The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku Sistem Manajemen Kinerja Tahun 2021

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by agus winarno, 2023-05-15 03:48:55

BUKU SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Buku Sistem Manajemen Kinerja Tahun 2021

Keywords: Manajemen Kinerja

S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | i


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | i SISTEM MANAJEMEN KINERJA APARATUR SIPIL NEGARA Adi Suryanto, et.al. (Editors) Copyright @ 2021 Lembaga Administrasi Negara. All Right Reserved. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Judul Buku : Sistem Manajemen Kinerja Aparatur Sipil Negara Penerbit : Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia Tempat Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2021 Cetakan Ke : 1 (Pertama) ISBN : 978 – 623 – 98929 – 5 - 1 IKAPI : Nomor Anggota 599/Anggota Luar Biasa/DKI/2021 Redaksi: Gedung Atmodarminto, BPPK Kementerian Keuangan Jl. Purnawarman No.99, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Email : [email protected] Website : https://www.bppdapwi.com Whatsapp : 083840572182


ii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N SISTEM MANAJEMEN KINERJA APARATUR SIPIL NEGARA Editor: 1. Dr. Adi Suryanto, M.Si. 2. Dr. Agus Sudrajat, MA. 3. Sri Hadiati WK, SH., MBA. Reviewer: 1. Dr. Agus Sudrajat, MA. 2. Sri Hadiati WK, SH., MBA. 3. Drs. Riyadi, M.Si. 4. Suripto, S.Sos., MAB. 5. Marsono, SE., MM. 6. Drs. Haris Faozan, M.Si. 7. Dr. Suwatin, S.Sos., MA. 8. Arif Ramadhan, SAP., MAP. 9. Yoga Suganda Sukanto, S.Sos. Desain Sampul dan Tata Letak 1. Agus Pahrul Sidik, ST. MT. 2. Arif Ramadhan, SAP., MAP.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | iii Tim Penulis 1 Dr. Hary Supriadi, SH. MA Widyaswara Ahli Utama 2 Suripto, S.Sos., MAB Peneliti Ahli Madya 3 Marsono, SE. MM Peneliti Ahli Madya 4 Arif Ramadhan, SAP., MAP Peneliti Ahli Pertama 5 Parjiono, S.Sos Analis Kepegawaian Ahli Madya 6 Drs. Hari Budimawan Analis Kepegawaian Ahli Muda 7 Dr. Sri Wahyu Wijayanti, SE. M.SE. Peneliti Ahli Muda 8 Azizah Puspasari, SPd., MPA Analis Kebijakan Ahli Muda 9 Agustinus Sulistyo Tri P, SE. MSi. Peneliti Ahli Madya 10 Renny Savitri, S.IP., MA Peneliti Ahli Muda 11 Ichwan Santosa, S.Sos. Analis Kebijakan Ahli Pertama 12 Octa Soehartono, S.E., M.P.A. Analis Kepegawaian Ahli Muda 13 Witra Apdhi Yohanitas, S.Kom., M.A.P. Peneliti Ahli Muda 14 Azwar Aswin, S.Sos., MAP Peneliti Ahli Pertama


iv | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SAMBUTAN MENTERI PEMBERDAYAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Visi mewujudkan Indonesia yang maju, bermartabat, berdaya saing, dan sejajar dengan negara-negara maju di dunia menuntut birokrasi berkelas dunia. Birokrasi harus kapabel, berdaya saing, mampu mengelola roda pemerintahan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya menciptakan birokrasi yang berorientasi pada hasil, tidak semata berorientasi pada prosedur, proses, dan rutinitas. Oleh karena itu, Kementerian PANRB memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun birokrasi berkelas dunia. Untuk mencapai visi reformasi birokrasi tahun 2024, Kementerian PANRB telah menerapkan dua tahap roadmap reformasi birokrasi. Untuk meningkatkan pencapaian target roadmap reformasi birokrasi tahap kedua, Kementerian PANRB telah menerbitkan kebijakan tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Sistem Kinerja Pegawai. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa taala, semangat untuk pembenahan dan perbaikan juga dimiliki oleh Kementerian/Lembaga, salah satunya Lembaga Administrasi Negara melalui Kedeputian Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | v Negara yang telah berinisiatif untuk menyusun Buku Sistem Manajemen Kinerja Aparatur Sipil Negara. Dari isi buku ini, tentunya sangat penting dan sangat baik dalam memperkuat implementasi Peraturan Menteri PANRB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Sebagai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Akhir kata, sebagai Menteri PANRB, saya mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Administrasi Negara c.q. Kedeputian Bidang Kajian dan Inovasi Manajemen Aparatur Sipil Negara yang telah berinisiatif menyusun buku ini. Semoga buku Manajemen ASN ini dapat memberikan kontribusi dalam Implementasi PermenPANRB Nomor 8 Tahun 2021. Jakarta, 22 Desember 2021 H. Tjahjo Kumolo, S.H.


vi | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N SEKAPUR SIRIH KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI Sebagai salah satu institusi yang mendapatkan mandat langsung dari Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Lembaga Administrasi Negara telah dan akan terus menguatkan komitmen untuk menjadi penggerak utama dalam mewujudkan world class government. Untuk itu, dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi, penguatan terhadap manajemen ASN akan terus dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam bidang ASN. Saat ini kita memasuki era Revolusi Industri 4.0, dimana dunia dihadapkan pada kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity), yang diperberat dengan pandemi Covid-19. Disinilah setiap organisasi pemerintah atau swasta diuji serta dituntut untuk berkinerja tinggi. Pembahasan terkait dengan kinerja PNS sampai saat ini masih menjadi isu yang sangat krusial. Kementerian PANRB pernah mengungkapkan bahwa lebih dari 30% PNS berkinerja buruk. Untuk itu dibutuhkan konsep dan kebijakan manajemen kinerja yang baik dan implementatif. Inisiatif Lembaga Administrasi Negara ini penting dalam menjawab tantangan manajemen kinerja ASN tersebut. Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN layak menjadi referensi utama dalam mengimplementasikan manajemen kinerja ASN di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Materi dalam buku ini selain merujuk pada kebijakan yang ada, juga diperkaya dengan konsep dan langkah praktis pada setiap aspeknya. Selain itu juga membahas model manajemen kinerja berbasis flexible work arrangement (FWA) yang sangat relevan dengan kondisi saat ini. Sebagai penutup, saya mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada tim penulis dan kontributor buku ini. Semoga Buku Manajemen Kinerja ASN ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan manajemen kinerja di instansi pemerintah pusat maupun daerah, sehingga harapan untuk mewujudkan pemerintahan yang berkinerja tinggi dapat terwujud. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. Adi Suryanto, M.Si


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | vii SALAM PEMBUKA CEO GLOBAL TANOTO FOUNDATION Tanoto Foundation adalah organisasi filantropi independen yang berkomitmen untuk meningkatkan kekuatan transformatif pendidikan termasuk juga pengembangan SDM Aparatur di Indonesia. Kami juga menjadi katalis kemitraan pemerintah dan swasta untuk menghasilkan ide-ide yang progresif. Sejalan dengan misi kami, Tanoto Foundation mendukung sepenuhnya Lembaga Administrasi Negara dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara demi terciptanya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan publik yang prima yang dampaknya akan meningkatkan kepuasan masyarakat atas layanan pemerintahan. Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini kami pandang sangat penting sebagai pedoman bagi ASN untuk meningkatkan kinerja mereka sehingga kinerja yang diharapkan dapat sejalan dengan tujuan organisasi. Sebagai penutup kami menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia yang telah menginisiasi buku ini dan melibatkan kami dalam penyusunan buku ini, semoga kontribusi kami juga memberikan manfaat bagi negeri. Semoga bermanfaat, selamat membaca. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. J. Satrijo Tanudjojo


viii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N SELAYANG PANDANG DEPUTI KAJIAN & INOVASI MANAJEMEN ASN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini merupakan buku pedoman praktis Manajemen Kinerja ASN di Indonesia yang secara substantif menyajikan Manajemen Kinerja ASN dari sisi urgensi, kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengukuran, pembinaan, penilaian kinerja dan sistem informasi kinerja. Sisi menarik dari buku ini juga menyajikan manajemen kinerja dengan model flexible work arrangement (FWA) yang tidak hanya merupakan opsi baru, namun juga merupakan tuntutan pola kerja saat ini. Terwujudnya FWA ini tentunya tidak sekadar tersedianya sistem jaringan internet yang stabil, perangkat keras dan lunak yang memadai, namun juga tata kelola pekerjaan yang sesuai dan berkesinambungan serta peraturan yang mendukung. Tentunya hal ini tidak mudah terealisasi seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan komitmen dan keinginan kuat untuk berubah menjadi lebih dinamis dan fleksibel dalam pengabdian. Semua tentu bermuara pada upaya menapaki peta jalan pembangunan ASN seperti yang termaktub dalam RPJM (2020-2024), yakni birokrasi kelas dunia. Kami sangat mengapresiasi hadirnya buku ini, sebagai sumbangsih Lembaga Administrasi Negara untuk negeri khususnya di bidang pengembangan kompetensi dan peningkatan kinerja ASN. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Tanoto Foundation atas dukungannya dalam pengembangan knowledge creation selama ini. Sebagai penutup, semoga buku ini bermanfaat bagi ASN, akademisi, praktisi, mahasiswa dan semua kalangan yang membaca buku ini. Kami membuka masukan seluas-luasnya demi perbaikan buku ini di masa mendatang. Selamat membaca. Jakarta, 22 Desember 2021 Dr. Agus Sudrajat, M.A.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | ix DAFTAR ISI Identitas Buku i Tim Penulis iii Sambutan Menteri PAN RB iv Sekapur Sirih Kepala LAN vi Salam Pembuka Tanoto Foundation vii Selayang Pandang DKIM ASN viii Daftar Isi ix Daftar Gambar x Daftar Tabel xi Esensi Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN xiii BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN Hary Supriadi 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI Suripto 15 BAB III PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA Marsono dan Arif Ramadhan 45 BAB IV KONSELING, MENTORING DAN COACHING Parjiyono dan Hari Budimawan 55 BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI Sri Wahyu Wijayanti dan Azizah Puspasari 83 BAB VI TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA Agustinus Sulistyo Tri P dan Renny Savitri 98 BAB VII MANAJEMEN KINERJA DENGAN MODEL FWA (FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT) Ichwan Santoso dan Octa Soehartono 117 BAB VIII SISTEM INFORMASI KINERJA Witra Apdhi Yohanitas dan Azwar Aswin 138 DAFTAR PUSTAKA 148 BIODATA PENULIS 153


x | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Sistem Manajemen Kinerja 9 Gambar 1.2 Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja 13 Gambar 3.1 Skema Proses Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN 46 Gambar 3.2 Alur Rencana Kinerja JPT, JA, dan JF 49 Gambar 3.3 Format Rencana Aksi/ Inisiatif Strategis 50 Gambar 3.4 Format Pendokumentasian Kinerja 50 Gambar 3.5 Siklus Pelaksanaan Manajemen Kinerja ASN Agile 51 Gambar 3.6 Mekanisme Perubahan SKP 54 Gambar 4.1. Siklus Manajemen Kinerja 57 Gambar 5.1 Penilaian Kinerja PNS 91 Gambar 5.2 Penilaian SKP bagi JPT 91 Gambar 5.3 Penilaian SKP bagi JA dan JF 92 Gambar 5.4 Siklus Manajemen Kinerja PNS 92 Gambar 5.5 Format Penilaian Kinerja 95 Gambar 6.1 Penghargaan dan Pembinaan bagi ASN 116 Gambar 7.1 Kotak Manajemen Talenta 125 Gambar 7.2 Platform Utama Integrated Digital Workspace 134 Gambar 7.3 Mekanisme Kerja Flexiwork Bappenas 135 Gambar 7.4 Pola Kerja di Kemenkeu 136


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xi DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Rujukan Penjabaran Kinerja Utama 22 Tabel 2.2 Manual Indikator Kinerja 27 Tabel 2.3 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri 29 Tabel 2.4 Rencana SKP Pejabat Tinggi dan Pimpinan Unit Kerja Mandiri 31 Tabel 2.5 Rencana SKP Pejabat Administrasi 33 Tabel 2.6 Rencana SKP Pejabat Fungsional 34 Tabel 2.7 Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit Pejabat Fungsional 35 Tabel 2.8 Verifikasi Keterkaitan SKP dengan Angka Kredit JF 35 Tabel 2.9 Kategori Penilaian Kinerja Individu 36 Tabel 2.10 Rencana SKP Pejabat Administrasi 37 Tabel 2.11 Rencana SKP Pejabat Fungsional 38 Tabel 2.12 Aspek Orientasi Pelayanan 39 Tabel 2.13 Aspek Komitmen 40 Tabel 2.14 Aspek Inisiatif Kerja 41 Tabel 2.15 Aspek Kerja Sama 42 Tabel 2.16 Aspek Kepemimpinan 43 Tabel 2.17 Level Perilaku Kerja yang Dipersyaratkan 44 Tabel 4.1 Formulir Penetapan Kegiatan Konseling 63 Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Konseling PNS 64 Tabel 4.3 Daftar Nama Peserta Kegiatan Konseling 65 Tabel 4.4 Daftar Nama Peserta Pascakonseling 67


xii | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Tabel 4.5 Daftar Nama Peserta Mentoring 72 Tabel 4.6 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 74 Tabel 4.7 Hasil Pelaksanaan Kegiatan Mentoring 75 Tabel 4.8 Daftar Nama Peserta Pengukuran Potensial 80 Tabel 4.9 Daftar Nama Peserta Pelaksanaan Kegiatan Coaching 81 Tabel 5.1 Perspektif Balance Scorecard pada Sektor Swasta dan Publik 84 Tabel 5.2 Perbandingan Kebijakan Penilaian Kinerja PNS 86 Tabel 7.1 Identifikasi Jabatan untuk Penentuan Jenis FWA 127 Tabel 7.2 Jenis/Metode Flexible Work Arrangement (FWA) 129 Tabel 7.3 Contoh Laporan Kinerja Harian 131 Tabel 8.1 Perkembangan IP-TIK Indonesia, 2018-2019 139


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xiii Esensi Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN “a systematic process for improving organizational performance by developing the performance of individuals and teams” (Amstrong - 2006) Manajemen kinerja memiliki peran strategis dalam meningkatkan kinerja organisasi yang menghubungkan sinergi antara tujuan individual dengan visi dan misi organisasi. Namun, dalam sistem pemerintahan Indonesia, manajemen kinerja dinilai masih belum terimplementasikan dengan baik, dan masih dalam tataran konsep dan kebijakan yang ramai didiskusikan di berbagai seminar ataupun diskusi terbatas. Lahirnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan mengenai pentingnya kinerja, sebagaimana tertuang dalam konsideran menimbang huruf c bahwa ASN wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya. Selanjutnya, dijabarkan lebih lanjut dalam sebuah kebijakan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dalam hubungannya dengan manajemen kinerja, kebijakan tersebut menyebutkan beberapa aspek dalam manajemen kinerja yang meliputi: perencanaan kinerja; pelaksanaan kinerja, pemantauan kinerja, pembinaan kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS. Kemudian secara teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dalam upaya memperkaya referensi Manajemen Kinerja Pegawai, Buku Sistem Manajemen Kinerja ASN ini membahas beberapa hal mendasar meliputi: 1. Perencanaan Kinerja Pegawai, 2. Pelaksanaan dan Pemantauan Kinerja, 3. Coaching dan Mentoring,


xiv | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N 4. Pengukuran Kinerja Pegawai, 5. Tindak Lanjut Penilaian Kinerja, dan 6. Sistem Informasi Kinerja. Dan salah satu hal yang sedang “happening” saat ini dari organisasi berbasis kinerja adalah fleksibilitas, bekerja dari mana saja dan kapan saja, untuk itu buku ini juga menambahkan satu pembahasan lagi tentang Manajemen Kinerja dengan FWA (Flexible Work Arrangement). Sebelum masuk ke pembahasan mengenai penerapan Manajemen Kinerja, pada BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN pembaca akan disajikan tentang peran strategis Manajemen Kinerja termasuk pengertian, ruang lingkup dan tujuan serta tantangan manajemen kinerja di masa depan. Perencanaan kinerja pegawai merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses manajemen kinerja dan dapat menentukan keberhasilan organisasi. Untuk itu, pada BAB II PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI membahas tentang urgensi perencanaan kinerja untuk menegaskan pentingnya sebuah perencanaan kinerja, seberapa besar pentingnya perencanaan kinerja dalam sebuah manajemen kinerja pegawai. Untuk penerapan teknis operasionalnya, bab ini membahas juga tentang Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), SKP Model Dasar/inisiasi dan Model Pengembangan serta informasi yang harus dimuat dalam SKP. Bagaimana menyusun indikator kinerja individu secara SMART dan menentukan target kinerja, serta memahami jenis–jenis kinerja pegawai. Hal penting lainnya yang dibahas dalam bab ini adalah mengenai manual indikator kinerja sebagai instrumen pelengkap SKP yang akan memperjelas dalam memantau dan mengukur kinerja pegawai. Selain SKP, buku ini juga menyajikan aspek-aspek perilaku kerja yang disertai dengan definisi orientasi, level perilaku kerja dan indikator kinerja serta situasi penggunaanya. Perencanaan yang baik tanpa implementasi yang baik adalah kegagalan. Untuk memandu dalam implementasinya, BAB III PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN KINERJA akan membahas tentang implementasi dan pemantauan kinerja melalui proses pendokumentasian kinerja. Teknik


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | xv Pendokumentasian dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan tergantung pada kebutuhan organisasi. Dokumentasi ini digunakan sebagai evidence saat pemantauan kinerja PNS yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS secara berkala dan berkelanjutan dalam proses pelaksanaan SKP. Pembinaan kinerja merupakan salah satu tahapan penting untuk efektivitas implementasi dan pemantauan kinerja. Dalam BAB IV COACHING DAN MENTORING ini membahas pentingnya, pengertian dan tujuan coaching dan mentoring. Bab ini juga memperkaya dengan bahasan kebijakan dan mekanisme serta contoh instrumen coaching dan mentoring di lingkungan PNS. Pengukuran kinerja menjadi salah satu tahapan yang sangat penting dalam manajemen kinerja. Dimana hasil pengukuran akan menjadi dasar pertimbangan atas reward dan punishment yang akan diberikan kepada pegawai. Untuk itu, BAB V PENGUKURAN KINERJA PEGAWAI membahas urgensi, kebijakan, pengertian, tujuan, dan waktu dalam pengukuran kinerja pegawai. Bab ini juga membahas tentang tahapan penilaian pegawai, metode pengukuran dengan kelebihan dan kekurangannya serta kategori hasil penilaian. Tindak lanjut penilaian kinerja menjadi tahapan penting lainnya dalam proses manajemen kinerja pegawai yang maksudkan untuk memotivasi pegawai sebagai konsekuensi atas capaian kinerjanya. Tindak lanjut ini dapat berupa reward dan sanction/punishment. Oleh karena itu, dalam BAB VI TINDAK LANJUT PENILAIAN KINERJA membahas tentang berbagai kebijakan yang terkait dengan pemberian reward dan punishment mulai dari pengembangan kompetensi, pemberian insentif/tunjangan serta penghargaan lainnya untuk pegawai yang berkinerja baik dan sebagai penegakan disiplin untuk pegawai yang kinerjanya sangat kurang. Dalam pembahasan bab ini, dilengkapi pula dengan beberapa instrumen untuk tindak lanjut. Flexible Work Arrangements (FWA) dapat menjadi budaya kerja baru dalam lingkungan ASN. FWA lebih fokus pada output atau hasil daripada prosedur kerja. FWA ini bukan merupakan salah satu aspek dalam


