The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini digunakan oleh mahasiswa program studi Administrasi Publik dan Program Studi Administrasi Bisnis. E-book ini merupakan kumpulan materi dalam mata kuliah Azaz-Azaz Manajemen

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by evasuryany014, 2022-03-11 23:20:21

E-Book Azaz-Azaz Manajemen

E-Book ini digunakan oleh mahasiswa program studi Administrasi Publik dan Program Studi Administrasi Bisnis. E-book ini merupakan kumpulan materi dalam mata kuliah Azaz-Azaz Manajemen

Keywords: Azaz-Azaz Manajemen

c. Memberikan informasi mengenai tujuan organisasi, kebijaksanaan-kebijaksaan
organisasi, insentif.
Seorang pimpinan harus lebih memperhatikan komunikasi dengan

bawahannya, dan memahami cara-cara mengambil kebijaksanaan, terhadap
bawahannya. Keberhasilan organisasi dilandasi oleh perencanaan yang tepat, dan
seorang pimpinan organisasi yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kedua hal terseut
merupakan modal utama untuk kemajuan organisasi yang dipimpinnya.

Fungsi komunikasi ke atas digunakan untuk:
a. Memberikan pengertian mengenai laporan prestasi kerja, saran, usulan, opini,

permohonan bantuan, dan keluhan.
b. Memperoleh informasi dari bawahan mengenai kegiatan dan pelaksanaan

pekerjaan bawahan dari tingkat yang lebih rendah.
Bawahan tentulah berharap agar ide, saran, pendapat, tanggapan maupun

kritikannya dapat diterima dengan lapang dada, dan hati terbuka oleh pimpinan.
2. Komunikasi horizontal

Bentuk komunikasi secara mendatar, diantara sesama karyawan dsbnya.
Komunikasi horizontal sering kali berlangsung tidak formal. Fungsi komunikasi
horizontal/ke samping digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level yang sama.
Komunikasi ini berlangsung dengan cara tatap muka, melalui media elektronik
seperti telepon, atau melalui pesan tertulis.
3. Komunikasi diagonal

Bentuk komunikasi ini sering disebut juga komunikasi silang. Berlangsung
dari seseorang kepada orang lain dalam posisi yang berbeda. Dalam arti pihak yang
satu tidak berada pada jalur struktur yang lain.

Fungsi komunikasi diagonal digunakan oleh dua pihak yang mempunyai level
berbeda tetapi tidak mempunyai wewenang langsung kepada pihak lain.

C. PROSES KOMUNIKASI

Proses komunikasi dapat dikategorikan dengan peninjauan dari dan persfektif,

yaitu:

Azas-azas Manajemen 94

1. Proses Komunikasi dalam persefektif Psikologi

Proses Komunikasi ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan, ketika

komunikator berniat akan menyampaikan pesan kepada komunikan, maka

dalam dirinya terjadi suatu proses, menurut Effendi dalam bukunya Komunikasi

Teori dan Praktek yaitu “Pengemasan isi pesan dan lambang, isi pesan pada

umumnya adalah pikiran, sedangkan lambang umumnya adalah bahasa”

(2003:31)

Kemudian pesan tersebut ditransmisikan kepada komunikan, apabila

komunikan mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi

terjadi. Sebaliknya, bila komunikan tidak mengerti, maka komunikasi pun

terjadi.

2. Proses Komunikasi dalam Persfektif Mekanistik

Pada proses komunikasi ini dapat diklarifikasikan secara empat tahap yakni

sebagai berikut:

a. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran

atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

lambang (symbol) sebagai media primer dalam bahasa proses

komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya

yang secara langsung dapat menerjemahkan pikiran atau perasaan

komunikator kepada komunikan. Pada proses komunikasi secara

primer adalah bahasa yang paling banyak digunakan, sebab bahasa

mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain, apakah

itu berbentuk ide, gagasan, informasi atau opini.

b. Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan

oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunaka alat atau

saran sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media

pertama.Pentingnya peran media, yakni media sekunder dalam proses

komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai sasaran yaitu

Azas-azas Manajemen 95

komunikasi, karena proses komunikasi sekunder ini merupakan

sambungan dari proses komunikasi primer, maka dalam menata

lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi,

komunikator harus mempertimbangkan ciri atau sifat media yang

digunakan.

Proses komunikasi secara sekunder ini dalam menjangkau sasarannya

dengan menggunakan media massa yan mempunyai sirkulasi yang luas

dan memliki daya keserampakan. Seperti surat kabar, siaran televisi,

radio, film, brosur dan lain-lain.

c. Proses Komunikasi Secara Linear

Istilah linear mengandung makna lurus, dalam konteks komunikasi

menurut Effendi menyatakan: Proses secara linear adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik

balik terminal. (2003:38) Komunikasi linear ini terbilang baik dalam

situasi komunikasi tatap muka (face-to-face communication) maupun

dalam situasi komunikasi bermedia (mediated communication). Proses

komunikasi linear umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia,

kecuali komunikasi melalui telpon. Komunikasi melalui telpon hamir

tidak pernah berlangsung secara linear, melainkan diagnosis, tanya

jawab dalam bentuk percakapan

d. Proses Komunikasi Secara Sirkular

Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses sirkular

itu adalah terjadinya feed back atau umpan balik yaitu terjadinya arus

dari komunikan ke komunikator. Oleh karena itu ada kalanya feed back

tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu respon atau

tanggapan komunikan terhadap pesan yang diterima dari komunikator.

Konsep umpan balik komunikator mengetahui apakah komunikasi itu

berhasil atau gagal, dengan kata lain apakah umpan balik itu positif atau

negatif. Bila positif komunikator patut gembira, sebaliknya jika negatif

menjadi permasalahan, sehingga komunikator harus mengulangi lagi

Azas-azas Manajemen 96

dengan perbaikan gaa komunikasinya sampai menimbulkan umpan
balik positif.

Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif

perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk

mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim

pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai

efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan

tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.

Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun

kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai

berikut:

Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu

gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation

ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.

Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber

menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda

atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan

diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah

alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa

lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi

wajah atau gambar-gambar.

Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah

disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara

berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada

langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat

untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah

komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi

tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat

mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP

Azas-azas Manajemen 97

(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi
dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada
penerima seperti yang dikehendaki.
Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu
bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik,
karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam
proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran
interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman
(understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi
dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan
bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons
terhadap pesan tersebut.
Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik
yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima
terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun
tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun
menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk
mengevaluasi efektivitas komunikasi.

D. BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI DAN HAMBATAN KOMUNIKASI
1. Bentuk- bentuk komunikasi
Bentuk Komunikasi Berdasar Struktur Organisasi
1. Superior - subordinate communication
Disebut juga downward communication yaitu komunikatornya adalah atasan
dan komunikasinya adalah bawahannya. Katz & Kahn menyebutkan 5 bentuk
komunikasi downward, yaitu:
a. Memberi tugas rinci - job instruction
b. Memberi informasi tentang prosedur organisasi dan latihan-latihan.

Azas-azas Manajemen 98

c. Memberi informasi tentang rastionale of the job yaitu alasan
mengapa tugas tersebut harus dilakukan

d. Memberi tahu tentang kinerja anak buah
e. Memberi informasi tentang ideologi organisasi (visi, misi) untuk

memudahkan dalam mencapai tujuan organisasi.
Media yang digunakan adalah media tulis, media lesan, interaktif.

2. Subordinate - initiated communication
Disebut juga dengan upward communication yaitu komunikasi yang terjadi
dari bawahan ke atasannya.Adapun bentuknya adalah:
a. Informasi pribadi tentang gagasan, sikap, peampilan kerja.
b. Informasi feedback tentang performance teknis, beberapa informasi
pentinglainnya.

3. Interactive communication
Komunikasi yang terjadi pada karyawan yang selevel. Bentuknya adalah
a. Task coordination
b. Problem solving
c. Information sharing
d. Conflict Resolution
Beberapa faktor pada struktur organisasi yang berpengaruh pada pola

komunikasi antara lain
a. ukuran
b. sentralisasi - desentralisasi
c. degrees of uncertainity

2. Hambatan komunikasi

Di dalam komunikasi selalu ada hambatan yang dapat mengganggu

kelancaran jalannya proses komunikasi. Sehingga informasi dan gagasan yang

disampaikan tidak dapat diterima dan dimengerti dengan jelas oleh penerima pesan

Azas-azas Manajemen 99

atau receiver. Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang

menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah:

1. Status effect

Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap

manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus

tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan

tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2. Semantic Problems

Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator

sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan.

Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar -benar

memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau

kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian

(misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya

bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan

pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti contoh : pengucapan

demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Perceptual distorsion

Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara

pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta

cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi

terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan

yang lainnya.

4. Cultural Differences

Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan,

agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku,

ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki

arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh : kata “jangan” dalam bahasa Indonesia

artinya tidak boleh, tetapi orang suku jawa mengartikan kata tersebut suatu

jenis makanan berupa sup.

Azas-azas Manajemen 100

5. Physical Distractions
Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses

berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau
kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.
6. Poor choice of communication channels

Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya
sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul,
gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat
sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.
7. No Feed back

Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada
receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang
terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang
manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan,
dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan
tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang
manajer.

Pada saat ini, organisasi terus berkembang dan mengalami perubahan.

Perkembangan organisasi tak luput dari kerja keras para anggota di dalamnya.

Setiap orang berhak memberikan pendapatnya untuk membawa suatu perubahan

positif bagi perusahaan atau organisasi. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya justru

pendapat atau komunikasi antara yang satu dengan lainnya dapat menimbulkan

sebuah permasalahan.

