The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku- Daun-Katuk-Tumbuhan Multi Kasiat (BLM)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rinisetyo756, 2022-04-15 07:43:13

Buku- Daun-Katuk-Tumbuhan Multi Kasiat (BLM)

Buku- Daun-Katuk-Tumbuhan Multi Kasiat (BLM)

KATUK, TUMBUHAN MULTI KHASIAT

Oleh: Prof. Dr.Ir. Urip Santoso, M.Sc.
ISBN. 978-602-9071-12-2

Badan Penerbit Fakultas Pertanian (BPFP) Unib

i

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, saya telah menyelesaikan buku kecil ini. Buku yang mencoba
mengungkapkan sebagian kecil tanda-tanda kekuasaan Allah. Buku yang berusaha
menguraikan sebagian kecil rahasia yang ada dalam tumbuhan obat yang diberi label
katuk atau Sauropus androgynus. Tumbuhan yang nyaris diabaikan oleh banyak
orang dan belum banyak dibudidayakan secara komersial. Padahal, katuk itu
mempunyai potensi yang sangat besar bagi kesehatan baik bagi manusia maupun bagi
hewan.
Ia kaya akan zat gizi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Ia mengandung
senyawa metabolik sekunder yang sarat khasiat. Ia mampu berperan ganda, yaitu
sebagai sumber zat gizi, antioksidan, anti jamur, anti bakteri, antilipidemia dan
segudang khasiat lainnya.
Namun, sebagaimana makhluk hidup lainnya katuk juga mengandung sejumlah
kekurangan. Terdapat efek samping yang harus diperhatikan akibat mengkonsumsi
katuk ini, yaitu seperti kelainan paru-paru, sesak nafas, sulit tidur, bias menyebabkan
keguguran dan lain-lain. Untuk mengurangi efek samping ini dianjurkan untuk
mengkonsumsi katuk dalam jumlah yang terbatas dan tidak dalam jangka panjang.
Nah, buku ini akan menjawab beberapa pertanyaan pembaca tentang katuk.
Semoga pembaca puas setelah membaca buku ini.

Bengkulu, 1 Juli 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. Hal.
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………. iv
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………… 1
2

BAB II. MENGENAL TANAMAN KATUK ................................................. 8
BAB III. KOMPOISIS GIZI KATUK ……………………………………… 10

BAB IV. KATUK SEBAGAI ANTIKUMAN 42

BAB V. KATUK SEBAGAI PELANCAR AIR SUSU IBU ……………… 47

BAB VI. KATUK SEBAGAI ANTI LEMAK DAN ANTIOKSIDAN ........ 56

BAB VII. PENINGKATAN PRODUKVIFITAS PADA TERNAK ............ 63
BAB VIII. KEGUNAAN KATUK LAINNYA ……………………………... 77

BAB IX. RESEP MASAKAN KATUK .......................................................... 83

BAB X. EFEK SAMPING KATUK ................................................................ 94

BAB XI. BUDIDAYA KATUK ...................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 106
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 115

ii
i

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Perbandingan Obat Herbal dan Obat Sintetik ....................................... 7

Tabel 2. Kandungan vitamin dan provitamin dalam daun katuk ........................ 11

Tabel 3. Senyawa dalam ekstrak daun katuk dengan etanol 70% ...................... 12
Tabel 4. Komposisi asam lemak tepung daun katuk ………………………….. 15

Tabel 5. Komposisi asam amino tepung daun katuk ………………………….. 15

Tabel 6. Kandungan senyawa kimia pada batang katuk ..................................... 16

Tabel 7. Kandungan retinol dari sumber alam .................................................... 19
Tabel 8. kebutuhan vitamin A orang dengan aktifitas ringan-moderat ……….. 20

Tabel 9. Kebutuhan vitamin C orang dengan aktifitas ringan-moderat .............. 22

Tabel 10. Kebutuhan vitamin D .......................................................................... 25

Tabel 11. Kebutuhan vitamin B6 orang dengan aktifitas ringan-moderat .......... 26

Tabel 12. Kebutuhan vitamin thiamin orang dengan aktifitas ringan-moderat .. 27

Tabel 13. Kebutuhan energi orang dengan aktifitas ringan-moderat ................. 28
Tabel 14. Rekomendasi Kebutuhan Protein …………………………………... 30

Tabel 15. Kebutuhan besi orang dengan aktifitas ringan-moderat ..................... 32

Tabel 16. Kebutuhan kalsium (Ca) orang dengan aktifitas ringan-moderat ....... 33

Tabel 17. Kebutuhan fosfor (P) orang dengan aktifitas ringan-moderat ............ 35

Tabel 18. Patologi defisiensi vitamin E ……………………………………….. 36
Tabel 19. Pedoman mutu air minum …………………………………………... 38

Tabel 20. Hasil pengamatan pengukuran zona hambatan 6 macam ekstrak 43

daun katuk ...........................................................................................................

Tabel 21. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap jumlah mikrobia 45

dalamkotoran ayam broiler (109 /g) ....................................................................

Tabel 22. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap Salmonella sp dan 45

Escherichia coli pada daging broiler …………………………………………..

Tabel 23. Komposisi kimia air susu ibu dan berbagai hewan ............................ 48

Tabel 24. Nilai rata-rata lamanya menyusui bayi perempuan ........................... 54

Tabel 25. Pengaruh tepung daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler 56

Tabel 26. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler 57

Table 27. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap akumulasi lemak pada broiler 57

Tabel 28. Pengaruh pemberian tepung daun katuk terhadap performans ayam 65

i
v

broiler ..................................................................................................................

Tabel 29. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap performans 66

broiler ..................................................................................................................

Tabel 30. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap performans ayam broiler ....... 66

Tabel 31. Pengaruh ekstrak katuk terhadap rasa, bau dan warna daging broiler 70

Tabel 32. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap komposisi karkas broiler ....... 72

Tabel 33. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas amonia 73

dalam kandang ayam petelur (ppm) …………………………………………...

Tabel 34. Pengaruh kultur Bacillus subtilis terhadap produksi gas ammonia 73
dalam tempat penyimpanan kotoran ayam (ppm) ……………………………..

Tabel 35. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap income over feed 75
cost pada broiler ………………………………………………………………..

Tabel 36. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap temperatur rectal 77

broiler ..................................................................................................................

Tabel 37. Volume urin (ml) tikus yang diberi akar katuk, HCT, dan akuades 79
sampai jam ke 8 ………………………………………………………………..

Tabel 38. Pengaruh ekstrak daun katuk (EDK) terhadap kelainan kaki pada 80

broiler ..................................................................................................................

Tabel 39. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan katuk .................................. 102

Tabel 40. Pengaruh ZPT (2,4 D) terhadap pertumbuhan katuk ......................... 104

v

ABSTRAK
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa katuk mengandung berbagai macam zat
gizi dan senyawa metabolik sekunder. Oleh karena itu, sangat logis jika katuk
mempunyai banyak manfaat baik bagi pemenuhan zat gizi maupun bagi pencegahan
dan pengobatan berbagai macam penyakit. Daun katuk dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pada berbagai ternak. Selain itu daun
katuk juga berperan sebagai antioksidan, anti jamur, antibakteri, antilipidemia,
antikanker dan berbagai manfaat lainnya. Katuk sudah dikenal dan dikonsumsi oleh
masyarakat baik di Indonesia maupun di beberapa negara lain. Selain dikonsumsi
sebagai sayuran, katuk juga dimanfaatkan sebagai obat herbal untuk pelancar air susu
ibu (ASI) dan sebagai obat pelangsing. Disamping mempunyai manfaat yang banyak,
daun katuk juga mempunyai efek samping seperti menyebabkan kelainan paru-paru,
susah tidur, sesak nafas dan keguguran. Untuk itu disarankan untuk mengkonsumsi
daun katuk tidak dalam jumlah yang banyak dan tidak dalam jangka panjang.

Kata kunci: katuk, Sauropus androgynus, obat herbal

v
i

2

BAB I
PENDAHULUAN

Setelah manusia mengarungi samudra dunia modern dengan segala kemudahan
sebagai hasil perkembangan teknologi, manusia mulai menyadari bahwa segala
sesuatu yang tidak seimbang, tidak fitrah atau tidak alami dapat membawa akibat
kurang baik bagi kesehatannya. Perubahan pola makan manusia modern ternyata
mengakibatkan berbagai penyakit yang dahulunya kurang dominant sebagai penyebab
kematian, sekarang menduduki peringkat atas. Semakin hari semakin banyak manusia
yang terkena kanker, stroke, penyakit jantung, diabetes (kencing manis) dan berbagai
penyakit degeneratif lainnya, sebagai akibat salah makan atau makan yang berlebihan.
Disisi lain juga, penyakit akibat kekurangan gizi masih mendominasi terutama di
Negara-negara berkembang. Ironis memang.

Memasuki tahun 1997 yang merupakan awal era krisis moneter yang
berkepanjangan, maka semakin banyak penduduk Indonesia yang jatuh miskin.
Sebagai akibat langsung adalah semakin banyak pula penduduk yang terkena penyakit
kekurangan gizi. Lebih ironis lagi, sejalan dengan menurunnya daya beli masyarakat
terjadi kenaikkan barang-barang kebutuhan hidup pokok serta obat-obatan. Krisis
yang berkepanjangan ini sampai tahun 2007 ini masih sangat terasa.

Kondisi ini memaksa masyarakat untuk mencari bahan pangan dan pengobatan
alternative yang dapat dijangkau oleh kocek mereka. Tentu saja, keadaan ini
menyemarakkan kembali pengobatan tradisional dari yang dapat dijangkau oleh nalar
sampai yang berbau mistik. Keampuhan pengobatan alternative ini dipercaya oleh
sebagian masyarakat tidak kalah dengan pengobatan modern.

Lain di Negara berkembang, lain pula di Negara maju. Disana, masyarakat mulai
memasyarakatkan slogan “back to nature” atau kembali kea lam. Diyakini bahwa
sesuatu yang alami baik pada pola pangan, ataupun pengggunaan bahan alami sebagai
obat akan membawa efek negatif yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-
obatan dari bahan sintetik. Dengan demikian, umur fisiologis dari sel dapat
diperpanjang. Oleh sebab itu, di negeri itu pengobatan “ala dukun” mulai dilirik
kembali.

Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, mempunyai potensi yang
sangat besar untuk menyediakan obat alami, mengigat banyak tumbuhan obat yang
tumbuh dengan baik. Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia telah mengenal tumbuhan

3

obat dan memanfaatkannya untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit.
Pemanfaatan tumbuhan obat tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-hari
dan pengalaman yang diturunkan dari nenek moyang kita. Pengobatan dengan bahan
asal tumbuhan disebut fitoterapi yang dalam penerapannya pada waktu ini dikenal
dalam bentuk jamu dan fitofarma.

Sampai dengan pertengahan abad ke XX, fitoterapi memegang peranan penting
untuk upaya pencegahan dan penyembhan penyakit (Sidik, 1994a). Setelah
mengalami masa surut akibat desakan bahan aktif hasil sintesis kimia, pada dewasa
ini bahan obat asal tumbuh-tumbuhan semakin mendapat perhatian kembali, baik
sebagai obat tradisional jamu, fitofarma maupn sumber senyawa murni.
Kecenderungan ini banyak didorong oleh berbagai kejadian buruk akbat obat yang
berasal dari senyawa kimia hasil sintesis dan juga tidak lepas dari kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi terkait, seperti botani, kimia, farmasi dan farmakologi
yang memungkinkan konsep metode berdasar dan lebih pasti atas khasiat sediaannya.
Oleh sebab itu, khaiatnya tidak usah diragukan lagi.

Sediaan asal tumbuhan yang sudah jelas khasiat, keamanan dan stabilitasnya
disebut fitofarmaka. Jadi industri fitofrmaka adalah industri farmasi yang bersumber
pada tumbuh-tumbuhan dan merupakan produk IPTEK tumbuhan obat.
Pengembangan nustri fitofarmaka akan mendorong usaha pelestarian tumbuhan obat
dan industri budidaya tanaman obat, simplisia, sediaan galenik, fraksi atau kelompok
senyawa bioaktif yang mempunyai mutu standard dan lebih jauh kearah kemoterapi
(Sidik, 1994b). Salah satu tumbuhan obat yang berpotensi besar namun belum banyak
dilirik dan belum dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah katuk (Sauropus
androgynus).

