88 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya tersembunyi dangdut terkenal berkat mang Alek orang yang telah menolongnya saat ia tergeletak di jalanan karena diperkosa oleg segerombolan pria yang mengakibatkan bayi yang dikandungnya harus mengalami keguguran. Mang Alek pula yang menjadikan hidup Safitri jatuh untuk kesekiankalinya dan berantakan. Sebab mang Alek hanya memanfaatkan Safitri untuk mendapatkan banyak uang agar dapat nelembuk dengan gadis lain yang dicintainya. Diva Fiesta alias Safitri menceritakan semua perjalanan hidupnya semenjak ia kabur dari rumah, kepada Govar. Bahkan Safitri mampu memberitahu Govar tentang siapa sebenarnya pelaku pemerkosaannya malam itu. Aan yang penasaran terhadap hal tersebut kerap kali memaksa Govar untuk bercerita. Namun tak pernah berhasil. Hingga akhirnya hanya Safitri dan Govar yang tahu siapa pelaku yang telah memperkosa Safitri malam itu. B. Analisis Novel Berikut ini penjabaran deskripsi hasil penelitian mengenai umpatan dalam Novel Telembuk Karya Kedung Darma Romansha. 1. Bentuk Umpatan Data bentuk umpatan dalam novel Telembuk disajikan pada tabel dan gambar berikut. Tabel 1. Data Bentuk Umpatan dalam Novel Telembuk No. Bentuk Umpatan Umpatan Kuantitas Persentase (%) 1 Excretion Tai, kopok/pok, sampah 3 1,54% 2 Death Mampus 3 1,54% 3 Body Function Term Kontol 1 0,51% 4 Religious Matter Setan, setan alas, setan semang, nyupang, neraka 27 13,85%
Imas Juidah, dkk. 89 No. Bentuk Umpatan Umpatan Kuantitas Persentase (%) 5 Mother in Law Telembuk, slindet 4 2,05% 6 Sex Term Nlembuk 2 1,03% 7 Animal Terms Kirik/Rik, kirik jadah, kirik butak, celeng, buaya, tokek 82 42,05% 8 Imbecilic Terms Goblok/blok, koplok/plok, bodoh 32 16,41% 9 General Term Bangsat, sialan, sinting, bajingan, bajingan tengik, bejat, brengsek, keparat, gila, sial 41 21,03% Total 195 100,00% Gambar 1 Data Bentuk Umpatan dalam Novel Telembuk Berdasarkan tabel dan gambar tersebut, diperoleh total umpatan yang terdapat dalam novel Telembuk berjumlah 195 umpatan. Bentuk
90 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya umpatan yang paling banyak diucapkan oleh tokoh dalam novel Telembuk yaitu animal term yang diucapkan sebanyak 82 umpatan atau 42,05%. Selanjutnya, bentuk umpatan general term menempati urutan terbanyak kedua yang diucapkan sebanyak 41 umpatan atau 21,03%. Urutan ketiga yaitu bentuk umpatan imbecilic term yang diucapkan 32 kali atau 13,41%. Disusul selanjutnya yaitu bentuk umpatan religious matter diucapkan sebanyak 27 umpatan atau 13,85%. Selanjutnya, yaitu bentuk umpatan mother in law diucapkan sebanyak 4 umpatan atau 2,05% dan disusul oleh bentuk umpatan excretion dan bentuk umpatan death ditemukan masing-masing sebanyak 3 umpatan atau 1, 54%. Sedangkan, bentuk umpatan sex term diucapkan sebanyak 2 umpatan atau 1,03%. Sementara itu, yang paling sedikit diucapkan yaitu bentuk umpatan body function term yang hanya ditemukan 1 umpatan atau 0,51%. Pembahasan dan penjabaran mengenai bentuk umpatan masyarakat Indramayu yang terdapat dalam novel Telembuk dijelaskan sebagai berikut. a. Excretion Kata umpatan jenis ekskresi ini adalah kata umpatan yang berasal dari kotoran manusia atau ekskresi yang dianggap kotor dan najis. Menurut wardhaugh (1986) sistem ekskresi manusia dapat dijadikan alat untuk mengumpat atau menghina orang lain. Contoh bentuk umpatan jenis ini yaitu kotoran. Bentuk umpatan excretion yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “pok atau kopok”, “sampah”, dan “tai.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. “Bayar, pok!” lanjutnya. Laki-laki itu hanya melengos sambal tertawa kecil (T, 2020:40). “Kriting....” Ia tepuk dadanya. “Nah, sekarang kamu mesti menghapalnya,” lanjutnya. “Menghapalnya?” “iya, kopok!” (T, 2020:369). “Sekarang siapa yang percaya kalau Mak Dayem ingin berubah? Tidak ada. Mereka hanya kenal mak Dayem sebagai telembuk. Sampah! O, Gusti…ya Oloh…” (T, 2020:74).
Imas Juidah, dkk. 91 Sedikit-sedikit kalau tentangganya punya motor menggerundel kesana kemari. Omongane pating tletek kaya tai! Ngomong yang tidak-tidak pada orang-orang (T, 2020:107). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, terdapat tiga jenis variasi bentuk umpatan religious matter yaitu “pok”, “sampah”, dan “tai.” Kata “pok” atau “kopok” dalam Bahasa Jawa Indramayu diartikan sebagai cairan yang keluar dari teingan atau kotoran dari dalam telinga. Selanjutnya, umpatan “sampah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagaonya; kotoran seperti daun, kertas. Sedangkan, kata “tai” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012; 1376) memiliki arti ampas makanan dari dalam perut yang keluar melalui dubur; tinja. Dengan demikian, umpatan pok”, “sampah”, dan “tai” termasuk dalam bentuk umpatan excretion. b. Death Kata umpatan jenis kematian yaitu umpatan yang berhubungan dengan kematian atau hal yang akan terjadi setelah seseorang meninggal. Kematian berhubungan dengan sesuatu hal yang menakutkan. Namun, banyak orang yang menggunakan kata kematian untuk mengumpat atau untuk menyumpahi seseorang untuk mati. Bentuk umpatan death yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “mampus.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelas-jelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi. Orang itu masih tidak puas, ia berjalan mendekati gorong-gorong dengan tergesahgesah. Setelah cukup dekat jaraknya, ia lemparkan batu itu ke arah gorong-gorong dengan membabi buta. “Mampus! Tokek sialan!” umpatnya lagi (T, 2020:165). Govar: Mampus! Mau hamil? Hahahahhaa.... Kriting: Kiriklah! Iyalah tersrah. Govar: (Tertawa meledek) (T, 2020:221).
92 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Govar: Mampus! (Pada Kriting). Aku juga pergi dulu, Mang. Nggak ikut-ikuan aku (T, 2020:224). Kata “mampus” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti mati. Dengan demikian, kata “mampus” termasuk dalam bentuk umpatan death. c. Body Fuction Term Kata umpatan jenis ini yaitu umpatan yang berhubungan dengan bagian tubuh manusia yang tersembunyi yang digunakan dengan maksud untuk menghina orang lain. Bentuk umpatan body function term terlihat pada kata “kontol”. Bentuk umpatan tersebut tampak pada kutipan berikut. “Kamu sudah putus dengan Wartiah?!” “Sudah beres. Tidak usah khawatir soal itu.” “Jangan beres-beres saja, kirik! Makanya hati-hati menaruh burung. Awas kalau kamu belum putus dengan Wartiah, aku potong kontolmu!” (T, 2020:131). Kata “kontol” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti kemaluan laki-laki atau buah zakar. Dengan demikian, “kontol” termasuk dalam body function term karena termasuk bagian tubuh manusia tersembunyi yang tabu untuk diucapkan. d. Religious Matter Umpatan tidak hanya berkaitan dengan sesuatu yang buruk. Masalah agama dan kepercayaan yang semula dimaksudkan untuk sesuatu yang baik juga digunakan untuk mengumpat. Kata-kata religi biasanya diucapkan untuk mengungkapkan keterkejutan. Kata umpatan jenis religious matter yang ditemukan dalam novel Telembuk tersebut berupa kata “setan”, ”setan alas”, “nyupang”, “neraka”, “setan semang” dan “nyupang.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. “Segalanya jadi masalah, masalah, masalah, Setan! Lalu dia sudah mulai jarang di rumah (T, 2020:76). Isu miring sering kali muncul tentang Diva yang nyupang, pakai susuk, atau jenis pengasihan yang lain (T, 2020:84).
Imas Juidah, dkk. 93 “Inilah beruntungnya datang ke pengajian, bisa tahu bagaimana caranya masuk sorga. Kalau di dangdutan itu isinya cara masuk neraka. Goblok dipelihara! Peli-hara…. Pelinya siapa, Bu?” Jemaah diam. “Pelinya ahli neraka. Itu artinya masuk apa?” Mereka menjawab dengan serempak: neraka!!!! (T, 2020:106). “Setan!” Buk! Wasta mengumpat dan melempar sandalnya ke arah suara tokek itu (T, 2020:163). Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelas-jelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi. Orang itu masih tidak puas, ia berjalan mendekati gorong-gorong dengan tergesahgesah. Setelah cukup dekat jaraknya, ia lemparkan batu itu ke arah gorong-gorong dengan membabi buta. “Mampus! Tokek sialan!” umpatnya lagi. (T, 2020:165). Orang itu marah, ia ambil batu dan melempar anjing itu dengan penuh kebencian, “Setan alas! Kirik sialan!” Anjing itu lari dengan cepat setelah batu itu hampir saja mengenai kakinya (T, 2020:165). Kakek itu masuk kembali ke dalam gubuknya. Tak lama berselang ia kembali keluar dengan memakai celana pendek yang sudah kotor dan kumal. “Kenapa masih di sini? Anak goblok! Dasar setan semang!” bentak kakek itu dengan kesal. Dengan cepat Mukimin pergi dari tempat itu (T, 2020:337). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, terdapat empat jenis variasi bentuk umpatan religious matter yaitu “setan”,”nyupang”, “neraka”, “setan alas”, “setan semang”, dan “nyupang”. Kata “setan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti roh jahat (yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat). Sementara, kata “nyupang” merupakan istilah bahasa Jawa untuk menamai orang yang melakukan sesuatu untuk memperkaya diri secara ekonomi melalui bantuan mahkluk halus. Sedangkan “neraka” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) Daring berarti alam akhirat tempat orang kafir dan orang durhaka mengalami siksaan dan kesengsaraan.
