flavrmeabiltas vaskular. Namun ternyata flavonoid juga mempunyai efek samping
seperti menyebabkan anemia hemolitik, diare konis, nephropathy berat dan colitis.
Efek Mutagenik
Beberapa obat herbal yang dinyatakan aman ternyata jika penggunaannya dalam
waktu yang lama (10-30 tahun) dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya
seperti dapat menyebabkan kanker usus besar dan kanker saluran pencernaan.
Interaksi Obat
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya kemungkinan interaksi obat herbal
yang diminumnya. Banyak diantara masyarakat yang minum obat herbal beberapa
macam untuk beberapa keperluan tanpa resep dokter. Mereka hanya mengandalkan
informasi pada iklan, penjual obat dan rekaan mereka sendiri. Padahal dalam obat
herbal terdapat berbagai macam senyawa kimia yang bisa jadi berinteraksi satu sama
lain. Nah, interaksi obat herbal ini dapat menimbulkan efek samping yang sangat
berbahaya.
Kontaminasi
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan obat herbal adalah
kemungkinan adanya kontaminasi. Untuk itu, pembuatan obat herbal harus memenuhi
standard pembuatan obat agar kontaminasi dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan.
Beberapa akibat kontaminasi antara lain adanya racun, bahan terkontaminasi arsenik
dan logam berat lainnya dll.
Tentu saja masih banyak efek samping lain yang dapat ditimbulkan oleh obat
herbal. Untuk itu saya sarankan hati-hatilah dalam mengkonsumsi obat herbal
sebagaimana kita hati-hati dalam mengkonsumsi obat sintetik. Minum obat secara
sembarangan – baik obat herbal maupun obat sintetik – akan menimbulkan gangguan
kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Gangguan kesehatan itu
bisa ringan, sedang, berat dan bahkan menimbulkan kematian.
Efek Samping Katuk
Daun katuk sudah dikonsumsi di Taiwan dalam bentuk jus katuk mentah (150 g)
sebagai obat pelangsing. Mengkonsumsi jus katuk selama 2 minggu sampai 7 dengan
dosis di atas menimbulkan efek samping seperti sulit tidur, tidak enak makan dan
sesak nafas. Hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang mengkonsumsi jus
katuk mentah terkena Bronkiolitis obliterasi. Kao et al. (1999) menemukan bahwa
mengkonsumsi katuk menyebabkan luka pada paru-paru. Lin et al. (1996) daun katuk
96
menyebabkan flu-like illness yang lama dengan batuk kering, dyspnea dan sesak
nafas. Penyebab gejala ini diduga adalah papaverine yang ada dalam daun katuk
meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa papaverine tidak selalu ada dalam
daun katuk. Daun katuk secara selektif dapat merusak sel MRC-5 yang berasal dari
paru-paru manusia, dibandingkan dengan sel Hep G2 yang berasal dari hati manusia.
Tidak terdapat kerusakan yang secara nyata pada materi genetik sel Hep G2 (Xin et
al., 2011).
Toksisitas Sauropus androgynus telah diteliti. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa LD_(50) untuk tikus pada dosis di atas 10 g/kg dan meningkatkan
abnormalitas sperma ditemukan pada tikus. Uji selama 30 hari menunjukkan bahwa
S.androgynus dapat merusak hati, ginjal, limfa, jantung, paru-paru dan testis dari
tikus. Tingkat kerusakan menjadi lebih berat dengan peningkatan dosis penggunaan
katuk..Selama 30 pemberian S.androgynus, dosis maksimal inaktif adalah kurang dari
2,5 g/kg, yang menunjukkan bahwa S.androgynus mempunyai toksisitas akumulatif
dan kurang layak untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan (Guo et al., 2005).
Di Taiwan 44 orang mengkonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2
minggu - 7 bulan, terjadi efek samping dengan gejala sukar tidur, tidak enak makan
dan sesak nafas. Gejala hilang setelah 40-44 hari menghentikan konsumsi jus daun
katuk. Hasil biopsi dari 12 pasien menunjukkan Bronkiolitis obliterasi. Sejumlah 178
pasien mengkonsumsi jus daun katuk mentah dengan dosis 150 g / hari (60,7 %),
digoreng (16,9 %), campuran (20.8 %), dan digodok (1,7 %), selama 7 bulan - 24
bulan. Terdapat efek samping setelah penggunaaan selama 7 bulan berupa gejala
obstruksi bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan atau
lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang permanen. Di Amerika, sejak
tahun 1995 daun katuk goreng, salad daun katuk, dan minuman banyak dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai obat antiobesitas (pelangsing tubuh). Penelitian dilakukan
terhadap 115 kasus Bronkiolitis obliterasi (110 perempuan dan 5 pria), berumur
antara 22-66 tahun yang sebelumnya mengkonsumsi daun katuk. Pada uji fungsi paru
terlihat obstruksi sedang sampai parah. Pengobatan dengan campuran kortikosteroid,
bronkodilatasi, eritromisin, dan zat imunosupresi hampir tidak berkhasiat. Setelah 2
tahun bronkiolitis obliterasi berkembang menjadi parah dan terjadi kematian pada 6
pasien (6,1 %). Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa.
Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat mengurang i sampai meniadakan sifat racun
daun katuk.
97
Batang dan daun katuk yang biasa digunakan sebagai obat pelangsing
mempunyai efek negatif, yaitu menyebabkan kelainan pada paru-paru. Uji toksisitas
telah dilakukan pada senyawa yang diisolasi dari katuk, yaitu 3-O-b -D-glucosyl-
(1→6)-b -D-glucosyl-kaempferol (GGK), secara oral selama 18 hari. Enam puluh
milligram GGK menurunkan konsumsi pakan sebesar 15%, yang menyebabkan
turunnya berat badan tikus. Konsentrasi trigliserida dalam serum secara nyata turun
dengan adanya GGK. Tidak ada perubahan histopatologis yang nyata. Jadi GGK
merupakan senyawa yang potensial sebagai obat antiobesitas. (Yu et al., 2006).
Daun katuk dapat menyebabkan keguguran, sebab daun katuk meningkatkan
kontraksi uterus pada hewan percobaan, yaitu kelinci (Djojosoebagio, 1964). Daun
katuk mengandung alkaloid papaverin yang dapat menimbulkan rasa pusing, mabuk
dan konstipasi. Namun, senyawa ini tidak selalu ada dalam daun katuk. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian EDK sebesar 18 g/kg ransum
menghasilkan warna daging dada yang lebih pucat. Selain itu, daun katuk
mengandung banyak kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita
penyakit batu ginjal daun katuk berbahaya dikonsumsi sebagai sayuran. Namun
tingginya kalsium oksalat diimbangi oleh tingginya kadar kalium dalam daun katuk.
Kalium diketahui mempunyai fungsi menghancurkan batu ginjal. Selain itu, daun
katuk juga mengganggu metabolism mineral khususnya kalsium dan fosfor, sehingga
dapat menyebabkan osteoporosis. Hal ini disebabkn oleh karena metabolism senyawa
aktif daun katuk menghasilkan glokokortikoid.
Hasil penelitian di Taiwan mennunjukkan bahwa penggunaan jus daun katuk
yang dibuat dari daun segar selama 10 minggu dapat mengakibatkan gagal nafas pada
manusia. Untuk itu dianjurkan agar mengkonsumsi daun katuk yang telah dimasak,
karena pengaruh negatifnya akan berkurang. Penggunaan daun katuk terutama
menyebabkan meningkatnya masalah cardio-pulmonary seperti: dyspnea, heart bum,
batuk, dan palpitation (Jiang et al., 1998).. Untuk mengurangi efek samping dari daun
katuk, maka harus diperhatikan hal-hal berikut: 1) mengkonsumsi daun katuk dalam
jumlah yang sedikit (maksimal 50 g per hari), 2) daun dimasak terlebih dahulu, 3)
tidak mengkonsumsi daun katuk secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan.
98
BAB XI
BUDIDAYA KATUK
Tidak terlalu sulit untuk menanam katuk. Saat ini katuk ditanam sebagai tanaman
pagar atau tanaman sela. Cara menanamnyapun mudah, yaitu dengan hanya
menanam setek maka katuk akan tumbuh dengan baik. Katuk mampu beradaptasi
dengan lingkungan tropis dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Katuk juga
sangat toleran terhadap naungan, sehingga dapat ditanam sebagai tanaman sela.
Katuk juga sangat toleran terhadap berbagai jenis tanah. Katuk sangat cocok
dibudidayakan di daerah dengan suhu udara lingkungan antara 21-32o Cdengan
kelembaban sekitar 50-80 %. Untuk menghasilkan produksi yang optimal, katuk
sebaiknya ditanam pada tanah yang gembur, subur. banyak mengandung humus,
beraerasi dan berdrainase baik dengan pH berkisar 5,5 – 6,5.
9.1. Tanah
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organic
sebagai hasil perlapukan sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium
pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari
factor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu
pembentukan. Berdasarkan definisi di atas maka dilihat dari sudut pertanian, tanah
adalah alat atau factor produksi yang dapat menghasilkan berbagai produk pertanian.
Peranan tanah sebagai alat produksi pertanian adalah sebagai berikut:
a. Tanah sebagai tempat berdirinya tanaman.
b. Tanah sebagai gudang tempat unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman.
c. Tanah sebagai tempat persediaan air bagi tanaman.
d. Tanah dengan tata udara yang baik merupakan lingkungan yang baik bagi
pertumbuhan tanaman.
Melihat fungsinya, maka tanah sangat penting artinya bagi pertumbuhan
tanaman kita. Oleh sebab itu, tanah sebelum dimanfaatkan, perlu diolah untuk
mengoptimalkan produktivitas tanah serta menjaga tanah dari kerusakan sehingga
kelestarian tanah terjaga. Jika tanah terancam kelestariannya, hal ini dapat berakibat
kepada penurunan produktivitas melalui semakin buruknya beberapa sifat tanah.
Secara tidak langsung ancaman ini akan menurunkan ketahanan pangan dunia.
99
9. 2. Pengolahan Tanah
Disiapkan berupa bedengan, umumnya 2 meter lebarnya. Struktur tanah butir
yang dikehendaki untuk penanaman stek dan agak dipadatkan. Fungsi bedengan untuk
drainase dan aerasi yang memadai. Jarak tanam 4-5 cm x 20 cm, arah barisan
melintang bedengan. Diberi pupuk kandang sebanyak 30 ton/ha. Pupuk lainnya
kebanyakan urea, dan kadang KCl dan TSP. Jarak antar bedengan 40-60 cm berupa
parit yang berfungsi sebagai drainase dan jalan untuk mempermudah pemeliharaan
dan penanaman. Pupuk kandang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan
sehingga dapat tercampur merata dengan tanah.
Tanah gambut dapat pula digunakan sebagai media tumbuh yang baik bagi
tanaman katuk (Hermanto, 1997)
9. 3. Pola Tanam
Pola tanam dapat monokultur artinya hanya katuk, atau dapat juga
tumpangsari. Beberapa model tumpangsari dilakukan untuk menambah produktivitas
lahan, memberikan lingkungan tumbuh (naungan) yang lebih baik bagi katuk dan
menekan gulma. Ketela pohon merupakan jenis tanaman yang paling cocok untuk
tumpangsari. Jarak antar ketela pohon adalah 1-1,5 meter.
9. 4. Perbanyakan
Bahan perbanyakan tanaman yang dianjurkan untuk budidaya katuk adalah
berasal dari setek bawah dan tengah. Setek akan berakar umur 2 minggu. Setelah
setek berakar dapat dipindahkan ke kebun. Pnjang setek katuk 30 cm dengan
kedalaman 12,5 cm akan menghasilkan hasil terbaik pada pengamatan 3 bulan setelah
penanaman (Djauhariya dan Emmyzar, 1997).
9. 5. Pemeliharaan
Tanaman katuk sangat mudah untuk dibudidayakan dan tidak memerlukan
perawatan khusus. Dengan pemeliharaan yangsederhana saja dapat dilakukan
pemanenan selang waktu 40-60 hari selama 5 tahun atau lebih. Umur produksi 5-7
tahun.
Penyiangan gulma merupakan pekerjaan rutin yang harus dilakukan setelah
pemanenan karena pada saat itu lahan menjadi terbuka, sehingga gulma meningkat
dengan cepat. Pengendaliaan gulma juga dapat mempergunakan mulsa jerami yang
100
dihamparkan di sela-sela barisan tanaman katuk. Cara ini cukup efektif menekan
pertumbuhan gulma dalam waktu yang lebih lama, menghemat tenaga, waktu dan
relatif lebih ekonomis.
Pemupukan dilakukan bersama-sama dengan penyiangan yaitu dengan
menebarkan pupuk urea 30-50 kg/1000 m2 di sela-sela barisan tanaman. Pemberian
pupuk kandang dilakukan apabila produktivitas tanaman mulai menurun. Agar daun
menjadi subur perlu pula disemprotkan pupuk daun.
9. 6. Pemanenan
Panen pertama hasilnya masih sedikit, yaitu 3-4 ton/ha umumnya 4 ton. Panen
selanjutnya jumlah tahun pertama 6-7 kali panen, hasil yang baik mencapai 21-30
ton/ha. Hasil panen tahun berikutnya yang baik adalah berkiasar antara 30-40 ton/ha.
Katuk pada awal penanaman baru bisa mulai dapat dipangkas setelah 2-2,5
bulan setelah tanam.
9. 7. Pengaruh Cahaya
Tumbuhan berhijau mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam
bentuk ATP dan NADPH melalui proses fotosintesis. Molekul ini kemudian
menyediakan energi untuk mengikat CO2 atmosfir dan sintesis karbohidrat, dimana
80-90% berat kering tanaman berasal dari karbon hasil fotosintesis (Noggle dan Fritz,
1983).