xvi | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N manajemen kinerja yang diamanatkan dalam Sistem Manajemen Kinerja PNS, tetapi menarik untuk dibahas karena menjadi sesuatu yang baru dalam lingkungan kerja ASN. Oleh karena itu, BAB VII MANAJEMEN KINERJA DENGAN MODEL FWA disajikan untuk membahas konsepsi FWA dari berbagai variabel yang biasa digunakan, urgensi penerapannya di lingkungan pemerintahan saat ini, kebijakan dan implementasi FWA, teknis penentuan jenis FWA yang tepat untuk masing masing jabatan, serta kunci sukses penerapan Manajemen Kinerja Berbasis FWA. Perkembangan teknologi digital semakin cepat dalam mengubah cara kerja dan budaya kerja. Untuk itu, penggunaan teknologi dalam sistem manajemen kinerja menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam Pengembangan Manajemen Kinerja ASN. Dalam upaya membangunkan kesadaran mengenai pentingnya hal tersebut, BAB VIII SISTEM INFORMASI KINERJA membahas tentang transformasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, urgensi penerapannya dalam sistem manajemen kinerja pegawai, serta model dan teknis pengelolaan sistem informasi kinerja.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 1 BAB I URGENSI MANAJEMEN KINERJA ASN Peran Strategis Manajemen Kinerja Kesan apa yang dapat kita tangkap saat memasuki sebuah ruang pelayanan sebuah bank? Pada sebuah unit kecil kemungkinan anda akan diterima oleh seorang petugas keamanan, satu petugas layanan pelanggan (CS), dua orang teller, dan mungkin seorang unit manager. Semua terlihat bekerja dan menjalankan fungsinya secara penuh, tidak ada yang menganggur. Semua bekerja sesuai dengan tanggung jawab, dan tentu dengan reward yang berbeda. Apabila seorang dari mereka berhalangan ke kantor, misalnya karena sakit, proses layanan akan terganggu baik karena tugasnya saling berhubungan satu dengan lain juga karena setiap personel mendapat tugas dan target tertentu sesuai job description. Jika personel yang bertugas sebagai CS tidak hadir misalnya, maka pelaksanaan tugasnya harus segera ada yang menggantikan agar proses pelayanan tetap terlaksana sesuai dengan core business-nya. Nah sekarang apa yang bisa kita amati pada situasi kerja instansi pemerintah? Sebagai organisasi yang besar, sebuah raksasa birokrasi, terdapat banyak pegawai dengan berbagai jabatan dan status. Namun bagaimana pembagian tugasnya? Apakah jika salah satu dari mereka tidak hadir akan sangat berpengaruh kepada proses kerja dan kinerja? Berbeda dengan contoh lingkungan unit perbankan tadi, maka pada organisasi pemerintah pada umumnya persoalan ketidakhadiran atau keterlambatan dalam pelaksanaan tugas tidak akan terlalu berpengaruh. Disamping karena jumlah pegawai yang banyak, pembagian tugas dan target kinerja yang dibebankan juga seringkali tidak jelas. Atau setidaknya beban target kinerja hanya diberikan kepada “orang-orang tertentu” saja. Selain itu ketidakhadiran atau keterlambatan atau ketidaktercapaian (under performance) juga tidak memiliki konsekuensi berarti terhadap reward yang didapatkan atau bahkan tidak ada konsekuensi sama sekali. Jika antara pegawai berkinerja tinggi dengan kinerja rendah tidak memiliki konsekuensi


2 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N terhadap reward yang diterima, lalu apa yang mendorong orang untuk berkinerja tinggi? Disinilah justru terjadi situasi perilaku “makan tulang kawan”. Suatu kondisi dimana pekerjaan dilaksanakan orang lain namun turut merasakan hasilnya. Bekerja secukupnya, jika perlu cukup menjadi penggembira atau penonton saja! Hadir ke kantor tepat waktu atau terlambat, menghasilkan kinerja tinggi, sedang atau rendah, toh akan mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Istilah PGPS, Pintar “G#@*k” Pendapatan Sama, juga masih relevan. Kualifikasi dan kinerja tidak banyak berdampak pada pendapatan yang dibawa pulang. Karena kondisi demikian akhirnya pola pengawasan banyak dititikberatkan kepada kehadiran, berupaya memastikan bahwa pegawai hadir pada jam kerja yang ditentukan. Kontrol dilakukan untuk memastikan bahwa semua pegawai hadir tepat waktu, selalu berada di kantor (atau bahkan di rumah, saat WFH), bukan melihat pada kinerja yang dihasilkan dan hanya dititikberatkan pada kehadiran. Jelas kondisi di atas berdampak kepada motivasi pegawai. Jika tidak bekerja atau berkinerja tetap mendapatkan reward yang sama maka untuk apa bekerja dan berkinerja lebih? Pegawai akan berpikir yang penting hadir, gaji dan tunjangan tetap akan diterima dengan utuh. Bahkan jika sudah ada sistem kinerja yang melakukan pemotongan terhadap gaji dan tunjangan kepada mereka yang kehadirannya kurang, atau kinerjanya kurang, namun tidak akan memberi pengaruh banyak karena nilainya yang tidak signifikan. Atas dasar hal tersebut di atas, maka jelas dibutuhkan sebuah manajemen kinerja yang baik. Pengelolaan kinerja dimulai sejak perencanaan, penetapan target, pembagian target hingga individu, pengawasan dan pengendalian, hingga evaluasi serta reward berdasarkan kinerja. Kinerja tidak lagi diukur dari kehadiran namun menggunakan indikator yang baik, terukur, dapat dicapai, dan dapat dibandingkan. Sejalan dengan itu, buku ini bermaksud membantu menyediakan rujukan bagi upaya mengelola kinerja pegawai (ASN) pada instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Selain dari segi regulasi terkait kinerja juga dilakukan pembahasan tentang problem dan dinamika


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 3 penerapan manajemen kinerja. Berbagai persoalan yang sering dihadapi maupun tantangan pengelolaan kinerja pegawai dimasa yang akan datang. Buku ini diharapkan bisa menjadi pedoman praktis yang mudah dipahami dan implementatif. Dengan implementasi manajemen kinerja yang baik diharapkan kinerja ASN di instansi masing-masing dapat meningkat, sehingga bisa dicapai kinerja organisasi yang tinggi. Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Manajemen Kinerja Kinerja (performance) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1) sesuatu yang dicapai; 2) prestasi yang diperlihatkan; 3) kemampuan kerja (tentang peralatan). Sementara itu PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Perintah mendefinisikan kinerja sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sedangkan, PP 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja memberikan batasan pengertian kinerja dikaitkan dengan keberadaan PNS yakni kinerja PNS yang diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS pada organisasi/unit sesuai dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja. Dari berbagai pengertian tentang kinerja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja yang dapat diukur. Oleh karenanya aspek pengukuran menjadi sangat penting, baik ukuran yang digunakan, cara mengukur, maupun pengelolaan data hasil pengukuran tersebut. Pada evaluasinya atas administrasi pemerintahan (public service) tahun 2008-2013, OECD memberi perhatian khusus atas bagaimana manajemen sumber daya manusia memberi kontribusi. Isu utama yang menjadi perhatian adalah bagaimana mengukur kinerja dan bagaimana strategi untuk melibatkan pegawai dalam meningkatkan kinerja (OECD, 2016). Agar kinerja dapat dicapai dengan baik, tentunya dibutuhkan manajemen yang baik. Untuk itulah, maka manajemen kinerja menjadi sangat penting bagi organisasi dalam upaya mewujudkan kinerja yang diharapkan. Manajemen kinerja menurut Amstrong (2006) adalah


