dan Pertamina telah merekomendasikan agar DME ditetapkan sebagai bahan bakar mengingat tingginya permintaan LPG yang tidak diimbangi oleh produksi LPG di dalam negeri serta ciri-ciri DME yang mirip dengan LPG. Di sisi lain, sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan DME, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah cukup banyak yang kurang laku di pasar internasional (https://migas. esdm.go.id, April 2010). Sementara itu teknologi gasifikasi batubara juga sudah jauh lebih berkembang, sehingga mampu menghasilkan DME dengan harga yang cukup kompetitif dibandingkan dengan harga LPG. Berdasarkan data tahun 2017, konsumsi LPG sudah mencapai 7 juta ton per tahun, naik tujuh kali lipat dibandingkan 10 tahun lalu. Diperkirakan, konsumsi LPG pada tahun 2018 dapat mencapai 8,5 juta ton, dan akan terus meningkat di masa-masa mendatang seiring dengan pertumbuhan dan kesejahteraan penduduk, serta perkembangan industri di dalam negeri. Dari jumlah kebutuhan LPG ini, hanya 30% yang mampu disediakan dari dalam negeri, yang berarti 70% pasokan LPG di dalam negeri sangat bergantung pada impor. Impor LPG akan terus meningkat karena produksi dalam negeri tidak bertambah, sementara kebutuhan naik rata-rata 13% per tahun (https:// kumparan.com, 11 April 2018). Selain menyedot devisa, ketergantungan terhadap pasokan yang berasal dari luar negeri juga sangat berbahaya bagi ketahanan negara. Untuk itu diperlukan substitusi oleh gas sejenis yang mampu mengganti peran LPG, yaitu membangun industri kimia berbasis batubara dengan menghasilkan DME. Keberadaan batubara kalori rendah sebagai bahan baku pembuatan DME ternyata cukup mendukung bagi berkembangnya industri gasifikasi batubara yang mempu menghasilkan DME. Tercatat, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah (low rank coal) sebesar 44.197 juta ton, atau 34,5% dari total sumber daya batubara Indonesia. Sementara cadangannya berjumlah 14.230 juta ton, atau 50,0% dari total cadangan batubara Indonesia (Badan Geologi, 2017). Sebuah potensi luar biasa yang apabila dikonversikan menjadi produk DME akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pengembangan batubara kualitas rendah dan diharapkan mampu mensubstitusi LPG impor. Landasan Hukum DME Gasifikasi sebenarnya merupakan bagian dari upaya hilirisasi yang wajib dilakukan oleh industri tambang batubara sebagaimana tertuang dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 104 UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang antara lain menyebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara sesuai ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Permen ESDM. Namun hilirisasi di bidang pertambangan batubara sering dikesampingkan atau tidak tersentuh karena Indonesia terbuai dengan devisa yang sangat tinggi dari hasil penjualan ekspor batubara. Beberapa pihak juga mengatakan bahwa teknologi di bidang perbatubaraan relatif mahal sehingga faktor keekonomian 56 | Indonesia Mining Guidance 2018 DME dapat diperoleh dari banyak sumber, termasuk material yang terbarukan seperti biomassa, sampah organik, dan produk pertanian. DME juga dapat diolah dari bahan bakar fosil, seperti batubara muda (batubara kalori rendah) dan gas alam. Bagaimana Proses Pembuatan DME? DME diproduksi sekurang-kurangnya dalam dua tahap. Pertama, hidrokarbon dikonversikan ke gas sintesis, sebuah kombinasi dari karbon monoksida dan hidrogen. Kedua, gas sintetis tersebut kemudian dikonversikan ke DME, baik lewat methanol (proses konvensional) maupun langsung dalam satu tahap saja. Gambar 4.17 di bawah ini menerangkan secara sederhana proses gasifikasi batubara yang dapat menghasilkan DME dan produk lainnya. Gambar 4.17. Gasifikasi Batubara dan Turunannya Gambar 4.18 menggambarkan produk akhir berikut keekonomiannya, yang tentunya perlu dikaji kembali secara lebih komprehensif mengingat parameter yang digunakan sudah banyak berubah. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 63
menjadi kendala dalam menarik investor. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi gasifikasi di dunia yang sudah berkembang pesat, kini telah muncul pabrik gasifikasi batubara di mulut tambang yang beroperasi di Tiongkok, Mongolia, Belanda, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya (https://tirto.id, Desember 2017). PP No.79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) pada dasarnya merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Secara garis besar, KEN terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Kebijakan utama meliputi: a. ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional; b. prioritas pengembangan energi; c. pemanfaatan sumber daya energi nasional; d. cadangan energi nasional. Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: a. konservasi energi, konservasi sumber daya energi, dan diversifikasi energi; b. lingkungan hidup dan keselamatan; c. harga, subsidi, dan insentif energi; d. infrastruktur dan akses untuk masyarakat terhadap energi dan industri energi; e. penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi; dan f. kelembagaan dan pendanaan. Adapun sasaran KEN adalah tercapainya bauran energi primer yang optimal, sebagai berikut: 1. pada tahun 2025 peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi; 2. pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen); 3. pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh persen), dan pada tahun 2050 minimal 25% (dua puluh lima persen); dan 4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun 2050 minimal 24% (dua puluh empat persen). Sementara itu Pasal 18 ayat 2 huruf d PP No.79/2014 menyatakan peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, batubara tergaskan (gasified coal) dan batubara tercairkan (liquified coal). Salah satu produk batubara tergaskan atau gasifikasi batubara adalah DME, yang merupakan salah satu senyawa yang dapat menjadi alternatif bahan bakar baru saat ini. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 64 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Pada September 2013, Menteri ESDM menetapkan Permen ESDM No.29/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Dimetil Eter (DME) Sebagai Bahan Bakar. Hal ini dilakukan untuk mendukung penyediaan bahan bakar guna peningkatan ketahanan energi nasional. DME merupakan energi yang dihasilkan dari berbagai sumber energi yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Dengan telah terbitnya standar dan mutu (spesifikasi) DME, maka badan usaha pemegang ijin dapat melaksanakan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri dengan ketentuan bahwa badan usaha tersebut wajib menjamin penggunaan peralatan yang memenuhi persyaratan keselamatan migas. Dalam Permen ini ditetapkan, pengaturan penyediaan, pendistribusian dan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar, tunduk dan berlaku ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kegiatan usaha migas. Pengaturan penyediaan, pendistribusian dan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar, dimaksudkan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Tata cara penyediaan dan pendistribusian DME sebagai bahan bakar, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyediaan dan pendistribusian LPG kecuali ditetapkan lain dalam aturan ini. Ditetapkan pula bahwa DME sebagai bahan bakar, dapat dimanfaatkan secara langsung maupun sebagai campuran. DME sebagai pemanfaatan langsung merupakan pemanfaatan DME murni 100% untuk sektor industri, transportasi dan rumah tangga. DME dengan pemanfaatan sebagai campuran merupakan pemanfaatan DME untuk bahan campuran LPG atau LGV dengan komposisi tertentu. Penyediaan DME untuk pemanfaatan secara langsung, hanya dapat dilakukan oleh badan usaha pemegang Izin Usaha Pengolahan DME sebagai bahan bakar dan atau izin Usaha Niaga DME sebagai bahan bakar. Sedangkan penyediaan DME sebagai campuran, hanya dapat dilakukan badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Dirjen Migas. Badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga DME atau badan usaha pemegang izin Usaha Niaga LPG yang memanfaatkan DME sebagai campuran, wajib melakukan kegiatan usaha dengan memenuhi standar terkait penggunaan infrastruktur penunjang, keselamatan minyak dan gas bumi serta melakukan sosialisasi dari kebijakan pemanfaatan DME sebagai campuran. Dalam Permen ini diatur pula ketentuan untuk memenuhi kebutuhan dan penggunaan sendiri, pengguna langsung DME dapat melakukan impor DME sebagai bahan bakar setelah mempertimbangkan ketersediaan DME sebagai bahan bakar di dalam negeri. Untuk melaksanakan impor ini, wajib mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM. Pengguna langsung DME sebagai bahan bakar, dilarang memasarkan dan atau memperjualbelikan DME sebagai bahan bakar. Terhadap pengguna langsung yang melanggar, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 65
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 66 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Selama periode 2013 – 2017, perkembangan subsektor mineral dan batubara Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, terutama pada dua tahun terakhir. Investasi dan peran subsektor mineral dan batubara dalam PDB Nasional meningkat dalam kurun waktu 2016-2017, meskipun masih belum sebesar pada tahun 2014. Pertumbuhan ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia yang mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, sebagai dampak dari kondisi ekonomi global yang mulai mengalami pertumbuhan kembali. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi dunia masih dibayang-bayangi oleh kekhawatiran mengenai kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), serta perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang sewaktu-waktu dapat berdampak buruk terhadap perekonomian dunia. Untuk itu pemerintah tetap dituntut waspada agar tidak terjebak pada kondisi yang sama ketika ekonomi dunia mengalami perlambatan. Mengacu kepada kekhawatiran di atas, sejak September 2015 sampai sekarang, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai kebijakan dan/atau stabilisasi di bidang politik dan keamanan, ekonomi, perpajakan, fiskal, infrastruktur, dan hal-hal lain agar investasi di Indonesia tetap menarik bagi para investor. Khusus di subsektor mineral dan batubara, Kementerian ESDM juga sedang berupaya menyederhanakan berbagai jenis regulasi yang selama ini masih dianggap menghambat masuknya arus modal dalam usaha pertambangan mineral dan batubara. Paling tidak, ada tiga Peraturan Menteri ESDM yang selain ditujukan untuk menyederhanakan perizinan, juga yang tidak kalah penting adalah memangkas birokrasi. Dengan demikian diharapkan adanya kepastian dan konsistensi hukum yang dapat menjamin kepastian usaha dan perbaikan fiskal, yang pada gilirannya mampu meningkatkan investasi dari hulu sampai hilir. 5 PENUTUP PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 67
