wanita itu. Karina, nama gadis tersebut. Bagas mulai membaca lembar demi lembar selanjutnya. Sampai saat ia mulai menemukan halaman yang menurutnya sebuah pengakuan yang cukup mengejutkan. Baru dirinya membaca setengah dari halaman tersebut, tiba-tiba ia mendengar pintu depan rumah nya di dobrak dan setelahnya ia mendengar banyak orang yang mulai memasuki rumah nya, sampai di depan pintu kamar nya. Ya, kini Bagas telah terkepung dan di tangkap. “Ada apa ini? Apa salah ku? Mengapa kalian menangkap ku?” Bagas menolak tangan nya di borgol, dia bingung ada apa? Lalu ia menoleh kepada senior nya yang sudah ia anggap sebagai seorang kakak itu hanya melihat kearah nya dingin. Ada apa sebenarnya? pikir nya. Setelah nya Bagas di bawa ke kantor polisi guna penyelidikan lebih lanjut. Kedua tangan nya telah di borgol oleh petugas. Sementara beberapa petugas lainnya memeriksa seluruh area rumah. Saat keluar Bagas sudah melihat beberapa petugas menjaga diluar
dan ada juga yang memberi garis polisi di area rumahnya itu. Ada beberapa warga juga yang melihat proses penangkapan dirinya. Para warga terlihat marah dan ada yang melontarkan makian kepada dirinya. Bahkan ada yang menghina nya dan memfitnah nya sebagai seorang pembunuh. Bagas bingung dengan apa yang terjadi, mengapa bisa dirinya disebut pembunuh?. Sebenarnya apa yang terjadi?. Semakin keras ia berpikir semakin dirinya tak menemukan jawabannya. Bagas pun masuk kedalam mobil polisi dan dibawa pergi ke kantor polisi untuk keterangan lebih lanjut. Di sebuah ruangan berbentuk kubus, dengan sebuah meja di tengahnya serta 2 bangku yang di letakkan bersebrangan, juga tak lupa lampu dengan cahaya temaram yang berada di tengah-tangah langit ruangan. Tak lupa sebuah kaca guna memantau aktifitas yang ada pada ruangan tersebut. Di ruangan itu terdapat seorang pemuda duduk dengan kondisi tangan di borgol. Lalu tak
lama dari arah pintu masuk seorang pria yang merupakan seorang inspektur senior di kepolisian, masuk di temani oleh seorang ajudan pribadi nya. Inspektur tersebut duduk bersebrangan dengan pemuda itu. Inspektur itu menatap lekat pemuda di hadapannya itu. “Dengan saudara Bagas Adriansyah, betul?” tanya inspektur itu pada pemuda di hadapannya. Bagas yang sedaritadi hanya menundukkan kepalanya kini mendongak saat namanya di sebut. “Ya, saya” ucap nya yang terdengar lesu, tatapan matanya pun mengisyaratkan sebuah kebingungan yang dibarengi oleh rasa terkejut atas apa yang telah terjadi hari ini. Inspektur itu mengangguk pelan sembari menghela napas pelan, “Baik, saya dengar Anda sahabat dari korban. Betul?” Bagas yang ditanya seperti itu hanya mengangguk tanpa bersuara. “Lalu, seperti apa hubungan persahabatan kali? Apakah ada pertikaian sebelum korban dinyatakan menghilang?” Bagas yang
memang pada dasarnya adalah seorang polisi penyidik tahu betul kemana arah pembicaraan ini. “Kalian menyangka saya pembunuh nya?” setelah Bagas mengatakan itu ruangan pun menjadi hening, orangorang yang berada di balik kaca hanya bisa membisu sembari memerhatikan hal apa yang akan terjadi selanjutnya. “Dasar payah, bagaimana bisa saya membunuh sahabat saya sendiri? Dan untuk apa saya bersusah payah ikut serta dalam proses penyidik dan penyelidikan kasus pembunuhan ini?” ucap bagas dengan raut wajah cukup kecewa. Dia kecewa pada rekan-rekan nya itu yang langsung menyimpulkan bahwa dirinya lah pembunuh itu. Dia tak tahu apa yang menjadi barang bukti nya. Dan siapa juga yang berani langsung menyimpulkan hal tersebut. “Tenang lah, kami hanya melakukan menginterogasi biasa pada Anda, sesuai prosedur yang ada. Lagi pun Anda juga seorang polisi yang bergerak dibagian penyidikan” ujar inspektur berusaha menenangkan
Bagas. “Baiklah jikalau begitu, tanyakan saja apa yang ingin kalian ketahui” ujar Bagas yang sudah kesal dengan semua ini. Dirinya hanya ingin membantu menyelesaikan misteri terbunuh nya sang sahabat. Inspektur itu lagi-lagi menghela napas nya, “Baik karena kamu sudah tau maksud dari kami semua maka tidak usah bertele-tele lagi, jelas kan apa yang Anda lakukan di rumah korban! Secara jujur dan terperinci serta jelas!” ujar inspektur dengan tegas. Bagas menarik napas berusaha agar tetap tenang dan tidak membuat orang-orang dibalik kaca itu mencurigainya. “Baik, saya pergi kesana untuk membantu mencari barang bukti lainnya”. “Apa Anda sudah mendapat surat izin pemeriksaan di TKP?” tanya inspektur. Bagas segera teringat bahwa ia telah ceroboh akibat hawa nafsu untuk segera cepat-cepat ingin bertemu dengan si pelaku. Sampai-sampai dirinya melupakan prosedur penyidikan yang paling pertama, yaitu memiliki surat izin pemeriksaan TKP.
