The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

By Abd. Rozak A. Sastra, MA.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-04-18 00:14:38

Studi Islam

By Abd. Rozak A. Sastra, MA.

Keywords: Abd. Rozak A. Sastra,Studi Islam,Pendidikan agama islam

1. Kibaul Asma‟ Was Sifaat, karangan Imam Abu Mansur Abdul Qahir Bin Thaher al
Bagdadi.

2. Kitabus Sunnah, karangan Imam Khasim Hibbatullah bin Hasan al Tabarai Allakai.
3. Kitab Tadzkiratul Qusyaairyah, karangan Imam Abu Nashar Abdulrrahim bin

Abdulkariim al Qusyairi.
4. Kitab Al I‟itiqad, karangan Imam Baihaqi.
5. Kitab Alqidah, karangan Imam Abi Ishak As Sirazi.
6. Kitab Kifayatul‟ Awam, karangan Syeikh Mohammad al Faihali.
7. Kitab Alqidah, karangan „Izzuddin bin Abdulssalam.
8. Ummul Baraahim, karya Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf As Sanusi.
9. Ihya Ukummuddin, bhg.Qawaidul „Aqaid, karangan Imam Ghozali.
10. Syarah „Aqidah Ibnul Haji, karangan As Subki.
11. Kitab Syahril Kubra, Karangan Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf as Sanusi.
12. Kitab Al Iqdus Shafi, Karangan Imam Abdul Qasim Abdurrahman bin Abdus Shamad

al Iskafi an Nissaburi.
13. Kitab Umdtul „Aqid wal fawait, Karangan Imam Yusuf bin Dzu Nas Fondlai al Maliki.
14. Hidayatul Murid syarah Jauhartut Tauhid, Karangan Burhan al Laqani.
15. Hasyiah Ummil Baraahin, Karangan Syihab Ahmad bin Muhammad alganimi.194

DAFTAR PUSTAKA
- Abbas, K.H. Siradjuddin.2011. I‟tiqad Ahlussunnah Wal Jama‟ah. Jakarta: Pustaka

Tarbiyah.
- Hanafi, A. 2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.
- Hanafi. 2003. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.
- http://hikmahpsikologku.blogspot.co.id/2014/01/pemikiran-teologi-asyariyah.html
- https://bundahomepage.wordpress.com/aliran-maturidiyah/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi

194 K.H. Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2011),
hal 361-361

144

- Jawas,Yazid bin Abdul Qadir. 2006. Syarah „AQIDAH Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i.

- Nasution, Harun. 2012. Islam, Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-press
- Nasution, Harun. 2013. Islam Ditijau Dari Berbagai Aspek Jilid 1. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.
- Nasution, Harun.1986. Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa perbandingan.

Jakarta:UI-press
- Supiana dan M. Karman. Materi Pendidikan Agama Islam. Remaja Rosda Karya

145

BAB 9
AYAT-AYAT KAUNI‟AH SERTA MU‟TAZILAH

A. PENGERTIAN AYAT KAUNIYAH
Ayat Kauniyah adalah Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling

yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa
dan sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan
oleh Allah dengan segala sistem dan peraturanNya yang unik, maka ia menjadi tanda
kehebatan dan keagungan-Nya. QS.Fushilat(41): 53

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur‟an
itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala
sesuatu?”.195

a. Al-Quran objek berfikir yang sangat luas
Sesuatu yang amat agung dari petunjuk Al-Quran , berkenaan dengan visi pemikiran

dan ilmu pengetahuan , adalah bahwa Al-Quran memikirkan segala perkataan dan
perbuatannya, meletakkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya, tidak bergurau jika kondisi
menuntut dia untuk serius , dan tidak serius jika kondisi menuntut dia untuk bergurau. Dia
tidak bersikap menyerah ketika kondisi menuntut untuk berperang dan tidak perperang jika
kondisi menuntut untuk berdamai. Memberikan sesuatu dengan porsi yang seharusnya.

Dengan demikian ,akhlak mulia yang diajarkannya telah tesempurnakan dalam
dirinya. Dan, itu semua terwujud dengan akal yang paling tinggi tingkatannya.

Ustadz Abbas Mahmud Al-Aqqad menulis sebuah buku dengan judul at-Tafkir
Faridhah Islamiyah “ Berpikir adalah Fardu (wajib) dalam islam”. Judul tersebut amatlah

195http://padepokanspiritualconsulting.blogspot.com/2011/08/apa-itu-ayat-qauliyah-dan-ayat-
kauniyah.html

146

tepat karena Allah S.W.T disamping memrintahkan kita untuk beribadah dan melaksanakan
kewajiban agama, memrintahkan kita juga untuk bertafakur dan berpikir tentang ayat-ayat
Al-Quran. Salah seorang salaf berkata “Bertafakur sepanjang malam lebih utama daripada
mengisinya dengan ibadah madhah”. Yang lainnya berkata , “berpikir sesaat lebih utama
daripada ibadah selama satu tahun”196

Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang objek pemikiran. Ciptaan-ciptaan Allah
SWT terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama, yang tidak diketahui wujudnya dan ini
tidak mungkin dipikirkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah SWT.
An-Nahl ayat 8

" ‫ؤْيخلقْماْلْتعلملْوف‬...."

“…. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”
Yasin Ayat 36

ْ ‫سبحنْالذيْخلقْالزواجْكلهاْمماْتنبتْالرضْوْمنْأنفسهمْومماْليعلموف‬

“….Maha suci Allah yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui
Al-Waqiah ayat 61

ْ ‫علئْافْنبدْؿْامثاْلكمْوْننشئكمِْفْماْلْتعلموف‬

“….untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu(didunia)dan
membangkitkan kamu kelak(diakhirat)dalam keadaan yang tidak kamu ketahui….”
Kedua, diketahui asalnya dan jumlahnya, namun tidak di ketahui secara rinci. Kita dapat
mengetahuinya setelah berfikir.Kita lebih baik memusatkan diri pada objek yang dapat di
cerna oleh akal, yaitu apa-apa yang dapat ditangkap panca indra.
Al-Quran telah mendorong manusia untuk memikirkan ayat-ayat tersebut. Allah berfirman,
Ali-Imran ayat 190

ْ ‫إفِْفْخلقْالسمواتْوالرضْواختَلْؼْاليلْواْلنهارْلآيتْْلوليْاْللبب‬

196 Al-Quran berbicara tentang akal dan Ilmu Pengetahuan (Bab 1: Hal 29), Dr. Yusuf Qardhawi

147

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.”

Allah juga beberapa kali menyebut , diantaranya dalam surat-surat berikut: Ar-Rum 20-25,
Fushshilat : 37 dan 39 ; Asy-syuura 29 dan 32)197 Kemudian, tentang pengetahuannya akan
akhirat ada dua kondisi yaitu sebagai berikut:

Pertama, ia mendengar tentang akhirat dari orang lain , namun hatinya tidak
langsung menemukan keyakinan tentang akhirat itu sendiri tidak pula menolaknya.Jika ia
mendapatkan dua pengetahuan yaitu mementingkan dunia dan dorongan syahwatnya ia akan
mendapatkan balasan siksanya, niscaya ia tidak akan berani melakukannya. Maka, dapat
diketahui bahwa bila ia mementingkan dunia dan meninggalkan persiapapan untuk
akhiratnya, itu terjadi semata-mata karena ketidak sempurnaan imannya.

Kedua, ia yakin dan betul-betul mempercayai , dengan segala kesungguhan bahwa ia
akan mendatangi akhirat setelah dunia ini, yang memang dipersiapkan baginya.Bagimya
dunia ini hanyalah jembatan untuuk menuju akhirat, dan akhirat itu kekal.Maka
pengetahuan tentang hal-hal tersebut akan mendorongnya untuk lebih mementingkan
akhirat, mencarinya, dan bersiap-siap menuju kepadanya.
Dalam firman Allah SWT pada surah Al-A‟raf ayat 201.198
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat
(berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat (kesalahan- kesalahan mereka).”

B. AL-QURAN DAN ALAM RAYA
Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Quran berbicara tentang alam dan

fenomenanya. Fenomenanya terjadi karena atas kehendak Allah SWT. Di dalam Al-Quran
banyak sekali fenomena yang di ceritakan mulai tentang planet ataupun galaksi, bahkan yang
dulu belum sempat di temukan bagaimana tahapan yang terjadi di dalam perut sang ibu
hamil, Allah lah yang pertama kali memberitahukannya lewat Al-Quran. Allah menegaskan
dalam surah Al-Ghaasiyah ayat 17-20

197 Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan (Bab 1: hal 57), DR.Yusuf Qardhawi
198 Al-Quran berbicara tentang Akal dan ilmu Pengetahuan (Bab 1 : hal 62-63), Dr. Yusuf Qardhawi

148

Tujuan Allah dalam surah ini hanyalah garis besarnya saja. Untuk membuktikanpa
yang di sebutkan dalam Al-Quran adalah benar adanya, dan bukan merupakan sebuah
gurauan belaka saja.Allah SWT memberikan bimbingan-Nya lebih lanjut di dalam Al
Quran, dengan memberikan contoh apa saa yang dpat diamti dan untuk tujuan apa
pengamatan itu dilakukan, gar manusia dapat mengenl baik lingkungannya. Karena Alam
semesta dan proses-proses yang terjad di dalamnya seringkali dinyatakan sebagai “ayat-ayat
Allah” , maka memeriksa , meneliti atau me-“nazhor” kosmos atau alam semesta dapat
diartikan sebagai “membaca ayatullah” yang dapat merinci dan menguraikan serta
menerangkan ayat-ayat didalam Al-Quran yang pada umumnya merupakan garis-garis besar
saja.199

C. PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG PENAFSIRAN ILMIYAH
Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, Tafsir Ilmiah al-Qur‟an adalah

penafsiran Al-Qur‟an dengan ilmu-ilmu alam: dari sisi kebenaran ilmiah atau teorinya,
dengan tujuan untuk menerangkan tujuan sasaran dan makna-maknanya.

Orang-orang yang tertarik dengan penafsiran model ini adalah mereka yang bergelut
dalam bidang ilmu pengetahuan alam, bukan dari kalangan ulama-ulama yang menekuni
bidang agama dan syari‟ah. Dengan demikian, terjadilah perbedaan pendapat di kalangan
ulama tentang hukum tafsir model ini. Ada yang membolehkan dan adapula yang
menolaknya dengan alasan-alasannya.

