Infrastruktur Indikator yang tidak kalah penting dalam meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi adalah ketersediaan sarana dan prasarana, yang merupakan prasyarat utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sejak tahun 2015 – 2018 telah dibangun bandar udara sebanyak 11 buah, dengan rincian berturut-turut adalah: dua buah pada tahun 2015, dua buah (2016), tiga buah (2017), dan empat buah (2018). Peningkatan yang sama terjadi pada jumlah rute angkutan barang tol laut, jika pada tahun 2015 sebanyak tiga rute, maka pada tahun 2018 meningkat menjadi 15 rute (Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018). Sarana jalan darat juga mengalami peningkatan; secara kumulatif telah dibangun jalan baru sepanjang 2.945 km sampai tahun 2018, dengan rincian mulai tahun 2015 sepanjang 1.286 km, bertambah menjadi 1.845 km pada tahun 2016, bertambah lagi menjadi 2.621 km pada 2017, dan total menjadi 2.945 km pada tahun 2018. Untuk jalan bebas hambatan, pada periode yang sama, secara kumulatif sudah beroperasi sepanjang 408 km. Sarana dan prasarana lain yang telah dibangun adalah penyediaan lintasan kereta api perintis; pada tahun 2015 sebanyak tiga lintasan, tahun 2016 dan 2017 masing-masing sebanyak enam lintasan, serta pada tahun 2018 sebanyak delapan lintasan. Khusus di bidang pertambangan, selain infrastruktur di atas, masih ada dua infrastruktur yang memiliki peran sangat besar untuk kelancaran operasi usaha pertambangan, yaitu infrastruktur listrik dan infrastruktur pelabuhan. Infrastruktur Listrik Usaha pertambangan mineral dan batubara yang berada di pelosok atau bahkan di tengah hutan, membuatPLN belum banyak berperan dalam memenuhi kebutuhan energi untuk mereka sehingga perusahaan punharusmembangun pembangkit tenaga listriknya sendiri. Hal ini cukup memberatkan; selain bukan merupakan bisnis inti (core business) perusahaan pertambangan, pembangunan pembangkit listrik juga membutuhkan dana besar dan waktu cukup lama.Untuk itu rencana Pemerintah membangun pembangkit listrik sebesar 35.000 MWyang tersebar di seluruh Indonesia, harus dapat dijadikansolusi untuk memenuhi kebutuhan energi perusahaantambang, khususnya perusahaan skala kecil/menengah yang ingin membangun fasilitas pemurnian. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (2016), lokasi, kapasitas, dan jumlah pembangkit tenaga listrik 2015 – 2019 terkait dengan kebijakan pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW adalah sebagai berikut: 29 | Indonesia Mining Guidance 2018 penggalian sangat bervariasi, dalam arti dapat dilakukan secara skala besar sampai dengan skala kecil, maka tidak menutup kemungkinan dapat berwira usaha sendiri, pekerja dapat bekerja bebas atau menjadi buruh tidak tetap, bahkan dapat melibatkan anggota keluarga. Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah Gambar 3.4. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Komposisi Tenaga Kerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Mayoritas (83,98%) tenaga kerja di sektor “Pertambangan dan Penggalian” berprofesi sebagai tenaga kerja produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar; sisanya merupakan tenaga kerja dengan jenis pekerjaan sebagai pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga yang berhubungan dengan itu (ybdi) (5,01%), tenaga profesional, teknisi, dan tenaga ybdi (2,77%), tenaga usaha jasa (1,86%), tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan (1,82%), tenaga usaha penjualan (1,19%), dan lainnya (3,38%) (Tabel 3.10). Dengan komposisi mayoritas pekerja berstatus tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan memang banyak tersebar di lapangan, bukan di kantor. Tabel 3.10. Komposisi Tenaga Kerja Di Sektor Pertambangan dan Penggalian Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama No Jenis Pekerjaan Persentase, % 1. Tenaga profesional, teknisi, dan tenaga lain ybdi 2,77 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 1,82 3. Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha, dan tenaga ybdi 5,01 4. Tenaga usaha penjualan 1,19 5. Tenaga usaha jasa 1,86 6. Tenaga produksi, operator alat angkut, dan pekerja kasar 83,98 7. Lainnya 3,38 Sumber: Badan Pusat Statistik, Februari 2018, diolah 18,43% 3,64% 4,13% 59,31% 11,13% 3,36% Berusaha/wirausaha mandiri Berusaha/wirausaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar Pengusaha (beruaha dibantu buruh tetap dengan gaji) Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas Pekerja keluarga/tidak dibayar PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 35
Tabel 3.12. Lokasi, Kapasitas, dan Jumlah Pembangkit Tenaga Listrik 35.000 MW No. Lokasi Total Kapasitas, MW Jumlah pembangkit 1. Sumatera 11.327 76 2. Jawa – Bali 23.863 49 3. Kalimantan 2.852 40 4. Sulawesi – Nusa Tenggara 4.159 83 5. Maluku – Papua 739 43 Total Indonesia 42.940 291 Sumber: Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, 2016, diolah Sementara itu, data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menunjukkan bahwa lokasi pabrik pemurnian mineral tersebar di Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Halmahera. Dengan demikian, agar lokasi pembangunan pembangkit tenaga listrik program 35.000 MW di wilayah Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka sudah selayaknya diselaraskan dengan pemenuhan kebutuhan energi untuk pabrik pemurnian mineral. Infrastruktur Pelabuhan Umumnya pelabuhan laut yang digunakanuntuk mengangkut komoditas mineral dan/ atau batubara berdekatan dengan lokasi dari produsen hasil komoditas tambang tersebut. Oleh karena itu keberadaan pelabuhan tersebut tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dalam beberapa kasus, pelabuhan dapat saja diperuntukan khusus untuk keperluan mengangkut hasil komoditas tambang, tetapi tidak sedikit pelabuhan yang bersifat umum dengan mengangkut komoditas lain selain komoditas hasil tambang. Beberapa pelabuhan untuk mengangkut mineral dan hasil olahannya adalah Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Pontianak (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Amamapare (Papua), Tanjung Perak – Surabaya (Jawa Timur), Tanjung Priok (Jakarta), dan lain-lain (lihat lampiran). Sementara pelabuhan untuk mengangkut batubara terdapat di Aceh, Jambi, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan (Selatan, Timur, Tengah) (Gambar 3.5). Untuk mengantisipasi kebutuhan pelabuhan di masa depan, tidak menutup kemungkinan jumlah pelabuhan ini ditambah di dekat kantong-kantong produksi hasil pertambangan di berbagai daerah melalui kebijakan tol laut. 32 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2017 Keterangan:*) Bila transshipment dihapuskan **) Keluar Sungai Mahakam ***)Keluar Sungai Barito Gambar 3.5. Peta Pelabuhan Ekspor Batubara dan Potensi Kapasitas Ekspor 2014 Aceh Aceh Selatan 0.5 Sumatera Barat Padang: 2 Riau Kawasan Teluk Riau: 2 Jambi Teluk Jambi: 3 Bengkulu Pelabuhan Bengkulu: 3 Sumsel Tj. Api-api: 6.4 Kalsel/Kalteng 1. Taboneo/Pulau Laut: 55.8 ***) 2. Sungai Danau: 13.5 3. Batu Licin: 5.5 Existing Coal Export Port Kalsel 1. NPLCT: 20 2. IBT: 20 Existing Coal Export Port Kaltim 1. BoCT: 12 2. BCT: 3.8 3. KPC Port: 40 Kalimantan Timur 1. Teluk Balikpapan: 57.8 **) 2. Teluk Adang Bay: 34 3. Teluk Berau: 34 4. Teluk Maloy: 6.5 Lampung Tarahan Existing PTBA: 2 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 36 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2017 Keterangan: *) Bila transshipment dihapuskan **) Keluar Sungai Mahakam ***) Keluar Sungai Barito Gambar 3.5. Peta Pelabuhan Ekspor Batubara dan Potensi Kapasitas Ekspor 2014 32 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2017 Keterangan:*) Bila transshipment dihapuskan **) Keluar Sungai Mahakam ***)Keluar Sungai Barito Gambar 3.5. Peta Pelabuhan Ekspor Batubara dan Potensi Kapasitas Ekspor 2014 Aceh Aceh Selatan 0.5 Sumatera Barat Padang: 2 Riau Kawasan Teluk Riau: 2 Jambi Teluk Jambi: 3 Bengkulu Pelabuhan Bengkulu: 3 Sumsel Tj. Api-api: 6.4 Kalsel/Kalteng 1. Taboneo/Pulau Laut: 55.8 ***) 2. Sungai Danau: 13.5 3. Batu Licin: 5.5 Existing Coal Export Port Kalsel 1. NPLCT: 20 2. IBT: 20 Existing Coal Export Port Kaltim 1. BoCT: 12 2. BCT: 3.8 3. KPC Port: 40 Kalimantan Timur 1. Teluk Balikpapan: 57.8 **) 2. Teluk Adang Bay: 34 3. Teluk Berau: 34 4. Teluk Maloy: 6.5 Lampung Tarahan Existing PTBA: 2 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 37
