Gambar 4.11 Montage dr
49 rone lokasi Bukit Pencu.
50 4.2 Geoheritage Sabrangan 4.2.1 Pendahuluan Blora merupakan kota penghasil kayu jati terbesar di Jawa Tengah. Hutannya lebat dan didominasi dengan pohon Jati. Mengingat potensi hutan di Kabupaten Blora yang strategis, Pemerintah Kabupaten Blora membuka wisata baru unggulan kota Blora yakni Sabrangan Forest Park. Taman ini adalah Wisata Alam Semi Buatan yang terletak di Jl. Gayam - Gandu arah Bukit Pencu, Ds. Gandu Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora. Keunggulan lokasi ini sehingga dapat menjadi wisata pilihan favorit yang menjadi wisata unggulan di Blora diantaranya: 1. Spot swafoto : Pemandangan alam di Sabrangan Forest Park sangat indah dan instagramable sehingga menarik wisatawan untuk berkunjung 2. Camping service : Layanan wisata camping atau perkemahan tersedia di lokasi ini. Camping di Sabrangan Forest Park dapat menjadi pilihan untuk refreshing bersama keluarga, wisata edukasi, dan observasi vegetasi alam yang memukau. 3. Taman Bukit Bunga : Salah satu objek wisata yang menarik wisatawan terutama kaum hawa adalah bunga. Sabrangan Forest Park memiliki wahana taman bukit bunga yang indah dengan berbagai jenis bunga yang indah bila dipandang mata. 4. Jembatan Merah Ikonik : Sesuai namanya yakni SABRANGAN, Sabrangan Forest Park memiliki jembatan merah yang menjadi pilihan wisatawan untuk berswa foto. Jembatan merah ini menghubungan 2 lokasi hutan sehingga nama lokasi wisata ini adalah sabrangan yang artinya tempat menyeberang. 5. Pendakian Bukit Pencu : Sabrangan Forest Park menyediakan layanan wisata pendakian yakni pengunjung dapat juga melakukan pendakian di Bukit Pencu. Pendaki akan merasakan keindahan Bukit Pencu yang menakjubkan, indah, dan memukau dari atas bukit.
51 4.2.2 Dasar Teori Formasi Bulu adalah salah satu formasi yang terdapat pada Cekungan Jawa Timur Utara, Subzona Rembang menurut Pringgoprawiro (1983). Tersusun oleh batugamping berlapis baik yang kaya akan foraminifera besar dan batugamping pasiran fossiliferous. Pada batugampingnya dijumpai banyak foraminifera yang berukuran sangat besar dari spesies Cycloclypeus (Katacycloclypeus) annulatus, Lepidocyclina (N.) ngampelensis, Orbulina sp. dan Orbulina suturalis menurut. Pringgoprawiro (1983) menggunakan nama Formasi Bulu sebagai nama resmi, dengan memasang lokasi tipe di Sungai Besek, dekat desa Bulu, Kabupaten Rembang. formasi ini melampar luas terutama di wilayah antiklonorium Rembang Utara. Formasi ini memiliki ketebalan berbeda-beda di setiap daerah tempat dia tersingkap, secara umum dari wilayah Madura dan Rembang memiliki ketebalan ± 200meter sedangkan di Jatirogo ±50 meter. Kondisi litologi dan kandungan fosilnya menunjukkan bahwa Formasi Bulu diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf margin/slope pada kala Miosen Tengah – Awal Miosen Akhir (N13–N15) berdasarkan kehadiran Cycloclypeus annulatus. Penelitian lain melaporkan Formasi Bulu diendapkan pada inner shelf beradasarkan kehadiran fosil bentonik Elphidium gunteri (Syawal et al., 2012). Struktur geologi adalah suatu kenampakan dari batuan sedimen dalam dimensi tertentu dengan menunjukan suatu kelainan dari suatu lapisan bisa diakibatkan oleh proses pengendapan, keadaan energi pembentuknya, atau tektonik. Struktur geologi dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer adalah struktur yang terbentuk bersamaan dengan batuan tersebut terbentuk, sehingga struktur primer bisa disebut struktur geologi yang ada di lapisan batuan ketika suatu batuan tersebut masih dalam keadaan normal. Misalnya seperti ripple mark pada Formasi Ngrayong, perlapisan pada batuan sedimen secara umum, interbeded thin pada Formasi Bulu, dll. Sedangkan struktur sekunder adalah struktur yang terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk. Biasanya struktur sekunder ini terbentuk akibat dari gaya tektonik yang bekerja sehingga menghasilkan beberapa struktur seperti lipatan, kekar, dan sesar.