94 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Dengan demikian, “setan”, “setan alas”, “nyupang” dan “neraka” termasuk dalam bentuk umpatan religious matter. e. Mother in Law Umpatan yang berkaitan dengan masalah pelacuran yaitu digunakan untuk menggambarkan wanita yang memiliki banyakan hubungan dengan lelaki. Kata umpatan jenis mother in law yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “telembuk”, dan “slindet.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Aku masih tidak mengerti dengan apa yang diucapkan mereka, kecuali Slindet itu. Slindet, Diva Fiesta, dan Zaitun? Ah, sialan betul teman-temanku ini (T, 2020: 47). Plak! Satu tamparan Mang Alek mengenai pipi Diva. “Dasar telembuk nyupang!” ujar Mang Alek (T, 2020: 94). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat dua jenis variasi bentuk umpatan mother in law yaitu “telembuk”, “slindet”. Kata “telembuk” dalam Bahasa Indramayu berarti seorang pelacur, wanita tunasusila, atau wanita jalang. Selain itu, kata “slindet” juga dalam Bahasa Indramayu berarti seorang pelacur, wanita tunasusila, atau wanita jalang. Dengan demikian, “telembuk”, dan “slindet” termasuk dalam bentuk umpatan mother in law. f. Sex Term Sex term merupakan bentuk umpatan yang berkenaan dengan aktivitas seksual. Masalah seks tidak seharusnya diumbar dalam masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan seks di dalam masyarakat merupakan topik yang memalukan untuk dibicarakan sehingga sering digunakan untuk mengumpat. Kata-kata yang digunakan untuk mengumpat yaitu berasal dari aktivitas seksual. Kata umpatan jenis sex term yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “nelembuk.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Di sini pula para sopir bisa nelembuk! (T, 2020: 177). Kata “nelembuk” dalam Bahasa Jawa Indramayu berarti aktivitas seksual atau julukan bagi orang yang melakukan kegiatan seksual atau kegiatan bersanggama atau bersetubuh.
Imas Juidah, dkk. 95 Dengan demikian, kata “nelembuk” termasuk dalam bentuk umpatan sex term. g. Animal Term Animal term merupakan bentuk umpatan yang menggunakan nama-nama hewan. Kata umpatan jenis animal term yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “kirik”, “anjing”, “buaya”, “celeng” dan “tokek.” Umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut. “Kirik!” Diva terperanjat. Ia baru ingat kalau hari ini manggung di organ Tunggal Langlang Buana pimpinan Mang Dasa dari Desa Haurgeulis (T, 2020: 4). “Dengar-dengar, Kirik! Masa kamu tidak tahu sama teman sendiri? Jawab Kriting (T, 2020: 16). “Kirik, sialan! Dasar maling! Tukang onar!” “Kirik! Ini orang dialusin malah ngelunjak. Setan! (T, 2020: 69). Tak lama kemudian Safitri melepas celana dalamnya. “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan kemaluannya. “kenapa diam?! Bajingan! Kirik!” Ketiga laki-laki itu diam (T, 2020: 143). “Mungkin wangsitnya kurang jitu, perlu dicoba lagi. Tirakat di hutan sinang, biar nanti didatangi Ki Dusta,” timpal Govar. “Bukan itu. Panjang kalau diceritain. Bikin jengkel saja kalau ingat suara itu. Tokek setan! (T, 2020: 163). Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelas-jelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi (T, 2020: 165). “Semua cewek yang baru kamu suka, kamu bilang lain, Min. Memangnya aku tidak tahu kamu? Buaya ngepet!” (T, 2020: 286). “Kirik jadah! Tapi kali ini aku harus serius. Dia memang berbeda dengan cewek-cewek yang pernah aku kenal.
96 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Kalau kamu masih tidak percaya, tidak masalah. Sekarang tugasmu mengenalkan aku dengan penyanyi organ keliling itu. Titik.” (T, 2020: 286). “Apa bedanya? Cuman beda ‘F’ dan ‘P’. Kamu ini kenapa, Min? Jadi aneh seperti ini.” “Gila! Ini gila! Celeng! Kirik!” Lontar Mukimin seperti meluapkan kekesalan dan kebingungan (T, 2020: 394). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat tiga jenis variasi bentuk umpatan animal term yaitu “kirik”, “tokek”, “celeng”, dan “buaya”. Kata “kirik” dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia (Mangunsuwito, 2013: 111) berarti anak anjing atau hewan anjing dan jadah berarti haram. Selain itu, kata “celeng” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti babi hutan; babi yang liar. Selanjutnya, kata “ tokek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti binatang merayap, kulitnya kasap berbintik-bintik, suaranya keras, hidup di rumah (pohon dan sebagainya). Sedangkan, “buaya” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti binatang melata (reptilia) berdarah dingin, bertubuh besar dan berulit keras, bernapas dengan paru-paru, hidup di air (sungai, laut). Dengan demikian, “kirik”, “tokek”, “celeng”, dan “buaya” termasuk dalam bentuk umpatan animal term. h. Imbecilic Term Menurut Hughes, imbecilic term mengacu pada istilah intelegensi rendah atau mendeskripsikan ketidakmampuan seseorang. Istilah imbecilic berasal dari kata imbecile yang artinya sama dengan bodoh atau idiot. Kata-kata umpatan ini terkait dengan kecacatan atau tingkat kecerdasan yang rendah. Kata umpatan jenis imbecilic term yang ditemukan dalam Telembuk tersebut terdiri dari banyak istilah yaitu “goblok/blok”, “koplok/plok”, dan “bodoh.” Kata-kata umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut. Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020: 4).
Imas Juidah, dkk. 97 Plok! Seorang menepuk pantat perempuan yang tengah duduk di warug remang-remang.”Kirik setan!” umpat perempuan itu, “Bayar, pok!” lanjutnya. Laki-laki itu hanya melengos sambal tertawa kecil (T, 2020: 40). “Tentu saja, Goblok! Mak Dayem menikah di usia yang sangat muda. Usia 12 tahun kalau tidak salah (T, 2020: 60). “Cerita itu masa lalu, yang penting itu sekarang! Nanti mak Dayem ceritakan lagi. Cepat anak Bodoh!” (T, 2020: 62). “Koplok pisan bocah kuh! Anake wong paduan bae digawa embuh ning endi. Pamit beli, apa beli. Njaluke apa sih bocah kuh?! Koplok! Kirik!” (T, 2020: 262). “Bingung kenapa? Tinggal dibawa ke rumah sakit,” timpal Mukimin. “Duitnya, blok! Sebenarnya Casta berharap Mukimin menjawab: ‘Berapa uang yang dibutuhkan? Nanti aku pinjami.’ Sebenarnya kata-kata semacam ini yang ia tunggu (T, 2020: 262). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat empat jenis variasi bentuk umpatan imbecilic term yaitu “goblok”, “koplok”, “kenclus” dan “bodoh”. Kata “goblok” dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia (Mangunsuwito, 2013: 57) yang berarti bodoh atau tolol. Selain itu, kata “koplok” dalam bahasa Jawa juga berarti dungu atau bodoh. Selanjutnya, kata “bodoh” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya. Bodoh juga diartikan sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan. Dengan demikian, “goblok/blok”, “koplok/plok”, dan “bodoh” termasuk dalam bentuk umpatan imbecilic term. i. General Term Hughes (1991) menyebutkan kategori terakhir bentuk umpatan yaitu general term. General term merupakan bentuk umpatan yang menggunakan istilah umum. Kata umpatan general term yang ditemukan dalam novel Telembuk tersebut terdiri dari banyak istilah seperti “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”, “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial.” Kata-kata umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut.
98 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020: 11). “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020: 94). “Kirik! Bajingan tengik!” Prang! Satu botol minuman pecah Sukirman mengamuk. Orang-orang yang berada di situ terdiam. Sondak dengan cepat memeluk tubuh Sukirman dan berusaha menenangkannya (T, 2020: 185). “Perasaan aku taruh jadi satu sama punyaku di sini,” katanya kemudian. Mukimin terus mencari-cari. Merabaraba tempat di sekitar mereka. Mukimin panik, lebih-lebih Rukminah. “Bajingan! HP-ku ada di celana itu. Kirik! (T, 2020: 335). “Benar, Min?!” Bapakku meradang. “Tanya saja dia?! Kataku sambil menuding Sini. Perempuan kaparat itu (T, 2020: 358). Ayahnya menenangkan sambil mengusap-usap punggungnya. “Makanya kalau cari laki-laki yang benar! Anak Kaji percuma kalau bejat!” (T, 2020: 359). Hati Mukimin ambruk. Ia menutupi rasa malunya. Mukimin memendam kejengkelan dalam hatinya. Kriting sialan! Umpatnya dalam hati. Ia menunggu-nunggu pipit selesai menyanyikannya (T, 2020: 374). “Apa bedanya? Cuman beda ‘F’ dan ‘P’. Kamu ini kenapa, Min? Jadi aneh seperti ini.” “Gila! Ini gila! Celeng! Kirik!” Lontar Mukimin seperti meluapkan kekesalan dan kebingungan (T, 2020: 394). Setelah dari jauh ia melihat uztaz Musthafa sedang berjalan ke arah kami. Apa yang perlu dia takutkan? Dasar banci! Padahal aku berharap ia bisa menghadapinya dengan nyali yang besar (T, 2020: 407). Sebenarnya aku menunggu Mukimin datang untuk melamarku, tapi ia tidak punya nyali untuk melamarku.
Imas Juidah, dkk. 99 Brengsek! Kalau saja malam itu dia yang memperkosaku aku tidak keberatan (T, 2020: 407). Aku sumat rokokku dan kembali mendengarkan ceritaceritanya. Sial! Sementara Kriting, dia bisa duduk menghadap ke arah jalan. (T, 2020: 497). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat sembilan jenis variasi bentuk umpatan yang termasuk general term yaitu “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”, “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial.” Selanjutnya, kata “sinting” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti sedeng; miring; tidak beres pikirannya; agak gila. Kata “sialan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012:1298) memiliki arti nomina kasar yang digunakan untuk memaki. Sedangkan, kata “sial” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti tidak mujur dan segala usahanya selalu tidak berhasil (seperti sukar mendapat rezeki). Kata “bajingan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti penjahat atau kurang ajar. Kata “bangsat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti orang yang bertabiat jahat. Sedangkan, kata “keparat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti bangsat; jahanam; terkutuk (kata makian). Kata “gila” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti gangguan jiwa; sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya” tidak normal); sakit ingatan. Kata “bejat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti rusak (tenyang akhlak, budi pekerti); buruk (kelakuan). Kata “brengsek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti kacau sekali (tentang tata tertib, pelaksanaan kegiatan, dan sebagainya); tidak beres; tidak becus. Dengan demikian, “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”, “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial” termasuk dalam bentuk umpatan general term. 2. Fungsi Umpatan Data fungsi umpatan dalam novel Telembuk disajikan pada tabel dan gambar berikut.