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 68 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi, 2017, Peta Potensi Sumber Daya Batubara Indonesia, Status 2016, Laporan, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Badan Geologi, 27 Januari 2017, Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia, Status 2016, Presentasi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Badan Kebijakan Fiskal, 15 Agustus 2018, Kewajiban Penerimaan Negara Sektor Minerba, Presentasi, Badan Kebijakan Fiskal, Bogor. Badan Koordinasi Penanaman Modal, 15 Agustus 2018, PP 24 Tahun 2018 & Implementasi “OSS”, Presentasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bogor. Badan Pusat Statitistik, Statistik Pertambangan Indonesia, Laporan, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, 2009, Undangundang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2017, Tata Cara Berinvestasi di Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara, Presentasi, Bandung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 69
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Suhartono, 15 Agustus 2018, Kebijakan Ketenagakerjaan dan Pengupahan, Presentasi, Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Bogor. Widajatno, Joko, 15 Agustus 2018, Dampak Regulasi Saat Ini terhadap Industri Minerba, Presentasi, Indonesia Mining Association, Bogor. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 70 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Penyederhanaan Izin untuk Peningkatan Investasi Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 b (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
SAMBUTAN Kami menyambut baik penerbitan Buku “Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia, 2018”, yang merupakan Edisi Kedua dari Buku dengan judul serupa yang diterbitkan pada tahun 2017. Kehadiran Buku ini tidak terlepas dari upaya instansi kami – Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara – untuk mempromosikan kondisi terkini kekayaan mineral dan batubara, mulai dari hulu sampai hilir beserta seluruh aspek yang terkait di dalamnya – dalam rangka meningkatkan investasi yang ditujukan bagi sebesar-besar kemakmurang seluruh rakyat Indonesia. Dengan terbitnya Buku “Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia, 2018”, kami berharap dapat membuka ruang bagi calon investor di subsektor mineral dan batubara untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini disebabkan Buku ini menyajikan berbagai hal seputar sumber daya dan cadangan mineral dan batubara,ckondisi regulasi dan arah kebijakan nasional dalam pengusahaannya, kondisi perekonomian,keamanan, ketenagakerjaan, kebijakan perpajakan dan fiskal, serta tata cara berinvestasi sesuai peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam sumber daya mineral dan batubara termasuk kategori moderate dibandingkan negara lain, Indonesia tetap berpeluang mendatangkan calon investor, terutama investor asing. Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia merupakan faktor penentu yang dapat memberi nilai tambah bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara lain. Kehadiran Buku “Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia, 2018” sudah barang tentu diharapkan mampu memberi arah yang jelas bagi siapapun yang berminat menanamkan modalnya di subsektor mineral dan batubara di Indonesia. Calon investor akan mendapatkan informasi yang benar, terkini, dan bersifat resmi, sehingga mampu memberikan jaminan kepatian hukum dan meminimalisasi risiko atas investasi yang ditanamnya. Semoga penerbitan Buku “Pedoman Pengusahaan Mineral dan Batubara Indonesia, 2018” dapat memberikan manfaat bagi para PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) i
calon investor di subsektor mineral dan batubara pada khususnya dan pemerhati dunia pertambangan mineral dan batubara pada umumnya. Jakarta, Desember 2018 Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Ariyono PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 ii (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
KATA SAMBUTAN ........................................................................................................ i DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................. v 1. POTENSI DAN PELUANG USAHA SUBSEKTOR MINERAL DAN BATUBARA ......... 1 Sekilas Indonesia ............................................................................................. 1 Sebaran Sumber Daya Mineral dan Batubara Indonesia ............................... 2 Komoditas Utama Pertambangan Indonesia .................................................. 6 Investasi Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara Saat ini..................... 7 Kontribusi Pertambangan dalam Perekonomian Indonesia ........................... 8 2. REGULASI DAN KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA .................. 11 Regulasi............................................................................................................. 11 Kebijakan Pertambangan Mineral dan Batubara............................................. 14 3. INDIKATOR PENDUKUNG INVESTASI DI INDONESIA .......................................... 17 Stabilitas Politik dan Keamanan ..................................................................... 17 Stabilitas Ekonomi............................................................................................ 18 Kebijakan Perpajakan dan Fiskal...................................................................... 24 Ketenagakerjaan............................................................................................... 31 Infrastruktur ..................................................................................................... 35 4. INVESTASI DI SUBSEKTOR PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA........... 39 Perizinan ........................................................................................................... 39 Tata Cara Berinvestasi...................................................................................... 40 Sistem Pengawasan (PP 55/2010).................................................................. 56 Sistem pelaporan (Permen 11 /2018)............................................................ 58 5. DAFTAR PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.................. 67 DAFTAR ISI PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) iii
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 iv (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
RINGKASAN EKSEKUTIF Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya mineral dan batubara relatif besar dan tersebar luas, meskipun hanya termasuk ke dalam kategori moderate – bukan kategori top tiers – dibandingkan negara-negara lain. Artinya, kekayaan yang dimiliki baru sebatas dari aspek keanekaragaman keberadaan sumber daya mineral dan batubara, bukan aspek kuantitas sumber dayanya. Namun demikian, Indonesia tetap diminati calon investor, karena dianggap memiliki kelebihan dalam menarik investasi, seperti jumlah penduduk sangat besar, negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup baik, kondisi politik dan keamanan relatif stabil, sedang fokus membangun infrastruktur, dan yang tidak kalah penting adalah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif melalui berbagai paket kebijakan yang lebih “menarik”. Kesemuanya ini dipastikan dapat memberikan dampak bagi peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis produk di dalam negeri, termasuk produk yang berbasis mineral dan berbahan bakar batubara. Selama periode 2013 – 2017, produksi dan ekspor berbagai jenis komoditas mineral utama dan batubara Indonesia mengalami pasang-surut sebagai akibat dari kondisi pasar dunia yang juga mengalami hal yang sama. Namun dalam dua tahun terakhir, produksi hampir seluruh mineral dan batubara mengalami kenaikan, terkecuali mineral yang terkena dampak penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah. Realisasi investasi juga mengalami kenaikan pada periode yang sama, meskipun realisasi investasi pada tahun 2017 masih di bawah tahun 2016 sebagai akibat dari menurunnya realisasi investasi pada penerbitan IUJP dan SKT, sedangkan realisasi investasi di bidang yang lain (smelter, IUP BUMN, PKP2B, dan KK) justru mengalami kenaikan signifikan. Sementara itu, kontribusi subsektor mineral dan batubara pada PDB Nasional tahun 2017 menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan tahun 2016, yakni dari 4,24% (2016) menjadi 4,7% (2017). Kondisi perekonomian global yang mulai membaik dan berbagai upaya yang dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara untuk lebih meningkatan pelayanan kepada investor tampaknya memberi pengaruh positif terhadap perningkatan investasi sekaligus kontribusi subsektor mineral dan batubara terhadap PDB nasional.. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) v
Dalam rangka meningkatkan investasi agar semakin bergairah, Kementerian ESDM telah mengambil langkah strategis berupa penyederhanaan perizinan yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2018, Permen ESDM No.25 Tahun 2018, dan Permen ESDM No.26 Tahun 2018 yang diikuti oleh berbagai Kepmen ESDM sebagai pedoman pelaksanaannya. Ketiga Permen ESDM berikut Kepmen ESDM ini mencabut tidak kurang dari 23 buah Permen ESDM yang dianggap kurang mampu mendukung percepatan peningkatan investasi di subsektor mineral dan batubara. Di sisi lain, pemerintah yang kini tengah pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan energi untuk keperluan pabrik pemurnian berbagai jenis mineral sehubungan dengan penerapan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral. Dengan seluruh kebijakan yang memberi dukungan terhadap peningkatan investasi tersebut, maka pemerintah cq. Kementerian ESDM berharap pembangunan di sektor pertambangan mineral dan batubara akan lebih berkembang di masa-masa mendatang, dan memberi dampak positif bagi percepatan kemakmuran masyarakat. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 vi (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Sekilas Indonesia Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan ibu kota Jakarta, dilintasi oleh garis khatulistiwa, serta berada di antara benua Asia dan Australia, dan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 13.466 pulau, berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki lebih dari 1.340 suku bangsa, 300 etnik, dan 700 bahasa daerah (Sensus BPS, 2010), serta memiliki populasi penduduk lebih dari 258 juta jiwa (2016) yang merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Pemerintahan berbentuk republik presidensial yang demokratis, dengan sistem politik Trias Politika. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat; lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet; lembaga yudikatif oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi. Saat ini Indonesia terdiri atas 34 provinsi, yang di dalamnya mencakup 416 kabupaten dan 98 kota, 7.094 kecamatan, 8.490 kelurahan, dan 74.957 desa (Permendagri No.137/2017), dikaruniai berbagai sumber daya energi dan mineral, antara lain batubara, timah, tembaga, nikel, bauksit, emas, perak, mangan, serta berbagai mineral bukan logam dan batuan. Pengelolaan sumber daya mineral dan batubara berada di bawah dan menjadi tanggung jawab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Khusus pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, Kementerian ESDM melibatkan seluruh Dinas ESDM di lingkungan Pemerintah Provinsi sesuai prinsip otonomi daerah. POTENSI DAN PELUANG USAHA 1 SUBSEKTOR MINERAL DAN BATUBARA PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 1
