The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-06-01 13:37:36

20190509094156

20190509094156

41 E. Bauksit, Alumina, dan Aluminium Indonesia adalah salah satu produsen bauksit terbesar di dunia, tetapi industri-antara untuk mengolah bauksit menjadi alumina belum berkembang pesat. Namun demikian diperkirakan Indonesia akan menjadi produsen alumina menyusul beroperasinya beberapa perusahaan tambang bauksit yang akan memproduksi alumina dalam tiga-empat tahun ke depan. a. Harga Harga logam aluminium periode 2014 – 2017 menunjukkan fluktuasi dengan kecenderungan meningkat pada dua tahun terakhir, meskipun di penghujung tahun 2017 sedikit menurun (Gambar 5.12). Harga alumunium diperkirakan akan tumbuh positif pada tahun 2018 antara lain disebabkan adanya penutupan beberapa pabrik smelter di Tiongkok, peningkatan permintaan di beberapa negara Asia, sanksi Amerika Serikat terhadap produk RUSAL, serta pelemahan dolar Amerika Serikat (https://investasi.kontan.co.id/news, 27 November 2017) Gambar 5.12. Harga Komoditas Logam Aluminium 2014 – 2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Bauksit Perkembangan produksi dan penjualan ekspor bauksit selama periode 2013 – 2017 menunjukkan gejala anomali. Sempat mencapai lebih dari 59 ribu ton pada tahun 2013, produksi kemudian anjlok hingga tinggal 3 ribu ton pada tahun 2014. Periode 2015 – 2017, produksi tetap tidak beranjak naik. Mengingat seluruh produksi ditujukan untuk ekspor, maka pola ekspor mengikuti pola produksinya (Gambar 5.13). Kondisi anomali pada produksi dan penjualan ekspor, pada dasarnya merupakan dampak langsung dari diterapkannya kebijakan nilai tambah mineral yang melarang bauksit diekspor sejak diberlakukannya Permen ESDM No.07/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. - 500,00 1.000,00 1.500,00 2.000,00 2.500,00 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16 Jan-17 Apr-17 Jul-17 Okt-17 USD/ton Harga Logam Alumunium Sumber: LME, LBMA, Asian Metal, ICDX, Direktorat Pengawasan Pengusahaan Mineral


42 Gambar 5.13. Grafik Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Bauksit 2013 – 2017 Alumina Setelah tidak pernah memproduksi alumina, maka Indonesia mulai memasuki era sebagai salah satu negara penghasil alumina. Awalnya pada tahun 2014 sebesar 2,203tonrelatif kecil, tetapi kemudian mengalami lonjakan yang luar biasa sebesar 458,707 ton tahun 2016 (Gambar 5.14), menyusul beroperasinya dua pabrik alumina, yaitu PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Indonesia Chemical Alumina. Dalam tiga-empat tahun ke depan, produksi alumina diperkirakan akan meningkat menyusul beroperasinya lima perusahaan baru yang akan memproduksi alumina. Gambar 5.14. Grafik Produksi dan Ekspor Alumina 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 produksi 59.168,34 3.095,52 - - 1.841,03 domestik - - - - - ekspor 58.744,24 2.889,13 - - 1.841,03 - 10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 60.000,00 70.000,00 KTon Bauksit Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 2013 2014 2015 2016 2017 produksi - 2.202,91 72.322,64 348.706,1 917.099,3 domestik - - - - - ekspor - 2.202,91 72.322,64 348.706,1 917.099,3 - 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00 500.000,00 600.000,00 700.000,00 800.000,00 900.000,00 1.000.000,00 Ton Alumina Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


43 F. Pasir Besi dan Bijih Besi Indonesia bukan negara penghasil pasir besi dan bijih besi terkemuka di dunia, sehingga tidak memberi pengaruh berarti pada pasar internasional. Bahkan, bukan tidak mungkin Indonesia sering menjadi korban dari perdagangan negara-negara besar penghasil besi. a. Harga Selama periode awal 2014 – akhir 2017, harga logam besi mengalami fluktuasi yang cukup tajam. Setelah turun sampai mencapai titik terendah pada Maret 2016, harga konsentrat besi bergerak naik samapi mencapai puncak pada Juni 2017, tetapi kemudian turun lagi hingga akhir 2017 (Gambar 5.15). Harga konsentrat besi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan pembuatan baja, terutama di Tiongkok. Gambar 5.15. Harga Patokan Ekspor Komoditas Besi 2014 – 2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Bijih Besi dan Pasir Besi Selama periode 2013 – 2017, produksi dan ekspor pasir besi dan bijih besi turun sangat tajam, bahkan tidak melakukan ekspor sejak 2015 (Gambar 5.16). Hal ini sebagai dampak langsung dari penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah yang melarang ekspor pasir besi dan bijih besi dalam bentuk mineral mentah. - 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 Mar-17 Jun-17 Sep-17 Des-17 USD/ton Harga Konsentrat Besi Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Keterangan: Komoditas yang digunakan adalah konsentrat besi (hematit, magnetit, pirit) dengan kadar 65%<Fe<66%


44 Gambar 5.16. Grafik Produksi dan Ekspor Bijih Besi dan Pasir Besi 2013 – 2017 Konsentrat Besi Produksi pasir besi dan bijih besi besi berbanding terbalik dengan produksi konsentratnya; jika pasir besi dan bijih besi turun, maka konsentratnya justru naik. Hal ini disebabkan mulai beroperasinya pabrik pengolahan besi dan melakukan ekspor. Kegiatan untuk membangun fasilitas pengolahan besi relatif mudah dan cepat, sehingga mampu mengantisipasi larangan ekspor pasir besi dan bijih besi dengan memproduksi konsentrat besi. Selama periode 2013 – 2017, produksi dan ekspor konsentrat besi naik sangat tajam pada tahun 2013 – 2015, naik sedikit pada tahun 2016, dan turun drastis pada tahun 2017 (Gambar 5.17). Penurunan ini terjadi akibat kelebihan pasokan dan turunnya permintaan baja di Tiongkok, yang pada akhirnya berimbas pada merosotnya harga besi di pasar internasional. Gambar 5.17. Grafik Produksi dan Ekspor Konsentrat Besi 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 produksi 20.651,3 1.154,23 - - - domestik - - - - - ekspor 20.651.3 1.154.23 - - - - 5.000.000,00 10.000.000,00 15.000.000,00 20.000.000,00 25.000.000,00 Ton Bijih Besi & Pasir Besi Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 2013 2014 2015 2016 2017 produksi - 1.921,64 3.693,36 3.780,83 1.966,73 domestik - - - - - ekspor - 1.921,64 3.693,36 3.780,83 1.966,73 - 500,00 1.000,00 1.500,00 2.000,00 2.500,00 3.000,00 3.500,00 4.000,00 Ton Konsentrat Besi Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


45 G. Emas Indonesia merupakan salah satu negara penghasil emas terbesar di dunia, baik yang berasal dari produk tambang emas maupun yang berasal dari produk samping PT Freeport Indonesia dan PT AMNT (dahulu PT Newmont Nusa Tenggara). Dari sisi produksi, tambang emas Grasberg milik PT Freeport Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Namun demikian, Indonesia hanya berada pada urutan ke-12 sebagai produsen emas terbesar dunia, sementara Tiongkok adalah yang terbesar (Liputan6.com, 20 Januari 2016). a. Harga Selama periode 2014 – 2017, secara umum harga logam emas relatif stabil meski ditandai oleh fluktuasi yang sangat kecil (Gambar 5.18). Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi naik-turunnya harga emas adalah jumlah produksi emas dunia, nilai tukar USD terhadap mata uang negara lain, kenaikan permintaan industri perhiasan, pembelian oleh bank sentral di berbagai dunia, isu politik seperti resesi global, perselisihan antar negara, dan perang. Pada tahun 2017, ketegangan antara Amerika Serikat dengan Korea Utara sedikit mendongkrak harga emas, namun menguatnya dolar Amerika Serikat ikut menekan harga emas. Kondisi politik dan ekonomi global memang sangat rentan mempengaruhi harga emas dunia. Gambar 5.18. Harga Komoditas Logam Emas 2014 – 2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Selama periode 2013– 2017, statistik produksi emas bergerak di antara 57,0 kg – 100,5 kg. Puncak produksi terjadi pada tahun 2015, dan terrrendah pada tahun 2013. Grafik produksi, serta penjualan domestik dan ekspor mengikuti pola yang sedikit berbeda satu sama lain (Gambar 5.19), meskipun sama-sama mengalami kenaikan pada tahun 2014. Kenaikan produksi pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013, disebabkan operasi PT Freeport Indonesia sudah kembali normal setelahdilakukan perbaikan akibat runtuhnya terowongan bawah tanah yang mengganggu produksi secara keseluruhan. - 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00 1.200,00 1.400,00 1.600,00 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16 Jan-17 Apr-17 Jul-17 Okt-17 USD/oz Harga Logam Emas Sumber: LME, LBMA, Asian Metal, ICDX, Direktorat Pengawasan Pengusahaan Mineral


