kemudian disebut malanga, “... naksatra baruna dewata
brahmayoga kolawakarana irika di (wa)” Artinya, seruan yang
dipersembahkan kepada Dewa Baruna dan Dewa Brahma.
Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa juga
ditunjukkan adanya bangunan suci, “……. marpanakna / i /
bhatara / i / sang hyang prasada kabhaktyan / i / dharma /
samgat / pu anjukladang / “
Artinya, …….. dipersembahkan kepada bhatara di sang
hyang prasada kabhaktian untuk dharmma pejabat samgat
bernama Pu Anjukladang, yaitu bangunan suci bagi penganut
agama Hindu.
Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa berikutnya
seperti tertulis dalam bait ke 48 dan 49, “/ ing / kasaiwan / ing /
tajung / muang / sira / mpu goksandha/ i / sang hyang dharma /
i / jayamrta / pangapanya / i / sang hyang wihantan / iy-
anjukladang
/ di Kasaiwan / yang ada di / tajung / dan / ia mpu
Goksandha / di / sang hyang dharmma / di /jayamrta / pangapa
….. / di sang hyang wihantan / di / anjukladang/
Yaitu, kata kasaiwan menunjukkan pondok pesantren
agama Hindu aliran siwa, sedangkan kata “sang hyang wihantan”
adalah wihara, yaitu tempat peribadatan bagi penganut agama
Budha.
Keyakinan yang lain adalah penganut aliran kepercayaan,
seperti tertulis dalam bait ke 18, …….. / tangkil / …….. / salwit /
watu walang / pamanikan / maniga / sikpan / rumbang wilang
wannua / wiji / kawah tingkes / mawi manambangi / ……......... /
juru ...”
Artinya, …….. hamba yang selalu dekat dengan raja …….
Salwit, batu menhir, perajin permata, tukang patri, pembuat
anyaman di hulu pedang, inang pengasuh, pencatat tanah wiji,
/kawah tingkes / petugas perahu tambangan .......….. .../ ahli …..
Pada bait ke 18 ini terdapat kata watu walang atau batu
menhir. Yaitu batu berdiri yang digunakan oleh penganut
kepercayaan untuk menyembah para roh leluhurnya.
143
Penjelasan tersebut menunjukkan adanya pernyatan
kepercayaan dan ketakwaan penduduk kekatikan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama
umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing. Tidak memaksakan
suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain. Pernyataan tersebut sebagaimana tercantum
dalam butir-butir Pancasila sila pertama, Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Pada era Mataram Medang di Nganjuk, pemerintah
kerajaan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabat.
Tidak ada penindasan bagi yang berkuasa kepada yang
lemah. Penduduk kakatikan dapat bekerja sesuai dengan
bidangnya masing-masing tanpa ada tekanan dari penguasa.
Dalam prasasti Anjukladang ditunjukkan adanya berbagai usaha
dagang, perajin dan jasa.
…….. / muang / ikang / sawah / kakatikan / iyanjukladang /
tutugani / tanda / swatantra / tan / kataman / deni / winawa /
sang mana / katrini / pangkur /
........ dan sawah kakatikan (milik) anjukladang itu sampai
ke pejabat Tanda berstatus swatantra, tidak boleh dimasuki oleh
ketiga (katrini) pejabat yang berkuasa, yaitu pangkur, tawan, dan
tirip.
…….. / muang / saprakara / ning / mangilala drwyahaji / ing
/ dangu / misra
144
paramisra / wuluwulu / prakara / pangurang / kring /
padam / manipiki / paranakan / limus galuh /
……. / dan / jenis / petugas pajak / sejak waktu sebelumnya
/ seperti para perajin, berbagai pungutan antara lain pemungut
pajak, kring / pemadam api/ perajin benda seni / golongan
peranakan/ perajin emas/
…….. / pangaruhan / taji / watu tajam / sukun / halu warak /
rakadut / pininglay / katanggaran / tapahaji / airhaji / malandang
/
……. / pembuat / senjata tajam / tukang gerinda
/tabib/dukun / pemimpin pertunjukkan seni / rakadut /
pininglay / juru masak istana / golongan pendeta / golongan
agama / pengatur arena perjudian /
Setelah ditetapkan sebagai sima, tidak diijinkan para
pemungut pajak mengganggunya. Mereka memiliki kedudukan
yang sama dalam kehidupan bersosial, saling mencintai sesama
manusia dan saling tenggang rasa dan tepa selira. Tidak semena-
mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan,
membela kebenaran dan keadilan. Seperti ditunjukkan rakyat
kakatikan ketika membantu Pu Sindok, karena mereka merasa
dirinya bagian dari pemerintahan Mataram Medang,
menghormati dan bekerjasama untuk melawan musuh negara.
Rasa persatuan dan kesatuan sangat tampak pada era
Mataram Medang di Nganjuk saat itu.
Berjuang dan menggalang persatuan untuk mengalahkan
musuh hingga berhasil kemenangan. Kegiatan kerjabakti dan
gotong royong sedah menjadi bagian dari kehidupan bersosial,
yang dikenal dengan istilah buncang haji atau buat haji.
Sehingga, kegiatan buncang haji ini berkembang hingga
sekarang, melandasi kehidupan bergotong royong. Seperti
berkembang di masyarakat, gugur gunung, saya, mladen,
susukwangan, dan lain-lain.
Lembaga-lembaga permusyawaratan juga sudah dimulai
pada era Mataram Medang di Nganjuk.
145
Sebagai warga kerajaan dan warga masyarakat, setiap
manusia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai
mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama, serta memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil
yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Berdasarkan pelestarian budaya bangsa yang pernah hidup
(overlevering) bahwa budaya asli Indonesia zaman Hindu Jawa
Tengah hingga zaman Majapahit.
Di tingjkat pusat kerajaan Mataram Medang sudah
mengenal permusyawaratan. Kerajaan harus menyelenggarakan
audiensi tahunan, disebut paseban agung. Raja juga
mengadakan inspeksi ke desa-desa. (Riboet Darmosoentopo,
2003 : 71). Ada lembaga permusyawaratan yang disebut Dewan
Penasihat Lima Patih yang berkembang dan berlanjut hingga
Era Majapahit.
Di tingkat desa juga dikenal Dewan Desa Rama i Dusun
yang anggotanya dipilih sebagai wakil dari tiap-tiap dusun yang
memiliki keahlian khusus, disebut juru.
Tata pemerintahan Kerajaan Majapahit sudah teratur
dengan baik dan berjalan lancar. Dari Pararaton dan
Nagarakertagama dapat diketahui konsep politik ini menyatu
146
dengan konsep jagat raya yang melahirkan pandangan
cosmoginos.
Majapahit sebagai sebuah kerajaan mencerminkan doktrin
tersebut, kekuasaan yang bersipat teotorial dan disentralisasi
dengan birokrasi yang terinci.
Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi,
memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak
hierarki kerajaan.
Ada pun wilayah tinggal para dewa lokapala terletak di
empat penjuru mata angin. Untuk terlaksananya kekuasaan, raja
dibantu oleh sejumlah pembantu, yang tidak lain penjabat-
penjabat birokrasi kerajaan.
Dalam susunan birokrasi demikian, semakin dekat
hubungan seseorang dengan raja maka akan semakin tinggi pula
kedudukannya dalam birokrasi kerajaan.
Nāgarakṛtāgama pupuh 89 : 2 memberitakan bahwa
hubungan negara dengan desa begitu rapat seperti singa dengan
hutan. Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan
makanan.
apan ikang pura len swawisaya kadi singha lawan sahana
yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
Negara dan desa bersambung rapat seperti singa dan hutan,
Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan,
Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita,
Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!
Struktur birokrasi dalam hierarki Majapahit dari tingkat
pusat ke jabatan yang lebih rendah adalah:
a. Raja
b. yuwaraja/kumaraja (raja muda)
c. rakryan mahamatri katrini
147
d. rakryan mantri ri pakirakiran
e. dharmadhyaksa.
Raja, adalah pemegang otoritas tertinggi, baik dalam
kebijakan politik mau pun istana lainnya. Kedudukannya
diperoleh dari hak waris yang telah digariskan secara turun-
temurun.
Di samping raja, ada kelompok yang disebut sebagai
Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan Pertimbangan Agung.
Dalam Nāgarakṛtāgama (Pupuh 73:2), dewan ini
disebut pahom narendra yang beranggotakan sembilan orang;
sedangkan dalam Kidung Sundayana disebut Sapta Raja.
kunong i pahom narendra haji rama sang prabhu kalih
sireki pinupul
ibu haji sang rwa tansah athawanuja nrepati karwa sang
priya tumut
gumunita sang wruheng gumunadosa ning bala gumantyane
sang apatih linawelawo ndatan hana katrpti ning twas
mangun wiyoga sumusuk
Pada masa Raja Dyah Hayam Wuruk, mereka yang
menduduki jabatan tersebut di antaranya:
a. Raja Hayam Wuruk;
b. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
c. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
d. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
e. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
f. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
g. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
h. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
i. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
Di tingkat desa, terbentuk tuha-tuha deca, disebut rama i
(ni) dusun hingga sampai tahun 1950-an menjadi Rembug Desa
(Musyawarah Desa), sekarang dikenal sebutan Lembaga
148
Musyawarah Desa (LMD) dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD).
Di masyarakat juga berkembang sebutan “budaya batur”
(musyawarah masyarakat kebanyakan), seperti; inya dan
punakawan. Dalam cerita rakyat dan dunia pewayangan,
misalnya, ditokohkan sebagai Juru Dyah Prasanta, Sabdopalon,
Nayagenggong, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.
Para batur atau punakawan tersebut melambangkan
sebagai rakyat bawah yang berani memberikan pitutur dan
masukan-masukan kepada pemerintah kerajaan. Bahkan
mereka digambarkan berani mengingatkan para dewa yang
berkedudukan di kahyangan swargaloka bila dirasa perlu.
Menariknya, para pejabat tinggi kerajaan atau dewa sekalipun
tidak merasa terganggu atau marah meskipun diberikan
masukan oleh para batur atau punakawan.
