The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN PUSPANEGARA, 2022-10-24 00:28:00

Cinta Tak Pernah Tepat Waktu

aku m e n jelaskan. "Begini, kalau kamu sudah tidak sekolah lagi,
tapi k a m u tidal< p u n y a peketjaan t e t a p alias s e r a b u t a n , dan kamu

cukup p u n y a reputasi bagus dalam pekerjaan s e r a b u t a n itu, dan
kamu bertahan selama tiga tahun untuk hal seperti itu, maka di
kalangan orang-orang seperti itu, kamu akan mendapat pangkat
i
'Detek tf Partikelir'. Keren, kan? Orang-orang yang memilih
mempunyai pekerjaan tidal< tetap seperti itu bukan karena

mereka tidak mampu memasuki bursa kerja. Tapi karena
m e m a n g tidal< mau saja. Dan s y a r a t n y a jelas, tidak p u n y a bisnis
lain. Tidak boleh punya jenis pekerjaan lain. Tidak boleh,
misalnya, k a m u p u n y a bisnis k a f e , kamu tidal< beketja tetap, d a n

lalu k a m u masuk d a l a m kategori o r a n g - o r a n g s e p e r t i ini."
Ia diam. Mendengarkan b a i k - b a ik. Menyimak dengan rasa
ingin tahu.
Aku lalu m e l a n j utkan. "Kamu juga t idak boleh bergabung
dalam institusi apapun. Nah, kalau kamu b e r t a h a n dengan cara

kerja seperti ini, dan reputasimu semakin baik, di tahun kelima,
kamu akan mendapat julukan 'Pembunuh Bayaran'."
Ia m e n g e r n y i t lagi, dan tersenyum. "Ada pangkat yang lebih
tinggi lagi, n g g a k?"

"Ada. Kalau kamu sudah memasuki tahun kesepuluh, kamu
akan dijuluki 'Setan Belang'. Dan kalau kamu sudah memasuki
tahun keduapuluh, kamu akan dijuluki 'Dewa L a u t ' ."
" T e r u s b a g a i m a n a kal ian saling b e r h u b u n g a n dan a g a i m a n a
b
p r o s e d u r bergabungnya?"

"Ada milisnya. Tapi berat dan susah memasuki milis itu,
karena harus ada rekomendasi. Anggota baru paling tidal<
direkomendasi oleh sepuluh Detektif Partikelir, atau lima
Pembunuh Bayaran, atau dua Setan Belang, atau satu Dewa

Laut."
"Ada b e r a p a a n g g o t a n y a , sekarang?"
"Dua ratusan lebih."
"Banyak, ya?"
Aku mengangguk .

K a m i b e r d u a kembali terdiam. Lalu tiba-tiba i a b e r t a n y a , "Eh,


97

karnu serius dengan yang tadi?"
Aku mengemyit. Pura-pura tdak tahu maksud pertanya­
i
a n n y a . "Maksudmu?"


" T e n t a n g y a n g tadi?"
"Iya, y a n g mana? Y a n g soal P e m b u n u h Bayaran?"
"Bukan!"

"Yang m a n a ? "
"Soal. ... soal ingin jadi p a c a r k u ... " S u a r a n y a memelan.
" N g g a k ."
"Maksudmu?" I a k a g e t dengan jawabanku.

" N g g a k serius. Aku bercanda."
Mukanya langsung terlihat m e m e r a h . "Kamu . . . "
.
a
a ,
"Y h b" is .... "
"Habis apa?!" Ia terlihat mulai kesal, mungkin marah.
"Kan, kamu sudah punya pacar . . "
.
.
"I y a , api. .. "
t
.
" T a p i a p a ?"
"Ternyata k a m u nggak serius!"
"Lho, kan k a r e n a karnu sudah punya pacar jadi aku n g g a k

serius. Kalau aku serius, a k u k e c e w a , dong."
"Kok gitu?"
"Ya, begitulah ... "
"Kamu b e n a r - b e n a r ngeselin!"
"O , ya .... "

"Ya!"
"Kamu marah?"
"Tau, ah!"
.
"Sa yang kamu sudah puny a pacar . . ," aku masih
menggodanya.
"Sudah, ah! Pembohong! Perayu!"
.
"L h o . . . "
"Iya!"
Aku tersenyum. Lalu aku berkata, "Sudah, ah ... pulang,

yu k .... "


98

Ia kesal, lalu bangkit ke kasir.
Se p a n j a n g perjalanan, ia hanya diam.

Sesampai di kamar, aku termangu. Memukul-mukul jidatku
pelan. Goblok! Aku hampir saja melakukan kesalahan fatal.
Kesalahan yang tidak ingin kuulang, setelah banyak sekali aku
melakukannya: memindahkan keresahan hatiku dengan cara
pacaran lagi.

































































99

sem6ifan












9$, @fad J'[; b . . .
.












�.1,,w a <li k tergeletak di tempat tidur. M e n y a l a k a n
televisi, memindah-mindah program acara,
mematikan lagi. Aku bangkit. Menyelakan kom­
p u ter, membuka-buka file, menutupnya lagi.

Memilih-milih lagu, m e n y e t e l n y a , m em a ti k a n lagi.
Komputer kumatikan. Aku k e m b a l i m e n g g e l e t a k ­
k a n diriku k e tempat tidur. D i luar, cahaya s e n j a
mulai jatuh tua. Aku ingat kalau s e h aria k u belum
a
makan. Tapi aku benar-benar kehilangan selera

untuk makan.
Perlahan, aku meraih telpon genggamku,
menyalakan. Siapa tahu ada pesan penting masuk.
Kutunggu beberapa saat, tidak ada pesan yang

masuk. Aku hampir mematikan telpon genggam
k e t ik a sebuah pesan pendek masuk. Aku m e m b u k a
p e s a n p e n d e k yang t e r n y a t a d a r i s a l a h s a t u t e m a n

di Bandung. Selesai m e m b a c a pesan itu, aku memencet-mencet
tombol, untuk membalasnya. Tapi sebelum kukirim, telpon itu

b e r d e r i n g , dari n o m o r yang sama.
"Halo . . . . "
"Kamu apa kabar? Gila! Berkali-kali aku m e n g h u b u n g i m u ,
telponmu n g g a k pernah aktif! K a m u ngapain saja? Gimana
kabarmu?" Suara dari seberang menyerocos deras.

"Baik, Mas. Ada apa, Mas?"
"Gini, kamu masih p e m b u n u h bayaran, kan?"
"Masih. Kenapa?"
"Ini ada proyek, nih. Duitnya lumayan besar. 0, ya .... tarifmu

masih sama ?"
"Tarif apa, ih? Setiap proyek beda-beda."
n
"Nulis buku proyekan."
"Masih."
"Eh, supaya aku nggak salah, berapa tarifmu?"

"Untuk 'buku E', seribu rupiah p er kata, bersih!" lstilah 'buku
E' adalah buku yang dibuat oleh seseorang untuk t u j u a n - t u j u a n
tertentu. Biasanya yang membuat adalah para pejabat,
konglomerat, atau artis.

"Maksudnya bersih, apa?"


"Ya honorariumnya. Tidak termasuk biaya lain-lain.
Seperempat dibayar di muka."
"Satu buku biasanya berapa r i b u kata?"

"Kalau yang tipis, tiga ribuan kata. Yang agak tebal lima
p u l u h a n ribu kata. L e b i h dari itu, a k u n g g a k mau."
"Kenapa?"
"Aku h a n y a mau mengerjakan satu proyek penulisan buku

dalam waktu sebulan. L e b i h dari lima puluh r ib u kata, itu kerja
yang sangat melelahkan dalam waktu sebulan. Aku nggak m a u
capek."
"Sialan, kamu!" Suara di s e b e r a n g tertawa.
"Ada apa, Mas?"

"Gini, ini ada seorang anggota D P R mau b i kin buku. Dan ada


101

lagi seorang p e n y a n y i dangdut juga m a u bikin buku."
"Terus . . "
.
"Kamu y a n g n g e rj a i n , ya?"
"Wah, n g gak, a h . . . "
"Kena pa?"
"Aku masih ada kerjaan ngedit b u k u , Mas."
"Buku apa?"

"Hak-hak kesehatan masyarakat."
"Gila! Ngapain kamu mau bikin yang k a y a k gitu?"
"ltu b u k u penting. Buku A. Nggak dibayar juga aku mau."
Istilah ' b u k u A' adalah b u k u yang dianggap penting oleh tiap

'pembunuh bayaran'. Biasanya masing-masing pembunuh
bayaran mempunyai kriteria tersendiri tentang penting dan
t i d a k n y a sebuah buku. lstilah 'buku A' sekaligus berarti t a n p a
d i b a y a r p u n , s e o r a n g pembunuh b a y a r a n m a u m e n g e r j a k a n n y a
s e b a g a i p e r n y a t a a n s i k a p p o l i t i k m a u p u n ideologinya.

"Kapan selesai?"
"Dalam beberapa hari ini."
"Oke, kalau begitu. Selesai i t u , bulan depan buku s i anggota
D P R ya? D a n bulan depannya lagi b u k u si penyanyi dangdut."

"Tapi aku sedang 'satu-dua', Mas . . . "
"Hah .... " Suara di seberang tampak kecewa.


'Satu-dua' adalah sebuah istilah u n t u k m e w a k i l i pola kerja
yang diambil oleh seorang pembunuh bayaran. Maksudnya

adalah satu bulan kerja, dua bulan tidak mau k e r j a . Selain 'satu­
dua', ada 'satu-satu' satu bulan kerja, satu bulan l i b u r , dan ada
'dua-satu' dua bulan k e r j a dan satu bulan libur.
"Kamu banyak duit, y a .... pakai 'satu-dua'."

" N g g a k , sih . . . .lagi males saja . . . . "
S u a s a n a hening.
"Nggak bisa diubah, ya?"
"Nggak bisa, Mas. L a g ia n di tiga bulan lagi, aku sudah ada
k e r j aan."

"Buku A , lagi?"


102

"Nggak, buku C. Nulis b iografi s a l a h satu aktivis lingkungan
i
di Sumatra." Buku C adalah buku yang dianggap cukup pen t g ,
n
dengan imbalan y a n g memadai, namun t e n t u saja tidal< sebesar
jika m e n g g a r a p buku E. Selain buku E dan C, ada Buku B , yaitu
buku proyek pribadi si p e m b u n u h b a y a r a n , misalnya membuat
n o v e l , membuat kumpulan c e r p e n , kumpulan puisi, dan lain­
lain. Lalu ada buku D , adalah yang biasa disebut juga sebagai

'proyek s e n a n g - s e n a n g ' , m i s a l n y a , m e n o v e l k a n film, membantu
b
m e n u liskan p e n g a l aman para tema d a n lain-lain, yang i a s a n y a
b e r a w a l dari r a s a senang dan i n g i n mencoba hal - hal y a n g baru.

" K a p a n kamu kaya kalau seperti itu."
Aku h a n y a tertawa.
"Oke, ya u d a h , deh. Kalau kamu berubah pikiran dalam dua­
tiga hari ini, cepat hubungi aku, y a . . . "
"Baik, Mas. M a a f , ya . . . "
" N g g a k apa-apa. Makanya, kamu segera cari istri. Kalau

nggak, kamu nggak t e r p a c u untuk ngumpulin duit."


Kembali aku tertawa. Dalam hati aku membatin, butuh
ngumpulin duit kok harus punya istri dulu. T e o r i dari m a n a ?

Selesai m e n u t u p t e l p o n , a k u hampir mematikan lagi telpon
g e n g g a m k u , ketika kembali telpon itu berdering. Aku terkesiap.
Ini n o m o r semalam!


!!l::vma, Jangan. T e r i m a . Jangan. Terima. Jangan. Kenapa tidak

kamu terima? Apa alasannya? Bukankah kamu harus tahu
m e n g a p a i m e n g h u b u n g i m u lagi? Mungkin ada y a n g p e n t i n g .
a
Tapi i t u akan m e n g g a nggu hidupmu! Ingat, kamu s u d a h mulai
baik-baik saja! Ingat, ia telah menyakitimu! Ingat, ia telah

menghancurkan hidupmu! Dewasa sedikit, dong! Bijak sedikit!
Bukanka itu bukan s e m a t a - m a t a salah dia? Bukankah justru
karena itu kamu bisa tumbuh dengan l e b i h kuat? Ingat kalimat
bijak: belajar adil sejak dari cara berpikir!
Aku segera m e n e k a n tombol 'yes'. Dan sialnya, dering itu

sudah berakhir. Tidal< ada suara apa-apa di s e b e r a n g .


103

Aku linglung. Menyesal. Mengapa aku bertindak begitu
bodoh dan tidak dewasa? Mengapa aku tidak m e n e r i m a telpon

itu? Mengapa aku b e g i t u butuh banyak waktu untuk berpikir?
Lalu kalau seperti ini, apa yang akan tetjadi? Apa yang ada di
pikiran dia? Ia pasti berpikir aku m a s i h orang yang kekanak­
kanakan!
Mengapa aku tidak m e n e l p o n balik? Tapi jangan-jangan ia

h a n y a i n g i n m e n g h u b u n g i , tapi tidak ingin dihubungi. I n g a t , ia
sudah punya suarni! I n g a t , ia sudah punya anak! Ingat, ia sudah
punya keluarga! Dan ingat, keluarga adalah hal yang sangat
berharga! Bukankah kamu sangat mensyukuri d a n m e n g h a r g a i

keluargamu, d e n g a n seorang i b u yang baik dan s e o r a n g ayah
yang penyabar? Bukankah kalau seandainya ada reinkarnasi,
kamu selalu b e r p i k i r i n gi n dilahirkan dari seorang ibu dan ayah
yangsama?
Aku ragu. Aku menyesal. Aku t e r d ia m . Aku linglung. Ah, ia

pasti kecewa .....
Telpon berdering kembali. Aku terkesiap lagi. Tapi dari
nomor yang berbeda. Aku mau menerimanya, tapi tiba-tiba
terlintas pikiran, bagaimana jika ia yang ada di sana sedang

m e m e n c e t - m e n c e t tombol dan tidak b is a masuk gara-gara kamu
asyik ngobrol? Tentu ia akan berpikir kamu bukan h a n y a tidak
mau m e n er i m a telpon dari d ia , tapi bahkan m e m a ti k a n telponmu!
Duh! Aku ingin teriak keras-keras! Tapi kalau kamu tidak
m e n e r i m a t e l p o n itu, yang m e n e l p o n barusan juga mungkin akan

menelponmu lagi, dan mungkin bersaing dengan dia yang
sedang mencoba menghubungimu. T e r i m a s a j a , tapi lakukan
pembicaraan singkat!
Aku s e g e r a m e n e r i m a telpon itu. Tapi lagi-lagi, telpon mati.