Inspektur yang melihat Bagas terdiam kemudian menaikan satu alisnya. Bagas tau kode itu, itu adalah kode ekspresi untuk menekan terdakwah dari pertanyaan yang di lontar kan oleh para inspektur. “Tidak” jawab Bagas singkat dan memasang wajah percaya dirinya. Hal ini bertujuan agar inspektur yang bertanya pada nya mempercayai bahwa dirinya bukan lah pembunuh berantai akhir-akhir ini. “Lalu mengapa kau melakukan penggeledahan? Sebagai polisi Anda pasti tau bahwa hal itu bisa melanggar kode etika dalam penyidikan, bukan?” ujar inspektur. Bagas tau diri nya sedang ditekan untuk mengungkapkan semua nya, tapi dirinya sudah jujur sejujur-jujurnya. Bagas menghela napas berusaha menjernih kan pikiran nya. Inspektur melihat hal itu, dia pun menyudahi sesi interogasi hari ini. Setelah inspektur keluar dari ruang interogasi, Bagas segera di bawa oleh ajudan sang inspektur ke sel tahanan nya. Di sel tahanan nya Bagas masih terbayang-bayang oleh isi diary sahabat nya itu. Dan tadi sebelum dirinya
benar-benar di masukkan kedalam sel tahanan, dirinya diberitahu oleh ajudan inspektur bahwa kini dirinya ditetap kan sebagai tersangka sementara sampai hasil persidangan nanti keluar untuk memutuskan apakah dirinya bersalah atau tidak. Bagas teringat dengan sesuatu, tadi saat sedang mengganti baju tahanan ia sudah menyelipkan secarik kertas yang dimana kertas itu adalah halaman paling terakhir dari diary milik sang sahabat. Ia kemudian membuka kertas itu untuk mengetahui kelanjutan isi diary itu. Kertas tersebut bertuliskan, Jakarta, 20 Oktober 2024 pukul 20.48 Hari ini aku dikejutkan dengan sebuah fakta yang cukup mengejutkan diriku. Kekasih ku, Karina memiliki saudara kembar bernama Kirana. Kedua nya sama-sama cantik namun berbeda di sifat dan kebiasaannya. Karina kekasih ku dia gadis yang anggun sementara kembaran nya Kirana, dia adalah gadis yang tomboy. Saat tadi
puku 7 aku pergi kerumah nya, aku bertemu dengan Kirana kembaran nya, dia tak terkejut saat melihat ku, aku berpikir bahwa di sudah tahu dari Karina sendiri. Aku sebenarnya tidak pernah keluar pada malam hari dengan Karina dan Karina selalu menolak jika aku ajak untuk sekedar makan malam bersama juga dia tidak mau. Aku hanya bisa menghargai keputusannya. Namun berbeda sore hari ini, mengapa tidak aku pikirkan sedari kemarin, aku kan bisa saja berkencan dengan kekasih ku di apartemen nya. Aku berjanji tidak akn melakukan apa-apa sungguh, aku juga harus menjaga kehormatan gadis yang ku cintai. Namun, ada hal janggal saat aku hanya bisa bertemu dengan Kirana saja di apartemen itu. Saat aku bertanya kemana Karina pergi dia selalu menjawab, tidak tahu. Jujur aku merasa tak nyaman dengan tatapan yang diberikan Kirana. Namun aku menepis semua hal buruk itu. Aku lalu pergi pulang setelah menyampaikan salam untuk Karina kekasih ku.
Setelah membaca itu Bagas mulai teringat bahwa sang sahabat memiliki kekasih baru dan baru-baru ini memang mereka pergi berkencan. Dan saat Bagas melihat tanggal yang tertera pada kertas itu, iya baru menyadari dihari itu tepat 48 menit sebelum Andra sang sahabat menulis catatan tersebut dirinya menghubungi Andra, dan Andra yang merupakan polisi nuda yang jenius yang selalu benar dengan instingnya mengatakan pada Bagas saat itu bahwa dia cukup curiga dengan Kirana yang baru saja ia temui di rumah kekasih nya. Bagas juga sempat bertanya pada Andra siapa Kirana itu, dan Bagas mengatakan bahwa Kirana adalah saudari kembar dari Karina. Lalu, Bagas juga pada saat itu menyampaikan bahwa mungkin saja kedua nya tidak akur sehingga Kirana juga ikut-ikutan tak menyukai Andra karena Andra adalah kekasih dari saudari kembarnya. Bagas mengatakan itu supaya Andra memiliki pikiran biasa-biasa saja mengenai kembaran dari kekasihnya itu. Dan setelah itu telpon pun terputus setelah kedua nya berbincang selama 15 menit lamanya.
Sepertinya para petugas tidak tahu akan hal itu, pikir Bagas. Semua pada saat itu terlalu sibuk untuk mencari petunjuk di TKP. Hanya korban ke-4 dan ke-6 saja yang rumah nya di geledah karena kejadian pembunuhan itu terbilang cukup dekat dengan rumah pada korban. Bagas masih mengingat kejadian pada hari ini. Dimulai dari dirinya yang berniat untuk memeriksa ulang pakaian serta foto-foto yang di ambil dari TKP. Lalu berlanjut dengan ide nya untuk pergi menggeledah rumah sahabat nya dengan nekat tanpa adanya surat perintah. Ia mengaku bahwa dirinya saat itu hanya memikirkan tentang balas dendam atas nama sang sahabat, sampaisampai melupakan surat izin penggeledahan, yang nanti nya beresiko besar. Ya, dan sekarang ia tengah berada pada resiko dari perbuatan nya hari ini. Untuk kesekian kalinya Bagas menghela napas. Di tempat lain di waktu yang bersamaan, seorang pria tua namun masih terlihat bugar itu berjalan menuju belakang rumah nya. Dia pun berdiri di depan pintu
basement milik nya. Dibukanya kunci gembok di depan pintu, lalu berlenggang masuk kedalam. Anak tangga dilalui nya nunggu pada saat ia sedikit lagi sampai kebawah terdengar teriakan dari dalam basement. Wanita itu terus-menerus berteriak, meminta untuk di lepaskan. Dihati pria itu ia merasa bersalah namun harus bagaimana lagi ia menahan amukan wanita itu. Ia hanya bisa menatap wanita itu dari anak tangga paling bawah. Lalu ia pun menoleh ke samping kiri nya, banyak sekali potongan tubuh manusia yang sedang di asam kan. Beberapa ada yang sudah dipisahkan dari tulang-tulang nya. Sebagian lagi ada yang masih utuh dan di simpan di freezer besar yang berada di pojok ruangan. “Maaf” ujar pria tersebut dan berjalan ke arah kanan. Disana ada banyak macam-macam obat. Pria tua itu mengambil jarum suntik lalu mengisi nya dengan sebuah obat. Setelahnya ia dengan perlahan mendekati wanita itu. Melihat itu, si wanita terus memberontak tapi terkadang ia seperti menahan sesuatu. Seakan menahan
