.1108/
00220410710759048.

Walczak, S. (2005) ‘Organizational knowledge management
structure’, Learning Organization, 12(4), pp. 330–339. doi:
10.1108/09696470510599118.

Yang, B., Zheng, W. and Viere, C. (2009) ‘Holistic Views of Knowledge
Management Models’, Advances in Developing Human Resources,
11(3), pp. 273–289. doi: 10.1177/1523422309338584.

BAB 2
KNOWLEDGE MANAGEMENT MODELS

Oleh:
Ardhariksa Zukhruf Kurniullah

Universitas Mercu Buana
[email protected]

A. Perspektif Knowledge Management di Era Revolusi Industri 4.0
Revolusi Industri 4.0 yang sering di gaungkan dalam era digital

saat ini benar-benar telah memberikan dampak perkembangan
pengetahuan bagi peradaban masyarakat modern (Kurniullah,
2020). Seiring perjalanannya, teknologi berperan penting dalam
membangun kehidupan manusia modern yang dinamis. Dimana
peradaban masyarakat modern di tentukan oleh seberapa mampu
dalam menguasai dan mengoperasionalisasikan teknologi, informasi,
media dan komunikasi. Apabila ditinjau dari pendekatan disiplin
ilmu antropologi, siklus hidup perjalanan kehidupan manusia
terdiri dari beberapa era, dimana pada setiap era ditandai dengan
ikon teknologi yang lahir sebagai simbol peradaban yang bersifat
generik sehingga mampu menjadi penggerak aktifitas kehidupan
manusia. Dalam bukunya “the third wave” (gelombang ketiga) 1980,
Alvin Toffler membagi tahapan peradaban manusia dalam tiga
gelombang. Pertama adalah era pertanian, Kedua, era perindustrian
dan yang ketiga adalah era informasi. Gelombang pertama terjadi
pada sekitar (800 SM-1500 M) disebut juga gelombang pembaruan
yaitu ditandai dengan penemuan dan penerapan teknologi pertanian
dalam kehidupan manusia, yang semula nomadic dan berpindah-
pindah menjadi menetap pada suatu tempat dengan bertani (Toffler,
2009). Gelombang kedua (1500 M-1970 M) di sebut juga masyarakat
industri, ataupun juga bias dikatakan “manusia ekonomis” yang rakus
yang baru lahir dari Renaissance (pencerahan di Eropa). Sedangkan
pada gelombang ketiga terjadi pada tahun (1970-2000 M), disebut

22

Bab 2 Knowledge Management Models 23

dengan masyarakat informasi atau sebagai knowledge age era, yang
ditandai dengan penggunaan kabel optik dalam jaringan internet
dengan dukungan satelit telekomunikasi, sehingga masyarakat
mampu berkomunikasi secara virtual dari seluruh penjuru dunia.

Digitalisasi dan industrialisasi telah membawa kita pada
perubahan saat ini, keterbukaan informasi menjadi domain tersendiri
bagi masyarakat modern, dimana literasi penggunaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (ICT) secara masif terjadi pada semua
aspek kehidupan manusia. Teknologi informasi, media dan komunikasi
benar-benar menjadi peradaban manusia modern, sehingga di
perlukan sebuah manajemen ilmu pengetahuan dalam mengakses
sebuah informasi. Para futuris ICT seperti Bill Gates, Steve Jobs, dan
Mark Zuckerberg, merupakan deretan manusia paling berpengaruh di
dunia, dimana mereka mampu menghubungkan sepertiga kehidupan
manusia di dunia dari total 8 miliar populasi manusia di tahun 2020
jika di hitung secara kuantitatif, sebagai pengguna internet aktif
(International Telecommunications Union, 2017). Dalam era informasi,
perubahan siklus dari suatu periode seperti teknologi, produk dan
tren semakin lama menjadi semakin pendek. Siklus perubahan yang
dulunya setiap 10 tahun, selanjutnya menjadi 5 tahun, 2 tahun, 6 bulan
dan bahkan perubahan bisa setiap bulan sekali. Sistem komputer dan
sistem telekomunikasi merupakan dua sistem dasar yang membentuk
teknologi informasi dan komunikasi. Dalam perkembangan awal di
temukannya komputer yaitu dengan terhubungnya perangkat keras
(hardware) dan perangkat lunak (software) pada sistem komputer
baik berdimensi besar, kapasitas kecil dan kecepatan lambat yaitu
mainframe yang besarnya seukuran kontainer terus berubah sampai
sekarang dengan pola yang semakin kecil, kapasitas semakin besar
dan kemampuan semakin cepat seperti PC dan notebook.

Pada proses membangun masyarakat serta membentuk manusia
yang berpengetahuan, kebutuhan akan akses informasi merupakan
suatu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia modern.
Masyarakat berpengetahuan merupakan implikasi dari masuknya
era informasi setelah sebelumnya melalui era pertanian dan industri.

24 Bab 2 Knowledge Management Models

Masyarakat informasi berbasis pengetahuan merupakan masyarakat
yang menyadari kegunaan dan manfaat informasi. Dalam hal ini,
ditandai dengan kemampuan dalam mengakses dan memanfaatkan
informasi sebagai masyarakat berpengetahuan dalam meningkatkan
kualitas kehidupan manusia. Knowledge society merupakan
masyarakat berbasis pengetahuan dari berbagai organisasi dimana
secara praktis setiap tugas tunggal akan dilakukan dalam dan melalui
sebuah organisasi (Drucker, 2018). Lebih lanjut Ducker menjelaskan
ciri-ciri masyarakat berpengetahuan adalah: Mempunyai kemampuan
akademik, berpikir kritis, berorientasi kepada pemecahan masalah,
mempunyai kemampuan untuk mempelajari hal-hal yang baru
dan mempunyai keterampilan pengembangan individu dan sosial
(termasuk kepercayaan diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai
moral dan etika, pengertian secara luas akan masyarakat dan dunia).