Prospek katuk sebagai komditas ungguan cukup besar, mengingat ia dapat
dikembangkan sebagai bahan dasar obat pelancar air susu ibu (ASI), obat antikuman,
obat anti lemak, obat pelacar air seni, sebagai bahn pewarna kue dan lainlain. Daun
katuk efektif untuk mengotrol tekanan darah dan masalah ginekologik,
hiperlipidemia, urolitiasis, batu empedu dan konstipasi. Di India daun katuk juga
digunakan sebagai obat bisul, masalah mata dan tonsilitis. Di Tamil Nadu dan Kerala
daun katuk dikenal sebagai obat kencing manis. Hasil penelitian Sae dan Srividya
(2002) menunjukkan bahwa daun katuk mampu menurunkan kadar glukosa darah,
sehingga daun kauk cukup potensial untuk dikembangkan sebagai obat kencing
manis.

4

Pengembangan obat antilemak ini sejalan dengan adanya bukti yang kuat bahwa
lemak yang tertimbun secara berlebihan dalam tubuh dapat meningktkan resiko
terkena berbagai penyakit berbahaya seperti kanker tertentu, atherosclerosis
(penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, stroke, tekanan darah tinggi dan
lain-lain. Obat tersebut sangat diperlukan bagi pemeliharaan tubuh yang ideal.
Memang, penurunan lemak dapat dilakukan secara efektif dengan olahraga teratur.
Namun demikian, pada kondisi tertentu dimana seseorang dikarenakan pekerjaannya
kuranga ktif berolahraga secara teratur menyebabkan seseorang encari alternative
lainnya. Pada kondisi ini, maka seseorang memerlukan obat dalam jumlah teretntu
untuk menyeimbangkan metabolisme tubuh agar kelainan-kelainan metabolik dapat
dicegah atau paling tidak dapat dihambat.

Sebagai pelancar ASI (air susu ibu), katuk sangat berperan dalam menunjang
program pemerintah. ASI memang diakui mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan susu formula. Dengan kelebihan itu, maka seorang bayi yang
menerima ASI dalam jumlsh dan waktu yang cukup akan mempunyai perkembangan
fisik dan mental yang lebih baik serta mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang
lebih baik. Saat ini, telah diproduksi kapsul katuk komersial yang berkhasiat sebagai
pelancar ASI. Pada industri jamu, katuk juga telah dikenal sebagai salah satu bahan
dalam ramuan jamu pelancar ASI. Sifat ini juga dapat dimanfaatkan oleh industri
peternakan ternak perah untuk meningkatkan produksi susu. Usaha kearah
pemanfaatan katuk untuk meningkatkan produksi susu baru pada tahan penelitian.

Sebagai obat anti kuman, katuk dapat dikembangkan sebagai obat borok dan
penyakit infeksi lainnya. Penggunaan katuk sebagai obat borok secara tradisional
telah terbukti ampuh. Selain itu, ia dapat digunakan sebagai bahan pengawet yang
diduga lebih aman. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah katuk kaya akan
provitamin A yang berperan dalam kesehatan mata, kesehatan reproduksi baik pada
manusia maupun hewan, kaya akan vitamin C sebagai antioksidan alami, kaya akan
zat besi sebagai pencegah anemia, kaya akan protein dan zat gizi lainnya. Memang,
katuk telah banyak dikenal sebagai sayuran bergizi yang murah di berbagai daerah di
Indonesia. Di Jawa tanaman katuk telah diusahakan secara komersial, sedang di
daerah lain ditanam sebagi tanaman sela atau tanaman pagar.

Bagi para peternak, katuk juga dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan
ternak sebagai pakan tambahan (feed supplement). Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian katuk dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

5

pakan, mutu karkas dan diduga mampu menekan produksi gas ammonia dan
mengurangi bau kotoran. Mikroba-mikroba pathogen seperti Salmonella sp. dan
Escherichia coli dapat ditekan pertumbuhannya, sehingga tingkat kontaminasinya
dalam daging dapat ditekan.

Anggapan bahwa obat herbal tidak mempunyai efek samping adalah kurang
benar. Seperti halnya obat sintetik, maka obat herbal juga mempunyai efek samping.
Oleh sebab itu, mengkonsumsi obat herbal juga ada dosis yang harus dipatuhi oleh
konsumen. Hal lain yang harus diwaspadai terhadap obat herbal adalah proses
pembuatannya. Apakah proses pembuatannya sudah memenuhi tahapan yang harus
dilalui ataukah belum. Sebaiknya masyarakat membeli obat herbal yang sudah ada
nomor registrasi dari institusi yang berwenang.

Sebagaimana obat herbal lain dan obat sintetik, maka daun katuk juga
mempunyai efek samping yang harus diperhatikan oleh para pemakai. Untuk itu
adalah sangat penting artinya jika penyediaan obat yang berasal dari daun katuk sudah
melalui tahapan yang diharuskan. Hal ini sangat penting agar sediaan obat herbal dari
daun katuk aman dikonsumsi oleh konsumen dalam arti mempunyai efek samping
yang sangat minimal. Bagi konsumen yang mengkonsusmi obat herbal untuk berbagai
tujuan hendaknya hati-hati dalam memilih obat herbal, dan perhatikan dosis
pemakaiannya. Agik Suprayogi yang merupakan dosen IPB menganjurkan hendaknya
daun katuk dikonsumsi maksimal sebanyak 50 g per hari. Namun anjuran ini perlu
dikritisi dan perlu dilakukan penelitian yang mendalam apakah dosis ini dalam jangka
panjang tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. Hasil penelitian saya pada
broiler menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun katuk dalam dosis rendah (4,5
g/kg pakan) dalam waktu 3 minggu tidak menimbulkan kerusakan pada hati, paru-
paru dan ginjal. Sementara pada ayam petelur belum ada penelitian dosis yang tepat
untuk penggunaan katuk baik tepungnya maupun ekstraknya dalam jangka waktu
yang panjang (selama periode produksi yaitu sekitar 1,5 tahun sampai 2 tahun). Yang
ada baru penelitian penggunaan ekstrak dan tepung katuk dalam jangka waktu yang
pendek. Jadi, penggunaan daun katuk untuk ternak juga harus memperhatikan dosis
yang dianjurkan menurut hasil penelitian.

Petunjuk Mengkonsumsi Obat Herbal
Sebagaimana obat sintetik, obat herbal juga ada aturan pakainya agar obat

herbal itu dapat berfungsi secara maksimal:l. Selain itu, perlu diperhatikan dosis

6

pemakaiannya agar efek samping yang ditimbulkan obat herbal dapat diminimalisir.
Hal yang perlu dicatat bahwa obat herbal lebih aman dikonsumsi jika dibandingkan
dengan obat sintetik. Beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan ketika Anda
mengkonsumsi obat herbal.

1. Sebaiknya tidak mengkonsumsi herbal bersama dengan obat konvensional (jika
masih mengkonsumsi obat dokter, konsumsi lebih dari 1-2 jam).

2. Sesuaikan konsumsi herbal dengan jam piket tubuh, misal herbal yg bersifat
laksatif sebaiknya dikonsumsi sebelum tidur, agar usus besar bekerja maksimal pada
pukul 5-7 pagi. Herbal lainnya, dapat diminum pukul 9 pagi dan 3 sore (saat lambung
kosong).

3. Konsumsi herbal sebaiknya dengan air hangat.

4. Herbal mengandung minyak asiri seperti pada rimpang-rimpangan, sebaiknya tidak
dimasak dan tidak dikeringkan agar tidak hilang.

5. Herbal tidak menimbulkan efek segera seperti obat konvensional, umumnya terapi
herbal menunjukkan hasil setelah konsumsi lebih dari 6 bulan.

6. Bila menggunakan bahan herbal kering, pastikan tidak berjamur dan bisa
diidentifikasi.

7. Merebus bahan herbal sebaiknya menggunakan panci pyrex, stainless steel atau
tanah.

8. Setelah merebus mendidih pertama, kecilkan api 15 menit untuk daun yang lembut
atau 30 menit untuk bahan yang lebih keras (kayu atau biji).

9. Pencampuran herbal dibatasi maksimum 5 bahan dalam satu ramuan.

10. Ekstraksi melalui rebusan daun segar 30-40 g, 10-15 g daun kering atau satu jari
rimpang per takaran. Rebus dalam air 2 gelas, setelah tinggal 1 gelas, saring dan
dikonsumsi (www.suaramedia.com dalam http://www.gentongmas.com/berita/619-
kenalilah-efek-samping-dari-pengobatan-herbal.html).

7

Tabel 1 menyajikan perbandingan antara obat herbal dan obat sintetik. Jika
membaca Tabel 1, maka ada beberapa perbedaan respon antara obat herbal dan obat
sintetik. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Lalu, mana yang
sebaiknya dipakai dalam rangka pengobatan? Hal ini tergantung pada kondisi
kesehatan dan penyakit yang diderita.

Tabel 1. Perbandingan Obat Herbal dan Obat Sintetik

No. Obat Herbal Obat Sintetik

1. Harganya terjangkau Harga relatif lebih mahal

2. Efek samping relatif kecil bahkan Efek samping pengobatan lebih sering

ada yang sama sekali tidak terjadi.

menimbulkan efek samping jika

digunakan secara tepat.

3. Reaksinya lambat Reaksinya cepat.

4. Memperbaiki keseluruhan sistem Hanya memperbaiki beberapa sistem

tubuh. tubuh.

5. Efektif untuk penyakit kronis yang Relatif kurang efektif untuk penyakit

sulit diatasi dengan obat kimia. kronis

6. Terapi sampingan: Diet terhadap Terapi sampingan: diet terhadap makanan

makanan tertentu. tertentu dan perlakuan tertentu pada tubuh

seperti bedah atau operasi dan manajemen

stres

Sumber: http://www.deherba.com/obat-tradisional-vs-obat-kimia.html

Buku kecil ini akan mencoba menguraikan manfaat tanaman katuk bagi manusia dan
hewan secara sederhana. Agar pembaca yang berminat dapat mengembangkannya
sendiri, maka budidaya tanaman katuk akan pula dikemukakan secara singkat.

8

BAB II
MENGENAL TANAMAN KATUK

Katuk memiliki beberapa nama daerah antara lain: mamata (Melayu), simani

(Minangkabau), katuk (Sunda), babing, katukan, katu (Jawa), kerakur (Madura),

katuk (Bengkulu), cekur manis (Malaysia), kayu manis (Bali), binahian

(Filipina/Tagalog), ngub (Kamboja).

2.1. Taksonomi

Katuk mempunyai taksonomi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Graniales

Suku : Euphorbiaceae

Anak suku : Phyllanthoideae

: Phyllanth

Marga : Sauropus

Jenis : Sauropus androgynus L. Merr

2.2. Ekologi dan penyebarannya
Katuk tersebar di berbagai daerah di India, Malaysia dan Indonesia.

Tumbuhan ini dapat tumbuh pada tempat yang cukup air dan agak teduh, dari dataran
rendah sampai dengan pegunungan. Dapat tumbuh berkelompok atau secara individu.
Di Jawa katuk dapat tumbuh hingga 1300 dpl. Selain di Jawa, budidaya katuk juga
ada di Kalimantan Barat Sumatera Utara, Bengkulu dll. Ditanam terutama sebagai
tanaman pagar dan pembatas kebun. Namun pada berbagai daerah terutama di pulau
Jawa, katuk telah dibudidayakan walaupun masih sederhana. Tumbuh baik pada
ketinggian 5-1300 m dpl. Asal katuk tidak diketahui, tetapi terdapat di India dan Sri
Langka ke Cina Selatan dan Indo-Cina dan Asia Tenggara. Setyowati (1997)
melaporkan bahwa hasil pencatatan distribusi geografi pada material herbarium,
penyebaran katuk di Indonesia dijumpai di Jawa (Banyuwangi, Pekalongan,
Rembang, Semarang, Prwokerto, Kediri, Pasuruan, Surakarta, Bogor, Situbondo,
Malang, Jepara, Tulungagung, Madiun, Pulau Bawean, Madura); Sumatera (Jambi,
Palembang, Sibolangit, Padang, Lampung, Bangka, Pulau Enggano); Kalimantan

9

(Aramba, Natuna, Pulau Bunguran); Kepulauan Sumba (Sumbawa, Timor) dan
Moluccas (Maluku, Ternate, Ambon).