sebuah dorongan untuk bertindak liar. Tepat disamping wanita tersebut di pria tua itu bersiap dengan jarum suntik di tangan nya, lalu segera menyuntikkan cairan berupa obat penenang yang dicampur dengan obat tidur itu di leher si wanita muda tersebut. Namun naas, sebelum menyuntikkan nya, wanita tersebut sudah dulu terlepas dari ikatan tali yang menyanderanya dan segera menepis tangan pria tua itu. Akibat dari lampu basement yang temaram membuat pria tua tersebut tidak dapat melihat sekitar dengan jelas, sehingga di wanita muda tersebut bisa lepas dari ikatan talinya. Wanita itu menatap dingin sedingin bunga es yang meruncing kearah pria tua tersebut. Pria itu tengah sibuk mengatur napasnya. Di lubuk hatinya yang paling dalam, dirinya mengutuk dirinya sendiri karena tak becus mengikat si gwanita di hadapannya itu. Namun di satu sisi ia juga sangat takut dengan wanita di hadapannya ini, dirinya sudah bisa memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Hai prof, kita berjumpa lagi” ujar wanita muda tersebut. Ya pria tua itu adalah Profesor Hadi, profesor yang biasa menangani pemeriksaan otopsi dari jasadjasad manusia yang dikirim ke rumah sakit tempat nya bekerja. “M-m-ma-maaf” ujar profesor dengan ekpresi takutnya sambil melangkah ke belakang sedikit demi sedikit. Tangan kanan nya berada di depan mengisyaratkan agar sakit itu tidak mendekat, sementara tangan kirinya berada di belakang guna mencari alat untuk bertahan kalau-kalau wanita di hadapannya ini menyerang dirinya. Wanita itu hanya tersenyum lebar, namun senyuman itu tidak ramah melainkan sebuah senyuman kemenangan. Wanita itu terus mendekati profesor dengan langkah demi langkah. “Ada apa dengan mu profesor? Apa kau tak senang bertemu dengan ku lagi?” tanya wanita itu, ia pun berhenti melangkah mendekati profesor. Kini wajah nya menampilkan kekecewaan terhadap pria tua di hadapannya. “B-bu-buka se-seper-ti itu, a-aku senang
bertemu la-lagi dengan mu Kirana” ujar profesor Hadi dengan terbatas-bata. “Han-hanya saja, bi-bisa kah kakau menjauh dari k-ku?”, mendengar ucapan profesor yang menyuruh nya menjauh membuat hati wanita bernama Kirana itu sakit dan kecewa. Kirana pun menampilkan ekspresi marah nya. Harus nya aku tak mengatakan itu, ucap sang profesor dalam hati. Kirana berjalan mendekati profesor dengan cepat. Profesoryang melihat hal itu cukup terkejut hingga dirinya sampai tak bisa melangkah lagi akibat kaki nya yang mendadak kaku. Kirana berada tepat di hadapan profesor, jarak kedua nya hanya sejengkal saja. Tanpa ba-bi-bu, Kirana segera menghempas kan tubuh profesor ke tembok hingga profesor jatuh terduduk sembari memegangi kepalanya. Profesor merasakan ada sesuatu yang basah mengalir dari belakang kepala nya. Dibawanya tangan kanan milik nya untuk menyentuh belakang kepala nya itu. Dan saat dilihat, benar dugaannya bahwa kini ada darah mengalir dari belakang
kepalanya. Kirana segera berjalan kembali setelah mendorong profesor ke tembok. Lalu tanpa ragu ia menendang kepala sang profesor hingga terbentur ke tembok sampai sang profesor tak sadarkan diri. Melihat hal itu Kirana pun memeriksa detak jantung profesor, ia merasa detak jantung profesor nya itu melemah. Karena dirinya yang seorang psikopat membuat rasa tidak sabaran nya memuncak. Dengan segera ia mengambil pisau daging yang digunakan untu memisahkan daging dari tulang nya itu yang tergeletak di meja besar yang berada di tengah ruangan itu. Kirana yang tengah menggenggam pisau itu segera menancapkan nya ke tubuh pria yang merupakan profesor dari kembaran nya itu. Berkali-kali sampai isi perut sang profesor terurai keluar. Darah sang profesor menghiasi dinding di belakang nya, mengubah warna tembok yang semula berwarna abu-abu menjadi berwarna merah darah. Melihat isi perut pria dihadapan nya sudah berceceran dimana-mana, tanpa merasa
bersalah Kirana justru memakan usus kecil sang profesor dengan lahap seperti memakan mie. BRAAAAKK “ANGKAT TANGAN ATAU KAMI TEMBAK!” perintah seorang polisi yang merupakan kapten di tim tersebut dengan pakaian serba hitam dan membawa pistol laras panjang yang ditodongkan ke arah wanita di pojok ruangan tersebut, begitu pun polisi-polisi di belakangnya. Setelah itu polisi yang memberi perintah itu memberi isyarat kepada beberapa polisi di belakangnya untuk masuk secara perlahan dan waspada. Beberapa polisi pun akhirnya merangsek masuk kedalam ruangan tersebut dengan waspada. Kirana yang sudah dikepung itu pun tak merasa ketakutan, justru dia menampilkan wajah yang tenang seperti tak terjadi apaapa. “TIARAP! BERIKAN PISAU ITU!” perintah sang kapten sembari tetap menargetkan Kirana denga laras
panjang yang ia bawa, jari telunjuknya pun selalu berada di depan pelatuk pistol miliknya. Dengan tenang Kirana pun menyerah kan pisau itu dengan melemparnya ke arah lantai. Pisau pun akhirnya berada di bawah kaki sang kapten, dengan sigap kapten itu pun segera mengamankan pisau tersebut. Kirana dengan sukarela tiarap tanpa melawan sama sekali. Para polisi yang memastikan bahwa pelaku tidak melawan pun segera memborgol kedua tangan pelaku ke belakang punggung. Kirana, yang dirinya ditanggap pun tidak merasa ketakutan apalagi bersalah. Ia justru tersenyum miring atas apa yang sedang terjadi sekarang. Akhirnya Kirana di bawa ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Mobil polisi yang membawa Kirana juga dikawal dengan ketat oleh TNI yang juga ikut turun tangan sebagai tim gabungan untuk menangkap pelaku pembunuh berantai itu. Di kantor polisi kini Bagas sudah di bebas kan dari sel. Ia membulat kan tekad nya untuk berterus terang