52 4.2.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 19 km di timur dari pusat Kota Blora dengan waktu tempuh dapat mencapai 1 jam dikarenakan akses jalan yang tidak terlalu baik. Lokasi situs berada di tepi aliran sungai dengan beberapa fasilitas penunjang seperti tempat makan dan istirahat yang cukup memadai. Gambar 4.12 Kesampaian lokasi Sabrangan Forest Park dari Alun-Alun Blora (pusat Kota Blora). 4.2.4 Kajian Geologi dan Geoeritage Kondisi Geologi Regional Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Jatirogo oleh Situmorang dkk. (1992), secara regional daerah penelitian tersusun atas beberapa formasi batuan. Urutan formasi batuan dari tua ke muda yakni Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Paciran, dan Formasi Mundu. Daerah telitian sendiri masuk ke Formasi Bulu yang tersusun oleh batugamping dan batugamping pasiran berwarna putih kekuningan, kecoklatan hingga keabu-abuan dan Formasi Wonocolo yang terdiri dari napal, napal lempungan, hingga napal pasiran kaya akan foraminifera plankton.
53 Gambar 4.13 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian lokasi Geoheritage Sabrangan menurut Situmorang dkk. (1992). Daerah telitian berada di batas kontak formasi antara Formasi Bulu dan Wonocolo. 4.2.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains terutama dalam bidang stratigrafi selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung dapat mempelajari perubahan berangsur dari tiap-tiap satuan batuan dan melihat batuan tidak hanya sebagai obyek mati melaikan mengandung nilai-nilai kehidupan lewat kehadiran foraminifera plankton yang menjadi salah satu komponen utama penyusun batuan pada daerah telitian. Selain itu pada lokasi ini terdapat struktur geologi yang merupakan penciri dari Formasi Bulu yaitu interbeded thin. 4.2.6 Aksesibilitas Jalan menuju lokasi Sabarangan Forest Park cukup terjal dan hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan empat. Untuk meningkatkan aksesibilitas ke lokasi perlu diadakan perbaikan jalan agar kendaraan besar seperti bus dapat menjangkau lokasi.
54 Gambar 4.14 Akses jalan menuju Sabrangan Forest Park. 4.2.7 Foto Gambar 4.15 Singkapan batuan Formasi Bulu di dekat lokasi Sabrangan Forest Park.
55 Gambar 4.16 Singkapan batuan Formasi Wonocolo di lokasi penelitian. Gambar 4.17 Taman bunga dan fasilitas tambahan berupa gazebo untuk tempat beristirahat sudah tersedia di lokasi Wana Wisata Sabrangan.
56 4.3 Geoheritage Bukit Kunci 4.3.1 Pendahuluan Bukit Kunci di Dukuh Watugunung, Desa Bangowan, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora memiliki nilai estetika tinggi atau memiliki aspek keindahan sebagai suatu lokasi wisata. Lansekap pemandangan dari Puncak Bukit Kunci sangatlah indah dan juga menarik dari sisi geologi karena tersusun atas berbagai macam fosil organisme pembentuk reef yang kemudian terombak menjadi batugamping klastik. Ditambah dengan telah hadirnya beberapa fasilitas penunjang seperti tempat parkir yang luas, tempat ibadah, rumah makan, wahana bermain, dan spot swafoto, kawasan ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai kawasan geowisata. 4.3.2 Dasar Teori Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi dominan (lebih dari 50%) dan terdiri dari garam-garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara umum meliputi Batugamping dan Dolomit. Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia, dimana dalam proses tersebut organisma turut berperan dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik yang kemudian diendapkan pada tempat lain. Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomit). Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan air laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat. Petroleum System adalah suatu konsep yang mencakup semua elemen yang berbeda dan proses Geologi Minyak Bumi, termasuk: elemen penting (batuan sumber, batuan waduk, batuan penyekat, dan batuan penutup) dan proses (pembentukan perangkap, generasi/pembentukan Minyak dan Gas Bumi - migrasi/berpindahnya Minyak dan Gas Bumi dari tempat terbentuknya - akumulasi hidrokarbon/terkumpulnya Minyak dan Gas Bumi) serta semua itu berhubungan dengan suatu sistem pembentukan Minyak Bumi yang berasal dari batuan sumber
57 dan muncul sebagai rembesan atau akumulasi hidrokarbon dan juga disebut sistem hidrokarbon. 4.3.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Dukuh Watugunung, Desa Bangowan, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 14 km di timur dari pusat Kota Blora dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Gambar 4.18 Kesampaian lokasi Bukit Kunci dari Alun-Alun Blora. 4.3.4 Kajian Geologi dan Geoeritage Kondisi Geologi Regional Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Jatirogo Situmorang dkk. (1992), secara regional daerah penelitian tersusun atas beberapa formasi batuan. Urutan formasi batuan dari tua ke muda yakni Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Paciran, dan Formasi Mundu. Bukit Kunci sendiri diperkirakan termasuk ke dalam Formasi Wonocolo yang tersusun yang terdiri dari napal, napal lempungan, hingga napal pasiran kaya akan foraminifera plankton.