Banyak sekali ulama‟-ulama‟ yang menolak penafsiran model tadi. Salah seorang
ulama‟ yang menentang penafsiran ini adalah Imam Akbar Mahmud Syaltut. Ia dengan tegas
menentang sekelompok kalangan pelajar yang menggunakan ilmu-ilmu modern atau
mengambil teori-teori ilmiah dan filsafat untuk menafsirkan Al-Qur‟an. Penolakan ini
termaktub dalam mukaddimah buku tafsirnya, seperti yang dikutip Dr. Yusuf Qardhawi,
yang berbunyi:
“Mereka meneliti apa yang ada di dalam A-Qur‟an. Ternyata mereka dapatkan firman Allah
SWT yang berbunyi, “Tiadalah kami alpakan sesuatu pun dari al-Kitab.”(Al-An‟am: 38).

199 Baiquni, Achmad. Al Quran dan Ilmu Pengetauan Alam. Hal-6

149

Lalu mereka berusaha menakwilkan sesuai dengan apa yang terlintas dalam benak
mereka untuk membuka satu medan baru dalam tafsir Al-Qur‟an. Akhirnya mereka
menafsirkan ayat-ayat Allah itu dengan berlandaskan pada teori-teori ilmu pengetahuan
modern, lalu mereka terapkan (sesuaikan) ayat-ayatnya dengan apa yang ada di dalam
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan modern ini. Mereka mengira bahwa apa yang mereka
lakukan ini merupakan merupakan salah satu bentuk pengabdian mereka pada Al-Qur‟an
serta mengangkat panji-panji Islam.”

Ulama‟-ulama‟ lain yang menolak penafsiran ilmiah ini adalah Syaikh Amin Al-
Khuli, Ust. Syaikh Muhammad Al-Maraghi, Dr. Abdul Halim Mahmud, Sayyid Quthb.
Alasan Sayyid Quthb menentang penafsiran ilmiah tersebut adalah adanya kandungan dalam
penafsiran tersebut yang menyimpang dari Al-Qur‟an. Sedikitnya ada tiga makna yang
kesemuanya sama sekali tidak sesuai dengan Al-Qur‟an, yaitu:

1. Akan terjadi kehancuran internal, yaitu prasangka dan dugaan manusia terhadap Al-
Qur‟an itu sendiri, yang mana ilmu lebih dominan dari Al-Qur‟an, ia (al-Qur‟an
hanya akan mengikuti ilmu tadi.

2. Akan merusak tabiat dan misi Al-Qur‟an. Dimana Al-Qur‟an sebenarnya adalah
hakekat final yang mutlak yang membahas pembangunan manusia yang sesuai
dengan kadar dan tabiat manusia yang relatif dengan tabiat wujud ini serta aturan-
aturan ilahi. Sehingga akan menimbulkan benturan antara manusia dengan alam
yang ada di sekitarnya, bahkan dia akan bersahabat dengannya dan mampu
mengetahui sebagian misteri-misterinya, serta mampu mempergunakan sebagian
aturan-aturannya untuk kepentingan kekhilafahannya, yakni berupa hukum-hukum
alam yang bisa disingkap melalui pemahaman, penelitian, eksperimen dan aplikasi
sesuai dengan kemampuan akal yang diberikan Allah padanya agar dia mampu
beramal bukan untuk menerima pengetahuan-pengetahuan yang telah siap pakai.

3. Akan menimbulkan takwil yang terus-menerus – dengan nuansa yang dibuat-buat –
terhadap Al-Qur‟an agar kita mengalihkan makna Al-Qur‟an mengikuti teori-teori
spekulatif yang belum pasti, sedangkan teori-teori tersebut akan terus dan terus
berkembang dan akan hilang dan tergantikan dengan kemunculan teori baru.

150

Dengan demikian, jelaslah bahwa alasan para ulama‟ menolak penafsiran al-Qur‟an secara
ilmiah adalah adanya kekhawatiran akan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam
menafsirkan makna al-Qur‟an. Hal ini disebabkan para ilmuan tersebut menafsirkan Al-
Qur‟an sekehendak hatinya guna memperkuat kebenaran teori-teori ilmiah mereka yang
pada akhirnya akan terlihat dominasi ilmu pengetahuan terhadap al-Qur‟an (lebih
mengedepankan ilmu pengetahuan dari Al-Qur‟an itu sendiri).200

Sedangkan dalam buku Yusuf Qardhaawi menurut pendapat Ibnul Qayyim. “Ini
adalah alasan masing-masing kelompok tersebut. Maka marilah kita teliti dua kelompok itu,
wahai orang-orang yang jujur. Dan pergunakanlah ilmu dan keadilanmu untuk mencari
solusi perselishian itu. Keduanya telah mengjukan dalil-dalil yang tidak dapat di sanggahkan
dan dengan alasan-alasan yang kuat. Apakah engkau mempunyai pendapat selain itu, sebagai
solusi dan pemikiran yang menyampikan kepada kebenaran sehingga keduanya merasa puas,
dan perselisihan itu menjadi lenyap? Jika tidak ada, maka biarkan saja”

Jika adanya “ilmu” di definisikan pasti menentukan adanya hidayh, dengan
sempurna, dan harus terjadi hidayah secara benar-benar, maka pendapat yang benar adalah
kelompok kedua. Apabila yang dimaksud adalah adanya ilmu menzalimkan adanya hidayah,
yaitu dapat menuntut kepada hidayah yang dimaksud,dan bisa tidak terjadi apa yang
diharuskan karena kekurangannya, atau kurangnya syarat, atau juga karena ada faktor yang
menghalanginya, maka kelompok yang benar adalah kelompok pertama. 201

D. BAHASA AL-QURAN DAN KOLERASI ANTAR AYATNYA
Beberapa para pakar dan para ulama tentunya mendapatkan suatu teori ataupun

keputusan berdasarkan Al-Quran. Mereka menangani masalah proses proses alamiah itu
dengan melihat hubungan antara ayat Al-Quran dengan apa yang terjadi di alam. Salah satu
contoh kolerasi antara ayat Al-Quran dengan apa yang terjadi di alam semesta salah satunya
ada didalam surah An-Nahl ayat 11 dan 12.

200 http://link24share.blogspot.co.id/2012/04/tafsir-ilmiah-al-quran.html
201 Qardhawi, Yusuf. Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. (Bab 2: Hal 135)

151

Alam semesta dan proses-proses didalamnya yang pada kedua ayat tersebut diatas dikatakan
sebagai ayat lah itu “dibaca” oleh para pakar fisika dan kelakuan alam yang mereka temukan
sebagai kesimpulan umum yang mereka namakan “hukum alam” . Bagi “ilmuwan Muslim
hukum alam itu tidak lain adalah segala aturan Allah SWT. Sunattullah yang diberlakukan
pada alam semesta, sesaat setelah ia diciptakan untuk diikutinya.202

E. CONTOH BEBERAPA AYAT KAUNIYAH
Al-Anbiya ayat 30

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?”
Al-Isra ayat 51

“atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka
mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang
telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan
kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-
mudahan waktu berbangkit itu dekat".”
Al-Baqarah ayat-22

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-

202 Baiquni, Achmad. Al Quran dan Ilmu Pengetauan Alam. Hal-7

152

buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah [30], padahal kamu mengetahui.203

F. KESIMPULAN
1. Ayat Kauniyah adalah ayat yang memberi gambaran kepada umat manusia tentang
semesta alam serta kejadian-kejadian yang terjadi di bumi seperti ilmu pengetahuan.
2. Di dalam Al-Quran,Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk berfikir.
Maksud dari berfikir disini ialah manusia di tuntut mencari ilmu dan pengetahuan
serta Allah menyuruh umat manusia untuk tetap bersyukur dengan apa-apa yang di
berikan oleh Allah.
3. Fenomena-fenomena yang terjadi di dalam bumi sudah tercantum di atas ayat suci
Al-Quran.
4. Menurut Dr. Yusuf Qardhawi Tafsir Ilmiah al-Qur‟an adalah penafsiran Al-Qur‟an
dengan ilmu-ilmu alam: dari sisi kebenaran ilmiah atau teorinya, dengan tujuan
untuk menerangkan tujuan sasaran dan makna-maknanya.

Ada beberapa ulama yang mengungkapkan pendapat tentang ketidak setujuannya untuk
menafsirkan ilmiah,terdapat tiga makna yang kesemuanya sam sekali tidak sesuai dengan Al-
Quran, diantaranya yaitu :

a. Akan terjadinya kehancuran internal.
b. Akan merusa tabiat dan misi Al-Quran.
c. Akan menimbulkan takwil yang terus menerus.
5. Al-Quran mempunyai hubungan dengan apa yang terjadi dibumi atau semesta alam.

F. PENGERTIAN MU‟TAZILAH
Mu'tazilah berasal dari kata I'tazala yang berarti menjauhkan diri. Asal mula kata ini

adalah suatu saat ketika al-Hasan al- Bahsriy (110 H) sedang mengajar di masjid Basrah
datanglah seorang laki-laki bertanya tentang orang yang berdosa besar. Maka ketik ia sedang
berpikir menjawablah salah satu muridnya Wasil bin Atha‟ (131 H) menjawab : "Saya

203 Purwanto,Agus. Ayat-ayat semesta. Sisi-sisi Al-Quran yang terlupakan.

153

berpendapat bahwa ia bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara
keduanya". Kemudian ia menjauhkan diri dari majlis Al-Hasan dan pergi ketempat lain dan
mengulangi pendapatnya. Maka Al-Hasan menyatakan : Washil menjauhkan diri dari kita
(I'tazal 'anna).204
Pendapat-pendapat mereka :

1. Orang Islam yang berdosa besar bukan kafir dan bukan mukmin tetapi
berada di antara keduanya (al- Manzilah bainal manzilatain).

2. Tuhan bersifat bijaksana dan adil, tidak dapat berbuat jahat dan zalim. Manusia
sendirilah yang memiliki kekuatan untuk mewujudkan perbuatannya perbuatannya,
yang baik dan jahat, iman dan kufurnya, ta'at dan tidaknya.