Berdasarkan tinjauan konseptual, masyarakat berpengetahuan
adalah suatu kelompok masyarakat dimana anggota masyarakatnya
ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dengan menguasai
keterampilan dasar yang diperlukan dan mempunyai akses informasi.
Dari tinjauan di atas mengenai masyarakat berpengetahuan tersebut
dapat dipahami bahwa, ciri masyarakat berpengetahuan yaitu,
antara lain: 1) Keterbukaan masyarakat terhadap akses informasi,
2) Mengembangkan keterampilan dasar, dan 3) Adanya partisipasi
masyarakat. Keterbukaan masyarakat terhadap akses informasi
memberikan modal awal bagi masyarakat untuk mendapatkan
informasi dalam membangun pengetahuannya. Sementara itu,
keterampilan dasar (Skill) merupakan kompetensi pokok yang mesti
terus ditingkatkan, sehingga memungkinkan masyarakat untuk dapat
mengembangkan diri dan berkompetisi dalam persaingan global. Serta
dengan adanya partisipasi masyarakat akan memberikan penguatan
dalam membangun masyarakat berpengetahuan sehingga dapat
memberikan dorongan internal individu untuk terus memberikan
kontribusi dalam membangun masyarakat berpengetahuan.

Untuk membangun masyarakat yang berpengetahuan
diperlukan proses manajemen pengetahuan selanjutnya kita sebut

Bab 2 Knowledge Management Models 25

dengan knowledge management yang berkelanjutan dan memang
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun pertanyaannya adalah
bagaimana kita membangun masyarakat yang berpengetahuan
melalui manajemen pengetahuan (knowledge manegement) secara
efektif dan efesien di era Revolusi Industri 4.0 saat ini. Efektif
dalam arti bahwa konsep masyarakat yang berpengetahuan dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri dan juga bagi
kemajuan kehidupan manusia. Sedangkan efisien adalah biaya yang
dikeluarkan sedikit tetapi mempunyai nilai manfaat yang besar. Oleh
karenanya diperlukan model knowledge management baik secara
konseptual maupun strategik di dalam mencapainya. Ada beberapa
model knowledge management yang dapat ditempuh dalam rangka
menciptakan masyarakat yang berpengetahuan diantaranya; Model
manajemen pengetahuan dari Choo (1998), Weick (2001), Nonaka
dan Takeuchi (1995), Wiig (1993), Von Krogh dan Roos (1995), Boisot
(1998), Beer (1984), dan Bennet dan Bennet (2004). Semua model
menyajikan perspektif yang berbeda pada elemen konseptual utama
yang membentuk infrastruktur manajemen pengetahuan. Bab ini
menjelaskan, membandingkan, dan membedakan setiap model untuk
memberikan pemahaman dan referensi tentang disiplin knowledge
management. 

B. Pendekatan Pengembangan Model Knowledge Management

Sebelum membahas mengenai manajemen pengetahuan atau
KM (knowledge management), langkah awal yang harus kita lakukan
yaitu dengan mendeskripsikan mengenai pengetahuan, informasi
maupun data. Pertama, yang harus kita lakukan yaitu mulai dengan
mendefinisikan arti kata “pengetahuan”. Penting untuk memahami
apa yang merupakan pengetahuan dan apa yang termasuk dalam
kategori informasi atau data. Dalam bahasa sehari-hari, dalam
bidang tertentu, dan bahkan dalam rumpun ilmu yang sama, kata
“pengetahuan” seringkali memiliki beragam makna. Contohnya
terkadang kita menggunakan pengetahuan dalam sepanjang
waktu. Padahal yang kita maksud adalah keterampilan, sementara
di lain waktu kita berbicara tentang kebijaksanaan. Dalam buku ini,

26 Bab 2 Knowledge Management Models

penulis menggunakannya untuk merujuk pada informasi. Bagian dari
kesulitan mendefinisikan pengetahuan muncul dari hubungannya
dengan dua konsep lain, yaitu data dan informasi. Kedua istilah ini
sering dianggap sebagai denominasi pengetahuan yang lebih rendah,
tetapi hubungan yang tepat sangat bervariasi dari satu contoh ke
yang lain. Dalam rumpun ilmu yang lebih berorientasi teknologi,
khususnya yang melibatkan sistem informasi, pengetahuan sering
diperlakukan sangat mirip dengan informasi. Itu dilihat sebagai
sesuatu yang dapat dikodifikasikan dan ditransmisikan, di mana IT
memainkan peran penting dalam berbagi pengetahuan. Pandangan
sederhana tentang pengetahuan seperti ini tersebar luas pada tahun
90-an ketika teknologi informasi menjadi semakin umum. Namun
bahkan sampai saat ini, beberapa sistem knowledge management
sedikit lebih dari sistem manajemen informasi yang menggunakan
pengetahuan sebagai sinonim virtual untuk informasi.

Sebagai ilustrasi, Theirauf (1999) mendefinisikan tiga komponen
sebagai berikut: data adalah titik terendah, kumpulan fakta dan angka
yang tidak terstruktur; informasi adalah tingkat berikutnya, dan itu
dianggap sebagai data terstruktur; yang akhirnya pengetahuan
didefinisikan sebagai “informasi tentang informasi” (Garcia-
Valdecasas, 2015). Namun, semakin banyak orang melihat definisi
yang memperlakukan pengetahuan sebagai konsep yang lebih
kompleks dan pribadi yang menggabungkan lebih dari sekadar
informasi. Kamus online Longman memiliki satu definisi yang
mulai mendekati cara pengetahuan yang biasanya dianggap dalam
knowledge management. Dalam hal ini “informasi, keterampilan, dan
pemahaman yang kita peroleh dinyatakan melalui pembelajaran
atau pengalaman” (Sensuse and Cahyaningsih, 2017). Meskipun
masih terkait erat dengan informasi, konsep seperti keterampilan,
pemahaman, dan pengalaman mulai muncul ke permukaan. Di bawah
ini, penulis telah memasukkan definisi yang akan digunakan untuk
mendefinisikan data, informasi, dan pengetahuan.