58 Gambar 4.19 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian lokasi Geoheritage Bukit Kunci menurut Situmorang dkk. (1992). Daerah telitian berada di Formasi Wonocolo. Potensi Geowisata Daerah Penelitian Bukit Kunci menyajikan wisata alam di perbukitan khas Blora dengan dilengkapi dengan taman bunga dan spot foto, tidak jauh dari bukit tersebut juga ada pengeboran minyak tradisional yang masih aktif. Desa Bangowan juga terkenal dengan penghasil Buah Sawo, ketika musim panen wisatawan bisa menikmati oleholeh sawo khas bangowan. Selain itu yang menarik di tempat ini adalah ketika kita menghadap ke arah utara, kita dapat mengamati suatu bentang alam dip slope atau sayap lipatan antiklin Pakel. Antiklin tersebut merupakan bagian dari Petroleum System yang ada di Kabupaten Blora.
59 Gambar 4.20 Model konseptual Bukit Kunci. 4.3.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung dapat melihat bentangalam Blora hampir secara menyeluruh dari puncak Bukit Kunci. 4.3.6 Aksesibilitas Lokasi Bukit Kunci dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalanan yang cukup berbatu sehingga cukup menyulitkan kendaraan besar. Tempat parkir yang tersedia cukup memadahi sehingga apabila dikunjungi rombongan besar lokasi wisata Bukit Kunci dapat mengakomodasinya.
60 4.3.7 Foto Gambar 4.21 Obyek swafoto yang tersedia di Bukit Kunci.
61 Gambar 4.22 Pemandangan lansekap dari puncak Bukit Kunci.
62 Gambar 4.23 Singkapan batuan pada lokasi pengamatan Bukit Kunci.
Gambar 4.24 Montage drone yang menu
63 unjukkan lokasi Bukit Kunci dari udara.
64 4.4 Geoheritage Gunung Manggir 4.4.1 Pendahuluan Gunung Manggir di Desa Ngumbul, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora memiliki nilai estetika tinggi atau memiliki aspek keindahan sebagai suatu lokasi wisata. Gunung Manggir juga menarik dari sisi geologi karena tersusun atas berbagai macam fosil organisme pembentuk reef yang kemudian menjadi batugamping terumbu. Sehingga kawasan ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai kawasan geowisata. Obyek wisata gunung manggir berada di perbukitan batuan kapur dengan ketinggian + 250 m dari permukaan laut. luas areal + 4 Ha. 4.4.2 Dasar Teori Zona Randublatung merupakan suatu depresi atau lembah memanjang yang berada di antara Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang. Zona ini mencakup daerah Purwodadi, Cepu, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan Surabaya. van Bemmelen (1949) menduga Depresi Randublatung terbentuk sebagai daerah amblesan (subsidence), bagian dari kesetimbangan isostasi regional ketika Perbukitan Rembang dan Perbukitan Kendeng mengalami pengangkatan tektonis di akhir Tersier. Sebagai sebuah depresi tektonis, sedimentasi Zona Randublatung terus aktif semenjak akhir Tersier hingga sekarang, dengan menerima pasokan sedimen dari Perbukitan Kendeng maupun Perbukitan Rembang. Sistem pengaliran permukaan (drainage system) di zona ini terbagi dua, yaitu Sistem Lusi di bagian barat dan Sistem Bengawan Solo di bagian timur.