Tidak ada suara di s e be r a n g . Itulah takdir bagi para peragu! Dasar
peragu! Tidak bisa mengambil tindakan yang tepat! Dasar
pe . . . Hei. . berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Ka mu
.
.
m e m a n g dalam keadaan yang kacau. W a j a r s a j a , kamu berpikir
untuk hal-hal seperti itu. kamu hanya sedang tidak ingin

membuat banyak kesalahan seperti yang sudah-sudah ....


104

Telpon berdering kembali. Dari nomor yang kedua. Aku
segera mengangkat.

"Asalamualaikum ... "
"Waalaikumussalam ... "
"Sedang sibuk, ya ... "
" N g g a k , Mbak .... Mbak Fitri apa kabar?"
"Aku apik. Kamu gimana? Kok nggak pernah main lagi?

Teman-teman kangen lho sama kamu."
"I ya, Mbak. Sedang agak sibuk .... "
"O , ma a, ngganggu ya ... II
f
" N g g a k , kok."

"Eh .... aku mau minta tolong .... "
"Tolong apa, Mbak. ... "
"Bisa bantu ngasih materi di workshop kami, nggak?"
"Kapan, Mbak?"
"Akhir bulan depan."

Aku berpikir keras. Mau atau nggak, ya? Kalau aku menyang­
gupi, aku belum bisa menjamin apakah keadaanku akan baik­
baik saja setelah malam ini. Entah mengapa, aku merasa akan
ada banyak hal yang buruk semenjak malam ini. Seperti sebuah

siklus kutukan. Badai pasti akan reda, tapi pasti akan ada badai
lagi.
"Mmm ... 11
"Piye? Bisa, n g g a k ?"
"Aku belum bisa ngasih jawaban, Mbak. Bagaimana kalau

aku kasih kepastian dua hari lagi?"

"Sip! Nanti kukirim undangan dan penjelasannya lewat em a il ,
ya?"
"Iya, Mbak ... "

"Eh, kamu baik-baik saja, kan?"
"L umayan, Mbak .... "
"Kamu sempatkan main-main, dong ... teman-teman sering
menanyakan kabarmu."
"Iya, Mbak. Nanti kapan-kapan aku main ke sana."

"Ya sudah. Gitu dulu, ya .... Suwun."


105

"lya, makasih juga, Mbak."
Telpon di s e b e r a n g ditutup.

fuh . . Bagaimana, ya . . Aku benar-benar kacau. Apakah
.
.
sebaiknya aku . . .
.
Tel pon berdering. Pada detik ketika aku melihat nomor yang
ada di layar, hanya ada hening di kepalaku.
Pelan aku mengangkat telpn g en g g a m , memejet t o m b o l 'yes',


dan b e r k a t a , "Halo .... "
Di s e b e r a n g tidak ada suara. Tapi jelas bahwa ada tarikan
napas lembut, panjang, seseorang yang mencoba tenang. Diam
masih berlangsung dalam sesaat.

"Halo . . . "
.
"Hei. . . " Suara di seberang. S u a r a yang sangat kukenal.
.
Diam. Hening. Masih ada tarikan napas lembut dan panjang.
Dadaku sendiri berdebar-debar. Aku mencoba mengatasi
keadaan. Tangan satu lagi kupakai untuk m e r a i h bungkus rokok,

menyalakannya. Di seberang, sebuah pemantik a p i juga menyala,
suaranya begitu jelas. Dan suara rokok yang menyala di s e b e r a n g
j u g a terdengar jelas.
af k u mengganggumu .
" M a , a . . .. II
"N g g a k a pa-a pa ..... "
.
"Aku ingin ngomong sesuatu . . . "
"Ngomong s a j a . . . "
.
Suasana kembali senyap. Hanya ada suara embusan napas
s
dan i apan rokok.
.
.
"Agak susah . . Aku butuh s e d ik i t waktu . . "
"N g g a k a pa-a pa . . . "
.
"Kamu baik-baik saja, kan?"
Aku tiba-tiba m e r a s a jengkel dengan pertanyaan yang baru

saja muncul dari s e b e r a ng. I a tahu aku tidak pernah baik-baik
saja! Tapi akhi y a aku b e r u c a p , "Lumayan . . . "
"Ada nggak, jawaban lain selain lumayan?"
Aku makin jengkel. Dengan agak ketus aku menjawab,
"Kamu mau jawaban yang sebenarnya? Tidak. Aku tidak baik­

baik s a j a , dan kamu tahu itu!"


106

T a pi begitu aku selesai m e n g u c a p k a n kalimat itu, aku m e r a s a
sangat menyesal. Mengapa a k u masih begitu k e k a n a k - k a n a k a n ?

Wahai diri, belajar dewasalah! Kamu sudah melampui banyak
hal yang getir, juga masa lalumu yang buruk dengan dia. Kamu
bisa melewatinya. Kamu memang terluka. Tapi itu sudah
.
terjadi. .. dan . .
"Maaf, ya .... " Suara di e b e r a n g memotong pertikaian dalam
s
batinku.
"Untuk?"
.
"Untuk segala hal yang melukaimu . . "
A k u terdiam. Rasa sesal kembali rnengguncangku. Adilkah,

aku? Bukankah aku tahu bahwa sernua itu bukan hanya salah
dia sernata? Bahkan bukankah sebagian besar justru karena
salahku? Baiklah, dia memang meninggalkanku. Dia memang
pergi. Tapi apa yang layak dipertahankan oleh seseorang yang
m e n j a l a n k a n sebuah hubungan dengan o r a n g sepertiku saat itu?

Aku tahu siapa dan bagaimana diriku saat itu, bukan? Bahkan
aku pun sering merasa betapa sialnya aku saat itu, betapa
tololnya, dan oleh karena itu mernang layak ditinggalkan
olehnya? Bahkan a k u pun ingin meninggalkan diriku sendiri,

kalau bisa!
a
"M af , ya .... II
Aku rnerasa ada sesuatu yang menyabikku. Betapa tidak
adilnya aku! Dan suara di seberang itu, tidak seharusnya m e r a s a
bersalah.

.
"Tidak perlu minta maaf . . . tidak ada yang salah. Kalaupun
ada yang salah, itu adalah aku."
"Nggak, a k u salah .... "
Semua kembali hening. Lalu kuputuskan untuk melakukan

pembicaraan dengan lebih nyaman lagi. "Bagaiamana kalau soal
maaf dan siapa yang salah tidak kita teruskan lagi? Sepertinya
tidak berguna dan tidak pemah berakhir."
"Tapi itu satu dari b e b e r a p a yang ingin u s a m p a i k a n padamu
k
saat ini."
A k u terdiam. Kata 'beberapa' membuat d a d a k u berdesir kuat.


107

"Baiklah. A k u m e m a afka . Aku j u g a rnin t a m a a f . K a m u t a h u ,
a k u orang y a n g kacau."

.
"Kamu o r a n g yang baik. . "
"Tidak."
''Ya."
"Kalau aku baik, kamu tidak akan m e n i n g g a l k a n k u . "
"Please .... "

Aku kembali t e r k e j u t dengan keteledoranku. Kenapa aku
harus k e m b a l i k e masalah itu lagi? Lalu aku b e r t a n y a , "Kamu
b i l a n g itu salah satu, adakah y a n g lain?"
"Ya. Aku ingin m e m a s t i k a n karnu baik-baik saja . . "
.
.
u a
"Ak b ik b "k sa1a .... ,,
at
-
"Tadi kamu bilang tidak . . "
.
Aku m e m u k u l jidatku. K e n a p a aku tadi b il a n g bahwa aku
tidak baik-baik saja?! Tapi aku m e n e m u k a n kalimatyang kurasa
.
t e p a t , "Paling tidak, aku jauh lebih baik dibanding <lulu . . "
.
"Syukurlah . . "
"Ada lagi yang lain .... "
'' Mmm . . . . . "
Ia terdiam. Aku mematikan rokokku di lantai. Lalu ku­

nyalakan lagi sebatang sambil m e n u n g g u orang di seberang
m e l a n j u t k a n kalimatnya.
"Aku butuh sedikit waktu."
" N g g a k apa-apa . . . " .
?"
o -
" M mm .... apa bes k b e s o k s a 1 a , ya.
"Maksudmu?"
"Besok-besok s a j a k u k a t a k a n kalau aku sudah cukup siap."
"Hah? K o k begitu? Kamu tahu dengan b e r k a t a s e p e r t i itu
m e m b u a t pikiranku tidak tenang."

.
"Ya, aku tahu. Tapi. . . tapi itu tidak mudah."
"Tapi karnu telah menelponku. Seharusnya kamu sudah
m e rni k i r k a n hal itu."
"Iya, tapi k e n y a t a a n n y a lain. Aku rn e n j a d i tidak siap s e t e l a h

bicara sama kamu."
"Kamu jangan begitu, dong . .Itu rn e m b u a t k u s e m a k i n tidak
.

108

n y a m an."
.
.
"Maafkan aku . . "
"lni bukan soal m e rnin t a maaf dan memaafka."
"Mmm .... begini .... "
Dadaku berdetak keras. Rasa debar itu bahkan bisa kurasakan
sampai tenggorokanku, sampai ke kepalaku. Apa yang ingin dia
bicarakan?

"Ta pi e b e l u m n y a aku i gin kamu tidak berpikir yang bukan­
n
s
bukan tentangku."
"Maksudmu?"
"Ya, apalah, misalnya kamu berpikir bahwa aku sengaja

mengganggumu, kamu berpikir bahwa aku sedang tidak
.
bersyukur dengan kehidupanku . . Atau bahkan kamu berpikir
bahwa ya beginilah aku, tidak pemah bisa p e n u h dengan pilihan
dan tindakanku sendiri."
Aku d ia m . Mencoba m e n c e r n a apa yang dimaksudkannya.

Tapi banyak hal yang serba mungkin dari kalimat-kalimat itu.
Aku memutuskan untuk merasa sok m e n g e r t i , "Ya ... "
.
"Setelah pertemuan yang dulu itu . . . Aku merasa semakin
terganggu dengan diriku sendiri. Dan sebetulnya bukan masalah

bagiku, aku cukup bisa dengan mudah e n c a r i m u , m e n e m u k a n
m
alamat emailmu, atau m e n e m u kan n o m o r m u , toh aku banyak
.
o
kenal dengan r a n g yang kenal juga denganmu. Tapi . . . tapi aku
butuh waktu."
Kembali dadaku terasa berdetak kuat. Degubnya bisa

kurasakan sampai di kedua lenganku.
"Hidupku baik-baik saja. Aku punya keluarga yang baik-baik
saja. Aku punya anak yang l u c u , dan aku punya suami yang baik.
Suamiku sangat baik .... "

Aku masih diam. Kata-kata 'suarniku' sempat membuatku
diselinapi rasa tidak suka. Tapi kemudian aku bisa menyadari
bahwa aku harus tetap berusaha berbuat adil. Ia m emang telah
berkeluarga, memiliki suami dan anak.
"Aku memang kehilangan beberapa hal dalam hidupku, ta pi

a k u mendapatkan hal yang lain. Dan aku sadar bahwa itu juga


109

.
a k a n terjadi pada b a n y a k orang . . "


Aku agak tersentuh dengan kalimat yang baru saja
diucapkannya. Ia t e l a h tumbuh dengan begitu dewasa. M u n g k i n
sebuah kelauarga, sebuah pernikahan, membuat orang
"
b e r k e m b a n g lebih c e p a t untuk menjadi dewasa ..... T e r u s ..... "
"Tapi entah mengapa selalu ada yang mengganjal dalam

hidupku. Tapi aku bahagia. Tapi . . tapi memang ada yang
.
mengganjal."
"Maksudmu?"
" S u s a h m e n e r a n g k a n hal ini. A k u t a h u bahwa hidupku b a i k ­

baik s a j a . A k u c u k u p bahagia. A k u mensyukuri k e h i d u p a n k u
n
s e k a r a n g i i. Tapi s e l a l u a d a yang m e r a s a m e n g g a n j a l . . "
.
Aku m e n c o b a t e t a p diam. M e n c o b a t e t a p m e n d e n g a r k a n n y a .
" H i n g g a kemudian s u a m i k u berkata: k a l a u a d a sesuatu yang
m e n g g a n j a l dirimu karena masa l a m p a u , k u p i k i r k a m u harus

menyelesaikan itu dulu. Selesai suamiku b e r k a t a seperti itu, aku
merasa tahu apa yang h a r u s kulakukan. A k u harus bicara sama

kamu."
"Ka.mu ingin k e t e m u aku?"

" N g g a k , lewat t e l p o n saja k u p i k i r sudah cukup."
"Baiklah. Kamu bisa m e n g a t a k a n n y a padaku sekarang . . "
.
n
.
"Aku m en c i taimu . . "
Deg! Jantungku berhenti berdetak beberapa saat setelah
kalimat itu terdengar. Aku m e r a s a sangat lernas sekali.