Bab 2 Knowledge Management Models 27

Gambar 2.1 Perspektif definisi data, informasi dan knowledge

Data: Fakta dan angka yang menyampaikan sesuatu yang
spesifik, tetapi yang tidak diatur dengan cara apa pun dan yang
tidak memberikan informasi lebih lanjut mengenai pola, konteks,
dll. Saya akan menggunakan definisi untuk data yang disajikan
oleh Thierauf (1999): “fakta dan angka yang tidak terstruktur yang
memiliki dampak paling kecil pada manajer tipikal.”

Informasi: Agar data menjadi informasi, data harus
dikontekstualisasikan, dikategorikan, dihitung, dan dipadatkan
(Davenport and Prusak, 2000). Informasi dengan demikian
melukiskan gambaran yang lebih besar; ini adalah data dengan
relevansi dan tujuan. Ini dapat menyampaikan tren di lingkungan,
atau mungkin menunjukkan pola penjualan untuk periode waktu
tertentu. Pada dasarnya informasi ditemukan “dalam jawaban
atas pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata seperti siapa, apa,
di mana, kapan, dan berapa banyak” (Ackoff, 1999). TI biasanya
tidak ternilai dalam kapasitas mengubah data menjadi informasi,
khususnya di perusahaan besar yang menghasilkan sejumlah besar
data di berbagai departemen dan fungsi. Otak manusia terutama
diperlukan untuk membantu dalam kontekstualisasi.

28 Bab 2 Knowledge Management Models

Pengetahuan: Pengetahuan mempunyai hubungan erat dengan
melakukan dan menyiratkan pengetahuan serta pemahaman.
Pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing individu adalah produk
dari pengalamannya, dan meliputi norma-norma yang dengannya
dia mengevaluasi input baru dari lingkungannya (Shields, 2001).
Penulis akan menggunakan definisi yang disajikan oleh (Gamble
and Blackwell, 2001) berdasarkan erat pada definisi sebelumnya
oleh Davenport & Prusak: “Pengetahuan adalah pengalaman
berbingkai, nilai-nilai, informasi kontekstual, wawasan ahli, dan
intuisi yang membumi yang menyediakan lingkungan dan kerangka
kerja untuk mengevaluasi dan menggabungkan pengalaman dan
informasi baru. Ini berasal dan diterapkan dalam pikiran para ahli.
Dalam organisasi sering tertanam tidak hanya dalam dokumen atau
repositori, tetapi juga dalam rutinitas, praktik, dan norma organisasi.”
Agar knowledge management berhasil, seseorang perlu pemahaman
yang mendalam tentang apa yang merupakan pengetahuan (Sensuse
and Cahyaningsih, 2017).

Berdasarkan pembahasan di atas, sekarang kita telah menetapkan
batasan yang jelas antara pengetahuan, informasi, dan data, adalah
mungkin untuk melangkah lebih jauh dan melihat bentu-bentuk
di mana pengetahuan itu ada dan cara-cara berbeda untuk dapat
diakses, dibagikan, dan digabungkan. Knowledge management
pada dasarnya adalah tentang mendapatkan pengetahuan yang
tepat kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat. Ini sendiri
mungkin tidak tampak begitu rumit, tetapi ini menyiratkan ikatan
yang kuat dengan model dan konsep knowledge management dalam
memahami di mana dan dalam bentuk apa pengetahuan itu ada,
menciptakan proses yang menjangkau fungsi-fungsi organisasi,
dan memastikan bahwa inisiatif dapat diterima dan didukung oleh
anggota organisasi. Knowledge management juga dapat mencakup
penciptaan pengetahuan baru, atau mungkin hanya fokus pada
berbagi pengetahuan, penyimpanan, dan penyempurnaan. Untuk
diskusi dan definisi yang lebih komprehensif, penting untuk diingat
bahwa knowledge management bukan tentang mengelola pengetahuan

Bab 2 Knowledge Management Models 29

demi pengetahuan. Tujuan keseluruhan adalah untuk menciptakan
nilai, meningkatkan dan menyempurnakan aset pengetahuan untuk
memenuhi tujuan organisasi.

Di masa lalu, inisiatif yang gagal sering disebabkan oleh fokus
yang berlebihan pada alat dan sistem manajemen pengetahuan
primitif, dengan mengorbankan bidang lain. Sementara itu masih
benar bahwa knowledge management adalah tentang manusia dan
interaksi manusia, sistem knowledge management telah datang jauh
dan telah berkembang dari menjadi bagian opsional dari knowledge
management menjadi komponen penting. Saat ini, sistem seperti
itu dapat memungkinkan untuk menangkap pemikiran dan gagasan
yang tidak terstruktur, dapat membuat konferensi virtual yang
memungkinkan kontak dekat antara orang-orang dari berbagai
belahan dunia, dan sebagainya. Masalah ini juga akan dibahas di
seluruh situs website, dan khususnya di bagian strategi manajemen
pengetahuan. Sepanjang 1980-an dan 1990-an berbagai filosofi
peningkatan bisnis, pendekatan dan metodologi telah terus
dikembangkan. Perkembangan ini didasarkan pada berbagai
kombinasi praktik bisnis dan teori akademik. Contoh dari pendekatan
ini banyak sekali dan termasuk pembelajaran organisasi, organisasi
pembelajaran, manajemen kualitas total, rekayasa ulang proses bisnis,
dan lain-lain. Dari waktu yang lebih baru, terutama dalam dua hingga
tiga tahun terakhir, Knowledge management telah mulai muncul
sebagai bidang minat dalam praktik akademis dan organisasi. Literatur
mengungkapkan bahwa pengetahuan telah meningkat pesat terkait
dengan knowledge management yang mencakup berbagai disiplin
ilmu dan bidang yang menarik bagi akademisi dan praktisi. Misalnya,
pencarian lebih dari 100 situs web tentang knowledge management
(Dalkir, 2013) mengungkapkan berbagai minat, perspektif, dan isu
berikut yang heterogen: ekonomi, modal intelektual, pendekatan
teknik (sistem manufaktur fleksibel), aspek komputasi dan media
pengetahuan, studi organisasi (diinformasikan oleh antropologi,
sosiologi dll.), epistemologi (termasuk pembelajaran, kognisi terletak
dan psikologi kognitif), aspek-aspek lain dari klasifikasi dan definisi

30 Bab 2 Knowledge Management Models

yang diinformasikan oleh kecerdasan buatan, masalah sumber daya
manusia dll.