Bahkan menurut Harrington masalah komunikasi memiliki skala 9 dari 10 di

sebuah organisasi. Ini menunjukkan betapa sensitifnya komunikasi sehingga bisa

mengakibatkan masalah yang cukup berarti dalam sebuah organisasi bahkan akan

berdampak pada perkembangan organisasi tersebut. Adapun hambatan yang terjadi

karena komunikasi antara lain :

Azas-azas Manajemen 101

a) Hambatan Teknis
Disini yang termasuk dalam hambatan teknis adalah keterbatasan fasilitas

dan peralatan komunikasi. Dilihat dari sisi teknologi, maka hambatan ini akan
semakin berkurang seiring dengan adanya temuan baru di bidang teknologi
komunikasi dan informasi, sehingga saluran komunikasi dapat di andalkan dan
efisien sebagai media komunikasi.

Menurut Cruden dan Sherman dalam bukunya Personal Management
(1976), jenis hambatan teknis dari komunikasi meliputi :
1) Tidak adanya rencana atau prosedur kerja yang jelas.
2) Kurangnya informasi atau penjelasan.
3) Kurangnya keterampilan membaca.
4) Pemilihan media yang kurang tepat.
b) Hambatan Semantik

Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian
pengertian atau idea secara efektif. Faktor pemahaman bahasa dan istilah
tertentu serta kata- kata yang dipergunakan dalam komunikasi terkadang
mempunyai arti yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi
pesan dan penerima pesan. Misalnya adanya perbedaan bahasa (bahasa daerah,
nasional maupun internasional) serta adanya istilah – istilah yang hanya berlaku
pada bidang – bidang tertentu saja, misalnya bidang bisnis, industri, kedokteran
dan lain sebagainya.
c) Hambatan Manusiawi

Terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi, per spesi,
kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat – alat
panca indera seseorang dan lain sebagainya.

Azas-azas Manajemen 102

Bab 7

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

A. PENGERTIAN
Kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses untuk mempenga ruhi dan

mengarahkan serta menggerakkan orang lain agar mereka mau berusaha/bekerja untuk
mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dari berbagai studi tentang ciri-ciri
kepemimpinan yang pernah dilakukan ditunjukkan bahwa seorang pemimpin memiliki
cirri fisik, intelegensi dan kepribadian yang lebih menonjol dibandingkan dengan
seorang yang bukan pemimpin. Pada umumnya fisik seorang pemimpin lebih kuat, lebih
tinggi besar, lebih percaya diri, terbuka, mudah menyesuaikan diri, antusiasmempunyai
dorongan untuk berprestasi, mempunyai inisiatif, mampu bekerja sama dan
berhubungan dengan orang lain.

Kepemimpinan telah menjadi topik sejak berabad-abad yang lalu.
“Kepemimpinan merupakan salah satu fenomena yang paling mudah diobservasi, tetapi
menjadi salah satu hal yang paling sulit dipahami”(Daft,1999) Kepemimpinan adalah
hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang
menginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Rost, 1993)

Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan
memengaruhi orang lain. Kepemimpinan sebagi sebuah alat, sara atau proses untuk
membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. Ada
beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu karena ancaman, penghargaan,
otoritas dan bujukan. (Rivai, 2014;2)

Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan memengaruhi
aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok.
Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu:

1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut

Azas-azas Manajemen 103

2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan

anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya.

3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda

untuk memengaruhi tingkah laku engikutnya melalui berbagai cara.

Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakikatnya adalah:

 Proses memengaruhi atau member contoh dari pemimpin kepada pengikutnya

dalam upaya mecapai tujuan organisasi;

 Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan,

kepercayaan, kehormatan dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai

tujuan bersama

 Kemampuan untuk memngaruhi, member inspirasi dan mengarahkan tindakan

seseorang atau kelaompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

 Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu

 Kemampuan untuk memengaruhi sutu kelompok untuk mencapai tujuan.

(Rivai,2014;3)

Di bawah ini akan dijelaskan tiga sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin, yaitu kepercayaan diri, kejujuran dan integritas, serta motivasi (Daft, 1999

dalam Triantoro Triantoro Safaria 2004).

Kepercayaan diri. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin akan

pertimbangannya,keputusan,ide-idenya, dan kemampuannya sendiri. Pemimpin

yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak mudah ragu-ragu dengan

keputusan yang diambilnya, selalu yakin atas pendirian yang dipegangnya.

Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan menumbuhkan

keyakinan para pengikutnya, akan memperoleh rasa hormat dan

kekaguman.kepercayaan diri dari seorang pemimpin akan menciptakan

komitmen dari bawahan untuk memcapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

seorang pemimpin.

Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa

dipercaya, bias dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan peran

palsu. Kejujuran akan membangun integritas dari seorang pemimpin. Integritas

Azas-azas Manajemen 104

berarti apa saja yang dikatakan seorang pemimpin, pasti selalu dilaksanakannya.
Pemimpin tanpa kejujuran dan integritas akan menuai kehancuran
(Rost,1993;Daft,1999 dalam Triantoro Triantoro Safaria, 2004).
Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha tinggi
untuk mencapai tujuan tertinggi. Motivasi akan memunculkan ambisi tinggi dan
inisiatif untuk secara terus-menerus mencapai hasil terbaik. Dengan motivasi
yang tinggi ini, pemimpin akan mampu menghadapi semua tantangan berat,
mampu mengendalikan organisasi pada masa-masa sulit, dan ahkirnya mampu
membawa kemajuan organisasi di masa depan.

B. TEORI KEPEMIMPINAN DAN TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN

1) Teori Kepemimpinan

 Teori Sifat

Teori yang berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik khas (fisik, mental,

kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori

kepemimpinan ini menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan

karena memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa dari seorang pemimpin.

Teori ini terdiri dari:

a. Intelegensia

Raph Stogdill (1992) mengemukakan bahwa para pemimpin ebih

pintar dari pengikut-pengikutnya. Perbedaan intelegensia yang ekstrem

antara pemimpin dan pengikut yang dapat menimbulkan gangguan.

b. Kepribadian

Beberapa hasil penelitian mengisyaratkan bahwa sifat kepribadian

seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi dan percaya diri di

sosialisasikan dengan kepemimpinan yang efektif

c. Karakteristik fisik

Studi mengenai hubungan antara kepemimpinan yang efektif dan

karakteristik fisik seperti usia, tinggi badan, beratbadan dan penampilan

memberikan hasil yang bertolak belakang 105
Azas-azas Manajemen

 Teri kepribadian perilaku
Di akhir tahun 1940-an para peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa
bagaimana perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinan
seseorang. Dan mereka menemukan sifat sifat, mereka meneliti pengaruhnya
pada prestai dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya.
a. Studi dari university of Michigan
1. pemimpin yang job-centered
2. pemimpin yang berpusat pada bawahan
b. Studi dari Ohio State University
1. Membentuk struktur
Melibatkan perilaku dimana pemimpin mengorganisasikan dan
mendefenisikanhubungan didalam kelompok cendrung membangun pola
dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara mengerjaka tugas
yang benar.
2. Konsiderasi
Melibatkan perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling
percaya, menghargai, kehangatan dan komunikasi antara pemimpian dan
pengikutnya.

 Teori kepemimpinan situasional
Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa
pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi
sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini
mensyaratkan pemimpin untuk memilki keterampilan diagnostic dalam
perilaku manusia

 Pendekatan terbaru dalam kepemimpinan
a. teori atribusi kepemimpinan
Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu
atribusi yang dibuat orang mengenai individu-individu lain
b. teori kepemimpinan kharismatik

Azas-azas Manajemen 106

Teori ini merupakan suatu perpanjangan dari teori atribusi. Teori
ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi
(penghubungan) dari kemampuan kepemimpinan yang heroic atau luar
biasa bila mereka mengamati perilaku tertentu
c. Kepemimpinan transaksional lawan transformasional
 Pemimpin transaksional, pemimpin yang memandu atau memotivasi

pengikut mereka dalam arah dan tujuan yang ditegakkan dengan
memperjelas peran dan tuntutan tugas
 Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan
pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan
yang memiliki kharisma.

2) Tipe-tipe Kepemimpinan

a. Tipe kepemimpinan otoriter

Tipe ini menempatkan kekuasaan ditangan satu orang. Pemimpin

bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan anak buah semata-mata hanya

sebagai pelaksana keputusan, perintah dan bahkan kehendak pimpinan.

Pemimpin menggangap dirnya lebih dari segi hal, dibandingkan dengan

bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendahsehingga dianggap

tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.

b. Tipe kepemimpinan kendali bebas

Tipe kepemiminan inin merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan

otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai symbol. Kepemimpinan dijalankan

dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam

mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan

kpentingan masing-masing.

c. Tipe kepemimpinan demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan

terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan

menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memilki

Azas-azas Manajemen 107

kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak,
kreativitas, inisiatif yang berbeda-beda dihargai dan disalurkan secara wajar.
Kemampinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah

C. GAYA KEPEMIMPINAN
Menurut Stoner ada dua gaya kepemimpinan yang biasa digunakan oleh seorang

pemimpin dalam mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya, yaitu :
1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
Dalam gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin akan mengarahkan dan
mengawasi bawahannya agar bekerja sesuai dengan yang diharapkan
pemimpinnya. Kepemimpinan gaya ini lebih mengutamakan keberhasilan dari
pekerjaan yang hendak dicapai dari pada perkembangan kemampuan
bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerja.
Gaya kepemimpinan ini berusaha mendorong an memotivasi pekerjanya
untuk bekerja dengan baik. Para pekerja diikutsertakan dalam mengambil
keputusan yang menyangkut tugas. Dengan demikian hubungan pekerja dan
atasannya dapat terjaga dengan baik, saling percayadan saling mempercayai.