mengenai kejadian sebelum sang sahabat sempat dikatakan menghilang. Setelah membaca sobekan kertas dari diary milik sahabat nya itu Bagas berusaha keras untuk mengingat apa saja yang di kata kan Andra pada saat mereka berdua berbincang-bincang pada malam itu. Bagas seketika ingat setelah ia menenangkan pikiran dang sahabat mengenai kecurigaan nya pada kembaran dari kekasih barunya itu. Lalu setelah itu Andra mengatakan bahwa ia juga sedang mencoba berpikiran positif namun tidak bisa, itu karena dirinya sempat masuk ke dalam apartemen dan melihat ada banyak bunga-bunga dan daun pandan serta makanan-makanan yang menurut nya aneh dan di letakkan pada nampan besar. Andra mengatakan bahwa ia ingin sekali bertanya namun entah mengapa mulut nya seperti terkunci dan suasana di apartemen itu terlalu mencekam menurut nya, sehingga ia mengurungkan niatnya untuk tidak bertanya. Setelah mengingat semua nya Bagas yang baru di masukan kedalam sel itu segera memanggil ajudan polisi
yang barusan menghantar nya ke dalam sel. Dan kebetulan sang ajudan masih berada di ambang pintu sembari berbicara ringan dengan polisi yang menjaga sel tahanan disana. Setelah ajudan polisi tadi menghampirinya Bagas segera menceritakan semua nya , semua yang dia ingat serta kertas sobekan yang ia ambil dari diary milik Andra. Dan pada waktu saat ini Bagas serta salah seorang senior nya yaitu Amin tengah menunggu tim gabungan kembali dalam operasi penangkapan Kirana. Amin, polisi senior itu sudah mengetahui semua nya dari Bagas sehingga ia juga turut ikut melacak keberadaan Kirana sekarang ada dimana. Dan mereka menemukan bahwa Kirana berada di sebuah rumah yang terbilang cukup mewah di kawasan perumahan yang terbilang cukup elite. Namun yang menarik adalah rumah mewah itu bukan lah milik dirinya atau keluarganya melainkan kan dipunyai oleh seorang profesor yang selalu menangani korban
pembunuhan 4 bulan belakangan ini. Yaitu profesor Hadi Utomo. Tak lama terdengar bunyi sirene mobil polisi. Akhirnya, pelaku sudah di tangkap dan mereka juga pasti sudah mengetahui bahwa masyarakat saat ini akan meminta pelaku di hukum seberat-beratnya. Dan benar saja tim gabungan yang terdiri dari tim elite kepolisian serta TNI itu pun berhasil membawa pelaku nya yaitu Kirana. Dengan tangan di borgol ke belakang dan wajah yang sudah diberi penutup itu kini di sorot oleh media yang memang sudah menunggu sedari tadi di depan kantor polisi untuk meliput pelaku pembunuh berantai yang selama itu cukup meresahkan para warga saat ini. Dan saat ini Kirana berada di ruang interogasi, dengan masih menggunakan penutup kepala namun tangan nya kini di borgol ke atas meja. Di balik kaca itu Bagas, Amin serta beberapa polisi lain nya sedang memantau pergerakan dari Kirana. Tak lama inspektur serta ajudan yang tadi juga menginterogasi Bagas pun datang.
Inspektur itu duduk bersebrangan dengan Kirana, lalu menyuruh sang ajudan untuk membuka penutup wajah yang masih berada di kepala Kirana. Saat sudah di buka kini terlihat lah wajah asli dari Kirana. Bagas yang baru melihat sosok Kirana itu pun sempat terkagum namun ia seketika sadar dari rasa kagumnya itu dan fokus mengikuti proses interogasi dihadapannya. Di ruangan interogasi tersebut inspektur tengah membuka lembaran-lembaran dokumen yang tadi ia bawa. Ia melihat catatan riwayat hidup dari wanita muda di hadapannya. Menelisik dokumen-dokumen seputar wanita muda itu. “Jadi nama lengkap Anda adalah Karina saputri, Betul?” tanya inspektur kepada wanita di hadapannya sekarang. Wanita itu, dengan tangan di borgol di meja itu menggelengkan kepala nya. Wajah nya terlihat pucat dan dingin. Sorot mata nya sangat lah tajam menatap ke arah sang inspektur, ajudan serta ke arah kaca yang di gunakan untuk memantau aktifitas di dalam ruang interogasi tersebut. Lalu kembali menatap
ke arah inspektur sembari tertawa keras, namun suara tertawa itu terdengar sangat menakutkan. Bagas dan yang lain nya yang berada dibalik kaca pun merasa kan hawa yang tidak nyaman. “Kata siapa aku Karina?” ucap wanita muda itu dengan wajah yang meledek ke arah inspektur. Lalu wanita itu kembali tertawa keras yang di akhiri dengan teriakan yang cukup nyaring di telinga. Wanita itu menjadi menggila dengan menghentak-hentakan tangan nya yang di borgol itu ke meja. “Ajudan tenangkan dia” ucap inspektur. Lalu ajudan yang bersama nya itu pun segera menghentikan wanita tersebut, ia menggenggam kedua bahu wanita itu. Wanita itu pun memberontak. “Tenanglah! Saya hanya bertanya saja!” ucap inspektur dengan nada membentak. Wanita itu pun perlahan menjadi tenang, namun wajah dingin nya tak memudar sedikit pun. Hening, baik di ruang interogasi maupun di ruang pengawas. “Baiklah, jika Anda bukan Karina lalu
anda siapa?” ucap inspektur yang akhirnya memecah keheningan. Wanita itu kini kembali tertawa dengan keras, “Ck ck ck, apa kalian tidak mencari nya dengan betul?” ucap wanita itu dengan wajah yang cukup menjengkelkan. Inspektur yang mendengar nya hanya menaikan satu alis nya, ia cukup di buat kebingungan dengan pertanyaan wanita di hadapannya. “Maksud Anda?” tanya inspektur. Wanita itu kemudian tersenyum sangat lebar hingga menampilkan semua gigi nya. “Jika kalian bertanya tentang Karina dia sudah tiada. Jadi hanya aku yang ada saat ini” ucap wanita itu dengan wajah yang tersenyum. Inspektur itu di buat kebingungan dengan perkataan wanita tadi. “Maaf maksud Anda bagaimana? Lalu jika Anda bukan lah Karina maka dengan siapa saya bicara saat ini?” tanya inspektur yang masih dengan wajah kebingungan nya, ia membaca di dokumen yang ia bawa tertulis bahwa wanita itu lahir dengan nama Karina Saputri, lahir di Gunung Putri, Bogor, ayahnya bernama
