The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by smpn2kalikajar, 2022-10-11 03:33:38

GEMPITA ANAK NUSANTARA

GEMPITA ANAK NUSANTARA

Keywords: GEMPITA ANAK NUSANTARA

Brytje Kapa’ Geradus, Umah Masumah, dkk

Brytje Kapa’ Geradus – Umah Masumah – Arina Uli
Prudence Patricia – Yulianti Samara – Ariek Hapsari
Bagus Madung – Margoyani – Astuti Soetoro - Iin Jeffry

Aisyah Ghoziyah Azka – M. Asyroful Haromain
Dyse Nursa – Sulis Ari – Nur Widayati – Chika Ssi- Endah

Triwiyati S.Pd.- Nur Azizah

Dd Publishing
2022

Gempita Anak Nusantara

Penulis: Brytje Kapa’ Geradus, Umah Masumah, dkk
Copyright © Brytje Kapa’ Geradus, Umah Masumah, 2022
Editor: Titik Nurcahyanti, S. Rama
Tata Letak: Lia Susanto
Desain Sampul: Annisa Budiastuti
Ilustrasi: Canva design

ISBN
---
Cetakan Pertama: Mei 2022
14 x 20 cm, vi + 189 halaman

Diterbitkan Oleh:

Dd Publishing
Siak Sri Indrapura, Riau
[email protected]

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara
apa pun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk
fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii

Daftar Isi

Kawanku Darma ………. 1
Brytje Geradus

Amar dan Amir ………. 8
Umah Masumah

Sop Buah C-19 ………. 14
Astuti Soetoro

Puasa Itu Ibadah ………. 22
Arina Uli

Fita Anak Istimewa ………. 30
Endah Triwiyati S.Pd

Dina si Rambut Jagung ………. 37
Nur Azizah

Ada Banyak Kesan di Pulau Bali ………. 45
Arina Uli

Serunya Berkemah ………. 55
Yulianti Samara

Tas Idaman ………. 65
Siti Nurhikma

Tya si Pemberani ………. 71
Brytje Geradus

Petualangan di Desa Kakek ………. 78
Ariek Hapsari

iii

Liburan Haki sang Karateka Cilik ………. 87
Bagus Madung

Devarno si Mutiara Hitam ……….. 96
Chika Ssi

Liburan Arini ……….104
Margoyani

Lompat Batu ………. 112
Dyse Nursa

Kejutan Saat Liburan ………. 122
Prudence Patricia

Juz 27 Fatihah ………. 131
Sulis Ari

Tarian Juara ………. 140
Dyse Nursa

Perjuangan Meraih Impian ……….. 149
Nur Widayati

Sepeda Lapian Kornel ……….. 159
Brytje Geradus

Jika Bisa Kenapa Tidak ………… 164
Aisyah Azka

Bintang pun Bersinar ……….. 173
Iin Jeffry

Tania ……….. 182
M. Asyroful Haromain

iv

Prakata

Alhamdulillah, buku yang berisi cerita tentang
pengalaman sehari-hari ini sudah hadir di tengah kita.

Banyak peristiwa yang terjadi di seputar
kehidupan kita. Banyak juga pengalaman yang menarik
dan seru. Mungkin kalian juga pernah mengalami
kejadian yang mengasyikan. Beberapa di antaranya
sangat mengesankan, kan?

Semua kisah di dalam buku ini berisi tentang
berbagai kejadian di sekolah, ketika berlibur,
bermain, ikut lomba, dan lain sebagainya. Kalian akan
menemukan banyak cerita yang seru dan memikat.
Siapa tahu cerita itu pernah dialami, tetapi mungkin
juga belum pernah.

Meskipun merupakan kejadian sehari-hari, ada
pesan-pesan moral yang indah di akhir cerita, loh.

Seperti apakah itu?
Yuk, buka halaman-halaman berikut. Kita buka
wawasan tentang kehidupan lewat kisah-kisah
istimewa di dalamnya.
Selamat membaca.

Penulis

v

vi

Kawanku Darma

Brytje Geradus

Clairev /Canva for Education, Skechify/Canva for Education, Kate Danielle Creative/Canva for Education, Irkurniadi/Canva for
Education,

“B u, Darma pergi dulu,” kata Darma sambil
mencium punggung tangan Ibu yang masih
penuh terigu.

“Hati-hati di jalan, ya, Nak,” kata Ibu sambil
memandangi Darma yang bergegas mengambil sepeda,

1

lalu pergi ke sekolah. Ibu melanjutkan menggoreng
donat pesanan Bu Yani.

***
Bel sekolah sudah berbunyi ketika Darma tiba
di depan pintu gerbang sekolah. Sebelum memarkir
sepeda, ia melihat kawan-kawannya sudah berbaris di
depan kelas. Ia memarkir sepedanya di tempat parkir.
Ibu Guru berdiri di depan pintu menyambut
anak murid, memeriksa kuku, rambut, dan kerapian
pakaian murid kelas 5.
Darma berlari dan berdiri di barisan paling
belakang. Masih terengah-engah, ia menyalami Bu
Fatma, wali kelas 5.
“Ibu rapikan jilbabmu, ya, Nak,” kata Bu Fatma
saat melihat ujung jilbab yang dikenakan Darma
terselip di antara kerah baju. Bu Fatma juga
membersihkan tepung yang lengket di pipi dan ujung
hidung Darma.
“Ibu perhatikan, beberapa hari ini Darma selalu
datang terlambat, ya?”
“Iya, Bu,” jawab Darma dengan suara pelan
sambil menunduk.
Ibu Fatma merasa Darma tidak mau ditanya
lebih lanjut.

2

“Masuklah, Nak,” kata Bu Fatma.
Setelah Darma masuk kelas, pintu pun ditutup
oleh Bu Fatma. Pelajaran akan segera dimulai.