65 Gambar 4.25 Zonasi Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara 4.4.3 Lokasi dan kesampaian Lokasi situs berada di Desa Ngumbul, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 45 km di barat pusat Kota Blora dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Gambar 4.26 Kesampaian lokasi Gunung Manggir dari Alun-Alun Blora. 4.4.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Kondisi Geologi Regional Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Rembang oleh Kadar & Sudijono (1993), secara regional daerah penelitian tersusun atas beberapa formasi batuan. Urutan formasi batuan dari tua ke muda yakni Formasi Tawun, Formasi Ngrayong Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Paciran, dan Formasi Mundu. Gua Manggir sendiri diperkirakan termasuk ke dalam Formasi Bulu yang tersusun oleh batugamping dan batugamping pasiran berwarna putih kekuningan, kecoklatan
66 hingga keabu-abuan dan Formasi Wonocolo yang terdiri dari napal, napal lempungan, hingga napal pasiran kaya akan foraminifera plankton. Gambar 4.27 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian lokasi Geoheritage Gunung Manggir menurut Kadar & Sudijono (1993). Daerah telitian berada di Formasi Paciran yang menumpang secara tidak selaras kemungkinan di atas Formasi Tawun. 4.4.5 Arti Penting Obyek wisata gunung Manggir juga terdapat Goa yang letaknya berada di dekat puncak gunung Manggir dengan mempunyai tiga trap atau tingkatan yaitu : Trap atas/ trap pertama , trap tengan dengan kedalaman + 15 m, dan trap bawah mempunyai kedalaman + 7 m. Didalam goa ini terdapat stalaktit dan stalakmit yang unik dan menarik. Di Obyek wisata gunung Manggir disamping terdapat goa Manggir juga terdapat goa Mangklih yang letaknya terdapat dibagian utara gunung tersebut yang didalamnya terdapat mata air (sendang). Dari puncak Gunung Manggir kita dapat menyaksikan bentangalam Blora secara menyeluruh dan dapat memperhatikan fisiografi Depresi Randublatung secara langsung.
67 4.4.6 Aksesibilitas Untuk mencapai obyek wisata Gunung Manggir dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau empat. dari jalan aspal kearah goa + 1 km melewati jalan kampung dan jalan setapak.
68 Gambar 4.28 Akses jalan menuju Gunung Manggir berupa jalan setapak. Gambar 4.29 Kenampakan singkapan batuan pada Gunung Manggir (a,b) batugamping berlapis (c,d) batugamping terumbu.
69 4.4.7 Foto Gambar 4.30 Kenampakan puncak Gunung Manggir yang tersusun atas batugamping.
70 Gambar 4.31 Lansekap morfologi Depresi Randublatung yang dapat diamati dari Puncak Gunung Manggir.
71 4.5 Geoheritage Gua Kidang 4.5.1 Pendahuluan Gua Kidang adalah gua pada batugamping yang terbentuk akibat proses pelarutan batugamping oleh air yang melewati celah-celah batuan yang kemudian seiring berjalannya waktu mengikis batuan tersebut yang kemudian membentuk sebuah Gua. Gua ini merupakan situs warisan geologi yang letaknya berada di Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora. Gua Kidang sampai saat ini dipercaya sebagai satu-satunya gua yang layak huni di seluruh kawasan karst Blora. Hal tersebut didasarkan pada morfologi lahan, sirkulasi sinar matahari, kemiringan, kelembaban, serta temuan permukaan (Nurani & Hascaryo, 2012). 4.5.2 Dasar Teori Manusia pada masa prasejarah sangat menggantungkan hidupnya pada kondisi alam dan lingkungan sekitarnya (Nurani & Hascaryo, 2015). Kemampuan manusia prasejarah dalam mempertahankan hidupnya tidak lepas dari keberadaan sumber daya fauna di sekitarnya (Eltringham, 1984). Bentuk pemanfaatan fauna sebagai sumber makanan dan bahan pembuatan alat dari tulang pada masa prasejarah dapat menjelaskan pola makan dan cara mendapatnya melalui tipe perkakas dari tulang. Selain itu, sisa fauna juga dapat memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan, kebiasaan, atau kegiatan ekonomi manusia pada masa lampau (Cornwall, 1960 dalam Hidayatullah, 2017). Gua Kidang sebagai salah satu situs prasejarah yang terdapat di Kabupaten Blora, Jawa Tengah memiliki indikasi pemanfaatan tulang fauna. Gua Kidang terbentuk akibat runtuhan yang menghasilkan lubang vertikal yang sangat besar. Sebagian ruang yang masih memiliki atap membentuk ruangan gua yang cukup besar di sebelah barat lubang vertikal itu. Bagian dalam gua cukup luas dan terang. Di sekitar gua terdapat lahan terbuka yang merupakan zona runtuhan, yang dikelilingi dinding batu gamping vertikal dengan morfologi berlereng landai hingga bergelombang dan berada pada ketinggian ± 140 m dpl. Berdasarkan fakta itu, Gua Kidang memenuhi syarat utama sebagai hunian manusia prasejarah untuk mempertahankan eksistensinya karena kondisinya yang baik dan dekat dengan sumber daya alam yang tersedia (Nurani, 2005; Nurani et al., 2011; Nurani & Hascaryo, 2009; Simanjuntak et al., 2004).