100 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Tabel 2. Data Fungsi Umpatan dalam Novel Telembuk No. Fungsi Umpatan Umpatan Kuantitas Persentase (%) 1 To Create Attention Kirik, bajingan, bajingan tengik, setan, pengkhianat 4 2,63% 2 To Discredit Gila, sinting, goblok, keparat, bajingan, sial, dan brengsek 11 7,24% 3 To Provoke Telembuk, kirik, setan, bangsat, telembuk nyupang 5 3,29% 4 To create interpersonal identification kirik, sialan, bajingan, bodoh, goblok dan mampus, buaya ngepet, gila, 49 32,24% 5 To Provide Catharsis kirik, bajingan, setan, setan alas, koplok, goblok, tokek setan, bajingan tengik, dan sialan 83 54,61% Total 65 100,00%
Imas Juidah, dkk. 101 Gambar 2. Data Fungsi Umpatan dalam Novel Telembuk Berdasarkan tabel dan gambar tersebut, diperoleh total umpatan yang terdapat dalam novel Telembuk berdasarkam fungsinya yaitu 152. Fungsi umpatan yang paling banyak diucapkan oleh tokoh dalam novel Telembuk yaitu sebagai katarsis yang diucapkan sebanyak 83 umpatan atau 54,61%. Selanjutnya, disusul oleh fungsi umpatan untuk menciptakan identifikasi interpersonal diucapkan sebanyak 49 kali atau 32,24%. Fungsi umpatan selanjutnya yaitu untuk mendiskreditkan orang diucapkan sebanyak 11 umpatan atau 7,24%. Sementara itu, fungsi umpatan untuk memprovokasi diucapkan sebanyak 5 umpatan atau 3,29%. Terakhir, fungsi umpatan yang paling sedikit digunakan dalam novel Telembuk yaitu fungsi umpatan untuk mendapatkan perhatian ditemukan 4 umpatan atau 2,63%. Pembahasan dan penjabaran mengenai fungsi umpatan masyarakat Indramayu yang terdapat dalam novel Telembuk dijelaskan sebagai berikut. a. Untuk Mendapatkan Perhatian Sebagian orang mengucapkan kata umpatan untuk menarik perhatian orang lain karena dengan kata umpatan dianggap memiliki pengaruh yang besar untuk menarik sebuah perhatian. Artinya, kata umpatan digunakan untuk menarik perhatian orang lain agar mau melihat dan mendengarkannya. Kata
102 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya umpatan yang berfungsi untuk menarik perhatian yang terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Bajingan tengik!” Prang! Satu botol minuman pecah Sukirman mengamuk. Orang-orang yang berada di situ terdiam. Sondak dengan cepat memeluk tubuh Sukirman dan berusaha menenangkannya (T, 2020:185). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik”, dan “bajingan tengik”, yang dilontarkan oleh Sukirman dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari semua orang bahwa dirinya sedang marah. Selain itu, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Setan bajingan! Bajingan semua! Pengkhianat!” Safitri begitu kesal dan marah. Carta berusaha menenangkan (T, 2020:244). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik,” “setan bajingan,” “bajingan,” “pengkhianat” yang dilontarkan oleh Safitri dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari orang yang mendengarkan umpatannya. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut. “Dasar setan!! Bajingan tidak tahu diuntung...!!!” umpat Wartiah dengan suara keras. Beberapa tetangga yang sedang duduk di teras rumahnya dengan cepat melihat ke dalam rumah Casta (T, 2020:277). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “dasar setan”, dan “sbajingan” yang dilontarkan oleh Wartiah dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari para tetangganya. Lebih lanjut, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Dikasih tahu malah pergi!” Mukimin kesal. “Paling-paling juga duitnya buat pasang togel. Sejak kapan bapaknya sakit?” lanjutnya.
Imas Juidah, dkk. 103 “Dia itu mau pinjam uang denganmu.” (T, 2020:297). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik” yang dilontarkan oleh Mukimin dengan maksud untuk mendapatkan perhatian Casta agar mau mendengarkannya. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi pertama dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “bajingan”, “setan”, “bajingan tengik”, dan “pengkhianat”. b. Untuk Mendiskreditkan Seseorang Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa jenis kata umpatan, terdapat jenis kata umpatan yang ditujukan untuk menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain. Dengan kata lain, kata-kata umpatan dilontarkan untuk mengungkapkan kekecewaan. Seseorang yang menaruh harapan yang tinggi tetapi kenyataan berbanding terbalik dengan harapannya. Kata umpatan yang berfungsi untuk menghina terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut. Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020:11). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “goblok” dan “sinting” yang dilontarkan oleh Mukimin dengan maksud untuk menghina dan mengejek para jemaah yg ikut mendengarkan pengajian Mukimin. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain terlihat pada kutipan berikut. “Mang Kaslan Gila! Minta dimarahi Mang Dasa tah?! Suara Diva melengking (T, 2020:25). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “gila” yang dilontarkan oleh Safitrri yaitu bermaksud untuk menghina dan merendahkan Mang Kaslan. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain terlihat pada kutipan berikut. “Pulanglah, Fit…” “Aku tidak akan pulang. Semuanya Bajingan!” (T, 2020:98).
104 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya “Benar, Min?!” Bapakku meradang. “Tanya saja dia?! Kataku sambil menuding si perempuan keparat itu (T, 2020:358). “Lalu? Coba kamu lihat laki-laki yang duduk di sebelah kirimu? Dari tadi melihatmu terus. Dilihat dari penampilannya dia orang yang berduit. Cepat, jangan sampai diterkam kucing lain. Ia masih terkesima dengan cerita Mak Dayem. “Cepet, goblok!” sergah Mak Dayem (T, 2020:62). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “bajingan” yang dilontarkan oleh Safitrri yaitu bermaksud untuk mendiskeditkan para lelaki. Demikian pula, umpatan “bajingan” dan “goblok” dalam kutipan tersebut bermaksud untuh merendahkan dan menghina. Sedangkan, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mengungkapkan kekecewaan terlihat pada kutipan berikut. “Badannya saja yang besar. Isinya kurus, pendek, dan tak tahan lama. Kacangan! Sial! (T, 2020:71). “Aku cukup turunin celana dalamku, dan nungging. Eh, kemaluannya malah tidak sampai. Terlampau pendek, ahaha…akhirnya terpaksa aku copot celana dalamku, rokku aku angkat dan mengangkang. Eh, tak sampai dua menit sudah keluar. Muncratan spermanya itu mengotori rokku. Sial! Untung tidak banyak. Brengsek!” (T, 2020:72). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “sial” yang dilontarkan oleh Safitri dengan maksud untuk mengungkapkan kekecewaan Safitri kepada laki-laki yang telah dilayaninya yang tidak sesuai dengan harapan Safitri. Selanjutnya, umpatan “sial” dan “brengsek” juga engan maksud untuk mengungkapkan kekecewaan Safitri kepada laki-laki yang telah dilayaninya yang tidak sesuai dengan harapan Safitri. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendiskreditkan seseorang sangatlah bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi kedua dalam novel Telembuk ini yaitu kata “gila”, “sinting”, “goblok”, “keparat”, “bajingan”, “sial”, dan “brengsek.”
Imas Juidah, dkk. 105 c. Untuk Memprovokasi Dalam banyak kasus, kata-kata umpatan menimbulkan kesan yang negatif di kalangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dengan mendengarkan kata umpatan seseorang akan terbawa emosi. Dengan demikian, kata-kata umpatan dapat membangkitkan amarah bagi yang mendengarnya. Kata umpatan yang berfungsi untuk membangkitkan amarah lawan bicara yang terdapat dalam novel Telembuk terlihat pada kutipan berikut. “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020:94). Plak! Satu tamparan Mang Alek mengenai pipi Diva. “Dasar telembuk nyupang!” ujar Mang Alek (T, 2020:94). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatanumpatan yang digunakan tersebut merupakan umpatan yang berfungsi untuk membangkitkan kemarahan lawan bicaranya. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi ketiga dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “setan”, “bangsat”, dan “telembuk nyupang.” d. Untuk Menciptakan Identifikasi Interpersonal Fungsi kata umpatan selanjutnya yaitu untuk menciptakan identifikasi interpersonal. Kata-kata umpatan diucapkan untuk mengidentifikasi teman atau sahabat dengan cara yang lebih spesifik. Artinya, kata-kata umpatan yang dilontarkan bertujuan untuk mengungkapkan keakraban. Di Indramayu, orang mengumpat karena merasa dekat. Jadi, semakin akrab dan dekat, maka seseorang akan sering mengumpat. Oleh karena itu, fungsi umpatan jenis ini hanya digunakan atau diucapkan kepada yang benar-benar teman akrab. Kata umpatan yang berfungsi untuk menciptakan identifikasi interpersonal yang terdapat dalam novel Telembuk terlihat pada kutipan berikut. “Dengar-dengar, Kirik! Masa kamu tidak tahu sama teman sendiri? Jawab Kriting (T, 2020: 16).
106 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya “Teman yang lain mana?” tanya Kartam. “Kirik kuh! Ditungguin dari tadi!” umpat Kriting pada dua orang yang berjalan yang mendekati jondol, Surip dan Beki. “Bacok-bacok, nih! Ngomong kayak orang berak!” timpal Beki. “Ampun A, aku sih takut sama golok,” Keriting meledek (T, 2020: 17). “Ada cewek rada bening saja langsung melotot. Kirik!” respon Beki (T, 2020: 18). Berdasarkan kutipan tersebut, umpatan “kirik” dalam obrolan dialog tersebut yang diujarkan Kriting dan temantemannya tersebut bertujuan untuk mengungkapkan keakraban dan kedekatan persahabatan mereka. Selain itu, umpatan yang berfungsi untuk mengungkapkan keakraban tampak pada kutipan-kutipan berikut ini. “Tentu saja, Goblok! Mak Dayem menikah di usia yang sangat muda. Usia 12 tahun kalau tidak salah (T, 2020: 60). “Cerita itu masa lalu, yang penting itu sekarang! Nanti mak Dayem ceritakan lagi. Cepat anak Bodoh!” (T, 2020: 62). “Mak Dayem melakukan hubungan seks?” potong Diva. “Tentu saja, goblok! Aku kan sudah pernah melakukannya dengan matan suami, tentu saja tidak ada yang perlu aku khawatirkan. Toh aku juga menikatinya. Tentu saja awalnya aku menolak ajakan pacarku itu, tapi dia terus membujukku. Akhirnya aku turuti saja. Lebih mantap dari yang sebelumnya.” (T, 2020: 75). “Dengarkan dulu, goblok!” aku belum selesai bercerita. Nah, akhirnya kami menikah. Dia sudah menjadi suamiku yang sah. Dia baik. Dia bekerja sebagai buruh tani dan kadang-kadang buruh bangunan di kampung (T, 2020: 76). “Mungkin aja alasan pertama Suami Mak Dayem bukan itu, tapi soal anak. Maaf, apa Mak Dayem tidak periksa ke bidan waktu itu?”