46 Gambar 5.19. Grafik Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Emas 2013 – 2017 H. Perak Perak merupakan salah satu komoditas yang paling dicari, setelah emas. Meski harganya jauh di bawah harga emas, perak kerap digemari sebagai bahan baku berbagai produk, seperti perhiasan. Oleh karena itu banyak negara berlomba-lomba menggali perak. Meksiko adalah negara penghasil perak terbesar di dunia, sementara Indonesia berada pada posisi keduabelas atau 0,93% sebagai produsen perak dunia (djpen.kemendag.go.id, 25 April 2012). Perak Indonesia dihasilkan dari produk samping tambang tembaga PT Freeport Indonesia dan PT AMNT, serta beberapa perusahaan tambang lainnya. a. Harga Secara umum, harga logam perak cukup fluktuatif pada periode 2014 –2017, meskipun dalam rentang yang relatif kecil (Gambar 5.20). Harga perak pada tahun 2017 tetap tertekan menyusul isu perang dagang AS dan Tiongkok, serta rencana bank sentral AS atau The Fed menaikkan suku bunga yang dapat melemahkan harga komoditas, termasuk perak (https:// tirto.id., 29 Maret 2018) Gambar 5.20. Harga Komoditas Logam Perak 2014 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 produksi 57.001,52 69.646,40 97.440,17 91.084,84 100.514,5 domestik 5.204,27 20.819,40 19.158,52 16.526,67 23.296,39 ekspor 20.793,45 59.759,37 75.228,84 73.948,82 71.071,39 - 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00 100.000,00 120.000,00 Kg Emas Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) - 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16 Jan-17 Apr-17 Jul-17 Okt-17 USD/oz Harga Logam Perak Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


47 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Selama periode 2013 – 2017, produksi naik dari 208,24 ribu ton menjadi 323,43 ribu ton, atau naik 55,32%. Penjualan domestik relatif stagnan, tetapi penjualan untuk ekspor meningkat tajam dari tahun ke tahun (Gambar 5.21).Penurunan harga ternyata tidak mempengaruhi tingkat produksi dan ekspor yang justru meningkat. Sebagai komoditas yang digunakan untuk bahan perhiasan, di samping emas, perak tetap menarik dijual di pasar internasional. Gambar 5.21. Grafik Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Perak 2013 – 2017 I. Mangan Indonesia bukan termasuk negara produsen mangan dunia, tetapi memiliki kualitas produk yang diakui dunia. Sumber daya dan cadangan mangan juga relatif kecil, dan hanya terkonsentrasi di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur. a. Harga Selama Maret 2014 – Desember 2017, harga logam mangan menunjukkan grafik yang sedikit menaik. Setelah mencapai titik terendah pada Maret 2016, harga mangan bergerak naik, turun, dan naik lagi hingga mencapai puncaknya pada Maret 2017. Namun harga kembali turun secara drastis pada Juni 2017, dan bergerak sedikit naik hingga Desember 2017 (Gambar 5.22). Sebuah kondisi umum yang menimpa hampir seluruh komoditas tambang, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dunia yang kadang melambat dan kadang meningkat. 2013 2014 2015 2016 2017 produksi 208.242,3 252.709,9 319.594,0 322.632,0 323.429,5 domestik 20.756,78 56.895,09 36.793,71 45.981,89 55.438,82 ekspor 49.698,44 205.524,6 261.416,5 290.148,8 640.314,7 - 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00 500.000,00 600.000,00 700.000,00 Kg Perak Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2018


48 Gambar 5.22. Harga Patokan Ekspor Komoditas Bijih Mangan 2014 – 2017 Gambar 5.23. Grafik Produksi dan Ekspor Mangan 2013 – 2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Produksi dan ekspor mangan mengalami penurunan setelah pada tahun 2012 diberlakukan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral, termasuk mangan yang dilarang diekspor dalam bentuk bijih. Setelah mencapai titik terendah pada tahun 2014, produksi (dan juga ekspor) perlahan naik hingga mencapai titik tertinggi pada tahun 2016, tetapi kemudian turun lagi pada tahun 2017 (Gambar 5.23). Naik-turunnya produksi dan ekspor mangan tidak terlepas dari perubahan kebijakan nilai tambah di dalam negeri serta kondisi pasar internasional yang fluktuatif. - 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00 Mar-14 Jun-14 Sep-14 Des-14 Mar-15 Jun-15 Sep-15 Des-15 Mar-16 Jun-16 Sep-16 Des-16 Mar-17 Jun-17 Sep-17 Des-17 USD/ton Harga Konsentrat Mangan Keterangan: Komoditas yang digunakan ialah konsentrat mangan dengan kadar 56 < Mn < 57 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 2013 2014 2015 2016 2017 Produksi 4.315,46 2.659,30 3.030,00 4.781,52 3.295,00 Penjualan Domestik - - - - - Ekspor 4.315,46 2.659,30 3.030,00 4.781,52 3.295,00 - 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 ton Mangan


49 J. Timbal Meskipun timbal atau galena terdapat di berbagai daerah, mulai dari Pulau Sumatera, BangkaBelitung, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusaa Tenggara Timur, tetapi Indonesia tidak dikenal sebagai produsen besar komoditas timbal di dunia. Besarnya sumber daya yang dimiliki di satu sisi dan kecilnya cadangan di sisi lain seakan menunjukkan bahwa penambangan timbal masih belum menarik investor. a. Harga Selama periode 2014 – 2017, harga logam timbal menunjukkan grafik yang sedikit fluktuatif, dan cenderung naik pada medio 2017 (Gambar 5.24). Logam timbal memang bukan termasuk komoditas strategis, sehingga kesetimbangan antara pasokan dan permintaan selalu terjaga, serta tidak menimbulkan gejolak berarti di pasar global. Gambar 5.24. Harga Komoditas Logam Timbal 2014 – 2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, dan Ekspor Produksi bijih timbal selama periode 2013 – 2017 menunjukkan grafik yang naik tajam pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014, tetapi hanya naik sedikit pada tahun-tahun berikutnya(Gambar 5.25). Kondisi ini tidak terlepas dari mulai beroperasinya perusahaan tambang timbal yang telah mampu memproduksi konsentrat timbal sesuai ketentuan Permen ESDM tentang kebijakan PNT mineral. - 500,00 1.000,00 1.500,00 2.000,00 2.500,00 3.000,00 Jan-14 Apr-14 Jul-14 Okt-14 Jan-15 Apr-15 Jul-15 Okt-15 Jan-16 Apr-16 Jul-16 Okt-16 Jan-17 Apr-17 Jul-17 Okt-17 USD/ton Harga Logam Timbal Sumber: LME, LBMA, Asian Metal, ICDX, Direktorat Pengawasan Pengusahaan Mineral


50 Gambar 5.25. Grafik Produksi dan Ekspor Konsentrat Timbal 2013 – 2017 P. Batubara Perkembangan perbatubaraan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar global, khususnya Tiongkok sebagai produsen dan konsumen batubara terbesar dunia. Mengingat sebagian besar batubara Indonesia ditujukan untuk tujuan ekspor, maka otomatis harga dan volume ekspor batubara Indonesia akan mengikuti tren yang terjadi di pasar internasional. a. Harga Harga batubara sempat menyentuh posisi tertinggi pada awal tahun 2011, namun secara perlahan mulai melemah dan mencapai titik terendah pada Januari 2016. Pada awal tahun 2017 harga melonjak hingga ke posisi USD101,69/ton, tetapi bergerak turun hingga mencapai titik terendah pada pertengahan 2017. Setelah itu, harga sedikit demi sedikit mulai naik kembali (Gambar 5.27). Setelah lima tahun terakhir mengalami penurunan, harga batubara terus menguat pada tahun 2017, yang didorong oleh pengurangan produksi batubara Tiongkok ditambah permintaan yang kuat di seluruh wilayah Asia-Pasifik dan Eropa. Meski harga cukup tinggi pada pertengahan 2016-2017, pengembangan proyek batubara tercatat melambat. Karena tidak banyak pasokan yang ditambahkan sepanjang tahun lalu, hal ini menyebabkan kenaikan harga. Harga batubara diperkirakan masih mampu melanjutkan penguatan hingga akhir tahun 2018, walaupun permintaan batubara hanya akan tumbuh 0,5% dalam lima tahun ke depan (https://www.indopremier.com/, 18 Desember 2017). 2013 2014 2015 2016 2017 produksi - - 6.747,25 7.250,80 9.920,13 domestik - - - - - ekspor - - 6.747,25 7.250,80 9.920,13 - 2.000,00 4.000,00 6.000,00 8.000,00 10.000,00 12.000,00 Ton Konsentrat Timbal Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


51 Gambar 5.26. Perkembangan Harga Acuan Batubara (HBA) Indonesia, 2011 – Awal 2018 Gambar 5.27. Grafik Produksi dan Penjualan Batubara 2013-2017 b. Produksi, Penjualan Domestik, Ekspor, dan Impor Selama periode 2013 – 2017, pola produksi dan ekspor menunjukkan perilaku yang sama, terutama dari tahun 2013 – 2016, sementara pada tahun 2017 sedikit berbeda; produksi naik, tetapi ekspor justru turun. Namun pada tahun yang sama, penjualan domestik malah mengalami kenaikan (Gambar 5.27). Penjualan domestik naik tidak terlepas dari mulai dicanangkannya program pemerintah untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara (PLTU batubara) sebesar 35.000 MW, serta PLTU mulut tambang. Dilihat dari pelaku usahanya, produksi batubara didominasi oleh perusahaan PKP2B, berkisar antara 59,12% - 63,72%; sisanya dihasilkan oleh IUP BUMN, IUP PMA, dan IUP Daerah (Tabel 5.1). 0 20 40 60 80 100 120 140 Jan-11 Mar-11 Mei-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 Mei-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 Mei-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13 Jan-14 Mar-14 Mei-14 Jul-14 Sep-14 Nov-14 Jan-15 Mar-15 Mei-15 Jul-15 Sep-15 Nov-15 Jan-16 Mar-16 Mei-16 Jul-16 Sep-16 Nov-16 Jan-17 Mar-17 Mei-17 Jul-17 Sep-17 Nov-17 Jan-18 Mar-18 USD/ton Harga Batubara Acuan Januari 2011 - Maret 2018 $101.86/ton Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 2013 2014 2015 2016 2017 Produksi 474,60 458,10 461,57 456,20 461,25 Domestik 96,75 76,18 86,81 128,04 141,24 Ekspor 356,36 381,97 365,61 331,13 286,94 - 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00 500,00 Juta Ton Produksi dan Penjualan Batubara