72 4.5.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 45 km di barat pusat Kota Blora dengan waktu tempuh 1 jam 10 menit. Gambar 4.32 Kesampaian lokasi Gua Kidang dari Alun-Alun Blora. 4.5.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Kondisi Geologi Regional Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Rembang oleh Kadar & Sudijono (1993), secara regional daerah penelitian tersusun atas beberapa formasi batuan. Urutan formasi batuan dari tua ke muda yakni Formasi Tawun, Formasi Ngrayong Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Paciran, dan Formasi Mundu. Gua Kidang sendiri diperkirakan termasuk ke dalam Formasi Bulu yang tersusun oleh batugamping dan batugamping pasiran berwarna putih kekuningan, kecoklatan hingga keabu-abuan dan Formasi Wonocolo yang terdiri dari napal, napal lempungan, hingga napal pasiran kaya akan foraminifera plankton. Bentang alam kawasan karst Todanan menunjukkan morfologi berbukit landai dan dataran yang rata. Topografi dataran merupakan daerah pesawahan, ditempati material hasil erosi batu gamping di daerah perbukitan yang berlangsung selama kala Holosen-resen berupa endapan lempung dan pasir berwarna cokelat gelap. Selain itu, di beberapa bagian datarannya juga tersingkap lapisan napal, berumur Miosen-Pliosen sebagai sisipan yang terdapat dalam batu gamping berlapis. Semua batuan tersier berupa batu gamping dan napal berumur Miosen– Pliosen yang diendapkan di lingkungan laut. Lapisan ini terangkat menjadi daratan
73 akibat proses tektonik. Selain mengakibatkan pengangkatan, kegiatan tektonik juga telah menyebabkan terjadinya deformasi pada seluruh batuan yang ada di Pegunungan Rembang, termasuk batu gamping, berupa pelipatan, penyesaran, dan rekahan/kekar. Proses geologis tersebut tampak jelas merupakan proses pembentukan Dolina Kidang (Zaim, 2014). Gambar 4.33 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian lokasi Geoheritage Gua Kidang menurut Kadar & Sudijono (1993). Daerah telitian berada di batas kontak formasi antara Formasi Bulu dan Formasi Wonocolo. Gua Kidang, secara geologis terletak pada Perbukitan Rembang. Morfologi karst yang terbentuk di Perbukitan Rembang berbeda jika dibandingkan karstifikasi yang terjadi di daerah Gunung Sewu atau Gombong Selatan, Pegunungan Selatan Jawa. Morfologi karst yang terdapat di Gunung Sewu atau Gombong Selatan membentuk bentang alam perbukitan kerucut (cone hills) dengan lembah-lembah dolina tingkat lanjut. Adapun karstifikasi di Perbukitan Rembang belum membentuk perbukitan kerucut (cone hills). Hal tersebut disebabkan tingkat karstifikasi Perbukitan Rembang lebih muda dibandingkan proses karstifikasi yang terjadi di daerah Pegunungan Selatan Jawa (Zaim, 2016).. Gua Kidang merupakan sebuah sungai bawah tanah, pada batu gamping berlapis dengan mulut atau pintu gua berada di dasar cekungan atau lembah dolina
74 yang merupakan sebuah lubang robohan (sinkhole). Dalam dolina ini, dijumpai adanya bongkah-bongkah besar batu gamping dengan kedudukan yang acak, merupakan sisa tubuh batu gamping yang patahpatah akibat terjadinya robohan Dalam lubang dolina, terdapat dua buah gua berjarak sekitar 50 meter, yaitu Gua Kidang A, berupa sebuah lorong horisontal memanjang hasil bentukan sungai bawah tanah yang terletak di dinding barat dolina, dan Gua Kidang AA yang terletak di dinding timur dolina, merupakan sebuah ceruk (shelter). Gambar 4.34 Sketsa penampang Dolina Kidang (digambar ulang dari Zaim, 2016). Potensi Geowisata Daerah Penelitian Goa Kidang merupakan lokasi penemuan jejak-jejak arkeologis fenomenal di Kabupaten Blora. Di tempat ini ditemukan kerangka manusia yang usianya diperkirakan 7770 - 9600 tahun. Lokasi ini sampai saat ini masih menjadi satusatunya gua hunian manusia purba di Kawasan Karst Blora. Hal ini tentunya menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan untuk dapat mengunjungi Gua Kidang karena nilai-nilai sejarah dan makna geologi yang terkandung di dalamnya.