Imas Juidah, dkk. 107 “Tahu apa kamu?! Bajingan! Waktu itu hanya takut yang dirasakan. Aku takut. Terlambat. Sudah terlambat. Kenal bidan saja apa yang kamu katakan benar. Tapi waktu itu aku tidak sampai berpikir seperti itu. Bodohnya aku. Sialan!” (T, 2020: 77). Kutipan-kutipan tersebut merupakan percakapan atau dialog antara Mak Dayem dan Safitri. Penggunaan umpatan “kirik,” “sialan,” “bajingan,” “bodoh,” dan “goblok” yang semuanya dilontarkan oleh Mak Dayem berfungsi untuk menandakan keakraban yang terjalin di antara Mak Dayem dan Safitri karena Mak Dayem sudah menganggap Safitri seperti anaknya sendiri. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk menandakan keakraban dan kedekatan sangatlah bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi keempat dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik,” “sialan,” “bajingan,” “bodoh,” dan “goblok.” e. Sebagai Katarsis Fungsi terakhir dari kata umpatan yaitu untuk memberikan katarsis. Artinya, kata umpatan diucapkan untuk menekankan atau mengekspresikan kemarahan, kekesalan, kesedihan, dan lain sebagainya. Kata umpatan yang berfungsi untuk pengelepasan berbagai emosi yang terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut berikut. “Kirik!” Diva terperanjat. Ia baru ingat kalau hari ini manggung di organ Tunggal Langlang Buana pimpinan Mang Dasa dari Desa Haurgeulis (T, 2020: 4). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa umpatan “kirik” yang dilontarkan Diva untuk mengungkapkan perasaan terkejut dan kesal karena ia baru tersadar kalau ada jadwal manggung. Selain itu, umpatan yang berfungsi untuk mengekspresikan kekesalan tampak pada kutipan-kutipan sebagai berikut. Aku lihat Kriting memberi kode pada perempuan itu, lalu perempuan itu pergi. Sialan! Pasti ini ulah Kriting, pikirku waktu itu (T, 2020: 54).
108 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya “Kalo ngomong jangan sembarangan, Pak. Saya sudah lama bertani di sini.” Kamu tahu tidak ini milik negara? Goblok!” (T, 2020: 69). “Kirik, sialan! Dasar maling! Tukang onar!” “Kirik! Ini orang dialusin malah ngelunjak. Setan! (T, 2020: 69). “Mainnya di mana ?”Tanya Mak Dayem kemudian sambal tertawa lirih. “Kirik, goblok! Tidak modal sama sekali. Itu, di kamar mandi yang tidak ada atapnya. Penutupnya cuman pakai geribik lagi. Dan belakang rumah itu, yang banyak pohon pisangnya.” Diva menunjuk ke arah pohon-pohon pisang yang terlihat seperti siluet. Bicaranya lirih (T, 2020: 71). “Tapi waktu itu aku tak tahu apa-apa. Seorang gadis 12 tahun yang hanya menurut perintah orang tua. Di sinilah letak kekesalanku pada orang tuaku. Bajingan!” (T, 2020: 75). “Setan!” Buk! Wasta mengumpat dan melempar sandalnya ke arah suara tokek itu (T, 2020: 163). “Mungkin wangsitnya kurang jitu, perlu dicoba lagi. Tirakat di hutan sinang, biar nanti didatangi Ki Dusta,” timpal Govar. “Bukan itu. Panjang kalau diceritain. Bikin jengkel saja kalau ingat suara itu. Tokek setan! (T, 2020: 163). “Lurah kirik!” timpal Govar kesal. Karman sengaja mengentikan ceritanya sejenak (T, 2020: 299). Akhirnya untuk kedua kalinya saya pulang dengan kecewa. Bajingan! Kirik! Saya kesal dengan lurah itu (T, 2020: 300). Jangan asal kalau ngomong! Koplok! Kamu malah menyalahkan anakku? Lihat kelakuan anakmu, Ji!” Ayah Sini balik menggertakku dan hampir saja sebuah pukulan melayang ke kepalaku, untung saja ada seorang laki-laki yang menjegalnya (T, 2020: 359).
Imas Juidah, dkk. 109 Kutipan tersebut menunjukkan bahwa umpatanumpatan yang dilontarkan tersebut untuk mengungkapkan atau mengekspresikan kekesalan. Sedangkan, umpatan yang berfungsi untuk mengekspresikan kemarahan tampak pada kutipan-kutipan sebagai berikut. Benar. Suamiku sedang mesra-mesraan dengan seorang gadis seumuranku. Bajingan! Setan! Aku marah (T, 2020: 77). “Begitu gampang seperti orang meludah. Bajingan! Hidupku tak karuan teringat kejadian itu. Setan!” (T, 2020: 77). Benar dugaannya, Mang Alek tengah berhubungan intim dengan seorang perempuan. “Bajingan…!!!! Kirik!!” teriak Diva kalap (T, 2020: 94). “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020: 94). Tak lama kemudian Safitri melepas celana dalamnya. “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan kemaluannya. “kenapa diam?! Bajingan! Kirik!” Ketiga laki-laki itu diam. Safitri mendekati mereka dan menggerayangi tubuh ketiga laki-laki itu. Menggenggam penisnya. “Ayo lakukan, bajingan! Kalau cuman tubuhku yang kalian mau, aku kasih! Bajingan tengik!” Safitri meradang (T, 2020: 143). Orang itu marah, ia ambil batu dan melempar anjing itu dengan penuh kebencian, “Setan alas! Kirik sialan!” Anjing itu lari dengan cepat setelah batu itu hampir saja mengenai kakinya (T, 2020: 165). Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi kelima dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “bajingan”, “setan”, “setan alas,” “koplok,” “goblok,” “tokek setan,” “bajingan tengik”, dan “sialan.”
Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya 111 BAB 11 PENERAPAN KAJIAN SOSIOPRAGMATIK: EUFEMISME DALAM NOVEL AIB DAN NASIB KARYA MINANTO A. Sinopsis Novel Novel Aib dan Nasib karya Minanto menceritakan hiruk-pikuk masyarakat desa Tegalurung Indramayu. Perekonomian desa Tegalurung didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah, pendidikan sangat rendah, teknologi yang kurang maju, pergaulan bebas, dan bertentangan dengan norma-norma sosial. Novel ini diawali dengan cerita kematian beberapa tokoh. Masing-masing tokoh berhadapan dengan peliknya kehidupan di desa. Di sisi lain, nasib mereka juga tidak jauh dari sebuah tragedi, yang dalam hal ini disebut dengan aib khas pedesaan. Suatu bentuk fenomena yang membuat masyarakat wilayah perkotaan geleng-geleng kepala. Kehidupan masyarakat di desa Tegalurung menggambarkan konflik-konflik yang bersumber dari permasalahan-permasalahan lama. Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan besar yang terjadi di masyarakat. Mungkin setiap orang pasti mengalami masalah tersebut. Seperti Mang Sota yang hanya tukang becak dan pemangkas rumput. Setiap harinya, ia hanya mengandalkan sebuah kendaraan roda tiga itu untuk mencari sesuap nasi. Tidak hanya keuangan, dirinya bahkan disulitkan pada keadaan yang menimpanya sebagai duda anak satu, Uripah. Uripah adalah anak Mang Sota dan mendiang Bi Turi yang memiliki gangguan mental dan sulit untuk berkomunikasi. Mang Sota kadang khawatir akan keberadaannya, tidak sedikit anakanak SD dan warga yang mengucilkannya. Beruntungnya, Mang Sota memiliki tetangga yang dapat ia andalkan untuk menjaga Uripah yakni Yuminah. Walaupun begitu, Yuminah hanyalah tetangga, terkadang ia tidak peduli dengan keberadaan Uripah. Dengan seiring bertambahnya
112 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya usia yang beranjak remaja, Mang Sota tetap merasa khawatir ada yang melecehkannya, lantaran Uripah memiliki daya tubuh yang lemah. Kekhawatiran itu terjadi ketika Susanto mencoba menggodanya, hingga Uripah hamil. Sama halnya dengan Uripah, namun alih-alih berontak, Gulabia senang tubuhnya dijamah oleh Kartono dan Kicong. Gulabia lebih dulu kenal dan dekat dengan Kicong. Kala itu Gulabia menjadi bahan taruhan antara Kicong dengan Jahari. Dengan berani, Kicong menyetubuhi Gulabia hingga hamil, namun bukan Kicong yang harus bertanggungjawab atas perbuatannya, melainkan Kartono yang baru ia kenal. Pergaulan bebas pada remaja di desa Tegalurung tidak bisa dihindari. Bahkan kedua adik Marlina yang masih SMA lebih sering bergaul dengan Susanto dan Bagong Badrudin yang tak jelas pendidikannya. Namun, Susanto dan Bagong Badrudin cukup tahu dan mampu mengajarkan Pang Randu dan Godong Gunda dalam menaklukan hati perempuan. Sebab itulah, sebelum Eni pergi ke Singapura, Pang Randu berani menaklukan hatinya, yang tak lain adalah kakak iparnya. Hal itu membuat Marlina marah hebat. Terjadilah pertengkaran antara Marlina dan Eni melalui telepon seluler. Saling tuduh-menuduh selingkuh bukan menjadi satu-satunya penyebab mereka bertengkar. Namun, kemiskinan yang terjadi pun membuat Marlina geram hingga menyusul Eni ke Singapura dengan tujuan membabat lehernya. Belum sampai kota, Marlina melihat beberapa pemuda berkelahi yang tak lain adalah Bagong Badrudin dan Boled Boleng. Perkelahian mereka disebabkan oleh rasa iri Bagong Badrudin yang kalah romantis dengan Boled boleng, Selain itu, Bagong memang memiliki dendam terhadap Boled Boleng yang menyebabkan ibunya meninggal hingga membuat Badrudin sebagai ayah, membencinya. Tidak hanya perkelahian, Marlina pun melihat Uripah terkapar setelah dicabuli oleh Susanto. Uripah tergeletak di sebelah Boled boleng yang penuh darah. Di dalam gedung bekas diskotek Miami, Marlina menyaksikan Bagong Badrudin mencabuli keduanya hingga tertangkap basah oleh Bagong Badrudin. Marlina mencoba menghabisi Bagong Badrudin, namun ia kabur. Setelah itu, Marlina sengaja membiarkan Uripah dan Boled Boleng tetap tinggal dalam diskotek Miami lantaran ia memiliki rencana untuk menyusul Eni di Singapura. Tidak jauh dari gedung itu, Marlina tertabrak kendaraan
