The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

By Abd. Rozak A. Sastra, MA.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-04-18 00:14:38

Studi Islam

By Abd. Rozak A. Sastra, MA.

Keywords: Abd. Rozak A. Sastra,Studi Islam,Pendidikan agama islam

STUDI ISLAM

Dr. Abd. Rozak A. Sastra, MA

STUDI ISLAM

Editor :
Dr. Abd. Rozak A .Sastra, MA

Desain Sampul :
Abu Zarin

Tata Letak :
Abu Zarin

ISBN: 978-602-6902-59-7

Penerbit
Cinta Buku Media

Redaksi:
Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8

Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan
Hotline CBMedia 0858 1413 1928

e_mail: [email protected]

Cetakan: Ke-1 Oktober 2016

All rights reserverd
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul
‘Alamin, yang senantiasa memberikan bimbingan dan kekuatan kepada
kami, sehingga kami diberikan kesempatan dan kemampuan untuk
menyusun buku Studi Islam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah berhasil mengemban misi Allah, mengeluarkan
manusia dari kegelapan jahiliyah menuju keceriaan dan keselamatan. Beliau
juga telah berhasil mengentaskan manusia dari lembah kebodohan, kemiskinan
dan keterbelakangan, menjadi manusia yang merdeka, adil dan makmur.
Semoga kita tetap menjadi pengikutnya yang setia serta memperoleh
syafa’atnya kelak di hari kiamat. Amien.
Buku ini membahas ilmu-ilmu ke-Islaman dari berbagai aspek. Tentunya,
pembahasan yang ada di buku ini telah dikaji secara mendalam, walaupun tidak
terlepas dari kekurangan.
Harapan kami, meskipun buku ini jauh dari sempurna, namun tetap dapat
memberikan kemudahan dalam memahami Islam secara komprehensif, serta
dapat mendorong para pembaca untuk lebih giat lagi dalam belajar dan
memahami Islam Rahmat li al-‘Alamin.
Akhirnya, kami berserah diri kepada Allah, semoga buku ini tercatat sebagai
amal shaleh. Amien.

Ciputat, Oktober 2015

iii

DAFTAR ISI

BAB 1
PENGERTIAN AGAMA, RUANG LINGKUP, DAN FUNGSI SERTA
AKIDAH ISLAMIYAH _ 1
Pengertian Agama _ 1
Definisi Agama _ 2
Mengapa kita harus beragama? _ 5
Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat _ 6
Ruang Lingkup Agama _ 8
Akidah _ 11

BAB 2
ATHEISME, MONOTEISME, POLITEISME, DAN TAUHID _ 16
Pengertian Atheisme _ 16
Monoteisme _ 19
Politeisme _ 23
Pengertian Tauhid _ 26

BAB 3
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM DAN AL-QURAN SEBAGAI SUMBER
HUKUM ISLAM _ 34
Sumber-Sumber Hukum Islam _ 34
Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Islam _ 38
Fungsi Al-Quran dalam Sosial Masyarakat _ 46
Dalil Al-Quran Fungsi Sosial Masyarakat _ 47
Hubungan Al-Quran Dengan Muamalah _ 49

iv

BAB 4
IJTIHAD DAN TA’RIF (PENGERTIAN) HADITS, SUNNAH, KHABAR,
DAN ATSAR _ 52
Ijtihad _ 52
Hadits _ 62
Khabar _ 63
Atsar _ 64
Kedudukan dan Fungsi Hadits _ 64
Sejarah dan Kodefikasi Hadits _ 65

BAB 5
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DAN PERADABAN ISLAM _ 69
Sejarah Islam ke Indonesia _ 69
Perkembangan Seni Budaya Islam Indonesia _ 73
Kemajuan dan Kecerdasan Islam di Indonesia _ 73
Kesenian Islam yang ada di Indonesia _ 74
Periodisasi Sejarah dalam Islam _ 76
Sejarah Peradaban Islam _ 77

BAB 6

USHUL FIQH _ 96

Pengertian Ushul fiqh _ 96

Ruang Lingkup Ushul Fiqh _ 97

Sejarah dan Perkembangan Ushul Fiqh _ 99

Fiqh _ 102

Epistemologi Hukum Islam _ 109

Sumber-sumber Syariat Islam _ 111

v

BAB 7
MAZHAB-MAZHAB DALAM ISLAM SERTA TAQLID, DAN I’TIBA _ 113
Pengertian Mazhab,Perkembangan Mazhab, Latar Belakang _ 113
Taqlid _ 120
Ittiba _ 124

BAB 8
TEOLOGI ISLAM DAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH _ 126
Teologi Islam _ 126
Aspek Teologi _ 135
Ahlus Sunnah wal Jama’ah _ 138

BAB 9
AYAT-AYAT KAUNI’AH SERTA MU’TAZILAH _ 146
Pengertian Ayat Kauniyah _ 146
Al-Quran dan Alam Raya _ 148
Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiyah _ 149
Bahasa Al-Quran dan kolerasi antar ayatnya _ 151
Contoh Beberapa Ayat Kauniyah _ 152
Pengertian Mu’tazilah _ 153

BAB 10
AYAT KAUNIYAH DAN SYI’AH _ 161
Pengertian ayat-ayat kauniyah _ 161
Syiah _ 172

vi

BAB 1
PENGERTIAN AGAMA, RUANG LINGKUP, DAN FUNGSI

SERTA AKIDAH ISLAMIYAH

A. Pengertian Agama
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi" atau "A"

berarti tidak; "GAMA" berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Dapat juga
diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan
tujuan tertentu. Menurut A.M. Saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan
kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat universal. Menurut Sutan Takdir
Alisyahbana (1992), agama adalah suatu sistem kelakuan dan perhubungan manusia yang
pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada
terhingga luasnya. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi
segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu

Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din lari
bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu
pendapat mengatakan bahwa kata itu tersusun dari fus kata, a=tidak dan gan=pergi, jadi
tidak pergi, tetapi tempat, diwarisi turun-temurun. Ada lagi pendapat yang mengatakan
bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-
kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa gan berarti tuntunan. Memang agama
mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution yaitu din dalam bahasa semit berarti undang-
undang atau hukum.Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, hutang, kebiasaan, balasan. Agama memang membawa peraturan-
perarturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang.

Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat asalnya ia Relegere yang
mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-
cara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi

1

menurut pendapat lain kata itu berasal dari Relegere yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran
agama memang mempunyai sifat mengikat sifat manusia.

Intisari yang terkandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan. Agama
mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini
mempunyai pengaruh bagi kehidupan sehari-hari.Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.

Oleh karena itu agama diberi definisi-definisi sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus

dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gain yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada bentukhidup yang mengandung pengakuan suatu sumber yang

berada diluar diri manusia dan mempengaruhi perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah-laki yang berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu

kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari persaan lemah dan perasaan takut

terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.1

B. Definisi Agama
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.

Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.

1 Harun, Nasution, Studi Islam Jilid I, h. 1-12.

2

Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek
yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan
dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari
definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama,
yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari agama. Agama tidak harus
melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat
melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu
unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat
dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.

Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-
empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka
dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan

tersendiri
3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
Unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama:
1. Keuatan gaib: Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu

sebagai tempat meminta tolong.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya didunia ini dan hidupnya diakhirat

tergantung pada adanya hubungan baikdengan kekuatan gaib yang dimaksud.
3. Respons yang bersifat emosional dari manusia.

Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam
bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dalam bentuk tempat-
tempat tertentu.

Karena agama mempunyai sifat pengikat pada para pemeluknya, maka ajaran-ajaran
moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari ajaran-ajaran moral yang dihasilkan
falsafah dan pemikiran manusia. Ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam
Semesta mempunyai sifat kekudusan dan absolut yang tidak dapat ditolak oleh manusia.

3

Dan perintah manusia masih dapat dilawan tetapi perintah Tuhan tak dapat ditentang.

Paham inilah yang membuat norma-norma akhlak yang diajarkan agama mempunyai

pengaruh besar dalam membina manusia yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
1. Agama, religi dan din (pada umumnya) adalah sistema credo (tata-keimanan atau tata-

keyakinan) atas adanya sesuatuYang Mutlak diluar manusia dan satu sistema ritus (tata-

peribadian) manusia kepada yang dianggapnya Yang Mutlak itu serta sistema norma

(tata-kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan

manusia dengan alam lainnya,sesuai dan sejalan dengan tata-keimanan dan tata

peribadatan termaksud.2

2. Agama, religi dan din masing-masing mempunyai arti etimologis sendiri-

sendiri,masing-masing memmpunyai riwayat dan sejarah sendiri-sendiri.akan tetapi

dalam arti tekhnis terminologis ketiga istilah itu mempunyai inti makna yang sama.3
3. Al-Qur‟an QS. 109: Al-Kafirun: 6: “Lakum Dinukum Waliya-Dini”, Bagi kamu din

kamu dan bagiku din-ku; Perbandingan Agama (B.Indonesia), comparison of religions
(B.Inggris), Muqaranatu‟l-Adyan (B.Arab) adyan yang berarti bentuk jamak daripada

din

4. Berdasarkan poin 3 maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Agama adalah ekuivalen (muradif) dengan din;

b. Yang disebut din bukan hanya islam, tetapi juga selain daripada islam; Orang yang
berpendapat bahwa din itu tidak sama dengan agama, atau bahwa din itu lebih luas
daripada ilmiah, maupun ditilik dari segi diniyah. Yang benar ialah agama (din)
Islam itu jauh lebih luas daripada (din) lainnya.

5. Din (Agama) pada garis besarnya dapat dibeda-bedakan atas dua bagian besar:

2 Jhon R.Bennet, ”regilion” dalam Encyclopedia America Volume 29, New York, hlm. 324
:”regilion …may broadly be defined as acceptance of obligation toward powers higher than man
himself” (Religion …dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai: penerima atas tata aturan daripada
kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia itun sendiri). W.J.S Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Bagian Pertama : Huruf A-O. Cetakan ke 4, Jakarta,1996,halaman
21:”Agama:segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta dengan ajaran dan
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
3 Disamping klasifikasi agama atas Revealed Religion dan Non Revealed Religion ada pula
klasifikasi lain,yaitu missionary dan non –misionanry ; Geographical dan universal .lihat
umpamaanya: Ahmad Abdullah al-Masdoosi,living religions; A Socio Political,Karachi,1962 hal
11.

4

a. Agama Thabii, (Agama Bumi, Agama Filsafat, Agama Budaya, Dinu „t-Thabii,
Dinu‟l-Ardhi)

b. Agama samawi,( Agama Langit, Agama Wahyu, Agama profetis)

C. Mengapa kita harus beragama?
Pada mulanya, kita secara umum mengenal dan memeluk agama karena pengaruh

lingkungan keluarga dan tradisi yang mapan dalam masyarakat. Setelah melalui proses
belajar, pergaulan, dan bertambahnya usia, seseorang tentunya akan memiliki alasan dan
penjelasan lebih rasional mengapa memeluk agama, meskipun tidak semua keyakinan dan
pengalaman beragama bisa dijelaskan secara logis-rasional. Hal ini dikarenakan terkadang
banyak dari kita yang menjalani laku kehidupan beragama berdasarkan rasa (dzauq),
ketimbang pertimbangan rasional.