Banyak pertanyaan penting dan masalah muncul sehubungan
dengan knowledge management. Sebagai contoh, apakah ini merupakan
paradigma yang muncul di mana banyak untaian teori dan praktik
yang ada pada akhirnya dapat diintegrasikan secara menguntungkan,
atau apakah knowledge management menjadi sebuah gagasan dalam
pengembangan organisasi dan pembelajaran manajemen? Juga, apa
epistemologi yang mendasari knowledge management? Seperti yang
dipertanyakan oleh Richardson et al. (1987), apakah pengetahuan
didasarkan pada data ilmiah atau dikonstruksi secara sosial atau
campuran keduanya? Jawaban untuk pertanyaan ini memiliki implikasi
yang jauh dalam memilih pendekatan untuk mewujudkan dan
menyebarluaskan pengetahuan dalam organisasi karena pendekatan
transfer pengetahuan yang ada mungkin tidak cukup untuk menutupi
keragaman klasifikasi pengetahuan (Bawden, 2009a). Dalam bab
2 pada buku ini membahas mengenai suatu pemahaman saat ini
tentang model yang muncul dari knowledge management dengan
mengevaluasi secara kritis model manajemen pengetahuan yang
ada, sehingga penelitian dan pendekatan yang lebih baik di bidang
ini dapat dikembangkan dan diterapkan pada organisasi dan mereka
yang bekerja di dalamnya. Menurut (Debowski, 2006) terdapat 5
tahap pengembangan pengetahuan. Tahapan itu adalah:

1. Knowledge Sourcing. Disebut juga sebagai tahap awal yaitu
mengidentifikasi dari pengetahuan itu sendiri. Identifikasi
pengetahuan mempunyai tujuan untuk mengisi “gap” dari apa
yang diketahui dengan apa yang ingin diketahui.

2. Knowledge Abstraction. Tahapan ketika sumber-sumber
pengetahuan sudah mulai didapatkan, hal berikutnya adalah
mengadakan pemeriksaan untuk menarik pengetahuan yang
ada dari sumber pengetahuan tersebut.

3. Knowledge Conversion. Setelah mendapatkan ide dan prinsip
yang telah ditemukan dalam knowledge abstraction, akan

Bab 2 Knowledge Management Models 31

dirubah menjadi pengetahuan yang bisa didokumentasikan dan
bermakna.

4. Knowledge Diffusion. Tahap ini merupakan tahap dimana
pengetahuan yang ada disebarkan ke seluruh pengguna dan
bagian yang ada. Penyebaran bisa dilakukan dengan media
komunikasi, modeling dari praktik yang baru, dan demonstrasi
atau pelatihan prosedur tersebut. Tentunya explicit knowledge
akan lebih mudah untuk disebarkan dibandingkan dengan tacit
knowledge.

5. Knowledge Development and Refinement. Karena pengetahuan
merupakan hal yang dapat usang, maka tidak cukup sampai pada
penyebaran pengetahuan saja, namun pengetahuan pun harus
diperbaharui dan dikembangkan dari waktu ke waktu agar tetap
terbaru dan berguna.

Di awal pengembangan knowledge management, pertimbangan
yang lebih pragmatis tentang proses untuk memahami apa yang
menjadi kebutuhan dalam berorganisasi dan bermasyarakat, baik dari
manajemen pengetahuan, informasi, maupun data. Pendekatan yang
lebih holistik untuk knowledge management telah menjadi penting
sebagai sub-kompleks mengenai sifat pengetahuan yang dinamis
dan telah menjadi masalah yang lebih mendesak. Pengaruh budaya
dan kontekstual semakin meningkatkan kompleksitas yang terlibat
dalam knowledge management, serta faktor-faktor tersebut juga
harus diperhitungkan dalam model yang dapat menempatkan dan
menjelaskan konsep serta proses knowledge management. Akhirnya,
diperlukan pengukuran agar dapat memantau perkembangan menuju
pencapaian manfaat knowledge management yang diharapkan.
Pendekatan holistik ini mencakup semua jenis konten yang berbeda
dikelola, mulai dari data, informasi hingga pengetahuan, semua
model knowledge management disajikan dalam bab ini upaya untuk
membahas manajemen pengetahuan dari perspektif holistik dan
komprehensif.

32 Bab 2 Knowledge Management Models

C. Komponen Knowledge Management

Knowledge management merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang digunakan oleh organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan,
menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan
kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini
biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk
mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama,
peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi
yang lebih tinggi (Jennex and Olfman, 2006). Carl Davidson dan
Philip Voss mengatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya
merupakan bagaimana organisasi mengelola staf mereka dari pada
berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk teknologi informasi
(Carl Davidson and Philip Voss (2003).