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 38 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Perizinan Jenis Perizinan dan Kewenangan Berdasarkan Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, izin usaha di bidang pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas: a. IUP Eksplorasi, diberikan oleh pejabat sesuai kewenangannya. Jika perusahaan berstatus PMA, maka izin hanya dapat diberikan oleh Menteri ESDM; b. IUPK Eksplorasi, hanya diberikan oleh Menteri ESDM; c. IUP Operasi Produksi, diberikan oleh pejabat sesuai dengan kewenangannya. Jika perusahaan berstatus PMA, maka izin hanya dapat diberikan oleh Menteri ESDM; d. IUPK Operasi Produksi, hanya diberikan oleh Menteri ESDM; e. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/ atau pemurnian, diberikan oleh pejabat sesuai dengan kewenangannya; f. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, diberikan oleh pejabat sesuai dengan kewenangannya; dan g. IUJP, diberikan oleh pejabat sesuai kewenangannya. Jika perusahaan berstatus PMA, maka izin hanya dapat diberikan oleh Menteri ESDM. Catatan: Proses perizinan khusus untuk huruf a sampai dengan huruf d dilakukan di BKPM, sedangkan proses perizinan untuk huruf e sampai dengan huruf g dilakukan di Kementerian ESDM. Keterkaitan Pemberian IUP dengan Sektor Lain Subsektor pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu bidang usaha yang banyak melibatkan institusi lain. Oleh karena itu, sebelum IUP terbit, diperlukan izin atau rekomendasi dari sektor lain yang terkat, seperti sektor kehutanan, pertanahan, kepolisian, lingkungan hidup, perpajakan, aparat daerah, dan lain-lain (Tabel 4.1). INVESTASI DI SUBSEKTOR USAHA PERTAMBANGAN 4 MINERAL DAN BATUBARA PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 39
Penyederhanaan Perizinan Dalam rangka meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Ditjen Minerba telah menyederhanakan perizinan melalui penghapusan dan penggabungan beberapa jenis izin, pengurangan persyaratan, pengurangan waktu untuk pengurusan, dan mempersingkat proses birokrasi (lihat Bab 2). Sebagai gambaran terdapat 32 peraturan dicabut melalui penyederhanaan 19 Permen ESDM, 11 Kepmen ESDM dan 2 Peraturan Dirjen Sub Sektor Minerba, dan pencabutan 64 sertifikasi/ rekomendasi/perizinan karena dianggap kurang mendukung peningkatan investasi. Tabel 4.1. Keterkaitan Penerbitan IUP dengan Sektor Lain Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin di atas didukung oleh Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Tata Cara Berinvestasi Secara umum ada tiga jenis perizinan untuk melakukan bisnis di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara (di luar izin usaha jasa pertambangan), yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) – baik IUP Eksplorasi maupun IUP Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan dan Pemurnian, serta IUP Operasi Produksi khusus Pengangkutan dan Penjualan (Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3). 34 | Indonesia Mining Guidance 2018 Sebagai gambaran terdapat 32 peraturan dicabut melalui penyederhanaan 19 Permen ESDM, 11 Kepmen ESDM dan 2 Peraturan Dirjen Sub Sektor Minerba, dan pencabutan 64 sertifikasi/ rekomendasi/perizinan karena dianggap kurang mendukung peningkatan investasi. Tabel 4.1. Keterkaitan Penerbitan IUP dengan Sektor Lain Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Keluarnya kebijakan penyederhanaan izin di atas didukung oleh Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Tata Cara Berinvestasi Secara umum ada tiga jenis perizinan untuk melakukan bisnis di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara (di luar izin usaha jasa pertambangan), yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) – baik IUP Eksplorasi maupun IUP Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan dan Pemurnian, serta IUP Operasi Produksi khusus Pengangkutan dan Penjualan (Gambar 4.1, Gambar 4.2 dan Gambar 4.3). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 40 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
35 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.1. Proses Bisnis Perizinan Izin Usaha Pertambangan (IUP) (Mineral Logam dan Batubara) Pemenang Lelang (5 HK) (Mineral Non Logam dan Batuan) (14 HK) (14 HK) Pusat/Daerah Masterlist Impor Keterangan: Izin Peledak * Penetapan telah memenuhi aspek tata ruang dan kawasan hutan - Persetujuan Lingkungan Hidup - Izin Lingkungan Hidup -IPPKH (Khusus untuk hutan konservasi dan Hutan Lindung) Izin Pelabuhan Bupati/Gubernur Izin Lokasi Project Area Pengumunan Lelang (86 HK) Badan Hukum Indonesia Menteri /Gubernur Pra-Kualifikasi Lelang *Rekomendasi Teknis Tata Ruang K/L BKPM Pusat/Daerah PROSES BISNIS PERIZINAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) *IUP Eksplorasi dimohonkan setelah penetapan pemenang lelang atau pemberian (14 HK) BKPM Pusat/Daerah Pemberian WIUP IUP Operasi Produksi IUP Ekplorasi * Permohonan Wilayah Gambar 4.1. Proses Bisnis Perizinan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 41
Gambar 4.2. Proses Bisnis Perizinan IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan Pemurnian 36 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.2. Proses Bisnis Perizinan IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan Pemurnian BKPM Pusat/Daerah Badan Hukum Indonesia (14 HK) *Mitra kerja sama dengan IUP OP yang memenuhi ketentuan - Izin Lingkungan Hidup IUP OPK Olah Murni Permohonan PROSES BISNIS PERIZINAN IUP OPERASI KHUSUS PENGOLAHAN PEMURNIAN (IUP OPK OLAH MURNI) PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 42 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Gambar 4.3. Proses Bisnis Perizinan IUP Operasi Produksi khusus Pengangkutan Penjualan 37 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.3. Proses Bisnis Perizinan IUP Operasi Produksi khusus Pengangkutan Penjualan BKPM Pusat/Daerah Badan Hukum Indonesia (14 HK) *Mitra kerja sama dengan IUP OP yang memenuhi ketentuan - Izin Lingkungan Hidup PROSES BISNIS PERIZINAN IUP OPERASI KHUSUS PENGANGKUTAN PENJUALAN (IUP OPK ANGKUT JUAL) Permohonan IUP OPK Angkut Jual PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 43
Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUP) Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Dengan mengacu kepada Permen ESDM No. 11 Tahun 2018, yang diatur lebih lanjut dalam Kepmen ESDM No. 1796 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, tata cara/pedoman pelaksanaan berinvestasi meliputi: a. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi, tercantum dalam Lampiran I; b. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi, tercantum dalam Lampiran II; c. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, tercantum dalam Lampiran III; d. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, tercantum dalam Lampiran IV; e. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, tercantum dalam Lampiran V; f. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan, tercantum dalam Lampiran VI; g. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan Izin Usaha Jasa Pertambangan, tercantum dalam Lampiran VII. Tata cara/pedoman pelaksanaan berinvestasi di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara ditunjukkan oleh Gambar 4.4 sampai dengan Gambar 4.13. Gambar 4.4. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara 39 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.4. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.5. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan 39 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.4. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.5. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan 40 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Pemohon merupakan BUMN/BUMD atau Badan Usaha Gambar 4.6. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUPK Eksplorasi Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Eksplorasi Gambar 4.7. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Penerbitan IUP Operasi Produksi) PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 44 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.5. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan Keterangan: *) Pemohon merupakan BUMN/BUMD atau Badan Usaha Gambar 4.6. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUPK Eksplorasi 39 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.4. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.5. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan 39 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.4. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Logam dan Batubara Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.5. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan 40 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Pemohon merupakan BUMN/BUMD atau Badan Usaha Gambar 4.6. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUPK Eksplorasi Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Eksplorasi Gambar 4.7. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Penerbitan IUP Operasi Produksi) PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 45
Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Eksplorasi Gambar 4.7. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Penerbitan IUP Operasi Produksi) Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Operasi Produksi Gambar 4.8. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Perpanjangan IUP Operasi Produksi) 40 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Pemohon merupakan BUMN/BUMD atau Badan Usaha Gambar 4.6. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUPK Eksplorasi Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Eksplorasi Gambar 4.7. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Penerbitan IUP Operasi Produksi) 41 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Operasi Produksi Gambar 4.8. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Perpanjangan IUP Operasi Produksi) Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang IUPK Eksplorasi Gambar 4.9. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Penerbitan IUPK Operasi Produksi) 41 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Operasi Produksi Gambar 4.8. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Perpanjangan IUP Operasi Produksi) Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang IUPK Eksplorasi Gambar 4.9. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Penerbitan IUPK Operasi Produksi) 42 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang pemegang IUPK Operasi Produksi Gambar 4.10. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Perpanjangan IUPK Operasi Produksi) Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan Gambar 4.11. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, dan Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 46 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang IUPK Eksplorasi Gambar 4.9. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Penerbitan IUPK Operasi Produksi) Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang pemegang IUPK Operasi Produksi Gambar 4.10. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Perpanjangan IUPK Operasi Produksi) 40 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Pemohon merupakan BUMN/BUMD atau Badan Usaha Gambar 4.6. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUPK Eksplorasi Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Eksplorasi Gambar 4.7. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Penerbitan IUP Operasi Produksi) 41 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Operasi Produksi Gambar 4.8. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Perpanjangan IUP Operasi Produksi) Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang IUPK Eksplorasi Gambar 4.9. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Penerbitan IUPK Operasi Produksi) 41 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan pemegang IUP Operasi Produksi Gambar 4.8. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan IUP Operasi Produksi (Perpanjangan IUP Operasi Produksi) Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang IUPK Eksplorasi Gambar 4.9. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Penerbitan IUPK Operasi Produksi) 42 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang pemegang IUPK Operasi Produksi Gambar 4.10. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Perpanjangan IUPK Operasi Produksi) Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan Gambar 4.11. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, dan Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 47
Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan Gambar 4.11. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, dan Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.12. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan 42 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) BUMN/BUMD/Badan Usaha pemegang pemegang IUPK Operasi Produksi Gambar 4.10. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUPK Operasi Produksi (Perpanjangan IUPK Operasi Produksi) Keterangan: *) Badan Usaha/Koperasi/Perusahaan Firma/Perusahaan Komanditer/Orang Perseorangan Gambar 4.11. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, dan Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian 43 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.12. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan Keterangan: *) IUJP yang diterbitkan Menteri hanya dapat diajukan oleh Badan Usaha sedangkan IUJP yang diterbitkan Gubernur dapat diajukan oleh badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan dan orang perseorangan Gambar 4.13. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUJP Pada dasarnya prosedur setiap perizinan berikut perpanjangannya memiliki pola dan mekanisme yang hampir sama, yaitu melalui tahapan pengajuan permohonan, verifikasi dan 43 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.12. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan Keterangan: *) IUJP yang diterbitkan Menteri hanya dapat diajukan oleh Badan Usaha sedangkan IUJP yang diterbitkan Gubernur dapat diajukan oleh badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan dan orang perseorangan Gambar 4.13. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUJP Pada dasarnya prosedur setiap perizinan berikut perpanjangannya memiliki pola dan mekanisme yang hampir sama, yaitu melalui tahapan pengajuan permohonan, verifikasi dan PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 48 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Keterangan: *) IUJP yang diterbitkan Menteri hanya dapat diajukan oleh Badan Usaha sedangkan IUJP yang diterbitkan Gubernur dapat diajukan oleh badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan dan orang perseorangan Gambar 4.13. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUJP Pada dasarnya prosedur setiap perizinan berikut perpanjangannya memiliki pola dan mekanisme yang hampir sama, yaitu melalui tahapan pengajuan permohonan, verifikasi dan konsep persetujuan, penerbitan izin, serta berbagai persyaratan yang meliputi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. a. Pengajuan Permohonan Permohonan diajukan oleh badan usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan kepada Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Daerah Provinsi yang diberikan pelimpahan kewenangan. Selanjutnya permohonan diverifikasi untuk mengecek kelengkapan persyaratan administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. b. Verifikasi dan Konsep Persetujuan Berdasarkan dokumen permohonan yang diterima, Unit Teknis menyiapkan konsep Surat Keputusan, Nota Dinas pengantar penandatanganan Surat Keputusan oleh Menteri atau gubernur (atau kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Daerah Provinsi yang diberikan pelimpahan kewenangan. 43 | Indonesia Mining Guidance 2018 Keterangan: *) Badan Usaha/koperasi/perusahaan firma/perusahaan komanditer/orang perseorangan Gambar 4.12. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan Keterangan: *) IUJP yang diterbitkan Menteri hanya dapat diajukan oleh Badan Usaha sedangkan IUJP yang diterbitkan Gubernur dapat diajukan oleh badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan dan orang perseorangan Gambar 4.13. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, Penerbitan, serta Perpanjangan IUJP Pada dasarnya prosedur setiap perizinan berikut perpanjangannya memiliki pola dan mekanisme yang hampir sama, yaitu melalui tahapan pengajuan permohonan, verifikasi dan PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 49