Dalam isi Prasasti Anjukladang secara implisit juga sudah
menjelaskan tentang perbuatan yang luhur, yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak
orang lain. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar
dapat berdiri sendiri. Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah. Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Suka
bekerja keras. Suka menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Anugerah penetapan tanah sĩma mengandung beberapa
hal penting sebagai berikut. Pertama, sĩma dapat diberikan atas
permintaan (dapat juga diberikan atas inisiatif raja) sebagai suatu
penghargaan. Kedua, penerima sĩma memiliki berbagai
kewajiban yang tidak hanya berkaitan dengan tugas-tugas
149
keagamaan, tetapi juga tugas-tugas keamanan. Selain itu,
penerima sĩma juga memiliki bermacam hak yang
mencerminkan adanya simbol-simbol yang menempatkan
dirinya sebagai perluasan kekuasaan pusat di daerah (Suhadi,
1994).
Darmosoentopo (2003) menyatakan pejabat penerima
sĩma menyadari bahwa melalui penganugerahan sĩma melekat
suatu kewajiban, yakni memelihara bangunan suci yang
didirikan di atas tanah sĩma miliknya. Bentuk pemeliharaan
yang paling nyata adalah dengan memberikan sebagian hasil
pajaknya untuk kepentingan bangunan suci yang berada di
daerah sĩma. Kewajiban lainnya yaitu gotong royong untuk
perbaikan bangunan (buncang haji) dan sarana umum, serta
kewajiban mengadakan upacara keagamaan dengan
menanggung seluruh biayanya. Upacara keagamaan ini
dilakukan secara berkala dengan biaya yang tidak sedikit.
Kepala sĩma juga diberi kewajiban untuk menjaga
keamanan daerah dari para perusuh. Kewajiban yang lebih
penting sebagai kepala sĩma adalah mengatur jalannya
pemerintahan di wilayah sĩma, terutama yang berkaitan dengan
masalah pajak. Kepala sĩma bertanggung jawab atas penarikan
segala macam jenis pajak (tanah, perdagangan, dan usaha) di
wilayahnya dan membagikannya kepada pihak-pihak yang
berhak, yakni raja, bangunan suci yang ada di wilayah sĩma dan
dirinya sendiri. Kepala sĩma berkewajiban pula menetapkan
besar-kecilnya denda bila terjadi pelanggaran (sukhaduhka) di
wilayahnya. Pelanggaran tersebut meliputi gangguan terhadap
ketetapan sĩma maupun peristiwa kriminal di wilayah sĩma.
J. KEISTIMEWAAN SIMA ANJUKLADANG
Lemah sawah kekatikan iy-anjukladang terletak di lereng
Gunung Wilis, memiliki keindahan alam yang indah dengan ciri
khas sebagai kota angin. Terletak di lereng Gunung Wilis
sebelah selatan dan Lereng Gunung Pandan sebelah barat
laut, hamparan pegunungan Kendeng Lor di sisi utara, dan
150
gunung Penanggungan di sisi timur. Selain diapit oleh gunung
dan pegunungan, wilayah kakatikan iy-Anjukladang juga diapit
oleh dua sungai besar, yaitu Bengawan Solo di sebelah barat
dan Sungai Brantas di sebelah timur.
Sebagai wilayah yang diapit gunung dan pegunungan serta
sungai besar, Anjukladang dikenal memiliki keunggulan lahan
dan tanah sawahnya yang subur makmur. Sehingga sangat cocok
disebut sebagai wilayah agraris dan perdagangan sejak jaman
dahulu.
Masih terjadi perdebatan tentang nama tempat dalam
prasasti Anjukladang. Yaitu penyebutan nama Anjukladang dan
Sri Jayamerta. Ada yang berpendapat bahwa Anjukladang
sebagai nama tempat, sebagian lain menyebut sebagai nama
orang. Begitu juga nama Sri Jayamerta, sebagian menyebut
sebagai nama tempat, sebagian lain menyebut sebagai bangunan
suci. Perdebatan dua istilah tersebut suatu hal yang wajar,
karena selama ini belum ada pembahasan secara operasional
terkait dua hal tersebut. Kendatipun dalam prasasti telah
dijelaskan, di antara keduanya memiliki peran yang berbeda
dalam perjalanan sejarah di Nganjuk.
Menurut perjalanan sejarah pembentukan tanah sima,
tentunya akan lebih mudah untuk menyimpulkan, apakah
kedua istilah; Sri Jayamerta dan Anjukladang tersebut memiliki
perannya masing-masing?
Berdasarkan Darmosoentopo, proses pembentukan status
sima berawal jenis tanah yang bermacam-macam. Dimulai dari
tanah alang-alang, tanah sukat (rumput), tanah alas, dan tanah
rawa. Kemudian ditetapkan sebagai tanah sawah untuk menjadi
tanah permukiman yang kemudian disebut wanua.
Lantas, bagaimana proses pembentukan status tanah sima
yang kemudian menjadi titik awal nama Nganjuk?
Dalam prasasti Anjukladang terdapat kata kakatikan, sri
jayamerta, dan anjukladang. Sedangkan berdasarkan penjelasan
di atas, kakatikan beberapa kali disebut setelah kata lemah
151
sawah, baru kemudian diikuti kata yang aus, dan Anjukladang,
sehingga tidak jelas.
Rudy Handoko, Sejarawan Nganjuk, berdasarkan sumber
kitab Wisnu Purana, sebutan kata sri jayamerta adalah gelar lain
dari Dewa Wisnu ketika berhasil mengalahkan para asura. Jaya
yang berarti unggul, amerta berarti tidak pernah mati.
Boleh jadi, kata sri jayamerta yang diberikan untuk lemah
sawah kakatikan (?) Anjukladang sebagai penghormatan kepada
Dewa Wisnu atau berupa spirit dari rakyat kakatikan atas
keberhasilannya melawan para musuhnya, seperti yang dihadapi
Dewa Wisnu saat mengalahkan para asura.
DR. Blasius Suprapta, M.Hum, Arkeolog dari Tim Ahli
Cagar Budaya (TACB) Tingkat Jawa Timur juga Dosen Jurusan
Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang,
dimungkinkan jaman Mataram Medang Era Pu Sindok, di
Nganjuk ada penganut agama Hindu aliran Wisnu. Kelompok
tersebut membentuk sebuah sekte yang beraliran pada salah
satu sifat Dewa Wisnu. Yaitu sifat Dewa Wisnu yang selalu
unggul (jaya) dan tidak pernah mati (amerta). Kemudian,
mereka mengabadikan nama Sri (Dewa) Jayamerta sebagai
nama kakatikan.
Tampaknya, nama sri jayamerta ini yang menjadi
ketertarikan Pu Sindok untuk minta perlindungan kepada
rakyat kakatikan, yang dipercaya sebagai tempat perwujudan
dari Dewa Wisnu.
Apalagi, sesuai isi prasasti Anjukladang pada bait ke 48
dan 49, terdapat dua tokoh brahmana, yaitu Mpu Mahaguru
dari Kasaiwan Tajung dan Mpu Goksandha dari Sri Jayamerta.
Ini mengindikasikan bahwa secara kekastaan orang Hindu,
status lemah sawah Kakatikan iy-anjukladang lebih tinggi.
Karena Pu Sindok berkasta kesatriya, sedangkan Mpu
Mahaguru dan Mpu Goksandha berkasta brahmana.
Kemudian oleh Pu Sindok, nama sri jayamerta
diaktualisasikan sebagai tempat kabaktyan yang ditandai dengan
Candilor di dekatnya diletakkan jayastambha. Candilor sebagai
152
tempat kabaktyan (yang harus diperdewakan), sedangkan
jayastambha sebagai simbul keunggulan yang tidak pernah
terkalahkan atau tidak pernah mati seperti Dewa Wisnu.
Dimungkinkan, nama anjukladang sudah ada sebelum Pu
Sindok datang (928-929 M).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Bulan Caitra tanggal 12 paruh terang tahun 859 Caka atau
tanggal 10 April 937 Masehi adalah cikal-bakal penetapan
sima.
2. Kakatikan (?) Anjukladang adalah nama lemah sawah milik
pejabat, sebelum ditetapkan menjadi sima berupa lahan
pengembalaan, setelah ditetapkan sebagai sima tidak lagi
dijadikan lahan pengembalaan.
3. Sri Jayamerta adalah nama tempat di mana bangunan suci
didirikan, yaitu berupa Candilor. Jayamerta berarti (jaya =
unggul) dan (amerta = tak pernah mati), diaktualisasikan
dalam jayastambha sebagai tugu kemenangan.
4. Anjukladang adalah nama orang yang kemudian
berkembang menjadi nama tempat. Kata “anjukladang”
menunjukkan nama tempat dan menjadi sebutan nama
orang yang disebut nama toponimi, seperti yang melekat
pada nama raja. Sehingga nama toponimi yang sudah
melekat erat dengan pemakainya sehingga meskipun ia
menjadi kepala rama, nama toponimi anjukladang tetap
disebut dalam gelarnya, yaitu Samgat Pu Anjukladang.
5. Pejabat yang mmemberi anugerah adalah Sri Maharaja Pu
Sindok Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa, Raja
Mataram Medang.
6. Penetapan sima Kakatikan (?) Anjukladang sebagai sima
swatantra adalah anugerah langsung dari raja, bukan dari
permohonan. Hanya ada dua penetapan sima anugerah
langsung dari Raja Sindok, yaitu Kakatikan (?) Anjukladang
di Nganjuk dan desa Linggasutan di Malang.
153
7. Pejabat yang menerima perintah adalah pejabat Rake Hino
bernama Pu Sahasra dan pejabat Rake bernama Wka Pu
Baliswara.
8. Pejabat yang menjalankan perintah adalah pejabat
Kanuruhan bernama Pu Da
9. Pejabat desa yang menerima keputusan adalah pejabat
Samgat bernama Pu Anjukladang
10. Topinimi nama Anjukladang berubah menjadi Nganjuk,
dimungkinkan akibat ketokohan pejabat Samgat bernama
Pu Anjukladang yang lebih terkenal dibanding nama
kakatikan (?) atau Sri Jayamerta.
11. 10 April 937 Masehi adalah hari cikal nama Nganjuk, bukan
Hari Jadi Kabupaten Nganjuk
12. Lemah sawah Kakatikan (?) Anjukladang sebagai tonggak
sejarah kelanjutan trah Mataram dan berdirinya kerajaan-
kerajaan di Jawa setelah wangsa Isana, di antaranya Kerajaan
Kediri, Singosari, Majapahit, dan seterusnya.