Berdasarkan pengertian knowledge management dari beberapa
tokoh di atas, maka dalam mengelola knowledge management
setidaknya diperlukan beberapa pendekatan dalam mengelola
pengetahuan. Agar dapat menerapkan knowledge management dalam
organisasi, setidaknya terdapat beberapa komponen-komponen
dalam menyusun knowledge management. Dilip Bhatt seorang
konsultan knowledge management menuliskan dalam artikelnya
yang berjudul EFQM Excellence Model and Knowledge Management
Implications, yaitu terdapat tiga komponen knowledge management
yang terdiri dari (Bhatt, 2000) yaitu Manusia, Proses dan Teknologi.
Manusia: pengetahuan berada di dalam manusia dan akan ditransfer
ke manusia itu juga, jadi manusia adalah faktor utama dalam
penerapan keberhasilan knowledge management. Process: Proses
membantu untuk mengeksternalisasi (tacit menjadi explicit) yang
berhubungan dengan perubahan proses kerja, organisasi dan lain
sebagainya. Teknologi: Teknologi dalam hal ini berperan serta sebagai
enabler dalam knowledge management, dimana teknologi mempunyai
fungsi dalam capture, store, update, search dan re-use knowledge atau
yang sering kita kenal sebagai KMS (Knowledge Management System)
(Bawden, 2009b).

Bab 2 Knowledge Management Models 33

D. Model Knowledge Management

Pengetahuan manusia dimulai sejak manusia mengenal informasi,
kemudian informasi yang didapat selanjutnya diteruskan kepada
orang lain melalui komunikasi. Komunikasi berlangsung antara
manusia dengan manusia, baik itu komunikasi secara langsung
maupun tidak langsung. Kemudian, pengetahuan dan informasi
tersebut bergerak dinamis melalui organisasi dalam berbagai cara,
tergantung bagaimana organisasi memandangnya. Jika kita melihat
situasi saat ini, dimana hal yang pasti adalah ketidakpastian, maka
ada satu hal pasti yang akan menjadi sumber utama organisasi
untuk mendapatkan keberhasilan jangka panjang dan untuk tetap
kompetitif, hal tersebut adalah pengetahuan. Berikut ini penulis
menjelaskan mengenai model-model knowledge management.

1. The Nonaka and Takeuchi Knowledge Spiral Model (1995)

Model ini diperoleh setelah penelitian mengenai keberhasilan
beberapa perusahaan Jepang, tentang memperoleh kreativitas dan
inovasi. Mereka menemukan bahwa keberhasilan ini tidak datang
dari pemrosesan mekanis dari beberapa pengetahuan objektif, tetapi
dari unsur-unsur yang sangat subyektif (metafora dan simbol). Kedua
peneliti menyebutkan bahwa faktor utama perusahaan Jepang
berasal dari pendekatan yang lebih berorientasi pada tacit knowledge.
Budaya Barat mempertimbangkan pengetahuan dan elemennya
sebagai entitas yang terpisah. Sebaliknya, budaya oriental percaya
pada persatuan: umat manusia dan alam, tubuh dan pikiran, pribadi
sendiri dan orang lain.

Tacit Knowledge to Explicit
Knowledge

Tacit Knowledge Socializati Externalizat
from Combinati

Explicit Knowledge Internalizati

Gambar 2.2 The Nonaka And Takeuchi Model Of Knowledge
Conversion (Source: Nonaka and Takeuchi, 1995, p. 62.)

34 Bab 2 Knowledge Management Models

Nonaka dan Takeuchi menekankan perlunya mengintegrasikan
kedua jenis budaya, untuk mendapatkan instrumen yang lebih baik
(Nonaka and Takeuchi, 1995). Penciptaan pengetahuan selalu dimulai
di tingkat individu. Mulai dari pengetahuan pribadi, dimana sebagian
besar tacit knowledge/diam-diam, kemudian akan memperoleh
pengetahuan organisasi. Ketersediaan di setiap tingkat perusahaan
merupakan esensi dari model Nonaka. Penciptaan pengetahuan
terjadi sebagai kontinum di semua kompartemen organisasi. Menurut
model Nonaka dan Takeuchi, ada empat mode untuk mengkonversi
pengetahuan, yang mewakili “mesin” dari seluruh proses untuk
menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan organisasi
mewakili penguatan pengetahuan individu dan transformasinya
menjadi pengetahuan terapan umum. Gambar berikutnya menyajikan
tahapan yang terlibat dalam proses penciptaan pengetahuan.

Sosialisasi berarti berbagi pengetahuan dengan interaksi sosial
langsung. Hal ini juga, menyiratkan untuk saling memperoleh
pengertian. Hal ini merupakan salah satu bentuk pertukaran
pengetahuan yang paling sederhana, yaitu keadaan instingtual.
Dimana terdapat keuntungan terbesar dari sosialisasi maupun juga
kerugiannya.

Davenport dan Prusak menekankan bahwa: “Kompleksitas,
pengetahuan diam-diam (tacit knowledge), dikembangkan dan
diinternalisasi oleh orang yang memilikinya dalam jangka waktu
yang lama hampir tidak mungkin untuk direproduksi dalam
dokumen atau dalam data base” (Pauleen, 2017). Pengetahuan
semacam itu menggabungkan begitu banyak detail informasi
sehingga aturan yang mendefinisikannya tidak mungkin dipisahkan.
Ini mengarah pada gagasan bahwa proses memperoleh tacit
knowledge yang baru tidak terikat dengan bahasa melainkan pada
pengalaman dan kemampuan untuk mentransmisikannya. Proses
eksternalisasi menawarkan bentuk nyata dari tacit knowledge dengan
mengubahnya menjadi pengetahuan eksplisit. Karyawan mampu
mendefinisikan struktur pengetahuan dan menggunakan metode
tertentu untuk menerapkannya dalam keadaan tertentu pula. Setelah