Sebaran Sumber Daya Mineral dan Batubara Indonesia memiliki berbagai jenis mineral yang tersebar di berbagai wilayah. Di wilayah Indonesia Barat dikenal jalur timah (tin belt), yang berada di sepanjang pantai timur Sumatera hingga BangkaBelitung sebagai bagian dari jalur yang dimulai dari Thailand dan Malaysia. Jalur tembaga terdapat di wilayah Indonesia Timur, yaitu di Pulau Papua, sebagai bagian dari rangkaian jalur Papua Nugini hingga Filipina. Sumber daya nikel terkonsentrasi di wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, bauksit di Kalimantan Barat, bijih besi di Kalimantan Selatan, dan pasir besi banyak terdapat di pesisir pantai di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sementara itu, sumber daya batubara terbesar terdapat di Pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan, dan Pulau Kalimantan, khususnya di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tmur, dan Kalimantan Tengah. Di samping mineral logam dan batubara, Indonesia juga memiliki sumber daya berbagai jenis mineral bukan logam dan batuan yang hampir terdapat di seluruh wilayah Indonesia (Gambar 1.1, Gambar 1.2, dan Tabel 1.1). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 2 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Sumber: Badan Geologi, 2017 Gambar 0.1. Peta Sebaran Logam Komoditas Utama PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 3
Sumber: Badan Geologi, 2017 Gambar 1.2. Peta Sebaran Batubara PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 4 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Tabel 0.1. Status Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batubara, 2017 No. Komoditi Sumber Daya (Ton) Cadangan (Ton) Hipotetik Tereka Tertunjuk Terukur Terkira Terbukti 1 Bauksit 64.410.958 2.839.739.491 67.559.374 815.635.919 1.045.776.399 236.711.321 2 Besi Laterit 2.413.437 1.145.268.009 804.251.028 854.102.720 479.819.885 100.911.163 3 Besi Primer 346.850.076 460.502.555 823.428.321 448.520.998 852.464.815 45.845.200 4 Pasir Besi 812.495.641 2.000.628.896 526.054.506 846.088.507 829.144.206 67.867.034 5 Emas 60.676.652 2.125.695.169 3.848.258.805 3.820.160.351 281.187.784 2.626.664.633 6 Mangan 2.845.838 48.754.820 2.101.201 7.929.961 84.562.768 2.673.768 7 Nikel 184.673.464 2.972.105.387 1.490.412.892 1.365.461.398 2.917.037.629 238.636.502 8 Perak 1.553.848 1.153.809.920 1.347.768.359 3.172.157.581 265.917.242 2.564.809.853 9 Tembaga 14.910.127 7.245.590.251 3.507.666.305 3.182.233.201 325.278.000 2.750.975.377 10 Timah 440.675.000 1.454.929.816 564.766.675 2.257.300.492 1.035.020.456 826.268.240 11 Timbal 12.629.825 363.394.664 63.472.312 8.913.076 6.308.339 5.275.000 12 Batubara 4.532.800.000 38.980.710.000 38.952.310.000 40.182.790.000 11.484.760.000 16.972.510.000 Sumber: Badan Geologi, 2017 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 5
Komoditas Utama Pertambangan Mineral dan Batubara Indonesia memiliki beragam sumber daya mineral yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari mineral radio aktif, mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan. Meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (PP No.23/2010) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mencatat lebih dari 100 jenis mineral terdapat di Indonesia, namun hanya beberapa jenis mineral saja yang termasuk ke dalam komoditas utama pertambangan Indonesia, terutama yang berperan sebagai penghasil devisa negara. Selain batubara yang memang menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian nasional, komoditas utama pertambangan mineral yang menjadi andalan Indonesia adalah nikel, timah, tembaga, bauksit, emas, perak, besi, timbal, mangan, dan zirkon beserta produk olahannya (Tabel 1.2). Sementara sebagian besar hasil komoditi tambang lainnya, khususnya mineral bukan logam dan batuan, banyak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan industri manufaktur dan pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Tabel 0.2. Produksi Komoditas Mineral dan Batubara Indonesia, 2013 – 2017 No. Bahan Galian Unit Produksi Mineral 2012-2017 2013 2014 2015 2016 2017 1 Bijih Tembaga Ton 26 21 0 0 0 2 Konsentrat Tembaga Ton 2,351,978 1,516,902 2,419,950 2,666,053 2,299.45 3 Tembaga Ton 521,025 617,840 197,634 246,156 247.18 4 Emas Kg 57,002 69,646 97,440 91,101 100,514.50 5 Perak Kg 208,242 252,710 319,594 322,332 323,429.50 6 Bijih Nikel Ton 52,877,199 4,792,986 0 0 5,818.94 7 Ni+Co in matte Ton 78,074 80,341 82,440 78,748 78,007.05 8 Feronikel MT Ni 18,249 17,772 19,411 17,886 54,702.14 9 NPI Ton 0 49,611 271,111 770,685 93,960.62 10 Konsentrat Timah Mt 13,534 0 0 0 0 11 Logam Timah Ton 82,954 60,038 70,073 62,877 78,069.62 12 Bauksit MT 59,168,342 3,095,520 0 0 1,841.03 13 Alumina MT 0 2,203 72,323 458,707 917,099.30 14 Bijih Besi dan Pasir Besi MT 20,651,376 1,154,231 0 0 0 15 Konsentrat Besi MT 0 1,921,641 3,693,365 3,780,825 1,966.73 16 Timbal MT 9,865 1,777 0 0 0 17 Konsentrat Timbal MT 0 0 6,747 7,251 9,920.13 18 Mangan MT 4,315.46 2,659.30 3,030.00 4,781.52 3,295.00 19 Zirkon MT 99,745.56 21,834.00 25,939.41 97,081.80 3,614.00 20 Batubara MT 474,600,921 458,096,707 461,566,080 348,575,551 461.250,000 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2017 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 6 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Investasi Pertambangan Mineral dan Batubara, 2013 - 2017 Selama periode 2013 – 2017, meskipun secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 19,7%, realisasi investasi mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Setelah naik pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013, investasi kembali turun pada tahun berikutnya. Investasi kemudian merangkak naik pada tahun 2016, tetapi turun lagi pada tahun 2017. Investasi tahun 2014 tercatat yang tertinggi, sedangkan investasi tahun 2013 yang terendah. Pemegang IUJP dan SKT merupakan investor terbesar, sedangkan yang terkecil adalah pemegang IUP BUMN. Sementara investasi oleh pemegang KK relatif stabil, sedangkan pemegang PKP2B yang paling fluktuatif (Gambar 1.3). Realisasi investasi pada pembangunan smelter menarik untuk dicermati karena angkaangkanya mengalami fluktuasi selama periode 2013 – 2017. Setelah pada tahun 2014 turun dibandingkan dengan tahun 2013, investasi naik cukup tajam pada tahun 2015, hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Investasi kemudian turun 42,6%, tetapi sedikit naik lagi pada tahun berikutnya. Fluktuatifnya realisasi investasi ini tidak terlepas dari upaya perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk pembangunan smelter pada tahap awal. Perubahan kebijakan pemerintah yang terus-menerus menunda pemberlakuan kebijakan ekspor dengan tetap membolehkan ekspor konsentrat mineral logam, juga memberi pengaruh cukup besar kepada perusahaan untuk menanamkan investasinya pada pembangunan smelter. Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Keterangan: KK = Kontrak Karya PKP2B = Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara IUPBUMN = Izin Usaha Pertambangan BadanUsaha Milik Negara IUJP = Izin Usaha Jasa Pertambangan SKT = Surat Keterangan Terdaftar Smelter = Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Gambar 0.3. Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara, 2013 – 2017 5 | Indonesia Mining Guidance 2018 Investasi Pertambangan Mineral dan Batubara, 2013 - 2017 Selama periode 2013 – 2017, meskipun secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar 19,7%, realisasi investasi mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Setelah naik pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013, investasi kembali turun pada tahun berikutnya. Investasi kemudian merangkak naik pada tahun 2016, tetapi turun lagi pada tahun 2017. Investasi tahun 2014 tercatat yang tertinggi, sedangkan investasi tahun 2013 yang terendah. Pemegang IUJP dan SKT merupakan investor terbesar, sedangkan yang terkecil adalah pemegang IUP BUMN. Sementara investasi oleh pemegang KK relatif stabil, sedangkan pemegang PKP2B yang paling fluktuatif (Gambar 1.3). Realisasi investasi pada pembangunan smelter menarik untuk dicermati karena angkaangkanya mengalami fluktuasi selama periode 2013 – 2017. Setelah pada tahun 2014 turun dibandingkan dengan tahun 2013, investasi naik cukup tajam pada tahun 2015, hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2014. Investasi kemudian turun 42,6%, tetapi sedikit naik lagi pada tahun berikutnya. Fluktuatifnya realisasi investasi ini tidak terlepas dari upaya perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk pembangunan smelter pada tahap awal. Perubahan kebijakan pemerintah yang terus-menerus menunda pemberlakuan kebijakan ekspor dengan tetap membolehkan ekspor konsentrat mineral logam, juga memberi pengaruh cukup besar kepada perusahaan untuk menanamkan investasinya pada pembangunan smelter. Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2018) Keterangan: KK = Kontrak Karya PKP2B = Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara IUPBUMN = Izin Usaha Pertambangan BadanUsaha Milik Negara IUJP = Izin Usaha Jasa Pertambangan SKT = Surat Keterangan Terdaftar Smelter = Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Gambar 0.3. Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara, 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 SMELTER 1.190,10 730,00 2.169,90 1.245,57 1.343,63 IUPJP & SKT 1.717,02 4.615,43 1.399,33 4.472,87 2.297,75 IUP BUMN 73,89 199,77 300,39 202,04 293,36 PKP2B 625,25 875,35 254,94 160,42 467,86 KK 1.520,00 1.739,32 1.137,35 1.200,98 1.735,43 TOTAL 5.126,25 8.159,87 5.261,91 7.281,88 6.138,03 - 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00 9.000,00 Juta USD Realisasi Investasi Subsektor Mineral dan Batubara PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 7