3. Meniadakan sifat-sifat Tuhan, artinya sifat Tuhan tidak mempunyai wujud sendiri di
luar zat Tuhan.

4. Baik dan buruk dapat ditentukan dengan akal atau rasio dan teologi mereka
mempunyai corak liberal.

5. Al-Quran bukan qadim (kekal) tetapi hadits (baru /diciptakan).
6. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.
7. Hanya mengakui Isra Rasulullah ke Baitul Maqdis tetapi tidak mengakui Mi'rajnya ke

langit.
8. Tidak mempercayai wujud Arsy dan Kursi Allah, Malaikat pencatat amal (Kiraman

Katibiin), Adzab (siksa) kubur.
9. Tidak mempercayai adanya Mizan (timbangan amal), Hisab (perhitungan amal),

Shiratul Mustaqiim (Titian), Haud (kolam nabi) dan Syafa'at nabi di hari Kiamat.
10. Siksaan di neraka dan kenikmatan di surga tidak kekal (ikut sebagian kelompok).205

a. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan

dunia Islam selam lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,

204 Teologi Islam, Harun Nasution, hal: 40
205 Islam ditinjau dari berbagai aspek, Jilid II, Harun Nasution, Hal: 33-35

154

selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.

Tentang awal munculnya sekte ini banyak diperselisihkan oleh para ulama, namun
sebutan mu`tazilah itu lebih banyak ditujukan kepada dua tokoh yang bernama Washil Ibn
Atha` dan Amr Bin Ubaid. Keduanya adalah murid dari seorang Sayyidut tabi`in di wilayah
Basrah yang bernama Abu Hasan Al-Basri, kemunculan mu`tazilah ini bermula dari lontaran
ketidak setujuan dari Washil Ibn Atha` atas pendapat Hasan Basri yang mengatakan bahwa
seorang muslim yang melakukan kefasikan (dosa besar), maka di akhirat nanti akan disiksa
lebih dahulu sesuai dengan dosanya, kemudian akan dimasukkah jannah sebagai rahmat
Allah atasnya, Washil Ibn Atha` menyangkal pendapat tersebut. Sebaliknya menurut
pendapatnya orang Islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir, bukan pula mu‟min.
Kalau orang demikian tobat sebelum ia meninggal ia akan masuk surga, tetapi apabila ia
tidak sempat tobat ia akan masuk neraka untuk selama lamanya.206 Namun baginya
kedudukannya tidak di neraka dan tidak pula di surga. Namun berada dalam satu posisi
antara iman dan kufur. Antara surga dan neraka (al-manzilah baina manzilatain) dalam
bahasa arab yaitu ajaran posisi diantara dua posisi.207

Ketika Hasan al- Basri mendengar kebid`ahan mereka, maka dia mengusirnya dari
majelis, lalu Washil Ibn Atha` memisahkan diri kemudian diikuti oleh para sahabatnya yang
bernama Amr bin Ubaid. Maka pada saat itulah orang-orang menyebut mereka telah
memisahkan diri dari pendapat umat. Sejak itulah pengikut mereka berdua disebut
Mu`tazilah.

Peristiwa yang paling menggemparkan dalam sejarah perjalanan Mu`tazilah ini
adalah peristiwa Al-Quran ialah makhluk. Sebuah peristiwa yang telah menelan ribuan
korban dan kaum muslimin, yaitu mereka yang tidak setuju pada pendapat bahwa Al-Quran
adalah makhluk. Mereka tetap bersikukuh pada pendapat mereka, bahwa Al-Quran adalah
kalamullah sebagaimana yang dipahami oleh para salaf. Termasuk ulama yang mendapatkan
ujian berat dari peristiwa Al-Quran makhluk ini adalah Imam Syafi`ie dan Imam Ahmad.

206 Ibid., hal: 32
207 Ibid., hal: 33

155

b. Gerakan Kaum Mu`tazilah
Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :

a. Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan
murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini
berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H
wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim
bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.

b. Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah
seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan
dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll.

Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 h. DI Basrah dan di Bagdad,
khalifah-khalifah Islam yang tereang-terangan menganut aliran ini dan mendukunhnya
adalah :

a) Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada thn 125-126 H)
b) Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)
c) Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)
d) Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)
Diantara gembong-gembong ulama Mu`tazilah lainya adalah :
a) Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H)
b) Syarif Radhi (406 H)
c) Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat.
d) Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 )
e) Ibnu Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)

c. Paham Mu`tazilah

Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun

yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al-

Khamsah (lima dasar) yaitu Tauhid, Al- Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina

Manzilatain, jika telah menganut semuanya, maka ia penganut paham Mu`tazilah. Berikut

penjelasannya masing-masing yaitu:

156

1. Tauhid, memiliki arti “Penetapan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk” sebab jika
Al-Quran bukan makhluk, berarti terjadi sejumlah zat qadiim (menurut mereka
Allah adalah Qadiim, dan jika Al-Quran adalah Qadiim, berarti syirik/tidak
bertauhid)

2. Al-Adl, memiliki Arti “Pengingkaran terhadap taqdir” sebab seperti kata mereka
bahwa Allah tidak menciptakan keburukan dan tidak mentaqdirkan nya, apabila
Allah menciptakan keburukan, kemudian Dia menyiksa manusia karena keburukan
yang diciptakannya, berarti Dia berbuat zalim, sedang Allah adil dan tidak berbuat
zalim.

3. Al- Wa`du Wal Wa`iid (terlaksananya ancaman), maksudnya adalah apabila Allah
mengancam sebagian hamba-Nya dengan siksaan, maka tidak boleh bagi Allah
untuk tidak menyiksa-Nya dan menyelisih ancaman-Nya, sebab Allah tidak
menginginkan janji, artinya- menurut mereka Allah tidak memaafkan orang-orang
yang dikehendaki-Nya dan tidak mengampuni dosa-dosa (selain syirik) bagi yang
dikehendaki-Nya. Hal ini jelas bertentangan dengan Ahlus Sunnah Waljama`ah.

4. Al-Manzilah Baina Manzilatain, Artinya orang yang berbuat dosa besar berarti
keluar dari iman tetapi tidak masuk kedalam kekufuran, akan tetapi ia berada dalam
satu posisi antara dua keadaan (tidak mukmin dan tidak juga kafir). Pokok ajaran
ini adalah bahwa mu‟min yang melakukan dosa besar dan belum tobat bukan lagi
mu‟min atau kafir, tetapi fasiq. Izutsu, dengan mengutip ibn hazm, menguraikan
pandangan mu‟tazilah sebagia berikut “orang yang melakukan dosa besar disebut
fasiqin . Ia bukan mu‟min bukan pula kafir, bukan pula munafik (hipokrit).208
“Mengomentari pendapat tersebut izutsu menjelaskan bahwa sikap mu‟tazilah
adalah membolehkan hubungan perkawinan dan warisan antara mu‟min pelaku dosa
besar dan mu‟min lain dan dihalalkannya binatang sembelihannya.209

5. Amar Ma`ruf Nahi Munkar, yaitu bahwa mereka wajib memerintahkan golongan
selain mereka untuk melakukan apa yang mereka lakukan dan melarang golongan

208 Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam. Terj. Agus Fahri Husein dkk, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), hal. 53
209 Ibid

157

selain mereka apa yang dilarang bagi mereka. Al-amr bi al-ma‟ruf wa an-nahy an-
munkar bukan monopoli Konsep mu‟tazilah. Frase tersebut sering digunakan dalam
Al-Qur‟an. Arti al-ma‟ruf adalah apa yang telah diakui dan diterima oleh masyarakat
karena Mengandung kebaikan dan kebenaran. Lebih spesifiknya, al-ma‟ruf adalah
apa yang diterima dan diakui Allah.210 Sedangkan al-munkar adalah sebaliknya, yaitu
sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima, atau buruk. Frase tersebut berarti seruan
untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keyakinan sebenar-benarnya serta menahan diri
dengan mencegah timbulnya perbuatan yang bertentangan dengan norma tuhan.211
Beberapa I`tiqad kaum Mu`tazilah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah yaitu :
a. Mereka berpendapat bahwa baik buruknya sesuatu ditentukan oleh akaln dan bukan
oleh syari`at. Dengan demikian dalam pandangan mereka akal menduduki
kedudukan yang lebih tinggi dari pada syari`at.
b. Mereka mengatakan bahwa tidak memiliki sifat. Apa yang tercantum dalam Al-
Quran dan sunnah berupa asma dan sifat Allah merupakan sekedar nama yang tidak
memiliki pengaruh sedikitpun dari nama tersebut. Dengan demikian mereka
menafikan adanya sifat-sifat tinggi dan mulia bagi Allah.
c. Mereka berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk. Ahlus Sunnah berpendapat
dan bersepakat bahwa Al- Quran bukan makhluk.
d. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar dari golongan mukmin, maka dia
tidak disebut lagi sebagai seorang mukmin, namun juga tidak disebut kafir. Ahlus
sunnah berpendapat bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa besar , ia tetap
sebagai mukmin yang berbuat kefasikan .
e. Mereka berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat nanti pada hari kiamat (ketika
dalam surga), karena hal itu akan menimbulkan pendapat, seolah-olah Allah berada
dalam surga atau Allah dapat dilihat. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa orang-orang
beriman yang telah masuk surga akan dapat melihat Allah sesuai dengan (Q.S. Al-
Qiyamah : 22-23).
f. Mereka tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad mi`raj dengan ruh dan jasadnya.

210 Konsep Kepercayaan…hal. 257-258
211 Konsep Kepercayaan…hal. 259-260

158

g. Mereka berpendapat bahwa manusialah yang menjadikan pekerjaannya, dan Allah
sama sekali tidak ikut campur dalam perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

h. Mereka tidak meyakini adanya `Arsy dan Kursi”. Mereka mengatakan bahwa jika
keduanya benar-benar sebesar itu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, lalu
diletakkan dimana kedua benda tersebut. Mereka mengatakan kedua benda tersebut
hanyalah sekedar menggambarkan kebesaran dan keagungan Allah.

i. Mereka juga tidak mengakui adanya malaikat “Kiraman Katibin” atau malaikat
Rajib dan Atid. Mereka berpendapat bahwa ilmu Allah telah meliputi segalanya,
sehingga tidak perlu lagi adanya pembantu dari kalangan malaikat.

j. Mereka tidak meyakini adanya mizan, hisab, shirat, al- haudh dan syafa`at pada hari
kiamat kelak.

k. Mereka percaya kepada lima dasar mu‟tazilah yaitu tauhid, kadilan Tuhan, kepastian
terlaksananya janji dan ancaman Tuhan, posisi mu‟min dan kafir, dan pembuat dosa
besar amr ma‟ruf dan nahi munkar.212
Aliran atau sekolah pemikiran yang menegaskan bahwa berasio dengan logika adalah

azas yang paling baik dalam melakukan sesuatu tindakan ataupun menyelesaikan masalah.
Dalam hubungannya dengan pemikiran Islam, rasiolisme merupakan aliran yang pertama
muncul sebagai respon terhadap kitab ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan penggunaan
akal

Aliran rasionalis ini seiring dihubungkan dengan Mu`tazilah yang dipelopori oleh
Washil Ibn Atha` Al- Gazzal (689-749 M) murid kepada Hasan Al- Basri (642-728 H).
Hasan Al- Basri adalah seorang tabiin dengan sering kali diberi julukan sebagai imam pada
zamannya. Apabila dihubungkan dengan istilah salaf dan berpegang dengan sunah, Hasan
Al- Basri adalah salah seorang dari kalangan mereka.