52 Tabel 5.1. Produksi Batubara Berdasarkan Pelaku Usaha, 2013 – 2017 (ton) Jenis Izin 2013 2014 2015 2016 2017 PKP2B 290.241.228 291.907.901 276.559.761 269.726.192 278.482.930 IUP BUMN 13.601.909 15.621.075 19.059.027 18.779.865 23.382.845 IUP PMA - - - 9.265.567 17.598.887 IUP Daerah 170.757.784 150.567.731 165.947.292 158.426.150 141.783.523 Total 474.600.921 458.096.707 461.566.080 456.197.775 461.248.184 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


53 SUMBER DAYA MANUSIA Dalam menggerakkan kegiatan operasionalnya, perusahaan tambang perlu memiliki tenaga kerja yang memiliki kompetensi. Tenaga kerja ini berasal dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perusahaan dan subkontraktornya yang terdaftar dapat memasukkan TKA ke Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya dengan efisien (disertai keterangan pendidikan, pengalaman, dan kualifikasi lain sesuai kebutuhan), namun terlebih dulu harus mendapat rekomendasi dari Ditjen Mineral dan Batubara. Perusahaan akan menyerahkan kepada pemerintah rencana keperluan Tenaga Kerja (TK), laporan TK, program penggantian TKA oleh TKI, dan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi TKI. Selama periode 2012 – 2017, penyerapan TKI di sektor pertambangan dan penggalian (termasuk subsektor migas) mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Tahun 2015 tercatat sebagai yang terendah, dan tahun 2012 sebagai yang tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja (Gambar 6.1). Naik turunnya penyerapan TKI di sektor ini pada dasarnya tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya yang terkait dengan pasokan dan permintaan berbagai komoditas tambang. Dilihat secara keseluruhan, Sektor Pertambangan dan Penggalian merupakan sektor usaha yang relatif kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dimengerti karena sektor ini dianggap sebagai sektor usaha yang padat modal. Berdasarkan data dari Puslitfo BNP2TKI, Januari 2018, Sektor Pertambangan dan Penggalian berada pada posisi tiga terbawah (di atas Sektor Usaha Listrik, Gas dan Air serta Sektor Usaha Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan dan Tanah) dari 10 Sektor Usaha sebagai penyerap TKI berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Gambar 6.1. Penyerapan Tenaga Kerja di SektorPertambangandan Penggalian, 2013 – 2017 1.602.706 1.426.454 1.436.370 1.320.466 1.476.484 1.391.690 1.000.000 1.100.000 1.200.000 1.300.000 1.400.000 1.500.000 1.600.000 1.700.000 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Orang Tenaga Kerja Sektor Pertambangan & Penggalian Keterangan: termasuk subsektor minyak dan gas bumi Sumber: Badan Pusat Statistik (2018)


54


55 KESELAMATAN PERTAMBANGAN Kinerja pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pertambangan serta keselamatan operasi pertambangan pada tahun 2017 menunjukkan sedikit penurunan dalam hal Tingkat Kekerapan (Frequency Rate/FR) Kecelakaan Tambang bila dibandingkan tahun 2015, yakni dari 0,22 (2015) menjadi 0,23 (2017). Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah jam kerja, dari 700.830.311 jam (2015) menjadi 737.290.866 jam (2017) (Tabel 7.1). Sementara itu FR selama periode 2013 – 2017 menunjukkan realisasi FR masih di bawah target yang telah ditentukan (Gambar 7.1). Tabel 7.1. Capaian Kinerja Kekerapan Kecelakaan (Frequency Rate) 2015 – 2017 Gambar 7.1. Tingkat Kekerapan Kecelakaan (Frequency Rate) Tambang 2013 – 2017 Total kecelakaan tambang yang pada periode 2013 – 2017 menunjukkan kecenderungan yang terus menurun secara signifikan, baik kecelakaan kategori ringan, berat maupun mati. Penurunan mencapai 40% dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu dari 232 kejadian (2013) menjadi 169 kejadian (2017). Persentasi penurunan tertinggi terjadi pada kasus kematian pekerja, yang mencapai lebih dari tiga kali lipat (Gambar 7.2). Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 1. No Tahun KecelakaanTambang FR Jumlah Jam Ringan Berat Mati Total Kerja 1 2015 52 78 25 155 0,22 700.830.311 2 2016 59 71 16 146 0,22 664.099.715 3 2017 62 94 13 169 0,23 737.290.866 0,68 0,67 0,50 0,49 0,48 0,31 0,22 0,22 0,22 0,23 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 2013 2014 2015 2016 2017 Axis Title Tingkat Kekerapan (Frequency Rate) Kecelakaan Tambang 2013-2017 Target Frequency Rate


56 Gambar 7.2. Jumlah Kecelakaan Tambang Tahun 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 Ringan 75 49 52 59 62 Berat 111 78 78 71 94 Mati 46 32 25 16 13 Total 232 159 155 146 169 0 50 100 150 200 250 Jumlah Kecelakaan Tambang Statistik Kecelakaan Tambang 2013-2017 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


57 LINGKUNGAN A. Jaminan Reklamasi Sampai dengan tahun 2017, jaminan reklamasi terhadap 133 perusahaan pertambangan mineral dan batubara mencapai Rp2,369 triliun lebih, terbagi atas: (Gambar 8.1) a. PKP2B Total Rp.1.747.655,4 juta, terdiri atas: Rp782.457,5 juta dan USD71.496.137,6 (setara Rp.965.197.9 juta; USD1 = Rp.13.500); b. KK Total Rp477.555,2 juta, terdiri atas: Rp23.292,3 juta dan USD33.649,1 juta (setara Rp.454.262,9 juta; USD1=Rp.13.500); c. IUP Total Rp144.284,97 juta, terdiri atas: - IUP PMA: Rp.60.493,66 juta - IUP BUMN: Rp.84.090,31 juta. Gambar 8.1. Biaya Jaminan Reklamasi Sampai dengan Tahun 2017 B. Jaminan Pascatambang Khusus untuk jaminan pascatambang, total biaya jaminan pascatambang yang dihitung dari kumulatif jaminan pascatambang pada tahun 2017 terhadap 77 perusahaan pertambangan mineral dan batubara berjumlah Rp3,883 triliun lebih, terbagi atas: (Gambar 8.2) a. PKP2B Total Rp.1.718.581,8 juta, terdiri atas: Rp196.501,8 juta dan USD112.746.664,28 (setara Rp1.522.080 juta; USD1=Rp.13.500); b. KK Total Rp2.151.885,2 juta, terdiri atas: Rp179.752 juta dan USD146.083.942,77 (setara Rp1.972.133,2 juta; USD1=Rp.13.500); - 200.000,00 400.000,00 600.000,00 800.000,00 1.000.000,00 1.200.000,00 1.400.000,00 1.600.000,00 1.800.000,00 2.000.000,00 PKP2B KK IUP PMA IUP BUMN Juta Rupiah Jaminan Reklamasi Perusahaan Tambang 477.555,2 1.747.655,3 9 60.493,66 84.090,31 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


58 c. IUP Total Rp13.367,13 juta yang keseluruhannya berasal dari IUP PMA. Gambar 8.2. Biaya Jaminan Pascatambang Sampai dengan Tahun 2017 - 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 PKP2B KK IUP PMA IUP BUMN Juta Rupiah Jaminan Pascatambang Perusahaan Tambang 1.718.581,8 2.151.885,2 13.367,13 0 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018)


59 PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Kewajiban untuk melaksanakan program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) bagi setiap perusahaan tambang mineral dan batubara mengacu kepada ketentuan Pasal 106 dan Pasal 108 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai produk hukum turunan UU No.4/2009. PPM Perusahaan Tambang Mineral Selama periode 2015 – 2017, perusahaan pemegang KK mendominasi nilai anggaran PPM perusahaan tambang mineral, yakni rata-rata di atas 94% dari total keseluruhan (Tabel 9.1). Hal ini dapat dimaklumi mengingat pemegang KK memiliki luas wilayah dan tingkat produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang IUP, sehingga memerlukan dana lebih besar untuk melaksanakan program PPM-nya. Dilihat dari pencapaian sasaran, hampir seluruh target rencana kegiatan PPM tidak dapat direalisasikan, rata-rata berkisar pada angka 35,89% – 77,36% dari rencana, kecuali untuk IUP OPK Olah/Murni yang hanya mencapai 8,78% pada tahun 2017. Tabel 9.1. Rencana dan Realisasi Biaya PPM Perusahaan Mineral Per Jenis Izin Gambar 9.1. Rencana dan Realisasi Biaya PPM Perusahaan Pertambangan Mineral, 2015 - 2017 Miliar Rupiah Tahun KK IUP BUMN IUP PMA IUPOPK Olah/Murni Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi 2015 2,105.10 1,500.09 89.12 95.84 25.74 5.81 - - 2016 1,970.14 1,392.97 51.48 30.06 18.26 9.54 53.93 36.26 2017 2,049.63 1,449.09 57.95 44.46 8.38 3.14 63.75 5.60 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) 2.220 1.622 2.094 1.478 2.180 1.502 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Miliar Rupiah Rencana dan Realisasi PPM Perusahaan Mineral IUPOPK Olah Murni (realisasi) IUP PMA (realisasi) IUP BUMN (realisasi) KK (realisasi) IUPOPK Olah Murni (rencana) IUP PMA (rencana) IUP BUMN (rencana) KK (rencana) Total 2015 2016 2017