***
“Darma!”
Saat mendengar panggilan dari arah belakang,
Darma berpaling. Ia tahu itu pasti Cece, sahabatnya.
Anak perempuan berkulit putih dan bermata sipit itu
berjalan mendekati Darma.
“Ada apa, Ce?”
“Dar, entar sore kita ke rumah Tommy, yuk,
ngerjaain PR yang dikasi Bu Guru!” ajak Cece.
“Iya. Tunggu aku di rumahmu, ya,” kata Darma
bergegas menarik sepedanya dari tempat parkir.
“Ya, hati-hati, ya, Dar!” teriak Cece ketika
Darma mengayuh sepeda melewatinya.
Cece memperhatikan Darma. Sahabatnya itu
seperti sedang terburu-buru. Biasanya, mereka pergi
dan pulang sekolah bersama. Namun, beberapa hari ini
Darma selalu terlambat tiba di sekolah dan buru-buru
pulang ke rumah jika pelajaran telah usai.

***
Cece menunggu Darma yang berjanji akan
mengerjakan PR kelompok di rumah Tommy. Setelah

3

lama menunggu, Darma tak juga muncul. Cece
mengayuh sepeda menuju kompleks perumahan Darma
yang bersebelahan dengan kompleks ruko milik
keluarga Cece.

Tiba-tiba, ia melihat dua anak laki-laki sedang
menghadang Darma.

“Hei, mau apa kalian?” seru Cece.
“Ce, tolong! Mereka akan merampas sepedaku,”
kata Darma sambil terus mempertahankan sepedanya.
Cece turun dari sepeda dan berdiri menghadap
kedua anak itu dengan kuda-kuda zomen1. Anak kecil
keturunan Tionghoa itu pemegang sabuk hitam kempo.
Ia tidak takut menghadapi dua anak laki-laki
seusianya itu.
Seorang anak maju dan memukul Cece. Saat
melihat gerakan anak itu, Cece melakukan tangkisan
uchi uke2, lalu melakukan tendangan mawashi geri3.
Anak itu jatuh tertelungkup. Ketika melihat temannya
jatuh, anak yang satunya lari, diikuti temannya yang
sudah berdiri.

1 Zomen: kuda-kuda dengan posisi kedua kaki dibuka
2 Uchi uke: tangkisan ke dalam dengan lengan bagian dalam
3 Mawashi geri: tendangan melingkar kea rah tulang rusuk

4

“Terima kasih, ya, Ce. Kalau kau tak cepat
datang, mungkin aku sudah kehilangan sepeda,” kata
Darma. “Aduh, aku lupa membawa buku Matematika
yang aku pinjam kemarin.”

Cece tersenyum sambil mengatakan tidak
masalah. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan
ke rumah Tommy.

Di perjalanan, Cece menanyakan penyebab
Darma sering datang terlambat.

“Bi Uma yang biasa membantu Ibu di warung,
pulang kampung karena ada keluarganya yang
meninggal,” kata Darma. “Jadi, aku membantu
membersihkan warung sebelum pelanggan datang.
Tadi aku buru-buru pulang karena Ibu punya pesanan
kue 150 dus. Aku membantu memasukkan kue yang
akan diantar pukul tiga tadi,” lanjut Darma.

Setelah mengerjakan PR, Cece mengantar
Darma pulang ke rumahnya, sekalian mengambil buku
Matematika yang dipinjam Darma.

“Masuk dulu, Nak,” kata ibu Darma
mempersilakan.

Cece melihat masih ada empat orang pengunjung
warung yang duduk menikmati kopi dan pisang goreng
serta tahu isi yang masih hangat.

5

Suara azan Magrib berkumandang dari surau
seberang warung. Darma dan ibunya besiap-siap untuk
salat.

“Ce, enggak apa, kan, aku tinggal dulu? Aku mau
salat,” kata Darma.

“Iya, silakan. Biar aku nunggu di warung, sekalian
jagain warung,” kata Cece sambil melihat empat
pengunjung warung yang belum juga bergerak.

“Terima kasih, ya, sudah menjaga warung kami,”
kata ibu Darma ketika selesai salat.

“Ce, ini bukunya. Terima kasih, ya, sudah
dipinjamkan,” kata Darma sambil menyodorkan buku
Matematika Cece.

“Sama-sama, Tante dan Darma. Aku pamit
pulang, ya,” kata Cece sambil mengambil buku yang
disodorkan Darma.

Cece berjalan menuju sepedanya yang
terparkir, kemudian mengayuh sepeda itu pulang ke
rumah. []

6

Tentang Penulis

Brytje Kapa’ Geradus punya
hobby membaca dari kecil. Buku
solo pertamanya terbit berjudul
Jejak Persahabatan, Dongeng
Fabel. Tidak kurang dari tiga
puluh antologi bersama berbagai
komunitas telah diterbitkan.
Berkontribusi dalam “Negeri Sejuta Dongeng”,
“Pelangi Dunia Anak”, dan “Tanah 1000 Satwa.” Buku
antologi dongeng anak yang best seller, menginspirasinya
membuat buku solo untuk bacaan anak-anak. Berniat
mengenalkan dan memajukan literasi lewat karya-karyanya.
Brytje bisa di-follow di instagramnya
@brytjegeradus atau Facebook Brytje Geradus
https://www.facebook.com/brytje.geradus.

7

Amar dan Amir

Umah Masumah

A mar dan Amir adalah anak kembar. Wajah
mereka hampir sama, tetapi tubuh Amar
sedikit lebih tinggi dibanding Amir. Mereka adalah
saudara kembar yang kompak, aktif, dan ceria.
Mereka selalu bersama, termasuk pulang dan pergi ke
sekolah.

8

Namun, ada yang berbeda seminggu ini. Amir
tampak murung dan tidak mau pergi dan pulang
bersama dengan Amar. Ada apa dengan Amir?

Ternyata Amir merasa rendah diri. Ia merasa
tidak memiliki prestasi yang bisa dibanggakan seperti
sang kakak, Amar. Amar lebih unggul dalam segala
bidang, ia juara kelas dan menjadi idola di sekolah.
Amar memang tampan, pintar, dan ramah kepada siapa
pun.

Amir semakin cemburu dengan kakak
kembarnya itu ketika ia tahu jika Amar terpilih
mewakili sekolah dalam olimpiade matematika tingkat
nasional.

***
Bunda menangkap perilaku Amir yang mulai
berubah terhadap Amar, tetapi Bunda belum
menegurnya karena masih sibuk memasak.
Pagi itu Bunda sedang sibuk menyiapkan
sarapan roti panggang untuk Amar dan Amir. Tiba-
tiba Amir mengambil tas ranselnya yang terletak di
kursi makan dengan kasar. Amir tidak hanya
mengambil dengan kasar, matanya menatap sinis ke
arah Amar.