Kontribusi Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Perekonomian Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), kontribusi “Pertambangan dan Penggalian” (Sektor ESDM) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional terdiri atas “Pertambangan Migas”, “Pertambangan Batubara dan Lignit”, “Pertambangan Bijih Logam”, dan “Pertambangan dan Penggalian Lainnya” yang berupa Mineral Bukan Logam dan Batuan. Selama periode 2013 – 2017, persentase kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian turun dari 11,01% menjadi 7,57% ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010). Namun pada tahun 2017 ada perkembangan positif karena kontribusinya naik 0,39% dibandingkan tahun 2016. Khusus Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), penurunan kontribusi pada PDB relatif kecil, yakni dari 5,56% pada tahun 2013 menjadi 4,70% pada tahun 2017. Hal ini terjadi akibat turunnya kontribusi pada Subsektor Batubara dan Lignit serta Subsektor Pertambangan Bijih Logam (Tabel 1.3 dan Gambar 1.4). Tabel 1.3. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 11.01% 9.83% 7.65% 7.18% 7.57% I. Pertambangan Migas 5.45% 4.82% 3.33% 2.94% 2.87% II. Pertambangan Minerba*) 5.56% 5.01% 4.31% 4.24% 4.70% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 2.96% 2.72% 2.41% 2.43% 3.39% 2. Pertambangan Bijih Logam 1.03% 0.98% 0.78% 0.77% 0.99% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 1.57% 1.85% 2.02% 2.31% 2.31% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) 6 | Indonesia Mining Guidance 2018 Kontribusi Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Perekonomian Indonesia Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), kontribusi “Pertambangan dan Penggalian” (Sektor ESDM) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional terdiri atas “Pertambangan Migas”, “Pertambangan Batubara dan Lignit”, “Pertambangan Bijih Logam”, dan “Pertambangan dan Penggalian Lainnya” yang berupa Mineral Bukan Logam dan Batuan. Selama periode 2013 – 2017, persentase kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian turun dari 11,01% menjadi 7,57% ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010). Namun pada tahun 2017 ada perkembangan positif karena kontribusinya naik 0,39% dibandingkan tahun 2016. Khusus Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), penurunan kontribusi pada PDB relatif kecil, yakni dari 5,56% pada tahun 2013 menjadi 4,70% pada tahun 2017. Hal ini terjadi akibat turunnya kontribusi pada Subsektor Batubara dan Lignit serta Subsektor Pertambangan Bijih Logam (Tabel 1.3 dan Gambar 1.4). Tabel 1.3. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 11.01% 9.83% 7.65% 7.18% 7.57% I. Pertambangan Migas 5.45% 4.82% 3.33% 2.94% 2.87% II. Pertambangan Minerba*) 5.56% 5.01% 4.31% 4.24% 4.70% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 2.96% 2.72% 2.41% 2.43% 3.39% 2. Pertambangan Bijih Logam 1.03% 0.98% 0.78% 0.77% 0.99% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 1.57% 1.85% 2.02% 2.31% 2.31% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 2.4. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) 5,45% 4,82% 3,33% 2,94% 2,87% 5,56% 5,01% 4,31% 4,24% 4,70% 11,01% 9,83% 7,65% 7,18% 7,57% 0,00% 2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00% 2013 2014 2015 2016 2017 Kontribusi Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia (%) Pertambangan Migas Pertambangan Minerba Sektor Pertambangan dan Penggalian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 8 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Secara keseluruhan, Sektor Pertambangan dan Penggalian memberikan kontribusi cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Ditinjau dari harga berlaku (acuan 2010), persentase kontribusi terbesar dicapai pada tahun 2013, sedangkan yang terendah pada tahun 2016. Sementara nominal angkanya (dalam bentuk rupiah), nilai tertinggi dicapai pada tahun 2013, sedangkan terendah pada tahun 2015. Khusus Subsektor Pertambangan Minerba – yang terdiri atas Pertambangan Batubara dan Lignit, Bijih Logam, serta Pertambangan dan Penggalian Lainnya, kontribusinya sedikit lebih besar daripada Pertambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi (Migas). Bahkan pada tahun 2017, kontribusi Subsektor Pertambangan Minerba mencapai lebih dari 1,6 kali lipat dibandingkan Subsektor Pertambangan Migas (Tabel 1.4). Tabel 1.0. Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap PDB Indonesia PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Berlaku [Acuan 2010] Miliar Rupiah 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,050,745.80 1,039,423.00 881,694.10 890,868.30 1,028,772.20 I. Pertambangan Migas 520,088.10 509,783.30 384,515.90 364,985.60 390,480.00 II. Pertambangan Minerba 530,657.70 529,639.70 497,178.20 525,882.70 638,292.20 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 282,193.10 259,766.60 229,973.90 231,697.80 323,364.50 2. Pertambangan Bijih Logam 98,468.40 93,615.20 74,264.20 73,301.00 94,322.30 3. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 149,996.20 176,257.90 192,940.10 220,883.90 220,605.40 Total PDB Nasional 9,546,134.0 10,569,705.3 11,531,716.9 12,406,809.8 13,588,797.3 Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Ditinjau dari harga konstan (acuan 2010), selama periode 2013 – 2017, pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian cukup positif, kecuali pada tahun 2015 yang turun 3,4%. Khusus Subsektor Pertambangan Minerba pada dua tahun terakhir, tidak mengalami pertumbuhan pada tahun 2016, dan tumbuh 3,7% pada tahun 2017. Subsektor Pertambangan Bijih Logam tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2017, sementara Subsektor Pertambangan/ Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan mencatat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2016. Berbeda dengan Subsektor lain yang meningkat, Subsektor Pertambangan Batubara dan Lignit malah turun pada tahun 2016, meskipun naik lagi pada tahun 2017 (Tabel 1.5 dan Gambar 1.5). Perlu diinformasikan bahwa pertumbuhan Subsektor Pertambangan Bijih Logam tidak terlepas dari pelaksanaan kebijakan peningkatan nilai tambah mineral yang berdampak positif bagi berkembangnya industri berbasis mineral, termasuk industri pemurnian dan pengolahan logam. Kewajiban untuk membangun fasilitas pabrik pengolahan dan/atau pemurnian membuat banyak perusahaan tambang mineral logam dan bukan logam menanamkan investasinya dalam jumlah yang cukup besar. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 9
Tabel 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Konstan [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 2.5% 0.4% -3.4% 1.1% 0.6% I. Pertambangan Migas -3.2% -2.0% 0.1% 2.7% -4.0% II. Pertambangan Minerba 6.7% 2.0% -5.6% 0.0% 3.7% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 7.4% 1.4% -7.3% -4.1% 1.5% 2. Pertambangan Bijih Logam 7.6% -0.4% -10.7% 1.8% 6.5% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 4.6% 4.9% 1.1% 5.7% 5.4% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara 8 | Indonesia Mining Guidance 2018 Tabel 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara PDB Lapangan Usaha (Seri 2010) Harga Konstan [Acuan 2010] (%) 2013 2014 2015 2016 2017 Sektor Pertambangan dan Penggalian 2.5% 0.4% -3.4% 1.1% 0.6% I. Pertambangan Migas -3.2% -2.0% 0.1% 2.7% -4.0% II. Pertambangan Minerba 6.7% 2.0% -5.6% 0.0% 3.7% 1. Pertambangan Batubara dan Lignit 7.4% 1.4% -7.3% -4.1% 1.5% 2. Pertambangan Bijih Logam 7.6% -0.4% -10.7% 1.8% 6.5% 3. Pertambangan/Penggalian Mineral Bukan Logam dan Batuan 4.6% 4.9% 1.1% 5.7% 5.4% Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah *) Pertambangan Minerba merupakan gabungan dari pertambangan batubara, bijih logam, dan pertambangan lainnya Sumber: Badan Pusat Statistik (2018), diolah Gambar 1.5. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian serta Subsektor Pertambangan Mineral dan Batubara 6,7% 2,0% -5,6% 0,0% 3,7% 2,5% 0,4% -3,4% 1,1% 0,6% -8,0% -6,0% -4,0% -2,0% 0,0% 2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 2013 2014 2015 2016 2017 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Subsektor Pertambangan Minerba Pertambangan Minerba Sektor Pertambangan dan Penggalian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 10 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Regulasi Sampai saat ini pengelolaan pertambangan mineral dan batubara masih mengacu kepada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No.4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, meskipun sebenarnya harus sudah direvisi menyusul pemberlakuan UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No.32/2004 perihal yang sama. Hal ini disebabkan adanya perubahan titik berat otonomi daerah dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi, termasuk perubahan pengelolaan subsektor pertambangan mineral dan batubara, yang semula oleh pemerintah kabupaten/ kota (UU No.32/2004), kini menjadi pemerintah provinsi (UU No.23/2014). Namun mengingat proses pergantian undangundang memerlukan waktu yang lama, maka Kementerian ESDM masih tetap memberlakukan UU No.4/2009 sepanjang tidak bertentangan dengan UU No.23/2014, khususnya Lampiran CC perihal Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Sub Urusan Mineral dan Batubara yang menghilangkan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara. Selama hampir sembilan tahun sejak diberlakukannya UU No.4/2009, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM), terutama sebagai langkah penyesuaian terhadap undang-undang baru tersebut. Hal ini dimaksudkan agar usaha di subsektor ini tetap berkontribusi terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta peningkatan pendapatan negara dan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian daya dukung lingkungan hidup. Khusus selama dua tahun terakhir, Ditjen Mineral dan Batubara memfokuskan diri untuk menyederhakan berbagai peraturan yang berlaku selama ini. Hal ini pada dasarnya tidak terlepas dari: 1) upaya memperbaiki pelayanan perizinan agar lebih mudah, REGULASI DAN KEBIJAKAN SUBSEKTOR PERTAMBANGAN MINERAL DAN 2 BATUBARA INDONESIA PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 11
lebih cepat, dan lebih murah sehingga mendukung iklim investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi; 2) percepatan menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi yang bersih melayani di lingkungan Ditjen Mineral dan Batubara dengan penataan peningkatan sistem pelayanan publik; 3) peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara. Dalam rangka merealisasikan kebijakan penyederhanaan perizinan, maka Ditjen Mineral dan Batubara telah melakukan langkah-langkah pencabutan beberapa peraturan, penggabungan izin, pengurangan persyaratan, pengurangan waktu pengurusan, dan penghapusan izin tertentu (Gambar 2.1 dan Tabel 2.1). Selain diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan menekan wkonomi biaya tinggi, juga yang tidak kalah penting adalah memberikan jaminan kepastian berusaha, yang pada akhirnya mampu menjadi daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, khususnya di bidang pertambangan mineral dan batubara. Gambar 0.3.Bentuk Penyederhanaan Peraturan di Subsektor Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin ini tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 10 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 0.3.Bentuk Penyederhanaan Peraturan di Subsektor Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin ini tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 01. Penghapusan Izin Pengurangan Persyaratan Pencabutan Peraturan (Deregulasi) 03. 05. 02. 04. Penggabungan Izin Pengurangan Waktu PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 12 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Tabel 0.3. Daftar Regulasi Hasil Deregulasi Bidang Mineral dan Batubara No. Permen ESDM Mencabut Peraturan Kepmen ESDM (Pedoman Pelaksanaan) 1. Permen ESDM No.11/2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Mencabut delapan regulasi dalam bentuk Permen, Kepmen, dan Perdirjen) *Diubah oleh Permen ESDM No.22 Tahun 2018 1. Kepmen ESDM No. 1453.K/29/ MEM/2000 2. Permen ESDM No. 12/2011 3. Permen ESDM No. 28/2013 4. Permen ESDM No. 25/2016 5. Permen ESDM No. 15/2017 6. Permen ESDM No. 34 2017 7. Perdirjen Minerba No. 714.K/30/ DJB/2014 8. Perdirjen Minerba No. 841.K/30/ DJB/2015 1. Kepmen ESDM No. 1796 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara 2. Kepmen ESDM No. 1798 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyiapan, Penetapan, dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara 3. Kepmen ESDM No. 