13. Nilai-nilai Pancasila sudah menjiwai dan dijiwai penduduk
lemah sawah Kakatikan (?) Anjukladang. Hubungan antar
umat beragama dan seagama, ras, dan pejabat dengan rakyat
sudah terjalin dengan baik. Mereka dapat hidup
berdampingan dan bergotong royong. Misalnya; di bidang
agama; Hindu aliran Syiwa (kasaiwan), Hindu aliran Wisnu
(Jayamerta), Budha (ditemukan arca budha,
wihantan/vihara), animisme/dinamisme (ditemukan watu
walang/batu menhir). Hubungan ras (ditemukan kata
peranakan = orang asing), hubungan pejabat – rakyat dan
bergotong royong (terbentuknya sistem pemerintaha tingkat
sima dan kerjasama di bidang pembangunan). Sehingga,
layak disebut, bhinneka tunggal ika sudah berkembang di
Nganjuk sejak era Mataram Medang.
14. Lembaga-lembaga permusyawaratan sudah dimulai pada era
Mataram Medang di Nganjuk. paseban agung. Era
Majapahit ada Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan
154
Pertimbangan Agung. Atau dewan ini disebut pahom
narendra.
Di tingkat desa ada Dewan Desa Rama i(ni) Dusun,
disebut juru hingga sampai tahun 1950-an menjadi Rembug
Desa (Musyawarah Desa), sekarang dikenal sebutan
Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
Di masyarakat juga berkembang sebutan “budaya
batur” (musyawarah masyarakat kebanyakan), seperti; inya
dan punakawan. Dalam cerita rakyat dan dunia
pewayangan, misalnya, ditokohkan sebagai Juru Dyah
Prasanta, Sabdopalon, Nayagenggong, Semar, Gareng,
Petruk dan Bagong.
15. Kakatikan iy-Anjukladang sudah memiliki sistem
pemerintahan, meskipun setingkat sima, sehingga birokrasi
dapat berjalan dengan baik. Sudah ada seorang kepala
pemerintahan, yaitu rama, dwryahaji (pejabat pemungut
pajak), citralekha (juru tulis), parujar (juru bicara), samgat /
pamgat (pejabat yang ahli di bidang keagamaan, kehakiman,
dan pemerintahan), wadihati (ahli agama pemimpin
upacara), akudur / makudur (ahli agama pemimpin
upacara), serta para juru dan tuha lain, mereka para ahli di
bidangnya masing-masing.
16. Kakatikan iy-Anjukladang memiliki seorang pemimpin
terkenal, yaitu pejabat Samgat bernama Pu Anjukladang,
seorang yang ahli di bidang keagamaan, pemerintahan, dan
kehakiman. Menyusul nama-nama tokoh lain, Samgat
Pikatan Pu Saduya, Pu Bingu (Bingung), Pulung Watu Pu
Kikas, Juru Siki Pu Bawluamr, Pu Manak, Pu Wayang,
Manghuri Pu Suduya, Pu Kuba Hawas Kuyangkala, Pu
Babra Anjusanda, Pu Dula, Wadihati Pu Dinakara,
Akudur Pu Dwaja,. Juru Kanayakan Raja Pu Kunda, Juru
Wadwa Rakai Sumbun, Citralekha Walu Pu Dengha, Juru
Bicara i Hino Kandamuhi, Dang Acaryya Jale i Wka
Biriwih, Dang Acaryya Nanaya i Sirikan, Madander Dang
155
Acaryya Prdu i Bawang, Sang Citralekha Sri Maharaja
Trawaruk, Sang Hyang Dharmmaya di Kasaiwan Tajung
bernama Mpu Mahaguru dan Sang Hyang Dharma Sri
Jayamrta bernama Mpu Goksandha.
17. Sumber daya manusia (SDM) rakyat Kakatikan (?)
Anjukladang berkualitas baik. Dengan ditemukannya
sebuah karya seni berupa patung perunggu (pantheon) yang
jumlahnya ratusan. Menunjukkan SDM rakyat Sri
Jayamerta sudah mengenal teknologi meskipun sederhana.
Serta banyak rakyatnya yang mahir di bidang pertanian,
perdagangan, dan perajin. Di antara, pejabat yang
mengurusi masalah pengairan, (contoh: huluair), pejabat di
bidang perdagangan (contoh: tuha dagang), pejabat yang
mengurusi para perajin (contoh: mamisandung manuk).
Bahkan di bidang seni, seperti tayub sudah berkembang di
masa itu (contoh: widu manidung), dll.
18. Delapan tahun setelah peristiwa perang antara laskar Pu
Sindok dibantu rakyat Sri Jayamerta melawan prajurit
Swarnadwipa Sriwijaya yang dibantu oleh sekutunya
kerajaan Haji Wurawari dari Luwaram, Sri Jayamerta
mendapatkan anugerah sebagai sima swatantra atas
kehendak Pu Sindok, Raja Medang atas jasanya yang gilang
gemilang. Di antara anugerah raja Sindok kepada para
wanua, hanya ada 2 daerah yang mendapatkan secara
langsung dari raja, yaitu Sri Jayamerta ditandai Prasasti
Candi Lor (Nganjuk) dan wanua Linggasutan ditandai
dengan Prasasti Linggasutan (Malang).
19. Di Kakatikan iy-Anjukladang dibangun sebuah candi (Candi
Lor), menunjukkan sebagai daerah yang subur dan
makmur. Kelaziman, sebuah bangunan candi dibangun di
atas tanah dekat dengan sumber air. Tidak heran bila di
sekitar kompleks Candi Lor, banyak ditemukan nama desa
atau dusun yang menggunakan nama sumber. Di antaranya;
Desa Sumberurip, Sumberwindu, Babeg / Sumber Bek
(toya mirah), dan lain-lain.
156
20. Di Kakatikan iy-Anjukladang, keselamatan dan keamanan
sima dari tindak kejahatan dijaga langsung oleh raja sebagai
perwujudan Dewa berupa sapatha (kutukan), diucapkan
melalui manusuk sima.
157
BAB V
PENUTUP
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Nganjuk
melalui Buku Ngandjoek Era Prasejarah – Masa Hindu Budha ini
berkontribusi dan menyajikan sejumlah informasi baru tentang
sebagian wilayah Nganjuk dari masa prasejarah hingga masa Hindu
Budha.
Penemuan fosil-fosil kehidupan binatang dan lingkungan
alam masa pra sejarah kemungkinan besar akan terus bertambah di
wilayah Nganjuk. Begitu pula peninggalan masa kerajaan Hindu-
Budha akan banyak lagi diketemukan di wilayah Nganjuk.
Dengan penemuan atau penggalian peninggalan sejarah masa
lalu sekitar Nganjuk akan memberikan jati diri warga Nganjuk
khususnya bahwa Nganjuk memiliki sumbangsih bagi perjalanan
sejarah bangsa.
158
Lampiran 1 :
1. PRASASTI BANGLE (1)
Prasasti Bangle 1 di Situs Banyu Umbul Desa Bangle, Kecamatan Lengkong
era Raja Balitung (908 Masehi)
Deskripsi
Steen, vroeger stannde te bangle (afd. Berbek, res. Kediri), en wel
volgens verbeek p. 255 bij de warme zoutbronnen Bnjoe Oemboel.
In de inventarisatie Kediri in Rapp. 1908 wordt hij niet meer
vermeld. Een abklatsch komt Notulen 1859 Bijl. N.; Oudheidk.
Bureau No. 400
Prasasti Bangle (1) terletak di Desa Bangle, (afdeling Berbek,
Residen Kediri), di area sumber mata ir hangat yang mengandung
garam, Banjoe Oemboel (Kecamatan Lengkong, Kabupaten
Nganjuk, Jawa Timur).
Pertama ditemukan oleh Brandes 1859 dan dicatat dengan nomor
400.
Menurut Slamet Wiyono, (2017) juru pelihara prasasti Bangle (1)
dan bangle (2), pernah diteliti oleh ahli arkeologi dari Belanda,
159
menyebutkan sebagai prasasti pertemuan para bhiksu tahun 830
Saka atau 908 Masehi, Era Mataram Kuno Raja Dyah Balitung.
Keterangan mengenai prasasti ini dapat ditemukan dalam sumber:
oud-javaansche oorkonden. Nagalaten transsripties van wijlen Dr. J.
L. A. Brandes, uitgegeven door Dr. N. J. Krom. 1913, inhoud
CXIV (halaman 248).
Alih Aksara
BAGIAN DEPAN
1. ||
2. marggana tinadah sang tuha
3. n maka han umajaranakaka ngka i ja
4. langu ma ika i munder prasu()nca
5. kwehnira mangila drabya haji dangu prakara paramisra
6. wuluwulu prakara | sang hyang ajna haji kmiten ikang
ramauta
i kabikwan sanduga
7. u ser i ja|mbi i munder an pamijilakan sangkal pat mwang
| n patih
8. ti sana | i
samas pirak
pakalangka domas pirak, si |domas pi
9. rak pinda pa| weweh nikanang kabikwan sandugan
ser
i jambi i mender | sangkan tahu
10. n ma 1 ku 2 | len sakarikana sangkal pat prana an
papakua pa|
miwye sang hyang
11. i munder |o yatika inubhaya i sanmata sri maharaja o yata
mata(ng)nyan | ikanang
12. punta i kabi|kwan sandungan ser i jambi munder
mak{m)itana ajna
ha | ji iniringnya
160
13. jna rakryan | i tan kaparabyapara ni ka(nang) kabikwan
sandungan
ser |i jambi i
14. munder | dening patih i jambi ser pangkur kalangkapa rama
mwang
salwir nidra |byanhaji wu
15. luwulu ho |pan air haji magong madmit kipakipa kmitan
tundan mang-
gala pa | tamba ityai
16. wamkidi | ngila drabyahaji ring dangu makadi
misra para-
misra magong madmit | kabeh mwang salwi
17. rnisalah pakumi| tya ca()ra pu
| ngi kan tama iri
18. kana kabikwan | ndungan ser i jambil i munder
kewala sa
kahaywakna sang |hyang siwa i munde
19. r i pa mika|na sakari gongnyarampu cri maharaja i
ka
ha na i sang hyang tirtha | i munder, mi
20. nya ka suhuka | k kana deyanikanang patih ri
jambi sor
kalangka ra i | munder
21. kbanwa mwang kwai|h nira mangilala drabya haji ring dangu
o
makadi misra paramisra wuluwulu|prakara, tan mara (para)
22. byapara rama | nikanang kabikwan sandungan i ser i jambi i
munder
tan pina | lir
23. la()ran prakara|ra apan kra a gougnyanugraha sri maharaja
an
24. i munder i
kabikwan
25. i mu r a |tlas nugraha i
26.