212 Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Hal: 96

159

d. Gagasan Rasionalisme/Mu`tazilah
Memberi keutamaan kepada akal dalam memahami ajaran Quran serta hadis.

Kebebasan akal terikat pada ajaran-ajaran mutlak Quran dan Sunah, yaitu ajaran yang
termasuk dalam istilah Qat`iy al-wurud dan Qat`iy al-dalalah.

DAFTAR PUSTAKA
- Baiquni, Achmad. Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan.
- http://link24share.blogspot.co.id/2012/04/tafsir-ilmiah-al-quran.html
- http://padepokanspiritualconsulting.blogspot.com/2011/08/apa-itu-ayat-qauliyah-dan-

ayat-kauniyah.html
- http://sitijenk.blogspot.co.id/2015/01/makalah-tentang-ayat-ayat-kauniyah.html
- http://siyasahhjinnazah.blogspot.co.id/2013/05/tauhid-aliran-mutazilah.html
- http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2014/01/mutazilah-pengertian-asal-usul.html
- https://waskitozx.wordpress.com/aliran-mutazilah-sejarah-tokoh-dan-ajaranya
- Nasution, Harun. 1972. Teologi Islam. Jakarta.Universitas Indonesia
- Nasution, Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‟tazilah. Jakarta.

Universitas Indonesia.
- Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta (sisi-sisi Al-Quran yang terlupakan).
- Qardhawi, Yusuf. Al-quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan.

160

BAB 10
AYAT KAUNIYAH DAN SYI‟AH

A. PENGERTIAN AYAT-AYAT KAUNIYAH
Memang, Allah telah menetapkan bahwa kita tidak akan bisa melihat-Nya di dunia

ini, namun Allah telah menampakkan kepada kita melalui ayat-ayatNya. Kemudian, Allah
telah menganugerahkan kepada kita akal pikiran dan hati agar kita bisa memahami ayat-ayat-
Nya itu.

Didalam al-qur‟an terdapat dua jenis ayat, yaitu ayat qauliyah dan ayat kauniyah.
Ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta dan
semua yang ada didalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah, baik itu
yang kecil (mikrokosmos) ataupun yang besar (makrokosmos). Bahkan diri kita baik secara
fisik maupun psikis juga merupakan ayat kauniyah. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman
dalam QS Fushshilat ayat 53:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala penjuru
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran adalah benar.
Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” 213

a. Al-Quran Objek Berpikir Yang Sangat Luas
Persepsi mempunyai fungsi yang sama bagi manusia dan hewan. Namun manusia

mempunyai nilai lebih dari pada hewan, sebab Allah swt menganugrahi akal kepada manusia.
Oleh karena itu, manusia mampu mengkaji sesuatu, mengambil hukum secara umum dari
perkara-perkara yang parsial, dan mengambil hukum yang bersumber dari public opinion.
Kemampuan manusia untuk berpikir telah membuatnya menjadi makhluk yang terkena
beban untuk beribadah serta mengemban tanggung jawab ikhtiar dan iradah serta khalifah di
muka bumi.

213 http://santri.weebly.com/7/post/2012/07/membaca-ayat-ayat-allah.html

161

Al-Qur‟an telah menyeru kepada seluruh manusia untuk berpikir,
“Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya
kamumenghadap Allah swt (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian kamu
pikirkan (tentang Muhammad).” (Qs. Saba‟ [34]: 46).

Dalam ayat lain, Allah swt swt juga menyuruh manusia berpikir tentang kosmologi,
bentuknya, penciptaannya, dan pengaturan peredarannya. Allah swt juga menyuruh manusia
mempelajari sunatullah dalam segala bentuk ilmu pengetahuan. Allah swt swt berfirman,
“Katakanlah, „Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah swt
menciptakan (manusia) dari permulaannya‟.”(Qs. al-„Ankabūt [29]: 20).

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang ada di dalam dada.”(Qs. al-Ḥajj [22]: 46).

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah swt?”(Qs. al-A‟rāf [7]: 185)

Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengajak manusia memikirkan apa yang ada dalam
alam semesta ini.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, "Apabila anda memperhatikan seruan Allah
Subhanahu wa Ta'ala untuk tafakur, hal itu akan mengantar pada ilmu tentang Allah,
tentang keesaan-Nya, sifat-sifat keagungan-Nya dan kesempurnaan-Nya, seperti qudrat,
ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridho, murka, pahala, dan siksa-Nya. Begitulah cara
Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-Nya dan mengajak mereka untuk
merenungi ayat-ayat-Nya.

Al-Qur‟an tidak menuntut untuk menerima begitu saja apa yang disampaikan
kepada manusia. Tetapi memaparkan masalah dan membuktikannya dengan argumentasi-
argumentasi, bahkan menguraikan pandangan-pandangan penentangnya seraya membuktikan
kekeliruannya. Ada masalah keagamaan yang tidak dapat diyakini kecuali melalui
pembuktian logika, dan ada juga ajaran-ajaran agama yang sukar dipahami dengan akal
namun tidak bertentangan dengan akal. Penggunaan akal tanpa diiringi dengan keimanan
pada agama dan kepercayaan pada keterbatasan akal akan membuat manusia

162

mempertuhankan akal dan terjerumus dalam jurang kesalahan. Akal dapat berargumentasi
tentang ada dan tiadanya Tuhan.

Oleh karena itu, Al-Qur'an banyak menyebutkan perintah untuk merenungi ayat-
ayat kauniyah dan bukti-bukti kekuasaan-Nya ini. Mengajak mereka untuk berfikir dan
memperhatikan, karena manfaatnya sangat banyak bagi hamba-Nya. Pertama, Merasakan
keagungan Allah dan kelemahan diri. Kedua, setiap makhluk yang berada dimuka bumi ini
menjadi sumber inspirasai bagi manusia untuk mendapatkan maslahat duniawi dan uhkrawi
dan ketiga,mendorong manusia untuk bersyukur. Karena tak satupun makhluk yang
diciptakan oleh Allah menlainkan faedah bagi manusia.214

Akal disini dibutuhkan untuk mengambil ikhtibar pada sejarah dan hari-hari Allah.
Misalnya adalah firman Allah SWT sebagai berikut:
“ Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat
mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang
didalam dada.” (Al-Hajj:46)

Yang penting bukan berjalan diatas bumi serta menulusuri bagian timur,barat,utara,
dan selatan, serta meneliti bekas-bekas umat terdhulu, namun yang paling utama adalah
engkau mempunyai hati yang dapat berpikir dan peka, serta telinga yang dapat mendengar
dan memahami.

Dengan demikian “akal” telah melingkupi semua isi: jagat raya dengan bagian atas
dan bawahnya, manusia antara hari ini dan masa lalu mereka,serta ayat-ayat kauniyah dan
ayat-ayat yang ditulis dalam Al-Kitab. Maka, orang yan tidak menggunakan akalnya pada
semua sisi ini memang diciptakan untuk tidak mendapatkan petunjuk serta berjalan diatas
jalan kesesatan. Mereka akan berkata bersama orang-orang yang merugi pada hari
kiamat,seperti dilukiskan dalam firman Allah SWT berikut:
“ Dan mereka berkata, „Sekiranya kami menengarkan atau memikirkan (peringatan itu)
niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nayala.‟ Mereka
mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-
nyala.” (Al-Mulk:10-11)

214 http://nanonoa.blogspot.co.id/2011/10/ayat-ayat-kauni-pengasah-hati.html

163

Ustadz Abbas Mahmud al-Aqqad menulis sebuah buku dengan judul at-Tafkir
Faridhah Islamiyah „ Berpikir adalah fardhu(wajib) dalam Islam‟. Judul tersebut amat tepat
karena Allah SWT disamping memerintahkan kita untuk beribadah dan melaksanakan
kewajiban agama seperti shalat dan zakat, juga memerintahkan kita untuk bertafakur dan
berpikir tentang ayat-ayat Al-Qur‟an. Dan, semua itu diungkapkan dengan kata-kata:
tafakur,nazhr „memperhatikan‟, ru‟yah „melihat‟. Oleh karena itu, salah seorang salaf berkata,
“Bertafakur sepanjang malam lebih utama daripada mengisinya dengan ibadah mahdhah.”
Yang lainnya berkata, “Berpikir sesaat lebih utama daripada ibadah selama satu tahun.”

Al-Biqa‟i menjelaskan tafsir surat Saba‟ ayat 46 tersebut, “Qul innanaa a‟izhukum
biwaahidah, maksudnya dengarkanlah dan janganlah kalian lari karena takut aku membuat
kalian merasa bosan. An taquumuu, maksudnya berusahalah dirimu untuk mengetahui
kebenaran. Perintah tersebut diungkapkan dengan istilah qiyam untuk menunjukkan akan
ijtihad yang harus dilakukan. Lillahi, maksudnya tidak ada keikhlasan yang lebih tinggi
selain kepada Allah, sambil menghadirkan kebesaran dan keagungan-Nya atas segala
anugerah yang diberikan kepadamu, tidak untuk melebih-lebihkan. Matsna, maksudnya
berdua. Wafuraadaa, artinya sendiri-sendiri. Siapa yang mempercayai akalnya dan hasil
pemikirannya sendiri, maka hendaknya melakukan perenungannya sendiri sehingga
rahasianya dapat lebih terjaga dan lebih cepat menemukan kesimpulan. Sedangkan,orang
yang tidak merasa yakin dengan hasil pemikirannya sendiri, hendaknya ia mengajak orang
lain untuk turut memikirkan apa yang sedang ia cari sehingga ia dapat mengingatkannya jika
terlupa dan meluruskannya jika telah melenceng dar kebenaran.”

Al-Hasan berkata, “ Berpikir satu saat lebih baik daripada qiamulail semalam
suntuk.”

Al-Fudhail berkata, “ Tafakur adalah cermin yang akan memperlihatkan kepadamu
kebaikan dan keburukanmu”

Ibrahim (bin Adham) dikomentari oleh seseorang, “Engkau terlalu banyak
berpikir.” Ia menjawab, “Pemikiran adalah pokok amla ibadah.”