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Rencana Kerja, dan Anggaran Biaya serta Laporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara 2. Permen ESDM No.25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Mencabut sembilan regulasi dalam bentuk Permen dan Kepmen) 1. Permen ESDM No. 25/2008 2. Permen ESDM No. 34/2009 3. Permen ESDM No. 17/2010 4. Permen ESDM No. 33/2015 5. Permen ESDM No. 41/2016 6. Permen ESDM No. 05/2017 7. Permen ESDM No. 06/2017 8. Permen ESDM No. 28/2017 9. Permen ESDM No. 35/2017 1. Kepmen ESDM No.1823 K/30/MEM/2018 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Pembayaran/Penyetoran PNBP 2. Kepmen ESDM No.1824 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Penyusunan Cetak Biru (Blue Print) dan Pelaksanaan Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) 3. Kepmen ESDM No.1825 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas WIUP/WIUPK Operasi Produksi 4. Kepmen ESDM No.1826 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemberian Rekomendasi Ekspor Mineral Hasil Pengolahan dan/ atau Pemurnian 3. Permen ESDM No.26/2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara (Mencabut enam regulasi dalam bentuk Permen dan Kepmen) 1. Permen ESDM No. 2/2013 2. Permen ESDM No. 7/2014 3. Permen ESDM No. 38/2014 4. Kepmen Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 5. Kepmen Pertambangan dan Energi No. 1211.K/008/M.PE/1995 6. Kepmen ESDM No.1457K/28/ MEM/2000 1. Kepmen ESDM No.1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik (Good Mining Practices) 2. Kepmen ESDM No.1828 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pengawasan Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan yang Dilakukan oleh Pejabat yang Ditunjuk Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara 10 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 0.3.Bentuk Penyederhanaan Peraturan di Subsektor Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin ini tertuang dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 01. Penghapusan Izin Pengurangan Persyaratan Pencabutan Peraturan (Deregulasi) 03. 05. 02. 04. Penggabungan Izin Pengurangan Waktu PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 13
Kebijakan Pertambangan Mineral dan Batubara Kebijakan Pertambangan Nasional disusun selarasdengan pembangunan nasional yang memiliki visi mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur seperti tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada: a. Masyarakat,dalam bentuk manfaat ekonomi, sosial dan kesehatan yang dapat dilihat dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia dan pendapatan perkapitanya. b. Pemerintah,dalam bentuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan negara. c. Industri,dalam bentuk ketersediaan sumber bahan baku yang terjaga dan terjangkau, serta akses pasar yang luas. d. Tenaga ahli dan industri jasa penunjang,dalam bentuk peningkatan kompetensi dan inovasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek penting yang harus menjadi perhatian dalam pengelolaan pertambangan terkait dengan pencapaian tujuan nasional,yaitu: (1) peningkatan penerimaan negara; (2) peningkatan pendapatan devisa; (3) peningkatan investasi; (4) pemenuhan kebutuhan bahan baku dan sumber energidalam negeri; (5) pengembangan jasa dan industri nasional; (6) pembangunan dan pengembangan wilayah; (7) peningkatan lapangan kerja; (8) peningkatan nilai tambah; (9) peningkatan kemampuan nasional. Pengembangan mineral dan batubara dibagi menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap pertama : pengembangan industri pertambangan b. Tahap kedua : pengembangan industri pengolahan dan pemurnian c. Tahap ketiga : pengembangan industri hilir logam dasar, industri pemanfaatan mineral industri, industri konstruksi, industri energi, dan industri penggunaan lain. d. Tahap keempat : pengembangan industri hilir logam, industri hilir nonlogam, infrastruktur dan energi. Pertambangan Nasional memiliki tiga pilar utama, yaitu: (1) Inventarisasi; (2) Pemanfaatan; dan (3) Konservasi. Untuk mencapai tujuan nasional dan mengimplementasikan ketiga pilar utama tersebut, maka kebijakan mineral dan batubara nasional Indonesia didasarkan kepada tujuh kebijakan utama, yaitu: 1. Kebijakan Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan Batubara, meliputi: a. Informasi geologi nasional dan neraca sumber daya. b. Cadangan mineral dan batubara nasional. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 14 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
2. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Batubara, meliputi: a. Penggunaan lahan. b. Kepastian berusaha. c. Kepemilikan. d. Pengelolaan pertambangan sesuai prinsip good mining practices dan berkelanjutan. e. Peningkatan nilai tambah di dalam negeri. f. Pengembangan infrastruktur. g. Penggunaan dan pengembangan tenaga kerja. h. Pemanfaatan produk dalam negeri. i. Iklim investasi yang kondusif. j. Kesehatan dan keselamatan kerja. k. Kebijakan fiskal. l. Pemasaran. m. Pengendalian produksi mineral dan batubara. n. Pemenuhan kebutuhan dalam negeri. o. Koordinasi antar-instansi pemerintah. 3. Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, meliputi: a. Pendidikan dan keterampilan masyarakat. b. Kesehatan dan keselamatan masyarakat sekitar. c. Kesempatan kerja bagi penduduk lokal. d. Pengembangan bisnis lokal. e. Keamanan sosial dan lingkungan. f. Hak asasi manusia, masyarakat adat, dan warisan budaya. 4. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Konservasi, meliputi: a. Penerapan prinsip konservasi dan product cycle management. b. Manajemen limbah. 5. Kebijakan Reklamasi dan Pasca Tambang, meliputi: a. Reklamasi tambang. b. Penutupan tambang. c. Jaminan keuangan. 6. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batubara, meliputi: a. Penelitian metode penambangan. b. Mineral processing and beneficiation. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 15
c. Pengembangan peralatan otomatis. d. Deep sea mining. e. Produksi material kadar tinggi. f. Kerja sama dalam penelitian dan pengembangan mineral dan batubara. 7. Kebijakan Pertambangan Rakyat, meliputi: a. Tujuan pembangunan nasional untuk kemakmuran rakyat. b. Kriteria pertambangan adat. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 16 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Dalam upaya meningkatkan investasi usaha di subsektor pertambangan mineral dan batubara, selain adanya perbaikan terhadap berbagai faktor yang terkait langsung dengan pengusahaan subsektor pertambangan mineral dan batubara, seperti perizinan, pengawasan, dan lain-lain, maka diperlukan pula faktor pendukung agar investasi di subsektor ini berjalan lancar. Faktor yang terkait langsung merupakan ranah (domain) Kementerian ESDM cq Ditjen Mineral dan Batubara, sedangkan faktor pendukung berhubungan dengan sektor lain yang terkait. Ditjen Mineral dan Batubara telah memulai antara lain dengan menyederhanakan perizinan, yang diharapkan mampu menjadi stimulus bagi peningkatan investasi. Oleh karena itu sektor lain juga harus mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Ditjen Mineral dan Batubara. Dalam kaitan ini, paling tidak, diperlukan lima dukungan indikator sebagai prasyarat utama, yaitu stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, ketenagakerjaan, dan infrastruktur, agar investasi di subsektor pertambangan mineral dan batubara betul-betul dapat terus meningkat. Stabilitas Politik dan Keamanan Pemungutan suara pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 Juni 2018, telah sukses dilaksanakan dengan relatif aman. Hal ini mengindikasikan demokrasi di Indonesia semakin matang, dan menunjukkan gejala yang baik untuk perbaikan pendidikan politik bagi pemilih ke depan. Pilkada serentak pada 2018 ini diikuti oleh 567 pasangan calon yang berkontestasi di 171 daerah, terdiri atas 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Dari sisi jumlah daerah yang menggelar pilkada, gelombang ketiga (2018) tersebut masih kalah dibandingkan gelombang pertama pada 2015 yang diselenggarakan di 269 daerah. Namun, pilkada 2018 menjadi perhelatan yang melibatkan pemilih terbanyak dibandingkan dua gelombang sebelumnya. Kali ini, ada 151 juta orang yang berhak memilih, atau sekitar 80% dari total pemilih 3 INDIKATOR PENDUKUNG INVESTASI PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 17
yang masuk dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2019 yang berjumlah sekitar 186,3 juta orang. Kemudian pada 17 Agustus 2018, pada usia 73 tahun kemerdekaan, Indonesia mendapat kepercayaan untuk menyelenggarakan Asian Games Ke-18. Di tengah menjelang tahun politik, sukses penyelenggaraan Asian Games ini membuktikan bahwa stabilitas politik dan keamanan Indonesia cukup baik. Dengan menunjukkan dua peristiwa penting di atas, maka dapat dikatakan stabilitas politik dan keamanan nasional tidak perlu diragukan lagi; selain mampu berdemokrasi secara matang dan dewasa, juga sukses menyelengggarakan kegiatan internasional tanpa gangguan berarti. Stabilitas Ekonomi Kinerja perekonomian Indonesia memang sedang menghadapi tantangan yang tidak ringan. Tekanan depresiasi nilai tukar rupiah tak kunjung reda, bahkan rupiah menyentuh Rp. 14.600 per USD (Kompas, Agustus 2018). Di samping faktor eksternal, tekanan rupiah dipicu defisit neraca perdagangan yang cukup dalam pada Juli 2018, yakni USD2,03 miliar. Berikut ini uraian tentang kinerja perekonomian Indonesia: Pertumbuhan ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 sebesar 5,27%. Angka tersebut tumbuh lebih tinggi daripada kuartal I 2018 sebesar 5,06%. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 juga masih lebih tinggi dibandingkan kuartal II 2017 yang sebesar 5,01%. Sementara itu, realisasi pertumbuhan ekonomi (YoY) semester I 2018 tumbuh 5,17% (Tabel 3.1), walaupun target pada tahun 2018 adalah sebesar 5,4%. Tabel 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahun Realisasi Pertumbuhan Ekonomi (%,YoY) 2018 (Smt I) 5,17 2017 5,07 2016 5,03 2015 4,88 2014 5,01 Sumber: BPS, diolah Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya yang tumbuh 9,22%. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 18 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) yang tumbuh sebesar 8,71%. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II- 2018 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 58,61%, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,54%, dan Pulau Kalimantan sebesar 8,05%. Sementara itu, walaupun kontribusinya masih yang terkecil, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh kelompok Pulau Maluku dan Papua. Produk Domestik Bruto (PDB) Perekonomian Indonesia pada 2017 yang diukur menurut PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp13.588,8 triliun. Dengan jumlah penduduk 261,8 juta jiwa, maka PDB per kapita Indonesia mencapai Rp51,89 juta setara USD3.876,8. Pendapatan penduduk Indonesia tahun lalu naik 8,1% dibanding tahun 2016 hanya Rp47,97 juta/tahun. Tabel 3.2 memperlihatkan pertumbuhan PDB per kapita tahun 2014 -2017. Tabel 3.2 Produk Domestik Bruto (PDB) Per Kapita Tahun PDB Per Kapita (Rp. Ribu) 2017 51.887,3 2016 47.957,2 2015 45.119,2 2014 41.915,6 Sumber: BPS, diolah PDB per kapita merupakan pendapatan rata-rata penduduk yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk. PDB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah. Semakin besar pendapatan per kapita mengindikasikan bahwa wilayah tersebut semakin makmur. Sebaliknya, semakin kecil PDB per kapita mengindikasikan bahwa wilayah tersebut kurang makmur. Perekonomian Indonesia diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku triwulan II 2018 mencapai Rp3.683,9 triliun, tumbuh 9,43% dari triwulan yang sama tahun sebelumnya, atau tumbuh 5,05% dibanding triwulan sebelumnya. Sementara jika diukur atas dasar harga konstan 2010, PDB pada triwulan kedua tahun ini mencapai Rp 2.603,7 triliun, tumbuh 5,27% dari triwulan yang sama tahun lalu, atau meningkat 4,21% dari bulan sebelumnya. Adapun penyumbang terbesar perekonomian nasional adalah lapangan Industri Pengolahan dengan nilai PDB mencapai Rp730,7 triliun atau 19,83% dari PDB. Lalu diikuti sektor Pertanian dengan PDB mencapai Rp502,15 triliun (13,63%) serta Perdagangan Besar dan Eceran Rp477,72 triliun (12,97%). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 19