Adi Saputra dan ibunya bernama Salma Rohimah, pekerjaan kedua orang tua nya adalah buruh tani di daerah tempat tinggal mereka. Menurut riwayat yang tertulis dalam dokumen itu Karina atau wanita di hadapannya ini pergi merantau ke ibu kota 6 tahun yang lalu bersama paman nya yang merupakan adik kandung dari sang ibu. Dalam tulisan itu juga tidak tertulis jelas bagaimana dirinya bertemu dengan profesor Hadi. Lalu bagaimana si wanita muda ini bisa berada di rumah profesor Hadi?. Wanita itu masih dengan senyuman nya, “Kirana”. Hanya itu yang keluar dari dalam mulutnya. Di ruang pengawas, Bagas kini teringat dengan obrolannya bersama mendiang sahabatnya. Dimana mereka berdua membahas tentang Kirana wanita yang menjadi kembaran dari Karina kekasih dari Andra. Andra mengatakan bahwa ia merasa cukup pengap saat masuk ke apartemen milik Karina dan kembaran nya itu. Andra juga menjelaskan tercium bau anyir disana. Saat Kirana izin untuk membersihkan diri Andra
menggunakan kesempatan itu untuk melihat ke sekeliling area apartemen tempat kekasihnya itu tinggal. Ia cukup di buat kebingungan dengan berbagai macam obat-obatan aneh yang sepertinya itu bukan lah obatobatan seperti narkotika dan juga ada sebuah drum besar di pojok kamar, tak lupa ia juga melihat sebotol cairan hijau yang saat ia membaca bungkus tersebut bertulis kan asam Hidrofluorik. Andra yang tidak tau hal itu pun segera mempotret botol itu dan akan mengirim foto tersebut ke profesor Hadi, karena memang kedua nya terbilang cukup dekat sebagai rekan kerja antara senior dan junior. Setelah dari kamar tersebut Andra mengatakan dirinya segera pergi menuju ruang tengah agar Kirana tidak merasa curiga terhadap dirinya. Setelah baru sampai di ruang tengah Andra berniat untuk segera mengirimkan foto yang baru saja ia ambil ke profesor Hadi. Namun ia urung kan ketika Kirana memanggil nya dan bertanya apa ia sudah lama menunggu dan bertanya apa dirinya masih ingin tetap
menunggu Karina disini atau pulang saja. Saat itu sahabat nya memilih untuk pulang terlebih dahulu dan hanya menitipkan salam saja kepada Karina untuk tetap menjaga kesehatannya dan tidak sering untuk bekerja sampai larut. Setelah nya sang sahabat menceritakan diri nya segera pamit untuk pulang. Bagas bertanya pada sang kapten yang tadi memimpin penangkapan dari wanita yang berada di ruang interogasi itu. “Kapten, apa pelaku benar ada di rumah profesor saat penangkapan?” tanya Bagas ia cukup ragu dengan kemampuannya dalam menemukan lokasi pelaku pembunuhan berantai ini. Sang kapten pun menoleh dan mengiyakan pertanyaan dari Bagas. “Tolong ceritakan kronologi nya pada saya kapten” pinta Bagas dan sang kapten pun segera bercerita secara detail proses penangkapan dari Kirana. Bagas mendengarkan secara seksama, “Jadi di bawah basement ada tempat menyimpan mayat” ucap Bagas yang sedikit terkejut dengan cerita dari sang kapten. Lalu apakah basement
itu sudah di geledah kapten?” tanya Bagas. Kapten pun menjawab, “Beruntung nya setelah mendapat surat izin penangkapan kami juga mendapat surat izin penggeledahan. Jadi, ketika pelaku sudah kami aman kan, tim satuan yang lain bisa langsung menggeledah tempat itu” jelas kapten. “Lalu apakah barang bukti sudah diaman kan pula kapten?” tanya Bagas untuk kesekian kalinya. “Seperti nya sudah, karena saya tidak ikut dengan rombongan penggeledahan. Namun yang saya dengar, mereka menemukan banyak obat-obatan, seperti obat penenang dan juga beberapa zat asam yang melarutkan tubuh-tubuh para korban” jelas kapten. Kini setelah mendengar penjelasan sang kapten Bagas menjadi yakin bahwa Kirana, gadis yang berada di ruang interogasi itu adalah pelaku nya. Dan tidak salah lagi, dari tingkah laku nya pun memang menunjukkan bahwa dia adalah pelaku nya. Psikopat, hanya satu kata itu saja yang bisa Bagas gambarkan dari wanita muda itu.
Kembali ke ruang interogasi, kini inspektur pun mulai mengikutinya kemana arah bicara wanita muda itu agar dirinya bisa mendapat informasi lebih lanjut. “Baiklah Kirana? Izin kan saya bertanya, apakah Anda saudari dari Karina?” tanya inspektur. Kirana hanya menganggukkan kepala saja dengan wajah yang justru terlihat berseri-seri. Kira tersenyum lebar ke arah inspektur dan mencondongkan tubuh nya kedepan setelah nya ia mulai bercerita tentang diri nya dan Karina. “Apa Anda tahu? Karina itu sungguh kakak yang baik. Dia saudari kembar saya yang sangat penurut. Anda tahu? Selama ini Karina yang berjuang dan saya yang menikmati. Saat Karina di berikan pada orangorang itu saya hanya diam saja menikmati permainan yang disuguhkan. Anda tahu siapa yang memberikan tubuh Karina pada mereka? Paman, ya paman kami. Agra nama nya” jelas Kirana dengan senyum di wajah nya. “Dan kalian tahu kenapa kami bisa berkenalan dengan pak tua itu? Dia yang menemukan tubuh ini saat sudah selesai di pakai, dan di buang di pinggiran jalan.
Awalan nya aku juga ikut berterima kasih, karena bagaimana pun jika dia menyelamatkan Karina maka aku juga ikut selamat. Tapi semua itu berubah saat pak tua itu mengetahui keberadaan ku di tubuh nya Karina. Dia berniat membawa Karina ke arah kebaikan dan menginginkan aku lepas dan menghilang dari tubuh Karina. Pria tua itu menganggap ku suatu masalah besar bagi kehidupan Karina. Padahal selama ini Karina berterima kasih padaku saat dirinya terpojok oleh klienklien nya dulu. Tapi bagaimana pun juga aku sangat berterima kasih pada pria tua itu karena telah menjadi kan Karina murid nya, sehingga aku tahu hal-hal yang dilakukan untuk menghilangkan jejak dan membalaskan dendam terhadap orang-orang yang telah memojokan kakak ku pada saat itu. Dan tak lupa orang-orang yang ingin menyingkirkan ku serta orang-orang yang curiga padaku” Kirana berbicara dengan penuh penekanan pada bagian akhir. Wanita itu menoleh ke arah kaca tempat orang-orang memantau nya sedari tadi dengan tatapan yang tajam.