Menurut Koontz, O’Donnell dan Weihrich, gaya kepemimpinan dapat

digolongkan berdasarkan cara pemimpin dengan menggunakan kekuasaannya,

antara lain :

1. Otokratik,

Pemimpin dipandang sebagai orang yang memberi perintah dan yang

dapat menuntut, keputusan ada ditangan pemimpin.

2. Demokratik atau Partispatif,

Pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak akan melakukan suatu

kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan bawahannya. Jadi

pemimpin mengikutsertakan pendapat bawahannya sebelum mengusulkan suatu

kegiatan atau keputusan.

Azas-azas Manajemen 108

Free Rein, mengemukakan bahwa pemimpin sebaiknya hanya menggunakan

sedikit kekuasan saja dan memberi banyak kebebasan pada bawahannya untuk

menentukan tujuan perusahaan dan cara untuk mencapainya. Pemimpin hanya

berfungsi sebagai fasilitator melalui pemberian informasi dan sebagai orang yang

berhubungan dengan kelompok lain. Seorang pemimpin yang efektif tidak ditentukan

oleh gaya atau tipe kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin kelompok,

tetapi tergantung pada cara menerapkan tipe/gaya kepemimpinan tersebut pada

situasi yang sesuai. Ada kemungkinan pemimpin akan menjadi sangat otokratik pada

situasi darurat. Dilain pihak seorang pemimpin lembaga penelitian akan memberi

kebebasan kepada peneliti-peneliti untuk melakukan eksperimen, tetapi mungkin

agak otokratik bila para peniltinya menggunakan bahan kimia secara sembarangan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Robert Tannenbaun dan Warren H.Schmidt berpendapat bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi gaya kepemimpinan , antara lain :

1. Ciri Pemimipin,

Dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pengalaman masa

lalunya,nilai-nilai yang dipegangnya. Misalnya sorang pemimpin yakin bahwa

kebutuhan-kebutuhan organisasi adalah yang utama daripada kebutuhan-

kebutuhan individu, akan sangat mengarahkan kegiatan bawahannya.

2. Ciri Bawahan,

Seorang pemimpin akan memberikan kebebasan atau mengikut sertakan

bawahannya dalam mengambil keputusan apabila bawahannya menpunyai

pengetahuan dan pengalaman cukup untuk mengatasi masalah secara efektif.

Apabila bawahan memahami seluruh tujuan organisasi, mempunyai pengetahuan

dan pengalaman untuk memecahkan masalah , maka pemimpin akan cenderung

bersikap demokratik dan akan mengikutsertakan bawahannya dalam memimpin.

Tetapi apabila bawahan tidak mempunyai kemampuan tersebut, maka pemimpin

akan bergaya otoriter.

3. Ciri Organisasi,

Azas-azas Manajemen 109

Seorang pemimpin akan menentukan gaya kepemimpinannya
berdasarkan iklim organisasi, sikap pekerja organisasi.

Dari hasil studi Robert Tannenbaun dan Warren H.Schmidt, banyak peneliti
yang berusaha mencari faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan,
antara lain:

1. Diri Pemimpin,
Yaitu : Kepribadian, pengalaman masa lalu, latar belakang dan

harapanpemimpin sangat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan di
sampingmempengaruhi gaya kepemimpinan yang dipilihnya.
2. Ciri Atasan Pemimipin,

Gaya kepemimpinan dari atasan pemimpin sangat mempengaruhi
orientasi pemimpin
3 Ciri Bawahan,

Respon yang diberikan bawahan akan menenetukan efektivitas
kepemimpinan.ar belkang pendidikan bawahan sangat menetukan pula cara
pemimpin menentukan gaya kepeimipinannya.
4. Persyaratan tugas,

Tuntutan tanggung jawab pekerjaan bawahan akan mempengaruhi gaya
kepemimpinan.
5. Iklim Organisasi dan Kebijakan,

Akan mempengaruhi harapan dan perilaku anggota kelompok dan gaya
kepemimpinan yang dipilih.
6. Perilaku dan Harapan Rekan Sekerja Pemimpin,

Rekan sekerja yang setingkat pemimpin merupakan acuan yang penting,
segala pendapat yang diberikan oleh rekan-rekan sangat menpengaruhi
efektivitas hasil kerja pemimpin.

Azas-azas Manajemen 110

Bab 8

MOTIVASI DALAM MANAJEMEN

A. Pengertian
Motivasi merupakan akar kata dari bahasa Latin movore, yang berarti gerak atau

dorongan untuk bergerak. Motivasi dalam Bahasa Inggris berasaldari kata motive yang
berarti daya gerak atau alasan. Motivasi dalam Bahasa Indonesia, berasal dari kata motif
yangberarti daya upaya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu. Motif dapat
dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam diri subyek untuk melakukan aktivitas
tertentu demi mencapai tujuan. Motif tersebut menjadi dasar kata motivasi yang dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Penggunaan istilah motif dan
motivasi dalam pembahasan psikologi terkadang berbeda. Motif dan motivasi digunakan
bersama dalam makna kata yang sama, hal ini dikarenakan pengertian motif dan
motivasi keduanya sulit dibedakan. Motif adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang,
yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan
tertentu. Motif merupakan tahap awal dari motivasi. Motif dan daya penggerak menjadi
aktif, apabila suatu kebutuhan dirasa mendesak untuk dipenuhi. Motif yang telah
menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong
seseorang untuk memenuhi kebutuhan.

Beberapa ahli memberikan batasan tentang pengertian motivasi, antara lain
sebagai berikut:

1) Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.

Azas-azas Manajemen 111

2) Menurut Thomas M. Risk, motivasi adalah usaha yang disadari oleh pihak guru
untuk menimbulkan motif-motif pada diri siswa yang menunjang kearah tujuan-
tujuan belajar.

3) Menurut Chaplin, motivasi adalah variabel penyelang yang digunakan untuk
menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam membangkitkan, mengelola,
mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju suatu sasaran.

4) Menurut Tabrani Rusyan, motivasi merupakan kekuatan yang mendorong
seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.

5) Menurut Dimyati dan Mudjiono, di dalam motivasi terkandung adanya keinginan
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar.

6) Menurut Atkinson, motivasi dijelaskan sebagai suatu tendensi seseorang untuk
berbuat yang meningkat guna menghasilkan satu hasil atau lebih pengaruh.

7) Menurut A.W Bernard, motivasi adalah fenomena yang dilibatkan dalam
perangsangan tindakan kearah tujuan tertentu yang sebelumnya kecil atau tidak
ada gerakan kearah tujuan-tujuan tertentu. Motivasi merupakan usaha
memperbesar atau mengadakan gerakan untuk mencapai tujuan tertentu.

8) Menurut Abraham Maslow, motivasi adalah sesuatu yang bersifat konstan
(tetap), tidak pernah berakhir, berfluktuasi dan bersifat kompleks, dan hal itu
kebanyakan merupakan karakteristik universal pada setiap kegiatan organisme.

9) Menurut John W Santrock, motivasi adalah proses memberi semangat, arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang
penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi adalah sebagai berikut:

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian

tujuan yang diinginkan.

Azas-azas Manajemen 112

3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya motivasi akan berfungsi sebagai
penentu cepat lambanya suatu pekerjaan

4) Motivasi berfungsi sebagai penolong untuk berbuat mencapai tujuan.
5) Penentu arah perbuatan manusia, yakni kearah yang akan dicapai.
6) Penyeleksi perbuatan, sehingga perbuatan manusia senantiasa selektif dan tetap

terarah kepada tujuan yang ingin dicapai

Komponen motivasi
Motivasi memiliki dua komponen, yaitu: komponen dalam (inner component)

dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri
seseorang, keadaan merasa tidak puas dan ketegangan psikologis. Komponen luar
ialah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya.
Berdasarkan definisi tersebut, komponen dalam ialah kebutuhan-kebutuhan yang
ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar ialah tujuan yang hendak dicapai.
Macam-macam motivasi

Pendapat mengenai macam-macam motivasi adalah sebagai berikut:
1) Menurut Chaplin, motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a) Physiological drive,

yaitu: Dorongan yang bersifat fisik, seperti lapar, haus, seks dan sebagainya. b)
Social motives, yaitu: Dorongan-dorongan yang berhubungan dengan orang lain,
seperti estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik, dan etis.
2) Menurut Woodworth dan Marquis, motivasi digolongkanmenjadi tiga macam, yaitu:
a) Kebutuhan-kebutuhan organis, yaitu motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan
bagian dalam, seperti: makan, minum, bergerak dan istirahat/tidur, dan sebagainya.
b) Motivasi darurat yang mencakup dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan
untuk membalas, dorongan untuk berusaha, dorongan untuk mengejar. Motivasi ini
timbul jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kuat dari diri
seseorang.Pada motivasi darurat motivasi bukan timbul atas keinginan seseorang
tetapi karena perangsang dari luar. c) Motivasi obyektif, yaitu motivasi yang
diarahkan kepada obyek atau tujuan disekitar kita. Motivasi ini mencakup

Azas-azas Manajemen 113

kebutuhan eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat.Motivasi ini timbul karena
adanya dorongan untuk menghadapi dunia secara efektif.
3) Menurut Wood Worth, motivasi diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: a)
Unlearned motives, adalah motivasi pokok yang tidak dipelajari atau motivasi
bawaan, yaitu motivasi yang dibawa sejak lahir, seperti dorongan makan, minum,
seksual, bergerak dan istirahat. Motivasi ini sering disebut motivasi yang
diisyaratkan secara biologis. b) Learned motives, adalah motivasi yang timbul
karena dipelajari, misalnya dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan
dan mengejar jabatan. Motivasi ini sering disebut motivasi yang diisyaratkan secara
sosial, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial.