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017; Kementerian Keuangan 2017 Gambar 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dari Tahun ke Tahun Inflasi Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus-menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Indek Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu memperlihatkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Juni) 2018 sebesar 1,90% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2018 terhadap Juni 2017) sebesar 3,12% (BPS, Juni 2018). BPS mencatat pada Juni 2018 terjadi inflasi sebesar 0,59% dengan IHK 133,77. Dari 82 kota, IHK seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sebesar 2,71% dengan IHK 146,13, sedangkan yang terendah terjadi di Medan dan Pekanbaru masing-masing sebesar 0,01% dengan IHK masing-masing 136,47 dan 134,60. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,88%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,40%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,13%; kelompok sandang sebesar 0,36%; kelompok kesehatan sebesar 0,27%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,50%. 16 | Indonesia Mining Guidance 2018 per kapita mengindikasikan bahwa wilayah tersebut semakin makmur. Sebaliknya, semakin kecil PDB per kapita mengindikasikan bahwa wilayah tersebut kurang makmur. Perekonomian Indonesia diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku triwulan II 2018 mencapai Rp3.683,9 triliun, tumbuh 9,43% dari triwulan yang sama tahun sebelumnya, atau tumbuh 5,05% dibanding triwulan sebelumnya. Sementara jika diukur atas dasar harga konstan 2010, PDB pada triwulan kedua tahun ini mencapai Rp 2.603,7 triliun, tumbuh 5,27% dari triwulan yang sama tahun lalu, atau meningkat 4,21% dari bulan sebelumnya. Adapun penyumbang terbesar perekonomian nasional adalah lapangan Industri Pengolahan dengan nilai PDB mencapai Rp730,7 triliun atau 19,83% dari PDB. Lalu diikuti sektor Pertanian dengan PDB mencapai Rp502,15 triliun (13,63%) serta Perdagangan Besar dan Eceran Rp477,72 triliun (12,97%). Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017; Kementerian Keuangan 2017 Gambar 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dari Tahun ke Tahun Inflasi Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus-menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Indek Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu memperlihatkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Juni) 2018 sebesar 1,90% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2018 terhadap Juni 2017) sebesar 3,12% (BPS, Juni 2018). BPS mencatat pada Juni 2018 terjadi inflasi sebesar 0,59% dengan IHK 133,77. Dari 82 kota, IHK seluruhnya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tarakan sebesar 2,71% dengan IHK 146,13, sedangkan yang terendah terjadi di Medan dan Pekanbaru masing-masing sebesar 0,01% 6,2 6,0 5,6 5,0 4,8 5,0 5,1 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017f Pertumbuhan PDB 17 | Indonesia Mining Guidance 2018 dengan IHK masing-masing 136,47 dan 134,60. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,88%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,40%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,13%; kelompok sandang sebesar 0,36%; kelompok kesehatan sebesar 0,27%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,50%. Sumber: Bank Indonesia, 2018 Gambar 3.2. Realisasi dan Target Inflasi Indonesia, 2012-2017 Tingkat Pengangguran Menurut BPS, jumlah angkatan kerja per Februari 2018 sebanyak 134,0 juta orang, naik 2,4 juta orang dibanding Februari 2017. Penambahan jumlah angkatan kerja tersebut berbanding lurus dengan peningkatan orang-orang yang bekerja pada Februari 2018 sebesar 127,1 juta orang, naik sebanyak 2,5 juta orang dibanding Februari 2017 yang hanya mencapai 124,5 juta orang. Dari 134,0 juta orang total angkatan kerja, sebanyak 6,9 juta orang penduduk masih mencari pekerjaan (pengangguran), meskipun jumlah ini turun 140 ribu orang dibanding Februari 2017. Penurunan jumlah pengangguran sejalan dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun dari 5,70% pada tahun 2014 menjadi 5,13 % pada tahun 2018 (Tabel 3.3) Tabel 3.3 Tingkat Pengangguran, 2014 – Feb 2018 Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2014 5,70 2015 5,81 2016 5,50 2017 5,33 2018 5,13 Sumber: BPS, diolah Gini Rasio Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Rasio adalah 0,389. Angka ini menurun 0,002 poin dibandingkan dengan Gini Rasio September 2017 yang sebesar 0,391. Tabel 3.4 menunjukkan penurunan Gini Rasio dari tahun 2018-2014. 0 2 4 6 8 10 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Realisasi & Target Inflasi Indonesia Inflasi Target Bank Indonesia PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 20 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Sumber: Bank Indonesia, 2018 Gambar 3.2. Realisasi dan Target Inflasi Indonesia, 2012-2017 Tingkat Pengangguran Menurut BPS, jumlah angkatan kerja per Februari 2018 sebanyak 134,0 juta orang, naik 2,4 juta orang dibanding Februari 2017. Penambahan jumlah angkatan kerja tersebut berbanding lurus dengan peningkatan orang-orang yang bekerja pada Februari 2018 sebesar 127,1 juta orang, naik sebanyak 2,5 juta orang dibanding Februari 2017 yang hanya mencapai 124,5 juta orang. Dari 134,0 juta orang total angkatan kerja, sebanyak 6,9 juta orang penduduk masih mencari pekerjaan (pengangguran), meskipun jumlah ini turun 140 ribu orang dibanding Februari 2017. Penurunan jumlah pengangguran sejalan dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun dari 5,70% pada tahun 2014 menjadi 5,13 % pada tahun 2018 (Tabel 3.3) Tabel 3.3 Tingkat Pengangguran, 2014 – Feb 2018 Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2014 5,70 2015 5,81 2016 5,50 2017 5,33 2018 5,13 Sumber: BPS, diolah Gini Rasio Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Rasio adalah 0,389. Angka ini menurun 0,002 poin dibandingkan dengan 17 | Indonesia Mining Guidance 2018 dengan IHK masing-masing 136,47 dan 134,60. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,88%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,40%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,13%; kelompok sandang sebesar 0,36%; kelompok kesehatan sebesar 0,27%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 1,50%. Sumber: Bank Indonesia, 2018 Gambar 3.2. Realisasi dan Target Inflasi Indonesia, 2012-2017 Tingkat Pengangguran Menurut BPS, jumlah angkatan kerja per Februari 2018 sebanyak 134,0 juta orang, naik 2,4 juta orang dibanding Februari 2017. Penambahan jumlah angkatan kerja tersebut berbanding lurus dengan peningkatan orang-orang yang bekerja pada Februari 2018 sebesar 127,1 juta orang, naik sebanyak 2,5 juta orang dibanding Februari 2017 yang hanya mencapai 124,5 juta orang. Dari 134,0 juta orang total angkatan kerja, sebanyak 6,9 juta orang penduduk masih mencari pekerjaan (pengangguran), meskipun jumlah ini turun 140 ribu orang dibanding Februari 2017. Penurunan jumlah pengangguran sejalan dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun dari 5,70% pada tahun 2014 menjadi 5,13 % pada tahun 2018 (Tabel 3.3) Tabel 3.3 Tingkat Pengangguran, 2014 – Feb 2018 Tahun Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2014 5,70 2015 5,81 2016 5,50 2017 5,33 2018 5,13 Sumber: BPS, diolah Gini Rasio Pada Maret 2018, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Rasio adalah 0,389. Angka ini menurun 0,002 poin dibandingkan dengan Gini Rasio September 2017 yang sebesar 0,391. Tabel 3.4 menunjukkan penurunan Gini Rasio dari tahun 2018-2014. 0 2 4 6 8 10 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Realisasi & Target Inflasi Indonesia Inflasi Target Bank Indonesia PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 21
Gini Rasio September 2017 yang sebesar 0,391. Tabel 3.4 menunjukkan penurunan Gini Rasio dari tahun 2018-2014. Tabel 3.4 Tabel Penurunan Gini Rasio, 2014 – 2018 Tahun Gini Rasio 2018 0,389 2017 0,393 2016 0,397 2015 0,408 2014 0,406 Sumber: BPS, diolah Gini Rasio di perkotaan pada Maret 2018 tercatat 0,401, turun dibanding September 2017 yang 0,404) dan Maret 2017 yang 0,407. Sementara itu, Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat 0,324, naik 0,004 jika dibandingkan Maret 2017 dan September 2017 yang 0,320. Pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah adalah 17,29%. Artinya pengeluaran penduduk berada pada kategori ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di perkotaan tercatat 16,47% yang artinya berada pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk perdesaan, tercatat 20,15%, yang berarti masuk dalam kategori ketimpangan rendah. Tingkat kemiskinan BPS mencatat Indonesia mengalami titik terendah dalam persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni 9,82% pada Maret 2018. Dengan persentase kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin atau yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang. Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu September 2017, persentase kemiskinan tercatat 10,12% atau setara dengan 26,58 juta orang penduduk miskin di Indonesia. Tabel 3.5 memperlihatkan tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun yang terus menurun, dari dua digit menjadi satu digit. Tabel 3.5 Tingkat Kemiskinan Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta jiwa) Persentase 2018 September - - Maret 25,95 9,82 2017 September 26,58 10,12 Maret 27,77 10,64 19 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018 Gambar 3.3. Gini Ratio, Angka Kemiskinan, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Indeks Pembangunan Manusia Salah satu daya saing dan daya tarik investasi suatu negara adalah indeks pembangunan manusia (IPM), dengan faktor penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan IPM diukur dari perbandingan harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, dengan kondisi pada tahun 2014 adalah 68,90 dan meningkat menjadi 70,81 pada tahun 2017 (Tabel 3.6). Hal ini dapat 0,37 0,38 0,410,410,410,410,41 0,40 0,39 0,38 0,35 0,36 0,37 0,38 0,39 0,4 0,41 0,42 GINI RASIO 14,2 13,3 12,5 12,0 11,4 11,3 11,2 11,2 10,12 9,82 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Angka Kemiskinan 7,87 7,14 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61 5,335,13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tingkat Pengangguran Terbuka PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 22 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta jiwa) Persentase 2016 September 27,76 10,70 Maret 28,01 10,86 2015 September 28,51 11,13 Maret 28,59 11,22 2014 September 27,73 10,96 Maret 28,28 11,25 Sumber: BPS, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018 Gambar 3.3. Gini Ratio, Angka Kemiskinan, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Indeks Pembangunan Manusia 19 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018 Gambar 3.3. Gini Ratio, Angka Kemiskinan, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Indeks Pembangunan Manusia Salah satu daya saing dan daya tarik investasi suatu negara adalah indeks pembangunan manusia (IPM), dengan faktor penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan IPM diukur dari perbandingan harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, dengan kondisi pada tahun 2014 adalah 68,90 dan meningkat menjadi 70,81 pada tahun 2017 (Tabel 3.6). Hal ini dapat 0,37 0,38 0,410,410,410,410,41 0,40 0,39 0,38 0,35 0,36 0,37 0,38 0,39 0,4 0,41 0,42 GINI RASIO 14,2 13,3 12,5 12,0 11,4 11,3 11,2 11,2 10,12 9,82 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Angka Kemiskinan 7,87 7,14 7,48 6,13 6,17 5,94 6,18 5,61 5,335,13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tingkat Pengangguran Terbuka PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 23