9

Saat Amir memakai tas ransel di punggung, tas
tersebut mengenai mata kiri Amar yang sedang duduk
di meja makan dan asyik melahap roti panggang.

“Aduh, sakit” teriak Amar kesakitan.
Namun, Amir tidak meminta maaf dan berjalan
keluar rumah tanpa pamit.
“Amir!” teriak Bunda.
Amir tak menjawab. Bunda pun mengejar
langkah Amir dan merangkul bahunya.
“Amir kenapa Nak? Bunda perhatikan akhir-
akhir ini sering berlaku tidak baik ke Kak Amar?”
tanya Bunda.
Amir tak menjawab dan menghempaskan
tangan Bunda. Bunda berusaha sabar dan kembali
merangkul Amir. Pelukan hangat Bunda akhirnya
melunakkan kemarahan Amir. sambil terisak Amir
berkata dalam pelukan bunda.
“Amir cemburu sama Kak Amar, Bun. Semua
guru dan teman memuji Kak Amar yang pintar dan
berprestasi. Padahal kan kami saudara kembar,”
jawab Amir.
Bunda melepaskan pelukannya perlahan dan
tersenyum manis ke arah Amir.

10

“Allah pilih kasih, ya, Bunda? Amir tidak punya
prestasi apa pun yang bisa dibanggakan,” jawab Amir
dengan wajah sedih.

“Allah Mahabesar dan tidak pilih kasih, Nak.
Lihatlah ciptaan-Nya, tidak ada satu pun yang sama
persis sekalipun mereka kembar. Hmm … coba, deh,
Amir ingat-ingat hobi Amir apa?”

Mata Amir menerawang dan mencoba
mengingat-ingat apa yang paling ia sukai.

“Menggambar,” jawab Amir.
Bunda pun tersenyum dan berkata, “Mulai hari
ini, Amir rajin dan serius menggambar, ya. Gambarlah
apa saja yang baik dan indah yang Amir sukai, nanti
Bunda carikan tempat les menggambar yang cocok
buat Amir.”
Amir pun mengangguk dan Bunda menarik
lembut lengan Amir dan menyuruhnya untuk meminta
maaf ke Amar.
“Kak Amar, maafkan Amir, ya, karena sudah
bersikap tidak baik,” kata Amir tertunduk malu
sambil mengulurkan telapak tangan kanannya.
Amar tersenyum ramah dan membalas jabat
tangan adik kembarnya.

11

Sejak itu mereka kembali menjadi saudara
kembar yang tidak hanya kompak, tetapi saling
mendukung dan menyemangati.

Amar semakin rajin belajar dan berdoa agar
diberikan kemudahan dalam menghadapi olimpiade
matematika. Amir pun demikian, dia semangat
menggambar hal-hal baik dan indah.

Guru les Amir tertarik dengan sebuah gambar
pemandangan alam yang dilukis Amir dan tanpa
sepengetahuan Amir beliau mengikutsertakan gambar
itu dalam lomba menggambar anak tingkat nasional.

Lukisan pemandangan alam pedesaan hasil
karya Amir mendapat peringkat kedua. Amir bahagia,
ia semakin percaya diri karena telah menemukan
bakatnya hingga memiliki prestasi yang
membanggakan. Namun Amir tetap rendah hati
seperti sang kakak.

Bunda pun tersenyum manis dan bersyukur,
karena Allah Swt. telah memberikan anak-anak
seperti Amar dan Amir yang sehat, ceria, sholeh, dan
berprestasi. []

12

Tentang Penulis

Masumah, Lulusan Sarjana Ekonomi
Syariah di STEI Tiara Jakarta.
Tahun 1996 menjuarai lomba
menulis anak peringkat ke dua,
dalam rangka Study Wisata Sea
Word Ancol & Museum Fatahillah
Jakarta, yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun 1998 menjadi
juara ke dua dalam kegiatan mengarang dan
mendongeng SEJABOTABEK tingkat SLTP, dalam
rangka Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, yang
diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI. Karya Solo
Perdana (Kisah di balik Senja), Antologi (The Shadow,
Simponi Patah Hati, Bandel, Negeri Sejuta Dongeng,
The Fantasy World, Perca rasa di Raga Cerita,
Darnier Amour, Bianglala di Ujung Senja, Di Balik
Tirai Hati). Facebook @umah.masumah

13

Sop Buah C-19

Astuti Soetoro

Sumber: Vector illustration design/Canva pro, Matthew Cole's Images/Canva pro

U jian akhir semester ganjil tengah berlangsung.
Walaupun suasana belajar di masa pandemi
belum normal sepenuhnya, proses belajar mengajar
sudah mulai diperbolehkan dengan sistem tatap muka
terbatas. Sekolah-sekolah sudah mulai membuka
kegiatan belajar mengajar meskipun tiga jam saja.

14

Anak-anak harus tetap menjalankan protokol
kesehatan dengan patuh. Mereka diwajibkan memakai
masker, membawa hand sanitizer, rajin mencuci
tangan, dan selalu mengecek suhu badan sebelum
masuk sekolah.

Tito tiba di sekolah dengan wajah semringah.
Dia tampak bersemangat sekali memasuki kelas
karena hari ini Tito dapat berjumpa lagi dengan
kawan-kawannya setelah sekian lama belajar melalui
daring.

“Hai, Kawan-kawan! Kalian sudah siap
mengerjakan ujian hari ini?” tanya Tito.

“Siap, dong!” balas Rudi, teman sebangku Tito.
Tito mengerjakan soal-soal ujian dengan tenang.
Dia telah mempersiapkan diri dengan belajar yang
rajin. Ayah dan Ibu juga selalu menemani Tito, Kak
Tita, dan Temi—adiknya—saat belajar di rumah.

***
Usai pembagian rapor, pengumuman libur
sekolah semester 1 disampaikan oleh wali kelas IV SD
Negeri Suka Makmur. Sekolah libur selama dua pekan.
Semua bersukacita menyambut liburan.
“Libur tlah tiba, libur tlah tiba, hatiku
gembira.” Terdengar suara Kak Tita menyanyikan

15

syair lagu milik Tasya. Dengan wajah gembira dia
bernyanyi sambil berputar-putar.