S u a r a dari s e b e r a n g terdengar m e l e m a h , s e p e r t i menahan
t a n gi s , "Tolong jangan pemah bilang lagi padaku bahwa kalau
a k u mencintaimu mengapa a k u meninggalkanmu? Please . . .
.
Jangan bebani aku d e n g a n p e r t a n y a a n seperti itu. itu pedih sekali.

A k u sudah melangkah. Dan ini s e m u a sudah terlalu jauh. Di sini,
di s e k e l i l i n g k u , ada k e h i d u p a n yang begitu nyata. Ada anak yang
membutuhkanku, ada suami yang sangat baik padaku.
.
A k u . . a k u . . . "
.
b
S u a r a di s e b e r a n g t e r s e d u . Terisak. D a n m a t a k u juga a s a h ....
o
"Aku memang p e r n a h m e l a k u k a n p e r b u a t a n bod h itu. A k u

110

m e n i n g g a l k a n m u . K a r e n a saat itu aku begitu lelah. K a r e n a saat
itu a k u m e r a s a bahwa banyak hal y a n g berlangsung dan tidak

m e m b a w a harapan-harapan baik. Aku memang pernah salah.
.
Aku berharap b is a m e n e m u k a n yang lebih baik lagi. . . "
K e m b a l i gigil tangis t e r d e n g a r di seberang.
"Dan a k u tahu k e l a k kemudian bahwa s e m u a itu tidak lebih
.
baik . . . dan ini s e m u a seperti mimpi. A k u ingin itu hanya dalam
m i m p i , dan aku ingin b a n g u n d e n g a n t e t a p ada kamu .... "
Aku diserang badai haru yang luar biasa. Aku kembali
dihinggap rasa sesal yang amat sangat. M e n y e s a l i m e n g a p a aku
dulu bisa begitu kacau, sehingga membuatnya menyerah,

m e m b u a t n y a l e l a h , m e m b u a t n y a meni g alka u . Dan e n g a p a
m
a k u s e l a l u m e n y a k i t i n y a lagi dengan menuduhnya y a n g b u k a n ­
bukan?
"Ya. Itulah hal yang paling penting untuk kusampaikan. Aku
.
sangat m e n c i n t a i m u . . . "
"Aku juga sangat m e n c i n t a i m u . Dan kamu tahu itu .... "
"Ya, a k u tahu. A k u tahu k a m u s a n g a t m e n c i n t a i k u . D a n k a m u
.
.
sangat m e n d e r i t a . . M a a f k a n a k u . . . "
.
"Nggak apa-apa ..... aku juga salah, kok . . . kalau aku jadi
kamu, a k u akan meninggalkan orang s e p e r t i k u jauh-jauh hari,
dengan cara y a n g lebih k e j a m .... "
.
"Kamu jangan begitu . . . "
"Aku jujur d a n aku serius . . A k u m e n g e s a l k a n , m en y e b a l k a n ,
.
s e r b a b u r u k s a a t i t u ..... "
"Mau n g g a k k a m u berjanji padaku?"
"Janji apa?"
"Kamu jangan lagi menderita. A k u ingin kamu bahagia."
"Ya, aku janji."

"Terimakasih."
"Kamu mau janji nggak sama aku?"
"Janji apa?"
"Jangan p e r n a h menghubungiku lagi."
Hanya ada diam di s e b e r a n g .

"Maksudku, ini s e m u a l e b i h baik d a r i yang sudah-sudah.


111

K a m u s u d a h m e n y a m p a i k a n apa yang perlu kamu sampaikan,
dan aku sudah berjanji padamu. K a m u sudah punya k e l u a r g a ,

d a n t i d a k ada y a n g b i s a m e n j a m i n k a l a u kemudian k i t a tidak
melakukan hal-hal bodoh, y a n g tidak perlu terjadi .... "
"Ya, aku janji. Aku punya kehidupan nyata. Aku akan
m e n c i n t a i m u dengan cara yang paling sunyi."
"Terimakasih."

K e m b a l i hanya ada diam. Lalu aku b e r k a t a , ''Sekarang, l e b i h
baik k i t a akhiri p e r c a k a p a n ini."
"Baiklah."
"Terimakasih, ya . . . "

"Aku juga terimakasih."
"B y e . . . "
"B y e .... "
T e l p o n kututup. T e l p o n kumatikan. P in t u kukunci. L a m p u
kumatikan. A k u m e n a n g i s s e p a n j a n g malam.













































112

s e p u { u h




























t;!?�,Padatang, aku masih terlentang di kasur.
Masih belum tidur lagi. Lalu aku menyalakan

komputer, membereskan hasil editanku. Hari ini
harus kelar. Aku terancam kacau untuk jangka

waktu yang tidal< bisa kuketahui. Mata terasa panas
dan perih. Badan terasa menghangat dan ringan.
Napas juga terasa sangat panas. Tapi aku harus
bertahan. A k u punya tanggungjawab. Setelah itu,

t e r s e r a h harus menjalani takdir yang entah.
Jam 12 s i a n g pas. Se l u r u h p e k e rj aanku r a m p u n g .
Aku masih belum makan. Segera keluar, menacari
makan, tapi hanya masuk beberapa sendok ke
mulut. Pahit dan tidak enak. Lalu ke warnet,

mengirim hasil editan. Balik lagi ke kontrakan.
Menyalakan telpon genggam, m e n g h u b u n gi Tante

W i j a n g .
.
.
"Halo . . T a n t e . . . "
S u a r a di s e b e r a n g terlihat senang.
"Tante, a k u k a c a u ... "
S u a r a di seberang terlihat k h a w a t i r , tapi tetap tenang dan
b i j a k .

"Tante, a k u k e s a n a , y a .... "
S u a r a d i s e b e r a n g m e m b e r i t a h u kalau ia masih ada urusan
di Medan.
"Kapan pulang?"
Suara di s e b e r a n g m e n j a w a b .

b
"Baik, k a l a u b e g i t u a k u k e S u r a b a y a s a j a , Tante .... e s o k kalau
Tante sampai di S u r a b a y a , aku b a r e n g Tante saja k e Malang."
Suara di s e b e r a n g s e p a k a t , meminta agar aku b a i k - b a i k s a j a ,
d a n p e r c a k a p a n dihentikan.
Aku segera berbenah. Seluruh peralatan ala 'pembunuh

b a y a r a n ' kukemasi. Laptop, k a m e r a f o t o digital, k a m e r a video,
p e r e k a m s u a r a digital, b e r b a g i a t i p e dan jenis disket, b e b e r a p a

j e n i s pe na , p i s a u S w i s s , d a n b e r l e m b a r - l e m b a r kertas. Semua itu
kumasu k k a n dalam satu tas. Lalu aku m e n g a m b i l tas lain, kuisi

b e b e r a p a pakaian. Dua tas itu k u m a s u k k a n lagi k e dalam s e b u a h
r a n s e l besar. S e l e s a i . J a m tiga p e r s i s , a k u m e n y e t o p t a k s i , jam
e m p a t s o r e lebih sedikit, a k u sudah di dalam k e r e t a api.


c
{Jjf let :a ? jendela aku duduk. Di dekat jendela, ketika aku
m e m a l i n g k a n w a j a h k e a r a h kaca, aku melihatmu ..... S u r a m .
Masuk k u l i a h , s e p e r ti k e b a n y a k a n y a n g lain, kamu m a s i h
terbawa-bawa keinginan saat duduk di bangku S M A , jadi
pemusik. Membentuk kelompok band, dan hanya beberapa

bulan. Kamu tahu, itu bukan tempatmu. Bergabung dengan
sebuah kelompok diskusi politik, tapi segera keluar setelah
mendatangi seorang i n t e l e k t u a l tua dan diusir, "Kamu masih
muda, jangan b a n y a k diskusi. Pergi dan angkat senjata!"
Keputusan telah bulat. lkut bergabung dengan sebuah

k e l o m p o k politik. M e n g i k u t i k u r p o l (kursus p o l i t i k ) p e r t a m a k a l i


114

d i s e b u a h p e s a n tr e n di Bantu!. Se l e s a i itu u l a i t e r l b a t m e l a k u k a n
m
aktivitas-aktivitas politik kecil-kecilan, ikut diskusi, ikut

demonstrasi, dan lalu ditarik menjadi tim khusus GA (g raffit y
action).


K e t i k a peristiwa 27 Juli m e l e d a k , ikut lari dan tiarap. S o k
penting! Padahal bukan siapa-siapa. Hanya bocah ingusan yang

meledak-ledak. B e b e r a p a bulan kemudian, sudah masuk lagi k e
dalam tim untuk pemanasan 98. Pada a k h i r 1997, dipercaya
m e n j a d i anggota tim agitasi dan propaganda, h a n y a g a r a - g a r a
dianggap pintar m e m b u a t slogan d a n punya banyak teman.

Se be n t a r kemudian, d i p e r c a y a m e m i m p i n tim e n d i d i k a n , h a n y a
p
gara-gara dianggap bisa membuat majalah k e ci l - k e c i l a n dan
p i n t a r m e n y e l e n g g a r a k a n diskusi.
l
K e t ik a aksi 98 peca e b i h s e r i n g m e m e g a n g m e g a p o n . Begitu
T
So e h a r t o t u r u n , l a n g s u n g 'd i s e k o l a h k a n ' k e Jawa e n g a h , wilayah
pantai utara. Tidak boleh ada pesta kemenangan di saat itu. Itu
instruksi dari pimpinan puncak. Biarkan yang lain gembira,
k a l ia n harus rajin 'sekolah' !
Selesai sekolah di Jawa Tengah dengan membantu

m e n y e l e s a i k a n aksi-aksi advokasi, langsung ditarik lagi untuk
menangani kasus tiga desa di lereng Merapi. Baru b e b e r a p a
b u l a n , turun instruksi k e Klaten untuk kasus a i r . B a r u juga
b e b e r a p a bulan, langsung 'disekolahkan' lagi ke Lampung.
Selesai dari Lampung, masih ada di J a k a r t a , segera diminta

k e Semarang. Agendanya jelas: m e m b e l a h sebuah acara rembuk
mahasiswa nasional yang akan diadakan di Bali. Suskes
membelah forum, dengan sebuah tim kecil diminta untuk
m e n g o o r d i n a s i k a n organ-organ mahasiswa 'segaris', s e - I n d o n e ­

sia. S u k s e s lagi. T a p i t e t a p tidak b o l e h istirahat d a n b e r s e n a n g ­
senang. Panggilan datang d a r i Bandung untuk kasus ' O m a h i
Satu'. D i s e l a - s e l a itu harus k e Garut, b a n tu-ban t u prakondisi
aksi tani. Turun instruksi lagi untuk mengikuti Pendidikan
Kaliurang.

Turun dari Kaliurang, instruksi permanen turun: kamu di


115

mahasiswa, targetnya ekspansi. Sepuluh bulan ikut m e n g u r u s

1
mahasiswa, d i a n g g a p s u k s e s besar. Dari 1 1 p r o p i n s i rnenjadi 7
propinsi, dari 27 cabang rnenjadi 47 cabang. L a l u m e n e r i rn a
p e n u g a s a n untuk ikut Pendidikan Tawangmangu.
Turun dari Tawangrnangu, tugas lama masih tetap, lalu
ditambah beban baru untuk rnenjadi sekretaris lintas sektor di
Jawa T e n g a h - D I Y . Masih d i tarn b a h harus ikut m e n g arn p u dua

materi untuk kursus-kursus politik: materialisme dialektika
historis (MDH), dan materi strategi taktik gerakan ( S t r a tak).
Praktis tidak ada waktu b e r s e n a n g - s en a n g , tidak ada waktu
untuk istirahat. Tidur pun sering di stasiun dan terminal. Selalu

pergi. Selalu ada tugas. Selalu ada instruksi. P e r n a h rnerninta
i
keringanan jatah kerja pada kolek tf pusat yang tidak pernah
diketahui orangnya itu, ta pi selalu ditolak, a l a s a n n y a jelas: kader
kita rnasih sedikit, semua orang rn e r a n g k a p kerja!
Di saat-saat itulah, karnu rn e n g e n a l seorang p e r e rn p u a n yang

sangat cantik. Waktu itu, karnu baru pulang dari Surabaya,
marnp i r ke karnpus untuk rninurn kopi s e j e n a k , sebelum kurir
mernbawa ke Magelang untuk rapat tani. Dalam waktu yang
cukup singkat, kamu tahu narn perernpuan itu, tahu alamat

k o s n y a , dan tahu n o rn o r telpon kosnya. Se rn e n j a k itu, di a n a p u n
rn
karn u berada, karn selalu rnenulis s u r a t y a n g karn u k i r i m untuk
perernpuan itu. Dan pada saat karnu m e n u l i s berpuluh-puluh,
atau bahkan lebih dari seratus surat itu, k a m u rnenernukan dunia
yang begitu indah.

Lalu semua rnernang cukup indah untuk dikenang.
Kebengalan-kebengalan kecil. Kelucuan-kelucuan kecil. Ikut
m e m b a j a k kereta a p i d a r i S u r a b a y a k e Jakarta untuk rn e n g a n g k u t
para dernonstran, p e r n a h s e l a rn a s e rnin g g u h a n y a rn a k a n rni e

s e b u n g k u s sekali dalam s e h a r i karena tidak punya u a n g , perna
h a n y a rnakan ketela p o h o n selarna tiga h a r i .
Dan pemah s e b u a h kejadian lucu d i J a k a r t a selalu rnenjadi
buah bibir dimana-rnana. Pesannya waktu itu jelas: kurir akan
m e n j e m p u trn u di a ti n e g a r a , dengan botol berisi cairan b e r w a m a
J
m e r a h . S a m p a i so re rn e n u n g g u s i k u r i r t i d a k rn u n c u l . K e s a l sekali.