75 4.5.5 Arti Penting Gua Kidang merupakan gua hunian satu-satunya di kawasan karst Blora di Pegunungan Utara Jawa. Keistimewaan kawasan karst Blora dibandingkan kawasan karst lainnya adalah pada proses pembentukannya. Gua Kidang merupakan gua di bawah permukaan tanah (dolina atau luweng). Selain itu, kawasan karst Blora berada pada kompleks situs budaya kala Pleistosen dengan kandungan temuan stegodon dan manusia purba. Hal tersebut memberikan harapan terungkapnya missing link baik budaya maupun evolusi manusia purba (Pleistosen) ke manusia prasejarah (Holosen). Gambar 4.35 Cangkang-cangkang moluska dan kerang yang ditemukan pada ekskavasi Gua Kidang tahun 2013 oleh Badan Arkeologi Yogyakarta. Diduga
76 cangkang-cangkang ini merupakan sisa-sisa makanan manusia purba penghuni Gua Kidang (Nurani et al., 2013). Gambar 4.36 Sisa-sisa gigi mamalia seperti kerbau dan rusa yang ditemukan pada ekskavasi Gua Kidang tahun 2013 oleh Badan Arkeologi Yogyakarta (Nurani et al., 2013). Gambar 4.37 Temuan rangka manusia purba dengan kode GKD-2 utuh secara anatomi dari tengkorak (cranium) hingga ujung kaki di kedalaman 115 cm dari permukaan tanah pada kotak T6S2 (Nurani & Murti, 2017).
77 Gambar 4.38 Rangka GKD-3 ditemukan dalam posisi duduk menghadap barat dan bagian cranium rangka GKD-3 ini tidak dapat ditemukan. di kotak T7S2, kuadran T3 kedalaman antara 105–130 cm dari permukaan tanah (Nurani & Murti, 2017).
78 Gambar 4.39 Secara anatomis, rangka GKD-3, ketika ditemukan, diduga dalam posisi duduk Hal tersebut didasarkan petunjuk bagian tulang kaki dan tangan yang berada di sisi ventral tubuh (Nurani & Murti, 2017). 4.5.6 Aksesibilitas Akses jalan menuju Gua Kidang dari Kota Blora dapat dikategorikan cukup baik dan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam. Namun pada lokasi di dekat gua, belum terdapat palang-palang petunjuk lokasi tepat dari gua tersebut. Selain itu, kondisi jalan di dekat gua belum diaspal sehingga apabila memasuki musim hujan jalanan menjadi becek dan berkubang sehingga kendaraan roda empat akan sulit melalui jalan tersebut.
79 Gambar 4.40 Akses jalan setapak menuruni Dolina Kidang untuk masuk ke mulut gua. 4.5.7 Foto Gambar 4.41 Kenampakan bagian-bagian Gua Kidang. (a) mulut gua tampak luar (b) mulut gua tampak dari dalam gua (c,d) bagian dalam dari gua.
80 4.6 Geoheritage Gua Terawang 4.6.1 Pendahuluan Gua Terawang adalah gua pada batugamping yang terbentuk akibat proses pelarutan batugamping oleh air yang melewati celah-celah batuan yang kemudian seiring berjalannya waktu mengikis batuan tersebut yang kemudian membentuk sebuah Gua. Gua ini merupakan situs warisan geologi yang letaknya berada di Desa Kedungwungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora. 4.6.2 Dasar Teori Menurut Noor dalam buku Geomorfologi (2014), karst adalah suatu bentuk bentang alam yang terbuat atau tersusun dari bebatuan karbonat dan telah mengalami proses pelarutan dengan asam karbonat. Kata ‘karst’ diambil dari bahasa Yugoslavia atau Slovenia. Dalam istilah aslinya, karst merujuk pada nama suatu kawasan di perbatasan Yugoslavia dengan bagian timur laut Italia. Istilah ini kemudian digunakan sebagai salah satu istilah geografi internasional. Berdasarkan penampakannya di citra satelit bentang alam karst dibagi menjadi dua, yakni karst mayor dan minor. Karst mayor dapat dilihat di peta topografi atau citra satelit. Sedangkan karst minor tidak bisa diamati di peta topografi atau citra satelit. Jenis karst minor tidak bisa diamati karena ukurannya yang kecil, berbeda dengan karst mayor yang berukuran besar. Gua Terawang merupakan sebuah sungai bawah tanah, pada batu gamping berlapis dengan mulut atau pintu gua berada di dasar cekungan atau lembah dolina yang merupakan sebuah lubang robohan (sinkhole). Dalam dolina ini, dijumpai adanya bongkah-bongkah besar batu gamping dengan kedudukan yang acak, merupakan sisa tubuh batu gamping yang patahpatah akibat terjadinya robohan. 4.6.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Desa Kedungwungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 45 km di barat pusat Kota Blora dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam 20 menit.