Dari sekian banyak pengalaman keberagamaan itu adalah doa. Doa sebagai puji dan
puja setiap hamba kepada Tuhan merupakan satu laku yang sangat personal dan intim. Jika
kita perhatikan, hampir semua aktifitas keberagamaan sejatinya memiliki prinsip doa.
Bahkan, doa bisa disebut sebagai inti keberagamaan.

Bagi umat Islam rasanya semua sepakat bahwa shalat merupakan perintah yang
sangat penting dalam ajaran Islam karena memiliki implikasi krusial terhadap perintah-
perintah yang lain. Apalagi, didalam shalat itu ternyata seluruhnya berisikan doa-doa. Lihat
saja, rangkaian gerakan dan bacaan dalam shalat itu sesungguhnya merupakan kumpulam
doa-doa yang secara khusus dipanjatkan kepada Allah. Bahkan dalam satu riwayat
disebutkan bahwa al-du‟a much al-„ibadah atau juga dikatakan al-du‟a ruh al-„ibadah, yang
secara sederhana dapat diartikan bahwa doa merupakan inti atau ruh dari ibadah.

Untuk memahami siapa Tuhan dan kehendak-Nya, muncul dua macam agama yaitu
agama wahyu (revealed religion) dan agama yang tumbuh secara alami (natural religion).
Apa yang disebut sebagai rumpun agama Ibrahimik sangat kuat berpegang pada ajaran
wahyu yang disampaikan melalu Rasul-Nya. Dalam hal ini sosok Musa, Isa, dan
Muhammad meneruskan ajaran para rasul sebelumnya; mereka diyakini sebagai perantara
Tuhan untuk manusia yang dating untuk menyampaikan pesan dan ajaran-ajaran Tuhan,
yang kemudian terhimpun dalam kitab suci. Selain melalui pewahyuan dan utusan, muncul

5

pula ragam keyakinan terhadap Tuhan dan ajaran moral yang diperoleh dari hasil pencarian
melalui nalar dan perenungan hati.

Para filsuf dan kaum humanis meyakini Tuhan tidak berdasarkan kitab suci, tetapi
melalui refleksi dan kontemplasi. Sesungguhnya hal serupa pernah dilakukan Nabi
Muhammad sebelum memperoleh wahyu Tuhan. Perenungan mendalam pribadi Nabi
ketika di Gua Hira setidaknya menjadi satu bukti bahwa beliau pernah melakukan
kontemplasi mendalam. Upaya demikian sering kita temukan dalam tradisi agama-agama
Timur seperti Hindu, Buddha, Tao, hingga agama-agama local lainnya. Biasanya bangunan
ajaran dan tradisi keagamaan Timur itu sangat dekat dengan pengamatan alam sekitar.
Abhakan kesadaran kehadiran Tuhan itu dapat dirasakan melalui penampilan dan
keagungan alam. Tentang pencarian kesejatian sebuah novel yang berjudul Hayy bin
Yaqdhan karya Ibn Thufail secara filosofis cukup indah memberikan ilustrasi bahwa dengan
mengamati alam seseorang bisa sampai pada keyakinan adanya Tuhan.

Dalam masyarakat Barat modern ataupun tradisional, banyak ditemukan komunitas
yang meyakini adanya Tuhan dan kehidupan akhirat, namun tidak mau terikat dengan
institusi dan ajaran agama yang formal. Mereka berbuat baik semata dengan mengikuti hati
nuraninya.4

D. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-

persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris
karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan
agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan
sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :

a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-

petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan

4 Komarudin Hidayat, Agama punya seribu nyawa, hlm. 3-8

6

lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi)
pendalaman rohani, dsb.

b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini

maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama.
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi”
atau –Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia
percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.

c. Fungsi pengawasan sosial (social control).
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :

1) Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi
kehidupan moral warga masyarakat.

2) Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik)
dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari sistem hukum negara modern.

d. Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-

manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
1) Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalisme,
komunisme, dan sosialisme.
2) Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa
bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
3) Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena
dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja
melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan
sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau

mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.

7

Sedangkan menurut Thomas F. O‟Dea menuliskan enam fungsi agama dan
masyarakat yaitu:

1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara Ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.

Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya
hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah edukatif,
penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif. Agama
memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena
agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma
masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku
manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup
singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang.

Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama
sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang
menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.5

E. Ruang Lingkup Agama
1) Hubungan manusia dengan Allah
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi takwa

pertama, menurut ajaran Kehutanan Yang Maha Esa seperti telah disinggung pada awal
kajin ini,merupakan prima causa hubugan–hubungan yang lain. Karena itu hubungan inilah
yang seyogyanya di utamakan dan secara tertib diatur tetap dipelihara. Sebab, dengan
menjaga hubungan dengan Allah, manusia akan terkehendaki tidak melakukan kejahatan

5 Apuspitarini, op. cit

8

terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Dan, sesungguhnya inti
takwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah melaksanakan segala perinta dan
menjauhi semua larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah di tetapkan-Nya
bukan untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk keselamatan manusia. Manusialah yang
akan mendapatkan manfaat pelaksanaan semua perintah Allah dan penjahuan diri dari
segala larangan-Nya. Perintah Allah itu bermula dari pelaksanaan tugas manusia untuk
mengabdi hanya kepada Allah semata-mata dengan selalu melakukan ibadah murni yang
disebut juga ibadah khusus seperti mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa selama
bulan Ramadhan, menunaikan ibadah haji dan melakukan amalan-amalan lain yang bertalian
erat dengan ibadah khusus tersebut. Larangan Allah ditetapkan-Nya agar manusia dapat
menyelenggarakan fungsinya sebagai khalifah (“pengganti” Ilahi di bumi ini) dalam menata
kehidupan di dunia.6

2) Hubungan manusia dengan hati nurani atau dirinya sendiri
Hubungan manusia dengan hati nurani atau diri sebagai dimensi takwa yang kedua

dapat di pelihara dengan jalan mengahayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan
Tuhan dalam berbagai ayat al-Quran.7

Hubungan manusia dengan dirinya sendiri disebut cara-caranya di dalam ayat-ayat
takwa dan dicontohkan dengan keteladanan Nabi Muhammad. Di antaranya dengan
senantiasa berlaku: (1)sabar, (2)pemaaf, (3)adil, (4)ikhlas, (5)berani, (6)memegang amanah,
(7)mawas diri, dan (8)mengembangkan semua sikap yang terkandung dalam akhlak atau
budi pekerti yang baik, di antaranya telah disebut dalam Bab Akhlak8

3) Hubungan manusia dengan sesama manusia
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan diri sendiri,

dimensi takwa yang ketiga adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan sesame

6 Prof.H.Mohamad Daud Ali, S. H , Pendidikan Agama Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
2011
Ibid.,hlm.367 – 368
7 Drs. A. Susanto, M.pd, Pemikiran Pendidikan Islam, Sinar Grafika Offset , Jakarta 2009 Ibid.,hlm
379
8 Drs. A. Susanto, M.pd, Pemikiran Pendidikan Islam, Sinar Grafika Offset , Jakarta 2009

9

manusia. Hubungan antarmanusia ini dapat dibina dan dipelihara, antara lain dengan
mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai norma yang disepakati
bersama dalam masyarakat dan Negara yang sesuai dengan nilai dan norma agama.

Hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara,
antara lain dengan : (1)tolong menolong; bantu membantu; (2)suka memaafkan kesalahan
oaring lain; (3)menepati janji; (4)lapang dada; dan (5)menegakkan keadilan dan berlaku adil
terhadap diri sendiri dan orang lain.9

4) Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya
Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya dapat di kembangkan, antara lain

dengan memelihara dan menyayang binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, dan udara
serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan
makhluk lainya. Banyak sekali ayat-ayat takwa yang berkenaan dengan tata hubungan
manusia dengan lingkungan hidupnya untuk memelihara alam, mencegah perusakan,
memelihara keseimbangan dan pelestariannya, sebagaimana yang telah disebut dalam bab
Akhlak terhadap lingkungan hidup di atas.

Melihat pola takwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur komunikasi
manusia tersebut di atas, jelas kiranya bahwa ruang lingkup takwa kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa menyangkut seluruh jalut dan aspek kehidupan manusia, baik yang
berhubungan dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan manusia lain maupun dengan alam
dan lingkungan hidup. 10

Konsekuesi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka ketakwaan tersebut
adalah bahwa manusia harus selalu menumbuhkan dan mengembangkan dalam dirinya
empat T yakni empat (kesadaran) tanggung jawab yaitu : (1)tanggung jawab kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa; (2)tanggung jawab kepada hati nurani sendiri; (3)Tanggung jawab
kepada manusia lain; (4)tanggung jawab untuk memelihara flora dan fauna, udara, airt tanah

9 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Sejarah sosial intelektual islam, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta 2012
10 Prof. Dr. H. Muhaimin, M.A. Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam. PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 220

10

serta kekayaan alam ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa seta yang terkandung di
dalamnya. Keempat tanggung jawab itu harus di kembangkang sebaik-baiknya.11

F. AKIDAH
1. Pengertian

Aqidah berasal dari kata „aqad yang berati ikatan. Sedangkan secara etismologi
aqidah adalah suatu hal berupa kebenaran yang dapat diterima oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah yang dijadikan keyakinan (tanpa keraguan). Dalam sebuah buku
“Dimensi-dimennsi Studi Islam” dikatakan, aqidah adalah bentuk masdar dari kata “aqoda,
ya‟qidu, „aqdan – „aqdatan” yang berati simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian dan kokoh.
Sedangkan secara teknis aqidah berati iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan tumbuhnya
kepercayaan tentunya daridalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah adalah kepercayaan
yang menghujam atau tersimpul didalam hati. 12

Secara terminologi aqidah adalah suatu perkara yang di benarkan atau diyakini
dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di buktikan dalam perbuatan serta tanpa ada
keraguan atau kebimbangan sedikitpun. Dengan kata lain keimanan tidak memiliki
keraguan atau kebimbangan pada orang yang meyakininya, dan sesuai dengan kenyataan.
Jika masih terdapat keraguan atau kebimbangan tidak dinamakan aqidah. Dinamakan
aqidah karena orang tersebut telah mengikat (meyakini) dalam hati.