60 PPM Perusahaan Tambang Batubara Untuk perusahaan batubara, pemegang PKP2B memiliki nilai anggaran PPM jauh lebih tinggi daripada pemegang IUP BUMN dan IUP PMA, yakni rata-rata di atas Rp.300 miliar/tahun. Baru pada tahun 2017 pemegang IUP BUMN memiliki nilai anggaran PPM yang cukup besar (Rp. 208,82 miliar), meskipun hanya teralisasi Rp.53,95 miliar (Tabel 9.2). Sama halnya dengan perusahaan mineral, anggaran PPM yang direncanakan tidak dapat direalisasikan seluruhnya. Penggunaannya berkisar antara 39,84% – 79,09%. Dibandingkan dengan perusahaan mineral, nilai anggaran PPM perusahaan batubara relatif lebih kecil, yakni hanya seperempat dari nilai anggaran PPM perusahaan mineral. Tabel 9.2. Rencana dan Realisasi Biaya PPM Perusahaan Batubara Per Jenis Izin Gambar 9.2. Rencana dan Realisasi Biaya PPM Perusahaan Batubara, 2015 - 2017 Dari hasil evaluasi berdasarkan laporan triwulan realisasi anggaran dan program PPM, serta dengan melakukan pengawasan ke lapangan untuk memantau pelaksanaan programnya, dapat diketahui bahwa rencana yang tidak terealisasi antara lain disebabkan oleh: 1. Turunnya harga komoditas mineral dan batubara yang mempengaruhi pendapatan perusahaan sehingga beberapa rencana program PPM tidak dapat direalisasikan. 2. Tidak tercapainya realisasi dana program yang dilaksanakan oleh lembaga pelaksana program PPM. 3. Adanya kendala teknis dan isu kemasyarakatan yang membuat pelaksanaan program menjadi terhambat. 364 297 342 285 596 390 - 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Miliar Rupiah Rencana dan Realisasi PPM Perusahaan Batubara IUP PMA (realisasi) IUP BUMN (realisasi) PKP2B (realisasi) IUP PMA (rencana) IUP BUMN (rencana) PKP2B (rencana) Total 2015 2016 2017 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Miliar Rupiah Tahun PKP2B IUP BUMN IUP PMA Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi 2015 361.46 295.40 2.05 1.60 - - 2016 328.88 278.62 2.05 - 10.92 5.88 2017 373.03 326.51 208.82 53.95 14.47 9.18


61 PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL DAN BATUBARA Kebijakan peningkatan nilai tambah (PNT) mineral dan batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara (Penjelasan Pasal 103 ayat (1) UU No.4/2009). Kebijakan PNT itu sendiri tertuang dalam UU No.4/2009, khususnya Pasal 95 huruf c, Pasal 102, Pasal 103 ayat (1), dan Pasal 170. Upaya merealisasikan kebijakan PNT mineral yang dimulai sejak tahun 2012 menyusul dikeluarkannya Permen ESDM No.07/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan demi perubahan, baik dalam bentuk PP maupun Permen ESDM, menunjukkan bahwa pada dasarnya masih perlu waktu untuk menerapkan kebijakan PNT mineral secara menyeluruh. Hal ini disebabkan adanya kendala yang berasal dari: a. faktor eksternal (luar negeri), seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia yang membuat permintaan dan harga berbagai komoditas mineral mengalami penurunan, perubahan penetrasi pasar ekspor; dan b. faktor internal (dalam negeri), seperti belum memadainya infrastruktur yang ada, aspek permodalan, perubahan kebijakan PNT oleh Kementerian ESDM, serta keterlambatan dan sinkronisasi dalam menyusun peraturan dari berbagai instansi terkait, dan lain-lain. Berbagai hambatan di atas pada gilirannya membuat kebijakan untuk mengubah produk dari semula bahan mentah (raw material) menjadi produk hasil pengolahan dan/atau pemurnian, mengalami penundaan berkali-kali. Namun demikian, di tengah penundaan tersebut, masih banyak perusahaan tambang yang mulai membangun dan bahkan telah menyelesaikan pembangunan fasilitas pabrik pemurniannya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM pada Juni 2018, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) khusus untuk mineral logam meliputi 30 smelter nikel, 7 smelter bauksit, 6 smelter besi, 4 smelter tembaga, serta 3 smelter timbal dan seng. Sementara untuk mineral bukan logam meliputi 11 smelter zirkon, disusul oleh 4 smelter kaolin dan zeolit, serta 2 smelter mangan (Tabel 10.1 sampai Tabel 10.8). Seluruh pabrik pengolahan dan pemurnian tersebar di 15 provinsi, dengan komposisi Sulawesi Tenggara sebagai yang terbanyak (13), Kalimantan Tengah (11), Jawa Barat (7), Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 6), Banten, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah (masing-masing 4), Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan (masing-masing 2), serta Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku (masing-masing 1) (Gambar 10.1).


62 Tabel 10.1. Fasilitas Pemurnian Nikel*) Tabel 10.2. Fasilitas Pemurnian Tembaga*) Tabel 10.3. Fasilitas Pemurnian Alumina*) Tabel 10.4. Fasilitas Pemurnian Besi*) Tabel 10.5. Fasilitas Pemurnian Timbal dan Seng*) No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 14 16 2. Jenis produk NPI (10-16% Ni), FeNi, Matte (78% Ni), NiOH (99% Ni) NPI (8-15% Ni), FeNi 3. Total kapasitas input, ton 28.05.940 28.398.651 4. Kemajuan (Progress) - 0 - 97,5% 5. Tahun selesai 2010-2017 2018-2021 No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 2 2 2. Jenis produk Katoda Tembaga Katoda Tembaga 3. Total kapasitas input, ton Konsentrat: 2.400.000 Konsentrat: 4.000.000 4. Kemajuan (Progress) - 2,4 – 10,1% 5. Tahun selesai 2000-2014 2021 No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 2 5 2. Jenis produk Chemical Grade Alumina, Smelter Grade Alumina Chemical Grade Alumina, Smelter Grade Alumina 3. Total kapasitas input, ton 4.000.000 16.763.352 4. Kemajuan (Progress) - 0 - 0,33% 5. Tahun selesai 2013-2016 2018-2021 No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 4 2 2. Jenis produk Steel, Sponge Iron, Slab, Billet Sponge Ferro Alloy, Besi Nugget 3. Total kapasitas input, ton Bijih: 6.300.000 Konsentrat: 942.000 Bijih: 6.564.000 4. Kemajuan (Progress) - 14,8 - 57,2% 5. Tahun selesai 2012-2017 2020-2021 No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah - 3 2. Jenis produk - Lead Bullion, Zinc Ingot 3. Total kapasitas input, ton - Pb: 40.000 Zn: 60.000 PbZn: 360.000 4. Kemajuan (Progress) - 19,7 - 97,5% 5. Tahun selesai - 2018-2021 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah


63 Tabel 10.6. Fasilitas Pemurnian Mangan*) Tabel 10.7. Fasilitas Pemurnian Zirkon**) Tabel 10.8. Fasilitas Pemurnian Kaolin dan Zeolit**) No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 2 - 2. Jenis produk SiMn, Mangan Oksida - 3. Total kapasitas input, ton 78.000 - 4. Kemajuan (Progress) - - 5. Tahun Selesai 2013 - No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 11 - 2. Jenis produk Powder, Micronize, Pasir Zirkon, Konsentrat Zircon, Zirconize - 3. Total kapasitas input, ton NA - 4. Kemajuan (Progress) - - 5. Tahun Selesai - - No. Subjek Sudah Terbangun (Existing) Rencana (Plan) 1. Jumlah perusahaan, buah 4 - 2. Jenis produk Kaolin: Noodle, Powder, Pellet, Lump Zeolit: Granular, Pellet, Powder - 3. Total kapasitas input, ton NA - 4. Kemajuan (Progress) - - 5. Tahun Selesai - - Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018), diolah Keterangan: *) Data per Juni 2018 **) Data per April 2018


64 Gambar 10.1. Sebaran Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Indonesia Jawa Timur 4 smelter Jawa Barat 7 smelter Banten 4 smelter NTB 1 smelter Maluku Utara 6 smelter Maluku 1 smelter Sulteng 4 smelter Sultra 13 smelter Sulsel 2 smelter Kalsel 4 smelter Kalbar 6 smelter Kalteng 11 smelter Kep. Riau 2 smelter Bengkulu 1 smelter Babel 1 smelter Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Juni 2018)


65 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN A. Penelitian dan Pengembangan Dalam struktur Kementerian ESDM, terdapat tiga unit kerja yang bergerak dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang mineral dan batubara. Kegiatan ini terbagi dalam dua bagian besar, yaitu: a. penelitian di bidang hulu, yang menyangkut aspek sumber daya dan cadangan. Unit kerja yang terlibat adalah Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (khusus bergerak dalam penelitian geologi di wilayah laut); b. penelitian dan pengembangan di bidang hilir, yang menyangkut aspek penambangan, pengolahan, dan pemurnian. Unit kerja yang terlibat adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral (Puslitbang tekMIRA). Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi: a. melaksanakan penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi; b. menyusun norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penyelidikan dan pelayanan sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi; c. memberi bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyelidikan dan pelayanan sumber daya mineral, batubara, dan panas bumi; d. menyusun neraca sumber daya bidang mineral, batubara, dan panas bumi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan: Melaksanaan penelitian, pengembangan, perekayasaan, pengkajian, survei dan pemetaan, serta pengelolaan pengetahuan dan inovasi di bidang geologi kelautan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara: Melaksanakan penelitian, pengembangan, perekayasaan, pengkajian dan penerapan teknologi, serta pelayanan jasa penelitian, pengembangan, perekayasaan, pengkajian dan penerapan teknologi, pengelolaan pengetahuan dan inovasi di bidang mineral dan batubara. Keberadaan tiga unit kerja di atas telah memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan jumlah dan keanekaragaman sumber daya dan cadangan mineral dan batubara, serta peningkatan nilai tambah mineral dan batubara di Indonesia. Setelah berkiprah cukup lama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan mineral dan batubara, terhitung akhir tahun 2017, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