Istilah motivasi mencakup dua pengertian :
1. Suatu aktivitas yang dilaksanakan para pimpinan Memotivasi (to motivate) berarti

tindakan dari seseorang yang ingin mempengaruhiorang lain untuk berprilaku
secara tertentu. Motivasi adalah aktivitas manajemen untuk mempengaruhi
bawahannya untuk bertindak secara organisatoris dengan cara tertentu untuk
menghasilkan hasil-hasil yang efektif
2. Dorongan psikis seseorang. Suatu dorongan psikis dari dalam diri seseorang yang
menyebabkan ia berprilaku secara tertentu, terutama di dalam suatu lingkungan
pekerjaan. Namun motivasi bukan satu-satunya yang berhubungan dengan prestasi,
ada dua faktor yang menyebabkan yaitu kemampuan dan persepsi tentang perannya.

Model-model Motivasi

1. Model Tradisional

Model motivasi tradisonal, dipelopori okeh F. Taylor, mengemukakan

bahwa aspek yang penting dari tugas pimpinan adalah memastikan bahwa para

pekerja menjalankan tugas mereka dengan berulang-ulang dan membosankan

dengan cara yang paling efisien. Dengan menggunakansistem insetif , pimpinan

dapat memotivasi bawahannya. Makin banyak yang diproduksi makin besar

penghasilannya. Dalam banyak situasi pendekatan ini efektif. Dengan tercapainya

efisiensi lebih seikit pekerja yang dibutuhkan untuk tugas tertentu, sesudah

Azas-azas Manajemen 114

beberapa lama berlangsung pimpinan mengurangi besarnya insentif, pemecatan
menjadi biasa dan para pekerja lebih mencari kemanan kerja dari pada sekedar
peningkatan gaji yang sedikit bersifat sementara.
2. Model Hubungan Manusia

Elton Mayo dan peniliti hubungan manusia lainnya menemukan bahwa
kontak-kontak sosial antara karyawan selama waktu kerja penting. Tugas yang
membosankan dan berulang-ulang dengan sendirinya mengurangi motivasi. Elton
Mayo percaya bahwa pimpinan dapat memotivasi bawahannya dengan
memberikan kesempatan akan kebutuhan sosialnya itu, karyawan mendapat
kebebasan untuk mengambil keputusan dalam pekerjaan
3. Model Sumber Daya Manusia

Perintis model sumber daya manusia adalah Mc Gregor dn Maslow,
menurut kedua ilmuwan tersebut banyak faktor untuk memotivasi karyawan,
bukan hanya dengan uang, keinginan atau kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan
pencapaian dan pekerjaan yang berarti, dengan prestasi kerja yang baik karyawan
telah memperolah kepuasan.

Karyawan lama diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk
membuat keputusan dalam menjalankan tugas mereka, pimpinan harus membagi
tanggung jawab untuk mencapai sasaran organisasi, masing-masing individu
diberikan kontribusi atas dasar minat dan kemampuannya.

B. KONSEP DASAR PANDANGAN TERHADAP MOTIVASI
Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, diantaranya :

a. Model Tradisional
Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan –
pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk
memotivasi para pekerja. Lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima
penghasilan. Model ini menganggap bahwa “ para pekerja pada dasarnya malas dan
hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang”.

Azas-azas Manajemen 115

b . Model Hubungan Manusiawi
Kontak – kontak sosial pegawai pada pekerjanya merupakan hal penting, bahwa
kebosanan dan tugas – tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor – faktor
pengurang
motivasi. Manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan –
kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
Semisal, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan
sendiri dalam pekerjaannya.

c. Model SDM
Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, tidak
hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk
berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa
kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan
bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak
dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih
menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Ja di, para
karyawan dapat diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan
keputusan – keputusan dan pelaksanaan tugas – tugas.( Bejo 1989: 172).

C. TEORI MOTIVASI
1. Teori Awal Tentang Motivasi
1) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori. Hierarki Kebutuhan
Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang berpendapat bahwa
pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan.
a) Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual, dan
kebutuhan fisik lain.
b) Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari gangguanfisik dan
emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.

Azas-azas Manajemen 116

c) Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh
teman-teman, dan persahabatan.

d) Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti penghargaan diri,
otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status, pengakuan,
dan perhatian.

e) Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan
pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai.

Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami ditingkat
mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada pemuasan
kebutuhan pada atau diatas tingkat itu (Robbins & Coulter, 2007).

2) Teori X dan Y McGregor
Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok asumsi
mengenai sifat manusia: Teori X dan Teori Y. Teori X pada dasarnya menyajikan
pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi bahwa para pekerja
mempunyai sedikit ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin
menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif
bekerja. Teori Y menawarkan pandangan positif. Teori Y berasumsi bahwa para
pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara nyata mencari
tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai kegiatan alami. McGregor yakin
bahwa asumsi Teori Y lebih menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus
menjadi pedoman bagi praktik manajemen (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Motivasi Higienis Herzberg

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan seseorang dipengaruhi

oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-faktor penggerakan motivasi

dan faktor-faktor pemelihara motivasi. Menurut Herzberg, karyawan memiliki rasa

kepuasan kerja

dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan berbeda jika

dibandingkan dengan faktor-faktor ketidak- puasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan

Azas-azas Manajemen 117

rasa ketidak-puasan kerja tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan
adalah tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja adalah
tidak ada ketidak-puasan kerja (Robbins, 2003).

Faktor-faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor- faktor intrinsik) ialah:
a) Pengakuan (cognition), artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak

perusahaan bahwa ia adalah orang, berprestasi, baik, diberi penghargaan,
pujian, dimanusiakan, dan sebagainya.
b) Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi tanggung jawab
dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak hanya semata-mata
melaksanakan pekerjaan.
c) Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk
mencapai hasil yang baik atau berprestasi.
d) Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development), artinya dalam
setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan
berkembang.
e) Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan yang dilakukan itu
sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik) ialah: a) Gaji
(salary) yang diterima karyawan b) Kedudukan (status) karyawan c) Hubungan
antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau bawahan d) Penyeliaan
(supervisi) terhadap karyawan e) Kondisi tempat kerja (working condition) f)
Keselamatan kerja (job safety) g) Kebijakan dan administrasi perusahaan,
khususnya dalam bidang personalia
Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi baik keadaannya
(menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor- faktor pemeliharaan tidak baik
keadaannya, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Oleh sebab
itu, untuk meningkatkan motivasi dengan cara perbaikan faktor-faktor

Azas-azas Manajemen 118

pemeliharaan, baru kemudian faktor-faktor pendorong motivasi (Robbins, 2003).

2. Teori Motivasi Modern
1) Teori Tiga Kebutuhan
David McClelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang
dimiliki seseorang yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan, dan
kebutuhan afiliasi. Kebutuhan prestasi (achievement) yaitu adanya keinginan
untuk mencapai tujuan yang lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dapat dicapai
dengan cara merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan
tanggung jawab pribadi, dan bekerja keras. Kebutuhan kekuasaan (power) artinya
yaitu adanya kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga
termotivasi dalam pekerjaannya. Cara bertindak dengan kekuasaan tergantung
kepada pengalaman masa kanak-kanak, kepribadian, pengalaman kerja, dan tipe
organisasi. Kebutuhan afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang
lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja sama dengan orang lain, dan
sosialisasi (Ishak, dkk, 2003).

2) Teori Penentuan Sasaran

Teori penentuan sasaran ini menyatakan bahwa orang akan bekerja lebih

baik jika mereka mendapatkan umpan balik mengenai sejauh mana mereka maju

menuju sasaran, karena umpan balik membantu mengidentifikasi kesenjangan

antara apa yang telah mereka lakukan dan apa yang ingin mereka lakukan. Selain

umpan balik, ada tiga faktor lain telah yang mempengaruhi hubungan sasaran -

kinerja. Faktor-faktor itu mencakup komitmen pada sasaran, kemampuan diri yang

memadai, dan budaya nasional. Teori penentuan sasaran mensyaratkan bahwa

individu berkomitmen pada sasaran tadi artinya individu berniat tidak

menurunkan atau meninggalkan sasaran tadi. Komitmen sangat cenderung terjadi

jika sasaran itu diumumkan, jika individu tersebut mempunyai tempat kendali

internal, dan jika sasaran itu ditentukan sendiri, bukan diberikan. Efektifitas diri

merujuk ke keyakinan seseorang bahwa ia mampu melaksanakan tugas tertentu.

Azas-azas Manajemen 119

Semakin tinggi efektifitas diri kita, semakin yakin kita kita akan kemampuan
berhasil pada tugas tertentu. Jadi dalam situasi-situasi sulit, kami menemukan
bahwa orang yang rendah efektivitas dirinya lebih cenderung mengurangi usaha
mereka atau sepenuhnya menyerah kalah, sedangkan orang- orang yang tinggi
efektifitas dirinya akan berusaha lebih keras, mengatasi tantangan itu (Robbins &
Coulter, 2007).

3) Teori Penguatan

Teori penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku dimasa

lampau akan mempengaruhi tindakan dimasa depan dalam proses belajar.

Menurut teori penguatan, seseorang akan termotivasi jika dia memberikan

respons rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu

(Nursalam, 2007). Teori penguatan mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi dari

akibat. Teori penentuan sasaran menyatakan bahwa maksud individu

mengarahkan perilakunya. Teori penguatan mengatakan bahwa perilaku itu

ditimbulkan dari luar. Apa yang mengendalikan perilaku adalah penguat, akibat

yang bila diberikan dengan segera setelah perilaku tertentu dilakukan,

meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang (Robbins &

Coulter, 2007). Berlawanan dengan teori penentuan sasaran, kunci teori

penguatan ialah mengabaikan faktor-faktor seperti sasaran, harapan, dan

kebutuhan. Sebagai gantinya, teori itu hanya memusatkan perhatian pada apa yang

terjadi dengan seseorang ketika ia mengambil tindakan tertentu (Robbins &

Coulter, 2007).