ٌْ‫َدعَْْماْيَِريبُ َكْْإَِْلَْماْ ْلَْيَِريبُ َْكْفَِإ ْفْال ِّصد َْؽْطَُمأنِينَةٌَْْوإِفْْال َك ِذ َبْْ ِريبَْة‬

Artinya: “Tinggalkanlah yang meragukanmu (dan beralih) kepada yang tidak meragukanmu,
karena sesungguhnya kejujuran itu adalah (mendatangkan) ketenangan dan sesungguhnya
kedusataan itu meragukan.” HR. Tirmidzi

Dalam agama sendiri, aqidah mengarah pada keyakinan bukan perbuatan. Aqidah
yang telah tertanam atau telah diyakini dalam hati seseorang akan membuatnya menjadi

11 Ibid. hlm 220 - 221
12 Drs.Tadjab M.A. Drs.Muhaimin, M.A. dan Drs. Abd. Mujib, Dimensi-dimensi Studi Islam, Karya
Abditama, Surabaya, 1994, hlm. 241-242

11

tenteram dan tenang, karena keimanan tersebut telah dikat atau dibenamkan dalam hati
dengan teguh dan kokoh sehingga tidak ada lagi keraguan serta kebimbangan. Dalam agama
islam (aqidal al-islamiyah). Keyakinan tersebut terwujud dalam rukun iman. yaitu keyakinan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik
dan buruk.
Allah SWT berfirman :

َْ‫َم ْن يُ ِط ِْع الَّر ُسوَلْ فََق ْد أَطَا َعْ الَلّه‬

“barangsiapa yang taat kepada rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah.” (QS.An-
nisa:80)

Dalam buku Shahih Bukhari Muslim dituliskan “Hadits Ibnu Umar r.a., nabi
SAW telah bersabda: „islam ditegakkan di atas lima perkara yaitu mengeskan ALLAH,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan dan mengerjakan
haji” 13

Aqidah menurut Hasan al-Banna adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit
dengan keraguan-raguan. Adapun aqidah menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy adalah
sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu
dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan
dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.

Aqidah islam (aqidah al-islamiyah) merupakan keyakinan yang diteguhkan dalam
hati berupa keyakinan rubbubiyyah Allah Ta‟ala, uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari
Kiamat, takdir baik maupun buruk. Dalam buku Studi Islam dikatakan, aqidah islam
(aqidah al-islamiyah) merupakan keimanan Akidah islamiah itu merupakan pokok dasar
islam dan pemersatu seluruh umat islam di dunia ini. Seseorang yang mempunyai

13 Al-bayan, Shahih Bukhari Muslim,Jabal,Bandung,2008,hal.27

12

kepercayaan yang bertentangan dengan akidah islamiah yang berupa rukun iman enam

tersebut adalah bukan orang islam/keluar dari agama islam. 14

Allah SWT berfirman :

ْ‫قُ ْل أَ ِطيعُوا اللوَْ َوالر ُسوَْؿ فَِإفْ تَػَولوا فَِإ ْف اللْوَ َلْ ُِيبْ ال َكافِِري َن‬

“Katakanlah: “Ta‟atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS.Ali Imran:32)

‫قُ ْل أَ ِطيعُوا اللْوَ َوأَ ِطيعُوا الر ُسوَْؿ فَِإ ْف تَػَولوا فَِإَّنَا َعلَيِوْ َما ُُِحّ َلْ َوَعلَي ُك ْم َما ُُِحّلتُ ْم َوإِ ْف تُ ِطيعُوْهُ تَػهتَ ُدوا َوَما‬
ْ‫َعلَى الر ُسوِؿْ إِ ْل البََلغُْ ال ُمبِ ُي‬

“Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka
Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban
kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (QS.An-Nuur:54)

Dalam buku Dimensi-Dimensi Studi Islam dituliskan ciri-ciri aqidah dalam islam
adalah sebagai berikut :

1) Aqidah didasarkan pada keyakinan hati, karena itu aqidah tidak menuntut yang
serba rasional, sebab ada masalah terentu yang tidak rasional dalam aqidah.

2) Aqidah islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan aqidah
menimbukan ketentraman dan ketenangan.

3) Aqidah islam diasumsikan sebagai perjanjiandan kokoh, maka dala pelaksanaan
aqidh harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan.

4) Aqidah dalam islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan dengan
kalimah “Thayyibah” (Syahadatain) dan diamalkan dengan perbuatan yang shaleh.

5) Keyakinan dalam aqidah islam merupakan masalah yang supra empirik, maka dalil
yang dipergunakan dalam pencaharian kebenaran tidak hanya didasarkan atas indra

14 Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 6

13

dan kemampuan manusia, melainkan membutuhkanwahyu yang dibawa oleh para
Rasul Allah SWT.15

b. Hakikat Aqidah Islam
Dalam buku Akidah muslim yang dikutip dari Al-Wajiz Fi Aqidatis Salaf Shalih

Akidah islam berarti beriman dengan penuh kepastian dan keteguhan yang muncul dari
lubuk hati paling dalam yang tidak tercampur dengan kebimbangan dan tidak tercemar
dengan keraguan sedikitpun, terhadap Allah, Rubbubiyah-Nya, uluhiyyah-Nya, Asma‟ dan
sifat-sifa-Nya, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, takdir yang
baik maupun buruk. Seluruh yang disampaikan al-quran dan as-sunnah yang shahihah
tentang pokok-pokok agama, berita-berita ghaibnya dan aturan-aturannya, segala perkara
agama yang telah disepakati salafus shalih, dan ketundukan bulat kepada Allah baik
terhadap aturan-Nya, hukum-Nya, keputusan takdir-Nya serta mematuhi rasul-Nya dengan
mentaatinya, menjadikannya sebagai rujukan hukum dan mengikuti sunnatnya.16

Jika aqidah islam disebutkan secara mutlak, maka maksudnya adala akidahahlus
synnah wal jamaah, karena demikian itu pemahaman islam yang telah di ridhai Allah sebagai
agama bagi para hamba-Nya dan agama tiga generasi pertama yan dimuliakan yaitu generasi
sahabat, tabi‟in dan orang yang mengikuti mereka yang baik .17

c. Substansi Aqidah Islam
Substansi akidah islam berkisar tentang pembahasan tauhid, islam, iman, ihsan,

perksra-perkara ghaib, kenabian, masalah takdir, berita-beritawahyu, dasar-dasar hukum
yang bersifat qath‟i, dan ijma paraulama salaf dalam masalah akidah seperti masalah wala‟
dan bara‟, kewajiban seorang mukmin terhadap parasahabat dan isteri-isteri Rasulullah,
menjadi pemimpin kaum muslmin, hakikat sihir dan alam jin, bid‟ah dan menegakkan syiar
amar ma‟ruf dan nahi munkar.

15Drs.Tadjab M.A. Drs.MuhaiminM.A. dan Drs. Abd. Mujib,Dimensi-dimensi Studi Islam , ,Karya
Abditama,Surabaya, 1994,hal.242
16 Lihat Al-Wajiz Fi Aqidatis Salaf Shalih, Abdullah bin abdul hamid Al-Atsir, hal. 30
17 Zaenal Abidin Bin Syamsudin, Akidah Muslim, Al-mahar,2010, hal. 24.

14

Termasuk substansi akidah islam adalah membantah berbagai macam syuhbat
kaum kuffar, parapelaku bid‟ah, para penganut agama batil dan para pemeluk aliran
kepercayn, melumpuhkan virus aliran dan pemikiran sesat an menegaskan sikap seorsng
mukmin terhadap musuh-musuh akidah islam 18 [19]

DAFTAR PUSTAKA

- A. Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam
- Abidin Bin Syamsuddin, Zaenal. 2010. Akidah Muslim. Jakarta: Rumah penerbit Al-manar
- Daud Ali, Mohammad. Pendidikan Agama Islam.
- Hidayat, Komaruddin. Agama Punya Seribu Nyawa. Nourabooks
- http://apuspitarini.blogspot.com/2014/01/fungsi-agama.html
- http://pustakaimamsyafii.com/definisi-aqidah.html
- http://susilarni.blogspot.co.id/2013/01/pengertian-dan-hakikat-aqidah.html
- https://febriansururi.wordpress.com/2011/10/10/dalil-alquran-tentang-aqidah/
- iqbalinformatikaumi.blogspot.co.id
- Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.
- Nasution, Harun. 2013. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta: UI-Press
- Nata, Abuddin. Sejarah Sosial Intelektual Islam.
- Saifuddin Anshari, Endang.1986. Wawasan Islam. Jakarta: Cv.Rajawali
- Tadjab, dkk.1994. Dimensi-Dimensi Studi Islam.Surabaya: Karya Abditama
- Zuhdi, Masjfuk. 1993. Studi Islam jilid I: AKIDAH. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

18 ibid, hal.25.
19 Lihat aqidah abli sunnah, Dr. Muhammad bin Ibrahim al-hamd, hal. 9

15

BAB 2
ATHEISME, MONOTEISME, POLITEISME, DAN TAUHID

A. Pengertian Atheisme
Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan

Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling
luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan. Kata Atheis berasal
dari bahaasa yunani yakni Atheos yang berarti tanpa Tuhan, a artinya tidak dan theos berarti
tuhan. Dan di dalam kamus filsafat disebutkan atheisme barasal dari a “tidak” dan Teisme
paham tentang Tuhan.20 Secara terminologi Atheis adalah suatu aliran yang tidak mengakui
adanya Tuhan dan juga menolak agama sebagai jalan kehidupan.21

a) Latar Belakang Munculnya Atehis
Ateis adalah suatu paham yang muncul sekitar abad ke-19 masehi, yang mana pada

masa itu sekelompok orang telah di pengaruhi oleh alam, keaktualan diri sendiri, percaya
pada faktual nyata alam panca indra. Sehingga sesuatu yang di luar diri manusia itu tidaklah
ada.

Pengaruh eksistensialisme pada abad ke-19 awal abad-20 telah mempengaruhi
manusia. Dalam filsafat eksistensialisme, mengajarkan bahwa manusia yang sesungguhnya
bereksistensi. Maksudnya manusia sama sekali bebas, ia dihukum untuk hidup dengan bebas.
Dapat kita pahami bahwa eksistensilisme inilah yang sangat mempengaruhi untuk tidak
percaya kepada Tuhan.22

Dari rujukan lain penulis mendapatkan bahwa, latar belakang munculnya Atheis ini
pertama kali di gunakan untuk merujuk pada “kepercayaan tersendiri” pada akhir abad ke-
18 di Eropa, utamanya merujuk kepada ketidak percayaan pada tuhan monoteis. Pada abad
ke-20, globalisasi memperluas definisi istilah ini untuk merujuk pada “ketidakpercayaan

20 Loreus isqut, kamus filsafat, (jakarta ; PT. Gramedia, 1996) hal. 94
21 M. Yafas, diktat perbandingan Teologi, (Padang: 1993) hal. 140
22 Harry hemersma, tokoh-tokoh filsafat modern, (Jakarta ; PT. Gramedia, 1992) hal. 80

16

pada semua Tuhan/Dewa” walaaupun masih umum untuk merujuk atheis sebagai
“ketidakpercayaan pada tuhan (monoteis).”
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya Atheis ini yakni;
1. Perkembangan teknologi dan sains
2. Faham sosial progresif
3. Faktor moraliti23

b) Kemungkinan Seseorang Menjadi Atheis
Atheisme biasanya dianggap sebagai pendirian yang tidak baik. Akan tetapi kami

akan merubah kebiasaan ini dan menganggapnya sebagai sesuatu pendirian seperti pendirian-
pendirian yang lain. Seorang atheis yang jujur adalah seorang yang telah menyelidiki alam
dunia dan mengambil suatu anggapan, bahwa tidak ada bukti-bukti yang cukup untuk
adanya Tuhan, atau ia mempunyai bukti-bukti yang cukup, bahwa Tuhan itu tidak ada.