Inspektur pun seketika dapat menyimpulkan pesan yang disampaikan oleh Kirana atau yang sebenarnya adalah Karina. “Baiklah, sepertinya kita harus lanjutkan besok obrolan ini. Dan mungkin besok, aku akan membawakan mu seseorang yang mungkin bisa membantu mu. Selamat malam” setelahnya inspektur pun berjalan menuju pintu keluar dan ajudan yang bersama nya tadi membawa Kirana ke tempat tahanan dimana Bagas pernah ditahan sementara. Di ruang pemantau pun semua orang juga ikut membubarkan diri. Begitu pun Bagas, ia juga segera keluar ruangan dengan perasaan ingin mengatakan sesuatu. Sesuatu yang merupakan kesimpulan yang ia buat sendiri selama memantau sesi interogasi Karina dan inspektur. Dia yakin bahwa wanita itu benar-benar Karina bukan Kirana, hal itu lah yang membuatnya berpikir sebuah kemungkinan bahwa Karina memiliki kepribadian ganda. Segelas keluar dari ruang pemantau Bagas segera mencari keberadaan inspektur yang tadi
menginterogasi dirinya dan juga Karina, ia di temani senior nya yaitu Amin. Keduanya segera pergi ke meja kerja sang inspektur, namun saat sampai disana ternyata inspektur itu tidak ada. Menurut keterangan salah satu rekan inspektur mengatakan bahwa setelah keluar dari ruang interogasi, inspektur pamit untuk pergi ke rumah sakit guna melihat lebih lanjut hasil otopsi korban terakhir, yaitu profesor Hadi. Kedua nya lantas bergegas pergi ke rumah sakit. Di perjalanan Bagas masih terpikirkan tentang yang di katakan oleh Karina di ruang interogasi dan juga percakapan dirinya dan juga Andra. “Bang!” panggil Bagas kepada rekan senior terdekatnya yaitu Amin. “Iya?” sahut Amin pada junior nya itu. “Abang merasakan hal janggal tidak selama sesi interogasi tadi?” ucap Bagas yang langsung pada topik nya. Amin yang mendengar nya langsung menyutujui akan hal itu, “Iya, aku merasakan hal yang cukup janggal tadi. Kamu juga merasakan hal yang sama?” ucap Amin. Bagas hanya
mengangguk kan kepala nya sebagai jawaban. Ia pun kembali fokus pada jalanan, ia harus segera berpikir positif saat ini, itu karena dirinya tengah menyetir mobil sekarang dan juga membawa nyawa diri nya dan senior disampingnya itu. Sesampainya disana mereka segera memparkirkan mobil mereka dan bergegas menuju laboratorium yang berada di sebelah IGD. Dan benar saja disana mereka melihat inspektur yang tengah duduk berdua sembari membahas sesuatu dengan salah seorang dokter wanita muda disana. Keduanya pun segera kesana dan memberi hormat pada inspektur. “Mengapa kalian berada disini?” tanya inspektur yang sedikit keheranan. “Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pak, ini terkait pendapat saya tentang pelaku” ucap Bagas. “Ya baiklah, sebelum itu kenalkan ini salah satu murid dari mendiang profesor Hadi. Chelsea kenalkan ini Amin dan ini Bagas” ujar inspektur yang memperkenalkan mereka masing-masing. “Dan Bagas ini adalah sahabat dari korban sebelumnya”
lanjut inspektur yang membuat Chelsea sedikit terkejut. “Ouh, saya rasa Anda juga pasti merasa kehilangan akan sahabat Anda yang menjadi korban” ucap Chelsea. “Hahaha, iya begitu pun Anda, pasti cukup terpukul saat mengetahui korban selanjut nya adalah profesor Anda sendiri” ucap Bagas. Chelsea hanya menghela napas, wajah nya terlihat cukup lelah akibat menangisi kepergian profesor yang sudah ia anggap sebagai ayah sendiri itu dengan cara yang cukup tidak manusiawi. “Dan juga sangat kecewa saat mengetahui pelaku yang sebenarnya” lanjut Chelsea. Inspektur yang berada disebelah Chelsea pun segera mengusap punggung wanita muda itu, sebagai cara untuk menenangkan hati dokter muda itu. Setelanjutnya ke-empat orang itu kembali berbincangbincang mengenai hasil otopsi dari laboratorium, wawancara singkat inspektur kepada Chelsea yang kini di tetapkan sebagai saksi mata dan juga penyampaian pendapat oleh Bagas kepada inspektur. “Saya juga
merasakan hal yang sama dengan kamu Bagas. Saat sedang melakukan interogasi saya sudah melihat kalau sepertinya terdakwa memang memiliki kelainan mental” ujar pak inspektur. “Dan, hal ini bisa menyulitkan untuk memberi hukum setimpal atau seberat-berat nya” lanjut inspektur kepada ketiga orang yang bersama dengan nya. “Betul pak, karena pasti ada penanganan medis, dan kasus ini bisa di bilang disebabkan oleh sebuah penyakit psikologis. Dan pasti nya hukuman yanh diberikan tidak sesuai dengan ke ingin dari keluarga para korban” ujar Amin. “Saya selaku sahabat dari salah satu korban pun pak, menginginkan terdakwa dihukum seberat-beratnya” ucap Bagas yang mengingat korban sebelum nya adalah sahabatnya sendiri. “Ditambah oleh kenyataan bahwa korban-korban selama ini beberapa memiliki nama di hadapan masyarakat” lanjut Bagas yang kembali mengingat bahwa salah satu korban adalah seorang politisi lokal. Ketiga orang lainnya juga setuju dengan pemaparan dari Bagas. Kasus pembunuhan ini juga membuat beberapa warga resah karena jumlah korban
yang mencapai belasan dapat dihilangkan nyawa nya hanya dalam waktu empat bulan saja. Benar-benar seorang pembunuh berantai saja yang bisa melakukannya. “Baiklah kalau begitu kita harus segera menyampaikan perihal ini kepada jaksa penuntut” ucap inspektur kepada kedua rekan nya. “Dan Chelsea, saya minta agar Anda bisa hadir sebagai saksi mata dalam persidangan. Saya permisi” ucap inspektur. “Saya juga akan membantu mencari seorang psikiater untuk bisa bermediasi dengan terdakwa pak” ucap Chelsea yang menawarkan saran pada inspektur. Inspektur mendengar hal itu pun tersenyum dan mengiyakan perkataan dokter muda itu. Akhirnya ketiga polisi itu pun kembali ke markas dan Chelsea juga kembali ke dalam laboratorium. Saat ketiga nya tiba mereka terkejut dengan keadaan markas atau bisa di sebut kantor polisi itu dalam keadaan yang sangat berantakan. Beberapa anggota yang berjaga pada malam itu pun terlihat tergeletak di lantai dan tak
lupa dengan darah yang hampir memenuhi lantai dan dinding ruangan. Semakin mereka masuk semakin gelap gedung itu. Semua lampu padam, cahaya rembulan pun sampai tak bisa menerangi ruangan-ruangan itu dengan ventilasi. Keadaan kacau di dalam, seperti nya listrik juga sengaja di padamkan. Ketiga nya pun segera pergi menuju sel tahanan sementara. Dan benar dugaan ketiga nya, sel tersebut kosong. Bagas segera mengeluarkan smartphone miliknya untuk di jadikan senter penerang, ia baru teringat akan hal tersebut karena rasa panik yang menyerang nya terlebih dahulu tadi. Hal tersebut juga diikuti oleh kedua seniornya. Dari yang mereka lihat dengan cahaya senter smartphone masing-masing beberapa tahanan juga ada yang bersimbah darah. Indra penciuman mereka juga sudah sedari tadi saat masuk mencium aroma anyir dari dalam gedung itu namun mereka memaksa masuk untuk mencari rekan atau mungkin tahanan sementara yang ada di gedung itu yang masih selamat untuk di minyak ke terangan.