81 Gambar 4.42 Kesampaian lokasi Gua Terawang dari Alun-Alun Blora. 4.6.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Kajian Geologi Regional Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi lembar Rembang oleh Kadar & Sudijono (1993), secara regional daerah penelitian tersusun atas beberapa formasi batuan. Urutan formasi batuan dari tua ke muda yakni Formasi Tawun, Formasi Ngrayong Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Paciran, dan Formasi Mundu. Gua Kidang sendiri diperkirakan termasuk ke dalam Formasi Bulu yang tersusun oleh batugamping dan batugamping pasiran berwarna putih kekuningan, kecoklatan hingga keabu-abuan dan Formasi Wonocolo yang terdiri dari napal, napal lempungan, hingga napal pasiran kaya akan foraminifera plankton
82 Gambar 4.43 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian lokasi Geoheritage Gua Terawang menurut Kadar & Sudijono (1993).Daerah telitian berada di batas kontak antara Formasi Bulu dan Ngrayong. Gambar 4.44 Model genesa Gua Terawang berupa bekas sungai bawah tanah (underground stream) (Marshak, 2019).
83 Gambar 4.45 Sketsa Penampang Gua Terawang (digambar ulang dari Zaim, 2016). 4.6.5 Arti Penting Secara genetiknya Gua Terawang merupakan sebuah sungai bawah tanah, pada batugamping berlapis dengan mulut atau pintu gua berada di dasar cekungan atau lembah dolina yang merupakan sebuah lubang robohan (sinkhole). Dalam dolina ini, dijumpai adanya bongkah-bongkah besar batu gamping dengan kedudukan yang acak, merupakan sisa tubuh batu gamping yang patah-patah akibat terjadinya robohan. Selain itu lubang besar yang ada di Gua Terawang dapat menambah nilai estetika bagi pengunjung yang memiliki hobi fotografi.
84 4.6.6 Aksesibilitas Akses jalan menuju Gua Terawang dari Kota Blora dapat dikategorikan cukup baik dan dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam. Pada lokasi di dekat gua sudah terdapat petunjuk atau palang sebagai tanda dari lokasi gua tersebut. Gua Terawang sudah ada pengelolanya sehingga lokasi tersebut sudah memadahi untuk dijadikan lokasi geowisata. Gambar 4.46 Gerbang masuk menuju Goa Terawang
85 Gambar 4.47 Bagian depan dan jalan masuk menuju ke Goa Terawang. Terlihat keberadaan satwa-satwa seperti monyet liar di sekitaran area gua.
86 Gambar 4.48 Akses masuk menuju gua tergolong sangat mudah karena hanya menuruni beberapa anak tangga.
87 4.6.7 Foto Gambar 4.49 Kamar (bagian) pertama dari Gua Terawang. Gambar 4.50 Kamar (bagian) kedua dari Gua Terawang.
88 Gambar 4.51 Kamar (bagian) ketiga atau terakhir dari Gua Terawang. Gambar 4.52 Saluran pengairan untuk mencegah gua mengalami banjir.