Liburan memang telah tiba, tetapi Tito dan
teman-teman sekolahnya mendapatkan tugas untuk
kegiatan pengisi liburan dari Ibu Guru. Tugasnya kali
ini adalah berjualan sebagai tambahan dari mata
pelajaran life skills.

Tito harus mempersiapkan semuanya dari modal
awal berjualan, membeli bahan-bahan perlengkapan
jualan, kemudian harus mencatat keuntungan dari
penjualannya selama seminggu. Tidak ketinggalan
juga, tugas itu harus didokumentasikan melalui foto
dan video.

“Aku pusiiing!” teriak Tito dari kamarnya.
Ibu yang mendengar teriakan Tito berlari
tergopoh-gopoh menghampiri.
“Ada apa, Tito? Kenapa kamu berteriak?” sahut
Ibu kaget.
“Ibu, aku dapat tugas dari Ibu Guru. Aku harus
berjualan. Kan, aku malu, Bu,” sungut Tito kesal.
“Ya Allah, Tito. Kamu ini kenapa, sih, selalu
mengeluh setiap ada tugas dari sekolah? Kamu, kan,
bisa minta tolong diajari kakakmu, Ayah, atau Ibu

16

kalau ada kesulitan,” ucap Ibu kepada Tito yang masih
cemberut.

“Ibu, tugas kali ini aku perlu bantuan Ibu untuk
meminjami modal berjualan,” ucap Tito lagi.

“Memangnya sudah dipikirkan mau berjualan
apa?” tanya Ibu.

“Belum, Bu.” Tito menggeleng dan menggaruk
kepalanya yang tak gatal.

“Ya, sudah. Sekarang Tito bantu Ibu dulu di
dapur menyiapkan sop buah kesukaanmu!” ajak Ibu.

Dengan gontai Tito mengikuti Ibu ke dapur. Dia
membantu Ibu memotong buah-buahan.

Saat sedang membantu memotong buah-buahan,
Tito jadi tebersit ide untuk berjualan sop buah saja.
Selama ini Tito dan keluarga memang sangat suka sop
buah buatan Ibu yang enak dan segar. Ibu pun
mendukung ide Tito berjualan sop buah.

Akhirnya, dengan dibantu oleh Ibu, Kak Tika,
dan Temi, Tito mempersiapkan semua perlengkapan
dan bahan-bahan untuk berjualan sop buah.

Pagi hari, Tito diajak Ibu ke pasar untuk
membeli buah-buahan, ada apel, anggur, buah naga,
mangga, alpukat, dan melon. Tito juga membeli susu
full cream dan gula. Tak lupa mangkuk plastik untuk

17

tempat sop buahnya. Tito juga membuat es batu yang
disimpannya di freezer. Semuanya dicatat dengan
rapi di buku, lengkap dengan harganya. Total
pengeluaran modal awal Tito seluruhnya sebanyak 150
ribu rupiah.

Tito jadi bersemangat karena tugasnya kali ini
membuatnya senang, yaitu berjualan sop buah
kesukaannya. Semua buah yang telah dibeli, dikupas
dan dipotong-potong berbentuk dadu, kecuali alpukat
yang dipotong menggunakan sendok saja. Setelah
selesai, semua ditata dalam wadah mangkuk plastik
sebelum dimasukkan ke lemari es untuk dijual pada
sore hari.

Kak Tita bertugas membantu mengambil foto
dan video saat Tito sedang bekerja.

“Kak, kita kasih nama apa, ya, sop buahnya?”
tanya Tito kepada Kak Tita.

“Bagaimana kalau namanya Sop Buah Covid?”
balas Tita sambil terbahak.

“Iiih, Kakak! Masa namanya begitu? Nanti yang
beli kabur semua, dong, ketakutan.” Tito bersungut.
Namun, dia juga tersenyum geli mendengarnya.

18

“Kalo Sop Buah C-19, bagus enggak, Kak?
Harganya semangkuk cukup sepuluh ribu saja,” usul
Tito.

“Bagus, oke juga namanya.” Kak Tita mengerling
sambil menunjukkan jari jempolnya.

Tito senang melihatnya.
Dengan bantuan Kak Tita, Sop Buah C-19 buatan
Tito dipromosikan melalui media sosial. Ternyata,
banyak yang merespons dan ingin membeli sop buah
tersebut.
Tito mengantarkan pesanan dengan sepedanya.
Total ada dua puluh lima mangkuk yang dipesan. Tito
senang sekali jualannya laku keras. Semua uang hasil
jualannya disimpan dan dicatat dalam buku. Hari
pertama, Tito mendapatkan keuntungan sebesar 100
ribu rupiah setelah dikurangi modal penjualan.
Para pembeli memberikan komentar yang
menyenangkan. Mereka mengatakan sop buah C-19
Tito sangat enak dan segar, sudah tentu sehat juga
bergizi. Tito dan Kak Tita membalasnya dengan
mengucapkan terima kasih karena telah memberikan
testimoni yang baik.
Rupanya, testimoni tersebut membuat pesanan-
pesanan berikutnya bermunculan. Tito dan Kak Tita

19

bersorak gembira. Terbayang uang yang akan
terkumpul besok dan seterusnya.

Ayah dan Ibu tersenyum bahagia melihat
kekompakan mereka.

Teknologi digital tak selamanya negatif. Jika
kita mampu menggunakannya dengan baik dan bijak,
akan menjadi alat penunjang yang membantu. []

20

Tentang Penulis

Astuti Soetoro terlahir dari
pasangan Alm. Soetoro dan
Wuryanti. Alumni Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Panca Sakti, Bekasi, ini
suka menulis dalam bentuk
quotes islami, cerpen, dan cerita anak.
Baginya, mengalirkan rasa pada setiap paragraf
demi paragraf lebih melegakan dari ribuan kata yang
terucap. Terlebih, menorehkan warna pada setiap
lembaran cerita membuat hidup menjadi lebih
memiliki arti dan itu sungguh menakjubkan. "Man
Jadda Wa Jadda", bahwa yang bersungguh-sungguh
pasti berhasil menjadi moto dalam hidup ibu satu
orang putra ini.