Imas Juidah, dkk. 113 roda empat hingga meninggal di tempat. Tidak lama kemudian, Uripah tersadar dan mencoba keluar dari gedung tak berpenghuni itu, namun perjalanan pulang ke rumah Mang Sota tidak berjalan mulus, ia pun tertabrak. Nasibnya tidak jauh berbeda dengan Marlina. B. Analisis Novel Berikut ini penjabaran deskripsi hasil penelitian mengenai eufemisme dalam Novel Aib dan Nasib Karya Minanto. 1. Bentuk Eufemisme Bentuk eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto dibedakan menjadi tiga, yaitu kata, frase, dan klausa. Bentuk eufemisme berupa kata meliputi kata asal, kata turunan, dan kata majemuk. Bentuk eufemisme berupa frase meliputi frase eksosentris dan endosentris. Data bentuk eufemisme dalam novel Aib dan Nasib disajikan pada tabel berikut. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh total eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib berjumlah 115 eufemisme. Bentuk eufemisme yang paling banyak ditemukan dalam novel Aib dan Nasib yaitu dalam bentuk kata sebanyak 107 eufemisme atau 101%. Selanjutnya, eufemisme dalam bentuk frasa sebanyak 5 atau 4, 34%. Sedangkan, eufemisme dalam bentuk klausa hanya ditemukan 3 atau 2, 60% eufemisme dalam novel Aib dan Nasib. Pembahasan dan penjabaran mengenai bentuk eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib dijelaskan sebagai berikut. a. Kata Kata merupakan satuan bebas yang terdiri dan telah mengalami proses morfologi. Kata yang termasuk eufemisme adalah kata-kata yang diperhalus untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap tabu, tidak sopan, dan tidak menyenangkan agar tidak melukai perasaan lawan bicara. 1. Bentuk Eufemisme Berupa Kata Asal Kata asal merupakan kata yang belum mengalami proses pembubuhan imbuhan dan hanya mempunyai satu morfem, yaitu morfem bebas yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan
114 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya biasa. Kata asal dalam hal ini merupakan kata-kata yang di dalamnya memiliki unsur eufemisme. Contoh penggunaan bentuk eufemisme berupa kata asal yang ditemukan dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto yaitu sebagai berikut. (1) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orangorang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus jenazah di rumah Nurumubin (Aib dan Nasib, 2020:3). (1a) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orangorang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus mayat di rumah Nurumubin. Kata jenazah pada kalimat (1) digunakan untuk menggantikan kata mayat pada kalimat (1a). Kata jenazah dan mayat, keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata jenazah dan mayat memiliki makna yang sama, yaitu badan atau tubuh orang yang sudah meninggal (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata jenazah mempunyai nilai rasa yang lebih halus daripada kata mayat. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (2) Selang beberapa rumah dari musala tersebut, sepasang suami istri sedang berpagutan dalam kain sarung (Aib dan Nasib, 2020:3). (2a) Selang beberapa rumah dari musala tersebut, sepasang suami istri sedang bersetubuh dalam kain sarung. Kata berpagutan pada kalimat (2) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (2a). Kata berpagutan dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata berpagutan dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata berpagutan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (3) “Salah satu anak Nurumubin meninggal” (Aib dan Nasib, 2020:4).
Imas Juidah, dkk. 115 (3a) “Salah satu anak Nurumubin mati” Kata meninggal pada kalimat (3) digunakan untuk menggantikan kata mati pada kalimat (3a). Kata pantat dan bokong, keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata meninggal dan mati memiliki makna yang sama, yaitu sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata meninggal mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata mati. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (4) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar makam itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin (Aib dan Nasib, 2020: 14). (4a) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar kuburan itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin. Kata makam pada kalimat (4) digunakan untuk menggantikan kata kuburan pada kalimat (4a). Kata makam dan kuburan, keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata makam dan kuburan memiliki makna yang sama, yaitu tanah tempat menguburkan mayat; makam (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata makam mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kuburan. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (5) Empat sisi bidang tanah itu telah dipatok dengan bambu oleh kaji Basuki, tetapi kemudian diganti dengan empat botol limun oleh Marlina; keempat botol itu ditanam terbalik sehingga yang terlihat cuma pantat botol (Aib dan Nasib, 2020: 14). (5a) Empat sisi bidang tanah itu telah dipatok dengan bambu oleh kaji Basuki, tetapi kemudian diganti dengan empat botol limun oleh Marlina; keempat botol itu ditanam terbalik sehingga yang terlihat cuma bokong botol. Kata pantat pada kalimat (5) digunakan untuk menggantikan kata bokong pada kalimat (5a). Kata pantat dan bokong keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata
116 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya pantat dan bokong memiliki makna yang sama, yaitu bagian pangkal paha di sebelah belakang (yang mengapit dubur); bokong (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata pantat mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bokong. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (6) Sebab sama seperti gadis umum tegalsembadra, tujuan Gulabia setelah lulus sekolah adalah mendaftar calon TKI atu mendaftar sebagai istri (Aib dan Nasib, 2020: 17). (6a) Sebab sama seperti gadis umum tegalsembadra, tujuan Gulabia setelah lulus sekolah adalah mendaftar calon pembantu atu mendaftar sebagai istri. Kata TKI pada kalimat (6) digunakan untuk menggantikan kata pembantu pada kalimat (6a). Kata TKI dan kata pembantu keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata TKI dan kata pembantu memiliki makna yang sama, yaitu orang upahan, pekerjaannya (membantu) mengurus pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyapu, dan sebagainya) (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata TKI mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pembantu. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (7) Bagong Badrudin ada disana, dan sempat tergelakgelak saat Boled Boleng lebih memilih memungut nasi bungkus ketimbang menarik celananya yang melorot memperlihatkan penisnya yang menjulur (Aib dan Nasib, 2020: 23). (7a) Bagong Badrudin ada disana, dan sempat tergelakgelak saat Boled Boleng lebih memilih memungut nasi bungkus ketimbang menarik celananya yang melorot memperlihatkan kontolnya yang menjulur. Kata penis pada kalimat (7) digunakan untuk menggantikan kata kontol pada kalimat (7a). Kata penis dan kontol keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata penis dan kontol memiliki makna yang sama, yaitu kemaluan laki-laki; zakar (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya,
Imas Juidah, dkk. 117 kata penis mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kontol. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (8) “Berhentilah membela telembuk dan lonte,” sergah Marlina (Aib dan Nasib, 2020: 72). (8a) “Berhentilah membela pelacur dan lonte,” sergah Marlina. Kata telembuk pada kalimat (8) digunakan untuk menggantikan kata pelacur pada kalimat (8a). Kata telembuk dan pelacur keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata telembuk dan pelacur memiliki makna yang sama, yaitu orang yang melacur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata telembuk mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pelacur. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (9) “Berhentilah membela telembuk dan lonte,” sergah Marlina (Aib dan Nasib, 2020: 25). (9a) “Berhentilah membela telembuk dan pelacur,” sergah Marlina. Kata lonte pada kalimat (9) digunakan untuk menggantikan kata pelacur pada kalimat (9a). Kata lonte dan pelacur sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata lonte dan kata pelacur memiliki makna yang sama, yaitu orang yang melacur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata lonte mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pelacur. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (10) “Ibumu sudah mangkat dengan tenang.” (Aib dan Nasib, 2020: 26). (10a) “Ibumu sudah mati dengan tenang.” Kata mangkat pada kalimat (10) digunakan untuk menggantikan kata mati pada kalimat (10a). Kata mangkat dan mati, keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata mangkat merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa
118 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya yang memiliki makna pergi dan mati memiliki makna sudah hilang nyawanya atau tidak hidup lagi (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata mangkat mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata mati. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (11) “Ya begitulah, Nok Eni,” ujar Nurumubin. “Kurestui kalian menikah. Tapi, beginilah keadaan keluarga Marlina (Aib dan Nasib, 2020: 36). (11a) “Ya begitulah, Nok Eni,” ujar Nurumubin. “Kurestui kalian kawin. Tapi, beginilah keadaan keluarga Marlina. Kata menikah pada kalimat (11) digunakan untuk menggantikan kata kawin pada kalimat (11a). Kata menikah dan kawin keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata menikah dan kawin memiliki makna yang sama, yaitu membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata menikah mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kawin. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (12) Dan diikutilah oleh Uripah sehingga payudaranya yang mengkal diperlihatkan secara utuh (Aib dan Nasib, 2020: 261). (12a) Dan diikutilah oleh Uripah sehingga susu yang mengkal diperlihatkan secara utuh. Kata payudara pada kalimat (12) digunakan untuk menggantikan kata susu pada kalimat (12a). Kata payudara dan susu keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata payudara dan kata susu memiliki makna yang sama, yaitu organ tubuh yang terletak di dada wanita yang dapat menghasilkan makanan untuk bayi, berupa cairan; buah dada; payudara; tetek (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata payudara mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata susu. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut.