Berdasarkan teori penguatan, para manajer dapat mempengaruhi perilaku

karyawan dengan memperkuat tindakan yang mereka anggap menguntungkan.

Namun, karena penekanan itu terletak pada penguatan positif, bukan hukuman,

para manajer seharusnya mengabaikan, bukannya menghukum perilaku yang

tidak menguntungkan. Meskipun hukuman lebih cepat menghilangkan perilaku

yang tidak diinginkan dibanding tindakan bukan penguatan, dampak hukuman itu

sering hanya sementara dan dikemudian hari akan mempunyai efek samping yang

Azas-azas Manajemen 120

tidak menyenangkan, seperti perilaku disfungsi berupa konflik di tempat kerja,
ketidakhadiran, dan tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins & Coulter, 2007).

4) Merancang Pekerjaan yang Mampu Memotivasi

Para manajer sangat menaruh minat pada cara memotivasi orang di tempat

kerja dan perlu meninjau cara-cara apa saja untuk merancang pekerjaan yang

memotivasi. Cara-cara yang dapat digunakan manajer untuk merancang pekerjaan

tersebut adalah:

a) Pemekaran pekerjaan

Perancangan pekerjaan secara historis berkonsentrasi pada membuat

pekerjaan itu menjadi kecil dan lebih terspesialisai.Salah satu upaya paling awal

untuk mengatasi kelemahan spesialisasi adalah pemekaran pekerjaan secara

horisontal melalui peningkatan jangkauan pekerjaan (job scopes) jumlah tugas

yang berbeda-beda yang diperlukan oleh pekerjaan tertentu dan frekuensi

pengulangan tugas-tugas itu.

b) Pengayaan pekerjaan

Pendekatan lain untuk merancang pekerjaan yang memotivasi adalah

melalui perluasan vertikal pekerjaan dengan menambahkan tanggung jawab

perencanaan dan pengevaluasian. Pengayaan pekerjaan meningkatkan

kedalaman, yakni tingkat kendali para karyawan terhadap pekerjaan mereka.

Dengan kata lain, karyawan diberdayakan supaya dapat mengemban sejumla h

tugas yang lazimnya dilakukan oleh manajer mereka. Dengan demikian, tugas

dalam pengayaan pekerjaan harus memungkinkan para karyawan melakukan

kegiatan lengkap dengan kebebasan, kemandirian, dan tanggung jawab yang

lebih besar. Tugas-tugas itu juga harus memberi umpan balik agar individu dapat

menilai dan membetulkan kinerja mereka sendiri.

c) Model karakteristik pekerjaan

Meskipun banyak organisasi telah melaksanakan program pengayaan

pekerjaan dan pemekaran pekerjaan serta hasil- hasilnya belum bisa

disimpulkan, tidak ada satu pun pendekatan perancangan pekerjaan ini

Azas-azas Manajemen 121

menyajikan kerangka kerja konseptual untuk menganalisis pekerjaan atau
membimbing para manajer merancang pekerjaan yang memotivasi. Namun,
model karakteristik pekerjaan (job characteristic models/ JCM) memberikan
kerangka semacam itu. JCM mengidentifikasi lima karakteristik utama pekerjaan,
kaitan-kaitannya, dan dampaknya pada produktivitas, motivasi, dan kepuasan
karyawan. Berdasarkan JCM, setiap pekerjaan dapat didefinisikan menurut lima
dimensi inti yaitu sebagai berikut:

a) Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana keragaman kegiatan yang
diperlukan oleh pekerjaan tertentu agar karyawan dapat menggunakan
berbagai bakat dan keterampilannya yang berbeda-beda.

b) Identitas tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan menuntut penyelesaian
keseluruhan dan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.

c) Signifikansi tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan berdampak besar pada
kehidupan atau pekerjaan orang lain.

d) Otonomi, tingkat sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan,
kemandirian, dan keleluasaan yang besar kepada seseorang dalam
menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur yang digunakan
untuk melaksanakannya.

e) Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja
yang dituntut oleh pekerjaan tertentu menyebabkan orang tersebut
mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai efektivitas
kinerjanya.

5) Teori Kesetaraan

Teori kesetaraan yang dikembangkan oleh J. Stacey Adams mengatakan

bahwa para karyawan melihat (mempersepsikan) apa yang mereka peroleh dari

situasi (hasil) pekerjaan untuk dikaitkan dengan apa yang mereka masukkan ke

pekerjaan itu (input), kemudian membandingkan rasio input-hasil mereka

dengan rasio input-hasil orang lain yang relevan. Jika seorang karyawan

menganggap rasio dirinya sama dengan rasio orang lain yang relevan itu,

Azas-azas Manajemen 122

timbullah keadaan setara. Dengan kata lain, dia melihat bahwa situasi dirinya itu
adil. Namun, seandainya rasio itu tidak sama maka timbullah ketidaksetaraan dan
dia menganggap dirinya kurang dihargai atau terlampau dihargai. Jika timbul
ketidaksetaraan, para karyawan berusaha melakukan sesuatu mengenai hal
tersebut. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat dilakukan karyawan antara lain
mengubah input maupun hasil mereka sendiri atau orang lain, berperilaku
sedemikian rupa untuk mendorong orang lain mengubah input atau hasil mereka,
berperilaku sedemikian rupa untuk mengubah input atau hasil mereka sendiri,
memilih orang yang berbeda-beda sebagai pembanding, atau meninggalkan
pekerjaan mereka (Robbins & Coulter, 2007).

Kesimpulannya teori kesetaraan menunjukkan bahwa bagi kebanyakan
karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh imbalan relatif dan juga imbalan
absolut meski beberapa hal utama masih tetap tidak jelas (Robbins & Coulter,
2007).

6) Teori Pengharapan
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif

tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh
dari tiap tingkah laku. Teori pengharapan berpikir atas dasar:
a) Harapan hasil prestasi Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari

tingkah laku mereka. Harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan
tentang bagaimana cara mereka bertingkah laku.
b) Valensi. Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau
kekuatan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke
individu yang lain.
c) Harapan prestasi usaha. Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka
dalam melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku.
Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe
hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007).

Azas-azas Manajemen 123

Kunci teori pengharapan adalah memahami sasaran seseorang dan kaitan
antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan imbalan, dan akhirnya antara
imbalan dan kepuasan kerja orang tersebut. Teori ini menekankan hasil atau
imbalan. Akibatnya, kita harus berkeyakinan bahwa imbalan yang ditawarkan
oleh organisasi itu sesuai dengan keinginan individu tersebut. Teori pengharapan
menyatakan bahwa tidak ada prinsip universal yang mampu menjelaskan apa
yang memotivasi individu dan karena itu menekankan bahwa para manajer harus
memahami mengapa karyawan melihat hasil tertentu menarik atau tidak
(Robbins & Coulter, 2007)

D. TEORI ISI DAN TEORI PROSES
1. Teori Isi Motivasi
Teori-teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri
seseorang untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan, dan
menghentikan perilaku.
1) Teori Motivasi Kebutuhan ( Abraham A. Maslow)
Mangkunegara (2005 dalam Nursalam & Effendi, 2008), menjabarkan
hierarki Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan pemenuhan
unsur biologis; kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar.
Contoh kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan makan, minum, bernafas, tidur;
kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman dan
bahaya lingkungan; kebutuhan akan kasih sayang dan cinta, yaitu kebutuhan untuk
diterima dikelompok, berafiliasi, berinteraksi, mencintai, dan dicintai; kebutuhan
akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain;
kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk menggunakan
kemampuan diri (skill) dan potensi, serta berpendapat dengan
mengemukakanpenilaian dan kritik terhadap sesuatu. Kelima tingkat kebutuhan
menurut Malow:
a. Kebutuhan bersifat fisiologis (physiological need)

Azas-azas Manajemen 124

Kebutahan yang paling dasar, yang paling kuat, dan yang paling jelas

diantara segala kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk mempertahankan

hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan makanan, minuman, tempat berteduh,

seks, tidur, kesehatan.

b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)

Kebutuhan rasa aman mengarah pada dua bentuk, yakni: kebutuhan

keamanan jiwa dan kebutuhan keamanan harta. Kebutuhan rasa aman muncul

sebagai kebutuhan yang paling penting kalau kebutuhan psikologis telah

terpenuhi, meliputi kebutuhan perlindungan, keamanan, hukum, kebebasan

dari rasa takut, dan kecemasan. Dalam pandangan Maslow rasa aman sudah

dirasakan individu sejak kecil ketika ia mengekplorasikan lingkungannya.