Dari sejumlah 263.000 langley (1 langley = 1 g kalori/cm) energi matahari
yang diterima di bagian luar atmosfir bumi, 140.000 langley benar-benar mencapai
permukaan bumi. Jumlah input energi ini tersedia untuk tanaman dan hewan. Yang
sangat penting untuk pertanian adalah energi peninaran di bagian nampak dan
spektrum cahaya. Perhatian kita tertuju pada bgian ini, akrena di daerah itu tumbuh-
tumbuhan mampu mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dengan
proses fotosintesis.
Bahan mentah dan hasil akhir dari fotosintesis dapat diringkaskan dengan
persamaan berikut:
673.000 kal C6h12O6 + 6 O2 + 6 H2O
6 CO2 + 12 H2O →
Klorofil, enzim & kofaktor
101
Energi matahari yang digunakan tanaman berasal hanya dari panjang gelombang 0,4 –
0,7 mikron. Oleh karena itu, intensitas cahaya yang diterima oleh suatu tumbuhan
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Tabel 39. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan katuk
Intensitas Jumlah Panjang Jumlah Jumlah Panjang
daun akar (cm)
Cahaya (%) tunas tunas (cm) cabang 83,0 26,04
82,34 24,17
100 2,36 18,53 11,54 59,48 19,38
50 2,11 24,12 10,12
25 1,89 19,70 8,45
Sumber: Darwati dan Rosita (1996)
Dari tabel tersebut, maka dapat dibaca bahwa pertumbuhan katuk dapat
tumbuh dengan baik pada tingkat naungan yang cukup tinggi. Sampai tingkat naungan
50% jumlah tunasnya sebanding dengan tanpa naungan (intensitas cahaya 100%),
dengan panjang tunas yang lebih panjang, sementara panjang akar sedikit lebih
pendek. Panjang tunas yang lebih panjang diduga sebagai akibat kegiatan hormon
auksin. Hormon auksin berfungsi menaikkan tekanan osmotik sel, meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding sel,
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan sel
(Abidin, 1983). Pada daerah yang ternaung terdapat konsentrasi auxin yang lebih
besar daripada bagian tanaman yang terkena sinar. Sinar dapat merusak, mengurangi
kegiatan auxin atau meindahkannya ke daerah yang ternaung. Akibatnya, konsentrasi
dan kegiatan auksin pada daerah ternaung lebih besar dibandingkan dengan daerah
yang tidak ternaung. Oleh karena pada daerah ternaung jumlah dan kegiatan auksin
lebih tinggi, maka kegiatan pemanjangan sel lebih tinggi daripada daerah yang
terkena sinar.Hal ini mengakibatkan panjang tanaman pada daerah ternaung lebih
panjang. Auxin mempengaruhi pengembangan dinding sel, hal mana mengkibatkan
berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplasma. Oleh karena tekanan dinding
sel berkurang, protoplasma mendapat kesempatan menyerap air lebih besar, sehingga
akan diperoleh sel-sel yang panjang-panjang dengan vakuola yang besar.
Pada tingkat naungan 75% panjang tunas menurun sehingga relatif sama
kembali dengan kelompok yang tidak mendapat naungan. Hl ini dapat terjadi karena
102
terbatasnya sinar matahari yang diterima tumbuhan, sehingga kegiatan fotosintesis
menurun drastis. Padahal hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat merupakan
kerangka dasar pembentukan triptofan yang merupakan senyawa organik terpenting
dalam proses biosintesis auxin. Auxin terbentuk dari triptofan yang merupakan
senyawa dalam inti indole dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman. Triptofan
berubah menjadi IAA (indole-3-acetic acid = endogenius auxin) dengan membentuk
indole pyruvic acid dan indole-3-acetaldehyde. IAA ini dapat pula terbentuk dari
triptamin yang selanjutnya menjadi indole-3-acetaldehyde, selanjutnya menjadi
indole-3-acetic acid (IAA).
Meskipun produksi bahan kering dau lebh rendah pada naungan 50% jika
dibandngkan dengan yang 0%, namun masih dapat dipertanggungjawabkan (Darwati
dan Rosita, 1996). Turunnya produksi bahan kering pada daerah ternaungi disebabkan
terbatasnya cahaya matahari yang diterima tanaman pada daerah yang ternaung, yang
mengakibatkan proses fotosintesis terhambat. Dwidjoseputro (1980) menyatakan
apabila sinar kurang banyak akan menghambat kegiatan fotosintesis, walaupun suhu
dan CO2 tersedia cukup. Turunnya proses fotosintesis mengakibatkan turunnya
produksi karbohidrat. Sayangnya pada penelitian ini tidak dianalisis pengaruh
naungan terhadap komposisi kimia tanaman.
Berdasarkan data hasil penelitian ini, maka katuk dapat ditanam di bawah
tanaman lain. Oleh sebab itu, tanah-tanah kosong di sela-sela tanaman perkebunan
ataupun lainnya dapat dimanfaatkan untuk tanaman katuk, sehingga produktivitas
lahan menjadi lebih baik. Tingkat naungan 0-25% yang setara dengan intensitas
radiasi 281,3-375,0 kal./cm2/hari memberikan pengaruh yang baik terhadap jumlah
tunas, bobot basah daun. Tingkat naungan 25% memberikan nilai tertinggi (Pitono et
a., 1997).
9.8. Pengaruh zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh terdiri dari lima kelompok yaitu auxin, gibberellin,
cytokinin, ethylene dan inhibitor. Auxin merupakan senyawa yang dicirikan oleh
kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan
struktur kimia dicirikan oleh adanya cincin indole. Sementara gibberellin adalah
senyawa yang mengandung gibban skeleton, mesnstimulasi pembelahan sel,
pemanjangan sel atau keduanya. Cytokinin adalah senyawa yang mempunyai bentuk
dasar adenine (6-amino purin) yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Ethylene
103
adalah senyawa yang terdiri dari dua atom karbon dan empat atom hidrogen. Dalam
keadaan normal zat pengatur tumbuh ini akan berbentuk gas, dan mempunyai peranan
dalam proses pematangan buah pada fase klimakterik. Zat inhibitor merupakan
kelompok zat pengatur tumbuh yang menghambat dalam proses biokimia dan
fisiologi bagi aktivitas keempat zat pengatur tumbuh diatas.
Pemberian zat pengatur tumbuh ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
pertanian. Sampai saat ini penggunaan ZPT pada pertanaman katuk belum banyak
dilakukan.
Tabel 40. Pengaruh ZPT (2,4 D) terhadap pertumbuhan katuk
Perlakuan Diameter Jumlah Panjang Jumlah Jumlah
anak daun
batang tunas tunas (mm) daun
35,28
(mm) majemuk 43,28
40,30
0 2,07 1,40 10,15 5,80
1,5 ml/l 2,09 1,78 9,14 6,14
2,0 ml/l 2,07 2,01 10,52 6,42
Sumber: Rachmat et al. (1997)
Dari tabel di atas dapat dibaca bahwa pemberian 2,4-D (hidrasil) mampu
meningkatkan jumlah tunas katuk. Pemberian dosisi 2 ml/l dapat meningkatkan
jumlah tunas 27,14 – 43,57%. Pemberian ZPT 2,4-D tidak berpengaruh banyak
terhadap biomasa katuk.
Pada hasil penelitian Darwati dan Rosita (1997) pemberian IBA 250 ppm
memberikan persentase stek yang berakar dan bertunas cenderung paling tinggi
dengan mutu stek yang lebih baik. Pemberian IBA 200-250 ppm meningkatkan
jumlah akr. Hal ini berarti IBA mempunyai daya kerja yang baik dalam merangsang
perakaran. Pemberian IBA juga meningkatkan bobot kering akar. Hal ini diduga
selain karena adanya jumla akar yang tinggi juga karena adanya bulu-bulu akar yang
lebih banyak. Adanya bulu bulu akar menyebabkan meningkatnya luas pertukaran
serpan hara dari tanah. Dengan perakran yang baik, maka wajarlah jika pemberian
IBA 250 ppm menghsilkan pertumbuhan yang terbaik.
Rachmat et al. (1997) membandningkan berbagai ZPT seperti atonik, hidrosil,
siosim, dekamon, dharmasir, Rootone F. Dari hasil persentase umuh stek tertinggi
104
sebesar 70% diperoleh dengan perlakuan dekamon, sedangkan terendah pada
perlakuan sitosim sebesar 60%, sedangkan tanpa ZPT sebesar 63,33%. Namun
pemberian sitosim 2 ml/l memberikan jumlah tnas tertinggi. Disimpulkan bahwa
empat ZPT dapat menghasilkan mutu stek yang baik adalah atonk, rootone F, sitosim
dan dekamon dengan dosis 2 ml/l (utuk atonik dan sitosim), atau ,5 ml/l (untuk
dekamon).
Terlihat bahwa pada dasarnya semua ZPT yang diuji menunjukkan hasil yang
lebih baik jika dibandingkan dengan yang tanpa ZPT, sehingga semuanya dapat
digunakan untuk mempersiapkan bahan tanam yang baik untuk penanaman di
lapangan.
Penggunaan ZPT akan lebih efektif jika cukup tersdia unsur hara dalam media
tanam. Penggunaan 2,4-D (0,5 ml/l) pada media tanah + pupuk kandang (1:2)
memberikan pertumbuhan dan hasil tanam yang lebih baik (Moko dan Rachmat,
1997).
Rusmin et al. (1996) melaporkan bahwa pada panen pertama, pemberian
Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi daun katuk,
sedangkan pemberian kasting 20% dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
daun katuk. Pemberian kasting 30 dan 40% dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi daun pada panen kedua jika dibandingkan oleh Rootone-F.
Kasting dapat mempertahankan kestabilan aerasi tanah. Kasting mengandung
nitrogen dan fosfor. Kasting atau kotoran cacing tanah merupakan hasil ekskresi
cacing tanah. Kasting juga mengandung humus, zat perangsang tumbuh seperti auxin,
gibberallin dan sitokinin serta enzim-enzim seperti protease, amilase, lipase dan
selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan organik
Pengaruh pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan katuk
perlu pemupukan, baik pupuk organik maupun buatan. Hasil penelitian Moko dan
Rachmat (1997) menunjukkan bahwa penggunaan media anah = pupuk kandang (1:2)
memberikan hasil pertumbuhan dan biomasa yang baik.
Jenis pupuk kandang juga berpengaruh terhaap pertumbuhan stek. Pupuk
kandang dengan dosis 30% mempunyai bobot segar tanaman terbaik. Pupuk kandang
tersebut dapat diberikan pada saat penyetekan maupun untuk pemupukkan berkutnya
105
di lapangan. Satu hektar memerlukan 12 ton pupuk kandang (sapi) dengan populasi
50.000 tanaman/ha (Muhammad et al., 1997).
Pemberian pupuk urea (nitrogen) juga dapat meningkatkan pertumbhan katuk.
Menurut Januwati et al. (1997) dosis sebesar 5 g/tanaman atau 250 kg/ha. Menurut
Pitono et al. (1997) ZPT 2,4-D dosis 2 ml/l dan pemupukkan nitrogen dengan dosis
2,5 g/tanaman memberikan pertumbuhan stek yang baik. Diperlukan penelitian lebih
lanjut tentang dosis ZPT, pemupukkan NPK dan pupuk organik yang optimal bagi
pertumbuhan stek dan produksi optimal pada panen kesatu kedua dan seterusnya.
9.9 Serangga Perusak Daun Katuk
Mardiningsih dan Iskandar (1997) melaporkan serangga perusak daun katuk
adalah Menolepta sp (kumbang pemakan daun), kutu kebul Bemisia labaci, kutu
daun, ulat epnggulung daun, ulat jengka, ulat kantung dan thrip.
9.10. Gulma.
Puspitaningtyas et al. (1997) menemukan terdapat 17 spesies tumbuhan yang
tercatat sebagai gulma potensial diantaranya 3 spesies yang cukup dominan baik pada
model tanaman katuk monokultur maupun tumpangsari, yaitu Paspalum conjugatum
Berg., Alturnanthera sessilis (L) Br. dan Cyperus rotundus L.
106
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Cetakan I.
Angkasa. Bandung. Hal. 6, 14 dan 19-20.
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS. Warta Tumbuhan
Obat, 3 (3): 31-33.
Andarwulan, N., R. Batari, D. A. Sandrasari, B. Bolling and H. Wijaya. 2010.
Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia.
Food Chemistry 121 (2010) 1231–1235.
Anonimus. 1986. Medicinal Herbs Index in Indonesia. PT Eisai Indonesia. Hal. 134.
Anonimus. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan RI. Hal. 53-
54.
Anonimus. 1995. Khasiat katuk sebagai tanaman obat. Trbus no. 307, Jakarta.
Anonimus. 1999. Egg consumption. Poultry International. Watt Poultry Statistical
Yearbook 1999. Hal. 38-40.
Anonimus. 1999. Poultry meat consumption. Poultry International. Watt Poultry
Statistical Yearbook 1999. Hal. 42-44.
Astuti, N. B., Wahjoedi dan M. W. Winarno. 1997. Efek diuretik infus akar katuk
terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 42-43.
Brody, M. Nutritional Biochemistry. 1994. Academic Press, Inc., California.
Burhanuddin, H., D. Saefulhadjar, dan R. Wiradimadja. 2004. Profil Asam lemak pad
Telur Ayam yang Diberi Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus
L.Merr) dalam Ransum. Laporan Penelitian, Universitas Padjadjaran,
Bandung.
Burkill, I. H. M. A. F. L. S. 1935. A dictionary of the economic products of Malay
Peninsula. Goverments of the Straits Settlements and Federated Malay
States. Hal. 1968.