Jarang sekali pendirian semacam ini dapat menjadikan orang yang memahaminya
menjadi bahagia atau populer. Biasanya orang yang mempunya anggapan atheisme menutupi
pendiriannya itu serta merahasiakan supaya jangan diketahui oleh orang lain. Banyak orang
yang sungguh-sungguh menyangsikan akan adanya Tuhan dan banyak lagi orang yang
menyangsikan akan adanya kebangkitan sesudah mati. Mereka percaya, bahwa kesadaran
(consciousness) dan kepribadian akan selesai sesudah mati.

Akan tetapi seorang yang tidak percaya adanya Tuhan mungkin juga seorang yang
baik. Seringkali kebaikan seseorang itulah yang menjadikannya seorang yang tidak percaya.
Ia adalah seorang yang terlalu jujur, hingga tak mau menerima sesuatu hal kecuali dengan
bukti yang jelas. Ia sangat merasa akan bahanya menaruh kepercayaan terhadap apa yang
menenteramkan dirinya hanya karena hal itu menenteramkan hatinya, hingga ia menolak
untuk percaya kepada Tuhan.

Orang yang semacam itu harus kita hormati dan kita percaya bahwa ia akan tetapa
loyal kepada petunjuk bukti-bukti yang tetap akan dipeganginya sebagai petunjuk. Petunjuk-
petunjuk itu mungkin akan memberi keyakinan kepadanya bahwa kebenaran itu tidak

23 http://putrajujun.blogspot.co.id/2012/01/atheis-praktis-dan-atheis-teoritis.html

17

merupakan sesuatu perkembangan yang asing daripada dirinya. Dia mungkin akan mengerti
paradoks, bahwa keingkarannya dengan segala akibat-akibatnya mungkin menjadi dasar yang
utama untuk kepercayaannya yang ia tolak. Bagaimanapun juga, dunia akan mendapatkan
faedah daripada argumenya seorang yang tidak peracaya tapi jujur lebih besar daripada
keuntungan yang diperoleh dari orang yang percaya, akan tetapi kepercayaannya itu tak
pernah di uji.

Kepercayaan tentang adanya Tuhan yang amat mendalam dan yang sangat penting
ialah tidak terdapat dalam kalangan orang-orang biasa. Sebagian manusia menolak
kepercayaan tentang adanya Tuhan, sebab bukti-bukti tidak dapat meyakinkan mereka.
Akan tetapi bila mereka memikirkan panjang-panjang, mereka akan merasa bahwa dunia
dimana manusia mengakui bahwa Tuhan itu tiadak ada, mungkin merupakan dunia yang
baik, akan tetapi dunia yang semacam itu akan sangat pendek kesenjangannya.24

Pada pokoknya mengenai sifat-sifat alam dunia hanya terdapat dua alternatif,
pertama alternatif atheis, yang berarti bahwa kita tidak dapat melihat dalam dunia dimana
kita menjadi bagianya sesuatu tanda tentang sesuatu hal yang ada hubungannya dengan
pikirian (mind) atau jiwa atau maksud-maksud yang terdapat dalam manusia.

Tidak dapat kitat melihat tanda daripada sesuatu jiwa yang umum atau akal yang
kita dapat mendekatkan diri kepadanya dan merasakannya. Yang kita dapati hanya kekuatan
yang buta dan tidak sabar.

Altenatif yang kedua ialah bahwa ada sesuatu akal yang abadi dan universal yang
mempunyai tujuan yang dapat kita rasakan dan kia hubungi, baik disekeliling kita maupun
dalam diri kita atau di atas kita. Tidak ada kemungkinan ketiga, disamping dua
kemungkinan tersebut diatas.25
c) Ciri dan Karakteristik Atheisme
1. Atheis tidak menggunakan Tuhan dalam menjelaskan keberadaan alam semesta
2. Atheis mengatakan bahwa manusia dapat menemukan tatanan moral kehidupan yang

layak tanpa bantuan Tuhan atau Kitab Injil.26

24 Prof. Dr. H. M. Rasjidi, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm 46
25 Ibid
26 https://ruangkarat.wordpress.com/2012/11/02/ateisme/

18

3. Ketiadaan motivasi religius, yakni kepercayaan pada tuhan tidak memotivasi tindakan
moral, religi, ataupun bentuk-bentuk lainnya

4. Mengesampingkan masalah tuhan daan religi secara aktif dan dan penelusuran intelek
dan tindakaan praktis

5. Pengabdian, yakni ketiadaan ketertarikan apapun pada permaasalahan tuhan dan agama
6. Ketidaktahuan akaan konsep Tuhan dan dewa.

B. Monoteisme
a) Etimologi

Monoteisme (berasal dari kata Yunani monon yang berarti tunggal dan Theos yang
berarti Tuhan) adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu/tunggal dan berkuasa penuh
atas segala sesuatu.Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari
masyarakat. Melalui pengalaman itu, pola pikir manusia berkembang. Manusia mulai
berfikir terhadap apa-apa yang dialaminya, kemudian mempertanyakan siapakah yang
menghidupkan dan mematikan manusia, siapakah yang menghidupkan tumbuh-tumbuhan,
siapakah yang menciptakan binatang-binatang, bulan dan matahari. Pertanyaan-pertanyaan
seperti ini terus dipikirkan oleh manusia, sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa, di luar
dirinya ada suatu kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh kekuatan
manusia. Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika dalam agama-
agama sebelumnya asal-usul manusia belum memperoleh perhatian, dalam agama
monoteisme manusia telah diyakini berasal dari tuhan dan akhirnya akan kembali ke tuhan.
Oleh karena itu, kesadaran bahwa hidup manusia tidak terbatas hanya pada hidup didunia,
tetapi sebalik hidup materi ini masih ada hidup lain sebagai lanjutan dari hidup pertama,
Manusia percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta
isinya.Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, atau menjaga keseimbangan alam semesta agar dapat menjadi tumpuan
hidup manusia.27

27 (SAG 3035), “Monoteisme”, diakses dari
http://www.academia.edu/6340365/_SAG_3053_Monoteisme, pada tanggal 12-10-2015 pukul
22.49, hlm.2.

19

b) Epismotologi
Terdapat berbagai bentuk kepercayaan monoteis, termasuk: Teisme, istilah yang

mengacu kepada keyakinan akan tuhan yang „pribadi‟, artinya satu tuhan dengan kepribadian
yang khas, dan bukan sekadar suatu kekuatan ilahi saja. Intinya, monotheisme adalah faham
yang meyakini Tuhan itu tunggal dan personal, yang sangat ketat menjaga jarak dengan
ciptaan-Nya.

Monoteisme diduga berasal dari ibadah kepada tuhan yang tunggal di dalam suatu
panteon dan penghapusan tuhan-tuhan yang lain, seperti dalam kasus penyembahan Aten
dalam pemerintahan firaun Mesir Akhenaten, di bawah pengaruh istrinya yang berasal dari
Timur, Nefertiti. Ikonoklasme pada masa pemerintahan firaun ini dianggap sebagai asal-usul
utama penghancuran berhala-berhala dalam tradisi Abrahamik, yang didasarkan pada
keyakinan bahwa tidak ada Tuhan lain di luar tuhan yang mereka akui. Dengan demikian,
sebetulnya di sini tergantung pengakuan dualistik dan diam-diam tentang keberadaan tuhan-
tuhan yang lain, namun hanya sebagai lawan yang harus dihancurkan karena mereka
mengalihkan perhatian dari tuhan utama mereka.

Monoteisme sebagaimana yang diwarisi oleh bangsa Israel dalam pengalaman
Exodus di bawah pimpinan Musa, dianggap, oleh mereka yang berpendapat bahwa bangsa
Israel ini adalah orang-orang Hiksos, sebagai pewaris kebijakan-kebijakan keagamaan
Akhenaten, karena sebelumnya orang-orang Yahudi ini adalah politeis seperti halnya orang-
orang Mesir. Masalah-masalah lain seperti Hak ilahi Raja juga muncul dari hukum-hukum
firaun tentang penguasa sebagai demigod atau wakil-wakil dari Pencipta di muka bumi.
Kuburan-kuburan yang besar di piramida Mesir yang mengikuti observasi astronomis,
menggambarkan hubungan antara firaun dengan langit atau sorga dan karena itu kemudian
diambil oleh para penguasa Kritsen yang mengklaim bahwa mereka diberikan kekuasaan
langsung oleh Allah.

20

c) Monoteisme dalam agama Islam
“...Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Al Baqarah: 115).

Dari pernyataan di atas, kita dapat melihat bahwa seperti Yudaisme dan
Kekristenan--penafsiran Al Qur'an tentang Allah adalah Tuhan yang kehadiran rohaninya
dialami di dalam seluruh jagad raya. Islam menjelaskan monoteisme dalam cara yang
sederhana. Terjemahan monoteisme dalam bahasa Arab adalah (Tauhid). Tauhīd berarti
satu (berasal dari kata wahid/ahad). Kata ini menyiratkan penyatuan, kesatuan atau
mempertahankan sesuatu agar tetap satu.

Kebenaran seseorang dalam Islam diukur dari "penyerahan dirinya secara total
kepada ajaran Allah". Penyerahan diri yang dimaksud adalah menempatkan diri sebagai
pelayan Tuhan maksudnya hidup karena mencari keridhaan Allah dan tidak lagi hidup
untuk kepentingannya sendiri, karena hanya dengan demikian pemeluk Islam dianggap
kaffah dalam beragama. Mereka yang mengaku diri Islam namun dalam kehidupan mereka
tidak melaksanakan ajaran-ajaran yang ada dalam Islam, dapat disebut sebagai orang
munafik. Orang munafik adalah orang yang tidak jelas keyakinannya, orang yang di satu sisi
mengakui Islam namun di sisi lain ia tidak melaksanakan apa yang diperintahkan dalam
Islam. Orang-orang yang seperti inilah yang disebut dengan orang-orang yang kafir dengan
sebenar-benarnya.