4 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N “a systematic process for improving organizational performance by developing the performance of individuals and teams” yang berarti bahwa manajemen kinerja adalah sebuah proses proses sistematis untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan cara meningkatkan kinerja individu dan tim. Dari pengertian ini, kita dapat menarik pemahaman bahwa manajemen kinerja sebagai sebuah proses sistematis dalam suatu organisasi akan dipengaruhi oleh capaian kinerja individu dan tim dalam organisasi tersebut. Pendapat ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh J. Lockett (dalam Amstrong, 2006), yang secara lebih tegas menyebutkan bahwa manajemen kinerja adalah “The development of individuals with competence and commitment, working towards the achievement of shared meaningful objectives within an organisation which supports and encourages their achievement” (Pengembangan kompetensi dan membangun komitmen individu, untuk bekerja dalam rangka pencapaian tujuan bersama dalam organisasi, dimana organisasi memberikan dukungan dan semangat untuk pencapaian individu tersebut). Dengan demikian, secara umum manajemen kinerja dapat dinyatakan sebagai suatu proses menyelaraskan atau mengintegrasikan sasaran organisasi dengan individu untuk mencapai efektivitas organisasi. Definisi tersebut juga menekankan pada pengembangan yang merupakan tujuan utama manajemen kinerja. Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan lingkup dari manajemen kinerja paling tidak menjadi 3 (tiga) indikator, yaitu: 1. Inputs (masukkan). Masukkan yang diperlukan untuk proses manajemen kinerja antara lain berupa kapabilitas sumber daya manusia, baik sebagai individu maupun tim, yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya. 2. Proses. Manajemen kinerja membutuhkan proses pelaksanaan kinerja, bagaimana kinerja dijalankan, mulai dari perencanaan sampai dengan tujuan yang diharapkan. 3. Outputs (Keluaran). Keluaran atau hasil kerja organisasi, baik dalam bentuk barang ataupun jasa, perlu dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apakah ada kesesuaian untuk pencapaian tujuan atau tidak. Jika terjadi deviasi antara keluaran dengan tujuan, maka perlu dilakukan umpan balik.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 5 Sebagai sebuah proses, manajemen kinerja merupakan kesepakatan yang terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, standar dan kompetensi yang dibutuhkan. Oleh karenanya, dalam proses ini ada unsur pengembangan pegawai agar kemungkinan tercapainya target yang ditentukan lebih baik. Selanjutnya, sistem manajemen kinerja seperti apa yang sebaiknya diterapkan oleh organisasi? Untuk memilih sistem kinerja yang cocok bagi sebuah organisasi, tentunya tidak bisa disamakan. Hal ini tergantung kepada karakter, kultur dan sistem yang diterapkan dalam organisasi itu sendiri. Dengan kata lain, tugas dan fungsi yang menjadi core business organisasi serta budaya kerja yang ada dalam organisasi, akan menjadi unsur penentu untuk menetapkan manajemen kinerja apa yang cocok. Pulakos (2004) mengemukakan bahwa “memilih sistem manajemen kinerja ditentukan atau mempertimbangkan kebutuhan fungsi dan tujuan organisasi, budaya organisasi, dan bagaimana integrasinya dengan sistem pengelolaan SDM lainnya. Tidak ada satu sistem manajemen kinerja yang tepat untuk semua organisasi”. Namun perlu dipahami bersama bahwa manajemen kinerja dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk menjamin aktivitas organisasi agar mencapai hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya manajemen dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, hakikat manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketepatan dalam memilih dan menerapkan manajemen kinerja yang sesuai dengan kebutuhan tugas dan fungsi organisasi serta budaya kerja yang ada, kemudian mampu diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sumber daya organisasi dengan baik, akan memengaruhi terhadap efektivitas proses manajemen kinerja itu sendiri. Salah satu contoh terkait dengan efektivitas sistem manajemen kinerja hasil survei Watson Wyatt (dalam Pulakos, 2004) menyimpulkan bahwa hanya 3 dari 10 pekerja yang setuju bahwa sistem manajemen kinerja di perusahaannya berhasil mendorong peningkatan kinerja. Bahkan kurang dari 40 persen pekerja berpendapat bahwa telah terdapat kejelasan target kinerja, adanya umpan balik yang jujur, atau telah berhasil menerapkan teknologi untuk membantu melakukan penyederhanaan proses.


6 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan mengapa respons pekerja masih rendah (kurang dari 40% yang merespons positif) terhadap efektivitas sistem manajemen kinerja ini. Misalnya: dimungkinkan pemilihan sistem manajemen kinerja yang diterapkan kurang tepat relevansinya dengan kebutuhan fungsi organisasi ketika diintegrasikan dengan sistem manajemen sumber daya lainnya. Atau dimungkinkan pula ada proses yang kurang sesuai dengan budaya kerja organisasi sehingga memengaruhi persepsi pegawai, baik secara individu maupun tim, terhadap penerapan sistem manajemen kinerja ini. Hal ini relevan dengan pendapat Amstrong (2006) yang mengidentifikasi bahwa hambatan dalam penerapan manajemen kinerja ini bisa timbul dari kalangan manajer (pimpinan) dan pegawai (karyawan) yang merasa bahwa dengan penerapan manajemen kinerja ini menjadi beban tambahan dalam bekerja, atau karena ada kepentingan yang kemungkinan terganggu. Jadi Persoalannya bukan pada buruknya desain sistem manajemen kinerja itu sendiri, baik instrumen maupun prosesnya, namun permasalahannya terletak pada inti dari kinerja itu sendiri yang kurang terakomodasikan sifatnya jika dikaitkan dengan kondisi organisasi, yakni karena kinerja sangat bersifat personal, menyangkut karakter individu pegawai dan budaya organisasi yang diterapkannya. Khusus untuk sektor publik, tantangan manajemen kinerja tidak kalah besarnya karena berbagai permasalahan dalam karakter budayanya. Sistem manajemen yang cenderung masih bersifat birokratis, pola hierarki yang kuat, dengan “red tape” birokrasi yang kental, sedangkan sistem manajemen kinerja membutuhkan dinamisasi yang didukung oleh kompetensi dan kapabilitas yang harmonis. Di samping itu, instansi pemerintah memiliki tugas dan fungsi yang cenderung masih bersifat umum dengan output yang bersifat “samar” sebagai salah satu ukuran akuntabilitas, menjadi sulit terukur. Sebagai entitas yang diberi kepercayaan mengurus kepentingan publik, maka kinerja yang jelas dan terukur menjadi ukuran apakah pengelolaan yang dilaksanakannya telah sesuai dengan amanat yang diberikan.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 7 Kebijakan Manajemen Kinerja Saat Ini Rujukan utama manajemen ASN saat ini adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, atau disebut juga UU ASN. Sebagai pedoman utama, maka UU ASN menyebutkan pentingnya kinerja bagi ASN antara lain: ASN wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya (konsideran Menimbang huruf c) Kinerja sebagai sebagai salah satu unsur dalam menerapkan sistem merit (Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22) Sebagai nilai dasar yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik (Pasal 4 huruf h) Beberapa lembaga yang kewenangannya diatur dalam UU ASN juga diberi amanat untuk mengawal kinerja ASN, seperti: KASN antara lain untuk mewujudkan ASN berkinerja tinggi, BKN untuk membina dan mengevaluasi pelaksanaan manajemen ASN termasuk untuk membangun sistem penilaian kinerja ASN, serta Lembaga Administrasi Negara (LAN) mendorong perwujudan ASN berkinerja tinggi melalui pembinaan dan penyelenggaraan pengembangan kompetensinya. Namun demikian, dalam siklus manajemen PNS, aspek kinerja hanya dalam hal “penilaian kinerja” (pasal 55 Ayat (4)) dan tidak menjelaskan proses manajemen kinerja secara keseluruhan. Sedangkan pada pasal lainnya penilaian kinerja diamanatkan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan karier, disamping aspek lainnya dalam pertimbangan karier yaitu kualifikasi, kompetensi, dan kebutuhan instansi (Pasal 69 ayat (1)). Sejalan dengan substansi aspek manajemen PNS berupa “penilaian kinerja”, UU ASN mengatur lebih lanjut terkait penilaian kinerja tersebut sebagaimana tertuang dalam pasal 75 hingga 78. Pasal 78 selanjutnya mengamanatkan agar pengaturan terkait penilaian kinerja ini diatur lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP). Kemudian, diterbitkanlah PP No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Akan tetapi, kebijakan tersebut hanya mengatur tentang Kinerja PNS, sedangkan penilaian kinerja PPPK tidak diatur, padahal unsur ASN meliputi: PNS maupun dan PPPK. Hal ini


8 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N perlu menjadi perhatian, karena PPPK juga merupakan bagian dari ASN sehingga maka perlu dibangun juga sistem pengelolaan kinerjanya agar pengelolaan terhadap kinerja ASN menjadi utuh dan tidak parsial. Jika merujuk pada regulasi yang mengatur tentang PPPK selain UU ASN, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, sebenarnya telah diamanatkan juga untuk mengatur kinerja PPPK. Beberapa ketentuan tersebut antara lain: ● Salah satu aspek dari 9 aspek manajemen PPPK adalah penilaian kinerja (Pasal 3 huruf c). ● Perjanjian Kerja harus mencantumkan antara lain “target kinerja” (Pasal 33 huruf b) ● “Penilaian Kinerja” diatur dalam Pasal 35 dan 36, dimana pasal 36 mengamanatkan agar ketentuan lebih lanjut terkait penilaian kinerja bagi PPPK ini diatur dengan Peraturan Menteri. Sementara ini, Peraturan Menteri untuk mengatur sistem penilaian kinerja PPPK masih belum tersedia. Dan ini berarti menjadi salah satu “pekerjaan rumah” yang harus menjadi perhatian agar pengelolaan kinerja ASN benar-benar terkelola secara lengkap dan menyeluruh. Merujuk kepada kebijakan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS, dapat diketahui bahwa sistem manajemen kinerja PNS meliputi komponen-komponen sebagaimana gambar berikut:


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 9 Gambar 1.1. Sistem Manajemen Kinerja Pembahasan lebih lanjut tentang komponen-komponen di atas akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya dalam buku ini. Selanjutnya, terkait dengan pembahasan secara teknis dalam kebijakan selanjutnya mengenai Sistem Manajemen Kinerja PNS, perencanaan kinerja, standar perilaku kerja dalam jabatan, pelaksanaan, pemantauan kinerja, pembinaan kinerja, penciptaan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara, penilaian kinerja, tindak lanjut, dan Sistem Informasi Kinerja PNS, diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 1 ayat (1) kebijakan tersebut, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil adalah suatu proses sistematis yang terdiri dari perencanaan kinerja; pelaksanaan, pemantauan dan pembinaan kinerja; penilaian kinerja; tindak lanjut; dan sistem informasi kinerja. Dalam kebijakan ini diatur mengenai seluruh komponen dari suatu manajemen kinerja termasuk bagaimana agar data manajemen kinerja bisa dikelola dengan baik melalui suatu sistem informasi.