21

Puasa itu Ibadah

Arina Uli

Sketchify/ Canva for Educatin Jemastock/ bluering Media/canva for Education/Curvadesign

P ertengahan bulan keempat pada tahun 2021,
pandemi Covid-19 belum reda. Malah, di
beberapa tempat kasus penularan bertambah tinggi.
Shalom, murid kelas tiga sekolah dasar, masih harus
mengikuti pelajaran secara daring. Sering ia merasa

22

bosan dengan pelajaran melalui daring. Saat menatap
layar laptop berjam-jam, matanya pedih, memerah,
dan mengantuk.

“Shalom, ayo, semangat!” kata Ibu yang duduk
tidak jauh dari meja belajarnya. Ibu pun bekerja dari
rumah karena ada peraturan untuk tidak bekerja di
kantor, lagi-lagi untuk mencegah penularan virus
Covid-19.

Karena terkejut oleh teguran Ibu, semangat
Shalom bangun, matanya kembali memelototi layar
laptopnya. “Iya, Bu,” jawabnya dan kembali fokus ke
pelajaran daring, kali ini pelajaran Matematika.

Kalau boleh memilih, Shalom lebih suka sekolah
Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Selain bisa
bertatap muka dengan guru dan mengikuti pelajaran
secara langsung, ia juga bisa bertemu dengan teman-
teman di sekolah. Di sekolah, ia bisa bercanda,
bergurau, dan bermain bersama murid lainnya.

Puasa akan segera dimulai. Biasanya, pada bulan
Ramadan, sekolah akan diliburkan selama satu bulan.
Otomatis belajar daring pun diliburkan.

Shalom anak tunggal. Ia sering merasa kesepian
di rumah. Jika tidak ada kegiatan, ia bermain dengan

23

Mirza, tetangganya—yang berumur dua tahun lebih
tua daripada Shalom.

***
“Mirza, yuk, main bulutangkis!”
Siang itu Shalom pergi ke rumah Mirza. Bermain
bulutangkis adalah salah satu kesukaan Shalom. Ia
sangat senang bermain bulutangkis dengan Mirza
karena Mirza pemain yang baik. Dengan tubuhnya
yang tinggi langsing, Mirza sangat lincah bergerak ke
sana ke sini ketika bermain.
“Enggak bisa, Shalom. Hari ini aku mulai puasa,”
jawab Mirza. “Aku mau ikut puasa selama sebulan ini
karena pada hari raya Idulfitri nanti, kami akan
berkunjung ke rumah Kakek dan Nenek di Jombang.
Aku mau membanggakan kepada mereka bahwa aku
bisa berpuasa dengan tuntas.”
“Hah, ikut puasa?” Kaget juga Shalom
mendengarnya. “Apakah kamu sudah boleh puasa?”
tanyanya ingin tahu.
“Tahun ini umurku 11 tahun, jadi sudah boleh
berpuasa penuh.” Mata Mirza bersinar-sinar bahagia.
“Satu bulan?” Mata Shalom terbelalak. “Berapa
jam kamu harus berpuasa setiap harinya?” tanya
Shalom.

24

“Dari mulai sahur, yaitu kira-kira subuh sampai
sore saat matahari mulai terbenam.”

“Tidak makan dan tidak minum? Kamu enggak
lapar dan haus?” Shalom tambah ingin tahu.

“Memang begitu Shalom. Selama berpuasa kita
harus bisa menahan lapar dan haus sehingga kita bisa
merasakan kesulitan orang-orang lain yang
keadaannya susah, tidak punya makanan dan minuman.
Berpuasa membuat orang peduli akan kesusahan orang
lain. Selain itu, selama berpuasa kita harus bisa
menahan emosi, tidak boleh marah atau kesal. Kita
harus berbelas kasih kepada orang lain, salah satunya
dengan bersedekah,” kata Mirza, seakan-akan
berdakwah.

“Wow, hebat!” ucap Shalom sambil
mengacungkan jempol.

Shalom mencoba mencari teman-teman
tetangga lainnya untuk bermain bulutangkis. Akan
tetapi, mereka semua juga sedang menjalankan
ibadah puasa. Mereka khawatir puasa mereka bisa
batal kalau terlalu lelah bermain bulutangkis karena
memakan tenaga, menambah lapar, dan terutama
haus.

25

Shalom tidak kecewa, malah kagum kepada
teman-temannya yang mempunyai tekad kuat untuk
menjalani puasa. Ia memang dari keluarga yang satu-
satunya beragama Nasrani di kompleks perumahan
itu. Mereka saling menghormati kepercayaan masing-
masing, tidak pernah ada kesulitan di antara para
tetangga.

Shalom tidak kehilangan akal. Untuk mengisi
waktu luang menunggu saatnya berbuka puasa, ia
mengajak Mirza dan teman-teman lainnya bermain
game yang tidak memakan tenaga di rumah Mirza.
Saking serunya, tidak terasa sudah tiba waktunya
berbuka puasa. Shalom pun diajak ikut berbuka
bersama.

“Enak sekali gulai sayur pakis ini,” kata Shalom
memuji masakan ibu Mirza.

Ibu Mirza yang berasal dari suku Minang
memang sangat pandai membuat gulai pakis. Di
samping itu, masih ada lauk-pauk lainnya yang enak-
enak, ada rendang hati dan ikan balado, belum lagi es
buah blewah sebagai makanan pembuka, serta kue-
kue manis sebagai makanan penutup.

Hampir setiap hari Shalom diundang untuk ikut
berbuka puasa.

26

Hari itu seperti biasa, Shalom kembali
berkunjung ke rumah Mirza. Alangkah terkejutnya ia.
Tidak seperti biasanya Mirza yang selalu berwajah
ceria, kali ini duduk di lantai dengan kaki terlipat,
tangan yang memangku dagu, matanya basah, bibirnya
membentuk cuatan yang mencorong ke depan. Sekali-
sekali ia menyeka cairan yang keluar dari hidungnya.

“Ada apa, Mirza?” Shalom bertanya dengan
hati-hati, ia khawatir Mirza akan merasa terusik.

“Kami enggak jadi ke Jombang.” Terdengar nada
kesal dalam suara Mirza.

Ibu Mirza datang dari dapur dan menerangkan
kejadiannya kepada Shalom. “Begini, Nak Shalom. Ada
peraturan baru dari pemerintah yang melarang orang
bepergian keluar kota karena pandemi Covid-19 yang
makin mengganas. Kalau bepergian, risiko orang-orang
tertular dan sakit akan makin banyak. Bahkan, orang-
orang tua seperti kakek dan nenek sangat rentan bila
tertular Covid-19 dan bisa berakibat fatal, seperti
kematian. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak
pergi ke Jombang.”