Dalam pengertian yang universal tauhīd sering juga dilambangkan dengan angka 0
(nol), yang berarti suatu keadaan di mana seseorang sudah mengikhlaskan diri sepenuhnya
kepada Allah, sudah menanggalkan egonya, kepentingannya sehingga dirinya dengan
kesadaran hidup meridukan ridha dari Allah, yang ada hanyalah Allah dan dirinya hanyalah
perpanjangan tangan Allah. Jika ego telah hilang maka inilah penyatuan dengan Yang Maha
Kuasa atau Manunggaling Kawulo Gusti yang sebenarnya hanya ada dalam agama Hindu.
Ketika Syeh Siti Jenar mengungkapkan ini di tolak oleh sebagian besar umat Islam. Karena
itu simbol nol tidak ada artinya dalam umat Islam. Nol berarti nir kehampaan dan ini

21

padanannya adalah nirwana atau nirguna Tuhan tak tergambarkan, namun kenyataannya
Islam menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat, Maha Besar, Maha Kuasa, dan lain-lain.28

d) Aliran-Aliran Dalam Konsep Ketuhanan
1) Teisme

Teisme berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang Maha Sempurna,
sehingga antara Tuhan dan makhluk sangat berbeda. Karena itu, Teisme meyakini kebenaran
mukjizat kendati menyalahi hukum alam, begitu juga doa seseorang akan didengar dan
dikabulkan Tuhan karena Dia Maha Mendengar. Agama-agama besar pada dasarnya
menganut paham Teisme, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.29
2) Deisme

Kata deisme berasal dari bahasa latin deusyang berarti Tuhan. Menurut paham
deisme, Tuhan berada jauh diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam
diciptakannya, Ia tidak memperhatikan dan memelihara alam lagi. Alam berjalan sesuai
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan.30
3) Panteisme

Paneisme terdiri atas tiga kata, yaitu pan,berarti seluruh, theo, berarti Tuhan dan
isme, berarti paham. Jadi panteisme adalah paham bahwa seluruhnya Tuhan. Panteisme
berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan, dan Tuhan adalah seluruh alam.31
4) Panenteisme

Panenteisme berpandangan bahwa semua dalam Tuhan. Panenteisme juga memliki
nama-nama lain seperti proses teologi, biopolar atau teismebiopolar dan organisme.
Panenteisme lebih menenkankan Tuhan pada aspek terbatas berubah, mengatur alam dan
bekerja sama dengan alam untuk mencapai kesempurnaan ketimbangan memandang Tuhan
sebagai zat yang tidak terbatas, menguasai alam dan tidak berubah.32

28 Ibid., hlm. 57.
29 Amsal Bakhtiar, Filasafat Agama, Rajawali Pers, Jakarta 26 November 2005, hlm. 80-81.
30Ibid.,hlm. 88.
31Ibid.,hlm. 93-94.
32Ibid.,hlm. 99-100.

22

5) Teisme monistik
Teisme monistik adalah suatu bentuk monoteisme yang ada dalam Hindu. Teisme

seperti ini berbeda dengan agama-agama Semit karena ia mencakup panenteisme, monisme,
dan pada saat yang sama juga mencakup konsep tentang Tuhan yang pribadi sebagai Yang
Tertinggi, Mahakuasa, dan universal. Tipe-tipe monoteisme yang lainnya adalah monisme
bersyarat, aliran Ramanuja atau Vishishtadvaita, yang mengakui bahwa alam adalah bagian
dari Tuhan, atau Narayana, suatu bentuk panenteisme, namun di dalam Yang Mahatinggi
ini ada pluralitas jiwa dan Dvaita, yang berbeda dalam arti bahwa ia bersifat dualistik, karena
tuhan itu terpisah dan tidak bersifat panenteistik.

C. Politeisme
a) Pengertian Politeisme

Secara harfiah politeisme berasal dari bahasa Yunani poli dan theo, yang berarti
banyak Tuhan.Politeisme adalah kepercayaan pada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam
politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi
juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat
yang bersangkutan.

Politeisme adalah bentuk peyembahan terhadap makhluk-makhluk gaib yang punya
nama dan bertugas mengatur jalannya alam ini, yaitu para dewa. Perbedaan antara para dewa
dengan roh adalah kalau dewa itu lebih berkuasa yang disembah seacara umum, sedangkan
roh tidak punya kekuasaan dan kemuliaan seperti dewa, dan biasanya hanya disembah oleh
suku atau keluarga tertentu. Dewa-dewa itu seringkali merupakan personifikasi dari
kekuatan alam. Masing-masing dewa mempunyai tokoh yang punya tugas-tugas tertentu dan
sifat-sifat kepribadian yang jelas. Sebagai contoh; ada dewa yang tugasnya menerangi alam,
seperti shamas dalam agama Babylonia, ra dalam agam mesir kuno, surya dalam agama veda,
dan mytra dalam agama persia kuno. Pada awalnya dewa-dewa politeisme mempunyai
kedudukan yang sama, tetapi karena adanya hal-hal tertetnu maka beberapa diantaranya
menjadi lebih berkuasa dan dihormati daripada yang lainnya. Seperti dalam agama mesir
kuno, dewa anom menjadi lebih berkuasa setelah kota thebes menjadi ibukota. Demikian

23

juga dewa zeus dalam agama Yunani, dewa Jupiter dalam agama Roma serta trimurti dalam
agama Hindu.

Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat
bukan lagi dikuasai oleh ruh-ruh, tetapi oleh dewa-dewa. Kalau ruh dalam animisme tidak
diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politheisme telah mempunyai
tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas memberikan cahaya dan panas ke permukaan
bumi. Dewa ini dalam agama mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut
Surya, dan dalam agama Persia Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya
menurunkan hujan, yang diberi nama Indera dalam agama Mesir Kuno, dan Donnar dalam
agama Jerman Kuno. Selanjutnya ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama
India Kuno, dan Wotan dalam agama Jerman Kuno.

b) Kepercayaan Yang Menganut Paham Politeisme
Dewa yang tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Dewa yang tiga

ini dalam agama Veda disebut Indra, Vitra dan Varuna; dalam agama Mesir Kuno dikenal
dengan Osiris dengan istrinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab Jahiliyah
dikenal dengan al-Lata, al-Uzza, dan Manata. Selain itu, dalam paham politeisme, ada satu
dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala dewa yang lain, seperti Zeus dalam agama
Yunani Kuno, Yupiter dalam agama Rumawi, dan Amor dalam agama Mesir Kuno. Paham
ini belum menunjukkan adanya pengakuan terhadap satu Tuhan, tetapi baru pada
pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak. Paham ini belum meningkat menjadi
paham monoteisme, tetapi masih berada pada paham politeisme.33

Kepercayaan pada kekuatan gaib yang meningkat menjadi kepercayaan pada roh
disebut animisme. Animisme mengalami beberapa tahap perkembangan. Pada awalnya para
penganut animisme mempercayai semua benda mempunyai roh. Kemudian dari sekian
banyak benda yang mempunyai roh. Ada yang kuat sehingga menimbulkan pengaruh pada
alam. Benda yang paling kuat itu kemudian dijadikan symbol penyembahan dan peribadatan.

33 Ibid., hlm. 70-71.

24

Roh yang menjadi symbol penyembahan tersebut akhirnya diambil fungsinya dan
diberi nama sesuai dengan fungsi tersebut. Nama dari fungsi itu disebut dewa, seperti Agni
adalah dewa api dan Adad adalah dewa hujan dalam kepercayaan masyarakat babilonia. Dari
gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa kepercayaan kepercayaan dari dewa-dewa berasal
dari animisme.34

Kemudian, mereka juga percaya pada roh manusia. Roh nenek moyang yang
dianggap berkuasa mereka hormati agar mereka selamat dalam bekerja. Roh nenek moyang
bertingkat-tingkat, ada roh kepala keluarga dan roh kepala suku. Roh kepala suku lebih
tinggi dari pada roh-roh yang lain. Karena itu, roh tersebut sangat dihormati dan sekaligus
tempat tumpuan minta keselamatan.35

Dalam agama veda ada tiga dewa yang dimuliakan, yaitu Indra (dewa kekuatan
ganas dialam, seperti petir dan hujan), mithra (dewa cahaya) dan variouna (dewa ketertiban
alam). Dalam agama feodal mereka diannggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
ketimbang dewa prithivi (dewa bumi), surya (dewa matahari), dan agni ( dewa api). Dalam
agama hindu ada tiga dewa yang dihormati yaitu brahmana (dewa pencipta), wisnu (dewa
pemelihara), siwa (dewa perusak). Brahaman adalah dewa tertinggi menurut agama hindu.36

Anggapan adanya dewa yang tertingi ini juga ada dalam kepercayaan orang-orang
yunani kuno. Mereka menganggap Zeus adalah dewa yang paling tinggi. Zeus tinggal
digunung Olympus. Menurut mitologi Yunani, sebelum dewa Zeus lahir sudah ada dewa-
dewa di Yunani, tetapi tidak memiliki identitas yang jelas dan masih dalam masa kekacauan
serta tidak memiliki tempat tinggal yang tetap Zeus adalah dewa yang mengubah keadaan
yang kacau menjadi tenang. Zeus menurut masyarakat yunani pada waktu itu dianggap raja
para dewa dan manusia. Kekuasaannya sangat besar, kalau dia menggerakan kepalanya, alam
jagat raya akan bergetar.37

Dalam politheisme terdapat pertentangan tugas antara satu dewa dengan dewa yang
lain. Dewa-dewa yang demikian tidak selamanya mengerjakan kerja sama. Umpamanya,
dewa kemarau dapat bertentangan dengan dewa hujan. Oleh karena itu penganut politeisme

34 Geddes Mac Gregor, op.cit, hlm.58.
35 Ibid., hlm. 66-67.
36 Ibid., hlm,68-69.
37 Soetomo Mangoen Rahardjo, op.cit., hlm 16.

25

kalau dia meminta hujan tidak cukup hanya berdoa kepada dewa hujan tetapi harus berdoa
kepada dewa kemarau agar ia tidak menghalangi dewa hujan. Bagi seseorang yang tidak
terbiasa dengan sistem kepercayaan ini terkesan merepotkan.38

Tuhan, dalam paham politeisme dapat bertambah dan berkurang seorang politeisme
ketika melihat sesuatu yang aneh ia akan berkata, “Oh Tuhan baru sudah muncul!” . Dalam
masyarakat politeisme segala sesuatu yang misterius segera didewakan. Penganut politeisme
yang bekerja dipabrik bisa saja menyembah mesin-mesin atau alat-alat yang dipakai di
laboratorium dan ketika kejadian itu tidak aneh lagi dan tidak berpengaruh lagi pada
kehidupan maka tuhan sudah pergi dan digantikan dengan yang lain, pelangi, dalam
masyarakat yunani kuno dianggap sebagai bidadari (dewi yang sedang mandi). Kemudian
tidak dianggap lagi bidadari, tetapi hanya dianggap sebagai gejala alam biasa. Hal-hal serupa
ini menakjubkan sekaligus merepotkan bagi orang-orang yang tidak biasa hidup dalam
suasana politeisme.39

D. Pengertian Tauhid
Tauhid (Arab :‫ )ت وح يد‬menurut etimologi atau bahasa berasal dari kata Wahhada,

Yuwahhidu, Tauhidan yang artinya “Mengesakan/ Tunggal/ Satu” sedangkan menurut
terminologi atau istilah tauhid mempunyai arti meng-Esakan Allah hanya satu- satunya yang
patut disembah tidak ada sekutu bagi – Nya. Tuhan yang menciptakan dan mengatur
seluruh alam semesta ini ialah Allah, Maha Tunggal Ia, Maha Esa Ia, Tidaklah bernama
Tuhan selain Dia.

“La ilaha illallah, wa la na‟ budu Illa Iyyahu, mukhlishina la hudinu wa lau karihal
kafiruun.” Yang artinya: tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang kita sembah
selain Allah, kita ikhlaskan agama semata untukAllah, sekalipun akan menyebabkan
marahnya orang yang masih kufur.” 40

38 Ibid., hlm.68-72.
39 Geddes MacGregor, op.cit., hlm. 58.
40 Bey Arifin, Mengenal Tuhan, PT Bina Ilmu, hlm. 32.

26

Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan
melainkan Allah. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT sendiri didalam surat Al –
Baqarah ayat 163 :

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia,
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Surat Al – Hajj ayat 62 :

“Demikianlah sesungguhnya hanya Allah lah Tuhan yang benar, sesungguhnya
orang yang menyembah selain Allah, adalah batal adanya, sesungguhnya Allah itu, ialah
Maha Tinggi, Maha Besar.”