116

Tapi ada seseorang yang duduk lama sekali tidak jauh dari
tempatmu berada. Orang itu memang memegang botol

min uman ta pi kosong tidak ada isinya. Ada perasaan ragu. Ta pi
t
a k h i m y a n e k a t . K a m u m e n d e k a ti o r a n g itu. O r a n g itu a k u t - t a k u t .
D a n ketika sudah begitu d e k a t , kamu meiihat ada bercak cairan
m e r a h tersisa di botol minuman itu. "Mana isinya?"
"Sudah kuminum, Bang." Kamu hampir marah. Tapi

a k h i r n y a dalam perjalanan sampai ke daerah p u n c a k , d i m a n a
acara rapat khusus diselenggarakan, kamu terus-menerus
tertawa.
Harnpir kena sial di dua tempat, saat posko di Cimahi

digerebek preman sewaan pengusaha, dan saat di Ungaran
dengan kasus hampir sama. Di Cimahi diselamatkan seorang
buruh p e r e m p u a n , di U n g a r a n diselamatkan t u k a n g ojek.
K u r u n - k u r u n itu adalah kurun-kurun yang paling rnelelah­

kan. Tapi kamu berusaha menikmatinya. Berusaha keras me­
n e r i m a dan m e n g e rj a k a n seluruh tugas dengan baik. kamu sadar
bahwa menempa besi di saat membara akan menghasilkan
s e n j a t a yang ampuh. Dan jauh hari kamu sudah t e r p i k a t dengan

s e b u a h film yang b e r u j a r , "Kamu tidak punya keluarga. Kamu
tidak p u n y a n a m a . Kini kamu lahir kembali. Dengan nama yang
baru. Dengan keluarga yang baru. Se b u a h keluarga suci. Sebuah

k e l u a r g a diman kal ian dipertemukan k a r e n a sebuah cita-cita."
.
Ta pi perempuan itu . . . . .
Di sela-sela k e r j a - k e r j a m u yang begitu keras, jam tidur yang

tidak p e r n a h jelas, tidak punya tempat tingal yang t e t a p , kamu
selalu menulis surat untuk perempuan itu. Dan ingatlah,
p e r e m p u a n i t u belum mengenalmu!
Kamu berpikir, harus ada titik maju. Menelpon! Akhirnya,

setiap kali kamu datang ke kota itu, kamu selalu m e n y e rn patkan
diri untuk m e n e l p o n p e r e m p u a n itu. Hasilnya jelas bisa diduga,
s e r i n g kali b e gi t u tahu yang n e l p o n adalah k a m u , t e l p o n langsung
dibanting. Tapi kamu keras kepala, dan tahu b e t u l , kekuasaan
sekeras apapun jika dihajar terus pasti akan hancur. Juga hati

orang. M a j u terus!


117

Tapi kamu o r a n g yang sangat lelah, juga marah. Kamu m a r a h
pada keadaan. K a m u m a r a h melihat bagaimana orang-orang

yang <lulu enggan hati dalam gelombang perubahan, bahkan
tidak sedikit yang m e m a n g ada di kekuasaan busuk itu, malah
mendapat kekuasaan yang semakin b e s a r . Tapi di sisi yang lain,
kamu juga mulai tidak t e r i m a d e n g a n cara kerja organisasimu
yang berdasarkan instruksi. Kamu pemah m e l a b r a k pada petugas

pusat itu, " H e i, kalian bilang bahwa kalian butuh laporan untuk
menentukan keputusan-keputusan penting. Kami membuat
laporan, kami membuat rekomendasi. T a p i k e n a p a instruksi yang
turun jauh dari kenyataan? K a l i a n itu b e n a r - b e n a r butuh laporan

atau hanya basa-basi agar dianggap demokratis?!"
Lalu malah datang instruksi yang aneh: kamu diminta dan
dipindahtugaskan ke Jakarta! Kamu berang. Kamu menolak.
Kamu memang telah mendengar desas-desus, bahwa kamu
dianggap 'membahayakan' pimpinan pusat k a r e n a m e m e g a n g

jabatan strategis, b a n y a k k e t e m u o r a n g , dan d i a n g g a p gampang
mempengaruhi orang. T a p i tidak. Kamu tidak berang karena itu.
kamu berang k a r e n a instruksi itu menyalahi aturan yang ada.
Organisasi formalmu punya aturan formal yang tidak

memungkinkan itu terjadi. Ketika untuk kali pertama, kurir itu
m e m b a w a k e r t a s instruksi, kamu merobeknya di depan wajah s i
k u r i r , d a n m e n g acungkan jari t e n g a h tepat d i wajahnya.
a
Tapi itu hanya kemar h a n kedua. K e m a r a h a n p e r t a m a d a t a n g
p a d a s a a t m e n j e l a n g pemilu 1999. S t r a t e g i yang diambil t e p a t ,

m a h a s i s w a boikot pemilu. Tapi t i b a - t i b a turun instruksi bahwa
p
kamu harus ikut k a m p a n y e untuk e m e n a n g a n pemilu. Instruksi
itu turun dari p i m p i n a n wilayah. Kamu t e n tu saja kaget s e t e n g a h
mati. K a m u m e n d a t a n g i p i m p i n a n itu. "Apa ih maksudnya?!"
n
Ujarmu sambil menunjukkan kertas instruksi yang ngawur.
N g a w u r dalam banyak hal. Ngawur karena kamu tidak boleh
m e n e r i m a instruksi dari w i l a y a h , tapi dari pusat. Ngawur k a r e n a
k a m u d a n kawan-kawanmu t e l a h memboikot pemilu.
Sesungguhnya, itu semua telah kamu duga. Dari awal, kamu

sepakat dengan b e b e r a p a kawan yang b e r s i k e r a s agar o r a n g - o r -


118

ang yang dituai pasca 98 'disekolahkan' dulu, agar tahu
bagaiman senyatanya ketja politik di bawah. Agar jika m e r e k a

menduduki jabatan formal organsasi tidak ngawur dalam
memutuskan sesuatu h a n y a karena tidak paham cara ketja dan
kerasnya kehidupan di tingkat bawah. Tapi pimpinan pusat
punya alasan yang nyaris gila: kita tidak punya cukup s u m b e r ­
d a y a manusia!

Saat itu juga, kamu t a h u bahwa s e b e n t a r Iagi pasti akan ada
pemberontakan besar-besaran di tingkat organsiasi, karena
birokrat-birokrat baru itu pasti m e m p u n y a i logika yang berbeda
dengan kalian yang melakukan k e t j a - k e t j a di b a w a h , di tingkat

massa.
Dan begitu m e r a h telingamu ketika si birokrat itu m e n j a w a b ,
" K a m i b u t u h o r a t o r - o r a t o r h a n d a l untuk pemilu!"
Kamu langsung meradang. "Hei, kalau goblok bagi-bagi,
d o n g ! Jangan diambil s e n d i r i , b ia r n g g a k k e l i h a t a n kalau kamu

goblok! O r a n g goblok itu nggak dosa, tapi orang yang n g g a k
m a u b e l a j a r i t u dosa! Mau t a r u h d i m a n a mukaku, kalau k e m a r i n
aku omong boikot p e m i l u , dan s e k a r a n g a k u bilang cobloslah
partai ini?!"

Dan konon karena kasus itu, namamu semakin buruk di
depan para pimpinan nasional. Apalagi k e t i k a kamu menolak
instruksi dari pusat u n t u k penugasanmu di Jakarta.
Dan kamu tetap m e n e l p o n perempuan itu, mengiriminya
surat, bahkan kamu mulai berani mendatanginya. Hasilnya?

T e t a p buruk. Dia h a n y a mau m e l i h a t m u dari balik p i n t u , d i depan
pintu itu masih ada pagar besi yang terkunci rapat. Kamu b e n a r ­
b e n a r m e n g e n a s k a n .....
T a p i kamu telah k e b a l lelah. T e r u s lakukan, terus ketjakan,

hingga sampai pada satu titik dimana kamu m e m a n g seharusnya
menyerah. Kamu tetap datang. l a t e t a p berang. Kamu tetap
datang. Ia malah mengusirmu. Kamu t e t a p datang. Ia tidak mau
menemuimu. Kamu tetap datang. Ia mulai membuka pintu.
Kamu t e t a p datang. Ia m e n d e k a ti pagar besi itu. Kamu t e t a p

datang. I a m e m b u k a p a g a r besi itu. kamu t e t a p datang. Kamu


119

dipersilakan masuk. K a m u m e n g a t a k a n cinta. Ia mengusirrnu
lagi!

Kamu datang lagi. Ia m e n g u s i rrn u p e r g i lagi. Kamu d a t a n g
l a g i . Ia tidak mau menemui. K a m u datang lagi. Ia m e m b u k a
pintu. K a m u datang lagi. I a m e n d e k a t i p a g a r lagi. K a m u datang
lagi. Ia m e m b u k a pagar. Kamu datang la g i . Ia m e m p e r s i l a k a n m u
masuk. K a m u mengatakan c i n t a lagi. Ia mengusirmu lagi!

Dan p e r t i k a i a n m u d e n g a n p i m p i n a n pusat semakin sengit.
Ta pi kamu tidal< s e n d i r i a n . Hampir di seluruh wilayah dan sektor
muiai memanas seiring dengan k e b i j a k a n p u s a t yang seringkali
tidak m e m p e r ti m b a n g k a n l a p o r a n - l a p o r a n dari b a w a h . D i t a m b a h

l a g i, jajaran b i r o k r a t daerah yang sangat f o r m a l i s karena mema
tidak p e m a h 'disekolahkan'.
Hingga kemudian, kamu didatangi oleh Hrna orang per­
wakilan sektor mahasiswa. "Organisasi diujung tanduk .... "
B e g it u m e r e k a memulai pembicaraan.

Kamu hanya diam. M e n c o b a m e n d e n g a r k a n .


"Teman-teman d i Palu s e b e n t a r l a g i a k a n mengumumkan
pengunduran diri besar-besaran. Lalu Lampung juga. D i

S u r a b a y a , b e b e r a p a s e k t o r sudah k e t e m u untuk m e m b i c a r a k a n
p e n g a m b i l a n keputusan m e n y a n g k u t kesewenang-wenangan
pimpinan pusat."
"Sektor mahasiswa butuh keputusan, Bung .... " Seseorang
.
menimpali. "Jakarta juga mulai memanas . . ," ia m e l a n j u t k a n .
"Maksudmu mahasiswa butuh kepastian i t u bagaimana?
T e r u s apa kata pimpinan pusat mahasiswa?" Kamu b e r t a n y a
k a r e n a merasa ada y a n g janggal.
"Di daerah-daerah dimana kekuasaan pimpinan p u s a t kuat,

m e r e k a m u l a i melawan kebijakan pimpinan pusat mahasiswa
yang sepakat dengan Bung."
Deg! K a m u kaget. "Sepakat d e n g a n aku? Maksudmu apa?"
M e r e k a a g a k bingung. "Lho, b u k a n n y a kita m e m a n g a k a n
melakukan p e m b e l a h a n , Bung?"

Wah, ada yang n g g a k bener, nih! Malam itu juga, kamu


120

langsung menelpon teman-temanmu di pimpinan pusat
mahasiswa, meminta p e n j e lasan tentang itu semua. Dari m e r e k a

k a m u mendapat keterangan b a h w a perpecahan besar-besaran
pasti akan terjadi. Tapi pimpinan pusat mahasiswa masih belurn
m e m b u a t keputusan. Hanya saja m e r e k a m e m a n g kecewa karena
p i m p i n a n pusat mahasiswa selalu dianggap menghalang-halangi
agenda-agenda pimpinan pusat. Hampir di semua sektor dan di

semua wilayah terjadi bibit-bibit perpecahan. Dan ternyata
beredar g o s i p bahwa kamu dianggap berada di kubu yang akan
melakukan pembelahan.
.
"Eh, kalian yang hati-hati, y a . . . Organisasi memang sedang
kacau karena banyak kekecewaan. Tapi kalian kan tahu, kalau
.
m o t i f kekecewaan itu macam-macam . . Dan yang paling p e n t i n g
adalah apakah kalian b i s a m e n j a m i n b a h w a dengan melakukan
pembelahan bisa memperbaiki keadaan ?"
Tidak ada kata final di malam itu.

Beberapa hari kemudian, kamu mendapat undangan untuk
datang ke kantor pimpinan wilayah, untuk mendengarkan
keputusan penting dari pimpinan pusat. Di forum itu t e r n y a t a
komisaris politik yang mewakili pimpinan pusat membacakan

keputusan pemecatan o r a n g - o r a n g yang d i a n g g a p m e m b e l o t dari
kebijakan organisasi. Tapi anehnya, tidak ada namamu di surat
pemecatan itu.
Sepulang dari f o r u m i t u , p i k i r a n m u b e n a r - b en a r kalut. K a r e n a
justru orang-orang yang d i p e c a t adalah orang-orang yang sudah

t e r b u k i
tdengan kerja-kerja yang baik dan punya dedikasi yang
luar biasa. Ada yang a n e h , memang .....
Tidak lama setelah itu, kamu mendapatkan surat elektronik
yang berisi pernyataan sikap pengunduran diri dari teman­

temanmu di Palu, Lampung, dan Surabaya. Ada tanda-tanda
kapal ini akan karam. Tapi kamu m e r a s a h a r u s be r h a t i - h a t i , selalu
ada penumpang gelap yang memanfaatkan kekacauan ..... Kamu
i n g i n menunggu situasi agak mereda.
Situas bukannya s e m a k i n mereda malah s e m a k i n meman.

Sektor mahasiswa dari wilayah Bandung berontak. Mereka


121

k e l a m a a n menunggu r e s p o n s dari p i m p i n a n pusat mahasiswa.
Diikuti k e m u d ia n oleh s e k t o r mahasiswa dari S o l o , d a n b e b e r a p a

sektor petan d a r i wilayah-wilayah di S u m a t r a .
K a m u semakin kalut. D i saat genting seperti itu, entah
m e n g a p a , kamu melakukan s e b u a h kegilaan. Kamu mendatangi
tempat kos perempuan itu, m e n g e t u k pagar. Ia membukanya.
Kamu mengungkapkan cinta. Ia menolak.