c. Penerbitan Izin Penerbitan izin dikeluarkan melalui Surat Keputusan ditandatangani oleh Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya, dan disampaikan kepada pemohon. Khusus mengenai penilaian persyaratan administratif, teknis, dan finansial, verifikasi dibedakan antara badan usaha, koperasi, orang perseorangan, dan perusahaan firma atau perusahaan komanditer. Perusahaan berbentuk koperasi, orang perseorangan, dan perusahaan firma atau perusahaan komanditer khusus ditujukan untuk pemohon yang mengusahakan batuan, sedangkan badan usaha dapat mencakup usaha pertambangan mineral (logam, bukan logam, dan batuan) dan batubara. Selain mengatur izin usaha pertambangan, Kepmen ESDM No. 1796 K/30/MEM/2018 juga mengatur perihal: a. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan Penerbitan perubahan saham, direksi dan komisaris yang diterbitkan oleh gubernur untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, tercantum dalam Lampiran VIII; b. Pedoman Pelaksanaan Permohonan dan Evaluasi pencairan Jaminan Kesungguhan Eksplorasi, tercantum dalam Lampiran IX; c. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Persetujuan Program Kemitraan, tercantum dalam Lampiran X; d. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi untuk penjualan, tercantum dalam Lampiran XI; e. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan Penerbitan Iizin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi hasil perubahan bentuk pengusahaan pertambangan dari Kontrak Karya, tercantum dalam Lampiran XII; dan f. Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, dan Penerbitan Iizin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi perpanjangan dari Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah berakhir, tercantum dalam Lampiran XIII. Prosedur memperoleh WIUP berdasarkan Kepmen ESDM No.1798/K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyiapan, Penetapan, dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) Prosedur memperoleh WIUPK berdasarkan Kepmen ESDM No.1798/K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyiapan, Penetapan, dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara (Gambar 4.14 sampai dengan Gambar 4.16). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 50 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Gambar 4.14. Prosedur Pemberian WIUPK secara Prioritas dengan Penawaran kepada BUMN/BUMD (KEPMEN ESDM 1798 K/30/MEM/2018) Gambar 4.15. Prosedur Pemberian WIUPK secara Prioritas dengan Lelang kepada BUMN/BUMD (KEPMEN ESDM 1798 K/30/MEM/2018) Penawaran WIUPK 2 Hari Pengajuan Pernyataan Minat Evaluasi Persyaratan Hasil Evaluasi Hanya terdapat 1 BUMN/BUMD yang berminat dan memenuhi persyaratan. Penunjukan langsung pemberian WIUPK 20 hari 5 hari 3 hari 2 hari Undangan Mengikuti Lelang WIUPK 2 Hari Pengambilan dan Penjelasan Dokumen Lelang Pemasukan Penawaran Harga Pembukaan Sampul, Evaluasi, dan Penetapan Peringkat Pengumuman Pemenang Lelang Penyampaian Sanggahan Evaluasi dan Jawaban Sanggahan 2 hari 4 hari 3 hari 2 hari 5 hari 2 hari 3 hari PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 51
Gambar 4.16. Prosedur Lelang WIUP/WIUPK kepada Badan Usaha (KEPMEN ESDM 1798 K/30/MEM/2018) IUJP (Izin Usaha Jasa Pertambangan) Dasar hukum pengurusan IUJP adalah Kepmen 1796 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan, Evaluasi, serta Penerbitan Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Lampiran VII. Proses pengurusan IUJP selama 14 hari kerja.IUJP yang diterbitkan Pusat oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dan Kepala BKPM atas nama Menteri ESDM. Jumlah pemegang IUJP terbitan Pusat 732 IUJP, terdiri atas 556 PMDN dan 174 PMA yang meliputi seluruh bidang jasa seperti tertera dalam Tabel 4.2. Ketersediaan perusahaan pemegang IUJP yang masih sedikit adalah bidang Konstruksi Tambang Bawah Tanah dan Konstruksi Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian, karena memerlukan modal besar dan penerapan teknologi baru. Masuknya investasi dari Rusia tidak mematikan badan usaha, khususnya PMDN yang telah melakukan kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Investasi yang masuk diharapkan mendatangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi kegiatan pertambangan untuk kemudian ditransfer ke perusahaan nasional dan tenaga ahli Indonesia. Tabel 4.2. Potensi usaha jasa pertambangan (Bidang dan Subbidang) Pengumuman Rencana Pelaksanaan Lelang 1 bulan sebelum pelaksanaan Pengumuman Lelang Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Lelang Pemasukan Dokumen Prakualifikasi Evaluasi Dokumen Prakualifikasi Penetapan dan Pengumuman Peserta Lolos Prakualifikasi Pengambilan Formulir Penawaran Harga Pemasukan Surat Penawaran Harga Pembukaan sampul, evaluasi dan penetapan peringkat Pengumuman Pemenang Lelang Penyampaian Sanggahan Evaluasi dan Jawaban Sanggahan Maksimal 30 hari Maksimal 10 hari 14 hari 10 hari 5 hari 4 hari 3 hari 3 hari 2 hari 3 hari 2 hari 47 | Indonesia Mining Guidance 2018 Tabel 4.2. Potensi usaha jasa pertambangan (Bidang dan Subbidang) 48 | Indonesia Mining Guidance 2018 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 52 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
47 | Indonesia Mining Guidance 2018 Tabel 4.2. Potensi usaha jasa pertambangan (Bidang dan Subbidang) 48 | Indonesia Mining Guidance 2018 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 53
49 | Indonesia Mining Guidance 2018 50 | Indonesia Mining Guidance 2018 Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara melalui Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1802 K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 dan Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1805 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Nilai total harga KDI WIUP dan WIUPK adalah sebesar Rp.4.095.100.000.000,- Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lelang 6 Blok WIUPK (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Lelang 10 Blok WIUP (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) WIUPK No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 Latao Sulawesi Tenggara Nikel 3.148 414.800.000.000 2 Suasua Sulawesi Tenggara Nikel 5.899 984.850.000.000 3 Matarape Sulawesi Tenggara Nikel 1.681 184.050.000.000 4 Kolonodale Sulawesi Tengah Nikel 2.180 209.000.000.000 5 Bahodopi Utara Sulawesi Tengah Nikel 1.896 184.800.000.000 6 RantauPandan Jambi Batubara 2.826 352.600.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUPK 2.330.100.000.000 WIUP No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 MulyaAgung Kalimantan Tengah Bijih Besidmp 97.144 225.000.000.000 2 WaringinAgung Kalimantan Tengah Emas dmp 98.820 225.000.000.000 3 Tumbang Karanei Kalimantan Tengah Emas dmp 96.719 225.000.000.000 4 Silo JawaTimur Emas dmp 4.023 150.000.000.000 5 Sribatara Sulawesi Tenggara Aspal 743 115.000.000.000 6 Natai Baru Kalimantan Tengah Batubara 6.674 190.000.000.000 7 Tumbang Nusa Kalimantan Tengah Batubara 7.169 190.000.000.000 8 Baronang I Kalimantan Tengah Batubara 3.226 165.000.000.000 9 Baronang II Kalimantan Tengah Batubara 455 90.000.000.000 10 Piner Kalimantan Tengah Batubara 9.750 190.000.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUP 1.765.000.000.000 50 | Indonesia Mining Guidance 2018 Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara melalui Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1802 K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 dan Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1805 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Nilai total harga KDI WIUP dan WIUPK adalah sebesar Rp.4.095.100.000.000,- Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lelang 6 Blok WIUPK (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Lelang 10 Blok WIUP (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) WIUPK No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 Latao Sulawesi Tenggara Nikel 3.148 414.800.000.000 2 Suasua Sulawesi Tenggara Nikel 5.899 984.850.000.000 3 Matarape Sulawesi Tenggara Nikel 1.681 184.050.000.000 4 Kolonodale Sulawesi Tengah Nikel 2.180 209.000.000.000 5 Bahodopi Utara Sulawesi Tengah Nikel 1.896 184.800.000.000 6 RantauPandan Jambi Batubara 2.826 352.600.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUPK 2.330.100.000.000 WIUP No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 MulyaAgung Kalimantan Tengah Bijih Besidmp 97.144 225.000.000.000 2 WaringinAgung Kalimantan Tengah Emas dmp 98.820 225.000.000.000 3 Tumbang Karanei Kalimantan Tengah Emas dmp 96.719 225.000.000.000 4 Silo JawaTimur Emas dmp 4.023 150.000.000.000 5 Sribatara Sulawesi Tenggara Aspal 743 115.000.000.000 6 Natai Baru Kalimantan Tengah Batubara 6.674 190.000.000.000 7 Tumbang Nusa Kalimantan Tengah Batubara 7.169 190.000.000.000 8 Baronang I Kalimantan Tengah Batubara 3.226 165.000.000.000 9 Baronang II Kalimantan Tengah Batubara 455 90.000.000.000 10 Piner Kalimantan Tengah Batubara 9.750 190.000.