“Aku tidak mau puasa lagi!” kata Mirza
merajuk. “Untuk apa aku puasa? Kan, tidak jadi pergi
ke Jombang.” Ia mengentak-entakkan kakinya.

27

“Oh, kenapa? Kata guru di sekolah, puasa itu
ibadah, Mir, bukan karena alasan ingin pergi ke
Jombang. Ayo, teruskan puasamu, itu akan
diperhitungkan pahalanya! Aku, sih, ikut berbukanya
saja,” canda Shalom menghibur sekaligus menyema-
ngati temannya itu.

Mirza masih belum puas mencurahkan kekesalan
hatinya, wajahnya masih tertekuk.

Kelihatannya Mirza kembali merenung. Tiba-
tiba, dengan cepat Mirza berdiri, semangatnya pulih.
Sepertinya, ia sekarang sadar untuk menjalankan
puasa sebagai ibadah.

“Shalom, hari ini aku batal puasa. “Mari, kita
membantu Pak RT membagikan takjil di mesjid.”

Kemarin Mirza dengar dari Pak RT bahwa
membagikan takjil kepada orang-orang yang berpuasa
bisa menggantikan puasa.

Shalom harus meminta izin dahulu kepada orang
tuanya karena masjid agak jauh letaknya dari rumah
mereka. Ibu dan ayah Shalom tidak keberatan karena
membagikan takjil adalah usaha sosial yang
bermanfaat. Berbuat baik adalah ajaran semua
agama.

***

28

Hari raya Idulfitri itu pun tiba. Sejak pagi
orang-orang sudah melakukan salat Id di rumah
masing-masing. Ya, ada ketentuan dari pemerintah
untuk tidak melakukan salat Id di masjid, mencegah
orang berkumpul-kumpul sebagai salah satu prokes
mencegah penularan Covid-19.

Setelah selesai salat Id, para tetangga saling
mengunjungi untuk bermaaf-maafan dan bersilatu-
rahmi. Ayah, Ibu, dan Shalom juga tidak ketinggalan
untuk berkunjung ke rumah tetangga yang satu dan
tetangga lainnya.

“Shalom, besok kita main bulutangkis, ya! Kan
masih libur,” ajak Mirza saat bertemu dengan Shalom.
Sepertinya, Mirza juga sudah ingin bermain
bulutangkis lagi.

“Asyik! Tapi, pagi hari, ya, supaya jangan terlalu
panas.” Shalom juga gembira menyambut ajakan
Mirza.

“Oke, sekarang aku bisa bangun pagi dan tidak
perlu sahur lagi.” Rupanya selama bulan puasa, setelah
sahur, Mirza kembali tidur. []

29

Fita Anak Istimewa

Endah Triwiyati, S.Pd.

Sumber Gambar oleh Debby Aryani

F ita adalah seorang gadis kecil yang pendiam,
cantik, dan berkebutuhan khusus—tuna rungu.
Fita hanya anak petani yang gigih mengejar cita-
citanya. Fita harusnya disekolahkan di sekolah
khusus. Akan tetapi, karena keterbatasan ekonomi

30

orang tuanya, akhirnya Fita sejak TK hingga SD
disekolahkan di sekolah umum dekat rumahnya saja.

Awalnya, orang tua Fita bingung dengan
keaadaan anaknya yang berbeda dengan anak lain.
Pikir orang tua Fita, jika Fita disekolahkan di sekolah
khusus, harus dengan biaya banyak. Sementara itu,
orang tua Fita hanya seorang buruh petani.

Komunikasi Fita dengan orang tuanya
menggunakan kode sentuhan tangan. Kadang orang
tuanya berbicara dengan cara mendekatkan mulutnya
ke telinga Fita.

Sebenarnya, pendengaran Fita masih berfungsi
jika orang yang berbicara suaranya agak keras. Fita
bisa mendengar. Jadi, orang tua Fita yakin bahwa Fita
bisa bersekolah dengan baik.

Jika Fita marah, orang tuanya sudah paham.
Kadang jika Fita benar-benar marah, ia akan
mengurung diri di kamar sehingga orang tuanya
bingung untuk membujuknya.

Di balik kekurangan itu, justru menjadi motivasi
buat Fita sendiri. Buktinya, walaupun berbeda dengan
siswa pada umumnya, Fita mudah bergaul dengan
teman satu kelasnya dan justru menjadi siswa yang

31

memiliki empati tinggi terhadap teman, terutama saat
mengerjakan tugas.

Orang tua Fita tidak menyangka, ternyata
anaknya itu tidak seperti yang dibayangkan
sebelumnya. Bagi orang tua Fita, ada ketakutan
tersendiri saat menyekolahkan Fita di SD pada
umumnya.

Awal masuk SD, orang tua Fita menyampaikan
permasalahan tentang anak mereka kepada pihak
sekolah. Sementara itu, Fita sudah memiliki
kepercayaan yang tinggi sejak masuk sekolah
sehingga saat di kelas, dia selalu bersemangat.

Di sekolah, teman-teman Fita jarang yang
mengganggu. Namun, ada salah satu murid yang
bernama Heru pernah menjaili Fita. Waktu itu, alat
menulis Fita hilang. Ternyata, Herulah yang
menyembunyikan di lacinya. Fita menemukan kembali
alat tulisnya tersebut. Fita memarahi Heru dan
memukul-mukul meja. Ternyata, berani juga Fita.
Setelah melihat kejadian itu, Heru dan murid yang
lainnya tidak berani lagi menjaili Fita.

Fita anak yang tekun dan selalu tertib
mengerjakan tugas dari Bapak dan Ibu Guru. Fita
selalu membantu teman-temannya mengerjakan

32

tugas. Bahasa yang digunakan untuk membantu
temannya dengan bahasa tubuh, misalnya
menunjukkan pekerjaannya dengan jari tangan.