“Apa kita terlalu lama keluar tadi?” tanya Amin berusaha mencairkan suasana yang bisa dibilang menegangkan saat ini. “Hampir setengah hari kita berada diluar. Dan pasti kalian sudah tau ini ulah siapa kan?” ucap inspektur. “Dan seperti nya tidak ada yang selamat disini, dilihat juga pasti dia tidak sendiri, pasti ada beberapa tahanan yang membantunya” ujar Bagas. “Betul, dan seperti nya beberapa tahanan yang tewas disini adalah mereka yang tidak ingin bekerja sama dengan yang lain nya dan juga dia” ujar Amin. Akhirnya ketiga nya pun memutuskan untuk keluar dari sana, untuk melaporkan kepada pihak pusat apa yang telah terjadi. Namun siapa sangka jikalau mereka tak memeriksa semua nya secara detail?. Dia berada di sana, tak kemana-mana, duduk terdiam diantara para mayat itu dengan kepala menunduk. Orang-orang bodoh, pikir nya. Segera ia angkat tangan kirinya dan menarik pelakuk pistol itu tiga kali. Kejadian nya begitu cepat
hingga ketiga orang tadi tidak menyadarinya. Dan orang yang menembak itu tidak lain adalah Karina. Wanita itu sudah ikut menggila akibat ulah saudari nya. Disisi lain Kirana yang mengetahui saudari nya dapat membunuh ketiga polisi tadi dengan cepat pun merasa bangga. Namun ia juga merasa sedih karena luka di perut mereka yang terus mengeluarkan cairan kental berwarna merah itu. “Akhirnya, tugas sudah” ucap Karina yang kini sudah mendapatkan kontrol atas tubuh nya kembali. Sekarang dia merasa senang karena saudari nya sudah tidak membahayakan banyak orang lagi. Setelah kedua nya bertengkar dalam satu tubuh hingga menyebabkan kekacauan dan ke gaduh, namun hal itu di manfaat kan oleh tahanan yang lain untuk kabur. Karina menyesali hal itu, tetapi ia sudah cukup bahagia bila setelah ini tak ada korban lagi. Dan ia pun kembali terlelap dengan pulas hingga tidak menghembuskan napas nya lagi.
BIODATA PENULIS Indah Laylla, Lahir di Bekasi, 10 Agustus 2004, merupakan seorang pelajar kelas 12 Mipa 2 di MAN 1 BEKASI. Selama menempuh pendidikan di MAN 1 BEKASI mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperti Tahfidz, Fisika Klub dan Riset Klub. Juara 3 Lomba MKTIQ Tingkat Nasional di UIN Bandung. Juara 1 Lomba Esai Antar Siswa di MAN 1 BEKASI. Pernah menjadi finalis 10 besar lomba Projek alat Fisika di UIN Jakarta. Menjadi pemenang Madrasah Award Jabar pada kategori Siswa Berprestasi pada acara Amal Bakti yang di selenggarakan di Pemda Bekasi. Memiliki hobi membaca, menulis dan menonton film. Suka menulis dikarenakan sering membaca enovel di aplikasi wattpad. Mengikuti komunitas menulis baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Apa ini aku ? Sebagaimana yang dikatakan semua orang, bahwa. Aku. Adalah kata yang mendeskripsikan gambaran sosok diri ini, layak nya diri ini memiliki raga dan jiwa yang saling menyatu. Itu terlihat di mataku, saat melihat seseorang di depan ku ini. Tidak terlalu tampan, terlepas dari kekerasan dan watak nya yang egois. Sikapnya yang membuat banyak memikat hati wanita yang menatap senyuman manisnya. Kau layaknya pengeran di lorong itu. Lorong, dimana kau tertawa, lesung pipi yang indah. tak lupa gelak tawa mu itu, entah kau apa yang kau tertawakan. namun itu membuat memori baru dalam lamunanku. Zyan, lorong yang penuh keramaian wanita yang berteriak namamu kita bertemu, masih teringat bagaimana teriakan itu hingga kini. Entahlah, senyuman yang selalu kau berikan jika kau bertemu dengan guru
atau sekarang akulah pemilik senyumanmu itu. Senyuman selalu masuk dalam lamunan ku. Incaran wanita di sana, tapi akulah yang memenangkan hatimu. Dibawah tiang basket dengan letih dan keringat yang membasahi keningmu, tanganku terulur untuk menyeka air itu. senyumanmu tercetak saat itu. bagaimana tidak tersipu malu? jika matamu menatap mataku dengan lekat. aku menundukkan kepalaku. sebab tak sanggup menahan malu saat ditatapnya. lalu kau pegang dagu ku dengan senyuman yang masih tercetak di wajahmu. kau berkata. “sudah kubilang berapa kali. jangan menundukkan kepalamu.” ucapnya seraya menatap mataku. aku mengerutkan kening. karena bingung apa yang diucapkannya. “memang kenapa?” tanya ku.
tangannya yang sebelum berada di daguku, sekarang sudah berpindah ke kepalaku, mengusap dengan lembut dengan tatapan yang tak pernah lepas. “karna mahkota mu lebih berharga. jika kau menunduk, itu akan membuatnya miring.” “bukankah sopan menundukkan kepala?” tanya ku kembali. “memang sopan. jika dilakukan di depan orang yang tepat.” “jadi tidak salah jika aku menundukkan kepala bukan?” tanya ku kembali. “untukmu aku melaranganya, jangan pernah lakukkan itu.” “bagaimana jika itu sebuah kesalahan?” lelaki itu malah terkekeh kemudian menyentil kening ku. “kau bukan anak kecil. Yang tidak tahu kondisi.” Ujarnya dengan kepala yang digelengkan.