Sufyan bin Uyainah sering berucap,”Jika manusia mempunyaipemikiran, maka
setiap melihat sesuatu ia akan dapat menarik pelajaran.”

164

Ibnu Qayyim berkata, “ Berpikir adalah menghadirkan dua pengetahuan untuk
menghasilkan pengetahuan ketiga.” Misalnya, jika seseorang menghadirkan dalam hatinya
tentang dunia, kehidupan, kenikmatan serta kesulitan, dan kesementaraannya, kemudian ia
menghadirkan dalam hatinya akhirta dan kenikmatannya, kelezatan,kekekalan dan
keutamannya atas seluruh nikmat dunia. Ia menimbang dengan dua pengetahuna itu, maka ia
akan dapat menghasilkan pengetahuan yang ketiga, yaitu akhirat dan kenikmatannya yang
utama dan kekal lebih utama bagi orang yang berakal daripada kenikmatan dunia yang
sementara dan terbatas.215

Fungsi Al-Qur‟an yang paling berharga dalam wacana keilmuan kita adalah
pembentukan akal ilmiah.

Ada bentuk akal yang bisa kita namakna sebagai akal orang awam yaitu akal yang
dipengaruhi khufarat. Akal seperti ini membenarkan segala sesuatu yang diajukan kepadanya
tanpa menelitinya. Malah, akal menerima apa adanya terutama jika yang mengajukan itu
adalah orang yang dianggap istimewa olehnya, seperti nenek moyang, para pembesar, dan
pemimpin. Mereka mengatakan “Ini yang telah dilakukan oleh nenek moyang kami”

Selain bentuk akal tadi, ada akal lain yang memiliki sifat dan ciri khas sendiri, yakni
bentuk akal yang dibentuk secara islami oleh Al-Qur‟an sebagai bekal bagi manusia untuk
mengarungi kehidupannya di dunia.

Pemikiran harus terbuka, segala penapat harus siap didiskusikan, dan orang yang
mempunyai gagasan harus mengajukan dalil-dalilnya. Kesemuanya itu secara bertahap telah
diproyeksikan oleh Al-Qur‟an dalam kehidupan yang islami. Dengan kata lain, Al-Qur‟an
mengajak dan memberikakn tuntunan untuk membentuk “akal ilmiah” yang bebas dan
objektif. Serta, menolak “akal khufarat” yang sesat, “akal taklid” yang jumud, serta akal yang
mengikuti hawa nafsu.216

b. Al-Quran dan Alam Raya
Pada zaman kejayaan umat islam, ilmu tersebut dikembangkan dalam rangka usaha

manusia untuk mengungkapkan sifat serta kelakuan alam disekitar kita ini pada kondisi-

215 Dr. Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal an Ilmu Pengetahuan
216 Dr. Yusuf Qardhawi,Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan hal.277-278

165

kondisi tertentu. Kelakuan-kelakuan yang diperlihatkan itu menunjukkan watak alam itu
sendiri. “Itulah watak alam, dan begitulah kemauannya.” Demikianlah berkata para ahli ilmu
tabiat, pada zaman Imam Ghazali. Dalam menghadapkan pemikiran yang melandasi segenap
usaha dalam lingkup ilmu pengetahuan atau sains serta berbagai konsepsinya, pada ajaran
agama islam, khususnya yang terkandung dalam Al-Qur‟an.

Sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT untuk menghambakan diri kepada-
Nya (QS.Adz-Dzaariyaat:56), manusia memerlukan pangan untuk hidup,sandang untuk
melindungi diri dari suhu alam disekitarnya dan papan demi keselamatannya dari gangguan
makhluk lain ditempat itu. Usaha-usaha untuk memperoleh pangan, sandang dan papan itu
dapat kita maklumi, dan untuk itu manusia diberi akal dan ditunjuk Allah SWT sebagai
khalifah di bumi sebagaimana tercantum diantaranya dalam ayat 165 surah Al-An‟aam .

Sehubungan dengan peranannya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi itu,
manusia diperintahkan untuk mencari kebahagiaan sebagaimana tersurat dalam QS.Al-
Qashash:77. Petunjuk ini membawa kita pada suatu kesimpulan bahwa sebagai hamba Allah
SWT yang diciptakan untuk hidup di bumi. Manusia harus menguasai ilmu keakhiratan dan
ilmu keduniaan yang diperlukan. Sebagai penguasa, manusia boleh memanfaatkan alam
disekelilingnya bagi kelangsungan hidupnya, namun tidak boleh merusaknya; ia bertanggung
jawab atas pelestariannya. Oleh karenanya, ia tidak dapat berbuat lain kecuali harus
mengalihkan diri dalam mengelola alam sekitarnya. Sedangkan untuk memperoleh
kemampuan itu ia harus mengenal alam lingkungannya dengan sebaik-baiknya. Manusia
harus sering mengamati alam disekitarnya,serta mengingat-ingat gejala yang ia lihat.

Agar manusia mengetahui sifat-sifat dan kelakuan alam disekitarnya, yang akan
menjadi tempat tinggal dan sumber bahan serta makanan selama hidupnya. Dalam ayat 101
QS.Yunus mengandung perintah untuk melihat tidak sekedar untuk melihat saja dengan
pikiran yang kosong, melainkan dengan perhatian pada kesabaran dan kekuasaan Tuhan
yang Maha Esa, serta makna gejala-gejala alamiah yang teramati. Hal ini akan tampak lebih
jelas lag jika kita ikuti teguran-teguran Allah SWT dalam ayat 17-20 QS.Al-Ghaasyiyah

Allah SWT memberikan bimbingan-Nya lebih lanjut di dalam Al-Qur‟an, dengan
memberikan contoh apa saja yang dapat diamati dan untuk tujuan apa pengamatan itu
dilakukan, agar manusia dapat mengenal baik lingkungannya itu. Selanjutnya ditekankan

166

didalam QS.An-Nahl:11-12 pentingnya peranan pikiran kritis dan penalaran yang rasional
ini bagi pengungkapan kelakuan alam semesta.217

c. Asal-Usul Penciptaan Alam Semesta Berdasarkan Perspektif Al-Qur‟an
Penciptaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti proses, cara, perbuatan

menciptakan.Para ilmuwan diseluruh dunia saat ini telah sepakat bahwa alam semesta ini
terjadi dari tiada secara kebetulan dan menimbulkan dentuman besar. Ke-tiada-an (berasal
dari tidak ada) adalah menunjukan akan adanya penciptaan (diciptakan).

Selama satu abad terakhir, serangkaian percobaan, pengamatan, dan perhitungan
yang dilakukan dengan menggunakan teknologi mutakhir, telah mengungkapkan tanpa ragu
bahwa alam semesta memiliki permulaan. Para ilmuwan telah memastikan bahwa alam
semesta berada dalam keadaan yang terus mengembang. Dan mereka telah menyimpulkan
bahwa, karena alam semesta mengembang, jika alam ini dapat bergerak mundur dalam
waktu, alam semesta ini tentulah memulai pengembangannya dari sebuah titik tunggal

Al-Qur‟an menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain
menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering
disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-
hal di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat.

Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan berarti bahwa Al-
Quran sama dengan Kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-
hakikat ilmiah. Ketika Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay‟i (QS
16:89), bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa
dalam Al-Quran terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi
dan ukhrawi.

Al-Qur‟an berbicara tentang alam dan fenomenanya. Paling sedikit ada tiga hal yang
dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut:

a. Al-Qur‟an memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat dan

217 Prof. Achmad Baiquni, MSc. PhD, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman

167

kemudahan-kemuahan dalam kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada
kesadaran akan keesaan dan keMaha Kuasaan Allah SWT
b. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,
dimiliki dan dibawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti.
c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman
atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai
dengan tingkat kecerasan dan pengetahuan masing-masing penafsir.
Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan,
dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya
tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki oleh
Tuhan. Dari sini tersirat bahwa:
a. Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau
dikultuskan.
b. Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya ketetapan-ketetapan
yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya (hukum-hukum
alam).
c. Redaksi ayat-ayat kawniyyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman
atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing penafsir.
Dengan bimbingan Al-Qur‟an manusia diarahkan agar mengembangkan Sains untuk
mengetahui sifat dan tingkah laku alam sekitarnya pada kondisi-kondisi tertentu, dan
dengan penguasaan Sains ini manusia dapat membuat kondisi yang sedemikian rupa hingga
alam bereaksi, yang mengarah pada hasil yang menguntungkannya; ia menciptakan
Teknologi. Dengan Sains dan Teknologilah manusia memanfaatkan serta melestarikan alam
sekelilingnya sebagai layaknya penguasa yang baik. Kemampuan manusia untuk
mengarahkan alam lingkungannya dengan teknologi agar alam bereaksi yang
menguntungkannya itu disebabkan karena Allah, Sang Pemurah dan Penyayang telah
menetapkan peraturan-peraturannyayang harus diikuti dengan taat oleh seluruh alam, dan

168

manusia mengetahui sunatullah yang telah diberlakukan itu dari “nazhor” pada isi langt dan
bumi yang menghasilkan Sains.218

d. Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiyah
Disepakati oleh semua pihak bahwa penemuan-penemuan ilmiah, di samping ada

yang telah menjadi hakikat-hakikat ilmiah yang dapat dinilai telah memiliki kemapanan, ada
pula yang masih sangat relatif atau diperselisihkan sehingga tidak dapat dijamin
kebenarannya.

Atas dasar larangan menafsirkan Al-Quran secara spekulatif, maka sementara ulama
Al-Quran tidak membenarkan penafsiran ayat-ayat berdasarkan penemuan-penemuan ilmiah
yang sifatnya belum mapan.

Seorang ulama berpendapat bahwa “Kita tidak ingin terulang apa yang terjadi atas
Perjanjian Lama ketika gereja menafsirkannya dengan penafsiran yang kemudian ternyata
bertentangan dengan penemuan para ilmuwan. Ada Pula yang berpendapat bahwa “Kita
berkewajiban menjelaskan Al-Quran secara ilmiah dan biarlah generasi berikut membuka
tabir kesalahan kita dan mengumumkannya.”

Abbas Mahmud Al-Aqqad memberikan jalan tengah. Seseorang hendaknya jangan
mengatasnamakan Al-Quran dalam pendapat-pendapatnya, apalagi dalam perincian
penemuan-penemuan ilmiah yang tidak dikandung oleh redaksi ayat-ayat Al-Quran. Dalam
hal ini, AlAqqad memberikan contoh menyangkut ayat 30 Surah Al-Anbiya‟ yang oleh
sementara ilmuwan Muslim dipahami sebagai berbicara tentang kejadian alam raya, yang
pada satu ketika merupakan satu gumpalan kemudian dipisahkan Tuhan.