89 Gambar 4.53 Fasilitas-fasilitas penunjang wisata seperti toilet dan mushola sudah ada.
90 Gambar 4.54 Lokasi parkiran kendaraan bermotor yang cukup luas.
91 4.7 Geoheritage Gua Sentono 4.7.1 Pendahuluan Gua Sentono adalah Gua pada batugamping yang terbentuk akibat proses pelarutan batugamping oleh air yang melewati celah-celah batuan yang kemudian seiring berjalannya waktu mengikis batuan tersebut yang kemudian membentuk sebuah Gua. Gua ini merupakan situs warisan geologi yang letaknya berada di Dukuh Sentono, Desa Mandenrejo, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. 4.7.2 Dasar Teori Menurut Noor dalam buku Geomorfologi (2014), karst adalah suatu bentuk bentang alam yang terbuat atau tersusun dari bebatuan karbonat dan telah mengalami proses pelarutan dengan asam karbonat. Kata ‘karst’ diambil dari bahasa Yugoslavia atau Slovenia. Dalam istilah aslinya, karst merujuk pada nama suatu kawasan di perbatasan Yugoslavia dengan bagian timur laut Italia. Istilah ini kemudian digunakan sebagai salah satu istilah geografi internasional. Berdasarkan penampakannya di citra satelit bentang alam karst dibagi menjadi dua, yakni karst mayor dan minor. Karst mayor dapat dilihat di peta topografi atau citra satelit. Sedangkan karst minor tidak bisa diamati di peta topografi atau citra satelit. Jenis karst minor tidak bisa diamati karena ukurannya yang kecil, berbeda dengan karst mayor yang berukuran besar. Goa Sentono merupakan goa buatan dari batu alam yang dijadikan sebagai tempat semedi atau pertapaan umat hindu pada zaman dulu. Sampai saat ini pun pada waktu malam hari masyarakat masih ada yang bersemedi atau mencari wangsit di gua tersebut. Gua Sentono terdiri dari tebing batugamping yang terbentuk secara alami oleh proses pelarutan dengan seiring berjalanya waktu mengikis batuan yang kemudian membentuk sebuah gua. 4.7.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Dukuh Sentono, Desa Mandenrejo, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora. Dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 27 km di barat daya pusat Kota Tjepu dengan waktu tempuh dapat mencapai 1 jam dikarenakan akses jalan yang tidak terlalu baik.
92 Gambar 4.55 Kesampaian lokasi Gua Sentono dari Kota Tjepu. 4.7.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Kondisi Geologi Regional Daerah Penelitian Menurut peta geologi regional lembar Ngawi yang dibuat oleh Datun dkk., (1996) secara regional daerah penelitian terdiri dari beberapa Formasi diantaranya Formasi Tawun, Ngrayong, Madura, Wonocolo, Kerek, Ledok, Anggota banyak (Formasi Kalibeng) , Kalibeng, Klitik, Mundu, Selorejo, Tambakkromo, Pucangan, Kabuh, Notoporo, Endapan Lawu, Endapan Undak dan Endapan Aluvium. Goa Sentono menurut peta geologi regional diperkiran termasuk Endapan Undak (Qtr) yang terdiri dari litologi batupasir ukuran sedang hingga kasar mudah lepas berstruktur silang siur, konglomerat berkomponen andesit, tuf, opal, rijang, kalsedon, batugamping dan Kepingan Fosil Vertebrata. Potensi Geowisata Daerah Penelitian Goa Sentono menyajikan wisata alam Goa yang sangat indah yang terbentuk dari batugamping (batu kapur) yang terlarutkan oleh air, dan sebagian juga terbentuk akibat penambangan batugamping oleh manusia sehingga membuat kawasan Goa Sentono semakin indah dan menarik untuk dijadikan wisata Alam, Goa Sentono juga memiliki taman bermain untuk anak anak dan juga telah dikelola dengan baik, tidak jauh dari Goa tersebut juga terdapat aliran sungai Bengawan Solo.
93 4.7.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung juga dapat melihat perpaduan pemandangan Goa dan aliran sungai besar Bengawan Solo jika difoto dari udara. 4.7.6 Aksesibilitas Lokasi Goa Sentono dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalan aspal, Tempat parkir yang tersedia cukup memadahi sehingga apabila dikunjungi rombongan besar lokasi wisata Goa Sentono dapat mengakomodasinya, fasilitas seperti toilet, rumah makan, tempat sampah, serta sarana ibadah, sudah dibangun di kawasan Wisata Goa Sentono ini. Gambar 4.56 Akses jalan menuju Gua Sentono.
94 4.7.7 Foto Gambar 4.57 Assembly point (titik kumpul) Gua Sentono.
95 Gambar 4.58 Singkapan batuan pada lokasi pengamatan Goa Sentono. Gambar 4.59 Foto close-up litologi batugamping klastik pada Gua Sentono.
Gambar 4.60 Montage drone lokasi Gua Sentono ya