66 (Puslitbang tekMIRA) telah ditetapkan menjadi Instansi pemerintah yang menerapkan pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. B. Pendidikan dan Pelatihan Satu-satunya unit kerja yang bertugas mengembangkan kualitas sumber daya manusia di bidang geologi, mineral, dan batubara adalah Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Geologi, Mineral, dan Batubara (PPSDM Geominerba). Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Geologi, Mineral,dan Batubara: a. menyusun perencanaan dan standarisasi pengembangan sumber daya manusia di bidang geologi, mineral, dan batubara; b. melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang geologi, mineral, dan batubara. Pengembangan SDM yang dilakukan oleh PPSDM Geominerba tidak terbatas kepada aparatur sipil negara (ASN), baik di lingkungan Kementerian ESDM maupun pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, tetapi yang juga pengembangan SDM untuk karyawan di lingkungan perusahaan tambang mineral dan batubara. Oleh karena itu, dalam menentukan program diklatnya, PPSDM Geominerba selalu bekerja sama dengan para pemangku kepentingan agar diklat yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan industri pertambangan, termasuk berbagai peraturan terkait yang akan menjadi acuan dalam penerapan ilmu dan teknologi tersebut. Berdasarkan pembagian KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) terbagi menjadi 9 level kompetensi. KKNI diharapkan menjembatani level kompetensi dari Pendidikan Formal, Pendidikan Non Formal dan pengalaman kerja/jabatan. Untuk mempermudah pembagian diklat yang termasuk Pendidikan Nonformal, PPSDM Geominerba membagi menjadi duajenis diklat, yaitu Diklat Teknis dan Diklat Manajerial. Diklat Teknis adalah diklat subsektor Geominerba yang diperuntukkan level operator sampai dengan level Pengawas, atau setara KKNI level 1-6. Diklat Manajerial adalah diklat subsektor Geominerba diperuntukkan untuk level pengawas sampai dengan direktur atau setara KKNI level 7-9. Dengan pembagian tersebut akan mempengaruhi besarnya tarif jasa layanan pada fixed cost maupun variablecost, sehingga tarif untuk diklat manajerial lebih tinggi daripada diklat teknis. Layanan jasa diklat dan sertifikasi yang dilaksanakan oleh PPSDM Geominerba meliputi Diklat Teknis dan Managerial, baik yang dilaksanakan di kantor maupun yang dilaksanakan di tempat kerja (inhouse); serta Diklat dengan Sertifikasi sesuai ruang lingkup skema sertifikasi LSP BPSDM. Bagi para peserta diklat, PPSDM Geominerba mengeluarkan sertifikat yang diakui secara nasional. Pada kasus-kasus tertentu, Kementerian ESDM mewajibkan perusahaan tambang untuk mendiklatkan karyawannya sebagai syarat dalam menangani suatu pekerjaan, seperti penanganan bahan peledak, keselamatan dan kesehatan kerja, dan lain-lain (Tabel 11.1 dan Tabel 11.2).


67 Tabel 11.1. Jenis Diklat Teknis dan Manajerial Tahun 2017 No JENIS DIKLAT A. Diklat Teknis 1 Diklat Impelentasi Sistem Keselamatan Kerja Pertambangan 2 Diklat Jaminan Reklamasi dan Jaminan Penutupan Tambang 3 Diklat Sistem Sistem Informasi Geografi (SIG) 4 Diklat Pengembangan Masyrakat (Community Development) 5 Diklat Perencanaan dan Desain Tambang Terbuka 6 Diklat Teknis Reklamasi Lahan Bekas Tambang 7 Diklat Pengelola Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan 8 Diklat Evaluasi Dokumen Amdal Pertambangan 9 Diklat Penyelidikan Geolistrik Untuk Eksplorasi Air Tanah 10 Diklat Pengusahaan Batu Mulia dan Batu Hias 11 Diklat Geowisata (Pemandu Geowisata) 12 Diklat Aplikasi Seismik Multi Channel 13 Diklat Pemodelan Air Tanah 14 Diklat Peningkatan Nilai Tambah Nikel 15 Diklat Peningkatan Nilai Tambah Timah 16 Diklat Peningkatan Nilai Tambah Tembaga 17 Diklat Peningkatan Nilai Tambah Bauksit 18 Diklat Operator Penyelidikan Seismik Dangkal 19 Diklat Operator Well Logging Air Tanah 20 Diklat Vertical Rescue B. Diklat Manajerial 1 Diklat Pengelola Peledakan pada Penambangan Bahan Galian (Juru Ledak Kelas I) 2 Diklat Penyusunan RKAB Perusahaan Pertambangan 3 Diklat Audit Keselematan Kerja Pertambangan 4 Diklat Manajemen Lingkungan Tambang 5 Diklat Audit SMKP 6 Diklat Implementasi SMKP Sumber: PPSDM Geominerba (2018)


68 Tabel 11.2. Jenis Sertifikasi Teknis dan Manajerial Tahun 2017 Sama halnya dengan PPPGL dan Puslitbang tekMIRA, terhitung akhir tahun 2017, PSDM Geominerba juga telah ditetapkan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No JENIS DIKLAT A. Sertifikasi Teknis 1 Diklat dan Uji Kompetensi Pelaksanaan Peledakan pada Tambang Terbuka Mineral dan Batubara (Juru Ledak Kelas II) 2 Diklat Operator Ventilasi Tambang Bawah Tanah 3 Diklat dan Uji Kompetensi Pemetaan Tambang Terbuka (Juru Ukur Tambang) 4 Diklat Juru Bor Air Tanah B. Sertifikasi Manajerial 1 Diklat Pemenuhan dan Uji Kompetensi Bagi Pengawas Operasional Pertama (POP) Pada Pertambangan 2 Diklat Pemenuhan dan Uji Kompetensi Bagi Pengawas Operasional Madya (POM) Pada Pertambangan 3 Diklat Pemenuhan dan Uji Kompetensi Bagi Pengawas Operasional Utama (POU) Pada Pertambangan Sumber: PPSDM Geominerba (2018)


69 PENUTUP Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian (termasuk minyak dan gas bumi) dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional menunjukkan penurunan persentase sebesar 3,44% pada periode 2013 – 2017. Namun jika dilihat dari nominal rupiah, penurunan sumbangan Sektor ini terhadap PDB sebenarnya relatif tidak terlalu besar, yakni dari Rp.1.050,746 triliun (2013) menjadi Rp.1.028, 772 triliun (2017), atau hanya 2,09% dalam jangka waktu lima tahun. Hal ini menyiratkan bahwa laju pertumbuhan Subsektor Pertambangan dan Penggalian tidak secepat laju pertumbuhan PDB nasional. Dengan perkataan lain, beberapa atau sembilan Sektor Usaha berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) di luar Sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami percepatan pertumbuhan yang berdampak cukup signifikan terhadap peningkatan PDB secara keseluruhan. Mencermati lebih jauh mengenai Subsektor Pertambangan Minerba selama periode 2013 – 2017, kenyataan menunjukkan bahwa dalam selang waktu 2013 – 2016 pertambangan batubara dan lignit serta pertambangan bijih logam memiliki pola yang hampir sama, yakni mengalami penurunan; sedangkan pertambangan mineral bukan logam dan batuan terus mengalami kenaikan. Dalam selang waktu 2016 – 2017, pola yang sama juga terjadi pada pertambangan batubara dan lignit serta pertambangan bijih logam yang sama-sama naik, sedangkan pertambangan pertambangan mineral bukan logam dan batuan turun relatif sangat kecil (hanya 0.13%). Kesamaan pola antara pertambangan batubara dan lignit dengan pertambangan bijih logam di satu sisi, dan antara pertambangan mineral bukan logam dengan pertambangan batuan di sisi lain, pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh orientasi pasar terhadap produk tersebut. Produk batubara dan bijih logam berorientasi ekspor sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar dunia, sedangkan produk mineral bukan logam dan batuan lebih berorientasi pada pasar domestik. Pertambangan Batubara dan Mineral Logam Mengingat sebagian besar produk pertambangan batubara dan mineral logam ditujukan untuk kepentingan ekspor, maka kondisi