Lawan dari Tauhid adalah Syirik yaitu ajakan manusia untuk menyekutukan Allah.41
Dengan mulut, kita mengakui ke-Esaan Allah tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari
kita masih saja memuja, memuja, mencintai atau bahkan menyembah berbagai benda atau
makhluk lainnya yang dianggap sakti atau keramat. Perbuatan ini lah yang dinamakan Syirik
atau menyekutukan Tuhan. Dosa ini merupakan dosa yang tidak dapat diberi ampunan.
Dosa yang tidak hanya menyebabkan manusia masuk ke dalam neraka tetapi dosa yang
membuat manusia kekal berada didalam neraka baik syirik yang besar atau kecil maupun
syirik yang nyata ataupun syirik yang tersembunyi. Firman Allah Surat Luqman ayat 13 :

“sesungguhnya syirik itu adalah sebesar-besarnya dosa.” Satu dosa yang tidak pernah
diampuni oleh Allah.”

41Ibid, hlm. 35.

27

Termasuk Syirik kecil apabila ada seseorang mengerjakan sesuatu bukan karena
Allah melainkan ingin dipuji olah orang lain. Termasuk Syirik besar apabila ada seseorang
memperlakukan suatu benda misalnya tempat keramat, candi atau patung diperlakukan
seperti Tuhan atau setengah Tuhan. Seperti meminta keselamatan atau kebahagian kepada
benda itu. Termasuk Syirik nyata apabila ada seseorang yang ia mempercayai adanya Tuhan
Yang Maha Esa tetapi disisi lain ia juga memperlakukan seseorang sebagai Tuhan atau anak
Tuhan. Termasuk Syirik yang tersembunyi apabila ada seseorang yang mengatakan “kalau
bukan karena obat ini bisa saja aku mati” nah perkataan inilah yang dianggap sebagai syirik
yang tersembunyi.

a) Pembagian Tauhid
1) Tauhid Rububiyyah (Tauhid Ciptaan)

Berasal dari Rabbul alamien yang artinya Allah yang menciptakan seluruh alam.
Tauhid Rububiyyah ialah pengakuan, bahwa seluruh alam ini baik alam nyata maupun alam
ghaib diciptakan oleh Satu Tuhan yaitu Allah yang memciptakan langit, bumi, bulan,
matahari dan bintang, yang menciptakan malaikat dan iblis/jin, yang menghidupkan segala
sesuatu, yang menumbuhkan segala jenis tumbuhan, yang menciptakan segala-galanya
termasuk manusia.

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyyah ini tidaklah menjadikan
seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang Quraisy yang diperangi oleh
Rasulullah mengakui dan meyakini tauhid ini. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al –
Mu‟minun ayat 86 – 89 :

28

2) Tauhid Ulluhiyah (Tauhid Sesembahan)
Tauhid ulluhiyah ialah, percaya atau menyakini sepenuhnya bahwa hanya kepada

Allah kita menyembah, memuji, meminta pertolongan, beribadah, berdzikir dan meminta
kebahagian dunia dan akherat.

Tauhid inilah yang merupakan ini dahwah para Rasul dan merupakan tauhid yang
diingkari oleh kaum Musyikin Quraisy sebab kaum Quraisy tidak ingin jika tujuan dari
berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh sebab itu, maka mereka
dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau mereka megakui bahwa Allah adalah satu-
satunya Pencipta alam semesta.

3) Tauhid Asma‟ Wa Shifat
Tauhid Asma‟ Wa Shifat ialah meng-Esakan Allah dengan cara menetapkan bagi

Allah nama-nama dan sifat-sifat yang ditetapkan sendiri oleh-Nya atau yang disebutkan
oleh Rasul-Nya tanpa mengilustrasikan (Takyif), menyerupakan dengan sesuatu (Tamtsil),
menyimpangkan makna (Tahrif) atau bahkan menolak nama atau sifat tersebut (Ta‟thil).42

42 Berdasarkan perkataan Ibnu Tajmiyyah : “ Manhaj Salaf dan para Imam Ahlus Sunnah
mengimani Tauhid Al – Asma’ Wa Shifat ialah dengan menetapkan apa – apa yang telah Allah
tetapkan atas Diri – Nya dan telah ditetapkan Rasul – Nya bagi – Nya, tanpa tahrif dan ta’thril serta
tanpa takyif dan tamtsil.Menetapkan tanpa tamtsil, menyucikan tanpa ta’thil, menetapkan semua
Sifat-Sifat Allah dan menafikan persamaan Sifat-Sifat Allah dengan makhluk-Nya.”

29

Didalam banyak ayat Kitab Al -Qur‟an kita dapati 2 kalimat atau kata tentang
Allah, yaitu : kalimat Rabb dan kalimat Illaah. Oleh sebab itu sebagian ulama membagi
Tauhid menjadi 2 bagian.

Sebagian ulama membagi Tauhid menjadi dua, yaitu Tauhid dalam ma‟rifat wal
itsbat (pengenalan dan penetapan) dan Tauhid fii thalab wal qads (tauhid dalam tujuan
ibadah). Dengan demikian maka Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Asma‟ Wa Shifat
termasuk golongan yang pertama sedangkan Tauhid Ulluhiyah termasuk golongan kedua.

Pembagian seperti ini merupakan hasil penelitian para ulama terhadap seluruh dalil-
dalil Al-Qur‟an dan As-Sunnah sehingga pembagian tersebut bukan termasuk Bid‟ah karena
memiliki landasan dalil dari Al-Qur „an dan As-Sunnah.

b. Aplikasi Ketauhidan Dalam Kehidupan Seahari-hari
Sebenarnya menurut saya aplikasi tauhid secara sederhana adalah dengan menyakini

dengan mutlak dalam jiwa bahwa hanya Allah Maha Esa yang mencipta, tidak ada satupun
yang sepada dengan-Nya, menerima dengan ikhlas apa yang berasal dari-Nya baik berupa
perintah yang harus dilakukan maupun larangan yang harus di tinggalkan.
1) Tauhid dan Pembinaan Kepribadian

Menurut G.W Allport, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan cara-cara yang khas dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungan.43 Pembentukan kepribadian bukanlah suatu proses yang
berlangsung cepat, melainkan memakan waktu yang cukup lama. Ia berproses dalam diri
manusia sejak manusia masih berada dalam kandungan dan berkembang terus setelah ia
dilahirkan.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan pada setiap wanita muslimah yang mengandung
untuk banyak memmbaca Al-Qur‟an dan selalu ingat kepada Allah.

Sebagaimana pendidikan dan pengajaran, pengembangan kepribadian seorang anak
merupakan tanggung jawab orangtua. Kebersihan dan kesucian anak yang lahir, menurut
ajaran Islam tidak menanggung beban dosa melainkan membawa tauhid yang merupakan

43 Soemadi Soejabrata, Psychologi Kepribadan, IKIP, Yogyakarta, tanpa tahun., hlm. 278.

30

fitrahnya. dalam Hadits riwayat Muslim Rasulullah bersabda:“Tidak ada anak dilahirkan,
kecuali dilahirkan atas fitrah. Orangtuanyalah yang meyahudikan, menasranikan dan
memusyikkannya.”
Hadits diatas setidaknya mengandung dua hal pokok :
a) Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrahnya
b) Orangtua sangat menentukan perkembangan anak: Meyahudikan, menasranikan atau

memusyrikannya.
Karena orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan fitrah seorang anak,
maka perhatian orangtua terhadap pendidikan dan pengembangan kepribadian anaknya
sangat ditekankan oleh ajaran Islam. Pembentukkan pribadi yang bertakwa kepada Allah
mau tidak mau harus dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai
dengan tingkat dan perkembangan kemampuan anak.
2) Tauhid Dan Kesehatan Mental

Pernyataan “dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang sehat” tidak seluruhnya dapat
diterima. Yang diterima justru sebaliknya, “dalam jiwa yang sehat terdapat raga yang sehat”.
Memang antara jasmani dan rohari terdapat hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi.

Dalam keidupan sehari-hari kebutuhan dan keinginan manusia beraneka
ragam, sesuai dengan tingkat kebutuhan, lingkungan dan tingkat rasa kepuasannya.
Disamping itu, ada kebutuhan yang dirasakan harus ada pada setiap orang, yaitu rasa ingin
disayang, rasa aman, harga diri, ingin tahu, dan ingin sukses.44

Bagi seorang muslim, usaha yang paling pentingdan utama untuk mental
yang sehat adalah memantapkan, menguatkan, dan mengokohkan akidah (tauhid) yang ada
dalam dirinya. Sebab, dengan akidah (tauhid) yang kuat, kokoh dan mantap jiwanya akan
selalu stabil, pikirannya tetap tenang, dan emosinya terkendali. Untuk memperoleh itu, mau
tidak mau seseorang harus memperoleh pendidikan akidah yang baik, intensif dan benar.

44 Zakiah Darajat, Peranan Pendidikan Agama dalam Pembangunan Mental, IAIN Ar – Raniri,
Aceh, tanpa tahun,. Hlm. 3.

31

Bagaimana penaran akidah Islam memberikan ketenangan dan ketentraman
jiwa dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan manusia? dapat dilihat dari uraian
berikut ini :

Pertama, perasaan ingin dikasihi dan disayangi merupakan hal yang sangat
dibutuhkan oleh setiap insan dalam hidup dalam kehidupanya. Dalam akidah Islam,
diajarkan bahwa Allah sangat memperhatikan hamba-hamba-Nya. Biarpun seluruh umat
manusia tidak ada yang memperhatikan, memperdulikan, mencintai, atau mengasihi namun
Allah akan selalu memperhatikan, memngasihi, memperdulikan, dan mencintainya.

Kedua, perasaan aman. Setiap orang membutuhkan rasa aman dalam dirinya
baik lahir maupun batin. Apabila perasaan aman ini tidak dperoleh seseorang, jiwa dan
mentalnya akan terganggu.

Ketiga, rasa harga diri. Setiap orang memiliki rasa harga diri dan ingin agar
dirinya dihargai dan dipuji orang lain. Padahal dalan akidah Islam diajarkan bahwa pujian
yang sebenernyahanya untuk Allah. Khusus orang yang bertakwa, Allah berikan penghargaan
dan kemuliaan yang tinggi, melebihi yang lain.

Keempat, rasa ingin tahu atau mengenal sesuatu. Orang yang memiliki
akidah Islamiah akan sadar bahwa obyek yang bisa diketahui manusia terbatas, sebab
manusia adalah ciptaan Tuhan yang diciptakan dengan segala keterbatasan.

DAFTAR PUSTAKA
- Ahmad, Muhammad. 1998. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung. CV PUSTAKA SETIA.
- Arifin, Bey. 1978. Mengenal Tuhan. Surabaya. PT Bina Ilmu
- Asmuni, Yusran. 2000. Ilmu Tauhid. Cetakan Keempat. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
- Diktat Perbandingan Teologi
- Filsafat Agama
- Filsafat Agama. Amsal Bakhtiar.
- Gregor, Geddes Mac, Introduction to Religious Philosophy, London: Macmillan LTD,

1960.