Bab 2 Knowledge Management Models 35

dieksternalisasi, pengetahuan menjadi nyata dan permanen. Itu dapat
dengan mudah dibagikan dan disebarkan dalam organisasi. Seiring
dengan perkembangan digital saat ini, maka Sistem Manajemen
Konten, yang digunakan untuk membuat, mengelola, memperbarui,
mencari dan menerbitkan teks elektronik atau format media digital
lainnya secara komprehensif. Untuk identifikasi lebih lanjut, penting
untuk tidak kehilangan informasi tentang pembuat pengetahuan
selama konversi dari tacit knowledge ke eksplisit. Fase selanjutnya
dari konversi pengetahuan diwakili oleh kombinasi (eksplisit ke
eksplisit). Penulis memahami bahwa dengan menggabungkan proses
untuk menggabungkan karya pengetahuan untuk mendapatkan
bentuk pengetahuan baru. Tidak ada pengetahuan yang dibuat
dengan sendirinya karena hal tersebut merupakan kombinasi baru
atau representasi dari pengetahuan yang ada. Dengan demikian,
kombinasi terjadi ketika konsep diurutkan secara sistematis dalam
sistem pengetahuan. Internalisasi merupakan tahap terakhir dari
konversi pengetahuan (eksplisit ke tacit knowledge). Hal ini dapat
diwujudkan melalui difusi dan keterlibatan perilaku. Kita dapat
mengasosiasikan internalisasi dengan proses belajar dengan praktik.
Hal ini menyiratkan untuk mengubah atau mengintegrasikan
pengetahuan/pengalaman kita dalam model pengetahuan yang
diperoleh, akhirnya merumuskan kembali dalam konteks berbasis
pengetahuan yang berbeda. Tacit knowledge yang terakumulasi
pada tingkat individu harus disosialisasikan dengan anggota lain
yang menggambarkan penciptaan pengetahuan sehingga dapat
dikatakan bahwa hal tersebut bukan proses berurutan, cara inilah
yang kemudian disebut dengan pengetahuan spiral.

36 Bab 2 Knowledge Management Models

Dialogue

Socialization Externalization

Field Linking
Building Explicit
Knowled

Internalizati Combinati

on on
Learning by

Doing

Gambar 2.3 The Nonaka And Takeuchi Knowledge Spiral (Source:

Nonaka and Takeuchi, 1995, p. 71.)

Gambar 2.3 diatas menyajikan cara di mana organisasi
mengartikulasikan, mengatur dan mensistematisasikan individu
dalam tacit knowledge. Penulis menganggap bahwa langkah
yang paling sulit dalam spiral pengetahuan adalah mereka yang
menyiratkan perubahan dalam tipe pengetahuan: eksternalisasi dan
internalisasi. Karena membutuhkan cara untuk mewakili pemahaman
yang konsisten, sistematis dan logis, tanpa kontradiksi. Nonaka dan
Takeuchi menggambarkan kondisi yang memungkinkan terciptanya
pengetahuan organisasi:

1. Niat: diungkapkan oleh kehendak organisasi untuk memenuhi
tujuannya (merumuskan strategi dalam konteks bisnis)

2. Otonomi: situasi ketika individu bertindak otonom, menurut
beberapa spesifikasi minimum, yang tersirat dalam tim dengan
kemampuan mengatur diri sendiri

3. Fluktuasi dan kekacauan kreatif: kondisi spesifik yang merangsang
interaksi antara organisasi dan lingkungan luar

4. Redundansi: keberadaan informasi yang melebihi permintaan
operasional anggota organisasi

5. Variasi: keragaman internal yang menawarkan kepada setiap
karyawan akses cepat ke berbagai informasi

Bab 2 Knowledge Management Models 37

Model Nonaka dan Takeuchi telah terbukti menjadi salah satu yang
lebih kuat pada bidang knowledge management, dan terus diterapkan
dalam berbagai pengaturan. Salah satu kekuatan terbesarnya adalah
kesederhanaannya baik dalam hal memahami prinsip dasar model dan
dalam hal mampu dengan cepat menginternalisasi dan menerapkan
model knowledge management. Salah satu kekurangan utamanya
adalah, tidak cukup untuk menjelaskan semua tahapan yang terlibat
dalam pengelolaan pengetahuan. Model Nonaka dan Takeuchi
berfokus pada transformasi pengetahuan antara tacit knowledge dan
eksplisit, tetapi model tersebut tidak membahas masalah yang lebih
besar tentang bagaimana pengambilan keputusan terjadi dengan
memanfaatkan kedua bentuk pengetahuan tersebut.

2. The Von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology
(1995)

Model ini membawa perbedaan yang jelas antara pengetahuan
individu dan pengetahuan sosial secara epistemologis mengenai
knowledge management. Menurut model ini, aspek-aspek berikut
harus dianalisis yaitu: mengapa dan bagaimana pengetahuan itu
sampai kepada karyawan perusahaan, mengapa dan bagaimana
pengetahuan itu sampai ke organisasi, apa artinya pengetahuan
bagi karyawan/organisasi dan apa hambatannya untuk knowledge
management organisasi. Epistemologi kognitif melihat pengetahuan
organisasi sebagai sistem dengan karakteristik organisasi mandiri,
dimana melihat transparansi terhadap informasi yang berasal dari
luar. Dalam perspektif ini, otak dapat dianggap sebagai mesin yang
didasarkan pada logika dan deteksi, yang tidak memungkinkan
deklarasi yang berlawanan. Jadi, organisasi mengumpulkan informasi
dari lingkungannya, dalam proses yang logis. Dengan pencarian dan
kompetensi kognitif yang berbeda, cara tindakan yang mungkin
akan dihasilkan semuanya didasarkan pada mobilisasi sumber daya
kognitif individu. 