Imas Juidah, dkk. 119 (13) “Kalau kalian sedang rabenan dengan perempuan, kalian harus hati-hati…” (Aib dan Nasib, 2020: 272). (13a) “Kalau kalian sedang bersetubuh dengan perempuan, kalian harus hati-hati…” Kata rabenan pada kalimat (13) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (13a). Kata rabenan dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata rabenan dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata rabenan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (14) Selain mendengarkan berbagai omelan Nurumubin, Pang Randu, Godong Gunda, dan Marlina terpaksa tidak bisa beranjak meskipun urin terasa hendak mancur dari saluran kemih (Aib dan Nasib, 2020: 66). (14a) Selain mendengarkan berbagai omelan Nurumubin, Pang Randu, Godong Gunda, dan Marlina terpaksa tidak bisa beranjak meskipun air kencing terasa hendak mancur dari saluran kemih. Kata urin pada kalimat (14) digunakan untuk menggantikan frase air kencing pada kalimat (14a). Kata urin dan frase air kencing keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata urin dan frase air kencing memiliki makna yang sama, yaitu zat cair buangan yang terhimpun di dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih; air kemih; air seni (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata urin mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada frase air kencing. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (15) “Bagaimana bisa berbeda? Tolong jelaskan kepadaku lebih utama mana; hibah sebagian tanah untuk orang lain atau tetangga sebelah rumah?” (Aib dan Nasib, 2020: 67).
120 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya (15a) “Bagaimana bisa berbeda? Tolong jelaskan kepadaku lebih utama mana; pemberian sebagian tanah untuk orang lain atau tetangga sebelah rumah?’ Kata hibah pada kalimat (15) digunakan untuk menggantikan kata pemberian pada kalimat (15a). Kata hibah dan pemberian keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata hibah dan pemberian memiliki makna yang sama, yaitu pemberian (dengan sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata hibah mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pemberian. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (16) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tinja mereka dangkal, Mnag Sota lebih bisa diandalkan (Aib dan Nasib, 2020: 68). (16a) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tahi mereka dangkal, Mang Sota lebih bisa diandalkan. Kata tinja pada kalimat (16) digunakan untuk menggantikan kata tahi pada kalimat (16a). Kata tinja dan tahi keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata tinja dan tahi memiliki makna yang sama, yaitu kotoran atau hasil buangan yang dikeluarkan dari alat pencernaan ke luar tubuh melalui dubur, mengandung zat-zat makanan yang tidak dapat dicernakan dan zat-zat yang tidak berasal dari makanan, misalnya jaringan yang aus, mikroba yang mati; feses; kotoran (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata tinja mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata tahi. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (17) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tinja mereka dangkal, Mnag Sota lebih bisa diandalkan (Aib dan Nasib, 2020: 68).
Imas Juidah, dkk. 121 (17a) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tahi mereka dangkal, Mnag Sota lebih bisa diandalkan. Kata tinja pada kalimat (17) digunakan untuk menggantikan kata tahi pada kalimat (17a). Kata tinja dan tahi keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata tinja dan tahi memiliki makna yang sama, yaitu kotoran atau hasil buangan yang dikeluarkan dari alat pencernaan ke luar tubuh melalui dubur, mengandung zat-zat makanan yang tidak dapat dicernakan dan zat-zat yang tidak berasal dari makanan, misalnya jaringan yang aus, mikroba yang mati; feses; kotoran (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata tinja mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata tahi. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (18) “Silakan ganti terali saja, Pak. Penjarakan saja anakmu ini,” Bagong terdengar menantang (Aib dan Nasib, 2020: 75). (18a) “Silakan ganti terali saja, Pak. buikan saja anakmu ini,” Bagong terdengar menantang. Kata penjara pada kalimat (18) digunakan untuk menggantikan kata bui pada kalimat (18a). Kata penjara dan bui keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata penjara dan bui memiliki makna yang sama, yaitu bangunan tempat mengurung orang hukuman; bui; lembaga pemasyarakatan (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata penjara mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bui. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (19) Pertama adalah ketika memberikan upah sebagian untuk membangun fondasi rumah, dan kedua kali adalah ketika memberikan upah penuh untuk melengkapi rumah dengan asbes dan cat, sekaligus menitipkan sperma sebelum pergi lagi menuntaskan kontrak kerja (Aib dan Nasib, 2020: 77).
122 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya (19a) Pertama adalah ketika memberikan upah sebagian untuk membangun fondasi rumah, dan kedua kali adalah ketika memberikan upah penuh untuk melengkapi rumah dengan asbes dan cat, sekaligus menitipkan mani sebelum pergi lagi menuntaskan kontrak kerja. Kata sperma pada kalimat (19) digunakan untuk menggantikan kata mani pada kalimat (19a). Kata sperma dan mani keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata sperma dan mani memiliki makna yang sama, yaitu bangunan tempat mengurung orang hukuman; bui; lembaga pemasyarakatan (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata sperma mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata mani. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (20) “Dari pada kami terus-terusan termakan bualanmu, kau buktikan kalau kau telah menggagahi Gulabia.” (Aib dan Nasib, 2020: 79). (20a) “Dari pada kami terus-terusan termakan bualanmu, kau buktikan kalau kau telah memerkosa Gulabia.” Kata menggagahi pada kalimat (20) digunakan untuk menggantikan kata memerkosa pada kalimat (20a). Kata menggagahi dan memerkosa keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata menggagahi dan memerkosa memiliki makna yang sama, yaitu menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata menggagahi mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata memerkosa. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (21) “Tapi aku mau begituan,” ujar Kicong (Aib dan Nasib, 2020: 34). (21a) “Tapi aku mau bersetubuh,” ujar Kicong. Kata begituan pada kalimat (21) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (21a). Kata
Imas Juidah, dkk. 123 begituan dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata begituan dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata begituan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (22) “Kalau kalian pengen ngerasain ngentot, tidak perlulah kalian pikir lama-lama. Hajar! Sikat! Itu saja!” (Aib dan Nasib, 2020: 91). (22a) Kalau kalian pengen ngerasain bersetubuh, tidak perlulah kalian pikir lama-lama. Hajar! Sikat! Itu saja!” Kata ngentot pada kalimat (22) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (22a). Kata ngentot dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata ngentot dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata ngentot mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (23) Ia menindih Pang dan langsung melipat sebelah kaki Pang, sehingga mereka tampak sedang bersanggama (Aib dan Nasib, 2020: 68). (23a) Ia menindih Pang dan langsung melipat sebelah kaki Pang, sehingga mereka tampak sedang bersetubuh. Kata bersanggama pada kalimat (23) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (23a). Kata bersanggama dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata ngentot dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata bersanggama mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain
124 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (24) Niat Darto hendak indehoi dengan Rusniti pun batal (Aib dan Nasib, 2020: 68). (24a) Niat Darto hendak bersetubuh dengan Rusniti pun batal. Kata indehoi pada kalimat (24) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (24a). Kata indehoi dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata indehoi dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata indehoi mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (25) Ketika matahari sedang condong ke barat, Kartono baru selesai menjamah seluruh tubuh Gulabia (Aib dan Nasib, 2020: 68). (25a) Ketika matahari sedang condong ke barat, Kartono baru selesai bersetubuh seluruh tubuh Gulabia. Kata menjamah pada kalimat (25) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (25a). Kata menjamah dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata menjamah dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata menjamah mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (26) “Mau bilang apalagi, Mang. Percuma aku bilang ini-itu juga, mana mungkin telinga mereka mendengarkan.” (Aib dan Nasib, 2020: 112). (26a) “Mau bilang apalagi, Mang. Percuma aku bilang ini-itu juga, mana mungkin kuping mereka mendengarkan.”
Imas Juidah, dkk. 125 Kata telinga pada kalimat (26) digunakan untuk menggantikan kata kuping pada kalimat (26a). Kata telinga dan kuping keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata telinga dan kuping memiliki makna yang sama, yaitu alat pendengaran yang terletak di kanan kiri kepala (manusia atau binatang); kuping (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata telinga mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kuping. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (27) Ntah mengapa ia begitu pun ia tidak paham, padahal ia tahu ia pernah mimpi bercinta dan membersihkan sperma dipagi hari setelah menikahi Emi (Aib dan Nasib, 2020: 124). (27a) Ntah mengapa ia begitu pun ia tidak paham, padahal ia tahu ia pernah mimpi bercinta dan membersihkan sperma dipagi hari setelah menikahi Eni. Kata bercinta pada kalimat (27) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (27a). Kata bercinta dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata bercinta dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata bercinta mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (28) “Menggaulimu sebagai bukti kita telah sah suami istri.” (Aib dan Nasib, 2020: 133). (28a) “Menggaulimu sebagai bukti kita telah sah suami istri.” Kata menggauli pada kalimat (28) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (28a). Kata menggauli dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata menggauli dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat
126 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya dari nilai rasanya, kata menggauli mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (29) Tidak ada cara lain untuk dapat ikut mendengarkan pembicaraan haji Dasuki dan Yu Minah, selain dengan menguping dari jamban sembari berpura-pura buang air besar (Aib dan Nasib, 2020: 174). (29a) Tidak ada cara lain untuk dapat ikut mendengarkan pembicaraan haji Dasuki dan Yu Minah, selain dengan menguping dari toilet sembari berpura-pura buang air besar. Kata jamban pada kalimat (29) digunakan untuk menggantikan kata toilet pada kalimat (28a). Kata jamban dan toilet keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata jamban dan toilet memiliki makna yang sama, yaitu tempat buang air; kakus; tandas; peturasan (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata jamban mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata toilet. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (30) Dan sembarangan membuka celana, menungging, membuang hajat, sembari sambil memakan buah ciplukan satu-persatu (Aib dan Nasib, 2020: 197). (30a) Dan sembarangan membuka celana, menungging, membuang berak, sembari sambil memakan buah ciplukan satu-persatu. Kata hajat pada kalimat (30) digunakan untuk menggantikan kata berak pada kalimat (30a). Kata hajat dan berak keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata hajat dan berak memiliki makna yang sama, yaitu kotoran manusia atau binatang; tahi (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata hajat mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata berak. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut.