Cheeke, P. R. and L. R. Shrell. 1985. Natural Toxicants in Feeds and Poisonous
Plants. Avi Publishing Company Inc., Westport, Connecticut.
Ching, L. S. and S. Mohamed. 2001. Alpha-tocopherol content n 62 edible tropical
plants. J. Agric. Food Chem. 49:3101 – 3105.
Christi, V. E. I., G. N. Perumal, M. Karpagavalli and S. A. Malarkodi. 2011.
Phramacognostical, physio-chemical and antimicrobial studies of Sauropus
androgynus leaf. Herbal Tech. Industry. Februari 2011: 12-16.
107
Darise, M. dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi
Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji.
Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 37-38.
Darwati, I. dan S. M. D. Rosita. 1996. Pengaruh intensitas cahaya dan ergostim
terhadap pertumbuhan katuk (Sauropus andrognus Merr). Prosiding
Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik Apinmap: 387-391.
Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes, Bogor.
Djauhariya, E. dan Emmyzar. 1997. Pengaruh kedalaman tanam terhadap daya
tumbuh setek katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 24-25.
Djojosoebagio,S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus Merr (katuk) terhadap fungsi
fisiologis dan produksi air susu. Seminar Nasional Penggalian Sumber Alam
Indonesia Untuk Farmasi. Yogyakarta.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan I. Gramedia.
Jakarta. Hal. 13.
Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
UI Press. Jakarta.
Gayathramma, K., K. V. Pavani and R. Raji. 2012. Chemical constituents and
antimicrobial activities of certain plant parts of Sauropus androgynus .L. Int.
J. Pharma Bio Sci., 3: B561-B566.
Georgievskii, V. I., B. N. Annenkov and V. I. Samokhin. 1982. Mineral Nutrition of
Animals. Butterworths, London.
Guo, J. X., X. Yang and L. L. Guo. 2005. Studies on the toxicology of Sauropus
androgynus, a wild vegetable in South China. Journal of South China
Agricultural University. 2005-04.
Gusmawati. 2000. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Daun Katuk (Sauropus
androgynus) terhadap Performnas dan Organ Dalam serta Over Feed Cost
Broiler. Skripsi S1. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Koperasi Karyawan. Departemen
Kehutanan. Hal. 1144-1145
Hulshoff, P.J.M., C. Xu, P. Van De Bovenkamp, Muhilal and C.E. West. 1997.
Application of a validated method for the determination of provitamin A
carotenoids in Indonesian foods of different maturity and origin. J. Agric.
Food Chem. 45: 1174 – 1179
108
Hermanto, E. 1997. Pengaruh macam media tumbuh dan setek terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman katuk. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 28-29.
Januuwati, M. 1992. Beberapa tumbuhan penunjang program ASI di Jawa. Prosiding
Seminar Etnobotani. Hal. 415-419.
Jiang, D. D., T. J. Lin and J. F. Deng. 1998. Investigation of the pathogenic factors of
Sauropus androgynus poisoning (in the Epidemiology Bulletin Vol.6
No.10), Abstract.
Kamariyah, N. 2012. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sauropus androgynus (L). Merr.
(Katu) terhadap Kadar Prolaktin Tikus Menyusui dan Sel Neuraglia Anak
Tikus. Tesis, Stikes, Yarsis.
Kao, C. H., Y. J. Ho, C. L Wu and S. P. Changlai. 1999. Using 99mTc-DTPA
radioaerosol inhalation lung scintigraphies to detect the lung injury induced
by consuming Sauropus androgynus vegetable and comparison with
conventional pulmonary function tests. Respiration, 66: 46-51.
Kasmirah, D., Y. Fenita dan U. Santoso. 2013. Pengaruh penggunaan tepung
daunkatuk (Sauropus androgynus) terhadap kadar kolesterol telur itik
Mojosari (Anas javanica). Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 8: 77-86.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Mnyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Li, X., M.F. Chen, X. J. Chen, X. K. Xiong, Q. Li and F. Y. Wang. 2011. Safety
assessment of Sauropus androgynus L. Merr. In vitro. doi:1
0.3969/j.issn.1004-616x.2011.03.016.
Lin, T. J., C. C. Lu, K. W. Chen, and J. F. Deng. Outbreak of obstructive ventilatory
impairment associated with consumption of Sauropus androgynus vegetable.
J. Toxicol. Clin. Toxicol., 34: 1-8.
Malik, A. 1997. Tinjauan fitokimia, indikasi penggunaan dan bioaktivitas daun katuk
dan buah trengguli. Warta Tumbuhan Obat 3: 39 – 41.
Mardiningsih, T. L. dan M. Iskandar. 1997. Serangga perusak daun katuk. Warta
Tumbuhan Obat, 3 (3): 22-24.
Marsono. 1999. Himpunan peraturan tentang pemerintah daerah. Penerbit Djambatan.
Jakrta.
Miean, K. H. And S. Mohamed (?).Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol,
Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants. Faculty of Food
Science and Biotechnology, University Putra Malaysia, 43400 Serdang
Selangor, Malaysia.
109
Moko, H. Dan E. M. Rachmat, S. 1997. Pengaruh media tumbuh dan zat pengatur
tumbuh 2,4-D terhadap pertumbuhan dan hasil tanamana katuk. Warta
Tumbuhan Obat, 3 (3): 18-19.
Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway dan A. A. Spector. 1993. Biokimia.
Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus (diterjemahkan oleh M. Ismadi). Jilid
1 dan 2. UGM Press. Yogyakarta.
Muhammad, H., J. Pitono dan R. Permana. 1997. Pengaruh dosis dan jenis pupuk
kandang terhadap pertumbuhan setek tanaman katuk. Warta Tumbuhan
Obat, 3 (3): 16-17.
Munadjim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Gramedia. Jakarta.
Nugraha, A. P. D. 2008. Respon Penggunaan Tepung Daun Katuk (Sauropus
androgynus L. Merr.) dalam Ransum terhadap Kolesterol Itik Lokal. Skripsi,
Fakultas Peternakan, IPB.
Nuraeni, E. Warnoto dan U. Santoso. 2014. Pengaruh level protein dan level
suplementasi ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap performa
broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 9: 13-22.
Nurdin, C. M. Kushartono, I. Tanzihan dan M. Januwati. 2009. Kandungan klorofil
berbagai jenis daun tanaman dan Cu-turunan klorofil serta karakteristik
fisiko-kimianya.Jurnal Gizi dan Pangan, 4 (1): 13-19.
Oei, K.N. 1987. Daftar analisis bahan makanan. Unit Gizi Diponegoro. Badan Lit-
bangkes. Depkes.Jakarta. Februari 1987. 18–19.
Padmavathi, P dan M. P. Rao. 1990. Nutritive value of Sauropus androgynus leaves.
Plant Foods Human Nut. 40: 107 – 113.
Paul, M. and K. B. Anto. 2011. Antibacterial activity of Sauropus androgynus (L.)
Merr. Int. J. Plant Sci., 6 (1): 189-192.
Pitono, J., M. Januwati dan M. Iskandar. 1997. Tangap tanaman katuk pada berbagai
dosis pupuk NPK dan tingkat naungan. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 13-14.
Pradjonggo. 1983. Penelitian pendahuluan pengaruh daun Sauropus androgynus (L)
Merr. Terhadap gambaran histologi kelenjar susu mencit betina yang
menyusui. Fak Farmasi Unair, Surabaya.gh
Prajogo, B. E. W. dan I. G. P. Santa. 1997. Studi taksonomi Sauropus androgynus (L)
Merr. (Katuk). Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 34-35.
110
Puspitaningtyas, D. M., Sutrisno dan Immanuddin. 1997. Inventarisasi jenis gulma
pada budidaya katuk di desa Cilebut Barat, Bogor. Warta Tumbuhan Obat, 3
(3): 9-10.
Puspitaningtyas, D. M., Sutrisno dan S. B. Susetyo. 1997. Usaha tani di desa Cilebut
Barat Kabupaen Bogor. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 9-10.
Putra, A., U. Santoso, M. C. Lee and F. H. Nan. 2013. Effects of dietary katuk leaf
extract on growth performance, feeding behavior and water quality of
grouper Epinephelus coioides. AIJST, 2 (1): 17-25.
Qotimah, S., U. Santoso and Warnoto. 2014. Pengaruh Level Protein dan
Suplementasi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Kualitas
Karkas Broiler. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 9: 31-36.
Rachmat, E. M., E. Djauharya dan U. Mansur. 1997. Pengaruh beberapa macam zat
pengatur tumbuh terhadap daya tumbuh dan mutu setek katuk di pembibian.
Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 27-28.
Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung.
Rusmin, D., M. Hazaña dan S. Sufiani. 1996. Pengaruh pemberian Rootone-F dan
karting terhadap pertumbuhan dan produksi daun katuk (Sauropus
androgynus). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan
Aromatik Apinmap: Hal. 411-416..
Sadi, N. H. 1983. Katuk sebagai sumber karoten dalam makanan tambahan Anak-
anak. Laporan PKL di Puslitbang Gizi, Bogor
Samad, A.P.A., U. Santoso, M.C. Lee and F.H. Nan. 2013. Effects of Dietary
Katuk leaf Extract on Growth Performance, Feeding Behavior and
Water Quality of Grouper Epinephelus coioides. Aceh International
Journal of Science andTechnology, 2 (l): I 7-25.
Samad, A.P.A., U. Santoso, M.C. Lee and F.H. Nan. 2014. Effects of dietary
katuk (Sauropus androgimus L. Merr.) on growth, non-specific
immune and diseases resistance against Vibrio alginolyticus infection
in grouper Epinephelus coioides. Fish & Shellflsh Immunology, 36:
582-589.
Santoso, U. 1997. Effect of early feed restriction-refeeding on growth, body
composition and lipid accumulation in mixed-sex broiler chicks. Research
Report. ITSF. Jakarta.
111
Santoso, U. 1998. Effect of early feed restriction on growth, breast and thigh
composition and fat deposition in mixed-sex broiler. Research report.
Bengkulu University. Bengkulu.
Santoso, U. 1999. Mengenal daun katuk sebagai feed additive pada broiler. Poultry
Indonesia, 242: 59-60.
Santoso U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Carcass Quality of
Broiler Chicks. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7:22-28.
Santoso U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus Extract on the Performance of
Broiler. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7:15-21.
Santoso U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight, toxicity
and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broilers meat. Buletin
Ilmu Peternakan dan Perikanan. 7 (2): 162-169.
Santoso, U., Y. Fenita, Kususiyah and I.G.I.N Bidura. 2015. Effect of
Fermented Sauropus androgynus Leaves on Meat Composition, Amino
Acid and Fatty Acid Compositions in Broiler Chickens. Pakistan J.
Nutr., 14: 799-807.
Santoso, U. Y. Fenita and Kususiyah. 2015. Effect of fermented Sauropus
androgynus leaves on blood lipid fraction and haematological profile
in broiler chickens. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 40: 199-207.
Santoso, U., Kususiyah dan Y. Fenita. 2010a. The effect of Sauropus androgynus
extract and lemuru oil on fat deposition and fatty acid composition of meat
in broiler chickens. J. Indon. Trop. Anim. Agric., 35: 48-54.
Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita. 2015. The effect of Sauropus
androgynus leaves extract plus turmeric powder on fat deposition,
carcass quality and blood profile in broilers fed low protein diets. .
Indon. Trop. Anim. Agric., 40: 121-129.
Santoso, U., T. Suteky, Heryanto and Sunarti. 2002. Pengaruh cara pemberian ekstrak
daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas karkas
ayam pedaging. JITV, 7: 143-148.
Santoso, U., T. Suteky dan Y. Fenita. 2010b. Effects of supplementation of alkaloid
and non alkaloid from Sauropus androgynus leaves on egg production and
lipid profil in layer chicken. Animal Production (Unsoed), 12: 184-189.
112
Santoso, U., K. Tanaka and S. Ohtani. 1995a. Early skip-a-day feeding of female
broiler chicks fed high-protein realimentation diets. Performance and body
composition. Poultry Sci. 74: 494-501.
Santoso, U., K. Tanaka and S. Ohtani. 1995b. Does feed-restriction refeeding
program improve growth characteristics and body composition in broiler
chickens? Anim. Sci. Technol. (Jpn) 66: 7-15.
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani and B. S. Youn. 1993. Effects of early feed
restriction on growth performnace and body composition. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 6: 401-409.
Santoso, U., Y. Fenita dan W. G. Piliang. 2004. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk
sebagai Feed Additive untuk Memproduksi Meat Designer. Laporan
Penelitian. Universitas Bengkulu.
Santoso, U., Kususiyah and Y. Fenita 2013. Effect of Sauropus androgynus
leaves extract on fat deposition in broiler fed low protein diets. J.
Indon. Trop. Anim. Agric.38: 176-184.
Santoso U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by
Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 14:346-350.
Santoso U, Suharyanto and E Handayani. 2001b. Effects of Sauropus androgynus
(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in
broiler chickens. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 6:220-226.
Sari, I. P. 2003. Daya laktagogum jamu uyup-uyup dan ekstrak daun katu (Sauropus
androgynus Merr.) pada glandula ingluvica merpati. Majalah Farmasi
Indonesia, 14 (1): 265-269.
Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Sa’roni, T. Sadjimin, M. Sja’bani dan Zulaela. 2004. Effectiveness of the Sauropus
androgynus (L.) Merr Leaf Extract in increasing mother’s breast milk
producton. Media Litbang Kesehatan, 16 (3): 20-24.
Scott, M.L., M.C. Nesheim, R.J. Young, 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. M.L.
Scott & Association. Ithaca, New York.