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUP 1.765.000.000.000 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 54 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara melalui Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1802 K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 dan Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1805 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Nilai total harga KDI WIUP dan WIUPK adalah sebesar Rp.4.095.100.000.000,- Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lelang 6 Blok WIUPK (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Lelang 10 Blok WIUP (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) 49 | Indonesia Mining Guidance 2018 50 | Indonesia Mining Guidance 2018 Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara melalui Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1802 K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 dan Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1805 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Nilai total harga KDI WIUP dan WIUPK adalah sebesar Rp.4.095.100.000.000,- Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lelang 6 Blok WIUPK (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Lelang 10 Blok WIUP (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) WIUPK No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 Latao Sulawesi Tenggara Nikel 3.148 414.800.000.000 2 Suasua Sulawesi Tenggara Nikel 5.899 984.850.000.000 3 Matarape Sulawesi Tenggara Nikel 1.681 184.050.000.000 4 Kolonodale Sulawesi Tengah Nikel 2.180 209.000.000.000 5 Bahodopi Utara Sulawesi Tengah Nikel 1.896 184.800.000.000 6 RantauPandan Jambi Batubara 2.826 352.600.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUPK 2.330.100.000.000 WIUP No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 MulyaAgung Kalimantan Tengah Bijih Besidmp 97.144 225.000.000.000 2 WaringinAgung Kalimantan Tengah Emas dmp 98.820 225.000.000.000 3 Tumbang Karanei Kalimantan Tengah Emas dmp 96.719 225.000.000.000 4 Silo JawaTimur Emas dmp 4.023 150.000.000.000 5 Sribatara Sulawesi Tenggara Aspal 743 115.000.000.000 6 Natai Baru Kalimantan Tengah Batubara 6.674 190.000.000.000 7 Tumbang Nusa Kalimantan Tengah Batubara 7.169 190.000.000.000 8 Baronang I Kalimantan Tengah Batubara 3.226 165.000.000.000 9 Baronang II Kalimantan Tengah Batubara 455 90.000.000.000 10 Piner Kalimantan Tengah Batubara 9.750 190.000.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUP 1.765.000.000.000 50 | Indonesia Mining Guidance 2018 Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara Penetapan 6 Blok WIUPK dan 10 Blok WIUP Mineral Logam dan Batubara melalui Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1802 K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 dan Surat Keputusan Mentersi ESDM No.1805 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018 (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Nilai total harga KDI WIUP dan WIUPK adalah sebesar Rp.4.095.100.000.000,- Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Lelang 6 Blok WIUPK (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) Tabel 4.4. Rekapitulasi Data Lelang 10 Blok WIUP (Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 dan Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018) WIUPK No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 Latao Sulawesi Tenggara Nikel 3.148 414.800.000.000 2 Suasua Sulawesi Tenggara Nikel 5.899 984.850.000.000 3 Matarape Sulawesi Tenggara Nikel 1.681 184.050.000.000 4 Kolonodale Sulawesi Tengah Nikel 2.180 209.000.000.000 5 Bahodopi Utara Sulawesi Tengah Nikel 1.896 184.800.000.000 6 RantauPandan Jambi Batubara 2.826 352.600.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUPK 2.330.100.000.000 WIUP No Daerah Provinsi Komoditas Luas(Ha) Harga KDI (Rp) 1 MulyaAgung Kalimantan Tengah Bijih Besidmp 97.144 225.000.000.000 2 WaringinAgung Kalimantan Tengah Emas dmp 98.820 225.000.000.000 3 Tumbang Karanei Kalimantan Tengah Emas dmp 96.719 225.000.000.000 4 Silo JawaTimur Emas dmp 4.023 150.000.000.000 5 Sribatara Sulawesi Tenggara Aspal 743 115.000.000.000 6 Natai Baru Kalimantan Tengah Batubara 6.674 190.000.000.000 7 Tumbang Nusa Kalimantan Tengah Batubara 7.169 190.000.000.000 8 Baronang I Kalimantan Tengah Batubara 3.226 165.000.000.000 9 Baronang II Kalimantan Tengah Batubara 455 90.000.000.000 10 Piner Kalimantan Tengah Batubara 9.750 190.000.000.000 TOTAL HARGA KDI WIUP 1.765.000.000.000 PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 55
Sistem Pengawasan Dalam rangka pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara, pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pembinaan dan pengawasan melalui PP No. 55/2010. Dalam PP ini, baik pembinaan maupun pengawasan, dilakukan Menteri ESDM terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Menteri ESDM dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikotas esuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Pembinaan Pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan terdiri atas: a. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; c. pendidikan dan pelatihan; dan d. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara. Pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan oleh Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya terhadap pemegang IUP, IPR, atau IUPK dilakukan paling sedikit terhadap: a. pengadministrasian pertambangan; b. teknis operasional pertambangan;d an c. penerapan standar kompetensi tenaga kerja pertambangan. Sistem Pengawasan Pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan meliputi: a. penetapan WPR; b. penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan; c. pemberian WIUP mineral logam dan batubara; d. penerbitan IPR; e. penerbitanIUP;dan f. penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang IPR dan IUP. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 56 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Dalam melakukan pengawasan, Menteri ESDM dapat berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Sementara hasil pengawasan yang dilakukan oleh Menteri ESDM disampaikan kepada gubemur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, gubernur atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut. Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan oleh Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya terhadap pemegang IUP, IPR, atau IUPK dilakukan terhadap: a. teknis pertambangan; b. pemasaran; c. keuangan; d. pengelolaan datam ineral dan batubara; e. konservasi sumber daya mineral dan batubara; f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; g. keselamatan operasi pertambangan; h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang; i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa serta rancang bangun dalam negeri; j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan; k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; l. penguasaan,pengembangan,dan penerapan teknologi pertambangan; m. kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan, yang menyangkut kepentingan umum; n. pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK; dan o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan. Pengawasan teknis pertambangan dilakukan oleh lnspektur Tambang, dan dilakukan melalui: a. evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu; b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Inspektur Tambang ini berwenang untuk: a. memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat; b. menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan mineral dan batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 57
keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan c. mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud padahuruf b menjadi d. penghentian secara tetap kegiatan pertambangan mineral dan batubara kepada Kepala lnspekturTambang. Pengawasan juga dapat dilakukan setiap saat oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, melalui: a. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; dan/ atau b. verifikasi dan evaluasi terhadap laporan dari pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Sistem Pelaporan Untuk mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pemegang IUP dan IUPK, maka mereka wajib melaporkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Melalui PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 101 – Pasal 104, sistem pelaporan diatur sebagai berikut: a. pemegang IUP yang diterbitkan bupati/walikota wajib menyampaikan laporan tertulis; b. secara berkala atas rencana kerja dan anggaran biaya pelaksanaan kegiatan usaha kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri ESDM dan gubernur; c. pemegang IUP yang diterbitkan gubernur wajib menyampaikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan anggaran biaya pelaksanaan kegiatan usaha kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri ESDM; d. pemegang IUP dan IUPK yang diterbitkan oleh Menteri ESDM wajib menyampaikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan anggaran biaya pelaksanaan kegiatan usaha kepada Menteri ESDM; e. bupati/walikota harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan kegiatan usaha sesuai dengan kewenangannya kepada gubernur secara berkala setiap 6 (enam) bulan; f. gubernur atau bupati/walikota harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan kegiatan usaha sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri ESDM secara berkala setiap 6 (enam) bulan. Laporan memuat kemajuan kerja dalam kurun waktu dan dalam tahapan kegiatan tertentu yang disampaikan oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi, serta pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Laporan disampaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender setelah berakhirnya tiap triwulan atau tahun takwim, kecuali laporan dwimingguan dan bulanan tahapan PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 58 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
kegiatan operasi produksi. Sementara laporan mengenai rencana kerja dan anggaran biaya tahunan disampaikan kepada Menteri ESDM, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kalender sebelum berakhirnya tiap tahun takwim. Kegiatan Pengawasan Untuk melaksanakan Pasal 35 PP No.55/2010, maka ditetapkan Permen ESDM No.26/2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara. Ruang lingkup Permen ESDM ini mengatur mengenai: a. pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik; b. pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan;dan c. pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan. Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Pengawasan dilakukan oleh Menteri ESDM atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. Menteri ESDM melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh gubernur, meliputi: a. penetapan dan pemberian WIUP Mineral bukan logam dan WIUP batuan; b. pemberian WIUP mineral logam dan WIUP Batubara; c. penerbitan IPR; d. penerbitan IUP; e. penerbitan IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian; f. penerbitan IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan penjualan; g. penerbitan IUJP; h. pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang IPR, IUP, IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian, IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan penjualan, dan IUJP berkaitan dengan penerapan tata kelola pengusahaan pertambangan; i. pengelolaan data usaha pertambangan mineral dan batubara; dan j. penyusunan cetak biru (blueprint) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Pengawasan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Sesuai Permen ESDM ini, pengawasan usaha meliputi: 1. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik, pelaksanaan kaidah teknik pengolahan dan/atau pemurnian, dan pelaksanaan kaidah teknik usaha jasa pertambangan. Pengawasan meliputi: PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 59
a. evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan khusus; b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam melakukan pengawasan, Inspektur Tambang melakukan kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian. 1. Pengawasan terhadap Pelaksanaan Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan Pengawasan terhadap pelaksanaan tata kelola pengusahaan pertambangan, pelaksanaan tata kelola pengusahaan Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan pelaksanaan tata kelola pengusahaan jasa pertambangan dilakukan oleh Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya. Pengawasan dilaksanakan oleh Pejabat yang Ditunjuk oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan dilakukan melalui: a. evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan akhir; b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Dimetil Eter (Dimethyl Ether, DME) Gagasan untuk mengembangkan dimetil eter (dimethyl ether, DME) di Indonesia kembali muncul ketika Menteri ESDM meminta agar PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tambang untuk memproduksi DME dari batubara kalori rendah sebagai pengganti LPG (liquefied petroleum gas, LPG). Hal ini tidak terlepas dari konsumsi LPG yang terus meningkat dari tahun ke tahun, keterbatasan pasokan LPG dari dalam negeri – yang berarti tergantung pada LPG impor, serta banyaknya sumber daya dan cadangan batubara kalori rendah yang dapat difungsikan sebagai bahan pembuat DME. Ketiga unsur ini saling terkait satu sama lain sehingga Indonesia harus mampu mencari energi alternatif pengganti LPG, yakni memberdayakan batubara kalori rendah melalui gasifikasi batubara dengan memproduksi DME. Apa itu DME? Berawal dari keberhasilan ahli kimia Belgia bernama Jan van Helmont yang mendapatkan gas dari batubara yang dipanaskan pada awal abad ke 17, temuan ini lalu dikembangkan ke seluruh dunia. Gasifikasi batubara merupakan proses konversi batubara menjadi produk gas melalui reaksi antara batubara dengan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air, atau campuran oksigen/ uap air. Hasil reaksi berupa syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi dimetil eter (dimethyl ether, DME). PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 60 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
DME, dikenal juga sebagai methoxymethane, adalah senyawa organik yang memiliki rumus CH3OCH3, awalnya digunakan sebagai aerosol propellant pada produkproduk konsumer, seperti hair spray, paint spray, parfum, deodoran, dan insektisida. Gas ini tidak berbau, tidak berwarna, serta cukup mudah dalam memprosesnya ke dalam bentuk cairan. DME juga menggantikan gas-gas chlorofluorocarbon (CFC) – untuk air conditioner dan refrigerator – yang kini telah dilarang digunakan di banyak negara. Yang menarik pada DME adalah potensinya sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermesin disel, karena memiliki bilangan setane, 55-60, dibandingkan dengan minyak disel/solar yang hanya memiliki bilangan setane, 40-55. Dengan lebih tingginya bilangan setane, DME mampu menggantikan minyak disel/solar, sekaligus menurunkan tingkat kebisingan suara mesin diesel menjadi sehalus suara mesin kendaraan bermotor yang menggunakan bensin. Bila digunakan sebagai bahan bakar transportasi, DME menyebabkan emisi karbon monoksida (CO) 50% lebih rendah dari pada minyak disel/solar; demikian juga dengan emisi nitrogen oksida yang 90% lebih rendah. DME dapat digunakan untuk campuran atau bahkan menggantikan LPG 100%. Sebagai bahan bakar pengganti LPG, DME termasuk senyawa yang ramah, tidak menghasilkan volatile organic carbon, CO dan CO2. Seperti pada LPG, DME berwujud gas pada temperatur dan tekanan normal, tetapi akan berubah menjadi cair apabila ditekan atau didinginkan. Beberapa kemudahan yang dimiliki DME antara lain dalam proses pencairan, transportasi yang mampu menjangkau hingga ke pelosok daerah, serta dalam aspek penyimpanan. Dengan sifat-sifat ini dan sifat lainnya, seperti banyak mengandung oksigen, rendah kadar belerang atau kandungan NOx lainnya, dan pembakaran yang bersih, membuat DME dapat menjadi solusi yang cukup menjanjikan sebagai bahan bakar terbarukan yang bersih dan rendah karbon. DME dapat diperoleh dari banyak sumber, termasuk material yang terbarukan seperti biomassa, sampah organik, dan produk pertanian. DME juga dapat diolah dari bahan bakar fosil, seperti batubara muda (batubara kalori rendah) dan gas alam. Bagaimana Proses Pembuatan DME? DME diproduksi sekurang-kurangnya dalam dua tahap. Pertama, hidrokarbon dikonversikan ke gas sintesis, sebuah kombinasi dari karbon monoksida dan hidrogen. Kedua, gas sintetis tersebut kemudian dikonversikan ke DME, baik lewat methanol (proses konvensional) maupun langsung dalam satu tahap saja. Gambar 4.17 di bawah ini menerangkan secara sederhana proses gasifikasi batubara yang dapat menghasilkan DME dan produk lainnya. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 61