161
27.
BAGIAN BELAKANG
1. ra patih i jambi mu
2. ikanang rampa jataka
3. sukannisagatinirampu i wahu
4. ka margga rake
momahumah rake
marggana sambandha hana kabi
5. kwan sandungan ning sor i jambi i munder mamaja(ra)kan
sangkal pat
muang
6. prakara lawan papatipati
mas pirak ka
7. mas pirak jro mas pirak
nikanang kabikwan
8. sandungan jambi i munder kan
9. na, yatika matra dening rama i
papawungan i tan kapa
10. rabyapara dening ser
ma uguniweh i ta
11.
misra magong madmit
12.
13.
14.
sir maha
15.
kana
16.
i munder kabeh
17. ta
n jambi i munder
18. tan
n tlas pagongnya
162
19. n()i
sang hyang
BAGIAN DEPAN
1. ||
2. marggana tinadah sang tuha
|margana| diterima | sang tuhan
3. n maka han umajaranakaka ngka i ja
n maka han |
4. langu ma ika i munder prasu()nca
|bhiksu | bersemedi |
5. kwehnira mangila drabya haji dangu prakara paramisra
|jumlah| pajak |sejak sebelumnya|antara lain | para
perajin
6. wuluwulu prakara | sang hyang ajna haji kmiten ikang
ramanta
i kabikwan sanduga
berbagai pungutan antara lain | sang hyang perintah haji
|menjaga||yaitu|bapaknya|di kabhikuan Sandungan
7. u ser i ja|mbi i munder an pamijilakan sangkal pat mwang
| n patih
di bawah | i | jambi | i | para bhiksu | an | mengeluarkan |
patok | empat | dan
8. ti sana | i
samas pirak
pakalangka domas pirak, si |domas pi
ti | sana
|i| 400 perak
berupa 800 perak, |si |800 perak
9. rak pinda pa| weweh nikanang kabikwan sandugan ser
i jambi i munder | sangkan tahu
rak |seperti| pa| pemberiah
10. n ma 1 ku 2 | len sakarikana sangkal pat prana an
papakua pa|
163
miwye sang hyang
11. i munder |o yatika inubhaya i sanmata sri maharaja
o yata
mata(ng)nyan | ikanang
12. punta i kabi|kwan sandungan ser i jambi munder
mak(m)itana ajna
ha | ji iniringnya
13. (a)jna rakryan | i tan kaparabyapara ni ka(nang) kabikwan
sandungan
ser |i jambi i
14. munder | dening patih i jambi ser pangkur kalangkapa rama
mwang
salwir nidra |byanhaji wu
15. luwulu ho |pan air haji magong madmit kipakipa kmitan
tundan mang-
gala pa | tamba ityai
16. wamkidi | ngila drabyahaji ring dangu makadi
misra para-
misra magong madmit | kabeh mwang salwi
17. rnisalah pakumi| tya ca()ra pu
| ngi kan tama iri
18. kana kabikwan | ndungan ser i jambil i munder
kewala sa
kahaywakna sang |hyang siwa i munde
19. r i pa mika|na sakari gongnyarampu cri maharaja i
ka
ha na i sang hyang tirtha | i munder, mi
20. nya ka suhuka | k kana deyanikanang patih ri
jambi sor
kalangka ra i | munder
21. kbanwa mwang kwai|h nira mangilala drabya haji
ring dangu o
makadi misra paramisra wuluwulu|prakara, tan mara (para)
22. byapara rama | nikanang kabikwan sandungan i ser i jambi i
munder
164
tan pina | lir
23. la()ran prakara|ra apan kra a gougnyanugraha sri maharaja
an
24. i munder i
kabikwan
25. i mu r a |tlas nugraha i
26.
27.
BAGIAN BELAKANG
28. ra patih i jambi mu
29. ikanang rampa jataka
30. sukannisagatinirampu i wahu
31. ka margga rake
momahumah rake
marggana sambandha hana kabi
32. kwan sandungan ning sor i jambi i munder mamaja(ra)kan
sangkal pat
muang
33. prakara lawan papatipati
mas pirak ka
34. mas pirak jro mas pirak
nikanang kabikwan
35. sandungan jambi i munder kan
36. na, yatika matra dening rama i
papawungan i tan kapa
37. rabyapara dening ser
ma uguniweh i ta
38.
misra magong madmit
39.
40.
41.
sir maha
42.
165
kana n()i
43.
i munder kabeh
44. ta
n jambi i munder
45. tan
n tlas pagongnya
46.
sang hyang
166
Lampiran 2 :
2. PRASASTI KINAWE
Deskripsi
Pada era Mataram Kuno, dimana Kerajaan Medang masih
dipimpin oleh Dyah Wawa, di Desa Kinawe, di bawah kerajaan
bawahan Watek Kandangan, ada seorang pejabat wanita, bergelar
rake. Dia adalah Rake Gunung Dyah Muatan, memiliki anak
perempuan bernama Dyah Bingah.
Sebelum meninggal, Dyah Muatan ingin mewariskan harta
kekayaannya kepada anak turunnya sendiri dan bukan kepada anak
turun dari saudaranya. Dia ingin membuktikan bahwa meskipun
sebagai wanita, yang tidak termasuk dalam keluarga kerajaan, ia
dapat memegang jabatan di kerajaan bawahan dan berhak mengatur
hak miliknya atas namanya sendiri dan sesuai dengan keinginannya
sendiri.
Cerita Dyah Muatan, ibu dari Dyah Bingah ini tertulis dalam
sebuah batu prasasti Kinawe yang ditemukan di Dukuh Templek,
Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk.
Dulu, saat pertama kali ditemukan, masuk wilayah Berbek, Residen
Kediri (Verbeek, Oudheden: 255-266; Not.1889:33). Hanya, tahun
167
1889, prasasti dipindahkan ke Museum Nasional Jakarta dengan
nomor inventaris D.66.
Sebagian besar isi prasasti sekarang tidak bisa dibaca lagi karena
rusak. Isinya tentang Rake Gunung Dyah Muatan ibu dari Dyah
Bingah desa Kinawe agar ditetapkan menjadi sima pada tahun 849
Saka atau 927 Masehi. Prasasti ini juga menyebut Sri Maharaja
Wawa dan Rakryan Mapatih Pu Sindok. Abklats prasasti ini
disimpan di Dinas Purbakala dengan nomor inventaris 388 dan 476
(Rao 1911:59). Prasasti ini dikenal juga sebagai prasasti
Tanjungkalang.
Isi prasasti menyebutkan bahwa Dyah Muatan memohon kepada
Raja Wawa melalui Samgat Momahumah Anggehan bernama Pu
Kundala dan Samgat Landayan bernama Pu Wudyang agar Desa
Kinawe miliknya dibatasi dan ditetapkan sebagai tanah sima.
Permohonan diterima, kemudian Raja Wawa memerintahkan
Rakryan Mapatih Pu Sindok Isana Wikrama untuk diteruskan
kepada Samgat Momahumah Anggehan bernama Pu Kundala dan
Samgat Landayan bernama Pu Wudyang agar menetapkan desa
Kinawe menjadi sima. Dengan syarat, persembahan kepada Sri
Maharaji Dyah Wawa, sebanyak 1 kati emas [mas ka 1] sepasang
kain untuk laki-laki jenis tangkilan [wdihan tankalan, yu 1], dan
sebentuk cincin jenis prasada seberat .... suwarna emas ... [simsim
prasada woh 1 ma brat su ...].
Alih Aksara
1. ||o||o||
2. [om awighnamastu namo
3. namah awashu || swasti sakawarsatita 849
4. [phalguna masa tithi pancami suklapasa. wu. wa. wr.
5. wara wuku tolu [wuku tolu] diksina desa krttika naksatra wiska
6. mbha yoga dahana dewata irika diwasa rake gunung dyah
muata,
7. n ibu dyah binah sumusuk pibang wanwa i kinawe watek
kandanankunan matang ya
168
8. susuk ya sima potraka kalilirana ni sanak nira jaga tan ilu
asawubg hanak
9. dyah binah ing wasa apa tan sima rakryan lakilaki ikang sima
tlas ta ya inarpa
10. nakan i tanda rakryan kabaih pinawa atakan per suku muang
skar ma 5 i rakryan mapatih
11. pu Sindok Isana Wikrama pinakasopana nirarpanambah
samgat momahumah angehan pu kundala muang sa
12. mgat landayan pu wudyang sinanta ta pu a sambah nira
manaseakan ta ya pageh pageh ri sri maharaja sri wawa
13. .....hu rakai sumba mas ka 1 wdihan tankalan yu 1 simsim
prasada woh 1 ma brat su ....
....hu Rakai Sumba sebanyak 1 kati emas [mas ka 1] sepasang kain
untuk laki-laki jenis
TERJEMAHAN
1. ||o||o||
2. Semoga tidak ada rintangan dengan menyebut nama dewa
3. Selamat tahun Saka yang telah berlalu 849 (tahun)
4. Hari Kamis Wage, paringkelan Wurukung tanggal 5 paro
terang bulan Phalguna
5. Daerah selatan [daksina desa], Naksatranya Kartitika [karttika
naksatra] yoganya Wiskambha [wiska
6. Dewatanya dahana [dahana dewata], itulah saatnya Rake
Gunung Dyah Muatan ibu dari Dyah Bingah [irika diwasa rake
gunung dyah muatan
7. ibu dyah binah] membatasi desa di Kinawe [sumusuk pibang
wanwa i kinawe] yang masuk wilayah Kandangan [watek
kandanan]. Adapun alasannya [kunan matang ya]
8. Pembatasan sima untuk warisan cucu dari saudaranya bernama
Jaga tidak termasuk kemenakannya
169
9. Dyah Bingah yang menjadi penguasa tidak dijadikan sima [ing
wasa apa tan sima] Rakryan Lakilaki. Sima itu sudah
dipersembahkan [ikang sima tlas ta ya inarpa
10. kepada pejabat Tanda Rakryan semua, menimba air dari kaki
gunung dan bunga seharga 5 suwarna emas kepada [ma su 5 i]
Rakryan Mapatih
11. pu Sindok Isana Wikrama yang menjadi sarana persembahan
[pinakasopana nirarpanambah] bagi Samgat Momahumah
Anggehan bernama Pu Kundala dan
12. Samgat Landayan bernama Pu Wudyang, dia lah menghadap
dengan hormat [sinantha ta pu wudyang masambah nira] dia
lah yang memberikan [mananse aken ta ya] penetapan dari
[pageh pageh ri] Sri Maharaja Sri Wawa
13. ....hu Rakai Sumba sebanyak 1 kati emas [mas ka 1] sepasang
kain untuk laki-laki jenis tangkilan [wdihan tankalan, yu 1],
sebentuk cincin jenis prasada seberat .... suwarna emas ...