K e e s o k a n h a r i n y a lagi, kamu d a t a n g lagi. I a ada di balik p a g a r
t a n p a m a u m e n y e n tuh kunci p a g a r u n t u k m e m b u k a n y a . Kamu
mengungkapkan kata cinta lagi. Ia menyuruhmu pergi.
Malamnya, kamu datang lagi. Ia membuka pagar dan pintu,

mempeisilakan kamu masuk. Kamu mengungkapkan lagi rasa
.
y
cinta, dan ia m e n j a w a b , "Aku sudah pun a pacar . . . "
"Aku tidak peduli." Tandasmu.
"Kamu kok bandel banget, sih?!"
"Jawab y a , a t a u tidak."

"Tidak!"
E s o k n y a , k a m u datang lagi. Ia m e m p e r s i l a k a n kamu m a s u k
lagi. Lalu kamu m e n g u l a n g i b a h w a kamu mencintai y a . T i b a ­
n
tiba perempuan itu menangis sambil berkata, "Kamu

keterlaluan . . kamu mengganggu hidupku .... "
.
Saat itu juga, kamu pulang dengan perasaan kalah dan
m e n y e s a l . Kamu telah m e n y a k i t i p e r a s a a n p e r em p u a n itu. Kamu
telah m e m b u a t n y a menangis.


�?1N . • • • aku m e m a n d a n g baik-baik kaca jendela. W a j a h m u
.
semakin jelas, k a r e n a d i luar semakin gelap. K e r e t a b e r h e n t i
s e j e n a k d i Mojokerto. A k u m e n y a l a k a n t e l p o n genggam. S e b u a h
n o m o r kuhubungi.
"
.
"H l a O, B OS . .
S u a r a di s e b e r a n g terdengar giiang.
"Aku ini sedang di k e r e t a m e n u j u SUiabaya, sudah sampai
.
M 0 1 0 e r o . . . . "
k t

S u a r a di s e b e r a n g m e n y a h u t lagi.
"Iya, maksudku begitu. K a l a u kamu m e m a n g sedang tidak


122

ada penumpang, kamu ke Gubeng saja saat ketika keretaku tiba."
Suara di seberang menyahut lagi.

.
"Oke, gitu saja ya . . "
A k u mematikan telpon. Saat aku hendak meluruskan badan,
s
aku kaget e t e n g a h mati. Kursi di s e b e l a h k u yang tadinya k o s o n g
t e r n y a t a sudah a d a y a n g menduduki. S e o r a n g perempuan.
Ia tersenyum. Aku juga t e r s e n y u m , lalu aku bertanya, "Naik

dari mana Mbak?"
.
"Dari Madiun . . "
' ' O . . . ' '
"Nggak nyadar ya, Mas .... M a s n y a sih, asyik melamun . . . ' '

W a h , gila. Aku kena serangan mendadak. "Kuliah, Mbak?"
"Nggak, sudah kerja. Masnya?"
"Ya, saya juga kerja."
"Di mana?"
Nah, ini pertanyaan berat. "Saya kerja di Yogya."

"Mm . . . " Ia manggut-manggut.
"Mbaknya kerja dimana?"
"Di Surabaya."
"Lho, ini kan bukan hari libur?"

"Iya, saya sedang ngambil cuti."
Aku mengangguk-ngangguk. "Mbaknya berasal dari mana ?"
"Madiun."
"Masnya?"
"Yogya."

"Dulu k u l ia h dimana, Mas?"
"Di UGM."
"Fakultas apa?"
.
.
Nah, a w a s hati-hati wahai d ir i . . "Mmm . . fakultas sastra."
Perempuan itu mendadak wajahnya cerah. "Saya punya
saudara di f a k u l t a s sastra lho mas . . "
.
Deg! Nah, kan! Ayo, tenang . . . "Saudaranya a n g k a t a n berapa,
.
Mbak?"
"Sembilan enam atau sembilan lima ... "

"Namanya?"


123

"Anas. Anasrullah."
Deg! Ayo kuasai keadaan . . . "Jurusannya, Mbak?"
.
"Sastra Indonesia."
Deg!
"Mas, kenal?"
.
"Wah, nggak . . tapi kalau melihat w a j a h n y a mungkin kenal,
Mbak."

" O r a n g n y a berambut gondrong . . . "
.
"Wah, di sana banyak orang yang berambut gondrong . . . "
"Masnya angkatan berapa?"
"Sernbilan em.pat, antropologi . . "
.
"Mmm . . . " Ia manggut-manggut.
Aku rnencoba rnemasang mimik untuk terlalu bernafsu
meneruskan percakapan. Untung s a j a perempuan di sampingku
itu tidak menaakan p e r t a n y a a n - p e r t a n y a a n yang dibalik. Sebab
biasanya aku mengaku anak Fakultas Sastra, jurusan sastra In­

a
donesi , dan angkatan sembilan enam. Tentu saja aku m a s i h b is a
berkelit. Tapi akan semakin rn e n g u r a s energi. Begitulah salah
satu hal yang paling tidak menyenangkan dari sebuah
kebohongan.

e
Keluar dari G u be n g , si Bono sudah mema r k a n s e n y u m n y a .
"Apa k a b a r , Bos?!"
"Baik, Bos!" Sahutku. Kami berdua memang sama-sama
sating memanggil 'Bos'. Bono lalu membawaku ke t a k s i n y a dan
m e n y impan tasku di bagasi. Sebagaimana b iasa, aku duduk di

depan, di samping Bono.
Bono kukenal dua tahun yang lalu. Saat i t u , aku begitu tert
ketika m e n y a d a r i bahwa d i d a s h bo a r d t a k s i y a n g kutumpangi
ada buku kumpulan puisi Joko Pinurbo, 'Di Bawah Kibaran

Sarung'. Waktu itu aku b e r t a n y a , "Suka puisi ya, Mas?"
Si Sopir tertawa. "lya, saya dulu sempat main teater waktu
kuliah."
"O, ya? Kuliah dimana?"
"Sosiologi Unair."

"Lulus, Mas?"


124

"Masih skripsi s a m p a i sekarang."
Semenjak itu, kalau aku di Surabaya pasti ketemu Bono,

menjadi salah satu penumpang langganannya.
k
"lni e m a n a , Bos? K e n j e r a n , M u l y o r ej o atau Dukuh Ku pang?"
Bono sangat hapal dengan tempat-tempat d i mana a k u m e n g i n a p .
"Dukuh Kupang saja. Tapi sebelumnya kita makan dulu,
ya . . eh, kamu sudah makan atau belum?"
.
"Jelas belum, Bos!" Bono tertawa ngakak.
Di Surabaya, aku punya tiga tempat yang sering kupakai
menginap. P e r t a m a , di e n j e r a n . Itu adalah rumah Tante Wijang,
K
tapi s e r i n g dibiarkan kosong dan tidak ada yang menunggui.

Kalau aku agak lama di Surabaya, biasanya aku tidur di s a n a
setelah s e b e l urnnya mengambil kunci rurnaya d i M a l a n g , lalu
kalau p e r g i dari rurn itu, aku m e n g e m b a l i k a n kunci itu lagi ke
M a l a n g . Tempat kedua di Mulyorejo. Itu rumah temanku yang
kebetulan tempat nongkrong teman-temanku juga. Lalu yang

ketiga, aku biasa tidur di Dukuh Kupang. ltu adalah tempat
kosku. Aku memang mempunyai empat tempat kos d i empat
kota. Satu di Denpasar, satu di Surabaya, satu di Yogya, dan satu
di Bandung. Biasanya teman-temanku di kota itu tidak ada yang

tahu kalau aku punya kos di masing-masing kota itu. Kecuali
tentu saja yang di Yogya. Tempat kosku di Surabaya hanya
diketahui oleh Bono dan Lukman. Lukman adalah teman lamaku.
Ia biasanya kuminta untuk sesekali ' m e n j e n g u k ' kosku agar para
penghuni yang lain tidak begitu penasaran karena aku jarang

ada di sana.
Di dua kota yang lain, yaitu Denpasar dan Bandung juga
hampir sama. Kosku di Denpasar hanya diketahui oleh dua or­
ang, keduanya bernama Made. Made yang satu adalah sopir taksi

langgananku di denpasar, dan Made satunya lagi adalah
keponakan sahabatku. Di Bandung juga seperti itu. Kosku di
bandung hanya d ik e tahui oleh dua orang yaitu I p u n g dan Bilven.
Ipung juga sopir taksi, ia hampir mirip Bono, masih kuliah di
U P I , dan lebih m i r i p lagi k a r e n a s a m a - sama meninggalkan kuliah

di t a h a p m e n g e r j a k a n skripsi. Sedangkan Bilven adalah t erna


125

lamaku.
"Makan apa, Bos?"

"Sega sambel saja, gimana, Bos?" Sahutku.
"Sip, Bos! Kangen sega sambel ya?"
Aku mengangguk. Tiba-tiba aku teringat sesuatu, "Sudah
selesai baca buku kirimanku?"



"Yang 'Leontin Dewangga' sudah, Bos. Yang 'Cantik itu
Luka', belum selesai, Bos, tinggal sedikit lagi. Makasih ya, Bos."
Aku tersenyum. "Istri dan anak bagaimana kabarnya, sehat,
Bos?"

"Alhamdulillah sehat, Bos. Eh, nanti mampir n g g a k , Bos?"
Sambil bertanya seperti itu, Bono mengerdipkan matanya.
"N ggaaaak!"

Ka mi berdua sama-sama tertawa ngakak, untuk sesuatu yang
sama-sama kami mengerti.

Jangan bepikir yang bukan-bukan! Maksud Bono adalah
mampir ke Kya Kya, tempat favoritku untuk cuci mata di malam
hari.






































126

s e 6 e fu s




























r;/ a1mj a i cl,; k o s k u , d i daerah Dukuh Kupang, aku
langsung masuk kamar, aku langsung membuka
lemari, mengambil gelas yang ada di dalamnya,
mengambil tisu, membuka tas plastik yang tadi
kubawa, mengeluarkan botol m i n e r a l , m e m b a s a h i

ti s u dengan air, lalu m e n g u s a p k a n k e gelas sampai
rata. Aku mengulanga dengan tisu kering. Masih
dari tas plas tk yang sama aku mengeluarkan dua
i
botol bir dingin. Sebelum ke kos ini, dalam

perjalanan, aku meminta Bono un tuk berhenti di
s e b u a h toko 2 4 j a m , untuk m e m b e l i a i r m i n e r a l , dua
botol bir dingin dan sebungkus rokok. Aku ingin
berusaha tidur malam ini, tapi aku tahu, aku tidak
akan bisa tidur Iagi. Itu a r t i n y a , sudah tiga m a l a m
aku belum tidur.

S e t e l a h habis satu botol, a k u tiduran d i kasur yang t e r l e t a k
langsung d i a t a s lantai. K e t ik a a k u m e m i r i n g k a n tubuhku, aku

melihat lagi kamu, wajah r e m a n g dan a n e h , di botol bir yang
t e l a h kosong.
Kamu!
Rasa sesal t e l a h membuat m e n a n g i s p e r e m p u an yang kamu
c i n t a i t e r u s menggangumu. Kamu juga diganggu oleh suasana

yang semakin memanas di tubuh organisasimu. Kamu juga
diganggu oleh peristiwa-peristiwa politik yang semakin
mengukuhkan suatu hal bahwa tidak setiap orang yang
m e n a n a m akan menuai. A p a yang ditanam t e manmu bisa dituai

oleh orang lain. Apa yang kamu tanam dengan t a n g a n m u b is a
dituai o l e h orang yang tidak kamu kenal. K a m u juga mulai
diganggu oleh t i n g k a h laku pelaku-pelaku yang mulai m e m b u a t
kesepakatan-kesepakatan politik yang a n e h . Si a k t i v is A ikut
bapak B, si aktivis C dipelihara oleh bapak D, si aktivis E

melengkapi keperkasaan kekuasaan bapak F. Tapi gangguan
t e r b e s a r datang justru dari rasa b e r s a l a h yang sangat kuat.
Kamu telah ikut m e r a c u n i banyak orang! Dengan bahasamu,
dengan gaya bicaramu, dengan caramu, banyak o r a n g yang t e l a h

kamu e s a t k a n . M e r e k a berduyun-duyun m e n i n g g a l k a n bangku
s
kuliah untuk sesuatu yang masih remang-remang. Mereka
beramai-ramai b e r o n t a k pada orangtua m e r e k a , untuk sesuatu
yang belum jelas benar. O r a n g - o r a n g yang seharusnya b e l a j a r
k e r a s , harus terlempar ke jalanan untuk sebuah harapan y a n g

menggelembung. Untuk sesuatu yang dengan lantang diseru
sebagai masa depan.
Tapi jujurlah, kamu . . . jujurlah! Adilkan kamu?! Ketika
.
harapan itu melayu, ketika daya itu menguar karena k e n y a t a a n

selalu menghadang kuat, karena harapan menggelembung
s e p e r t i balon w a m a - w a r n i , m e r e k a semua t e r p e l a n t i n g . Bangku
kuliah telah mereka tinggalkan. Ikatan keluaga telah m e r e k a
putus. Bakat-bakat b e s a r t e l a h digerus.
S i 0, anak teknik sipil ITB keluar. Kini ia m e n j a d i p e n j a g a

warnet. Si W anak ITS itu keluar juga, dan ketika balon


128

harapannya pecah, ia mengasong di Bungurasih. S i T anak
gakultas Hukum UGM y a n g luar b i a s a cerdas itu juga h e n g k a n g ,

kini ia menjadi p e n j a g a kolam i k a n lele milik pamannya. Si P
anak sospol UI itu minggat dari rurn dan universitasnya, kini
ia jadi p r e m a n . Ayo s e b u t lagi! Belasan katamu? Puluhan! Bahkan
mungkin ratusan! Karena tidak semua orang kamu ketahui
nasibnya. Dan kamu serta t e m a n - t e manmu adalah orang yang

paling berdosa! Paling!


