The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by AL EL BAPER (Almari Elektronik Badan Perencanaan), 2024-06-13 22:08:47

BUKU

BUKU

96 ang berada tepat di kelokan sungai Bengawan Solo.


97 4.8 Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Selorejo 4.8.1 Pendahuluan Formasi Selorejo seringkali dianggap sebagai anggota dari Formasi Mundu. Formasi ini memiliki ketebalan kurang lebih 100 m dan merupakan reservoir gas yang terletak tepat di bawah kota Cepu. Satuan ini tersusun oleh perselang-selingan antara foraminiferal grainstone/packstone yang sebagian bersifat glaukonitan dengan batugamping napalan hingga batugamping pasiran, dengan lokasi tipe di desa Selorejo dekat Cepu. Lokasi penelitian terletak di desa Gadu, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Lokasi penelitian berada pada koordinat X 561731 mE dan Y 9213326 mE. Satuan batuan yang ditemukan di daerah penelitian berupa batupasir gampingan dan batugamping pasiran foraminifera yang termasuk ke dalam Formasi Selorejo. Batuan penyusun formasi Ngrayong adalah batuan yang berpotensi memiliki porositas dan permeabilitas oleh karena itu formasi tersebut memiliki potensi untuk menjadi reservoir rock. 4.8.2 Dasar Teori Formasi Selorejo tersusun oleh perselang-selingan antara foraminiferal grainstone / packstone yang sebagian bersifat glaukonitan dengan batugamping napalan hingga batugamping pasiran, dengan lokasi tipe di desa Selorejo dekat Cepu. Ketebalan satuan ini mencapai 100 m. Selorejo kadang dianggap sebagai anggota dari Formasi Mundu, dan merupakan reservoir gas yang terdapat tepat di bawah kota Cepu (reservoir lapangan Balun). Lingkungan sedimentasi diduga terjadi di laut dalam, dimana mekanisme arus turbid dengan penampian oleh arus dasar (bottom current) yang membuat pemilahan test foraminiferanya teronggok dengan tanpa matriks dalam bentuk grainstone dan packestone, dengan porositas bisa mencapai 50%, baik dalam bentuk vugs, interpartikel maupun intrapartikel. Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gas bumi. Reservoir merupakan unsur paling penting dalam keterdapatan minyak dan gas bumi. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk dapat menyimpan serta melepaskan minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan untuk menyimpan dan juga permeabilitas yaitu kemampuan untuk


98 melepaskan minyak bumi. Jadi, secara singkat dapat disebutkan bahwa batuan reservoir harus berongga – rongga atau berpori – pori (Koesoemadinata, 1978). 4.8.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Desa Gadu, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 7,5 km di utara Kota Tjepu dengan waktu tempuh hanya sekitar 15 menit. Akses jalan menuju lokasi cukup baik namun belum ada palang petunjuk yang menujukkan keberadaan lokasi situs. Gambar 4.61 Kesampaian lokasi Singkapan Batuan Formasi Selorejo dari kota Tjepu. 4.8.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Batupasir Selorejo merupakan satuan batuan yang terdiri dari batupasirgampingan, batugamping-pasiran, batugamping-bioklastik, napal dan napalpasiran, yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal dimana di beberapa tempat mengisi lembah-lembah (Channel deposit). Ciri litologi satuan batuan ini sangat berbeda dengan cirl litologi Formasi Mundu dan Formasi Lidah, mempunyai penyebaran yang luas (terpetakan) dan dikenal sebagal penghasil gas dan minyakbumi. Satuan batupasir Selorejo diusulkan statusnya menjadi Formasi Selorejo, berumur N-21 (Pliosen ±5,3 – 2,4 jtl), terletak tidak selaras diatas napal Formasi Mundu dan ditutup secara selaras oleh Lempung Formasi Lidah. Ketidakselarasan yang terjadi pada akhir Pliosen (N-21) disebabkan oleh adanya penurunan muka laut global (Djuhaeni & Martodjojo, 1990).


99 Gambar 4.62 Nomenklatur Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara hingga Selat Madura yang disederhanakan. Kotak merah menunjukkan posisi Formasi Selorejo sebagai fasies Globigerinid sand yang paling muda (Schiller et al., 1994). 4.1.7.1 Stratigrafi Berdasarkan pengamatan lapangan di daerah penelitian ditemukan litologi berupa batupasir gampingan dan batugamping pasiran (kalkarenit) foraminifera atau biasa disebut batupasir globigerina (globigerinids sands) yang termasuk ke dalam formasi Selorejo. Formasi Selorejo ini dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir gas dan minyak dikarenakan formasi ini memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup bagus.


100 Gambar 4.63 Peta Geologi daerah penelitian lokasi Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Selorejo menurut (Pringgoprawiro & Sukido, 1992).


101 Gambar 4.64 (a) Pemindaian Mikrograf Elektron (SEM) dari tes (cangkang) fosil Globigerina menggambarkan posisi bukaan (aperture) dan pori-pori mikro/punctae. (b) Fotomikrograf petrografi sayatan tipis fasies grainstone Globigerinid sand menunjukkan sistem pori yang hampir seluruhnya tersusun atas pori interpartikel (BP) dan intrapartikel (WP). Porositas berwarna biru (Sutadiwiria & Prasetyo, 2006). Gambar 4.65 Stratigrafi regional zona Rembang (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Selorejo (ditandai dengan simbol bintang merah) berperan sebagai reservoir gas. Batupasir gampingan Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan berupa batupasir gampingan dengan warna krem dalam kondisi segar sedangkan lapuk berwarna kuning kecoklatan sampai hitam, ukuran butir sedang (0,25 – 0,5 mm), derajat