Setiap orang bebas memahami kapan dan bagaimana terjadinya pemisahan itu, tetapi
ia tidak dibenarkan mengatasnamakan Al-Quran menyangkut pendapatnya, karena Al-
Quran tidak menguraikannya.

Setiap Muslim berkewajiban mempercayai segala sesuatu yang dikandung oleh Al-
Quran, sehingga bila seseorang mengatasnamakan Al-Quran untuk membenarkan satu
penemuan atau hakikat ilmiah yang tidak dicakup oleh kandungan redaksi ayat-ayat Al-

218 Prof. Achmad Baiquni, MSc. PhD, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman

169

Quran, maka hal ini dapat berarti bahwa ia mewajibkan setiap Muslim untuk mempercayai
apa yang dibenarkannya itu, sedangkan hal tersebut belum tentu demikian.

e. Bahasa Al-Qur‟an dan Kolerasi antar Ayatnya
Para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-

Quran –khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah– seseorang dituntut untuk
memperhatikan segi-segi bahasa Al-Quran serta korelasi antar ayat.

Seperti diketahui, penyusunan ayat-ayat Al-Quran tidak didasarkan pada kronologis
masa turunnya, tetapi pada korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terdahulu
selalu berkaitan dengan kandungan ayat kemudian.

Demikian pula halnya dengan segi kebahasaan. Ada sementara orang yang berusaha
memberikan legitimasi dari ayat-ayat Al-Quran terhadap penemuan-penemuan ilmiah
dengan mengabaikan kaidah kebahasaan.

Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar
pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur‟an ini berpijak pada prinsip yang
bersifat obsolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur‟an,
sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang
disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan
manusia, atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha
Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis
(hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistimatis tentulah dalam susunan
ayat-ayat al-Qur‟an terdapat korelasi, keterkaitan/kolerasi makna (munasabah) antara suatu
ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya.

Sebab-sebab kekeliruan dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran
antara lain adalah kelemahan dalam bidang bahasa Al-Quran, serta kedangkalan pengetahuan
menyangkut objek bahasan ayat. Karena itu, walaupun sudah terlambat, kita masih tetap
menganjurkan kerja sama antardisiplin ilmu demi mencapai pemahaman atau penafsiran
yang tepat dari ayat-ayat Al-Quran dan demi membuktikan bahwa Kitab Suci tersebut
benar-benar bersumber dari Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahaesa itu. Contoh:

170

a. Hubungan surat al-„Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-„Alaq,
nabi dan umatnya disuruh membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di
antaranya adalah al-Qur‟an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-
Qadar yang menjelaskan turunya al-Qur‟an. Inilah keserasian susunan surat dalam
al-Qur‟an.

b. Hubungan surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah
tertulis “kitab al-Qur‟an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah
tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika
mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan
lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur‟an yang tidak ada keraguan di dalamnya.”

c. Keserasian surat al-Kautsar [108] dengan surat al-Ma‟un [107]. Hubungan ini
adalah hubungan dua hal yang berlawanan. Dalam surat al-Ma‟un, Allah
menjelaskan sifat-sifat orang munafik; bakhil (tidak memberi makan fakir miskin
dan anak yatim), meninggalkan shalat, riya, (suka pamer), dan tidak mau membayar
zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah mengatakan “sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu banyak sekali (lawan dari bakhil, mangapa kamu
bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat kamu itu hendaklah karena Allah saja,
dan berkorbanlah, lawan dari enggan membayar zakat. Inilah keserasian yang amat
mengagumkan sebagai petanda adanya hikmah dalam susunan surat-surat dalam al-
Qur‟an.

f. Contoh Ayat Kauniyah
Al-Maidah : 31
Artinya: “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya,
Qabil berkata, “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak
ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu,jadilah ia seorang yang
menyesal

Ali Imran : 190
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

171

Al-An‟am: 95
Artinya: “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuhtumbuhan dan biji buah-buahan.
Dia mengeluarkan yang hidup yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidu. Demikian itulah Allah, maka mengapa kamu masih berpalig?” 219

B. SYIAH
Syiah adalah aliran sempalan dalam Islam dan Syiah merupakan salah satu dari

sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan aliran
sempalan dalam Islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari
ajaran Islam yang sebenarnya yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam
bahasa agamanya disebut Ahli Bid‟ah. Selanjutnya oleh karena aliran-aliran Syiah itu
bermacam-macam, ada aliran Syiah Zaidiyah ada aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah ada
aliran Syiah Ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut kata Syiah, maka yang
dimaksud adalah aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah yang sedang berkembang di negara
kita dan berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan Syiah Khumainiyah. Hal mana
karena Syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan dan permusuhan serta
perpecahan didalam masyarakat, sehingga mengganggu dan merusak persatuan dan kesatuan
bangsa kita. Tokoh-tokoh Syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat
Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya.

Kata Syiah berasal dari bahasa Arab yang artinya pengikut, juga mengandung makna
pendukung dan pecinta, juga dapat diartikan kelompok. Sebagai contoh : Syiah Muhammad
artinya pengikut Muhammad atau pecinta Muhammad atau kelompok Muhammad. Oleh
karena itu dalam arti bahasa, Muslimin bisa disebut sebagai Syiahnya Muhammad bin
Abdillah SAW dan pengikut Isa bisa disebut sebagai Syiahnya Isa alaihis salam.
Kemudian perlu diketahui bahwa di zaman Rasulullah SAW Syiah-syiah atau kelompok-
kelompok yang ada sebelum Islam, semuanya dihilangkan oleh Rasulullah SAW, sehingga
saat itu tidak ada lagi Syiah itu dan tidak ada Syiah ini. Hal mana karena Rasulullah SAW
diutus untuk mempersatukan umat dan tidak diutus untuk membuat kelompok-kelompok
atau syiah ini syiah itu. Allah berfirman :

219 Agus Purwanto, D.Sc. , Ayat-Ayat Semesta Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan hal.81,82,85

172

)9۰١: ‫واعتصمواْبحبلْاللهْجميعاْولْتفرقواْ(ْالعمراف‬

“ Dan berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian
bercerai berai (berkelompok-kelompok).”

Tapi setelah Rasulullah SAW wafat, benih-benih perpecahan mulai ada, sehingga
saat itu ada kelompok-kelompok atau syiah-syiah yang mendukung seseorang, tapi sifatnya
politik. Misalnya sebelum Sayyidina Abu Bakar di baiat sebagai Khalifah, pada waktu itu ada
satu kelompok dari orang-orang Ansor yang berusaha ingin mengangkat Saad bin Ubadah
sebagai Khalifah. Tapi dengan disepakatinya Sayyidina Abu Bakar menjadi Khalifah, maka
bubarlah kelompok tersebut. Begitu pula saat itu ada kelompok kecil yang berpendapat
bahwa Sayyidina Ali lebih berhak menjadi Khalifah dengan alasan karena dekatnya
hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah SAW. Tapi dengan baiatnya Sayyidina Ali
kepada Khalifah Abu Bakar, maka selesailah masalah tersebut.

a. Syi‟ah Meyakini Bahwa Ahli Sunnah Memusuhi Ahli Bait
Aqidah yang paling berbahaya yang menyulut api pengkhianatan dalam dada kaum

Syiah adaalah keyakina mereka bahwa Ahli sunnah musuh bagi Ahli Bait Rasulullah SAW,
mereka membenci, memarahi, dan mencela Ahli Bait. Maka menurut Syiah: dalam
pandangan kaum Ahli Sunnah, Ahli Bait adalah musuh baha sebesar-besarnya musuh.
Karena itulah, merek menyebut Ahli Sunnah dengan gelar An-Nawasib yaitu orang-orang
yang sangat bersungguh-sungguh dalam memusuhi Ahli Bait.

Karena demikian, ada beberapa pendapat dari para syaikh, uru bicara, fuqaha kaum
syiah yang menerangkan bahwa musuh kaum Syiah yang sebenarnya adalah Ahli Sunnah,
bukan yang lain.

Berkata seorang syaikh, alim, muhaqqiq (komentator), mudaqqiq (para ahli),
Husain bin As-Syaikh Muhammad Ali Ushfuur Ad-Draazi Al-Bahrani As-Syi‟I dalam
kitabnya Al-Muhaasin An-Nafsaaniyah fi Ajwibah Al-Masa‟il Al Khurasaniyah : “….
Bahkan imam-imam kaum Syiah menyebutkan, bahwa An-nasib (orang yang sangat
memusuhi Syiah) adalah yang mereka kenal dengan sebutan Sunni, dan tidak ada satupun

173

pendapat yang menunjukkan bahwa lafal An-Nasib dimaksudkan sebagai orang yang
melaksanakan sunnah.

b. Tentang Al-Qur‟an
Mayoritas umat islam di dunia termasuk di Indonesia adalah Ahlusunnah wal

jamaah atau lebih dikenal dengan istilah Sunni, yang mengamalkan islam berdasarkan Al-
Qur‟an dan As-Sunnah. Al-qur‟an yang digunakan pun sama yaitu yang disebut dengan
mushaf Usmani.

Akan tetapi. Syi‟ah memiliki keyakinan sendiri tangtang Al-Qur‟an yang seharusnya
digunakan saat ini. Mereka menunduh telah terjadi perubahan, baik pengurangan maupun
penambahan terhadap teks Al-Qur‟an yang ada sekarang. Meskipun sebagian ulama Syi‟ah
sendiri membuktikan tuduhan itu. Dalam kitab rujukkan utama Syi‟ah, Al-kaafiy dikatakan :
“Dari Jabir Al-jaf‟I, ia berkata : Saya pernah mendengar Abu Ja‟far a.s. berkata, : “ tidak ada
seorang pun yang mampu menghimpun Al-Qur‟an seluruhnya selengkap ketika diturunkan
Allah, kecuali dia itu pendusta. Tidak ada seorang pun yang mampu menghimpun dan
menghafalnya selengkap ketika diturunkan Allah, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam
sesudah beliau.”
“Mushaf Fatimah itu ada dan tebalnya tiga kali lipat Al-Qur‟an kita, dan didalamnya tidak
ada satu huruf pun yang sama dengan Al-Qur‟an kita.