Salah satu daya saing dan daya tarik investasi suatu negara adalah indeks pembangunan manusia (IPM), dengan faktor penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan IPM diukur dari perbandingan harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasi apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, dengan kondisi pada tahun 2014 adalah 68,90 dan meningkat menjadi 70,81 pada tahun 2017 (Tabel 3.6). Hal ini dapat diartikan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia (pendapatan, pendidikan, dan kesehatan) terus meningkat. Tabel 3.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun Indeks Pembangunan Manusia 2017 70,81 2016 70,18 2015 69,55 2014 68,90 Sumber: BPS, diolah Kebijakan Perpajakan dan Fiskal Tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter AS, moderasi Tiongkok, proteksionisme, perang dagang AS-Tiongkok, ketegangan geopolitik antara AS dengan Iran, serta perubahan iklim/cuaca ekstrim sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, yang dicerminkan oleh gejolak nilai tukar dan defisit anggaran. Selain itu, sepanjang tahun 2018 dinamika harga komoditas global ditandai oleh tren kenaikan harga minyak mentah terutama di bulan April, yang dipengaruhi oleh kenaikan permintaan, pembatasan produksi OPEC dan non-OPEC, ketegangan Timur Tengah, dan penurunan produksi Venezuela. Dan sejak Juli 2018 terdapat kecenderungan perlambatan harga komoditas yang didorong oleh kekhawatiran akan penurunan tingkat permintaan seiring stagnansi pertumbuhan ekonomi global (Tabel 3.5.1 dan Gambar 3.5.1). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 24 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Tabel 3.7. Harga Komoditas Komoditas 31-Dec-17 20-Sep-18 Rata-Rata Jan-20 Sep 2018 WTI US$/barel 60.4 70.80 66.67 Brent US$/barel 66.8 78.45 72.03 Gas US$/mmbtu 2.8 2.98 2.85 Batubara US$/MT 94.4 99.30 91.02 Emas US$/Ounce 1,302.8 1,207.2 1,285.5 Perak US$/Ounce 16.9 14.3 16.2 Alumunium US$/MT 2,268.0 2,043.0 2,164.9 Tembaga US$/MT 7,247.0 6,082.0 6,690.3 Nikel US$/MT 12,760.0 12,625.0 13,753.1 Kedelai US$/bu. 983.3 850.3 964.5 Jagung US$/bu. 367.3 352.5 389.8 Gandum US$/bu. 453.3 524.0 529.2 Gula US$/lb. 15.0 11.6 13.3 Kapas US$/lb. 79.2 78.5 81.2 Minyak Sawit US$/Ton 588.5 512.6 590.3 Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Gambar 3.4 Pergerakan Harga Komoditas Jan – 20 Sept 2018 21 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Gambar 3.4 Pergerakan Harga Komoditas Jan – 20 Sept 2018 Gambar 3.5 Indeks Harga Komoditas Global 17,2% 17,4% 5,8% 4,7% -7,3% -15,4% -9,9% -16,1% -1,1% -12,9% -8,2% 8,7% -25,9% 5,3% -12,9% MINYAK MENTAH … MINYAK MENTAH … GAS BATUBARA EMAS PERAK ALUMUNIUM TEMBAGA NICKEL KEDELAI JAGUNG GANDUM GULA KAPAS MINYAK SAWIT PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 25
Gambar 3.5 Indeks Harga Komoditas Global Namun di tengah fluktuasi global tersebut, fundamental ekonomi Indonesia masih cukup baik, yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sehat. Hal ini dapat dilihat dari: a. Pertumbuhan kuartal II 2018 mencapai 5,27% tertinggi sejak tahun 2014; b. Sisi produksi, pertumbuhan didukung oleh semua sektor primer, sekunder, dan tersier yang tumbuh lebih tinggi dari kuartal II 2017, menandakan membaiknya aktivitas produksi barang dan jasa Tabel 3.8); c. Walaupun mempunyai struktur PDB paling kecil sektor tersier secara rata-rata mengalami peningkatan pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor primer dan sekunder (Tabel 3.8). d. Sisi Pengeluaran: 1) Kontribusi konsumsi rumah tangga (RT) semakin meningkat di Q2 2018. 2) Kontribusi PMTB menurun tajam di Q2 dibandingkan Q1 2018, namun tetap lebih tinggi dari Q2 2017. 3) Komponen Lainnya meningkat tajam terkait dengan tingginya pertumbuhan inventori. 4) Perdagangan internasional masih menunjukkan kontribusi negatif sejalan dengan tingginya impor terkait aktivitas produksi dalam negeri (lihat Gambar 3.6). e. Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh positif 2,21. Hal ini dapat dilihat pada kinerja pertambangan di kuartal II 2018, dimana pertambangan bijih logam tumbuh tinggi sebesar 23,11% terutama bersumber dari peningkatan produksi dan ekspor konsentrat tembaga di Papua (Gambar 3.7). Kinerja subsektor lainnya 21 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Gambar 3.4 Pergerakan Harga Komoditas Jan – 20 Sept 2018 Gambar 3.5 Indeks Harga Komoditas Global 17,2% 17,4% 5,8% 4,7% -7,3% -15,4% -9,9% -16,1% -1,1% -12,9% -8,2% 8,7% -25,9% 5,3% -12,9% MINYAK MENTAH … MINYAK MENTAH … GAS BATUBARA EMAS PERAK ALUMUNIUM TEMBAGA NICKEL KEDELAI JAGUNG GANDUM GULA KAPAS MINYAK SAWIT PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 26 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
masih relatif stagnan, bahkan batubara mengalami kontraksi pertumbuhan (Gambar 3.8). f. Realisasi penanaman modal hingga kuartal II 2018 melambat, hal ini ditunjukkan oleh realisasi penanaman modal pada kuartal II 2018 mencapai Rp. 176,3 triliun atau tumbuh melambat menjadi hanya 3,2% (YoY). Realisasi pertumbuhan PMA terkontraksi sebesar 12,9%, hal ini mungkin disebabkan oleh dinamika nilai tukar menyebabkan investor mengambil sikap wait and see. Sedangkan PMDN masih tumbuh cukup baik, yaitu sebesar 32,1 % lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel 3.9). g. Realisasi investasi pertambangan mencapai nilai dan share tertinggi pada periode 2011-2012 yang didorong oleh booming harga komoditas. Namun cenderung menurun sejak 2014 sering dengan berakhirnya era booming komoditas. Pada 2017, realisasi investasi pertambangan kembali meningkat terutama disumbang oleh investasi pembangunan smelter yang sudah mulai berjalan (Gambar 3.9 dan Gambar 3.10) Tabel 3.8 Kontribusi PDB Sektoral (YoY) SEKTOR Q2 2016 Q2 2017 Q2 2018 Distribusi Q2 2018 Primer 2.56 2.81 3.81 21.55 Pertanian dan Pertambangan Sekunder 4.82 4.32 4.61 31.25 Industri, Listrik, Gas, Air, dan Konstruksi Tersier 6.34 5.21 5.81 43.16 Perdagangan, Transportasi, Infokom, Jasa Keuangan, dan Jasa-Jasa Lainnya Sumber: BPS, diolah Gambar 3.6 Kontribusi Pertumbuhan PDB Pengeluaran 23 | Indonesia Mining Guidance 2018 Perdagangan, Transportasi, Infokom, Jasa Keuangan, dan Jasa-Jasa Lainnya Sumber: BPS, diolah Gambar 3.6 Kontribusi Pertumbuhan PDB Pengeluaran Gambar 3.7 Kinerja Sektor Pertambangan dan Penggalian (%) 0,55 -1,13 -1,21 0,18 0,68 1,37 1,68 0,39 2,54 1,86 2,65 2,72 2,76 -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 Q2 2017 Q1 2018 Q2 2018 Net Ekspor Konsumsi LNPRT Lainnya 4,23 8,50 31,15 55,43 -2,0 18,0 38,0 58,0 78,0 98,0 Distribusi Nominal Q2 2018 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 27
Gambar 3.7 Kinerja Sektor Pertambangan dan Penggalian (%) Gambar 3.8 Perkembangan Harga dan Produksi Batubara Tabel 3.9 Realisasi Penanaman Modal Realisasi Q1 2018 Q2 2018 S1 2018 Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy PMDN 76,4 11,0 80,6 32,1 157,0 21,0 PMA 108,9 12,4 95,7 -12,9 204,6 -1,1 Total 185,3 11,8 176,3 3,2 361,6 7,4 Sumber: NSWi BPKM 23 | Indonesia Mining Guidance 2018 Perdagangan, Transportasi, Infokom, Jasa Keuangan, dan Jasa-Jasa Lainnya Sumber: BPS, diolah Gambar 3.6 Kontribusi Pertumbuhan PDB Pengeluaran Gambar 3.7 Kinerja Sektor Pertambangan dan Penggalian (%) 0,55 -1,13 -1,21 0,18 0,68 1,37 1,68 0,39 2,54 1,86 2,65 2,72 2,76 -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 Q2 2017 Q1 2018 Q2 2018 Net Ekspor Konsumsi LNPRT Lainnya 4,23 8,50 31,15 55,43 -2,0 18,0 38,0 58,0 78,0 98,0 Distribusi Nominal Q2 2018 24 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 3.8 Perkembangan Harga dan Produksi Batubara Tabel 3.9 Realisasi Penanaman Modal Realisasi Q1 2018 Q2 2018 S1 2018 Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy PMDN 76,4 11,0 80,6 32,1 157,0 21,0 PMA 108,9 12,4 95,7 -12,9 204,6 -1,1 Total 185,3 11,8 176,3 3,2 361,6 7,4 Sumber: NSWi BPKM Gambar 3.9 Perkembangan Foreign Direct Investment Share sektor pertambangan thd total FDI 2010 - 2013 2014 - 2017 16,6% 13,3% PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 28 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Gambar 3.9 Perkembangan Foreign Direct Investment Gambar 3.10 Perkembangan Domestic Direct Investment Dengan mempertimbangkan kondisi eksternal dan internal, Pemerintah sedang dan sudah melakukan sejumlah langkah untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Inflasi terjaga pada kisaran 3 persen. Dari sisi moneter, Bank Indonesia terus menaikkan suku bunga acuan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The 23 | Indonesia Mining Guidance 2018 Perdagangan, Transportasi, Infokom, Jasa Keuangan, dan Jasa-Jasa Lainnya Sumber: BPS, diolah Gambar 3.6 Kontribusi Pertumbuhan PDB Pengeluaran Gambar 3.7 Kinerja Sektor Pertambangan dan Penggalian (%) 0,55 -1,13 -1,21 0,18 0,68 1,37 1,68 0,39 2,54 1,86 2,65 2,72 2,76 -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 Q2 2017 Q1 2018 Q2 2018 Net Ekspor Konsumsi LNPRT Lainnya 4,23 8,50 31,15 55,43 -2,0 18,0 38,0 58,0 78,0 98,0 Distribusi Nominal Q2 2018 24 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 3.8 Perkembangan Harga dan Produksi Batubara Tabel 3.9 Realisasi Penanaman Modal Realisasi Q1 2018 Q2 2018 S1 2018 Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy PMDN 76,4 11,0 80,6 32,1 157,0 21,0 PMA 108,9 12,4 95,7 -12,9 204,6 -1,1 Total 185,3 11,8 176,3 3,2 361,6 7,4 Sumber: NSWi BPKM Gambar 3.9 Perkembangan Foreign Direct Investment Share sektor pertambangan thd total FDI 2010 - 2013 2014 - 2017 16,6% 13,3% 24 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 3.8 Perkembangan Harga dan Produksi Batubara Tabel 3.9 Realisasi Penanaman Modal Realisasi Q1 2018 Q2 2018 S1 2018 Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy Rp Triliun %, yoy PMDN 76,4 11,0 80,6 32,1 157,0 21,0 PMA 108,9 12,4 95,7 -12,9 204,6 -1,1 Total 185,3 11,8 176,3 3,2 361,6 7,4 Sumber: NSWi BPKM Gambar 3.9 Perkembangan Foreign Direct Investment Share sektor pertambangan thd total FDI 2010 - 2013 2014 - 2017 16,6% 13,3% 25 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 3.10 Perkembangan Domestic Direct Investment Dengan mempertimbangkan kondisi eksternal dan internal, Pemerintah sedang dan sudah melakukan sejumlah langkah untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Inflasi terjaga pada kisaran 3 persen. Dari sisi moneter, Bank Indonesia terus menaikkan suku bunga acuan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed), selain menawarkan fasilitas lindung nilai bagi eksportir yang menukar valasnya ke rupiah ke dalam sistem perbankan Indonesia. Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan fiskal antara lain: a. Untuk mengendalikan impor, berupa kenaikkan tarif Pajak Penghasilan Impor Pasal 22 untuk 1.147 komoditas, dengan harapan pertumbuhan tetap terjaga di atas 5 persen, defisit belanja pemerintah dijaga di bawah 2 persen, dan mengurangi pinjaman dalam valas; b. Untuk mendorong ekspor dan investasi, antara lain: 1) Insentif Perpajakan Sektoral: a) Pembebasan BM untuk Mesin & Barang Modal b) Insentif pembebasan/pengembalian c) Insentif BMDTP untuk industri tertentu d) Insentif Tax Allowance/Holiday e) Pengurangan/penurunan PPh (termasuk untuk UMKM) f) Percepatan restitusi 2) Insentif Perpajakan Spasial (Kawasan) a) Kawasan Ekonomi Khusus (12 KEK) b) Kawasan Industri/Kawasan Berikat (1396 KB) c) Pusat Logistik Berikat (60 PLB/81 lokasi) d) Free Trade Zone (4 KPBPB) Share sektor pertambangan thd total DDI 2010 - 2013 2014 - 2017 10,0% 3,7% PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 29