Lagi lagi aku terpanah dengan senyuman manisnya itu, senyuman yang hanya diriku yang menatap hal itu. Lelaki itu berdiri kemudian mengulurkan telapak tangannya. “sudah sore, mau menemani penunggu?” tanyanya pada ku dengan senyuman dan kepala yang dimiringkan. Aku bahagia menatap lelaki didepan ku ini. Zyan. Tingkah dan aturan sederhana. namun mampu membuat semua orang tertarik dengannya. diri nya juga mengajarkan tentang tata krama yang ada disekitar. entahlah aku nyaman dengan dirinya jika seperti ini. semua wanita terkesima dan ingin sekali mendekati Zyan. untuk menyeka keringat nya, namun apa yang terjadi. Zyan malah mencari ku dengan tangan membawa handuk kecil yang diserahkan kepadaku. Kau tak kenal dengan rasa malu, atau menjadi pusat pehatian. Dan karna kau lah aku berani keluar dari zona
nyaman ku. dan berusaha untuk membuat diriku menjadi versi yang lebih bak lagi. karena Zyan pula. aku bisa mengerti bagaimana dunia saat ini, bahkan aku sedikit mendapat apa yang ku inginkan. bertahan dengannya adalah keinginan ku saat itu. Zyan pernah berkata pada ku. “kau jangan pernah meneteskan air mata, walaupun kau lelah dan tidak berdaya melakukan apapun.” Dibawah langit yang terbentang hamburan bntang bintang. aku lagi lagi dibuat bingung oleh perkataan lelaki itu. “mengapa tidak boleh Zyan? aku selalu menangis ketika lelah dengan hari ku” “kau tau?” ucapnya dengan tatapan mata yang begitu dalam menatapku. “wanita yang mengeluarkan air mata. akan terlihat lebih tegar, jika air mata itu menangisi sebuah penyesalan yang begitu pahit.”
perkataan Zyan selalu terisi di lamunanku, terdengar jelas bagaimana lelaki itu mengucapkan dan bagaimana kau meyakikanku. sampai bagaimana aku percaya tentang hal tidak akan pernah terduga. aku menyukai sosok lelaki penuh jejak itu. Waktu ku banyak bermasa lelaki itu dan bagaimana tentang dirinya aku sangat paham. Tak ada kata bosan dengan hari ku. Kau mengajarkan ku untuk mengenal lepas semua rasa dunia ini. Namun aku teledor dan ceroboh. Aku takut untuk maju saat ini. Tepat saat tanggal 12, kau hilang entah kemana. Tak ada jejak yang kau tinggalkan. Hampa, dan ada rasa yang aneh pada diriku. aku merasakan semua terasa sia sia.untuk apa aku bergerak saat ini? Pikir ku saat itu. Kadang aku berfikir. “mengapa dunia ini mempertemukan. Jika akhirnya dipisahkan.” Rasa tidak adil meliat semua orang bisa mengerti diri sendiri.
Sedangkan diriku? entahlah aku malas membahas tentang diriku. Berbulan bulan mencari kenyaman diri ini, aku berusaha melakukan apa yang membuat ku senang. Apa yang yang selalu ku lakukan sama saja. Senang? Itu tentu. Namun itu hanya sesaat. Sedih? Ah! Tidak terlalu. Jatuh cinta pun tidak. Ah flat sekali hidup ini. Tak lama kesibukan datang kepadaku. Aku sudah bisa melupakan dirimu. Senang rasa nya tidak ingat sosok dirimu, walau masih banyak kenangan dan yang ku ingat kata mu tidak boleh mengeluarkan air mata. Namun, kaulah penyebab aku mengeluarkan nya. “dunia mengapa tidak adil…” ucap ku dengan tangisan dan kepala yang ditundukkan. beberapa bulan kemudian. dimana aku sudah tegar dan bisa menerima diriku saat ini. dengan yang seperti ini. kau datang dengan candaan seolah tidak terjadi apapun.
kau kira aku akan menolak mu? tentu tidak itu yang ku tunggu selama ini. kau kembali dan tidak menghilang. membayangkan yang sudah terlewat akan terulang. malah diriku salah. aku malah menjadi orang lain kembali, membuat dan mengerjakan apa yang bukan seperti diriku. bahkan akupun tidak mengenal diri ini, semua yang ku jalankan adalah sebuah paksaan. paksaan untuk menghilang dan berusaha untuk tak berharap pada lelaki itu. apa arti aku sesungguhnya. jika diri ini pun tak tau apa yang sedang terjadi. bahkan tak mengenal apapun yang dikerjakan. melakukan segala untuk melupakan dan terbilang dari kata aku.
BIODATA PENULIS Eka Suci Syafira, biasa dipanggil Eka. saya kelahiran Pemalang, 30 Oktober 2004, hobi membaca dan menulis karangan dari haluan haluan fiksi. saya merupakan siswi dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Bekasi, jurusan MIPA. saya menyelam dalam hal penulisan dari tahun 2019, awal mula itu saya gemar membaca novel dan wattpad, dan akhirnya saya mempublish satu cerita awal saya Alaska My Husband, yang akan segera terbit. Karya lain nya yaitu Xynerva, karya kedua setelah cerita Alaska My Husband. Untuk kenal lebih dekat dengan saya. Kunjungi. wattpad ; ekasyfrr, Instragram; @ekasyfrr & @octmrxy
MENTAL PUBLIC SPEAKING "Putri! Ayo sarapan, ini baru jam 05.40". "Enggak mah, Putri sudah telat. Masih banyak tugas-tugas sekolah yang harus Putri selesaikan di sekolah". Jawab Putri yang sedang terburu-buru menggunakan pakaian. "Ya sudah, Putri membawa bekal saja ya? Sebentar, Mamah siapkan terlebih dahulu". "Oke mah" Jawab Putri kepada mamah nya yaitu Ulfah. "Ini bekal nya ya sayang. Jangan lupa di habiskan. Oh, iya! Kamu pulang nya jangan sore-sore. Ingat waktu loh, meskipun kamu harus mengerjakan tugas-tugas sekolah dan ekskul!" Ucap Ulfah yang sangat perhatian terhadap Putri. Hai, nama aku Aulia Tiffasya Putri yang biasa di panggil Putri. Sekarang Putri sedang menduduki bangku
SMA dan tentunya Putri masuk jurusan IPA karena citacita Putri ingin menjadi Dosen yang berbau kimia. Dahulu, Pada saat Putri masih menduduki bangku SMP. Putri type anak yang pendiam. Jangankan untuk mengikuti ajang perlombaan atau bahkan dalam ekskul, berteman selama 3 tahun saja teman nya tidak pernah ganti-ganti. Lalu, pada saat waktunya tiba. Dimana Putri harus masuk SMA impian nya tetapi tidak sejalan dengan teman-teman nya Kecuali satu orang yaitu M.Ilham Putra. Pada akhirnya inilah kehidupan yang sebenarnya yang sangat menantang. Mulai dari susah, senang, di bully, bahkan kisah cinta yang membentuk mental Putri yang sangat kuat dan tangguh dalam menghadapi rintangan. Hingga pada saat masa SMA, Putri tidak seperti pada saat masa-masa itu. 360° Putri berubah! • • • "Gila lo putri, jam berapa lo dateng? Perasaan gua jam 06.30 saja sudah pagi banget loh" ucap putra dengan kaget saat masuk kelas.