10 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Manajemen Kinerja dan SAKIP Berbicara tentang manajemen kinerja, maka kita perlu melihat kinerja individu sebagai bagian tidak terpisahkan dari kinerja organisasi. Keterikatan ini berawal sejak perencanaan kinerja dimana rencana strategis organisasi (instansi) harus dijabarkan secara cascade ke unit-unit yang lebih kecil. Setiap pimpinan unit bertanggung jawab atas target pencapaian kinerja unitnya yang didistribusikan ke dalam target unit yang lebih rendah/lebih kecil hingga pada akhirnya sampai pada unit terkecil yaitu staf pelaksana secara individual. Proses perencanaan strategis, penentuan dan pendistribusian target sampai pada tingkat pengukurannya ini disebut sebagai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Pengaturan SAKIP ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Perpres No. 29 Tahun 2014 tersebut dinyatakan bahwa Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) sebagai rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Selain sebagai instrumen akuntabilitas SAKIP ini juga sebagai instrumen untuk mendorong peningkatan kinerja. Kinerja dalam hal ini didefinisikan sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Tantangan Penerapan Manajemen Kinerja Melihat berbagai capaian kinerja instansi pemerintah saat ini yang cenderung belum optimal, tentunya dibutuhkan upaya terencana dan berkelanjutan dalam rangka memperbaikinya. PP No. 30 Tahun 2019 tentang Manajemen Kinerja dan Permenpan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil, menjadi landasan untuk


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 11 mengambil langkah-langkah strategis memperbaiki manajemen kinerja di masing-masing instansi. Namun demikian, upaya ini dihadapkan pada beberapa tantangan yang menuntut upaya antisipasi dan langkah-langkah relevan yang efektif. Beberapa tantangan dalam melaksanakan sistem manajemen kinerja yang baik saat ini antara lain adalah: pedoman teknis dan instrumentasi yang ada masih terlalu komplek dan rumit; sinkronisasi manajemen kinerja pada level instansi dengan kinerja individu; penerapan pengelolaan data kinerja dengan pemanfaatan TI belum terintegrasi; pemanfaatan dan tindak lanjut hasil penilaian kinerja belum diterapkan; penerapan sistem kerja fleksibel (flexible work arrangement – FWA) belum diatur dalam kebijakan Sistem Manajemen Kinerja yang ada; dan manajemen kinerja bagi PPPK belum diatur secara tegas dan jelas. Dalam hal pedoman lebih teknis, termasuk instrumentasi yang dibutuhkan untuk menerapkan sistem manajemen kinerja, PP No. 30 Tahun 2019, mengamanatkan beberapa peraturan pelaksanaan yang harus sudah ada selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak PP tersebut diundangkan. Karena PP No. 30 Tahun 2019 diundangkan pada 29 April 2019, maka berbagai peraturan pelaksanaan yang diamanatkan seyogianya telah tersedia paling lambat pada tanggal 29 April 2021. Dengan diterbitkannya Permenpan RB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja pada tanggal 17 Maret 2021, maka amanat Pasal 60 PP No. 30 Tahun 2019 khususnya ayat (1), telah terpenuhi. Namun demikian, terdapat tiga ayat amanat dari pasal 60 yang belum ditindaklanjuti yaitu: ● Ayat (2) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme persetujuan dan evaluasi bersama dan mekanisme pengawasan penerapan Sistem Manajemen Kinerja PNS (Peraturan Menteri yang


12 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara); ● Ayat (3) tentang ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian bagi pejabat fungsional yang mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat Kurang atau Sangat Kurang (Peraturan Menteri yang menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara); dan ● Ayat (4) mengenai ketentuan lebih lanjut tata cara survei secara tertutup (Peraturan Kepala BKN); tata cara survei secara tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Pemeringkatan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dan pengelolaan informasi dan data penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Kepala BKN. Dalam hal pemberlakuannya, PP No. 30 Tahun 2019 ditetapkan untuk efektif berlaku (2) dua tahun sejak pengundangannya, sebagaimana disebutkan sebelumnya berarti seyogianya efektif berlaku sejak 29 April 2021. Namun demikian khusus terkait dengan ketentuan “Penilaian Perilaku Kerja berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan bawahan langsung”, masih diberikan kelonggaran waktu maksimal hingga 5 (lima) tahun sejak diundangkan, yakni harus diberlakukan selambatnya tanggal 29 April 2024. Tantangan berikutnya adalah bagaimana menyelaraskan target kinerja organisasi dengan target kinerja individu. Tentu saja penyelarasan ini harus diawali dengan penentuan indikator kinerja yang juga harus dibagi secara berjenjang (cascading) yang kemudian dilanjutkan dengan target yang harus dicapai dengan proses penetapan yang terbagi secara berjenjang pula. Praktik penetapan indikator, target, dan mendistribusikannya hingga tataran individu masih menjadi tantangan besar di berbagai instansi pemerintah. Unsur yang sangat penting dalam manajemen kinerja berikutnya adalah terkait dengan pengelolaan data dalam bentuk sistem informasi. Mengingat data yang dikelola banyak dan dinamis, maka dibutuhkan teknologi informasi yang dapat mengakomodir keadaan tersebut. PP No. 30 Tahun 2019 secara khusus memberikan perhatian atas pentingnya sistem informasi. Dalam Bab VII, yang secara khusus mengatur sistem informasi ini,


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 13 diatur bahwa data dan informasi seluruh aspek manajemen kinerja harus dikelola dalam sebuah sistem informasi sejak perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan, pembinaan, penilaian, hingga tindak lanjut. Gambar 1.2. Tantangan Penerapan Sistem Manajemen Kinerja Pentingnya sistem informasi ini, dimaksudkan agar dalam mengelola kinerja, aspek data dan informasi sebagai aspek yang sangat penting dapat terkelola dengan baik. Untuk itu bagaimana sistem ini dapat berjalan, baik terkait komitmen anggaran, dukungan teknologi informasi, ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten di bidang teknologi informasi, dan infrastruktur masih menjadi tantangan untuk dapat tersedia secara merata di seluruh instansi pemerintah di segenap wilayah Indonesia. Aspek selanjutnya yang menjadi tantangan adalah bagaimana memanfaatkan hasil penilaian kinerja khususnya dikaitkan dengan pembinaan pegawai. Hal ini penting menjadi perhatian karena jika kinerja yang tinggi tidak mendapat penghargaan yang memadai, maka akan menimbulkan demotivasi karena timbulnya perasaan tidak adil. Menjadi tantangan semua instansi untuk dapat menindaklanjuti hasil penilaian baik terhadap yang berkinerja tinggi maupun terhadap pegawai yang berkinerja rendah dibawah standar atau target yang ditetapkan. Demikian pula saat pandemi Covid-19 yang memaksa ASN untuk bekerja dari rumah (Work From Home-WFH atau flexible work arrangement – FWA) telah memunculkan tantangan tersendiri dalam mengelola kinerja. Tentu dalam konteks kinerja, yang tidak hanya melihat aspek kehadiran dan kerja semata, namun juga lebih berorientasi pada pencapaian kinerja tanpa kehadiran pegawai di kantor. Namun kondisi manajemen kinerja di sebagian


14 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N besar instansi pemerintah, saat ini belum siap dalam melaksanakan pola kerja dengan orientasi kinerja sepenuhnya. Tantangan terakhir adalah terkait dengan keberadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan bagian dari ASN. Pengelolaan kinerja PPPK perlu mendapat perhatian tersendiri karena sifat ikatan kerja PPPK yang tidak permanen (temporary), dan mereka direkrut dengan kompetensi khusus yang dibutuhkan organisasi dalam keadaan mendesak. Dalam kondisi ini, dibutuhkan kemampuan untuk melakukan sinkronisasi target instansi, distribusi target (cascading) hingga level individu yang tentunya meliputi PNS maupun PPPK tersebut. Karena berbagai tantangan tersebut, maka saat ini praktik manajemen kinerja menggunakan sistem yang bervariasi antara instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Namun demikian, buku ini tidak bermaksud menyeragamkan sistem manajemen kinerja yang harus diterapkan, namun lebih ditujukan untuk membantu instansi yang masih kesulitan dalam menerapkan sistem manajemen kinerja yang baik. Untuk itu buku ini juga memberikan gambaran atau contoh sistem manajemen kinerja yang diterapkan di berbagai instansi pemerintah yang dipandang dapat menjadi inspirasi. Inovasi tetap dibutuhkan agar sistem yang dibangun dapat optimal sesuai dengan kemampuan dan kondisi organisasi, dengan tetap samasama diarahkan pada upaya menciptakan kinerja pegawai dan kinerja organisasi yang optimal.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 15 BAB II PERENCANAAN KINERJA PEGAWAI Urgensi Perencanaan Kinerja Sebagai masyarakat urban yang tingggal di kota, kita mungkin pernah merasakan kekesalan karena kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik dan benar oleh pemerintah kota. Biasanya berkaitan dengan pembangunan jalan, pembuatan trotoar, pembuatan saluran air, pemasangan kabel listrik, pemasangan kabel telepon, pemasangan pipa air minum dan lainnya tidak dilakukan secara berurutan secara benar. Hal yang sering ditemui setelah pembangunan jalan selesai, tidak lama kemudian dibongkar lagi untuk pemasangan kabel listrik atau kabel telepon atau pipa air minum, setelah itu membangun trotoar dan setelah itu dibongkar lagi untuk membangun saluran air. Pelaksanaan pekerjaan seperti ini selain membutuhkan waktu yang lebih lama juga menjadikan kualitas pekerjaan menjadi tidak sesuai standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan hal ini sering kita temukan jalan yang amblas karena bekas galian pekerjaan lainnya. Oleh karena itu, merencanakan kegiatan dan atau aktivitas secara baik dan benar menjadi sangat penting. Baik dalam arti pembagian peran dari setiap level organisasi dan pegawai harus jelas dan tidak saling tumpang tindih. Benar dalam arti kegiatan yang dilakukan berurutan sebagaimana bisnis proses atau standar operasional prosedur yang telah ditetapkan. Melihat kasus tersebut diatas, maka perencanaan kinerja yang baik harus ada keterkaitan antara rencana kinerja organisasi pada level makro, messo, mikro serta sampai kinerja pegawai. Pada dasarnya secara konseptual, para pakar kinerja menyepakati bahwa manajemen kinerja pegawai merupakan bagian integral dari manajemen kinerja organisasi. Hal ini karena target kinerja pegawai akan menjadi kontribusi kinerja organisasi mikro, messo dan makro. Aguinis (2013, p.2) bahkan secara tegas mendefinisikan manajemen kinerja sebagai “continuous process of identifying, measuring, and developing the performance of individuals and teams and