32

- http//uphiedrgon.wordpress.com/2008/09/22/ateisme sebagai permasalahan
terminologis

- http://putrajujun.blogspot.co.id/2012/01/atheis-praktis-dan-atheis-teoritis.html
- http://thedarkancokullujaba.blogspot.co.id/2012/09/konsep-ketuhanan.html
- http://tulisdunia.blogspot.co.id/2010/07/pengertian-ateime-sejarah-atheis.html
- http://www.academia.edu/6340365/_SAG_3053_Monoteisme
- https://anshorimujahid.wordpress.com/2014/04/06/tauhid-asma-wa-shifat/
- https://ruangkarat.wordpress.com/2012/11/02/ateisme/
- Kamus Filsafat
- Soetomo, Mangoenhardjo. 1976. Mitologi Yunani-Romawi. Bandung: Terate
- Tokoh-tokoh Filsafat Modern

33

BAB 3
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM DAN AL-QURAN

SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

A. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
a. Pengertian As-Sunnah (Al-Hadist)

As-Sunnah dalam Bahasa Arab berarti tradisi, kebiasaan, adat istiadat. Dalam
terminologi Islam, berarti perbuatan, perkataan, dan keizinan Nabi Muhammad Saw. (af‟alu,
aqwalu, dan taqriru). Menurut rumusan ulama ushul fiqh, As-Sunnah dalam pikiran istilah
ialah segala yang dipindahkan dari Nabi Muhammad Saw. Berupa perkataan, perbuatan,
ataupun taqrir yang mempunyai kajian hukum.45
Menurut Bahasa kata hadits juga memiliki arti:
1. Al jadid minal asyya (sesuatu yang baru), yaitu mencangkup sesuatu perkataan baik

banyak maupun sedikit.
2. Qorib, berarti yang dekat.
3. Khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercapakan dan dipindahkan dari seseorang

kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya.46
Adapun hadits menurut istilah, hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang

mana keduanya memiliki arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul.47 Hadist dan Sunnah
memang merupakan sumber yang sangat penting, namun pada masa nya tidak mendapatkan
perhatian yang baik. Hadist dan Sunnah tidak ditulis secara resmi, karena tidak adanya
orang yang di perintahkan untuk menulis hadist seperti perintah menulis Al-Qur‟an.

Banyak hadist-hadist yang ternyata tidak ditulis setiap nabi Muhammad saw.
Menyampaikan, karena dikhawatirkan akan bercampur dalam catatan sebagaian sabda Nabi
dengan Al-Qur‟an dengan tidak sengaja. Karena itu nabi melarang menulis hadits karena
khawatir sabdanya akan bercampur dengan firman Allah swt. Namun hal ini tidak
menghalangi para sahabat untuk menulisnya, walaupun dengan cara tidak resmi. Lalu, bukan

45 Zainudin Ali, HUKUM ISLAM Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2013, hlm. 32.
46 ibid
47 Zainudin Ali, loc. cit

34

hal yang mudah jika harus selalu melihat apa yang dilakukan oleh Rasullah saw. pada saat
itu, para sahabat juga harus selalu ada didekat Rasullah saw. Untuk terus melihat tingkah
laku, dan segala hal ihwal Rasullah saw. Kemudian keterbatasannya orang Arab yang dapat
membaca atau menulis.48

Keadaan sebagian hadist diterima oleh golongan tertentu, tetapi ditolak oleh
golongan lain dan adanya paham qat‟i dan zanni tersebut, juga merupakan sebab lain bagi
timbulnya perbedaan pendapat dari mazhab hukum islam.49 Akan tetapi, tidak semua hadits
harus menjadi sebuah sumber hukum. Karena ada hadits yang diterima (maqbul) dan ada
hadits yang tidak dapat diterima (mardud). Oleh karena itu, perlu juga diungkapkan
pembagian Sunnah atau hadits. Sunnah atau hadits dapat dibagi berdasarkan kriteria dan
klasifikasi sebagai berikut:
1. Ditinjau dari segi bentuknya terbagi menjadi:
a. Fi‟li, yaitu perbuatan Nabi.
b. Qauli, yaitu perkataan Nabi.
c. Taqriri, yaitu perizinan Nabi, yang artinya perilaku sahabat yang disaksikan oleh Nabi,

tetapi Nabi tidak menegur/melarangnya.50
2. Ditinjau dari segi jumlah orang yang menyampaikannya menjadi:
a. mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut akal tidak

mungkin mereka bersepakat dusta serta disampaikan melalui jalan indera.
b. masyhur, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh orang banyak tetapi tidak sampai pada

derajat orang mutawatir, baik karena jumlahnya maupun jalan indera.
c. ahad, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih yang tidak sampai kepada

tingkat masyhur dan mutawatir.51
3. Ditinjau dari segi kualitas hadist, terbagi menjadi:

48 M. Hasbi ash-Shiddeqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, PT. Al-Maarif, Bandung, 1993,
hlm. 31
49 Harun Nasution, islam ditinjau dari berbagai aspeknya jilid II, UI Press, Jakarta, 2012, hlm. 21.
50 Zainudin Ali, loc. cit
51 Harun Nasution, op. cit. hlm. 20

35

a. Shaih, yaitu hadist yang sehat; yang diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya dan
kuat hafalannya, materinya baik, dan persambungan sanadnya dapat dipertanggung
jawabkan.

b. Hasan, yaitu hadist yang memenuhi persyaratan hadis shahih kecuali disegi hafalan
pembawanya yang kurang baik.

c. Dha‟if, yaitu hadist lemah, baik karena terputus salah satu sanadnya atau karena salah
seorang pembawanya kurang baik dan lain-lain.

d. Maudhu, yaitu hadist palsu, hadist yang dibuat oleh seseorang yang di akui sebagai
sebuah sabda, atau perbuatan rasul.52

3. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya, terbagi menjadi:
a. Maqbul, yaitu hadist yang harus diterima.
b. Mardud, yaitu hadist yang harus ditolak.
4. Ditinjau dari segi orang yang berkata atau berbuat, hadist terbagi menjadi:
a. Marfu‟, yaitu hadist yang benar-benar disabda, diperbuat, dan diberi Izin oleh Nabi.
b. Mauquf, yaitu sahabat Nabi yang berbuat dan Nabi tidak menyaksikan perbuatan

sahabat.
c. Maqtu‟, yaitu tabi‟in yang berbuat. Artinya perkataan tabi‟in yang berhubungan, soal-

soal keagamaan.53
5. Pembagian lainnya yang disesuaikan dari jenis, sifat, redaksi, teknis penyampaian dan lain-
lain:

a. Hadist mu‟an‟an, merupakan gabungan hadist yang memiliki banyak kan an (dari)
b. Hadist ma‟anna‟an, hadist yang memiliki banyak kata anna (Sesungguhnya)
c. Hadist awamir, merupakan hadist yang menyangkut perintah.
d. Hadist nawahi, hadist yang menyangkut sebuah larangan.
e. Hadist munqathi‟, merupakan hadist yang sanadnya terputus.54

52 Zainudin Hasan, op. cit. hlm. 33
53 ibid
54 ibid

36

Disisi lain, ada sahabat yang menceritakan bahwa sebagian sahabat mempunyai
shahifah (lembaran-lembaran) yang tertulis hadits. Seperti shahifah Abdullah ibn Amr ibn
Ash, yang dinamai “Ash-Sadiqah”. Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa Ali
mempunyai sebuah shahifah, ditulis di dalamnya hukum-hukum diyat. 55 Di abad ketiga
hijriyah, muncul lima kitab hadist secara berurutan sesuai dengan derajat keshahihanya,
yaitu:

a. Shahih Bukhari,
b. Shahih Muslim,
c. Sunan An-Nasai,
d. Sunan Abu Daud, dan
e. Sunan At-Tirmidzi56

Kelima kitab hadist tersebut dikenal dengan nama Ushulul Khamsah atau Al-
Kutubul Khamsah yang artinya: kitab-kitab induk hadis yang lima.57

b. Kedudukan dan Fungsi As-Sunnah (Al-Hadist)
Al-qur‟an dan hadist merupakan dua hukum islam yang tetap. Banyak ayat Al-

Qur‟an dan hadist yang memberika petunjuk, penjelasan, terhadap apa yang terjadi. Baik
dalam aspek yang harus di patuhi, maupun yang harus di tinggalkan.

Kedudukan hadist pun yang sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran
adalah sebab kedudukannya sebagai penguat dan penjelas. Umat islam diwajibkan mengikuti
hadist sebagaimana mengikuti Al-Qur‟an. Karena sudah terbukti bahwa Al-Qur‟an dan
Hadist memiliki kaitan yang sangat erat antara satu sama lain, dan terbukti bahwa Al-Qur‟an
dan hadist tidak dapat dipisahkan kegunaannya atau berjalan sendiri-sendiri. Kedudukan dan
fungsi Hadist lainnya, seperti:

a. Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.
b. Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.
c. Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.

55 M. Hasbi ash-Shiddeqi, op. cit. hlm. 32-33
56 Zainudin Ali, op. cit. hlm. 37
57 ibid

37

d. Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an.58

B. AL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM
a. Pengertian Sumber Hukum Islam

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (perwadarminta, 1976:974) sumber adalah
asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) Hukum Islam. Dari
sumber hukum Islam kadang-kadang disebut „dalil‟ hukum Islam atau „pokok‟ hukum Islam
atau „dasar‟ hukum Islam (M. Tolchar Mansoer, 1980, 24;Mukhtar Yahya, 1979:21).

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama islam.
Seagai sistem hukum mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu ,
sebab, kadangkala, kalau tidak diketahui persisnya. Yang dimaksud adalah istilah (1)
Hukum, (2) hukm dan akham, (3) syariah atau syariat, (4) fiqih atau fiqh dan beberapa
kata lain yang berkaitan dengan istilah-istilah tersebut.

Hukum Secara sederhana segera terlintas dalam pikiran kita peraturan-peraturan
atau seperangkat norma yang mengatur tingkah-laku manusia dalam suatu masyarakat.
Bentuknya mungkin berupa hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat. Mungkin juga
berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum Barat. Ada
konspsi hukum lain, di antaranya adalah hukum islam. Dasar dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan
benda dalam masyrakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainya, karena manusia yang hidup
dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubugan. Interaksi manusia dalam berbagai tata
hubungan itu diatur oleh seperangkat ukuran tingkah-laku yang di dalam bahasa arab,
disebut hukm jamaknya ahkam.Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan
menjadi bagian agama islam. Seagai sistem hukum mempunyai beberapa istilah kunci yang
perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab kadangkala kalau tidak diketahui persisnya.59

58 Zainudin Ali, op. cit. hlm. 34
59 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam,(Jakarta:Grafindo Persada,2009), hlm 73

38

b. Tujuan Hukum Islam
Setiap manusia mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya kalau kita

meninjau tata aturan pada hukum positif maka tujuan pembuatannya tidak lain adalah
ketenteraman masyarakat, yaitu mengatur sebaik-baiknya dan menentukan batas-batas hak
dan kewajiban bagi setiap anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Tujuan-
tujuan yang bernilai tinggi dan abadi tidak menjadi perhatian aturan-aturan pada hukum
positif kecuali hukum Islam yang sudah menjadi hukum positif.