Beginilah selalu b i a s a n y a proses mereka. M e r e k a mulai kamu
l i b a t k a n dengan aktivitas-aktivitasrnu. M e r e k a l a l u mendapatkan

kursus-kursus politik. Mereka lalu 'disekolahkan' kemana-mana
ke berbagai wilayah dan sektor. Mereka lalu keras kepala
s e p e r tirn u , m e r a s a b e n a r sendiri sepertimu. K e r a s hati k a r e n a
d i t e m p a o l e h k e r a s kehidupan. K e r a s p i k i r karena m e r a s a b a h w a
hid up yang k a m u lakoni adalah yang paling keras. Mereka rnulai

sepertimu, kepala batu! Angkuh seangkuh-angkuhnya!
Lalu mereka rnulai meninggalkan bangku kuliah sarnbil
i
b e r k a t a , "Selamat tnggal neraka pendidikan! Aku akan m e n c a r i
i l m u d i tengah-tengah masyarakatku!"

Lalu mereka juga akan meninggalkan dan memutuskan
ikatan k e l u a r g a sambil b e r k a t a , "Aku hanya kebetulan lahir dari
g a r b a kalian, dari air mani kalian, tapi akulah s i anak zaman!"
Bertahun-tahun m e r e k a m e n em p a diri mereka untuk semakin
menjadi batu. Persis seperti kamu! Persis seperti orang-orang

s e b e l ummu! Mungkin ada benamya hal seperti itu ditempuh.
Mungkin dengan cara seperti itu mental-mental b a j a ditempa.
T a p i kamu dan m e r e k a m e n g i d a p p e n y a k i t paling akut yang tidak
diragukan lagi tingkat bahayanya. P e r t a m a , kamu dan m e r e k a

m e r a s a m e n j a d i p a h l a w a n , d a n m er a s a paling b ena r ! K e d u a , yang
akan semakin membuatmu sinting adalah karena kamu dan
m e r e k a tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi di
tingkat puak-puakmu. Kamu, siapa yang menggerakkan?
Mengapa m e r e k a menggerakkanmu? K a m u dan mereka m u n g ­

kin akan bilang: diri karn sendiri, s e b a b kami orang merdeka!


129

B e n a r k a h ? B e n a r k a h ? Benarkah!
Kamu ada di sebuah lingkaran. Beberapa saat kemudian,

k a m u tahu ada lingkaran di dalam lingkaran. Kamu masuk k e
lingkaran kedua. Beberapa saat kemudian, kamu tahu ada
lingkaran la g i di lingkaran kedua. K a m u masuk lagi. Dan beta pa
k a m u akan terpeanjat, t e m y a t a ada l i n g k a ran di lingkaran k e t i g a .
D a n c u k u p sudah! T e n t u akan m a s i h a d a lingkaran l a gi , ada

lingkaran lagi, dan hanya Tuhan yang tahu mana lingkaran
t e r a k h i r itu. Dan k a m u s e g e r a m a f h u m , k a m u digerakkan oleh
sesuatu seperti orang-orang m en g g e r a k k a n boneka.
Kamu tegang. Kamu marah. Kamu tidak bisa apa-apa. Kamu

seperti yang lainnya, terjebak dalam kubangan aneh. Dalam
sebuah lumpur peristiwa yang akan terus melucuti seluruh
energimu. Kamu t e l a h m e n g h a n c u r k a n b e r h a l a lamamu, tapi
m e r i n g k u k dan m e m b e r i k a n sujudmu pada berhala lain yang
tidak kalah a n g k e r n y a .

Dan pada t a h a p t e r t e n t u , a k i b a t a k u m u l a s i i t u , b e g i n i l a h y a n g
k a m u rasakan .....
T e n gkuk terasa sakit. K a m u semakin jarang tidur. M a t a m u
t e r a s a sangat panas. Tulang b e l a k a n gm u seperti m e n g e n c ang.

Urat-urat di wajahmu menegang. Telingamu terasa kaku.
L e h e r m u tidak bisa dipakai untuk m e n o l e h dengan sempuma.
Dan beginilah y a n g kamu rasakan .....
Kamu mulai susah mencerna sesuatu. Kamu mulai
kehilangan kemampuan untuk membedakan warna-warna

b e n d a . K a m u mulai gampang l u p a , apakah keran di kamar mandi
sudah dimatikan? Apakah tombol lampu sudah dimatikan? D i
manakah kamu l e t a k k a n k u n c i kamarmu? D i manakah kamu
letakkan dompetmu? Dimanakah kamu letakkan catatan

h a r i a n m u ? Di manakah kamu?
Kamu m e n y a d a r i , s e b u a h badai besar akan m e n g g u l u n g m u
dalam w a k t u dekat.
Kamu mengambil sebuah keputusan yang tidak masuk aka!.
K a m u mendatangi perempuan i t u , setelah b e r m i n g g u - m i n g g u

k a m u tidak b e r a n i mengganggunya. I a m e m b u k a k a n pintu, tapi


130

k a m u tidak m a u masuk. K a m u bilang in g in m e n g a j a k n y a keluar.
Aneh, saat itu, p e r e m p u a n itu m a u .

Kali b e r d u a berjalan. Pada s e b u a h tempat y a n g tidak bisa
kamu l u p a k a n , kamu duduk, lalu meminta maaf atas seluruh
perbuatanmu padanya. Ia memaafkanmu. Ia memandangmu
dengan perasaan yang lain. Kamu merasakan itu. Lalu
k e b e n g a l a n m u timbul lagi. K a m u menyatakan lagi cintamu!

Suasana hening . . . . . .
Kamu mengulangi p e r n y a t a a n m u .
Suasana tetap hening.
Kamu mengulangi p e r n y a t a a n m u .

Suasana kembali hening. Dan tiba-tiba ia mengangguk
mantap. K a m u tak percaya.
K a m u mengulangi p e m y a t a a n m u lagi. I a mengangguk lagi.
K a m u tak percaya lagi. Kamu m e n g u l a n g i pemyataanmu lagi.
Ia mengangguk lagi. Ada air menggenang d i pelupuk matamu.

Kalian berdua saling b e r p e l u k a n , erat.


2o/...tkulatitu mulai terasa akan menerpamu. K a m u hampir saja
m e n g a m b i l pena dan kertas, m en g a m b i l sebuah keputusan b e r a t .

T a p i entah mengapa, selalu s a j a a d a s u a r a berdengung, "Kamu
bisa saja pergi, b is a saja meninggalkan rumah yang mulai goyah
itu, bisa saja m e l e n g g a n g dengan alasan bahwa jika di sebuah
rumah ada penghuni t u a n y a yang tidak pemah bijaksana, dan
ada penghuni mudanya yang amat sangat ambisius, maka

tinggalkan segera! Tapi bagairnana pertanggungjawabanmu
kepada o r a n g - o r a n g y a n g masih tersisa, yang m a u kamu a k u i
a tau t i d a k , a d a bekas s e r e t a n k e r j a m u ? A y o jawablah!"
Se l a l u dan selalu k e m u d ia n kamu merobek-robek kertas itu

lagi. M e n g h u n j a m k a n t a j a m penanya pada meja. Crash!
Tapi malam-malammu semakin seperti dilipat dalam
kutukan. Sekalipun sudah ada dia. Dia yang begitu sayang
padamu. Dia yang selalu berusaha membuntal dan merawat
lukamu. Dia yang sungguh arnat asing dari duniamu, tapi

m e n c o b a m a u mengerti.


131

Lalu kamu a m b il lagi k e r t a s , m e n g h u n u s lagi pena, a n s u a r a ­
d
suara kembali berdengung. Suara-suaramu s e n d i r i y a n g entah

kamu kutip dari s ia p a saja.
"Kita harus siap sepi. Penderitaan bagi orang seperti kita
adalah sebuah keputusan politik."
"Hanya disiplin yang bisa mengalahkan disiplin. Hanya
t e n t a r a yang bisa mengalahkan tentara!"

Dan lagi-lagi kamu melumat kertas di depanmu, sampai
b e n a r - b e n a r hancur, dan kamu tersedu seorang diri.


Tulang punggungmu s e m a k i n t e r a s a sakit. Tidurrnu semakin

ti dak tentram. Tengkukmu semakin kencang menajam. Bebe r a p a
bagian tubuhmu m u l a i b e r g e r a k sendiri. Tubuhmu mulai goyah.
K a m u mulai tidak bisa membedakan m a n a fajar dan m a n a sore.
Kamu mulai tidak bisa menangkap dengan baik percakapan­
percakapan. Kamu mulai asing dengan e r i t a - b e r i t a panjang. Dan
b
ini y a n g k a m u i n g a t t e r a k h i r kali sebelum kamu melengking dan
ambruk setelah t u j u h hari sama sekali tidak b is a tidur: apakah
lampu di kamarrnu sedang menyala atau padam?!
Tubuhmu melayang. Tubuhmu berat. Peristiwa-peristiwa

datang sepotong-potong. Masa sekarang dan masa lalu. S e m u a
t e r s e r p i h . Kamu s e r i n g m e n d e n g a r s u a r a - s u a r a . S u a r a - s u a r a m a s a
sekarang d a n suara-suara masa lampau. Semua terpilin aneh.
Kamu melihat k a m a r putih. Kamu melihat orangtua berkata
mata dan b e r a m b u t putih. kamu melihat wajah a y u b e r w a r n a

putih. Kamu melihat kekasihmu berwama putih. K a m u melihat
sahabatmu dalam putih.
Terjadi dalam berminggu-rninggu, begitu saja.
Lalu s e m u a kembali menjadi hening dan tenang. Tubuh dan

kesadaran yang ringan. Tapi ketika datang lagi suara-suara i t u ,
potongan-potongan peristiwa itu, kamu histeris, tubuhmu
t e r g u n c a n g , kamu memekik keras-keras. Orang-orang b e r w a r n a
putih berdatangan. Tubuhmu ringan dalam sekejap. Kamu
t e n a n g dalam sekejap. Lamat dan kabur, kekasihmu berada di

s a m p i n g m u d e n g a n linangan airm ta . W a j a h n y a p u t i h , t u b u h n y a


132

putih, airmatanya putih. Kamu mencoba memberi senyum
kepadanya.

Begitu saja, terjadi dalam beberapa minggu.
Hingga tiba saatnya kamu harus pergi. Kekasihmu
membawamu pergi. Menyewa sebuah kamar hotel untuk
merawatmu. Ia tidak tega. Ia tidak mau kamu t e r s i k s a di sana.
Setelah cukup daya di wajahrnu. Bergegaslah ia.

Ia m e n j a g a m u . Menjagamu s e p e n u h waktu, sepenuh haru.
Ia memilihkan saluran televisi mana y a n g bisa kamu t o n t o n , ia
memilihkanmu berita apa yang boleh kamu dengar. Ia meng­
i n g a t k a n dan m e n y i a p k a n obat-obatan. Ia memandumu. Terus

.
m e m b e r irn u dukungan. "Kamu tidak a pa-a pa, Sa yang . . . Kamu
hanya sakit sebagaimana o r a n g lain sakit. Kamu akan sembuh
s e b a g a i rn a n a orang lain akan sembuh."
Kamu menangis sambil memeluknya. Kamu tertidur di
pangkuannya.

Seluruh hal di dalam dirimu menjadi begitu ringkih.
Tubuhmu sangat ringkih. Kemampuanmu juga ringkih. D a n
ingatanmu y a n g kuat, yang begitu k a m u andalkan, betapa telah
menjadi begitu ringkih. Kamu direngkuh kekasihmu. Ia

y
m e n g a j a k m u dan m e n g a j a r i m u lagi ban a k hal. P e l a n t a pi pasti.
Dan kemudian, hidup harus kembali dijalani. la, kekasihmu,

t e r u s berada disampingmu. Ia berkata, "Mari kita selesaikan ini
semua satu-satu. Jangan terbebani. P e r t a m a , tinggalkan rurn
itu. R umah itu s u d a h tidak kamu b u t u h k a n , dan ruma itu sudah

tidak membutuhkanmu."
Kamu terdiam. Menyimak. Memeluk dan mencium
k e n i n g n y a .
"Lalu pilih jalan hidupmu. Kalau aku menyarankan,

selesaikan kuliahrnu dulu. I t u y a n g paling rasional."


Esoknya, bersama kekasihmu kamu pergi ke kampus,
m e n g u r u s s e m u a urusan y a n g hams diselesaikan agar kamu bisa
k e m b a l i k e bangku kuliah. Semua memang berat dan tertatih.

Tapi selalu ada dia. Selalu bisa, selagi ada dia. Dan entah


133

m e n g a p a , jalan itu begitu semakin lempang. Banyak hal yang
tidak terduga yang tiba-tiba membantumu untuk bisa

menyelesaikan kuliahmu. Sedikit demi sedikit, kamu mulai
mempunyai harapan yang semakin mengembang. Hingga
kemudian, kamu harus merasa sia-sia lagi ....
S u a t u saat, ia bilang dengan hati-hati, "Papa menanyakanmu.
.
la butuh kepastian . . "
Kamu tersenyum. "Kita akan m e n i k a h , Sayang."
"Bukan itu."
Kamu mengemyit. "Lalu?"
"Sebulan lagi aku diwisuda. A k u harus balik ke Jakarta."