Fed), selain menawarkan fasilitas lindung nilai bagi eksportir yang menukar valasnya ke rupiah ke dalam sistem perbankan Indonesia. Pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan fiskal antara lain: a. Untuk mengendalikan impor, berupa kenaikkan tarif Pajak Penghasilan Impor Pasal 22 untuk 1.147 komoditas, dengan harapan pertumbuhan tetap terjaga di atas 5 persen, defisit belanja pemerintah dijaga di bawah 2 persen, dan mengurangi pinjaman dalam valas; b. Untuk mendorong ekspor dan investasi, antara lain: 1) Insentif Perpajakan Sektoral: a) Pembebasan BM untuk Mesin & Barang Modal b) Insentif pembebasan/pengembalian c) Insentif BMDTP untuk industri tertentu d) Insentif Tax Allowance/Holiday e) Pengurangan/penurunan PPh (termasuk untuk UMKM) f) Percepatan restitusi 2) Insentif Perpajakan Spasial (Kawasan) a) Kawasan Ekonomi Khusus (12 KEK) b) Kawasan Industri/Kawasan Berikat (1396 KB) c) Pusat Logistik Berikat (60 PLB/81 lokasi) d) Free Trade Zone (4 KPBPB) Pemerintah baru-baru ini telah merevisi peraturan tentang fasilitas pemberian pengurangan PPh Badan untuk mempermudah porsedur administrasi dan meningkatakan efektifitas daya tarik investasi, atau dikenal sebagai Tax Holiday (Tabel 3.10). Tabel 3.10 Fasilitas Tax Holiday Pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 100% dalam jangka waktu 5 s.d. 20 tahun sesuai besaran nilai investasi. Masa transisi selama 2 tahun dengan pengurangan PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 30 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
pajak penghasilan badan sebesar 50%. Insentif Tax Holiday ini diberikan kepada perusahaan yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan. Adapun kriteria penerima fasilitas ini adalah: a) Industri pionir; b) Penanaman modal baru atau perluasan; c) Minimal investasi 500 milyar; d) Memenuhi Debt Equity Ratio sebagaimana diatur di dalam PMK yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; e) Belum diterbitkan keputusan pemberian/penolakan Tax Holiday; f) Badan Hukum Indonesia; g) Surat Keterangan Fiskal Pemegang Saham yang tercatat pada akta perubahan terakhir. Sedangkan industri pionir yang mendapat fasilitas Tax Holiday dapat dilihat pada Tabel 3.11 di bawah ini: Tabel 3.11 Cakupan Industri Pionir Ketenagakerjaan Kondisi Tenaga Kerja Indonesia Pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia selama periode tahun 2013 – 2017 meningkat 11,5%, atau rata-rata meningkat 2,3% per tahun. Sementara persentase PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 31
orang bekerja mengalami kenaikan dari 93,8% pada tahun 2013 menjadi 94,8% pada tahun 2017, yang berarti tingkat pengangguran menjadi berkurang (Tabel 3.7). Tabel 3.7. Tenaga Kerja Indonesia, 2010 – 2017 dalam juta SUBJEK 2013 2014 2015 2016 2017 Angkatan Kerja 120.2 121.9 122.4 127.8 134,0 - Bekerja 112.8 114.6 114.8 120.8 127,1 - Menganggur 7.4 7.2 7.6 7.0 6,9 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018,diolah Ditinjau dari segi pendidikan, lebih dari setengah angkatan kerja yang ada berpendidikan SMP ke bawah; sisanya berpendidikan SMA, SMK, D I/II/III, S1/S2/S3 (Tabel 3.8). Tabel 3.8. Jumlah Angkatan Kerja Indonesia, Februari 2018 No. Pendidikan Jumlah, juta Persentase, % 1 SD 54,57 40,74 2. SMP 24,13 18,02 3. SMA 22,97 17,15 4. SMK 15,97 11,92 5. DI/DII/DIII 3,80 2,84 6. S1/S2/S3 12,50 9,33 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah Tenaga Kerja Sektor Pertambangan dan Penggalian Ditinjau dari lapangan usaha, tenaga kerja yang diserap oleh sektor “Pertambangan dan Penggalian” hanya berjumlah 1,38 juta (1,09%), atau kelima terbawah dari 16 lapangan usaha berdasarkan kualifikasi Badan Pusat Statistik. Sektor “Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan” termasuk yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja, yakni 38,7 juta (30,46%); sedangkan yang terkecil adalah sektor “Real Estat”, hanya menyerap 0,27 juta (0,27%) (Tabel 3.9). Tabel 3.9. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha, Februari 2018 No. Lapangan Usaha Jumlah, juta Persentase, % 1. Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan 38,7 37.773.525 2. Pertambangan dan Penggalian 1,38 1.469.846 3. Industri Pengolahan 17,92 15.874.689 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 32 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
No. Lapangan Usaha Jumlah, juta Persentase, % 4. Industri Pengolahan dan Pengadaan Listrik dan Gas 0,34 259.638 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 0,44 241.758 6. Konstruksi 7,06 7.978.567 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil 23,55 21.554.455 8. Transportasi dan Pergudangan 5,09 4.970.325 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,10 6.251.527 10. Informasi dan Komunikasi 1,0 683.504 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 1,70 1.730.759 12. Real Estat 0,27 355.746 13. Jasa Perusahaan 1,58 1.437.413 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wanita 5,35 4.986.503 15. Jasa Pendidikan 6,31 6.085.285 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2,01 1.753.332 17. Jasa Lainnya 6,27 5.005.101 J U M L A H 127,07 100 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah Komposisi Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan Utama Lebih dari setengah (59,31%) tenaga kerja di sektor “Pertambangan dan Penggalian” merupakan tenaga kerja yang berstatus sebagai pekerja tetap dengan gaji (buruh, karyawan, pegawai); sisanya berturut-turut terdiri atas wirausaha mandiri (18,43%), pekerja bebas (11,13%), pengusaha yang berusaha dibantu buruh tetap dengan gaji (4,13%), berusaha/ wirausaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar (3,64%), serta pekerja keluarga/tidak dibayar (3,36%) (Gambar 3.4). Hal ini mengindikasikan bahwa karakteristik sektor ini yang cukup berisiko menuntut jaminan kepastian penghasilan tetap bagi sebagian besar pekerjanya. Namun demikian, mengingat pengusahaan di sektor pertambangan dan penggalian sangat bervariasi, dalam arti dapat dilakukan secara skala besar sampai dengan skala kecil, maka tidak menutup kemungkinan dapat berwira usaha sendiri, pekerja dapat bekerja bebas atau menjadi buruh tidak tetap, bahkan dapat melibatkan anggota keluarga. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 33
Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah Gambar 3.4. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Komposisi Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Mayoritas (83,98%) tenaga kerja di sektor “Pertambangan dan Penggalian” berprofesi sebagai tenaga kerja produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar; sisanya merupakan tenaga kerja dengan jenis pekerjaan sebagai pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga yang berhubungan dengan itu (ybdi) (5,01%), tenaga profesional, teknisi, dan tenaga ybdi (2,77%), tenaga usaha jasa (1,86%), tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan (1,82%), tenaga usaha penjualan (1,19%), dan lainnya (3,38%) (Tabel 3.10). Dengan komposisi mayoritas pekerja berstatus tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan memang banyak tersebar di lapangan, bukan di kantor. Tabel 3.10. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama No Jenis Pekerjaan Persentase, % 1. Tenaga profesional, teknisi, dan tenaga lain ybdi 2,77 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 1,82 3. Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga ybdi 5,01 4. Tenaga usaha penjualan 1,19 5. Tenaga usaha jasa 1,86 6. Tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar 83,98 7. Lainnya 3,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah 29 | Indonesia Mining Guidance 2018 penggalian sangat bervariasi, dalam arti dapat dilakukan secara skala besar sampai dengan skala kecil, maka tidak menutup kemungkinan dapat berwira usaha sendiri, pekerja dapat bekerja bebas atau menjadi buruh tidak tetap, bahkan dapat melibatkan anggota keluarga. Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah Gambar 3.4. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Komposisi Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Mayoritas (83,98%) tenaga kerja di sektor “Pertambangan dan Penggalian” berprofesi sebagai tenaga kerja produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar; sisanya merupakan tenaga kerja dengan jenis pekerjaan sebagai pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga yang berhubungan dengan itu (ybdi) (5,01%), tenaga profesional, teknisi, dan tenaga ybdi (2,77%), tenaga usaha jasa (1,86%), tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan (1,82%), tenaga usaha penjualan (1,19%), dan lainnya (3,38%) (Tabel 3.10). Dengan komposisi mayoritas pekerja berstatus tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan memang banyak tersebar di lapangan, bukan di kantor. Tabel 3.10. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama No Jenis Pekerjaan Persentase, % 1. Tenaga profesional, teknisi, dan tenaga lain ybdi 2,77 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 1,82 3. Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga ybdi 5,01 4. Tenaga usaha penjualan 1,19 5. Tenaga usaha jasa 1,86 6. Tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar 83,98 7. Lainnya 3,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah 18,43% 3,64% 4,13% 59,31% 11,13% 3,36% Berusaha/wirausaha mandiri Berusaha/wirausaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar Pengusaha (beruaha dibantu buruh tetap dengan gaji) Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidak dibayar PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 34 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)