[simsim prasada woh 1 ma brat su ...].
170
Lampiran 3 :
3. PRASASTI HERING
Deskripsi
Prasasti Hering ditemukan di Desa Kujonmanis, Kecamatan
Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Pertamakali ditemukan, Desa
Kujonmanis masih masuk distrik Berbek, Residen Kediri tahun
1889 (Not. p. 64 disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan
nomor inventaris D. 67). Abklats disimpan Dinas Purbakala dengan
nomor: 387 dan 421. Brandes mengatakan prasasti ini berasal dari
raja Pu Sindok tahun 859 Saka atau 937 Masehi. Tapi oleh Damais
dibetulkan bahwa angka tahun yang benar adalah 856 saka atau 934
Masehi.
Prasasti berbentuk segi empat dengan sisi bagian atas dibentuk
alokade (kurawal). Pada bagian tepi-tepinya banyak bagian yang
rusak sehingga menghilangkan beberapa aksara. Pada sisi muka
bagian bawah terdapat 12 lubang segi empat, yang tidak diketahui
171
fungsinya. Tinggi 145 cm, lebar 79 cm, tebal atas 27 cm, tebal
bawah 33 cm.
Prasasti ditulis pada keempat sisinya dalam aksara dan bahasa Jawa
Kuno dengan tipe tegak dan persegi (ciri aksara abad ke-X Masehi).
Ukuran aksara tidak merata di beberapa tempat antara 10-15mm.
Aksara-aksara yang tertulis di sisi muka terlihat besar-besar dan
jarak antarbaris (spasi) cukup lebar, tetapi makin ke bawah ukuran
aksara makin kecil dan jarak antarbaris terlihat rapat. Sementara
ukuran aksara makin kecil dan jarak antarbaris terlihat sama besar,
sekitar 10 mm. Sisi muka ditulisi 36 baris tulisan, pada beberapa
bagian, terutama bagian tepi dan bawah ada yang rusak dan aus
sehingga sulit dibaca (baris ke-36). Sisi belakang ditulisi 35 baris
tulisan, mulai baris pertama hingga baris ke-8 tulisan sudah aus dan
sulit dibaca. Sisi kiri 45 baris tulisan dan beberapa aksara ada yang
aus/rusak. Sisi kanan tertulis 47 baris, dan tulisan pada baris
terakhir sulit dibaca. Akibatnya ada beberapa baris tulisan yang
harus ada dalam prosedur penulisan prasasti tentang penetapan
sima, tidak ditemukan dalam empat sisi Prasasti Hering. Misalnya,
penulisan isi prasasti tentang sukhadukha beserta dandakudanda-
nya, upacara manusuk sima, pesta makan, minum dan hiburan,
serta nama citralekha tidak disebut dalam isi prasasti. Melihat
ketidakakuratan penulisan isi prasasti, mungkinkah Prasasti Hering
yang ditemukan di Desa Kujonmanis, Kecamatan Tanjunganom
yang sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan
nomor inventaris D. 67) adalah prasasti tinulad? Lantas, prasasti
yang asli di mana? Perlu kajian lebih lanjut.
Ikhtisar Isi
Prasasti Hering dikeluarkan pada tanggal 7 paroterang, bulan Jesta
tahun 856 Saka, atau dalam tarikh Masehi beretepatan tangga 22
Mei 934 Masehi.
Isi prasasti menceritakan Raja Sindok memerintahkan kedua
pejabat bawahannya (mahamantri), Rake Hino Pu Sahasra dan
Rake Wka Pu Baliswara, diteruskan kepada salah satu pejabat tinggi
kerajaan bernama Kanuruhan Pu Da untuk diterima oleh Samgat
Marganung Pu Danghil dan istrinya Dyah Pendel yang telah
172
membeli sebidang tanah beserta rumahnya untuk dibangun sebuah
wihara. Kemudian sebidang tanah beserta rumahnya tersebut
dimintakan kepada Raja Sindok agar ditetapkan sebagai sima, bebas
dari kewajiban membayar pajak. Kemudian Raja Sindok
mengabulkan permohonan Samgat Marganung Pu Danghil dan
istrinya Dyah Pendel kemudian menetapkan sebidang sawah
kakatikan di Desa Hering yang masuk wilayah Watek Marganung,
tetapi di bawah kekuasaan Wahuta Hujung, dan tanah perumahan
menjadi sima. Yaitu tanah sawah denganluas 6 tampah dan 1 suku
dan tanah beserta rumahnya seluas 1 tampah dan 1 suku yang dibeli
oleh Samgat Marganung Pu Danghil dari beberapa warga Desa
Hering seharga 5 kati 9 suwarna emas. Disamping itu, istri Samgat
Marganung Pu Danghil bernama Dyah Pendel juga ikut berderma
(berbuat amal) dengan membeli tanah biara seharga 16 suwarna
emas.
Alih Aksara
BAGIAN DEPAN (A) – Sisi Kanan (C)
1. swasti / sakawarsatita / 8_61 / jestamasa / tithi / sapta2 /
2. sisuklapaksa / ha / wa / wr / wara / agneyastha / purba /
phalgu3na /
3. ksatra / toya dewata / brajayoga / garadhikarana / irika /
4. diwasanyajna / sri mharaja pu sindok sri isanawikrama
dharmmo
5. tunggadewa / tinadah / rakryan / mapinghe / kalih / rake /
hino pu saha
6. sra / rake wka pu baliswaar / umingsor / i /rakai kanuruhan4 pu
ta / kumo
7. nakan / ikanang / lmah / sawah / kakatikan / i / hring / watak /
marganung / winawa / ning / wa
8. huta / hujung / ukurnya / tampah / 6 / suku / 1 / mwang / lmah
/ pomahanya / tampah / suku /1 / sima /
9. n / susukan / de / samgat / marganung / pu danghil / panumbas
/ pu danghil / irikang /
173
10. / sawah / kakatikan / ma / ka / 5 / su / 9 / ptatyekanikang / wang
/ ri / hring5 / tinumbas / lmahnya /
11. / mwang / kang / ing / pomahan / si sukat / mwang / si bhatika /
anak sang sukat / putu
12. nya si cablut / si meweh / putu sang kuwu / si bengal anak /
sang wipula / si wayu
13. ga / anak sang welak / sang sungruput / kapwanakan sang sogata
sangke / si lo
14. kosok anak sang groda / si mungsil anak sang basri / si tuklu /
mwang / si ta
15. mbin anak sang tala / si pandyasan anak sang loka / si trawit
anak
16. sang chaya / si turang /anak sang tapa / si kasi / anak sang
parawan / si cakudik6 / ana
17. k sang gusir (guser) / sang palu / si denda / anak sang sarupi / si
tikus / anak sang dampil / si
18. ....... anak sang kah / si reti7 / anak sang jaman / sang bandeng /
anak sang pumpali / si gigi
19. s / anak sang hurang / kaki jurwan / anak sang tira / si herruka /
anak sang bu
20. nut / si padwala / putu sang bahuti / si sinti mwang si wijaya si
bala / anak sang pula /
21. si8 panjut / anak sang kapi / si hari9 / anak sang jaman / pinda /
panumbas / samgat ma
22. rganung / sang danghil / irikang / lmah / ni / samangkana / ma
ka / 1 / su / 13 / ma / 1 / rakanang / pamahli /pu
23. danghil / irikang / wihantan / i / sira / arthahetoh / sang
prasantamatih / ma / su / 11 / pangi
24. lu / samgat anakbi dyah pendel / ma / su / 5 / pinda / pamahli /
pu danghil / mwang / sira / stri / samgat
25. anakbi dyah pendel / rikanang / wihantan / ma / su / 16 /
mataheta / samgat anakbi dyah pe
26. ndel / umilu / makadharmma / ikang / wihantan /
kinalihannira / mwang / samgat / marganung / pu danghi
174
27. l / ma () h/ ka / sira / kalih / cihnani / pageh / denira / humli /
ikang / wihantan / dopaddhya /
28. i / wtehwteh / inangsean / pasek / ma / 6 / sumrahakan / ikang
/ pasak / i / dopaddhya / wtehwteh /
29. mandami / kaki / jurwan / sang / hadyan / akalambi / haji /
sang bayah/ i / wadihati / wineh / pasek /
30. ma / 2 / ku / 2 / i / makudur / sang / kaja / bwangbwang / wineh
/ pasek / ma / 1 / ku / 1 / kinalihanira /
31. atah / nayaka / lampuran / i / marganung / sang / rayasam /
makangaran / kayu / manglan /
32. ..... / mwang / jung / hu / pramukha / wineh / pasak / ma / 2 /
ka / 2 / kinabehan / wahuta / i / marganung /
33. nayaka / lampuran / sira / hujung / mangaran / pra / byungye /
saku / pilih / mapus / pramukha /
34. wineh / pasak / ma / 2 / ku / 2 / kinabehanya / mateher / tikang
/ wihantan / manghiras /
35. ta ya / () pasunghanuryyasab / sinusuk / mwang / ika / simma /
samgat marganung / pu danghi
36. l hala –mayuhanga kala (....) /
BAGIAN BELAKANG
1. [...... ]
2. [......]
3. [......]
4. [......]
5. [......]
6. [......]