102 pembundaran agak membundar, derajat pemilahan yang baik, memiliki kemas yang didukung oleh butiran, dengan komposisi litologinya berupa fragmen : lithik, plagioklas, kuarsa, pecahan cangkang foram, matriks : material berukuran lempung; semen : karbonat, dan memiliki sruktur sedimen perlapisan. Batugamping pasiran (kalkarenit) foraminifera Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan berupa batugamping pasiran (kalkarenit) dengan warna krem sampai abu - abu dalam kondisi segar sedangkan pada kondisi lapuk berwarna kuning kecokelatan, ukuran butir arenit, derajat pembundaran membundar, derajat pemilahan baik, memiliki kemas didukung oleh butiran, komposisi litologinya berupa allochem: pecahan foram, interklas, mikrit: klasit, sparit: karbonat, dan memiliki struktur sedimen laminasi. Analisis mikropaleontologi dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu seperti Sanyoto (2009) dan didapatkan beberapa spesies fosil foraminifera planktonik, diantaranya adalah Globorotalia tosaensis tenuitheca, Globorotalia acostaensis pseudopima, Globigerina pachyderma, Globorotalia truncatulinoides, dan Globigerina calida. Beberapa spesies fosil foraminifera bentik kecil juga berhasil diidentifikasi, diantaranya adalah Bulimina pupoides, Bolivina schwagerina, Cancris indicus dan Siphonina tubulosa, yang menunjukkan bahwa satuan batuan ini terbentuk pada kedalaman 20-100m atau neritik tengah (middle neritic). Gambar 4.66 Kenampakan dorsal (kiri), samping (tengah) dan ventral (kanan) Globorotalia tosaensis tenuitheca difoto dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran 100x (Sanyoto, 2009).


103 Gambar 4.67 Kenampakan dorsal (kiri), samping (tengah) dan ventral (kanan) Globorotalia truncatulinoides difoto dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran 100x (Sanyoto, 2009). Gambar 4.68 Kenampakan dorsal (belakang), samping dan ventral (depan) Globigerina calida difoto dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran 100x (Sanyoto, 2009).


104 4.1.7.2 Formasi Selorejo sebagai Reservoir Di daerah penelitian ditemukan adanya batupasir gampingan dengan ukuran butir sedang dan batugamping pasiran (kalkarenit) foraminifera yang sifat batuannya klastik sehingga dapat memiliki porositas dan permeabilitas, selain itu dengan adanya kandungan foraminifera yang bersifat berongga dapat menambah nilai porositas dan permeabilitas. Berdasarkan hal tersebut formasi Selorejo dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir rock. Gambar 4.69 Petroleum system (Magoon & Dow, 1994). Kualitas dan ketebalan reservoir Formasi Selorejo cukup bervariasi, namun pada interval paling porousrata-rata memiliki nilai porositas 30-45%, permeabilitas 100-1000 md dan tebal 30-40 meter (beberapa hingga 60m). Hampir semua porositas bersifat primer. Jenis porositas utama adalah porositas interpartikel, ditemukan di antara butiran, dan porositas intrapartikel, yang terkandung dalam ruang foram. Sebagian besar bentuk porositas intrapartikel mampu menghasilkan hidrokarbon karena interkoneksi pori yang disediakan oleh foram "aperture" dan "punctae" di dalam dinding rangka. Fasies Globigerinid sands dapat menghasilkan minyak, meskipun mungkin lebih favorable sebagai reservoir gas dan kondensat (Schiller et al., 1994). Formasi Selorejo memiliki ketebalan rata-rata 20-50 meter, dengan beberapa bagian lebih besar dari 100 meter di daerah yang lebih utara-barat laut. Ketebalan dan kandungan lumpur pasir globigerinid umumnya meningkat ke arah


105 sisi dan menurun ke arah tengah. Bukti juga menunjukkan bahwa pasir berpori yang lebih tebal mungkin terbentuk di dalam celah atau pelana yang memisahkan dua aliran konturit berlumpur (muddy countourite) yang berbeda (Musliki, 1990 dalam Schiller et al., 1994). Gambar 4.70 (a) Distribusi ketebalan dari Formasi Selorejo. (b) Data Sumur dan Singkapan Formasi Selorejo umur Pliosen Akhir (Musliki, 1990 dalam Schiller et al., 1994) 4.8.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains terutama dalam bidang stratigrafi selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung dapat mempelajari deskripsi dari batugamping klastik yang ada di lokasi penelitian dengan melihat warna, tekstur, komposisi, serta struktur dari batuanya. Selain itu hal yang lebih menarik di sini adalah hadirnya foraminifera pada batuan tersebut sehingga akan menarik jika sampel batuan


106 diambil dan diteliti lebih lanjut menggunakan mikroskop. Dengan adanya kandungan foraminifera kita melihat batuan tidak hanya sebagai obyek mati melaikan mengandung nilai-nilai kehidupan lewat kehadiran foraminifera plankton yang menjadi salah satu komponen utama penyusun batuan pada daerah telitian. 4.8.6 Aksesibilitas Lokasi penelitian dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalanan yang cukup sempit dan rusak sehingga cukup menyulitkan kendaraan besar. Tempat parkir kendaraan belum tersedia dikarenakan lokasi yang berada di daerah pedesaan dan di sungai sehingga apabila dikunjungi rombongan besar lokasi penelitian yang terletakk di desa Gadu belum dapat mengakomodasinya. Gambar 4.71 Akses jalan menuju ke lokasi pengamatan singkapan batuan Formasi Selorejo.


107 Gambar 4.72 Kenampakan jalan di sekitar lokasi singkapan batuan Formasi Selorejo. Belum terdapat papan penunjuk keberadaan situs, namun akses jalan sudah cukup baik untuk dilewati kendaraan bermotor.


108 4.8.7 Foto Gambar 4.73 Singkapan batupasir gampingan Formasi Selorejo.


109 Gambar 4.74 Foto close-up litologi batugamping pasiran Formasi Selorejo yang banyak mengandung foraminifera (fosil hewan berukuran mikro).