Selvi, V. S., G. Govindaraju and A. Basker. 2011. Antifungal activity and
phytochemical analysis of Cympogon citrates, Sauropus androgynus and
Spilanthes acmella plants. World J. Fungal Plant Biol., 2 (1): 6-10.
113
Selvi, V. S., and A. Basker. 2012.Phytochemical analysis and GC-MS profiling in the
leaves of Sauropus androgynus (L) Merr. Int. J. Drug Dev. & Res., Jan-
March 2012, 4(1): 162-167
Setyowati, F. M. 1997. Arti katuk bagi masyarakat Dayak Kenyah, Kalimantan
Timur. The Journal on Indonesian Medicine Plants 3 (3) : 54.
Sidik. 1994a. Pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai sumber genetik bagi
bioindustri (Pembahasan makalah Boenyamin Setiawan). Lokakarya
Nasional Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset nasional.
Jakarta.
Sidik. 1994b. Pengembangan industri fitofarmaka di Indonesia. Lokakarya Nasional
Keanekaragaman Hayati Tropik Indonesia. Dewan Riset nasional. Jakarta.
Siemonsma, J. S. Dan K. Piluek. 1994. Plant Resources of South-East Asia. Prosea.
Pages. 244-246.
Simanjuntak, R., U. Santoso dan T. Akbarillah. 2013. Pengaruh pemberian tepung
daun katuk dalam ransum terhadap kualitas telur itik Mojosari. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia, 8: 65-76.
Simorangkir, C. R. D. 2008. Penampilan Anak Babi Menyusu Dengan Taraf dan
Waktu Pemberian Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus ( L . ) Merr)
Yang Berbeda Dalam Ransum Induknya. Skripsi. Program Studi Teknologi
Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Sinaga, S. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L
Merr) dalam ransum babi terhadap konsumsi induk, pertambahan bobot
badan dan berat sapih anak.
Soegihardjo,C.J., Koensoemardiyah dan S. Pramono. 1997. Sediaan katuk dan kontrol
kualitas. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 3: 58-59.
Sai, K. S. And S. N. Srividya. 2002. Blood glucose lowering effect of the leaves of
Tinospora cordifolia and Sauropus androgynus in diabetic subjects. J. Nat.
Remedies, Vol. 2/1 (2002) 28 – 32
Subekti, S. 2003. Kualitas Telur dan Karkas Ayam Lokal yang Diberi Tepung Daun
Katuk dalam Ransum. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor.
114
Subekti, S. 2007. Komponen Sterol dalam Ekstrak Daun Katuk (Sauropus
androgynus L. Merr) dan Hubungannya dengan Sistem Reproduksi Puyuh.
Disertasi S3, IPB, Bogor.
Subekti, S., S. S. Sumarti dan T. B. Murdiarti. 2008. Penggunaan Daun Katuk
(Sauropus androgynus L. Merr) dalam Ransum Meningkatkan Fungsi
Reproduksi pada Puyuh. JITV 13(3): 167-173.
Sudarto, Y. 1990. Katuk sayuran yang dapat dipetik setiap saat. Sinar Tani 11 April
1990.
Sudradjat, S. 1999. Wujudkan peternak tangguh berbasis sumberdaya local. Poultry
Indonesia, 233: 8-13.
Sudiarto, M. Iskandar, R. Rurnamaningsih dan H. Resmiati. 1997. Pengaruh pupuk
kandang dan atonik terhadap hasil katuk (Sauropus androgynus Merr).
Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 6-7.
Sukendar. 1997. Pengenalan morfologi katuk (Sauropus androgynus Merr L.) Warta
Tumbuhan Obat, 3 (3): 53.
Sumardi. 2008. Tampilan Kadar Trigliserida dan Hormon Triiodotironin Darah Sapi
Perah Friesian Holstein akibat Penambahan Tepung Daun Katu dalam
Ransum. Agromedia, 26 (2): 11-18.
Sunarto.1991. Pengaruh pemberian isolate fase eter ekstrak daun katu (Sauropus
androgynus L. Merr) terhadap peningkatan sekresi air susu mencit betina
yang menyusui. FF Unair.
Suprayogi, A. 1993. Meningkatkan produksi susu kambing melalui daun katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr). Agrotek, 1 (2): 61-62.
Suprayogi A. 2000. Studies on the Biological Effets of Sauropus androgynus (L.)
Merr: Effects on Milk Production and the Possibilities of Induced
Pulmonary Disorder in Lactating Sheep. Cuviller Verlag Gottingen.
Suprayogi, A., U. ter Meulen, T. Ungerer and W. Manalu. 2001. Population of
secretory cells and synthetic activities in mammary gland of lactating sheep
after consuming Sauropus androgynus (L.) Merr. Leaves. Indon. J. Trop.
Agric., 10 (1): 1-3.
Suteja, L., L. B. S. Kardono dan H. Agustina. 1997. Sifat antiprotozoa daun katuk
(Sauropus androgynus Merr). Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 47-49.
Suwarta, F. X. 1988. bahaya colesterol dapat dihindarkan. Poultry Indonesia 107/IX.
Jakarta.
115
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1985. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Ueda, H., A. Matsumoto and S. Goutani. 1996. Effets of soybean saponin dan
soybean protein on serum cholesterol concentration in cholesterol-fed
chicks. Anim. Sci. Technol. (Jpn), 67: 415-422.
Wahju, J. 1995. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke 3. UGM Press, Yogyakarta.
Wei, L. S., W. Wee, J. Y. F. Siong and D. F. Syamsumir. 2011. Characterization of
antimicrobial, antioxidant, anticancer properties and chemical composition
of Sauropus androgynus stem extract. Acta Medica Lituanica, 18 (1): 12–16
Wijono, S. H. S. 2004. Isolasi dan identifikasi asam fenolat pada daun katu (Sauropus
androgynus (L.) Merr.). Makara Kesehatan, 8 (1): 32-36.
Wiradimadja, R., W. G. Piliang, M. T. Suhartono dan W. Manalu. 2009. Umur
Dewasa Kelamin Puyuh Jepang Betina yang Diberi Ransum Mengandung
Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus, L. Merr.). IPB, Bogor.
Wiradimadja, R., H. Burhanuddin dan D. Saefulhadjar. 2004. Peningkatan Kadar
Vitamin A pada Telur Ayam melalui Penggunaan Daun Katuk (Sauropus
androgynuss L. Merr) dalam Ransum. Laporan Penelitian, Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Wu, W.H., L.Y. Liu, C.J. Chung, H.J. Jou and T.A. Wang. 2005. Estrogenic efffect of
yam ingestion in healthy post menopousal women. J. Am. Coll. Nutr. 24:
235 -243.
Wuryaningsih, L. E., M. D. Eva dan S. Widayat. 1997. Uji teratogenik infusa daun
katuk pada mencit hamil. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 50-51.
Yahya, Y., A. Nasoetion dan F. Anwar. 1992. Pengaruh pengolahan dan kandungan
viamin C terhadap penyerapan zat besi (Fe) dengan cara in vitro pada
beberapa jenis saturan daun hijau. Media Gizi dan Keluarga 16 (1): 11-17.
Yasil, H. 1997. Penelitian pengaruh daun katuk terhadap frekuensi dan lama
menyusui bayi. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3); 41-42.
Yu, S. F., C. T. Shun., T. M. Chen and Y. H. Chen. 2006. 3-O-b -D-Glucosyl-(1→6)-
b -D-glucosyl-kaempferol Isolated from Sauropus androgenus Reduces
Body Weight Gain in Wistar Rats. Biol. Pharm. Bull. 29(12) 2510—2513
(2006)
Yulianis, S. dan T. Marwati. 1997. Tinjauan katuk sebagai bahan makanan tambahan
yang bergizi. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 55-56.
116
Lampiran 1. Rekomendasi kebutuhan gizi pada manusia
Umur Berat Tinggi Vitamin VitaminK Vitamin Niacin
(tahun) (kg) (cm) (mg
E (mg (μg) B12 NE)
α-TE) (mg)
Bayi 0-0,5 6 60 3 5 0,4 5
0,5-1 9 71 4 10 0,5 6
Anak 1-3 13 90 6 15 0,8 9
4-6 20 112 7 20 1,1 12
7-10 28 132 7 30 1,2 13
Pria 11-14 45 157 10 45 1,5 17
15-18 66 176 10 55 1,8 20
19-24 72 177 10 60 1,7 19
25-50 79 176 10 60 1,7 19
50+ 77 173 10 60 1,4 15
Wanita 11-14 46 157 8 45 1,3 15
15-18 55 163 8 55 1,3 15
19-24 58 164 8 60 1,3 15
25-50 63 163 8 65 1,3 15
50+ 65 160 8 65 1,2 13
Hamil 10 65 1,6 16
Menyusui 6 bln. 1 12 65 1,8
6 bln. 2 12 65 1,7
117
Lampiran 2. Penjelasan beberapa istilah
Istilah Penjelasan
Abu : Sisa pembakaran makanan dalam tungku pada suhu 500-600 oC
sehingga semua bahan organik terbakar habis.
Ad libitum : Makanan/pakan yang disediakan tidak terbatas.
Air : Senyawa yang disusun oleh unsur hidrogen (H) dan oksigen (O)
dengan rumus kimia H2O.
Air kencing : Ekskresi cair hasil aktivitas ginjal yang dikeluarkan melalui organ
genital.
Air susu jolong : Air susu yang disekresikan sejak hari pertama sampai beberapa
hari setelah hewan induk melahirkan.
Akar : Organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-
bahan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Fungsi akar antara lain adalah penyerapan, penambahan,
penyimpanan, transpor dan pembiakan. Akar juga merupakan
sumber utama beberapa pengatur pertumbuhan tanaman.
Antibiotika : Zat yang dihasilkan mikroorganisme yang berbahaya bagi
organisme lain.
Asam amino : Unit dasar dari struktur protein. Semua asam amino mempunyai
sekurang-kurangnya satu gugusan amino pada posisi alpa dari rantai
karbon dan satu gugusan karboksil.
Atherosclerosis : Penyempitan pembuluh darah.
Diare : Naiknya frekuensi defekasi dan bertambah cairnya kotoran (feses).
Enzim : Suatu katalisator dalam makhluk hidup yang berfungsi untuk
mempercepat reaksi kimia/metabolisme dalam tubuh makhluk
hidup.
Karbohidrat : Derivat aldehida atau keton dari alkohol polihidrik (lebih dari satu
gugus OH) atau sebagai senyawa yang menghasilkan derivat-derivat
ini pada hidrolisisnya.
Kasein : Suatu protein yang terdapat dalam susu merupakan bahan dasar
keju.
Katalase : Enzim yang dapat memecahkan hidrogen peroksida menjadi air
dalam molekul oksigen.
118
Konsumsi : Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
pakan
Konversi : Perbandingan pertambahan berat badan dengan konsumsi pakan.
pakan Semakin kecil konversi pakannya, maka semakin efisien.
Laktose : Gula susu yang terdapat dalam air susu. Laktose ini disakarida
Lebar akar yang terdiri dari glukose dan galaktose.
: Pembesaran sel-sel ujung yang merupakan hasil dari meristem
Lemak lateral atau pembentukan kambium, yang memulai pertumbuhan
sekunder dari meristem kambium.
Lemak perut : Ester gliserol dengan asam lemak, kondensasi alkohol dengan
Lipida asam lemak, alkoholnya berupa gliserol; asam lemaknya beragam
dan berikatan dengan gliserol dengan ikatan ester.
Mineral : Lemak yang tampak yang meliputi usus dari rempelo sampai
Panjang akar dengan kloaka.
Prolaktin : Semua substansi yang dapat diekstraksi dari bahan-bahan biologik
dengan pelarut lemak (eter, kloroform, benzena karbon, tetrakloride,
Protein asetone dll.
: Semua unsur tubuh hewan, manusia dan tumbuhan yang tidak
Rakitis tergolong ke dalam organogen.
Simplisia : Hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem ujung.
Susut masak : Salah satu hormon yang dihasilkan oleh hipofise yang berfungsi
mempertahankan corpus leteum, memacu dihasilkannya
progesteron oleh corpus luteum, dan merangsang perkembangan
kelenjar susu. Hormon ini juga disebut sebagai Leteotropik hormon
atau LTH.
: Senyawa organik kompleks yang mempunyai berat molekul tinggi.
Protein mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen,
nitrogen dan unsur tambahan lainnya.
: Menjelaskan keadaan penyakit tulang yang berhubungan dengan
kekurangan vitamin D, Ca, P, dan lain-lain.
: Bahan obat yang berasal dari produk alami yang telah dikeringkan.
: Banyaknya cairan yang hilang selama pemasakan produk ternak
pada suhu 80oC selama 20 menit. Biasanya dinyatakan dalam
119
persen.
Taksonomi : Ilmu yang mempelajari identifikasi, klasifikasi, dan nomenklatur
tumbuhan.
Vitamin : Senyawa organik yang tidak ada hubungannya satu sama lain dan
yang diperlukan hanya dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan
normal dan pemeliharaan kehidupan.
Zat anti : Suatu substansi protein (suatu modifikasi dari serum darah
globulin) dibuat oleh jaringan limfoid dari tubuh akibat rangsangan
antigenik. Setiap antigen menghasilkan zat anti khusus. Pada
pertahanan suatu penyakit si hewan harus telah mengadakan
perlawanan dengan antigen sebelum zat anti terdapat dalam darah.
Zat gizi : Suatu zat yang memelihara proses-proses metabolik dari tubuh.
Merupakan salah satu dari berbagai hasil akhir dari pencernaan.
Zat pengatur : Substansi (bahan) organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang
tumbuh dalam jumlah sedikit merangsang, menghambat, atau sebaliknya
mengubah proses fisiologis.