2.3. Morfologi
Semak kecil, tingginya sampai dengan 3 meter. Batang yang muda berwarna

hijaua dan yang tua coklat. Batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin.
Daun menyusun selang seling pada satu tangkai, seolah-olah terdiri dari daun
majemuk padahal sesungguhnya daun tunggal dengan jumlah daun per cabang 11-21
helai, bentuk helaian daun lonjong sampai bundar. Kadang-kadang lanset permukaan
atasnya berwarna hijau gelap dan permukaan bawah berwarna hijau muda dengan
tampak pertulangan daun yang jelas, panjang helai 2,5 cm, lebar 1,25-3 cm; tangkai
pendek 2-4 mm, berdaun penumpu, panjang 1,75-3 mm. Daun yang di pangkal
cabang berbentuk bulat telur berukuran lebar 1,5-2,5 cm, panjang 2,5-4,5 cm,
sedangkan yang di tengah dan ujung berbentuk jorong berukuran lebar 2,2-3,1 cm,
panjang 4,3-8,5 cm (Sukendar, 1997). Bunga tunggal atau berkelompok 3, keluar di
ketiak daun atau diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna
mempunyai helaian kelopak berbentuk bundar, warna merah gelap atau merah dengan
bintik-bintik kuning, lebar 3-3,5 mm, tinggi putik 0,75 mm, lebar 1,75 mm, cabang
dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup 6,
panjang tangkai 6-7,5 mm. Bunga jantan bentuk seperti giwang, kelopak dan
mahkotanya serupa, berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, saling
berdekatan, tebal dan berdaging, berwarna hijau kemerahan. Benangsari 6, dengan
serbuk sari berwarna putih kekuningan (Sukendar, 1997). Selanjutnya dinyatakan
bahwa bunga betina kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah kecoklatan,
masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan, tidak mudah luruh dan tetap menempel
pada buah. Berbunga sepanjang tahun. Buang bertangkai, panjang tangkai 1,25 cm,
diameter bunga jantan 6-11 mm.

10

BAB III
KOMPOISIS GIZI KATUK

Katuk telah banyak dikenal sebagai sayuran di sebagian besar Indonesia.
Bahkan terutama di Jawa katuk telah dibudidayakan secara komersial, sedang di
daerah lain ditanam sebagai tanaman pagar atau tanaman sela. Daun katuk termasuk
salah satu sayuran yang kaya akan zat gizi dan zat metabolic sekunder, sehingga katuk
bias dimanfaatkan sebagai sayur dan sebagai obat herbal.

Katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-karotin, vitamin C,
minyak sayur, protein dan mineral. Menurut Yahya et al. (1992) daun katuk
mengandung zat besi 9,14 mg dan vitamin C 197,5 mg. Ketersediaan biologis zat besi
jika direbus adalah 0,44 mg, dikukus 0,48 mg, direbus dengan santan 0,43 mg.
Menurut Oei (1987) dalam 100 gram daun katuk mengandung 72 kalori, 70 gram air,
4,8 gram protein, 2 gram lemak, 11 gram karbohidrat, 2,2 gram mineral, 24 mg
kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 3111 µg vitamin D, 0,10 mg vitamin B6 dan 200
mg vitamin C. Depkes (1992) melaporkan bahwa pada daun katuk segar mengandung
energi 59 kalori, protein 6,4 gram, lemak 1,6 gram, karbohidrat 9,9 gram, serat 1,5
gram, abu 1,7 gram, kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, β-karotin 10020 µg,
vitamin C 164 mg dan air 81 gram. Pada daun rebus kalori 53 kalori, protein 5,3
gram, lemak 0,9 gram, serat 1,2 gram, karbohidrat 9,1 gram, abu 1,4 gram, kalsium
185 mg, fosfor 102 mg, besi 3,1 mg, β-karotin 9000 µg, vitamin C 66 mg dan air
83,3 gram. Sudarto (1990) menyatakan dalam 100 gram daun katuk segar
mengandung protein 6,4 gram, β-karotin 10020 µg, dan vitamin C 164 (Depkes,
1992), tiamin 0,1 mg (Oei, 1987).

Sadi (1983) menemukan bahwa daun katuk segar mengandung air 75,28%,
abu 2,42%, lemak 9,06%, protein 8,32%, karbohidrat 4,92%, karoten (mg/100 g)
165,05 dan energi 134,1 kal.., sedangkan tepung daun katuk mengandung 12% air,
8,91% abu, 26,32% lemak, protein 23,13%, karbohidrat 29,64%, karoten 372,42
mg/100g, dan energi 447,96 kal. Soegihardjo et al. (1997) menemukan bahwa
penetapan kadar protein untuk serbuk daun katuk kadar protein sebesar 38%,
sedangkan untuk ekstrak kering sebesar 62%. Direktorat Gizi (1981) bahwa dalam
100 g daun katuk mengandung 59 kal., 4,8 g protein, 1 g lemak, 11 g karbohidrat, 204
mg kalsium, 83 mg fosfor, 2,7 mg besi, 103.705 SI vitamin A, 0,1 mg vitamin D, 239
mg vitamin C dan air 81 g. Siemonsma dan Piluek (1994) bahwa pada 100 g daun

11

segar mengandung air 79,8 g, protein 7,6 g, lemak 1,8 g, karbohidrat 6,9 g, serat kasar
1,9 g, abu 2 g, vitamin A 10.000 IU, vitamin B1 0,23 mg, vitamin B2 0,15 mg,
vitamin C 136 mg, kalsium 234 mg, fosfor 64 mg, besi 3,1 mg dan energi 310
kJ/100g. Santoso (1999) menemukan bahwa dalam tepung daun katuk tua
terkandung air 10,8%, lemak 20,8%, protein kasar , 15,0%, serat kasar 31,2%, abu
12,7%, dan BETN 10,2%.

Yuliani dan Marwati (1997) menemukan bahwa dalam tepung daun katuk
mengandung air 12%, abu 8,91%, lemak 26,32%, protein 23,13%, karbohidrat
29,64%, β-carotene (mg/100 g) 372,42, energi (kal) 447,96. Sedangkan dalam daun
segar mengandung air 75,28%, abu 2,42%, lemak 9,06%, protein 8,32%, karbohidrat
4,92%, β-carotene (mg/100 g) 165,05, dan energi (kal) 134,10. Tabel 2. menunjukkan
kandungan β-carotene dan vitamin dari daun katuk dari beberapa peneliti yang
diringkas oleh Subekti (2007). Energi bruto daun katuk sangat tinggi, yaitu sebanyak
3818-4939,64 (Subekti, 2003, 2007)

Tabel 2. Kandungan vitamin dan provitamin dalam daun katuk

Vitamin & provitamin Jumlah
All-trans-α-carotene (µg/100g) 1335
All-trans-β-carotene (µg/100g) 10010
Cis- β-carotene (µg/100g) 1312

Riboflavin (mg/100 g) 0,21

Thiamin (mg/100 g) 0,50

Vitamin C (mg/100 g) 244
Α-tokoferol (mg/kg) 426

Subekti (2007)

Yahya et al. (1992) dalam 100 g daun katuk mentah dikandung zat besi 6,25
mg, direbus dengan air 3 mg, dikukus 5,84 mg, dan direbus dengan santan 3,12 mg.
Vitamin C juga mengalami penurunan jika direbus. Daun mentah 197,48 mg Vitamin
C dan menurun menjadi 71,55 mg jika direbus dan menjadi 41,1 mg jika dikukus,
serta direbus dengan santan menjadi 77,36 mg. Tanin adalah senyawa fenol yang
bereaksi dengan protein. Istilah ini asalnya digunakan untuk ekstrak tumbuhan yang

12

digunakan untuk penyamakan kulit. Tanin yang tinggi dapat menyebabkan kelainan
kaki pada broiler.

Tumbuhan yang termasuk famili Euphorbiaceae mengandung minyak atsiri,
sterol, saponin, flavonoid, triterpen, asam-asam organik, asam amino, alkaloid dan
tanin (Hegnauer, 1964 disitasi Malik, 1997). Malik (1997) menemukan bahwa hasil
skrining daun katuk diperoleh adanya golongan sterol atau triterpen, flavonoid dan
tanin.

Kandungan fitosterol tepung daun katuk yang diekstrak dengan 70% etanol
adalah sebanyak 2,43% atau sebanyak 466 mg/100 g dalam daun katuk segar
(Subekti, 2007). Kandungan fitosterol sebesar itu termasuk kadar yang tinggi diantara
beberapa bahan makanan. Berikut daftar senyawa aktif ekstrak daun katuk 70% etanol
(Subekti, 2007).

Tabel 3. Senyawa dalam ekstrak daun katuk dengan etanol 70%

Golongan Nama Senyawa Komposisi (%)
9,36
Asam lemak 9,12,15-asam oktadekatrienoat etil ester 5,30
4,92
Asam lemak Asam palmitat 3,70
1,20
Klorofil Phytol 1,10
0,69
Asam lemak 11,14,17-asam eikosatrienoat metil ester 0,69
0,64
Vitamin Tokoferol (vitamin E) 0,39
Stigmasterol Stigmasta -5,22-dien-3β-ol

Asam lemak Asam tetradekanoat etil ester
Sitosterol Stigmasta-5-en-3β-ol
Fukosterol Stigmasta-5,24-dien-3β-ol

Asam lemak Asam oktadekanoat

Sumber: Subekti (2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa jumlah air yang ditambahkan dan
tekanan pengepresan yang optimal agar diperoleh ekstrak daun katuk yang maksimal
dan warna yang paling hijau adalah tekanan 100 kg/cm2 dan rasio daun dan air 1:2.
Kadar air daun katuk 67,66%, kadar khlorofil daun katuk 2,74% dan ekstrak daun
.katuk yang diperoleh sebesar 95,48%, kadar khlorofil ekstrak daun katuk sebesar
2,22% . Nurdin et al. (2009) menemukan bahwa daun katuk mengandung klorofil

13

sebanyak 1.509,1 mg/kg daun; dimana ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun
pegagan dan murbei yang masing-masing kadarnya sebanyak 831,5 mg dan 844, 2 mg
tetapi lebih rendah dari daun cincau hijau yang banyaknya 1.708,8 mg.