Islam sebagai (agama) wahyu dari Allah SWT yang berdimensi rahmatan li
al‟alamin member pedoman hidup kepada manusia secara munyeluruh,menuju tercapainya
kebahagian hidup rohani dan jasmani serta untuk mengatur tata kehidupan manusia, baik
sebagai individu maupun bermasyarakat.
Tujuan hukum Islam dapat dilihat dari 2 aspek yaitu 1) aspek pembuatan hukum Islam
adalah Allah dan Nabi Muhammad saw., 2) aspek manusia sebagai pelaku dan pelaksana
hukum Islam itu. Hal itu akan diuraikan sebagai berikut.
1) Kalau dilihat dari aspek pembuat hukum Islam, maka tujuan hukum Islam adalah untuk

memenuhi keperluan hidup manusia yang bersifat primer,sekunder, dan tertier (istilah
fikih disebut daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat). Selain itu, adalah untuk ditaati dan
dilaksanakan oleh manusia dalam kehiduapan sehari-hari serta meningkatkan
kemampuan manusia untuk memahami hukum Islam melalui metodologi
pembentuknnya (ushul al fiqh).
2) Kalau diliat dari segi aspek pelaku hukum yakni manusia, maka tujuan hukum Islam
adalah untuk mencapai kehiduapan yang bahagia. Caranya, yaitu mengambil yang
bermanfaat dan menolak yang tidak berguna bagi kehidupan. Singkat kata adalah untuk
mencapai keridhaan Allah dalam kehidupan manusia, baik di dunia maupun diakhirat
(H.Mohammad Daud Ali,1991:62) 60

Al-quran adalah sumber hukum islam pertama dan utama ia memuat kaidah-kaidah
hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut
menurut keyakinan umat islam, yang dibenarkan oleh penelitian ilmiah terakhir (Maurice

60 Zainuddin Ali, Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013), hlm. 10-16

39

bucaille 1979:185) Alquran adalah kitab suci yang menguat wahyu (firman) Allah, Tuhan
yang Maha Esa,asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad
sebagai Rasulnya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di
Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia
dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan dunia ini dan kebahagiaan di akhriat
kelak.

Perkataan Al-quran berasal dari kata kerja qara-a artinya (dia telah) membaca. Kata
kerja qara-a berubah menjadi kata kerja suruhan iqra‟ artinya bacalah, dan berubah lagi
menjadi kata benda qur‟an, yang secara harfiah berarti bacaan atau sesuatu yang harus dibaca
atau di pelajari. Makna perkataan itu sangat erat hubungannya dengan arti ayat alquran yang
pertama diturunkan di gua hira‟ yang dimulai dengan perkataan iqra‟ (kata kerja suruhan)
artinya bacalah. Membaca adalah salah satu usaha untuk menambah ilmu pengetahuan yag
sangat penting bagi hidup dan kehidupan manusia. Dan ilmu pengetahuan itu hanya dapat
diperoleh dan dikembangkan dengan jalan membaca dalam arti kata yang seluas-luasnya.
Menurut S.H.Nasr (S.H.Nasr,1981:27) yang terdapat dalam alquran adalah prinsip-prinsip
segala ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya kosmologi (cabang astronomi) dan
pengetahuan alam.
Al-quran mempunyai 3 petunjuk bagi manusia:

Pertama adalah ajaran yang memberi pengetahuan tentang struktur kenyataan alam
dan posisi berbagai mahkluk, termasuk manusia, serta benda dijagad raya.

Kedua, Alquran berisi petunjuk yang menyerupai sejarah manusia, rakyat bisa, raja-
raja, orang-orang suci, para nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa
mereka.Alquran adalah petunjuk tentang kehiduapn manusia, yang dimulai dengan
kelahiran, dengan diakhiri kematian, berasal dari-Nya dan pasti kembali kepada-Nya

Ketiga, Alquran berisi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa biasa. Ayat
alquran, karna berasal dari firman tuhan, mengandung kekuatan yang berbeda dari apa yang
dapat kita pelajari secara rasional.61
1. Hadits

61 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:Grafindo Persada, 2009), hlm. 78-82.

40

2. Ra‟yu
3. Ijma

c. Keutamaan Al-Qur‟an Sebagai Sumber Utama Hukum Islam
Al-Qur‟an adalah sumber hukum Islam yang pertama. Disebut demikian karena Al-

Qur‟an merupakan pengambilan hukum yang pertama dan tempat rujukan yang pertama.
Selain sumber hukum Islam yang pertama, Al-Qur‟an juga merupakan sumber hukum Islam
yang utama. Hukum-hukum yang terkadung di dalamnya merupakan wahyu Allah.

Al-Quran ialah Kitabullah yang terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai penyempurna kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Sesuatu yang menjadi
penyempurna pasti memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan yang di sempurnakan.
Apabila tidak memiliki kelebihan, sesuatu itu tidaklah pantas disebut sebagai penyempurna.
Al-Qur‟an dikatakan sebagai kitab penyempurna karena memiliki kelebihan dari kitab-kitab
suci sebelumnya. Selama 14 abad lebih, kitab suci Al-Qur‟an tidak mengalami perubahan
sedikitpun, baik tulisan maupun isi kandungannya.Keadaan seperti ini akan terus
berlangsung sampai akhir kehidupan dunia ini.

Kitab suci Al-Qur'an memiliki keistimewaan-keistimewaan yang dapat dibedakan
dari kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, di antaranya ialah:
1. Al-Qur'an memuat ringkasan dari ajaran-ajaran ketuhanan yang pernah dimuat kitab-

kitab suci sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain. Juga ajaran-ajaran dari
Tuhan yang berupa wasiat. Al-Qur'an juga mengokohkan perihal kebenaran yang
pernah terkandung dalam kitab-kitab suci terdahulu yang berhubungan dengan
peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan
adanya balasan pada hari akhir, keharusanmenegakkan hak dan keadilan, berakhlak
luhur serta berbudi mulia dan lain-lain. Allah Taala berfirman, “Kami menurunkan
kitab Al-Qur'an kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya, untuk membenarkan dan
menjaga kitab yang terdahulu sebelumnya. Maka dari itu, putuskanlah hukum di antara
sesama mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah. Jangan engkau ikuti nafsu
mereka yang membelokkan engkau dari kebenaran yang sudah datang padamu. Untuk

41

masing-masing dari kamu semua Kami tetapkan aturan dan jalan.”(QS. Al-Maidah: 48)

62

2. Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al-Qur'an adalah kalam Allah yang terakhir untuk
memberikan petunjuk dan bimbingan yang benar kepada umat manusia, inilah yang
dikehendaki oleh Allah Ta'ala supaya tetap sepanjang masa, kekal untuk selama-
lamanya. Maka dari itu jagalah kitab Al-Qur'an agar tidak dikotori oleh tangan-tangan
yang hendak mengotori kesuciannya, hendak mengubah kemurniannya, hendak
mengganti isi yang sebenarnya atau punhendak menyusupkan sesuatu dari luar atau
mengurangi kelengkapannya.

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur'an adalah kitab yang mulia. Tidak
akan dihinggapi oleh kebatilan (kepalsuan), baik dari hadapan atau pun dari belakangnya.
Itulah wahyu yang turun dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.” (QS. Fushshilat:
41-42)

Allah Ta'ala berfirman pula, “Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkan peringatan
(Al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami pasti melindunginya (dari kepalsuan).” (QS. Al-Hijr:
9)

Adapun tujuan menjaga dan melindungi Al-Qur'an dari kebatilan, kepalsuan dan
pengubahan tidak lain hanya agar supaya hujah Allah akan tetap tegak di hadapan seluruh
manusia, sehingga Allah Ta'ala dapat mewarisi bumi ini dan siapa yang ada di atas
permukaannya.
3. Kitab Suci Al-Qur'an yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala akan kekekalannya, tidak

mungkin pada suatu hari nanti akan terjadi bahwa suatu ilmu pengetahuan akan
mencapai titik hakikat yang bertentangan dengan hakikat yang tercantum di dalam ayat
Al-Qur'an. Sebabnya tidak lain karena Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'ala, sedang
keadaan yang terjadi di dalam alam semesta ini semuanya merupakan karya Allah Ta'ala
pula. Dapat dipastikan bahwa firman dan amal perbuatan Allah tidak mungkin
bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Bahkan yang dapat terjadi ialah bahwa
yang satu akan membenarkan yang lain. Dari sudut inilah, maka kita menyaksikan

62 http://idaayri.blogspot.co.id/2013/11/keutamaan-al-quran-sebagai-sumber-utama.html

42

sendiri betapa banyaknya kebenaran yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern
ternyata sesuai dan cocok dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an. Jadi apa yang
ditemukan adalah memperkokoh dan merealisir kebenaran dari apa yang sudah
difirmankan oleh Allah Swt. sendiri.

Dalam hal ini baiklah kita ambil firman-Nya, “Akan Kami (Allah) perlihatkan
kepada mereka kelak bukti-bukti kekuasaan Kami disegenap penjuru dunia ini dan bahkan
pada diri mereka sendiri, sampai jelas kepada mereka bahwa Al-Qur'an adalah benar. Belum
cukupkah bahwa Tuhanmu Maha Menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushshilat: 53) 63

4. Allah Swt. berkehendak supaya kalimat-Nya disiarkan dan disampaikan kepada semua
akal pikiran dan pendengaran, sehingga menjadi suatu kenyataan dan perbuatan.
Kehendak semacam ini tidak mungkin berhasil, kecuali jika kalimat-kalimat itu sendiri
benar-benar mudah diingat, dihafal serta dipahami. Oleh karena itu Al-Qur'an sengaja
diturunkan oleh Allah Ta'ala dengan suatu gaya bahasa yang istimewa, mudah, tidak
sukar bagi siapa pun untuk memahaminya dan tidak sukar pula mengamalkannya, asal
disertai dengan keikhlasan hati dan kemauan yang kuat.Di antara bukti kemudahan
bahasa yang digunakan oleh Al-Qur'an ialah banyak sekali orang-orang yang hafal di
luar kepala, baik dari kaum lelaki, wanita, anak-anak, orang-orang tua, orang kaya atau
miskin dan lain-lain sebagainya.
Allah Swt. berfirman, “Sungguh Kami (Allah) telah membuat mudah pada Al-

Qur'an untuk diingat dan dipahami. Tetapi adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS.
Al-Qamar:17) 64

d. Macam-macam Hukum dalam Alquran
Abdul Wahab Khallaf menyebut macam-macam “hukum” dalam Alquran, yang

tidak termasuk ke dalam bidang hukum menurut apa yang biasa kita pelajari baik menurut
hukum adat maupun menurut hukum barat. Menurut pandangan Islam, hukum yang
terkandung dalam Alquran adalah (1)hukum-hukum i‟tiqadiyah, yaitu hukum-hukum yang

63 http://idaayri.blogspot.co.id/2013/11/keutamaan-al-quran-sebagai-sumber-utama.html
64 http://idaayri.blogspot.co.id/2013/11/keutamaan-al-quran-sebagai-sumber-utama.html

43


Click to View FlipBook Version