Disamping kitab Al-kaafiy, orang-orang Syi‟ah juga berpedoman kepada kitab
berjudul, Fashlul Khithab Fi Isbati Tahrif Kitabi Rabbil Arbab, karangan seorang ulama
Syi‟ah asal Najaf, Mirza Husein bin Muhammad Taqiy An-Nuri Ath-Thabrasi. Dalam
kitab itu dijelaskan bahwa telah terjadi pengurungan wahyu didalam Al-Qur‟an. Salah
satunya adalah sebuah surah yang tidak ada di dalam Al-Qur‟an Mushaf Utsmani, yaitu
surah Al-Wilayah. Menurut Syi‟ah, isi surah tersebut menerangkan tentang kedudukan Ali
bin Abi Thalib sebagai Khalifah yang sah setelah Rasulullah SAW wafat.

174

c. Tentang Hadits Nabi SAW
Dalam ajaran islam, para Ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah telah sepakat bahwa yang

disebut dengan Hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan)
Rasulullah SAW.

Akan tetapi. Syi‟ah menambah pengertian tentang Hadits Nabi SAW. Menurut
Syi‟ah hadits adalah seluruh ucapan, perbuatan, dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW,
ditambah dengan seluruh ucapan para imam mereka yang berjumlah 12 (dua belas) imam.
Bahkan, tidak semua Hadits Nabi SAW, jika hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahlul Bait.
Dan yang dimaksud Ahlul Bait menurut Syi‟ah adalah Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Al-
Hasan dan Al-Husein, serta keturunan mereka.

d. Pokok-Pokok Ajaran Syi‟ah

1) Perbedaan Rukun Iman Syi‟ah Dan Sunni

Rukun Iman Syi‟ah Rukun Iman Sunni

1. Percaya kepada keesaan Allah SWT 1. percaya kepada Allah

(At-Tauhid)

2. Percaya kepada keadilan ilahi (Al- 2.percaya kepada Malaikat

Adalah)

3. Percaya kepada kenabian ( An- 3.percaya kepada Kitab-kitabnya

Nubuwwah)

4. Percaya kepada imamah (Al-Imammah) 4.percaya kepada rasul-rasulnya

5. Percaya kepada hari kiamat (Al-Ma‟ad) 5.percaya kepada hari Akhirat

6.percaya kepada Takdir baik dan
--

Takdir buruk

“Orang-orang syiah mempunyai perumusan rukun iman dan rukun islam yang berbeda,
bukan karena pebedaan aqidah, tetapi karena perbedaan penamaan saja.”

175

2) Perbedaan Rukun Islam Syi‟ah

Rukun Islam Syi‟ah Rukun Islam Sunni

1. Shalat 1.Mengucapkan dua kalimat syahadat

2. Puasa 2.Mendirikan sholat

3. Zakat 3.Mengeluarkan Zakat

4. Haji 4.Puasa ramadhan

5. Al wilayah (kekuasaan imam) 5.Pergi haji bagi yang mampu

Bedasarkan data-data di atas disimpulkan bahwa Syi‟ah telah mengingkari 3 (tiga) dari

Rukun Iman yang 6 (enam), yaitu :

1. Tidak percaya kepada malaikat-malaikatnya

2. Tidak percaya kepada kitab-kitabnya

3. Tidak percaya kepada qada dan qaar dari Allah SWT

Kalau dalam keputusan MU tersebut menyatakan bahwa mengingkari salah satu dari

rukun iman yang enam dinyatakan sesat, maka pihak Syi‟ah ini bukan salah satu dari rukun

iman yang enam saja mereka ingkari, berarti ini bukan sesat lagi tetapi sudah keluar dari

islam (kafir) yaitu agama yang berdiri sendiri yaitu Agama Syi‟ah.

Kemudian di dalam rukun islam, Syi‟ah tidak ada kewajiban mengucapkan dua

kalimat syahadat. Hal ini berarti bahwa Syi‟ah telah mengingkari salah satu rukun islam yang

lima. Islam mewajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai nomer pertama dari

rukun islam, sebab kalau hanya sekedar bisa mengucapkan dua kalimat syahadat dimulut saja

(tidak menjadi rukun islam), banyak orang kafir (para orientalis barat) yang sangat fasih dan

lancer mengucapkan dua kalimat syahadat, bisa berbahasa arab, bisa membaca dan

menterjemahkan Al-Qur‟an, bahkan ada pihak-pihak yang menghafal Al-Qur‟an untuk

merusak islam.

3) Tentang Syahadat
Syahadat adalah pintu mauk seseorang ke dalam agama islam. Kalimat yang diucapkan
sebagai tanda iqrar/kesaksian seseorang bahwa dia masuk islam adalah dengan cara
mengucapkan syahadat. Syahadat yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW yng pertama

176

bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan yang kedua bersaksi bawa Muhammad adalah
utusan Alah. Oleh karena itu, syahadat dalam Islam dikenal dengan sebutan “syahadatain”
artinya “dua kalimah syahadat”
Akan tetapi, Syiah menambah kalimat syahadat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Padahal, dalam propagandanya mereka mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait Raulullah
SAW.220

4) Perbedaan Syahadat Antara Sunni Dan Syiah

Syahadat sunni Syahadat syiah

Teks syahadat adalah Asyhadualla Teks syahadat Syiah adalah

ilahaillallah wa Asyhaduanna Asyhadualla ilahaillallah wa

Muhammadar Rasulullah . Sesuai Asyhaduanna Muhammadar

dengan ijma seluruh Muslim dari Rasulullah . ditambahkan dengan

mazhab mana pun. kalimat “wa „Aliyyan waliyullah ”

Tambahan teks “wa „Aliyyan waliyullah ” sama sekali tidak ditemukan dalam buku-buku

rujukan Syiah. Bahkan, penambahan teks tersebut, sebagaimana yang dituduhkan kepada

Syiah dalam Azan, adalah bidah menurut jumhur ulama Syiah.

Sebagian awam yang menambahkan kalimat sebagaimana yang dituduhkan di atas tidaklah

dapat dijadikan sebagai dasar karena perilaku awam bukanlah sumber hukum ataupun

otoritas yang dapat dipegang dalam menilai mazhab mana pun. 221

5) Adzan dan Iqomat
Adzan adalah panggilan untuk shalat. Kaum muslimin di seluruh penjuru dunia

telah mengetahui bahwa adzan itu hanya ada satu versi. Yaitu adzan yang pertama kali
dikumandangkan oleh Bilal bin Rabbah dan Ibnu Ummi Mktum sejak zaman Rasulullah
SAW, sampai dengan sekarang.

Akan tetapi syiah menambah lafadz adzan yang sudah ditetapkan Raul SAW.
Begitupun dengan iqamat, Syi‟ah memiliki Iqamat yang disesuaikan dengan lafadz adzannya.

220 Dalam buku Kesesatan Aqidah Dan Ibadah hal. 5
221 Di dalam Kitab Wasail Al-Syiah bab 19 tentang azan dan iqamah

177

6) Perbedaan Adzan antara Sunni dan Syi‟ah

Sebutan Bahasa Arab Transliterasi Terjemahan
Allah Maha Besar
4x ‫ لله بر‬Allah u Akbar Aku bersaksi bahawa
tiada Tuhan selain
2x ‫ن لا‬ Ash-hadu allā ilāha
Allah
‫ل لا لله‬ illallāh Aku bersaksi bahawa
Muhammad adalah
‫ ن‬Ash-hadu anna
2x ‫ مح م ر ول‬Muhammadan Pesuruh Allah

‫ لله‬rasūlullāh Marilah menunaikan
solat
2x Hayya 'alas-salāt
Marilah merebut
‫ل صلاة‬ kemenangan

2x ‫ ل لاح‬Hayya 'alal-falāh Solat itu lebih baik dari
tidur*
2x ‫ل صلاة‬ Aṣ-ṣalātu khayru
‫خ ير من‬ min an-naūm Allah Maha Besar
Tiada Tuhan selain
‫ل وم‬
Allah
2x ‫ لله بر‬Allāhu akbar

1x ‫لا ل لا‬ Lā ilāha illallāh

‫لله‬

7) Teks Azan bagi Syiah

Sebutan Bahasa Transliterasi Terjemahan
4x Arab Allah hu Akbar Allah Maha Besar

‫اللهْاكبر‬

178

ْ‫اشهدْافْل‬ Ash-hadu anna lā Aku bersaksi bahawa
2x ‫الوْالْالله‬ ilāha illallāh tiada Tuhan selain Allah

2x ْ‫اشهدْاف‬ Ash-hadu anna Aku bersaksi bahawa
ْ‫محمداْرسوؿ‬ Muhammadan rasūl Muhammad adalah

‫ الله‬allāh Pesuruh Allah

2x ْ‫ اشهدْاف‬Ash'hadu anna 'alīyun Aku bersaksi bahawa Ali
‫عليْوليْالله‬
walī'ul-lāh adalah wali Allah

ْ‫حيْعلى‬ Hayya 'alas-salāt Marilah menunaikan
2x ‫الصَلة‬ solat

ْ‫حيْعلى‬ Hayya 'alal-falāh Marilah merebut
2x ‫الفَلح‬ kemenangan

2x ْ‫حيْعلی‬ Hayya 'alā Khair al- Marilah merebut amalan
‫خيرْالعمل‬ 'amal yang baik

2x ‫اللهْاكبر‬ Allah u Akbar Allah Maha Besar

2x ‫ لْالوْالْالله‬Lā ilāha illallāh Tiada Tuhan selain
Allah

e. Syiah Dan Dusta
Sejak kali pertama “SYIAH” dimunculkan sering kali disebur “DUSTA” , karena

ini adalah produksi kedustaan yang di beri cap at-taqdis (penyucian) dan ta‟zhim (kultus
induvidu), lalu diberi nama dengan nama yang bukan namanya. Kedustaan ini mereka beri
nama “AT-TAQIYYAH”, yang mereka maksudkan dengan nama ini ialah menyatakan
sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sebenernya ada dalam jiwa dan batin mereka.
Memproklamirkan apa yang sebenarnya berlawanan dengan apa yang mereka sembunyikan
dalam hati mereka. Mereka sampai keterlaluan dalam berpegangan dengan filsafat taqqiyah
ini, sehingga mereka jadikan menjadi dasar agama mereka. Yang menurut mereka berasal