Perbedaan kandungan gizi yang ditemukan oleh para peneliti disebabkan oleh
perbedaan umur dimana katuk dipanen, cara pemeliharaan, lingkungan dan faktor
keturunan. Meskipun terdapat perbedaan, secara umum dapat dikatakan bahwa daun
katuk sangat kaya gizi terutama sebagai sumber provitamin A dalam bentuk karotin.
Kandungan lemak yang tinggi pada daun tua (Santoso dan Sartini, 2001)
memungkinkan mengekstraksi minyak daun katuk. Secara umum minyak sayur
banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat berguna bagi kesehatan
manusia. Ching dan Mohamed (2001) menemukan kandungan alpha tocopherol dari
Sauropus androgynus sebesar 426 mg/kg dan mengandung asam askorbat sejumlah
244 mg/100 g kering (Padmavathi dan Rao, 1990)

Selain zat-zat gizi tersebut di atas, daun katuk juga mengandung zat kimia
lain. Agustal et al. (1997) daun katuk mengandung enam senyawa utama, yaitu
monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat
dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-pyrolidinon dan methyl pyroglutamate
(alkaloid). Menurut Padmavathi dan Rao (1990) daun katuk mengandung alkaloid
papaverin yang dapat mengganggu kesehatan, sehingga dianjurkan tidak terlalu sering
mengkonsumsinya, namun peneliti lain tidak menemukan alkaloid ini dalam daun
katuk. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh tempat habitat tumbuh yang berbeda
akan menghasilkan kandungan kimia yang berbeda pula (Agustal et al., 1997).
Papaverin ditemukan pada daun katuk yang sudah tua. Anonimus (1995) daun katuk
juga mengandung saponin, flavonoid, dan tannin. Apabila daun katuk dipanaskan
dengan air maka senyawa-senyawa ester yang terkandung didalamnya akan
terhidrolisis menjadi senyawa asam karboksilat sehingga menimbulkan rasa asam.
Miean dan Mohamed (?) menemukan bahwa daun katuk mengandung 785 mg
flavonoid/kg tepung katuk, quercetin 461,5 mg/kg, kaempferol 323,5 mg/kg.
Andarwulan et al. (2010) menemukan bahwa daun katuk (mg/100 g daun segar)
quercetin 4,50, kaempferol 138, myricetin ,0,00002, luteolin < 0,006, apigenin <0,03,
dengan flavonoid total sebanyak 143 mg. Selanjutnya dinyatakan bahwa daun katuk
mengandung phenol sebanyak 1,49 mg GAE/g daun segar, ferric reducing (µmol
TE/g daun segar) 70,6, ABTS (µmol TE/g daun segar) 1,81 dan DPPH (µmol TE/g
daun segar) 7,72. Flavonoid telah terbukti berperan dalam berbagai aktivitas di dalam

14

tubuh seperti sebagai antioksidan, anti-radang, anti-platelet, anti-thrombotic action,
and anti-allergik. Flavonoid dapat menghambat enzim seperti prostaglandin
synthase, lypoxygenase, dan cyclooxygenase yang merupakan enzim yang
berhubungan dengan tumorigenesis dan merangsang sistem enzim yang berkaitan
dengan detoksifikasi seperti glutathione S-transferase. Quercetin menghambat
oksidasi dan sitotoksisitas low-density lipoprotein secara in vitro dan dapat menekan
resiko terkena penyakit jantung koroner dan kanker. Model oksidasi in vitro
menunjukan bahwa quercetin, myricetin, dan rutin lebih kuat sebagai antioksidan jika
dibandingkan dengan vitamin konvensional. Flavonol dan flavone berperan sebagai
antioksidan dan pembawa radikal bebas dalam makanan, dan secara nyata
mempunyai aktivitas vitamin C sparing, dimana myricetin yang paling aktif. Dalam
sayuran, quercetin glycoside yang dominan,tetapi glycoside dalam bentuk
kaempferol, luteolin, dan apigenin juga ada dalam jumlah sedikit. Studi
epidermiologik menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pakan yang kaya
dengan flavonol dan penurunan penyakit jantung.

Yu et al (2006) menemukan senyawa aktif dalam daun dan batang katuk yaitu
3-O-b -D-glucosyl-(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK). 60 mg per kg GGK
menurunkan konsumsi pakan pada tikus sebanyak 15%. Konsentrasi trigliserida
dalam serum menurun pada tikus yang diberi GGK. Suplementasi GGK tidak
membawa dampak negatif terhadap perubahan histopatologik. Oleh sebab itu, GGK
berpotensi sebagai bahan obat antiobesitas yang aman.

Structure of 3-O-b -D-Glucosyl-(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK) (Yu et al.,
2006).

15

Tabel 4. Komposisi asam lemak tepung daun katuk

Asam Lemak Jumlah (% total

asam lemak)

Asam laurat 0,688

Asam miristat 5,838

Asam palmitat 33,246

Asam stearat 7,555

Asam oleat 21,391

Asam linoleat 21,081

Asam linolenat 0,142

Asam arakhidonat 1,385

Sumber: Santoso et al. (2004)

Tabel 5. Komposisi asam amino tepung daun katuk

Asam amino Tepung (ppm)

Asam aspartat 0,732

Asam glutamate 1,085

Serin 0,271

Glisin 0,454

Histidin 0,264

Arginin 0,312

Treonin 0,409

Alanin 0,311

Prolin 0,297

Tirosin 0,585

Valin 0,610

Metionin 0,145

Sistin 0,642

Isoleusin 0,738

Leusin 0,701

Fenilalanin 0,760

Lisin 0,937

Sumber: Santoso et al. (2004)

16

Tabel 6. Kandungan senyawa kimia pada batang katuk

No. Senyawa Kadar (%)

1 9, 12, 15-octadecatrienoic acid, ethyl ester, 14,48

(Z, Z, Z)-

2 Phytol 13,08

3 Glycerin 2,52

4 1-methyl-2-pyrrolidineethanol 2,27

5 Acetic acid 1,81

6 Pent-1-en-3-one, 1-(2-furyl)-5- 1,69
dimethylamino 1,65

7 Benzofuran, 2, 3-dihydro-

8 2-Acetylpyrrolidine 1,51

9 4-O-methylmannose 1,46

10 N-Ethyl-2-carbomethoxyazetidine 1,43

11 9-Ethoxy-10-oxatricyclo [7.2.1.0 (1, 6)] 1,36
dodecan-11-one

12 1H-Indole, 5-fluoro- 1,30

13 Hexadecanoic acid 1,18

14 Oleic acid 1,18

15 Heptaethylene glycol monododecyl ether 1,12

16 N, N-Dimethyl-2-aminoethanol 1,05

17 2-Methoxy-4-vinylphenol 0,97

18 L-Phenylalanine 0,95

19 Pentaethylene glycol 0,95
20 4, 6-Di-O-methyl-α-d-galactose 0,94

21 Octadecanoic acid 0,85

22 Thiophene, tetrahydro-2-methyl 0,82

23 3-Hexanol, 2, 5-dimethyl- 0,79

24 Phenol 0,76

25 Tetradecanoic acid 0,75
26 Benzophenone, 3-methoxy- 4’-methyl- 0,75

27 Ethylidenecycloheptane 0,75
28 β-sitosterol 0,68

29 9, 12-Octadecadienoic acid, methyl ester, 0,63
(E, E)-

17

30 2-pyrrolidinone 0,50

31 Morpholine 0,48
32 N-Chloroacetyl-d-phenylalanine 0,47
33 1-butanol, 2-ethyl- 0,44
34 4, 6-Di-O-methyl-α-d-galactose 0,40
35 Unidentified compounds 38,03
Sumber: Wei et al. (2011)

Suprayogi (2000) menemukan bahwa daun katuk mengandung androstan-17-
one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha (steroid), 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic
acid, octadecanoic acid, 9-eicosyne, 5,8,11-heptadecatrienoic acid ethyl ester,
11,14,17-eicosatrienoic acid methyl ester. Wijono (2004) menemukan daun katuk
mengandung asam fenolat, yaitu asam p-hidroksi benzoate 0,013%, asam vanilat
0,0054%, asam ferulat 0,0034%, asam kafeat 0,0007%.

Daun katuk kaya asam palmitat (33,246%) , asam oleat (21,391% dan asam
linoleat (21,081%) (Tabel 4). Dari tabel 4 dapat dibaca bahwa daun katuk
mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dengan jumlah yang
hampir sama. Selain itu, daun katuk juga kaya akan asam glumtamat (Tabel 5) suatu
senyawa yang dominan dalam penentuan rasa dalam daging ayam. Selain itu, daun
katuk mengandung asam amino esensial meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit,
sisanya adalah asam amino non esensial. Berdasarkan komposisi asam amino maka
daun katuk dapat digunakan sebagai supplemen pada ternak dan manusia.

Selain daunnya, batang katuk juga mengandung sejumlah senyawa aktif
(Tabel 6). Membaca kandungan senyawa aktif dalam batang katuk, maka batang
katuk dapat juga dijadikan sediaan obat herbal. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan
untuk membuat obat herbal dari kombinasi daun dan batangnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa katuk kaya akan zat gizi dan
senyawa metabolik sekunder. Berdasarkan potensi senyawa kimianya, maka katuk
sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat herbal dan sebagai sayuran yang
kaya akan zat gizi.

3.1. Manfaat Zat Gizi Pada Daun Katuk
3.1.1 Vitamin A

18

Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah kekurangan
vitamin A (KVA). Pada anak-anak, KVA dapat menyebabkan kerusakan selaput
kelopak mata, kornea serta sensitivitas retina terhadap cahaya (rabun senja). Pada
keadaan berat dapat menimbulkan kebutaan.

Kekurangan sering terjadi dalam proporsi endemic di Negara-negara
berkembang dan merupakan penyebab utama/ umum kebutaan pada anak-anak di
seluruh dunia. Ada 73 negara dan territorial yang berpotensi mempunyai masalah
kekurangan vitamin A yang serius. Namun demikian, konsumsi vitamin A yang
berlebihan dapat menimbulkan keracunan. β-carotene yang terkandung dalam daun
katuk merupakan salah satu provitamin A utama. β-carotene juga diketahui berfungsi
sebagai antioksidan dan mungkin efektif sebagai penghambat beberapa tipe kanker
pada manusia. Juga berperan dalam peningkatan kesehatan reproduksi manusia dan
hewan.

Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak. RDA vitamin A untuk
manusia adalah 1,0 mg retinol, atau yang setara dengannya. International Unit (IU)
digunakan untuk membandingkan aktifitas biologis berbagai sumber vitamin A. Satu
IU dari aktifitas vitamin A dapat disuplai dengan 0,3µg all-trans-retinol, 0,344 µg all-
trans-retinyl acetate, atau 0,6 µg all-trans-β carotene. Vitamin A terdapat dalam
produk-produk hewan seperti telur, susu, mentega, dan hati. Tumbuhan tidak
mempunyai vitamin A, tetapi beberapa tumbuhan mempunyai carotenoid. Lebih dari
500 carotenoid ada dalam alam, tetapi hanya 50 saja yang digunakan sebagai
prekorsor vitamin A. Yang paling penting dari semuanya itu adalah all-trans-β
carotene. Bentuk lain dari provitamin A adalah cryptoxanthine dan –α carotene.

Aktifitas biologic vitamin A dan provitamin A tidak sama. Pada manusia 6,0
mg β carotene adalah setara dengan 1,0 mg retinol, sedang carotenoid lain adalah 12
mg setara dengan 1,0 mg retinol. Konversi β carotene menjadi retinol sebagai berikut:

Konsumsi vitamin A dalam jumlah yang tinggi (berlebihan) menimbulkan
keracunan. Konsumsi 10 x vitamin A dari RDA atau lebih tinggi pada wanita hamil
dapatmenyebabkan kerusakan otak pada bayinya. Level ini menunjukkan tanda-tanda
gangguan syaraf dan merusak mata jika dikonsumsi oleh anak-anak atau orang
dewasa. Konsumsi vitamin A untuk mnusia dibatasi sampai dengan 6000 IU/hari atau
kurang. Namun, konsumsi β carotene yang tinggi tidak menimbulkan keracunan.

19

Tabel 7. Kandungan retinol dari sumber alam

Sumber vitamin A Kadar retinol (IU/g)

Minyak hati ikan paus 400.000

Minyak hati ikan cucut 250.000

Minyak hati halibut (ikan laut) 240.000

Minyak hati herring (ikan laut) 211.000

Minyak hati tuna (ikan laut) 150.000

Minyak hati shark (ikan hiu) 150.000

Minyak hati bonito (ikan laut) 120.000

Minyak hati white sea base (ikan laut) 50.000

Minyak hati barracuda (ikan laut) 40.000

Minyak hati dogfish (ikan laut) 12.000

Minyak hati seal (anjing laut) 10.000

Minyak ikan (cod liver oil) 4.000

Minyak tubuh sardine 750

Minyak tubuh pilchard (ikan sebangsa 500

sardine)

Minyak tubuh menhaden (sebangsa teri) 340

Mentega 35

Keju 14

Telur 10

Susu 1,5

Sebagai provitamin A

Ubi jalar 80-200

Bubur jagung kuning 12

Jagung kuning 8

Sumber: Scott (1982)

Jadi mengkonsumsi daun katuk sebagai sumber provitamin A dalam jumlah yang
tinggi tidak akan menimbulkan keracunan vitamin A.