Kebutuhan rasa aman mempunyai bentangan yang sangat luas, mulai dari rasa

aman dari ancaman bencana alam, misalnya hujan, rasa aman dari orang jahat

atau pencuru, rasa aman dari masalah kesehatan atau bebas dari penyakit,

sampai rasa aman dari ancaman dikeluarkan dari pekerjaan. Kebutuhan akan

keamanan tidak hanya keamanan fisik, tetapi juga keamanan psikologis

c. Kebutuhan cinta dan memiliki dmiliki (belongingness and love need)

Kebutuhan untuk memiiki dan mencintai muncul ketika kebutuhan

sebelumnya terpenuhi secara rutin. Orang butuh dicintai dan pada gilirannya

butuh menyatakan cintanya. Rasa saling menyayangi dan rasa diri terikat antara

orang yang satu dan lainnya, lebih-lebih dalam keluarga sendiri adalah penting

bagi seseorang. Diluar keluarga misalnya teman sekerja, teman sekelas, dan

lainnya, seseorang ingin agar disetujui dan diterima. Maslow mengatakan

bahwa kita semua membutuhkan rasa diingini dan diterima oleh orang lain. Ada

yang memuaskan kebutuhan ini melalui berteman, berkeluarga, atau

berorganisasi.

d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs)

Pemenuhan kebutuhan penghargaan menjurus pada kepercayaan

terhadap diri sendiri dan perasaan yang berharga. Kebutuhan akan

penghargaan sering kali diliputi frustasi dan konflik pribadi, karena yang

Azas-azas Manajemen 125

diinginkan orang saja perhatian dan pengakuan dari kelompoknya, melainkan
juga kehormatan dan status yang memerlukan standar moral, sosiak, dan
agama. Maslow membagi kebutuhan penghargaan ini dalam dua jenis. Pertama,
penghargaan yang didasarkan atas respek terhadap kemampuan, kemandirian,
dan pewujudan kita sendiri. Kedua, penghargaan yang ini dapat dilihat dengan
baik dalam usaha untuk mengapresiasikan diri dan mempertahankan status.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs)

Aktualisasi diri adalah keinginan seseorang untuk menggunakan semua
kemampuannya atau potensi diri untuk mencapai apapun yang ia mau dan bisa
dilakukan. Maslow menggambarkan kebutuhan aktualisasi diri ini sebagai
hasrat untuk menjadi diri sepenu kemampuannya sendiri, menjadi apa saja
menurut kemampuannya. Maslow mendasarkan teori aktualisasi diri sebagai
asumsi bahwa setiap manusia memiliki hakikat intinsik yang baik, dan itu
memungkinkan untuk mewujudkan perkembangan. Perkembangan yang baik
terjai bila manusia mengatualisasikan dirinya dan mewujudkan dengan segenap
potensinya.

2) Teori ERG (Alderier’s ERG Theory)

Teori EGR (existance, relatednce, and growht) yang dikembangkan oleh

Clayton Alderfer. Menurut dari teori ini komponen existence adalah

mempertahankan kebutuhan dasar dan pokok manusia. Menurut Siagian (2004

dalam Sunaryo 2008) Mempertahankan eksistensi merupakan kebutuhan setiap

manusia untuk menjadi terhormat. Teori ERG hampir sama dengan teori Maslow,

kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan fisiologis juga terdapat kebutuhan

keamanan yang merupakan komponen existence. Relateness tercermin dari sifat

manusia yang sebagai insan sosial yang ingin berafiliasi, dihargai, dan diterima

oleh lingkungan sosial. Growth lebih menekankan kepada keinginan seseorang

untuk tumbuh dan berkembang, mengalami kamajuan dalam kehidupan, pekerjaan

dan kemampuan, serta mengaktualisasikan diri. Alderfer mengemukakan tiga

kategori kebutuhan, yaitu:

Azas-azas Manajemen 126

(1) Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis seperti lapar, haus, seks, materi, dan
lingkungan kerja yang menyenangkan;

(2) Relatedness atau keterkaitan, menyangkut hubungan dengan orang-orang
yang penting bagi kita, seperti keluarga, sahabat, dan penyedia di tempat
kerja;

(3) growth atau pertumbuhan, meliputi keinginan untuk produktif dan kreatif
dengan mengarahkan segenap kesanggupan kita.

3) Teori motivasi Dua Faktor (Frederick Herzbeg’s Two Factor Theory)
Menurut (Frederick Herzberg (1950 dalam Notoadmojo 2010) ada dua

faktor yang mempengaruhi seorang dalam kegiatan, tugas, atau pekerjaannya,
yaitu: Faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan yang menyangkut kebutuhan
psikologis. Faktor motivasional (kepuasan) mencakup prestasi (aachievement),
penghargaan (recognation), tanggung jawab (responbility), kesempatan untuk
maju (posibility of growth), pekerjaan itu sendiri (work). Faktor-faktor
ketidakpuasan atau faktor hiegiene. Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan
pemeliharaan yang merupakan hakikat manusia yang ingin memperoleh kesehatan
badaniah. Faktor hiegenes yang menimbulkan ketidakpuasan melakukan kegiatan,
tugas atau pekerjaan yaitu: kondisi kerja fisik, hubungan interpersonal, kebijakan
dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, keamanan kerja.

4. Teori Motivasi Berprestasi (oleh David McChelland)
Menurut McChelland (Asnawi 2002) mengatakan bahwa dalam diri manusia

ada dua motivasi, yaitu primer dan sekunder. Motif primer atau motif yang tidak
dipelajari secara ilmiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini
mendorong seseorang untuk tercapainya kebutuhan biologis seperti (makan,
minum). Motif sekunder adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan ari luar
akibat interaksi dengan orang lain yang dibedakan menjadi tiga motif yaitu motif
untuk berprestasi, motif untuk berafiliasi, motif untuk berkuasa.

Azas-azas Manajemen 127

2. Teori Proses Motivasi
Teori proses motivasi terdiri dari teori penguatan, teori pengharapan, teori

keadilan, dan teori penetapan tujuan.
1. Teori Penguatan (Skinner’s Reinforcment Theory)

Skinner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang disebut operant
conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, perilaku
merupakan operant, yang dapat dikendalikan dan diubah melalui penghargaan dan
hukuman. Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena
penguatan akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu respons
atau menyebabkan pengulangannya.

2. Teori pengharapan (Victor H. Vroom’s Expectancy Theory)
Menurut Siagian (dalam Nursalam 2010) teori harapan terletak pada

pendapat yang mengemukakan kuatnya kesenderungan seseorang bertindak
bergantung pada harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil
tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi yang bersangkutan.
Tingkah laku tersebut akan mempengaruhi harapan seseorang akan imbalan, baik
imbalan intrinsik (yang dapat dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan)
atau imbalan ekstrinsil (bonus, pujian, promosi).

3. Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)

Menurut Mangkunegara (2005 dalam Nursalam 2010) teori keadilan yang

dikembangkan oleh Adam didasari pada asumsi bahwa puas atau tidaknya

seseorang terhadap apa yang dikerjakan merupakan hasil dari membandingkan

antara input usaha, pengalaman, skoll, pendidikan, dan jam kerjanya dengan

output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut.

4. Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)

Menurut Mangkunegara (2005 dalam Nursalam 2010) bahwa penetapan

suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga

memengaruhi orang tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakan.

Azas-azas Manajemen 128

Kejelasan tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang sulit sekalipun
apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang bersangkutan atau organisas i yang
membawahinya akan membuat prestasi yang meningkat, asalkan dapat diterima
sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai (Siagian, 2004).

Azas-azas Manajemen 129

Bab 9

KOORDINASI DALAM MANAJEMEN

A. PENGERTIAN
Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to

regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in
rank or order, of the same rank or order, not subordinate) untuk saling memberi
informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu. Secara normatif, koordinasi
diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan
menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya
terarah pada tujuan tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna
untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja
(Ndraha, 2003:290)

Menurut Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology (2003:291) :
Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat
berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang
satu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah
ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain.

Menurut Leonard D. White (dalam Inu Kencana, 2011:33)“Koordinasi adalah
penyesuaian diri dari masing-masing bagian,dan usaha menggerrakkan serta
mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian
masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan
hasil”

Koordinasi menurut Awaluddin Djamin dalam Hasibuan (2011:86) diartikan
sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-
tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling

Azas-azas Manajemen 130

melengkapi. Dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.
Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling berhubungan karena
koordinasi hanya dapat tercapai sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja
yang efektif. Hubungan kerja adalah bentuk administrasi yang membantu tercapainya
koordinasi. Oleh karena itu dikatakan bahwa hasil akhir daripada komunikasi
(hubungan kerja) adalah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan
berdaya guna (efektif dan efisien). Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan
kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi
bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi
untuk mencapai tujuannya.

Menurut Inu Kencana dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemerintahan
(2011:35), Bentuk Koordinasi adalah :

a. Koordinasi Horizontal
Koordinasi Horizontal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan

sinkron antar lembaga lembaga yang sederajat misalnya antar Muspika Kecamatan
(Camat, Kapolsek, Danramil), antar Muspida Kabupaten (Bupati, Danramil,
Kapolres), dan Muspida Provinsi (Gubernur, Pangdam, Kapolda).
b. Koordinasi Vertikal

Koordinasi Vertikal adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan
sinkron dari lembaga yang sederajat lebih tinggi kepada lembaga lembaga lain yang
derajatnya lebih rendah. Misalnya antar Kepala Unit suatu Instansi kepada Kepala
Sub Unit lain diluar mereka, Kepala Bagian (Kabag), suatu Instansi Kepada Kepala
Sub Bagian (Kasubag) lain diluar bagian mereka, Kepala Biro suatu Instansi kepada
Kepala Sub Biro lain di luar biro mereka.
c. Koordinasi Fungsional

Koordinasi Fungsional adalah penyelarasan kerjasama secara harmonis dan
sinkron antar lembaga lembaga yang memiliki kesamaan dalam fungsi pekerjaan
misalnya antar sesama para kepala bagian hubungan masyarakat.