Model knowledge management Von Krogh dan Roos mempunyai
prinsip-prinsip pendekatan conexionist. Dalam model organisasi,
pengetahuan dapat ditemukan baik dalam pikiran orang-orang

38 Bab 2 Knowledge Management Models

maupun dalam hubungan di antara mereka. Jika dibandingkan
dengan pendekatan kognitif, yang melihat pengetahuan sebagai
entitas abstrak, maka ide-ide conexionist Von Krogh dan Roos
menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang memiliki pengetahuan
tanpa memahami pengetahuan itu sendiri (von Krogh and Roos,
1995). Model Von Krogh dan Roos sangat cocok dengan konsep tacit
knowledge. Krogh dan Roos meneliti sifat knowledge management
dari perspektif: karyawan, komunikasi, struktur organisasi, hubungan
antara anggota dan manajemen sumber daya manusia. Pendekatan ini
selanjutnya disempurnakan untuk mengidentifikasi model “aktivasi
pengetahuan”, sebelum memulai program knowledge management.
Aktivasi ini mengacu pada kegiatan organisasi yang secara positif
mempengaruhi penciptaan pengetahuan. Kegiatan ini dapat
meningkatkan hubungan manusia, dengan berbagi pengetahuan
lokal. Model knowledge management Von Krogh dan Roos dapat
dikatakan bahwa pendekatan conexionist tampaknya menjadi dasar
yang baik untuk model manajemen pengetahuan teoritis, terutama
karena fakta bahwa hubungan antara pengetahuan dan orang-orang
yang memilikinya dalam suatu organisasi.

3. The Choo Sense-Making KM Model (1998)

Model ini yang sangat baik untuk mengelola pengetahuan
berdasarkan elemen yang digunakan untuk menciptakan inferensi
keputusan secara optimal. Model Choo berpusat pada bagaimana
elemen informasi dipilih dan diperkenalkan dalam tindakan
perusahaan. Tindakan ini hasil dari konsentrasi dan penyerapan
informasi yang berasal dari lingkungan eksternal di setiap siklus,
diilustrasikan dalam Gambar 2.4:

Bab 2 Knowledge Management Models 39

experience Sense
Making

Knowledge Decision
Creating Making

Goal-directed

Gambar 2.4: Model manajemen pengetahuan “Choo” (Choo,
1998)

Selama fase identifikasi kita akan menentukan prioritas yang
digunakan untuk penyaringan informasi. Di tingkat individu,
interpretasi umum akan dibangun dari pertukaran informasi,
dikombinasikan dengan pengalaman sebelumnya (Choo, 1996). Weick
mengusulkan sebuah teori di mana ia mencoba menggambarkan
bagaimana kekacauan dapat ditransformasikan dalam proses yang
jelas dengan berbagi interpretasi individu. Penciptaan pengetahuan
dapat dirasakan sebagai transformasi pengalaman pribadi menjadi
pengetahuan melalui dialog dan berbagi. Elemen-elemen dari
model ini dapat ditemukan dalam teori-teori penting seperti: teori
permainan, perilaku ekonomi dan teori chaos. Kapasitas pikiran
manusia untuk merumuskan dan memecahkan masalah yang
kompleks itu cukup kecil dibandingkan dengan dimensi masalah, di
mana solusi diperlukan untuk perilaku rasional. Sebagai akibatnya,
orang-orang yang dihadapkan dengan tujuan yang ambigu dan
metode fuzzy untuk menggabungkan tindakan akan mencoba untuk
memenuhi tujuan-tujuan yang membutuhkan waktu cukup lama
dengan menggunakan sumber daya yang berada di bawah kendali
mereka. Biasanya, ketika pikiran kita dihadapkan dengan dunia yang

40 Bab 2 Knowledge Management Models

sangat rumit, ia akan membangun model mental yang sederhana
dan akan bertindak sesuai dengannya. Penulis menemukan elemen
kuat dari model Choo dalam pendekatan holistik dari proses-proses
utama mengenai manajemen pengetahuan, dengan perluasan ke area
keputusan, yang sering hilang dalam model manajemen pengetahuan. 

Choo (1998) telah menggambarkan model manajemen
pengetahuan yang menekankan pembuatan akal (Weick and Sutcliffe,
2001), penciptaan pengetahuan (Nonaka and Takeuchi, 1995) dan
pengambilan keputusan (berdasarkan, di antara konsep-konsep lain,
rasionalitas terbatas; lihat (Simon and Newell, 1958)). Model KM
Choo berfokus pada bagaimana elemen-elemen informasi dipilih
dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tindakan organisasi. Tindakan
organisasi dihasilkan dari konsentrasi dan penyerapan informasi dari
lingkungan eksternal ke dalam setiap siklus berturut-turut, seperti
yang diilustrasikan dalam Gambar 2.4. Setiap fase, pembuatan akal,
penciptaan pengetahuan, dan pengambilan keputusan, memiliki
rangsangan atau pemicu dari luar. Pada tahap pembuatan akal,
seseorang mencoba memahami informasi yang mengalir dari
lingkungan eksternal. Prioritas diidentifikasi dan digunakan untuk
menyaring informasi. Individu membangun interpretasi umum
dari pertukaran dan menegosiasikan fragmen informasi yang
dikombinasikan dengan pengalaman mereka sebelumnya.

Penciptaan pengetahuan dapat dipandang sebagai transformasi
pengetahuan pribadi antara individu melalui dialog, wacana, berbagi,
dan bercerita. Pada tahap ini diarahkan oleh visi pengetahuan
“sebagaimana adanya” (situasi saat ini) dan “menjadi” (masa depan,
keadaan yang diinginkan). Dalam memproduksi pengetahuan,
dapat memperluas spektrum pilihan potensial dalam pengambilan
keputusan dengan memberikan pengetahuan baru dan kompetensi
baru. Hasilnya yaitu dapat di optimalkan melalui proses pengambilan
keputusan dengan strategi inovatif yang memperluas kemampuan
organisasi untuk membuat informasi, keputusan rasional. Choo
(1998) menggunakan model Nonaka dan Takeuchi (1995) untuk dasar
teoretis penciptaan pengetahuan. Pengambilan keputusan terletak

Bab 2 Knowledge Management Models 41

pada model pengambilan keputusan rasional yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif dengan memproses
informasi dan pengetahuan yang dikumpulkan hingga saat ini.