Vitamin A berperan penting dalam proses penglihatan. Reaksi-reaksi kimia
yang menyangkut penglihatan dan bagian-bagian seperti trans-retinol dan 11-cis-
retional yang memegang peranan dalam fungsi penglihatan.. Keistimewaan dari

20

penglihatan terletak dalam energi yang diterima dalam 11-cis-retinal yang dihasilkan
oleh retinen isomerase dari trans-retinal dan bereaksi dengan spontan dalam gelap
komponen protein yang dinamakan akotopsin untuk membentuk rhodopsin. Kalau
rhodopsin itu menerima cahaya, energi yang berasal dari cahaya tersebut

Tabel 8. kebutuhan vitamin A orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (µg RE)

Bayi 0-0,5 6 60 375

0,5-1,0 9 71 375

Anak-anak 1-3 13 90 400

4-6 20 112 500

7-10 28 132 700

Laki-laki 11-14 45 157 1000

15-18 66 176 1000

19-24 72 177 1000

25-50 79 176 1000

51+ 77 173 1000

Perempuan 11-14 46 157 800

15-18 55 163 800

19-24 58 164 800

25-50 63 163 800

50+ 65 160 800

Hamil 800

Menyusui 6 bulan pertama 1300

6 bulan kedua 1200

RE=Retinol Equivalent. 1 retinol eq.= µg retinol atau 6 µg β-carotene.

Sumber: Brody (1994)

menyebabkan struktur 11-cis yang tidak stabil kembali pada keadaan dulu menjadi
trans-retinal ditambah skotopsin yang bebas; ketidakstabilan ini disebabkan oleh
gangguan sterik dari molekul sis. Energi yang berasal dari reaksi ini ditranportasi ke
otak melalui syaraf optik (nervus opticus) dan mencatat beberapa intesitas tergantung
kepada banyaknya cahaya masuk kedalam mata. Trans-retinol dikonversikan menjadi

21

trans-retinal oleh aktivitas alcohol dehydrogenase. 11-sis-retinol juga dapat
dikonversi menjadi 11-cis-retinal oleh alcohol dehydrogenase.

Tanda-tanda kekurangan vitamin A, pertama-tama rabun senja, yang diikuti
oleh kerusakan kornea. Rabun senja dapat disembuhkan tetapi kerusakan kornea tidak
dapat sembuh. Kerusakan kornea yang tidak sembuh, lensa dan buta total merupakan
bagian dari penyakit yang disebut xerophttalmia. Kekurangan vitamin A
menghasilkan terganggunya produksi antibodi,kerusakan pada epithelial saluran
pernapasan dan pencernaan. Keduanya menyebabkan invansi mikrobia patogen.
Vitamin A dan carotenoid juga bersifat sebagai anti kanker.

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin A anda cukup mengkonsumsi daun katuk
rebus sebanyak 100 gram atau daun katuk mentah sebanyak 60 gram saja setiap
harinya. Kebutuhan vitamin A pada manusia tertera pada tabel 8. Kebutuhan vitamin
A bertambah sejalan dengan bertambahnya umur kita. Kebutuhan vitamin A juga
berbeda tergantung kepada jenis kelaminnya. Laki-laki dewasa mempunyai kebutuhan
vitamin A yang lebih tinggi daripada perempuan. Kebutuhan vitamin A juga
meningkat pada wanita yang menyusui.

3.1.1.1 Kekurangan Vitamin A pada Hewan
Kekurangan vitamin A pada hewan juga berakibat pada terganggu kesehatan

mata, terganggunya pembentukan tulang, terganggunya proses reproduksi, serta
menyebabkan luka-luka di otak. Kekurangan vitamin A pada itik muda menyebabkan
kelambatan dan menahan pertumbuhan tulang rawan, dan kelebihan vitamin A
mempercepat pertumbuhan tulang.

3.1.2 Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. RDA untuk orang dewasa

60 mg. kekurangan vitamin C menyebabkan skorbut. Gejala terkena penyakit ini
adalah jika konsentrasi askobat dalam plasma (darah) berada < 0,2 mg/100 ml.
penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi 10-15 mg asam askorbat/hari.
Vitamin C juga mengurangi kerusakan akibat radikal. Vitamin C dalam jumlah yang
lebih besar sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dalam kondisi lingkungan
yang kurang baik, stress, dan penyakit tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin
C sehari-hari kita cukup mengkonsumsi daun katuk rebus sebanyak 100 gram, atau 50
gram daun katuk mentah. Kebutuhan vitamin C berbeda-beda tergantung kepada

22

umur dan aktifitas (Tabel 9). Wanita hamil dan menyusui membutuhkan vitamin C
lebih besar.

Tabel 9. Kebutuhan vitamin C orang dengan aktifitas ringan-moderat.

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg)

Bayi 0-0,5 6 60 30

0,5-1,0 9 71 35

Anak-anak 1-3 13 90 40

4-6 20 112 45

7-10 28 132 45

Laki-laki 11-14 45 157 50

15-18 66 176 60

19-24 72 177 60

25-50 79 176 60

51+ 77 173 60

Perempuan 11-14 46 157 50

15-18 55 163 60

19-24 58 164 60

25-50 63 163 60

51+ 65 160 60

Hamil 70

Menyusui 6 bulan pertama 95

6 bulan kedua 90

Sumber: Brody (1994)

Vitamin C juga amat diperlukan oleh hewan piaraan kita. Namun, pada unggas pada
kondisi normal, mereka mampu memenuhi kebutuhan vitamin C-nya dengan
memproduksinya dalam jumlah yang cukup dalam tubuh. Namun pada kondisi
lingkungan yang tidak normal, maka kebutuhan vitamin C dalam tubuh meningkat
sementara produksi dalam tubuhnya cenderung turun. Oleh karena itu, pada kondisi
abnormal unggaspun memerlukan tambahan vitamin C dalam pakannya sehari-hari.
Vitamin juga berperan penting untuk mencagah stress pada unggas.

23

3.1.2.1 Kekurangan asam askorbat
Seorang ibu rumah tangga dan pekerja pabrik, umur 37 tahun, mengeluh sakit

dan mengalami pelunturan warna kedua kakinya selama 3 hari. Ia menyatakan
makannya normal, termasuk buah dan sayuran segar, tetapi pada pemeriksaan lebih
lanjut rupanya selama beberapa bulan ia mengalami depresi dan ternyata makannya
sedikit. Ia tidak dapat berjalan atau berdiri tanpa bantuan disebabkan karena rasa
sakit. Terdapat perdarahan di daerah yang luas pada bagian dorsal betis. Di bawah
lutut terdapat beberapa keratosis folikuler. Tidak dijumpai daerah perdarahan lain
pada tubuhnya dan juga tidak ada perubahan apapun pada gusi. Analisis laboratorik
menunjukkan 12,5 µmol asam asborbat/100 mg lekosit. Pengobatan dengan asam
askorbat (3,97 mmol/hari) segera dimulai. Setelah dua minggu ekskresi asam askorbat
dalam air kencing 2,27 mmol/24 jam.
Diskusi kasus

Asam askorbat (vitamin C) tidak diekskresikan oleh ginjal sampai jaringan
tubuh jenuh dan kadar dalam darah melebihi nilai tertentu. Asam askorbat tidak
disimpan dalam lemak tubuh seperti halnya vitamin A dan vitamin D dan tanpa asam
askorbat dalam diet mengakibatkan berangsur-angsur penurunan kadarnyadalam
jaringan. Penurunan kadar asam askorbat tercermin dalam darah, terutama dalam
lekosit, seperti terlihat pada penderita yang dibicarakan ini. Pemberian asam askorbat
dalam diet menyebabkan penderita cepat sehat kembali. Kejenuhan, terlihat pada
pengeluaran vitamin ini dalam air kencing terjadi kurang dari dua minggu.

Kiranya fungsi utama asam askorbat kelihatan dalam pembentukan kolagen
normal. Sesudah “prekolagen” disintesis, beberapa sisa prolin dihidroksilasi menjadi
hidrosiprolin. Asam askorbat terlibat dalam reaksi enzimatif oksidatif ini dan
demikian pula dalam reaksi yang mengubah sisa lisin menjadi hidroksiprolin. Ini
adalah dua modifikasi prekolagen yang diperlukan agar dalam jaringan protein
berfungsi normal. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan sifat kolagen yang
terdapat dimana-manadalam tubuh, tidaklah mengherankan bahwa seseorang dengan
skorbutmenunjukkan perdarahan kapiler-kapiler, persendian membengkak dan sakit,
penyembuhan luka dan pembentukan jaringan parut lambat, sehingga mengakibatkan
penurunan kemampuan untuk menanggulangi infeksi.

Peran biokimia lainnya dihubungkan dengan sifat oksidasi-reduksi asam
askorbat. Sifat ini berkenaan dengan hidroksilasi senyawa aromatic, jadi merupakan
metabolisme tirosin, dan sifat ini mungkin terlibat dalam hidrosilasi inti steroid.

24

Keterlibatan asam askorbat dalam oksidasi biologic telah diusulkan beberapa
tahun yang lalu berdasarkan adanya kedua bentuk teroksidasi dan tereduksi dalam
darah dan dalam jaringan. Molekulnya mempunyai sifat-sifat asam gula mereduksi
sederhana dan pertama kali diacu sebagai “asam heksuronat” oleh Szent-Gyogyi. Sifat
asam askorbat yang tidak umum sebagai sifat gula adalah mudahnya mengalami
ubahan antara bentuk teroksidasi dantereduksi. Ini mungkin merupakan keuntungan
biokimia, tetapi hal ini juga menyebabkan kerusakannya dalam bahan pangan oleh
pemanasan dan hidrolisis alkalil menjadi 2,3-L-asam gulonat yang biologic tidak
aktif.
3.1.3 Vitamin D

Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak. RDA vitamin D bagi
orang dewasa adalah 5µg, RDA untuk orang hamil dan menyusui adalah 10µg. dalam
100 gram daun katuk mengandung 31.111 µg vitamin D. jadi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari anda cukup mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang
sangat kecil. Kebutuhan vitamin D dapat dibaca pada tabel 10.

Vitamin D ikut dalam pengaturan metabolisme kalsium dan fosfor dan
kalsifikasi tulang. Vitamin D mencegah rakitis, suatu deformitas tulang yang
menyebabkan timpang pada anak-anak, dan osteomalasia, suatu kelemahan tulang
pada orang dewasa. Vitamin D mempunyai struktur menyerupai steroid dan pada
manusia dapat disintesis dari derivate kolesterol. Beberapa senyawa dengan aktifitas
serupa vitamin D terdapat di alam, tetapi hanya dua yang penting bagi manusia.
Vitamin D3 (kolekalsiferol) disintesis dalam kulit dari 7-dehidrokolesterol, yang
diperoleh dari diet asal hewan. Reaksi ini dikatalis oleh sinar ultraviolet dan
diperantai oleh pemaparan pada sinar matahari. Bentuk lain vitamin ini, D2
(kalsiferol) masuk tubuh bersama makanan asal nabati.

Senyawa ini juga terdapat dalam bahan makanan hewani, terutama minyak
ikan hati. Molekul lain yang mempunyai aktifitas vitamin D adalah kalsiferol, yang
terdapat dalam tumbuhan. Keduanya diubah menjadi bentuk aktif faali.

Vitamin A dan D diekskresikan dari tubuh dengsn lsju lambat. Dengan
demikian apabila masukan salah satu dari vitamin tersebut berlebihan, akan
mengakibatkan toksisitas. Toksisitas vitamin D mengakibatkan kenaikan kadar
kalsium dalam peredaran yang mempengaruhi tekanan darah dan menyebabkan
endapan kalsium di bawah kulit dan ditubuli ginjal.

25

Tabel 10. Kebutuhan vitamin D .