"Jakarta tidal< terlalu jauh, bukan?"
"Bukan itu."
"Lalu?"
Ia diam. K e m u d ia n berkata, "Papa meragukan kamu."
Kamu mengernyit. Tapi kamu mulai mengerti. "Aku akan

berusaha menghapus keraguan papamu."
Ia tersenyum. Tapi sudah tidal< lepas seperti <lulu. Seperti
dipaksakan.
Beberapa h a r i setelah percakapan itu. Ia berkata, "Bisa nggak,

kita jangan ketemu <lulu dalam beberapa hari ini?"
Kamu kaget. Lalu menanyakan apakah sebabnya?
"Aku butuh waktu untuk berpikir."
Kamu agak lemas mendengar jawaban itu. Tapi kamu
berusaha mengerti. Kamu tidak menemuinya berhari-hari.

.
a
Hingga kemudian i menemuimu. "Aku butuh bicara . . ," begitu
UJarnya.
Dadamu berdegub kencang. Tapi kamu mencoba men­
dengarkannya.

"Kamu tahu kalau aku mencintaimu. Dan aku m e m a n g sangat
mencintaimu. Tapi aku lelah .... "
Kamu mengemyit. "Maksudmu?"
"Ini akan menyedihkan. Aku tahu itu. Tapi. ... ta pi aku sudah
.
tidak bisa lagi menjalani ini semua denganmu . . ," dan ia
m e n a n g i s tersedu.


134

D u n i a terasa begitu gelap. Dadamu terasa begitu sesak. Kamu
memohon, /1 Aku tahu i i sangat melelahkan. Tapi kita telah
n
melalui banyak hal dengan baik. Aku memang belum baik-baik
saja. Tapi aku pasti akan bangkit. lni semua hanya butuh
waktu . . 11
.
Ia m e n g g e l e n g . /1 Aku sudah tidak kuat lagi ..... 11
Kamu seperti hendak ambruk. T a pi kamu bertahan. Matamu

mengalir deras. Ia m e m e l u k m u erat. Kamu diam. Kamu tahu
pasti, ini semua akan segera berakhir. Lalu kamu bertanya,
1 1Berilah sedikit penjelasan dan alasan . . . "
1 1 Aku Jelah ... "
.
1 1 S I "t .... II
e run i u
.
11Banyak. . "
11Satu s a j a . . 11
.
11Setelah lulus kuliah, kamu mau a p a ? "



Kamu terdiam. L a l u dengan p e l a n m e n j a w a b , /1 A k u bisa jadi
.
penulis ... aku bisa jadi . . "
11Nah lihatlah itu! Kamu masih mimpi. Kamu hidup di alam
1
nyata. Kamu h a r u s berpikir akan ada a k u , ada keluargaku, ada

a n a k - a n a k kecil di kelak kemudian hari. . . . "
llT . II
.
api. . .
11Sudahlah! Ini semua sudah berakhir! Please .... 11
K a m u terdiam. Tertunduk. A i r m a t a m u mengucur deras. T a p i
tidak ada s u a r a tangis y a n g pecah. K a m u telah rnaklum. K a m u

telah kembali digodam untuk hancur. K a m u meminta maaf dan
.
pergi. Kamu p e r gi , jauh ..... jauh sekali . . .

.9.J ,, fx//Jlj. Membuka botol bir satunya lagi. Menuang ke gelas,

meminumnya sampai tandas. Aku mengambil rokok.
Menyalakan dan mengisap dengan cepat. Aku m e n g h a b i s k a n
cairan bir langsung d a r i botol. A k u m e n j a j a r kedua botol b i r . Aku
kembali berbaring. Aku kembali memiringkan tubuhku,
m e n g h a d a p i dua botol b i r y a n g t e l a h k o s o n g . Ada w a j a h a n e h m u ,

d i kedua b o t o l itu .....


135

D a n tibalah saat dimana g iliran berpuluh-puluh tangan p a r a
sahabatmu menyambutmu. Mereka memberimu semangat.

Memberikan apa saja yang kamu butuhkan. Mereka me­
n e mani. Menemani airmata dan kesedihanmu. M e r e k a telah
berjuang sekuat tenaga untuk menyelamatkanku. Menye­
l a m a t k a n biduk kecil y a n g h a m p i r karam lagi. Itu adalah saat­
saat dimana dalam w a k t u hampir satu t a h u n kamu mencoba

menyelamatkan dirimu dengan g a n j a dan psikotropika. Apalagi
jika penyakitmu mulai kambuh. Apalagi jika bagian-bagian
t e r t e n t u dalam tubuhmu mulai b e r g e r a k - g e r a k sendiri.
Tapi lihatlah, betapa h e b a t n y a p a r a sahabatmu itu . . Lihatlah!
.
Dengan sangat sabar mereka m e r a w a t m u . Hingga tiba saat kamu
berpikir ulang untuk seluruh kebaikan y a n g tidak boleh s ia - sia.
Oleh salah satu sahabatmu, kamu diberi sebuah k a m a r lengkap
dengan komputer. Kamu membenamkan diri di dalamnya
berbulan-bulan. "Kalau a k u harus mati sekarang, aku ingin ma ti

di kamar ini," begitu katamu kepada sahabatmu itu. Di dalam
k a m a r itu ada berpaket-paket bungkusan g a n j a , dan berpuluh­
puluh obat psikotropika.
S a h a b a tm u m e m e l u k m u erat. "Kamu pasti bisa melalui ini

semua. Aku tahu kamu, dan aku percaya kamu," suaranya
gemetar. Kamu tidak akan pernah melupakan wajah dan
peristiwa itu, sebuah peristiwa yang sangat besar dalam
hidupmu.
Berbulan-bulan kamu membenarnkan diri di kamar itu.

Belajar dan belajar. Berbulan-bulan kamu menyuntuki
keyakinanmu. Untuk m e m b u n u h kebosanan dan p e n y a k i tm u
y a n g masih s e r i n g k a m b u h , psikotropika d a n g a n j a t e l a h tersedia
dalam jumlah yang melimpah. Kamu hanya keluar dari kamar

itu untuk makan di ruang dapur, dan mandi.
Sa tu bulan, dua bulan, tiga bulan, dan ini adalah satu h a r i di
bulan keempat. K a m u memanggil sahabatmu, m e m i n t a supaya
dia m e n g h u b u n g i s a h a b a t - s a h a b a t m u , agar di esok m a l a m n y a
m e r e k a datang k e tempat ini.

Sahabatmu tersenyum sambil penuh tanya. Dan kamu


136

berkata, "Aku t e l a h siap menjalani hidupku." Ia tertawa. Ia
m e n a n g is dan m e r a ngkulmu. K e n c a n g s e k a li.



Esok malamnya, delapan sahabatmu sudah berkumpul di
kama itu. Dan s a h a b a t m u yang telah menyediakan kama serta
komputer berkata, "Dia telah lulus ujian. Hampir empat bulan
dia bertahan seorang diri di kamar. Dan di k o m p u t e r ini, ada

seratus tulisannya. Mmm . . . dan ini a g a k u n i k , t a p i biarkanlah ....
Keseratus tulisan i t u a k a n kita ha pus ramai-ramai s e b a g a i tanda
b a h w a ia sudah bangkit lagi untuk kesekian kalinya."
M a l a m itu, kamu d a n teman-temanmu m e n g h a b i s k a n sisa

g a n j a dan psikotropika.


�1uwl sebuah sore. Satu sore yang cukup nyaman. Saat itu,
k a m u sedang berada di s e b u a h mini m a r k e t . T i b a - t i b a ada s e o r a n g
perempuan yang menyita perhatianmu. Kamu seperti

T
m e n g ena l n y a . Tapi d i mana ya? i b a - t i b a ia memandangmu. Dan
ia tersenyum. K a m u juga tersenyum sambil terus berpikir di
manakah k a m u p e rnah bertemu dengannya? Ia m e n d e k a t i m u
sambil mengulungkan tangan. Kamu m e n y a m b u t dengan terus

m e n c o b a mengingat.
"Aku perawat di rumah sakit itu. Ingat?"
K a m u tertawa. Dan itu adalah perempuan pertama yang
m e n c o b a m e n g o b a t i k e s e d i h a n m u , dan itu adalah kali pertama
kamu berusaha untuk menemukan kekasih setelah seorang

p e r e m puan yang kamu cintai meninggalkanmu.


t
�.? ela A jatuh d i luar. Aku bangkit. Membuka jendela d a n
menyalakan telpon genggamku. Beberapa pesan masuk. Tapi

hanya ada satu pesan yang p e n t i n g . Tante Wijang sedang m e n u j u
b a n d a r a , t a p i d i a m e n g a b a r k a n b a h w a p e r j a l a n a n k e Malang baru
bisa di waktu s ia n g h a r i , k a r e n a ia m a s i h ada urusan di Surabaya.
Aku membalas pesan itu dengan menulis pesan tidak m e n g a p a .
Lalu aku teringat sesuatu. Segera aku memencet tombol,

m e n e l p o n Mbak Fitri.


137

.
"Halo . . "
S u a r a di s e b e r a n g t e r d e n g a r lemas, baru bangun tidur.

" M b a k , a k u n g g a k bisa n g a s i h w o r k s h o p k a r e n a m u n g k i n a k u
a k a n b e r a d a d i l u a r kota dalam w a k t u y a n g c u k u p lama .... "
S u a r a di s e b e r a n g m e n y a h u t dan m e n a nggapi.
"Aku n g g a k apa-apa, kok. Aku b a i k - b a i k saja. Hanya b u t u h
s e d i k i t istirahat. T e r i m a k a s i h , y a .... "

Selesai mematikan telpon, aku k e kama mandi. Mencuci
muka dan menggosok gigi. B a d a n k u semakin terasa panas, dan
terasa agak melayang.


























































138

d ua 6efas




























.9-l nuf11(f'm6it sebungkus minuman ins tan,
menyahut gelas dan keluar dari kamar menuju
dapur yang terletak di salah satu p o j o k a n . Saat aku
sedang m e n y a l a k a n k o m p o r , seseorang terdengar

membuka kamar. Ia tersenyum dan menyapa,
"Kapan datang, Mas?"
.
"Semalam. S u b u h a n , ya . . ," aku t er h en ti sampai
d i kalimat itu, lupa nama orang itu. Namanya Rudi

atau Anang, ya?
Ia kembali tersenyum, "I ya, Mas . . ," lalu ia
.
melaju mas uk ke kamar mandi.
Ketika ia keluar dari kamar mandi, air yang
k u j e r a n g h a m p i r m e n d i d i h , dan ketika ia keluar dari

kamar sesudah melaksanakan sholat Subuh, aku
sudah beranjak menuju ke kamarku sambil

m e m b a w a segelas kopi i n s t a n . "Ngopi. .. , u j a r k u berbasa-basi saat
a
m e l e w a t i karnamya. Lagi-lagi i h a n y a tersenyum.
Sambil menunggu kopiku agak dingin, aku menyalakan
sebatang rokok.


9'a 1cf/11#0/1, Sebuah dunia yang aneh. Dunia itu seperti sepasukan
p e m b e r o n t a k yang sangat bengal atas sebuah kekuasaan yang

bernama kehendak. Bahkan tetap sebagai pemberontak yang
marnu menandingi kecerdikan kekuasaan yang l a i n , a larn pikir.
t
p
Ia bahkan e t a p saja sebagai sepasukan e m b e r o n t a k yang culas,
yang terus merecoki kekuasaan kesadaran.
Ia, k e n a n g a n , bisa datang dari apa s a j a , dari mana s a j a , seperti
seta . Ia bisa m e n y en t a k ketika kita sedang mengaduk minuman.
la bisa menerabas h a n y a lewat satu adegan kecil di f i l m yang
s e d a n g k it a tonton. I a bisa m e n y e r u a k dari s e b u a h d e s k r i p s i n o v e l
yang sedang kita baca. I a bersemayarn di m a n a - m a n a , di bau

s
p a r f u m o r a n g y a n g b e r s i m p a n g a n d en g a n k i t a , di a a t kita s e d a n g
t e r m a n g u d i p a n t a i , d i s a a t kita sedang m e n d e n g a r k a n lagu.
Ia memilki sejenis keangkuhan yang dimiliki oleh setan.
K
Seakan-akan jauh hari ia sudah bilang, "Tuhan e h e n d a k , Tuhan
P i k i r a n , Tuhan K e s a d a r a n , aku bersedia masuk ke dalam neraka,
tapi ijinkanlah aku mendatangi seluruh peristiwa, menggoda
.
mereka, menyeret mereka untuk menerima godaanku . . . "
Ia datang tak diundang. Ia pergi tak diantar. Seperti
jaelangkung.

Dan ketika tuhan-tuhan kecil yang ada di diri kita itu dengan
l a n t a n g b e r o p er a s i s e p e r t i f i r m a n T u h a n , "Kau dekati aku sejari,
Kudekati kamu sehasta. Kau mendekatiku dengan b e r j a l a n , Aku
m e n ghar pirimu dengan berlari," s i pemberontak sial itu juga

i
n
b e r o p e r a s i seperti setan, "Semakin t g g i imanu, semakin besar
kekuataanku."
Kenangan itu seperti kubangan l u m p u r hidup. T a n p a sadar
kita telah terperosok di dalamnya, dan ketika kita mencoba untuk
keluar dari k u b a n g a n itu, i a s e m a k i n menyedot masuk.

la, k e n a n g a n , seperti sepasukan kecil gerilyawan yang liat.