Imas Juidah, dkk. 127 (31) Boled Boleng merasakan hangat di selangkangan lantaran tidak dapat menahan pipis dan tidak saja ketakutan, tetapi rasa panik menggantung di sana (Aib dan Nasib, 2020: 252). (31a) Boled Boleng merasakan hangat di selangkangan lantaran tidak dapat menahan kencing dan tidak saja ketakutan, tetapi rasa panik menggantung di sana. Kata pipis pada kalimat (31) digunakan untuk menggantikan kata kencing pada kalimat (31a). Kata pipis dan kencing keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata pipis dan kencing memiliki makna yang sama, yaitu buang air kecil; berkemih (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata pipis mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kencing. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (32) Ya, betul, selain mendengar Mang Sota kabur, aku baru saja mendengar kalau si Bagong Badrudin juga kabur dari rumah.” (Aib dan Nasib, 2020: 262). (32a) Ya, betul, selain mendengar Mang Sota kabur, aku baru saja mendengar kalau si Bagong Badrudin juga kabur dari rumah.” Kata kabur pada kalimat (32) digunakan untuk menggantikan kata minggat pada kalimat (32a). Kata kabur dan minggat keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata kabur dan minggat memiliki makna yang sama, yaitu melarikan diri; pergi tanpa minta izin (berpamitan) (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata kabur mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata minggat. 2. Bentuk Eufemisme Berupa Kata turunan Kata turunan merupakan kata yang terbentuk karena proses afiksasi, reduplikasi, atau penggabungan. Kata turunan dalam penelitian ini merupakan kata-kata yang terdapat unsur eufemisme di dalamnya. Contoh penggunaan eufemisme berupa kata turunan yang ditemukan dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto yaitu sebagai berikut.
128 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya (33) “Anak saya baru saja dimakamkan sore tadi.” (Aib dan Nasib, 2020:24). (33a) “Anak saya baru saja dikuburkan sore tadi.” Kata dimakamkan pada kalimat (33) digunakan untuk menggantikan kata dikuburkan pada kalimat (33a). Kata dimakamkan merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu konfiks {di-kan} + {makam}. Konfiks {dikan} pada kata dimakamkan berfungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif, sedangkan maknanya yaitu ‘menyatakan makna kausatif atau menyebabkan terjadinya sesuatu dan menyatakan makna suatu perbuatan dilakukan untuk orang lain’. Kata dimakamkan dalam konteks kalimat (33) digunakan untuk menggantikan kata dikuburkan dalam konteks kalimat (33a). Kata dikuburkan merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu afiks {di-kan} + {kubur}. Konfiks {di-kan} pada kata dikuburkan berfungsi sebagai pembentuk kata kerja pasif, sedangkan maknanya yaitu ‘menyatakan makna kausatif atau menyebabkan terjadinya sesuatu dan menyatakan makna suatu perbuatan dilakukan untuk orang lain’. Kata dimakamkan dan dikawinkan keduanya samasama merupakan jenis kata kerja pasif. Kata dimakamkan dan dikuburkan memiliki makna yang sama, yaitu melakukan perbuatan untuk memakamkan orang lain (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata dimakamkan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata dikuburkan. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata turunan, yaitu sebagai berikut. (34) “Atau tutup matamu jika bercinta dengannya.” (Aib dan Nasib, 2020:22). (34a) “Atau tutup matamu jika bersetubuh dengannya.” Kata bercinta pada kalimat (34) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (34a). Kata bercinta merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu afiks {ber-} + {cinta}. Afiks {ber-} pada kata bercinta berfungsi sebagai pembentuk kata kerja intransitif, sedangkan maknanya yaitu ‘mengerjakan atau
Imas Juidah, dkk. 129 melakukan perbuatan’. Kata bercinta dalam konteks kalimat (34) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh dalam konteks kalimat (34a). Kata bersetubuh merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu afiks {ber- } + {setubuh}. Afiks {ber-} pada kata bersetubuh berfungsi sebagai pembentuk kata kerja intransitif, sedangkan maknanya yaitu ‘mengerjakan atau melakukan perbuatan’. Kata bercinta dan bersetubuh keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata bercinta dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu bersanggama (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata bercinta mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata turunan, yaitu sebagai berikut. (35) “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan kemaluannya (Aib dan Nasib, 2020:143). (35a) “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan vaginanya. Kata kemaluan pada kalimat (35) digunakan untuk menggantikan kata vagina pada kalimat (35a). Kata kemaluan merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu konfiks {ke-an} + {malu}. konfiks {ke-an} pada kata kemaluan berfungsi sebagai pembentuk kata benda, sedangkan maknanya yaitu ‘menyerupai suatu hal’. Kata kemaluan dalam konteks kalimat (35) digunakan untuk menggantikan kata vagina dalam konteks kalimat (35a). Kata kemaluan dan vagina keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata kemaluan dan vagina memiliki makna yang sama, yaitu menunjukkan alat kelamin wanita (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata kemaluan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata vagina. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata turunan, yaitu sebagai berikut. (36) Ini membuatku semakin bergairah untuk menjadi kiai kondang (Aib dan Nasib, 2020:273). (36a) Ini membuatku semakin bernafsu untuk menjadi kiai kondang.
130 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya Kata bergairah pada kalimat (36) digunakan untuk menggantikan kata bernafsu pada kalimat (36a). Kata bergairah merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu afiks {ber-} + {gairah}. Afiks {ber- } pada kata bergairah berfungsi sebagai pembentuk kata kerja intransitif, sedangkan maknanya yaitu ‘mengerjakan atau melakukan perbuatan’. Kata bergairah dalam konteks kalimat (36) digunakan untuk menggantikan kata bernafsu dalam konteks kalimat (36a). Kata bernafsu merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu afiks {ber- } + {nafsu}. Afiks {ber-} pada kata bernafsu berfungsi sebagai pembentuk kata kerja intransitif, sedangkan maknanya yaitu ‘mengerjakan atau melakukan perbuatan’. Kata bergairah dan bernafsu keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata bergairah dan bernafsu memiliki makna yang sama, yaitu sangat ingin akan; berhasrat; bersemangat (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata bergairah mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bernafsu. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata turunan, yaitu sebagai berikut. (37) “Berarti yang bajingan itu orang seperti Sodikin. Ada sepuluh saja orang seperti Sodikin di Indramayu, dijamin perslindetan akan naik cepat,” ucap Sujana (Aib dan Nasib, 2020:305). (37a) “Berarti yang bajingan itu orang seperti Sodikin. Ada sepuluh saja orang seperti Sodikin di Indramayu, dijamin perpelacuran akan naik cepat,” ucap Sujana. Kata perselindetan pada kalimat (37) digunakan untuk menggantikan kata perpelacuran pada kalimat (37a). Kata perselindetan merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu konfiks {per-an} + {gairah}. Konfiks {peran} pada kata perselindetan berfungsi untuk membentuk kata benda dari jenis kata lain yang bukan kata benda. Konfiks {per-an} tidak mempunyai makna jika berdiri sendiri, tetapi setelah bergabung dengan kata slindet menjadi perselindetan, morfem per-an menjadi memiliki makna ‘perihal slindet’. Kata perselindetan dalam konteks kalimat (37) digunakan untuk
Imas Juidah, dkk. 131 menggantikan kata perpelacuran dalam konteks kalimat (37a). Kata perpelacuran merupakan kata turunan yang terbentuk karena proses afiksasi, yaitu konfiks {per-an} pada kata perpelacuran berfungsi untuk membentuk kata benda dari jenis kata lain yang bukan kata benda. Konfiks {per-an} tidak mempunyai makna jika berdiri sendiri, tetapi setelah bergabung dengan kata pelacur menjadi perpelacuran, morfem per-an menjadi memiliki makna ‘perihal pelacur’. Kata perselindetan dan perpelacuran keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata perselindetan dan perpelacuran memiliki makna yang sama, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan pelacuran (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata perselindetan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata perpelacuran. b. Frase Frase merupakan gabungan dua kata atau lebih dan hanya menduduki satu fungsi. Frase berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu frase endosentris dan frase eksosentris. Frase endosentris merupakan frase yang memiliki kedudukan sejajar dan pada fungsi tertentu dapat diganti oleh unsurnya. Unsur frase yang dapat menggantikan fungsi tertentu dalam frase tersebut disebut sebagai unsur pusat. Sementara itu, frase eksosentris merupakan frase yang tidak mempunyai distribusi sama dengan semua unsurnya. Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frase dikelompokkan menjadi frase preposisional, frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase numeralia, dan frase konjungsi. Selanjutnya, frase berdasarkan kedudukannya dikelompokkan menjadi dua yaitu frase setara dan frase bertingkat. Sedangkan, frase berdasarkan makna yang terkandungnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu frase biasa, frase ambigu, dan frase idiom. Dalam penelitian ini, bentuk kebahasaan eufemisme berupa frase yang ditemukan dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto yaitu sebagai berikut. (38) Sebelum dipergoki sedang menggosok-gosokan batang kemaluan pada lubang dipelepah pisang, Boled Boleng di bentak-bentak sebelum kemudian diusir dengan dilemparkan sebungkus nasi lengkoh dari tangan Inem si penjual seksi dari blok sigong (Aib dan Nasib, 2020:23).
132 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya (38a) Sebelum dipergoki sedang menggosok-gosokan kontol pada lubang dipelepah pisang, Boled Boleng di bentak-bentak sebelum kemudian diusir dengan dilemparkan sebungkus nasi lengkoh dari tangan Inem si penjual seksi dari blok sigong. Frase batang kemaluan pada kalimat (38) digunakan untuk menggantikan kata kontol pada kalimat (38a). Frase batang kemaluamn pada kalimat (38) merupakan bentuk kebahasaan eufemisme berupa frase. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya, frase batang kemaluan termasuk frase endosentris atributif. Frase batang kemaluan terdiri dari kata batang yang merupakan unsur pusat dan kata kemaluan sebagai atribut yang menerangkan unsur pusat (batang). Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frase batang kemaluan termasuk dalam frase nomina. Frase batang kemaluan memiliki nilai rasa yang lebih halus daripada kata kontol. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa frase, yaitu sebagai berikut. (39) “Itu si Sota mulai hilang pikiran. Masa Uripah diperlakukan seperti anak lelaki. Aku jadi kasihan.” (Aib dan Nasib, 2020:57). (39a) “Itu si Sota mulai gila. Masa Uripah diperlakukan seperti anak lelaki. Aku jadi kasihan.” Frase hilang pikiran pada kalimat (39) digunakan untuk menggantikan kata gila pada kalimat (39a). Frase hilang pikiran pada kalimat (39) merupakan bentuk kebahasaan eufemisme berupa frase. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya, frase hilang pikiran termasuk frase endosentris atributif. Frase hilang pikiran terdiri dari kata hilang yang merupakan unsur pusat dan kata pikiran sebagai atribut yang menerangkan unsur pusat (hilang). Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frase hilang pikiran termasuk dalam frase nominal. Frase hilang pikiran memiliki nilai rasa yang lebih halus daripada kata gila. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa frase, yaitu sebagai berikut. (40) “Besok atau lusa kau akan jadi buah bibir orang-orang. Tunggu saja.” (Aib dan Nasib, 2020: 101).