110 4.9 Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Ngrayong 4.9.1 Pendahuluan Lokasi penelitian terletak di Kuburan Cina Polaman, desa Ngampel, Kecamatan Sendang Harjo, Kabupaten Blora. Lokasi penelitian berada pada koordinat X 548510 mE dan Y 9236842 mE. Satuan batuan yang ditemukan di daerah penelitian berupa serpih dengan kandungan sedikit gypsum, batupasir kuarsa, dan batugamping klastik yang termasuk ke dalam formasi Ngrayong. Formasi Ngrayong yang berumur Miosen Tengah adalah salah satu formasi penting dalam dunia industri migas di Cekungan Jawa Timur Utara karena potensinya dalam menyimpan hidrokarbon. Formasi Ngrayong dapat direpresentasikan dalam bentuk singkapan di Kuburan Cina Polaman. Singkapan ini berupa hogback yang memiliki kemiringan ke arah selatan. Hogback ini adalah bagian antiklin yang sama dengan antiklin di Sungai Braholo, yang terbentuk akibat proses erosi pada sayap antiklin. Singkapan Polaman terbentuk oleh fase trangresi yang terjadi pada Miosen Tengah dan membentuk beberapa fasies pengendapan. Fasies ini dapat dibagi berdasarkan perubahan lingkungan pengendapan yang dicirikan oleh perubahan litologi pada singkapan. Fasies tersebut adalah fasies supratidal, fasies intertidal. Fasies subtidal, dan fasies karbonatan. Fasies supratidal dicirikan oleh serpih dan dapat pula ditemukan sisipan gipsum dan amber, fasies intertidal dicirikan oleh serpih yang berselang-seling dengan batupasir fasies subtidal dicirikan oleh batupasir, serta fasies karbonatan dicirikan oleh batugamping rudstone. Pada perlapisan serpih dapat ditemukan struktur sedimen berupa gelembur arus yang asimetrik dan fosil jejak horizontal. . 4.9.2 Dasar Teori Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gas bumi. Reservoir merupakan unsur paling penting dalam keterdapatan minyak dan gas bumi. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk dapat menyimpan serta melepaskan minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan untuk menyimpan dan juga permeabilitas yaitu kemampuan untuk


111 melepaskan minyak bumi. Jadi, secara singkat dapat disebutkan bahwa batuan reservoir harus berongga – rongga atau berpori – pori (Koesoemadinata, 1980). Satuan stratigrafi Formasi Ngrayong dikenal sebagai target reservoir di Cekungan Jawa Timur Utara karena berperan sebagai penyimpan cadangan hidrokarbon yang cukup baik. Tebal dari Formasi Ngrayong mencapai 90 meter. Satuan ini seringkali berstatus sebagai anggota pada Formasi Tawun. Bagian bawah yang tersusun oleh batugamping Orbitoid (Cycloclypeus) dan batulempung, sedangkan bagian atas tersusun oleh batupasir dengan sisipan batugamping orbitoid. Diantara perlapisan batulempung dijumpai struktur sedimen yang khas yaitu ripple mark dan keping-keping gipsum. Batupasir berwarna merah kekuningan, sering menunjukkan struktur soft sediment deformation, disertai fosil jejak berupa lubang vertikal dari kelompok Ophiomorpha. Dari kenampakan tersebut dapat ditafsirkan bahwa bagian bawah dari satuan ini pada awalnya diendapkan pada dataran pasang-surut (intertidal) yang kemudian mengalami transgresi menjadi gosong lepas pantai (offshore bar) atau shoreface yang tercirikan oleh batupasir merah, yang selanjutnya semakin mendalam menjadi lingkungan paparan tengah hingga paparan luar (middle to outer shelf) yang menghasilkan batugamping yang kaya akan Cycloclypeus. Batupasir Ngrayong merupakan reservoir utama pada lapangan-lapangan minyak di daerah sekitar Cepu, dengan ketebalan rata-rata mencapai 300 m tetapi menipis ke arah selatan dan juga ke arah timur, karena terjadi perubahan fasies menjadi batulempung


112 Gambar 4.75 Kenampakan spesimen fosil foraminifera bentik besar Cycloclypeus. 1) bagian ekuator dan aksial (2) kenampakan ekuatorial dari test (cangkang); 3) kenampakan test (cangkang) secara lateral; 4) close-up ke nepiont dan kamar pertama di bagian ekuator (tengah); 5) segmentasi seluruh nepiont (Briguglio et al., 2016).


113 4.9.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Kuburan Cina Polaman, Desa Ngampel, Sendang Harjo, Kabupaten Blora. Lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 9 km di utara dari pusat Kabupaten Blora dengan waktu tempuh hanya sekitar 15 menit. Gambar 4.76 Kesampaian lokasi Singkapan Batuan Formasi Ngrayong dari Alunalun Blora. 4.9.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Berdasarkan pengamatan lapangan di daerah penelitian ditemukan litologi berupa serpih, batupasir kuarsa, dan batugamping pasiran (kalkarenit) yang termasuk ke dalam formasi Ngrayong. Formasi Ngrayong ini dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir minyak dan dikarenakan formasi ini memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup bagus.


114 Gambar 4.77 Stratigrafi regional zona Rembang (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Ngrayong (ditandai dengan simbol bintang merah) berperan sebagai reservoir minyak bumi. Serpih Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan litologi berupa serpih (shale) dengan warna krem dalam kondisi segar sedangkan pada kondisi lapuk berwarna kuning kecokelatan, ukuran butir lanau (1/256 – 1/16 mm), komposisi litologinya berupa fragmen: gypsum, matrik: material berukuran lempung, semen: karbonat, dan memiliki struktur sedimen serpih. Batupasir kuarsa Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan litologi berupa batupasir kuarsa dengan warna krem dalam kondisi segar sedangkan lapuk berwarna kuning kecoklatan, ukuran butir sedang (0,25 – 0,5 mm), derajat pembundaran agak membundar, derajat pemilahan yang baik, memiliki kemas yang didukung oleh butiran, dengan komposisi litologinya berupa fragmen : lithik, plagioklas, kuarsa, matriks : material berukuran lempung; semen : silika, dan memiliki sruktur sedimen perlapisan.