7. [...... ]
8. leble
9. b kalangkang kutak (....) trpan / saluit watu walang pamani
10. kan / maaniga / sikpan / rumbn / wilang / wanwa / wiji / kawah /
tingkas /mawi / manambangi / tuha /
11. kang / sahiran / juru gosali / mangrumbe / manggunje /
tuhanambi / tuhanhunjemn /
175
12. tuhan judi / juru jalir / pabisar / panggulung / pawungkunung /
pulung padi / misra hino wli ta /
13. (mbang) / wli wadung / wli tambang / wli panjut / wli hapu /
palamak / paka lungkung / urutan dampulan /
14. tepung kawung / sungsung pangurang / pasukilas / payungan /
sipat wilut / jungkung panginagin /
15. mawasya hopan / pangrangngan skar tahun panusuh mahaliman
16. kdi / wlyan / widu / mangidung / sambal / sumbul / hulun haji /
singgah /
17. pabrsi / watak i jro / ityetwamadi / tan tama rikanang lmah
sawah sima kaka
18. tikan / ika / tkeng / pomahanya kewalya / samgat marganung pu
danghil /
19. atah pramaua / i / sadrabya / hajinya / kabeh / mangkana /
ikanang / sukhadukha / ka
20. dynggan / ni / mayang / tan / mawwah / walu / rumambat / ing
natar / wipati wangkay /
21. kabunan rah / kasawur ring daan / wakcapala duhilattan hidu
22. kasirat astacapala / mamijilakan / wurining kikir mamuk
mamungpang
23. ludan tutan / angsapratyangsa danda kudanda kakdihaladi
samgat
24. t / marganung pu danghil / atah p (r) amana ri drabyahajinya
kunang
25. ikanang / misra manambal manawring / manglili mapahangan
mangapus ma
26. ....... ha ....... ma mangdyun manghapu manghangsa manula
wungkudu mslurung ma
27. gawai rungka payung wlu mopih kajang magawe kisi mamubut
manga
28. ......... manawang ma () ngkab mamisandung manuk makalakala
ka
29. ....... ya tlung duman drabya hajinya saduman mare samgat
marga
176
30. (nung) pu danghil saduman mara irikang punta makmitan sima
sadu
31. (man ma) raha i sang mangilala drawya haji misra mangkana
parnnah nyanugra
32. (ha) sri maharaja i samgat marganung pu danghil tlas mapageh
33. ... n kolahulaha de sang anagata prabhu mwang pinghe wahuta
ra
34. (ma) nayakaa partaya
.................................................................................... tka
ing dlaha ning dlaha ka
35. .......... umulahula ikang lmah sawah sima kakatikan i hring ka
pra
SISI 1 (KIRI)
1. siddha langghana inga
2. jna haji ikana mangka
3. na ya sangkana ni prama
4. danya knana ya nigraha
5. ma ka 2 dha su 1
6. mwang salukar ning pa
7. mahapataka bhukti
8. nya ing sasrakoti
9. janma iriku kala ma
10. ngaseaken samgat
11. marganung pu danghil
12. pasek pasek i sri
13. maharaja ma su 5 wdih
14. han yu 1 rakryan
15. mapinghe i hi
16. no pu sahasra rake
17. wka pu baliswara inase
18. an pasek-pasek
19. ma su 1 ma 6 wdihan yu
20. 1 sowang sowang rakr
21. sirikan pu balyang i
177
22. nangsean pasek pasek
23. k ma 6 yu 1 rake ka
24. nuruhan pu ta samga
25. t pikatan pu sata
26. inangsean pasek
27. pasek ma 1 wdihan
28. yu 1 sowang sowang (ti)
29. ruan dapunta pu rita
30. p inangsean pase
31. k pasek ma 5 wdi (han) yu 1
32. wuru tunggal pu bassu pu
33. lung watu pu tikas inang
34. sean pasek 3 ma 8 wdi
35. han yu 1 sowang sowang i rakr
36. halaran pu bingung inangse
37. an pasek 2 ma 1
38. wdihan yu 1 manghuri pu sa
39. data langka pu babru inang
40. sean pasel 2 ma 4 wdi (han)
41. hle 1 sowang i waduhati
42. pu dinakara akudur pu dwa
43. ........... inangsean pasek 2 ma
44. wdihan yu 1 sowang i pa
45. ........... han ni wadihati .........ba ci
SISI 2 (KANAN)
1. i lbur poh tuha
2. ni makudur 3 sang wa
3. tu walaing sang ngula
4. d wineh pasek ma
5. 5 wdihan hle 1 so
6. wang sowang pangurang ni
7. wadihati sang dulang manu
8. ngku sa (ng) saditi pangurang i
9. ra makudur sang rake
178
10. wala manungku sang
11. wineh pasek ma 5
12. wdihan hle 1 sowang
13. sowang panu() ku
14. ....ni waru wadi ....ti sang ka
15. mampah mah lwi ngu su () k (?)
16. ma su 1 ma 8 panglebu
17. rkenang kadik samgat
18. wadihati ma su 3
19. panumbas irika sarbwa
20. saji i sang kudur ma su
21. 8 sang tuhan i pakaru
22. lat makabehhan
23. juru kanayakan i ha
24. ji pu kundhu juru wadwa
25. i rakai samad ju
26. kulula ma ngalala
27. ran citralekha sang lu
28. mku dangwan parujar
29. i hino kandamuhi danga
30. caryya basu i wka ..... i
31. ...... dangacaryya nissaya
32. i sirikan hujung nggaluh sang
33. hariwangsa i madander da
34. ngacaryya patha i bawang
35. dangacaryya naka i kanu
36. ruhan sang ramarasa i tiru (a)
37. n sumu ...... atmasiwa
38. i wadihati sang babang
39. i makudur sang rakepel i
40. tritawan ........ wineh pasek
41. pasek ma ka ................ waih ni
42. lecetalaipa i sri ma...
43. ja rake humbulu pu brapa
44. baruk a ..... ka du () te
179
45. mana wineh pasek ma 1
46. .....wahannira pinghe ruju
47. ..........sa ...
Terjemahan:
BAGIAN DEPAN
1. Selamat tahun saka yang telah berlalu 856 (tahun), hari Kamis
Wage paringkelan tanggal 6 paro terang bulan Jyestha [jestmasa
tithi sasti
2. sisuklapaksa / ha / wa / wr / wara] agneyastha purba phalguna
[phalguna
3. naksatra]. Dewanya Toya [ toya dewata] Yoganya Bajra
[brajayoga ] Karananya Garadi [garadhikarana] itulah saatnya
perintah [irika
4. diwasanyajna] Sri Maharaja Pu Sindok Isana Wikrama
Dharmmot
5. tunggadewa diterima oleh Rakryan Mapinghe berdua yaitu Rake
Hino Pu Saha ( tinadah / rakryan / mapinghe / kalih / rake /
hino pu saha]
6. sra dan Rake Hino Pu Baliswara diturunkan kepada Rake
Kanuruhan Pu Da memerintahkan [sra / rke wka pu baliswaar /
umingsor / i /rakai kanuruhan pu ta / kumo]
7. agar sawah Kakatikan di Hring [nakan / ikanang / lmah / sawah
/ kakatikan / i / hring] yang masuk wilayah [ watak] / marganung
yang dikuasai oleh [ winawa / ning] / wa
8. huta Hujung ukurannya / luasnya 6 tampah dan 1 suku
[ukurnya tampah / 6 / suku / 1 ] dan tanah untuk perumahan
seluas 1 tampah dan 1 suku [ mwang / lmah / pomahanya /
tampah / suku /1 ] untuk dijadikan sima susuhan [ siman /
9. susukan] oleh Samgat Marganung bernama Pu Danghil.[ de /
samgat / marganung / pu danghil] Pu Danghil membeli sawah
kakatikan [ panumbas / pu danghil / irikang/
10. / sawah / kakatikan] seharga 5 kati dan 9 suwarna emas [/ ma /
ka / 5 / su / 9] tiap-tiap orang di desa Hering yang tanahnya
dibeli [pratyekanikang / wang / ri / kring / tinumbas / lmahnya ]
180
11. dan rumahnya [mwang / kang / ing / pomahan] yaitu / (milik) si
sukat dan Si Bhatika anak dari Sang Sukat, cucunya Si Cabut [ /
mwang / si bhatika / anak sang sukat / putu
12. nya si cablut ] bernama / si Meweh, cucu Sang Kuwu bernama
Si Bengal, anak Sang Wipula bernama Si Wayu [anak / sang
wipula / si wayu
13. ga], anak Sang Welak bernama Sang Sungruput, semuanya
keponakan Sang Sogata [ kapwanakan sang sogata] dari
[sangke]/ Si Lo
14. kosok, anak Sang Groda, yaitu Si Mungsil , anak Sang Basri
yaitu Si Tuklu dan Si Ta
15. mbin anak Aang Tala , yaitu Si Pandyasan, anak Sang Loka,
yaitu Si Trawil , anak
16. Sang Chaya, yaitu Si Turang, anak Sang Tapa yaitu Si Kasi,
anak Sang Perawan yaitu Si Bra () kudik, anak
17. Sang Gusir (guser) Sang Palu yaitu Si Denda , anak Sang Sarupi
yaitu Si Tikus, anak Sang Dampil yaitu S ...