70 perekonomian dunia memberikan pengaruh kuat terhadap laju pertumbuhan ekspor Indonesia. Mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi dunia pada awal 2016 yang masih berlanjut hingga tahun 2017, jelas memberi pengaruh bagus terhadap perekonomian nasional. Selain karena ekspor meningkat, yang juga tidak kalah penting adalah mampu merangsang minat pengusaha untuk berinvestasi, terlebih-lebih pemerintah kini tengah berupaya memperbaiki iklim investasi di dalam negeri yang lebih menjamin kepastian hukum dalam berusaha. Semua ini pada akhirnya mengakibatkan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya mineral dan batubara, semakin baik, serta kesempatan kerja dan peluang usaha menjadi semakin terbuka. Secara umum, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi tingkat produksi dan investasi subsektor pertambangan mineral dan batubara di Indonesia; Pertama, pengaruh Tiongkok. Sebagai mitra dagang terbesar Indonesia, perlambatan atau percepatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan memberi pengaruh pada kegiatan ekspor, termasuk komoditas mineral dan batubara. Untuk itu diperlukan diversifikasi pasar terhadap negara tujuan ekspor, serta perubahan produk komoditas ekspor dari barang mentah menjadi barang jadi. Kedua upaya ini dapat meningkatkan volume dan harga komoditas yang diekspor. Yang juga tidak kalah penting adalah memperkuat industri berbasis mineral di dalam negeri melalui kebijakan peningkatan nilai tambah mineral; meskipun dalam pelaksanaannya belum berjalan mulus, kebijakan ini merupakan langkah awal Indonesia untuk memperkuat basis industri manufaktur nasional. Kedua, terkait harga minyak bumi. Secara otomatis, minyak bumi menjadi referensi harga bagi komoditas lain, karena nilai minyak bumi yang rendah berimbas pada harga komoditas yang rendah. Indonesia sendiri mulai berusaha untuk mengurangi ketergantungan kepada komoditas ini. Di dalam negeri, harga minyakbumi yang rendah mengganggu upaya mengembangkan energi terbarukan yang sumber dayanya cukup banyak. Ketiga, kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat yang sedikit banyak memberi pengaruh pada kondisi ekonomi dalam negeri, khususnya sektor keuangan. Hal ini tentunya harus diantisipasi agar sektor keuangan Indonesia tetap dalam kondisi stabil. Pertambangan Bukan Logam dan Batuan Sebagai komoditas yang sebagian besar produknya dipasarkan di dalam negeri, naikturunnya produksi sangat dipengaruhi oleh kondisi pembangunan industri manufaktur dan infrastruktur. Oleh karena itu cukup beralasan jika kontribusi atau sumbangan kedua subsektor pertambangan ini, terutama pertambangan batuan, terhadap PDB nasional mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini merupakan dampak langsung dari upaya pemerintah yang sedang fokus membangun infrastruktur jalan di seluruh Indonesia, sehingga memberi ruang bagi pengusaha berbagai jenis batuan dan juga mineral bukan logam untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan memberikan dampak signifikan bagi penyerapan tenaga kerja kasar karena sifatnya yang padat karya dan rendah teknologi.


71 DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia Status 2016. FGD Penyusunan Buku Facts and Figures of Indonesian Mining Industry, Bandung, 27 Januari 2017. Badan Pusat Statistik. 2016. [Seri 2010] PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) 2000-2013. Badan Pusat Statistik. 2017. [Seri 2010] PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) 2014-2017. Badan Pusat Statistik. 2018. [Seri 2010] PDB Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2014-2018. BP. 2018. BP Statistical Review of World Energy June 2018. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraaan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pencabutan Keputusan Menteri ESDM dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi terkait Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.


72 Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan pada Kegiatan Usaha di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Geologi, Mineral, dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2017. Info Diklat Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Geologi, Mineral, dan Batubara 2017. Thomson Reuters. 2017. Mining Exploration Expenditure. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. United States of Geological Survey. 2018. Mineral Commodity Summaries 2018.


Penyederhanaan Izin untuk Peningkatan Investasi Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia


PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 b (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................. v 1. POTENSI DAN PELUANG USAHA SUBSEKTOR MINERAL DAN BATUBARA ......... 1 Sekilas Indonesia ............................................................................................. 1 Sebaran Sumber Daya Mineral dan Batubara Indonesia ............................... 2 Komoditas Utama Pertambangan Indonesia .................................................. 6 Investasi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Saat ini..................... 7 Kontribusi Pertambangan dalam Perekonomian Indonesia ........................... 8 2. REGULASI DAN KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA .................. 11 Regulasi............................................................................................................. 11 Kebijakan Pertambangan Mineral dan Batubara............................................. 14 3. INDIKATOR PENDUKUNG INVESTASI DI INDONESIA .......................................... 17 Stabilitas Politik dan Keamanan ..................................................................... 17 Stabilitas Ekonomi............................................................................................ 18 Kebijakan Perpajakan dan Fiskal...................................................................... 24 Ketenagakerjaan............................................................................................... 31 Infrastruktur ..................................................................................................... 35 4. INVESTASI DI SUBSEKTOR PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA........... 39 Perizinan ........................................................................................................... 39 Tata Cara Berinvestasi...................................................................................... 40 Sistem Pengawasan (PP 55/2010).................................................................. 56 Sistem pelaporan (Permen 11 /2018)............................................................ 58 5. DAFTAR PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.................. 67 DAFTAR ISI PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) iii


PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 iv (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


RINGKASAN EKSEKUTIF Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya mineral dan batubara relatif besar dan tersebar luas, meskipun hanya termasuk ke dalam kategori moderate – bukan kategori top tiers – dibandingkan negara-negara lain. Artinya, kekayaan yang dimiliki baru sebatas dari aspek keanekaragaman keberadaan sumber daya mineral dan batubara, bukan aspek kuantitas sumber dayanya. Namun demikian, Indonesia tetap diminati calon investor, karena dianggap memiliki kelebihan dalam menarik investasi, seperti jumlah penduduk sangat besar, negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup baik, kondisi politik dan keamanan relatif stabil, sedang fokus membangun infrastruktur, dan yang tidak kalah penting adalah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui berbagai paket kebijakan yang lebih “menarik”. Kesemuanya ini dipastikan dapat memberikan dampak bagi peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis produk di dalam negeri, termasuk produk yang berbasis mineral dan berbahan bakar batubara. Selama periode 2013 – 2017, produksi dan ekspor berbagai jenis komoditas mineral utama dan batubara Indonesia mengalami pasang-surut sebagai akibat dari kondisi pasar dunia yang juga mengalami hal yang sama. Namun dalam dua tahun terakhir, produksi hampir seluruh mineral dan batubara mengalami kenaikan, terkecuali mineral yang terkena dampak penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah. Realisasi investasi juga mengalami kenaikan pada periode yang sama, meskipun realisasi investasi pada tahun 2017 masih di bawah tahun 2016 sebagai akibat dari menurunnya realisasi investasi pada penerbitan IUJP dan SKT, sedangkan realisasi investasi di bidang yang lain (smelter, IUP BUMN, PKP2B, dan KK) justru mengalami kenaikan signifikan. Sementara itu, kontribusi subsektor mineral dan batubara pada PDB Nasional tahun 2017 menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun 2016, yakni dari 4,24% (2016) menjadi 4,7% (2017). Kondisi perekonomian global yang mulai membaik dan berbagai upaya yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara untuk lebih meningkatan pelayanan kepada investor tampaknya memberi pengaruh positif terhadap perningkatan investasi sekaligus kontribusi subsektor mineral dan batubara terhadap PDB nasional.. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) v


Dalam rangka meningkatkan investasi agar semakin bergairah, Kementerian ESDM telah mengambil langkah strategis berupa penyederhanaan perizinan yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018, Permen ESDM No.25 Tahun 2018, dan Permen ESDM No.26 Tahun 2018 yang diikuti oleh berbagai Kepmen ESDM sebagai pedoman pelaksanaannya. Ketiga Permen ESDM berikut Kepmen ESDM ini mencabut tidak kurang dari 23 buah Permen ESDM yang dianggap kurang mampu mendukung percepatan peningkatan investasi di subsektor mineral dan batubara. Di sisi lain, pemerintah yang kini tengah pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan energi untuk keperluan pabrik pemurnian berbagai jenis mineral sehubungan dengan penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral. Dengan seluruh kebijakan yang memberi dukungan terhadap peningkatan investasi tersebut, maka pemerintah cq. Kementerian ESDM berharap pembangunan di sektor pertambangan mineral dan batubara akan lebih berkembang di masa-masa mendatang, dan memberi dampak positif bagi percepatan kemakmuran masyarakat. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 vi (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Sekilas Indonesia Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan ibu kota Jakarta, dilintasi oleh garis khatulistiwa, serta berada di antara benua Asia dan Australia, dan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 13.466 pulau, berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki lebih dari 1.340 suku bangsa, 300 etnik, dan 700 bahasa daerah (Sensus BPS, 2010), serta memiliki populasi penduduk lebih dari 258 juta jiwa (2016) yang merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Pemerintahan berbentuk republik presidensial yang demokratis, dengan sistem politik Trias Politika. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat; lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet; lembaga yudikatif oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi. Saat ini Indonesia terdiri atas 34 provinsi, yang di dalamnya mencakup 416 kabupaten dan 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.490 kelurahan, dan 74.957 desa (Permendagri No.137/2017), dikaruniai berbagai sumber daya energi dan mineral, antara lain batubara, timah, tembaga, nikel, bauksit, emas, perak, mangan, serta berbagai mineral bukan logam dan batuan. Pengelolaan sumber daya mineral dan batubara berada di bawah dan menjadi tanggung jawab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Khusus pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM melibatkan seluruh Dinas ESDM di lingkungan Pemerintah Provinsi sesuai prinsip otonomi daerah. POTENSI DAN PELUANG USAHA 1 SUBSEKTOR MINERAL DAN BATUBARA PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 1


Sebaran Sumber Daya Mineral dan Batubara Indonesia memiliki berbagai jenis mineral yang tersebar di berbagai wilayah. Di wilayah Indonesia Barat dikenal jalur timah (tin belt), yang berada di sepanjang pantai timur Sumatera hingga BangkaBelitung sebagai bagian dari jalur yang dimulai dari Thailand dan Malaysia. Jalur tembaga terdapat di wilayah Indonesia Timur, yaitu di Pulau Papua, sebagai bagian dari rangkaian jalur Papua Nugini hingga Filipina. Sumber daya nikel terkonsentrasi di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, bauksit di Kalimantan Barat, bijih besi di Kalimantan Selatan, dan pasir besi banyak terdapat di pesisir pantai di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sementara itu, sumber daya batubara terbesar terdapat di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan, dan Pulau Kalimantan, khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tmur, dan Kalimantan Tengah. Di samping mineral logam dan batubara, Indonesia juga memiliki sumber daya berbagai jenis mineral bukan logam dan batuan yang hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia (Gambar 1.1, Gambar 1.2, dan Tabel 1.1). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 2 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Sumber: Badan Geologi, 2017 Gambar 0.1. Peta Sebaran Logam Komoditas Utama PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 3