120
Lampiran 3. LANGSING DENGAN DAUN KATUK1
Urip Santoso2
Para hadirin yang terhormat, assalamu’alaikum wr. wb. Pada kesempatan ini,
perkenankanlah saya menyampaikan orasi ilmiah popular saya dengan judul
“Langsing dengan Daun Katuk”.
Hadirin yang terhormat, mengapa judul ini saya ambil. Karena saya ingin
langsing. Karena banyak orang ingin langsing. Semua ingin langsing kecuali orang
Flores. Menurut berita dari seberang, wanita yang cantik bagi orang Flores adalah
wanita yang gemuk dan gendut. Segendut Valentina Vilanoeva dalam telenovela Mi
Gorda Bella yang pernah ditayangkan di RCTI OK. Langsing bukan lagi milik kaum
wanita. Ia pun telah menjadi idola para pria. Pria ingin tampil langsing, atletis dan
kuat.
Para haridin yang terhormat, seperti kata pepatah banyak jalan menuju Roma.
Demikian pula banyak jalan menuju langsing. Jika anda bertanya kepada ahli Reiki
Tummo tentang kiat langsing. Mungkin ia akan menjawab dengan ber-diet, olahraga
dan terutama melakukan terapi ala Reiki Tummo. Tentu saja lain pula kiatnya jika
anda bertanya pada ahli Tetada Kalimasada. Yah, banyak orang berpantang ini
berpantang itu hanya karena ingin langsing. Pokoknya segala jalan alternatif
ditempuh. Banyak yang gagal (seperti saya), tetapi banyak pula yang berhasil.
Mengapa kita ingin langsing? Apakah karena hanya ingin tampil seksi, atletis
atau semacamnya? Yah, dewasa ini orang ingin langsing bukan saja karena ingin
seksi, tetapi juga dikarenakan tubuh yang ideal memberi dampak positif bagi
kesehatan. Telah diketahui secara luas bahwa badan yang gemuk merupakan sumber
penyakit.
Kegemukkan dapat merangsang timbulnya berbagai penyakit antara lain
kencing manis, penyakit jantung koroner, kanker, kelainan pada paru-paru, stroke,
penyempitan pembuluh darah, menurunkan daya kekebalan tubuh dan sejumlah
penyakit degeneratif lainnya. Penyakit jantung koroner misalnya merupakan salah
satu penyebab kematian penduduk di negara maju maupun negara berkembang.
Bahkan, penyakit ini semakin hari semakin bertambah kasusnya. Penyebab utamanya
adalah karena perubahan pola makan dari pola makan berserat tinggi ke pola makan
berserat rendah, tinggi kalori dan tinggi lemak.
1 Disampaikan pada Judisium Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu pada tanggal 24 Juli 2004.
2 Guru Besar Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.
121
Banyak penelitian epidemiologi, laboratorium dan klinis yang memperlihatkan
adanya hubungan antara tingginya kolesterol total dan kolesterol jahat (LDL-k)
dengan terjadinya penyakit jantung koroner dan penyempitan pembuluh darah. Oleh
karena itu, telah dikembangkan obat-obatan dari bahan sintetis maupun tradisional
dan produk makanan yang berpotensi menurunkan kolesterol. Namun, perlu saya
tegaskan disini bahwa kolesterol dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Kolesterol sangat berguna untuk memproduksi hormon steroid yang penting dalam
kehamilan, perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita dan pria,
kesuburan dll.
Lalu, apa kaitan semua ini dengan daun katuk? Daun katuk telah digunakan
oleh wanita Taiwan untuk menurunkan berat badan. Untuk keperluan ini, daun katuk
diblender dan dibuat jus katuk. Jus katuk ini diyakini cukup efektif untuk menurunkan
berat badan, obat tekanan darah tinggi, hiperlipidemia dan konstipasi. Dr. Agik
Suprayogi dari IPB telah mengembangkan teh katuk untuk keperluan diet. Namun,
seberapa jauh teh katuk mampu menurunkan berat badan perlu penelitian lebih lanjut.
Daun katuk kaya akan saponin dan tannin, suatu senyawa yang berperan
menurunkan berat badan dan lemak tubuh. Diketahui tannin secara umum
mengganggu berbagai aspek dalam proses pencernaan, sementara saponin
meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus halus, yang menyebabkan
penghambatan transpor aktif zat gizi dan juga kesempatan pengambilan zat gizi oleh
saluran pencernaan menjadi terhambat. Selain itu, tannin dan saponin cenderung
menurunkan nafsu makan yang juga memberikan kontribusi kepada penurunan berat
badan.
Penelitian di laboratorium dengan menggunakan model ayam, ternyata daun
katuk sangat baik untuk menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL-k), kadar kolesterol
total dan menaikkan kadar kolesterol baik (HDL-k). Berdasarkan data tersebut, maka
dapat diprediksi tingkat resiko terkena penyakit penyempitan pembuluh darah.
Ternyata, hasil perhitungan menunjukkan turunnya angka resiko terkena penyakit
tersebut. Turunnya angka resiko tersebut menunjukkan bahwa daun katuk dapat
mengurangi terjadinya penyakit stroke, darah tinggi dan jantung koroner. Hasil
penelitian Djojosoebagio (1964) pada kelinci juga menunjukkan bahwa infusa daun
katuk mampu menurunkan tekanan darah dan menurunkan suhu badan.
Selain itu, hasil penelitian pada ayam menunjukkan bahwa pemberian daun
katuk secara drastis menurunkan (30-50%) lemak perut, dan juga menurunkan
122
penimbunan lemak di berbagai tempat seperti paha, leher, usus, daging, telur dan dll.
Terjadi penurunan kadar kolesterol dalam telur sebanyak 40% oleh daun katuk.
Penurunan kadar kolesterol telur ini sangat baik, karena itu berarti mengurangi resiko
terkena penyakit yang disebabkan oleh kolesterol ketika mengkonsumsi telur.
Dianjurkan kepada hadirin untuk mengkonsumsi satu butir telur setiap harinya untuk
memenuhi kebutuhan kolesterol.
Para hadirin terhormat, senyawa yang berperan dalam penurunan penimbunan
lemak belum diketahui secara pasti. Namun, hasil penelitian pada ayam menunjukkan
bahwa baik partisi alkaloid maupun partisi non-alkaloid secara efektif menurunkan
penimbunan lemak. Senyawa non-alkaloid yang terdapat dalam daun katuk antara lain
tannin, saponin, monomethyl succinate, cis-2-methyl cyclopentanol acetate, phenyl
maloic acid dan asam benzoat. Senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun katuk
antara lain adalah 2-pyrrolidinon dan methylpyroglutamate.
Para hadirin terhormat, penurunan penimbunan lemak biasanya akan
meningkatkan pembentukkan protein dalam tubuh. Perubahan ini sangat
menguntungkan bagi kesehatan tubuh, karena protein banyak diperlukan bagi
pertumbuhan sel-sel tubuh. Selain itu, peningkatan pembentukkan protein akan
merangsang pertumbuhan otot, sehingga tubuh selain langsing juga padat dan berisi.
Senyawa yang berperan dalam peningkatan pembentukkan protein diduga adalah
methylpyroglutamate. Senyawa ini dapat diubah menjadi glutamate dalam saluran
pencernaan dan kemudian meningkatkan pembentukkan protein. Glutamate
merupakan bahan utama bagi sel mukosa saluran pencernaan. Glutamate juga
berperan sebagai bahan utama bagi pembentukkan glutamine dan glutatione dalam
musoka usus halus yang berperan penting dalam menjaga mukosa dari kerusakkan
karena racun dan reaksi peroksidatif.
Para hadirin yang terhormat, daun katuk juga berpotensi untuk meningkatkan
daya seksual baik pada wanita maupun pria. Menurut Dr. Agik Suprayogi dari IPB
daun katuk mengandung senyawa androstan 17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha yang
berfungsi sebagai prekursor atau tahap antara dalam sintesis senyawa hormon-hormon
steroid seperti progesterone, estradiol/estrogen, testosteron dan glukokortikoid. Hasil
penelitian pada ayam juga menunjukkan bahwa pemberian daun katuk mampu
meningkatkan konsentrasi hormon estradiol. Hormon-hormon steroid tersebut
berperanan penting dalam menjaga dan meningkatkan kesuburan pada wanita dan
pria, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan seksual, mempertahankan
123
kehamilan agar tidak keguguran, serta menjaga tubuh agar tetap seksi. Dan juga halus
dan mulus. Manfaat lain dari daun katuk adalah meningkatkan produksi ASI.
Para hadirin, daun katuk selain bermanfaat juga mengandung pengaruh
negatif. Pengaruh negatif pertama adalah daun katuk dapat menyebabkan gangguan
pencernaan dan penyerapan mineral. Hal ini dapat berakibat lebih lanjut pada
keroposnya tulang. Selain itu daun katuk juga dapat mengakibatkan kelainan pada
paru-paru dan menyebabkan keguguran pada kelinci. Daun katuk juga banyak
mengandung kristal kalsium oksalat bentuk roset, sehingga bagi penderita penyakit
batu ginjal dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daun katuk. Menurut Dr. Agik
Suprayogi, untuk memperoleh manfaat yang optimal tanpa berakibat negatif,
disarankan untuk mengkonsumsi daun katuk paling banyak 50 g/hari/kapita. Di
Taiwan, masyarakat disana mengkonsumsi daun katuk sebanyak 6 – 303 g sebagai
sayur mayur, sementara di Kuala Lumpur, Malaysia daun katuk sering dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai sayur mayur rata-rata sebanyak 180 g/minggu/orang.
Akhir kata, jika tadi ada lulusan dengan predikat cum laude. Maka, saya
merasa lega karena saya telah berhasil menyampaikan orasi ilmiah ini dengan
predikat kungkum ing laut alias berendam di laut. Terakhir, kepada wisudawan/wati
perhatikan peribahasa dari Negeri Sakura “atatte kudakeyo”. Artinya, jangan pikirkan
berhasil atau tidaknya suatu rencana, lakukanlah dulu dengan sungguh-sungguh.
Niscaya berhasil. Kepada para pemimpin simaklah peribahasa dari Jepang “baka to
hasami wa tsukai you”.. Artinya, tempatkanlan seseorang itu pada tempat yang sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya. Niscaya negara menjadi aman, sentosa dan
makmur. Gemah ripah loh jinawi kata orang Jawa.
Sekali lagi, kobo ni mo fude no ayamari. Tak ada gading yang tak retak, saya
mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan saya dalam menyampaikan orasi
ini. Assalamu’alaikum wr. wb.
Daftar Pustaka
Agustal, A., M. Harapini and Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak
daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dengan GCMS. Warta
Tumbuhan Obat, 3 (3): 31-33.
Bender, A. E. dan K. S. Ismail. 1975. Nutritive value and toxicity of Malaysian
food, Sauropus albicans. Plant Food Man 1: 139-143.
124
Darise, M. and Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal
Sulawesi Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap
bakteri uji. Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 37-38.
Darise, M. and S. Wiryowidagdo. 1997. Isolasi dan identifikasi kandungan kimia
daun katuk asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Warta Tumbuhan
Obat, 3 (3): 35-36.
Djojosoebagio, S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus (L.) Merr. terhadap
fungsi fisiologis dan produksi air susu. Makalah dalam Seminar Nasional
Penggaliaan Sumber Alam Indonesia untuk Farmasi, Jakarta.
Lai, R. S., A. A. Chiang, M. T. Wu, J. S. Wang, N. S. Lai, J. Y. Lu and L. P.
Ger. 1996. Outbreak of bronchiolitis obliterans associated with
consumption of Sauropus androgynus in Taiwan. Lancet, 348: 83-85.
Liu, T., J. Peng, Y. Xiong, S. Zhou and X. Cheng. 2002. Effects of dietary
glutamine and glutamate supplementation on small intestinal structure,
active absorption and DNA, RNA concentrations in skeletal muscle tissue
of weaned piglets during d 28 to 42 days of age. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 15: 238-242.
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk sebagai feed additive pada broiler.
Poultry Indonesia 242: 59-60.
Santoso, U. 2001a. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality
of broiler chicks. B I P P, 7: 22-28
Santoso, U. 2001b. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of
broiler. B I P P, 7: 15-21.
Santoso, U. 2001c. Effect of Sauropus androgynus extract on organ weight,
toxicity and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler
meat. B I P P, 7 (2): 162-169.
Santoso, U. 2002. Aplikasi Teknologi Ekstrak Daun Katuk pada Broiler. Public
Service. Bengkulu University, Bengkulu.
Santoso, U and Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens
by Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust.
J. Anim. Sci. 14: 346-350.
Santoso, U., Suharyanto and E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus
androgynus (Katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal
microorganisms in broiler chickens. J I T V, 6: 220-226.
125
Santoso, U., J. Setianto and T. Suteky. 2002a. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk
untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah
Lingkungan pada Ayam Petelur. Research Report, Bengkulu University,
Bengkulu.
Santoso, U., T. Suteky, Heryanto and Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian
ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan
kualitas karkas ayam pedaging. J I T V, 7: 143-148.
Sim, J. S., W. D. Kitts and D. B. Bragg. 1984. Effect of dietary saponin on egg
cholesterol level and laying hen performance. Can. J. Anim. Sci. 64:977-
984.
Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun
katuk dalam ransum. PPS IPB, Bogor.
Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of Sauropus androgynus (L)
Merr.: Effects on milk production and the possibilities of induced
pulmonary disorder in lactating sheep. George-August, Universitat
Gottingen Institut fur Tierphysiologie und Tierernahrung.
126
Lampiran 4. Mengenal Daun Katuk dan Manfaatnya
Berikut ini materi dialog di BTV (Bengkulu TV) yang sutingnya telah
dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2009.