18. anak Sang Kah yaitu Si Tuki, anak Sang ...... man yaitu Sang
Bandeng , anak Sang Pumpali yaitu Si Gigis
19. anak Sang Hurang yaitu Kakek [kaki] Jurwan, anak Sang Tira
yaitu Si Heruka, anak Sang Bu
20. nut yaitu Si Padwala, cucu [putu] Sang Bahuti yaitu Si Sinti dan
Si Wijaya, Si Bala anak Sang Pula
21. Wli Panjut anak Sang Kapi, Si Kapi anak Sang Jaman, jumlah
pembelian [ pinda / panumbas ] Samgat Ma
22. rganung Sang Danghil, tanah yang sedemikian itu [irikang /
lmah / ni / samangkana] seharga 1 kati, 13 suwarna dan 1 masa
emas yang dibeli [rakanang / pamali] Pu
23. Danghil dari Wihantan untuk keperluan [i / sira / arthahetoh ]
Sang Prasantamatih seharga 1 suwarna emas [ ma / su / 1]
kepada pengikut [i pani
24. lu] istri Samgat [samgat anakbi] yaitu Dyah Pendel seharga 5
suwarna emas [ / ma / su / 5] jumlah pembelian [ / pinda /
pamali ] / Pu Danghil dan ia istri Samgat [ / mwang / sira / stri /
samgat]
181
25. Bernama Dyah Pendel dari Wihantan seharga 16 suwarna uang
emas [ma / su / 16 ] setelah itu [mataheta] istri Samgat yaitu
Dyah Pe
26. ndel ikut memberikan dharmma kepada [umilu /
makadharmma / ikang] Wihantan keduanya [kinalihannira] dan
Samgat Marganung Pu Danghi
27. l ma () h ka mereka berdua memberikan bukti hadiah dengan
membeli kepada [ sira / kalih / cihnani / pageh / dwnira / humli
/ ikang] Wihantan / Dang Upaddhyaya [dopaddhya]
28. di / Wtehwteh diberi hadiah 6 masa, menyerahkan hadiah
kepada [sumrahakan / ikang / pasak / i] Dopaddhya / di
Wtehwteh /
29. Pejabat Mandami / kakek Jurwan yaitu Sang Hadyan Akalambi
Haji Sang Bayah di Wadihati diberi hadiah
30. 2 masa dan 2 kupang di Makudur yaitu Sang Kaja , Sang
Bwangbwang / diberi hadiah 1 masa dan 1 kupang keduanya
[kinalihanira
31. Atah] yaitu Nayaka Lampuran di Marganung, Sang Rayasam
bernama [makangaran] Kayu Manglan /
32. ..... dan Jung hu pramukha diberi hadiah 2 masa dan 2 kupang
semuanya, pejabat Wahuta di Marganung
33. yaitu Nayaka Lampuran ia Hujung bernama Pra Byungye / saku
/ pilih / mapus / pramukha /
34. diberi hadiah 2 masa dan 2 kupang semuanya lalu pejabat
Wihantan / menyelesaikan [manghiras]
35. ........ ya () pasunghanuryyasab dibatasi dan akan dijadikan sima
ole [sinusuk / mwang / ika / simma] Samgat Marganung Pu
Danghil/
36. hala –mayuhanga kala (.....)
BAGIAN BELAKANG
1. [.......]
2. [.......]
3. [.......]
182
4. [.......]
5. [.......]
6. [.......]
7. [.......]
8. ........petugas pengairan [lebleb]
9. pejabat Kalang, terpan, saluit, watu walang, pembuat permata
[pamani
10. kan] tukang patri [maaniga] pembuat anyaman pada hulu
pedang [sikpan] rumban, pejabat yang menghitung desa [wilang
wanwa] wiji kawah, tingkas, mawi, pejabat yang mengurus
penyeberangan [manambangi] / tuha
11. kang sahiran {?} pemimpin pande besi [juru gosali],
mangrumbe (?) pembuat narkotik [manggunje], kepala dukun
[tuhanambi], pemimpin golongan rendahan [ tuhanhunjemn ]
12. pengawas perjudian [tuhan judi], mucikari [juru jalir], peternak [
pabisar], tukang pedati [panggulung], pawungkunung {?},
petugas yang mengurusi padi [pulung padi], perajin dari wilayah
Hino [misra hino], pembeli/penjual tali [ wli ta /
13. (mbang)], pembeli/penjual kapak [wli wadung], penjual/pembeli
tali [wli tambang], penjual/pembeli pelita [ wli panjut],
penjual/pembeli kapur sirih [ wli hapu], perajin tikar [palamak],
penjaga lumbung padi [ paka lungkung], tukang urut [urutan],
pencuri/perampok [dampulan]
14. Pembuat tepung aren [tepung kawung], pejabat penerima tamu
[sungsung], pejabat pajak [pangurang], pejabat kehutanan
[pasukilas], payungan [?], pembuat bahan penghitam mata
[sipat wilut], pembuat perahu [jungkung], panin-anin [?].
15. Pengurus upacara menjelang malam bulan baru tanggal 14 saat
bulan purnama [mawasya], penagih pembayaran hutang [
hopan], pejabat penerangan [ pangrangngan], pejabat yang
mengurusi upeti [skar tahun], pembuat kapur sirih [panusuh],
pawang gajah [ mahaliman]
16. Kdi, dukun [wlyan], penyanyi [ widu mangidung], sambal
sumbul [?], abdi dalem [hulun haji], / singgah [?]
183
17. pabrsi [?], golongan abdi dalem [ watak i jro ], dan sebagainya
[ityetwamadi] tidak boleh memasuki tanah sawah sima
kakatikan [tan tama rikanang lmah sawah sima kaka
18. tikan /itu sampai perumahannya milik [ ika / tkeng /
pomahanya kewalya] Samgat Marganung Pu Danghil
19. itulah jumlah pajaknya semua [atah pramaua / i / sadrabya /
hajinya / kabeh], demikianlah sukhaduhkhanya seperti
[mangkana / ikanang / sukhadukha / ka
20. dynggan / ni ], bunga mayang tanpa buah [mayang / tan /
mawwah], labu menjalar di halaman [walu / rumambat / ing
natar], kematian yang mayatnya terkena embun [ wipati wangkay
/
21. Kabunan], darah tercecer di jalan [rah / kasawur ring dalan],
memaki [wakcapala], menjilat ludah yang tercecer [duhilattan
hidu
22. Kasirat], saling memukul [ astacapala], meninggalkan luka
senjata tajam [mamijilakan wurining kikir], mengamuk
[mamuk], merampok [ mamungpang],
23. Denda tambahan [ludan], pajak [ tutan / angsapratyangsa], saling
memukul dengan tongkat [danda kudanda], meracun
[kakdihaladi], Samgat
24. Marganung yaitu Pu Danghil itulah jumlahnya dari pajaknya,
adapun pajak [atah p (r) amana ri drabyahajinya kunang
25. Ikanang], misra manambal [?], pembuat cawring [manawring ],
manglili mapahangan, pembuat tali pta [mangapus], ma
26. ....... ha ....... ma, pembuat periuk [mangdyun], pembuat kapur
sirih [manghapu]. manghangsa [?], pembuat timbangan
[manula], pembuat warha merah [ wungkudu], pembuat minyak
jarak [malurung], ma
27. gawai rungka [?], pembuat payung bundar [ payung wlu],
pembuat daun upih [mopi], pembuat bantal [ kajang], pembuat
barang anyaman [magawe kisi], membubut [mamubut], mana
28. ......... menangkap dengan jaring [manawang], ma () ngkab [?],
memerangkap burung [mamisandung manuk], menjerat hewan
[ makalakala], ka
184
29. ....... ya pajaknya dibagi tiga bagian [tlung duman drabya
hajinya], sebagian untuk [saduman mare] Samgat Marga
30. (nung) bernama Pu Danghil, sebagian untuk orang yang
memelihara sima [saduman mara irikang punta makmitan
sima], sebagian untuk [sadu
31. (man ma)rah Sang Mangilala Drabya Haji demikianlah bunyi
anugerah [mangkana parnnah nyanugra]
32. (ha) Sri Maharaja kepada Samgat Marganung bernama Pu
Danghil sudah ditetapkan [tlas mapageh]
33. ... n diubah oleh Sang Raja yang menggantikannya [kolahulaha
de sang anagata prabhu] dan pejabat Pinghe, pejabat Wahuta,
Pejabat Ra
34. (ma), pejabat Nayakaa, pejabat Partaya sampai akhir jaman [tka
Ing dlaha ning dlaha] ka
35. .......... mengganggu tanah sima kakatikan di Hering [umulahula
ikang lmah sawah sima kakatikan i hring] jelas [ kapra
SISI 1 (KIRI)
1. Siddha] melampaui perintah raja saat itu [ langghana inga
2. jna haji ikana] demikianlah kelalaian dari dia [ mangka
3. na ya sangkana ni prama
4. danya] ia dikenai anugerah [ knana ya nigraha]
5. uang emas sebanyak 2 kati, uang perak 1 suwarna [ma ka 2 dha
su 1]
6. dan terlepas dari lima petaka yang besar [mwang salukar ning pa
7. mahapataka] dirasakan selama seribu koti [ bhukti
8. nya ing sasrakoti]
9. orang [janma] di saat itu [iriku kala]
10. mempersembahkan kepada Samgat [mangaseaken samgat]
11. Marganung yaitu Pu Danghil
12. Persembahan kepada Sri
13. Maharaja sebanyak 5 suwarna dan sepasang kain untuk laki-laki
[ma su 5 wdih
14. han yu 1], Rakryan
15. Mapinghe yaitu Hi
185
16. no Pu Sahasra dan Rake
17. wka Pu Baliswara diberi
18. hadiah
19. masing-masing 1 suwarna dan 6 masa emas serta sepasang kain
untuk laki-laki
20. pejabat Rake
21. Sirikan yaitu Pu Balyang
22. Diberi hadiah
23. 6 masa emas dan sepasang kain untuk laki-laki [ma 6 yu 1] Rake
Ka
24. nuruhan yaitu Pu Da, Samgat
25. Pikatan yaitu Pu Sata
26. Diberi hadiah
27. Masing-masing 1 masa dan sepasang kain untuk laki-laki [ma 1
wdihan
28. yu 1 sowang sowang], Pejabat Tiruan [(ti)
29. ruan] yaitu Dapunta Pu Ritap
30. diberi hadiah
31. uang 5 masa dan sepasang kain untuk laki-laki [ma 5 wdi (han)
yu 1]
32. pejabat Wurutunggal yaitu Pu Bassu, Pu
33. lung, pejabat Watu yaitu Pu Tikas diberi
34. masing-masing uang 3 masa dan 8 pasang kain untuk lelaki
35. kepada pejabat Rake
36. Halaran yaitu Pu Bingung diberi
37. hadiah uang 2 masa dan
38. sepasang kain untuk lelaki, pejabat Manghuri yaitu Pu Sa
39. daya, pejabat Langka yaitu Pu Babru diberi
40. hadiah uang 2 masa dan 4 pasang helai kain untuk [ 2 ma 4 wdi
(han)
41. hle 1 sowang], pejabat di Wadhati
42. yaitu Pu Dinakara, pejabat Akudur Pu Swa
43. diberi hadiah masing-masing uang 2 masa
44. dan sepasang kain untuk lelaki [wdihan yu 1 sowang], pejabat di
tu
186
45. han dari wadihati .........ba ci
SISI 2 (KANAN)
1. pejabat di Lbur Poh pemimpin dari [tuha
2. ni] Makudur 3 orang yaitu Sang Wa
3. tu Walaing, Sang Nulad
4. diberi hadiah masing-masing uang 5 masa [wineh pasek ma
5. 5] dan sehelai kain untuk lelaki [ wdihan hle 1 so
6. wang sowang] pejabat Pangurang dari
7. Wadihati yaitu Sang Dulang, Manu
8. ngku yaitu Sang Saditi, pejabat Pangurang di
9. ra Makudur yaitu Sang Rake
10. pejabat Wala Manungku yaitu Sang ....