16 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N aligning performance with the strategic goals of the organisation”. Tetapi dalam praktiknya, rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja pegawai belum saling terkait. Bahkan, tak hanya dengan rencana organisasi, rencana kinerja pimpinan dengan rencana kinerja pegawai masih belum terkait satu dengan lainnya. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil memberikan spirit untuk menyinergikan antara rencana kinerja organisasi dan rencana kinerja pegawai. Ini terlihat pada Pasal 8 ayat 2 khususnya yang menyebutkan bahwa Proses Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai dilakukan dengan memperhatikan Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, Perjanjian Kinerja, Organisasi dan Tata Laksana, Uraian Jabatan dan SKP atasan langsung. Michael Amstrong (2006) menyebutkan Sistem Manajemen Kinerja meliputi perencanaan kinerja, pelaksanaan rencana kinerja, monitor, penilaian dan tindak lanjut. Dapat dipastikan semua pakar manajemen menempatkan fungsi perencanaan menjadi hal pertama yang harus dilakukan dalam siklus manajemen. Urgensi perencanaan menjadi tahap pertama dalam manajemen antara lain karena memberikan arah, mengurangi risiko ketidakpastian, mengurangi tumpeng tindih, mempromosikan ide kreatif, fasilitasi pengambilan keputusan, menetapkan standar pengendalian. Dalam Peraturan Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 12 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Aspek Perencanaan Kinerja bahkan diberikan bobot penilaian paling tinggi sebesar 30%, Pengukuran Kinerja 25%, Pelaporan Kinerja 15%, Evaluasi Kinerja 10% dan Capaian Kinerja 20%. Dengan demikian, organisasi yang tidak memiliki rencana kinerja sama dengan organisasi yang tidak memiliki arah, tidak memiliki standar kinerja, kebijakan organisasi bukan karena kebutuhan, dan inefisiensi yang besar. Selanjutnya, Perencanaan kinerja menurut Michael Amstrong (2006) dapat dipahami sebagai kesepakatan pimpinan dan pegawai tentang apa dan bagaimana mencapai tujuan (kinerja). Apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, meningkatkan standar, meningkatkan kinerja dan mengembangkan kompetensi. Dan, bagaimana teknis pengukuran kinerja


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 17 dan bukti-bukti yang dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat kompetensinya. Apakah merujuk pada output kegiatan dan atau aktivitas yang menjadi kesepakatan harus dicapai atau dilakukan pada waktu tertentu. Target kinerja yang menjadi kesepakatan tersebut minimal memiliki unsur kuantitas, kualitas dan waktu sebagai standar kinerja. Untuk mempermudah dalam pengendalian pencapaian kinerja juga perlu dilengkapi dengan rencana aksi. Selanjutnya untuk penilaian kinerja pegawai secara objektif, adil dan transparan maka setiap kegiatan dan atau aktivitas memiliki teknis pengukuran yang reliable. Pengukuran kinerja yang objektif sangat penting untuk pemberian reward dan tindak lanjut atas capaian kinerjanya. Perencanaan kinerja pegawai diamanatkan dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a Peraturan Pemerintah (PP) No.30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil bahwa Sistem Manajemen Kinerja PNS terdiri atas: a) perencanaan kinerja, b) pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja, c) penilaian kinerja, d) tindak lanjut, dan e) Sistem Informasi Kinerja PNS. Sistem manajemen kinerja sebagaimana diatur dalam Pasal 3 merupakan prasyarat untuk melakukan penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Selanjutnya secara lebih lengkap rinci, perencanaan kinerja diatur pada Bab III yang meliputi Bagian Kesatu: Penyusunan Sasaran Kinerja Pegawai, Bagian Kedua: Penyusunan SKP Bagi Pejabat Pimpinan Tinggi, Bagian Ketiga: Penyusunan SKP bagi Pejabat Pimpinan Unit Kerja Mandiri, Bagian Keempat: Penyusunan SKP bagi Pejabat Administrasi, Bagian Kelima: Penyusunan SKP bagi Pejabat Fungsional, Bagian Keenam: Penyusunan SKP bagi Pejabat Fungsional yang Rangkap Jabatan, Bagian Kedelapan: Penetapan SKP Pegawai dan Bagian Kesembilan: Perilaku Kerja. Pengaturan Sasaran Kinerja Pegawai lebih detail selanjutnya diatur pada PermenPANRB No. 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dan secara lebih detail akan dijelaskan pada subbab berikutnya.


18 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Sasaran Kinerja Pegawai Diundangkannya PP No 30 tahun 2019 menjadi momentum untuk mengubah secara esensial perencanaan kinerja pegawai, tidak hanya formalitas tetapi lebih fungsional. Salah satu permasalahan mendasar dalam implementasi SKP berdasarkan PP No. 46 tahun 2011 yakni keberadaan SKP hanya untuk kebutuhan formalitas administratif. Permasalahan inilah yang menyebabkan SKP tidak dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan, pemantauan, pembinaan, pengukuran dan penilaian kinerja pegawai secara objektif dan optimal. Dalam ketentuan umum PP No. 30 Tahun 2019, Sasaran Kinerja Pegawai adalah rencana kinerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS yang harus dicapai setiap tahun. Sasaran Kinerja Pegawai tersebut sering disebut juga dengan SKP. Penggunaan istilah SKP sebenarnya sudah diperkenalkan sejak sepuluh tahun yang lalu sejak diterbitkannya PP No. 46 tahun 2011. Sehingga istilah tersebut sudah cukup familer untuk para PNS. Tetapi yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah setiap PNS memahami SKP secara benar menurut ketentuan PP No. 30 tahun 2019? Apa perbedaan mendasar dengan SKP yang selama ini dikerjakan? Oleh karena itu, sebelum membahas lebih detail dan lebih teknis, kita akan membahas pemahaman mendasar tentang SKP. Memahami SKP bukan hanya tahu pengertian atau definisi tentang SKP saja, tetapi harus mampu memahami secara esensial SKP sesuai ruh dari PP No. 30 tahun 2019. Ini penting untuk dapat membuat rencana kinerja pegawai secara benar, karena selama ini implementasi SKP dengan PP No. 46 Tahun 2011 juga banyak variasi dan perbedaan antara satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan SKP hanya sebagai dokumen formalitas administrasi saja, tanpa memberikan kontribusi yang optimal dalam kinerja organisasi. Hal ini sebagaimana dijelaskan Bapak Supranawa Yusuf, Sekretaris Utama BKN, yang menyebutkan terdapat perbedaan antara 15-20% penilaian kinerja organsiasi dan kinerja pegawai. Meskipun kedua peraturan menggunakan istilah SKP, tetapi secara esensial memiliki makna yang sangat berbeda. PP No. 30 Tahun 2019 menggunakan “Kinerja”, sedangkan PP No. 46 tahun 2011 menggunakan


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 19 “Kerja”. Dilihat dari pemilihan kata “Kinerja” dan “Kerja” saja tentunya sudah sangat berbeda. Secara harfiah (kbbi.web.id) kinerja dipahami sebagai sesuatu yang dicapai, sedangkan kerja dipahami sebagai kegiatan melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut, secara dummy dapat dipahami bahwa kinerja berfokus pada hasil, sedangkan kerja berfokus pada proses/aktivitas. Akan tetapi, untuk para pengelola kinerja organisasi dan kinerja pegawai yakni para pimpinan organisasi tidak cukup hanya pemahaman dummy, tetapi harus memahami manajemen kinerja secara lebih detail dan komprehensif. Ketidakpahaman pimpinan tentang manajemen kinerja dapat berdampak fatal pada kinerja organisasi. Dampak fatalnya pelaksanaan sistem manajemen kinerja mulai perencanaan kinerja tidak jelas, pelaksanaan tidak terarah, pemantauan kinerja tidak optimal, pengukuran dan penilaian kinerja tidak valid dan objektif, dan tidak memberikan masukan untuk rencana kinerja tahun selanjutnya. Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana SKP dapat dilakukan dengan dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2) pengembangan. Model dasar/inisiasi dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Sedangkan model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang telah membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Untuk dapat menyusun SKP secara baik dan benar akan dijelaskan beberapa hal pokok pada subbab berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan SKP yakni bahwa minimal setiap SKP memuat dua informasi penting meliputi indikator kinerja individu dan target kinerja. Kedua hal tersebut akan dijadikan sebagai alat ukuran keberhasilan kerja PNS dalam waktu tertentu. Indikator Kinerja Individu Indikator Kinerja Individu merupakan ukuran keberhasilan kinerja yang akan dicapai pegawai. Oleh karena itu, penyusunan indikator kinerja tidak dapat dilakukan dengan massal, tetapi harus memenuhi beberapa kriteria sehingga menjadi indikator yang akuntabel. Beberapa pakar kinerja menyebutkan bahwa kriteria Indikator kinerja harus “SMART” yang