A. Komposisi Kimia Daun Katuk
Oleh: Urip Santoso
A.1. Komposisi gizi
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Katuk per 100 gram
No Komponen gizi Kadar
1 Energi (kkal) 59
2 Protein (g) 4,8-6,4
3 Lemak (g) 1,0
4 Karbohidrat (g) 9,9-11,0
5 Serat (g) 1,5
6 Abu (g) 1,7
7 Kalsium (mg) 204
8 Fosfor (mg) 83
9 Besi (mg) 2,7-3,5
10 Vitamin A (SI) 10.370
11 Vitamin C (mg) 164-239
12 Vitamin B1 (mg) 0,1
13 Vitamin B6 (mg) 0,1
14 Vitamin D (µg) 3.111
15 Karotin (mcg) 10.020
16 Air (g) 81
Daun katuk merupakan sayuran yang paling kaya akan klorofil (zat hijau daun)
Tabel 2. Perbandingan komposisi vitamin C per 100 gram bahan pangan
127
No Bahan Pangan Kadar Vitamin C (mg/100 g)
1 Jambu biji 87
2 Pepaya 78
3 Jeruk 49
4 Rambutan 58
5 Mangga 30
6 Belimbing 35
7 Durian 53
8 Jeruk Bali 43
9 Bayam 80
10 Daun Katuk 239
11 Kembang kol 69
12 Sawi 102
A.2. Komposisi senyawa metabolic sekunder
1. monomethyl succinate, cis-2-methyl-cyclopenthanol acetate, benzoic acid, phenyl
malonic acid, methylpyroglutamate dan 2-pyrolidinone (Agustal et al., 1997).
2. androstan-17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha (steroid), 3,4-dimethyl-2-
oxocyclopent-3-enylacetic acid, octadecanoic acid, 9-eicosyne, 5,8,11-
heptadecatrienoic acid ethyl ester, 11,14,17-eicosatrienoic acid methyl ester (Agik
Suprayogi, 2000).
3. Enam senyawa flavonoid antara lain rutin dan golongan flavonol OH-3 tersulih
atau golongan flavon.
4. Senyawa steroid/triterpenoid yang diduga stigmasterol.
5. Efedrin yang sangat baik bagi penderita influenza.
6. Alkaloid: a) papaverin, b) methylpyroglutamate, c) 2-pyrolidinone
128
B. Manfaat
B.1. Manfaat tradisional
Manfaat tradisional daun katuk antara lain digunakan sebagai: 1) obat bisul, 2)
obat borok, 3) obat koreng, 4) obat demam, 5) pelancar ASI, 6) darah kotor, 7)
pewarna makanan seperti kelepon, tape ketan dan kue lapis, 8) akar berfungsi sebagai
obat frambusia, susah kencing dan penurun panas.
B.2. Hasil penelitian
B.2.1. Pelancar Air Susu Ibu (ASI)
Pada tahun 2000, telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk,
beredar di Indonesia. Bahkan ekstrak daun katuk telah digunakan sebagai bahan
fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui.
Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi
perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama
menyusui.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daun katuk 3 x 300 mg/hari selama
15 hari pada ibu menyusui meningkatkan produksi susu sebanyak 50,7%.
Senyawa yang menyebabkan meningkatnya produksi ASI masih kontroversial.
Djojosoebagio (1965) menduga senyawa yang berperan meningkatkan ASI adalah
alkaloid, sementara menurut Prajonggo (12) adalah sterol. Suprayogi (1996) bahwa
senyawa aktif dalam daun katuk mampu meningkatkan metabolisme glukosa untuk
sintesis laktosa sehingga produksi ASI meningkat.
B.2.2. Menurunkan penimbunan lemak (kolesterol, trigliserida) pada ayam.
Ekstrak daun katuk dan tepung daun katuk mampu menurunkan kadar
kolesterol dalam daging dan telur. Pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 9 gram/kg
ransum ayam mampu menurunkan kadar kolesterol dalam telur sebanyak 40%,
sementara pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum mampu menurunkan
kadar lemak dalam daging broiler dan menurunkan penimbunan lemak pada perut.
129
Senyawa aktif yang diduga berperan dalam penurunan kolesterol adalah partisi
alkaloid dan non alkaloid. Terdapat tiga jenis alkaloid dalam daun katuk yaitu a)
papaverin, b) methylpyroglutamate, c) 2-pyrolidinone.
B.2.3. Meningkatkan fungsi reproduksi pada ayam, sehingga produksi telur
meningkat.
Pemberian ekstrak daun katuk pada ayam petelur mampu meningkatkan
produksi telur. Peningkatan produksi telur kemungkinan disebabkan oleh lebih
banyaknya produksi dan pematangan sel telur. Dengan demikian jumlah telur yang
dikeluarkan menjadi lebih banyak. Senyawa yang berperan dalam peningkatan fungsi
reproduksi diduga adalah steroid. Steroid ini dalam tubuh akan menstimulasi sintesis
hormon-hormon reproduksi seperti testosteron, estrogen dll.
B.2.4. Menurunkan suhu tubuh (rektal) pada kelinci dan ayam.
B.2.5. Menurunkan kadar gula darah pada mencit dan ayam. Dengan demikian daun
katuk juga berpotensi sebagai obat penurun kadar glukosa dalam darah.
B.2.6. Meningkatkan mutu daging dan telur ayam, yaitu: a) meningkatkan warna
kuning telur dan karkas, warna daging dan rasa daging dan telur, menurunkan bau
amis daging dan telur.
B.2.7. Obat pelangsing tubuh.
Di Taiwan telah dijual jus daun katuk mentah sebagai pelangsing tubuh.
B.2.8. Pelancar air kencing
Hasil penelitian pada mencit menunjukkan bahwa pemberian akar katuk
meningkatkan jumlah air kencing yang dihasilkan. Hasil penelitian pada ayam, daun
katuk juga berpotensi meningkatkan jumlah air kencing.
B.2.9. Mencegah anemia
Karena kandungan besinya tinggi, maka daun katuk juga berpotensi untuk
mencegah dan mengobati anemia.
130
C. Efek samping
C.1. Mengganggu penyerapan kalsium dan fosfor disebabkan oleh dihasilkannya
glukokortokoid dari metabolisme senyawa aktif daun katuk.
C.2. Sulit tidur, tidak enak makan, sesak nafas, pada dosis 150 g jus daun katuk
mentah yang dikonsumsi 2 minggu sampai 7 bulan.
C.3. Batu ginjal karena adanya kalsium oksalat, tapi hal ini diimbangi oleh tingginya
kadar kalium yang berfungsi sebagai penghancur batu ginjal.
C.4. Kelainan paru-paru.
Efek samping utama daun katuk adalah konstriksi bronkiolitis yang permanen. Ini
dapat terjadi jika daun katuk dikonsumsi dalam jumlah yang besar dalam jangka
waktu yang lama. Senyawa yang menyebabkan kelainan tersebut diduga papaverin.
C.5. Meningkatkan kontraksi uterus (rahim) pada kelinci. Jadi daun katuk ada
kemungkinan dapat menyebabkan keguguran.
C.6. Mengurangi efek samping: 1) mengkonsumsi daun katuk dalam jumlah yang
sedikit (maksimal 50 g per hari), 2) daun dimasak terlebih dahulu, 3) tidak
mengkonsumsi daun katuk secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan.
D. Kesimpulan
Katuk merupakan sayuran tropika yang bermutu tinggi dan disarankan untuk
mengkonsumsinya dalam jumlah yang sedikit (≤ 50 g per hari).
131
Lampiran 5. BIOTEKNOLOGI MEAT DESIGNER
Oleh:
Prof. Ir Urip Santoso, M.Sc., Ph.D.
Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Universitas Bengkulu
Rabu, I I Mei 2005
Para hadirin yang terhormat, assalarnu’alaikum wr. wb. Pada kesempatan yang
berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan Pidato pengukuhan - dengan
judul”Bioteknologi Meat Designer”. Apa yang dimaksud dengan meat designer?
Meat designer adalah daging yang mempunyai beberapa kriteria sebagai berikut:
daging yang enak dan tidak amis, tinggi proteinnya dengan komposisi asarn amino
yang seimbang, bebas residu obat dan mikrobia pathogen, seimbang imbangan asam
lemak jenuh dan tidak jenuh, rendah koles-terol dan trigliserida (lemak). Daging
dengan criteria tersebut merupakan daging idaman bagi konsumen terutama di Negara
maju dan diperkotaan. Selain itu, industri peternakan dituntut untuk dapat menekan
seminimal mungkin tingkat polusi baik polusi udara, tanah dan air. Mengapa mereka
menginginkan meat designer?
Para hadirin terhon-nat, mengkonsumsi lemak seperti trigliserida dan
kolesterol dalarn. jumlah yang berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit
seperti obesitas, atherosclerosis, jantung koroner, stroke, kanker dan bahkan kelainan
paru-paru. Dengan mengkonsurnsi daging dengan imbangan asam lemak jenuh dan
asam. lemak tak jenuh yang baik dapat mencegah penyakit-penyakit tersebut di atas
serta dapat meningkatkan kecerdasan pada anak-anak. Selain itu, kadar protein yang
tinggi dengan komposisi asam amino yang seimbang dalarn daging sangat dibutuhkan
bagi pertumbuhan sel-sel otak pada anak-anak dan mencegah kerusakan sel-sel otak
serta mengganti sel-sel tubuh yang telah mati. Sementara daging yang bebas residu
obat dan mikrobia pathogen menjamin keamanan konsumen dari akibat negatif yang
ditimbulkannya. Dan terakhir, daging yang enak dan tak amis dapat meningkatkan
selera konsumen untuk mengkonsumsinya.
Para hadirin yang terhormat, lalu bagaimana cara memproduksi meat
designer? Inilah serangkaian penelitian yang telah kami lakukan. Yang pertama
adalah dengan memanfaatkan mikrobia efektif. Mikrobia efektif merupakan
sekelompok mikrobia baik dari jenis bakteri, kapang, jamur d1l. yang berperan dalam.
mengoptimalkan fungsi organ hewan dan manusia, sehingga akan diperoleh
132
pertumbuhan dan. perkembangan tubuh yang optimal dan seimbang. Ada banyak
mikrobia efektif serta berbedabeda peranannya.
Para hadirin yang terhormat, beberapa mikrobia efektif yang sangat terkenal
dan telah banyak digunakan baik sebagai feed additive pada. pakan ternak maupun
produk fermentasi makanan manusia antara lain adalah Lactobacillus bulgaricus,
Saccaromyces cereviceae, Rhyzopus oligosporus, Aspergllus niger, Bacillus subtilis,
ragi roti d1l.
Para hadirin. terhormat, mikrobia efektif ini jika dikonsumsi akan menekan
pertumbuhan mikrobia pathogen dalam, saluran. pencernaan, sehingga keseimbangan
mikroflora dalam. saluran pencernaan akan meMbaik. Dengan membaiknya.
keseimbangan tersebut, maka proses pencern.aan dan penyerapan zat gizi akan
optimal, sehingga
produktivitas meningkat dan mutu daging akan lebih baik. Oleh karena mikrobia
efektif merupakan mikrobia alami yang sudah terdapat dalam saluran pencernaan
serta sangat berperan dalarn proses metabolisme, zat gizi, maka penggunaan mikrobia
ini sebagai pengganti antibiotika akan dapat menghasilkan daging, telur dan susu yang
bebas residu antiblotika dan obat-obatan sintetik lainnya.
Para hadirin yang terhormat, pemberian mikrobia efektif akan menurunkan
kadar lemak seperti kolesterol dan triullserida dalam daging broiler. Sebagai contoh
penelitian tentang pemberian profuk fermentasi ekstrak ikan mackerel. Pemberian
produk fermentasi ini sebesar 2% dari total pakan pada broiler mampu menurunkan
kadar lemak karkas, dan kolesterol dagring broiler. Turunnya kolesterol daging,
disebabkan oleh turunnya aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryi-CoA reductase
di hati, suatu enzim pembatas dalam sintesis kolesterol. Jadi rendahnya kolesterol
daging ini disebabkan oleh turunnya sintesis k-olesterol di hati. Sementara itu
rendahnya kadar trigliserida dan lemak total daging broiler disebabkan oleh turunnya
sintesis asam lemak di hati sebagai akibat turunnya aktivitas enzim malat dan citrate
cleavage enzyme di hati. Pernberian produk ini juga meningkatkan kadar protein
daging dengan asam amino yang seimbang serta menghasilkan daging broiler yang
bebas residu antibiotic dan senyawa sintetik lainnya. Produk ini kaya akan
polipeptida. Telah diketahui bahwa polipeptida seperti makrokortin dan khemotaktik
menghambat aktivitas enzim fosfolipase A2 yang bekerja melepas asarn arakhidonat
dari fosfolipid. Tampaknya peptide dalam produk im juga berperan dalam penurunan
deposisi lemak dan sintesis kolesterol.
133
Para hadirin yang terhormat, produk fermentasi ikan mackerel ini juga
berpotensi sebagai obat pencegah terjadinya atherosclerosis. Pernberian produk ini
sebanyak 2% meningkatkan HDL-kolesterol (kolesterol baik) dan menurunkan
konsentrasi LDL-kolesterol (kolesterol jahat) dalam darah.
Para hadirin yang terhormat. pada penelitian lainnya, kami telah meneliti
kultur Bacillus subtilis. Bacillus subtilis ini banyak terdapat dalarn produk seperti
natto (tempe Jepang) dan terasi. Pernberian Bacillus subtilis pada ternak secara
berkesinambungan akan menyebabkan inokulasi Bacillus subtilis dalam saluran
pencernaan. Bacillus subtilis dapat tinggal dan melekat pada dinding saluran
pencernaan dan meningkatkanjumlah Lactobacillus alami, dan kernudian akan
menurunkan perturnbuhan mikrobia pathogen seperti Escherichia coli. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian kultur ini sebesar 1% menurunkan kadar
lernak- total, trigliserida dan kolesterol dalam daging broiler. Penurunan kadar
trigliserida tersebut disebabkan antara lain oleh penurunan sintesis asam lemak di hati.