Azas-azas Manajemen 131

Handayaningrat (1989:118) menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut :
a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi
adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan
bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik.
b. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama
merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.
c. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process). Artinya suatu
proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. d.
Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena
koordinasi adalah konsep yang diterapkan didalam kelompok, bukan terhadap
usaha individu tetapi sejumlah individu yang berkejasama di dalam kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.
e. Konsep kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa
pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan daripada setiap kegiatan
individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam sebagai kelompok dimana
mereka bekerjasama.
f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan
usaha/tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut
serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

Syarat-Syarat Koordinasi
Menurut Tripethi dan Reddy, syarat untuk mencapai koordinasimanajemen

yang efektif ada sembilan, syarat yaitu :
a. Hubungan langsung
Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung
diantara orang-orang yang bertanggung jawab. Melalu hubungan pribadi langsung,
ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan,pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah
paham dapatdijelaskan jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya.

Azas-azas Manajemen 132

b. Kesempatan awal

Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat

awalperencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambilmempersiapkan

rencana itu sendiri hanya ada konsultasi bersama.Dengan cara demikian tugas

penyesuaian dan penyatuan dalam proses

pelaksanaan rencana lebih mudah.

c. Konstitusi

Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harusberlangsung

pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh karena itu koordinasi

merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama

perusahan berfungsi.

d. Dinamisme

Koordinasi harus secara terus menerus diubah mengingat perubahan-

perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lainkoordinasi itu

jangan kaku. Koordinasi akan meredakan masalah- masalah apabila timbul

koordinasi yang baik akan mengetuai masalah secara dini dan mencegah

kejadiannya.

e. Tujuan yang jelas

Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif

dalam suatu perusahan, manajer-manajer bagian harus diberitahu tentang tujuan

perusahan dan diminta agar berkerja untuk tujuan bersama perusahan. Suatu

tujuan yang jelas dan diberikan keselarasan tindakan.

f. Organisasi yang sederhana

Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.

Penyusunan kembali bagian-bagian dapat dipertimbangkan untuk memiliki

koordinasi yang lebih baik diantara bagian. Pelaksanaan pekerjaan dan fungsi yang

erat berhubungan dapat ditempatkan di bawah beban seorang pimpinan apabila

hak ini akan mempermudah pengambilan tindakan yang diperlukan untuk

koordinasi agar semua bagian yang saling berhadapan dapat dibicarakan kepada

seorang atasan bersama untuk menjamin koordinasi yang lebih baik. Suatu sub

Azas-azas Manajemen 133

bagian merupakan suatu contoh jelas pengelompokan ini. Suatu sub bagian
membuat koordinasi lebih mudah dan membantu penyusunan yang cepat terhadap
perubahan lingkungan.
g. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas

Faktor lain yang memudahkan koordinasi adalah wewenang dan tanggung
jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian. Wewenang yang jelas
tidak harus mengurangi pertentangan diantara pegawai-pegawai yang berlainan,
tetapi juga membantu mereka dalam pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan
tujuan. Selanjutnya, wewenang yang jelas membantu manajer dalam mengawasi
bawahan bertanggung jawab atas pelanggaran pembatasan-pembatasan.
h. Komunikasi yang efektif

Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi
yang baik. Melalui saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan individu
dan bagian dapat diatasi dan perubahan- perubahan kebijaksanaan, penyesuaian
program-program, untuk waktu yang akan datang, dan sebagainya, dapat
dibicarakan. Melalui komunikasi yang efektif tindakan-tindakan atau pelaksanaan-
pelaksanaan pekerjaan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan perusahan dapat
dihindarkan dan kegiatan-kegiatan keseluruhan staf dapat diarahkan secara
harmonis menuju ke pelaksanaan tujuan perusahan yang ditentukan.
i. Kepemimpinan dan supervisi yang efektif

Suksesnya koordinasi banyak dipengaruhi oleh hakikat kepemimpinan dan
supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang,
baik pada tingkatan perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan.
Kepemimpinan yang efektif merupakan metode koordinasi yang paling baik dan
tidak ada lain yang dapat
menggantikannya.( Moekijat, 1994: 39-42)

Menurut Handayaningrat (1989:118-119) pada hakikatnya koordinasi dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Azas-azas Manajemen 134

a. Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di
mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok
organisasi secara keseluruhan.

b. Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, dimana setiap satuan kerja
(unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi.

c. Koordinasi juga akibat adanya rentang/jenjang pengendalian, dimana pimpinan
wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai
kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan
tanggung jawabnya.

d. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks,
dimana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja
(unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan.

e. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk
berdasarkan prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk
organisasi ini ialah masalah koordinasi.

f. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Oleh
karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang
peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. Sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa koordinasi adalah hasil akhir daripada hubungan ker ja
(komunikasi).

g. Pada hakikatnya koordinasi adalah perwujudan daripada kerjasama, saling bantu
membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab
masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap satuan kerja (unit) dalam
melakukan kegiatannya, tergantung atas bantuan dari satuan kerja (unit) lain. Jadi
adanya saling ketergantungan atau interpedensi inilah yang mendorong diperlukan
adanya kerjasama.

Disamping itu, Handayaningrat (1989:119-121) menjelaskan fungsi koordinasi
adalah sebagai berikut :

Azas-azas Manajemen 135

a. Sebagai salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan,

penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi dan pengawasan. Dengan kata lain

koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan.

b. Untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen

dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin

dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal

mungkin perselisihan yang timbul antara sesama komponen organisas i dan

mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama di antara komponen-komponen

tersebut.

c. Sebagai usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan yang mengandung

makna adanya keterpaduan (integrasi) yang dilakukan secara serasi dan

simultan/singkronisasi dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi,

sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan

seluruh tugas organisasi yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Hal itu sesuai

dengan prinsip koordinasi, integrasi, dan singkronisasi.

d. Sebagai faktor dominan dalam kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat

tertentu dan ditentukan oleh kualitas usaha koordinasi yang dijalankan.

Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan secara

terus menerus karena tidak hanya masalah teknis semata tetapi tergantung dari

sikap, tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik dari pimpinan.

e. Untuk melahirkan jaringan hubungan kerja atau komunikasi. Jaringan hubungan

kerja tersebut berbentuk saluran hubungan kerja yang membutuhkan berbagai

pusat pengambilan keputusan dalam organisasi. Hubungan kerja ini perlu

dipelihara agar terhindar dari berbagai rintangan yang akan membawa organisasi

ke situasi yang tidak berfungsi sehingga tidak berjalan secara efektif d an efisien.

f. Sebagai usaha untuk menyelaraskan setiap tindakan, langkah dan sikap yang terpadu

dari para pejabat pengambil keputusan dan para pelaksana. Dalam organisasi yang

besar dan kompleks, pertumbuhan organisasi akan menyembabkan penambahan

beban kerja, penambahan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan dan penambahan

jabatan yang perlu di koordinasikan.

Azas-azas Manajemen 136

g. Untuk penataan spesialisasi dalam berbagai keanekaragaman tugas. Karena
timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis da ri
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. MASALAH DALAM PENCAPAIAN KOORDINASI YANG EFEKTIF

Sekalipun pada umumnya telah disadari pentingnya koordinasi dalam proses

administrasi/manajemen pemerintahan, tetapi kenyataannya dalam praktek tidak

jarang ditemukan berbagai masalah yang menyebabkan kurang efektifnya

pelaksanaan koordinasi yang diperlukan, sehingga pencapaian sasaran/tujuan tidak

selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Menurut Handayaningrat (1989:129)

berbagai faktor yang dapat menghambat tercapainya koordinasi itu adalah sebagai

berikut :

a. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural)

Dalam koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan-hambatan

disebabkan perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan

kerja (unit kerja) kurang jelas. Disamping itu adanya hubungan dan tata kerja serta

prosedur kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan kadang-

kadang timbul keragu-raguan diantara mereka. Sebenarnya hambatan-hambatan

yang demikian itu tidak perlu karena antara yang mengkoordinasikan dan yang

dikoordinasikan ada hubungan komando dalam susunan organisasi yang bersifat

hierarkis.

b. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional

Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional baik yang

horizontal maupun diagonal disebabkan karena antara yang mengkoordinasikan

dengan yang dikoordinasikan tidak terdapat hubungan hierarkis (garis komando).

Adapun hal-hal yang biasanya menjadi hambatan dalam pelaksanaan koordinasi

antara lain :

1) Para pejabat sering kurang menyadari bahwa tugas yang dilaksanakannya

hanyalah merupakan sebagian saja dari keseluruhan tugas dalam organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.

Azas-azas Manajemen 137

2) Para pejabat sering memandang tugasnya sendiri sebagai tugas yang p aling
penting dibandingkan dengan tugas-tugas lain.

3) Adanya pembagian kerja atau spesialisasi yang berlebihan dalam organisasi.
4) Kurang jelasnya rumusan tugas atau fungsi, wewenang dan tanggung jawab dari

masing-masing pejabat atau satuan organisasi.
5) Adanya prosedur dan tata kerja yang kurang jelas dan berbelit-belit dan tidak

diketahui oleh semua pihak yang bersangkutan dalam usaha kerjasama.
6) Kurangnya kemampuan dari pimpinan untuk menjalankan koordinasi yang

disebabkan oleh kurangnya kecakapan, wewenang dan kewibawaan.
7) Tidak atau kurangnya forum komunikasi diantara para pejabat yang

bersangkutan yang dapat dilakukan dengan saling tukar menukar informasi dan
diciptakan adanya saling pengertian guna kelancaran pelaksanaan kerjasama.