20 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N merupakan akronim dari Spesific, Measurable, Achievable, Reliable dan Time bound. Spesifik (Spesific) artinya menunjukan kekhasan/keunikan uraian tugas kerja. Dengan demikian Indikator kinerja individu harus dibuat secara rinci dan detail sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab unit/pegawai. Contoh: o Pemerintah daerah ingin meningkatkan produksi sektor pertanian, maka harus secara spesifik dipilih jenis tanaman dan komoditasnya serta wilayahnya. Contoh: Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang di Kecamatan Adimulyo. o Untuk pekerjaan dalam bentuk proyek atau kegiatan juga perlu secara detail dan cakupannya. Contoh: Menyusun Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN. Terukur (Measurable) artinya kinerja dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan pengukuran serta cara pengukurannya. Ukurannya yang dapat digunakan misalnya volume, rupiah, meter, kilogram, persentase atau angka nominal, unit/buah, dokumen dan lain-lain. Contoh: o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 10% di Kecamatan Adimulyo. o Meningkatkan produksi padi varietas kaliabang sebanyak 3 ton/hektar di Kecamatan Adimulyo. o Menyusun 1 (satu) dokumen Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN. Selain ukuran tersebut diatas, indikator kinerja juga dapat menggunakan beberapa yang lazim digunakan selama ini antara lain antara lain: % jumlah tugas yang dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan; indeks profesionalisme pegawai; indeks persepsi korupsi; skor kompetensi pegawai, dll. Realistis (Achievable) artinya target yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal dengan dukungan sumber daya yang tersedia. Untuk dapat menetapkan target yang realitis, maka unit kerja perlu memperhatikan data-data antara lain data kinerja tiga tahun terakhir, data kinerja


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 21 unit/sektor yang sama, serta data kondisi lingkungan strategis. Selain itu, penetapan target kinerja juga harus menggunakan prinsip “stretching goals” untuk menantang dan memotivasi kinerja pegawai serta melahirkan terobosan baru/inovasi dalam produksi tanaman padi. Contoh: o Jika berdasarkan data tiga tahun terakhir produksi padi varietas kaliabang di Kecamatan Adimulyo meningkat sebanyak 5%. Dan produksi di kecamatan lainnya di lingkungan Kabupaten Kebumen juga meningkat 5%, maka target dapat dibuat lebih tinggi dari 5% seperti 7%, 8%, atau bahkan 10%. Adaptif (Reliable) artinya indikator kinerja dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi internal dan eksternal organisasi. Contoh: Perubahan rencana kinerja yang disebabkan kebijakan refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 sebagai berikut: o Perubahan rencana kinerja produksi padi varitas kaliabang di Kecamatan Adimulyo yang semula pada minggu ke IV bulan Juni 2021 meningkat 5% menjadi 2,5%, minggu ke IV bulan Desember 2021 meningkat 10% menjadi 5%. o Penghapusan Kegiatan Laporan Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN selesai minggu keIV bulan Oktober 2021. Diganti dengan Kajian Pemulihan ekonomi sektor Industri dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Batas waktu (time-bound) artinya setiap proses pencapaian indikator kinerja harus memiliki batas waktu yang jelas, kapan proyek/kegiatan harus selesai. Contoh: o Produksi padi varitas kaliabang di Kecamatan Adimulyo pada minggu ke IV bulan Juni 2021 meningkat 5%, minggu ke IV bulan Desember 2021 meningkat 10%. o Laporan bulanan selesai setiap minggu 1 bulan berikutnya. o Laporan Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Sistem Manajemen ASN selesai minggu ke-IV bulan Oktober 2021.


22 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Jenis Kinerja Pegawai Kinerja pegawai dibedakan menjadi dua jenis yakni kinerja utama dan kinerja tambahan. Kinerja utama merupakan hasil kerja yang berkaitan dengan fungsi organisasi yang menjadi sasaran prioritas pada waktu tersebut. Kinerja utama selalu berkaitan dengan hasil kerja dari rencana strategis, perjanjian kinerja, SKP atasan langsung dan uraian tugas pokok jabatan. Untuk rujukan utama dalam penjabaran kinerja utama pejabat pimpinan tinggi/unit mandiri, pejabat administrasi dan pejabat fungsional seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Rujukan Penjabaran Kinerja Utama PEJABAT RUJUKAN UTAMA PIMPINAN TINGGI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra, Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan) UNIT MANDIRI Penjabaran sasaran unit/organisasi (didalam Renstra, Perjanjian Kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan) ADMINISTRASI Penjabaran kegiatan atasan langsung (SKP atasan langsung, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan) FUNGSIONAL Penjabaran sasaran unit/organisasi dan/atau kegiatan atasan langsung dan organisasi dan tata kerja, uraian jabatan). Sumber: diolah dari PermenPANRB 8 / 2021 Sedangkan kinerja tambahan merupakan tugas dari pimpinan unit kerja/organisasi yang bersifat strategis, tetapi bukan tugas pokok jabatan pegawai bersangkutan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memberikan tugas tambahan yakni sebagai berikut: Disepakati pimpinan dan pegawai. Pemberian kinerja tambahan pegawai harus disepakati antara pegawai dan pimpinan unit kerja atau pejabat penilai kinerja. Kesepatan tersebut juga harus diformalkan dalam bentuk surat tugas atau surat keputusan.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 23 Di luar tugas pokok jabatan. Setiap pegawai pasti menduduki jabatan dan setiap jabatan harus memiliki uraian tugas jabatan. Sebagaimana dijelaskan di kinerja utama, setiap uraian tugas jabatan merupakan kinerja utama pegawai. Oleh karena itu, setiap tugas yang tidak terdapat dalam uraian tugas jabatan merupakan tugas tambahan pegawai. Meskipun demikian, kinerja tambahan harus memberikan kontribusi pada pencapaian sasaran starategis organisasi. Contoh: o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil pertanian. Kinerja utama Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura adalah dalam meningkatkan perbenihan dan perlindungan tanaman, produksi tanaman pangan dan hortikultura. Tugas tambahan untuk mengembangan teknologi pengolahan hasil pertanian, yang seharusnya menjadi kinerja utama Kepala Bidang Teknologi Pertanian Pengolahan dan Pemasaran. o Fungsional Peneliti Madya diberikan tugas tambahan Koordinator Administrasi Umum. Tugas peneliti adalah melakukan Penelitian, Pengembangan, dan/atau Pengkajian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan Kinerja Utama Peneliti Madya adalah hasil kerja minimal yang meliputi 1) Pemakalah oral di pertemuan ilmiah terindeks global. 2). Kontributor anggota karya tulis ilmiah dalam bentuk artikel di prosiding ilmiah terindeks global bereputasi. 3) Kontributor anggota karya tulis ilmiah dalam bentuk artikel di jurnal ilmiah terindeks global bereputasi menengah/ buku ilmiah atau bagian dari buku ilmiah diterbitkan oleh penerbit internasional lainnya/kekayaan intelektual bersertifikat telah dikabulkan (selain paten sederhana), atau naskah akademis R-PP atau R-Perpres, atau transaksi lisensi dengan mitra nasional. Tugas tambahan untuk menjadi koordintaor umum unit kerja/organisasi dalam


24 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N menangani tugas adminsitrasi tata naskah dinas, perencanaan, keuangan dan pelaporan sebagai tugas supporting unit. Sesuai dengan kapasitas pegawai. Pegawai yang mendapatkan tugas tambahan harus memiliki kompetensi sesuai kebutuhan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut. Contoh: o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura diberikan tugas tambahan pengembangan teknologi pengolahan hasil pertanian, maka harus dipastikan pegawai tersebut memiliki kompetensi dalam pengolahan hasil pertanian. Kompetensi tersebut dapat ditunjukan dengan pengalaman menduduki jabatan atau pernah mengikuti pelatihan tentang pengolahan hasil pertanian. o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas tambahan Koordinator Administrasi Umum, maka harus dipastikan pegawai tersebut memiliki kompetensi dalam pengelolaan administrasi keuangan, pengelolaan tata naskah dinas dan arsip, serta lainnya. Kompetensi tersebut dapat ditunjukkan dengan pengalaman menduduki jabatan atau pernah mengikuti pelatihan, bimbingan teknis, workshop atau sosialisasi terkait hal tersebut. Terkait langsung dengan tugas atau output organisasi, artinya kinerja tambahan yang di dalam SKP harus berkaitan dengan kinerja organisasi tersebut, sebagaimana contoh diatas. Jika mendapatkan tugas tambahan tidak terkait dengan kinerja organisasi, maka tidak perlu dimasukan dalam dokumen SKP. Contoh: o Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura mendapatkan tugas tambahan melakukan razia yustisi Covid-19. o Fungsional Peneliti Madya mendapatkan tugas melaksanakan pemberian bantuan langsung Covid-19.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 25 Harus bersifat strategis, artinya tugas tambahan berkaitan dengan pelaksanaan strategi organisasi yang dapat meningkatkan kinerja organisasi contohnya komitmen dalam meningkatkan kompetensi, pengetahuan dan keterampilan. Lingkup penugasan dapat bersifat nasional, provinsi atau kabupaten kota yang dibuktikan dengan Surat Keputusan. Target Kinerja Target kinerja adalah jumlah hasil kerja yang akan dicapai dari setiap pelaksanaan tugas jabatan yang meliputi aspek: kuantitas, kualitas, waktu dan/atau biaya. Kuantitas yaitu jumlah/banyaknya keluaran (output) dan/atau manfaat (outcome). Ukuran output/outcome sebagaimana dijelaskan pada kriteria Terukur (Measurable). Kualitas yaitu mutu output/outcome. Ukuran mutu ditentukan jenis dan karakteristik output/outcome. Contoh: o Kualitas Produksi barang misalnya SNI, standar Euro II/Euro III/Euro IV. o Kualitas standar kerja misalnya ISO 9001, ISO 14001, ISO 45001, OHSAS 18001 o Karya Tulis Ilmiah/Buku dengan publikasi terindeks nasional/global seperti SINTA, SCOPUS o Atau menggunakan standar kualitas yang sangat umum menggunakan persentase. Waktu yaitu standar waktu yang digunakan untuk menyelesaikan kegiatan. Jika pada kriteria batas waktu menentukan akhir proyek/kegiatan. Dalam waktu ini menggunakan lama waktu proyek / kegiatan. Contoh: sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan, enam bulan, setahun, lima tahun, dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan. Biaya yaitu dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan. Sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan PP 30 Tahun 2019, aspek kuantitas harus ada dalam setiap target kinerja. Sedangkan kualitas, waktu