115 Batugamping pasiran Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan litologi berupa batugamping pasiran (kalkarenit) dengan warna krem dalam kondisi segar sedangkan pada kondisi lapuk berwarna kuning kecokelatan sampai hitam, ukuran butir arenit, derajat pembundaran menyudut, derajat pemilahan buruk, memiliki kemas didukung oleh matriks, komposisi litologinya berupa allochem: interklas, pecahan foram, mikrit: klasit, sparit: karbonat, dan memiliki struktur sedimen perlapisan. 4.1.7.3 Formasi Ngrayong Sebagai Reservoir Di daerah penelitian ditemukan adanya serpih, batupasir kuarsa, dan batugamping pasiran (kalkarenit) yang sifat batuannya klastik. dalam hal ini yang memiliki nilai porositas dan permeabilitas besar terdapat pada litologi batupasir kuarsa, sehingga yang berperan sebagai reservoir rock adalah batupasir kuarsa pada formasi Ngrayong. Gambar 4.78 Petroleum system (Magoon & Dow, 1994). 4.9.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains terutama dalam bidang stratigrafi selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung dapat mempelajari deskripsi dari serpih, batupasir kuarsa, dan batugamping klastik yang ada di lokasi penelitian dengan melihat warna, tekstur, komposisi, serta struktur dari batuanya. Selain itu hal yang lebih


116 menarik di sini adalah ditemukan adanya mineral gypsum sebagai bukti bahwa lingkungan pada masa lalu sangat evaporitik, selanjutnya ditemukan adanya struktur sedimen berupa ripple mark yang dapat menunjukan arus purba pada masa lalu, dan ditemukan batupasir yang berperan sebagai reservoir utama pada petroleum system Cepu. Gambar 4.79 Sketsa singkapan Fm. Ngrayong (digambar ulang dari Husein, 2015). 4.9.6 Aksesibilitas Lokasi penelitian dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalanan raya menuju Rembang sehingga cukup mudah diakses meskipun dengan kendaraan yang besar. Tempat parkir kendaraan secara resmi belum tersedia dikarenakan lokasi yang berada di dekat Kuburan Cina, akan tetapi area di sekitar kuburan Cina relatif luas sehingga dapat dijadikan tempat parkir. Sehingga ketika rombongan besar berkunjung ke lokasi penelitian dapat terakomodasi.


117 4.9.7 Foto Gambar 4.80 Singkapan batuan dengan litologi serpih Formasi Tawun. Gambar 4.81 Kenampakan mineral gypsum sebagai penciri fasies supratidal.


118 Gambar 4.82 Struktur sedimen gelembur gelombang (ripple marks) asimetris ditemukan pada perlapisan serpih. Gambar 4.83 Singkapan Polaman menunjukkan adanya tiga fasies berbeda yaitu Supratidal, Intertidal, dan Subtidal


Gambar 4.84 Montage Drone singkapan batuan F


119 Fm. Ngrayong di Kuburan Cina Polaman, Blora.


120 4.10 Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Ledok 4.10.1 Pendahuluan Lokasi penelitian terletak di dusun Kalirejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Lokasi penelitian berada pada koordinat X 559036 mE dan Y 9217961 mE. Satuan batuan yang ditemukan di daerah penelitian berupa batupasir dengan sedikit terubah menjadi glaukonit dan batugamping klastik yang termasuk ke dalam formasi Ledok. Formasi Ledok memiliki lokasi tipe di kawasan antiklin Ledok, 10km di utara kota Cepu. Penyusun utamanya terdiri atas perselangselinganantara batupasir glaukonitik dengan kalkarenit yang berlempeng-lempeng, dengan beberapa sisipan napal. Batupasirnya berwarna kehijauan hinggakecolatan, berbutir halus hingga sedang, dengan komposisi mineral kuarsa, fragmen kalsit serta glaukonit yang secara keseluruhan terpilah sedang. Ketebalan setiap perlapisan berkisar antara 10 hingga 60 cm. Bagian bawahberbutir lebih halus dari bagian atas. Ketebalan Formasi Ledok secarakeseluruhan mencapai 230 m di lokasi tipenya. Ke arah utara, Formasi ini berangsur-angsur berubah menjadi Formasi Paciran. Karena penyusun batuan pada formasi Ledok adalah batuan yang berpotensi memiliki porositas dan permeabilitas oleh karena itu formasi tersebut memiliki potensi untuk menjadi reservoir rock. 4.10.2 Dasar Teori Formasi Ledok dalam Pringgoprawiro merupakan nama yang diambil dari lokasi tipe Antiklin Ledok yang berjarak 10 km Utara Cepu. Formasi ini memiliki ciri yaitu perulangan antara napal pasiran, kalkarenit dengan napal dan batupasir. Ciri khasnya adalah ditemukan adanya konsentrasi glaukonit yang tinggi terutama pada batupasir bagian atas satuan. Beberapa tempat kalkarenit dan napal pasirannya menunjukan adanya struktur silang siur. Formasi Ledok memiliki ciri litologi yang dimulai dari kalkarenit dengan tebal 40 cm, kemudian disusul oleh perulangan antara batupasir gampingan dengan kalkarenit.. batupasir gampingannya berwarna abu-abu kehijauan, kuning kecoklatan jika lapuk, kadar karbonat 22% - 29%, fragmen pembentuk terdiri dari butir – butir kuarsa dan glaukonit dengan butiran berukuran halus hingga sangat halus, membundar tanggung dan mneyudut tanggung, pemilahan sedang, semen karbonat, dapat diremas hingga keras. Mempunyai ketebalan 20 – 50 cm. Kalkarenit berwarna putih keabuan, kuning