Fita pun paham jika ada temannya yang
bercanda sehingga dia pun ikut tertawa. Dia pun
paham apa yang sedang dibicarakan temannya. Jika
ada di antara temannya yang berkelahi, Fita justru
memberanikan diri untuk melerainya. Toleransi Fita
begitu tinggi. Sampai-sampai, teman dekatnya, Sari,
Lita, Fauzan, merasa malu karena mereka yang
sempurna saja kadang tidak bisa melakukan hal baik
seperti yang Fita lakukan.

Ketika melihat Bapak atau Ibu Guru membawa
banyak buku, tanpa diperintah, Fita langsung
mendekat dan mengulurkan tangan sambil
menunjukkan wajah senyum berseri, wajah tanpa
dosa.

Karena kebaikan dan ketulusan Fita di sekolah,
semua kekurangan Fita tertutupi. Fita dapat
mengikuti pelajaran dengan baik, diterima penuh oleh
teman satu kelas, bahkan sering sekali diberi uang
saku oleh Bapak dan Ibu Guru.

Rasa minder Fita pun hilang seketika. Ditambah
lagi, sahabat karibnya selalu memotivasi dan

33

mendukung Fita agar tetap betah di sekolah. Berkat
dukungan mereka semua, Fita selalu bersemangat
dalam mengikuti pelajaran.

Fita pun selalu mendapat peringkat sepuluh
besar. Dalam kondisi sakit pun dia tetap berangkat
sekolah. Sungguh luar biasa dan istimewanya Fita.
Dedikasi dalam persahabatan pun luar biasa.

Biasanya, anak-anak yang ada kekurangan akan
ditinggalkan oleh sahabatnya, tetapi tidak dengan
Fita. Justru, makin hari dia makin dekat dengan
sahabat karibnya.

Perjalanan Fita sungguh tak terduga dari kelas
1 hingga kelas 6. Alhamdulillah, akhirnya Fita lulus dan
melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP. Berkat
kemandirian, kegigihan, kepedulian, dan toleransi Fita
terhadap teman-temannya, Fita menjadi siswa yang
istimewa. Fita menunjukkan bahwa di balik
kekurangan justru tampak banyak kelebihannya.

Selain di sekolah, kepedulian Fita dengan
tetangga dan teman bermain tidak beda jauh. Dia
suka membantu. Orang tua Fita mendidik Fita agar
selalu toleransi terhadap sesama. Di rumah, Fita
diajarkan mencuci piring, menyapu; saling memberi,
menyayangi adik, teman bermain, serta tetangga.

34

Di desa pun Fita kadang dijaili teman bermain.
Namun, karena keberanian yang ditunjukkan Fita,
akhirnya yang nakal dan jail pun mundur dengan
sendirinya.

Awalnya Fita dipandang sebelah mata. Namun,
kekurangan Fita tertutupi dengan kelebihan yang
dimilikinya. Tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Kesempurnaan semata-mata hanya milik Allah Ta’ala.

Fita selalu menghormati, membantu teman yang
sedang membutuhkan. Fita memiliki toleransi yang
tinggi.

Begitu pula dengan teman-teman Fita. Meskipun
Fita berkebutuhan khusus, mereka sangat
menghargai dan selalu berkomunikasi dengan baik
terhadap Fita. []

35

Profil Penulis

Endah Triwiyati, S.Pd. lahir di

Wonosobo, Jawa Tengah. Saat

ini mengajar di SMP Negeri 2

Kalikajar. Mulai menekuni dunia

literasi sejak 2021.

Kegemarannya ikut nubar dan

event telah menghasilkan karya

di beberapa antologi cerpen di antaranya Penyitas

Covid, Cerita Bersama, Freedom for Life, Crepypasta,

Time to Remember, dan antologi puisi—Doa Semesta,

dan Luka. Apa yang dilakukan niatkan untuk ibadah

dan "Tahu Diri" adalah moto hidupnya. Hobinya

membaca, menulis, dan traveling.

Jejaknya FB/ IG : Endah Triwiyati

36

Dina si Rambut Jagung

Nur Azizah

Sumber Gambar oleh Debby Aryani

D ina merapikan buku-buku yang akan dibawanya
ke sekolah dengan bersemangat. Setelah
berpamitan kepada Ibu, Dina melantunkan doa-doa
penuh khidmat dan segera berjalan menuju sekolah
yang ditempuh selama 15 menit dengan berjalan kaki.

37

Sambil bernyanyi kecil, Dina melangkah menuju
gerbang sekolah. Dina terkejut ketika tiba-tiba
seseorang berteriak memanggil namanya.

“Dina, hati-hati!”
Tenti menghentikan Dina yang hendak
menyeberang jalan. Tenti berlari menghampiri Dina,
lalu menggenggam tangan sahabatnya itu.
“Maaf, Tenti, aku tidak dapat melihat dengan
jelas. Sinar matahari membuat mataku silau,” ungkap
Dina cemas.
Dina seorang gadis kecil dengan rambut
berwarna kuning keemasan, seperti warna rambut
jagung, termasuk bulu mata dan alisnya. Ketika
pertama datang ke sekolah, banyak teman
mengerubungi Dina karena terlihat aneh, termasuk
Tenti. Ketika Dina diminta memperkenalkan diri di
depan kelas, banyak teman yang mentertawakan Dina
karena suaranya hampir tidak terdengar. Dina
kembali ke tempat duduknya dengan tertunduk.
Tenti mencoba berkenalan dengan Dina.
Ternyata, rumah Dina tidak terlalu jauh dari rumah
Tenti. Tenti mengajak Dina berjalan bersama dan
menemani Dina jika hendak ke suatu tempat di

38

sekolah. Dina hanya berbicara jika ditanya, itu pun
tidak banyak kata yang diucapkannya.

Dina sering berdiam diri di kelas, kecuali jika
Tenti mengajaknya keluar kelas. Dina tidak mau
keluar kelas karena sering di-bully atau dilihat dengan
pandangan aneh oleh teman-teman dari kelas lain.

Dina sering bertanya kepada ibunya, mengapa
warna rambut dan kulitnya tidak sama dengan warna
rambut ayah dan ibunya, tidak sama dengan warna
rambut teman-teman di sekolah. Dina menangis
tersedu-sedu karena jawaban Ibu tidak dapat ia
mengerti.

Suatu ketika saat pelajaran IPA, Bu Guru
memberikan tugas berkelompok kepada murid-murid
di kelas Dina. Masing-masing kelompok membawa
tumbuhan yang diminta Bu Guru berdasarkan jenis
akarnya.