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (µg)

Bayi 0-0,5 6 60 7,5

0,5-1,0 9 71 10

Anak-anak 1-3 13 90 10

4-6 20 112 10

7-10 28 132 10

Laki-laki 11-17 45 157 10

15-18 66 176 10

19-24 72 177 10

25-50 79 176 5

51+ 77 173 5

Perempuan 11-14 46 157 10

15-18 55 163 10

19-24 58 164 10

25-50 63 163 5

51+ 65 160 5

Hamil 10

Menyusui 6 bulan pertama 10

6 bulan kedua 10

Vit. D dalam bentuk cholecalciferol. 10 µg cholecalciferol=400 IU vitamin D

Sumber: Brody (1994)

3.2.4 Vitamin B6
Piridoksin merupakan bentuk umum vitamin B6 dalam kebanyakan preparat

dagang. Bentuk lain adalah piridoksal dan piridoksamin.
Vitamin B6 marupakan vitamin yang larut dalam air. RDA untuk orang

dewasa 2 mg, bayi 0,3 mg. vitamin mempunyai beberapa bentuk : pyridoxine,
pyridoxal, pyridoxamine, dan versi fosforilasi dari bentuk-bentuk tersebut. Pyridoxine
merupakan bentuk yang digunakan dalam suplemen vitamin. Orang yang mempunyai
penyakit alkoholik kronik merupakan orang yang paling terkena risiko penyakit
kekurangan B6. bayi yang menerima dibawah 0,1 mg/hari besar risiko terkena seizuic
(suatu penyakit syaraf). Daun katuk bukan merupakan sumber vitamin B6 yang baik.

26

Tabel 11. Kebutuhan vitamin B6 orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg)

Bayi 0-0,5 6 60 0,3

0,5-1,0 9 71 0,6

Anak-anak 1-3 13 90 1,0

4-6 20 112 1,1

7-10 28 132 1,4

Laki-laki 11-14 45 157 1,7

15-18 66 176 2,0

19-24 72 177 2,0

25-50 79 176 2,0

51+ 77 173 2,0

Perempuan 11-14 46 157 1,4

15-18 55 163 1,5

19-24 58 164 1,6

25-50 63 163 1,6

51+ 65 160 1,6

Hamil 2,2

menyusui 6 bulan pertama 2,1

6 bulan kedua 2,1

Sumber: Brody (1994)

Oleh karena itu, untuk memenuhinya dapat mengkonsumsi bahan makanan lain
sumber vitamin B6. kebutuhan vitamin B6 tertera pada tabel 11.
3.1.5 Vitamin B1 (thiamin)

Thiamin adalah vitamin yang larut dalam air. Kebutuhan thiamin pada
manusia dewasa adalah 1,5 mg. vitamin ini ada dalam berbagai makanan asal
tumbuhan dan asal hewan, sebagaimana juga ragi. Populasi yang berisiko kekurangan
thiamin adalah alkoholik kronis dan pada manusia yang mengkonsumsi beras yang

27

Tabel 12. Kebutuhan vitamin thiamin orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg)

Bayi 0-0,5 6 60 0,3

0,5-1,0 9 71 0,4

Anak-anak 1-3 13 90 0,7

4-6 20 112 0,9

7-10 28 132 1,0

Laki-laki 11-17 45 157 1,3

15-18 66 176 1,5

19-24 72 177 1,5

25-50 79 176 1,5

51+ 77 173 1,2

Perempuan 11-14 46 157 1,1

15-18 55 163 1,1

19-24 58 164 1,1

25-50 63 163 1,1

51+ 65 160 1,0

Hamil 1,5

menyusui 6 bulan pertama 1,6

6 bulan kedua 1,6

Sumber: Brody (1994)

digiling. Konsumsi dalam jumlah yang besar “seafood” mentah juga berisiko lebih
tinggi. Kekurangan vitamin thiamin pada manusia menimbulkan penyakit beri-beri,
suatu penyakit yang ditandai kerusakan lanjut pada system saraf dan system
peredaran, pengecilan otot dan oedema. Dalam tubuh thiamin diubah menjadi ester
pirofosfat, yang merupakan bentuk aktif metaboliknya. Thiamin berfungsi pada
penyakit piruvat menjadi asetil-KoA dan pada banyak reaksi serupa yang menyangkut
pelepasan karbondioksid dirangkaikan oksidasi, yakni dekarboksilasi oksidatif.
Kebutuhan manusia terhadap thiamin tertera pada tabel 12.

28

Tabel 13. Kebutuhan energi orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (kJ/hari)

Bayi 0-0,5 6 60 2720

0,5-1,0 9 71 3556

Anak-anak 1-3 13 90 5439

4-6 20 112 7531

7-10 28 132 8368

Laki-laki 11-14 45 157 10460

15-18 66 176 12552

19-24 72 177 12133

25-50 79 176 12133

50+ 77 173 9623

perempuan 11-14 46 157 9205

15-18 55 163 9205

19-24 58 164 9205

25-50 63 163 9205

50+ 65 160 7950

Hamil 3 bulan pertama +0

2 bulan kedua +1255

3 bulan ketiga +1255

Menyusui 6 bulan pertama +2090

6 bulan kedua +2090

Sumber: Brody (1994)

3.1.6 Lemak
Katuk kaya akan lemak. Diduga lemak dalam daun katuk – sebagaimana pada

saayuran lainnya – merupakan sumber asam lemak omega 3 dan 6 (sejenis asam
lemak tak jenuh) yang sangat penting bagi kesehatan manusia. Telah terbukti bahwa
asam lemak ini mampu menurunkan kadar kolesterol darah, sehingga resiko terkena
penyakit penyempitan pembuluh darah berkurang. Lemak disamping sebagai sumber
asam lemak esensial juga menyediakan energi yang lebih besar daripada protein dan
karbohidrat. Secara rata-rata lemak mengandung energi sebesar 9 kkal/g, sementara
karbohidrat dan protein menyediakan energi masing-masing hanya sebesar 4 kkal/g.

29

Jadi energi yang terkandung dalam lemak adalah 2,25 x lebih banyak.
Direkomendasikan agar konsumsi lemak tidak boleh melebihi 35% dari kebutuhan
energi. Rekomendasi kebutuhan energi pada manusia tertera pada tabel 13. Dapat
dibaca bahwa kebutuhan akan energi berbeda-beda tergantung umur, jenis kelamin
dan aktifitas.
3.1.7 Protein

Protein disusun oleh polimer asam amino. α-asam amino adalah molekul yang
dibedakan mempunyai gugus amino pada 2-karbon dari asam karboksilat. Gugus ini
disebut gugus α-amino.

Ada delapan fungsi protein bagi tubuh yaitu:
a. Memegang peranan penting dalam proses katalitik, sebagai contoh adalah enzim.

Enzim merupakan protein yang berperan pada proses katakitik dalam tubuh,
sebagai enzim disebut juga sebagai biokatalisator.
b. Memegang peranan penting pada kontraksi otot, sebagai contoh adalah aktin dan
myosin.
c. Memegang peranan penting pada regulasi gen, sebagai contoh adalah histone dan
protein inti bukan histone.
d. Memegang peranan penting pada produksi hormone, sebagai contoh adalah
insulin.
e. Memegang peranan penting pada proteksi tubuh dari gangguan, sebagai contoh
adalah fibrin, immunoglobulin dan interferon.
f. Memegang peranan penting pada regulasi tubuh, sebagai contoh adalah
calmodulin.
g. Memegang peranan penting pada pembentukan dan mempertahankan struktur,
sebagai contoh adalah kolagen, elastin, dan keratin.
h. Memegang peranan penting dalam transportasi zat-zat gizi dalam tubuh, sebagai
contoh adalah albumin sebagai alat transportasi bilirubin dan asam lemak,
hemoglobin sebagai alat transportasi oksigen, lipoprotein sebagai alat transportasi
berbagai lipida, transferring sebagai alat transportasi zat besi dan lain-lain.

30

Tabel 14. Rekomendasi Kebutuhan Protein

Umur Berat Tinggi (cm) Kebutuhan (g)/hari

(kg) 60 13
71 14
Bayi 0-0,5 6 90 16
112 24
0,5-1,0 9 132 28
157 45
Anak-anak 1-3 13 176 59
177 58
4-6 20 176 63
173 63
7-10 28 157 46
163 44
Laki-laki 11-14 45 164 46
163 50
15-18 66 160 50

19-24 72 60
65
25-50 79 62

51+ 77

Perempuan 11-14 46

15-18 55

19-24 58

25-50 63

51+ 65

Hamil

Menyusui 6 bulan pertama

6 bulan kedua

Sumber: Brody (1994)

Dari delapan fungsi protein tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
protein sangat penting bagi tubuh baik manusia maupun bagi hewan. Proses-proses
reaksi kimia yang dalam kondisi alam, bereaksi sangat lambat pada suhu 37oC (suhu
normal tubuh manusia) dapat berlangsung dengan baik pada suhu tersebut dengan
adanya katalisator yaitu enzim. Oksigen yang dihisap oleh kita melalui proses
pernapasan, oleh hemoglobin (suatu protein) diikat dengan ikatan yang tidak erat dan
diedarkan ke seluruh tubuh dan disana dilepaskan untuk proses oksidasi dalam tubuh.
Hemoglobin kemudian mengikat gas CO2 yang terbentuk dan dibawa ke paru-paru
untuk dibuang. Itu hanya sebagian kecil saja dari gambaran betapa pentingnya protein
bagi kita dan hewan piaraan kita.

31

Gangguan karena kekurangan protein juga banyak dijumpai di Indonesia
terutama pada keluarga miskin. Kebutuhan protein bagi manusia adalah sebanyak
1g/kg berat badan per hari. Oleh sebab itu jika kita mempunyai berat badan 50 kg
maka kita harus mengkonsumsi protein sebanyak 50 g/hari. Sebanyak 25%-nya
sebaiknya berasal dari protein hewani, dan 75%-nya berasal dari protein nabati seperti
pada daun katuk. Mengingat daun katuk merupakan sayuran yang murah harganya,
maka dapat dijadikan sebagai sumber protein nabati yang lebih terjangkau. Daun
katuk mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi daripada kelompok sayuran
daun lainnya. Rekomendasi kebutuhan protein tertera pada tabel 14. Kebutuhan
protein meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan berat badan. Jenis kelamin
juga mempengaruhi kebutuhan protein, dimana laki-laki lebih tinggi kebutuhannya.
Wanita hamil dan menyusui memerlukan protein yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan wanita yang tidak beraktifitas tersebut.

3.1.8 Besi
RDA pada orang dewasa (laki-laki) adalah 10 mg dan wanita 15 mg, selama

hamil 30 mg. RDA dipengaruhi oleh rendahnya absorpsi besi dan oleh kehilangan
besi selama menstruasi. Laki-laki dewasa mengandung 40-50 mg besi/kg berat badan,
sementara wanita 35-50 mg besi/kg berat badan. Bayi yang baru lahir mengandung
besi 70 mg/kg berat badannya.

Kehilangan besi pada laki-laki dewasa melalui kulit (0,2 mg/hari), saluran
pencernaan(0,6 mg), dan saluran urine (0,1 mg). jadi total kehilangan 0,9 mg/harinya.
Pada wanita, selain kaarena hal tersebut di atas, kehilangan zat besi melalui
menstruasi. Aliran menstruasi normal adalah 35 ml/periode. Ini setara dengan 18 mg
besi, dan karena darah mengandung 0,5 mg besi/ml, kehilangan darah yang berlebihan
selama menstruasiadalah merupakan sebab utama/yang umum menyebabkan
kekurangan besi pada wanita. Kebutuhan besi juga tergantung kepada umur dan jenis
kelamin (tabel 15).

32

Tabel 15. Kebutuhan besi orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg)
6
Bayi 0-0,5 6 60 10
10
0,5-1,0 9 71 10
10
Anak-anak 1-3 13 90 12
12
4-6 20 112 10
10
7-10 28 132 10
15
Laki-laki 11-17 45 157 15
15
15-18 66 176 15
10
19-24 72 177 30
15
25-50 79 176 15

51+ 77 173

Perempuan 11-14 46 157

15-18 55 163

19-24 58 164

25-50 63 163

51+ 65 160

Hamil

Menyusui 6 bulan pertama

6 bulan kedua

Sumber: Brody (1994)

3.1.9 Kalsium
Komponen anorganik tubuh manusia terutama adalah natrium, kalium,

kalsium, magnesium, ferum, fosforus, khlorid, dan sulfur. Sebagian besar mereka
merupakan mineral dalam skelet dan ion-ion dalam cairan tubuh. Mereka merupakan
bagian esnsial dalam diet. Sejumlah unsure yang terdapat dalam jumlah yang jauh
lebhh sedikit, disebut unsure mikro, juga merupakan komponen diet esnsial.
Termasuk unsur-unsur ini adalah kuprum, molybdenum, kobalt, mangan, zinkum,
chromium, selenium, yodium, dan fluroid.