179

dari ucapan salah seorang dari imam-imam mereka yang mereka anggap bebas dari dosa
(ma‟shuumin). Salah seorang imam meurut “Bukhary” imam mereka, yaitu Muhammad
binYa‟qub Al-Kulainy mengatakan “At-Taqqiyatu min diinii wa diini abaa‟ii, yang artinya
“menyatakan sesuatu bertentangan dengan apa yang terdapat dalam hati adalah agamku dan
agama bapak-bapakku”. Menurut “Bukhary” mereka yang berkata demikian itu ialah Abu
Ja‟far, yaitu imam kelima dari imam yang dua belas, menurut anggapan mereka.222

Juga meriwayatkan Al-Kulainy dari Abu Umar Al-A‟jamy yang mengatakan, “Telah
berkata kepada saya Abu Abdillah Alaih Salam, “Hai Abu Umar bahwa 9/10 agama
terdapat did ala At-Taqiyyah, dan tidak beragama bagi orang yang tidak menganut At-
Taqiyyah itu.223

Lebih hebat dari itu juga apa yang diriwayatkan oleh Al-Kulainy dalam “shahih”-
nya, dari Abu Bashir yang mengatakan, “Telah berkata Abu Abdullah Alaihis salambahwa
At-taqqiyah adalah agama Allah”. Aku bertanya, “dari agama Allah? Ia menjawab “ya, demi
Allah, dari agama Allah.224

Seperti inilah agama yang dianut oleh golongan syiah. Beginiah itikas atau
kepercayaan yang mereka imani. Jadi agama yang selalu menyembunyikan kebenaran (Al-
Haq) dan menyatakan kepalsuan (Al-Bathil). Maka untuk menguatkan ini mereka
mengarang sebuah hadits , maka mereka berkata, “Dari Sulaiman bin Khalid yang telah
mengatakan, “ Telah berkata Abu Abdillah Aaihs salam, “Hai Sulaiman kamu ini menganut
agama yang bila kamu sembunyikan maka Allah yang menenangkan kamu dan siapa yang
membukakannya akan dihinakan oleh Allah.

Jika dibandingkan dengan kepercayaan kita (Ahlusunnah wal-jama‟ah) berdasarkan
firman Allah dengan kepercayaan mereka firman Allah dalam Q.S Al-Ma‟idah ayat 67

222 Dalam buku dituliskan“Al-Kaafy Fil Ushuul” bab At-taqqiyah” halaman 219 juz II halaman 484
juz 1 cetakan India.
223 Dalam buku dituliskan Idem halaman 217 juz II cetakan Iran, halaman 482 juz 1 cetakan India.
224 Dalam buku dituliskan idem halaman 222 juz II cetakan Iran, halaman 485 juz 1 cetakan India

180

f. Ayat Tabligh: Penegasan Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa)

‫م ر ل ل صم‬ ‫ل ول م ل ل من ر ن‬ ‫من ل‬

‫ن ل لا ل وم ل ن‬
“Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika
kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu
dari bahaya manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir”.225

Makna yang terkandung dalam ayat ini: Sampaikan bagian yang terpenting dari

risalah Tuhanmu, jika kamu tidak melakukannya berarti kamu tidak menyampaikan seluruh

risalah-Nya.

g. Pentingnya Akidah Dalam Islam Dan Bahaya Bagi Yang Menyimpang
Besarnya para pengagum Imam Khumaini kepada pribadi beliau itu bukanlah karena

kedalaman ilmu beliau di bidang Al-Qur‟an dan As Sunnah dan bahkan dikarenakan ikutnya
beliau kepada kaum salaf atau kesahan akidah dan paham yang dianutnya. Yang menjadikan
beliau dikagumi oleh banyak lapisan masyarakat islam itu tidak lain hanyalah dikarenakan
keberhasilan beliau dalam menumbangkan tirani Sah Iran yang didukung sepenuhnya oleh
kekuatan militer Amerika dan bangsa-bangsa Eropa dan sekaligus berhasilnya beliau
mengumumkan pemerintah secara Islam di Iran. Keberhasilanbeliau dibidang yang satu ini
tentunya mengundang simpati yang luar biasa dikalangan masyarakat islam luas.

Menurutnya fungsi akidah dikalangan muda dewasa ini patut dikhawatirkan karena
akidah yang ejak dulu dulu sudah menjadi garis pemisah yang jelas sekali antara ajaran
agama yang disampaikan oleh para Nabi dan ideology-ideologi lain yang dikeluarkan oleh
pemimpin dunia. Akidah yang disampaikan oleh para Nabi itu tidak bisa ditawar-tawar
sedikit pun oleh para para nabi dengan sesuatu yang paling berharga sekali pun. Yang
diperjuangkan mati-matian oleh para Nabi itu hanyalah akidah yang disampaikannya.
Akidah islam yang dijamin kemurniannya itu (walaupun kaum musliminnya sendiri lemah).
Akan tetapi terus bertahan dan abadi sampai kapan pun. Kebenaran dan kelangsungan
akidah islam ni akan dipertahankan mati-matian oleh setiap Muslim walaupun harus

225 Q.S Al-Ma’idah ayat 67

181

mengorbankan jiwa dan hartanya. Tidak seorang pun akan menyerah begitu saja dalam
mempertahankan akidah islam walaupun harus menyerah begitu saja dalam mempertahankan
akidah islam walaupun hal itu harus menghadapi kekuatan yang maha dahsyat sekalipin. Di
dalam sejarah islam banyak dikisahkan berbagai kisah kepahlawanan yang diperankan oleh
putra-putra islam yang sejati. Bertahannya Imam Ahmad bin Hambal (wafat ditahun
24H) dan kesabarannya ketika menghadapi siksaan yang dilancarkan oleh Khaliah Makmun
dan Khalifah Muktasim kedua Khalifah Abbasiyah yang terkuat di masa itu dikarenakan
penolakan beliau terhadap akidah Khuluquh Qur‟an (paham yang menganggap) kalamullah
itu sebagai makhluk yang dipaksakan oleh kedua khalifah islam itu, dan teguhnya Imam
Ahmad Sarhindi dalam menghadapi siksaan yang yang dilancarkan olehSultan Akbar yang
menganjurkan disatukannya semua agama itu menjadi satu agama, adalah bukti yang paling
jelas tentang gigihnya putra-putri islam dalam mempertahankan akidahnya. Selain kedua
tokoh yang kami sebutkan masih banyak kisah-kisah kepahlawanan putra-putra islam dalam
mempertahankan akidah islamiyah jika keberadaan dan kelansungan akidah islam itu
terancam.

Sebenarnya semua ajaran islam yang benar dan akidah yang murni seperti yang
diajarkan oleh islam kedua-duanya itu merupakan dua buah sungai yang lancer jalan airnya
dan tidak terkeruhkan oleh apa pun airnya. Adapun timbulnya kekuatan politik, adanya
berbagai macam revolusi dan geakan-gerakan politik maupun timbulnya berbagai ragam
pemerintahan itu tidak lain hanylah bagaikan gulungan gelombang yang kadang kala datang
dan kadangkala menghilang. Jika air sungainya itu berjalan lancer menurut jalan yang
semestinya, tentunya hal itu tidak akan membahayakan dan airnya pun tetap bersih. Tetapi
jika suatu kaidah sudah kemasukkan hal-hal merusak tentunya air sungai yang jernih dan
tenang jalannya itu akan berubah menjadi air sungai yang kotor lagi membahayakan. Karena
itulah akidah itu sendiri tidaklah boleh tunduk atau dipengaruhi oleh gerakan atau revolusi
itu sendiri nadanya baik dan solah-olah akan mengadakan perbaikan dikalangan masyarakat
atau di suatu pemerintahantapi hal itu sedikit pun tidak dibenarkan gerakan atau
revolusiyang bernada perbaikan itu akan merusak kemurnian dan kesucian akidah. Karena
itulah dalam sejarah isla tidak pernah kosong manusia-manusia yang tidak bertanggung
jawab. Keteguhan kaum Muslimin dalam mempertahankan kemurnian akidah dan

182

kesuciannya itulah rahasia keabadian dan kelangsungan hidup akidah islam itu sendiri. Hal
itu persis seperti yang dikatakan oleh Nabi dalam sabda beliau : “setiap generasi aka nada
saja kelompok manusia yang mempertahankan agama dari segala pemalsuan orang-orang
yang berlebihan dan penyelewengan kaum yang suka pada kebathilan dan penafsiran orang-
orang yang bodoh.

h. Situs tandingan syiah terhadap sunni Situs Syiah
Situs Islam www.arrahmah.news.com

www.arrahmah.com www.nahimunkar.net
www.nahimunkar.com www.sunnahcare.blogspot.com
www.sunnahcare.com
www.Ippimakassar.com www.Ippimakassar.net

DAFTAR PUSTAKA
- Achmad Baiquni. Al-Qur‟an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman
- Agus Purwanto. Ayat-Ayat Semesta Sisi Al-Qur‟an yang Terlupakan
- Amin,Muhammad MA. Muslich Taman,LC. Jakarta, Cet ke-1 2006M
- Djamaludin,M.Amin Jakarta,Cet. Ke-3 2012M
- Djamaludin,M.Amin Jakarta,Cet. Ke-6 2014M
- http://hudzaifahabdurrahman.blogspot.co.id/2012/06/pandangan-umum-tentang-ayat-

ayat.html
- http://nanonoa.blogspot.co.id/2011/10/ayat-ayat-kauni-pengasah-hati.html
- http://santri.weebly.com/7/post/2012/07/membaca-ayat-ayat-allah.html
- http://sitijenk.blogspot.co.id/2015/01/makalah-tentang-ayat-ayat-kauniyah.html
- http://ulumulislam.blogspot.co.id/2014/04/pengertian-al-quran-menurut-

bahasa.html#.Vh5GZbExXIU
- https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2014/01/05/bagaimana-al-quran-menjelaskan-

tentang-alam-semesta/

183

- https://books.google.co.id/books?id=A7lXan5QykIC&pg=PA133&lpg=PA133&dq=4.
%09Pendapat+Para+Ulama+tentang+Penafsiran+Ilmiyah&source=bl&ots=trAoJGzhN_
&sig=jzZi7PZ7m4DIXWTgiYdDCIKV7_w&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q
=4.%09Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiyah&f=false

- https://fanshob.wordpress.com/2010/03/21/keserasian-antara-ayat-dengan-ayat-dan-
surat-dengan-surat-munasabat/
Penghianatan-pengkhianatan Syiah/DR. Imad Ali Abdus Sami‟,Hafiz

- Quraish Shihab. 1992. Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: Penerbit Mizan.

- Sami‟,DR.Imad Ali Abdus DR. Imad Ali
- Yusuf Qardhawi. Al-Qur‟an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan

184


Click to View FlipBook Version