Dina sekelompok dengan Tenti serta dua teman
lainnya. Mereka ditugaskan Bu Guru membawa
tumbuhan jagung lengkap dan utuh dari akar, daun,
buah, serta bunganya. Mereka mencari di kebun
tetangga yang sedang menanam jagung.

39

Ketika semua tugas dikumpulkan, masing-masing
kelompok menceritakan ciri-ciri dan fungsi dari
tumbuhan yang mereka bawa.

Tibalah giliran kelompok Dina. Semula Tenti
menjelaskan ciri-ciri tumbuhan jagung dan berbagai
jenis buahnya. Dua temannya yang lain menjelaskan
bentuk akar, daun, serta kegunaan jagung bagi
manusia dan hewan.

Dina melanjutkan menjelaskan tentang jenis-
jenis jagung berdasarkan warna dan kandungannya.
Teman-teman Dina melongo ketika dua anggota
kelompok Dina menunjukkan gambar jenis-jenis
jagung beserta warna bulirnya.

Teman-teman Dina berbisik-bisik. Ternyata,
jagung itu banyak jenis dan warnanya. Kandungan yang
terdapat di setiap jenis jagung itu pun berbeda-beda
pula dan tidak semua jagung dapat dimakan manusia.

Dina dan kelompoknya menempelkan foto jenis-
jenis jagung di papan tulis. Foto-foto tersebut
mereka dapatkan dari hasil pencarian di internet. Bu
Guru mengapresiasi tugas kelompok Dina yang sudah
menambahkan referensi dari internet karena tidak
semua jenis jagung tersedia di daerah mereka.

40

Setelah kelompok Dina selesai menceritakan
tentang tugas mereka, Bu Guru bertepuk tangan dan
diikuti oleh semua murid yang berada di dalam kelas.
Dina dan teman sekelompoknya sangat senang atas
apresiasi tersebut. Dina dan kelompoknya merasa
tidak sia-sia terhadap apa yang telah mereka lakukan.

Pada akhir sesi tanya jawab, Bu Guru kembali
menjelaskan bahwa begitu banyak keanekaragaman
hayati di Indonesia. Terutama, setelah begitu banyak
penemuan ilmu baru dari hasil penelitian hayati dan
penyilangan berbagai ras tumbuh-tumbuhan—
termasuk jagung-jagung itu, tidak menutup
kemungkinan ada jenis jagung baru yang dapat
ditemukan oleh murid-murid setelah besar nanti.

Bu Guru juga menambahkan bahwa Tuhan Yang
Maha Esa menciptakan berbagai jenis jagung dengan
tujuan tertentu. Seperti halnya penciptaan manusia
yang berbeda warna kulit, ras, suku, agama, serta
bahasa. Manusia diciptakan berbeda-beda supaya
saling mengenal, menghargai, menghormati,
bertenggang rasa, bertoleransi, juga untuk saling
menyayangi satu sama lain.

Semua murid terdiam mendengarkan penjelasan
Bu Guru.

41

Salah seorang murid bertanya, “Bagaimana cara
berteman dengan orang yang berbeda-beda tersebut,
ya, Bu?”

Bu Guru diam sejenak. “Ada yang bisa menjawab
pertanyaan ini?” Bu Guru balik bertanya kepada
murid-muridnya.

Dari jawaban beberapa murid, akhirnya mereka
menyadari bahwa mereka sekelas pun berbeda-beda
suku, agama, dan warna kulit—seperti Dini yang
rambutnya berwarna kuning.

“Anak-anak, apakah jagung tadi bisa memilih
menjadi jagung berjenis apa?” tanya Bu Guru lagi.

“Tidak, Bu Guru!” jawab murid-murid serentak.
“Nah, apa kita bisa memilih dilahirkan dari suku
yang mana?
“Tidak, Bu Guru!”
“Apa kita bisa memilih terlahir dengan warna
kulit tertentu?”
“Tidak, Bu Guru!”
“Jadi, bagaimana sikap kita dengan teman-
teman yang berbeda dengan kita?” tanya Bu Guru
dengan suara lembut.
“Tetap berteman dengan mereka, Bu,” jawab
salah seorang murid.

42

“Ayo, semua berteman sekarang, ya!” pinta Bu
Guru sambil tersenyum.

Hampir semua murid bersalaman dengan Dina
dan meminta maaf atas sikap mereka selama ini.
Mereka menyadari bahwa berbeda warna rambut
bukanlah sesuatu yang Dina inginkan. Beberapa murid
memeluk Dina, termasuk Bu Guru.

Hari yang sangat membahagiakan bagi Dina juga
teman-teman lainnya. Mereka mengambil pelajaran
dari jagung-jagung yang beraneka warna. Ternyata,
berbeda itu adalah hal yang biasa saja, tidak perlu
semuanya sama. Jagung yang berbeda warna malah
lebih enak untuk dimakan.

Dina melangkah pulang dengan ceria karena
semua teman-teman sudah menerima dirinya yang
berambut jagung. Dina tak lupa berterima kasih
kepada Bu Guru dan teman-teman sekelasnya. Dina
dapat menjalin persahabatan dengan teman-temannya
tanpa merasa berbeda. []

43

Profil Penulis

Nur Azizah merupakan seorang
wanita yang berprofesi sebagai
guru. Ibu dari lima orang anak ini
lahir di Kecamatan Curup, Bengkulu,
dan berdomisili di Dharmasraya,
Sumatera Barat. Feel free untuk
bersilaturahmi dengan penulis melalui email:
[email protected]
Ibu ini juga menyukai dunia penulisan. Buku
yang sudah terbit adalah SIM, Cara Mudah Menulis
Artikel, Praktis Menulis PTK bagi Guru Pemula,
Praktis Menulis PTS, Menulis Riset Serasa Menulis
Prosa, Mengabek Padi Jo Daun—sebuah filosofi
Minang dalam meningkatkan PKB khusus Guru daerah
Perbatasan, Dimensi Ruang R3, Cerpen Anak Islami,
dan berbagai buku antologi.
Selain itu, Penulis juga suka berbagi pengalaman
dan pengetahuan dengan sharing pada berbagai
kegiatan guru dan kepala sekolah

44


Click to View FlipBook Version