Kalsium merupakan salah satu mineral yang banyak terdapat di alam. Kalsium
ditemukan dalam bentuk kalsium karbonat, kalsium fosfat, kalsium fluorida, dolomit,
Kalsium fosfat dalam bentuk hidroksiapatit merupakan komponen utama struktur

33

keras tulang dan gigi. Terus menerus pertukaran ion-ion ini antara cairan sirkulasi dan
jaringan padat dalam rangka skelet serta struktur membran sel. Kalsium ikut dalam
eksitabilitas saraf dan otot, penjendalan darah, dan beberapa aktifitas enzim. Fosfat
merupakan bagian esensial, sebagai ester organic, bentuk reaktif beberapa metabolit-
antara. Ia juga berperan penting dalam penimbunan energi kimia dalam bentuk ATP.
RDA orang dewasa adalah 0,8 g, dan RDA wanita hamil dan menyusui 1,2 gram.
Seacra umum kalsium berfungsi dalam : a) pembentukan tulang dan gigi yang
dipengaruhi oleh vitamin D; b) pembekuan darah; c) aktivitas saraf dan otak; d)
aktivator enzim; e) aktivitas otot jantung; f) melindungi tubuh terhadap absorpsi zat
radioaktif

Tabel 16. Kebutuhan kalsium (Ca) orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg)

Bayi 0-0,5 6 60 400

0,5-1,0 9 71 600

Anak-anak 1-3 13 90 800

4-6 20 112 800

7-10 28 132 800

Laki-laki 11-17 45 157 1200

15-18 66 176 1200

19-24 72 177 1200

25-50 79 176 800

51+ 77 173 800

Perempuan 11-14 46 157 1200

15-18 55 163 1200

19-24 58 164 1200

25-50 63 163 800

51+ 65 160 800

Hamil 1200

Menyusui 6 bulan pertama 1200

6 bulan kedua 1200

Sumber: Brody (1994)

34

Katuk dapat menjadi sumber Ca bagi kita. Mineral makro ini sangat berperan dalam
pembentukan tulang.

Terdapat tanda-tanda umum jika tubuh (manusia) kekurangan kalsium, yaitu
antara lain:

1. Nyeri punggung atau pinggang
2. Tulang rentan mengalami keretakan
3. Kuku rapuh
4. Sering sakit gigi atau gigi berlubang
5. Sering kram di bagian kaki
6. Sakit kepala
7. Detak jantung menjadi lebih cepat
8. Tekanan darah tinggi
9. Insomnia
10. Nyeri sendi
11. Gugup, cemas, mudah marah
12. Sementara khusus wanita, masa menstruasinya lebih lama

(http://newslifestyle4u.blogspot.com/2013/06/12-penyakit-akibat-kekurangan-
kalsium.html)
Sementara kelebihan kalsium menyebabkan hiperkalsemia dan kalsifikasi jaringan
dan tulang rawan.

3.1.10 Fosfor
Fosfor bersama-sama dengan kalsium berperanan penting dalam pembentukan

tulang. Fosfor sebagaimana kalsium terdapat dalam jumlah yang banyak di alam.
Dalam tumbuhan kebanyakan fosfor terdapat dalam bentuk senyawa organik, yaitu
dalam bentuk garam dari asam fitat, fosfolipid, asam nukleat, dan komponen lainnya.
Tubuh hewan dewasa mengandung 0,60-0,75% fosfor dihitung berdasarkan bahan
segar.

Selain berfungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, fosfor juga berfungsi
dalam: a) metabolisme zat gizi; b) kontraksi otot: c) aktivitas saraf; d) komponen
enzim, DNA, RNA, dan ATP; e) membentuk fosfatid, bagian dari plasma; f) menjaga
keseimbangan asam basa; g) pengaturan aktivitas hormone; h) menjaga efektivitas
beberapa vitamin.

Akibat kekurangan fosfor antara lain: a) gigi dan tulang rapuh, b) sakit pada
tulang; c) rakhitis pada anak-anak; d) osteomalasia pada orang dewasa.

35

Tabel 17. Kebutuhan fosfor (P) orang dengan aktifitas ringan-moderat

Umur (tahun) Berat (kg) Tinggi (cm) Kebutuhan (mg

Bayi 0-0,5 6 60 300

0,5-1,0 9 71 500

Anak-anak 1-3 13 90 800

4-6 20 112 800

7-10 28 132 800

Laki-laki 11-17 45 157 1200

15-18 66 176 1200

19-24 72 177 1200

25-50 79 176 800

51+ 77 173 800

Perempuan 11-14 46 157 1200

15-18 55 163 1200

19-24 58 164 1200

25-50 63 163 800

51+ 65 160 800

Hamil 1200

Menyusui 6 bulan pertama 1200

6 bulan kedua 1200

Sumber: Brody (1994)

3.1.11. Vitamin E
Vitamin E adalah salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Terdapat beberapa
fungsi vitamin E, yaitu: 1) sebagai antioksidan biologis; 2) menjaga struktur lipida
dalam mitokondria terhadap kerusakan oksidatif; 3) dalam reaksi-reaksi fosforilasi
normal, terutama persenyawaan fosfat berenergi tinggi seperti fosfat keratin dan
trifosfat adenosine; 4) dalam metabolism asam nukleat; 5) dalam sintesis asam
asborbat; 6) dalam sintesis ubiquinon; dan 7) dalam metabolism sulfur asam amino;
8). pemelihara integritas membran sel; 9) sintesis DNA; 10) merangsang reaksi
kekebalan, 11) mencegah penyakit jantung koroner 12) mencegah keguguran dan
sterilisasi dan gangguan menstruasi 13) sebagai antiinflamasi (antiradang).

36

Tabel 18. Patologi defisiensi vitamin E

Kondisi Hewan Jaringan yang Dicegah dengan
diserang Vit. E Selenium

1.Kegagalan reproduksi Tikus, ayam, Pembuluh darah Ya Tidak
a) Degenerasi embrio kalkun embrio
pada betina Domba

b) kemajiran Jantan: tikus, Alat kelamin Tidak Ya
marmut, tikus jantan ya Tidak
2. Hati, darah, otak, besar anjing,
buluh kapiler dll. ayam hati Ya ya
Darah, hymolyse Ya Tidak
a) Nekrose hati Tikus, babi butir darah mera
b) Kerusakan eritrosit Tikus, anak
ayam, anak Albumin serum Ya Ya
c) kehilangan protein lahir prematur
darah Ayam, kalkun Otak (sel Parkinje) Ya Tidak
Dinding kapiler Ya Ya
d) encephalomacia Ayam Epithil berbentuk Ya Ya
e) diathese eksudatif Ayam, kalkun tubulus
f) degenerasi ginjal Tikus, kera Timbunan lemak Ya Ya

g) steatitis Mink, babi, Otot kerangka Ya Tidak
ayam atau
3 Miopathy akibat gizi hanya
makanan Kelinci, sebagian
marmot, itik, Ya
a) Dystrophy akibat ayam, kalkun
gizi

b) White muscle Anak sapi, Kerangka dan otot Ya

37

disease domba, tikus, jantung Ya Ya
c) Stiff lamb mink Ya Ya
d) Myopathy gizzard Domba, anak Otot kerangka
Sumber: Wahyu (1992) domba
Kalkun muda Gizzard, jantung,
otot kerangka

Kekurangan vitamin E pada manusia mengakibatkan:
1. Pecahnya sel darah merah yang dapat merangsang terjadinya anemia.
2. Sindroma neurologis yang menyebabkan fungsi sumsum tulang belakang dan retina
menjadi tidak normal. Tanda-tandanya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot
serta gangguan penglihatan dan bicara.
3. Risiko penyakit kardiovaskular dan kanker karena vitamin E berfungsi sebagai
antioksidan dan antiradang. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
konsumsi vitamin E sebanyak 100 mg/hari dapat menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular sebesar 40 persen. Konsumsi vitamin E secara berlebihan
menimbulkan keracunan. Konsumsi vitamin E lebih dari 600 mg per hari (60-75 kali
kecukupan yang dianjurkan), dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran
pencernaan. Hasil penelitian yang dilakukan di Belanda menunjukkan bahwa
pemberian suplemen vitamin E sebanyak 200 mg/hari selama 15 bulan kepada orang
yang berusia 60 tahun ke atas, menyebabkan terjadinya infeksi saluran pencernaan.
(http://cybershopping.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cyberm
ed|0|0|6|600)

3.1.12. Air
Daun katuk juga mengandung air. Air dapat dikatakan juga sebagai zat

makanan. Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa makhluk hidup akan lebih menderita
jika kekurangan air daripada kekurangan makanan. Air juga merupakan komponen
terbesar di tubuh makhluk hidup.

Air diketahui sebagai substansi yang sangat istimewa sebagai penghantar
panas yang sangat baik. Hal ini sangat diperlukan dalam penyebaran panas sebagai
hasil reaksi biokimia dalam proses metabolisme. (Tillman et al., 1984). Air dapat
menyerap lebih baik jika dibandingkan dengan medium lainnya, dan dapat menyerap

38

Tabel 19. Pedoman Mutu Air Minum

Kontamnan Rata-rata tingkat Tngkat maksimal Catatan
/Karakteristk yang dianjurkan dterima
Bakteria
Bakteria total 0/ml 100/ml 0/ml
Bakteria koliform 0/ml 50/ml direkomendasikan
Senyawa nitrogen 25 mg/l 0/ml
Nitrate 10 mg/l direkomendasikan
Nitrite 0,4 mg/l 4 mg/l 3-20 mg/l mungkin
Keasaman & Hardness 6,8-7,5 mempengaruhi
pH performans
60-180
Total hardness pH kurang dari 6
tidak diinginkan.
Senyawa kimia alami Level dibawah 6.3
dalam air minum mungkin
Kalsium menurunkan
performans.
Tingkat hardness
kurang dari 60
terlalu lunak, dan
lebih dari 180,
sangat keras.

60 mg/l

Khlorid 14 mg/l 250 mg/l Level serendah 14
Kopper mg/l dapat merusak
0,002 mg/l 0,6 mg/l jika tingkat sodium
lebih dari 50 mg/l.
ingkat yang lebih
tinggi menghasilkan

39

aroma pahit.

Besi 0,2 mg/l 0,3 mg/l Tingkat yang lebih
Lead 14 mg/l 0,02 mg/l
Magnesium 125 mg/l tinggi menghasilkan
32 mg/l
Sodium 125 mg/l 250 mg/l rasa dan bau yang
Sulfate 1,5 mg/l
jelek.
Seng
Tingkat yang lebih

tinggi adalah

beracun.

Tingkat yang lebih

tinggi mempunyai

pengaruh laksatif

Tingkat lebih tinggi

dari 50 mg/l

mungkin

mempengaruhi

performans jika

tingkat sulfat juga

tinggi.

Tingkat diatas 50

mg/l mempengaruhi

performans jika

sulfat atau khlorida

tinggi.

Tingkat yang lebih

tinggi menyebabkan

pengaruh laksatif.

Tingkat di atas 50

mg/l mungkin

mempengaruhi

performans jika

magnesium dan

khlorida tinggi.

Tingkat yang lebih

40

tinggi adalah

beracun.

Sumber: Schwartz, D. L., "Water Quality," VSE, 81c., Penn. State Univ.
(mimeographed); and R. Waggoner, R. Good, and R. Good, "Water Quality and
Poultry Pedormance," in Proceedings AVMA Annual Conference, July, 1984.

sejumlah besar panas dengan kenaikan temperature yang sangat sedikit. Para ahli
fisiologis menunjukkan bahwa panas yang dihasilkan dengan aktifitas otot yang
maksimal selama 20 menit akan cukup menggumpalkan substansi albumin bila
panasnya tidak diambil dan disebarkan oleh air kesekitar sel-sel otot.
Kenyataannya sejumlah besar panas dibutuhkan untuk mengubah fase air dari cairan
ke uap pada proses pembuangan panas melalui penguapan, atau dari cairan kental
menjadi substansi air. Hal ini tentu saja sangat penting peranannya dalam pengaturan
temperature tubuh.