140

Ia bisa bersembunyi di balik angin, malam, dan hujan. Lalu
s
m e r e m u k k a n seluruh batalyon tempur. Dan ia l n y a , ia e r o p e r a s i
b
b
dengan memiam a n y a k s i s te m o p e r a s i yang ada. I a b isa datang
dengan pembedaan, ia bisa datang dengan melakukan per­
samaan. Ketika kita sedang m e m b a c a sebait puisi sedih, ia akan
mendatangi dengan persamaan. Ketika kita sedang m e m b a c a
puisi yang m e m b e r i s e m a n g a t , ia datang dengan pembedaan,

menyeret semangat kita menjadi sedih kita. Dan itu adalah
kesialan terbesar.
Mengapa kalau p e r e m p u a n itu yang mengingatkan aku untuk
m
makan, aku m e n g a n g g a p itu adalah cara dia untuk e n u n j u k k a n
r a s a c i n t a , sedangkan jika perempuan lain yang memperingatkan
c
aku makan kuanggap sebagai s i k a p yang be r l e b i h a n dan e r e w e t ?
Kalau perempuan itu tidak menepati janji d i sebuah peristiwa,
aku menganggap: ah, begitulah manusia, tidak ada yang
sempurna. Tapi jika perempuan lain, terutama setelahnya,

kuangap telah menodai sebuah hubungan?
Mengapa jika perernpuan itu menyeletuk tentang sesuatu
yang berbeda dengan keyakinanku, maka aku akan m e maklumi
dengan berkata bahwa toh manusia bisa berubah. Tapi kalau

perernpuan lain setelah dia, aku mengatakan beta pa kami berdua
telah berbeda secara prinsip?
Sialnya lagi, setiap badai kenangan itu turun, ia hanya
mempunyai satu kepastian: rasa sedih yang menyesakkan.


� 1 t1J.11, ck u11;kesedihan. Dua bersaudara yang aku tidak pemah

tahu sampai detik ini, yang manaah yang lebih tua, dan yang
mana yang l e b i h muda.
Ada o r a n g yang bilang b a h w a pada a w a l n y a , awal sekali,

setiap manusia yang lahir sudah dikutuk untuk lebih dulu kenal
kesedihan. Buktinya, setiap bayi yang lahir selalu menangis, dan
bukannya tertawa.
T a pi waktu itu aku menolak tesis itu. Karea menurutku tidak
ada hubungan antara menangis dan kesedihan. Banyak orang

yang mengekspresikan kesenangan dengan menangis. Lalu


141

alasan yang lain adalah karena tangisan pertama itu adalah
bahasa natural, lagi-lagi tidak ada hubungannya dengan

kesenangan dan kesedihan.
Tapi aku kemudian meragukan bantahanku sendiri.
Pengalamanku atas masa laluku meragukan s e n d i r i jawabanku,
tetapi pada dataran yang lebih substantif: kenangan sedih itu
lebih mendasar. Mengapa dulu, aku selalu mencoba men­

dokumentasikan m o m e n - m o m e n gembira? Mengapa album f o t o
keluargaku selalu berisi keriangan? Mengapa a k u tidak p erna
mendokumentasikan saat nenekku sakit, saat ibuku masuk
rumahsakit. Mengapa ibuku tidak p e r n a h memotretku saat aku

terkapar sakit? Mengapa orang-orang yang pacaran itu datang
ke mal dan malakukan potret berdua saat diman mereka tidak
b
sedang e r t e n g k a r ? Mengapa o r a n g - o r a n g itu m e m e n u h i a l b u m
foto mereka dengan acara ulang tahun, w i s u d a , m o m e n p e r ­
nikahan d a n lain-lain? Kenapa momen sedih tidak mencoba

dikekalkan? Jawabannya karena kesedihan itu dahsyat!
A k u bisa saja menjawab tetap ada d o k u m e n t a s i kesedihan.
Tapi berapa banyak? Berapa perbandingannya? Dan untuk
dikonsurnsi o l e h siapa? Oleh diri kita atau untuk k h a l a y a k ramai?

Kalau misalnya ada o r a n g mendokumentasikanku saat aku
melakukan demonstrasi d u l u , bukank di sana yang ada adalah
kesedihan? D i sana ada airmata dan darah. T a p i kalau aku mau
jujur lagi, tidak, tidak itu. O r a n g mendokumentasikan itu untuk
dikonsumsi dan didokumentasikan untuk keperluan yang lain.

Dan saat aku memandang foto itu, yang sesungguhnya m u n c u l ,
dan lagi-lagi susah diakui adalah, yang muncul peraasan
h e r o i s m e yang malu-malu kucing. Mengakulah!



Sudah dari awal, sepertinya, kenangan kesedihan lebih
b e t j u m a w a dibanding k e n a n g a n a k a n keriangan. K e n a n g a n sedih
tidak butuh alat pencatat. Ia, kenangan sedih itu, justru ingin
disingkirkan melalui catatan-catatan atas kebahagiaan dan
in
k e s e n a n g a n . Ia gin dibakar s a m p a i ha i s , d i l en y a p k a n . L i h a t l a h ,
b
b a t a p a m a n j a n y a p a n g e r a n kecil yang b erna m a K e b a h a g ia a n itu.


142

Sang Pangeran dikelilingi oleh punggawa-punggawa catatan:
foto-foto, kado-kado, dan suvenir.

Aku bisa saja berkata: nggak juga, aku toh sering t e r k i k i k
s e n d i r i m e n g en a n g hal-hal y a n g lucu, a k u p e m a h t e r t a w a s e n d i r i
k a r e n a hal - hal yang m e n y e n a n g k a n d i m a s a yang lalu. Ya! Tapi
b e r a p a banyak? Sebanyak apa? Dan lihatlah beta a p e n d e k jarak
p
yang t e r b e n t a n g antara si pengingat k e n a n g a n g e m b i r a dengan

kegembiraan itu. tapi lihatlah, betapa jauhnya jarak yang
dibentangkan antara si pengingat kesedihan dengan kenangan
sedi. Jarak? Y a , jarak! Baik jarak w a k t u maupun jarak k e rurntan.
Jarak waktu? Jarak kerumitan?

Sederhana. Tentang jarak waktu. Ambillah contoh di saat
kamu kelas lima SD, ibumu sakit. Sekarang ingat baik-baik,
kesenangan apa yang kamu ingat di saat k e m u duduk di kelas
lima S D itu?
Tidak ada.

Nahl
Tapi aku punya ingatan yang menyenangkan di saat aku
duduk di kelas dua SD!
p
Baik! Ta i coba sekarang kamu ingat kesedihan apa saja yang
pengalaman sedihmu saat k a m u duduk di kelas dua SD? Kamu
hampir kencing di celana karena lupa m e n g e tjakan PR! Itu saat
p e rtam kali kamu dapat angka lima! Itu saat kamu m e n a n g i s
k e r a s k a r e n a mendengar c e r i t a tentang Ari Hanggara! ltu saat
p e r tama kali guru n g a j i m u marah dan m e n j e w e r telingamu! S e b u t

lagi yang l a i n , catatlah d a n buat perbandingannya!
Sekarang tentang jarak kerurnitan. Saat kamu menonton
sebuah film yang mempunyai adegan sepasang kekasih
berpelukan di pantai, k a m u ingat saat kamu pacaran pertama

kali di bangku SMA. Ingat, itu c i n t a pertama yang kata orang
adalah hal yang tidak akan gampang dilupakan. D a n kamu i n g a t ,
itulah saat pertama kali kamu memeluk perempuan, dan itu
kamu lakukan di pantai! Pantai dengan pantai! Sepasang kekaih
berpelukan dengan kamu yang sedang memluk pacar per­

tamamu! Tapi kamu selalu sedih di saat ada seorang p e r e m p u a n


143

menyeduhkan kamu s e j e n i s minuman. Kamu lalu ingat akan
sebuah s e n j a . Kamu ingat akan sebuah s e n j a yang gerimis. Kamu

.
ingat di saat itu, ia bilang, "Sudahlah . .ini sudah selesai . . " Dan
kamu linglung! Bandingkanlah antara seduhan jenis minuman
tertentu dengan kelinglunganmu, dan ingatlah antara pantai
dengan pantai! Betapa yang satu begitu dekat, dan yang lain
begitu jauh? Kesedihan menautkan jarak yang begitu rumit.

.
Tapi. . .
Apa?
Diam.
Itu belum cukup. Mengapa tidak semua hal t e n t a n g pantai

m e m b u a t m u t e r s e n y u m ? tapi mengapa setiap seduhan minuman
t e r t e n t u yang dilakukan oleh s e o r a n g p e r e m p u a n m e m b u a tm u
selalu ingat, b a h k a n setiap s e n j a yang g e r i m i s m e m b u a t m u selalu
mengutuk masa lalumu? Dan kalau pun toh k a m u i n g a t d a n
t e r s e n y u m h a n y a b e r a p a m e n i t ? M e n g a p a kamu selalu butuh

b e r j a m - j a m tenggelam dalam k e s e d i h a n m u gara-gara ada senja
yang gerimis, g a r a - g a r a ada p e r e m p u a n yang m e n y e d uhka u
minuman? L i h a t l a h , bahkan dalam b e n t a n g a n jarak y a n g sangat
rumit itu, kesedihan jauh lebih perkasa dibanding dengan

k e s e n a n g a n !
T a p i i t u k a n m u n g k i n h a n y a terjadi pada dirimu ....
Ya, aku memang sedang merenungkan diriku sendiri,
m e n c e r i t a k a n diriku sendiri, yang tidak lain adalah dirimu!



.9-'" me1�ny minuman yang ternyata telah lama dingin.
menyulut lagi r o k o k , dan menyalakan telpon g e n g g a m , b e r s i a p
kalau suatu saat Tante Wijang menelpon. Waktu d i telpon
genggam m e n u n j u k pukul s e m b i l a n lebih e m p a t puluh menit.

Ada tiga pesan masuk. K e ti g a n y a bukan pesan yang penting.
Di gelas minuman yang masih kupegang, ada pendar
bayangmu ....
Bahkan nalar t e n t a n g yang p e n t i n g dan yang tidak p e n t i n g
itu juga diobrak-abrik o l e h badai k e n a n g a n .....

k
K a m u sadar, ada yang tidak baik bagimu, dan a m u berusaha

144

melupakannya. Kamu juga sadar bahwa ada yang bail< bagimu,
dan kamu mencoba mengekalkannya, mengingatnya. Tapi apa

yang terjadi? Hal buruk yang ingin kamu lupakan malah sering
datang. Hal baik yang kamu ingin ingat terus malah gampang
lupa. Dan ....
Ah, sudah ah! Pusing!
.
Telpon berdering. Pasti Tante Wijang . . . Ternyata tidak. Dari
seorang perempuan yang terakhir kali kutemui di kafe itu ....
Aku menerima dengan agak malas, "Halo ..... "
"Halo . . "
.
"Hei "
'
. . . . . . h e1 ....
II II
?"
II
. . . . . . apa k ba ar.
"Agak buru k .... "
Duh! Dengan agak ragu aku bertanya, "Kenapa?"
"Pakai tanya, lagi! Kamu tahu sebabnya!"

Duh! Masalah lagi ..... Tapi tetap saja aku bertanya, "Aku?
Maksudmu?"
k
"I ya, amu. u . 'h?I "
I Ad h ..... gimana, ru . .
"Gimana, apanya?"
"Kamu itu memang brengsek!"
"Brengsek bagaimana?!"
"Masak n g g a k ngerasa, sih?!"
"Ngerasa apa?"
"Kamu itu bikin masalah dalam hidupku!"

"Masalah apa?"
"Sok nggak ngerti, lagi!"
"Aku benar-benar tidak tahu . . ," Duh . . . mulai bermain
.
.
drama lagi ....
"Kamu benar-benar keterlaluan!"


Aku diam. Dia diam. Lalu pelan aku menjawab, "Oke, begini
.
saja . . . tutup telpon lima m e n i t , pikirkan apa kesalahanku, lalu
n a n t i lima m e n i t lagi, aku akan menelponmu ... "

Telpon di seberang tiba-tiba dimatikan. Mungkin ia merasa


145

sangat kesal.
Lima m e n i t k e m u d i a n , aku menelpon dia. Telpon diangkat,

aku langsung b e r t a n y a , "Sudah?"
''Ya."
.
" O k e , s e k a r a n g kamu k a t a k a n apa salahku . . . "
" S. . . . us a h ". . . .
"Aku bantu. lni t e n t a n g aku dan k a m u , k a n ? "

" Y a , iyalah!"
"Baik, s e k a r a n g kumulai d e n g a n aku s e r i n g m e n g h u b u n g i m u .
A g a k b e rmasalah. Kamu tidak menanggapi. T a p i a k h i m y a baik­
baik saja. Lalu aku bilang kalau a k u i n g i n jadi pacarmu. K a m u

bilang bahwa kamu sudah punya pacar. Aku menerima
kenyataan itu. Coba s e k a r a n g katakan padaku, di manakah letak
k e s a l a h a n k u ?"
Dia diam. Aku m e m b e r i waktu.
S e t e l a h b e b e r a p a s a a t , a k u k e m b a l i b e r t a n y a , "Di manakah

l e t a k kesalahanku ?"
"Aku nggak tahu ..... tapi. ... tapi kamu mulai mengganggu-
k u . . . II
"Seingatku s e m e n j a k a k u tahu kalau kamu p u n y a p a c a r , aku

tidak p e m a h lagi mengganggumu . . . "
.
"I y a , apt..... ak b" ingung .... II
u
t
"Bingung apa?"
"Aku selalu m e m i k i r k a n m u .... "
"Eh, ingat ya .... kamu sudah p u n y a pacar . . . "

" N g g a k usah sok b i j a k!11
o
"K k ngam uk ....
"
"Kamu, sih! C o b a kalau k a m u tidak m e n g h u b u n g ik u dulu
itu .... "
"Lho, masalahnya dari awal k a m u n g g a k bilang kalau kamu
sudah p u n y a pacar. D a n sialnya lagi, tidak ada tanda di jidat
o r a n g y a n g m e n u n j u k k a n kalau o r a n g itu sudah p u n y a pacar.
p
Di jidatmu tidak ada tulisan: maaf sudah u n y a pacar! Atau k a m u
tidak p e m a h kulihat m e m a k a i kaos y a n g bertuliskan: p a c a r s i

A."


146


Click to View FlipBook Version