Penurunan kadar kolesterol daging dapat disebabkan oleh penurunan sintesis
kolesterol dan atau peningkatan sintesis asarn empedu di hati. Sayangnya, kultur ini
tidak mampu meningkatkan kadar protein daging broiler.
Para hadirin terhormat, pemberian mikrobia efektif juga mampu
memodifikasi kandungan asam lemak dalam daging. Suatu penelitian dimana kedelal
difermentasi dengan Aspergillus membuktikan hal ini. Pemberian produk fermentasi
ini mampu meningkatkan kadar protein dan abu serta menurunkan kadar lemak
daging broiler. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Sujono menunjukkan bahwa
broiler yang diberi dedak yang difermentasi dengan Rhizopus oligosporus
menghasilkan daging dengan kadar asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA)
yang meningkat. Telah diketahui bahwa mengkonsumsi PUFA seperti DHA dan EPA
dapat mencegah berbagai penyakit degeneratif Selain itu, hasil penelitian di
Laboratorium Petemakan, Fakultas Pertanian UNIB menunjukkan bahwa pemberian
ragi tape mampu menurunkan kadar lemak pada broiler clan sapi Bali serta
meningkatkan mutu daging. Kami juga telah mengembangkan produk kotoran ayam
yang difermentasi oleh EM4 untuk pakan ayarn broiler. Hasilnya, produk fermentasi
ini menghasilkan mutu daging broiler yang baik.
Para -hadirin yang terhormat, begitu besar manfaat mikrobia efektif bagi
kesehatan. Oleh sebab itu saya mengajak para hadirin “Mari kita, makan bakteri”.
Tapi bukan sembarang bakteri!
134
Para hadirin terhormat, cara kedua yang telah saya teliti untuk menghasilkan
meat designer adalah program pernbatasan pakan pada broiler. Pada clasarnya
program pembatasan pakan merupakan program untuk memberikan pakan pada temak
sesuai dengan kebutuhan hiclup pokoknya pada umur dan periode tertentu. Program
ini didasarkan kepada asumsi bahwa pemberian pakan secara terus menerus
merupakan kondisi buatan, sedangkan pembatasan pakan adalah upaya
mengembalikan ternak pada kondisi alaminya.
Para hadirin yang terhormat, kami telah meneliti program ini pada broiler dan
telah menemukan program pembatasan pakan yang tepat untuk broiler umur potong
28, 42 clan 56 hari. Dengan program yang tepat, maka daging broiler yang dihasilkan
berlemak (trigliserida dan kolesterol) yang rendah tanpa menurunkan berat badannya.
Hasil penelitian pada broiler betina dimana broiler diberi pakan sebanyak 75%, 65%,
55% dan 45% ad libitum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa broiler yang dibatasi
pakannya sebesar 45% ad libitum menghasilkan lemak karkas yang lebi-h rendah
tanpa meningkatkan kadar protein. Sebaliknya pada broiler jantan, program ini justru
meningkatkan kadar protein karkas dengan hanya sedikit menurunkan kadar
lemaknya. Penurunan lemak karkas ini berkorelasi positif dengan kecenderungan
penurunan aktivitas enzim fatty acid synthetase di hati. Penurunan ini dapat
mengakibatkan turunnya sintesis asarn lemak dan trigliserida di hati dan pelepasannya
di darah. Mekanisme ini merupakan salah satu penyebab, turunnya lemak karkas.
Turunnya deposisi lernak juga disebabkan oleh turunnya, hyperplasia sel lemak,
sehingga membatasi pertumbuhan sel lernak.
Para hadirin yang terhormat, program pembatasan model tersebut lidak
mampu menurankan kolesterol karkas. Oleh sebab itu karni kernudian memodifikasi
program tersebut. Program skip-a-day feeding selarna 6 hari yang kernudian diikuti
dengan pemberian pakan bebas berprotein tinggi marnpu menurunkan kadar
kolesterol karkas. Selain itu, program tersebut j uga mampu meningkatkan kadar
protein karkas.
Para hadirin yang terhormat, namun program pembatasan pakan tersebut
hanya berlaku bagi broiler untuk umur potong 56 hari. Masalahnya adalah di
Indonesia broiler dipotong pada umur 42 hari. Berdasarkan masalah tersebut, kami
kemudian melakukan modifikasi program tersebut. Untuk menghasilkan daging
dengan renclah lemak tanpa menurunkan berat badan, broiler dapat diberi pakan
sebanyak 75% ad libitum selama 3 hari dimulai umur 6 hari.
135
Para hadirin yang terhormat, program ini selain dapat menurunkan lemak
(trigliserida dan kolesterol), program ini juga mampu meningkatkan rasa dan kadar
mineral serta meningkatkan kekenyalan daging broiler. Rasa enak - seenak ayam.
kampung-ini diduga disebabkan karena meningkatnya kadar kallum dan asam.
glutamate dalarn daging. Diketahui bahwa senyawa aktif yang berperan dalarn rasa
daging ayam adalah ion K, IMP dan asarn glutamate. Meningkatnya kekenyalan
daging sangat disukai oleh konsumen Indonesia. Selain itu, meningkatnya kadar
mineral daging juga sangat baik bagi konsumen karena dengan mengkonsumsi daging
tersebut kebutuhan akan mineral clapat dipenuhi. Mekanisme naiknya kadar mineral
diduga karena pembatasan pakan mampu meningkatkan pencernaan dan penyerapan
mineral.
Para hadirin yang terhormat, kami juga telah mengembangkan program
pembatasan pakan untuk broiler umur potong 28 hari. Metode yang kami temukan
adalah pertama-tama broiler diberi pakan hanya la
untuk kebutuhan hiclup pokok se ma 6 hari dimulai umur 7 hari. Selanjutnya broiler
diberi pakan berprotein plus berlernak tinggi secara bebas sampai umur 28 hari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berat badan broiler normal, sementara terjadi
penurunan yang drastic kadar kolesterol, trialiserida dan fibsfolipid pada karkas.
Demikianlah, pembatasan pakan yang tepat ternyata sangat efektif untuk
menghasilkan meat designer yang baik.
Para hadirin yang terhormat, metode ketiga untuk menghasilkan meat designer
adalah pemberian tumbuhan obat sebagai feed additive. Tumbuhan obat yano, secara
intensif telah kami teliti adalah daun katuk.
Para hadirin yang terhormat, daun katuk kaya akan provitarnin A (β-karotin)
dan vitamin C. Suplementasi daun katuk dan ekstraknya akan meninckatkan
kandungan β-karotin pada karkas. β-karotin selain memberi warna kuning pada
karkas, ia juga berftingsi sebagai antioksidan. Di dalarn tubuh β-karotin dapat diubah
menjadi vitamin A. Vitamin A ini sancyat penting terutama bagi kesehatan mata. β-
karotin juga berftingsi sebagai penurun penimbunan lemak. Senyawa penting lain
adalah PUFA, saponin, tannin dan metilpiroglutamat. Telah diketahui bahwa PUFA,
saponin dan tannin merupakan senyawa aktif penurun lemak. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan jika pernberian daun katuk dan ekstraknya secara drastris menurunkan
kadar lemak (trigliserida dan kolesterol) dalarn daging. Pernberian ekstrak daun katuk
mampu meningkatkan kadar PUFA dalarn daging. Seiain itu, senyawa
136
metilpiroglutamat dalam saluran pencernaan dapat diubah menjadi asarn glutamate.
Asam glutamate ini berperan dalarn sintesis asam amino lainnya dan merangsang
sintesis protein dalam tubuh. Oleh sebab itu, pemberian daun katuk dan ekstraknya
akan meningkatkan kadar protein dalam daging.
Para hadirin yang terhormat, pemberian daun katuk dan ekstraknya ternyata
mampu meningkatkan rasa daging dan menurunk-an bau amis daging. Senyawa aktif
yang berperan bagi peningkatan rasa daging diduga metilpiroglutarnat. Metil
piroglutarnat dapat diubah menjadi asain glutamate. Asam glutamate inilah yang
merupakan senyawa aktif rasa pada. daging avam. Selain itu, senyawa aktif lain yang
berperan bagi peningkatan rasa daging adalah kalium. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa daun katuk dan ekstraknya banyak mengandung mineral kalium.
Para hadirin terhormat, selain daun katuk kami juga telah meneliti daunt u-
chung, buah mengkudu dan daun keji beling. Tumbuhan obat tersebut di atas ternyata
sangat efektif untuk menurunkan penimbunan lemak pada, ayam. Memang, penelitian
yang intensif masih sangat diperlukan untuk mengembangkan tumbuhan obat tersebut
sebagai feed additive pada ayam. Daun katuk dan ekstraknya jugamampu menurunkan
konsentrasi LDL-kolesterol dan meningkatkan konsentrasi HDL-kofesterol dalarn
darah, sehingga dapat disimpulkan bahwa daun katuk berpotensi mencegah penyakit
atherosclerosis. Pemberian daun katuk dan ekstraknya juga mampu menurunkan kadar
kolesterol dalam telur sebesar 40%.
Para hadirin yang terhormat, sebagai selingan perlu saya sampaikan bahwa
daun katuk berpotensi untuk meningkatkan daya seksual baik pada pria maupun
wanita. Menurut Agik Suprayogi daun katuk mengandung 17-one, 3-ethyl-3-hydroxy-
5 alpha yang berfungsi sebagai precursor atau tahap antara dalam sintesis senyawa
hormon steroid seperti progesterone, estradiol/estrogen, testosterone dan
glukokortikoid. Hasil penelitian pada ayam juga menunjukkan bahwa pemberian daun
katuk mampu meningkatkan konsentrasi hormone estradiol. Hormon-hormon steroid
tersebut berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan kesuburan pada wanita
dan pria, mempertahankan dan meningkatkan kernampuan seksual, serta menjaga
tubuh agar tetap seksi.
Akhir kata, kepada para hadirin perhatikan peribahasa dari Negeri Sakura
“atatte kudakeyo”. Artinya, jangan pikirkan berhasil atau tidaknya suatu rencana,
lakukan dulu dengan sungguh-sungguh. Niscaya berhasil. Kepada, para pernimpin
simaklah peribahasa dari Negeri Matahari Terbit “baka to hasami wa tsukai you”.
137
Artinya, tempatkanlah seseorang itu pada tempat yang sesuai dengan kernampuan
yang dimilikinya. Niscaya Negara menjadi aman, sentosa, dan makmur. Terakhir,
kobo ni mo fude no ayamari-- tiada gading yang tak retaksaya mohon maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan saya dalam menyarnpaikan pidato pemgukuhan ini.
Daftar Pustaka
Agustal, A., M. Harapini dan Chairul. 1997. Analisis kandungan kimia ekstrak daun
katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) dengan GCMS. Warta Tumbuhan
Obat, 3 (3): 31-33.
Bender, A. E. dan K. S. Ismail. 1975. Nutritive value and toxicity of Malaysian food,
Sauropus albicans. Plant Food Man. 1: 139143.
Chah, C. C., C. W. Carlson, G. Semeniuk, 1. S. Palmer dan C. W. Hesseltine. 1975.
Growth-promoting effets of fermented soybean for broilers. Poultry Sci. 54:
600-609.
Darise, M. dan Sulaeman. 1997. Ekstraksi komponen kimia daun katuk asal Sulawesi
Selatan berbagai metode serta penelitian daya hambat terhadap bakteri uji.
Warta Tumbuhan Obat, 3 (3): 3738.
Darise, M. dan S. Wiryowida-do. 1997. Isolasi dan identifikasi kandungan kimia
daun katuk asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Warta Tumbuhan
Obat, 3 (3): 35-36.
Djojosoebagio, S. 1964. Pengaruh Sauropus androgynus (L.) Merr. Terhadap fungsi
fisiologis dan produksi air susu. Makalah dalam Seminar Nasional
Penggalian Sumber Alam Indonesia untuk Farmasi, Jakarta.
Lai, R. S., A. A. Chiang, M. T. Wu, J. S. Wang, N. S. Lai, J. Y. Lu dan L. P. Ger.
1996. Outbreak of bronchiolitis obliterans associated with consumption of
Sauropus androgynus in Taiwan. Lancet, 348: 83-85.
Lui, T., J. Peng, Y. Xiong, S. Zhou dan X. Cheng. 2002. Effects of dietary glutamine
and glutarnate supplementation on small intestinal structure, active
absorption and DNA, RNA concentrations in skeletal muscle tissue of
weaned piglets during d 28 to 42 days of age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15:
239-242.
Santoso, U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang rasional. Bhratara
Karya Aksara, Jakarta.
138
Santoso, U. 2000. Mengenal daun katuk. sebagai feed additive pada broiler. Poultry
Indonesia, 242: 59-60.
Santoso, U. 2000. Reduction of triglyceride content by early feed restriction in
broiler chicks. Buletin Peternakan 24: 57-56.
Santoso, U. 2000. Effect of sex on growth, body composition and fat deposition inb
broiler strain Chunky. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (3): 51-56.
Santoso, U. 2000. Effect of keji beling extract on growth and fat accumulation in
broiler chickens. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6 (2): 10-14.
Santoso, U. 2000. Effect of fermented chub mackerel extract on cholesterol
metabolism of rats. Seri Akta Agrosia 4 (2): 279282.
Santoso, U. 200O.Pengaruh strain terhadap, aktivitas enzim lipogenik, kadar fraksi
lipid dan komposisi kimia karkas pada broiler. Seri Akta Agrosia 4 (2): 282-
284.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the carcass quality of
broiler chicks. B I P P, 7: 22-28.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgynus extract on the performance of
broiler. B I P P, 7: 15-21.