121 kecoklatan jika lapuk dengan ukuran butir halus hingga sedang, mengandung butir kuarsa dan glaukonit, menyudut tanggung hingga membundar tanggung, pemilahan sedang, memperlihatkan struktur bioturbasi, keras, tebal 15 – 25 cm. Semakin keatas ketebalan semakin meningkat serta ukuran butir semakin kasar. Disamping itu batupasri yang tereletak di lokasi tipe memperlihatkan struktur silang siur. Formasi Ledok menyebar luas di jalur Rembang. Mulai dari depresu Pati di Barat, formasi ini dapat diikuti terus ke timur sejauh Tuban, dimana satuan tersebut menipis atau membaji kea rah tinggian Tuban. Semakin ke Utara maupun Selatan formasi Ledok semakin menipis. Formasi Ledok memiliki umur Miosen Atas (N17 – N18) dari Blow (1969) berdasarkan kandungan fosil foraminifera plankton. Glaukonit merupakan suatu mineral kompleks yang berhubungan dengan mineral lempung dan mika. Mineral glaukonit terbentuk hanya dari authigenic mineral selama proses diagenesis awal di lingkungan sedimen laut (Selley, 2000). Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gas bumi. Reservoir merupakan unsur paling penting dalam keterdapatan minyak dan gas bumi. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal mempunyai kemampuan untuk dapat menyimpan serta melepaskan minyak bumi. Dalam hal ini batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan untuk menyimpan dan juga permeabilitas yaitu kemampuan untuk melepaskan minyak bumi. Jadi, secara singkat dapat disebutkan bahwa batuan reservoir harus berongga – rongga atau berpori – pori (Koesoemadinata, 1978).


122 4.10.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Dusun Kalirejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 9 km di utara Kota Tjepu dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Gambar 4.85 Kesampaian lokasi Singkapan Batuan Formasi Ledok dari Kota Cepu. 4.10.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Berdasarkan pengamatan lapangan di daerah penelitian ditemukan litologi berupa batupasir glaukonit dan batugamping pasiran (kalkarenit) yang termasuk ke dalam formasi Ledok. Formasi Ledok ini dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir gas dan minyak dikarenakan formasi ini memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup bagus.


123 Gambar 4.86 Peta geologi daerah penelitian lokasi Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Ledok menurut (Pringgoprawiro & Sukido, 1992).


124 Gambar 4.87 Stratigrafi regional zona Rembang (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Ledok (ditandai dengan simbol bintang merah) berperan sebagai reservoir minyak bumi. Batupasir glaukonit Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan berupa batupasir glaukonit dengan warna abu – abu kehijauan dalam kondisi segar sedangkan lapuk berwarna kuning kecoklatan, ukuran butir sedang (0,25 – 0,5 mm), derajat pembundaran agak membundar, derajat pemilahan yang baik, memiliki kemas yang didukung oleh butiran, dengan komposisi litologinya berupa fragmen : lithik, plagioklas, kuarsa, glaukonit, pecahan cangkang foram, matriks : material berukuran lempung; semen : karbonat, dan memiliki sruktur sedimen perlapisan. Batugamping pasiran (kalkarenit) Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan berupa batugamping pasiran (kalkarenit) dengan warna krem dalam kondisi segar sedangkan pada kondisi lapuk berwarna kuning kecokelatan, ukuran butir arenit, derajat pembundaran membundar, derajat pemilahan baik, memiliki kemas didukung oleh butiran, komposisi litologinya berupa allochem: interklas, pecahan foram, mikrit: klasit, sparit: karbonat, dan memiliki struktur sedimen perlapisan.


125 Formasi Ledok Sebagai Reservoir Di daerah penelitian ditemukan adanya batupasir glaukonit dengan ukuran butir sedang dan kalkarenit yang sifat batuannya klastik sehingga dapat memiliki porositas dan permeabilitas. Berdasarkan hal tersebut formasi Ledok dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir rock. Gambar 4.88 Petroleum system (Magoon & Dow, 1994) 4.10.5 Arti Penting Lokasi penelitian dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalanan raya Cepu – Blora sehingga cukup mudah diakses meskipun dengan kendaraan yang besar. Tempat parkir kendaraan secara resmi belum tersedia dikarenakan lokasi yang berada di anak sungai Kali Modang, akan tetapi area di sekitar jalan raya terdapat lokasi yang relatif luas sehingga pada tepi jalan dapat dijadikan sebagai tempat parkir. Sehingga ketika rombongan besar berkunjung ke lokasi penelitian dapat terakomodasi. 4.10.6 Aksesibilitas Lokasi penelitian dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalan raya menuju Rembang sehingga cukup mudah diakses meskipun dengan kendaraan yang besar. Tempat parkir kendaraan secara resmi belum tersedia dikarenakan lokasi yang berada di sungai sehingga belum terdapat lokasi untuk tempat parkir kendaraan. Sehingga ketika rombongan besar berkunjung ke lokasi penelitian dapat terakomodasi. Jarak sungai tersebut dari jalan raya Rembang kurang lebih 200meter masuk ke hutan.


126 4.10.7 Foto Gambar 4.89 Litologi batupasir glaukonit Formasi Ledok.