Imas Juidah, dkk. 133 (40a) “Besok atau lusa kau akan jadi gunjingan orang-orang. Tunggu saja.” Frase buah bibir pada kalimat (40) digunakan untuk menggantikan kata gunjingan pada kalimat (40a). Frase buah bibir pada kalimat (40) merupakan bentuk kebahasaan eufemisme berupa frase. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya, frase buah bibir termasuk frase endosentris atributif. Frase buah bibir terdiri dari kata buah yang merupakan unsur pusat dan kata bibir sebagai atribut yang menerangkan unsur pusat (buah). Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frase buah bibir termasuk dalam frase nominal. Frase buah bibir memiliki nilai rasa yang lebih halus daripada kata gunjingan. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa frase, yaitu sebagai berikut. (41) Tidak ada cara lain untuk ikut mendengarkan pembicaraan antara Kaji Basuki dan Yuminah, selain dengan menguping dari jamban sembari berpura-pura buang air besar (Aib dan Nasib, 2020:91). (41a) Tidak ada cara lain untuk ikut mendengarkan pembicaraan antara Kaji Basuki dan Yuminah, selain dengan menguping dari jamban sembari berpura-pura berak. Frase buang air besar pada kalimat (41) digunakan untuk menggantikan kata berak pada kalimat (41a). Frase buang air besar pada kalimat (41) merupakan bentuk kebahasaan eufemisme berupa frase. Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya, frase buang air besar termasuk frase endosentris atributif. Frase buang air besar terdiri dari kata buang air yang merupakan unsur pusat dan kata besar sebagai atribut yang menerangkan unsur pusat (baung air). Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frase buah bibir termasuk dalam frase verbal. Frase buang air besar memiliki nilai rasa yang lebih halus daripada kata berak. c. Klausa Klausa merupakan inti kalimat yang biasanya terdiri dari subjek (S) dan Predikat (P). Klausa bisa terdiri dari dua kata atau lebih, namun berbeda dengan frase karena frase tidak memili predikat. Dalam penelitian ini, bentuk kebahasaan eufemisme berupa klausa dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto adalah sebagai berikut.
134 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya (42) Seharian itu ia tampak seperti oang yang kehilangan kewarasannya. (Aib dan Nasib, 2020:10). (42a) Seharian itu ia tampak seperti oang yang gila. Klausa kehilangan kewarasannya pada kalimat (42) digunakan untuk menggantikan kata gila pada kalimat (42a). Klausa kehilangan kewarasannya dan kata gila memiliki makna yang sama, yaitu gangguan jiwa; sakit ingatan (kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal) (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, klausa kehilangan kewarasannya mempunyai nilai rasa yang lebih halus daripada kata gila. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (43) Ia panas lagi, dan Yuminah dan Mang Sota pun bolak-balik puskesmas lagi. Sampai kemudian, Selamet tidak dapat selamat (Aib dan Nasib, 2020:83). (43a) Ia panas lagi, dan Yuminah dan Mang Sota pun bolak-balik puskesmas lagi. Sampai kemudian, Selamet mati. Klausa tidak dapat selamat pada kalimat (43) digunakan untuk menggantikan kata mati pada kalimat (43a). Klausa tidak dapat selamat dan kata mati memiliki makna yang sama, yaitu sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, klausa tidak dapat selamat mempunyai nilai rasa yang lebih halus daripada kata mati. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (44) Ia tidak digubris lantaran kemampuan dengar perempuan itu telah merosot (Aib dan Nasib, 2020:73). (44a) Ia tidak digubris lantaran tuli. Klausa kemampuan dengar perempuan itu telah merosot pada kalimat (44) digunakan untuk menggantikan kata tuli pada kalimat (44a). Klausa kemampuan dengar perempuan itu telah merosot dan kata tuli memiliki makna yang sama, yaitu tidak dapat mendengar (karena rusak pendengarannya); pekak; tunarungu (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, klausa kemampuan dengar perempuan itu telah merosot mempunyai nilai rasa yang lebih halus daripada kata tuli. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut.
Imas Juidah, dkk. 135 2. Referensi Eufemisme Bentuk-bentuk kebahasaan memiliki hubungan yang arbitrer dengan maknanya atau dengan referennya. Referensi eufemisme dalam novel Aib dan Nasib karya Keduang Darma Romansha sama antara bentuk penggganti dengan bentuk terganti. Hal tersebut menunjukkan bahwa referensi antara bentuk pengganti dengan bentuk terganti tidak terjadi perubahan, sehingga dapat dinyatakan bahwa bentuk pengganti dengan bentuk terganti tidak menimbulkan bentuk referensi yang baru. Eufemisme digunakan untuk menghindari pengaruh-pengaruh negatif dalam peristiwa komunikasi yang mengacu kepada referen-referen tertentu. Jenis referensi eufemisme yang digunakan dalam novel Aib dan Nasib yaitu 1) benda dan binatang, 2) bagian tubuh, 3) profesi, 4) penyakit, 5) aktivitas, 6) peristiwa, 7) sifat atau keadaan. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh total eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib berjumlah 115 eufemisme. Referensi eufemisme yang paling banyak ditemukan dalam novel Aib dan Nasib berupa bagian tubuh sebanyak 33 eufemisme atau 28, 69%. Selanjutnya, referensi eufemisme berupa aktivitas sebanyak 27 eufemisme atau 23,47%, referensi eufemisme berupa benda dan binatang sebanyak 33 eufemisme atau 28,69% referensi eufemisme berupa sifat atau keadaan sebanyak 12 eufemisme atau 10,43%, referensi eufemisme berupa peristiwa sebanyak 6 eufemisme atau 5,21%, referensi eufemisme berupa profesi sebanyak 4 eufemisme atau 3,47%, referensi eufemisme berupa penyakit tidak ditemukan dalam novel Aib dan Nasib atau 0,00%. Pembahasan dan penjabaran mengenai referensi eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib dijelaskan sebagai berikut. a. Benda dan Binatang Suatu benda yang tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya karena bermakna kotor, tidak senonoh, memalukan, melanggar etika, atau berbahaya. Begitu juga dengan benda-benda yang dikeluarkan oleh aktivitas organ tubuh manusia ada beberapa di antaranya memiliki referen menjijikan, sehingga perlu dicarikan bentuk penggantinya. Agar benda-benda tersebut memiliki nilai rasa sopan dan halus dalam penuturannya, maka penutur menggunakan bentuk eufemisme. Contoh referensi eufemisme yang berkaitan dengan benda
136 Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya dan binatang dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto yaitu sebagai berikut. (45) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orang-orang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus jenazah di rumah Nurumubin (Aib dan Nasib, 2020: 3). (45a) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orang-orang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus mayat di rumah Nurumubin. Bentuk kebahasaan jenazah pada kalimat (45) dan mayat pada kalimat (45a), keduanya sama-sama merupakan referensi eufemisme yang mengacu pada benda. Kata jenazah dan mayat memiliki makna yang sama, yaitu badan atau tubuh orang yang sudah mati. Jika dilihat dari nilai rasanya, kedua bentuk kebahasaan jenazah dan mayat mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata jenazah mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata mayat. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai referensi eufemisme berupa banda dan binatang, yaitu sebagai berikut. (46) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar makam itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin (Aib dan Nasib, 2020: 14). (46a) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar kuburan itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin. Bentuk kebahasaan makam pada kalimat (46) dan kata kuburan pada kalimat (46a), keduanya sama-sama merupakan referensi eufemisme yang mengacu pada benda. Kedua kata tersebut, memiliki makna yang sama, yaitu tanah tempat menguburkan jenazah. Jika dilihat dari nilai rasanya, kedua bentuk kebahasaan makam dan kuburan mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata makam mempunyai nilai rasa yang lebih baik dan tinggi derajatnya daripada kata kuburan. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai referensi eufemisme berupa banda dan binatang, yaitu sebagai berikut. (47) Selain mendengarkan berbagai omelan Nurumubin, Pang Randu, Godong Gunda, dan Marlina terpaksa tidak bisa beranjak meskipun urin terasa hendak mancur dari saluran kemih (Aib dan Nasib, 2020: 66).
Imas Juidah, dkk. 137 (47a) Selain mendengarkan berbagai omelan Nurumubin, Pang Randu, Godong Gunda, dan Marlina terpaksa tidak bisa beranjak meskipun air kencing terasa hendak mancur dari saluran kemih. Bentuk kebahasaan urin pada kalimat (47) dan frase air kecing pada kalimat (47a), keduanya sama-sama merupakan referensi eufemisme yang mengacu pada bend. Kata urin dan frase air kencing berarti air buangan dari kandung kencing (dalam tubuh) yang keluar melalui saluran kencing; air seni; air kemih. Jika dilihat dari nilai rasanya, kedua bentuk kebahasaan urin dan air kencing mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata urin mempunyai nilai rasa yang lebih baik dan tinggi derajatnya daripada frase air kencing. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai referensi eufemisme berupa banda dan binatang, yaitu sebagai berikut. (48) “Bagaimana bisa berbeda? Tolong jelaskan kepadaku lebih utama mana; hibah sebagian tanah untuk orang lain atau tetangga sebelah rumah?’ (Aib dan Nasib, 2020: 67). (48a) “Bagaimana bisa berbeda? Tolong jelaskan kepadaku lebih utama mana; pemberian sebagian tanah untuk orang lain atau tetangga sebelah rumah?’ Bentuk kebahasaan hibah pada kalimat (48) dan kata pemberian pada kalimat (48a), keduanya sama-sama merupakan referensi eufemisme yang mengacu pada benda yaitu sesuatu yang diberikan. Jika dilihat dari nilai rasanya, kedua bentuk kebahasaan hibah dan pemberian mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata hibah mempunyai nilai rasa yang lebih baik daripada kata pemberian. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai referensi eufemisme berupa banda dan binatang, yaitu sebagai berikut. (49) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tinja mereka dangkal, Mnag Sota lebih bisa diandalkan (Aib dan Nasib, 2020: 68). (49a) Ketika sambungan listrik mereka terputus dan ketika aliran comberan dan tahi mereka dangkal, Mnag Sota lebih bisa diandalkan. Bentuk kebahasaan tinja pada kalimat (49) dan kata tahi pada kalimat (49a), keduanya sama-sama merupakan referensi eufemisme