Santoso, U. 2001. Effect of Sauropus androgyrius extract on organ weight, toxicity
and number of Salmonella sp and Escherichia coli of broiler meat. B I P P, 7
(2): 162-169.
Santoso, U. 2001. Effects of early feed restriction on growth, fat accumulation and
meat composition in unsexed broiler chickens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14:
1585-1591.
Santoso, U. 2001. The usefulness of Sauropus androgyrius as feed supplement in
broiler chickens. Poultry International.
Santoso, U. 2001. Pengaruh pemberian pakan berprotein tinggi plus berlemak tinggi
selama refeeding terhadap pertumbuhan dan akumulasi lemak pada broiler
umur duapuluh delapan hani. Jurnal Peternakan dan Lingkungan, 7 (3):1-5.
Santoso, U. 2001. Effects of early feed restriction and high-fat realimentation diet on
growth and fat deposition in broiler chicks. Media Veteriner, (1): 18-22.
Santoso, U. 2002. Aplikasi Teknologi Ekstrak Daun Katuk pada Broiler. Public
Service. Bengkulu University, Bengkulu.
Santoso, U. 2002. Effect of high-protein realimentation diet on lipid accumulation in
broiler chicks. Buletin Peternakan, 26 (1): 8-12.
139
Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on breast and leg composition
and serum lipid concentration in unsexed broiler chickens reared in cages.
Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 13191325.
Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on the occurrence of compensatory
growth, feed conversation efficiency and mortality in unsexed broiler
chickens reared in cages. AsianAust. J. Anim. Sci. 15: 1475-1481.
Santoso, U. 2002. Effects of early feed restriction on internal or-gan and carcass
weight of unsexed broilers. Jumal Pengembangan Peternakan Tropis, 27: 61-
66.
Santoso, U. 2002. Effect of early physical feed restriction on growth, serum lipid
fraction and meat composition in unsexed broiler chickens. Majalah Ilmiah
Peternak-an, 5 (3): 75-79.
Santoso, U. 2002. Pengaruh produk fermentasi Bacillus subtilis terhadap fraksi lipid
pada karkas broiler. Jurnal Pengembangan Petemakan Tropis, 27: 103-106.-
Santoso, U. 2002. Pengar-uh tipe kandang dan pembatasan pakan di awal
pertumbuhan terhadap performans dan akumulasi lemak pada broiler
unsexed. JITV 7 (2): 84-89.
Santoso, U. 2003. Studi perbandingan karakteristik performans dan metabolisme
lemak pada broiler yang dipelihara-pada musim panas dan musim gugur.
JUrnal Pengembangan Peternakan Tropis, 28: 185-190.
Santoso, U. 2003. The beneficial effect of early feed restriction on growth, body
composition and fat accumulation in broiler chickens. Jurnal Pengembangan
Peternakan Tropis, 28 (1): 39-48.
Santoso, U. 2003. Pengaruh tipe pembatasan pakan dan pemberian pakan berprotein
berbeda selama refeeding terhadap akumulasi lemak pada broiler. Majalah
Ilmiah Peternakan, 6: 51-55.
Santoso, U. 2004. Perbaikan penampilan dan komposisi kirnia karkas broiler oleh
pemberian kultur Bacillus subtilis selama refeeding. Jurnal Pengembangan
Peternakan Tropis, 29: 76-79.
Santoso, U., M. Ishikawa dan-K. Tanaka. 2000. Effects of fermented, chub mackerel
extract on lipid metabolism of rats fed a high-cholesterol diet. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 13: 516-520.
140
Santoso, U., M. Ishikawa and K. Tanaka. 200 1. Effect of fermented chub mackerel
extract on lipid metabolism of rats fed diets without cholesterol. Asian-Aust.
J. Anim. Sci. 14: 535-539.
Santoso, U., D. Kurniati dan J. Setianto. 2004. Chemical composition change of layer
feces fermented by effective microorganism (EM4). Majalah Ilmiah
Petemakan (in press).
Santoso, U., A. Rozal, F. Nengsih, J. Setianto and S. Kadarsih. 2004. The effect of
fermented feces on growth, fat deposition and carcass quality in broiler
chickens. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, 29: 27-32.
Santoso, U., S. Ohtani, K. Tanaka dan M. Sakaida. 1999. Dried Bacillus subtilis
culture reduced ammonia gas release in poultry house. Asian-Aust. J. Anim.
Sci. 12: 806-809.
Santoso, U. dan Sartini. 2001. Reduction of fat accumulation in broiler chickens by
Sauropus androgynus (Katuk) leaf meal supplementation. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. 14: 346-3 50.
Santoso, U., J. Setianto, T. Suteky. 2004. Effect of Sauropus androgynus (katuk)
extract on egg production and lipid metabolism in layers. Asian-Aust. J.
Anim. Sci. (in press).
Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky. 2002. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk untuk
Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah
Lingkungan pada Ayam Petelur. Research Report, Bengkulu University,
Bengkulu.
Santoso, U., Suharyanto dan E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus androgyrius
(katuk) leaf extract on growth, fat accumulation and fecal microorganisms in
broiler chickens. J I T V, 6: 220-226.
Santoso, U dan K. Tanaka. 200 1. Effect of age on hepatic lipogenic enzyme activities
and fat accumulation in broiler chicks. JITV, 6 (2): 89-93.
Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1993. Effects of early skip day feeding on
growth performance and body composition in broilers. Asian-Aust. J. Anim.
Scl. 6: 451-461.
Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1995. Early skip-a-day feeding of female
broiler chicks fed high-protein realimentation diets. Performance and body
composition. Poultry Sci. 74: 494-501.
141
Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani. 1995. Effect of dried Bacillus subtilis culture
on growth and lipogenic enzyme activity in female broiler chicks. Br. J.
Nutr. 74: 52′ )-529.
Santoso, U., K. Tanaka, dan S. Ohtani. 1995. Does feed-restriction refeeding
program improve growth characteristics and body composition in broiler
chicks? Anim. Scl. Technol. 66: 7-15.
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani than M. Sakaida. 2001. Effect of fermented
product from Bacilus subtilis on feed conversion efficiency, lipid
accumulation and ammonia production in broiler chicks. Asian-Aus J.
Anim. Sci. 14: 535-539
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani dan B. S. Youn. 1993. Effects of early feed
restriction on growth performance and body compositicn in broilers. Asian-
Aust. J. Anim. Sci. 6: 401-4 10.
Santoso, U., T. Suteky, Heryanto dan Sunarti. 2002b. Pengaruh cara pemberian
ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap penampilan dan kualitas
karkas ayam pedaging. J I T V, 7: 143148.
Sim, I S., W. D. Kitts dan D. B. Bragg. 1984. Effect of dietary saponin on egg
cholesterol level and laying hen performance. Can. J. Anim. Sci. 64:
977-984.
Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas a am local yang diberi tepung daun katuk
dalam ransum. PPS IPB, Bogor.
Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of Sauropus androgynus (L.)
Merr.: Effects on milk production and the possibilities of induced pulmonary
disorder in lactating sheep. George-August, Universitat Gottingen Institut
fur Tierphysiologie und Tierernahrung.
Tanaka, K., B. S. Youn, U. Santoso, S. Ohtani dan M. Sakaida. 1992. Effects of
fermented products from chub mackerel extracts on growth and carcass
compotion, hepatic lipogenesis and on contents of various lipid fractions in
the liver and the thigh muscle of broiler. Anim. Sci. Technol. 63: 32-37.
142
Lampiran 6. Kumpulan Abstrak Hasil Riset Daun Katuk
Reduction of fat accumulation in broiler chickens by Sauropus androgynus
(katuk) leaf meal supplementation
U. Santoso and Sartini
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University
Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia
Abstract: The present study was designed to evaluate the usefulness of Sauropus
androgynus leaf (SAL) meal on reducing fat accumulation in broiler chickens. Eighty
unsexed broiler chickens were allocated to four treatment groups with five replicates
of four chickens each. SAL meal supplementation had no effect on body, leg, back,
breast, wing, liver and heart weights, carcass protein, moisture and ash cotnets
(P>0.05). Broiler fed diets supplemented with 30 g of SAL meal had lower feed
intake with better feed conversion ratio (P<0.05) than did the control chickens. SAL
supplementation at all levels significantly reduced fat accumulation in abdomen
region, and liver (P<0.01), and in carcass (P<0.05). Higher SAL supplementation
resulted in lower fat accumulation in the carcass (r2= 0.94; P<0.01), abdomen
(r2=0.99; P<0.01) and liver (r2=0.98; P<0.01). The current study showed that a 30 g
supplementation of SAL meal to the broiler diet (30 g SAL meal/kg diet) was
effective to improve feed conversion ratio without reducing body weight. SAL meal
supplementation to the diet reduced fat accumulation in broiler chickens (Asian-
Australasian Journal of Animal Science, 2001, 14 (3): 346-350)
Key words: Sauropus androgynus leaf meal, caracass fat, abdominal fat, broiler
Effect of feeding methods of katuk (Sauropus androgynus) extract on
performance and carcass quality of broiler chickens.
U. Santoso, T. Suteky, Heryanto and Sunarti
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University
Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia
ABSTRACT
The present experiment was conducted to evaluate effect of feeding methods of katuk
143
extract on performance and carcass quality of broilers. Sixty 20-d-old male broilers
were distributed to 5 treatment groups of 4 replicates with 3 birds each. One treatment
group was fed basal diet without katuk extract (P0), whereas other treatment groups
were fed basal diet plus 18 g katuk extract/kg diet (P1), basal diet plus 9 g katuk
extract/l drinking water (P2), basal diet plus 9 g katuk extract/kg diet plus 4.5 g katuk
extract/l drinking water (P3), and basal diet plus 4.5 katuk extract/kg diet plus 2.25 g
katuk extract/l drinking water (P4). Experimental results showed that weight gain of
P1 and P4 were significantly higher (P<0.05) than those of P0 and P2. Feed
conversion ratio of P1 and P4 were significantly lower than those of P0 and P2
(P0.05), but the weight of intestine was significantly affected (P<0.05). Abdominal fat
of P4 was significantly lower than that of P0, P1 and P2 (P<0.05). Cascass color of P4
was significantly better than that of P0, P1, P2 and P3 (P0.05). P4 had better meat
color than P0, P1 and P2 (P0.05). In conclusion, in order to improve performance and
carcass quality, broiler chickens could be given katuk extract through diet plus
drinking water at level of 4.5 g/kg diet plus 2.25 g/l drinking water (Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner, 7 (3): 144-149.
Key words: Katuk extract, performance, carcass quality, abdominal fat.
Effect of Sauropus androgynus extract on egg quality and internal organ weight
in layers
U. Santoso
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University
Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia
ABSTRACT
The present research was conducted to evaluate the effect of Sauropus androgynus
extract on egg quality and internal organ weight. Forty-eight layer aged 40 weeks
(strain RIR) were distributed to 6 treatment groups as follows. One group was fed diet
without Sauropus androgynus extract (SAE) (P0), and five groups were fed diet plus
SAE-hot water at level of 9 g/kg (P1), diet plus SAE-ethanol at level of 0.9 g/kg (P2),
diet plus SAE-ethanol at level of 1.8 g/kg (P3), diet plus SAE-methanol at level of 0.9
g/kg (P4), and diet plus SAE-methanol at level of 1.8 g/kg (P5). Experimental results
showed that SAE supplementation had no effect on eggshell tickness, yolk index, yolk
144
colour index, albumen weight, smell and taste of eggs, number of Salmonella sp.,
toxicity percentage, internal organ weights (P<0.05), but they had effect on (P<0,05)
number of Staphylococcus sp., egg weight, HU, yolk weight, eggshell weight and
length of intestine. In conclusion, SAE supplementation was not effective to improve
egg quality and had no toxicity. SAE-ethanol supplementation at level of 0.9 or 1.8
g/kg, and SAE-methanol at level of 0.9 g/kg was effective to reduce the number of
Staphylococcus sp. To improve egg quality by SAE, the future research should be
designed to use the level of SAE higher than the level applied in this experiment
(Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 2 (1):…).
Key words: Sauropus androgynus extract, egg quality, internal organ
Effects of Sauropus androgynus (Katuk) leaf extract on growth, fat
accumulation and fecal microorganisms in broiler chickens
U. Santoso, E. Handayani and Suharyanto
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Bengkulu University
Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Indonesia
Abstract
A study was conducted to determine the effects of Sauropus androgynus leaf extract
on growth, carcass quality and the number of fecal microorganisms in broiler
chickens. Forty-eight male Arbor Acres broiler chickens (21-d-old) obtained from a
commercial hatchery were used in the present study. Experiment consisted of four
treatment groups with four pen replicates of three broilers allocated randomly to each
dietary treatment from day 21-42 old. One group was the control with no additional
Sauropus androgynus leaf extract (SAE) (P0), and other three groups were given
drinking water supplemented with 1.5 g (P1), 3.0 g (P2) or 4.5 g SAE/l water (P3).
The diet used was a commercial mix (crude protein: 19% and Metabolizable Energy
3.200 kcal/kg). Feed intake significantly reduced in P2 or P3 as compared with the
control (P<0.05). A decrease in feed conversion ratio was observed in treatment
groups as compared with the control (P<0.05). Abdominal fat, neck fat and liver fat
content were significantly reduced by SAE (P<).05), while carcass fat content was not
significantly different. Number of fecal Escherichia coli in P1 or P3 (P<0.01) and
fecal Streptococcus sp. and Salmonella sp. were significantly (P<0.01) reduced by
SAE supplementation as compared with the control, while fecal Bacillus subtilis in P2
145