127 Gambar 4.90 Singkapan batuan Formasi Ledok pada anak sungai Kali Modang.


128 4.11 Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Mundu 4.11.1 Pendahuluan Lokasi penelitian terletak di desa Mundu, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Lokasi penelitian berada pada koordinat X 559590 mE dan Y 9211191 mE. Satuan batuan yang ditemukan di daerah penelitian berupa napal termasuk ke dalam formasi Mundu. Formasi Mundu memiliki ciri litologi yang khas, tersusun oleh napal masif berwarna abu muda hingga putih kekuning-kuningan, dengan kandungan foraminifera planktonik yang sangat melimpah. Selain itu juga didapatkan kandungan glaukonit tetapi hanya dalam jumlah sedikit. Di beberapa tempat, bagian atas dari formasi ini terjadi secara berubah menjadi batugamping pasiran. Ketebalan dari formasi ini cenderung bertambah ke arah selatan hingga mencapai 700 m. Formasi Mundu terbentuk sebagai hasil laut dalam yang terjadi pada zona N17– N20 (Miosen Akhir – Pleiosen). Pada petroleum system formasi Mundu ini berperan sebagai seal rock. 4.11.2 Dasar Teori Formasi Mundu dalam Pringgoprawiro merupakan nama yang diambil dari lokasi tipe yang berada di sungai Kalen, desa Mundu, berjarak 10 km barat dari Cepu, Blora, Jawa Tengah. Formasi Mundu terdiri dari napal kehijauan, kuning jika lapuk, masif, kaya sekali foraminifera plankton dan tidak berlapis. Bagian puncak dari formasi seringkali ditempati oleh batugamping pasiran yang juga kaya akan foraminifera plankton. Formasi Mundu memiliki ciri litologi berupa napal yang berwarna abu abu kehijaun, putih kekuningan jika lapuk, kaya akan foraminifera plankton, kadar karbonat 48% - 64%, mengandung sedikit glaukonit, massif, rapuh, getas, ukuran butir halus hingga lanau. Napal tersebut dapat berubah menjadi batugamping lempungan. Formasi Mundu tersebar luas dengan keetebalan yang berbeda – beda di jalur Rembang. Puncak ketebalannya terdapat pada jalur Rembang Selatan, kemudian menipis ke Utara maupun ke Selatan. Di lokasi tipe formasi Mundu mencapai ketebalan 255 m. Umur formasi Mundu yaitu Pliosen (N18 – N20) menurut zonasi Blow 1969. Seal rock adalah batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang rendah, sehingga mampu menghambat hidrokarbon dalam reservoir untuk


129 berpindah atau bermigrasi. Biasanya litologi yang memiliki porositas dan permeabilitas rendah yaitu batuan kristalin, batuan sedimen berukuran butir halus seperti napal, batulempung, batulanau, dan serpih. 4.11.3 Lokasi dan Kesampaian Lokasi situs berada di Desa Mundu, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun mobil dengan jarak 9 km di utara Kota Tjepu dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Gambar 4.91 Kesampaian lokasi Singkapan Batuan Formasi Mundu dari Kota Cepu 4.11.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Stratigrafi Berdasarkan pengamatan lapangan di daerah penelitian ditemukan litologi berupa batupasir glaukonit dan batugamping pasiran (kalkarenit) yang termasuk ke dalam formasi Ledok. Formasi Ledok ini dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai reservoir gas dan minyak dikarenakan formasi ini memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup bagus.


130 Gambar 4.92 Peta geologi daerah penelitian lokasi Geoheritage Singkapan Batuan Fm. Mundu menurut (Pringgoprawiro & Sukido, 1992).


131 Gambar 4.93 Stratigrafi regional zona Rembang (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Mundu (ditandai dengan simbol bintang merah) berperan sebagai seal rock atau batuan tudung, pencegah minyak bumi untuk lolos/kabur dari reservoir. Napal Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan litologi berupa napal (marl) dengan warna abu – abu dalam kondisi segar sedangkan pada kondisi lapuk berwarna kuning, ukuran butir lanau (1/256 – 1/16 mm), komposisi litologinya semen : karbonat, dan memiliki struktur sedimen massif. Formasi Mundu Sebagai Seal Rock Di daerah penelitian ditemukan adanya napal massif yang sifat batuannya tidak poros dan impermeabel sehingga litologi tersebut sangat kedap terhadap fluida dan gas. Berdasarkan hal tersebut formasi Mundu dalam petroleum system di daerah Cepu berperan sebagai seal rock.


132 Gambar 4.94 Petroleum system (Magoon & Dow, 1994). 4.11.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains terutama dalam bidang stratigrafi selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung dapat mempelajari deskripsi dari napal yang ada di lokasi penelitian dengan melihat warna, tekstur, komposisi, serta struktur dari batuanya. Selain itu hal yang lebih menarik di sini adalah litologi napal yang ditemukan di lokasi tipe formasi Mundu tersebut. 4.11.6 Aksesibilitas Lokasi penelitian dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalanan sempit sehingga cukup sulit diakses jika menggunakan kendaraan yang besar. Tempat parkir kendaraan belum tersedia dikarenakan lokasi yang berada di sungai Kalen. Sehingga ketika rombongan besar berkunjung ke lokasi penelitian tidak dapat terakomodasi dengan baik.


133 4.11.7 Foto Gambar 4.95 Akses jalan menuju ke singkapan Formasi Mundu di Desa Mundu, Kecamatan Cepu. Gambar 4.96 Singkapan Formasi Mundu yang terletak di sungai Kalen, Desa Mundu.