Gambar 4.17. Gasifikasi Batubara dan Turunannya Gambar 4.18 menggambarkan produk akhir berikut keekonomiannya, yang tentunya perlu dikaji kembali secara lebih komprehensif mengingat parameter yang digunakan sudah banyak berubah. Gambar 4.18 . Pemilihan Produk Akhir dan Keekonomiannya Mengapa Indonesia Butuh DME? Wacana pembuatan DME telah bergulir lama menyusul peningkatan penggunaan LPG, yang merupakan konsekuensi dari program konversi minyak tanah ke LPG oleh pemerintah sejak satu dekade lalu. Pada April 2010, Ditjen Migas bersamaLemigas 56 | Indonesia Mining Guidance 2018 DME dapat diperoleh dari banyak sumber, termasuk material yang terbarukan seperti biomassa, sampah organik, dan produk pertanian. DME juga dapat diolah dari bahan bakar fosil, seperti batubara muda (batubara kalori rendah) dan gas alam. Bagaimana Proses Pembuatan DME? DME diproduksi sekurang-kurangnya dalam dua tahap. Pertama, hidrokarbon dikonversikan ke gas sintesis, sebuah kombinasi dari karbon monoksida dan hidrogen. Kedua, gas sintetis tersebut kemudian dikonversikan ke DME, baik lewat methanol (proses konvensional) maupun langsung dalam satu tahap saja. Gambar 4.17 di bawah ini menerangkan secara sederhana proses gasifikasi batubara yang dapat menghasilkan DME dan produk lainnya. Gambar 4.17. Gasifikasi Batubara dan Turunannya Gambar 4.18 menggambarkan produk akhir berikut keekonomiannya, yang tentunya perlu dikaji kembali secara lebih komprehensif mengingat parameter yang digunakan sudah banyak berubah. 57 | Indonesia Mining Guidance 2018 Gambar 4.18. Pemilihan Produk Akhir dan Keekonomiannya Mengapa Indonesia Butuh DME? Wacana pembuatan DME telah bergulir lama menyusul peningkatan penggunaan LPG, yang merupakan konsekuensi dari program konversi minyak tanah ke LPG oleh pemerintah sejak satu dekade lalu. Pada April 2010, Ditjen Migas bersamaLemigas dan Pertamina telah merekomendasikan agar DME ditetapkan sebagai bahan bakar mengingat tingginya permintaan LPG yang tidak diimbangi oleh produksi LPG di dalam negeri serta ciri-ciri DME yang mirip dengan LPG. Di sisi lain, sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan DME, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah cukup banyak yang kurang laku di pasar internasional (https://migas.esdm.go.id, April 2010). Sementara itu teknologi gasifikasi batubara juga sudah jauh lebih berkembang, sehingga mampu menghasilkan DME dengan harga yang cukup kompetitif dibandingkan dengan harga LPG. Berdasarkan data tahun 2017, konsumsi LPG sudah mencapai 7 juta ton per tahun, naik tujuh kali lipat dibandingkan 10 tahun lalu. Diperkirakan, konsumsi LPG pada tahun 2018 dapat mencapai 8,5 juta ton, dan akan terus meningkat di masa-masa mendatang seiring dengan pertumbuhan dan kesejahteraan penduduk, serta perkembangan industri di dalam negeri. Dari jumlah kebutuhan LPG ini, hanya 30% yang mampu disediakan dari dalam negeri, yang berarti 70% pasokan LPG di dalam negeri sangat bergantung pada impor. Impor LPG akan terus meningkat karena produksi dalam negeri tidak bertambah, sementara kebutuhan naik rata-rata 13% per tahun (https://kumparan.com, 11 April 2018). Selain menyedot devisa, ketergantungan terhadap pasokan yang berasal dari luar negeri juga sangat berbahaya bagi ketahanan negara. Untuk itu diperlukan substitusi oleh gas sejenis yang mampu mengganti peran LPG, yaitu membangun industri kimia berbasis batubara dengan menghasilkan DME. Keberadaan batubara kalori rendah sebagai bahan baku pembuatan DME ternyata cukup mendukung bagi berkembangnya industri gasifikasi batubara yang mempu menghasilkan DME. Tercatat, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah (low rank coal) sebesar 44.197 juta ton, atau 34,5% dari total sumber daya batubara Indonesia. Sementara cadangannya berjumlah 14.230 juta ton, atau 50,0% dari total cadangan batubara Indonesia PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 62 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
dan Pertamina telah merekomendasikan agar DME ditetapkan sebagai bahan bakar mengingat tingginya permintaan LPG yang tidak diimbangi oleh produksi LPG di dalam negeri serta ciri-ciri DME yang mirip dengan LPG. Di sisi lain, sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan DME, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah cukup banyak yang kurang laku di pasar internasional (https://migas. esdm.go.id, April 2010). Sementara itu teknologi gasifikasi batubara juga sudah jauh lebih berkembang, sehingga mampu menghasilkan DME dengan harga yang cukup kompetitif dibandingkan dengan harga LPG. Berdasarkan data tahun 2017, konsumsi LPG sudah mencapai 7 juta ton per tahun, naik tujuh kali lipat dibandingkan 10 tahun lalu. Diperkirakan, konsumsi LPG pada tahun 2018 dapat mencapai 8,5 juta ton, dan akan terus meningkat di masa-masa mendatang seiring dengan pertumbuhan dan kesejahteraan penduduk, serta perkembangan industri di dalam negeri. Dari jumlah kebutuhan LPG ini, hanya 30% yang mampu disediakan dari dalam negeri, yang berarti 70% pasokan LPG di dalam negeri sangat bergantung pada impor. Impor LPG akan terus meningkat karena produksi dalam negeri tidak bertambah, sementara kebutuhan naik rata-rata 13% per tahun (https:// kumparan.com, 11 April 2018). Selain menyedot devisa, ketergantungan terhadap pasokan yang berasal dari luar negeri juga sangat berbahaya bagi ketahanan negara. Untuk itu diperlukan substitusi oleh gas sejenis yang mampu mengganti peran LPG, yaitu membangun industri kimia berbasis batubara dengan menghasilkan DME. Keberadaan batubara kalori rendah sebagai bahan baku pembuatan DME ternyata cukup mendukung bagi berkembangnya industri gasifikasi batubara yang mempu menghasilkan DME. Tercatat, Indonesia memiliki sumber daya batubara kalori rendah (low rank coal) sebesar 44.197 juta ton, atau 34,5% dari total sumber daya batubara Indonesia. Sementara cadangannya berjumlah 14.230 juta ton, atau 50,0% dari total cadangan batubara Indonesia (Badan Geologi, 2017). Sebuah potensi luar biasa yang apabila dikonversikan menjadi produk DME akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pengembangan batubara kualitas rendah dan diharapkan mampu mensubstitusi LPG impor. Landasan Hukum DME Gasifikasi sebenarnya merupakan bagian dari upaya hilirisasi yang wajib dilakukan oleh industri tambang batubara sebagaimana tertuang dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 104 UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang antara lain menyebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara sesuai ketentuan yang akan diatur lebih lanjut oleh Permen ESDM. Namun hilirisasi di bidang pertambangan batubara sering dikesampingkan atau tidak tersentuh karena Indonesia terbuai dengan devisa yang sangat tinggi dari hasil penjualan ekspor batubara. Beberapa pihak juga mengatakan bahwa teknologi di bidang perbatubaraan relatif mahal sehingga faktor keekonomian 56 | Indonesia Mining Guidance 2018 DME dapat diperoleh dari banyak sumber, termasuk material yang terbarukan seperti biomassa, sampah organik, dan produk pertanian. DME juga dapat diolah dari bahan bakar fosil, seperti batubara muda (batubara kalori rendah) dan gas alam. Bagaimana Proses Pembuatan DME? DME diproduksi sekurang-kurangnya dalam dua tahap. Pertama, hidrokarbon dikonversikan ke gas sintesis, sebuah kombinasi dari karbon monoksida dan hidrogen. Kedua, gas sintetis tersebut kemudian dikonversikan ke DME, baik lewat methanol (proses konvensional) maupun langsung dalam satu tahap saja. Gambar 4.17 di bawah ini menerangkan secara sederhana proses gasifikasi batubara yang dapat menghasilkan DME dan produk lainnya. Gambar 4.17. Gasifikasi Batubara dan Turunannya Gambar 4.18 menggambarkan produk akhir berikut keekonomiannya, yang tentunya perlu dikaji kembali secara lebih komprehensif mengingat parameter yang digunakan sudah banyak berubah. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 63