26 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N dan biaya tidak selalu harus ada dalam target kinerja, disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kegiatan yang dilaksanakan. Manual Indikator Kinerja Manual indikator kinerja merupakan sebuah instumen tambahan SKP yang berisi deskripsi, formula pengukuran setiap indikator kinerja. Instrumen ini penting untuk digunakan pada tahap pemantauan dan pengukuran kinerja pegawai. Oleh karena itu, Manual indikator kinerja menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari SKP. Dalam menyusun manual indikator kinerja yang baik, minimal memuat beberapa informasi sebagai berikut: Deskripsi rencana kinerja yang menggambarkan hasil yang akan dicapai organisasi secara jelas, spesifik, dapat dicapai dan terukur. Dalam deskripsi ini bukan menjelaskan aktivitas atau kategori pekerjaan. Deskripsi Indikator Kinerja Individu menjelaskan ukuran keberhasilan kinerja yang akan dicapai pegawai dengan lebih operasional, formula pengukuran kinerja serta tujuannya. Satuan pengukuran Indikator Kinerja Individu yang tetap dan sesuai dengan jenis kinerja pegawainya. Kualitas dan tingkat kendali IKI menjelaskan tingkatan kinerja sesuai dengan tingkatan organisasi antara lain outcome, output tingkat kendali rendah, output tingkat kendali sedang. Unit penyedia data untuk pengukuran kinerja menjelaskan unit kerja yang akan menjadi rujukan untuk mendapatkan data kinerja. Periode pelaporan menjelaskan waktu dalam memberikan laporan secara berkala antara lain laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan. Namun jika indikator kinerja pada rencana strategis atau perjanjian kinerja telah memiliki manual indikator kinerja, maka PPT dan PUKM tidak perlu menyusunnya.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 27 Tabel 2.2. FORMAT A.3 MANUAL INDIKATOR KINERJA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN .. JAN S.D … DES TAHUN … PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA NAMA NAMA NIP NIP (*opsional) PANGKAT/ GR PANGKAT/ GR JABATAN JABATAN UNIT KERJA UNIT KERJA RENCANA KINERJA DESKRIPSI RENCANA KINERJA INDIKATOR KINERJA DESKRIPSI Definisi Formula Tujuan SATUAN PENGUKURAN JENIS IKU ( ) Outcome ( ) Output kendali rendah ( ) Output kendali sedang PENANGGUNG JAWAB PIHAK PENYEDIA DATA SUMBER DATA PERIODE PELAPORAN ( ) Bulanan ( ) Triwulanan ( ) Semesteran ( ) Tahunan Tempat, tanggal bulan tahun Pegawai yang dinilai Nama NIP


28 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Penyusunan Rencana SKP Dalam Peraturan PANRB No. 8 Tahun 2021 Pasal 7, penyusunan rencana SKP dibedakan menjadi dua model yakni: (1) dasar/inisiasi, (2) pengembangan. Model dasar/inisiasi dilakukan untuk instansi pemerintah yang akan membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Sedangkan, Model pengembangan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang telah membangun Sistem Manajemen Kinerja Pegawai. Hal yang penting dalam menyusun rencana SKP yang baik harus memperhatikan dua hal yakni (1) SKP disusun berjenjang, (2) dilaksanakan dengan dialog. SKP disusun berjenjang mulai dari JPT atau Pimpinan Unit Kerja Mandiri ke Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional sesuai dengan tingkatannya, seperti Tabel 2. Proses penyusunan SKP dilakukan dengan dialog antara pegawai dengan pejabat penilai dan atau tim/pengelola kinerja. Hal ini bertujuan untuk memastikan penyusunan secara berjenjang selaras dengan sasaran kinerja organisasi, unit kerja, tim kerja dan atasan langsung. Hal ini menegaskan bahwa penyusunan SKP tidak dapat dilakukan masing-masing pegawai. Tetapi, penyusunan harus dilakukan secara bersama-sama pimpinan dan pegawai dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu, waktu penyusunan rencana SKP bersamaan dengan penyusunan Rencana Kinerja Tahunan Instansi Pemerintah dan Perjanjian Kinerja, yakni tahun anggaran sebelumnya. Jika pada minggu kedua bulan Januari tidak melakukan proses penyusunan SKP, pengelola kinerja /tim pengelola kinerja menyusun rencana SKP tersebut. Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri model dasar/inisiatif sebagai berikut: Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja. Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi, sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis. Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai. Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan dan manual indikatornya. Menyusun Manual Indikator Kinerja.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 29 Tabel 2.3. FORMAT A.1.1 RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN .. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN … PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA NAMA NAMA NIP NIP (*opsional) PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG JABATAN JABATAN INSTANSI INSTANSI NO RENCANA KINERJA INDIKATOR KINERJA INDIVIDU TARGET (1) (2) (3) (4) A. KINERJA UTAMA 1 Rencana Kinerja Utama 1 IKI 1.1 Target 1.1 (diisi dengan sasaran yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan indicator kinerja yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan target yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) IKI 1.2 Target 1.2 2 Rencana Kinerja Utama 2 IKI 2.1 Target 2.1 (diisi dengan rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan indicator kinerja rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan target rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) IKI 2.2 Target 2.2 B. KINERJA TAMBAHAN 1 Rencana Kinerja Tambahan 1 (dapat ditambhkan pada tahun berjalan) IKI 1.1 Target 1.1 Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021


30 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Tahapan menyusun SKP Pejabat Pimpinan Tinggi dan Unit Kerja Mandiri model pengembangan sebagai berikut: Mempelajari rencana strategis dan perjanjian kinerja. Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi, sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis. Menyusun Sasaran Kinerja Pegawai. Tahapan ini mengidentifikasi kinerja utama, kinerja tambahan, mengelompokkan rencana kinerja dan manual indikatornya. Mengelompokkan Rencana Kinerja. Tahap ini kinerja dikelompokkan menjadi 4 aspek, meliputi penerima layanan, proses bisnis, penguatan internal, dan anggaran. Menyusun Manual Indikator Kinerja.


S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N | 31 Tabel 2.4. FORMAT A.2.1 RENCANA SKP PEJABAT TINGGI DAN PIMPINAN UNIT KERJA MANDIRI NAMA INSTANSI PERIODE PENILAIAN .. JANUARI S.D .. DESEMBER TAHUN … PEGAWAI YANG DINILAI PEJABAT PENILAI KINERJA NAMA NAMA NIP NIP (*opsional) PANGKAT/ GOLRUANG PANGKAT/ GOLRUANG JABATAN JABATAN INSTANSI INSTANSI PERSPEKTIF NO RENCANA KINERJA INDIKATOR KINERJA INDIVIDU TARGET (1) (2) (2) (3) (4) A. KINERJA UTAMA Penerima Layanan/ Proses Bisnis/ Penguatan Internal/ Anggaran 1 Rencana Kinerja Utama 1 IKI 1.1 Target 1.1 (diisi dengan sasaran yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan indicator kinerja yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan target yang terdapat pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) IKI 1.2 Target 1.2 Penerima Layanan/ Proses Bisnis/ Penguatan Internal/ Anggaran 2 Rencana Kinerja Utama 2 IKI 2.1 Target 2.1 (diisi dengan rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan indicator kinerja rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) (diisi dengan target rencana aksi/inisiatif strategis untuk mencapai sasaran pada PK dan dapat ditambah Renstra, RKT dan direktif) IKI 2.2 Target 2.2 B. KINERJA TAMBAHAN 1 Rencana Kinerja Tambahan 1 (dapat ditambhkan pada tahun berjalan) IKI 1.1 Target 1.1 Sumber: Lampiran PermenPANRB 8/2021


32 | S i s t e m M a n a j e m e n K i n e r j a A S N Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional Tahapan menyusun SKP Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional model inisiatif/dasar sebagai berikut: Mempelajari rencana strategis, rencana kerja tahunan unit kerja dan instansi. Tahapan ini dilakukan untuk memahami sasaran strategis organisasi, sasaran kinerja dan menyelaraskan sasaran strategis. Membagi peran koordinator/ketua dan anggota tim kerja. Tahap ini membagi rencana kinerja atasan langsung (pejabat pimpinan tinggi atau pimpinan unit kerja mandiri) kepada koordiantor/ketua tim kerja. Selanjutnya peran tersebut dibagi ke seluruh tim/pegawai. Dalam membagi dapat menggunakan metode direct cascading dan non-direct cascading Menentukan rencana kinerja. Tahap ini menyusun kinerja utama dan kinerja tambahan. Kinerja utama merupakan kinerja wajib yang terkait dengan strategi rencana kinerja atasan langsung untuk pencapaian sasaran unit kerja dan organisasi. Menentukan aspek indikator dan indikator kinerja individu. Tahap ini menentukan aspek indikator kinerja yang tepat untuk mengukur suatu rencana kinerja (kuantitas, kualitas, waktu dan biaya). Menetapkan Target. Menentukan hasil kerja yang diharapkan sesuai dengan kebijakan, ekspektasi stakeholder, dan rasional. Serta memberikan toleransi batas kesalahan atas kinerja. Menyusun Keterkaitan SKP dan Angka Kredit. Tahap ini khusus pejabat fungsional dan menjadi lampiran format SKP.


Click to View FlipBook Version