134 Gambar 4.97 Litologi napal Formasi Mundu.


135 4.12 Geoheritage Kracakan Ngloram 4.12.1 Pendahuluan Kracakan Ngloram terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora merupakan tempat wisata di atas Sungai Bengawan Solo, kelihatan indah ketika air sungai Sungai Bengawan Solo menyusut pada saat musim Kemarau, namun pada saat musim penghujan Kracakan Ngloram tertutupi oleh air sehingga keindahan dari wisata ini sedikit tertutupi, hal ini membuat kawasan ini menjadi wisata musiman yaitu pada saat musim kemarau karena memiliki nilai estetika tinggi atau memiliki aspek keindahan sebagai suatu lokasi wisata. dari sisi geologi karena tersusun atas berbagai macam fossil organisme pembentuk reef yang kemudian terombak menjadi batugamping klastik serta kemirianga lapisan batuan (dip) yang berlawanan arah dengan arah aliran sungai yang menambah keunikan di kawasan ini. Ditambah dengan telah hadirnya beberapa fasilitas penunjang seperti tempat parkir, tempat ibadah, wahana bermain, dan spot swafoto, kawasan ini memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai kawasan geowisata musiman. 4.12.2 Dasar Teori Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi dominan (lebih dari 50%) dan terdiri dari garam-garam karbonat, sedang dalam prakteknya secara umum meliputi Batugamping dan Dolomit. Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia, dimana dalam proses tersebut organisma turut berperan dan dapat pula terjadi dari butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik yang kemudian diendapkan pada tempat lain. Selain itu pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomit). Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan air laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat. 4.12.3 Lokasi dan Kesampaian Terletak di Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, situs Kracakan Ngloram dapat ditempuh dari Kota Cepu dengan kendaraan bermotor dengan jarak 10 km dalam waktu kurang lebih 20 menit perjalanan


136 Gambar 4.98 Kesampaian lokasi Kracakan Ngloram dari Kota Tjepu. 4.12.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Menurut peta geologi regional lembar Bojonegoro yang disusun oleh (Pringgoprawiro & Sukido, 1992)secara regional daerah penelitian terdiri dari beberapa Formasi diantaranya Formasi Tawun, Ngrayong, Bulu, Kerek, Kerek Wonocolo, Ledok, Kalibeng, Mundu, Klitik, Sonde, Selorejo Pucangan, Lidah, Kabuh, Batuan Terobosan, Breksi Pandan, Notopuro dan Aluvium. Daeriah telitan termasuk kedalam Formasi Lidah (QTI) yang terdiri dari litologi batulempung, setempat bersisipan batupasir dan Batugamping. 4.12.5 Arti Penting Laboratorium alam dan media pembelajaran kuliah lapangan terutama bagi mahasiswa geosains selain fungsinya sebagai objek geowisata. Pengunjung juga dapat melihat keindahan Kracakan Ngloram pada saat musim Kemarau dan ketika aliran sungai besar Bengawan Solo sedang surut. 4.12.6 Aksesibilitas Lokasi Kracakan Ngloram dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua dan empat melalui jalan aspal, tempat parkir yang tersedia cukup memadai sehingga apabila dikunjungi rombongan besar lokasi wisata dapat mengakomodasinya, hanya saja fasilitas seperti toilet, tempat sampah, serta sarana ibadah belum dibangun di kawasan ini.


137 4.12.7 Foto Gambar 4.99 Kenampakan dari situs Kracakan Ngloram. Pengambilan gambar dilakukan musim penghujan sehingga kedalaman air di sungai Bengawan Solo cukup dalam. Gambar 4.100 Singkapan batuan yang tersingkap di tanggul alam sungai Bengawan Solo.


138 4.13 Geoheritage Oro-Oro Kesongo 4.13.1 Pendahuluan Oro-oro Kesongo merupakan sebuah gunung lumpur (mud volcano) atau kubah lumpur yang terbentuk oleh letusan lumpur atau lumpur, air dan gas. Beberapa proses geologi dapat menyebabkan pembentukan gunung lumpur. Gunung lumpur bukanlah gunung berapi sejati karena tidak menghasilkan lava dan pada umumnya tidak dipicu oleh aktivitas magmatik. 4.13.2 Dasar Teori Gunung lumpur adalah morfologi permukaan yang khas dibentuk oleh penumpukan material hasil ekstrusi dari formasi tekanan luap di bawah permukaan atau lazim disebut diapir serpih (Burhannudinnur, 2013). Gunung lumpur dicirikan oleh ekstrusi sedimen berbutir halus yang kaya cairan dan menembus melalui lapisan batuan diatasnya. Letusan gunung lumpur seringkali dikontrol oleh pelepasan gas metana termogenik yang dihasilkan pada kedalaman lebih dari 10 km (Mazzini dkk., 2008). Morfologi gunung lumpur yang kerap dijumpai diantara lain adalah kawah, kolam (pool), kerucut, pai (pie), salsa, dan gryphon. Penjelasan masing-masing morfologi adalah sebagai berikut: - Kawah : Rendahan pada area puncak dari morfologi gunung lumpur, kerucut. - Kolam (pool) : Morfologi kolam berkembang di gunung lumpur dengan kedalaman air lebih dari 10 cm, penampang kolam berbentuk ‘U’ terisi oleh air atau lumpur, biasa di puncak atau di bawah kerucut, berbentuk melingkar atau tidak beraturan - Kerucut : Bentukan endapan lumpur dari gunung lumpur membentuk kerucut dengan puncaknya terdapat kawah, pai, atau kolam. - Pai (pie) : Morfologi ekstrusi lumpur berbentuk kubangan melingkar datar biasanya terisi lumpur, mempunyai saluran gas di bagian tengahnya - Salsa : Salah satu morfologi di gunung lumpur dengan genangan air bercampur lumpur yang dangkal dan becek.


139 - Gryphon : Didefinisikan sebagai kerucut kecil atau kawah lumpur (3-4m) di puncak atau lereng gunung lumpur. Pembentukan morfologi sendiri tergantung pada proses-proses geomorfologi dan pasokan material dari dalam. Fase konstruktif berada pada fase pasokan lumpur, air, dan gas sangat banyak di fase awal terbentuknya gunung lumpur, material diendapkan secara cepat melalui lontaran, lelehan, dan semburan, misalnya pada Gunung Lumpur Lusi. Fase transisi dimana pasokan material dari bawah tanah terutama air dan lumpur relatif sedikit sehingga kelebihan lumpur meleleh meluber ke lereng kerucut. Fase destruktif, proses erosi lebih dominan dibandingkan pembentukan dari dalam. Gas dan air keluar tanpa membawa material lumpur. Lumpur tercampur dari sekelilingnya yang masuk di kawah atau keluar, membentuk morfologi pai. Tabel 4.1 Fase pembentukan morfologi gunung lumpur dari kerucut atau gryphon menjadi pai (pie) (Burhannudinnur, 2013).