Untuk mengatasi masalah-masalah dalam koordinasi yang ditimbulkan oleh
hal-hal seperti tersebut di atas, berbagai usaha yang perlu dilakukan secara garis
besarnya dapat dikelompokkan dalam berbagai bentuk seperti (Handayaningrat
(1989:130),):
1. Mengadakan penegasan dan penjelasan mengenai tugas/ fungsi, wewnang

tanggung jawab dari masing-masing pejabat/satuan organisasi yang bersangkutan.
2. Menyelesaikan masalah-masalah yang mengakibatkan koordinasi yang kurang

baik, seperti sistem dan prosedur kerja yang berbelit-belit, kurangnya kemampuan
pimpinan dalam melaksanakan koordinasi.
3. Mengadakan pertemuan-pertemuan staf sebagai forum untuk tukar menukar
informasi, pendapat, pandangan dan untuk menyatukan persepsi bahasa dan
tindakan dalam menghadapi masalah-masalah bersama

Dalam usaha untuk mengatasi masalah-masalah koordinasi maka penerapan

prinsip fungsionalisasi dalam rangka peningkatan hubungan kerja menuntut berbagai

hal seperti :

1. Adanya pelembagaan dimana semua fungsi organisasi tertampung.

Azas-azas Manajemen 138

2. Adanya pembinaan pelembagaan.
3. Adanya de-personalisasi kepemimpinan, sehingga ketergantungan kepada seorang

pejabat tertentu menjadi berkurang.
4. Adanya tata kerja yang jelas.
5. Adanya forum koordinasi yang efektif.
6. Adanya informasi pimpinan yang menyeluruh dan sempurna.
7. Adanya jalur informasi yang bersifat multi arah terbuka

Manfaat koordinasi yaitu sebagai berikut :
1. Menciptakan keseimbangan tugas maupun hak antara setiap bagian dalam

organisasi maupun antara setiap anggota dalam bagian-bagian tersebut.
2. Mengingatkan setiap anggota bahwa mereka bekerja untuk tujuan bersama,

sehingga tujuan-tujuan individu yang bertentangan dengan tujuan bersama
tersebut dapat dihilangkan.
3. Menciptakan efisiensi yang tinggi. Pekerjaan-pekerjaan yang terkoordinasi akan
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari pada pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukakan tanpa koordinasi
4. Menciptakan suasana kerja yang rukun, damai, dan menyenangkan.Para anggota
saling menghargai satu sama lain karena mereka sadar bahwa mereka bekerja
sama untuk kepentingan bersama.

Tujuan koordinasi yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran kearah

tercapainya sasaran perusahaan

2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis kea rah sasaran perusahaan

3. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan

4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran

5. Untuk mengintegrasikan tindakan kea rah sasaran organisasi atauperusahaan

6. Untuk menghindari tindakan overlapping fari sasaran perusahaan. (Malayu S.P.

Hasibuan, , 2014:88

Azas-azas Manajemen 139

Bab 10

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ORGANISASI

A. PENGERTIAN
Kata “keputusan” berarti menentukan, mengakhiri, menyelesaikan, mengatasi.

Sedangkan kata ”pengambilan keputusan” berarti suatu tindakan yang dilakukan untuk
menyelesaikan sesuatu (Russel-Jones, 2000). Mengambil keputusan berbicara tentang
tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi suatu permasalahan yang seringkali
dihadapkan pada dua pilihan atau bahkan lebih. Sebuah keputusan adalah tindakan
untuk mengatasi kekacauan, mampu melihat setiap aspek secara objektif, dan dengan
demikian dapat membuat keputusan yang efektif (Adair, 2007).

Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah suatu proses memilih
alternatif cara bertindak dengan metode yang sesuai dengan situasi. Sedangkan Jannis &
Mann (1977) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan
masalah dan terhindar dari faktor situasional.

Menurut Frederick W Taylor (1998) Pengambilan keputusan adalah tindakan
pemilihan alternatif. Hal ini berkaitan dengan fungsi manajemen. Misalnya, saat manajer
merencanakan, mengelola, mengontrol, mereka membuat keputusan. Akan tetapi, ahli
teori klasik tidak menjelaskan pengambilan keputusan tersebut secara umum. Fayol dan
Urwick membahas pengambilan keputusan mengenai pengaruhnya pada delegasi dan
otoritas, sementara bapak manajemen Frederick W. Taylor hanya menyinggung tentang
metode ilmiah sebagai sebuah pendekatan untuk pengambilan keputusan. Seperti yang
tertuang dalam bukunya “The Functions of the Exec” Chester Barnard memberikan
analisis komprehensif mengenai pengambilan keputusan clan menyatakan "Proses
keputusan ... merupakan teknik untuk mempersempit pilihan."

Azas-azas Manajemen 140

Secara lebih empiris Mintzberg dan koleganya memberikan pernyataan terkait
dengan tahap-tahap tersebut (yaitu, menelusuri keputusan sebenarnya dalam
organisasi) mengenai langkah pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan
diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis
yang ekstensif dan sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.

2. Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan
proses pencarian percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide
solusi ideal yang tidak jelas.

3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Terdapat 3 (tiga) cara dalam
pembentukan seleksi: dengan penilaian pembuat keputusan, berdasarkan
pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan analisis alternatif yang logis
dan sistematis; dan dengan tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok
pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan
diterima secara formal, otorisasi pun kemudian dibuat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan:
1. Internal organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan peralatan, tekn
ologi, dan sebagainya.
2. Eksternal organisasi seperti keadaan sosial politik,ekonomi, hukum, dan
sebagainya.
3. Ketersediaan informasi yang diperlukan.
4. Kepribadiaan dan kecakapan pengambil keputusan

B. JENIS-JENIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pembagian jenis keputusan berdasarkan pihak pengambil keputusan, yaitu:

1. Keputusan strategis

Setiap organisasi melahirkan berbagai kebijakan atau keputusan

organisasional. Kebijakan dan arah organisasi merupakan keputusan strategis.

Azas-azas Manajemen 141

2. Keputusan operasional
Adapun keputusan organisasional menyangkut pengelolaan organisasi

sehari-hari. Keputusan operasional sangat menentukan efektivitas keputusan
strategis yang dimabil oleh para manajer puncak (Drummond, 1995).
C. LANGKAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Secara lebih empiris Mintzberg dan koleganya memberikan pernyataan terkait
dengan tahap-tahap tersebut (yaitu, menelusuri keputusan sebenarnya dalam
organisasi) mengenai langkah pengambilan keputusan sebagai berikut :
1. Tahap identifikasi, di mana pengenalan masalah atau kesempatan muncul dan
diagnosis dibuat Diketahui bahwa masalah yang berat mendapatkan diagnosis yang
ekstensif dan sistematis, tep masalah yang sederhana tidak.
2. Tahap pengembangan, di mana terdapat pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada mendesain solusi yang baru. Diketahui bahwa proses desain merupakan
proses pencarian percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide
solusi ideal yang tidak jelas.
3. Tahap seleksi, di mana pilihan solusi dibuat. Terdapat 3 (tiga) cara dalam
pembentukan seleksi: dengan penilaian pembuat keputusan, berdasarkan
pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis; dengan analisis alternatif yang logis
dan sistematis; dan dengan tawar-menawar saat seleksi melibatkan kelompok
pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada. Sekali keputusan diterima
secara formal, otorisasi pun kemudian dibuat.

Tahap I Tahap II Tahap III
IDENTIFIKASI PENGEM BANGAN SELEKSI
1. Pengenalan 1. Pencarian 1. Pengenalan
2. Diagnosis 2. Design
2. Diagnosis

Gambar: Tahap pengambilan keputusan dalam organisasi menurut Mintzberg

Azas-azas Manajemen 142

Gambar ini Menjelaskan proses pengambilan keputusan. Pada tahap I pemimpin
sebelum mengambil keputusan perlu melakuan identifikasi dan diagnosis terh adap
fenomena yang berkembang dan terjadi. Idetntifkasi tersebut termasuk mengumpulkan
data baik kuantitatif maupun kualitatif yang mendukung fenomena yang terjadi. Data
tersebut memberikan informasi terhadap masalah yang sedang dihadapi. Setelah
masalah dirumuskan selanjutnya dicari alternatif pemecahan masalah. Dari berbagai
alternatif pemecahan masalah dipilih satu alternatif yang paling bermanfaat degan
resiko minimal. Selanjutnya disusun desain rencana tindak untuk memecahkan masalah
tersebut. Selanjutnya dilakukan penilaian dan analisis terhadap pilihan alternatif yang
ditetapkan dan sealnjutnya diimplementasikan.

Menurut Russel-Jones (2000), ada tujuh (7) tahapan dalam suatu pengambilan

keputusan, sebelum akhirnya individu melakukan tindakan. Tahapan-tahapan tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Membuat batasan tentang keputusan apa yang harus diambil Individu cenderung

membuat keputusan yang salah karena sebelumnya tidak menganalisa penyebab

diambilnya keputusan tersebut. Seringkali kita lebih memfokuskan pada

simptom-simptom yang terlihat di depan mata. Pertanyaan yang sering muncul

adalah “mengapa aku perlu mengambil keputusan ini?” “apa tujuannya aku

mengambil keputusan ini?”

2. Memahami konteks situasi dimana keputusan akan dibuat. Konteks situasi dari

keputusan yang akan diambil akan sangat mempengaruhi proses pengambilan

keputusan. Kita tidak mungkin mengabaikan kondisi sekitar kita saat mengambil

suatu keputusan. Pertanyaan yang mungkin akan muncul adalah ”siapa-siapa saja

yang berperan dalam proses pengambilan keputusan ini?” ”Kepada siapa saja

dampak keputusan ini akan berpengaruh?”

3. Mengidentifikasi setiap pilihan yang ada Kesulitan yang umum terjadi dalam

suatu proses pengambilan keputusan adalah kurangnya pilihan yang

memungkinkan untuk diambil, khususnya ketika tidak satupun diantara pilihan

tersebut yang kelihatannya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan. Untuk

Azas-azas Manajemen 143


Click to View FlipBook Version