Fungsi air tersebut membuktikan pentingnya air sebagai medium untuk
aktifitas metabolik. Jika fungsi tersebut digabungkan dengan fungsi bagian-bagian
lainnya, misalnya tegangan permukaan yang tinggi, kecenderungan untuk membentuk
senyawa-senyawa hidrat dan konstante dielektrik yang tinggi, air yang menjadi media
penyebaran yang ideal untuk transportasi produk-produk metabolisme dan produk-
produk sisa metabolisme.

Air juga memegang peranan penting dalam proses pencernaan makanan dalam
saluran pencernaan, berperanan dalam proses oksidasi, berperanan dalam pemecahan
ataupembentukan ikatan-ikatan karbon dengan karbon, berperan dalam penambahan
atau penghilangan asam fosfat. Air juga mempunyai peranan tertentu. Sebagai contoh,
air adalah bagian dari cairan sinovial pelumas bagi pertautan tulang dan sebagai
cairan disekitar medulla spinalis dan otak, cairan cerebropinalis, air berfungsi sebagai
bantalan dari system syaraf. Air sebagai penghantar suara ditelinga dan juga termasuk
dalam proses penglihatan. Dilihat dari beberapa fungsi bersama dengan zat-zat lain
dan besarnya air yang dibutuhkan, air dianggap sebagi satu dari banyak zat gizi yang
terpenting untuk proses dalam tubuh.

Kehilangan air pada ternak melalui air keringat sebasar 2%-5% dari berat
tubuh, maka akan mengganggu dan menurunkan nafsu makan. Bila kehilangan
mencapai kira-kira 10% ia akan sakit kepala, hilang ingatan dansuaranya menjadi
kabur, dan bila kekurangan mencapai 12% matanya menjadi cekung, kulit menjadi

41

keriput danyang bersangkutan tidak dapat menelan, biasanya tahap tersebut sudah
fatal bagi manusia.
3.2 Beberapa kekurangan katuk

Dari uraian di atas maka daun katuk berpotensi sebagai sayuran kaya akan zat
gizi seperti provitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, vitamin B, mineral seperti
kalsium, fosfor, kalium dan besi serta kaya akan protein. Berdasarkan kandungan gizi
tersebut maka daun katuk dapat digunakan untuk mencegah berbagai penyakit akibat
kekurangan zat gizi. Selain itu, daun katuk juga kaya akan zat metabolic sekunder
yang menjadikan sebab daun katuk bisa dijadikan sebagai obat herbal. Beberapa
penyakit dapat disembuhkan dengan pemberian daun katuk.

Meskipun katuk mengandung zat-zat gizi yang amat bermanfaat bagi
kesehatan manusia dan hewan, tetapi sebagaimana bahan pangan lain ia juga
mempunyai zat anti nutrisi. Zat anti nutrisi yang pertama adalah alkaloid papaverin
(Padmayathi, 1990). Zat ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan.
Namun Agustal et al. (1997) tidak menemukan zat ini dalam daun katuk.

Kelemahan lain adalah bahwa menurut Prajogo dan Santa (1997) dalam
jaringan parenkim daun (palisade dan jaringan bunga karang) ditemukan banyak
kristak kalsium oksalat. Oleh sebab itu, bagi penderita penykit batu ginjal, daun katuk
berbahaya untuk dikonsumsi.

Katuk juga bersifat memperkuat kontraksi otot pada uterus dan usus.
Peningkatan kontraksi otot pada uterus (rahim) dapat mengakibatkan keguguran. Oleh
sebab itu, bagi wanita hamil dan ternak yang bunting konsumsi daun katuk sebaiknya
dihindari. Selain itu, masih terdapat zat antinutrisi lain yaitu tannin dan saponin. Pada
hewan ternak saponin dantannin menyebabkan turunnya berat badan dan dapat pula
menurunkan efisiensi penggunaan pakan. Namun kedua zat antinutrisi ini juga
mempunyai fungsi untuk menurunkan kadar lemak tubuh.

42

BAB IV
KATUK SEBAGAI ANTIKUMAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun katuk juga mempunyai sifat
antikuman dan anti protozoa. Daun dan akar katuk sering digunakan sebagai obat luar
untuk mengobati borok, bisul, koreng, demam, darah kotor dan frambusia. Zat yang
berfungsi sebagai antikuman pada daun katuk diduga adalah tannin dan flavonoid.
Tannin bersifat toksis terhadap fungi berfilamen, bakteri maupun ragi. Mekanisme
kerjanya adalah sebagai berikut, yaitu berdasarkan sifat astrigensinya dapat
menghambat enzim tertentu; berdasarkan aksi terhadap membrane; dan berdasarkan
pembentukan kompleks tannin dengan ion logam. Untuk golongan fenol lainnya,
seperti flavanol juga mempunyai efek antimikroba, namun terdapat perbedaan respek
dengan yang ditimbulkan oleh tannin. Selain itu, dalam daun katuk juga terdapat
senyawa alkaloid yang juga bersifat antiprotozoa dan antikuman. Darise dan

Tabel 20. Hasil pengamatan pengukuran zona hambatan 6 macam ekstrak daun katuk
ABCD

W1 W2 W1 W2 W1 W2 W1 W2
M-M 19.00 21.00 0.00 0.00 14.05 14.15 18.00 30.50
S-M 14.50 20.50 0.00 0.00 7.00 25.00 0.00 0.00
M-E 21.50 12.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
S-E 12.00 12.00 0.00 0.00 12.00 12.00 0.00 0.00
M-B 10.00 0.00 0.00 0.00 12.00 12.50 18.00 19.50
S-B 11.50 13.00 0.00 14.50 11.50 12.50 14.50 14.50
Keterangan:
M-M = Maserasi methanol, S-M =Sokletasi methanol, M-E = Maserasi eter, S-E =
Sokletasi eter, M-B = Maserasi butanol, S-B = Sokletasi butanol, A= Staphylococcus
aureus, B = Pseudomonas aeruginosa, C = Salmonella typhosa, D = Escherichia coli,
W1 = waktu 24 jam, W2 = waktu 48 jam.
Sumber: Darise danSulaeman (1997).

Sulaeman (1997) menemukan bahwa ekstrak methanol, ekstrak eter dan ekstrak n-
butanol daun katuk mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

43

dengan luas hambatan antara 11 mm -21 mm. selain itu juga mampu menghambat
pertumbuhan Salmonella typhosa dengan luas hambatan antara 7 mm – 25 mm.
ekstrak daun katuk tersebut kurang memberikan daya hambat Pseudomonas
aeruginosa dan Escherichia coli.

Santoso (2001c) menemukan bahwa daun katuk yang diekstrak dengan air
panas mampu menurunkan jumlah Salmonella sp., Escherichia coli dan Streptococcus
sp, tetapi tidak menurunkan jumlah Bacillus subtilis dan Lactobacillus sp. pada
kotoran ayam broiler. Bahkan pada level pemberian 1,5 g/l air ekstrak tersebut
mampu meningkatan jumlah Lactobacillus sp dan Bacillus subtilis. Lactobacillus
spmerupakan salah satu mikrobia efektif, yang mempunyai peranan penting dalam
kesehatan baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan.

Penelitian ini menguji efektivitas ekstrak daun katuk terhadap Proteus
vulgaris, Bacillus cereus and Staphylococcus aureus Klebsiella pneumoniae, E.coli
and Pseudomonas aeruginosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air
mempunyai antimikrobia yang sedang dibandingkan dengan ekstrak etanol dan
methanol. Daun lebih efektif jika dibandingkan dengan akar dan batang katuk. Secara
umum sifat antimikrobia katuk adalah lebih efektif terhadap bakteri gram positif
daripada bakteri gram negatif. Efektivitas katuk sebagai antimikrobia diduga sebagai
aksi kumulatif dari senyawa yang ada dalam katuk.
(Gayathramma et al., 2012)

Peningkatan Lactobacillus sp. dalam kotoran diduga mampu menekan
pertumbuhan mikrobia pengurai asam urat sehingga pemecahan asam urat menjadi
ammonia menurun. Hal ini mengakibatkan produksi ammonia pada kotoran
berkurang, sehingga pencemaran yang diakibatkannya menurun. Selain itu, mikrobia
tersebut mampu menekan pertumbuhan mikrobia pathogen sehingga diharapkan
kotoran tersebut menjadi lebih sehat. Kotoran yang banyak mengandung Lactobcillus
sp. ini merupakan bahan pupuk organic yang sangat baik serta memperbaiki struktur
tanah. Mereka juga dapat memperbaiki produktivitas tanaman. Selain itu, mereka
mempunyai peranan penting dalam menurunkan logam berat pada suatu bahan.
Produk komersial EM4 yang sebagian besar mengandung mikrobia ini disinyalir
mempunyai banyak fungsi antara lain adalah menurunkan kadar logam berat dalam
suatu bahan, meningkatkan produktivitas tanaman, memperbaiki struktur tanaman,
marupakan bahan pakan ternak yang baik dan lain-lain. Kotoran yang sehat tersebut,
jika diproses lebih lanjut dapat digunaksn sebagai pakan ternak yang bergizi dan

44

murah harganya. Selain itu ada kemungkinan bahwa Bacillus subtilis yang meningkat
dengan pemberian katuk, dapat memberikan dampak positif dalam arti mampu
menurunkan lemak tubuh, misalnya pada ayam broiler (Santoso et al., 1995a,b).
Bacillus subtilis juga terbukti mampu menurunkan kadar gas ammonia dalam kandang
ternak. Hal ini sangat menguntungkan baik bagi peternak, ternak dan masyarakat
disekitar kandang. Ekstrak daun katuk ini diberikan melalui air minum.

Santoso et al. (1999) memberikan ke dalam ransum broiler sebesar 18g/kg
ransum dan menemukan bahwa ekstrak daun katuk mampu menurunkan jumlah
Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging broiler. Penurunan Salmonella
sp.baik pada daging dan kotoran merupakan indikasi bahwa tingkat kontamonasi
produk ternak dapat ditekan dengan pemberian ekstrak daun katuk. Dengan demikian,
kemungkinan konsumen terkena penyakit akibat mengkonsumsi daging menjadi
berkurang.

Sutedja et al (1997) menemukan bahwa ekstrak daun katuk rebus, air rebusan
dan air perasan daun katuk (19ppm - 103 ppm) tidak menunjukkan sifat antiprotozoa
terhadap T. pyriformis GL. Ekstrak katuk segar (104 ppm) menunjukkan hambatan
terhadap T. pyriformis GL, dimana baik ekstrak alkaloid dan ekstrak non-alkaloid
masing-masing menunjukkan aktifitas antiprotozoa yang lebih besar daripada ekstrak
daun segar.

Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa daun katuk
dan mungkin akarnya dapat dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit yang
disebabkan oleh bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli baik pada manusia
maupun pada hewan. Ini merupakan tantangan bagi para peneliti dibidang farmasi dan
kedokteran untuk mengembangkan obat untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri
tersebut di atas. Pada industri pangan, ekstrak daun katuk dapat dijadikan bahan
pengawaet makanan. Hasil penelitian Santoso et al. (1999) ternyata ekstrak daun
katuk mampu menekan jumlah Salmonella sp dan Escherichia coli pada daging
broiler. Turunnya mikrobia pathogen pada daging mungkin disebabkan oleh turunnya
jumlah mikrobia tersebut didalam saluran pencernaan. Hal ini mengakibatkan tingkat
kontaminasi oleh mikrobia tersebut pada saat penyembelihan dapat diturunkan.
Santoso (2001c) menemukan bahwa ekstrak daun katuk ini mampu menekan
pertumbuhan mikrobia pathogen tersebut dalam kotoran broiler. Selain itu, diduga zat
bioaktif ekstrak daun katuk terakumulasi dalam daging yang kemudian mampu
menekan pertumbuhan mikrobia tersebut selama penyimpanan. Berdasarkan hasil

45


Click to View FlipBook Version