140 4.13.3 Lokasi dan Kesampaian Terletak di Desa Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, situs Oro-Oro Kesongo dapat ditempuh dari Kota Cepu dengan kendaraan bermotor dengan jarak 50 km dalam waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Bledug Kesongo terletak di Lapangan Minyak Gabus milik PT Pertamina EP. Merupakan daerah kawasan hutan lindung dengan morfologi perbukitan landai. Lokasi terletak di koordinat 111°15'14,96" BT, 7°9'19,92" LS. Gambar 4.101 Kesampaian lokasi Oro-Oro Kesongo dari Kota Tjepu. 4.13.4 Kajian Geologi dan Geoheritage Gunung Lumpur Kesongo mempunyai morfologi kubah landai dengan puncak datar-cekung membentuk kawah landai. Beda tinggi dengan relief sekelilingnya berkisar 20-30 m. Diameter morfologi kubah mencapai 2,5-3,0 km, di puncak kubah terdapat kawah landai dengan bekas pai dari gunung lumpur. Beberapa rekahan dapat dikenali dengan jelas sebagai kekar dan sesar naik, dengan arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Jejak pai diikuti perubahan warna melingkar lumpur dari dalam keluar berwarna abu-abu gelap, abu-abu terang, merah kecoklatan, sampai coklat muda pada bagian paling luar. Pola lingkaran warna diduga mempunyai hubungan dengan sejarah pengendapan lumpur dan periode letusannya (Burhannudinnur, 2013).


141 Gambar 4.102 (A) Peta geologi Gunung Lumpur Kesongo berdasarkan data citra dan survei lapangan tahun 2009. (B) Penampang geologi dengan kedalaman diperkirakan dari perbedaan tinggi kubah di lapangan (Burhannudinnur, 2013). Morfologi khas gunung lumpur yang dapat diamati adalah gryphon, salsa, pai kecil, dan kolam. Gryphon dijumpai berdiri sendiri atau membentuk punggungan yang berorientasi sejajar dengan sesar atau rekahan, berukuran tinggi mencapai 1,2 m. Salsa tersebar di beberapa tempat dengan rembesan gas kecil namun sangat banyak. Frekuensi gelembung yang bisa diamati 2-3 kali per detik dengan ukuran gelembung di permukaan air umumnya berdiameter kurang dari 5 cm. Pai kecil berada di gryphon yang sudah tidak aktif. Kolam dijumpai di sisi timur gunung lumpur dengan ukuran mencapai 30x50 m2 . Morfologi khas gunung lumpur tersebut sebagian besar berada di dalam lumpur warna abu-abu terang sampai warna abu-abu gelap. Khusus gryphon dan salsa kadang dijumpai di bagian terluar sampai setempat-setempat namun mempunyai kelurusan dengan punggung gryphon di tengah.


142 Analisis fosil Foraminifera (mikro dan makro) dilakukan terhadap lumpur fragmen batuan dengan tujuan untuk mengetahui umur, lingkungan pengendapan material gunung lumpur sehingga didapatkan data untuk interpretasi sumber material dan membantu dalam analisis laju sedimentasi dan interpretasi model geologi gunung lumpur. Analisis fosil dari fragmen batuan dilakukan untuk sampel dari Gunung Lumpur Kesongo karena secara megaskopis terlihat mengandung fosil. Analisis mikropaleontologi dari fragmen bahan mempunyai variasi umur dari Oligosen Akhir-Miosen Tengah (Tabel III.2). Sampel tertua KSG-12 berupa batupasir karbonatan berumur Oligosen Akhir dengan fosil indek di nomor sampel KSG-12 no 1 dan 2 yaitu Globigerina cf praebulloides dan Globigerina cf tripartita. Fragmen termuda Miosen Tengah nomor sampel KSG-05 dengan fosil indek KSG05 no. 3 dan 5 yaitu Globorotalia cf continuosa dan Globorotalia cf menardii (Burhannudinnur, 2013). Gambar 4.103 Peta geologi daerah penelitian lokasi Geoheritage Oro-Oro Kesongo menurut (Datun et al., 1996)


143 Gambar 4.104 Ringkasan data umur berdasarkan mikrofosil (foraminifera) dari sampel fragmen batuan di Gunung Lumpur Kesongo (Burhannudinnur, 2013). Gambar 4.105 Penentuan umur berdasarkan makrofosil sampel KSG-15, KSG-16, dan KSG-34 dari Gunung Lumpur Kesongo (Burhannudinnur, 2013).


144 Fragmen batuan yang keluar di Kesongo ukurannya sangat bervariasi, beberapa fragmen mencapai 40 cm dengan bentuk butir menyudut sampai membulat tanggung. Jenis batuan bervariasi dari batuan sedimen sampai metamorf. Analisis petrografi fragmen menunjukkan variasi litologi dari batupasir gampingan sampai dengan batuan metamorf tingkat rendah dan polycristalline quartz. Gambar 4.106 Contoh hasil analisis petrografi fragmen batuan Gunung Lumpur Kesongo (Burhannudinnur, 2013). Sampel nomor KSG 19 A-3 dan KSG 44 A-2 secara megaskopis terlihat adanya struktur lipatan mikro, hasil analisis petrografi menunjukkan gejala stilolit dengan isian sparit kalsit dengan satu arah kemungkinan karena deformasi. Sampel nomor KSG 05 dan KSG 03 berupa fragmen batupasir karbonatan mengandung banyak fosil.


Click to View FlipBook Version