11. diberi hadiah uang 5 masa [wineh pasek ma 5
12. wdihan hle 1 sowang
13. sowang] panu() ku
14. pejabat di Waru yaitu Wadihati bernama Sang Ka
15. mampah mah lwi ngu su () k (?)
16. uang emas 1 suwarna dan 8 masa [ma su 1 ma 8], Panglebur
17. kenang kadik Samgat
18. wadihati uang emas 3 suwarna [ ma su 3]
19. pembelian [panumbas] irika sarbwa
20. sesaji untuk sang Kudur uang emas 8 suwarna [ma su
21. 8] pejabat Sang Tuhan di Pakaru
22. lat semuanya [makabehhan]
23. Juru Kanayakan di Ha
24. Jibernama Pu Kundhu, Jru Wadwa
25. Di Rakai Sama, Ju[ru]
26. kalula manalaha
27. ran, Juru Tulis [citralekha] yaitu Sang Lu
28. mku, Dangwan Parujar
29. di Hino Kandamuhi yaitu Dang a
30. caryya Basu, pejabat di Wka yaitu untuk
31. ...... Dang Acaryya Nissaya
32. di Sirikan Hujung Galuh [nkaluh] Sang
187
33. Hariwangsa d i Madander Da
34. ng Acaryya Patha di Bawang
35. Dang Acaryya Naka di Kanu
36. ruhan Sang Ramarasa di Tiru (a)
37. sumu ...... Atmasiwa
38. pejabat di Wadihati yaitu Sang Babang
39. pejabat di Makudur yaitu Sang Rakepel di
40. Tritawan ........ diberi hadiah
41. Emas kati [ma ka] .... semuanya [waih ni]
42. Lecetalaipa kepada Sri Ma[hara]
43. ja Rake Humbulu Pu Brapa
44. baruk a ..... ka du () te
45. mana diberi hadiah uang 1 masa
46. .....wahannira Pinghe Ruju
47. ..........sa ...
Foto lokasi penemuan prasasti Hering di Desa Kujonmanis
Kecamatan Tanjunganom, ditengah-tengah Tempat Pemakaman
Warga Desa Kujonmanis.
188
Lampiran 4 :
4. PRASASTI ANJUKLADANG
Deskripsi
Prasasti batu yang ditemukan di Desa Candilor, Kecamatan
Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Sampai saat ini
tersimpan di Museum Nasional Jakarta, dengan nomor inventaris
D.59 (Brandes, 1913:84). Prasasti berbentuk segi empat, agak
melebar di tengah, dan sisi bagian atas dibentuk akolade (kurawal).
Prasasti berukuran tinggi 206 cm, lebar 100-104 cm, tebal 27 cm.
Prasasti berdiri di atas lapik padma setinggi 20 cm. Permukaan
prasasti di bagian muka dan belakang agak cembung (tidak datar).
Pada bagian atas dari sisi muka terdapat relief hiasan berupa chattra
(payung) yang ujungnya menjadi kemuncak prasasti. Di bawah
chattra (payung) terdapat relief berupa naga di atas teratai, diapit
oleh cakra (roda berjari empat) dengan lidah api di sebelah kanan
(sebelah kiri dari pengamat), dan sangkha (siput) bersayap di
sebelah kiri (sebelah kanan dari pengamat). Oleh Damais (1955:
158), relief tersebut ditafsirkan sebagai kronogram (sengkalan
memet), naga bernilai 8 (angka ratusan), cakra bernilai 5 (angka
puluhan), sedangkan sangkha bernilai 9 (angka satuan). Jadi semua
189
angka itu menunjukkan angka tahun 859 Saka. Di bawah relief
terdapat tulisan dalam aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno.
Bidang yang tertera tulisan tingginya 186 cm, jumlah tulisan ada 49
baris. Pada sisi muka banyak tulisan yang aus, terutama pada bagian
atas dan tepi kiri – kanan.
Pada bagian atas dari sisi belakang terdapat relif hiasan berupa
kepala Kala; mata melotot dan mulut menyeringai bertaring. Di atas
kedua bola mata ada semacam tanduk. Kala ini berlengan dua
dengan kedua tapak tangan berada di bawah pipi. Kala ini
berambut ikal memenuhi bidang samping. Di bawah relief terdapat
tulisan beraksara dan berbahasa Jawa Kuno. Bidang yang tertera
tulisan tingginya 180 cm, jumlah tulisan yang sudah sangat aus tapi
masih kelihatan jejaknya, ada 50 baris. Ketika bagian ini dibaca oleh
Brandes, beberapa baris tulisan di bagian tengah masih dapat
dibaca.
Pada sisi kiri yang permukaannya datar juga terdapat tulisan, tetapi
jumlah baris tidak dapat diketahui secara pasti. Jejak-jejak baris
tulisan yang masih terlihat ada 24 baris di bagian bawah. Demikian
pula di sisi kanan, adalah bagian penutup prasasti karena pada sisi
ini ada tonjolan relief flora. Permukaan datar dan agak kasar;
jumlah baris tulisan tidak dapat diketahui secara pasti. Jejak-jejak
baris tulisan yang masih terlihat ada 21 baris di bagian bawah. Alih
aksara prasasti Anjukladang telah diterbitkan oleh Brandes-Krom
dala OJO, prasasti nomor XLVI (1913:84-89).
Alih Aksara
SISI DEPAN
1. swasti / sakawarsatita / 859 / caitramasa / tithi / dwadasi
/krsnapaksa.ha pa so.wa
2. ra.aisanyastha grahacara. satabhisanaksatra /barunadewata
brahmayoga / kolawakarana irika / di(wa)
3. sany / ajna / sri maharaja pu sindok / sri isanawikrama
dharmmotunggadewa / tinadah / rakryan mapinghai kalih rakai
190
4. hino pu sahasra / rakai) wka pu baliswara / umingsori/ i / rakai
kanuruhan pu da / kumonakan / ikanang / lmah sawah
kakatikan /
5. iy anjukladang tutugan i [tanda] marpanakna / i / bhatara / i /
sang hyang prasada kabhaktyan / i / dharma / samgat / pu
anjukladang / pu [.....]
6. […….] sri maharaja / i / sri jayamrta […..]/ sima / punpunana /
bhatara [.....]
7. […….] pratidina / mangkana/ […..]/ sri maharaja / rikanang /
sawah kakatikan
8. […….] / i / bhatara / i / sang hyang prasada kabhaktyan / i / sri
jayamrta mari ta / yan / lmah sawah kakati(ka)n
9. n / iy-anjukladang / tutugan-i / tandha / sambandha / ikanang /
rama / iy-anjukladang / tutugan-i / tanda / kanugrahan / de / sri
maharaja /---- manglaga ---- /
10. prana 5 i / saprana / i / satahun satahun / matangnyan /
papinda/ lamwit 6 / ikanang sawah / kakatikan / iy-anjukladang
/ tutuga
11. ni […….] i / tan / wuang / i / tani / rama / dumadyakan / ikanang
/ katik / smangkana / ya / ta / matangyan / inanugrahan /
ikanang / rama / iy-anjukladang /
12. [……..] / katik / de / sri maharaja / tamolaha / magawi / ma / 4 /
madrwyahaji / iring/ mas/ su 12 / i / satahun satahun /[.....]
13. [……..] / mangkana / [......]/ ny-anugraha / sri maharaja /
irikanang / rama iy-anjukladang / tutugan-i / tanda tlas /
mapageh / tan / kolahulaha / [.....]
14. [……..] ya/ tka / ing/ dlahaningdlaha / parnnahan-ikanang / lmah
/ uggwani / sang hyang prasada / ateher-ang / jayastamba [......]
15. [……..] / muang / ikang / sawah / kakatikan / iy-anjukladang /
tutugani / tanda / swatantra / tan / katamana/ deni / winawa /
sang manak/ katrini / pangkur /
191
16. (tawan tirip) / muang / saprakara / ning / mangilala drwyahaji /
ing / dangu / misra paramisra / wuluwulu / prakara pangurang /
kring / padam / manimpiki / paranakan / limus galuh / [.....]
17. [……..]/ pangaruhan / taji / watu tajam / sukun / haluwarak /
rakadut / pininglay / katanggaran / tapahaji / airhaji / malandang
/ [.....]
18. [……..]/ tangkil / [……..]/ saluit / watu walang/ pamanikan /
maniga / sikpan / rumban wilang wanua / wiji / kawah tingkes /
mawi manambangi / [……..] / juru [.....]
19. [……..]/ tuha judi / juru jalir / pasibar / pagulung /
pawungkunung / pulung padi / tuhadagang / misra hino/ wli
hapu / wli wadung / wli tambang / wli panjut / wli harg /
20. […….]urutan / dampulan / tpung kawung / sungsung /
pangurang/ pasuk-alas / payungan / sipat wilut / kalangkang /
panginangin / pamawasya / hopan / trrpan /[.....]
21. Skartahun / panusuh / mahaliman kdi / walyan / mapadahi /
widu mangidung / sambal sumbul / hulun haji / pamrsi watek i
jro / ityewamadi / tan / [.....]
22. lmah / sawah / sima / kakatikan / iy-anjukladang / tutugan-i /
tanda / kaiwala / bhatara / i / sang hyang prasada kabhaktyan / i
/ sang hyang (dha)rmma / i / sri jayamrta (atah pramana / i /
sadra) /
23. / wya hajinya / magong madmit / kabeh / samangkana /
ikangang / sukhaduhkha / kady-anggan-ing/ mayang / tan /
mawuah / walu / rumambat / ring / natar / wipati / wangkai /
kabunan / rah / kasawur / ing / dalan /
24. / (wak)capala / duhilatan / hidu kasirat / hasta calra /
mamijilakan wuri ning kikir / mamuk / mamumpang / ludan
tuttan / angcapratyangsa / danda kudanda / bhan(dihaladi) /
25. […….]/ i / sang hyang persada kabhaktyan / sang hyang
dharmma / i / sri jayamrta / atah / parana / ni / drwya hajinya /
192