Sumber: Badan Geologi, 2017 Gambar 1.2. Peta Sebaran Batubara PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 4 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Tabel 0.1. Status Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batubara, 2017 No. Komoditi Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Terkira Terbukti 1 Bauksit 64.410.958 2.839.739.491 67.559.374 815.635.919 1.045.776.399 236.711.321 2 Besi Laterit 2.413.437 1.145.268.009 804.251.028 854.102.720 479.819.885 100.911.163 3 Besi Primer 346.850.076 460.502.555 823.428.321 448.520.998 852.464.815 45.845.200 4 Pasir Besi 812.495.641 2.000.628.896 526.054.506 846.088.507 829.144.206 67.867.034 5 Emas 60.676.652 2.125.695.169 3.848.258.805 3.820.160.351 281.187.784 2.626.664.633 6 Mangan 2.845.838 48.754.820 2.101.201 7.929.961 84.562.768 2.673.768 7 Nikel 184.673.464 2.972.105.387 1.490.412.892 1.365.461.398 2.917.037.629 238.636.502 8 Perak 1.553.848 1.153.809.920 1.347.768.359 3.172.157.581 265.917.242 2.564.809.853 9 Tembaga 14.910.127 7.245.590.251 3.507.666.305 3.182.233.201 325.278.000 2.750.975.377 10 Timah 440.675.000 1.454.929.816 564.766.675 2.257.300.492 1.035.020.456 826.268.240 11 Timbal 12.629.825 363.394.664 63.472.312 8.913.076 6.308.339 5.275.000 12 Batubara 4.532.800.000 38.980.710.000 38.952.310.000 40.182.790.000 11.484.760.000 16.972.510.000 Sumber: Badan Geologi, 2017 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 5


Komoditas Utama Pertambangan Mineral dan Batubara Indonesia memiliki beragam sumber daya mineral yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari mineral radio aktif, mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan. Meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (PP No.23/2010) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mencatat lebih dari 100 jenis mineral terdapat di Indonesia, namun hanya beberapa jenis mineral saja yang termasuk ke dalam komoditas utama pertambangan Indonesia, terutama yang berperan sebagai penghasil devisa negara. Selain batubara yang memang menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian nasional, komoditas utama pertambangan mineral yang menjadi andalan Indonesia adalah nikel, timah, tembaga, bauksit, emas, perak, besi, timbal, mangan, dan zirkon beserta produk olahannya (Tabel 1.2). Sementara sebagian besar hasil komoditi tambang lainnya, khususnya mineral bukan logam dan batuan, banyak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri manufaktur dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Tabel 0.2. Produksi Komoditas Mineral dan Batubara Indonesia, 2013 – 2017 No. Bahan Galian Unit Produksi Mineral 2012-2017 2013 2014 2015 2016 2017 1 Bijih Tembaga Ton 26 21 0 0 0 2 Konsentrat Tembaga Ton 2,351,978 1,516,902 2,419,950 2,666,053 2,299.45 3 Tembaga Ton 521,025 617,840 197,634 246,156 247.18 4 Emas Kg 57,002 69,646 97,440 91,101 100,514.50 5 Perak Kg 208,242 252,710 319,594 322,332 323,429.50 6 Bijih Nikel Ton 52,877,199 4,792,986 0 0 5,818.94 7 Ni+Co in matte Ton 78,074 80,341 82,440 78,748 78,007.05 8 Feronikel MT Ni 18,249 17,772 19,411 17,886 54,702.14 9 NPI Ton 0 49,611 271,111 770,685 93,960.62 10 Konsentrat Timah Mt 13,534 0 0 0 0 11 Logam Timah Ton 82,954 60,038 70,073 62,877 78,069.62 12 Bauksit MT 59,168,342 3,095,520 0 0 1,841.03 13 Alumina MT 0 2,203 72,323 458,707 917,099.30 14 Bijih Besi dan Pasir Besi MT 20,651,376 1,154,231 0 0 0 15 Konsentrat Besi MT 0 1,921,641 3,693,365 3,780,825 1,966.73 16 Timbal MT 9,865 1,777 0 0 0 17 Konsentrat Timbal MT 0 0 6,747 7,251 9,920.13 18 Mangan MT 4,315.46 2,659.30 3,030.00 4,781.52 3,295.00 19 Zirkon MT 99,745.56 21,834.00 25,939.41 97,081.80 3,614.00 20 Batubara MT 474,600,921 458,096,707 461,566,080 348,575,551 461.250,000 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2017 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 6 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Investasi Pertambangan Mineral dan Batubara, 2013 - 2017 Selama periode 2013 – 2017, meskipun secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 19,7%, realisasi investasi mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Setelah naik pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013, investasi kembali turun pada tahun berikutnya. Investasi kemudian merangkak naik pada tahun 2016, tetapi turun lagi pada tahun 2017. Investasi tahun 2014 tercatat yang tertinggi, sedangkan investasi tahun 2013 yang terendah. Pemegang IUJP dan SKT merupakan investor terbesar, sedangkan yang terkecil adalah pemegang IUP BUMN. Sementara investasi oleh pemegang KK relatif stabil, sedangkan pemegang PKP2B yang paling fluktuatif (Gambar 1.3). Realisasi investasi pada pembangunan smelter menarik untuk dicermati karena angkaangkanya mengalami fluktuasi selama periode 2013 – 2017. Setelah pada tahun 2014 turun dibandingkan dengan tahun 2013, investasi naik cukup tajam pada tahun 2015, hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Investasi kemudian turun 42,6%, tetapi sedikit naik lagi pada tahun berikutnya. Fluktuatifnya realisasi investasi ini tidak terlepas dari upaya perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk pembangunan smelter pada tahap awal. Perubahan kebijakan pemerintah yang terus-menerus menunda pemberlakuan kebijakan ekspor dengan tetap membolehkan ekspor konsentrat mineral logam, juga memberi pengaruh cukup besar kepada perusahaan untuk menanamkan investasinya pada pembangunan smelter. Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Keterangan: KK = Kontrak Karya PKP2B = Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara IUPBUMN = Izin Usaha Pertambangan BadanUsaha Milik Negara IUJP = Izin Usaha Jasa Pertambangan SKT = Surat Keterangan Terdaftar Smelter = Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Gambar 0.3. Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara, 2013 – 2017 5 | Indonesia Mining Guidance 2018 Investasi Pertambangan Mineral dan Batubara, 2013 - 2017 Selama periode 2013 – 2017, meskipun secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 19,7%, realisasi investasi mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Setelah naik pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013, investasi kembali turun pada tahun berikutnya. Investasi kemudian merangkak naik pada tahun 2016, tetapi turun lagi pada tahun 2017. Investasi tahun 2014 tercatat yang tertinggi, sedangkan investasi tahun 2013 yang terendah. Pemegang IUJP dan SKT merupakan investor terbesar, sedangkan yang terkecil adalah pemegang IUP BUMN. Sementara investasi oleh pemegang KK relatif stabil, sedangkan pemegang PKP2B yang paling fluktuatif (Gambar 1.3). Realisasi investasi pada pembangunan smelter menarik untuk dicermati karena angkaangkanya mengalami fluktuasi selama periode 2013 – 2017. Setelah pada tahun 2014 turun dibandingkan dengan tahun 2013, investasi naik cukup tajam pada tahun 2015, hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Investasi kemudian turun 42,6%, tetapi sedikit naik lagi pada tahun berikutnya. Fluktuatifnya realisasi investasi ini tidak terlepas dari upaya perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk pembangunan smelter pada tahap awal. Perubahan kebijakan pemerintah yang terus-menerus menunda pemberlakuan kebijakan ekspor dengan tetap membolehkan ekspor konsentrat mineral logam, juga memberi pengaruh cukup besar kepada perusahaan untuk menanamkan investasinya pada pembangunan smelter. Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Keterangan: KK = Kontrak Karya PKP2B = Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara IUPBUMN = Izin Usaha Pertambangan BadanUsaha Milik Negara IUJP = Izin Usaha Jasa Pertambangan SKT = Surat Keterangan Terdaftar Smelter = Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Gambar 0.3. Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara, 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 SMELTER 1.190,10 730,00 2.169,90 1.245,57 1.343,63 IUPJP & SKT 1.717,02 4.615,43 1.399,33 4.472,87 2.297,75 IUP BUMN 73,89 199,77 300,39 202,04 293,36 PKP2B 625,25 875,35 254,94 160,42 467,86 KK 1.520,00 1.739,32 1.137,35 1.200,98 1.735,43 TOTAL 5.126,25 8.159,87 5.261,91 7.281,88 6.138,03 - 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00 9.000,00 Juta USD Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 7