4. The Wiig Model for Building and Using Knowledge (1993)

Model ini berfokus terhadap 3 kondisi yang dibutuhkan dan
disiapkan untuk sebuah organisasi agar dapat mengoptimalisasikan
suatu keberhasilan didalam proses bisnis, dimana membutuhkan
sebuah bisnis (barang atau jasa) dan pelanggan (customer), sumber
daya (tenaga kerja, materi, dan fasilitas), dan mempunyai kemampuan
untuk bertindak (Wiig, 1997). Adapun tahapan-tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:

• Build (membangun). Pada tahap ini merupakan tahap awal yang
dilakukan oleh sebuah organisasi, tahap ini sering disebut sebagai
pondasinya sebuah organisasi ketika membangun sebuah
pengetahuan. Pada tahap ini organisasi membuat skema atau
pondasi untuk memberitahukan kepada semuanya mengenai
apa-apa saja yang harus dilakukan organisasi ketika proses
pembagunan sistem seperti kegiatan memperoleh, menganalisis,
menciptakan, dan mengatur pengetahuan baru maupun yang
sudah ada untuk memenuhi kebutuhan dari organisasi.

• Hold (memegang). Pada Tahap ini menjelaskan mengenai
bagaimana langkah perusahaan atau organisasi untuk
memperoleh informasi yang mereka butuhkan.  Pada tahap
ini, perusahaan harus melihat kembali skema yang sebelumnya
mereka buat untuk menunjukkan apakah proses dalam
memperoleh informasi yang mereka lakukan benar atau justru
proses yang mereka lakukan berada di jalur yang salah. Dengan
adanya tahap ini organisasi nantinya dapat memperoleh informasi
yang benar-benar mereka butuhkan.

• Pool. Pada tahap ini, organisasi yang telah memperoleh
informasi penyimpanan informasi, maka jika organisasi tersebut
menginginkan untuk mempergunakan informasi yang telah
mereka miliki hanya tinggal mencarinya di tempat penyimpanan
informasi yang telah disediakan.

42 Bab 2 Knowledge Management Models

• Use. Pada tahap ini setelah informasi yang mereka butuhkan
terpenuhi, maka organisasi mempergunakan informasi tersebut
dalam kinerja operasional mereka.

Gambar 2.5 Metode Wiig KM Cycle (Wiig, 1993)

Pendekatan model knowledge management Wiig (1993)
mempunyai prinsip sebagai berikut: agar pengetahuan menjadi
berguna dan berharga, harus diatur. Pengetahuan harus diatur secara
berbeda tergantung pada penggunaan pengetahuan yang akan
dibuat. Misalnya, dalam model mental kita sendiri, kita cenderung
menyimpan pengetahuan dan pengetahuan kita dalam bentuk
jaringan semantik. Kita kemudian dapat memilih perspektif yang
sesuai berdasarkan tugas kognitif yang dihadapi. Pengetahuan yang
diatur dalam jaringan semantik dapat diakses dan diambil dengan
menggunakan jalur entri ganda yang memetakan ke berbagai
tugas pengetahuan yang harus diselesaikan. Beberapa dimensi
yang berguna untuk dipertimbangkan dalam model knowledge
management Wiig meliputi: (1) kelengkapan, (2) keterhubungan, (3)
kongruensi, dan (4) perspektif dan tujuan. Kelengkapan membahas
pertanyaan tentang seberapa banyak pengetahuan yang relevan
tersedia dari sumber yang diberikan. Sumber dapat berupa pikiran
atau pengetahuan manusia. Keterhubungan mengacu pada
hubungan yang dipahami dengan baik dan didefinisikan antara
objek pengetahuan yang berbeda. Basis pengetahuan dikatakan
memiliki kongruensi ketika semua fakta, konsep, perspektif, nilai,
penilaian, dan hubungan asosiatif dan relasional antara objek-
objek pengetahuan konsisten. Perspektif dan tujuan merujuk pada

Bab 2 Knowledge Management Models 43

fenomena di mana kita “mengetahui sesuatu” tetapi seringkali dari
sudut pandang tertentu atau untuk tujuan tertentu. Model knowledge
management Wiig melanjutkan untuk mendefinisikan berbagai
tingkat internalisasi pengetahuan. Pendekatan Wiig dapat dilihat
sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari kuadran keempat Nonaka
dan Takeuchi, internalisasi. Tabel 2.1 secara singkat mendefinisikan
masing-masing level ini. Secara umum, ada kontinum internalisasi,
dimulai dengan tingkat terendah, pemula, yang “tidak tahu dia tidak
tahu” yang bahkan tidak memiliki kesadaran bahwa pengetahuan
itu ada dan meluas ke tingkat penguasaan di mana ada adalah
pemahaman yang mendalam bukan hanya tentang pengetahuan,
tetapi pengetahuan, bagaimana, mengapa dan mengapa (yaitu, nilai,
penilaian, dan motivasi untuk menggunakan pengetahuan).

Level Type Description

1 Novice Barely aware or not aware of the knowledge and
how it can be used.

2 Beginner Knows that the knowledge exists and where to get
it but cannot reason with it.

3 Competen Knows about the knowledge, can use and reason
with the knowledge given external knowledge bases
such as documents and people to help.

4 Expert Knows the knowledge, holds the knowledge in
memory, understands where it applies, reasons with
it without any outside help.

5 Master Internalizes the knowledge fully, has a deep
understanding with full integration into values,
judgments, and consequences of using that
knowledge.

Tabel 2.1 Wiig KM Model—Degrees Of Internalization

Wiig (1993) juga mendefinisikan tiga bentuk pengetahuan:
pengetahuan publik, keahlian bersama, dan pengetahuan pribadi
pada Tabel 2.2. Pengetahuan publik adalah pengetahuan eksplisit,
diajarkan, dan secara rutin dibagikan yang umumnya tersedia di
domain publik. Keahlian bersama adalah aset pengetahuan eksklusif
yang dimiliki secara eksklusif oleh pekerja pengetahuan dan


Click to View FlipBook Version