menjadi kendala dalam menarik investor. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi gasifikasi di dunia yang sudah berkembang pesat, kini telah muncul pabrik gasifikasi batubara di mulut tambang yang beroperasi di Tiongkok, Mongolia, Belanda, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya (https://tirto.id, Desember 2017). PP No.79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) pada dasarnya merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Secara garis besar, KEN terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Kebijakan utama meliputi: a. ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional; b. prioritas pengembangan energi; c. pemanfaatan sumber daya energi nasional; d. cadangan energi nasional. Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: a. konservasi energi, konservasi sumber daya energi, dan diversifikasi energi; b. lingkungan hidup dan keselamatan; c. harga, subsidi, dan insentif energi; d. infrastruktur dan akses untuk masyarakat terhadap energi dan industri energi; e. penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi; dan f. kelembagaan dan pendanaan. Adapun sasaran KEN adalah tercapainya bauran energi primer yang optimal, sebagai berikut: 1. pada tahun 2025 peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persen) sepanjang keekonomiannya terpenuhi; 2. pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen); 3. pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh persen), dan pada tahun 2050 minimal 25% (dua puluh lima persen); dan 4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun 2050 minimal 24% (dua puluh empat persen). Sementara itu Pasal 18 ayat 2 huruf d PP No.79/2014 menyatakan peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang, batubara tergaskan (gasified coal) dan batubara tercairkan (liquified coal). Salah satu produk batubara tergaskan atau gasifikasi batubara adalah DME, yang merupakan salah satu senyawa yang dapat menjadi alternatif bahan bakar baru saat ini. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 64 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Pada September 2013, Menteri ESDM menetapkan Permen ESDM No.29/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Dimetil Eter (DME) Sebagai Bahan Bakar. Hal ini dilakukan untuk mendukung penyediaan bahan bakar guna peningkatan ketahanan energi nasional. DME merupakan energi yang dihasilkan dari berbagai sumber energi yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Dengan telah terbitnya standar dan mutu (spesifikasi) DME, maka badan usaha pemegang ijin dapat melaksanakan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri dengan ketentuan bahwa badan usaha tersebut wajib menjamin penggunaan peralatan yang memenuhi persyaratan keselamatan migas. Dalam Permen ini ditetapkan, pengaturan penyediaan, pendistribusian dan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar, tunduk dan berlaku ketentuan peraturan perundangundangan di bidang kegiatan usaha migas. Pengaturan penyediaan, pendistribusian dan pemanfaatan DME sebagai bahan bakar, dimaksudkan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Tata cara penyediaan dan pendistribusian DME sebagai bahan bakar, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyediaan dan pendistribusian LPG kecuali ditetapkan lain dalam aturan ini. Ditetapkan pula bahwa DME sebagai bahan bakar, dapat dimanfaatkan secara langsung maupun sebagai campuran. DME sebagai pemanfaatan langsung merupakan pemanfaatan DME murni 100% untuk sektor industri, transportasi dan rumah tangga. DME dengan pemanfaatan sebagai campuran merupakan pemanfaatan DME untuk bahan campuran LPG atau LGV dengan komposisi tertentu. Penyediaan DME untuk pemanfaatan secara langsung, hanya dapat dilakukan oleh badan usaha pemegang Izin Usaha Pengolahan DME sebagai bahan bakar dan atau izin Usaha Niaga DME sebagai bahan bakar. Sedangkan penyediaan DME sebagai campuran, hanya dapat dilakukan badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Dirjen Migas. Badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga DME atau badan usaha pemegang izin Usaha Niaga LPG yang memanfaatkan DME sebagai campuran, wajib melakukan kegiatan usaha dengan memenuhi standar terkait penggunaan infrastruktur penunjang, keselamatan minyak dan gas bumi serta melakukan sosialisasi dari kebijakan pemanfaatan DME sebagai campuran. Dalam Permen ini diatur pula ketentuan untuk memenuhi kebutuhan dan penggunaan sendiri, pengguna langsung DME dapat melakukan impor DME sebagai bahan bakar setelah mempertimbangkan ketersediaan DME sebagai bahan bakar di dalam negeri. Untuk melaksanakan impor ini, wajib mendapatkan rekomendasi dari Menteri ESDM. Pengguna langsung DME sebagai bahan bakar, dilarang memasarkan dan atau memperjualbelikan DME sebagai bahan bakar. Terhadap pengguna langsung yang melanggar, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 65
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 66 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
Selama periode 2013 – 2017, perkembangan subsektor mineral dan batubara Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, terutama pada dua tahun terakhir. Investasi dan peran subsektor mineral dan batubara dalam PDB Nasional meningkat dalam kurun waktu 2016-2017, meskipun masih belum sebesar pada tahun 2014. Pertumbuhan ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia yang mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, sebagai dampak dari kondisi ekonomi global yang mulai mengalami pertumbuhan kembali. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi dunia masih dibayang-bayangi oleh kekhawatiran mengenai kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), serta perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang sewaktu-waktu dapat berdampak buruk terhadap perekonomian dunia. Untuk itu pemerintah tetap dituntut waspada agar tidak terjebak pada kondisi yang sama ketika ekonomi dunia mengalami perlambatan. Mengacu kepada kekhawatiran di atas, sejak September 2015 sampai sekarang, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai kebijakan dan/atau stabilisasi di bidang politik dan keamanan, ekonomi, perpajakan, fiskal, infrastruktur, dan hal-hal lain agar investasi di Indonesia tetap menarik bagi para investor. Khusus di subsektor mineral dan batubara, Kementerian ESDM juga sedang berupaya menyederhanakan berbagai jenis regulasi yang selama ini masih dianggap menghambat masuknya arus modal dalam usaha pertambangan mineral dan batubara. Paling tidak, ada tiga Peraturan Menteri ESDM yang selain ditujukan untuk menyederhanakan perizinan, juga yang tidak kalah penting adalah memangkas birokrasi. Dengan demikian diharapkan adanya kepastian dan konsistensi hukum yang dapat menjamin kepastian usaha dan perbaikan fiskal, yang pada gilirannya mampu meningkatkan investasi dari hulu sampai hilir. 5 PENUTUP PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 67
PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 68 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi, 2017, Peta Potensi Sumber Daya Batubara Indonesia, Status 2016, Laporan, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Badan Geologi, 27 Januari 2017, Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia, Status 2016, Presentasi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Badan Kebijakan Fiskal, 15 Agustus 2018, Kewajiban Penerimaan Negara Sektor Minerba, Presentasi, Badan Kebijakan Fiskal, Bogor. Badan Koordinasi Penanaman Modal, 15 Agustus 2018, PP 24 Tahun 2018 & Implementasi “OSS”, Presentasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bogor. Badan Pusat Statitistik, Statistik Pertambangan Indonesia, Laporan, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, 2009, Undangundang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2017, Tata Cara Berinvestasi di Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara, Presentasi, Bandung, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018) 69
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2018, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta. Suhartono, 15 Agustus 2018, Kebijakan Ketenagakerjaan dan Pengupahan, Presentasi, Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Bogor. Widajatno, Joko, 15 Agustus 2018, Dampak Regulasi Saat Ini terhadap Industri Minerba, Presentasi, Indonesia Mining Association, Bogor. PEDOMAN PENGUSAHAAN MINERAL DAN BATUBARA INDONESIA 2018 70 (INDONESIAN MINING GUIDANCE 2018)
DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA Jl. Prof. Dr. Supomo SH. No. 10, Jakarta 12870 Indonesia Telp. : +62 - 21 8295608 Fax. : +62 - 21 8297642 Email : [email protected] Portal : https://www.minerba.esdm.go.id/ Gambaran Pertambangan Mineral dan Batubara Indonesia