Kontribusi Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Perekonomian Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), kontribusi “Pertambangan dan Penggalian” (Sektor ESDM) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional terdiri atas “Pertambangan Migas”, “Pertambangan Batubara dan Lignit”, “Pertambangan Bijih Logam”, dan “Pertambangan dan Penggalian Lainnya” yang berupa Mineral Bukan Logam dan Batuan. Selama periode 2013 – 2017, persentase kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian turun dari 11,01% menjadi 7,57% ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010). Namun pada tahun 2017 ada perkembangan positif karena kontribusinya naik 0,39% dibandingkan tahun 2016. Khusus Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), penurunan kontribusi pada PDB relatif kecil, yakni dari 5,56% pada tahun 2013 menjadi 4,70% pada tahun 2017. Hal ini terjadi akibat turunnya kontribusi pada Subsektor Batubara dan Lignit serta Subsektor Pertambangan Bijih Logam (Tabel 1.3 dan Gambar 1.4). Tabel 1.3. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 11.01% 9.83% 7.65% 7.18% 7.57% I. Pertambangan Migas 5.45% 4.82% 3.33% 2.94% 2.87% II. Pertambangan Minerba*) 5.56% 5.01% 4.31% 4.24% 4.70% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 2.96% 2.72% 2.41% 2.43% 3.39% 2. Pertambangan Bijih Logam 1.03% 0.98% 0.78% 0.77% 0.99% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 1.57% 1.85% 2.02% 2.31% 2.31% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) 6 | Indonesia Mining Guidance 2018 Kontribusi Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Perekonomian Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), kontribusi “Pertambangan dan Penggalian” (Sektor ESDM) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional terdiri atas “Pertambangan Migas”, “Pertambangan Batubara dan Lignit”, “Pertambangan Bijih Logam”, dan “Pertambangan dan Penggalian Lainnya” yang berupa Mineral Bukan Logam dan Batuan. Selama periode 2013 – 2017, persentase kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian turun dari 11,01% menjadi 7,57% ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010). Namun pada tahun 2017 ada perkembangan positif karena kontribusinya naik 0,39% dibandingkan tahun 2016. Khusus Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), penurunan kontribusi pada PDB relatif kecil, yakni dari 5,56% pada tahun 2013 menjadi 4,70% pada tahun 2017. Hal ini terjadi akibat turunnya kontribusi pada Subsektor Batubara dan Lignit serta Subsektor Pertambangan Bijih Logam (Tabel 1.3 dan Gambar 1.4). Tabel 1.3. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 11.01% 9.83% 7.65% 7.18% 7.57% I. Pertambangan Migas 5.45% 4.82% 3.33% 2.94% 2.87% II. Pertambangan Minerba*) 5.56% 5.01% 4.31% 4.24% 4.70% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 2.96% 2.72% 2.41% 2.43% 3.39% 2. Pertambangan Bijih Logam 1.03% 0.98% 0.78% 0.77% 0.99% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 1.57% 1.85% 2.02% 2.31% 2.31% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) 5,45% 4,82% 3,33% 2,94% 2,87% 5,56% 5,01% 4,31% 4,24% 4,70% 11,01% 9,83% 7,65% 7,18% 7,57% 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 2013 2014 2015 2016 2017 Kontribusi Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) Pertambangan Migas Pertambangan Minerba Sektor Pertambangan dan Penggalian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 8 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Secara keseluruhan, Sektor Pertambangan dan Penggalian memberikan kontribusi cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010), persentase kontribusi terbesar dicapai pada tahun 2013, sedangkan yang terendah pada tahun 2016. Sementara nominal angkanya (dalam bentuk rupiah), nilai tertinggi dicapai pada tahun 2013, sedangkan terendah pada tahun 2015. Khusus Subsektor Pertambangan Minerba – yang terdiri atas Pertambangan Batubara dan Lignit, Bijih Logam, serta Pertambangan dan Penggalian Lainnya, kontribusinya sedikit lebih besar daripada Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi (Migas). Bahkan pada tahun 2017, kontribusi Subsektor Pertambangan Minerba mencapai lebih dari 1,6 kali lipat dibandingkan Subsektor Pertambangan Migas (Tabel 1.4). Tabel 1.0. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] Miliar Rupiah 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,050,745.80 1,039,423.00 881,694.10 890,868.30 1,028,772.20 I. Pertambangan Migas 520,088.10 509,783.30 384,515.90 364,985.60 390,480.00 II. Pertambangan Minerba 530,657.70 529,639.70 497,178.20 525,882.70 638,292.20 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 282,193.10 259,766.60 229,973.90 231,697.80 323,364.50 2. Pertambangan Bijih Logam 98,468.40 93,615.20 74,264.20 73,301.00 94,322.30 3. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 149,996.20 176,257.90 192,940.10 220,883.90 220,605.40 Total PDB Nasional 9,546,134.0 10,569,705.3 11,531,716.9 12,406,809.8 13,588,797.3 Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Ditinjau dari harga konstan (acuan 2010), selama periode 2013 – 2017, pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian cukup positif, kecuali pada tahun 2015 yang turun 3,4%. Khusus Subsektor Pertambangan Minerba pada dua tahun terakhir, tidak mengalami pertumbuhan pada tahun 2016, dan tumbuh 3,7% pada tahun 2017. Subsektor Pertambangan Bijih Logam tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2017, sementara Subsektor Pertambangan/ Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan mencatat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2016. Berbeda dengan Subsektor lain yang meningkat, Subsektor Pertambangan Batubara dan Lignit malah turun pada tahun 2016, meskipun naik lagi pada tahun 2017 (Tabel 1.5 dan Gambar 1.5). Perlu diinformasikan bahwa pertumbuhan Subsektor Pertambangan Bijih Logam tidak terlepas dari pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral yang berdampak positif bagi berkembangnya industri berbasis mineral, termasuk industri pemurnian dan pengolahan logam. Kewajiban untuk membangun fasilitas pabrik pengolahan dan/atau pemurnian membuat banyak perusahaan tambang mineral logam dan bukan logam menanamkan investasinya dalam jumlah yang cukup besar. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 9


Tabel 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Konstan [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 2.5% 0.4% -3.4% 1.1% 0.6% I. Pertambangan Migas -3.2% -2.0% 0.1% 2.7% -4.0% II. Pertambangan Minerba 6.7% 2.0% -5.6% 0.0% 3.7% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 7.4% 1.4% -7.3% -4.1% 1.5% 2. Pertambangan Bijih Logam 7.6% -0.4% -10.7% 1.8% 6.5% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 4.6% 4.9% 1.1% 5.7% 5.4% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara 8 | Indonesia Mining Guidance 2018 Tabel 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Konstan [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 2.5% 0.4% -3.4% 1.1% 0.6% I. Pertambangan Migas -3.2% -2.0% 0.1% 2.7% -4.0% II. Pertambangan Minerba 6.7% 2.0% -5.6% 0.0% 3.7% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 7.4% 1.4% -7.3% -4.1% 1.5% 2. Pertambangan Bijih Logam 7.6% -0.4% -10.7% 1.8% 6.5% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 4.6% 4.9% 1.1% 5.7% 5.4% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara 6,7% 2,0% -5,6% 0,0% 3,7% 2,5% 0,4% -3,4% 1,1% 0,6% -8,0% -6,0% -4,0% -2,0% 0,0% 2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 2013 2014 2015 2016 2017 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Subsektor Pertambangan Minerba Pertambangan Minerba Sektor Pertambangan dan Penggalian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 10 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Regulasi Sampai saat ini pengelolaan pertambangan mineral dan batubara masih mengacu kepada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No.4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, meskipun sebenarnya harus sudah direvisi menyusul pemberlakuan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No.32/2004 perihal yang sama. Hal ini disebabkan adanya perubahan titik berat otonomi daerah dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi, termasuk perubahan pengelolaan subsektor pertambangan mineral dan batubara, yang semula oleh pemerintah kabupaten/ kota (UU No.32/2004), kini menjadi pemerintah provinsi (UU No.23/2014). Namun mengingat proses pergantian undangundang memerlukan waktu yang lama, maka Kementerian ESDM masih tetap memberlakukan UU No.4/2009 sepanjang tidak bertentangan dengan UU No.23/2014, khususnya Lampiran CC perihal Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Sub Urusan Mineral dan Batubara yang menghilangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara. Selama hampir sembilan tahun sejak diberlakukannya UU No.4/2009, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM), terutama sebagai langkah penyesuaian terhadap undang-undang baru tersebut. Hal ini dimaksudkan agar usaha di subsektor ini tetap berkontribusi terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan pendapatan negara dan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian daya dukung lingkungan hidup. Khusus selama dua tahun terakhir, Ditjen Mineral dan Batubara memfokuskan diri untuk menyederhakan berbagai peraturan yang berlaku selama ini. Hal ini pada dasarnya tidak terlepas dari: 1) upaya memperbaiki pelayanan perizinan agar lebih mudah, REGULASI DAN KEBIJAKAN SUBSEKTOR PERTAMBANGAN MINERAL DAN 2 BATUBARA INDONESIA PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 11


lebih cepat, dan lebih murah sehingga mendukung iklim investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi; 2) percepatan menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi yang bersih melayani di lingkungan Ditjen Mineral dan Batubara dengan penataan peningkatan sistem pelayanan publik; 3) peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Dalam rangka merealisasikan kebijakan penyederhanaan perizinan, maka Ditjen Mineral dan Batubara telah melakukan langkah-langkah pencabutan beberapa peraturan, penggabungan izin, pengurangan persyaratan, pengurangan waktu pengurusan, dan penghapusan izin tertentu (Gambar 2.1 dan Tabel 2.1). Selain diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan menekan wkonomi biaya tinggi, juga yang tidak kalah penting adalah memberikan jaminan kepastian berusaha, yang pada akhirnya mampu menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di bidang pertambangan mineral dan batubara. Gambar 0.3.Bentuk Penyederhanaan Peraturan di Subsektor Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin ini tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 10 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 0.3.Bentuk Penyederhanaan Peraturan di Subsektor Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin ini tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 01. Penghapusan Izin Pengurangan Persyaratan Pencabutan Peraturan (Deregulasi) 03. 05. 02. 04. Penggabungan Izin Pengurangan Waktu PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 12 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)


Click to View FlipBook Version